View
954
Download
54
Category
Preview:
Citation preview
GIGI IMPAKSI RAHANG BAWAH
DAN PENATALAKSANAANNYA
I. DEFINISI GIGI IMPAKSI
Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan
posisinya berlawanan dengan gigi lainnya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh
tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh
karena adanya jaringan patologis. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila gigi
antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada
sisi yang lain sudah erupsi.
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang
seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktersediaan ruangan yang cukup pada
rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut.
II. ETIOLOGI GIGI IMPAKSI
Etiologi dari gigi impaksi bermacam-macam di antaranya kekurangan ruang,
kista, gigi supernumerari, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali, dan kondisi
sistemik. Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah
ukuran gigi. Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi
adalah bentuk gigi. Bentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi. Satu hal yang perlu
diperhatikan dan perlu diingat bahwa gigi permanen sejak erupsi tetap tidak berubah.
1
Pada umumnya, gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta
letaknya terletak pada maksila dan mandibula. Tetapi pada saat gigi susu tanggal
tidak terjadi celah antargigi, maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi
permanen penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan
salah satu penyebab terjadinya impaksi.
Penyebab meningkatnya impaksi gigi geraham rahang bawah disebabkan oleh
karena faktor kekurangan ruang untuk erupsi. Hal ini dapat dijelaskan antara lain
jenis makanan yang dikonsumsi umumnya bersifat lunak, sehingga untuk mencerna
tidak memerlukan kerja yang kuat dari otot-otot pengunyah, khususnya rahang
bawah menjadi kurang berkembang.
Istilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab
terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang
normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini biasanya berupa
hambatan dari sekitar gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri.
Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena :
1. Tulang yang tebal serta padat
2. Tempat untuk gigi tersebut kurang
3. Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut
4. Adanya gigi desidui yang persistensi
5. Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat
Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi karena :
1. Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal, dan lain-lain.
2. Daya erupsi gigi tersebut kurang.
a. Berdasarkan Teori Filogenik
Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi
mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola
makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi
antara lain perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan, atau infeksi lokal.
Ada suatu teori yang menyatakan berdasarkan evolusi manusia dari
zaman dahulu sampai sekarang bahwa manusia itu makin lama makin kecil dan
ini menimbulkan teori bahwa rahang itu makin lama makin kecil, sehingga tidak
2
dapat menerima semua gigi yang ada. Tetapi teori ini tidak dapat diterima,
karena tidak dapat menerangkan bagaimana halnya bila tempat untuk gigi
tersebut cukup, tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh secara normal misalnya
letak gen abnormal dan mengapa ada bangsa yang sama sekali tidak mempunyai
gigi terpendam, misalnya Bangsa Eskimo, Bangsa Indian, Bangsa Maori, dan
sebagainya.
Kemudian seorang ahli yang bernama Nodine, mengatakan bahwa
sivilisasi mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. Makin maju suatu
bangsa maka stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang.
Kemajuan bangsa mempunyai hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena
bangsa yang maju diet makanannya berbeda dalam tingkatan kekerasan
dibandingkan dengan bangsa yang kurang maju. Misalnya, bangsa-bangsa
primitif lebih sering memakan makanan yang lebih keras sedangkan bangsa
modern lebih sering makan malanan yang lunak, sehingga tidak atau kurang
memerlukan daya untuk mengunyah, sedangkan mengunyah merupakan
stimulasi untuk pertumbuhan rahang.
b. Berdasarkan Teori Mendel
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara
lain jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi
susu yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu
sempit karena pertumbuhan tulang rahang kurang sempurna, dan menurut teori
Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai rahang kecil, dan salah satu orang
tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang anaknya berahang
kecil dan bergigi besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat terjadi
kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga terjadi impaksi.
c. Menurut Berger
Kausa Lokal
1. Posisi gigi yang abnormal
2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga
3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut
3
4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut
5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)
6. Pencabutan gigi yang prematur
7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling
gigi
8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena
inflamasi atau abses yang ditimbulkannya
9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-
anak.
Kausa Umum
1. Kausa prenatal
a. Keturunan
b. Miscegenation
2. Kausa postnatal
Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan
pada anak-anak seperti :
a. Ricketsia
b. Anemia
c. Syphilis kongenital
d. TBC
e. Gangguan kelenjar endokrin
f. Malnutrisi
3. Kelainan pertumbuhan
a. Cleido cranial dysostosis
Terjadi pada masa kongenital di mana terjadi kerusakan atau
ketidakberesan pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan
persistensi gigi susu dan tidak erupsinya atau tidak terdapat gigi
permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi supernumerari
yang rudimeter.
b. Oxycephali
4
Suatu kelainan di mana terdapat kepala yang lonjong, diameter
muka belakang sama dengan dua kali kanan atau kiri. Hal ini
mempengaruhi pertumbuhan rahang.
c. Progeria
d. Achondroplasia
e. Celah langit-langit
III.GIGI YANG PALING SERING MENGALAMI IMPAKSI
Gigi impaksi merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di masyarakat.
Gigi impaksi merupakan sumber potensial yang terus-menerus dapat menimbulkan
keluhan sejak gigi mulai erupsi. Keluhan utama yang paling sering dirasakan adalah
rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi di sekeliling gusi gigi tersebut bahkan
kadang-kadang dapat mempengaruhi estetis.
Gigi molar tiga adalah gigi yang paling akhir erupsi dalam rongga mulut,
yaitu pada usia 18-24 tahun. Keadaan ini kemungkinan menyebabkan gigi molar tiga
lebih sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena seringkali tidak
tersedia ruangan yang cukup bagi gigi untuk erupsi. Menurut Chu yang dikutip oleh
Alamsyah dan Situmarong, 28,3 % dari 7.468 pasien mengalami impaksi, dan gigi
molar tiga mandibula yang paling sering mengalami impaksi (82,5%).
Adapun sumber lain yang menyebutkan bahwa erupsi gigi molar ketiga
rahang bawah banyak ditemukan pada pasien berusia 16 sampai dengan 21 tahun.
Disebutkan bahwa penyebab adanya kesulitan erupsi gigi adalah kurangnya atau
terbatasnya ruang untuk erupsi sehingga gigi molar ketiga bawah sering mengalami
impaksi.
Frekuensi gigi impaksi yang terjadi sesuai dengan urutan berikut.
1. Molar ketiga rahang bawah
2. Molar ketiga rahang atas
3. Kaninus rahang atas
4. Premolar rahang bawah
5. Kaninus rahang bawah
6. Premolar rahang atas
5
7. Insisivus sentralis rahang atas
8. Insisivus lateralis rahang atas
Perkembangan dan pertumbuhan gigi-geligi seringkali mengalami gangguan
erupsi, baik pada gigi anterior maupun gigi posterior. Frekuensi gangguan erupsi
terbanyak pada gigi molar ketiga, baik di rahang atas maupun rahang bawah diikuti
gigi kaninus rahang atas. Gigi dengan gangguan letak salah benih akan menyebabkan
kelainan pada erupsinya, baik berupa erupsi di luar lengkung yang benar atau bahkan
terjadi impaksi. Gigi dinyatakan impaksi apabila setelah mengalami kegagalan erupsi
ke bidang oklusal.
