Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal · Tinjauan ini merupakan...

Preview:

Citation preview

2 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Badan Kebijakan Fiskal.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro.

Syaifullah.

Thomas N, Widiyanto, Yoopi A, Wahyu Utomo, Kindy Rinaldi S., Arti Dyah Woroutami, Endang Larasati.

Dwi Anggi Novianti, Taufan Pamungkas Kurnianto, Bhayu Purnomo, Indra Budi Sucahyo, Asep Nurwanda, Fathul Kamil

Tumbriyantoro, Ahmad Wira Kusuma, Andriansyah, Raditya Harya Pamungkas, Abdul Aziz, Immanuel Bhekti Hartanto, Yasir Niti Samudro,

Fino Valico, Ronald Yusuf, Alfan Mansur.

Yazid Bastomi.

Bramantiyo, Nina Hanifah, Bakhtiar Rifai, Mikhael Franciscus S., Eta Nur K., Rizky Zul A., Affan Hanif I., Restu Rinayanti, Andi

Yoga T., Galuh Chandra W., Ralex Arnolda, Nur Fitriani Ulfah, M. Firmansyah Arviandri, Pipin Prasetyono, Nurul Fatimah.

Bramantiyo

Puguh Fajar, Innes Clara, Bagus Tri Handoko

Gedung R.M. Notohamiprodjo, Jalan Dr. Wahidin Raya Nomor 1 Jakarta 10710.

www.fiskal.kemenkeu.go.id

Tinjauan Kebijakan Fiskal diterbitkan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian

Keuangan, dengan periode publikasi dwi-bulanan dan memuat mengenai

perkembangan kebijakan ekonomi, fiskal, dan keuangan terkini.

3

Tinjauan

EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL

Edisi V / Desember 2017

4 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

VISI

“Menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan yang antisipatif dan responsif untuk mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera”.

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 5

KATA PENGANTAR

Di penghujung 2017, perekonomian Indonesia menuai berbagai catatan positif. Pertumbuhan

ekonomi menunjukkan peningkatan, didorong oleh akselerasi investasi dan ekspor. Stabilitas

juga terjaga baik dengan inflasi yang terkendali dan sektor keuangan yang sehat. Indonesia

turut merasakan keuntungan dari kondisi pemulihan perekonomian global yang telah terjadi

sejak pertengahan 2016. Namun yang tidak kalah penting, berbagai langkah reformasi

ekonomi yang dimaksudkan untuk meletakan fondasi ekonomi yang lebih kokoh, sudah mulai

menampakkan hasil dan berkontribusi pada berbagai catatan positif tersebut. Meski demikian,

berbagai tantangan dan risiko masih perlu dihadapi. Oleh karena itu, langkah reformasi akan

terus diperkuat, antara lain di sisi perpajakan sebagai tulang punggung pendapatan negara.

Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal Edisi V Tahun 2017 ini mengambil tajuk Capaian Positif

Reformasi Ekonomi, menggarisbawahi berbagai capaian positif yang diperoleh perekonomian

Indonesia. Pertumbuhan investasi, perbaikan daya saing dan kemudahan berusaha, kenaikan

rating, serta peningkatan penerimaan pajak merupakan beberapa hasil positif dari komitmen

reformasi ekonomi yang dijalankan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Edisi ini,

seperti biasa, juga akan mengulas perkembangan ekonomi makro, keuangan, dan fiskal hingga

November 2017.

Tinjauan ini merupakan terbitan dwi-bulanan yang menyajikan data-data dan informasi terkini

mengenai ekonomi makro dan kebijakan fiskal. Diharapkan, materi yang terangkum dalam

Tinjauan ini dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat luas

dalam memahami kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal terkini. Dengan pemahaman tersebut,

para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat memberikan quality control terhadap

kebijakan yang disusun pemerintah. Hal ini sejalan dengan visi Badan Kebijakan Fiskal sebagai

unit perumus kebijakan fiskal yang terpercaya, antisipatif, dan responsif.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Indonesia-Australia Government Partnership

Fund dan AIPEG yang telah mendukung kelancaran terbitnya Tinjauan ini. Kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca sangat kami butuhkan untuk perbaikan ke depan.

Selamat membaca.

Desember 2017 Suahasil Nazara Kepala Badan Kebijakan Fiskal

6 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 5

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ 6

ABREVIASI ................................................................................................................................. 7

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................................. 8

EXECUTIVE SUMMARY ............................................................................................................ 10

BAGIAN I: Tinjauan Perkembangan Ekonomi Makro .............................................................. 13

A. Negara Maju Menjadi Motor Utama Pemulihan Global ............................................ 14

Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Internasional ........................................... 14

Negara-negara Maju Memimpin Pemulihan Ekonomi Global Tahun 2017 ................ 15

B. Pertumbuhan Ekonomi Meningkat di Triwulan Ketiga 2017 ...................................... 16

Konsumsi Rumah Tangga Relatif Melambat Namun Tidak Mengindikasikan Adanya

Penurunan Daya Beli .................................................................................................. 17

Investasi, Ekspor, dan Impor Menopang Pertumbuhan Q3-2017 yang Lebih Baik .... 18

Kinerja Produksi Nasional Tumbuh Positif, Terutama Ditopang oleh Sektor

Manufaktur dan Perdagangan, Serta sektor yang terkait Logistik dan Infrastruktur . 19

Secara spasial, seluruh kawasan tumbuh positif ........................................................ 20

Boks 1. Kenaikan Peringkat Kemudahan Berbisnis di Indonesia ......................................... 21

C. Kondisi Ekonomi Makro Sehat & Stabilitas Terjaga .................................................... 24

Stabilitas Harga Terkendali di Penghujung 2017 Meski Tekanan Volatile Food

Meningkat .................................................................................................................. 24

Faktor Global Dominan Mempengaruhi Posisi Kebijakan Moneter Dalam Negeri dan

Pergerakan Nilai Tukar di Triwulan Terakhir 2017 ..................................................... 25

Neraca Perdagangan Indonesia Terus Membukukan Surplus .................................... 27

Peningkatan Ekspor dan Arus Modal Masuk Mendukung Surplus Neraca Pembayaran

Indonesia ................................................................................................................... 28

D. Kinerja Perbankan Masih Dibayangi Pertumbuhan Kredit Yang Belum Optimal ........ 30

E. Kinerja Pasar Saham Ditopang Oleh Investor Domestik ............................................. 34

BAGIAN II: Analisis Kinerja APBN 2017.................................................................................... 39

A. Realisasi Asumsi Makro 2017 ..................................................................................... 40

B. Pelaksanaan APBNP 2017 .......................................................................................... 41

Box 2: Pengelolaan Defisit APBNP 2017 ............................................................................. 47

BAGIAN III: TOPIK KHUSUS: Reformasi Perpajakan Untuk Mendukung Pembangunan .......... 49

BAGIAN IV : Lampiran Data Ekonomi Makro Dan APBN ......................................................... 57

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 7

ABREVIASI

7DRR : (suku bunga) 7-Day Reverse Repo LDR : Loan to Deposit Ratio

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja MBR : Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Daerah Migas : Minyak dan Gas

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja NDA : National Designated Authority

Negara NDC : National Determined Contribution

APBNP : Anggaran Pendapatan dan Belanja NIM : Net Interest Margin

Negara Perubahan NPL : Non Performing Loan

AS : Amerika Serikat OPEC : Organization of the Petroleum

ASEAN : Association of Southeast Asian Exporting Countries

Nations PDB : Produk Domestik Bruto

Bansos : Bantuan Sosial PMA : Penyertaan Modal Asing

BBM : Bahan Bakar Minyak PMDN : Penyertaan Modal Dalam Negeri

BLU : Badan Layanan Umum PMI : Purchasing Managers’ Index

BOPO : Beban Operasional terhadap PMK : Peraturan Menteri Keuangan

Pendapatan Operasional PMTB : Pembentukan Modal Tetap Bruto

BPNT : Bantuan Pangan Non Tunai PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak

BUMN : Badan Usaha Milik Negara PPh : Pajak Penghasilan

CAR : Capital Adequacy Ratio PPN : Pajak Pertambahan Nilai

COP : Conference of the Parties PPnBM : Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

CPO : Crude Palm Oil PT : Perusahaan Terbuka

DAK : Dana Alokasi Khusus RAPBN : Rancangan Anggaran Pendapatan dan

DAU : Dana Alokasi Umum Belanja Negara

DTU : Dana Transfer Umum RKA K/L : Rencana Kerja dan Anggaran

DTK : Dana Transfer Khusus Kementerian/Lembaga

DPK : Dana Pihak Ketiga ROA : Return on Asset

ECB : European Central Bank RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka

FOMC : Federal Open Market Committee Menengah Nasional

EODB : Easiness of Doing Business saar Seasonally Adjusted Annual Rate

S&P : Standard and Poor’s

HET : Harga Eceran Tertinggi SBI : Sertifikat Bank Indonesia

HKBN : Hari Besar Keagamaan Nasional SBN : Surat Berharga Negara

HPE : Harga Patokan Ekspor SUN : Surat Utang Negara

ICP : Indonesian Crude Price SWF : Sovereign Wealth Fund

IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan The Fed : The Federal Reserve

IKK : Indeks Keyakinan Konsumen TKDD : Transfer ke Daerah dan Dana Desa

IMF : International Monetary Fund UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah

KPM : Keluarga Penerima Manfaat Valas : Valuta Asing

ICBM Intercontinental Ballistic Missile WEO : World Economic Outlook

IORA : Indian Ocean Rim Association WP : Wajib Pajak

KMK : Keputusan Menteri Keuangan yoy : year on year

KRISNA : Kolaborasi Perencanaan dan Informasi ytd : year to date

Kinerja Anggaran qoq : quarter on quarter

8 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

RINGKASAN EKSEKUTIF

Memasuki penghujung 2017, perekonomian Indonesia melanjutkan kinerja positifnya yang antara lain didukung oleh lingkungan ekonomi global yang menunjukkan pemulihan. Pemulihan ekonomi global yang dimotori oleh negara maju telah mendorong kenaikan permintaan yang berimplikasi positif pada pertumbuhan ekspor dan impor. Program akselerasi infrastruktur dan reformasi struktural yang bertujuan untuk memperbaiki iklim usaha telah memberikan hasil yang baik dengan pertumbuhan investasi yang tinggi di dalam neraca pendapatan nasional. Catatan ini mengkonfirmasi beberapa pengakuan internasional atas perbaikan kemudahan berusaha di Indonesia seperti yang terlihat pada kenaikan posisi indeks Ease of Doing Business Indonesia yang meningkat sebanyak 19 peringkat. Di samping itu, lembaga pemeringkat Fitch juga telah menaikkan peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB (stable outlook). Rating upgrade tersebut semakin menegaskan bahwa perekonomian dan kerangka kebijakan Indonesia berada pada jalur yang tepat sehingga creditworthiness dipandang membaik.

Meski demikian beberapa tantangan harus tetap diwaspadai baik yang bersumber dari lingkungan eksternal maupun domestik. Pemulihan negara maju di satu sisi memberikan keuntungan melalui transmisi perdagangan, namun di sisi lain memberikan sinyal akan berlanjutnya normalisasi kebijakan moneter yang berpotensi menarik arus modal keluar dan menekan nilai tukar. Ketidakpastian di lingkungan ekonomi global juga terhitung masih cukup tinggi, baik akibat pemulihan ekonomi yang belum merata dan solid, maupun dari ketidakpastian arah kebijakan serta tensi geopolitik.

Di sisi domestik, perlambatan pada tingkat konsumsi masyarakat perlu dicermati meskipun belum mengindikasikan adanya penurunan daya beli. Pertumbuhan konsumsi lebih dipengaruhi oleh pergeseran pola konsumsi masyarakat pada pengeluaran yang bersifat leisure serta indikasi meningkatnya tingkat tabungan. Meski demikian, pemerintah terus menjaga agar tingkat daya beli dan konsumsi masyarakat tetap stabil antara lain dengan menjaga stabilitas harga dan memastikan tersalurkannya bantuan sosial dan subsidi yang tepat sasaran bagi masyarakat tingkat bawah.

Di triwulan ketiga 2017 pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,06 persen atau meningkat dibanding dua triwulan sebelumnya dan maupun triwulan ketiga 2016. Selain didukung oleh investasi dan ekspor yang tumbuh tinggi masing-masing 7,11 persen dan 17,3 persen, konsumsi pemerintah juga memberikan kontribusi positif dengan laju pertumbuhan sebesar 3,46 persen setelah pada periode yang sama tahun 2016 mencatatkan pertumbuhan negatif. Pertumbuhan ekonomi triwulan ketiga juga menandai pertumbuhan sektor industri pengolahan sebesar 4,84 persen yang lebih baik dibanding kinerja 11 triwulan sebelumnya. Sejalan dengan kinerja sektor industri pengolahan tersebut, pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa meningkat sebesar 5,51 persen.

Stabilitas ekonomi terjaga dengan inflasi yang rendah dan nilai tukar yang relatif stabil, sehingga mendukung kebijakan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga acuan di tingkat 4,25 persen. Laju inflasi di tahun 2017 tercatat sebesar 3,61 persen (yoy). Memasuki triwulan terakhir tahun 2017, tekanan inflasi dari sisi volatile food sedikit meningkat akibat faktor cuaca dan bencana alam, namun secara keseluruhan inflasi tahun 2017 masih berada pada rentang sasaran. Sementara itu nilai tukar Rupiah yang sempat tertekan di bulan September 2017 akibat sentimen global, perlahan volatilitasnya menurun pada bulan-bulan berikutnya. Meski

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 9

demikian, pergerakan nilat tukar Rupiah perlu terus dicermati seiring keberlanjutan kenaikan suku bunga the Fed Fund Rate, rencana kebijakan pemotongan pajak di AS, dan konflik geopolitik yang bisa memicu diburunya aset safe haven seperti dolar AS.

Penurunan suku bunga acuan 7-days reverse repo (7DDR) belum secara optimal meningkatkan pertumbuhan kredit. Kredit perbankan di bulan September 2017 tumbuh sebesar 7,86 persen yoy, sedikit melambat dibandingkan bulan Agustus 2017 yang tumbuh sebesar 8,26 persen. Masih tingginya Non Performing Loan di sektor pertambangan terindikasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi laju penyaluran kredit oleh perbankan. Diharapkan pertumbuhan kredit akan membaik di triwulan terakhir 2017 didukung dengan likuiditas perbankan yang cukup baik dimana Dana Pihak Ketiga tercatat tumbuh 11,69 persen di September 2017. Sementara itu kinerja pasar saham terus positif dengan IHSG yang terus meningkat terutama didorong aktivitas investor domestik.

Aktivitas ekonomi nasional yang meningkat dan stabilitas yang terjaga juga tercermin dari posisi eksternal yang membaik dimana neraca pembayaran terus membukukan surplus dan cadangan devisa yang terus terjaga. Neraca Pembayaran Indonesia triwulan ketiga 2017 surplus USD5,4 miliar yang ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan meningkatnya aliran modal baik investasi langsung maupun portofolio. Penurunan defisit transaksi berjalan dari 1,9 persen menjadi 1,7 persen terhadap PDB antara lain didorong oleh kenaikan aktivitas ekspor. Kinerja positif neraca pembayaran Indonesia tersebut pada gilirannya memperkuat posisi cadangan devisa, dimana pada bulan November 2017, posisi cadangan devisa Indonesia sebesar USD125,97 milliar yang cukup untuk membiayai kebutuhan impor dan utang luar negeri pemerintah selama 8,6 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional.

Pengelolaan kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBNP 2017 telah mendukung upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas. Hingga November 2017, kinerja pelaksanaan APBNP mengalami perbaikan dibandingkan periode tahun sebelumnya baik dari sisi pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Defisit masih terkendali dalam batas aman di kisaran 2,62 persen terhadap PDB. Di sisi pendapatan negara, peningkatan aktivitas ekonomi dan perbaikan kepatuhan turut mendorong pertumbuhan pendapatan, khususnya penerimaan perpajakan. Sementara di sisi belanja, ada perbaikan kinerja penyerapan anggaran dibanding tahun lalu termasuk dialami belanja bantuan sosial, belanja modal, dan Transfer ke Daerah.

Perbaikan tingkat penerimaan perpajakan di tahun 2017 antara lain didukung oleh hasil positif program Amnesti Pajak yang telah meningkatkan tingkat kepatuhan. Amnesti Pajak hanya sebuah langkah awal, reformasi perpajakan akan terus berlanjut dan diperkuat dikarenakan tingkat rasio pajak Indonesia masih sangat rendah di tengah kebutuhan anggaran untuk mendukung pembangunan yang tinggi. Saat ini reformasi perpajakan yang tengah dijalankan fokus pada empat pilar yakni Regulasi, Sumber Daya Manusia, Informasi dan Teknologi, serta Proses Bisnis. Langkah reformasi perpajakan akan terus bergulir hingga jangka menengah untuk mencapai target rasio perpajakan yang lebih baik di kisaran 13,2-14,2 persen di tahun 2021.

10 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

EXECUTIVE SUMMARY Embarking on the end of 2017, Indonesia economy continues its positive performance, supported by the recovery of global economy. The global economic recovery that is driven by advanced economies has boosted demand and in turn promotes export and import growth. Infrastructure acceleration program and structural reform that aim at improving business climate has given positive result reflected from high investment growth. This outcome confirms several international recognitions such as the improvement on Indonesia’s ease of doing business (EoDB) whereas Indonesia’s rank jumped by 19 places. Recently, Fitch has also upgraded Indonesia’s sovereign rating from BBB- to BBB (stable outlook). The upgrade affirms Indonesia’s economic development and policy framework running on the proper track thus credithwortiness improves.

However, several challenges from external or domestic must be kept under careful observation. Advance economies’ recovery has given benefit to Indonesia from the trade transmission, but on the other hand also signaled that the monetary policy normalization will be continued. This can lead to capital reversal and thus put pressure on foreign exchanges. Moreover, the uncertainties on global economic environment is still rather high, that comes from various factors such as economic recovery force that is uneven and not solid, uncertainty of policy direction, and geopolitical tension.

On domestic side, the consumption slowdown needs to be watched, even though it is not necessarily an indication of decreasing purchasing power. The development of consumption is more affected by the shifting in people’s spending pattern that is more toward non-staple goods (leisure) and increasing tendency that now people are saving more. Nevertheless, the Government makes certain that people’s purchasing power and consumption remain good among other by maintaining the price stability as well as ensuring the social assistance and subsidy are well distributed to the poors.

In the third quarter of 2017, economic growth was recorded at 5.06 percent or increased compared to the two prior quarters and also compared to the third quarter of 2016. Aside from the buoyant support of investment and export that grew high by 7.11 percent and 17.3 percent respectively, the economic growth also benefited from the government consumption that grew by 3.46 percent. This was driven by the better budget execution pattern implemented this year. The economic growth in the third quarter was also marked by the positive performance of manufacturing sector that grew by 4.84 percent, setting the highest performance record in past 11 quarters. Aligned with the manufacturing sector print, the Java’s economic growth also expanded by 5.51 percent.

