View
11
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
STATUS GIZI BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGKALAN KECAMATAN SUSOH KABUPATEN
ACEH BARAT DAYA
SKRIPSI
OLEH :
EFI HANDAYANI NIM : 08C10104150
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR ACEH BARAT - MEULABOH
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang
optimal, pada akhirnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Arah kebijakan
pembangunan bidang kesehatan adalah untuk mempertinggi derajat kesehatan,
termasuk didalamnya keadaan gizi masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas
hidup serta kecerdasan dan kesejahteraan pada umumnya (Depkes RI, 2003).
Dalam pertumbuhan anak, makanan merupakan salah satu zat yang paling
penting dalam perkembangan anak. Kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan
orang dewasa (Alimul Aziz, 2009).
Pada masa balita, anak sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat
pesat sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih banyak dengan
kualitas yang lebih tinggi. Hasil gizi dan pertumbuhan menjadi dewasa, sangat
tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan semasa balita. Gizi kurang atau gizi buruk
pada bayi dan anak-anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat berakibat
terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan otak (Ahmad Djaeni, 2000).
Secara umum terdapat 4 masalah gizi utama di indonesia yakni KEP (Kurang
Energi Protein), KVA (Kurang Vitamin A), Kurang Yodium (gondok endemik) dan
kurang zat besi(anemia gizi besi). Akibat dari kurang gizi ini adalah kerentanan
2
terhadap penyakit-penyakit infeksi dan dapat menyebabkan meningkatkan angka
kematian (Suhardjo, 2003).
Perlu diketahui bahwa pada masa balita terutama usia 1-5 tahun merupakan
tahap perkembangan yang pesat jika tidak didukung dengan gizi yang seimbang,
maka anak jatuh pada kondisi gizi kurang (Ahmad Djaeni, 2000).
United Nation's Children's Fund (UNICEF) mengungkap pada tahun 2010
tercatat jumlah kematian anak di bawah usia 5 tahun (balita) sebanyak 7,6 juta.
Menurut Depkes RI tahun 2010 angka kematian balita Indonesia masih tergolong
tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, dimana Indonesia
menduduki rangking ke-6 tertinggi dengan urutan Thailand (20 per 1.000), Vietnam
(18 per 1.000), Malaysia (10 per 1.000), Brunei Darussalam (8 per 1.000), Singapura
(3 per 1.000), dan Indonesia (2 per 1000) (Yendra, M. 2010).
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang
mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan
yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan
kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau
termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. Gizi kurang atau gizi
buruk pada balita berakibat dapat terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan
mereka. Cukup banyak orang yang termasuk golongan ini masyarakat yang
bersangkutan sulit sekali berkembang (Ahmad Djaeni, 2000).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) secara nasional menyebutkan
prevalensi berat kurang pada tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 13,0% gizi
kurang dan 4,9% gizi buruk. Data status gizi di Propinsi Riau berdasarkan indikator
3
berat badan menurut umur (BB/U) hasil laporan bulanan penimbangan balita pada
tahun 2009 dengan jumlah balita yang ditimbang 436.189 balita yaitu balita yang
mengalami gizi kurang sebanyak 34.645 (7,9%).
Profil Kesehatan Aceh tahun 2011, tercatat bahwa jumlah balita berstatus gizi
lebih sebesar 7.789 orang atau 2,73 %, gizi baik sebesar 189.856 orang atau 66.47%
dan berstatus gizi buruk sebesar 428 atau 0,15% dari jumlah keseluruhan balita
sebesar 460.871 anak balita (Dinkes Prov. Aceh, 2011)
Hasil laporan Dinas Kesehatan di Kabupaten Aceh Barat Daya diketahui
status gizi buruk pada balita pada tahun 2012 mulai Januari sampai Agustus adalah
21 orang (0,32%) dari 6466 jumlah Balita yang berumur 2-5 tahun, sedangkan pada
tahun 2011 status gizi buruk sebesar 4 orang dari 5693 balita yang berumur 2-5
tahun. Upaya perbaikan gizi yang dilakukan dengan meningkatkan kemandirian
dengan fokus keluarga mandiri sadar gizi dengan harapan mereka dapat mengenal
dan mencari permasalahan masalah yang dihadapi.agar kualitas pelayanan gizi
meningkat, maka harus meningkatkan partisipasi masyarakat dan kualitas peleyanan
gizi yang baik di puskesmas maupun di posyandu serta penyuluhan kepada balita gizi
buruk dan ibu hamil Kurang Energi Kronis (KEK) (Profil Dinkes Kab. Aceh Barat
Daya, 2012).
Dari hasil laporan Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh
Barat Daya yang terdiri dari 9 desa, terdapat jumlah balita usia 0-5 tahun sebasar 747
balita, diantaranya dengan status gizi buruk 3 orang (0,04%), gizi kurang 6 orang
(0,80%) dan gizi baik 738 orang (98,79%), Sedangkan balita yang berkunjung ke
4
puskesmas Sangkalan sebanyak 65 orang. (Laporan Bulanan Puskesmas Sangkalan,
2012).
