View
122
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
penyakit pada telinga bagian dalam yang bisa bermanifestasi pada sistem pendengaran dan keseimbangan
Citation preview
FISTULA LABIRIN
I. PENDAHULUAN
Fistula adalah koneksi abnormal antara organ atau pembuluh darah
dengan struktur lain. Fistula biasanya disebabkan oleh trauma, proses
pembedahan, dan infeksi.1 Labirin adalah telinga bagian dalam yang terdiri
dari beberapa saluran yang saling terhubung secara kolektif yang terletak
di bagian petrosa dari tulang temporal.2
Fistula labirin adalah suatu erosi tulang dari kapsul labirin
sehingga terekspos tetapi tidak sampai menembus endosteum dari labirin.
Jika menembus endosteum dari labirin dapat menyebabkan kematian
telinga. Fistula banyak terjadi didaerah kanalis semisirkularis lateral, tetapi
juga bisa ditemukan pada lokasi lain seperti oval window, promontorium,
dan lokasi lainnya.3
Dari literatur dikatakan bahwa fistula labirin dijumpai pada lebih
dari 10% kasus dengan otitis media supuratif kronis (OMSK) maligna atau
OMSK dengan kolesteatoma. Dari penelitian ini ternyata kasus fistula
labirin didapatkan 19 kasus (18,1%). Grewal DS, et al di India (2003)
mendapatkan fistula labirin 11,46%, Palva (1971) menemukan 8%, Sanna
(1984) menemukan 12,5%, Ostri (1989) menemukan 10% dan Vartiainin
(1991) menemukan 10%. Hal ini disebabkan penderita datang dengan
penyakit yang sudah lanjut mungkin oleh karena sosial ekonomi yang
rendah dan kurangnya pengetahuan terhadap penyakit telinga berair dan
pada seluruh kasus dijumpai kolesteatoma durante operasi.4
Dari penelitian ini ditemukan bahwa penderita fistula labirin yang
terbanyak pada usia 11-20 tahun yaitu sebanyak 52,6%. Usia paling muda
adalah 9 tahun dan paling tua 35 tahun. Grewal, et al (2003) di India juga
menemukan usia terbanyak yang menderita fistula labirin adalah 11-20
tahun (36%).4
1
II. ANATOMI TELINGA
Telinga Dalam (Inner Ear)
Labirin membran
Istilah kolektif yang mengacu pada sistem kontinyu
endolimfa, yang berasal dari vesikel otik (otocyst). Membran ini
dikelilingi oleh ruang jaringan ikat yang mengandung perilimfa. Membran
labirin dibagi menjadi dua bagian, vestibular (dengan tiga saluran
berbentuk setengah lingkaran, utrikulus dan sakulus) dan koklea (dengan
duktus koklea). Dua bagian saling terhubung melalui duktus reuniens.5,6
Labirin osseus
Labirin osseus merupakan saluran yang membungkus saluran
labirin membran. Saluran setengah lingkaran yang dikelilingi oleh masing-
masing kanalis semisirkularis, utrikulus dan sakulus oleh vestibulum dan
saluran koklea oleh koklea.5,6
Bagian osseus dari labirin, terdiri dari tiga bagian :5,6
1. Vestibulum, yang membentuk bagian tengah labirin, yang relatif besar,
ruang berbentuk oval sekitar 4 mm. Vestibulum adalah pintu masuk
utama ke osseus labirin. Vestibulum bersambung dengan koklea di
bagian anterior dan kanalis semisirkularis di bagian posterior.
Komponen dari vestibulum, meliputi:
a. Tingkap lonjong / oval window, yang terletak di dasar vestibulum,
ujung anterior bagian utrikulus dari membran labirin. Utrikulus
adalah vesikel memanjang dengan ukuran kira-kira 3 mm.
Utrikulus terhubung dengan duktus semisirkularis.
b. Tingkap bulat / vestibular window, terletak di anterior dan sedikit
lebih di bawah dari oval window, yang terletak di bagian sacculus
dari membran labirin. Sacculus adalah vesikel berukuran sekitar 3
mm, dihubungkan melalui duktus semisirkularis dan saluran
utriculosaccular dengan duktus koklea dan utrikulus.
2
c. Lubang kecil untuk lewatnya saraf ke bagian vestibular dari telinga
bagian dalam yang terdapat pada dinding medial dan dekat dengan
dasar.