Economic stability is well preserved with low inflation and relatively stable Rupiah movement that have supported Bank Indonesia to keep policy rate at 4.25 percent. Inflation rate in 2017 is 3.61 percent (yoy). Since the last quarter of 2017, the pressure from volatile food inflation has been slightly increasing due to the weather and natural disaster factors. Nevertheless, inflation rate in 2017 remained within the target range. Meanwhile, the volatility of Rupiah in recent months has been easing despite high pressure during September resulted from global sentiment. Still, the movement of Rupiah needs to be closely monitored, factoring the continuity Fed Fund Rate increase, tax cut plan in the US, as well as the geopolitical tention that can trigger the increasing demand of save haven assets like US Dollars.

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 11

The decrease of 7-Days Reverse Repo (7DDR) has not optimally driven credit growth. Banking credit in September 2017 grew by 7.86 percent (yoy), slightly lower compared to August ‘s print of 8.26 percent. The remaining high rate of Non-Performing Loan in the mining sector has been indicated as one of the causes that affected credit supply by banks. Credit growth is expected to improve in the last quarter of 2017, supported by buoyant banking liquidity highlighted by strong growth of Third Party Fund of 11.69 percent in September. Meanwhile, stock market performance remains favorable reflected by rising JCI that mainly driven by domestic investors’ activities.

The expanding national economic activities and well preserved stability are also underpinned by improving external position, in which the balance of payment keeps recording surplus and thus support foreign exchange reserves. The balance of payment in the third quarter of 2017 recorded surplus of USD5.4 billion that is generated from narrowing current account deficit and increasing capital flows, both in direct and portfolio investment. The improving current account deficit from 1.9 percent to 1.7 percent of GDP is driven by the increase of export activities. The positive performance of balance of payment has in turn strengthened foreign exchange reserves. In November 2017 foreign reserves is recorded at USD125.97 billion, sufficient to finance import and government foreign debt for 8.6 months. The record is also well above the international standard.

The sound management of fiscal policy and 2017 revised budget implementation have supported economic growth and stability. Until November 2017, the revised budget realization is better than its performance last year in all components that are revenue, expenditure, and financing. Deficit is still maintained at save level of around 2.62 percent of GDP. On state revenue side, the increasing economic activities and improving compliance have boosted revenue growth, especially tax revenues. While the positive performance of expenditure has been backed by social assistance and capital expenditures, as well as transfers to region’s prints.

The improvement on tax revenues performance in 2017 is well benefited from the positive result of Tax Amnesty program. However, Tax Amnesty is only an initial step. Tax reform will continue to roll and will be strengthened since Indonesia’s tax ratio is still low particularly in the midst of high funding needs to support economic development. Currently, Indonesia is implementing tax reform focused on four pillars: regulation, human resources, information and technology, and business process. The tax reform will be extended to the medium term to achieve a tax ratio target at around 13.2 – 14.2 percent by 2021.

12 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

-

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 13

BAGIAN I TINJAUAN

PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO Pemulihan ekonomi global yang dimotori oleh

negara maju serta langkah reformasi ekonomi

nasional menjadi faktor utama peningkatan

ekonomi Indonesia di tahun 2017. Pertumbuhan

ekonomi triwulan ketiga 2017 sebesar 5,06 persen

ditopang oleh investasi dan ekspor yang masing-

masing tumbuh 7,11 persen dan 17,3 persen.

14 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

A. Negara Maju Menjadi Motor Utama Pemulihan Global

Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Internasional

Pertumbuhan ekonomi global 2017 secara umum mengalami perbaikan. Perbaikan ekonomi global terutama didukung oleh kinerja ekonomi negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, dan kawasan Eropa yang mencatatkan pertumbuhan positif. Negara berkembang masih mencatatkan pertumbuhan positif, namun sedikit mengalami perlambatan. Dengan perkembangan tersebut, prediksi pertumbuhan ekonomi global seperti yang diproyeksikan oleh IMF sebesar 3,6 persen akan dapat tercapai. Jika demikian, maka 2017 akan menandai tahun momentum pemulihan ekonomi global, setelah sejak 2012 pertumbuhannya selalu berada di bawah 3,6 persen.

Grafik 1. Realisasi Pertumbuhan Ekonomi beberapa Negara s.d Q3 tahun 2017

(dalam persen, yoy)

Sumber: CEIC, IMF, dan National Berau of Statistics of China

Pemulihan kondisi perekonomian dunia ini mendorong peningkatan permintaan global yang mendorong aktivitas perdagangan internasional. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan PMI Global yang merefleksikan peningkatan permintaan ke depan, serta peningkatan Baltic Dry Index yang mengindikasikan kenaikan aktivitas transportasi perdagangan melalui laut selama 2016 – 2017. Selanjutnya, seiring dengan kenaikan permintaan dan aktivitas perdagangan global, harga komoditas mulai membaik dengan inflasi dunia yang relatif stabil.

Harga komoditas global mengalami kenaikan yang didorong oleh kenaikan harga komoditas minyak mentah dan logam. Tercatat sepanjang tahun 2017 harga komoditas minyak mentah dan logam telah mengalami kenaikan masing-masing sebesar sebesar 10,13 dan 18,1 persen (ytd). Meski sempat tertekan oleh peningkatan produksi shale oil, namun selama triwulan ketiga 2017 harga minyak mentah mengalami kenaikan yang dipengaruhi oleh menurunnya stok minyak mentah di AS dan peningkatan permintaan memasuki musim dingin. Sementara itu, OPEC dan beberapa negara non-anggota diperkirakan akan memperpanjang masa pembatasan kuota produksi minyak mentah hingga akhir 2018, yang juga turut menjadi faktor dalam menjaga harga minyak agar tidak mengalami penurunan.

2,18 2,25 1,72 6,85 6,04

2,18 2,34

1,51

6,77 6,72

0

2

4

6

8

Amerika Serikat Eropa Jepang Tiongkok India

Realisasi s.d Q3 Proyeksi IMF

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 15

Negara-negara maju memimpin pemulihan ekonomi global tahun 2017

Catatan positif pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat masih akan berlanjut. Realisasi pertumbuhan perekonomian Amerika Serikat pada triwulan ketiga 2017 sebesar 3,3 persen (qoq, saar) atau 2,2 persen (yoy). Angka pertumbuhan ini melebihi prediksi awal yang sebesar 3 persen dan prediksi pasar yang sebesar 3,2 persen. Ini merupakan pertumbuhan triwulanan AS tertinggi sejak triwulan ketiga 2014. Dengan perkembangan yang positif tersebut, proyeksi pertumbuhan AS 2017 yang sebesar 2,2 persen diperkirakan akan dapat tercapai.

Kinerja positif perekonomian AS tersebut terefleksikan oleh kenaikan belanja konsumsi, investasi dan net ekspor. Kenaikan belanja konsumsi terjadi baik pada kelompok barang dan jasa. Pada konsumsi barang, penyumbang terbesar adalah konsumsi kendaraan motor, sedangkan pada kenaikan konsumsi jasa, kenaikan terbesar terdapat pada jasa kesehatan, keuangan & asuransi, dan rekreasi. Pada investasi terjadi kenaikan terutama pada industri manufaktur dan perdagangan besar. Pertumbuhan investasi juga disumbang oleh kenaikan pada peralatan dan produk kekayaan intelektual. Meski demikian, penurunan yang cukup menjadi perhatian terjadi pada investasi perumahan dan konstruksi.

Beberapa indikator ekonomi lain juga mengindikasikan terus bergeliatnya perekonomian AS. Tingkat keyakinan konsumen dan belanja konsumen AS yang sempat mengalami penurunan pada triwulan pertama, telah kembali meningkat sejak triwulan kedua. Sementara itu tingkat pengangguran turun ke tingkat 4,1 persen di Oktober merupakan yang terendah sejak 2001. Produksi Industri dan permintaan barang tahan lama kembali tumbuh positif setelah dua tahun terakhir tumbuh negatif. Adapun beberapa bencana alam yang melanda AS selama 2017, seperti badai Irma dan Harvey sempat berdampak temporer pada aktivitas inflasi dan pengangguran, namun hal tersebut tidak berdampak signifikan pada outlook ekonomi secara keseluruhan.

Grafik 2. (a) Pertumbuhan Ekonomi AS dan (b) Produksi Industri dan Permintaan Durable Goods AS

(a) (b)

Sumber: Bloomberg

-2

-1

0

1

2

3

4

5

6

Q12014

Q2 Q3 Q4 Q12015

Q2 Q3 Q4 Q12016

Q2 Q3 Q4 Q12017

Q2 Q3

Real GDP (qoq%, saar) Real GDP (yoy%)

-5

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

-50

-30

-10

10

30

50

Jan

-15

Mar

-15

Mei

-15

Jul-

15

Sep

-15

No

v-1

5

Jan

-16

Mar

-16

Mei

-16

Jul-

16

Sep

-16

No

v-1

6

Jan

-17

Mar

-17

Mei

-17

Jul-

17

Sep

-17

Durbale Goods Orders (%yoy)

Industrial Production (% yoy)

16 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Dengan semakin solidnya indikator ekonomi AS, the FED telah kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 1,25 – 1,50 persen. Ini merupakan kenaikan suku bunga ketiga yang terjadi di tahun 2017, the FED juga memproyeksikan di tahun 2018 akan terjadi tiga kenaikan lainnya. Beberapa tantangan yang masih dihadapi oleh AS antara lain terletak pada tingkat inflasi yang masih rendah dan berada di bawah target the FED sebesar 2 persen. Di tengah normalisasi kebijakan moneter yang dilakukan the FED, pemerintah AS tengah melakukan finalisasi kebijakan pemotongan pajak, yang juga telah mendapat persetujuan dari senat dan kongres. Pemotongan pajak yang diberikan bisa mencapai 20 persen, dan dimaksudkan untuk memberikan stimulus pada perekonomian AS.

Langkah kenaikan suku bunga acuan AS belum diikuti oleh Eropa, meskipun kinerja kawasan tersebut juga telah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Berdasarkan rilis data Eurostat per 7 Desember 2017, Perekonomian kawasan Eropa pada triwulan ketiga 2017 tumbuh 0,6 persen (qoq, saar) atau 2,6 persen (yoy), capaian ini merupakan pertumbuhan tertinggi sejak triwulan pertama tahun 2011. Pertumbuhan ini didukung oleh konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor. Dengan perkembangan positif ini, Bank Sentral Eropa belum mengindikasikan langkah kenaikan suku bunga. Namun, jumlah pembelian obligasi rencananya akan dikurangi dari EUR60 miliar menjadi EUR30 miliar per bulan pada Januari hingga September 2018. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa stimulus kepada pasar mulai dikurangi dan pasar sudah mulai dapat tumbuh pasca krisis. Adapun langkah normalisasi kebijakan moneter melalui kenaikan bunga diperkirakan masih akan lama mengingat target inflasi di kawasan tersebut masih belum tercapai.

B. Pertumbuhan Ekonomi Meningkat di Triwulan Ketiga 2017

Ekonomi Indonesia pada triwulan ketiga 2017 tumbuh sebesar 5,06 persen, menunjukkan peningkatan, baik dibanding posisi triwulan ketiga 2016 maupun triwulan kedua 2017 yang sama-sama tumbuh sebesar 5,01 persen. Peningkatan kinerja ekonomi pada triwulan ini terutama didorong oleh pertumbuhan tinggi investasi dan ekspor sejalan dengan perbaikan harga komoditas dan permintaan global. Meski demikian, angka pertumbuhan dimaksud masih sedikit di bawah perkiraan consensus yang berada pada kisaran 5,10-5,20 persen. Secara kumulatif sampai dengan triwulan ketiga 2017, perekonomian Indonesia tumbuh 5,03 persen yang ditopang oleh kinerja konsumsi dan investasi.

Tabel 1. Pertumbuhan PDB triwulan III 2017

(dalam persen, yoy)

Komponen Pengeluaran 2016 2017

Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Ytd Q3

Kons. RT dan LNPRT 5,00 5,10 5,04 5,03 5,04 5,00 5,02 4,95 4,99

Kons, Pemerintah 3,43 6,23 -2,95 -4,05 -0,15 2,67 -1,93 3,46 1,28

PMTB 4,67 4,18 4,24 4,80 4,48 4,78 5,35 7,11 5,77

Ekspor -3,29 -2,18 -5,65 4.,4 -1,74 8,74 3,60 17,27 9,79

Impor -5,14 -3,20 -3,67 2,82 -2,27 5,11 0,22 15,09 6,68

PDB 4,92 5,18 5,01 4,94 5,02 5,01 5,01 5,06 5,03

Sumber: Badan Pusat Statistik

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 17

Konsumsi Rumah Tangga masih tumbuh stabil, walaupun sedikit lebih lambat dibanding Q3 2016, hal ini tidak mengindikasikan adanya penurunan daya beli

Konsumsi masyarakat (Rumah Tangga dan Lembaga Non-Profit Rumah Tangga) tumbuh 4,95 persen, sedikit melambat dibanding kinerja triwulan ketiga 2016 yang sebesar 5,01 persen. Hal ini disebabkan oleh beberapa indikasi pergeseran atau perubahan perilaku konsumen, baik dalam hal preferensi jenis konsumsi maupun kecenderungan pola konsumsi masyarakat yang lebih hemat dan rasional. Konsumsi kebutuhan pokok seperti makanan dan minuman serta pakaian tumbuh lebih lambat dibanding konsumsi nonpokok, seperti transportasi, komunikasi, hotel dan restauran. Hal ini mengindikasikan adanya pergeseran konsumsi dari kebutuhan pokok ke pengeluaran yang sifatnya leisure. Di sisi lain, tingkat tabungan (saving) masyarakat mengalami peningkatan yang tercermin dari pertumbuhan dana pihak ketiga sepanjang tahun 2017 yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2016. Indikasi tersebut diperkuat dengan data survei konsumen oleh Bank Indonesia yang menunjukkan adanya penurunan rasio pengeluaran untuk konsumsi, sementara rasio pembayaran cicilan utang dan tabungan meningkat.

Meskipun data pertumbuhan konsumsi menunjukkan tren perlambatan, namun kondisi tersebut tidak mengindikasikan adanya pelemahan daya beli. Berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) Maret 2017, terdapat indikasi bahwa konsumsi riil masyarakat masih menunjukkan pertumbuhan positif dari seluruh golongan pendapatan dengan tingkat yang bervariasi. Konsumsi riil masyarakat pada desil 1 – 4 menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada 2016, hal ini didukung oleh kebijakan belanja sosial pemerintah yang menyasar masyarakat berpenghasilan rendah. Konsumsi kelas menengah rumah tangga pada (desil 5 – 9) relatif lebih rendah, yang disinyalir adanya peningkatan saving (terlihat dari indikator pertumbuhan dana pihak ketiga). Sementara konsumsi rumah tangga pada desil 10 tumbuh relatif lambat, namun pada tingkat yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Indikator konsumsi lainnya yang mendukung argumen kinerja konsumsi yang relatif masih terjaga adalah tren peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi, serta tingkat penjualan kendaraan dan konsumsi listrik yang stabil. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga berada pada level yang relatif tinggi didorong oleh optimisme konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha di masa yang akan datang.

Grafik 4. Alokasi Pendapatan Rumah Tangga

(% terhadap pendapatan)

Sumber: SUSENAS – BPS, diolah

18 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Konsumsi Pemerintah juga turut memberikan kontribusi positif pada pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 3,46 persen, lebih tinggi dibanding kinerja dalam periode yang sama tahun lalu yang tumbuh negatif 2,95 persen. Kinerja positif tersebut didukung oleh peningkatan seluruh komponen belanja di pemerintah pusat dan daerah, terutama didukung dengan adanya pemberian gaji ke-13 bagi para pegawai negeri pada bulan Juli (sedangkan pada 2016 dilakukan di bulan Juni).

Grafik 3. (a) Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT (b) Pertumbuhan DPK, PDB, dan Konsumsi RT

(yoy)

(a) (b)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Investasi, Ekspor, dan Impor menopang pertumbuhan Q3-2017 yang Lebih Baik

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh sebesar 7,11 persen, meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu yang tumbuh sebesar 4,24 persen. Peningkatan pertumbuhan PMTB didukung oleh pertumbuhan semua komponen investasi baik bangunan maupun non-bangunan. Pertumbuhan investasi bangunan didorong oleh keberlanjutan proyek-proyek infrastruktur nasional, yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi semen dalam negeri serta kinerja sektor konstruksi yang tumbuh cukup tinggi pada triwulan ini. Selain itu, akselerasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur turut mendorong peningkatan permintaan akan komponen bahan baku seperti mesin dan perlengkapan yang tumbuh sangat tinggi pada triwulan ini. Data ini terkonfirmasi oleh pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal terutama pada impor mesin-peralatan mekanik, mesin-peralatan listrik, serta besi dan baja. Lebih lanjut, peningkatan kinerja PMTB juga didukung oleh perkembangan positif indikator investasi seperti realisasi investasi langsung baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Dalam Negeri (PMDN).

Hingga triwulan ketiga 2017, investasi langsung telah tumbuh 13,2 persen (yoy), terutama ditopang oleh pertumbuhan PMDN sebesar 23,1 persen (yoy). Dengan total realisasi sebesar Rp513,3 triliun, maka 75,6 persen target investasi langsung tahun 2017 telah tercapai. Sektor industri logam dasar dan pertambangan menjadi tujuan PMA yang paling diminati. Sementara di PMDN, listrik, air, dan gas serta konstruksi menjadi sektor dengan kontribusi investasi tertinggi. Adapun dilihat dari negara asal PMA, Singapura, Jepang, Tiongkok, AS, dan Korea masih mendominasi. Berlanjutnya tren kenaikan investasi langsung sejalan dengan capaian perbaikan peringkat Ease of Doing Business Indonesia (EoDB) yang pada tahun ini meningkat

Kebutuhan Pokok (Sandang , Pangan,

Papan)

4,6%Kebutuhan Non

Pokok

5,3%

3,0%

3,5%

4,0%

4,5%

5,0%

5,5%

9,26%8,88%

11,69%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

PDB Kons RT DPK

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 19

sebanyak 19 peringkat dari 91 ke 72. Diharapkan dengan terus membaiknya persepsi investasi Indonesia, aktivitas investasi akan terus meningkat dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan pekerjaan.

Grafik 5. Investasi Langsung

Sumber: BKPM

Dari sisi perdagangan internasional, baik ekspor maupun impor mampu tumbuh double digit. Ekspor tumbuh sangat tinggi sebesar 17,27 persen, terutama didorong oleh perbaikan harga komoditas dan kenaikan permintaan dari negara mitra dagang utama. Perbaikan harga komoditas dan permintaan tersebut menyebabkan peningkatan ekspor terutama untuk barang non migas, seperti komoditas minyak kelapa sawit (CPO), batu bara, serta mineral tambang. Selain itu, peningkatan jumlah wisatawan mancanegara juga turut mendukung kinerja ekspor jasa. Sementara itu, kinerja impor juga mampu tumbuh tinggi sebesar 15,09 persen, didukung oleh peningkatan impor bahan baku dan barang modal. Impor bahan baku didorong oleh peningkatan aktivitas produksi, khususnya pada sektor manufaktur. Sementara itu, impor barang modal sejalan dengan peningkatan pada kinerja investasi non-bangunan.

