View
22
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
ADHD
Citation preview
Deteksi Dini ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders)
DETEKSI DINI ADHD (ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVE DISORDERS)
Dr Widodo Judarwanto SpA,
KORESPONDENSI DAN KOMUNIKASI :
TERAPI BIOMEDIS GANGGUAN PERILAKU
PICKY EATERS CLINIC (KLINIK KESULITAN MAKAN ANAK),
CHILDREN FAMILY CLINIC, JL RAWASARI SELATAN 50 JAKARTA PUSAT
telp : (021) 70081995 - 4264126 email : wido25@hotmail.com ,
PENDAHULUAN
Sejak dua puluh tahun terakhir Gangguan Pemusatan Perhatian ini sering disebut
sebagai ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders. Gangguan ini ditandai dengan
adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi,
sehingga rentang perhatiannya sangat singkat waktunya dibandingkan anak lain yang seusia,
Biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang impulsif. Kelainan ini dapat
mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun
komunikasi.
Gangguan hiperaktif merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada
gangguan perilaku pada anak. Dalam tahun terakhir ini gangguan hiperaktif menjadi masalah
yang menjadi sorotan dan menjadi perhatian utama di kalangan medis ataupun di masyarakat
umum.. Angka kejadian kelainan ini adalah sekitar 3 – 10%, di Ameriksa serikat sekitar 3-7%
sedangkan di negara Jerman, Kanada dan Selandia Baru sekitar 5-10%. Diagnosis and
Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian ADHD pada anak usia sekolah
berkisar antara 3 hingga 5 persen. Di indonesia angka kejadiannya masih belum angka yang
pasti, meskipujh tampaknya kelainan ini tampak cukup banyak terjadi. Terkadang seorang
anak hanya dianggap 'nakal' atau 'bandel' dan 'bodoh', sehingga seringkali tidak ditangani
secara benar, seperti dengan kekerasan yang dilakukan oleh orang tua dan guru akibat dari
kurangnya pengertian dan pemahaman tentang ADHD. Terdapat kecenderungan lebih sering
pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Secara epidemiologis rasio kejadian
dengan perbandingan 4 : 1. Namun tampaknya semakin lama tampaknya kejadiannya
semakin meningkat saja. Sering dijumpai pada anak usia pra sekolah dan usia sekolah,
terdapat kecenderungan keluhan ini akan berkurang setelah usia Sekolah Dasar. Meskipun
tak jarang beberapa manifestasi klinis tersebut dijumpai pada remaja atau orang dewasa.
ADHD adalah gangguan perkembangan yang mempunyai onset gejala sebelum usia 7 tahun.
Setelah usia anak, akan menetap saat remaja atau dewasa. Diperkirakan penderita ADHD
akan menetap sekitar 15-20% saat dewasa. Sekitar 65% akan mengalami gejala sisa saat usia
dewasa atau kadang secara perlahan menghilang. Angka kejadian ADHD saat usia dewasa
sekitar 2-7%. Predisposisi kelainan ini adalah 25 persen pada keluarga dengan orang tua yang
membakat.
Deteksi dini gangguan ini sangat penting dilakukan untuk meminimalkan gejala dan akibat
yang ditimbulkannya dikemudian hari. Hal ini harus melibatkan beberapa lapisan masyarakat.
Baik dikalangan medis maupun nonmedis. Dokter umum, dokter spesialis anak dan klinisi
lainnya yang berkaitan dengan kesehatn anak harus bisa mendeteksi sejak dini faktor resiko
dan gejala yang terjadi. Manifestasi klinis yang terjadi dapat timbul pada usia dini namun
gejalanya akan tampak nyata pada saat mulai sekolah melakukan anamnesa terhadap orang
tua dan guru, guna mengevaluasi perkembangan dan mengarahkan pola pendidikan dan
pengasuhan anak dengan hiperaktif bila dapat dilakukan deteksi dini dan penatalaksanaan
pada tahap awal.
DEFINISI
Pada anak normal seringkali menunjukkan tanda-tanda: kurang perhatian, mudah
teralihkan perhatiannya, emosi yang meledak-ledak bahkan aktifitas yang berlebihan. Hanya
saja pada anak dengan kelainan ADHD, gejala-gejala ini lebih sering muncul dan lebih berat
kualitasnya dibandingkan anak normal seusianya.
Pola perhatian anak terhadap suatu hal terbagi menjadi beberapa klasifikasi.