2. Kanalis semisirkularis merupakan saluran setengah lingkaran yang
terbentuk dari tulang padat yang mengelilingi duktus semisirkularis,
dengan benjolan yang disebut ampulla. Sedangkan duktus
semisirkularis merupakan saluran setengah lingkaran yang terbentuk
dari labirin membran yang berada di dalam kanalis semisirkularis. Tiga
saluran setengah lingkaran disusun dalam tiga bidang berbeda, yang
kira-kira tegak lurus satu sama lain. Duktus semisirkularis anterior dan
posterior masing-masing membentuk sudut sekitar 45º dengan bidang
frontal dan sagital. Sedangkan, duktus semisirkularis lateral
membentuk sudut sekitar 30º dengan bidang horizontal.
3. Koklea, berbentuk kerucut dan spiral, berongga dengan puncak
runcing yang disebut cupula. Dasarnya terletak di permukaan
anteromedial dari vestibulum dan ujung lateral dari meatus akustikus
internal. Bagian dari basal koklea membentuk promontorium dari
telinga tengah.5,6 Ujung koklea disebut helikotrema, menghubungkan
perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Pada irisan melintang
koklea, tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli
dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli
(Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran
basalis. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang
disebut membran tektoria, dan pada membran sel basal melekat sel
rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis
corti, yang membentuk organ Corti.7
3
4
Gambar 1. Labirin (Dikutip dari kepustakaan 8)
Gambar 2. Koklea (Dikutip dari kepustakaan 9)
III. FISIOLOGI PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh
daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong (oval
window).7,11
Gambar 4. Konduksi stimulasi suara (Dikutip dari kepustakaan 12)
5
Gambar 3. Potongan melintang koklea (Dikutip dari kepustakaan 10)
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes
yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala
vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut,
sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.7,11
Fisiologi Keseimbangan
Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea,
telinga dalam memiliki komponen khusus lain, yaitu aparatus vestibularis,
yang memberikan informasi yang penting untuk sensasi keseimbangan dan
untuk koordinasi gerakan – gerakan kepala dengan gerakan – gerakan
mata dan postur tubuh. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur
6
Gambar 5. Mekanisme pendengaran (Dikutip dari kepustakaan 9)
yang terletak di dalam tulang temporalis di dekat koklea-kanalis
semisirkularis dan organ otolit, yaitu utrikulus dan sakulus.11
Apartus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan
kepala seperti di koklea, semua komponen aparatus vestibularis
mengandung endolimfa dan dikelilingi oleh perilimfa. Juga, serupa dengan
organ korti, komponen vestibuler masing – masing mengandung sel
rambut yang berespon terhadap perubahan bentuk mekanis yang
dicetuskan oleh gerakan – gerakan spesifik endolimfa. Seperti sel – sel
rambut auditorius, reseptor vestibularis juga dapat mengalami depolarisasi
atau hiperpolarisasi, tergantung pada arah gerakan cairan.11
Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi
anguler atau rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau berhenti
berputar, berjungkir balik, atau memutar kepala. Tiap – tiap telinga
memiliki 3 kanalis semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam
bidang – bidang yang tegak lurus satu sama lain. Sel- sel rambut reseptif di
setiap kanalis semisirkularis terletak di atas suatu bubungan yang terletak
di ampula, suatu pembesaran di pangkal kanalis. Rambut-rambut terbenam
dalam suatu lapisan gelatinosa seperti topi diatasnya yaitu kupula yang
menonjol kedalam endolimfa di dalam ampula. Kupula bergoyang sesuai
arah gerakan cairan seperti gangang laut yang mengikuti arah gelombang
air.11
Akselerasi (percepatan) atau deselerasi (perlambatan) selama rotasi
kepala ke segala arah menyebabkan pergerakan endolimfa, paling tidak di
salah satu kanalis semisirkularis karena susunan tiga dimensi kanalis
tersebut. Ketika kepala mulai bergerak saluran tulang dan bubungan sel
rambut yang terbenam dalam kupula bergerak mengikuti gerakan kepala,
namun cairan didalam kanalis yang tidak melekat ke tengkorak mula –
mula tidak ikut bergerak sesuai arah rotasi, tetapi tertinggal di belakang
karena adanya inersia (kelembaman). Ketika endolimfa tertinggal saat
kepala mulai berputar, endolimfa yang terletak sebidang dengan gerakan
kepala pada dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan arah
7
gerakan kepala (serupa dengan tubuh anda yang miring ke kanan sewaktu
mobil yang anda tumpangi berbelok ke kiri). Gerakan cairan ini
