View
215
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
psikoedukasi
Citation preview
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gangguan jiwa berat yang sering ditemui dimasyarakat adalah skizofrenia
(Jonsson, 2011). Di negara berkembang sebagian besar penderita skizofrenia tidak
diobati. Keberhasilan perawatan penderita skizofrenia akan dipengaruhi oleh keterlibatan
peran keluarga di tingkat masyarakat (WHO, 2013).
Selain menjadi masalah pada penderita sendiri, kondisi gangguan jiwa skizofrenia
sangat berpengaruh juga pada keluarganya, karena keluarga dan klien memiliki interaksi
yang tidak terpisahkan. Penderita ini ditemukan pada 1 % dari populasi umum (Stevens et
al., 2007;). Sekitar 24 juta orang di seluruh dunia terkena skizofrenia dan lebih dari 50%
dari penderita tidak menerima perawatan yang tepat (WHO, 2013) Skizofrenia adalah
gangguan mental yang umum, terberat dan tertinggi di Indonesia. Sekitar 99 % dari
pasien di rumah sakit jiwa Indonesia telah didiagnosis dengan skizofrenia. 7 per 100
penduduk dewasa dari yang berusia 15 sampai 35 tahun menderita skizofrenia yang
memiliki insiden rendah (10/3.000) tetapi prevalensi yang tinggi karena penyakit kronis.
Berdasarkan laporan dari rumah sakit di Indonesia, ditemukan prevalensi gangguan jiwa
cenderung meningkat dari 1,9 % pada tahun 1990 menjadi 2,0% pada tahun 1995. Di
Bali, berdasarkan laporan tahunan RSJ Provinsi Bali pada tahun 2014 dari Januari -
Maret, data menunjukkan bahwa dari 8967 pasien dirawat dan dirawat di rumah sakit
jiwa dengan Diagnosis skizofrenia yang menduduki angka tertinggi dibandingkan dengan
gangguan jiwa lainnya yang mencapai diatas 80 % (Rumah Sakit Jiwa Kesehatan
Provinsi Bali, 2014) . Di Bali angka tertinggi penderita yang tercatat oleh rumah sakit
jiwa (RSJ) provinsi Bali pada bulan Januari- Maret 2014 adalah gangguan jiwa dengan
skizofrenia dan kondisi ini selalu bertahan dari tahun ke tahun. Setelah keluar dari RSJ
penderita tersebar di 7 Kabupaten di Bali. Jumlah yang tertinggi terdapat di Kabupaten
Gianyar yang mencapai 1795 atau sekitar 20 % dari total semua penderita di seluruh
kabupaten. Kondisi tingginya angka kekambuhan pada penderita, pihak RSJ mulai
mengembangkan perawatan di tingkat komunitas yaitu dengan menyediakan pelayanan
pengobatan di puskesmas-puskesmas. Puskesmas yang memiliki angka kunjungan
tertinggi di Bali ada di Kabupaten Gianyar. Data dari 6 puskesmas yang ada di Gianyar,
jumlah penderita yang paling tinggi tercatat di puskesmas Sukawati (sekitar 37 % dari
total kunjungan).
Keluarga pengasuh yang merawat orang-orang dengan gangguan kejiwaan di
rumah jika tidak diimbangi dengan pengetahuan yang cukup tentang perawatan penderita
gangguan jiwa di rumah akan mengalami stress yang meningkat. Keluarga harus
dilibatkan untuk bersama-sama menjaga dan mengontrol kegiatan sehari-hari penderita,
sehingga penderita membutuhkan dukungan lebih lanjut untuk mengurangi beban dan
meningkatkan kualitas hidupnya dengan berbagi pengalaman dengan orang lain (Jonsson,
2011). Keluarga dengan penderita skizofrenia perlu dipersiapkan dengan pengetahuan
yang cukup dengan harapan dapat memberikan kontribusi yang tepat untuk mendukung
pemulihan penderita jika tidak ada dukungan dengan emosi yang baik dan perasaan
(afektif), keyakinan yang baik (kognitif) dan perilaku niat (behavior) baik yang tercermin
dalam sikap keluarga kecil kemungkinan dari keberhasilan pengobatan pada pasien
skizofrenia dapat tercapai dengan baik. Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik
untuk memberikan psikoedukasi kepada keluarga dengan pasien skizofreni di rumah
terhadap tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan ini adalah untuk mengekspolari sejauh mana kontribusi
keluarga pengasuh dalam mengelola sikap untuk merawat penderita skizofrenia
Tujuan khusus meliputi:
1) Mengetahui gambaran umum karakteristik demografi dan social ekonomi keluarga
pengasuh yang merawat penderita skizofrenia.
