View
277
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
test
Citation preview
IMMUNOMODULATOR, IMUNOSUPRESAN, IMUNOSTIMULAN
IMMUNOMODULATOR
1. PENDAHULUAN
Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral. Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini disebut paramunitas, dan zat berhubungan dengan penginduksi disebut paraimunitas. Induktor semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel tujuan adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena induktor paramunitas ini bekerja menstimulasi mekanisme pertahanan seluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung (misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon atau enzim lisosomal) untuk meningkatkan fagositosis mikro dan makro (Gambar 1). Mekanisme pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam hal ini pengaruh pada beberapa sistem pertahanan mungkin terjadi, hingga mempersulit penggunaan imunomodulator, dalam praktek.
Gambar 1.mekanisme stimulant imun non spesifik
Karakteristika imunomodulator dan metode penguji
Aktivitas suatu senyawa yang dapat merangsang sistem imun tidak tergantung pada ukuran molekul tertentu. Efek ini dapat diberikan baik oleh senyawa dengan berat molekul yang kecil maupun oleh senyawa polimer. Karena itu usaha untuk mencari senyawa semacam ini hanya dapat dilakukan dengan metode uji imunbiologi saja. Metode pengujian yang dapat dilakukan adalah metode in vitro dan in vivo, yang akan mengukur pengaruh senyawa kimia terhadap fungsi dan kemampuan sistem mononuklear, demikian pula kemampuan terstimulasi dari limfosit B dan T.
Metode uji aktivitas imunomoduator yang dapat digunakan,yaitu:
1. Metode bersihan karbon ("Carbon-Clearance")
Pengukuran secara spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari daerah hewan. Ini merupakan ukuran aktivitas fagositosis.
2. Uji granulosit
Percobaan in vitro dengan mengukur jumlah sel ragi atau bakteri yang difagositir oleh fraksi granulosit yang diperoleh dari serum manusia. Percobaan ini dilakukan di bawah mikroskop.
3. Bioluminisensi radikal
Jumlah radikal 02 yang dibebaskan akibat kontak mitogen dengan granulosit atau makrofag, merupakan ukuran besarnya stimulasi yang dicapai.
4. Uji transformasi limfosit T
Suatu populasi limfosit T diinkubasi dengan suatu mitogen. Timidin bertanda ( 3 H) akan masuk ke dalam asam nukleat limfosit 1. Dengan mengukur laju permbentukan dapat ditentukan besarnya stimulasi dibandingkan dengan fitohemaglutinin A (PHA) atau konkanavalin A (Con A).
Persyaratan imunomodulator
Menurut WHO, imunomodulator haruslah memenuhi persyaratan berikut:
1. Secara kimiawi murni atau dapat didefinisikan secara kimia.2. Secara biologik dapat diuraikan dengan cepat.3. Tidak bersifat kanserogenik atau ko-kanserogenik.4. Baik secara akut maupun kronis tidak toksik dan tidak mempunyai efek samping farmakologik yang merugikan.5. Tidak menyebabkan stimulasi yang terlalu kecil ataupun terlalu besar.
Dasar fungsional paramunitas (menurut A. Mayr)
1. Terjadinya peningkatan kerja mikrofag dan makrofag serta pembebasan mediator.2. Menstimulasi limfosit (yang berperan pada imunitas tetapi belum spesifik terhadap antigen tertentu), terutama mempotensiasi proliferasi dan aktivitas limfosit.3. Mengaktifkan sitotoksisitas spontan.4. Induksi pembentukan interferon tubuh sendiri.5. Mengaktifkan faktor pertahanan humoral non spesifik (misalnya sistem komplemen properdin-opsonin).6. Pembebasan ataupun peningkatan reaktivitas limfokin dan mediator atau aktivator lain.7. Memperkuat kerja regulasi prostaglandin.
IMUNOSUPRESAN
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.
Respon imun
Pada mahkluk tingkat tinggi seperti hewan vertebrata dan manusia, terdapat dua sistem
pertahanan (imunitas), yaitu imunitas nonsepesifik (innate immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive imunity).
1. Imunitas nonspesifik
Merupakan mekanisme pertahanan terdepan yang meliputi komponen fisik berupa keutuhan kulit dan mukosa; komponen biokimiawi seperti asam lambung, lisozim, komploment ; dan komponen seluler nonspesifik seperti netrofil dan makrofag. Netrofil dan makrofag melakukan fagositosis terhadap benda asing dan memproduksi berbagai mediator untuk menarik sel-sel inflamasi lain di daerah infeksi. Selanjutnya benda asing akan dihancurkan dengan mekanisme inflamasi.
