View
13
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
HAKIKAT MANUSIA MENURUT KONFUSIANISME KOREA
ABSTRAK
Nama : Srikania Audrey
Program Studi : Bahasa dan Kebudayaan Korea
Judul : Hakikat Manusia Menurut Konfusianisme Korea
Skripsi ini membahas upaya-upaya dalam mencapai pemahaman hakikat manusia menurut ajaran Konfusianisme Korea secara umum serta melalui contoh-contoh relasi antara manusia dengan alam semesta yang disebutkan dalam ajaran Konfusianisme Korea. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa studi tentang hakikat manusia dalam Konfusianisme Korea memiliki pencapaian pemahaman yang berbeda dengan aliran filsafat timur lainnya seperti Buddhisme, Taoisme dan Konfusianisme Klasik. Melalui hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Konfusianisme Korea memuat salah satu bentuk pemahaman filsafat diri.
Kata Kunci:
Konfusianisme, Konfusianisme Korea, hakikat manusia, filsafat diri
1. Pendahuluan
Pemikiran-pemikiran tentang hakikat manusia ada sejak zaman Yunani Kuno
hingga sekarang. Socrates (469 SM – 399 SM), filsuf Yunani Kuno, mengatakan “Know
thyself”, dan menurut John Ruskin (1819 – 1900) setiap manusia pernah bertanya pada
dirinya sendiri “Whence did I come? What am I? Whither am I going?”. Kutipan filsuf-
filsuf tersebut menunjukkan bahwa manusia memiliki rasa ingin tahu terhadap dirinya
sebagai being atau zat hidup. Pertanyaan-pertanyaan seperti asal, hakikat, dan tujuan
manusia dipicu oleh eksistensi manusia di alam semesta.
Menurut Harold H. Titus (1959), manusia adalah makhluk luar biasa; Ia nampak
seperti bagian dari alam semesta dan berpartisipasi di dalamnya, akan tetapi manusia juga
nampak berada di atas alam semesta 1 dan terus mengasah kemampuannya untuk
menguasai alam. Menurut interpretasi ilmu sains modern, manusia sama seperti
organisme lainnya adalah bagian dari keteraturan fisika dan bertahan hidup dengan
1Di atas alam semesta adalah ekspresi dari kenyataan bahwa manusia adalah being atau zat hidup yang berhasil melampaui seleksi alam hingga studi ini dilaksanakan.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
mematuhi keteraturan fisika dan kimia yang ada di alam semesta2. Manusia menyerap zat
asing dan menjadikannya bagian dari zat dirinya sendiri, contohnya benafas; manusia
menghirup oksigen, sebagai senyawa berenergi tinggi, dan menggunakannya untuk
menjalankan fungsi hidup. Namun, sifat manusia sebagai zat hidup yang merupakan
bagian dari keteraturan hukum fisika dan kimia tidak membuatnya sama dengan zat hidup
lain.
Dalam filsafat terdapat dua aliran yang memberikan jawaban atas keberadaan
manusia; teori evolusi3 dan teori kreasionis4. Dalam teori evolusi dikatakan bahwa
manusia terus berkembang dan merupakan puncak dari mata rantai evolusi (Butler,
1968). Manusia dipandang sebagai bagian dari siklus materi dan energi yang ada dalam
alam semesta yang di mana eksistensi manusia ada sebagai manifestasi dari
berlangsungnya siklus ini. Dalam teori kreasionis dikatakan bahwa manusia, seperti
halnya alam semesta, merupakan hasil ciptaan dari creative cause yang pada umumnya
ditafsirkan sebagai Tuhan.
Hakikat Tuhan dapat dipandang dari berbagai sudut pandang. Menurut Platinga
(1967) Tuhan pada hakikatnya adalah maha pencipta, maha kuasa, dan maha baik.
Dalam pernyataan ini Platinga menjabarkan karakter-karakter Tuhan untuk mencapai
pemahaman hakikat Tuhan. Di Korea, usaha untuk mencapai pemahaman hakikat Tuhan
dibahas dalam The School of Nature and Principle 5 pada Dinasti Song. Menurut
pengajaran ini Tuhan sebagai creative cause disebut dengan 3 nama (dari total 6 nama6);
Great Ultimate, Principle, dan Heaven. Tuhan sebagai Great Ultimate didefinisikan oleh
Konfusius sebagai poros dari segala penciptaan. Kemudian Tuhan sebagai Principle
adalah dasar dari segala sesuatu yang ada dan sebagai pedoman dalam penciptaan.
Terakhir adalah Tuhan sebagai Heaven yang melampaui segala ciptaannya dan
mengendalikan semesta—hingga takdir dari ciptaannya sendiri. 2Harold H. Titus. 1959. Living Issues in Philosophy. New York: American Book Company, Bab 103Teori Evolusi adalah teori yang dikukuhkan oleh Charles Darwin (1809-1882) seorang filsuf Naturalisme sekaligus geolog, dalam karyanya On The Origin of Species. 4Teori Kreasonis dikukuhkan oleh Philip Gosse (1810-1888) seorang filsuf Naturalisme Inggris, dalam karyanya Omphalos: An Attempt to Untie the Geological Knot. 5The School of Nature and Principle adalah sebuah lembaga pendidikan yang memberikan pengajaran-pengajaran tentang Neo-Konfusianisme. 6Konsep Tuhan yang diajarkan dalam The School of Nature and Principle ini sendiri sebenarnya memiliki 6 nama yang mewakili sifatnya masing-masing; Great Ultimate (Tai-chi), Principle (Li), Heaven (Tian), Lord on High (Shang-di), Spirit (Shen), dan The Way (Tao).
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
Konfusianisme Korea berusaha mencapai pemahaman tentang hakikat manusia
melalui kecenderungan manusia untuk melakukan relasi dan terus bekerjasama dengan
unit-unit dalam kehidupan. Pencapaian pemahaman ini diperoleh dengan menelaah relasi
yang terjadi antara manusia dengan sekitarnya. Namun, kebanyakan relasi yang dibahas
dalam Konfusianisme Korea menekankan pada hubungan antar sesama manusia.