Kelompok yang paling berat adalah over exklusif dimana seorang anak hanya terfokus pada
sesuatu yang menarik perhatiannya tanpa mempedulikan hal lain secara ekstrem (misalnya
pada bayi yang sedang memperhatikan kancing bajunya dan tidak mempedulikan rangsangan
lain), pola ini disebut autisme. Kelompok dengan derajat sedang terjadi fokus perhatian anak
mudah teralihkan. Perhatian hanya mampu bertahan beberapa saat saja oleh suatu rangsangan
lain yang mungkin tidak adekuat. Hal ini dinamakan kesulitan perhatian (attention deficit
hyperactivity disorder). Kondisi normal adalah pola yang paling baik karena anak mampu
memperhatikan sesuatu dan mengalihkannya terhadap yang lain pada saat yang tepat tanpa
kehilangan daya konsentrasi, pola ini merupakan pola normal perkembangan mental anak
secara matang.
Definisi hiperaktifitas adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada
tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada dua
tempat dan suasana yang berbeda. Aktifitas anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan
yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu menggerak-gerakkan jari-jari tangan,
kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang dan selalu meninggalkan tempat duduknya
meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk degan tenang.. Terminologi lain yang
dipakai mencakup beberapa kelainan perilaku meliputi : perasaan yang meletup-letup,
aktifitas yang berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif yang
menetap.
Temperamen seorang anak adalah suatu karakteristik yang hidup dan dinamis, meski
terkadang pada seorang anak lebih dinamis dibandingkan anak lain. Bila terjadi peningkatan
aktifitas motorik yang berlebihan pada seorang anak dibandingkan anak lain sebayanya, maka
sering kali 'si-anak' dikeluhkan sebagai hiperaktif oleh orang tuanya. Penilaian semacam ini
sangat subyektif dan tergantung dari standar yang dipakai oleh orang tua dalam menilai
tingkat aktifitas normal seorang anak. Anggapan bahwa si-anak 'hiperaktif' mungkin tidak
tepat jika hanya karena si-anak menunjukkan tanda-tanda 'nakal' dan 'bikin ribut' pada saat
tertentu tetapi secara keseluruhan menunjukkan aktifitas yang normal. Dalam hal 'anak-ini'
justru kepada orang tuanya yang harus diberikan pengertian dan pengetahuan tentang
bagaimana membimbing dan mengarahkan secara benar seorang anak dengan pola perilaku
yang 'menurut orang tua' berlebihan
PENYEBAB
Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti
halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat multi faktorial.
Banyak faktor yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor
genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat
kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan
fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang
berpengaruh di sekitarnya.
Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan psychostimulants,
yang memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic tricyclics. Kondisi ini
mengungatkan sepukalsi adanya gangguan area otak yang dikaitkan dengan kekuirangan
neurotransmitter. Sehingga neurotransmitters dopamine and norepinephrine sering diokaitkan
dengan ADHD..
Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku
ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi
pada seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga
setidaknya satu orang dalam keluarga dekat. Didapatkan juga sepertiga ayah penderita
hiperaktif juga menderita gangguan yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan
saudara penderita ADHD mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi ADHD, kembar
monozygotic lebih mudah terjadi ADHD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan
keterlibatan fator genetik di dalam gangguan ADHD. Keterlibatan genetik dan kromosom
memang masih belum diketahui secara pasti. Beberapa gen yang berkaitan dengan kode
reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan
5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan ADHD.
Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang
menghubungkan fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi
neurotransmitter utama yang berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis. Sehingga
dopaminergic dan noradrenergic neurotransmission tampaknya merupakan target utama
dalam pengobatan ADHD.
Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang
dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol
aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan
pada sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan
striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang
tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas
otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan
pengaruh keterlambatan waktu terhadap respon motorik terhadap rangsangan sensoris.
Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu
kelambanan dalam proses perkembangan anak-anak dengan ADHD. Menurut teori ini,
penderita akhirnya dapat mengejar keterlambatannya dan keadaan ini dipostulasikan akan
terjadi sekitar usia pubertas. Sehingga gejala ini tidak menetap tetapi hanya sementara
sebelum keterlambatan yang terjadi dapat dikejar.