2. Imunitas spesifik
Memiliki karakterisasi khusus antara lain kemampuannya untuk bereaksi secara spesifik dengan antigen tertentu; kemampuan membedakan antigen asing dengan antigen sendiri (nonself terhadap self) ; dan kemampuan untuk bereaksi lebih cepat dan lebih efesien terhadap antigen yang sudah dikenal sebelumnya. Respon imun spesifik ini terdiri dari dua sistem imun , yaitu imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas seluer melibatkan sel limposit T, sedangkan imunitas humoral melibatkan limposit B dan sel plasma yang berfungsi memproduksi antibodi.
Aktivitas respon imun spesifik
Aktivitas sistem imun spesifik memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting sel
Indikasi imunosupresan
Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.
1. transplantasi organ2. penyakit autoimun3. pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus
Prinsip umum terapi imunosupresan
Prinsip umum penggunaan imunosupresan untukmencapai hasil terapi yang optimal adalah sebagai berikut:
1. Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup: pengolahan antigen oleh APC, sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini merupakan yang paling sensitif terhadap obat imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori, maka efektifitas obat imunosupresan
akan jauh berkurang.2. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu antigen berbeda dengan dosis untuk antigen lain.3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua penyakit autoimun baru bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif sulit di atasi.
IMUNOSTIMULAN
Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan fungsi imun pada kondisi-kondisi imunosupresi. Kelompok obat ini dapat memperngaruhi respon imun seluler maupun humoral. Kelemahan obat ini adalah efeknya menyeluruh dan tidak bersifat spesifik untuk jenis sel atau antibodi tertentu. Selain itu efekumumnya lemah. Indikasi imunostimulan antara lain AIDS, infeksi kronik, dan keganasan terutama yang melibatkan sistem lifatik. (Widianto B Matildha. 1987)
1. TERAPI HERBAL IMUNOMODULATOR
Nigella sativa L
Gambar 2. Jinten hitam (Nigella sativa L)
Diambil dari www.bh-froe.com/ZC/images/nigella%20sativa.jpg
1. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Ranunculales
Suku : Ranunculaceae
Marga : Nigella
Jenis : Nigella sativa
Nama umum/dagang: Jinten hitam
Nama umum : jinten ireng (Jawa), kalonji (India), Haba-ul-sauda (Arab), Black cumin (Ingris) (Anonim.2000 dan Gillani Anwar-ul Hassan dkk.2004)
4. Kandungan kimia
Biji jinten hitam mengnadung volatil oil yang berwarna kuning (22,7%), asam amino seperti albumin, globulin, lysin, leucin, isoleusin, valin, glysin, alanin phenylalanin, arginin, asparginin, cystine, glutamic acid, aspartic acid, isoleusin, prolin, serin, treonin, tryptopan, dan tyrosin, gula redusi, musilago, alkaloid, asam organik, tannin, resin, glukosida toksik, metarbin gykosida saponin, melanthin menyerupai helleborin, melanthiginin, abu, air dan asam arabik. Dalam biji juga ditemukan lemak, serat, mineral seperti Fe, Na, Cu, Zn, P,Ca dan vitamin seperti asam ascorbic, thiamin, niacin, piridoksin, dan asam folat.
Biji jinten hitam mengandung ester asam lemak: seperti asam palmitat, asam oleik, asam linoleik, dan asam dehidro stearik, terpenoid, alkohol alpipatik, dan ά-β-hidroksiketon tidak jenuh, sterol bebas, steril ester, steril glukosida dan glukosida steryl terasetilasi. Alkaloid yang telah diisolasi yaitu nigelliene, alkaloid isoquinolin,, nigellimin, dan alakaloid indazol, nigellidine. Juga mengandung lipase, phytosterol dan β-sitosterol.
Kandungan aktif biji jinten mencakup volatil oil yang terdiri dari carvone, keton tidak jenuh, terpen atau d-limonen yang dikenal dengan carvene, ά-pinen dan p- cymene. Kandungan aktif secara farmakologi pada volatile oil adalah thymoquinone, ditymoquinone, thymohidroquinone, dan thymol. Kandungan thmoquinone tertinggi sebesar 57,78% dimana air diberikan selama 12 hari. (Gillani Anwar-ul Hassan dkk, 2004)
Imunisupresan
1. Pengertian Imunosupresan
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti
pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus
dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.
Immunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem imun dengan jalan
interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut. Titik kerjanya dalam proses-imun dapat berupa
penghambatan transkripsi dari cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun
diperlemah. Khususnya IL-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang
dapat dihambat pula oleh efek sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa diinaktifkan atau
dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit.
Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit
autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.
2. Mekanisme Kerja dan Pilahan Obat Imunosupresan
Kerja obat imunosupresan berdasarkan penghambatan/supresi reaksi umum secara dini.
Pada gambar 48-3 menunjukkan tempat kerja obat imunosupresan dalam mengatasi Selain
dengan obat, imunosupresi dapat juga diperoleh dengan memanipulasi jumlah Ag dan Ab dalam
tubuh. Penggunaan imunosupresan bertujuan untuk mendapatkan toleransi spesifik (terarah),
yaitu toleransi terhadap suatu antigen tertentu saja. Alasan dikehendakinya suatu toleransi
spesifik, dan bukan umum, ialah karena toleransi umum dapat membahayakan individunya;
khusunya memudahkan timbulnya penyakit infeksi berat. Tetapi sayangnya toleransi spesifik
seringkali sulit dicapai. Perlu dimengerti bahwa bila Ag masih terdapat dalam tubuh, reaksi
imunologik akan muncul kembali dengan penghentian pemberian imunosupresan.
Efek imunosupresi dapat dicapai dengan salah satu cara berikut: (1) Menghambat proses
fagositosis dan pengolahan Ag menjadi Ag imunogenik oleh makrofag; (2) Menghambat
pengenalan Ag oleh sel limfoid imunokompeten; (3) Merusak sel limfoid imunokompeten; (4)
Menekan diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, sehingga tidak terbentuk sel plasma
penghasil Ab, atau sel T yang tersensitisasi untuk respons imun selular; dan (5) Menghentikan
produksi Ab oleh sel plasma, serta melenyapkan sel T yang tersensitisasi yang telah terbentuk.
Beberapa imunosupresan mempengaruhi berbagai reaksi respons imun, umpamanya reaksi
inflamasi.
Secara praktis, di klinik penggunaan obat imunosupresan berdasarkan waktu
pemberiannya. Untuk itu respons imun dibagi dalam dua fase. Fase pertama adalah fase
induksi, yang meliputi: (1) Fase pengolahan Ag oleh makrofag, dan pengenalan Ag oleh limfosit
imunokompeten; (2) Fase proliferasi dan diferensiasi sel B dan sel T, masing-masing untuk
respons imun humoral dan selular. Fase kedua: fase produksi, yaitu fase sintesis aktif Ab dan
limfokin.
Berdasarkan fase-fase tersebut di atas, imunosupresan dibagi dalam tiga kelas.
Imunosupresan kelas I harus diberikan sebelum fase induksi, yaitu sebelum terjadi
perangsangan oleh Ag. Jadi kerjanya adalah merusak limfosit imunokompeten (limfolitik).
Contohnya: alkilator radiomimetic dan kortikosteroid (sinar X juga bekerja pada fase ini). Jika
diberikan setelah terjadi perangsangan oleh Ag, biasanya tidak diperoleh efek imunosupresif
sehingga respons imun dapat berlanjut terus.
Imunosupresan kelas II adalah yang harus diberikan dalam fase induksi; biasanya satu
atau dua hari setelah perangsangan oleh Ag berlangsung. Obat golongan ini bekerja
menghambat proses diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, misalnya antimetabolit. Jika
diberikan sebelum adanya perangsangan oleh Ag, umumnya tidak memperlihatkan efek
imunosupresif; malahan sebaliknya, beberapa obat tersebut justru dapat meningkatkan respons
imun, umpamanya azatioprin dan metotreksat. Bagaimana mekanisme terjadinya hal yang
disebut belakangan belum diketahui dengan pasti.
Imunosupresan kelas III memiliki sifat imunosupresan kelas I maupun kelas II. Jadi
golongan ini dapat menghasilkan imunosupresi bila diberikan sebelum maupun sesudah adanya
perangsangan oleh Ag.