IV. TANDA ATAU KELUHAN GIGI IMPAKSI
Ada beberapa orang yang mengalami masalah dengan terjadinya gigi
impaksi. Dengan demikian, mereka merasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan rongga mulut. Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi
impaksi antara lain :
1. Inflamasi, yaitu pembengkakan di sekitar rahang dan warna kemerahan pada
gusi di sekitar gigi yang diduga impaksi.
2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga
meresorpsi gigi tetangga.
3. Kista (folikuler).
4. Rasa sakit atau perih di sekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama
(neuralgia).
5. Fraktur rahang (patah tulang rahang).
V. KLASIFIKASI UMUM GIGI IMPAKSI
Gigi impaksi diklasifikasikan menjadi :
1. Klasifikasi Menurut Pell & Gregory
6
a. Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan M2 dengan cara
membandingkan lebar mesio-distal M3 dengan jarak antara bagian distal
M2 ke ramus mandibula.
Kelas I : Terdapat ruang yang cukup untuk erupsi
Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus ascendens mandibula.
Kelas II : Ruang untuk erupsi lebih kecil
Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara
distal gigi molar kedua dengan ramus ascendens mandibula.
Kelas III : Tidak terdapat ruang untuk erupsi
Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus
mandibula.
b. Berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang
7
Posisi A
Bagian tertinggi dari gigi M3 sama atau lebih tinggi dari bidang oklusal
M2.
Posisi B
Bagian tertinggi dari gigi M3 berada di bawah bidang oklusal M2,
tetapi masih lebih tinggi daripada garis servikal M2.
Posisi C
Bagian tertinggi dari gigi M3 terletak di bawah garis servikal M2.
Kedua klasifikasi ini biasanya digunakan berpasangan. Misalnya, Klas I
tipe B artinya panjang mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak
distal molar kedua ramus mandibula dan posisi molar ketiga berada di bawah
garis oklusal tetapi masih di atas servikal gigi molar kedua.
2. Klasifikasi Menurut George Winter
Berdasarkan posisi gigi M3 terhadap gigi M2
a. Vertikal
b. Horizontal
c. Inverted
d. Mesioangular (miring ke mesial)
e. Distoangular (miring ke distal)
f. Buccoangular (miring ke bukal)
g. Linguoangular (miring ke lidah)
h. Posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position
8
3. Klasifikasi Menurut Archer
Acher memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang atas.
a. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi Pell dan Gregory.
Bedanya, klasifikasi ini berlaku untuk gigi atas.
Kelas A
Bagian terendah gigi molar ketiga setinggi bidang oklusal molar kedua.
Kelas B
Bagian terendah gigi molar ketiga berada di atas garis oklusal molar
kedua, tetapi masih di bawah garis servikal molar kedua.
Kelas C
Bagian terendah gigi molar ketiga lebih tinggi daripada garis servikal
molar kedua.
b. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi George Winter.
Berdasarkan hubungan molar ketiga dengan sinus maksilaris.
Sinus Approximation
Bila tidak dibatasi tulang atau ada lapisan tulang yang tipis di antara
gigi impaksi dengan sinus maksilaris.
Non Sinus Approximation
9
Bila terdapat ketebalan tulang yang lebih dari 2 mm antara gigi molar
ketiga dengan sinus maksilaris.
4. Klasifikasi Impaksi
a. Gigi Kaninus (C) Rahang Atas
Klas I
Gigi berada di palatum dengan posisi horizontal, vertikal, atau semi
vertikal.
Klas II
Gigi berada di bukal, dengan posisi horizontal, vertikal, atau semi
vertikal.
Klas III
Gigi dengan posisi melintang, korona di palatinal, akarnya melalui atau
berada di antara akar-akar gigi tetangga dan apeks berada di sebelah
labial atau bukal di rahang atas atau sebaliknya.
Klas IV
Gigi berada vertikal di prosessus alveolaris di antara gigi insisivus dan
premolar.
Klas V
Impaksi kaninus berada pada edentolous (rahang yang ompong).
b. Gigi Kaninus (C) Rahang Bawah
Level A
Mahkota gigi kaninus terpendam berada di servikal line gigi
sebelahnya.
Level B
Mahkota gigi kaninus terpendam berada di antara garis servikal dan
apikal akar gigi di sebelahnya.
Level C
Mahkota gigi kaninus terpendam berada dibawah apikal akar gigi
sebelahnya.
10
5. Klasifikasi Impaksi Gigi Premolar (P)
Impaksi Premolar sering terjadi karena pencabutan prematur dari gigi
molar desidui. Dibanding gigi Premolar satu, lebih sering terjadi pada gigi
Premolar dua karena Premolar dua lebih lama erupsinya.
Impaksi pada Premolar mandibula lebih sering mengarah ke lingual dari
pada ke bukal, sedangkan pada maksila lebih sering ke palatinal daripada ke
bukal. Letaknya lebih sering vertikal, daya erupsinya lebih besar. Jika korona
belum nampak di rongga mulut dan gigi terletak di arkus dentalis maka
pengambilan gigi diambil dari bukal.
VI. PERTUMBUHAN MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH
Gigi geraham bungsu bawah adalah gigi terakhir pada lengkung mandibula
dan gigi kedelapan dari garis tengah. Ia membantu gigi-geligi molar bawah lain
dalam mengelilingi dan menghancurkan makanannya, walaupun sering ia tidak dapat
melakukan fungsinya karena posisinya yang buruk, misalnya impaksi. Karena alasan
ini banyak contoh gigi molar ketiga praktis tampak tidak terkikis.
Kronologi pertumbuhan gigi molar ketiga yaitu :
a. Tahap inisiasi, terjadi pada umur 3,5-4 tahun. Tahap inisiasi adalah permulaan
pembentukan kuntum gigi (bud) dari jaringan epitel mulut.
b. Kalsifikasi dimulai, pada umur 8-10 tahun.
c. Pembentukan mahkota, pada umur 12-16 tahun.
d. Tahap erupsi, pada umur 17-21 tahun.
e. Pembentukan akar selesai, terjadi pada umur 18-25 tahun.
Rata-rata gigi molar ketiga bawah mengalami kalsifikasi pada usia 9 tahun
dan erupsi penuh pada usia 20 tahun. Proses pembentukan akar sempurna terjadi
pada usia 22 tahun. Dengan keluarnya gigi molar ketiga, maka selesailah proses
erupsi aktif gigi tetap.
Puncak tonjol mesial dan distal dari gigi molar ketiga bawah dapat
diidentifikasi pada usia kurang dari 8 tahun. Kalsifikasi enamel lengkap terjadi pada
usia 12 sampai 16 tahun. Erupsi terjadi antara usia 15 sampai 21 tahun atau lebih dan
akar terbentuk lengkap antara usia 18 sampai 25 tahun.