Kinerja Produksi Nasional tumbuh positif, terutama ditopang oleh Sektor Manufaktur dan perdagangan, serta sektor yang terkait Logistik dan Infrastruktur

Kinerja Sektor Industri Pengolahan tumbuh sebesar 4,84 persen, lebih baik dibandingkan

dengan kinerja pada 11 triwulan sebelumnya yang berada pada kisaran 3,5 – 4,6 persen. Kinerja

tersebut terutama didorong oleh peningkatan aktivitas produksi pada industri nonmigas

antara lain industri makanan minuman, industri logam dasar serta industri alat angkutan.

Aktivitas produksi yang kembali normal pasca libur hari raya disertai momentum peningkatan

permintaan ekspor juga mendukung peningkatan pertumbuhan sektor ini. Peningkatan kinerja

perdagangan internasional tercermin pada sektor perdagangan yang mampu tumbuh 5,50

persen, lebih tinggi dibanding capaian pada Triwulan ketiga tahun lalu yang hanya sebesar 3,6

persen.

Sementara itu meskipun mampu tumbuh positif, namun kinerja Sektor Primer masih relatif

lambat dan tumbuh di bawah rata-rata nasional. Sektor Pertanian, Kehutanan dan

Perikanan tumbuh sedikit melambat sebesar 2,92 persen. Hal ini terutama disebabkan oleh

171 231 302 339 366 397 322

76

92

128156

179216

195

18,8

30,8 33,1

15,110,1

12,5

13,2

0,0

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

0

100

200

300

400

500

600

700

2011 2012 2013 2014 2015 2016 Sep-17

%

Rp

Tn

PMA PMDN growth (RHS)

20 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

adanya gangguan cuaca yang menyebabkan tingkat produksi pangan dan perkebunan relatif

stagnan. Meski demikian, pertumbuhan subsektor perikanan masih relatif baik sehingga

dapat menahan perlambatan kinerja pertanian secara luas. Selanjutnya, Sektor

Pertambangan dan Penggalian tumbuh positif sebesar 1,76 persen didorong oleh

peningkatan produksi pada tambang bijih logam sejalan dengan peningkatan kinerja ekspor

komoditas tambang. Sedangkan kinerja subsektor migas masih mencatat pertumbuhan

negatif.

Sektor jasa terus melanjutkan catatan pertumbuhan yang tinggi, terutama didukung akselerasi infrastruktur dan perbaikan logistik. Sektor jasa yang terkait sistem logistik dan infrastruktur seperti: Konstruksi, Informasi dan Komunikasi, serta Transportasi Pergudangan mampu melanjutkan tren pertumbuhan yang tinggi di atas rata-rata pertumbuhan nasional. Sementara itu, kinerja sektor konstruksi tumbuh 7,13 persen sejalan dengan tingginya pertumbuhan investasi di bangunan yang diantaranya mendukung keberlanjutan pembangunan proyek-proyek infrastruktur nasional. Sektor informasi dan komunikasi mampu mempertahankan konsistensinya untuk tumbuh tinggi sebesar 9,35 persen, didukung oleh tingginya permintaan layanan data. Selanjutnya, Sektor Transportasi dan Pergudangan tumbuh stabil sebesar 8,27 persen, terutama didukung oleh peningkatan jumlah rute layanan transportasi berbasis rel dan angkutan udara.

Tabel 2. Pertumbuhan PDB triwulan III 2017

(dalam persen, yoy)

Lapangan Usaha 2016 2017 Q1 Q2 Q3 Q4 Y Q1 Q2 Q3 Ytd

Q3

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,47 3,44 3,03 5,31 3,25 7,06 3,33 2,92 4,31

Pertambangan dan Penggalian 1,20 1,15 0,29 1,60 1,06 -0,58 2,31 1,76 1,15

Industri Pengolahan 4,68 4,63 4,52 3,36 4,29 4,24 3,47 4,84 4,18

Konstruksi 6,76 5,12 4,95 4,21 5,22 5,95 6,96 7,13 6,69

Perdagangan Besar dan Eceran 4,15 4,10 3,59 3,90 3,93 4,99 3,85 5,50 4,78

Transportasi & Pergudangan 7,90 6,91 8,26 7,85 7,74 8,03 8,45 8,27 8,25

Informasi dan Komunikasi 7,58 9,33 8,95 9,57 8,87 9,13 10,91 9,35 9,80

Jasa Keuangan dan Asuransi 9,32 13,59 9,04 4,18 8,90 5,99 5,94 6,44 6,13

Jasa-jasa lainnya 5,87 5,44 4,39 3,65 4,81 4,04 3,41 4,65 4,03

PDB 4,92 5,18 5,01 4,94 5,02 5,01 5,01 5,06 5,03

Sumber: Badan Pusat Statistik

Secara spasial, seluruh kawasan tumbuh positif

Seluruh kawasan mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif namun disparitas masih nampak.

Pulau Jawa masih memberikan kontribusi terbesar dengan tumbuh sebesar 5,51 persen dan

memberikan sumbangsih 58,51 persen terhadap perekonomian nasional. Kinerja

perekonomian pulau Jawa terutama ditopang oleh aktivitas sektor industri dan jasa

perdagangan yang juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Sulawesi

yakni sebesar 6,69 persen sejalan dengan peningkatan kinerja perikanan. Sementara itu,

kinerja pertumbuhan pulau-pulau yang berbasis komoditas seperti Sumatera, Kalimantan

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 21

serta Maluku dan Papua mampu tumbuh positif meskipun masih di bawah rata-rata nasional

masing-masing sebesar 4,43 persen, 4,67 persen, serta 3,98 persen. Kinerja positif pulau-

pulau yang berbasis komoditas dimaksud didukung aktivitas produksi untuk tujuan ekspor.

Boks 1.

Kenaikan Peringkat Kemudahan Berbisnis di Indonesia

Pada bulan Oktober 2017, Bank Dunia melalui Laporan Easiness of Doing Business (EoDB) menempatkan Indonesia pada peringkat ke 72, yang berarti bahwa terjadi peningkatan sebesar 19 peringkat dari posisi sebelumnya sekaligus melanjutkan peningkatan yang terjadi di tahun sebelumnya. Terus membaiknya peringkat Indonesia mengafirmasi berbagai upaya Pemerintah dalam melakukan reformasi untuk terus mendukung perbaikan iklim investasi di Indonesia.

Pentingnya EoDB

Informasi terkait dengan pemeringkatan tingkat kemudahan berbisinis disuatu negara sangat penting untuk semua kalangan, termasuk pelaku usaha, investor maupun pembuat kebijakan di negara tersebut. Hal ini tidak terlepas dari fungsi survey tersebut sebagai salah satu alat dalam mengukur iklim investasi di suatu negara. Bagi regulator, EoDB dapat dimanfaatkan untuk mengukur tingkat efektivitas berbagai kebijakan dan peraturan yang ada dalam mendukung iklim berinvestasi di negara tersebut. Selain itu, hasil survey juga dapat digunakan

78

68

100

113

125

120

106

91

72

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Perbandingan Peringkat EoDB

China

Vietnam

India

Philippines

Brazil

Indonesia

22 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

untuk melihat sektor-sektor atau aspek-aspek kebijakan yang masih memerlukan pembenahan atau perbaikan dan juga mengukur seberapa jauh kondisi yang ada dengan negara peer sehingga dapat dirancang suatu perbaikan untuk meningkatkan pelayanan dibandingkan negara peer.

Metode EoDB

Survei kemudahan berbisnis dilaksanakan oleh Bank Dunia melalui kuesioner kepada pelaku usaha (di Indonesia, Kota Jakarta dan Surabaya).

Laporan EoDB menyajikan informasi skor Distance to Frontier (DTF) yang mengukur jarak antara skor indikator suatu negara terhadap negara lain dengan nilai yang tertinggi pada indikator tersebut.

Hasil Penilaian Indikator EoDB Indonesia tahun 2016 – 2018

Di antara 12 komponen yang menjadi penilaian, hampir semua unsur menunjukkan adanya

peningkatan penilaian di Indonesia.

Beberapa catatan penting terkait dengan meningkatnya perbaikan peringkat Indonesia pada survei EoDB tersebut, yaitu:

Lebih mudah untuk memulai usaha baru

Sejalan dengan paket kebijakan ekonomi, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Surabaya dan Jakarta sebagai sampel survey EODB, terus berupaya untuk menyederhanakan proses pre-registrasi dan registrasi untuk usaha baru.

Akses ke listrik yang lebih mudah

Akselerasi pembangunan pembangkit listrik yang dilakukan oleh pemerintah memberikan dampak positif dalam peningkatan akses para sektor swasta terhadap kelistrikan. Selain itu, reformasi operasional yang dilakukan PT. PLN juga dianggap efektif dalam mempersingkat dan menekan biaya proses pengajuan listrik baru.

Starting a Business  167 151 144 # 67,51 76,43 77,93

Dealing with Construction Permits 113 116 108 # 65,26 65,73 66,08

Getting Electricity  61 49 38 # 77,60 80,92 83,87

Registering Property  123 118 106 # 53,24 55,72 59,01

Getting Credit  70 62 55 # 55,00 60,00 65,00

Protecting Minority Investors 69 70 43 # 56,67 56,67 63,33

Paying Taxes  115 104 114 # 64,47 69,25 68,04

Trading across Borders  113 108 112 4 63,53 65,87 66,59

Enforcing Contracts  171 166 145 # 35,37 38,15 47,23

Resolving Insolvency 74 76 38 # 46,48 46,46 67,61

IndicatorDTF Score

2018

Peringkat

2016 2017 2018 20172016

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 23

Lebih mudah dalam pendaftaran properti

Paket kebijakan ekonomi mengenai penyederhaan izin pertanahan dalam kegiatan penanaman modal membantu mengatasi bottleneck pada salah satu proses kemudahan berusaha di Indonesia.

Akses yang lebih mudah ke informasi perkreditan

Pembentukan PT. Pefindo Biro Kredit (PBK) pada Maret 2017 sebagai layanan biro kredit swasta sejalan dengan penilaian EODB pada aspek informasi mengenai kredit. Peningkatan akses terhadap data kredit di masing masing sektor privat dapat bermanfaat bagi debitur maupun kreditur untuk memeriksa data-data yang dibutuhkan dalam proses pembiayaan.

Penguatan perlindungan terhadap investor minoritas

Beberapa revisi Peraturan OJK, termasuk POJK nomor 10/POJK.04/2017 mengenai rencana dan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham perusahaan terbuka, dimaksudkan untuk mendorong peningkatan partisipasi seluruh pemegang saham, termasuk pemegang minoritas, dalam menyuarakan pendapatnya terkait dengan kinerja perusahaan tersebut. Upaya-upaya tersebut mengkibatkan Indeks Transparansi Korporasi Indonesia membaik.

Pembayaran pajak yang lebih mudah

Meskipun nilai Indonesia pada aspek ini menurun dibandingkan pada tahun lalu, World Bank juga mencatatkan beberapa perbaikan pada aspek paying taxes. Secara umum, World Bank telah mencatatkan adanya penurunan waktu untuk membayar pajak dari sebelumnya 221 jam per tahun menjadi 207 jam per tahun. Selain itu, World Bank juga mengapresiasi penurunan tarif pajak untuk capital gain dari 5% menjadi 2,5% pada tahun 2016.

Penurunan indeks paying taxes Indonesia, lebih disebabkan oleh penurunan nilai post-filing index* (2017: 76.65 ; 2018: 68.82). Indeks ini melihat kepada 2 proses yaitu klaim PPN dan koreksi PPH badan. World Bank menggunakan data responden di Jakarta sebagai sampel dalam menghitung aspek ini.

Pengurusan ekspor-impor yang lebih mudah

Perbaikan faktor ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengoptimalisasi peran Indonesia National Single Window (INSW) dalam mempersingkat proses perdagangan internasional. Termasuk paket kebijakan untuk memperkuat sistem logistik di Indonesia, antara lain pengurangan persyaratan perizinan angkutan barang, standarisasi dokumen arus barang, dan independensi INSW untuk mengembangkan sistem elektronik pelayanan di pelabuhan.

Meski terus menunjukkan peningkatan peringkat, Pemerintah masih terus melakukan

pembenahan. Target pemerintah adalah menempatkan Indonesia pada peringkat 40 di tahun

2020.

24 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

C. Kondisi Ekonomi Makro Sehat & Stabilitas Terjaga

Stabilitas Harga Terkendali di Penghujung 2017 Meski Tekanan Volatile Food Meningkat

Laju inflasi tahun 2017 tercatat sebesar 3,61 persen (yoy/ytd). Memasuki kuartal terakhir tahun 2017, tekanan inflasi dari sisi volatile food secara bulanan sedikit meningkat seiring dengan tingginya curah hujan dan gangguan cuaca sehingga mempengaruhi produktivitas produk hortikultura dan beberapa komoditas pertanian lainnya. Meskipun begitu, komponen volatile food tetap menunjukkan tren menurun sepanjang tahun. Sementara itu, tekanan inflasi di sisi administered prices cenderung menurun yang disebabkan oleh tidak adanya kebijakan terkait harga energi hingga akhir tahun. Masih terkendalinya laju inflasi tahunan juga didukung oleh terkendalinya komponen core inflation yang stabil pada level 3 persen.

Tekanan inflasi komponen harga bergejolak (volatile food) sedikit meningkat di akhir tahun. Inflasi volatile food tahunan tercatat sebesar 0,71 persen (yoy) atau rata-rata 1,82 persen (yoy) dan terus menunjukkan tren penurunan sepanjang tahun 2017. Angka tersebut merupakan laju inflasi terendah sejak tahun 2003. Meskipun begitu, beberapa komoditas seperti beras, cabai merah dan rawit, dan daging dan telur ayam ras mulai menunjukkan peningkatan harga di akhir tahun, terutama karena faktor peningkatan permintaan musiman Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal. Peningkatan harga ini juga sejalan dengan tingginya curah hujan serta gangguan cuaca di beberapa daerah sehingga berpotensi mengurangi produktivitas pertanian. Selain itu, pemberlakukan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada beras yang dilaksanakan sejak 1 September 2017 masih belum optimal mencegah kenaikan harga beras di beberapa daerah pada musim tanam gadu. Akan tetapi, kebijakan tersebut mampu menekan kenaikan harga beras sehingga kenaikan harga tidak setinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Grafik 6. Komponen Pembentuk Inflasi hingga November 2017

(dalam persen, ytd)

Sumber: Badan Psuat Statistik

Tekanan pada komponen harga diatur Pemerintah (administered price) mulai mereda seiring dengan tidak adanya kebijakan terkait harga energi hingga akhir tahun. Laju inflasi administered price tercatat sebesar 8,70 persen (yoy) atau secara rata-rata sebesar 8,01 persen (yoy). Setelah sempat mengalami tekanan di semester pertama sebagai konsekuensi penyesuaian subsidi listrik agar lebih tepat sasaran, tekanan terhadap inflasi administered price pada

0,971,21 1,19 1,28

1,67

2,382,60 2,53 2,66 2,67

2,87

3,61

-0,8-0,40,00,40,81,21,62,02,42,83,23,64,0

Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 Mei-17 Jun-17 Jul-17 Agu-17 Sep-17 Okt-17 Nov-17 Des-17

Inti Harga diatur Pemerintah Harga Bergejolak Umum

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 25

semester berikutnya mulai menurun. Kebijakan pengaturan harga Bahan Bakar Penugasan yang tidak berubah hingga Desember 2017 berdampak pada tidak adanya tambahan yang cukup siginifikan pada tekanan administered price di sisi energi. Namun, kenaikan harga minyak mentah dunia sedikit mendorong kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT) nonsubsidi. Selain itu, tekanan sisi administered price di akhir tahun berasal dari kenaikan tarif angkutan, terutama angkutan udara dan kereta api sebagai dampak dari peningkatan permintaan pada masa HBKN Natal serta libur sekolah.

Inflasi komponen inti (core inflation) masih dapat terjaga pada kisaran level 3 persen. Hal ini didukung oleh stabilnya kondisi nilai tukar Rupiah dan masih relatif lemahnya harga komoditas global. Selain itu, faktor yang juga berpengaruh adalah stabilnya ekspektasi inflasi masyarakat. Hingga akhir tahun 2017 tercatat sebesar 2,95 persen (yoy) atau secara rata-rata sebesar 3,15 persen (yoy). Komoditas-komoditas inti yang cukup berpengaruh di sepanjang tahun 2017, meliputi biaya akademi dan sekolah, emas perhiasan, dan komoditas nasi dan lauk.

Faktor Global Dominan Mempengaruhi Posisi Kebijakan Moneter Dalam Negeri dan Pergerakan Nilai Tukar di Triwulan Terakhir 2017

Dinamika kebijakan moneter global membuat Bank Indonesia bersikap hati-hati dengan mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate. Langkah the FED yang melanjutkan kenaikan FFR telah diantisipasi beberapa negara seperti Inggris dan Korea yang menaikkan suku bunga acuan masing-masing sebesar 25 bps baru-baru ini. Namun beberapa negara yang pertumbuhan perekonomiannya masih belum terlalu kuat seperti Jepang masih konsisten menerapkan relaksasi kebijakan moneter. Respon moneter yang berbeda-beda ini menegaskan adanya ketidakseimbangan fase pemulihan ekonomi secara global.

Bank Indonesia (BI) sendiri melalui Rapat Dewan Gubernur tanggal 15-16 November 2017 merespon perkembangan tersebut dengan mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (7DRR) sebesar 4,25 persen. Kebijakan tersebut diiringi dengan suku bunga Deposit Facility tetap 3,50 persen dan Lending Facility tetap 5,00 persen. Hal ini dilakukan untuk tetap menjaga stabilitas makroekonomi, stabilitas sistem keuangan dan berlanjutnya konsolidasi sektor korporasi dan perbankan, serta mendorong laju pemulihan ekonomi. Secara umum, selama tahun 2017 BI telah melakukan menurunkan 7DRR sebanyak dua kali sebesar 50 bps. Ditengah laju inflasi yang rendah, diperkirakan BI akan terus mempertahankan tingkat suku bunga 7DRR sampai akhir tahun 2017. Dalam Pertemuan Tahunan BI akhir November 2017, BI mengindikasikan akan berfokus melakukan penguatan kebijakan makroprudensial, sehingga ruang kebijakan moneter melalui pemotongan suku bunga acuan menjadi lebih terbatas.

Kebijakan pengetatan moneter melalui kenaikan suku bunga acuan dan normalisasi neraca bank sentral dapat berdampak kepada pengurangan likuiditas global termasuk ke Indonesia. Pengajuan program reformasi perpajakan, yang mencakup usulan pemotongan tarif pajak perusahaan serta penyederhanaan dan pemotongan tarif pajak perorangan, juga diperkirakan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi AS. Sentimen faktor global ini berdampak pada pembentukan ekspektasi pemodal terutama terhadap perbedaan tingkat suku bunga di Indonesia dan negara maju di luar AS, seperti Jepang dan Eropa, sehingga mempengaruhi aliran dana pemodal asing di pasar keuangan domestik dan pada akhirnya nilai tukar Rupiah.