Berangkat dari konsep ini, pemahaman hakikat manusia berdasarkan
Konfusianisme kerap dilandasi oleh sikap manusia dalam relasi antar sesamanya atau
dalam sebuah hubungan sosial. Beberapa studi tentang hakikat manusia berdasarkan
Konfusianisme akhirnya melandaskan pula pemahamannya pada hubungan sosial.
Namun hal ini tidak membatasi upaya pencapaian pemahaman hakikat manusia semata
berdasarkan hubungan sosial saja.
Konfusianisme adalah pemikiran mengenai sistem kemanusiaan yang bersifat
optimis 7 . Kebanyakan pemikiran dalam Konfusianisme Korea juga bersifat tidak
antroposentris. Salah satu tujuan ajaran ini adalah usaha untuk mencapai kesempurnaan
manusia melalui upaya pengembangan diri guna menciptakan keselarasan antara
manusia dengan alam semesta. Usaha ini adalah bukti bahwa manusia berupaya
membangun sebuah relasi dan keteraturan dengan bagian-bagian kesatuan entitas alam
semesta. Berlandaskan tujuan pemikiran Konfusianisme ini, apabila seseorang telah
berhasil menciptakan keselarasan dengan alam semesta melalui upaya pengembangan
diri maka orang tersebut telah mencapai titik kesempurnaan manusia (Keum: 2000).
Salah satu filsuf Konfusianisme Korea, Yi Yi (李珥), memiliki teori tentang
hubungan antara Li (理, Tuhan) dengan Ki (氣, alam semesta). Dalam teorinya Yi Yi
menyatakan bahwa alam semesta menciptakan konsep Tuhan. Konsep Tuhan tidak dapat
muncul secara terpisah tanpa adanya alam semesta yang memicu eksistensinya.
Sebaliknya, alam semesta juga tidak dapat dipisahkan dari konsep Tuhan, karena sifat
Tuhani merekat pada bagian-bagian dari kesatuan entitasnya. Upaya menyelaraskan diri
dengan alam dapat membantu seseorang mencapai titik kesempurnaan, karena dengan
menyelaraskan diri dengan alam, manusia juga berupaya untuk menyelaraskan diri 7Pemikiran sistem kemanusiaan yang bersifat positif dalam pernyataan ini berkaitan dengam proses pengembangan diri manusia dalam Konfusianisme. Salah satu karakter utama pengembangan diri ini adalah proses seseorang mempelajari kebenaran guna mencapai kebijakan. Hal ini sedikit berbeda dengan upaya pengembangan diri dalam pemikiran timur lainnya seperti Buddhisme dan Taosime. Baik Buddhisme maupun Taoisme, berusaha mencapai pemahaman tentang kebenaran dengan terlebih dahulu mempelajari kepalsuan-kepalsuan yang ada di dunia.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
dengan sifat-sifat Tuhani yang merekat pada alam semesta. Dari keselarasan pada alam
dan sifat Tuhani, manusia dapat mencapai keteraturan dunia.
Kesempurnaan manusia yang dicapai melalui pengembangan diri adalah bentuk
transformasi manusia menjadi orang bijak. Dalam upayanya untuk mengembangkan diri
manusia memahami realitas dirinya lebih jauh. Melalui pemahaman tentang realitas diri,
manusia bertambah dekat dengan pemahaman hakikat diri.
Pengembangan diri dalam upaya mencapai keselarasan dengan alam semesta
dalam Konfusianisme Korea dapat dijadikan landasan dalam mencapai pemahaman
hakikat manusia. Guna menciptakan relasi yang harmonis, manusia harus mencapai titik
kesempurnaan melalui pemahaman realitas diri dan mengembangkannya. Teori Yi Yi
tentang Li dan Ki juga mendukung manusia untuk melakukan relasi dengan alam semesta.
Teori Yi Yi menjelaskan bahwa Ki tidak dapat dipisahkan dari Li, karena nilai-nilai Li
terkandung dalam Ki. Upaya mencapai kesempurnaan bagi manusia adalah upaya
mendekatkan diri dengan Tuhannya dan Konfusianisme Korea memberikan alternatif
dalam pencapaian tujuan upaya tersebut melalui penciptaan relasi antara manusia dengan
alam semesta.
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Manusia dan Alam Semesta
Dalam pembahasan ini manusia dibahas baik sebagai bagian dari alam
semesta maupun sebagai sebuah satuan entitas. Penulis berupaya untuk menjawab
pertanyaan “What am I?” tentang hakikat manusia. Namun hal ini tidak menutup
keterlibatan kedua pertanyaan lain karena pemahaman tentang hakikat manusia
bisa berangkat dari berbagai landasan; baik realitas diri hingga relasi yang
dibangun diri dalam kehidupan.
2.1.1. Manusia Sebagai Bagian Dari Alam Semesta
Interpretasi manusia dalam pembahasan ini mengacu pada tiga sudut
pandang: interpretasi klasik atau rasional, interpretasi Kristiani, dan
interpretasi ilmu pengetahuan alam modern. Manusia dalam interpretasi klasik
dipandang sebagai being yang unik dengan kemampuan untuk berpikir dan
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
bertindak secara rasional. Interpretasi manusia ini timbul karena terjadinya
perkembangan pada cerebrum.
Kedua adalah interpretasi Kristiani. Interpretasi ini lebih melihat hakikat
manusia berdasarkan asal usulnya—sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Manusia
dilihat sebagai makhluk yang diciptakan mengikuti citra Tuhan. Ia berada di
titik tengah antara alam duniawi dengan alam spiritual. Interpretasi Kristiani
berfokus pada sistem religi dan teologi sehingga konsep Tuhan tidak dapat
dipisahkan dari pemikiran-pemikiran tentang manusia.
Terakhir adalah Interpretasi ilmu pengetahuan alam modern. Hingga kini
ilmu pengetahuan8 melihat manusia sebagai; objek fisik, bagian dari kingdom
animalia dengan tingkat kompleksitas tinggi, mekanisme stimulan-responsif,
dan fokus sosial. Manusia dapat melakukan relasi dengan unit-unit alam
semesta karena manusia berada di dalam alam semesta. Sama halnya dengan
unit-unit lain di dalam alam semesta, manusia juga merupakan bagian dari
alam semesta. Oleh karena itu, manusia merupakan bagian dari alam semesta.