Berdasarkan hasil observasi, di Puskesmas Sangkalan Kabupaten Aceh Barat
Daya yang terletak didaerah pesisir. Mata pencaharian penduduknya sebagian besar
yaitu nelayan dengan pendidikan yang bervariasi mulai dari SD sampai perguruan
tinggi. Dengan tingkat pendidikan yang bervariasi maka tingkat pengetahuan juga
bervariasi. Terlihat bahwa disekitar puskesmas balita dengan usia 1-5 tahun yaitu
didapatkan pada usia ini terlihat anak balita kurang diperhatikan oleh orang tuanya
terhadap kebiasaan makannya, yaitu banyak anak balita usia 1-5 tahun yang tidak
memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, dengan kebiasaan ibu yang kurang
memperhatikan pola makan anaknya dan kebiasaan ibu yang membiarkan anaknya
makan apa adanya yang penting anak ada makan dan kenyang. Hal ini disebabkan
oleh faktor kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi atau kemampuan untuk
menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Faktor lain juga terlihat
besarnya jumlah anak yang dimiliki oleh tiap keluarga serta ditemukannya anak balita
usia 1-5 tahun yang menderita penyakit ISPA dan diare yang merupakan salah satu
masalah penyakit infeksi yang menyebabkan kurang terpenuhinya status gizi anak.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor yang berhubungan dengan status gizi
balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh
Barat Daya.
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Faktor-Faktor yang berhubungan dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di
Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya”.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-Faktor yang berhubungan dengan status gizi balita usia
1-5 tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya
tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi balita usia 1-5
tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya
tahun 2013.
2. Untuk mengetahui hubungan jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita
usia 1-5 tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat
Daya tahun 2013.
3. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendapatan dengan status gizi balita usia 1-
5 tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya
Tahun 2013.
6
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi atau masukan bagi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar dalam mengisi perpustakaan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan lebih tentang status
gizi balita dimasyarakat selama bangku kuliah yang dijadikan dalam bentuk
karya ilmiah (skripsi).
2. Bagi perpustakaan Universitas Teuku Umar Meulaboh khususnya Faktor-
Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Usia 1-5 tahun di
puskesmas Sangkalan Kabupaten Aceh Barat Daya.
3. Bagi Puskesmas Sangkalan dapat dipakai sebagai informasi atau masukan
dalam meningkatkan pelayanan, khususnya pada program kegiatan
peningkatan pelayanan, program kegiatan peningkatan dan pengawasan
mengenai status gizi balita usia 1-5 tahun.
4. Bagi Dinas Kabupaten Aceh Barat Daya, hasil penelitian ini menjadi bahan
informasi peningkatan kegiatan penyuluhan gizi pada ibu balita tentang status
gizi balita usia 1-5 tahun.
5. Bagi Masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan masyarakat khususnya ibu- ibu tentang pentingnya gizi pada balita
usia 1-5 tahun.
8
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu- individu atau kelompok-
kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat energi
lain yang belum diperoleh. Dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya dapat
diukur secara antropometri (Suharjo, 2003).
Status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat
kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan
yang dampak fisiknya diukur secara antropometri (Suharjo, 2003), dan dikategorikan
berdasarkan standar baku WHO-NCHS dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB
Indikasi pengukuran dari variabel ini ditentukan oleh :
1. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan
berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya
kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.
Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya
adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah
dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes RI,
2002).
2. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa
jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan ya ng
mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun.
9
Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur)
atau melakukan penilaian dengan melihat perubahan berat badan pada saat
pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan
kini.
Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu
pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat
menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Depkes
RI, 2002).
Badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan
kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi
masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan
kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U
(tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi
Badan), jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya
hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan
gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak seha t
yang menahun ( Depkes RI, 2002).
2.1.2. Zat Gizi
Balita dalam proses tumbuh kembang, sehingga makanan sehari-hari harus
mencukupi kebutuhan gizi. Zat gizi atau zat makanan merupakan bahan dasar
penyusun bahan makanan. Zat gizi terdiri atas : (Soegeng Santoso dan Anne Lies,
2004).
10
a. Karbohidrat
Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan kelompok zat-zat organik yang
mempunyai struktur molekul yang berbeda-beda, meski terdapat persamaan dari
sudut dan fungsinya. Karbohidrat yang terkandung dalam makanan pada umumnya
hanya ada 3 jenis yaitu : polisakarida, disakarida dan monosakarida.
Karbohidrat terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan dan hanya sedikit yang termasuk bahan makanan hewani.
Fungsi utama karbohidrat yaitu:
1. Sumber utama energi yang murah.
2. Memberikan rangsangan mekanik.
3. Melancarkan gerakan paristaltik yang melancarkan aliran bubur makanan serta
memudahkan pembuangan tinja.
b. Protein
Protein merupakan zat gizi yang yang sangat penting karena yang paling erat
hubungannya dengan kehidupan. Protein mengandung unsur C, H, O dan unsur
khusus yang tidak terdapat pada karbohidrat maupun lemak yaitu nitrogen. Protein
nabati dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan protein hewani didapat dari
hewan.
Protein berrfungsi :
1. Membangun sel-sel yang rusak.
2. Membantu zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
3. Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap protein menghasilkan sekitar 4,1
kalori.
11
c. Lemak
Merupakan senyawa organik yang majemuk, terdiri dari unsur-unsur C, H, O
yang membentuk senyawa asam lemak dan gliserol, apabila bergabung dengan zat
lain akan membentuk lipoid, fosfol, poid, dan sterol. Fungsi lemak antara lain :
1. Sumber utama energi atau cadangan dalam jaringan tubuh dan bantalan bagi
organ tertentu dari tubuh.