11
Molar ketiga bawah klasik mempunyai bentuk mahkota yang sangat mirip
dengan molar kedua bawah, dengan 4 cusp dan morfologi molar bawah yang khas
seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi dengan lebih banyak fisura tambahan
yang berjalan dari fossa sentral. Seperti pada gigi geraham bungsu atas, bentuk
dasarnya menjadi sasaran banyak variasi.
Bila dilihat dari permukaan oklusal, kecembungan permukaan bukal yang
jelas mudah dibedakan dari permukaan lingual yang lebih datar. BagIan oklusal
peripheral secara keseluruhan serupa dengan molar bawah lain yang secara kasar
berbentuk bujur atau empat persegi, tetapi sudutnya cenderung lebih membulat
sampai tingkat beberapa molar ketiga bawah mempunyai bagan oklusal hampir
bundar. Lebar bukolingual gigi ini terkecil pada ujung distal.
Pada dasarnya dua akar, satu mesial dan satu distal, mirip dengan molar
bawah lain, kecuali bahwa ia lebih pendek dan tidak berkembang baik atau bisa
cenderung saling berfusi menjadi satu massa kerucut dalam beberapa kasus.
Lengkungan akar selalu ke distal, dan biasanya lebih besar daripada molar kedua
bawah. Dengan cara yang sama, lengkungan akar molar kedua bawah distal lebih
jelas daripada molar pertama bawah.
VII. KLASIFIKASI IMPAKSI GIGI MOLAR KETIGA RAHANG
BAWAH
1. Berdasarkan Sifat Jaringan
Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. Impaksi jaringan lunak
Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang
mencegah erupsi gigi secara normal. Hal ini sering terlihat pada kasus
insisivus sentral permanen, di mana kehilangan gigi sulung secara dini yang
disertai trauma mastikasi menyebabkan fibromatosis.
b. Impaksi jaringan keras
12
Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan
oleh tulang sekitar, hal ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di
sini, gigi impaksi secara utuh tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap
jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak terlihat. Jumlah tulang secara
ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong sebelum dicabut.
2. Klasifikasi Pell dan Gregory
Pell dan Gregory menghubungkan kedalaman impaksi terhadap bidang
oklusal dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan
dan diameter mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang tersedia antara
permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens mandibula dalam
pendekatan lain.
a. Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula
Klas I
Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara
batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua.
Pada klas I ada celah di sebelah distal Molar kedua yang potensial
untuk tempat erupsi Molar ketiga.
Klas II
Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak
adekuat untuk erupsi gigi. Sebagai contoh, diameter mesiodistal gigi
13
lebih besar daripada ruang yang tersedia. Pada klas II, celah di sebelah
distal M.
Klas III
Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula-akses yang sulit. Pada
klas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.
b. Berdasarkan jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi
Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan berdasarkan
kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal Molar kedua di
sebelahnya.
Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang bawah :
Posisi A
Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan
oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar ketiga yang impaksi
berada pada atau di atas garis oklusal.
Posisi B
Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servical dan
bidang oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar ketiga di
bawah garis oklusal tetapi di atas garis servikal Molar kedua.
Posisi C
Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal gigi
molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila.
Mahkota gigi yang impaksi terletak di bawah garis servikal.
14
3. Klasifikasi Winter
Winter mengajukan sebuah klasifikasi impaksi gigi molar ketiga
mandibula berdasarkan hubungan gigi impaksi terhadap panjang aksis gigi molar
kedua mandibula. Beliau juga mengklasifikasikan posisi impaksi yang berbeda
seperti impaksi vertikal, horizontal, inverted, mesioangular, distoangular,
bukoangular, dan linguoangular. Quek et al mengajukan sebuah sistem
klasifikasi menggunakan protractor ortodontik. Dalam penelitian mereka,
angulasi dideterminasikan menggunakan sudut yang dibentuk antara pertemuan
panjang aksis gigi molar kedua dan ketiga. Mereka mengklasifikasikan impaksi
gigi molar ketiga mandibula sebagai berikut:
a. Vertikal (10 sampai dengan -10)
b. Mesioangular (11 sampai dengan -79)
c. Horizontal (80 sampai dengan 100)
d. Distoangular (-11 sampai dengan -79)
e. Lainnya (-111 sampai dengan -80)
Teori didasarkan pada inklinasi impaksi gigi molar ketiga terhadap
panjang axis gigi molar kedua.
Gambar. (1) mesioangular; (2) distoangular; (3) vertical; (4) horizontal;
(5) buccoangular; (6) linguoangular; (7) inverted
a. Mesioangular
Gigi impaksi mengalami tilting terhadap molar kedua dalam arah mesial.
b. Distoangular
15
Axis panjang molar ketiga mengarah ke distal atau ke posterior menjauhi
molar kedua.
Gambar. Impaksi mesioangular molar ketiga rahang bawah kanan
dan distoangular pada molar ketiga rahang bawah kiri
(catatan: gigi molar ketiga rahang bawah tidak erupsi)
c. Horizontal : Axis panjang gigi impaksi horisontal.
Gambar. Impaksi horizontal bilateral molar ketiga rahang bawah
d. Vertikal
Axis panjang gigi impaksi berada pada arah yang sama dengan axis panjang
gigi molar kedua.
16
Gambar. Sebuah impaksi dengan posisi vertikal
e. Bukal atau lingual
Sebagai kombinasi impaksi yang dideskripsikan di atas, gigi juga dapat
mengalami impaksi secara bukal atau secara lingual.
f. Transversal
Gigi secara utuh mengalami impaksi pada arah bukolingual.
g. Signifikansi
Tiap inklinasi memiliki arah pencabutan gigi secara definitif. Sebagai
contoh, impaksi mesioangular sangat mudah untuk dicabut dan impaksi
distoangular merupakan posisi gigi yang paling sulit untuk dicabut.
Gigi maksila dengan posisi bukal lebih mudah dicabut karena tulang
yang menutupi gigi lebih tipis, sedangkan gigi pada sisi palatal tertutupi jumlah
tulang yang banyak, dan membuat ekstraksi sulit untuk dilakukan.
Posisi mesioangular paling sering terjadi pada impaksi gigi bawah
sedangkan posisi distoangular paling sering terjadi pada impaksi gigi atas.
Untungnya kedua gigi tersebut juga paling mudah pencabutannya. Didasarkan
pada hubungan ruang, impaksi juga dikelompokkan berdasarkan hubungan bukal
lingualnya. Kebanyakan impaksi Molar ketiga bawah mempunyai mahkota
mengarah ke lingual. Pada impaksi Molar ketiga yang melintang, orientasi
mahkota selalu ke lingual. Hubungan melintang juga terjadi pada impaksi gigi
atas tetapi jarang.
4. Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Thoma
Thoma mengklasifikasikan kurvatura akar gigi molar ketiga yang
mengalami impaksi ke dalam tiga kategori:
17
a. Akar lurus (terpisah atau mengalami fusi)
b. Akar melengkung pada sebuah posisi distal
c. Akar melengkung secara mesial
5. Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Killey dan Kay
Killey dan Kay mengklasifikasikan kondisi erupsi gigi molar ketiga
impaksi dan jumlah akar ke dalam tiga kategori yaitu :
a. Erupsi
b. Erupsi sebagian
c. Tidak erupsi
6. Menurut American Dental Association
Jumlah akar mungkin berjumlah dua atau multipel. Gigi impaksi juga
dapat terjadi dengan akar yang mengalami fusi. Dengan tujuan untuk
memberikan mekanisme logis dan praktik untuk industry asuransi. American
Association of Oral and Maxillofacial Surgeons mengklasifikasikan gigi impaksi
dan tidak erupsi berdasarkan prosedur pembedahan yang dibutuhkan untuk
melakukan pencabutan, daripada posisi anatomi gigi. Mereka
mengklasifikasikan gigi impaksi ke dalam empat kategori:
a. Pencabutan gigi hanya dengan impaksi jaringan lunak
b. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara parsial
c. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara sempurna
d. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang sempurna dan komplikasi
pembedahan yang tidak biasa
Klasifikasi posisi gigi impaksi secara sistematis dan teliti membantu
dalam memeriksa arah pencabutan gigi impaksi dan juga mendeterminasikan
jumlah kesulitan yang akan dialami selama pencabutan.
VIII. EVALUASI KLINIS
18
Pemeriksaan awal harus berupa sebuah riwayat medis dan dental, serta
pemeriksaan klinis ektra oral dan intra oral yang menyeluruh. Hasil penemuan positif
dari pemeriksaan ini seharusnya dapat mendeterminasikan apakah pencabutan
diindikasikan atau disarankan, dan harus mengikutsertakan pemeriksaan radiologi.
1. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum harus dilakukan dengan cara yang sama dengan
prosedur pembedahan lainnya. Adanya gangguan sistemik atau penyakit
sistemik harus dideteksi dan kehati-hatian harus diterapkan sebelum
pembedahan. Pasien juga harus diperiksa apakah sedang menjalani terapi
tertentu, seperti terapi irradiasi, terapi cytostatic, dan transplantasi organ.
2. Pemeriksaan Lokal
a. Status erupsi gigi impaksi
Status erupsi gigi impaksi harus diperiksa karena status
pembentukan mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi dicabut
ketika duapertiga akar terbentuk. Jika akar telah terbentuk sempurna, maka
gigi menjadi sangat kuat, dan gigi terkadang displitting untuk dapat dicabut.
b. Resorpsi molar kedua
Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi sehingga
memungkinkan terjadi resorpsi akar pada molar kedua. Setelah pencabutan
gigi molar ketiga yang impaksi, molar kedua harus diperiksa untuk
intervensi endodontik atau periodontik tergantung pada derajat resorpsi dan
keterlibatan pulpa.
c. Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis
Infeksi ini merupakan sebuah inflamasi jaringan lunak yang
menyelimuti mahkota gigi yang sedang erupsi yang hampir seluruhnya
membutuhkan penggunaan antibiotik atau prosedur yang jarang dilakukan,
eksisi pembedahan pada kasus rekuren. Periokoronitis rekuren terkadang
membutuhkan pencabutan gigi impaksi secara dini.
d. Pertimbangan ortodontik
Karena molar ketiga yang sedang erupsi, memungkinkan terjadi
berjejal pada regio anterior setelah perawatan ortodonti yang berhasil. Oleh
19
karena itu, disarankan untuk mencabut gigi molar ketiga yang belum erupsi
sebelum memulai perawatan ortodontik.
e. Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga
Akibat kurangnya ruang, kemungkinan terdapat impaksi makanan
pada area distal atau mesial gigi impaksi yang menyebabkan karies gigi.
Untuk mencegah karies servikal gigi tetangga, disarankan untuk mencabut
gigi impaksi.
f. Status periodontal
Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang impaksi atau molar
kedua merupakan indikasi infeksi. Penggunaan antibiotik disarankan harus
dilakukan sebelum pencabutan gigi molar ketiga impaksi secara bedah
untuk mengurangi komplikasi post-operatif.
g. Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi
Hal ini akan didiskusikan secara detail pada pemeriksaan radiologi.
h. Hubungan oklusal
Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas terhadap molar ketiga
rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi molar ketiga rahang bawah yang
impaksi berada pada sisi yang sama diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang
satunya juga harus diperiksa.
i. Nodus limfe regional
Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus limfe regional mungkin
terindikasi infeksi molar ketiga.
j. Fungsi temporomandibular joint
3. Teknik Roentgenografi dalam Penentuan Gigi Impaksi
Sejalan dengan perkembangan teknik roentgenografi intraoral maupun
ekstraoral, dimulai dengan ditemukannya panagrafi sampai dengan panoramik
dengan demikian dimulailah roentgenogram gigi khususnya untuk melihat gigi
impaksi. Hasilnya dapat merupakan penuntun kerja bagi ahli bedah mulut dalam
menentukan dan penatalaksanaan kausatif lebih lanjut untuk gigi impaksi
tersebut. Saat ini teknik roentgenografi sangat diperlukan untuk penentuan lokasi
gigi impaksi, dengan kualitas hasil foto yang baik dan interpretasi yang akurat
20
akan meringankan penatalaksanaan yang tepat bagi operator. Dalam teknik
roentgenografi penentuan lokasi gigi impaksi terdapat beberapa teknik proyeksi
dengan nama sendiri-sendiri, tetapi sangat penting pula dalam pemrosesan film
yang baik agar didapat kualitas gambar yang baik pula, yang akhirnya kita bisa
menginterpretasi lokasi dari gigi tersebut sehingga kendala atau faktor-faktor
kesulitan dalam penatalaksanaan gigi impaksi dapat dikurangi.
Teknik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang berbeda dengan teknik
roentgenografi untuk lokasi gigi depan. Berikut akan dijelaskan mengenai teknik
roentgenografi untuk lokasi gigi belakang. Teknik roentgenografi ini dikenal
sebagai roentgenografi right angle procedure.
a. Teknik proyeksi
Pada teknik proyeksi ini mula-mula dilakukan teknik periapikal
kesejajaran biasa setelah diketahui gigi impaksi (gigi premolar dan molar)
maka dilakukan proyeksi true oklusal dengan menggunakan film periapikal
no.2 atau film oklusal no.4. Proyeksi sinar X diarahkan tegak lurus pada
film sedangkan fiksasi filmnya dioklusal plane diusahakan dalam proyeksi
ini sinar X menelurusi inklinasi gigi impaksi.
b. Interpretasi
Pada roentgenogram proyeksi true oklusal, terlihat gambaran
radiopak dari gigi impaksi bila dekat dengan kortek tulang rahang bukalis
maka gigi tersebut berada di bukal atau bila gigi impaksi tersebut dekat
dengan kortek tulang rahang di lingualis atau palatalis maka gigi tersebut
berada di lingualis atau palatalis. Untuk rahang bawah teknik ini lebih
mudah dilakukan daripada rahang atas karena inklinasi rahang bawah lebih
vertikal dibanding rahang atas.
c. Hal-hal Penting dalam Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis gigi impaksi harus dapat menguraikan hal-
hal berikut ini.