2.1.2. Alam Semesta Sebagai Sebuah Satuan Entitas
Manusia adalah bagian dari alam semesta. Eksistensinya di dalam lingkup
alam semesta menjadikannya salah satu dari ragam unit-unit yang ada. Istilah
alam semesta ini digunakan untuk mewakili kesatuan total dari segala yang
ada atau diakui eksistensinya. Termasuk dari kesatuan total ini adalah gugus
galaksi, dan segala sesuatu yang tidak dapat luput dari konsep ruang dan
waktu.
Walaupun berbagai interpretasi tentang alam semesta mencapai definisi
yang hampir sama, akan tetapi beberapa pihak9 masih mendebatkan unit-unit
yang ada di dalamnya. Sebagai contoh dari konsep yang diperdebatkan adalah
8Atau ilmu pengetahuan alam modern seperti yang disebutkan dalam Harold H. Titus. 1959. Living Issues in Philosophy. New York: American Book Company, Bab 109Beberapa pihak yang mendebatkan unit-unit yang ada di alam semesta adalah beberapa aliran filsafat seperti Humanisme, Naturalisme, dan Supernaturalisme. Naturalisme adalah aliran filsafat yang percaya bahwa alam semesta ada dan beroperasi dengan sendirinya. Supernaturalisme adalah filsafat yang sering dengan dikaitkan dengan Teologi arena mempercayai adanya energi supernatural yang bersifat melebihi kemampuan manusia, dan menciptakan alam semesta bedan isinya. Sementara Humanisme adalah aliran filsafat yang mengutamakan kesejahteraan umat manusia.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
keberadaan Tuhan. Dalam kaitannya dengan alam semesta terdapat dua
pandangan tentang keberadaan Tuhan: naturalisme dan supernaturalisme.
Orang-orang yang beranggapan bahwa tidak ada eksistensi lain di luar
eksistensi alam semesta disebut dengan naturalis. Sebaliknya, orang-orang
yang menganggap bahwa ada eksistensi lain yang berada di luar eksistensi
alam semesta disebut dengan supernaturalis. Selain Naturalisme dan
Supernaturalisme, terdapat aliran filsafat Humanisme. Humanisme
mengutamakan kesejahteraan dan kemakmuran manusia dalam studinya.
Teologi tidak dibahas secara mendalam dalam aliran ini hanya saja eksistensi
zat yang diinterpretasikan sebagai Tuhan ini berada satu dengan alam semesta
yang di mana manusia tinggal.
2.2.Hakikat Manusia Menurut Aliran Filsafat Timur
2.2.1. Hakikat Manusia Menurut Buddhisme
Ajaran Buddha dibawakan oleh Buddha Gautama, yang terlahir dengan
nama Siddharta Gautama. Dharma Buddha berusaha meluruskan sifat-sifat
duniawi manusia. Sifat-sifat duniawi manusia ini adalah kekhilafan manusia yang
jatuh ke dalam godaan mara dunia yang bersifat fana. Dalam Dharma Buddha
digambarkan bahwa manusia memiliki nafsu-nafsu duniawi yang selalu berakhir
pada penderitaan. Tujuan dari penyampaian Dharma-dhrama ini adalah agar
manusia dapat dibimbing menuju ke Buddhaan dirinya. Manusia dibimbing
menuju sejati diri yaitu hakikatnya sebagai pengemban jiwa Buddha. Dharma-
dharma Buddha berusaha mengembalikan manusia pada sifat dasarnya—sebagai
orang yang tidak guncang oleh pengaruh duniawi, apalagi mengejarnya.
2.2.2. Hakikat Manusia Menurut Taoisme
Taoisme adalah salah satu ajaran religi dan aliran filsafat tertua di Cina.
Ajaran ini menjunjung tinggi kehidupan yang harmoni dengan ‘tao’ (道) atau
jalan yang benar. Jalan yang benar ini dianggap sebagai pedoman hidup yang
paling tepat dalam bertindak maupun dalam memimpin manusia. Persatuan
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
antara Yin dan Yang dianggap sebagai simbol dari pentingnya keseimbangan
moral. Dari perlambangan keseimbangan ini Taoisme merujuk pada
terciptanya harmoni dan keteraturan alam. Maka dari itu Taoisme
mengajurkan pengikutnya untuk selalu menghormati dan menghargai hukum
dan norma yang ada di lingkungan kehidupan mereka.
Manusia memiliki kemampuan untuk mengacaukan maupun
mempertahankan dan mengembalikan keteraturan alam. Penggambaran Yin
dan Yang sebagai keteraturan alam semesta juga mewakili keteraturan-
keteraturan dari segala unit dalam satuan entitasnya—termasuk manusia.
Perpaduan antara hitam dan putih adalah eksistensi dari 2 hal yang kontras di
dalam diri manusia dan kerap diinterpretasikan sebagai sifat baik dan buruk.
2.2.3. Hakikat Manusia Menurut Konfusianisme Klasik
Konfusianisme lahir di Cina pada abad ke 5 sebelum masehi. Ajaran ini
merupakan perkembangan dari pemikiran-pemikiran Konfusius yang
mempengaruhi nilai dan moral sosial masyarakat Cina dan masyarakat Asia
Timur. Pada awalnya Konfusianisme dipandang sebagai ajaran tentang etikat
dalam lingkup sosial. Kini Konfusianisme lebih dipandang sebagai pedoman
dalam membangun otoritas hirarki dan menjunjung tinggi rasa hormat.