Pilahan imunosupresan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Kelas I Kelas II Kelas IIIBusulfanL-MelfalanD-MelfalanGlukokortikoid:
D. PrednisonE. PrednisolonF. Glukokortikoid lainnya
Mitomisin CKolkisinFitohemaglutininSinar-X
KlorambusilMetotreksatAzatioprin6-Merkaptopurin (6-MP)Sitarabin (ARA-C)5-Bromo-deoksiuridin (5-BUdR)5-Fluoro-deoksiuridin (5-FUdR)5-Fluorourasil (5-FU)Vinblastin (VBL)Vinkristin (VCR)Siklosporin*
SiklofosfamidProkarbazin
*paling efektif bila diberikan bersamaan dengan antigen
Dari obat yang tertera dalam tabel tersebut hanya beberapa saja yang telah lazim digunakan
sebagai imunosupresan, yaitu: (1) alkilator: siklofosfamid dan klorambusil; (2) antimetabolit:
aztioprin dan 6-merkaptopurin (analog purin), metotreksat (analog folat); (3) kortikosteroid:
prednisolon, prednison; dan (4) siklosporin.
Obat yang digunakan sebagai imunosupresan sebagian besar termasuk dalam golongan
obat kelas II, contohnya azatioprin, 6-merkaptopurin, klorambusil dan metotreksat. Efek utama
obat kelompok ini ialah menghancurkan sel yang sedang berproliferasi, maka tahap proliferasi
dan diferensiasi umumnya merupakan fase yang lebih sensitif daripada tahap lainnya. Obat-obat
ini paling efektif diberikan beberapa hari setelah berlangsungnya stimulasi Ag yaitu pada periode
dengan sensitivitas maksimal.
Imunosupresan kelas III yang telah banyak digunakan sampai kini hanyalah
sikolofosfamid. Efek imunosupresif dapat diperoleh bila diberikan sebelum maupun sesudah
berlangsungnya stimulasi Ag, tetapi efek ini terkuat pada pemberian beberapa hari setelah
stimulasi Ag berlangsung.
Golongan imunosupresan kelas I yang telah digunakan sampai kini hanyalah
glukokortikoid, khususnya prednisolon dan prednison.
3. Obat-obat Imunosupresan
AZATIOPRIN
Nama Generik : Imustrum
Nama Dagang : Erlimpeks
Golongan : B
Per 5 ml : prebiotik 500 mg, colostrum bovine 250 mg, curcuminoid 2 mg, bubuk dha 32 mg,
lysine hci 100 mg, vit b1 3 mg, vit b2 phosphate 2 mg, vit b6 5 mg, vit b12 5 mcg, panthenol 3
mg, nicotinamide 5 mg, vit a 2000 iu, vit d 200 iu, zn (sebagai zn sulfat 7h20) 5 mg.
Indikasi : Suplemen suplemen nutrisi dan multi vitamin untuk menjaga sistem imun dan kesehatan fungsi
pencernaan pada anak.
: Anak : 4-12 tahun 10 ml 1x /hari 1-4 Tahun 5 ml 1x/hari
Km : Sir 60 Ml Rp.20.000,-
KOLSISIN
ORECOLFAI Fahrenheit K
Kolsisin 0,5 mg. In: lihat dosis. Ki: penyakit saluran kemih dan jantung parch, hipersensitif,
diskrasia dash, wanita hamil. Es: kemungkinan peningkatan toksisitas i kolsisin pads kasus
disfungsi hati hares dipertimbangkan, kelemahan otot, meal, muntah, nyeri perut atau diare,
urtikaria, anemia aplastik, agranulositosis, dermatitis, purpura, alopesia, pada dosis toksik
menyebabkan diare bent, kerusakan umum pembuluh, dan kerusakan ginjal t disertai hematoria
dan oliguria. Ds: artritis gout, arthritis akut: dasis awal, 4,5-1,2 mg; diikute dengan 0,5 mg i
setiap 2 jam sampai rasa sakit hilang. Serangan akut: 4 ; 8 mg. Propfilaksis gout: pencegahan, 0,5
mg diberikan' sekali seminggu sampai sekali sehari, km: dos 3x10 tablet rp. 16.500,-
METOTREKSAT
ETHOTREXATE Kalbe Farma K
Metotreksat. In: koriokarsinoma gestasional, korioadenoma destruens, mola hidatiform.
Profilaksis leukemia meningeal pada leukemia limfositik akut & sebagai terapi pemeliharaan
dalam kombinasi dengan antikanker lain. Terapi leukemia meningeal. Sebagai terapi tunggal
atau kombinasi untuk kanker payudara, kanker epidermoid kepala & leher, kanker paru stadium
lanjut (terutama jenis sel kecil & sel skuamosa). Sebagai terapi kombinasi untuk limfoma non
hodgkin stadium lanjut. Terapi simtomatik psoriasis berat. Ki: wanita hamil dan menyusui.