menyebabkan kupula condong kearah yang berlawanan dengan arah
gerakan kepala, membengkokan rambut – rambut sensorik yang terbenam
di bawahnya. Apabila gerakan kepala berlanjut dalam arah dan gerakan
yang sama, endolimfa akan menyusul dan bergerak bersama kepala,
sehingga rambut – rambut kembali ke posisi tegak mereka. Ketika kepala
melambat dan berhenti, keadaan yang sebaliknya terjadi. Endolimfa secara
singkat melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala, sementara
kepala melambat untuk berhenti. Akibatnya kupula dan rambut –
rambutnya secara sementara membengkok sesuai dengan arah rotasi
semula, yaitu berlawanan dengan arah mereka membengkok ketika
akselerasi. Pada saat endolimfa secara bertahap berhenti, rambut – rambut
kembali tegak. Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi
perubahan kecepatan gerakan rotasi kepala. Kanalis tidak berespon jika
kepala tidak bergerak atau ketika bergerak secara sirkuler dengan
kecepatan tetap.11
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel
rambut pada organ otolit. Rambut – rambut pada sel rambut vestibularis
terdiri dari 20 – 50 stereosilia yaitu mikrofilus yang diperkuat oleh aktin
dan satu silium, kinosilium. Setiap sel rambut berorientasi sedemikian
rupa, sehingga sel tersebut mengalami depolarisasi ketika stereosilianya
membengkok kearah kinosilium, pembengkokan kearah yang berlawanan
menyebabkan hiperpolarisasi sel. Sel – sel rambut membentuk sinaps zat
perantara kimiawi dengan ujung – ujung terminal neuron aferen yang
akson – aksonnya menyatu dengan akson struktur vestibularis lain untuk
membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan saraf auditorius
dari koklea untuk membentuk saraf vestibulo koklearis. Depolarisasi sel
rambut meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi diserat –
serat aferen; sebaliknya, ketika sel – sel rambut mengalami
hiperpolarisasi, frekuensi potensial aksi diserat aferen menurun.11
8
Sementara kanalis semisirkularis memberikan informasi mengenai
perubahan rotasional gerakan kepala kepada SSP, organ otolit memberikan
informasi mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan mendeteksi
perubahan dalam kecepatan gerakan linier (bergerak dalam garis lurus
tanpa memandang arah).11
Utrikulus dan sakulus adalah struktur seperti kantung yang
terletak di dalam rongga tulang yang terdapat diantara kanalis
semisirkularis dan koklea. Rambut – rambut pada sel – sel rambut reseptif
di organ – organ ini juga menonjol kedalam suatu lembar gelatinosa
diatasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta
menimbulkan perubahan potensial di sel rambut. Terdapat banyak kristal
halus kalsium karbonat – otolit (batu telinga) yang terbenam dalam lapisan
gelatinosa, sehingga lapisan tersebut lebih berat dan lebih lembam
daripada cairan di sekitarnya. Ketika seseorang berada dalam posisi tegak,
rambut – rambut di dalam utikulus berorientasi secara vertikal dan rambut
– rambut sakulus berjajar secara horizontal.11
Masa gelatinosa yang mengandung otolit berubah posisi dan
membengkokan rambut – rambut dalam dua cara : 11
1. Ketika kepala digerakkan ke segala arah selain vertikal (yaitu selain
tegak dan menunduk), rambut – rambut membengkok sesuai dengan
arah gerakan kepala karena gaya gravitasi yang mendesak bagian atas
lapisan gelatinosa yang berat. Di dalam utrikulus tiap – tiap telinga,
sebagian berkas sel rambut diorientasikan untuk mengalami
depolarisasi dan sebagian lagi mengalami hiperpolarisasi ketika kepala
berada dalam segala posisi selain tegak lurus. Dengan demikian SSP
menerima pola – pola aktivitas saraf yang berlainan tergantung pada
posisi kepala dalam kaitannya dengan gravitasi.
2. Rambut – rambut utrikulus juga berubah posisi akibat setiap perubahan
dalam gerakan linier horizontal (misalnya bergerak lurus kedepan,
kebelakang, atau kesamping). Ketika seseorang mulai berjalan
kedepan, bagian atas membran otolit yang berat mula – mula tertinggal
9
di belakang endolimfa dan sel – sel rambut karena inersianya yang
lebih besar. Dengan demikian rambut – rambut menekuk kebelakang,
dalam arah yang berlawanan dengan arah gerakan kepala yang
kedepan. Jika kecepatan berjalan dipertahankan, lapisan gelatinosa
segera “menyusul” dan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan
kepala sehingga rambut – rambut tidak lagi menekuk. Ketika orang
tersebut berhenti berjalan, lapisan otolit secara singkat terus bergerak
kedepan ketika kepala melambat dan berhenti, membengkokan rambut
– rambut kearah depan. Denga demikian sel – sel rambut utrikulus
mendeteksi akselerasi atau deselerasi linier horizontal, tetapi tidak
memberikan informasi mengenai gerakan lurus yang berjalan konstan.