Dalam Analect Konfusius digambarkan sebagai orang yang menjaga nilai-
nilai kebijakan yang luhur guna mengembalikan moral bangsa. Beberapa hal
yang diutamakan Konfusius dalam Analect10 adalah:
1. Teodisi11
2. Harmonisasi
3. Tenaga moral
4. Pengembangan diri 10Sumber : http://www.iep.utm.edu/confuciu/ 11Teodisi berasal dari Bahasa Inggris Theodicy yang berarti usaha untuk membenarkan eksistensi Tuhan dalam dunia yang mengandung kebaikan dan kejahatan. Usaha ini berusaha untuk memberikan relasi antara realita dunia dengan karakteristik tradisional Tuhan yaitu; maha baik, maha kuasa, dan maha bijak. Istilah ini pertama dikemukakan oleh Gottfried Leibniz, seorang filsuf Jerman.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
Melalui keempat hal utama yang disebutkan Konfusius dalam Analect
manusia dapat mencapai keselarasan dalam dirinya dengan semesta.
Keselarasan ini membawanya untuk bertindak secara layak terhadap diri
sendiri, lingkup sosial, maupun lingkup kosmik. Konfusius sendiri
memandang bahwa manusia memiliki potensi untuk menjadi satu dalam
harmoni dengan dalam dan luar dirinya secara berkesinambungan.
3. Analisis
3.1. Hakikat Manusia Dalam Pandangan Konfusianisme Korea Secara Umum
3.1.1. Sejarah Konfusianisme di Korea
Kerajaan yang tercatat dalam sejarah Korea secara berurutan adalah
sebagai berikut:
1. Gojoseon (2333 SM – 108 SM)
2. Tiga kerajaan:
• Goguryeo (37 SM- 688 M),
• Baekje (18 SM – 660 M),
• Silla (57 SM – 935 M), dan
• Gaya (42 SM – 562 M)
3. Kerajaan Silla bersatu (668 M - 935 M)
4. Balhae (698 M – 926 M)
5. Goryeo (918 M – 1392 M), dan
6. Joseon (1392 M – 1897 M)
Konfusianisme merupakan salah satu ajaran religi tertua di Korea.
Diperkirakan ajaran ini masuk dari Cina sekitar 403-221 S.M. pada Periode
Musim Gugur dan Musim Semi, dan Zaman Negara Berperang di Cina. Selain
itu Kija (Zhu Xi, 朱熹), seorang filsuf Cina, juga diutus ke Korea untuk
menyebarkan ajaran Konfusianisme. Beberapa catatan sejarah seperti Residual
Events of The Three Kingdoms ( ) dan Historical Records of The Three
Kingdoms ( ) beberapa kali menyebutkan kedatangan Kija ke Korea.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
Pada masa Tiga Kerajaan terdapat tiga kerajaan besar yang berkuasa di
semenanjung Korea: Goguryeo, Baekje dan Silla. Pada masa Tiga Kerajaan
Goguryeo banyak berinteraksi dengan Cina karena sungai Liaohe di timur
Cina dekat dengan perbatasan Goguryeo. Konfusianisme diperkirakan masuk
ke Goguryeo melalui hubungan antarkerajaan ini. Dalam Historical Records
of The Three Kingdoms juga disebutkan bahwa Goguryeo dan Silla adalah
kerajaan di semenanjung Korea pertama yang mendirikan institut
pembelajaran Konfusianisme.
Raja Sosurim (menjabat 371 M – 384 M) mendirikan Akademi Nasional
di Goguryeo, sebuah institusi dalam menciptakan tenaga pekerja yang
kompeten dalam mengelola administrasi kenegaraan. Selain Goguryeo,
Konfusianisme juga berkembang di kerajaan Baekje. Pada tahun 513 raja
Muryeong (menjabat 501 M – 523 M) mengirim Danyangi, seorang
cendikiawan Konfusianis, ke Jepang. Adanya Konfusianisme di kerajaan Silla
tercatat dalam Book of Liang Dynasty (梁書, pinyin: Liáng Shū) ; Records of
Silla yang di mana terdapat entri mengenai penggunaan tenaga penerjemah
Baekje dalam hubungan diplomasi antara Silla dan dinasti Liang. Beberapa
hal yang dipertukarkan dalam hubungan ini adalah budaya dan Konfusianisme
adalah satu di antaranya. Pada masa kerajaan Silla, Konfusianisme
berkembang secara berdampingan dengan ajaran Buddha.
Pada masa Silla Bersatu didirikan pula institusi nasional khusus
pembelajaran Konfusianisme dengan nama Akademi Nasional di tahun 682
masehi. Pendidikan Konfusianisme dirasa perlu dalam menciptakan tenaga
kerja administrasi kerajaan guna mewujudkan kerajaan yang harmonis.
Akademi Nasional ditujukan untuk menciptakan lulusan dengan kemampuan
pemahaman Konfusianisme yang beragam, maka akademi ini dibagi atas tiga
jurusan dengan bahan ajar yang berbeda pula. Namun setiap jurusan diberikan
dasar kitab Filial Piety ( 孝, pinyin: xiào) dan Analects of Confucius. Lulusan
Akademi Nasional diikutdankan dalam Ujian Sipil untuk ditempatkan pada
posisi-posisi tertentu dalam instansi pemerintahan. Ujian Sipil ini sendiri
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
memiliki jangkauan perekrutan yang luas dan dapat diikuti oleh lapisan
masyarakat di luar kaum aristokrat Silla Bersatu.
Pada tahun 885, Choe Chi-won, seorang pelajar di Changan kembali ke
Korea setelah mengikuti Guest and Tributary Examination. Choe Chi-won
dikenal sebagai salah satu cendikiawan Konfusianisme yang mewakili zaman
Silla Bersatu. Setelah kembali ke Korea ia dijadikan tenaga pengajar di
Akademi Nasional sekaligus bagian dari instansi pemerintahan. Choe Chi-
won adalah penganut Konfusianisme, ajaran Laozi dan ajaran Buddha. Maka
dari itu cara hidup Choe Chi-won merepresentasikan ajaran ketiganya.
Menurut Choe Chi-won cara menikmati nilai estetis dari alam
menggabungkan ketiga ajaran tersebut12:
1. Hiduplah dengan kekeluargaan di rumahmu dan setia pada rajamu.
2. Jangan berdiam diri dan mempercayai ajaran yang salah.
3. Jangan berbuat jahat dan sebarkan kebaikan.
Dari ketiga petuah tersebut, poin pertama adalah ajaran Konfusianis.