2) Mengkaji komponen sikap: koqnitif keluarga pengasuh dalam merawat penderita
skizofrenia.
3) Mengkaji komponen sikap: afektif keluarga pengasuh dalam merawat penderita
skizofrenia.
4) Mengkaji komponen sikap: behavior keluarga pengasuh dalam merawat penderita
skizofrenia.
TINJAUAN LITERATUR
1. Skizofrenia
Pengertian
Skizofrenia adalah salah satu penyakit kejiwaan yang mana terjadi perpecahan
antara pikiran, perilaku dan emosi sebagai bagian dari penyakit mental kronis dan
parah, yang ditandai dengan disintegrasi proses berpikir, respon emosional dan kontak
realitas (Jamieson, 2006). Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan yang ditandai
dengan gangguan proses kognitif, disintegrasi kepribadian , gangguan afektif dan
isolasi sosial (Sue et al., 2010). Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa skizofrenia adalah merupakan satu penyakit gangguan jiwa yang ditandai
dengan sekelompok gangguan pada kognitif individu
Etiologi
Skizofrenia disebabkan oleh kelainan fungsi otak atau neurobiologist yang dapat
dideteksi menggunakan Computed Tomography ( CT ) dan Magnetic Resonance
Imaging ( MRI ). faktor genetika dan faktor lingkungan juga dapat menjadi
pendukung terjadinya skizofrenia (Jamieson, 2006; Stevens et al. , 2007).
Tanda dan Gejala
Gejala awal yang timbul dari skizofrenia adalah menurunnya konsentrasi,
perhatian motivasi ,energi, perubahan mood, depresi dan kecemasan . Selain itu,
menunjukkan gejala seperti kesulitan tidur, penarikan sosial, kecurigaan, lekas marah,
penampilan fisik diabaikan dan penurunan kinerja. Gejala berlanjut dengan tanda yang
nyata seperti kecemasan yang parah dan rasa takut , halusinasi atau persepsi yang
salah dari satu atau lain dari panca indera penglihatan, pendengaran, rasa, sentuhan,
atau bau dan khayalan umumnya keyakinan irasional (Jamieson, 2006).
2. Keluarga dengan Penderita Skizofrenia
Peran Keluarga dengan Skizofrenia
Peran adalah fungsi yang disediakan antara keluarga dengan anggota
keluarga yang lain. Konteks peran dapat berubah sepanjang waktu. Setiap
anggota keluarga diharapkan untuk mematuhi tanggungjawab dan tugas pada
semua keadaan dan menjadi suatu kebiasaan. (Walsh, 2010).
Dukungan yang signifikan bagi anggota keluarga dengan pasien
skizofrenia adalah tanggung jawab untuk memberikan perawatan di Rumah .
Namun, keluarga pengasuh telah menunjukkan bahwa mereka secara regular
tidak memiliki informasi, sumber daya dan dukungan yang cukup. Keluarga
terkadang tidak siap untuk memainkan peran mereka secara tepat dan efisien
( Hudson et al., 2008 ; Navidian et al., 2011).
Sikap Keluarga dengan Skizofrenia
Pengaruh skizofrenia tidak hanya terjadi pada penderita skizofrenia,
tetapi juga pada keluarga mereka termasuk anggota keluarga inti yang mengalami
kondisi kronis dan beban emosional (Lenoir et al., 2002). Reaksi yang umum
mereka alami termasuk stres, kegelisahan, kesedihan, depresi dan kemarahan
terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan. Menciptakan suasana
yang lebih positif bagi semua anggota keluarga dapat memberikan kontribusi
untuk beradaptasi dengan kondisi pasien. Hal ini dapat dilakukan melalui
intervensi keluarga (Walsh , 2010). Respon perilaku keluarga pengasuh dalam hal
ini adalah dengan mengembangkan adaptasi terhadap situasi menemukan arti dari
komunikasi dengan pasien, mengabaikan perilaku pasien , mengambil tanggung
jawab lebih dan bahkan menjadi over protektif. Sikap keluarga pengasuh juga
memiliki perbedaan yang signifikan dengan karakteristik demografi sosial,
lingkungan, tingkat pendidikan dan waktu yang dihabiskan untuk hidup bersama
dengan pasien (Caqueo - Urizar et al., 2011). Studi yang berkaitan dengan sikap
keluarga pengasuh dengan pasien skizofrenia telah dilakukan di berbagai negara .