Sakulus mempunyai fungsi serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa
ia berespon secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi
horizontal (misalnya bangun dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi
atau deselerasi linier vertikal (misalnya meloncat – loncat atau berada
dalam elevator). 11
Sinyal – sinyal yang berasal dari berbagai komponen apartus
vestibularis dibawa melalui saraf vestibulokoklearis ke nukleus
vestibularis, satu kelompok badan sel saraf di batang otak, dan ke
sereberum. Di sini informasi vestibuler diintegrasikan dengan masukan
dari permukaan kulit, mata, sendi, dan otot, untuk :11
1. mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan;
2. mengontrol otot mata eksternal, sehingga mata tetap terfikasasi ke titik
yang sama walaupun kepala bergerak; dan
3. mempersepsikan gerakan dan orientasi.
IV. ETIOPATOGENESIS
Fistula di daerah labirin bisa disebabkan oleh komplikasi dari
infeksi kronis telinga tengah ataupun trauma. Trauma dengan perubahan
tekanan yang berlebihan pada telinga bagian dalam seperti menyelam
dalam air, trauma kepala, atau suara sangat keras dapat menyebabkan
10
pecah dan bocor pada telinga dalam. Adapun sampai saat ini penyebab
paling sering adalah erosi tulang oleh kolesteatoma pada otitis media
supuratif kronis tipe bahaya.13 Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial
yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu
menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Sebagaimana kita
ketahui bahwa seluruh epitel kulit pada tubuh kita berada pada lokasi yang
terbuka / terpapar ke dunia luar. Epitel kulit di liang telinga merupakan
suatu daerah Cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di liang
telinga dalam waktu yang lama maka dari epitel kulit yang berada medial
dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk
kolesteatoma. Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ
di sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh
karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses
nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti fistula
labirin dan labirinitis.14
V. KLASIFIKASI
Menurut Dornhoffer dan Milewskim, klasifikasi fistula labirin
dibagi menjadi empat jenis yaitu, tipe I, tipe IIa, tipe IIb, dan tipe III, yang
didasarkan pada tahapan yang berbeda terhadap defek di tulang, yaitu :
a. Fistula labirin tipe I adalah erosi tulang labirin dengan endosteum yang
intak.
b. Fistula labirin tipe IIa adalah erosi tulang labirin yang disertai dengan
ruang perilimfatik yang terbuka tetapi perilimfa tidak terganggu.
c. Fistula labirin tipe IIb adalah erosi tulang labirin yag disertai dengan
ruang perilimfatik yang terbuka dan perilimfa yang terganggu, baik
oleh penghisapan aktif yang disengaja sebelum pengenalan fistula atau
dengan pertumbuhan ke dalam dari kolesteatoma tersebut.
d. Fistula labirin tipe III adalah erosi tulang labirin yang disertai
terbukanya ruang perilimfatik dengan adanya destruksi pada labirin
membran. 15
11
Sebuah destruksi tulang pada labirin terdeteksi pada 10 kasus
(71,5%) pra-bedah. Konduksi tulang pra-operasi lebih buruk pada pasien
dengan fistula koklea dibandingkan pada mereka dengan fistula yang
terletak di SCCs atau Vestibula tersebut. Dalam kelompok terakhir ini ada
13 pasien tipe IIa (kelompok IIa), dan 8 pasien tipe IIb atau III (kelompok
IIb atau III). Namun, tidak ada perbedaan di konduksi tulang pra-operasi
antara kedua sub-kelompok tersebut. Tympanoplasty dilakukan pada 24
pasien tersebut. Konduksi tulang pasca operasi kelompok IIa dan IIb atau
kelompok III dibandingkan. Dua dari 13 pasien dalam kelompok IIa
(15,4%) dan 3 dari 8 di kelompok IIb atau III (37,5%) memiliki konduksi
tulang pasca operasi lebih buruk. Analisis statistik menunjukkan bahwa
konduksi tulang pasca operasi lebih cenderung untuk menjadi lebih buruk
pada pasien dengan stadium IIb atau III fistula labirin.16
VI. DIAGNOSIS
Anamnesis
Beberapa gejala yang dapat muncul pada penderita fistula labirin
diantaranya terjadi tuli total disisi yang sakit, vertigo ringan, nistagmus
spontan biasanya ke arah telinga yang sehat. Dapat menetap sampai
beberapa bulan atau sampai sisa labirin yang berfungsi dapat
mengkompensasinya. Penyebab paling umum dari fistula ini adalah
trauma pada kepala atau telinga. Peningkatan tekanan intrakranial yang
cepat juga dapat mengakibatkan fistula labirin. Fistula ini jarang terjadi
kongenital dan menyebabkan gangguan pendengaran yang progresif dan
vertigo di masa kecil.17
Pemeriksaan Fisis
Ditandai oleh awitan mendadak vertigo, biasanya disertai mual dan
muntah, kehilangan pendengaran derajat tertentu, dan mungkin tinnitus.