Pemahaman Konfusianisme di Korea hingga titik ini masih
menginterpretasikan ajaran-ajarannya sebagai kode etis dalam bertindak di
lingkup sosial.
Berlanjut dari periode Silla Bersatu, Korea memasuki periode Goryeo.
Pada tahun 936 Wang Geon mengemballikan keadaan politik yang terpecah
dibawah satu kekuasaan; kerajaan Goryeo. Ajaran Buddha dijadikan agama
nasional di kerajaan Goryeo, dan dalam History of Goryeo (Goryeosa, )
disebutkan bahwa landasan didirikannya Goryeo adalah keinginan untuk
memanifestasikan ajaran Buddha. Walaupun begitu Konfusianisme tidak
hilang dari sejarah Goryeo, hanya saja pengamalannya dijadikan
komplementer bagi pengamalan ajaran Buddha.
Transisi Goryeo ke Joseon bermula pada 1356 hingga 1392. Yi Seong-gye
diangkat sebagai Taejo ( , raja pertama) Joseon oleh sejumlah dewan
penasihat. Yi Seong-gye memiliki peran besar dalam berdirinya kerajaan
12Kang: 2003
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
Joseon. Ideologi negara pada periode Joseon berlandaskan ajaran Neo-
Konfusianisme13. Periode Joseon juga disebut sebagai periode puncak bagi
pemahaman hakikat manusia dalam Neo-Konfusianisme Korea. Banyak
cabang keilmuan Neo-konfusianisme yang didirikan pada abad ke 16 seperti
Yeongnam dan Giho—keduanya adalah sekolah Neo-Konfusianisme yang
didirikan oleh Yi Hwang dan Yi Yi, cendikiawan Neo-konfusianisme
representatif pada masanya. Pemahaman cabang keilmuan keduanya dilandasi
oleh teori Empat Tujuh:
• Empat bibit:
1. Rasa simpati sebagai awal timbulnya kebajikan.
2. Rasa malu dan ketidaksukaan sebagai awal timbulnya
kebenaran.
3. Sifat memuliakan dan menghormati sebagai awal dari
timbulnya kelayakan.
4. Pemikiran setuju dan tidak setuju sebagai awal dari timbulnya
pengetahuan.
• Tujuh emosi manusia:
1. Kebahagiaan
2. Amarah
3. Kesedihan
4. Rasa takut
5. Cinta
6. Rasa benci
7. Ketamakan
3.1.2. Hakikat Manusia Menurut Pemahaman Filsuf Representatif
3.1.2.1. Pemahaman Yi Hwang
Pemahaman Yi Hwang disebut dengan teori Pemunculan Bilateral
yang menjelaskan bahwa zat kuasa dan materi saling memunculkan nilai-13Adalah ajaran Konfusianisme yang dikembangkan oleh Zhu Xi (1130-1200). Neo-konfusianisme masuk ke Korea pada periode Goryeo, oleh Ahn Hyang, salah satu pelajar Konfusianisme yang pergi ke Cina untuk mempelajari Konfusianisme.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
nilai yang berawal dari dirinya dan mempengaruhi satu sama lain. Yi
Hwang menyatakan bahwa keempat bibitt berawal dari zat kuasa
sementara ketujuh emosi berawal dari materi. Manusia sebagai salah satu
bagian dari dunia materi harus memiliki kendali atas kemampuannya
dalam meng-ada-kan ketujuh emosi sesuai dengan aturan yang di-ada-kan
oleh zat kuasa atau zat Tuhani.
Yi Hwang mengukuhkan doktrin pengembangan pikir (mind
cultivation) bagi sekolah Yeongnam. Pengembangan pikir dimaksudkan
agar manusia dapat mewujudkan ketujuh emosi secara selektif
berdasarkan keempat bibit sebagai pedoman. Dengan mengendalikan alam
pikir, manusia dapat mengklasifikasi sensasi yang diterima dan mengatur
reaksi dari dirinya. Hal ini mengacu pada hakikat manusia sebagai
mekanisme stimulan-respontif.
Dari pemahaman Yi Hwang dapat disimpulkan bahwa manusia
adalah mekanisme stimulan-respontif sekaligus makhluk bernalar.
Manusia merespon stimulan yang ia terima dengan tindakan 14 dan
memiliki kemampuan untuk berpikir15 sebelum bertindak. Pemahaman
yang dicapai Yi Hwang melalui 4 bibit dan 7 emosi manusia
mengindikasikan sifat manusia (nature of human).
3.1.2.2. Pemahaman Yi Yi
Pemahaman Yi Yi mengenai hakikat manusia sedikit mengkritisi
pemahaman Yi Hwang yang dinilai kaku. Yi Yi menilai 4 bibit sebagai
alasan bagi dunia materi dalam mewujudkan 7 emosi manusia. Hal ini
tidak menutup kemungkinan bagi dunia materi untuk memiliki
kemampuan untuk meng-ada-kan maupun mewujudkan keempat bibit
14Tindakan dalam pemahaman Yi Hwang diwakilkan oleh output ketujuh emosi manusia. 15Kemampuan berpikir yang dimaksudkan adalah pelibatan keempat bibit dalam keseluruhan proses dari penerimaan impuls, pemikiran ide respon hingga perwujudannya.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
tersebut. Dengan kata lain manusia, sebagai bagian dari dunia materi,
memiliki kemampuan untuk menciptakan keempat bibit dalam dirinya16.
Pernyataan Yi Yi pada Yulgok Jeonseo17 mengindikasikan potensi
manusia untuk memberikan respon yang kaya dalam ragam. Pernyataan
yang menyanggupi manusia untuk meng-ada-kan ketujuh emosi manusia
dan keempat bibit adalah salah satu buktinya. Kemampuan manusia dalam
mewujudkan kebaikan sebagaimana ia mewujudkan keburukan
menjadikannya makhluk multi-potensi. Lalu Yi Yi juga menyebutkan
bahwa materi melakukan pemunculan dengan menjadikan zat kuasa
sebagai alasannya, adalah insikasi bahwa manusia adalah makhluk
rasional. Manusia yang memiliki alasan dalam bertindakan akan
menyesuaikan tindakannya guna mencapai tujuan.