Tipe dan orientasi impaksi serta akses untuk mencapai gigi
Ukuran mahkota dan kondisinya
Jumlah dan morfologi akar
Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalaman dan densitasnya
21
Lebar folikuler
Status periodontal dan kondisi gigi tetangga
Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang atas dengan kavitas nasal
atau sinus maksilaris
Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang bawah dengan saluran
interdental, foramen mentale, batas bawah mandibula.
d. Jenis Radiografi
Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain:
Periapikal, tomografi panoramik [atau oblique lateral] dan CT scan
untuk gigi molar tiga rahang bawah.
Tomografi panoramik [atau oblique lateral, atau periapikal yang
adekuat] untuk gigi molar tiga rahang atas.
Parallax film [dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal]
untuk gigi kaninus rahang atas
Radiografi periapikal dan true occlusal untuk gigi premolar dua rahang
bawah; radiografi panoramik juga dapat digunakan jika radiografi
periapikal tidak dapat menggambarkan seluruh gigi yang tidak erupsi.
IX. KRITERIA PERAWATAN GIGI IMPAKSI
22
X. PENATALAKSANAAN GIGI IMPAKSI RAHANG BAWAH
a. Indikasi
a. Pencegahan tehadap Penyakit Periodontal
Gigi yang berdekatan dengan gigi yang impaksi merupakan salah
satu faktor predisposisi dari penyakit periodontal. Kehadiran gigi molar
ketiga rahang bawah mengurangi jumlah tulang pada bagian distal dari gigi
sebelahnya (molar kedua). Karena permukaan gigi yang paling sulit untuk
dibersihkan adalah bagian distal dari gigi terakhir pada lengkung, pasien
23
juga bisa mengalami inflamasi gingival dengan migrasi apikal dari
perlekatan gingival pada daerah distal gigi molar kedua. Gingivitis minor
yang disebabkan oleh bakteri juga memiliki peluang yang besar terhadap
permukaan akar di mana menghasilkan periodontitis yang parah. Pasien
dengan gigi impaksi pada molar ketiga sering memiliki pocket periodontal
yang lebih dalam pada bagian distal molar kedua.
Dengan menghilangkan gigi molar tiga yang mengalami impaksi
secara cepat, penyakit periodontal bisa dicegah dan kemungkinan terjadinya
penyembuhan tulang pada area sebelumnya yang pernah terkena mahkota
molar ketiga dapat cepat terisi kembali.
b. Pencegahan terhadap Karies
Ketika gigi molar tiga mengalami impaksi atau erupsi sebagian,
bakteri dapat menimbulkan karies pada bagian distal molar dua.
c. Pencegahan terhadap Perikoronitis
Ketika gigi erupsi sebagian dengan jumlah jaringan lunak yang
banyak pada permukaan oklusal, pasien secara periodik sering mengalami
perikoronitis.
Perikoronitis adalah infeksi pada jaringan lunak yang mengelilingi
mahkota dari gigi yang erupsi sebagian dan disebabkan oleh flora normal
rongga mulut. Perikoronitis juga bisa terjadi karena secondary minor trauma
dari gigi molar tiga rahang atas. Jaringan lunak yang menutupi mahkota gigi
molar tiga sebagian (operculum) bisa mengalami trauma dan terjadi
pembengkakan. Penyebab lain dari perikoronitis adalah terjebaknya sisa
makanan dibawa operculum. Selama makan, sejumlah makanan masuk
kedalam operculum dan terjebak di antara operculum dan mahkota gigi
yang impaksi. Karena tidak dapat dibersihkan, bakteri masuk dan dimulailah
perikoronitis.
Pencegahan dari perikoronitis adalah dengan mengambil gigi molar
tiga yang mengalami impaksi sebelum erupsi. Meskipun eksisi permukaan
jaringan lunak yang menutupi gigi impaksi atau disebut operkulektomi
merupakan metode yang dapat mencegah terjadinya perikoronitis,
operkulektomi sangat sakit dan kadang tidak memberikan hasil yang lebih
24
baik. Hal itu malah akan membuat operculum tumbuh kembali. Penanganan
utama dalam pencegahan perikoronitis adalah hanya dengan mengekstraksi
gigi yang mengalami impaksi tersebut.
d. Pencegahan terhadap resorpsi akar
Terkadang, gigi yang mengalami impaksi memberikan tekanan pada
akar gigi sebelahnya dan menyebabkan resorpsi akar.
e. Gigi impaksi di bawah protesa
Ada beberapa alasan gigi impaksi harus dihilangkan sebelum
dibuatkan protesa pada pasien edentulous. Jika gigi impaksi tersebut
dihilangkan setelah pembuatan protesa, protesa tersebut akan menekan
jaringan lunak pada daerah bekas pencabutan yang tidak tertutup oleh tulang
dan bisa menyebabkan ulserasi dan terjadi infeksi odontogenik. Gigi
impaksi harus dihilangkan sebelum pembuatan protesa karena jika gigi
impaksi dihilangkan setelah pembuatan protesa, alveolar ridge akan berubah
setelah ekstraksi dan protesa menjadi kehilangan fungsi dan tidak nyaman
digunakan.
f. Pencegahan terhadap kista odontogenik dan tumor
Ketika gigi impaksi tertahan oleh tulang alveolar, hubungan kantung
follicular juga akan tertahan. Meskipun pada kebanyakan pasien dental
follicular bertahan pada ukuran normal, tetapi bisa saja berkembang menjadi
kista dan kista dentigerous atau keratosit. Dokter gigi bisa mendiagnosis
kista sebelum mencapai ukuran yang besar. Bagaimanapun, kista yang tidak
termonitor bisa menjadi sangat besar ukurannya. Sebagai petunjuk umum,
jika ruangan folicullar disekitar mahkota gigi lebih dari 3 mm, diagnosis
kista dentigerous bisa ditegakkan.
g. Treatment terhadap nyeri yang tidak terdefinisikan
Adakalanya, pasien datang ke dokter gigi mengeluhkan adanya nyeri
pada bagian retromolar mandibula dengan alasan yang tidak jelas. Jika
kondisi seperti sindrom nyeri otot wajah dan kelainan TMJ tidak termasuk
dan pasien memiliki gigi impaksi, pencabutan gigi impaksi bisa menjadi
solusi untuk nyerinya.
h. Pencegahan terhadap fraktur rahang
25
Gigi impaksi molar tiga rahang bawah biasanya menempati darah
yang berisi tulang pada mandibula dan menyebabkan tulang pada bagian
tersebut menjadi lemah. Jika fraktur terjadi pada daerah gigi molar tiga yang
impaksi, gigi tersebut harus dihilangkan sebelum fraktur direduksi dan IMF
diaplikasikan.
i. Memfasilitasi perawatan ortodontik
Pada pasien yang menaik molar pertama dan molar kedua dengan
perawatan ortodontik, kehadiran molar tiga yang mengalami impaksi akan
menghambat perawatan. Untuk itu, biasanya direkomendasikan untuk
dilakukan pencabutan gigi molar tiga sebelum dilakukan perawatan. Kondisi
lainnya, jika pencabutan molar ketiga dilakukan setelah perawatan, hal itu
bisa menyebabkan terjadi crowding pada gigi incisal.