26 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Grafik 7. Perubahan Suku Bunga 2017

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Selama periode Januari-November 2017 pemodal asing telah melakukan penjualan bersih sebesar Rp35,55 triliun di pasar saham, dimana Rp24,82 triliun diantaranya dilakukan pada periode Oktober-November 2017. Sementara itu, berdasarkan posisi kepemilikan SBN Rupiah yang dapat diperdagangkan, kepemilikan pemodal asing tercatat mengalami kenaikan sebesar Rp165 triliun pada akhir November 2017 dibandingkan posisi akhir tahun 2016. Perlu dicatat bahwa untuk pertama kalinya selama periode 2017, pemodal asing melakukan net sell di pasar SUN sebesar Rp23,3 triliun selama Oktober 2017, namun sentimen jual ini meredah di akhir bulan dan pemodal asing kembali mencatatkan net buy sebesar Rp34,1 triliun selama November 2017.

Aliran dana asing di pasar keuangan ini mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah. Setelah mengalami peningkatan yang cukup tajam di bulan September 2017 akibat isu kenaikan FFR, rencana reformasi pajak AS dan krisis semenanjung Korea; volatilitas nilai tukar Rupiah mulai mengalami penurunan di bulan Oktober dan November 2017. Nilai coefficient of variation pergerakan Rupiah bulan September 2017 mencapai 0,65; jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata periode Januari-Agustus 2017 yang hanya sebesar 0,19. Namun pada bulan Oktober dan November 2017, tingkat volatilitas perlahan menurun masing-masing ke tingkat 0,30 dan 0,16.

Grafik 8. Indeks Nilai Tukar ASEAN-5 Juni - Desember 2017

1 Sep 2017 = 100

Sumber: Bloomberg, diolah

-0,50%-0,08% -0,14%

-0,17%

-0,23%-0,10%

-0,09% -0,05%

-0,50%-0,37% -0,38%

-0,62%

-0,37%

-0,23%-0,31% -0,32%

-0,8%

-0,6%

-0,4%

-0,2%

0,0%

7D RR KMK KI KK Dep 1M Dep 3M Dep 6M Dep 12M

Des 16-Jul 17 Ags-Sep 17 Jan-Sep 17

95

97

99

101

103

105

Jun-17 Jul-17 Agu-17 Sep-17 Okt-17 Nov-17

Indonesia Malaysia Thailand Filipina Singapura

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 27

Dalam dua bulan terakhir, meskipun volatilitasnya sudah menurun, namun secara relatif Rupiah masih tertekan dan bergerak dikisaran Rp13.483-Rp13.630 per dollar AS. Selama tahun 2017, nilai tukar Rupiah telah terdepreasiasi sebesar 0,58 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2016. Pada akhir November 2017, nilai tukar Rupiah ditutup pada level Rp13.514 per dolar AS, menguat 0,43 persen dibandingkan penutupan bulan Oktober 2017, namun dibandingkan akhir September 2017 masih melemah 0,16 persen. Nilai tukar Rupiah rata-rata untuk periode Januari-November 2017 adalah sebesar Rp13.370 per dollar AS, meningkat tajam dari rata-rata periode Januari-September 2017 yang hanya sebesar Rp13.331 per dollar AS. Melemahnya Rupiah terhadap dollar AS merupakan fenomena regional dimana hal yang sama juga terjadi pada negara-negara di regional, seperti Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Hal ini mengkonfirmasi bahwa pelemahan nilai tukar di regional ini lebih disebabkan oleh fenomena penguatan dollar AS.

Koordinasi Pemerintah dan otoritas terkait untuk mensinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter akan terus ditingkatkan untuk memperkuat bauran kebijakan dalam mengantisipasi dan merespon perkembangan perekonomian global dan domestik. Upaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan reformasi struktural dan tata kelola pemerintahan yang baik menjadi kunci dalam menjaga sentimen positif investor.

Neraca Perdagangan Indonesia Terus Membukukan Surplus

Setelah sebelumnya mengalami kontraksi, di akhir tahun 2016 hingga sepanjang tahun 2017 ekspor dan impor kembali membukukan pertumbuhan positif. Secara tahunan, ekspor dan impor diperkirakan akan tumbuh positif pada kisaran double digit dikisaran 12,0– 16,0 persen. Kenaikan ini terutama didorong oleh perbaikan pada kinerja positif kelompok non migas baik dari aspek harga maupun tingkat permintaan. Surplus neraca perdagangan selama Januari sampai dengan November 2017 mencapai USD12,01 miliar dan capaian ini melampaui surplus pada periode yang sama di tahun 2016 yang sebesar USD9,5 miliar. Perbaikan kinerja neraca non migas yang terjadi sepanjang tahun ini telah mampu menutupi defisit neraca migas yang masih menjadi tantangan pada neraca perdagangan Indonesia.

Perbaikan kinerja ekspor pada tahun ini dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas dan peningkatan permintaan oleh mitra dagang utama Indonesia. Sepanjang tahun 2017, tingkat harga dan permintaan masing-masing telah meningkat sebesar 12 persen dan 6 persen. Dari sisi negara tujuan utama ekspor, Tiongkok masih menjadi mitra dagang terbesar dimana share ekspor ke negara tersebut dari total ekspor mencapai 13,5 persen, yang diikuti oleh Amerika Serikat dan Jepang dengan share masing-masing sebesar 11,32 persen dan 9,5 persen. Dengan terus membaiknya aktivtias perekonomian AS dan Jepang, diharapkan akan memberikan kontribusi substansial pada kenaikan ekspor Indonesia pada tahun 2017.

Perbaikan ekonomi negara mitra dagang telah memberikan dorongan positif pada kinerja perdagangan internasional Indonesia di tahun 2017, namun demikian pemerintah perlu untuk terus menerus mendorong terjadinya diversifikasi pasar ekspor. Hal ini mengingat masih tingginya tingkat ketergantungan ekspor Indonesia pada negara tujuan ekspor tradisional. Dengan kondisi global yang masih ditandai dengan tingginya ketidakpastian global yang masih tinggi antara lain bersumber dari negara mitra dagang utama tersebut seperti AS dan Tiongkok. Hal tersebut mendorong Indonesia untuk menciptakan pasar baru ke negara atau wilayah lain, seperti kawasan Afrika dan Asia Selatan. Sehubungan dengan itu, pemerintah telah mengeluaran beberapa kebijakan untuk mendorong divesifikasi ekspor ke negara-

28 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

negara baru non tradisional, seperti penugasan Khusus LPEI untuk Mendorong Ekspor ke Negara Kawasan Afrika, seperti yang tertuang dalam KMK No. 787/KMK.08/2017 dan aktifnya Indonesia dalam Asosiasi Negara Lingkar Samudera Hindia (IORA) yang akan membuka pasar baru atas komoditas ekspor Indonesia.

Grafik 9. (a) Neraca Perdagangan Indonesia (dalam US$ miliar); (b) Perkembangan Ekspor & Impor (dalam persen, ytd)

(a) (b)

Sumber: Badan Psuat Statistik

Secara sektoral, komoditas sektor manufaktur masih mendominasi dengan share terhadap total ekspor sebesar 74,8 persen. Selanjutnya diikuti oleh sektor pertambangan dan sektor pertanian yang masing-masing sebesar 13,6 persen dan 2,2 persen. Adapun sektor migas memiliki share sebesar 9,4 persen dari total ekspor nasional. Komoditas ekspor utama Indonesia di tahun 2017 belum mengalami pergeseran berarti dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu didominasi oleh kelompok lemak dan minyak hewan/nabati (CPO dan turunannya), bahan bakar mineral, mesin/peralatan listrik serta karet turunannya.

Dari sisi impor, seiring dengan perbaikan aktivitas perekonomian dan produksi dalam negeri, impor bahan baku dan barang modal tercatat mengalami pertumbuhan positif di sepanjang tahun 2017. Bahan baku masih menjadi kontributor utama dari pertumbuhan impor, terutama bahan baku untuk industri. Realisasi impor bahan baku yang baik di sepanjang tahun 2017 sejalan dengan capaian kinerja sektor manufaktur dalam neraca pendapatan nasional yang pada triwulan ketiga 2017 tumbuh sebesar 4,8 persen. Komoditas impor utama di tahun 2017 antara lain mesin dan pesawat mekanik, mesin dan pesawat listrik, serta plastik. Sementara dari 10 komoditas impor utama yang mengalami pertumbuhan tertinggi sejak bulan Januari hingga November 2017 adalah buah-buahan (HS27, 41 persen ytd), kendaraan dan bagiannya (HS18, 26 persen ytd) serta biji-bijian berminyak (HS72, 25,9 persen ytd). Besarnya porsi impor barang modal dan bahan baku di sepanjang tahun 2017 yang hampir menyentuh 90 persen dari total impor merupakan sinyal positif untuk peningkatan kinerja industri dan ekspor di tahun 2018.

Peningkatan Ekspor dan Arus Modal Masuk Mendukung Surplus Neraca Pembayaran Indonesia

Kinerja positif posisi eksternal Indonesia didorong oleh pemulihan perekonomian global dan meningkatnya daya saing nasional. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III 2017 surplus USD5,4 miliar yang ditopang oleh menurunnya defisit transaksi berjalan dan

-1,5

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N

2016 2017

Migas Non Migas Neraca Keseluruhan

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

02468

1012141618

J M M J S N J M M J S N

2016 2017

Ekspor Impor

Ekspor YTD Impor YTD

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 29

meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial. Nilai surplus Neraca Pembayaran triwulan ini meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar USD739 juta.

Penurunan defisit transaksi berjalan didorong oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas seiring meningkatnya aktivitas ekspor. Nilai defisit transaksi pada triwulan ketiga 2017 tercatat sebesar USD4,3 miliar (1,7 persen terhadap PDB) atau menurun dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar USD4,8 miliar (1,9 persen terhadap PDB). Kenaikan harga komoditas utama non migas menjadi salah satu faktor penopang surplus neraca non migas. Di sisi lain kinerja ekspor nonmigas juga ditopang oleh peningkatan volume pada hampir seluruh komoditas. Di sisi impor, terdapat peningkatan permintaan bahan baku untuk proses industri manufaktur dalam negeri dan barang modal berupa mesin bangunan dan konstruksi. Hal ini menjadi sinyal positif semakin bergulirnya aktivitas ekonomi dalam negeri. Sementara itu peningkatan harga minyak mentah dunia dan peningkatan porsi penggunaan lifting minyak mentah untuk ekspor juga turut berkontribusi pada perbaikan kinerja neraca migas.

Di sisi lain, transaksi modal dan finansial terus menunjukkan kinerja positif dengan membukukan peningkatan surplus yang mampu menutupi defisit pada transaksi berjalan. Pada triwulan ketiga 2017 surplus neraca transaksi modal dan finansial sebesar USD10,4 miliar, meningkat dibandingkan dengan triwulan kedua 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Kinerja positif neraca transaksi modal dan finansial terutama didorong oleh peningkatan surplus pada Investasi Langsung, di tengah penurunan surplus yang terjadi pada Investasi Portofolio.

Masuknya aliran modal asing melalui akusisi perusahaan domestik sektor e-commerce dan penerbitan global bond perusahaan swasta di luar negeri melalui skema Special Purpose Vehicle (SPV) mendorong peningkatan kewajiban pada Investasi Langsung sehingga mencatat surplus sebesar USD6,8 miliar. Meskipun demikian, IHSG masih mencatatkan performa positif dengan mencapai record tertingginya sepanjang sejarah dan adanya empat initial public offering baru sepanjang triwulan ketiga 2017. Di sisi lain, meningkatnya arus modal masuk telah mendorong tingkat imbal hasil surat berharga negara yang secara umum berada dalam tren penurunan di sepanjang triwulan ketiga 2017.

Grafik 10. Neraca Pembayaran Indonesia

(dalam milyar, US$)

Sumber: Bank Indonesia

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2015 2016 2017

Neraca Transaksi Berjalan Neraca Transaksi Modal

Neraca Transaksi Finansial Neraca Keseluruhan

30 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Peningkatan surplus transaksi modal dan finansial di triwulan ketiga 2017 tertahan seiring dengan penurunan surplus pada Investasi Portofolio menjadi sebesar USD4,1 miliar. Net sell asing yang terjadi di pasar saham ditengarai dilakukan sebagai penggantian atas dana yang dimasukkan ke dalam negeri pada saat program tax amnesty. Meskipun demikian, IHSG masih mencatatkan performa positif dengan adanya empat initial public offering baru sepanjang triwulan ketiga 2017, begitupun tingkat imbal hasil surat berharga negara yang secara umum berada dalam tren penurunan di sepanjang triwulan ketiga 2017.

Kinerja positif neraca pembayaran Indonesia tersebut pada gilirannya memperkuat posisi cadangan devisa. Hingga akhir triwulan ketiga 2017 posisi cadangan devisa tercatat sebesar USD129,4 miliar, lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir triwulan II yang sebesar USD123,1 miliar. Jumlah tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah selama 8,6 bulan dan berada di atas standar kecukupan internasional. Meski demikian, pada bulan November 2017, cadangan devisa tercatat menurun menjadi USD125,97 miliar. Penurunan tersebut disebabkan oleh langkah BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar yang mengalami tekanan antara lain akibat capital outflow di pasar saham dan SUN. Meski menurun, posisi cadangan devisa tersebut masih cukup baik dan sanggup untuk membiayai 8,1 bulan pembayaran impor dan utang luar negeri pemerintah.

D. Kinerja Perbankan Masih Dibayangi Pertumbuhan Kredit Yang Belum

Optimal

Kredit perbankan di bulan September 2017 tumbuh sebesar 7,86 persen (yoy), sedikit melambat dibandingkan bulan Agustus 2017 yang tumbuh sebesar 8,26 persen. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dimana kredit perbankan hanya tumbuh sebesar 6,50, realisasi kredit perbankan bulan September 2017 menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa pada bulan Oktober 2017, pertumbuhan kredit industri perbankan mencapai 8,18 persen yoy. Tingginya pertumbuhan kredit bulan Oktober 2017 serta proyeksi peningkatan kredit di akhir tahun sesuai pola penyaluran kredit oleh perbankan menyebabkan OJK masih optimis bahwa pertumbuhan kredit sepanjang tahun 2017 akan mencapai 11,8 persen sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB). Salah satu faktor pendorong optimisme tetap tingginya pertumbuhan kredit perbankan tahun 2017 adalah kesiapan industri perbankan dalam menyalurkan kredit, yang akan mampu memenuhi apabila ada kenaikan demand kredit di akhir tahun 2017. Sementara itu, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2017 akan sebesar delapan persen atau di rentang bawah dari perkiraan target 8 - 10 persen. Secara nominal, penyaluran kredit pada bulan September mencapai Rp4.543,6 triliun atau naik sebesar 1,2 persen mom dibandingkan bulan Agustus 2017 yang sebesar Rp4.488,6 triliun.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 9,82 persen yoy yang kemudian disusul oleh kredit modal kerja dan kredit investasi dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,05 persen dan 5,39 persen. Dalam jangka pendek, kredit perbankan untuk modal kerja dan konsumsi menunjukkan tren pertumbuhan yang meningkat sementara kredit investasi dalam tren yang melambat. Meskipun porsi kredit investasi merupakan yang terkecil diantara kredit lainnya, yaitu sebesar 24,94 persen dibandingkan kredit modal kerja dan kredit konsumsi yang porsinya masing-masing mencapai 46,89 persen dan 28,17 persen, tren melambatnya pertumbuhan kredit investasi harus terus dimonitor dan menjadi perhatian semua pihak.

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 31

Grafik 11. Pertumbuhan Kredit Perbankan

(dalam persen, yoy)

Sumber: Bank Indonesia

Terdapat 6 sektor dengan porsi kredit investasi terbesar dengan total lebih dari 72 persen dari keseluruhan kredit investasi yaitu pertanian, industri pengolahan, pengadaan listrik dan gas, perdagangan, perhotelan serta real estate secara mayoritas menunjukkan tren pertumbuhan yang melambat. Sektor pertanian dengan porsi kredit investasi terbesar mencapai 18,9 persen terus menujukkan tren penurunan sejak Juni 2017 dimana secara yoy kredit di sektor ini melambat dari 10,5 persen pada Juni menjadi 7,2 persen pada September. Sektor industri dengan porsi kredit investasi sebesar 15,7 persen juga melambat secara signifikan dari 3,8 persen yoy pada bulan Juni menjadi 2,0 persen yoy pada September 2017. Satu-satunya sektor besar yang masih menunjukkan tren menguat adalah perdagangan dengan porsi kredit investasi mencapai 13,7 yang tumbuh 0,5 persen yoy pada bulan September, jauh lebih tinggi dibanding -1,6 persen yoy pada bulan Juni. Sementara itu, sektor-sektor yang masih menunjukkan tren pertumbuhan positif adalah sektor-sektor sedang dan kecil yang meliputi sektor konstruksi (porsi 6,8 persen), transportasi dan perdagangan (porsi 6,9 persen), jasa keuangan dan asuransi (porsi 1,1 persen), jasa pendidikan (porsi 1,9 persen), dan jasa kesehatan (porsi 1,5 persen). Diperkirakan untuk beberapa sektor, swasta menahan capital expenditure seiring dengan kondisi sektor yang sudah over capacity, misalnya untuk industri otomotif di sektor industri pengolahan.

Secara sektoral, tingginya kredit konsumsi tersebut tercermin dalam tingginya pertumbuhan kredit untuk Kepemilikan Peralatan Rumah Tangga Lainnya (Pinjaman Multiguna) sebesar 12,35 persen. Dengan size kredit yang mencapai 11,23 persen atau terbesar ketiga setelah kredit sektor perdagangan dan industri pengolahan, sektor Pinjaman Multiguna masih merupakan pendorong terbesar pertumbuhan kredit pada bulan September 2017. Namun demikian, pertumbuhan kredit multiguna yang berada dalam tren melambat harus menjadi perhatian. Setelah mencatatkan pertumbuhan tertinggi dalam tahun 2017 sebesar 15,02 persen (yoy) pada bulan Juli 2017, kredit multiguna sedikit melambat menjadi 13,51 persen (yoy) dan kembali melambat pada bulan September 2017.

7,86

0

2

4

6

8

10

12

Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep

2016 2017

KMK KI KK Kredit

32 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Grafik 12. Perkembangan Kredit Investasi Menurut Lapangan Usaha

(dalam persen, yoy)

Sumber: Bank Indonesia

Secara sektoral, tingginya kredit konsumsi tersebut tercermin dalam tingginya pertumbuhan kredit untuk Kepemilikan Peralatan Rumah Tangga Lainnya (Pinjaman Multiguna) sebesar 12,35 persen. Dengan size kredit yang mencapai 11,23 persen atau terbesar ketiga setelah kredit sektor perdagangan dan industri pengolahan, sektor Pinjaman Multiguna masih merupakan pendorong terbesar pertumbuhan kredit pada bulan September 2017. Namun demikian, pertumbuhan kredit multiguna yang berada dalam tren melambat harus menjadi perhatian. Setelah mencatatkan pertumbuhan tertinggi dalam tahun 2017 sebesar 15,02 persen (yoy) pada bulan Juli 2017, kredit multiguna sedikit melambat menjadi 13,51 persen (yoy) dan kembali melambat pada bulan September 2017.