Yi Yi juga menegaskan bahwa manusia adalah bagian dari dunia
materi. Sebagai bagian dari dunia materi manusia tidak dapat lepas dari
konsep ruang dan waktu. Pernyataan Yi Yi mengemukakan manusia
sebagai zat mortal.
3.2.Hakikat Manusia Menurut Konfusianisme Korea
Keum (2000:11) menyatakan bahwa Konfusianisme berusaha memahami umat
manusia melalui relasinya dengan segala sesuatu di alam semesta (universe); hal
terpenting dalam sistem kemanusiaan18 ini adalah usaha manusia dalam mencapai
titik kesempurnaan manusia dalam relasinya dengan alam semesta.
Pada periode Joseon terjadi perdebatan antarfaksi di awal abad ke-18 antara pro-
Yeongnam dan pro-Giho. Debat ini kembali membahas hakikat manusia berdasarkan
pemahaman Yi Hwang dan Yi Yi yang awalnya berlangsung pada pertengahan abad
ke-16. Perdebatan ini juga menyinggung definisi alam semesta yang mengacu pada
pemikiran Zhu Xi dalam Zhongyong zhang (atau The Doctrine of The Mean) “segala
16Menciptakan atau meng-ada-kan keempat bibit dalam diri manusia adalah fenomena timbulnya nilai-nilai kebajikan, kebenaran, kelayakan dan pengetahuan dalam pikiran manusia akibat menerima impuls dari luar dirinya. 17Yulgok Jeonseo adalah kumpulan Karya Yi Yulgok 18Menurut Keum relasi manusia dengan segala sesuatu di dalam alam semesta dilandasi oleh sistem kemanusiaan karena relasi ini dibangun manusia dengan tindakan yang sesuai dengan kemanusiaan.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
sesuatu yang dianugerahkan zat kuasa adalah alam semesta”, dan The Works of
Mencius “alam semesta adalah kehidupan”. Dengan kata lain alam semesta adalah
segala sesuatu yang ada dalam kehidupan.
3.2.1. Manausia Dengan Sesama Manusia
Dalam Konfusianisme Korea, sistem kemanusiaan dipahami sebagai kode
etis dan paduan dalam menjalani hubungan sosial. Beberapa tipe hubungan sosial
yang disinggung dalam sistem kemanusiaan Konfusianisme Korea adalah sebagai
berikut:
1. Hubungan antara ayah dan anak
2. Hubungan antara subjek dan pemimpin
3. Hubungan antara suami dan istri
4. Hubungan antara kaum tua dan kaum muda
5. Hubungan dalam pertemanan
Perwujudan kelima hubungan sosial tersebut bermaksud untuk menjaga
nilai-nilai kebaikan seperti kebajikan, kebenaran, kelayakan, pengetahuan dan
ketulusan. Sistem kemanusiaan ini berupaya menciptakan kesejahteraan dalam
bermasyarakat dan menjaga eksistensinya dari masa ke masa selama sistem
tersebut dipatuhi. Dengan adanya kesejahteraan dalam bermasyarakat maka
harmoni dalam lingkup kehidupan pun dapat diciptakan.
Manusia hidup dengan memenuhi peran-peran tertentu dalam
bermasyarakat. Tindak laku seseorang dalam bermasyarakat harus sesuai dengan
peran yang ia miliki guna menciptakan kehidupan bermasyarakat yang teratur dan
harmonis. Sistem kemanusiaan ada untuk memastikan manusia berperilaku sesuai
perannya. Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial dalam Konfusianisme
Korea adalah individu yang berperilaku sesuai peran, berdasarkan moral, guna
mempertahankan keteraturan dalam lingkup kehidupannya.
3.2.2. Manusia Dengan Zat Kuasa
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
Konfusianisme Korea sebagai sebuah aliran filsafat terkadang dinilai
kurang dalam membahas konsep ketuhanan dalam pemikiran-pemikiran
tradisionalnya. Akan tetapi kemunculan Neo-konfusianisme memicu adanya
pembahasan-pembahasan metafisika zat kuasa (The Ultimate). Tidak disebutkan
bahwa zat kuasa ini adalah personifikasi dari Tuhan, hanya saja zat kuasa
dipercaya sebagai suatu zat yang melampaui konsep ruang dan waktu dan
mengatur aliran yang ada di alam semesta.
Zat kuasa disebut dengan 6 nama19 berbeda yang masing-masing mewakili
sifatnya:
1. The Great Ultimate atau Tai-chi menyatakan bahwa zat kuasa adalah
poros dari tindak penciptaan, dan sebagai dasar dari segala hal yang
ada.
2. Principle atau Li menyatakan bahwa zat kuasa asal dari segala sesuatu
yang ada dan sebagai dasar dari segala tindak penciptaan. Zat kuasa
adalah dasar dari segala eksistensi yang ada di dunia.
3. Heaven atau Tian menyatakan bahwa zat kuasa adalah suatu zat yang
melampaui alam semesta (konsep ruang dan waktu), oleh karena ittu
zat kuasa mampu mengendalikan ciptaannya20.
4. Lord on High atau Shangdi menyatakan bahwa zat kuasa adalah
sumber dari segala ganjaran dan penghargaan.
5. Spirit atau Shen menyatakan zat kuasa sebagai sebuah aliran energi
misterius yang memiliki fungsi-fungsi tersebdiri dalam semesta.
6. The Way atau Tao dalam pembahasan zat kuasa mewakili beberapa
sifat sekaligus; baik zat kuasa sebagai pengatur, dasar dari segala
tindak penciptaan, hingga sifatnya yang dapat melampaui konsep
ruang dan waktu.