j. Mengoptimalkan penyembuhan periodontal
Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu indikasi yang paling
penting untuk pengangkatan gigi molar ketiga yang impaksi adalah untuk
menjaga kesehatan periodontal. perhatian diberikan kepada dua parameter
utama kesehatan setelah operasi molar ketiga, yaitu, tinggi tulang pada
aspek distal molar kedua dan tingkat perlekatan pada aspek distal molar
kedua. Penelitian terbaru telah memberikan informasi tentang kemungkinan
penyembuhan periodontal secara optimal. Dua faktor yang paling penting
adalah luasnya kerusakan infrabony praoperasi pada aspek distal molar
kedua dan pasien usia pada saat operasi. Jika sejumlah besar tulang distal
hilang karena gigi impaksi dan folikel, sangat kecil kemungkinan bahwa
pocket infrabony bisa berkurang Demikian juga, jika pasien berusia tua,
maka kemungkinan penyembuhan tulang menurun. Pasien yang melakukan
odontektomi sebelum usia 25 lebih cenderung memiliki penyembuhan
tulang yang lebih baik daripada mereka yang melakukan odontektomi
setelah usia 25. Pada pasien yang lebih muda, tidak hanya penyembuhan
periodontal inisial yang lebih baik, tetapi regenerasi jangka panjang
periodontal ini jelas lebih baik.
b. Kontraindikasi
26
a. Umur yang ekstrim
Kontraindikasi yang paling umum untuk odontektomi adalah bagi
pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia memiliki tulang yang sangat kaku,
sehingga kurang fleksibel. Oleh karena itu pada pasien yang lebih tua
(biasanya di atas usia 35) dengan gigi yang impaksi yang tidak
menunjukkan tanda-tanda penyakit, gigi tidak harus diekstraksi. Jika gigi
impaksi menunjukkan tanda-tanda pembentukan kista atau penyakit
periodontal yang melibatkan gigi yang berdekatan ataupun gigi impaksi,
atau menjadi gejala sebagai focal infeksi, maka gigi harus diekstraksi.
b. Pasien dengan status compromised
Jika fungsi jantung pasien atau pernafasan atau pertahanan tubuh
terhadap infeksi terganggu, ahli bedah harus mempertimbangkan
dilakukannya odontektomi. Namun, jika gigi menjadi focal infeksi, dokter
bedah harus bekerja hati-hati untuk mengekstraksi gigi tersebut.
c. Kemungkinan kerusakan yang luas pada struktur gigi sebelahnya
Untuk pasien yang lebih muda yang mungkin mengalami gejala gigi
impaksi, dokter gigi akan secara bijaksana mencegah kerusakan struktur
gigi ataupun tulang yang berdekatan. Namun, untuk pasien yang lebih tua
tanpa tanda-tanda komplikasi yang akan muncul dan kemungkinan
terjadinya komplikasi rendah, gigi impaksi tidak boleh diekstraksi. Sebuah
contoh misalnya pasien yang lebih tua dengan potensi kerusakan periodontal
pada aspek distal molar kedua tetapi dalam pengangkatan molar ketiga bisa
mengakibatkan hilangnya molar kedua. Dalam situasi ini gigi impaksi tidak
boleh diekstraksi.
d. Sebelum akar gigi mencapai panjang 1/3 atau 2/3.
e. Pasien menolak untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi impaksinya.
c. Informed Consent
Pasien sebaiknya mengetahui resiko perawatan dan akibat yang lebih
buruk dari operasinya, sehingga perlu dibuat informed consent. Pasien
diberitahukan tentang adanya rasa sakit, pembengkakkan, kesulitan membuka
mulut dan kemungkinan terjadinya fraktur.
27
d. Pemilihan Teknik Anestesi
Riwayat medis menyeluruh harus diambil dari seluruh pasien yang akan
diekstraksi untuk meyakinkan bahwa aman untuk melakukan operasi dan
memilih tipe anestesi yang tepat. Ada juga pasien yang perawatannya lebih baik
dilakukan di rumah sakit di bawah pengawasan emergensi yang lengkap seperti,
pasien yang beresiko tinggi dengan infeksi endokarditis seperti pasien dengan
katup jantung buatan; pasien yang baru dilakukan radioterapi pada rahang dan
beresiko terjadinya osteoradionekrosis.
Pemilihan anestesi
Faktor yang mempengaruhi pemilihan teknik anestesi meliputi riwayat
medis pasien dan tingkat kooperatif pasien. Selain itu, ada beberapa faktor yang
mengindikasikan penggunaan anestesi lokal atau umum.
a. Anestesi Lokal
Prosedur operasi kurang dari 30-45 menit
Operasi dilakukan pada satu sisi mulut
Daerah operasi yang langsung terlihat
b. Anestesi Umum
Sisi operasi yang multipel
Operasi dengan lapangan pandang yang sulit
Prosedur yang komplikasi dan durasi yang tidak dapat diperkirakan
e. Tindakan Pra Pembedahan
a. Pemeriksaan keadaan umum penderita, dengan anamnesa dan pemeriksaan
klinis.
b. Pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen, sehingga dapat mengevaluasi
dan mengetahui kepadatan dari tulang yang mengelilingi gigi, sebaiknya
didasarkan pada pertimbangan usia penderita, hubungan atau kontak dengan
gigi molar kedua, hubungan antara akar gigi impaksi dengan kanalis
mandibula, dan morfologi akar gigi impaksi, serta keadaan jaringan yang
menutupi gigi impaksi, apakah terletak pada jaringan lunak saja atau
terpendam di dalam tulang.
c. Menentukan tahapan perencanaan pembedahan yang meliputi :
28
Perencanaan bentuk, besarnya, dan tipe flap.
Menentukan cara mengeluarkan gigi impaksi, apakah dengan
pemotongan tulang, pemotongan gigi impaksi, atau kombinasi
keduanya.
Perkiraan banyaknya tulang akan dibuang untuk mendapatkan ruang
yang cukup untuk mengeluarkan gigi impaksi.
Perencanaan penggunaan instrumen yang tepat.
Menentukan arah yang tepat untuk pengungkitan gigi dan menyebabkan
trauma yang seminimal mungkin.
Desain Flap
Faktor yang paling penting dalam mendesain bentuk flap tergantung
posisi gigi molar tiga yang impaksi dan pengambilan tulang yang menutupinya,
serta memperhatikan struktur anatomi. Desain flap yang banyak digunakan
yaitu:
a. Flap insisi sulkus gigi molar kedua (Flap envelop)
b. Flap insisi sulkus gigi molar kedua dan gigi molar pertama (Flap envelop)
c. Insisi sulkus gigi molar kedua dengan perluasan vestibular (Flap bayonet)
d. Flap paramarginal gigi molar kedua dengan perluasan vestibular (Flap
LShaped)
e. Flap lingual
f. Tindakan Pembedahan
a. Operkulektomi
b. Odontektomi :
29
Teknik “Split Bone”
Teknik Tooth Division/ odontotomi
30
Persiapan alat
Handle scalpel No. 3
Pisau Bard Parker No. 15
Raspatorium
Bur
Hammer dan Chisel
Elevator lurus dan bersudut
Tang ekstraksi
Kuret
Bone file
Jarum dan benang jahit
Neddle holder dan gunting
Sonde, pinset, dan kaca mulut
31
Faktor penyulit
Bentuk akar yang abnormal
Hipersementosis
Tingkat kepadatan tulang
Dekat pembuluh darah, syaraf dan sinus maksilaris.