Alkoholisme, penyakit hati alkoholik, atau penyakit hati kronis lainnya. Pasien dg diskrasia
darah. Hipersensitivitas terhadap metotreksat. Perh: pantau toksisitas sumsum tulang, hati, paru,
ginjal. Hati-hati pd pasien dg kerusakan fungsi ginjal, ascites, atau efusi pleura. Hati-hati
penggunaan bersama ains. Io: preparat asam folat dapat menurunkan respon terapi. Pemberian
bersama trimetoprim/sulfametoksazol pernah dilaporkan terjadi peningkatan efek samping-
supresi sumsum tulang. Dosis:. Koriokarsinoma & penyakit trofoblastik sejenis: 15-30 mg/hari
i.m. Selama 5 had. Ulangi 3-5 kali dengan periode istirahat selama e" 1 minggu. Karsinoma
payudara: 40 mg/mz i.v. Pada had ke-1 & 8. Terapi induksi leukemia: 3,3 mg/mz dalam
kombinasi dengan 60 mgjmz, diberikan tiap hari. Methotrexate diberikan'bersama antineoplastik
lain untuk terapi pemelihara6n, diberikan 2 kali/minggu setiap 14 had. Leukemia meningeal:
200-500 mcg/kgbb intratekal, interval 2-5 had. Psoriasis: 10-25 mg/minggu i.m/i.v. Dosis
tunggal. Es,.supresi sumsum tulang & toksisitas gastrointestinal. Dlare. Umfoma malignan.
Stomatitis ulseratif, leukoperiamual, ketidaknyaman abdominal. Malaise, fatigue, ,demam &
menggigil, penurunan ketahanan terhadap infeksi. Jangka panjang: hepatotoksisitas, fibrosis,
sirosis. Km: injeksi 50 mg/2 ml vial rp.55.000.
METHOTREXATE 50 MG/ 2 ML DBL Tempo SP, DBL K
Metotreksat 5 mg/2 ml; 50 mg/2 ml tiap vial. In: kemoterapi antineoplastik. Km: dos 5 vial 5
mg/2 ml rp. ', 54.250,-; 5 vial 50 mg/2 ml rp. 135.550,
METHOTREXATE Delta West Pharmacia K
Metotreksat 25 mg/ml injeksi dalam 20 ml/2 ml landan steril, isotonik, bebas zat pengawet; 100
mg/ml dalam larutan steril, isotonik, bebas zat pengawet. In: terapi kanker payudara,
koriokarsinoma, korioademona destruen, dan hidatidiform mole. Ki. Gangguan fungsi ginjal,
gizi buruk, gangguan hati atau paru. Perh: harus diberikan oleh dokter pengalaman, pasien harus
diberitahu efek toksik clan bahaya obat; jangan diberikan pada wanita hamil clan menyusui. Es:
intoksikasi kulit, darah, sistem urogenital, saluran cerna dan fungsi syaraf. Ds: koriokarsinoma
clan penyakit tropoblastik yang sama: 15-30 mg im tiap had selama 5 had; seluruh gejala
toksikasi harus sudah hilang, sebelum dimulai paket berikut, biasanya diperlukan 3-5 paket;
kanker payudara 10-60 mg/mi, biasanya diberikan bersama dengan obat sitosis lain; leukemia 3,3
mg/m2 secara oral bersama dengan 60 mg/mz prednison. Km: 1 vial 50 mg/2 ml rp. 68.180,-
TEXORATE Fahrenheit K
Metotreksat 2,5 mg/tablet. In: artritis reumatoid, molahidatidosa, psiroasis, km: dos 100 tablet
SIKLOFOSFAMID
CYCLOPHOSPHAMIDE KALBE FARMA K
Cyclophosphamide. In: Karsinoma paru, karsinoma payudara, karsinoma ovarium.