Banyak peneliti mengungkapkan penderita ADHD dengan gangguan saluran cerna
sering berkaitan dengan penerimaan reaksi makanan tertentu. Teori tentang alergi terhadap
makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap
tingkah laku anak, serta teori bahwa gula merupakan substansi yang merangsang
hiperaktifitas pada anak. Disebutkan antara lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular
sebagai terapinya
Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma primer dan
trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak dipertimbangkan sebagai
penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga kelompok.
Dalam gangguan ini terjadinya penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena
sebab yang bermacam-macam selain oleh karena trauma. Gangguan lain berupa kerusakan
susunan saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi,
perdarahan dan hipoksia.
Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan struktur dan
anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau
justru timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan
dalam perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan ADHD dan
anak normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana pada anak dengan
ADHD memiliki gambaran otak yang lebih simetris dibandingkan anak normal yang pada
umumnya otak kanan lebih besar dibandingkan otak kiri.
Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan
gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan hiperaktif yang lebih
dominan didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang normal dengan
mengukur kadar gula (sebagai sumber energi utama aktifitas otak) yang didapatkan
perbedaan yang signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.
FAKTOR RESIKO
Dalam melakukan deteksi dini gangguan perilaku ini maka perlu diketahui faktor
resiko yang bisa mengakibatkan gangguan ADHD. Banyak bukti penelitian yang
menunjukkan peranan disfungsi Susunan saraf pusat (SSP). Sehingga beberapa kelainan dan
gangguan yang terjadi sejak kehamilan, persalinan dan masa kanak-kanak harus dicermati
sebagai faktor resiko.
Selama periode kehamilan, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan metabolik,
genetik, infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, alkohol dan faktor psikogenik.
Penyakit diabetes dan penyakit preeklamsia juga harus dicermati.
Pada masa persalinan, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan persalinan,
induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping terapi, depresi sistem
immun dan trauma saat kelahiran normal. Sedangkan periode kanak-kanak har5uis dicermati
gangguan saluran cerna kronis, infeksi, trauma, terapi medikasi, keracunan, gangguan
metabolik, gangguan vaskuler, faktor kejiwaan, keganasan dan terjadinya kejang. Riwayat
kecelakaan hingga harus dirawat di rumah sakit,kekerasan secara fisik, verbal, emosi atau
merasa diterlantarkan. Trauma yang serius, menerima perlakuan kasar atau merasa
kehilangan sesuatu selama masa kanak-kanak, tidak sadar diri atau pingsan.
DETEKSI DINI GEJALA HIPERAKTIF
Untuk dapat disebut memiliki gangguan ADHD, harus ada tiga gejala utama yang
nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi atau
pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam
memberikan perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan
konsentrasinya terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal
yang lain.
Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan
tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke
sana kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan
menimbulkan suara berisik.
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam
dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut
mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari
gejala impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang
menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab
sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti
antri misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan
aktivitas yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada
beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum
anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di
rumah dan di sekolah.
Manifestasi klinis yang terjadi sangat luas, mulai dari yang ringan hingga berat atau
bisa terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih banyak gejala. Tampilan klinis
ADHD tampaknuya sudah bisa dideteksi sejak dini Sejas usia bayi. Gejala yang harus lebih
dicermati pada usia bayi adalah bayi yang sangat sensitive terhadap suara dan cahaya,
menangis, menjerit, sulit untuk diam, waktu tidur sangat kurang dan sering terbangun, kolik,
sulit makan atau minum susu baik ASI atau susu botol., tidak bisa ditenangkan atau
digendong, menolak untuk disayang, berlebihan air liur, kadang seperti kehausan sering
minta minum, Head banging (membenturkan kepala, memukul kepala, menjatuhkan kepala
kebelakang) dan sering marah berlebihan.
Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak Clumsy (canggung), impulsif,
sering mengalami kecelakaan atau jatuh, perilaku aneh/berubah-ubah yang mengganggu,
gerakan konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak lainnya. Agresif, Intelektual
(IQ) normal atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk, Bila di sekolah kurang konsentrasi,
aktifitas berlebihan dan tidak bisa diam, mudah marah dan meledak kemarahannya, nafsu
makan buruk. Koordinasi mata dan tangan jelek., sulit bekerjasama, suka menentang dan
tidak menurut, suka menyakiti diri sendiri (menarik rambut, menyakiti kulit, membentur
kepala dll) dan gangguan tidur.
Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya terfokus pada
satu hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung, lupa pelajaran sekolah dan
tugas di rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah maupun di rumah, kesulitan dalam
menyimak, kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak
sabaran, gaduh dan bicara berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru,
banyak omong dan suka membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut
campur pembicaraan orang lain
Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih
suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang
secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam
menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan
perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya20).
Tampilan lainnya pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan
kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat'
dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang
lain. Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas
dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya
konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit
bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini
disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan
otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan
minder. Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga
orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak
menyelesaikan masalah.
Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan perilaku
penyerta lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar, restless-legs
syndrome, ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan kecemasan, kepribadian
antisosia, substance abuse, gangguan konduksi dan perilaku obsesif-kompulsif.
Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas
yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan,
dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang
memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan
sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi,
tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering
tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang
spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka
sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan
lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.
Resiko terjadi ADHD semakina meningkat bila salah satu saudara atau orang tua
mengalami ADHD atau gangguan psikologis lainnya. Gangguan posikologis dan perilaku
tersebut meliputi gangguan bipolar, gangguan konduksi, depresi, gangguan disosiatif,
gangguan kecemasan, gangguan belajar, gangguan mood, gangguan panic, obsesif-kompulsif,
gangguan panic disertai goraphobia. Juga kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan
perkembangan perfasif termasuk gangguan Asperger, Posttraumatic stress disorder (PTSD),
Psychotic, Social phobia, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.
DIAGNOSIS ADHD
Diagnosa hiperaktifitas tidak dapat dibuat hanya berdasarkan informasi sepihak dari
orang tua penderita saja tetapi setidaknya informasi dari sekolah, serta penderita harus
dilakukan pemeriksaan meskipun saat pemeriksaan penderita tidak menunjukkan tanda-tanda
hiperaktif, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi saat pemeriksaan dan
kemungkinan hal lain yang mungkin mejadi pemicu terjadinya hiperaktifitas. Pada beberapa
kasus bahkan membutuhkan pemeriksaan psikometrik dan evaluasi pendidikan. Hingga saat
ini belum ada suatu standard pemeriksaan fisik dan psikologis untuk hiperaktifitas. Ini berarti
pemeriksaan klinis haruslah dilakukan dengan sangat teliti meskipun belum ditemukan
hubungan yang jelas antara jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan proses terjadinya
hiperaktifitas. Beragam kuesioner dapat disusun untuk membantu mendiagnosa, namun
yang terpenting adalah perhatian yang besar dan pemeriksaan yang terus-menerus, karena
tidak mungkin diagnosa ditegakkan hanya dalam satu kali pemeriksaan.
Bila didapatkan seorang anak dengan usia 6 hingga 12 tahun yang menunjukkan
tanda-tanda hiperaktif dengan prestasi akademik yang rendah dan kelainan perilaku,
hendaknya dilakukan evaluasi awal kemungkinan
Untuk mendiagnosis ADHD digunakan kriteria DSM IV yang juga digunakan, harus
terdapat 3 gejala : Hiperaktif, masalah perhatian dan masalah konduksi.
KRITERIA A –MASING-MASING (1) ATAU (2)
(1) Enam atau lebih dari gejala
(1) Enam atau lebih gejala dari kurang perhatian atau konsentrasi yang tampak paling
sedikit 6 bulan terakhir pada tingkat maladaptive dan tidak konsisten dalam
perkembangan
INATTENTION
a. Sering gagal dalam memberi perhatian secara erat secara jelas atau membuat
kesalahan yang tidak terkontrol dalam :
1. sekolah
2. bekerja
3. aktifitas lainnya
b. Sering mengalami kesulitan menjaga perhatian/ konsentrasi dalam menerima
tugas atau aktifitas bermain.
c. Sering kelihatan tidak mendengarkan ketika berbicara secara langsung
1. Menyelesaikan pekerjaan rumah
2. Pekerjaan atau tugas
3. Mengerjakan perkerjaan rumah (bukan karena perilaku melawan)
4. Gagal untuk mengerti perintah
d. Sering kesulitan mengatur tugas dan kegiatan
e. Sering menghindar, tidak senang atau enggan mengerjakan tugas yang
membutuhkan usaha (seperti pekerjaan sekolah atau perkerjaan rumah)
f. Sering kehilangan suatu yang dibutuhkan untuk tugas atau kegiatan
( permainan, tugas sekolah, pensil, buku dan alat sekolah lainnya ))
g. Sering mudah mengalihkan perhatian dari rangsangan dari luar yang tidak
berkaitan
h. Sering melupakan tugas atau kegiatan segari-hari
(2) Enam atau lebih gejala dari hiperaktivitas/impulsifitas yang menetap dalam 6 bulan
terakhir
HIPERAKTIFITAS
1. Sering merasa gelisah tampak pada tangan, kaki dan menggeliat dalam tempat duduk
2. Sering meninggalkan tempat duduk dalam kelas atau situasi lain yang mengharuskan
tetap duduk.