Sektor lain dengan size yang cukup besar dan mencatatkan pertumbuhan tinggi adalah sektor konstruksi. Pada bulan September 2017, kredit sektor konstruksi tumbuh sebesar 21 persen (yoy). Dengan realisasi ini, kredit sektor konstruksi tercatat tumbuh diatas 20 persen dalam 12 bulan berturut-turut. Tingginya kredit pada sektor konstruksi terutama didorong oleh banyaknya proyek-proyek infrastruktur Pemerintah serta proyek-proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh BUMN sebagai pelaksanaan penugasan dari Pemerintah. Terkait non-perfoming loan (NPL), sektor Pertambangan dan penggalian masih berada di level tertinggi sebesar 8,13 persen. Tingginya NPL sektor pertambangan dan penggalian ini terutama didorong oleh belum pulihnya harga komoditas pertambangan secara keseluruhan meskipun beberapa komoditas seperti batubara telah menunjukkan peningkatan harga yang cukup signifikan sepanjang tahun 2017. Tingginya NPL sektor pertambangan dan penggalian turut mempengaruhi laju penyaluran kredit oleh perbankan. Per September 2017, kredit sektor ini turun sebesar 5,4 persen yoy menjadi Rp110,10 triliun dari periode tahun sebelumnya Rp116,08 triliun. Sementara itu, sektor dengan size terbesar yaitu perdagangan masih mencatatkan NPL yang cukup tinggi yaitu 4,45 persen dan merupakan NPL sektor tertinggi setelah pertambangan. Namun demikian, dalam periode 12 bulan terlihat NPL sektor ini stabil dalam kisaran 4,42 – 4,78 persen.

-20

-10

0

10

20

30

40

50

Juni Juli Agustus September

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 33

Grafik 13. Perkembangan Kredit secara Sektoral, September 2017

(dalam persen, yoy)

Sumber: Bank Indonesia

Secara spasial, perkembangan kredit di bulan September 2017 secara umum melanjutkan tren yang sudah terjadi sejak awal tahun. Dua provinsi yang mencatatkan pertumbuhan kredit perbankan tertinggi masih dipegang oleh Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Barat dimana pertumbuhan kredit di September 2017 masing-masing sebesar 21,88 persen dan 18,57 persen yoy. Provinsi Nusa Tenggara Barat juga masih tercatat sebagai provinsi dengan rerata pertumbuhan kredit tertinggi sepanjang tahun 2017. Tingginya pertumbuhan kredit di Provinsi Nusa Tenggara Barat terutama didorong oleh kredit sektor pertanian, perikanan dan jasa kemasyarakatan. Sementara untuk rasio kredit bermasalah, melanjutkan tren sepanjang 2017, provinsi Kalimantan Timur memiliki tertinggi dengan 8,06 persen. Dua provinsi lain dengan NPL tinggi yaitu diatas 5 persen adalah Provinsi Papua dan dan Papua Barat dengan rasio masing-masing 6,08 persen dan 5,55 persen. Tingkat NPL di seluruh provinsi selain tiga provinsi tersebut tercatat di bawah 4 persen. Untuk porsi kredit, Pulau Jawa dan Sumatera masih menjadi pusat penyaluran kredit dengan total 86,14 persen. Sepanjang tahun 2017, porsi kredit untuk Pulau Jawa dan Sumatera berturut-turut stabil di kisaran sepanjang tahun 2017 stabil di kisaran 74 persen dan 12 persen.

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di bulan September kembali menguat setelah sempat mengalami perlambatan dalam periode Mei – Agustus 2017. DPK tercatat sebesar Rp5.142,9 triliun, tumbuh 11,69 persen yoy atau meningkat sebesar 1,79 persen mom dibanding Agustus 2017 yang sebesar Rp5.052,6 triliun. Pertumbuhan DPK pada bulan September 2017 terutama didorong pertumbuhan Giro, Tabungan dan Simpanan Berjangka yang tumbuh jauh lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya. Secara berurutan, Giro, Tabungan dan Simpanan Berjangka tumbuh sebesar 12,16 persen, 10,11 persen dan 12,53 persen yoy pada bulan September 2017, jauh lebih tinggi dibanding bulan Agustus 2017 yang masing-masing tumbuh sebesar 8,60 persen, 8,47 persen, dan 10,85 persen yoy. Apabila dilihat dari porsinya, Simpanan Berjangka masih mendominasi DPK dan mengalami sedikit penurunan menjadi 46,1 persen dari 46,6 persen di bulan sebelumnya, sementara porsi Giro naik menjadi 23,3 persen dibandingkan 22,8 persen di bulan Agustus.

Pertanian6,69

Pertambangan2,42

Industri Pengolahan 17,43

Perdagangan18,84

Perantara Keuangan 4,59

Rumah Tinggal8,31

Pinjaman Multiguna11,23

Konstruksi5,46

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Per

tum

bu

han

Kre

dit

(yo

y)

Non Performing Loan (NPL)

34 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tabel .3. Kinerja perbankan secara umum masih mampu mengantisipasi potensi risiko

Indikator Umum

Satuan 2016

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agu Sept

Aset (Rp Tn) 6.707 6.744 6.830 6.823 6.912 7.026 6.965 7.029 7.150

DPK (Rp Tn) 4.825 4.846 4.917 4.920 5.012 5.046 5.033 5.053 5.143

DPK (yoy) (%) 10,04 9,21 10,02 9,87 11,18 10,30 9,76 9,60 11,69

Kredit (Rp Tn) 4.313 4.308 4.370 4.386 4.425 4.491 4.469 4.489 4.544

Kredit (yoy) (%) 8,28 8,57 9,24 9,47 8,71 7,75 8,20 8,26 7,86

LDR (%) 89,59 89,12 89,12 89,5 88,57 89,31 89,2 89,17 88,74

NPL (%) 3,09 3,16 3,04 3,07 3,07 2,96 3,00 3,05 2,93

CAR (%) 23,21 23,18 22,88 22,79 22,86 22,74 23,23 23,34 23,25

BOPO (%) 83,94 81,69 80,15 79,81 79,7 79 78,85 78,9 78,71

NIM (%) 5,39 5,28 5,38 5,35 5,36 5,35 5,35 5,35 5,33

ROA (%) 2,46 2,35 2,5 2,48 2,46 2,47 2,49 2,47 2,47

Sumber: Bank Indonesia

Secara umum, kinerja perbankan pada bulan September 2017 masih cukup baik dengan tingkat NPL yang turun dari 3,05 persen menjadi 2,93 persen. Secara umum tingkat efisiensi perbankan melanjutkan tren perbaikan tercermin dari tren rasio BOPO yang terus menurun. Meski tingkat NIM mengalami penurunan, perbankan Indonesia masih menjaga daya tariknya yang ditandai dengan stabilnya ROA diikuti dengan ketahanan industri yang juga menunjukkan kestabilan yang ditandai stabilnya capital adequacy ratio (CAR) diatas 20 persen. Kredit perbankan yang menunjukkan sinyal pertumbuhan positif di bulan Oktober 2017 menjadi tanda bahwa perekonomian Indonesia terus membaik.

E. Kinerja Pasar Saham Ditopang Oleh Investor Domestik

IHSG pada akhir November 2017, berada pada level 5.952,14, atau menguat sebesar 11,80 persen secara ytd. Pada bulan tersebut, IHSG sempat mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah pada level 6.098,78. Dibandingkan dengan negara di kawasan dan indeks utama global, hingga bulan November, kinerja IHSG berada di bawah beberapa indeks utama global yang diamati seperti Hangseng, DJIA, S&P 500, KOSPI, dan STI. Namun, kinerja IHSG relatif masih lebih baik dibanding beberapa indeks negara lainnya di kawasan seperti SET Thailand dan KLCI Malaysia.

Memasuki triwulan keempat 2017, IHSG mencatatkan kinerja positif sebesar 1,78 persen selama bulan Oktober, tetapi berbalik melemah sebesar 0,89 persen selama bulan November sejalan dengan pelemahan yang terjadi pada beberapa bursa saham Asia seperti di Malaysia, Filipina, dan Tiongkok. Selama bulan Oktober dan November tersebut, investor nonresiden mencatatkan net sell sebesar Rp6,20 triliun dan Rp18,62 triliun. Jumlah net sell investor nonresiden selama bulan November tersebut merupakan net sell asing terbesar dalam satu bulan di sepanjang tahun ini. Hal ini membuat net sell asing sepanjang tahun ini (Januari – November 2017) menjadi Rp35,55 triliun. Seperti halnya tren pada tahun – tahun sebelumnya, investor nonresiden selalu pada posisi net sell selama triwulan ketiga dan keempat dalam beberapa tahun terakhir sejak 2013. Dari sisi volume transaksi, rata – rata volume

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 35

perdagangan harian di bursa saham Indonesia mengalami peningkatan selama bulan Oktober dan November dengan rata – rata volume harian masing – masing sebesar Rp7,68 triliun dan Rp8,50 triliun, meliputi perdagangan di pasar reguler dan pasar nego. Volume tersebut lebih tinggi dibanding rata – rata volume harian sepanjang tahun (ytd) yang sebesar Rp7,45 triliun.

Grafik 14. Kinerja Indeks Global Januari – November 2017 (% ytd)

Sumber: Bloomberg

Pergerakan IHSG selama bulan Oktober dan November tidak terlepas dari sentimen global maupun lokal yang terjadi dalam kurun waktu tersebut. Terdapat setidaknya tiga sentimen global yang turut mempengaruhi pergerakan IHSG dan bursa saham Asia sepanjang periode tersebut. Pertama, krisis di Semenanjung Korea dan peluncuran rudal balistik antar benua (ICBM) oleh Korea Utara yang mendarat di perairan Jepang. Hal ini membuat para pelaku pasar merasa khawatir dan lebih memilih mengalihkan asetnya ke instrumen safe haven seperti emas, Yen Jepang dan Franc Swiss. Pelemahan bursa di Tiongkok pada periode akhir bulan November 2017 seiring menurunnya indeks keyakinan investor juga turut memberikan efek domino terhadap pelemahan IHSG. Keyakinan investor di Tiongkok telah berkurang karena kenaikan imbal hasil obligasi setelah Pemerintah melakukan tindakan keras terhadap shadow banking dan bentuk pembiayaan lainnya yang berisiko. Biaya pinjaman yang tinggi turut mengancam keuntungan perusahaan. Selain isu dari Tiongkok, langkah investor juga dipengaruhi oleh perkembangan kebijakan bank sentral AS, the Fed. Sentimen lain yang juga mempengaruhi pergerakan IHSG selama bulan November, yaitu perubahan komposisi emiten yang tergabung dalam Morgan Stanley Capital International (MSCI). Hal ini membuat banyak investor asing yang melakukan rebalancing portofolionya.

Dari domestik, beberapa sentimen positif mewarnai pergerakan IHSG selama periode Oktober – November 2017, seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Data laju inflasi bulan Oktober 2017 yang dirilis oleh BPS pada awal bulan November 2017 menunjukkan inflasi pada level yang terkendali, sebesar 3,58 persen (yoy). Selain itu, data pertumbuhan ekonomi triwulan ketiga 2017 yang mencapai 5,06 persen dan lebih tinggi dibanding triwulan ketiga 2016 turut memberikan sentimen positif terhadap IHSG. Selanjutnya, surplus neraca perdagangan sepanjang tahun 2017 juga menjadi berita positif bagi pelaku pasar.

11,80

4,63

17,97

9,72

17,81

28,85

6,87

20,55

30,87

16,96

20,91

2,77

IHSG

KLCI Malaysia

STI Singapura

SET Thailand

Nikkei 225 Jepang

Hangseng

Shanghai

Kospi Korea

MSCI Asia Exc. Jepang

S&P 500

DJIA

FTSE 100

36 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tabel 4 . Kinerja Sektoral IHSG Januari – November 2017 (%)

Sektor Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Ytd

IHSG 2.10 0.93 1.60 0.19 0.40 0.63 1.78 -0.89 11.80

Keuangan 2.26 3.08 3.30 3.39 0.71 2.51 2.07 1.37 26.03

Barang Konsumsi 1.21 3.42 1.48 -3.41 1.11 0.16 1.90 0.55 9.86

Infrastruktur 3.77 -0.66 3.37 2.96 1.86 -1.20 -6.31 -0.70 7.45

Perdagangan 3.94 0.30 -0.63 1.59 -2.86 1.39 0.99 -3.04 4.86

Industri Dasar 3.47 2.44 -0.91 -1.91 -1.30 3.25 9.74 -7.15 16.83

Konstruksi dan Properti -0.94 -2.69 0.36 0.33 3.24 -2.20 1.86 -3.85 -5.33

Aneka Industri 2.87 -1.87 1.38 -8.72 -2.30 -0.42 1.67 -0.57 -1.05

Pertambangan 0.31 -8.63 0.54 5.56 1.52 -4.71 12.15 -1.53 15.06

Pertanian -2.28 0.01 -2.06 -3.91 -0.99 4.24 -1.39 -3.90 -9.02

Sumber: Bloomberg

Dari sisi sektoral, perkembangan positif IHSG pada bulan Oktober 2017 terutama ditopang oleh kinerja semua sektor, kecuali sektor infrastruktur dan pertanian. Sektor pertambangan mencatatkan kenaikan paling tinggi, yaitu sebesar 12,15 persen, diikuti sektor industri dasar dengan pertumbuhan sebesar 9,74 persen dan sektor keuangan yang tumbuh sebesar 2,07 persen selama bulan tersebut. Sementara itu, kinerja negatif IHSG pada bulan November 2017 terutama disebabkan oleh pelemahan kinerja dari sebagian besar sektor. Hanya sektor keuangan dan barang konsumsi yang mencatatkan kinerja positif selama bulan November.

Sektor Keuangan

Kinerja positif sektor keuangan selama bulan Oktober dan November 2017 ditopang oleh stance kebijakan moneter Bank Indonesia yang netral seiring stabilnya nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi ke depan yang terjaga. Selain itu, laporan keuangan perbankan pada triwulan ketiga 2017 juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan didukung dengan peningkatan pertumbuhan kredit pada bulan Oktober 2017.

Sektor Barang Konsumsi

Setelah sektor keuangan, sektor barang konsumsi merupakan sektor dengan kapitalisasi pasar terbesar kedua di bursa yang mencatatkan kinerja positif selama bulan Oktober dan November 2017. Sejumlah emiten dengan kapitalisasi besar di sektor ini mencatatkan peningkatan penjualan dan laba yang sangat baik selama triwulan ketiga 2017. Proyeksi hingga akhir tahun 2017 juga mengindikasikan adanya peningkatan. Sebagai contoh, di tengah rencana kenaikan cukai rokok, emiten industri rokok PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencatatkan kenaikan pendapatan yang signifikan selama triwulan ketiga 2017. Pendapatan HMSP tumbuh sebesar 12,1 persen selama triwulan tersebut, sementara GGRM mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 10,5 persen dalam periode yang sama.

Sektor Infrastruktur

Sektor infrastruktur merupakan sektor dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di bursa. Selama bulan Oktober dan November, saham sektor infrastruktur mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 6,31 persen dan negatif 0,70 persen. Namun, secara ytd sektor ini masih mencatatkan kinerja positif sebesar 7,45 persen. Penopang utama sektor ini adalah PT

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 37

Telekomunikasi Indonesia Tbk. dengan bobot sebesar 55,49 persen. Pada periode Oktober – November tersebut, emiten ini diterpa isu negatif terkait penghentian kerja sama secara sepihak atas penggunaan sewa transponder dan saat ini sedang dalam proses persidangan. Penopang lain yang juga memiliki kontribusi besar untuk sektor infrastruktur, yaitu PT Jasa Marga Tbk. Sejak awal tahun, emiten ini telah mengalami kenaikan lebih dari 45 persen, sehingga koreksi pada harga saham ini diperkirakan akibat aksi profit taking investor.

Sektor pertambangan

Sektor pertambangan selama bulan Oktober – November mencatatkan pertumbuhan yang tinggi mencapai 12,15 persen pada bulan Oktober, sebelum terkoreksi sebesar 1,53 persen pada bulan November. Kenaikan harga saham sektor ini selama periode tersebut sejalan dengan kenaikan harga komoditas global seperti batu bara dan minyak bumi. Sektor pertambangan ini sendiri didominasi oleh emiten berbasis batu bara, disusul emiten berbasis logam seperti nikel dan timah, dan selanjutnya emiten berbasis minyak bumi.

38 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 39

BAGIAN II ANALISIS KINERJA APBN

2017

Hingga November 2017, kinerja pelaksanaan APBNP

mengalami perbaikan dibandingkan periode tahun

sebelumnya baik dari sisi pendapatan, belanja,

maupun pembiayaan. Defisit masih terkendali dalam

batas aman di kisaran 2,62 persen terhadap PDB.

Reformasi perpajakan telah mendukung capaian

pendapatan negara, sementara realisasi belanja

telah mendukung penciptaan output-output

prioritas seperti infrastruktur.

40 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

A. Realisasi Asumsi Makro 2017

Secara umum, realisasi asumsi dasar ekonomi makro masih sejalan dengan yang ditetapkan

dalam APBNP 2017. Sejalan dengan pemulihan ekonomi global, kinerja perekonomian domestik juga mengalami perbaikan. Setelah mengalami tren penurunan sejak 2012 dan mencapai titik terendah di 2015, pertumbuhan ekonomi dalam negeri mulai menunjukkan peningkatan. Di tahun 2017, secara kumulatif dari triwulan pertama sampai triwulan ketiga, perekonomian nasional tumbuh sebesar 5,03 persen (ytd). Sumber kenaikan pertumbuhan ekonomi di 2017 terutama bertumpu pada perbaikan kinerja investasi dan ekspor. Sepanjang tahun 2017, pertumbuhan investasi (PMTB) mengalami peningkatan yang antara lain didorong oleh percepatan pembangunan infrastruktur dan paket-paket kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah. Dorongan pertumbuhan ekonomi lainnya berasal dari perbaikan kinerja ekspor Indonesia. Sejak triwulan keempat 2016 kinerja ekspor kembali mencatat pertumbuhan positif, setelah sebelumnya sejak akhir 2014 mengalami pertumbuhan negatif. Membaiknya kondisi ekonomi mitra-mitra dagang utama Indonesia, serta perbaikan harga komoditas di pasar global turut menjadi faktor meningkatnya kinerja ekspor Indonesia.

Tabel 5. Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro

2016 2017

Realisasi APBN-P Realisasi November

Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,02 5,2 5,061)

Inflasi (%) 3,02 4,3 3,612)

Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 13.307 13.400 13.3842)

Suku Bunga SPN-3 bulan 5,7 5,2 5,02)

Harga Minyak Mentah ICP (US$/barel) 40 45 50,28

Lifting Minyak ( juta barel/hari) 829 815 796,883)

Lifting Gas (setara juta barel/hari) 1.184 1.150 1.126,583)

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi laju inflasi di 2017 sebesar 3,61 persen (yoy), yang lebih rendah dibandingkan asumsi dalam APBN-P 2017 yang ditetapkan sebesar 4,0 persen. Hal ini terutama didorong oleh penurunan yang cukup signifikan pada komponen volatile food yang pada periode sebelumnya menjadi faktor penting yang mendorong laju inflasi. Pada saat yang sama, komponen inflasi inti juga dapat dijaga stabil pada tingkat yang rendah. Keberhasilan menjaga inflasi ini tidak terlepas dari semakin kuatnya koordinasi kebijakan moneter, fiskal dan sektor riil dalam menjaga stabilitas harga, terjaganya pasokan, serta semakin lancarnya jalur distribusi.

Realisasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar Rp13.384 per dolar AS (ytd) dan diperkirakan rata-rata untuk satu tahun sedikit dibawah asumsi dalam APBN-P 2017 yang ditetapkan sebesar Rp13.400/dolar AS. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah antara lain kinerja perekonomian nasional yang relatif baik didukung oleh terjaganya tingkat inflasi, positifnya neraca pembayaran, terkendalinya defisit transaksi berjalan, dan peningkatan sovereign rating ke investment grade oleh Standard & Poor’s yang berdampak positif bagi arus modal asing ke dalam negeri. Sementara dari sisi

1) Realisasi PDB Kuartal III 2017 sebesar 5,06% (yoy), sehingga secara kumulatif Kuartal I sampai dengan Kuartal III 2017 sebesar 5,03%

2) Realisasi per 11 Desember 2017 3) Realisasi Oktober 2017

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 41

eksternal kebijakan normalisasi The Fed, rebalancing ekonomi Tiongkok, dan ketidakpastian permasalahan geopolitik turut berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.

Realisasi tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 Bulan lebih baik dari target APBNP 2017. Hingga 11 Desember 2017 tingkat SPN 3 bulan sebesar 5,0 persen, atau di bawah target APBN-P 2017 yang sebesar 5,2 persen. Hal ini disebabkan oleh kinerja perekonomian nasional yang relatif lebih baik, dan dampak kenaikan suku bunga FFR yang telah di-price-in oleh investor sehingga hampir tidak terjadi gejolak yang cukup berarti.

Tren kenaikan harga minyak mentah global diperkirakan mendorong realisasi Indonesia Crude Oil Price (ICP) berada di atas target asumsi. Realisasi harga minyak mentah Indonesia pada bulan November 2017 sebesar 50,28 dolar AS per barel (ytd) dan pada akhir tahun diperkirakan sebesar 50 dolar AS per barel, atau sedikit di atas target APBN-P tahun 2017 yang ditetapkan sebesar 48 dolar AS per barel. Hal ini disebabkan oleh peningkatan konsumsi yang tidak diikuti oleh peningkatan produksi yang seimbang. Realisasi lifting minyak bumi hingga akhir Oktober tahun 2017 sebesar 796,88 ribu bph (ytd), sementara realisasi lifting gas bumi per Oktober 2017 sebesar 1.126,58 ribu bsmph (ytd). Hingga akhir tahun 2017, lifting minyak bumi dan gas bumi diperkirakan akan sedikit dibawah asumsi dalam APBNP 2017. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kapasitas produksi serta tingkat penurunan alamiah lapangan-lapangan minyak dan gas yang ada.

B. Pelaksanaan APBNP 2017

Pendapatan negara, yang terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sampai dengan 30 November 2017 telah terkumpul Rp1.125,1 triliun. Realisasi penerimaan negara tersebut terdiri dari 80,8 persen berasal dari setoran perpajakan dan sisanya Rp266,7 triliun (19,2 persen) merupakan setoran PNBP. Total capaian pendapatan negara sampai dengan November 2017 naik sekitar 6 persen dibandingkan tahun lalu. Kenaikan penerimaan perpajakan disumbangkan oleh 76,0 persen yang berasal dari lima sektor usaha yang masing-masing tumbuh 33,8 persen di pertambangan, 21,54 persen di perdagangan, 17,12 persen dari manufaktur, 8,82 persen dari jasa keuangan, dan konstruksi tumbuh 6,26 persen. Tumbuhnya sektor pertambangan disebabkan oleh membaiknya harga komoditas tambang, sedangkan pertumbuhan pada sektor manufaktur dan perdagangan menunjukan indikasi yang positif pada kondisi perekonomian secara umum. Selain itu, setoran penerimaan yang berasal dari kepabeanan dan cukai juga turut mendukung kenaikan penerimaan perpajakan, dimana tahun ini setoran bea masuk (BM) tumbuh 9,2 persen, bea keluar (BK) tumbuh 30,7 persen, dan cukai yang didominasi penerimaannya dari cukai hasil tembakau (CHT) menyumbang pertumbuhan 4,2 persen terhadap penerimaan perpajakan dibandingkan tahun 2016.

Sementara itu, pada periode yang sama capaian PNBP telah melebihi target APBNP 2017. Realisasi PNBP tercatat sebesar Rp266,74 triliun (102,5 persen). Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, capaian PNBP tersebut tumbuh sebesar 22,1 persen. Tren peningkatan harga minyak bumi dan batubara telah mendorong pertumbuhan tersebut. Harga minyak bumi dan Harga Batubara Acuan (HBA) pada periode Januari-November 2017 masing-masing tercatat rata-rata sebesar USD50.28 per barel dan USD85,18 per ton. Penerimaan SDA Migas mampu mencapai Rp69,70 triliun atau 96,53 persen dari target dan penerimaan SDA Non Migas mencapai Rp26,60 triliun atau 113,49 persen dari target. Sementara itu, capaian penerimaan Bagian Laba (dividen) BUMN juga telah melebihi target,

42 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

yakni mencapai Rp43,46 triliun atau 106,0 persen dari target. Kondisi yang sama juga terjadi pada PNBP Lainnya dan pendapatan BLU masing-masing mencapai 102,3 persen dan 102,81 persen dari target.

Tabel 6. Realisasi APBN

(dalam Triliun, Rp)

Uraian 2016 2017

APBN-P Real s.d Nov % Real. APBN-P Real s.d Nov

% Real.

A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.786,2 1.314,6 73,6 1.736,1 1.395,4 80,4

I. Penerimaan Dalam Negeri 1.784,2 1.312,9 73,6 1.7333,0 1.391,6 80,3

1. Penerimaan Perpajakan 1.539,2 1.094,5 71,1 1.472,7 1.125,4 76,4

2. PNBP 245,1 218,5 89,1 260,2 266,3 102,3

II. Hibah 2,0 1,7 83,6 3,1 3,8 121,4

B. Belanja Negara 2.082,9 1.636,5 78,6 2.133,3 1.749,5 82,0

I. Belanja Pemerintah Pusat 1.306,7 967,4 74,0 1.367,0 1.049,7 76,8

A. Belanja K/L 767,8 481,0 62,6 798,6 506,8 63,5

B. Belanja Non K/L 538,9 486,4 90,3 568,4 543,0 95,5

II. Transfer ke Daerah dan Dana Desa 776,3 669,1 86,2 766,3 699,7 91,3

1. Transfer ke Daerah 729,3 625,3 85,7 706,3 644,8 91,3

2. Dana Desa 47,0 43,8 93,1 60,0 55,0 91,6

C. Surplus/Defisit Anggaran (296,7) (321,9) 108,5 (397,2) (354,0) 89,1

% defisit terhadap PDB (2,35) (2,57) (2,92) (2,62)

D. Pembiayaan 296,7 399,7 134,7 397,2 410,4 103,3

I. Pembiayaan Utang 371,6 390,4 105,1 461,3 414,4 89,8

II. Pembiayaan Investasi (94,0) (12,7) 13,6 (59,7) (6,0) 10,0

III. Pemberian Pinjaman 0,5 2,5 542,1 (3,7) 1,7 (46,9)

IV. Kewajiban Pinjaman (0,7) 0,0 0,0 (1,0) 0,0 0,0

V. Pembiayaan Lainnya 19,3 19,5 100,7 0,3 0,3 114,2

Kelebihan/Kekurangan Pembiayaan 77,8 56,4

Sumber: Kementerian Keuangan

Grafik 15. Realisasi Penerimaan Perpajakan (% terhadap target)

Sumber: Kementerian Keuangan

Realisasi Belanja Negara hingga akhir November 2017 mencapai Rp1.749,5 trilun (sebesar 82

persen dari pagu APBN-P). Belanja negara tersebut terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat

sebesar Rp1.049,7 triliun dan Transfer ke Daerah Rp699,7 triliun. Belanja Pemerintah Pusat

tumbuh sebesar 8.5 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang utamanya

-4,5

15,3

-17,3

4,4

-9,1

9,3

30,9

-20

-10

0

10

20

30

40

0

20

40

60

80

100

120

140

PPh PPN PBB Cukai Pajak Lainnya Bea Masuk Bea Keluar

2016 2017 pertumbuhan - rhs (%, yoy)

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 43

dipengaruhi oleh tingginya realisasi pembayaran bunga utang yang telah mencapai Rp210,5

triliun atau 96 persen dari pagunya di APBNP. Realisasi belanja modal dan bantuan sosial juga

tumbuh signifikan masing-masing sebesar 13,2 persen dan 24,3 persen (yoy) menjadi Rp133

triliun dan Rp53,7 triliun.

Grafik 16. Realisasi Belanja (% terhadap target)

Sumber: Kementerian Keuangan

Pada saat yang sama, realisasi belanja pegawai relatif stagnan sedangkan realisasi subsidi turun 6,2 persen (yoy) menjadi sebesar Rp77,4 triliun. Relatif rendahnya realisasi subsidi antara lain disebabkan oleh pelaksanaan kebijakan subsidi listrik yang lebih tepat sasaran untuk rumah tangga miskin dan rentan dengan daya 900 VA pada tahun 2017. Disamping itu, penyerapan subsidi non energi khususnya subsidi pangan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sampai dengan November 2017 sudah tersalurkan sebanyak 90 persen, dan diharapkan pada akhir Desember 2017 akan tersalurkan sekitar 97 persen.

Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa sampai akhir November 2017 telah mencapai Rp699,7 triliun (91,3 persen). Realisasi Dana Transfer Umum (DTU) yang meliputi dana bagi hasil (DBH) dan dana alokasi umum (DAU) adalah sebesar Rp468,7 triliun (94,9 persen). Guna memastikan optimalisasi pemanfaatan DTU, mulai tahun 2017 Pemerintah Pusat akan mengarahkan penggunaan minimal 25% DTU untuk belanja infrastruktur publik daerah. Sebanyak 229 daerah (42,3 persen) telah mampu memenuhi kebijakan tersebut dengan menganggarkan minimal 25 persen DTU yang diterimanya untuk belanja infrastruktur daerah dalam tahun 2017. Selanjutnya, Dana Transfer Khusus (DTK) yang meliputi dana alokasi khusus (DAK) Fisik dan DAK Non Fisik realisasinya mencapai Rp153,0 triliun (82,9 persen).

Penguatan kualitas pemanfaatan DTK di daerah dilakukan dengan menyalurkan DTK secara selektif berdasarkan kinerja pelaksanaan kegiatan di daerah. Realisasi DAK Fisik tertinggi ada pada bidang jalan dan irigasi yang mencapai Rp18,8 triliun (79,4 persen), diikuti bidang pendidikan Rp6,2 triliun (76,6 persen), kesehatan Rp17,1 triliun (72,2 persen), dan bidang lainnya Rp12,7 triliun (61,3 persen). DAK Non Fisik realisasinya telah mencapai Rp102,8 triliun (89,3 persen). Kelancaran penyaluran DAK Non Fisik telah membantu meringankan biaya pendidikan 46,61 juta siswa (SD/SMP/SMA/SMK) dan 5,6 juta peserta pendidikan anak usia dini (PAUD), meningkatkan kesejahteraan dan etos kerja 1,7 juta guru PNSD serta memberikan kompensasi atas kesulitan hidup 41 ribu guru dalam di daerah khusus. Sementara itu, Dana Desa yang pada tahun 2017 dianggarkan sebesar Rp60,0 triliun untuk 74.954 desa di 434

1,8 9,6 13,2 20

-6,2

122,1

24,3

86,2

-20020406080100120140

0

20

40

60

80

100

120

Pegawai Barang Modal PembayaranKewajiban

Utang

Subsidi Hibah Bansos Lain-Lain

2016 2017 pertumbuhan - rhs (%,yoy)

44 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Kabupaten/kota realisasinya telah mencapai Rp54,5 triliun (90,8 persen). Penggunaan dana desa diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Saat ini masih terdapat sisa pagu Dana Desa yang belum disalurkan sebesar Rp5,53 T atau 9,2 persen karena kelengkapan administrasi penyaluran Dana Desa yang belum dapat dipenuhi oleh daerah penerima Dana Desa.

Tabel 6. Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa

(dalam Triliun, Rp)

Uraian

2016 2017

APBN-P Real s.d Nov

% Real.

APBN-P Real s.d Nov

% Real.

Pert. (%,yoy)

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 776,3 669,1 86,2 766,0 699,7 91,4 4,6

1. Transfer ke Daerah 729,3 625,3 85,8 706,0 644,8 91,3 3,1

a. Dana Perimbangan 705,5 601,5 85,3 678,6 621,8 91,6 3,4

i. Dana Transfer Umum 494,4 462,8 93,6 494,0 468,8 94,9 1,3

ii. Dana Transfer Khusus 211,0 138,7 65,7 184,6 153,0 82,9 10,3

b. Dana Insentif Daerah 5,0 5,0 100,0 7,5 7,5 100,0 50,0

c. Dana Otonomi Khusus 18,8 18,8 100,0 19,9 15,5 77,8 -17,8

2. Dana Desa 47,0 43,8 93,1 60,0 55,0 91,6 25,6

Sumber: Kementerian Keuangan

Guna menutup defisit anggaran, sampai dengan November 2017, Pemerintah telah merealisasikan pembiayaan sebesar Rp410,4 triliun atau mencapai 103,3 persen dari targetnya di APBNP. Realisasi tersebut relatif lebih tinggi 2,7 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp399,7 triliun. Pembiayaan anggaran secara umum ditopang oleh Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp442,5 triliun, terdiri dari penerbitan SBN sebesar Rp716,2 triliun dan amortisasi sebesar Rp273,6 triliun. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman naik hampir dua kali lipat dibandingkan tahun lalu menjadi sebesar minus Rp28,2 triliun. Sementara itu, pembiayaan investasi terealisasi sebesar minus Rp6 triliun atau hanya setengah dari realisasinya pada periode yang sama tahun lalu.

Tabel 7. Realisasi Pembiayaan APBN

(dalam Triliun, Rp)

Uraian 2016 2017

APBN-P Real s.d Nov % Real. APBN-P Real s.d Nov % Real.

Pembiayaan 296,7 399,7 134,7 397,2 410,4 103,3

I. Pembiayaan Utang 371,6 390,5 105,1 461,3 414,4 89,8

1. Surat Berharga Negara (neto) 364,9 405,2 111,1 467,3 442,5 94,7

2. Pinjaman (neto) 6,7 -14,8 -220,7 -5,97 -28,2 471,6

II. Pembiayaan Investasi -94,0 -12,8 13,6 -59,7 -6,0 10,0

III. Pemberian pinjaman 0,5 2,5 542,1 -3,7 1,7 -46,9

IV. Kewajiban Penjaminan -0,7 0,0 0,0 -1,0 0,0 0,0

V. Pembiayaan Lainnya 19,3 19,5 100,7 0,3 0,3 114,2

Kelebihan/Kekurangan Pembiayaan 77,8 56,4

Sumber: Kementerian Keuangan

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 45

Pemerintah senantiasa berupaya menjaga APBN agar mampu menjadi instrumen fiskal yang efektif dalam menstimulasi perekonomian serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu strategi yang dilakukan oleh Pemerintah adalah dengan memperkuat kualitas belanja melalui efisiensi belanja non prioritas untuk mendukung peningkatan belanja yang produktif. Upaya peningkatan belanja yang produktif tersebut utamanya diarahkan untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur, meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial, serta meningkatkan kualitas desentralisasi fiskal.

Dalam kaitannya dengan pembangunan infrastruktur, Pemerintah saat ini sedang melakukan kebijakan yang progresif di bidang infrastruktur untuk memperkuat konektivitas dan meningkatkan kapasitas produksi sehingga pertumbuhan ekonomi dapat dicapai secara lebih optimal. Hal ini tercermin pada anggaran infrastruktur dalam APBN yang cenderung mengalami peningkatan yang diarahkan untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur. Sebagai gambaran, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran infrastruktur dalam APBN-P 2017 sebesar Rp401,1 triliun, meningkat cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp317,1 triliun dalam APBN-P 2016.

Peningkatan alokasi anggaran infrastruktur tersebut diharapkan menghasilkan capaian output di bidang infrastruktur yang mampu mendorong pemerataan hasil pembangunan, seperti pembangunan bandara dan jalan baru. Adapun progress pembangunan infrastruktur yang sudah dicapai hingga bulan Oktober 2017 antara lain adalah berupa selesainya pembangunan tiga bandara dan siap untuk dioperasikan, yaitu bandara yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat. Sementara itu, delapan bandara lainnya masih dalam proses pembangunan hingga saat ini. Selain itu, Pemerintah juga telah menyelesaikan pembangunan jalan baru sepanjang 611 km, jalan tol 24,5 km, dan jembatan 6.110 meter. Dengan adanya output infrastruktur konektivitas tersebut maka diharapkan efisiensi biaya logistik dapat terus ditingkatkan sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih optimal.

Di sisi lain, belanja Pemerintah tidak hanya difokuskan pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga pada belanja sosial yang secara langsung diarahkan untuk pembangunan kualitas hidup masyarakat Indonesia, terutama masyarakat miskin. Upaya peningkatan kualitas belanja produktif juga diarahkan pada belanja yang mampu mempercepat pengentasan kemiskinan dan penurunan kesenjangan. Untuk itu, Pemerintah senantiasa mengupayakan perbaikan dan penguatan efektivitas program-program perlindungan sosial seperti program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidik Misi).

Upaya Pemerintah dalam penguatan program perlindungan sosial antara lain dapat dilihat dari adanya percepatan penyerapan anggaran belanja bantuan sosial dalam APBN. Berdasarkan realisasi APBN hingga bulan November 2017, penyerapan belanja bantuan sosial sudah mencapai Rp53,7 triliun atau sekitar 92,4 persen dari pagu APBN-P 2017 (Rp58,1 triliun). Penyerapan anggaran tersebut 24,3 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya (Rp43,2 triliun atau 80,9 persen dari pagu APBN-P 2016). Adapun output yang sudah direalisasikan oleh Pemerintah hingga saat ini antara lain berupa penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 5,99 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) untuk 1,2 juta KPM, Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk 16,4 juta siswa, Bidik Misi untuk 364,4 ribu mahasiswa, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk 7,5 juta siswa, serta Penerima Bantuan Iuran JKN sebanyak 91,7 juta. Sementara itu, berkenaan program subsidi, secara khusus kebijakan subsidi pangan (rastra) pada tahun 2017 mengalami

46 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

transformasi. Sebagian Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yaitu sebanyak 1,2 juta KPM tidak lagi menerima rastra dalam bentuk beras, akan tetapi menerima dalam bentuk Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebesar Rp110 ribu/bulan. Sisanya sebanyak 14,2 juta KPM masih menerima subsidi pangan dalam bentuk beras sebanyak 15kg/bulan. Perubahan mekanisme ini diharapkan dapat mendorong penyaluran subsidi pangan menjadi lebih tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan golongan masyarakat miskin secara lebih optimal.