2. Sebagai sumber asam lemak yaitu zat gizi yang esensial bagi kesehatan kulit dan
rambut.
3. Sebagai pelarut vitamin-vitamin (A, D, E, K) yang larut dalam lemak.
d. Vitamin
Vitamin bersal dari kata vitamine oleh Vladimin Funk karena disangka suatu
ikatan organik amine dan merupakan zat vitamin yang dibutuhkan untuk kehidupan.
Ternyata zat ini bukan bukan merupakan aminme, sehingga diubah menjadi vitamin.
Fungsi vitamin sebagai berikut:
1. Vitamin A : Fungsi dalam proses melihat, metabolisme umum, dan reproduksi.
2. Vitamin D : calciferol, berfungsi sebagai prohormon transport calcium kedalam
sel. Bahan makanan yang kaya vitamin D adalah susu.
3. Vitamin E : alpha tocoperol, berfungsi sebagai antioksidan alamiah dan
metabolisme selenium. Umumnya bahan makanan kacang-kacangan atau biji-
bijian khususnya bentuk kecambah, mengandung vitamin E yang baik.
4. Vitamin K : menadion, berfungsi didalam proses sintesis prothrombine yang
diperlukan dalam pembekuan darah. Vitamin K terdapat dalam konsentrasi tinggi
12
didalam ginjal. Paru-paru dan sumsum tulang. Pada penyerapan vitamin K
diperlukan garam empedu dan lemak.
e. Mineral
Mineral merupakan zat gizi yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang sedikit.
Mineral mempunya fungsi :
1. Sebagai pembentuk berbagai jaringan tubuh, tulang, hormon, dan enzim.
2. Sebagai zat pengatur
a. Berbagai proses metabolisme.
b. Keseimbangan cairan tubuh.
c. Proses pembekuan darah.
d. Kepekaan saraf dan untuk kontraksi otot.
2.1.3. Dampak yang Diakibatkan Oleh Kekurangan Gizi
Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan
pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak
yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap
akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal. (Soegeng Santoso dan
Anne Lies, 2004)
Dampak yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan
karena masalah gizi antara lain :
1. Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini
berarti berkurangnya kualitas sumber daya manusia di masa depan.
13
2. Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya
produktivitas kerja manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah
untuk meningkatkan fasilitas kesehatan.
3. Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak-anak. Akibatnya
diduga tidak dapat diperbaikibila terjadi kekurangan gizi semasa anak dikandung
sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas manusia usia muda ini,
berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan
bagi pembangunan bangsa.
4. Kekurangan gizi berakibat menurunya daya tahan manusia untuk bekerja yang
berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja manusia (Suhardjo, 2003).
Kekurangan gizi pada umumnya adalah menurunnya tingkat kesehatan
masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi
makanan rakyat. Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan
dan penggarapan diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial
budaya dan lain sebagainya (Suhardjo, 2003).
2.1.4. Penilain Status Gizi
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian
secara tidak langsung. Adapun penilain secara langsung dibagi menjadi empat
penilain yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan penilaian status
gizi secara tidak langsung terbagi atas tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik
vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2002).
14
2.1.4.1.Penilaian Secara Langsung
a. Antropometri
secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dipastikan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter antropometri merupakan penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri.
Rekomendasi dalam menilai status gizi anak dibawah lima tahun yang
dianjurkan untuk digunakan di Indonesia adalah baku World health Organization-
National Centre forHealth Statistic (WHO-NCHS).
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) (http://health.kompas.com/read/2012).
Menurut Depkes RI (2000) parameter berat badan / tinggi badan berdasarkan
katagori Z-score dikklasifikan menjadi 4 yaitu:
1. Gizi Buruk : < - 3 SD
2. Gizi Kurang : - 3 SD s/d < - 2 SD
3. Gizi Baik : - 2 SD s/d + 2 SD
4. Gizi Lebih : > + 2 SD
15
1. Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai
indikator dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara
intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang
massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan
keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status
gizi. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan
status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status) (Supariasa, 2002).
2. Indeks tinggi badan menurut badan (TB/U)
Indeks TB/U disamping memberikan status gizi masa lampau, juga lebih erat
kaitannya dengan status ekonomi. (Supariasa, 2002)
3. Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang lincar dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dengan kecepatan tertentu. Jelliffe pada tahun 1996, telah memperkenalkan
indeks ini untuk mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator
yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB adalah merupakan indek s
yang independen terhadap umur (Supariasa, 2002).
b. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
16
epitel (supervicial ephithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral
atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
(Supariasa, 2002).
c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, tinja dan
juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa, 2002).
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dan jaringan (Supariasi, 2002).
2.1.4.2. Penilaian Secara Tidak Langsung
a. Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Metode survei
konsumsi makanan untuk individu antara lain (Supariasa, 2002).
a) Metode recall 24 jam
b) Metode eshimated food record
c) Metode penimbangan makanan (food weighting)
d) Metode dietary history
e) Metode frekuensi makanan (food frequency)
17
1. Statistik Vital
Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data
beberapa statitistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian sebagai akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi.
2. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor
fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat
tergantung dari keadaan ekologis seperti iklim, irigasi dan lain- lain.
2.1.5. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) adalah gizi. Anak balita merupakan kelompok umur
yang sedang mengalami pertumbuhan badan yang pesat sehingga memerlukan zat
gizi yang tinggi untuk setiap kilogram berat badannya. Namun balita ini justru
merupakan kelompok umur yang paling sering kekurangan gizi (Santoso, 2004).
Akibat dari kekurangan gizi dapat memperlambat pertumbuhan mental dan
fisik anak balita. Masalah gizi juga dapat mengakibatkan seorang anak mengalami
gangguan pertumbuhan yang semestinya harus dilalui seorang balita. Masalah gizi
yang belum teratasi karena rendahnya kesadaran masyarakat tentang gizi, rendahnya
pendidikan, ketidaktauan masyarakat tentang pentingnya gizi pada masa anak balita,
dan tingkat ekonomi masyarakat yang rendah akibat kemiskinan, serta distribusi
makanan yang menguntungkan bagi balita (Santoso, 2004).
18
2.2 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita Usia 1-5 Tahun
Salah satu penyebab terjadi gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi
atau kemampuan untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-
hari. Tingkat pengetahuan gizi seorang besar pengaruhnya bagi perub ahan sikap
perilaku di dalam pemilihan bahan makanan, yang selanjutnya akan berpengaruh pula
pada keadaan gizi yang rendah disuatu daerah akan menentukan tingginya angka
kurang gizi secara nasional (Suharjo, 2003).
Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan
informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab penting dari
gangguan gizi. Ketidaktauan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta
adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung
menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada
umur dibah 2 tahun (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).
Kurangnya pengetahuan dan salah satu persepsi tentang kebutuhan pangan
adalah umum disetiap negara didunia. Penduduk dimanapun akan berujung dengan
bertambahnya pengetahuan gizi dan cara menerapkan informasi tersebut untuk orang
yang berbeda dengan tingkat usia dan keadaan fisiologis (Agus Krisno, 2004).
Pengetahuan seorang ibu dibutuhkan dalam perawatan anaknya, dalam hal
pemberian dan penyediaan makanannya, sehingga seorang anak tidak menderita
kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat disebabkan karena pemilihan bahan makanan
yang tidak benar. Pemilihan makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu
tentang bahan makanan. Ketidaktahuan dapat menyebabkan kesalahan pemilihan dan
pengolahan makanan, meskipun bahan makanan tersedia (Suharjo, 2003).
19
Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan. Dalam kehidupan
sehari-hari terlihat keluarga yang sungguhpun berpenghasilan cukup akan tetapi
makanan yang disajikan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian gangguan gizi
tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan tetapi juga
pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan
bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh merupakan sebab
buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan pada balita (Moehji,
2003).
Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan bagi
kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya
tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Moehji, 2003).
2.3 Hubungan Besarnya Keluarga/Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status
Gizi Balita Usia 1-5 Tahun
Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang
banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian anak, juga
kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi oleh
karena itu keluarga berencana tetap diperlukan (Soetjiningsih, 2005).
Pembagian dalam keluarga secara tradisional, ayah mempunyai perioritas
utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Untuk anak-anak yang
masih muda dan wanita selama tahun penuyapihan, pengaruh tambahan dari
pembagian pangan yang tidak merata dalam unit keluarga, dapat merupakan bencana,
baik bagi kesehatan maupun kehidupan (Soetjiningsih, 2005).
20
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada
masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat
miskin, akan lebih memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makanan
jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin
cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak
cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo,
2003).
Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rawan terhadap
kurang gizi di antara seluruh anggota dan anak yang paling kecil biasanya paling
terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebab seandainya besar keluarga bertambah
maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari
bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak
daripada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian anak-anak yang muda mungkin
tidak diberi cukup makan (Suhardjo, 2003).
Dengan semakin besarnya jumlah anggota keluarga maka akan semakin
kurangnya status gizi pada anak. Karena apabila mereka hidup dalam keluarga
dengan jumlah yang besar dan kesulitan dalam persediaan pangan tentunya masalah
gizi atau gangguan gizi akan timbul (Suhardjo, 2003).
21
2.4. Hubungan Pendapatan Orang tua Dengan Status Gizi Balita Usia 1-5
Tahun
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak
karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer
maupun yang sekunder (Soetijiningsih, 2005).
Umumnya, jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung ikut
membaik juga. Akan tetapi, mutu makanan tidak selalu membaik jika diterapkan
tanaman perdagangan. Tanaman perdagangan menggantikan produksi pangan untuk
rumah tangga dan pendapatan yang diperoleh dari tanaman perdagangan itu atau
upaya peningkatan pendapatan yang lain tidak dicanangkan untuk membeli pangan
atau bahan-bahan pangan berkualitas gizi tinggi (Suhardjo, 2003).
Ahli ekonomi berpendapat bahwa dengan perbaikan taraf ekonomi maka
tingkat gizi pendukung akan meningkat. Namun ahli gizi dapat menerima dengan
catatan, bila hanya faktor ekonomi saja yang merupakan penentu status gizi.