3. Sering berlari dari sesuatu atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak
seharusnya (pada dewasa atau remaja biasanya terbatas dalam keadaan perasaan
tertentu atau kelelahan )
4. Sering kesulitan bermain atau sulit mengisi waktu luangnya dengan tenang.
5. isering berperilaku seperti mengendarai motor
6. Sering berbicara berlebihan
IMPULSIF
a.Sering mengeluarkan perkataan tanpa berpikir, menjawab pertanyaan sebelum
pertanyaannya selesai.
b. Sering sulit menunggu giliran atau antrian
c. Sering menyela atau memaksakan terhadap orang lain (misalnya dalam percakapan atau
permainan).
KRITERIA B: Gejala hiperaktif-impulsif yang disebabkan gangguan sebelum usia 7 tahun.
KRITERIA C : Beberapa gangguan yang menimbulkan gejala tampak dalam sedikitnya 2
atau lebih situasi ( misalnya di kelas, di permainan atau di rumah )
KRITERIA D : Harus terdapat pengalaman manifestasi bermakna secara jelas mengganggu
kehidupan sosial, akademik, atau pekerjaan )
KRITERIA E : Gejala tidak terjadi sendiri selama perjalanan penyakit dari Pervasive
Developmental Disorder, Schizophrenia, atau gangguan psikotik dan dari gangguan mental
lainnya (Gangguian Perasaan, Gangguan kecemasan, Gangguan Disosiatif atau gangguan
kepribadian)
Diagnosis ADHD, Tipe kombinasi jika terdapat pada A1 dan A2 yang didaptkan
dalam 6 bulan terakhir. ADHD tipe Inatentif redominan jika dalam kriteria didapatkan A1,
tetapi tidak didapatkan gejala pada A2 dalam 6 bulan terakhir. ADHD Hiperaktif Predominan
-Tipe Impulsif): jika kriteria didapatkan A2 tapi tidak dijumpai kriteria A1 dalam 6 bulan
terakhir.
Kriteria diagnostik hiperaktifitas adalah ditemukannya 6 gejala atau lebih yang
menetap setidaknya selama 6 bulan. Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7
tahun, dialami pada 2 atau lebih suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik
dll), disertai adanya hambatan yang secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi
akademik dan sering salah dalam menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan
dengan terjadinya kelainan perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya.
PENANGANAN DINI HIPERAKTIFITAS
Melihat penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan adanya beberapa teori
penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai
dengan landasan teori penyebabnya.
Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan obat-
obatan. Terapi ini hendaknya hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol terhadap
kemungkinan timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali. Sebelum
digunakannya obat-obat ini, diagnosa ADHD haruslah ditegakkan lebih dulu dan pendekatan
terapi okupasi lainnya secara simultan juga harus dilaksanakan, sebab bila penanganan hanya
diutamakan obat maka tidak akan efektif secara jangka panjang.
Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita. Diantaranya
adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan pencernaan (Intestinal
Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan alergi makanan atau reaksi simpang
makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup
efektif. Suatu substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil
yang cukup memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu
mensitesa (memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat ditingkatkan
produksinya dengan menggunakan golongan amphetamine.
Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi, defisiensi
mineral, essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino dan toksisitas Logam
berat. Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita ADHD adalah terapi EEG
Biofeed back, terapi herbal, pengobatan homeopatik dan pengobatan tradisional Cina seperti
akupuntur.
Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan
menyeluruh. Penanganan ini hendaknya melibatkan multi disiplin ilmu yang dilakukan antara
dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita secara bersama-
sama. Penanganan ideal harus dilakukan terapi stimulasi dan terapi perilaku secara terpadu
guna menjamin keberhasilan terapi.