Beberapa Hasilnya dapat dipaparkan sebagai berikut: Psikoedukasi pada keluarga
memiliki keefektifan yang sangat baik dalam peningkatan kemampuan keluarga
dalam merawat pasien jiwa. (Jurnal keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 2,
November 2013; 107-120). pada jurnal keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 2,
November 2013; 161-169 didapatkan hasil bahwa Kemampuan keluarga setelah
diberikan tindakan keperawatan generalis dan psikoedukasi keluarga
menunjukkan peningkatan yaitu sebanyak 100% keluarga mampu mengenal
masalah, mampu memutuskan, mampu merawat klien, mampu memanfaatkan
pelayanan kesehatan, mampu manajemen stres, mampu manajemen beban, dan
sebanyak 90% keluarga mampu modifikasi suasana lingkungan yang positif.
Sikap keluarga pengasuh berbeda secara signifikan sesuai dengan variabel sosio-
demografis. Berdasarkan Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal
of Nursing), Volume 5, No.2, Juli 2010 didapatkan kesimpulan bahwa Terapi
Psikoedukasi Keluarga meningkatkan kemampuan kognitif dan psikomotor
secara bermakna. Sikap memiliki hubungan yang signifikan dengan beban pada
kekuatan keluarga (Caqueo - Urizar et al., 2011). Studi yang dilakukan
Maldonado et al., (2009) menunjukkan bahwa intervensi psiko-pendidikan
dilakukan untuk pengasuh keluarga pasien dengan skizofrenia di sebuah pusat
rawat jalan kesehatan mental masyarakat di Arica (Chile ) adalah efektif dalam
memodifikasi sikap keluarga pengasuh. Namun ada tidak berpengaruh pada
persepsi kesehatan mereka. Studi yang dilakukan di daerah pedesaan Cina
menyarankan bahwa penting untuk meningkatkan pengetahuan , perubahan sikap
keluarga pengasuh terhadap pasien (Ran et al., 2003).
PEMBAHASAN
Dari jurnal dan literatur yang membahas tentang psikoedukasi pada
keluarga dengan pasien skizofrenia didapatkan bahwa terdapat perubahan yang
cukup signifikan antara sebelum dan sesudah mendapat terapi psikoedukasi
tersebut. Perubahan tersebut dapat dilihat dari kognitif dan Psikomotor. Kognitif
dapat dilihat dari terjadinya peningkatan pengetahuan kelurga tentang
penyakit,pengobatan serta perawatan yang keluarga dapat lakukan pada pasien
skizofrenia di rumah. Pengetahuan yang sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi oleh keluarga dapat juga secara tidak langsung mengurangi tingkat
stressor yang dialami oleh keluarga itu sendiri saat merawat pasien
dirumah .Sedangkan psikomotor adalah kemampuan keluarga dalam
pengambilan tindakan dalam penggunaan pelayanan kesehatan secara optimal
dalam perawatan pasien dengan skizofrenia dirumah yang mana suatu ketika
mengalami kekambuhan atau informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan
kelanjutan dari pengobatan pada pasien skizofrenia. Selain penggunaan
pelayanan kesehatan yang ada keluarga juga diharapkan mampu memodifikasi
lingkungan dirumah agar dapat mendukung pengobatan pasien skizofrenia.
lingkungan dalam hal ini cukup penting karena pada beberapa kasus pengobatan
pasien skizofrenia dirumah menunjukan bahwa keluarga sudah rutin untuk
mengajak pasien untuk kontrol ke pelayanan kesehatan terdekat, namun angka
kekambuhan pada pasien masih cukup tinggi dan setelah ditelusuri kembali
ternyata kondisi lingkungan tempat tinggal pasien tidak cukup nyaman yang
mana disebabkan oleh anggota keluarga jarang untuk mengajak interaksi pasien
sehingga pasien tetap merasa dikucilkan dan tidak dapat kembali kepada keluarga
yang dimiliki sebelum sakit, selain itu keadaan tersebut di perparah dengan
lingkungan disekitar pasien tinggal bersifat tidak menerima kehadiran pasien
ditengah mereka dengan alasan riwayat penyakit pasien dimasa lalu (misalnya
mengamuk atau perilaku kekerasan) walaupun saat ini pasien pulang dari rumah
sakit sudah dikatakan sembuh namun masyarakat tetap beranggapan bahwa
pasien dapat kembali kambuh dan itu dapan membahayakan masyarakat
disekitarnya.