Kenyataannya masalah gizi bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor
ekonomi yang berperan tetapi faktor-faktor lain ikut menentukan. Oleh karene itu
perbaikan gizi dapat dianggap sebagai alat maupun sebagai sasaran dari pada
pembangunan (Suhardjo, 2003).
Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan terhadap
kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan ank yang paling kecil biasanya
paling berpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga mempengaruhi
keadaan gizi (Suhardjo, 2003)
22
Keadaan ekonomi keluarga dapat ditinjau dari pendapatan seseorang yang
akan memberikan dampak kearah yang baik atu kearah yang buruk. Keadaan
ekonomi akan berpengaruh terhadap penyediaan gizi yang cukup, dimana kurangnya
pendapatan akan menghambat aktivitas baik yang bersifat materialistik maupun non
materialistik. Disamping kebutuhan akan sandang, pangan dari perumahan,
pendapatan keluarga di pedesaan Prov Aceh dapat dikatagorikan sebagai berikut
(Depertemen Aceh, 2013).
1. Rendah apabila penghasilan ≤ Rp. 1.550.000
2. Tinggi apabila penghasilan > Rp. 1.550.000
2.5. Kerangka Teoritis
Berdasarkan uraian diatas, maka dibuatlah kerangka teoritis sebagai berikut :
Soeharjiningsih (2005)
- Tingkat Pengetahuan - Besar Keluarga - Pendapatan Keluarga
Suharjo (2003) - Tingkat Pengetahuan - Besar Keluarga - Tingkat Konsumsi Makanan - tingkat Pendapatan Keluarga
Depkes RI (2000)
- Pengetahuan
- Konsumsi Makanan
Status gizi balita usia
1-5 tahun
23
2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori Soejiningsih (2005), suharjo (2003) dan Depkes RI. (2000),
bahwa status balita usia 1-5 tahun dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya, yaitu dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Skema 3.1. Menurut sumber Soeharjiningsih (2005)
2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesa Alternatif (Ha)
1. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di
Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya.
2. Ada hubungan besar keluarga dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di
Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya.
3. Ada hubungan tingkat pendapatan orangtua dengan status gizi balita usia 1-5
tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat
Daya.
Pengetahuan Ibu
Status Gizi Balita usia 1-5
Tahun
Besar Keluarga / Jumlah Anggota Keluarga
Pendapatan Orang tua
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik dengan desain cross
sectional, untuk mengetahui gambaran Faktor-Faktor yang berhubungan dengan
status gizi balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh
Kabupaten Aceh Barat Daya.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh
Kabupaten Aceh Barat Daya.
3.2.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pada tanggal 11 s/d 24 April 2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai
balita usia 1-5 tahun yang berkunjung ke Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh
Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013. Dari data yang diperoleh semua ibu yang
mempunyai balita usia 1-5 tahun yang berkunjung ke Puskesmas Sangkalan
25
Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya dari bulan Januari 2012 sampai
Agustus 2012 berjumlah 65 orang anak balita.
3.3.2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling
menurut Budianto (2002), teknik pengambilan sampel secara total sampling
berdasarkan total populasi. Dalam penelitian ini kriteria sampel yang akan diambil
adalah semua ibu yang mempunyai balita usia 1-5 tahun yang berkunjung ke
Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya yaitu 65 anak
balita.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dilokasi penelitian melalui wawancara
menggunakan kuesioner kepada responden.
3.4.2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari gambaran umum di Puskesmas Sangkalan dan
referensi-referensi perpustakaan yang ada hubungan dengan peneliti serta literature-
literatur lainnya.
26
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
N
O
Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
ukur
Variabel Dependen
1. Status gizi balita isa 1-5 tahun
Gambaran keadaan gizi pada balita yang dilihat bersdasarkan bert badan dan umur
Mengukur BB/U
Menggunakan Dacin (Timbangan Bayi)
-Gizi lebih
- Gizi baik
- Gizi kurang - Gizi buruk
Ordinal
Variabel independen
2. Pengetahuan Ibu
Segala sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang makanan yang bergizi, dan tentang zat gizi yang diperlukan oleh balita.
Wawancara Kuesioner - Baik - Kurang
Ordinal
3. Basar Keluarga
Jumlah orang yang menjadi tanggung jawab dalam keluarga.
wawancara
Kuesioner - Kecil
- Besar
Ordinal
4. Pendapatan keluarga
Segala bentuk penghasilan atau penerimaan seluruh anggota keluarga dalam bentuk rupiah setiap bulannya.
wawancara
Kuesioner - Tinggi - Rendah
Ordinal
27
3.6 Aspek PengukuranVariabel
3.6.1 Variabel Dependen
Skala gizi balita usia 1-5 tahun
Untuk mengetahui gizi balita berdasarkan BB/U dapat di kelompokkan atas : (Depkes
RI, 2002).
1. Gizi Kurang : - 3 SD s/d < - 2 SD
2. Gizi Baik : - 2 SD s/d + 2 SD
3.6.2 Variabel Independen
1. Pegetahuan Ibu
a. Baik : jika skor jawaban responden menjawab > 7 dari total skor.
b. Kurang : jika skor jawaban responden menjawab ≤ 7 dari total skor.
2. Besarnya Orang Tua
a. Kecil : Jika jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang.
b. Besar : Jika jumlah anggota > 4 orang.