Untuk mengatasi gejala gangguan perkembangan dan perilaku pada penderita ADHD
yang sudah ada dapat dilakukan dengan terapi okupasi. Ada beberapa terapi okupasi untuk
memperbaiki gangguan perkembangan dan perilaku pada anak yang mulai dikenalkan oleh
beberapa ahli perkembangan dan perilaku anak di dunia, diantaranya adalah sensory
Integration (AYRES), snoezelen, neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifukasi
Perilaku, terapi bermain dan terapi okupasi lainnya
STIMULASI DINI
Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara langsung,
dengan lebih memfokuskan pada perunahan secara spesifik. Pendekatan ini cukup berhasil
dalam mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi sosial, bahasa dan perawatan
diri sendiri. Selain itu juga akan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, seperti agrsif,
emosi labil, self injury dan sebagainya. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan
yang paling efektif dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan
frustrasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.
Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan, kemampuan
gerak, minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan kegiatan
kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana persiapan untuk beraktifitas dan bekerja
saat usia dewasa. Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana
sarana tersebut dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan
kebutuhan terapi.
Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab
dan kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau belajar mengontrol
diri dan mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu
yang harus dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan
kegiatan yang akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk
didalamnya kegiatan yang cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam dirinya tidak
tertimbun kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan.
Nasehat untuk orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan mengarahkan kegiatan
yang seharusnya dilakukan si-anak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang
menarik minat, sehingga lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola
pengasuhan di rumah, anak diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar
tentang segala sesuatu yang harus ia kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan
serta memberi kesempatan mereka untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang
diberikan.
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya
perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia melakukan
sesuatu dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu
mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu mengerjakannya dengan baik maka harus
diberikan penghargaan yang tulus baik berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat
konstruktif. Bila hal ini tidak berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak
terkendali harus segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai.
Strategi di tempat umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di tempat-
tempat umum, dalam hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun
suatu benda tertantu yang dapat membangkitkan perilaku hiperaktif / destruktif haruslah
dihindarkan dan dicegah, untuk itu orang tua dan guru harus mengetahui hal-hal apa yang
yang dapat memicu perilaku tersebut. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang
paling efektif dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan
frustrasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.
PENUTUP
ADHD atau Attention Deficite Hyperactivity Disorder pada anak yang merupakan
gangguan perilaku yang semakin sering ditemukan. Seringkali karena kurang pemahaman
dari orangtua dan guru serta orang-orang disekitarnya anak diperlakukan tidak tepat sehingga
cenderung memparah keadaan. Terdapat beberapa pegangan dalam mendiagnosa ADHD,
gejala hiperaktifitas harus dapat dilihat pada setidaknya di dua tempat yang berbeda dengan
kondisi (setting) yang berbeda pula.
Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan
menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang dikoordinasikan
antara dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita.
DAFTAR PUSTAKA
1. APA: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Washington, DC:
American Psychiatric Association Press; 1994: 78-85.
2. Brown TE: Brown ADD Scales. San Antonio, TX: Psychological Corp; 1996: 5-6.
3. Elia J, Ambrosini PJ, Rapoport JL: Treatment of attention-deficit-hyperactivity
disorder. N Engl J Med 1999 Mar 11; 340(10): 780-8
4. Hunt RD, Paguin A, Payton K: An update on assessment and treatment of complex
attention-deficit hyperactivity disorder. Pediatr Ann 2001 Mar; 30(3): 162-72.
5. Ramchandani P, Joughin C, Zwi M: Attention deficit hyperactivity disorder in
children. Clin Evid 2002 Jun; 262-71.
6. Reeves G, Schweitzer J: Pharmacological management of attention-deficit
hyperactivity disorder. Expert Opin Pharmacother 2004 Jun; 5(6): 1313-20
7. Wilens TE: Straight Talk about Psychiatric Medications for Kids. New York, NY:
Guilford Press; 2002.
8. American Psychiatric Association: Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (DSM-IV-TR). 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Association;
2000. 78-85.