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 47

BOX 2:

PENGELOLAAN DEFISIT APBNP 2017

Untuk mengoptimalkan peran APBN dalam menstimulasi perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan, Pemerintah melalui APBN 2017 menempuh kebijakan fiskal yang ekspansif. Dalam APBN 2017, melalui perubahannya, Pemerintah dan DPR RI menyepakati bahwa defisit APBNP 2017 adalah sebesar Rp397,2 triliun atau 2,92 triliun PDB. Namun, dengan adanya langkah-langkah efisiensi pada belanja, defisit anggaran tahun 2017 diproyeksikan sebesar Rp362,9 triliun atau 2,67 triliun dari PDB.

Menjelang akhir tahun 2017, Pemerintah dihadapkan pada upaya pengendalian defisit anggaran sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan primer dan rasio utang terhadap PDB. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari strategi untuk menjaga keberlanjutan fiskal baik dalam jangka pendek maupun menengah. Di sisi pendapatan negara, target penerimaan pajak masih diharapkan optimal walalupun tidak mudah di tengah kondisi perekonomian global yang masih dibayangi oleh ketidakpastian global.

Dari sisi pengelola fiskal, upaya yang dapat dan perlu dilakukan untuk menjaga defisit dalam batas aman adalah dengan mengejar pencapaian target penerimaan perpajakan terutama dari PPh Non Migas. Sejalan dengan optimalisasi perpajakan, efisiensi belanja, baik Belanja Pemerintah Pusat serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa, tetap perlu dilakukan sepanjang tidak mengurangi pencapaian target pembangunan. Diharapkan defisit anggaran pada akhir tahun 2017 sesuai dengan outlook pemerintah ketika mengajukan RAPBNP 2017. Meskipun terdapat deviasi dari target tersebut, Pemerintah tetap berkomitmen mengendalikan defisit dalam batas aman dengan tetap menjaga agar peran APBN dalam menstimulasi perekonomian dapat berfungsi optimal.

Selain itu, untuk menjaga outlook defisit yang tetap terkendali, Pemerintah melakukan berbagai program penghematan anggaran belanja terutama belanja barang K/L. Pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2017 tentang efisiensi belanja barang K/L dalam pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2017. Efisiensi belanja barang meliputi perjalanan dinas dan paket meeting, honorarium tim/kegiatan, belanja operasional perkantoran, belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja barang operasional dan non operasional lainnya. Diharapkan K/L dapat melakukan efisiensi belanja barang hingga mencapai Rp 16 Triliun. Dalam rangka efisiensi belanja, K/L diminta untuk melakukan identifikasi secara mandiri terhadap belanja barang dari setiap program dan kegiatan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2017, yang akan dihemat dan memastikan anggarannya tidak dicairkan (self blocking). Sampai dengan Q3/2017, realisasi belanja barang telah mencapai 69.46 persen dan diproyeksikan akan mencapai 94,6 persen di akhir tahun 2017.

48 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 49

BAGIAN III TOPIK KHUSUS: REFORMASI PERPAJAKAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN Tingkat penerimaan pajak yang masih rendah selama ini

menjadi salah satu penyebab terbatasnya ruang fiskal

Indonesia di tengah kebutuhan belanja yang tinggi untuk

mendukung pembangunan. Diawali dengan program Amnesti

Pajak, Pemerintah berkomitmen untuk melaksanakan

reformasi perpajakan untuk memperbaiki kepatuhan dan

memperluas basis pajak, yang pada akhirnya dapat mendorong

kenaikan rasio pajak di kisaran 13,2-14,2 persen di tahun 2021.

50 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Kebutuhan Anggaran Program Infrastruktur dan Program Prioritas Tinggi

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus berupaya meningkatkan alokasi dan efektivitas belanja negara dalam APBN guna mendorong pembangunan Indonesia yang lebih baik dan berkualitas, khususnya dalam pembangunan infrastruktur. Kondisi infrastruktur Indonesia saat ini masih cukup tertinggal dibandingkan dengan negara emerging market lainnya, terlebih lagi jika dibandingkan dengan negara maju. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat capital stock per capita Indonesia yang lebih rendah dibandingkan rata-rata negara maju maupun berkembang. Pembangunan infrastruktur mempunyai peran yang sagat penting bagi peningkatan kemakmuran masyarakat Indonesia, seperti terlihat dari studi Bank Dunia yang menunjukkan bahwa, untuk menghindari Middle Income Trap, Indonesia harus secara signifikan meningkatkan investasi infrastruktur yang selama ini tertinggal dibandingkan peer countries. Ketertinggalan pembangunan infrastruktur ini dapat menghambat Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang optimal dan berkelanjutan.

Untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur, Indonesia membutuhkan pendanaan yang sangat besar. Sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2015-2019, untuk menjadi negara berpendapatan menengah Indonesia harus menginvestasikan Rp4.796 triliun untuk pembangunan infrastruktur, dimana diharapkan sekitar Rp1.979 triliun (41 persen dari total) pendanaannya berasal dari APBN dan APBD. Menyikapi hal tesebut, Pemerintahan Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk terus meningkatkan alokasi belanja Infrastruktur. Pada tahun 2017, alokasi anggaran infrastruktur telah mencapai Rp410 triliun atau meningkat sangat signifikan sekitar 130 persen jika dibandingkan dengan tahun 2014. Peningkatan anggaran infrastruktur ini merupakan hasil reformasi anggaran, khususnya pada anggaran belanja yaitu relokasi ke belanja produktif melalui pengalihan anggaran subsidi energi ke anggaran infrastruktur.

Grafik 17. Perbandingan Belanja Kapital per Kapita

(USD, Constant Price 2010)

Sumber: Kementerian Keuangan, World Bank

Di samping belanja infrastruktur, kebutuhan belanja untuk program prioritas lain yang alokasi anggarannya terus meningkat, diantaranya adalah untuk perbaikan kualitas SDM melalui program pendidikan dan kesehatan, serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Besarnya kebutuhan pendanaan atas belanja-belanja pemerintah dalam APBN tersebut tentunya harus diikuti dengan peningkatan dari sisi penerimaan negara khususnya dalam bidang perpajakan karena penerimaan perpajakan merupakan sumber utama pendapatan negara. Di sisi lain, peningkatan penerimaan perpajakan sangat penting untuk menghindari lonjakan defisit fiskal dan pembiayaan melalui penerbitan surat utang.

3.811

9.629

28.181

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

Indonesia Emerging Advanced

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 51

Tax Ratio Indonesia Masih Rendah

Meskipun kebutuhan anggaran sangat besar, Indonesia masih dihadapkan pada tantangan tingkat penerimaan perpajakan yang masih rendah. Tax ratio Indonesia masih berada di kisaran 10-11 persen terhadap PDB, dimana angka ini masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain, baik kelompok negara maupun negara-negara ASEAN. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, perlu diambil langkah reformasi perpajakan yang komprehensif dan intensif.

Grafik. 18 (a) Perkembangan Tax Ratio Indonesia; (b) Perbandingan Tax Ratio Indonesia dan Sejumlah Negara

(a) (b) Sumber: Kementerian Keuangan dan IMF

Dengan berbagai upaya reformasi penerimaan perpajakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan tax ratio pemerintah pusat jangka menengah (2018-2021) menjadi 13,2-14,1 persen. Peningkatan tax ratio ini harus dilakukan dalam upaya mewujudkan ruang fiskal (fiscal space) yang cukup untuk menjadikan APBN semakin sehat dan berkesinambungan (sound and sustainable) di tengah terus meningkatnya kebutuhan alokasi belanja negara. Peningkatan fiscal space di Indonesia masih memiliki potensi yang besar. Berdasarkan studi dari IMF (2013) menunjukkan bahwa estimasi revenue gap Indonesia mencapai 5 persen dari PDB. Di samping itu, secara lebih spesifik yang fokus pada penerimaan PPN, studi dari IMF (2011,2014) dan Sugana-Hidayat (2013) juga menunjukkan bahwa estimasi gap penerimaan PPN saat ini 47-60 persen.

658,

7

619,

9

723,

3

873,

9

980,

5

1077

,3

1146

,9

1240

,4

1285

,0

1472

,713,3%

11,1% 11,2%

11,8%

11,9% 11,9%11,4%

10,7%

10,3%

11,0%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

13%

15%

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

200

8

200

9

201

0

201

1

201

2

201

3

201

4

201

5

201

6

201

7

9,7 10,7 11,4 11,5 12,0

14,3 16,3

22,1 23,2

25,4

52 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Grafik. 19. Target Tax Ratio Dalam Berbagai Skenario

Sumber: Kementerian Keuangan,

Tantangan yang dihadapi Sistem Perpajakan Indonesia

Urgensi untuk melakukan reformasi perpajakan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk dilakukan mengingat tantangan perpajakan yang cukup tinggi. Lingkungan global yang dinamis dan semakin terbuka telah membawa manfaat besar pada perekonomian seperti peningkatan aktivitas investasi dan perdagangan antar negara. Namun, hal tersebut juga memberikan tantangan di sisi perpajakan, salah satunya dalam bentuk kompetisi tarif antar negara. Banyak negara diseluruh dunia berlomba-lomba menurunkan tarif pajaknya (race to the bottom) dalam usaha menarik investasi dari luar negeri. Selain itu, perubahan model bisnis secara global yang cepat, didorong oleh perubahan teknologi juga membuat sistem perpajakan harus mampu beradaptasi. Salah satu contoh tekanan akibat globalisasi dan perubahan model bisnis adalah praktik transfer pricing serta peningkatan transaksi perdagangan online barang dan jasa. Dengan tantangan tersebut, perlu bagi Indonesia untuk melakukan reformasi di bidang perpajakan internasional khususnya pada aspek regulasi dan peraturan.

Tantangan perpajakan bagi Indonesia juga disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas. Ketika harga komoditas rendah akan memberikan tekanan pada pendapatan negara. Dengan berakhirnya era boom komoditas, maka tugas dan upaya institusi perpajakan dalam optimalisasi penerimaan pajak semakin berat. Agar dapat secara efektif terlepas dari dampak siklus komoditas, basis pajak harus terus diperbesar dan disain kerangka kebijakan harus diperkuat. Tingginya ketergantungan Indonesia pada pendapatan yang bersumber dari penerimaan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) juga membuat Indonesia perlu memberi perhatian pada perluasan basis pajak dan kepatuhan dari Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak dari Usaha Kecil Menengah. Dalam rangka memperluas basis pajak untuk peningkatan penerimaan perpajakan, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, mempunyai

strategi jangka menengah reformasi pajak, yang diawali dengan program Tax Amnesty 2016.

10,9%12,0%

14,1%

16,0%

10,8% 11,0%

13,2%

14,4%

10,4%

10,3% 10,2%

10,1%10,6%

9,0%

10,0%

11,0%

12,0%

13,0%

14,0%

15,0%

16,0%

17,0%

2016 APBN2017

2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030

Reform-Optimistic Reform-Moderate Without Reform

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 53

Tax Amnesty Sebagai Langkah Awal Reformasi Perpajakan

Sebagai langkah awal reformasi perpajakan, Pemerintah melaksanakan program Tax Amnesty. Kebijakan dan implementasi Tax Amnesty (Amnesti Pajak) yang dilakukan Pemerintah pada tahun 2016 dan 2017 mendapatkan hasil yang cukup positif. Program tersebut telah berkontribusi sebesar Rp134,8 triliun terhadap penerimaan negara dengan total asset yang dideklarasikan sebesar Rp4.881 triliun atau sebesar 39,4 persen dari PDB. Total penerimaan yang didapatkan dari amnesti pajak ini tergolong sangat sukses jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah melakukan hal yang sama, baik dari sisi jumlah uang tebusan maupun dari aset yang dideklarasikan. Di samping kontribusi penerimaan, kepatuhan pajak formal terlihat pada jumlah Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) meningkat dari 63 persen pada tahun 2016 menjadi 72 persen pada tahun 2017. Momentum dari kesuksesan amnesti pajak ini sangat berguna dalam mendorong upaya reformasi perpajakan kedepannya.

Keberhasilan program Amnesti Pajak didukung oleh beberapa faktor antara lain komitmen dari pemerintah, kerjasama dengan berbagai pihak (K/L, asosiasi bisnis, dan media), serta strategi komunikasi yang diambil. Sosialiasi untuk program tersebut dilakukan dengan menggelar 11 ribu acara, serta melibatkan 800 ribu peserta. Penyebaran informasi dilakukan secara intensif dan berkelanjutan melalui berbagai saluran, baik media elektronik, cetak, maupun dengan media datang langsung ke lapangan. Kinerja institusi yang terlibat juga ditingkatkan dengan melakukan pelayanan tambahan khusus untuk program Amnesti Pajak. Pelayanan ekstra diberikan tidak hanya oleh institusi perpajakan, tapi juga oleh Bank mitra, serta Kedutaan Besar Republik Indonesia di beberapa negara seperti Singapura, London, dan Hong Kong.

Grafik 20. (a) Perbandingan Jumlah Uang Tebusan Tax Amnesty di Beberapa Negara; (b) Perbandingan Jumlah Deklarasi Aset Tax Amnesty di Beberapa Negara

(a)

(b)

Sumber: Kementerian Keuangan

0,040,15 0,20

0,62

1,10

0,58

0,17 0,12 0,04

Germany(2004)

Belgium(2004)

Italy(2009)

Chile(2015)

Indonesia(2016)

India(1997)

SouthAfrica…

Spain(2012)

Australia(2014)

% o

f G

DP

2,1 3,98,3

39,4

5,2 3,60,3

India(1997)

Spain(2012)

Chile(2015)

Indonesia(2016)

Italy(2009)

SouthAfrica…

Australia(2014)

% o

f G

DP

54 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Dalam upaya peningkatan penerimaan perpajakan secara berkelanjutan, menjadi urgen

dan penting bagi Pemerintah untuk terus meningkatkan upaya-upaya reformasi

perpajakan dengan harapan terjadinya perluasan basis pajak (tax base) yang masih jauh

dari ideal serta meningkatkan kepatuhan. Perluasan basis pajak yang disertai upaya

peningkatan kualitas pada aspek-aspek lainnya pada gilirannya akan berimplikasi terhadap

meningkatnya penerimaan perpajakan. Untuk itu, Amnesti Pajak hanyalah sebuah langkah

awal. Pemerintah akan melanjutkan upaya reformasi perpajakan yang lebih komprensif

dengan 4 pilar utama yakni: 1) Regulasi; 2); Sumber Daya Manusia; 3) Dukungan Informasi

dan Teknologi serta 4) Proses Bisnis.

4 Pilar Reformasi Perpajakan

Pilar pertama dari empat pilar reformasi perpajakan adalah Regulasi atau Kerangka Peraturan Perpajakan. Reformasi pada pilar tersebut dilakukan dengan perubahan atau amandemen terhadap tiga regulasi besar (Undang-undang) di bidang perpajakan yakni Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) dan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). UU KUP telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas sejak tahun 2015 namun baru dapat dibahas di DPR pada tahun 2017. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk menciptakan kerangka aturan yang lebih kuat dan komprehensif, serta menyesuaikan dengan perkembangan perpajakan terkini. Berdasarkan perkembangan terakhir, pembahasan perubahan RUU KUP tersebut akan dilanjutkan pada tahun 2018. Sementara itu terkait dengan RUU PPh dan RUU PPN, masih belum masuk dalam agenda pembahasan dengan DPR.

Pilar kedua dalam reformasi perpajakan yaitu Sumber Daya Manusia (SDM). Pilar ini menyentuh tidak hanya aspek SDM itu sendiri tapi juga institusi. Terkait dengan SDM, upaya perubahan diarahkan terhadap peningkatan baik kuantitas maupun kualitas dari petugas pajak. Dari aspek kualitas, jumlah petugas pajak di Direktorat Jenderal Pajak yang hanya sekitar 40 ribu orang di akhir 2016 tidak mencukupi untuk populasi Indonesia yang berjumlah 257 juta orang dan pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak sekitar 30 juta orang. Lebih jauh lagi, kurangnya kuantitas ini belum melihat dari sisi berapa banyak jumlah auditor pajak. Penguatan kapasitas dan kapabilitas organisasi juga menjadi perhatian untuk memastikan terciptanya institusi perpajakan yang kredibel dan efisien dalam melakukan pengumpulan penerimaan perpajakan. Secara detail, beberapa langkah yang dilakukan untuk mendukung pilar ini adalah dengan pembentukan tim task force reformasi perpajakan serta peningkatan kedisiplinan dalam Plan-Do-Check-Action untuk memonitor pengumpulan penerimaan perpajakan.

Pilar ketiga untuk mendorong peningkatan basis pajak dan perbaikan kepatuhan yaitu Informasi dan Teknologi (IT). Aspek IT merupakan salah satu area yang sangat penting dan menjadi kunci terutama untuk mendukung pengolahan data dan menciptakan sistem perpajakan yang efisien namun efektif. Selain itu, IT juga sangat krusial dalam mendukung optimalisasi perpajakan di era perubahan teknologi yang cepat dalam merubah proses bisnis dan ekonomi. Upaya reformasi dalam aspek IT diantaranya dengan perbaikan sistem komunikasi dan IT, peningkatan aksesibilitas data publik untuk manajemen data individu, serta perbaikan manajamen data pajak secara umum.

Pilar Keempat dan terakhir dari reformasi perpajakan adalah Proses Bisnis. Dalam pilar ini, fokus utama adalah terciptanya penegakan hukum yang lebih kuat dan simplifikasi proses perpajakan yang mendorong kepatuhan. Beberapa langkah dalam mendukung pilar ini adalah

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 55

perbaikan otorisasi untuk mengumpulkan data pihak ketiga khususnya perbankan, serta simplifikasi registrasi pajak. Kebijakan penting yang juga termasuk di dalam pilar ini adalah implementasi Automatic Exchange of Information yang mulai dilaksanakan di tahun 2018.

Reformasi Perpajakan Jangka Menengah

Empat pilar reformasi perpajakan yang tengah berlangsung saat ini sejalan dengan rencana reformasi perpajakan jangka menengah yang tengah disusun oleh Pemerintah. Rencana tidak hanya ditujukan untuk menghasilkan tambahan penerimaan perpajakan, tapi juga didisain sebagai acuan dalam strategi pengumpulan penerimaan perpajakan. Kebijakan ini ditujukan untuk menjaga kesinambungan (sustainability) penerimaan perpajakan yang meliputi lima aspek reformasi yaitu: 1) Reformasi Sistem perpajakan; 2) Dukungan Hukum dan Peraturan, 3) Dukungan Politik dan Kepemimpinan, 4) Dukungan dari Para Pemangku Kepentingan, serta 5) Dukungan Pihak Eksternal. Reformasi dalam aspek kebijakan diharapkan dapat meningkatkan analisis dan forecasting penerimaan perpajakan, sementara reformasi dalam aspek administrasi diharapkan dapat membentuk strategi pengumpulan pajak, perbaikan kepatuhan pajak, dan reformasi institusi.