(BKKBN, 2008)
3. Pendapatan Keluarga
a. Tinggi : Jika pendapatan > 1.550.000
b. Rendah : Jika pendapatan ≤ 1.550.000
(Depnaker Aceh, UMP tahun 2013).
28
3.7 Pengolahan Data
Semua kuesioner yang telah diisi oleh responden dikumpulkan dan
dilanjutkan dengan pengolahan data. Pengolahan data dalam penelitian ini melalui
beberapa langkah yang dikutip dari Notoadmojo (2005) meliputi:
1. Editing
Setelah pengumpulan data, dilakukan pemeriksaan kembali terhadap
instrumen pengumpulan data (kuesioner), yang meliputi kelengkapan identitas
responden dan kelengkapan pengisian yang dilakukan oleh responden. Dari semua
lembaran kuesioner peneliti tidak ditemukan ketidak lengkapan pengisian, karena
ketika melakukan pengumpulan data penulis telah mengingatkan responden untuk
mengisi dengan lengkap dan penulis langsung memeriksa kelengkapan kuesioner
ketika penulis mengumpulkan kembali kuesioner dari responden.
2. Coding
Peneliti memberi kode berupa angka yang telah dikumpulkan guna
mempermudah pengenalan serta pengolahan data.
3. Transfering
Kemudian data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari
responden pertama sampai dengan responden terakhir. Kemudian dimasukkan dalam
tabel.
4. Tabulating
Mengumpulkan data dalam bentuk distribusi frekuensi dan menghitung jumlah
nilai total pada setiap kolom.
29
3.8. Analisis Data
Setelah diolah selanjutnya data yang telah dimasukkan kedalam tabel tersebut
dianalisa sebagai berikut:
3.8.1 Analisis Univariat
Hasil yang diperoleh kemudian dibuat rata-rata dan dibuat distribusi
frekuensi dari semua variabel.
3.8.2 Analisis Bivariat
Biasanya digunakan untuk menguji hipotesis dengan melihat hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen, menggunakan uji Chi-Square
dengan kriteria bahwa jika p-value ≥ 𝛼, maka hipotesa (Ho) diterima dan sebaliknya
apabila p-value < 𝛼, maka hipotesa (Ho) ditolak (Hastono, 2006).
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya
merupakan puskesmas operasional yang di bangun pada tahun 2006 dengan luas
tanah 1875 m2 . luas wilayah kerja puskesmas sangkalan yaitu 10,2 Km2 yang
meliputi 9 desa yaitu:
Tabel 4.1 Luas Wilayah dan jumlah Penduduknya
No
Nama Desa
Luas
wilayah
(km2)
Penduduk
Jumlah Laki-laki Perempuan
1. Blang Dalam 2.400 245 263 508 2. Meunasah 1.400 256 229 485
3. Gampong Drien 850 217 235 452
4. PadangPanjang 2.250 385 415 800
5. Panjang Baru 35 313 325 638
6. Kedri Palak Keduri 19.250 215 189 404
7. Ladang 11.250 556 530 1.086
8. Cot Mancang 1.350 328 286 614
9. Rubek meupayong 1.450 458 416 876
Jumlah 2.973 2.888 5.863
Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas sangkalan berjumlah 5.863
dengan jumlah laki- laki 2.973 orang dan jumlah perempuan 2.888 orang.
31
Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Sangkalan
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 2 Orang 2. D III Keperawatan 6 Orang
3. SPK 3 Orang 4. D III Kebidanan 3 Orang
5. Bidan PTT 7 Orang 6. Asisten Apoteker 1 Orang 7. Perawat gigi 2 Orang
8. SKM 2 Orang 9. D III Sanitasi 1 Orang
10. D I Sanitasi 1 Orang 11. S2 Non Kesehatan 2 Orang 12. SMU 4 Orang
Jumlah 34 Orang
4.1.2. Analisis Univariat
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi Balita Di
Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat
Daya
No Status Gizi Balita Usia 1-5 Tahun Frekuensi %
1 2
Gizi Baik Gizi Kurang
39 26
60,0 40,0
Total 65 100
Sumber Data Primer (Diolah, 2013)
Berdasarkan tabel 4.3 diatas bahwa, status gizi balita usia 1-5 tahun dalam
kategori status gizi baik 39 orang (60,0) dan kategori gizi Kurang sebanyak 26 orang
(40,0).
32
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu
Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas Sangkalan Kecamatan
Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya
No Pengetahuan Ibu Frekuensi %
1 2
Baik Kurang
43 22
66,2 33,8
Total 65 100
Sumber Data Primer (Diolah, 2013)
Berdasarkan tabel 4.4 diatas bahwa, dengan pengetahuan ibu terhadap status
gizi balita usia 1-5 tahun diantaranya adalah dalam kategori pengetahuan ibu baik
sebanyak 43 orang (66,2) dan 22 orang (33,8) dengan pengetahuan ibu yang Kurang.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota
Keluarga Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas Sangkalan
Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya
No Jumlah Anggota Keluarga Frekuensi %
1. 2.
Kecil Besar
43 22
66,2 33,8
Total 65 100
Sumber Data Primer (Diolah, 2013)
Berdasarkan tabel 4.5 diatas bahwa, jumlah anggota keluarga terhadap status
gizi balita usia 1-5 tahun diantaranya adalah responden dalam kategori keluarga kecil
sebanyak 43 Orang (66,2) dan keluarga besar sebanyak 22 orang (33,8).