Episode pertama biasanya serangan mendadak paling berat, yang biasanya
terjadi selama periode beberapa minggu sampai bulan, yang lebih ringan.
Pengobatan untuk labirintitis bakterial meliputi terapi antibiotika
12
intravena, penggantian cairan, dan pemberian supresan vestibuler maupun
obat anti muntah.
Pemeriksaan Penunjang
Tes Fistula
Tes fistula dapat membantu memperjelas gejala klinis. Tes ini
mudah dilakukan, baik dengan tekanan dari balon karet atau dengan
menekan tragus untuk memberikan tekanan positif atau negatif pada
telinga melalui otoskop Siegel dengan corong telinga yang kedap atau
balon karet dengan bentuk elips pada ujungnya yang dimasukan ke dalam
liang telinga. Balon karet di pencet dan udara di dalamnya akan
menyebabkan perubahan tekanan udara di liang telinga. Bila fistula yang
terjadi masih paten maka akan terjadi kompresi dan ekspansi labirin
membran. Tes fistula positif jika terjadi nistagmus dan vertigo, disebabkan
karena pergerakan dari perilimfa. Hal ini menunjukkan bahwa labirin
masih berfungsi. Apabila fistulanya tertutup jaringan granulasi atau
labirinnya sudah tidak berfungsi lagi (mati/paresis kanal), maka tes fistula
akan negatif dan ini merupakan salah satu alasan kenapa pada penderita
fistula labirin dapat tanpa disertai keluhan vertigo, sehingga fistula labirin
baru teridentifikasi pada saat operasi.13,18
Radiologi
Pemeriksaan radiologik tomografi atau CT scan temporal adalah
salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat memperlihatkan adanya
fistula pada labirin yang biasanya ditemukan di kanalis semisirkularis
horizontal serta memperlihatkan gambaran kolesteatom yang
menyebabkan erosi daerah kapsul otik. Adanya kolesteatoma dan dugaan
fistula labirin merupakan indikasi untuk segera dilakukan tindakan
operasi, untuk menghindarkan komplikasi lebih lanjut seperti vertigo dan
tuli saraf.13,18
13
Gambar 6. Gambaran kolesteatom pada CT Scan Temporal
(Dikutip dari kepustakaan 19)
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan fistula labirin bertujuan untuk mencegah
terjadinya tuli sensorineural yang lebih berat dan mengurangi keluhan
terjadinya episode vertigo. Namun demikian, penatalaksanaan fistula
labirin masih merupakan kontroversi. Salah satu pendekatan dengan
mengangkat secara keseluruhan matriks kolesteatom yang menutupi fistula
kemudian menutup celah fistula dengan graf, pendekatan ini memiliki
alasan dengan meninggalkan matriks kolesteatom akan meningkatkan
terjadinya proses infeksi. Pendekatan lain dengan tetap meninggalkan
lapisan tipis matriks kolesteatom pada fistula. Pendekatan kedua ini
mempunyai pertimbangan dengan mengangkat matriks kolesteatom maka
labirin akan terekspos dan hal ini dapat merusak koklea dan meningkatkan
kejadian tuli sensorineural setelah operasi.13
Penatalaksanaan fistula labirin ini dilakukan pada saat operasi
dengan teknik timpanomastoidektomi dinding runtuh (open technique)
atau timpanomastoidektomi dinding utuh (close technique).13
14
Pada fistula labirin, operasi harus segera dilakukan untuk
menghilangkan infeksi dan menutup fistula, sehingga fungsi telinga dalam
dapat pulih kembali. Tindakan bedah harus adekuat untuk mengontrol
penyakit primer. Matriks kolesteatom dan jaringan granulasi harus
diangkat dari fistula sampai bersih dan didaerah tersebut harus segera
ditutup dengan jaringan ikat atau sekeping tulang / tulang rawan.