Di dalam aspek dukungan hukum dan peraturan selain melalui perubahan beberapa UU utama perpajakan, juga dilengkapi dengan sinkronisasi peraturan perundang-undangan terkait, serta peraturan keterbukaan informasi. Terkait dengan sinkronisasi peraturan perundang-undangan terkait, sinkronisasi akan dilakukan terhadap Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), Undang-Undang Bank Indonesia dan Pasar Modal, serta sinkronisasi terhadap peraturan yang terkait dengan investasi. Sementara terkait dengan keterbukaan informasi, peraturan-peraturan berkenaan dengan hal tersebut akan lebih dioptimalkan yang diharapkan dapat membantu strategi kebijakan perpajakan jangka menengah antara lain yakni peraturan pelaksanan AEoI dan peraturan pelaksanaan penggunaan data untuk kepentingan perpajakan.

Di dalam strategi reformasi perpajakan jangka menengah salah satu aspek yang dikedepankan adalah penguatan dukungan politik dan kepemimpinan, para pemangku kepentingan, serta pihak eksternal. Dari sisi dukungan politik dan kepemimpinan, mencakup keterlibatan dari Presiden, Kepala Daerah, serta Legislatif. Dukungan yang komprehensif ini akan membentuk komitmen kerja sama kelembagaan untuk monitoring dan pengawasan kepatuhan pajak serta penguatan database perpajakan melalui pertukaran informasi. Dukungan lain yang tidak kalah penting adalah dari berbagai stakeholders dan pihak eksternal, seperti kerjasama dengan organisasi internasional dan akademisi dalam rangka meningkatkan kapasitas (capacity building), memperkuat analisis perpajakan, serta menciptakan disain kebijakan yang efektif.

Grafik 4. Proyeksi Tax Ratio Indonesia dalam Jangka Menengah (201) dan Panjang (2030)

56 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 57

BAGIAN IV LAMPIRAN

DATA EKONOMI

MAKRO DAN APBN

58 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Data P

erkemb

angan

Ind

ikator Eko

no

mi M

akro H

ingga Sep

temb

er 20

17

Ind

ikator

2013

2014

2015

2016

2017

Dec

Jan

Feb M

ar A

pr

May

Jun

Ju

l A

ug

Sep O

kt N

ov

Pertu

mb

uh

an

Ekono

mi

G

row

th ( p

ersen)

5,7

8

5,0

1

4,7

9

4,9

4

5

,01

5,0

1

5,0

6

N

om

inal (triliu

n)

9.0

87

,28

1

0.5

65

,82

1

1.5

31

,72

1

2.4

06

,81

3.2

27

,20

3.3

65

,40

3

.50

2,3

1

Inflasi ( p

ersen)

8,3

8

8,3

6

3,3

5

3,0

2

3,4

9

3,8

3

3,6

1

4,1

7

4,3

3

4,3

7

3,8

8

3,8

2

3,7

2

3,5

8

3,3

0

IH

K

14

6,8

4

11

9

12

2,9

9

12

6,7

1

12

7,9

4

12

8,2

4

12

8,2

2

12

8,3

3

12

8,8

3

12

9,7

2

13

0,0

0

12

9,9

1

13

0,0

8

13

0,0

9

13

0,3

5

C

ore

4,9

8

4,9

3

3,9

5

3,0

7

3,3

5

3,4

1

3,3

0

3,2

8

3,2

0

3,1

3

3,0

5

2,9

8

3,0

0

3,0

7

3,0

5

A

dm

inistrative

Price

16

,65

1

7,5

7

0,3

9

0,2

1

3,3

5

4,7

4

5,5

0

8,6

8

9,1

4

10

,64

9

,27

9

,31

9

,32

8

,68

8

,76

V

olatile Fo

od

1

1,8

3

10

,88

4

,84

5

,92

4

,13

4

,46

2

,89

2

,66

3

,26

2

,17

1

,13

1

,05

0

,47

0

,19

-1

,24

Nilai Tu

kar (Rp

/US$1

)

R

ata-rata 1

0.4

51

1

2.4

38

1

3.3

08

1

3.4

17

1

3.3

59

1

3.3

41

1

3.3

46

1

3.3

07

1

3.3

23

1

3.2

97

1

3.3

42

1

3.3

42

1

3.3

03

1

3.5

26

1

3.5

27

En

d O

f Perio

d

12

.18

9

12

.44

0

13

.43

6

13

.43

6

13

.34

3

13

.34

7

13

.32

1

13

.32

7

13

.32

1

13

.31

9

13

.32

3

13

.35

1

13

.49

2

13

.57

2

13

.51

4

Suku

Bu

nga ( p

ersen)

B

I-7 d

ays Rep

o

Rate

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,50

4

,25

4

,25

4

,25

K

redit K

on

sum

si (eo

p)

13

,13

1

3,5

8

13

,88

1

3,5

9

13

,58

1

3.5

6

13

.48

1

3,4

8

13

,37

1

3,2

1

13

,14

1

3,0

3

12

,97

1

2,9

1

K

redit M

od

al K

erja (eop

) 1

2,1

2

12

,79

1

2,4

6

11

,36

1

1,3

4

11

.26

1

1.1

9

11

,20

1

1,1

5

11

,12

1

1,0

7

11

,07

1

0,9

9

10

,94

K

redit In

vestasi (eo

p)

11

,82

1

2,3

6

12

,12

1

1,2

1

11

,17

1

1.1

1

1.0

5

11

,10

1

0,9

6

11

,00

1

0,9

7

10

,91

1

0,8

3

10

,78

Harga M

inyak (U

S$/b

arel)

R

ata-rata (ICP

) 1

05

,8

59

,6

35

,5

51

,1

51

,9

52

,5

48

,7

49

,6

47

,1

43

,7

45

,5

48

,43

5

2,4

7

54

,02

5

9,3

4

W

TI 9

7,6

1

53

,27

3

7,0

5

3,7

5

2,8

5

4,0

5

0,6

4

9,3

4

8,3

4

6,0

5

0,2

4

7,2

3

51

,67

5

1,5

9

56

,66

B

rent

10

8,8

5

5,7

6

35

,8

55

,4

54

,7

55

,6

52

,7

50

,9

50

,1

48

,2

52

,2

52

,41

5

6,5

3

57

,65

6

2,8

7

SUN

dan

Saham

O

bligasi

Yield

(5YR

) 8

,03

7

,70

8

,82

7

,58

7

,30

7

,29

6

,85

6

,69

6

,71

6

,67

6

,78

6

,28

6

,13

6

,43

6

,08

Yield

(10

YR)

8,8

3

7,8

0

8,7

5

7,9

7

7,6

5

7,5

4

7,0

4

7,0

5

6,9

5

6,8

3

6,9

5

6,7

0

6,5

0

6,8

0

6,5

2

Sah

am

IHSG

4

.27

4

5.2

27

5

.60

6

5.2

97

5

.29

4

5.3

87

5

.56

8

5.6

85

5

.73

8

5.8

30

5

.84

1

5.8

64

5

.90

1

6.0

06

5

,95

2

N

FB

SUN

, Sah

am,

SBI

63

.94

3

-28

.31

4

5.3

53

5

.00

9

23

.62

1

5.9

99

4

.16

61

3

6.4

81

1

1.7

59

8

.47

2

-7.2

74

1

.07

0

19

.34

5

-29

.87

2

34

.61

7

Perb

ankan

( persen

)

C

AR

1

8,3

6

19

,40

2

1,1

6

22

,69

2

3,0

2

3,0

2

2,9

2

2,8

2

2,9

2

2,7

2

3,2

2

3,3

2

3,3

LD

R

89

,7

89

,42

9

1,9

5

90

,7

86

,59

8

9,1

2

89

,12

8

9,5

0

88

,57

8

9,3

1

89

,20

8

9,1

7

88

.74

N

PL

1,7

7

2,2

2

,49

2

,93

3

,10

3

,20

3

,04

3

,10

3

,10

3

,02

3

,00

3

.00

2

.90

P

ertum

bu

han

K

redit

21

,35

1

1,5

6

10

,12

1

0,4

1

9,7

2

8,9

6

7,6

9

10

,14

1

1,4

4

12

,18

1

1,3

5

10

,11

8

,79

1

0,2

1

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 59

Data P

en

yera

pan

AP

BN

Tahu

n 2

01

6-2

01

7

U

raian

2016

2017 (aku

mu

lasi)

AP

BN

P R

ealisasi LKP

%

thd

A

PB

NP

AP

BN

Jan

Feb

Mar

Ap

r M

ei Ju

n

Jul

Agst

Sep O

kt N

ov

A. P

end

apatan N

egara dan

Hib

ah 1.786,2

3 1.555,9

3 87

,11 1.750,3

87,9

170,1

295,1

457,7

590,5

718,2

853,8

973,2

1099,4

1238,2

1395,4

I. P

enerim

aan D

alam N

egeri 1

.78

4,2

5

1.5

46

,95

8

6,7

0

1.7

48

,9

87

,9

17

0,1

2

95

,1

45

7,6

5

90

,3

71

8,0

8

53

,0

97

2,0

1

09

6,9

1

23

5,5

1

39

1,6

1

. Pen

erimaan

Perp

ajakan

1.5

39

,17

1

.28

4,9

7

83

,48

1

.49

8,9

7

3,6

1

41

,4

23

7,7

3

68

,2

46

8,1

5

71

,9

68

0,9

7

78

,7

87

7,9

9

91

,2

11

25

,4

a. P

ajak Dalam

Ne

geri 1

.50

3,2

9

1.2

49

,50

8

3,1

2

1.4

64

,8

70

,8

13

6,1

2

29

,1

35

6,9

4

53

,2

55

4,6

6

60

,2

75

4,5

8

50

,7

96

0,2

1

09

0,9

b. P

ajak Pe

rdagan

gan In

ternasio

nal

35

,87

3

5,4

7

98

,88

3

4,1

2

,8

5,3

8

,5

11

,3

14

,9

17

,4

20

,6

24

,2

27

,2

31

,0

95

,9

2. P

enerim

aan N

egara Bu

kan P

ajak 2

45

,08

2

61

,98

1

06

,89

2

50

,0

14

,3

28

,7

57

,4

89

,4

12

2,2

1

46

,1

17

2,1

1

93

,3

21

9,0

2

44

,3

26

6,3

a. Pen

erimaan

Sum

ber D

aya Alam

9

0,5

2

64

,90

7

1,7

0

87

,0

7,8

1

7,1

2

8,4

3

5,1

4

6,0

5

2,4

6

3,7

7

2,5

8

1,3

9

2,6

9

6,3

b. B

agian Lab

a BU

MN

3

4,1

6

37

,13

1

08

,69

4

1,0

0

,0

0,0

0

,0

16

,6

26

,5

31

,5

35

,5

37

,1

38

,9

41

,2

43

,5

c. P

NB

P Lain

nya

84

,12

1

18

,0

14

0,2

6

84

,4

6,5

1

1,6

2

1,8

2

7,7

3

6,0

4

1,9

5

0,7

5

7,7

6

5,1

7

4,8

8

7,0

d. P

end

apatan

BLU

3

6,2

7

41

,95

1

15

,65

3

7,6

0

,0

0,0

7

,2

10

,0

13

,6

20

,4

22

,3

25

,9

33

,7

35

,7

39

,5

II. H

ibah

1

,98

8

.99

4

55

,03

1

,4

0,0

0

,0

0,0

0

,1

0,1

0

,2

0,8

1

,2

2,5

2

,7

3,8

B

. Belan

ja Negara

2.082,95

1.864,28

89,50

2.080,5 13

3,3 22

5,6 40

0,0 53

8,1 72

2,8 89

3,3 10

63,8 11

98,3 13

75,0 15

37,1 17

49,5

I Belan

ja Pem

erintah

Pu

sat 1

.30

6,7

0

1.1

54

,02

8

8,3

2

1.3

15

,5

57

,6

10

2,8

2

04

,8

27

2,7

3

88

,0

49

8,6

6

04

,7

69

5,7

8

08

,4

89

8,5

1

04

9,7

1

. Belan

ja Pegaw

ai 3

42

,45

3

05

,14

8

9,1

1

34

3,3

3

0,6

5

1,7

7

4,0

9

8,2

1

21

,6

15

7,3

1

92

,3

21

4,7

2

37

,0

26

1,0

2

88

,2

2. B

elanja B

arang

30

4,2

4

25

9,6

5

85

,34

2

96

,6

1,2

8

,3

31

,7

47

,0

69

,6

97

,1

11

7,5

1

42

,2

16

6,6

1

92

,1

22

2,7

3

. Belan

ja Mo

dal

20

6,5

7

16

9,4

7

82

,04

1

94

,3

0,6

5

,0

11

8

19

,1

31

,1

47

,5

58

,4

75

,0

90

,6

10

6,0

1

33

,0

4. P

emb

ayaran K

ewajib

an U

tang

19

1,2

2

18

2,7

6

95

,58

2

21

,2

22

,6

32

,4

65

,1

75

,9

98

,9

10

6,8

1

30

,9

14

0,9

1

72

,8

18

3,1

2

10

,6

5. Su

bsid

i 1

77

,75

1

74

,23

9

8,0

2

16

0,1

0

,0

0,1

1

2,3

1

6,4

4

2,9

5

8,7

6

7,8

7

7,6

9

2,4

1

02

,7

13

0,7

6

. Belan

ja Hib

ah

8,5

4

7,1

3

83

,51

2

,2

0,0

0

,0

0,0

0

,2

0,5

2

,0

2,0

2

,2

2,4

2

,7

3,0

7

. Ban

tuan

Sosial

53

,40

4

9,6

1

92

,90

5

7,0

2

,4

5,1

9

,5

12

,9

20

,3

25

,8

32

,0

39

,2

42

,7

46

,8

53

,7

8. B

elanja Lain

nya

22

,53

6

,02

2

6,7

4

41

,0

0,2

0

,2

0,4

3

,0

3,1

3

,4

3,7

3

,9

4,0

4

,1

8,0

II. Transfe

r Ke D

aerah D

an D

ana D

esa

77

6,2

5

71

0,2

6

91

,50

7

64

,9

75

,6

12

2,7

1

95

,2

26

5,4

3

34

,7

38

94

,8

45

9,1

5

02

,6

56

6,6

6

38

,6

69

9,7

1

. Transfer ke D

aerah

72

9,2

7

66

3,5

8

90

,99

7

04

,9

75

,6

12

2,7

1

95

,2

24

8,8

3

06

,5

36

0,4

4

23

,3

46

6,1

5

26

,9

59

1,1

6

44

,8

a. D

ana P

erim

ban

gan

70

5,4

6

63

9,7

7

90

,69

6

77

,1

75

,6

12

2,6

1

90

,8

24

1,2

2

95

,6

34

9,4

4

09

,3

44

9,5

5

04

,5

56

8,7

6

21

,8

i. Dan

a Transfer U

mu

m

49

4,4

4

47

5,7

0

96

,25

5

03

,6

66

,5

11

3,4

1

63

,0

19

6,8

2

30

,2

28

2,8

3

16

,4

35

1,0

3

99

,8

43

6,1

4

68

,8

- Dan

a Bagi H

asil 1

09

,08

9

0,5

3

83

,00

9

2,8

0

,0

14

,4

30

,0

30

,5

30

,5

49

,7

49

,7

51

,1

67

,5

70

,9

- D

ana A

lokasi U

mu

m

38

5,3

6

38

5,3

6

10

0,0

0

41

0,8

6

6,5

9

9,0

1

33

,0

16

6,3

1

99

,7

23

3,2

2

66

,8

29

9,9

3

32

,3

36

5,1

ii. Dan

a Transfe

r Kh

usu

s 2

11

,02

1

63

,87

7

7,6

6

17

3,4

9

,2

9,2

2

7,8

4

4,4

6

5,3

6

6,5

9

2,8

9

8,6

1

04

,7

13

2,6

1

53

,0

b

. Dan

a Insen

tif Dae

rah

5,0

0

5,0

0

10

0,0

0

7,5

0

,0

0,0

4

,3

4,5

4

,5

4,5

7

,5

7,5

7

,5

7,5

7

,5

c. D

ana O

ton

om

i Kh

usu

s dan

K

eistimew

aan D

IY 1

8,8

1

18

,81

1

00

,00

2

0,3

0

,0

0,1

0

,1

3,1

6

,5

6,5

6

,5

9,0

1

4,9

1

4,9

15

,46

d. D

ana Tran

sfer Lainn

ya 0

,00

0

,00

0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

0,0

2. D

ana D

esa 4

6,9

8

46

,68

9

9,3

6

60

,0

0,0

0

,0

0,0

1

6,7

2

8,2

3

4,4

3

5,8

3

6,5

3

9,6

4

7,5

5

5,0

C

. Keseimb

angan P

rimer

(105,50)

(125,58)

119,03

(109,0)

(22,8) (23,1)

(39,8) (4,5)

(33,4) (68,2)

(79,2) (84,1)

(102,8)

(115,8)

(14

3,5

) D

. Surp

lus/D

efisit An

ggaran (A - B

) (29

6,72) (30

8,34) 10

3,92 (33

0,2) (45,4)

(330,2)

(104,9)

(80,4) (13

2,3) (17

5,1) (21

0,1) (22

5,1) (27

5,7) (29

8,9) (3

54

,0)

E. Pemb

iayaan 29

6,72 33

4,50 11

2,73 33

0,2 82

,7 12

0,6 18

8,6 19

4,5 19

4,6 20

9,4 29

0,6 33

1,1 36

2,2 38

2,5 41

0,4

I. Pem

biayaan

Utan

g 3

71

,6

40

3,0

1

10

8,4

5

38

4,7

8

2,0

1

19

,7

18

7,0

1

92

,7

19

2,9

2

07

,8

28

8,2

3

28

,8

36

0,0

3

83

,4

41

4,4

1

. Surat B

erh

arga Negara (n

eto)

36

4,9

4

07

,30

1

11

,62

4

00

,0

85

,3

11

9,0

1

90

,4

20

2,8

2

10

,6

23

1,7

3

07

,6

34

7,6

3

81

,7

41

1,7

4

42

,5

2. P

injam

an (n

eto)

6,7

(4

,3)

(64

,18

) (1

5,3

) (3

,3)

0,7

(3

,4)

(10

,1)

(17

,8)

(24

,0)

(19

,4)

(18

,8)

(21

,7)

(28

,3)

(28

,2)

II. P

emb

iayaan In

vestasi (9

4,0

) (8

9,0

8)

94

,77

(4

7,5

) 0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

(0,1

) (0

,1)

(0,3

) (0

,4)

(3,5

) (6

,0)

III. P

emb

erian P

injam

an

0,5

1

,66

3

32

,00

(6

,4)

0,6

0

,8

1,5

1

,6

1,6

1

,5

2,2

2

,3

2,3

2

,2

1,7

2

IV

. Kew

ajiban

Pen

jamin

an

(0,7

) (0

,65

) 9

2,8

6

(0,9

) 0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

V. P

emb

iayaan Lain

nya

19

,3

19

,56

1

01

,35

0

,3

0,1

0

,1

0,1

0

,1

0,2

0

,2

0,3

0

,3

0,3

0

,3

0,4

60 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

NOTES :

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 61

62 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 63

64 Edisi V / Desember 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Recommended