33
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Orang tua Dengan
Status Gizi Balita Di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh
Kabupaten Aceh Barat Daya
No Pendapatan Orang Tua Frekuensi %
1. 2.
Tinggi Rendah
21 44
32,3 67,7
Total 65 100
Sumber Data Primer (Diolah, 2013)
Berdasarka table 4.6 di atas bahwa, pendapatan keluarga terhadap status gizi
balita usia 1-5 tahun diantaranya adalah responden dengan kategori pendapatan
keluarga yang tinggi sebanyak 21 orang (32,3) dan pendapatan keluarga yang rendah
sebanyak 44 orang (67,7).
4.1.3. Analisa Bivariat
Tabel 4.7 Hubungan Pegetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita Di Puskesmas
Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya
No Pengetahuan Ibu Status Gizi Jumlah P α
Baik Kurang
N % N % N %
1 Baik 24 55,8 19 44,2 43 100 0,487 0,05
2 Kurang 15 68,1 7 31,8 22 100
Total 39 26 65
Sumber Data Primer (Diolah, 2013)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan dari 43 responden/ibu balita yang
berpengetahuan baik, diantaranya balita dengan status gizi baik 24 balita (55,8%),
dan balita dengan Status gizi kurang 19 balita (44,2%). Sedangkan dari 22
responden/ibu balita yang berpengetahuan Kurang, diantaranya balita dengan status
gizi baik 15 balita (68,2%), dan balita dengan status gizi Kurang 7 balita (31,8%).
34
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan uji statistik dengan
menggunakan uji Chi-quare pada derajat kemaknaan 95% menunjukkan bahwa, tidak
ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di
Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, p-value =
0,487 > dari nilai α = 0,05.
Tabel 4.8 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita Di
Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat
Daya
No Jumlah Anggota
Keluarga
Status Gizi Jumlah P α
Baik Kurang
N % N % N %
1 Besar 10 45,5 12 54,5 22 100 0,149 0,05
2 Kecil 29 67,4 14 32,6 43 100
Total 39 26 65
Sumber Data Primer (Diolah, 2013)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan dari 43 responden/balita dengan
jumlah anggota keluarga yang kecil, diantaranya balita dengan status gizi baik 29
balita (67,4%), dan balita dengan Status gizi kurang 14 balita (32,6%). Sedangkan
dari 22 responden/balita dengan jumlah anggota keluarga yang besar diantaranya
balita dengan status gizi baik 10 balita (45,5%), dan balita dengan status gizi Kurang
12 balita (54,5%).
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan uji statistik dengan
menggunakan uji Chi-Square pada derajat kemaknaan 95% menunjukkan bahwa,
tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita usia 1-5
35
tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, p-
value = 0,149 > dari nilai α = 0,05.
Tabel 4.9 Hubungan Tingkat Pendapatan orangtua Dengan Status Gizi Balita
Di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat
Daya
No Pendapatan
Orang tua
Status Gizi Jumlah P α
Baik Kurang
N % N % N %
1 Tinggi 17 81,0 4 19,0 21 100 0,035 0,05
2 Rendah 22 50,0 22 50,0 44 100
Total 39 26 65
Sumber Data Primer (Diolah, 2013)
Berdasarkan tabel silang di atas menunjukkan dari 21 responden dengan
pendapatan orang tua yang tinggi, diantaranya balita dengan status gizi baik 17 balita
(81,0%), dan balita dengan Status gizi kurang 4 balita (19,0%). Sedangkan dari 44
responden pendapatan orangtua yang rendah, diantaranya balita dengan status gizi
baik 22 balita (50,0%), dan balita dengan status gizi Kurang 22 balita (50,0%).
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan uji statistik dengan
menggunakan uji Chi-square pada derajat kemaknaan 95% menunjukkan bahwa, ada
hubungan antara pendapatan orang tua ibu dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di
Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, P-Value =
0,035 < dari nilai α = 0,05.
36
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita
Hasil Penelitian dengan menggunakan uji Chi-square pada derajat kemaknaan
95% menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status
gizi balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh
Barat Daya, p-value = 0,487 > dari nilai α = 0,05.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hal yang sangat
penting untuk terbentuknya prilaku seseorang, apabila penerimaan prilaku baru
didasari oleh pengetahuan dan sikap yang positif maka prilaku tersebut akan lebih
bersifat langgeng. Sebaliknya apabila prilaku tidak didasari oleh pengetahuan maka
prilaku tersebut tidak akan berlangsung lama.
Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan
informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab penting dari
gangguan gizi (Suhardjo 2003).
Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya
kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi
penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada umur
dibawah 2 tahun (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI, 2000).
Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari beberapa faktor baik formal seperti
pendidikan yang didapat di sekolah-sekolah maupun non formal yang diantaranya
dapat diperoleh bila ibu aktif dalam kegiatan posyandu, PKK maupun kegiatan
penyuluhan kesehatan masyarakat. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seorang, dimana hal itu dikuatkan dengan
37
penelitian yang dilakukan Roger (1974) yang mengungkapkan bahwa perilaku yang
didasari oleh pengetahun (Notoatmodjo, 2003).