9. Baving L, Laucht M, Schmidt MH: Atypical frontal brain activation in ADHD:
preschool and elementary school boys and girls. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry
1999 Nov; 38(11): 1363-71
10. Biederman J, Faraone SV, Milberger S: Is childhood oppositional defiant disorder a
precursor to adolescent conduct disorder? Findings from a four-year follow-up study of
children with ADHD. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1996 Sep; 35(9): 1193-204
11. Bush G, Frazier JA, Rauch SL: Anterior cingulate cortex dysfunction in attention-
deficit/hyperactivity disorder revealed by fMRI and the Counting Stroop. Biol Psychiatry
1999 Jun 15; 45(12): 1542-52
12. Casey BJ, Castellanos FX, Giedd JN: Implication of right frontostriatal circuitry in
response inhibition and attention-deficit/hyperactivity disorder. J Am Acad Child Adolesc
Psychiatry - Sarfatti SE; 36(3): 374-83
13. Dulcan M: Practice parameters for the assessment and treatment of children,
adolescents, and adults with attention-deficit/hyperactivity disorder. American Academy
of Child and Adolescent Psychiatry. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1997 Oct;
36(10 Suppl): 85S-121S
14. Faraone SV, Sergeant J, Gillberg C, Biederman J: The Worldwide Prevalence of
ADHD: Is it an American Condition? World Psychiatry 2003;2:104-113.
15. Faraone SV, Perlis RH, Doyle AE, et al: Molecular genetics of
attention-deficit/hyperactivity disorder. Biol Psychiatry 2005 Jun 1; 57(11): 1313-23
16. Green WH: Child and Adolescent Clinical Psychopharmacology. Baltimore, Md:
Williams & Wilkins; 1995: 56-77.
17. Greenhill LL: Diagnosing attention-deficit/hyperactivity disorder in children. J Clin
Psychiatry 1998; 59 Suppl 7: 31-41
18. Jensen PS: Fact versus fancy concerning the multimodal treatment study for attention-
deficit hyperactivity disorder. Can J Psychiatry 1999 Dec; 44(10): 975-80
19. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Kaplan and Sadock's Synposis of Psychiatry. 7th ed.
Baltimore, Md: Williams & Wilkins; 1994: 1063-8.
20. MTA Cooperative Group: A 14-month randomized clinical trial of treatment strategies
for attention-deficit/hyperactivity disorder. The MTA Cooperative Group. Multimodal
Treatment Study of Children with ADHD. Arch Gen Psychiatry 1999 Dec; 56(12): 1073-
86
21. Multimodal Treatment Study: Moderators and mediators of treatment response for
children with attention-deficit/hyperactivity disorder: the Multimodal Treatment Study of
children with Attention-deficit/hyperactivity disorder. Arch Gen Psychiatry 1999 Dec;
56(12): 1088-96
22. Rugino TA, Samsock TC: Modafinil in children with attention-deficit hyperactivity
disorder. Pediatr Neurol 2003 Aug; 29(2): 136-42
23. Rutter M, Taylor E, Hersov L: Child and Adolescent Psychiatry: Modern Approaches.
3rd ed. Oxford, UK: Blackwell Science; 1994: 285-307.
24. Spencer T, Biederman J, Wilens T: Nonstimulant treatment of adult
attention-deficit/hyperactivity disorder. Psychiatr Clin North Am 2004 Jun; 27(2): 373-83
25. Vaidya CJ, Austin G, Kirkorian G: Selective effects of methylphenidate in attention
deficit hyperactivity disorder: a functional magnetic resonance study. Proc Natl Acad Sci
U S A 1998 Nov 24; 95(24): 14494-9
26. Daruna JH, Dalton R, Forman MA. Attention deficit hyperactifity disorder. Behrman
RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson textbook of pediatrics. 16 th ed. WB Saunders Co.
USA. 2000;29.2:100-3.
27. Laufer MW. Brain disorder. Ed. Freedman AM, Kaplan HI. Dalam: Comprehensive
textbook of psychiatry. The Williams and Wilkins Co. Maryland, USA.1973;42:1142-52.
28. Child development institute. About Attention Deficit Hyperactivity Disorder
ADD/ADHD. Child Development Institute 2003:
ttp://www.childdevelopmentinfo.com/disorders/adhd.shtml.
29. IMH. Attention Deficit Hyperactivity Disorder. NIMH Public Inquiries Bethesda,
U.S.A dapat dilihat di: http://www.nimh.nih.gov/publicat/ adhd.cfm diakses pada: 27
April 2003.
30. American academy of pediatrics. Clinical Practice Guideline: Treatment of the School-
Aged Child With Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Pediatrics Vol. 108 No. 4.
USA. 2001;1033-44
Pemutakhiran Terakhir ( Sabtu, 09 Mei 2009 21:36 )
Recommended