Melalui hubungan antara manusia dengan zat kuasa dapat dipahami bahwa
manusia adalah agen bagi zat kuasa untuk mewujudkan nilai-nilai kebaikan
seperti yang dijabarkan dalam keempat bibit. Manusia sebagai bagian dari 19Keum (2000:4) 20Ciptaan yang dimaksud adalah bagian-bagian dari alam semesta (yaitu segala sesuatu dalam konsep ruang dan waktu). Zat kuasa sebagai dasar dari segala penciptaan kerap diartikan sebagai Sang Pencipta itu sendiri.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
dunia materi adalah substansi aktif yang memanifestasikan zat kuasa dalam
suatu perwujudan. Oleh karena itu manusia berperan untuk melestarikan nilai-
nilai zat kuasa guna mempertahankan harmoni aliran di alam semesta dari
masa ke masa.
3.2.3. Manusia Dengan Dirinya
Yi Hwang menilai kesadaran akan ‘diri’ memiliki peran yang penting
dalam menjalani sebuah proses pengembangan diri. Guna mencapai tahap yang di
mana seseorang dapat menjalani proses pengembangan diri, seseorang harus sadar
akan eksistensi diri, dan mengetahui siapa dan seperti apakah diri mereka tersebut.
Rangkaian proses dalam mencapai tahap tersebut terjadi dalam alam pikir
manusia. Berikut adalah tahapan dalam mencapai proses pengembangan diri:
1. Alam pikir
2. Kesadaran akan diri
3. Mengetahui diri sendiri
4. Refleksi diri
5. Pengembangan diri
Melalui rangkaian proses mental yang berlangsung dalam alam pikir ini
manusia menyadari eksistensi sebuah entitas yang ia sebut dengan dirinya. Entitas
yang manusia sebut sebagai diri adalah kesatuan dari:
1. Menerima rasa (perceiving)
2. Membayangkan (conceiving)
3. Berpikir (thinking)
4. Menimbulkan perasaan (feeling)
5. Ingin (willing), dan
6. Memutuskan (deciding).
Rangkaian proses mental yang terkonsentrasi pada dirinya menjadikan diri
sebagai pusat dari segala kegiatan tersebut. Kesadaran diri adalah kepekaan diri
terhadap dirinya sendiri. Diri ini tidak hanya sadar akan identitasnya sebagai ‘aku’,
diri juga menyadari fakta bahwa dirinya lah yang mengalami kesadaran tersebut.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
Alam semesta adalah sebuah dunia berisikan objek yang dapat diobservasi
oleh diri sebagai subjek. Melalui observasi mengenai dunia diri mengenal benar
dan salah, kesadaran (recognition), dan pengetahuan. Proses berpikir adalah
mekanisme diri dalam mengenal dirinya sebagai subjek. Konsep dunia yang diri
alami memiliki ekslusivitas yang di mana diri dan hanya diri sendiri lah yang
dapat merasakan dunia tersebut. Sebagai contoh, seseorang dapat paham dan
merasa simpati terhadap hidup orang lain, hanya saja ia tidak dapat merasakan
dunia orang lain tersebut. Hal ini dialami seseorang sebagaimana orang lain
berusaha mengalami diri selain dirinya. Dengan kata lain, diri ‘aku’ adalah
kesadaran yang berbeda dengan diri ‘kamu’ sehingga semesta yang dialami diri
‘aku’ adalah dunia yang hanya dialami oleh ‘aku’.
Manusia juga dapat membedakan dirinya dari diri yang lain21 dengan
menyadari substansi yang mewakili dirinya sebagai pusat dari pengalaman-
pengalaman psikologis tersebut. Substansi yang dimaksud adalah perwujudan
fisik manusia sebagai jembatan bagi dirinya dengan lingkup eksternal—
kehidupan. Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman, mengatakan bahwa “manusia
berbeda dari makhluk lain karena kesadarannya akan dirinya, maka dari itu
manusia adalah makhluk yang rasional”. Otak besar atau cerebrum manusia
memiliki kapasitas yang lebih besar dan memadai pemuatan proses-proses mental
yang lebih banyak dibandingkan makhluk lain. Berangkat dari kesimpulannya
dalam membedakan substansinya dengan substansi lain, dan dirinya dengan diri
yang lain manusia berupaya untuk memperkuat fakta bahwa dirinya berbeda dari
diri yang lain22.
Apabila manusia telah mengetahui siapa dirinya, maka ia dapat masuk ke
tahap refleksi diri. Refleksi diri adalah sebuah tindak introspeksi yang memicu
rasa ingin tahu seseorang tentang hakikat, tujuan, dan esensi diri. Manusia
dikatakan siap untuk memasuki tahap pengembangan diri apabila ia telah
memahami poin-poin dalam dirinya yang membutuhkan ‘pembenahan’ melalui
refleksi diri. Konfusianisme Korea telah berasumsi bahwa manusia pada
21Membedakan diri dari diri yang lain atau differ oneself from another. 22Dirinya berbeda dari diri yang lain atau he is different from the others.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
umumnya telah memenuhi keempat tahapan yang berawal dari alam pikir,
kesadaran akan diri, mengetahui diri sendiri, hingga refleksi diri. Konfusianisme
Korea mengakui hakikat manusia sebagai makhluk yang terus berkembang dalam
proses pikir dan mendukung keberlanjutan proses pikir tersebut dengan
menciptakan pengembangan diri.
4. Kesimpulan
Hakikat manusia adalah intisari atau dasar dari manusia yang diakui adanya.
Pemahaman mengenai hakikat manusia dapat dicapai melalui berbagai sudut pandang
seperti ilmu sosial, sosiologi, antropologi, psikologi dan filsafat. Konfusianisme Korea
sebagai salah satu aliran filsafat timur turut membahas pemahaman hakikat manusia.