4.2.2 Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita
Hasil penelitian dengan menggunakan Uji Chi-square pada derajat
kemaknaan 95% menunjukkan bahwa, tidak ada hubungan antara jumlah anggota
keluarga dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan
Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, p-value = 0,149 > dari nilai α = 0,05.
Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat dari Suhardjo (2003), dengan
bertambahnya jumlah keluarga keluarga maka pangan untuk setiap anak berkurang
dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda
memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua. Dengan
demikian anak-anak yang muda mungkin tidak diberi makanan cukup makan.
Laju kelahiran yang tinggi berkaitan dengan kejadian kurang gizi, karena
jumlah pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk
suatu keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Akan tetapi tidak
cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo,
2003).
Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang
banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian anak, juga
kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi oleh
karena itu keluarga berencana tetap diperlukan (Soetjiningsih, 2005).
38
4.2.3 Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Balita
Hasil penelitian dengan menggunakan Uji Chi-square pada derajat
kemaknaan 95% menunjukkan bahwa, ada hubungan antara pendapatan orangtua ibu
dengan status gizi balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh
Kabupaten Aceh Barat Daya, p-value = 0,029 < dari nilai α = 0,05.
Ahli ekonomi berpendapat bahwa dengan perbaikan taraf ekonomi maka
tingkat gizi pendukung akan meningkat. Namun ahli gizi dapat menerima dengan
catatan, bila hanya faktor ekonomi saja yang merupakan penentu status gizi.
Kenyataannya masalah gizi bersifat multikompleks karena tidak hanya faktor
ekonomi yang berperan tetapi faktor-faktor lain ikut menentukan. Oleh karene itu
perbaikan gizi dapat dianggap sebagai alat maupun sebagai sasaran dar i pada
pembangunan (Suhardjo, 2003).
Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan terhadap
kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya
paling berpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga mempengaruhi
keadaan gizi (Suhardjo, 2003).
39
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan analitik seperti yang diuraikan pada
bab sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan sebagai berikut :
1. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita usia 1-5
tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya,
p-value = 0,487 > dari nilai α = 0,05.
2. Tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita
usia 1-5 tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat
Daya, p-value = 0,149 > dari nilai α = 0,05.
3. Ada hubungan antara pendapatan orang tua ibu dengan status gizi balita usia 1-5
tahun di Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya,
P-Value = 0,035 < dari nilai α = 0,05.
5.2. Saran
1. Bagi peneliti
Agar dapat memahami tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status
gizi balita usia 1-5 tahun.
2. Bagi institusi pendidikan
Agar dapat meningkatkan pengetahuan kemampuan mahasiswi tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan status gizi balita usia 1-5 tahun.
40
3. Bagi Puskesmas Sangkalan
Agar dapat memantau status gizi pada balita secara berkala oleh sub bagian gizi
sehingga keadaan status gizi balita dapat diketahui dan segera dilakukan
penanggulangan apabila terjadi penurunan status gizi.
4. Bagi Dinas Kesehatan Aceh Barat Daya
Agar dapat menggerakkan Puskesmas Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten
Aceh Barat Daya dalam melakukan penyuluhan tentang Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi) untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu dalam
memperhatikan status gizi balita.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia. Selemba Medika. Jakarta.
Berg, Alan. 1986.Peranan Gizi Dalam Perkembangan Nasional. Rajawali. Jakarta.
Deddy Muchtadi. 2002. Gizi Untuk Bayi: ASI, Susu Formula dan Makanan
Tambahan. Pusat Analisa dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian.
Penebar Surabaya. Jakarta.
Departemen Kesehatan dan Kesjahteraan Sosial RI. 2000. Penanggulangan gizi
buruk pada anak. Jakarta.
Departemen kesahatan RI. 2002. Memantau Pertumbuhan Balita. Jakarta.
.2003. Perencanaan Pembangunan Nasional Menuju
Indonesia Sehat 2010.Jakarta.
Depnaker NAD. 2009. UMP Provinsi NAD.
Dinkes Kabupaten Aceh Barat Daya. 2012. Profil Kesehatan. Kota Blangpidie.
Dinkes Provinsi NAD. 2009. Profil Kesehatan. Kota Banda Aceh.
Djaeni, Achmad & sediaotama. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Dian
Rakyat. Jakarta.
Krisno, Agus B. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Universitas Muhammadiyah Malang
Moehji, Sjahmien. 2003. Ilmu Gizi 2: Penanggulangan Gizi Buruk . Papas Sinar
Sinanti, Jakarta.
Notoatmojo Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta. Jakarat.
.Puskesmas Sangkalan Kabupaten Aceh Barat Daya. Laporan Bulanan 2012.
Sajogjo et al. 1994. Menuju Gizi Baik Yang Merata Di Perdesaan Dan Kota.UGM
Press. Yogyakarta.
Soegeng Santoso. 2004. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta, Jakarta.
Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti, 2004. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta,
Jakarta.
Soejtiningsih. 2005. Tumbuh Kembang Anak. ECG. Jakarta.
Suhardjo dkk. 1986. Pangan gizi dan pertanian. UI Press, Jakarta.
,.2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.
Supariasa. 2002. I Dewa Nyoman. Penilaian Status.Gizi. ECG. Jakarta.
http://health.kompas.com/read/2012/10/14/10162086/Zat.Gizi.
Recommended