Pandangan operasi yang sempit
Tahap-tahap Pembedahan
1. Posisi Vertikal
a. Relasi Mahkota-mahkota
Kasus-kasus impaksi gigi molar tiga umumnya mempunyai hubungan
dengan sebagian distobukal gigi yang terpendam di ramus ascenden.
Flap
Molar 1 atau molar 2 dan flap insisi sulkus molar 2 akan
memberikan lapang pandang yang cukup.
32
Prosedur Pengambilan Tulang dan Luksasi
Pengambilan tulang distobukal dan pembukaan bagian paling
menonjol dari akar gigi, biasanya akan memberikan akses yang cukup
sehingga gigi dapat diangkat dengan forceps atau elevator. Apabila akar
divergen, prosedur separasi mungkin diperlukan atau tulang
disekitarnya harus diambil. Apabila elevator digunakan pada posisi
yang menekan molar 2, penting untuk menempatkan jari pada
permukaan oklusal
b. Relasi Mahkota – Serviks
Masalah pembedahan yang sulit, dan kadangkala membahayakan
integritas dari kanalis mandibula, sehingga diperlukan diagnosis
melalui radiografi tiga dimensi dari relasi kanalis mandibula dan akar
molar tiga.
Flap
Insisi sulkus dengan perluasan vestibular sangat berguna
Pengambilan tulang
Meliputi bagian bukal yang menutupi mahkota. Osteotomi harus
menyediakan tempat bagi insersi elevator di servikal regio mesial dan
atau bukal sesuai dengan anatomi akar.
Prosedur pemotongan Gigi dan Luksasi
Pemotongan gigi biasanya memudahkan separasi mahkota dari
akar. Apabila anatomi akar memungkinkan ekstruksi aksial, separasi
lebih lanjut tidak diperlukan. Groove retensi dibuat pada bagian bukal
akar dan akar dapat dielevasi dengan elevator. Jika tidak berhasil, akar
perlu dipisahkan
c. Relasi Mahkota-Akar
Kasus-kasus ini sangat sulit dan ada resiko kerusakan yang signifikan
pada isi dari kanalis mandibula. Melalui pemeriksaan radiografi
seharusnya dapat ditentukan relasi antara molar tiga dengan kanal. Pada
hampir semua kasus isi kanalis mandibula akan terlihat dari penekanan
33
pada akar dan pemeriksaan radiografi harus menunjukkan bagian bukal,
lingual dan apikal. Pada beberapa kasus dapat diindikasikan untuk
membatasi prosedur pembedahan untuk pengambilan mahkota dan
komponen akar secara in situ.
Flap
Di rekomendasikan flap dengan perluasan vestibular.
Pengambilan tulang
Sama dengan relasi antara mahkota dengan servikal tapi lebih
banyak tulang yang harus diambil. Posisi yang lebih dalam
melemahkan mandibula sehingga kekuatan yang digunakan pada
elevator mungkin akan menyebabkan fraktur rahang. Terutama pada
impaksi yang dalam dimana tulang bukal sangat luas dan pendekatan
lingual dapat dilakukan.
2. Posisi Mesioangular
a. Relasi Mahkota-mahkota
Flap : flap insisi sulkus lebih dipilih
Pengambilan tulang
Pengambilan bukal dan terutama tulang distal kecuali terdapat
pembesaran folikel yang disebabkan resorbsi di regio tersebut.
Pemotongan Gigi
Sesuai dengan angulasi dan atau anatomi akar, meski tidak
dilakukan pemotongan gigi, pemotongan cusp distal atau akar distal
tetap diperlukan.
34
Prosedur Luksasi
Setelah dilakukan pemotongan, elevator ditempatkan di mesial
atau bukal sesuai anatomi akar.
b. Relasi Mahkota-Serviks
Flap
Flap insisi sulkus dengan perluasan vestibular lebih tepat pada
kasus ini.
Pengambilan tulang
Lebih banyak dibandingkan pada relasi mahkota-mahkota tapi
tetap harus mengikuti aturan pembukaan seluruh permukaan bukal dan
batas servikal, dan pada beberapa kasus pada permukaan distal dari
molar tiga.
Pemotongan Gigi
Pemotongan cusp distal atau akar distal dipilih menurut anatomi
akar, biasanya penting untuk menghindari trauma pada pengambilan
gigi.
Prosedur Luksasi
Ketika bagian distal gigi telah diangkat dengan elevator terdapat
ruang yang adekuat untuk memindahkan bagian mesial dengan
menempatkan elevator di mesial. Prosedur luksasi lateral dapat dicapai
dengan menggunakan groove retensi bukal pada akar.
c. Relasi Mahkota-Akar
Flap : Insisi sulkus dengan perluasan vestibular lebih optimal.
Pengambilan Tulang
Pada posisi ini lebih banyak tulang yang harus dibuang untuk
membuka permukaan bukal mahkota dan beberapa permukaan distal.
Alternatif lain pendekatan lingual dapat digunakan.
Pemotongan Gigi
Teknik yang digunakan sama dengan relasi mahkota-mahkota
dan relasi mahkota-akar.
35
Prosedur Luksasi
Harus diperhatikan fulkrum dari prosedur luksasi karena pada
beberapa situasi dapat menekan apeks akar dan mengenai kanalis
mandibula.
3. Angulasi Horizontal
a. Relasi Mahkota-Mahkota
Flap
Insisi sulkus molar 1 dan 2 dengan perluasan vestibular biasanya
cukup untuk mendapatkan akses yang adekuat terhadap molar 3.
Pengambilan Tulang
Tulang pada bagian bukal dan distal gigi harus diambil.
Pemotongan Gigi
Separasi mahkota dari akar dengan garis separasi vertikal
memungkinkan pengambilan bagian mahkota.
Prosedur Luksasi
Setelah pengambilan mahkota, komponen akar diambil dengan
elevator setelah dibuat groove retensi pada bagian bukal atau distal dari
akar.
b. Relasi Mahkota-Serviks
Flap : Flap insisi sulkus dengan perluasan vestibular diindikasikan.
Pengambilan Tulang
36
Pada sudut distobukal molar 2 pengambilan tulang harus sangat
konservatif dengan tujuan untuk mengoptimalkan penyembuhan pada
regio ini.
Pemotongan Gigi
Bila pengambilan bagian mahkota tidak memberikan ruang yang
cukup untuk ekstruksi penuh dari akar, maka separasi akar harus
dilakukan.
Prosedur Luksasi : sama dengan relasi mahkota-mahkota.
c. Relasi Mahkota-Akar
Flap : insisi sulkus dengan perluasan vestibular.
Pengambilan Tulang
Harus cukup sehingga permukaan bukal dan distal mahkota
terlihat.