Peningkatan baik dari segi kognitif dan psikomotor dapat diharapkan
untuk mengurangi angka terjadinya kekambuhan kembali pada pasien pasca
pengobatan di RSJ. Guna mencapai hal tersebut pada tahap yang paling pertama
menjadi sasarannya perbaikan tersebut adalah keluarga, ini dikarenakan keluarga
adalah faktor yang memiliki peran yang sangat penting pada tahap pengobatan
pasien di rumah. Keluarga juga merupakan kelompok atau lingkungan dalam
ruang lingkup terkecil yang akan ditinggali oleh pasien skizofrenia dan mereka
akan melanjutkan pengobatan yang sudah di berikan oleh tim medis di rumah
sakit. Saat keluarga mampu melakukan perwatan pada psien skizofrenia di rumah
hal tersebut juga dapat menjadi contoh utama dimasyarakat bahwa melakukan
perawatan pada pasien skizofrenia di rumah bukanlah suatu hal sulit.
Seiring dengan penurunan jumlah kekambuhan pada pasien jiwa
diharapkan juga dapat meningkatkan produktifitas pasien tertama pada pasien
yang masih dalam usia produktif, ini juga diharapkan dapat berimbas positif pada
pandangan masyarakat yang mana menganggap individu dengan skizofrenia tidak
produktif lagi di masyarakat. Pemberian psikoedukasi yang baik pada kelurga
pasien merupakan langkah awal menuju perbaikan stigma dimasyarakat terhadap
pasien penderita skizofrenia.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu, pemberian psikoedukasi
dapat memberikan perubahan yang cukup signifikan pada kognitif dan psikomotor
keluarga yang melakukan perawatan pasien skizofrenia pasca keluar dari rumah sakit.
Peningkatan faktor kognitif bertujuan untuk peningkatan pengetahuan keluarga tentang
bagaimana perawatan pada pasien skizofrenia yang dapat dilakukan di rumah sedangkan
psikomotor adalah bagaimana keluarga melakukan tindakan yang diperlukan dalam
perawatan pasien skizofrenia dirumah dan jika terjadi sesuatu pada pasien di kedepannya.
Dengan peningkatan kemampuan tersebut diharapkan jumlah kekambuhan pada penderita
skizofrenia akan menurun, pasien skizofrenia dapat kembali produktif sesuai dengan
usianya dan juga menjadi contoh dimasyarakat bahwa penderita skizofrenia tidaklah
seburuk seperti stigma yang sudah ada dimasyarakat selama ini sehingga pada akhirnya
diharapkan pasien skizofrenia dapat diterima dengan baik dimasyarakat kelak.
DAFTAR PUSTAKA
http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?
fromPage=online&aid=9720567&fileId=S0033291715000197
https://sswr.confex.com/sswr/2015/webprogram/Paper24213.html
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/ppc.12106/full
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.CD010823.pub2/abstract?
userIsAuthenticated=false&deniedAccessCustomisedMessage
http://www.ejournal.iainradenintan.ac.id/index.php/konseli/article/view/696
http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=12040
Jönsson, P., Skärsäter, I. Wijk, H. & Danielson, E. (2011). Experience of living with a
family member with bipolar disorder. Int. J. Ment. Health Nurs. 20 (1), (pp.29-
37).
Jurnal keperawatan Jiwa . Volume 1, No. 2, November 2013
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.2,
Juli 2010
Stevens,V.M., Redwood, S.K. Neel, J.L. Bost, R.H. Winkle, N.W.V. Pollak, M.H.
(2007). Rapid Review Behavioral Science. Mosby Elsevier: Philadelphia
World Health Organization. (2013). Schizophrenia. The WHO Departemen of Mental
Health and Substance Abuse. Available Source:
http://www.who.int/mental_health/management/schizofrenia/en/ , January 25,
2013.
Recommended