Antibiotik sistemik sebaiknya diberikan sebelum dan sesudah operasi
untuk mencegah penyebaran infeksi ke labirin.18
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan fistula labirin
yaitu dapat menyebabkan meningitis atau tuli total.18
IX. PROGNOSIS
Pada fistula labirin, infeksi mudah masuk sehingga kemungkinan
dapat terjadi labirinitis. Apabila terjadi infeksi dan dapat ditangani dengan
cepat dan baik serta belum terjadi komplikasi, maka prognosisnya baik
dan kebanyakan dapat sembuh secara total.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Vorvick L. Fistula. Available from: URL:
http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002365.htm Accessed:
September, 3rd 2013.
2. Probst R, Greves G, Iro H. Ear. In: Basic Otorhinolaryngology. New York:
George Thieme Verlag Stuttgart. 2006. p. 156.
3. Roland NJ, McRae RDR, McCombe AW. Labyrinthitis. In: Key Topics in
Otolaryngology and Head and Neck Surgery. Liverpool : BIOS Scientific
Publishers Limited. 1995. p.135-6.
4. Mardhiah A. Fistula Labirin Durante Mastoidektomi di RSUP Haji Adam
Malik Medan. Available from: URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18685/1/mkn-des2007-
40%20(1).pdf Accessed: September, 2nd 2013.
5. Robertson D. Pertinent Anatomy. In: Goycoolea MV, Paparella MM, Nissen
RL.Atlas of Otologic Surgery. United States of America: W. B. Saunders
Company. 1989. p. 18 – 20.
6. Csillag A and Toth M. The Organ of Hearing And Equilibrium. In: Csillag
A. Atlas of The Sensory Organs Functional and Clinical Anatomy. New
Jersey: Humana Press. 2005. p. 7-11.
7. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran. In:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI, 2007: p. 10-18.
8. Hain TC and Helminski JO. Anatomy and Physiology of The Normal
Vestibular System. Available from: URL:
http://www.health.utah.edu/pt/facultystaff/materials/courses/Vestib_APreadi
ng_sm.pdf. Accessed: September, 2nd 2013.
9. Stuart I, Pierce C. Human Physiology. 8th ed. New York: McGraw-Hill;
2004. p. 255-60.
16
10. Maroonroge S, Emanuel DC, Letowski TR. Basic Anatomy of The Hearing
System. Available from: URL:
http://www.usaarl.army.mil/publications/HMD_Book09/files/Section
%2015%20-%20Chapter%208%20Ear%20Anatomy.pdf Accessed:
September, 2nd 2013.
11. Sherwood L. Sistem Saraf Perifer: Divisi Aferen; Indera. In: Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem.6th ed.Jakarta: EGC, 2001: p.234-243.
12. Agamemnon D, Stefan S. Color Atlas of Physiology. 5th ed. New York:
Thieme; 2003. p. 364-366.
13. Edward Y, Hanifatyevi. Penatalaksanaan Fistula Labirin Akibat Komplikasi
OMSK Tipe Bahaya. Available from: URL:
http://repository.unand.ac.id/id/eprint/18128 Accessed: August, 26th 2013.
14. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. In: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI, 2007: p. 70-1.
15. Gocea A, Martinez-Vidal B, Panuschka C, et all. Preserving bone
conduction in patients with labyrinthine fistula. Available from: URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21915756 Accessed: September, 2nd
2013.
16. Murata J, Doi K, Obata H, et all. Labyrinthine fistulas in cholesteatoma.
Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10388314
Accessed: September, 2nd 2013.
17. Goto F, Ogawa K, Kunihiro T, Kurashima K, Kobayashi H, Kanzaki J.
Perilymph Fistula--45 Case Analysis. Japan: Department of Otolaryngology,
School of Medicine, Keio University, Tokyo, 2001: p .29–33. Available
from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11137360 Accessed:
September, 2nd 2013
18. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Komplikasi Otitis Media Supuratif. In:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
17
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI, 2007: p. 80-1.
19. Chu H, Chung WH. Perilymph Fistula Test. N Engl J Med. 2012;366;4
18
Recommended