Studi tentang hakikat manusia tidak berhenti pada pemahaman Yi Hwang dan Yi
Yi saja. Keum (2000:11) menyatakan “Konfusianisme berusaha memahami umat
manusia melalui relasinya dengan segala sesuatu di alam semesta”. Akan tetapi konsep
alam semesta (universe) adalah entitas dari segala sesuatu yang berada di dalam konsep
ruang dan waktu. Hingga kini belum ada bukti bahwa manusia telah melakukan relasi
dengan seluruh bagian alam semesta, maka pemahaman ini akan mengacu pada konsep
alam semesta yang diangkat dalam perdebatan hakikat manusia yang berlangsung pada
abad ke-18, periode Joseon; alam semesta adalah kehidupan. Pemahaman ini melibatkan
tiga bentuk relasi manusia: manusia dengan sesama manusia, manusia dengan zat kuasa
dan manusia dengan dirinya.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Buber, Martin. 1955. Between Man and Man. London: Macmillan Co.
Butler, J. A. V. 1957. Science and Human Life. New York: Basic Books Inc.
Chai, Chu dan Winberg Chai. 1973. Confucianism. New York: Barron’s Educational.
Creel, H. G. 1953. Chinese Thought from Confucius to Mao Tse-tung. Chicago: University of
Chicago Press.
Dewey, John. 1922. Human Nature and Conduct: An Introduction to Social Psychology. New
York: Modern Library
Han Woo Keun. 1971. History of Korea. Korea:____
Honderich, Ted dan Miles Burnyeat. 1979. Philosophy As It Is. London: Penguin Books.
Kang, Jae Eun. 2003. The Land of Scholars; Two Thousand Years of Korean Confucianism.
Korea: Hangilsa Publishing Company.
Keum, Jang Tae. 2000. Confucianism and Korean Thoughts. Seoul: Jimoondang Publishing
Company.
Lewis, C. S. 1996. Miracles. New York: Simon and Schuster.
Margenau, Henry. 1950. The Nature of Physical reality; A Philosophy of Modern Physics. New
York: McGraw-Hill Book Company, inc.
Nivison, David S. 1996. The Ways of Confucianism: Investigations in Chinese Philosophy.
Illinois: Open Court Publishing Company.
Platinga, Alvin. 1974. God, Freedom and Evil. New York: Harper and Row.
Ro, Young-Chan. 1989. The Korean Neo-Confucianism of Yi Yulgok. New York: State
University of New York Press.
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
Rogers, Carl R. 1954. Becoming a Person. Ohio: Oberlin Printing Company.
Titus, Harold H. 1959. Living Issues in Philosophy. New York: American Book Company.
Yang, Key P. dan Gregory Henderson. 1958. An Outline History on Korean Confucianism I: The
Early Period and Yi Factionalism. Ann Arbor: Association for Asian Studies
Zulli, Floyd. 1969. The World’s Great Classics: An Invitation to Great Reading. New York:
Glorier Ultratype
____. 1979. Ajaran Sang Buddha. Jakarta: P.T. Dainippon Gitakarya Printing
SITUS
Astuti, Kartika D. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Umum dan Islam. 13 Februari 2015..
http://kartika-d.blogspot.com/2014/05/hakikat-manusia-menurut-pandangan-umum.html
Caroll College. Theories of Human Nature. 09 Februari 2015.
http://www.carroll.edu/msmillie/philhumbeing/theorieshumannature.htm
Chung, Douglas K. Confucianism: A Potrait. Akses 26 April 2015.
http://www.faithresource.com/showcase/confucianism/confucianismoverview.htm
Corrigan, L. Taoism Teachings and Beliefs. 09 April 2015.
http://people.opposingviews.com/taoism-teachings-beliefs-2589.html
Donar, S. Antropologi. 04 April 2015. http://donarsri.blogspot.com/2013/04/bab-2-antropologi-
makhluk-manusia.html
Harun, A. Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Ekonomi. 09 April 2015.
http://harunarcom.blogspot.com/2012/11/31-manusia-sebagai-makhluk-sosial-dan.html
Khasanah, M. Hakikat Manusia. 04 April 2015.
http://filsafat.kompasiana.com/2014/03/09/hakikat-manusia-638185.html
Khawaja, Moign. Confucius – Great Sage, Humblest Master. Akses 3 Mei 2015.
http://outernationalist.net/?p=836
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
Littlejohn, Ronnie. Daoist Philosophy. 13 April 2015 http://www.iep.utm.edu/daoism/
New World Encyclopedia. 27 Januari 2015.
http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Gija_Joseon
Peterson, Mark. Yi Hwang (Toegye). Akses 24 April 2015.
http://chosonkorea.org/index.php/people/scholars/master-toegye-yi-hwang-philosopher
Richey, Jeffrey. Confucius. Akses 13 April 2015. http://www.iep.utm.edu/confuciu/
Richey, Jeffrey. Mencius akses 25 April 2015. http://www.iep.utm.edu/mencius/
Shneider, V. B. What Is It To Be Rational? 16 Februari 2015.
https://philosophynow.org/issues/1/What_Is_It_To_Be_Rational
Stuart, J. Morality of Taoism. 09 April 2015. http://people.opposingviews.com/morality-taoism-
4464.html
______. The Three Kingdom History. 27 Januari 2015.
http://www.korea.net/AboutKorea/Korea-at-a-Glance/History
______. History of Buddhism in Korea. 09 April 2015. http://www.korea4expats.com/article-Korean-buddhism.html
______. Following The Buddha’s Footsteps. 09 April 2015.
http://online.sfsu.edu/rone/Buddhism/footsteps.htm
______. Religion Library: Taoism. 09 April 2015. http://www.patheos.com/Library/Taoism.html
______. Confucianism. Akses 13 April 2015
http://www.patheos.com/Library/Confucianism.html
______. Philosophy 312: Orieantal Philosophy Humanism, Naturalism, Supernaturalism. Akses 25 April 2015. http://philosophy.lander.edu/oriental/naturalism.html
______. Philosophy 312: Oriental Philosophy Chapter 2: With The Samanas. Akses 2 Mei 2015. http://philosophy.lander.edu/oriental/samanas.html
______. Philosophy 312: Oriental Philosophy Main Concepts of Confucianism Akses 2 Mei 2015. http://philosophy.lander.edu/oriental/main.html
______. Hostory of Korea Gojoseon . Akses 3 Mei 2015. http://www.koreaaward.com/kor/108
Hakikat manusia ..., Srikania Audrey, FIB UI, 2015
Recommended