Pemotongan Gigi
Pembedahan untuk membuat groove retensi di akar distal
memungkinkan luksasi anterior dari komponen akar. Pada kasus akar
yang sangat panjang, teknik pemotongan akar multiple harus
digunakan. Prosedur ini memberikan tekanan yang minimal pada
kanalis mandibula.
37
4. Posisi Distoangular
a. Relasi Mahkota-mahkota
Flap : insisi sulkus molar 2 memberi akses memadai pada molar 3
Pengambilan Tulang
Biasanya dilakukan pada aspek bukal dan setiap tulang distal
yang menghalangi. Pada beberapa kasus gigi dapat diambil dengan
elevetor yang ditempatkan dimedial atau bukal setelah groove retensi
dibuat.
Pemotongan Gigi
Bila ukuran mahkota menutupi ruangan yang ada, mahkota
harus di separasi dari akar dengan batas marginal. Tergantung pada
anatomi akar, akar dapat diambil secara in toto atau akar distal
dipisahkan dari akar mesial.
Prosedur Luksasi
Akar diambil dengan membuat groove retensi pada bagian bukal
akar atau menempatkan elevator di bagian mesial.
b. Relasi mahkota-Serviks
Flap : sama dengan relasi mahkota-mahkota.
Pengambilan Tulang
Lebih banyak tulang yang diambil dibandingkan pada relasi
mahkota-mahkota.
38
Pemotongan Gigi
Prinsip yang digunakan sama dengan prinsip pada relasi
mahkota-mahkota
Prosedur Luksasi
Sama dengan prosedur pada relasi mahkotamahkota.
c. Relasi Mahkota-Akar
Flap : flap sama dengan yang digunakan pada relasi molar 2.
Pengambilan Tulang : lebih luas dibandingkan mahkota-serviks.
Pemotongan Gigi
Pemotongan mahkota horizontal dilakukan seperti pada tipe
impaksi distoangular
Prosedur Luksasi
Prosedurnya sama dengan tipe-tipe impaksi Distoangular
5. Posisi Bukolingual
a. Kemiringan Bukal
Pada lokasi ini dapat digunakan insisi sulkus molar 2 dengan perluasan
vestibular. Tulang yang menutupi bagian mahkota dan serviks akar
diambil. Mahkota dipisahkan dari akar dan diambil. Bagian akar dapat
diluksasi ke bukal dan diambil.
b. Kemiringan Lingual
Prosedur pembedahan yang digunakan sama seperti prosedur pada
posisi bukal. Pendekatan lingual biasanya lebih mudah.
7. Komplikasi Pembedahan
a. Komplikasi Intra Operatif
1. Perdarahan masif dapat terjadi. Penanganannya dengan penekanan dan
penjahitan.
2. Fraktur tuberositas maksila pada odontektomi molar tiga atas.
Penanganannya penempatan kembali fragmen dan ikat dengan
39
penjahitan atau dental wire selama 3-4 minggu, kemudian rencanakan
untuk pencabutan gigi setelah terjadi penyembuhan dari tuberositas atau
pengeluaran fragmen dan penutupan luka dengan penjahitan primer
rapat.
3. Pada odontektomi molar tiga atas atau kaninus atas .Gigi menembus
dasar sinus. Penanganannya tempatkan kembali gigi dan splint pada
posisi tersebut, lalu tutup dengan kassa yang dibasahi antiseptik yang
akan dikeluarkan 2-3 minggu kemudian. Jika fistula 2-6 mm dilakukan
pengurangan ujung socket tulang dan penjahitan pinggirannya dengan
metode delapan.
4. Pemindahan tempat/displacement. Penanganannya hentikan prosedur
secepatnya untuk mencegah berpindahnya gigi kejaringan yang lebih
dalam. Lakukan rontgen paling sedikit dari dua tempat untuk
menentukan posisi dari gigi yang berpindah. Amati tanda-tanda
peradangan yang berhubungan dengan pindahnya gigi. Pemberian
analgesik dan antibiotik. Penjadwalan kembali untuk pengambilan
fragmen.
5. Fraktur akar/mahkota. Penanganannya lakukan rontgen foto untuk
melihat posisi dari fragmen fraktur. Pemberian analgesik dan antibiotik.
Penjadwalan kembali untuk pengambilan fragmen fraktur.
6. Fraktura mandibula pada odontektomi molar tiga bawah
7. Empisema karena penggunaan tekanan udara yang berlebihan
8. Kerusakan jaringan lunak.
9. Cedera pada N. Alveolaris inferior atau N. Lingualis.
10. Patahnya alat bedah.
b. Komplikasi Pasca Bedah
1. Alveolitis/ dry socket
Penanganannya dengan cara dilakukan irigasi dengan normal salin dan
diaplikasikan bahan-bahan yang bersifat analgesik seperti yang
mengandung eugenol
2. Perdarahan sekunder
40
3. Trismus
4. Edema, untuk pencegahan dapat diberikan kompres es segera setelah
pembedahan selama 20 menit.
5. Parestesi, dapat ditanggulangi dengan pemberian neurotropik vitamin
6. Problema periodontal pada gigi sebelahnya
7. Hematoma
8. Instruksi pasca pembedahan
Diterangkan pada pasien bahwa proses penyembuhan tergantung pula
pada pasien untuk melaksanakan instruksi setelah pembedahan. Kondisi yang
biasa terjadi yaitu rasa sakit, perdarahan, dan pembengkakan.
Tindakan yang sebaiknya dilakukan :
a. Gunakan obat sesuai yang dianjurkan dalam resep
b. Tempatkan kasa di atas daerah pencabutan, bukan di dalam soketnya
c. Lakukan kompres dingin untuk mengurangi pembengkakan
d. Tidurlah dengan kepala agak dinaikkan, ini dapat mengurangi
pembengkakan
e. Berkumur sehabis makan
f. Diet lunak
g. Cukup istirahat
Tindakan yang harus dihindarkan :
a. Hindari makanan yang keras
b. Jangan menghisap-hisap daerah bekas operasi
c. Jangan sering meludah
d. Hindarkan daerah bekas operasi dari rangsang panas
e. Tidak melakukan kerja berat
9. Kontrol
Pasien kembali kontrol setiap hari sampai jahitan dibuka. Kontrol
perdarahan. Kontrol rasa sakit dan rasa tidak nyaman, termasuk diet, oral
hygiene, edema, infeksi, trismus, ekimosis.
41
DAFTAR PUSTAKA
Andreasen J.O. 1997. Textbook and Color Atlas of Tooth Impactions Diagnosis
Treatment Prevention, 1st ed. CV Mosby Company.
Archer W.H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery, 5th ed. W.B. Saunders.
Gans, Benjamin J. 1972. Atlas of Oral Surgery. CV Mosby Company.
Pedersen W.G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.
Peterson L.J. 1998 Principles of Management of Impacted Teeth in Peterson L.J., et
al (editor), Conpemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed. St. Louis:
Mosby Yearbook Inc.
Peterson L.J. 2003. Contemporary Oral Maxillofacial Surgery, 4th ed. St.Louis: CV
Mosby Company.
42
Recommended