Limfogranulomatosis maligna, limfosarkoma, sarcoma sel retikulum, leukemia serta myeloma
multiple. KI: Penyakit sumsum tulang, hipersensitivitas, sistitis hemoragik, wanita hamil &
menyusui. Perh: leukopenia, trombositopenia, infiltrasi sel tumor pada sumsum tulang, pernah
diterapi dengan agen sitotoksik lainnya atau radioterapi, kerusakan fungsi hati/ginjal. Dapat
memicu sterilitas permanen pada anak-anak. Hitung sel darah harus dipantau selama terapi. ES:
Mual, muntah. Depresi sumsum tulang (leucopenia, trombositopenia). Amenorrhea,
azospermia, sistitis haemorrhagik steril. Alopecia. Fibrosis & karsinoma kandung kemih pernah
dilaporkan pada penggunaan jangka panjang. Disfungsi hati, hiperpigmentasi, ulkus oral. Ds:
Regimen dosis individual. Dosis rendah 80-240 mg/m2 permukaan tubuh (2-6 mg/kgBB) dosis
tunggal per minggu i.v. atau dosis terbagi secara oral. Dosis menengah: 400-600 mg/m2 (10-15
mg/kgBB) dosis tunggal per minggu i.v. Dosis tinggi: 800-1600 mg/m2 20-40 mg/kgBB) dosis
i.v, interval 10-20 hari. Km: Injeksi 200 mg vial Rp. 112.000; Injeksi 1000 mg vial Rp. 300.000;
Tablet salut gula 50 mg botol 28’s Rp. 100.000.
CYTOXAN BRISTOL-MYERS SQUIBB K
Siklofosfamid 200 mg/vial injeksi. In: Keganasan pada sumsum tulang dan jaringan limfoid,
adenokarsinoma ovarium, neuroblastoma, retinoblastoma, kanker paru dan payudara. ES:
Neoplasia sekunder, leukemia, anoreksia, mual dan muntah, alopesia, interstitial pulmonary
fibrosis dan kardiotoksisitas. Km: Dos vial 200 mg Rp. 77.000,-
ENDOXAN BAXTER ONCOLOGY/TRANSFARMA K
Siklofosfamid 200 mg; 500 mg; 1 g/vial injeksi; 50 mg/tablet. In: Karsinoma dan sarcoma
(leukemia, limfogranulomatosis, limfosarkoma, retotelial sarkoma, multiple myeloma, mammary
carcinoma, ovarian carcinoma). KI: Kerusakan fungsi sumsum tulang yang parah, trimester
pertama kehamilan,sistitis. ES: Dosis tinggi dapat mengakibatkan leukositopenia,
trombositopenia dan anemia. Ds: Injeksi iv: Sehari 3-6 mg/kgBB. Tablet: Sehari 1-4 tablet (50-
200 mg). Km: Vial 200 mg Rp. 120.000; vial 500 mg Rp. 262.000; vial 1 g Rp. 380.000; dos
100 tablet Rp. 390.000.
NEOSAR KALBE FARMA K
Siklofosfamid 50 mg/tablet; 200 mg; 1000 mg/ml injeksi. In: Antineoplastik. Km: Botol 25
tablet 50 mg Rp. 66.000,-; 1 vial 200 mg Rp. 60.500,-; 1 vial 1000 mg Rp. 225.500,-
SIKLOSPORINSANDIMMUN SANDOZ K
Siklosporin 100 mg/ml larutan obat minum; 25 mg; 50 mg; 100 mg/kapsul; 50 mg/ml konsentrat
infuse intravena (mengandung polyoxyethylated castor oil). In: Transplantasi organ (ginjal, hati
dan jantung). Km: 5x10 kapsul lunak 25 mg Rp. 694.240,-; 5x10 kapsul lunak 50 mg Rp.
1.248.485,-; 5x10 kapsul lunak 100 mg Rp. 2.339.900,-; botol 50 ml larutan obat minum 100
mg/ml Rp. 2.841.685,-; dos 10 ampul konsentrat infus intravena 50 mg/ml Rp. 332.380,-; 10
ampul konsentrat infus intravena 250 mg/ml Rp. 1.796.150,-
VINKRISTINKREBIN KALBE FARMA K
Vinkristin sulfat 1 mg; 2 mg/ml injeksi. In: Antineoplastik. Km: 1 vial 1 mg Rp. 117.000,-; 1
vial 2 mg Rp. 187.000,-
VINCRISTINE DELTA WEST PHARMACIA K
Vinkristin 1 mg/ml; 2 mg/2 ml injeksi. In: Terapi kombinasi pengobatan leukemia limpoblastik
akut (terutama pada anak), kanker limfa, rabdomiosarkoma, neuroblastoma, tumor Wilm,
sarkoma osteogenik, mikosis fungoides, sarkoma Ewing, kanker rahim atau payudara, malignan
melanoma, kanker paru dan tumor organ seks pada anak. Ds: Intravena: Anak, 1,5-2,0 mg/m2;
dewasa 0,4-1,4 mg/m2. Km: Vial 1 mg/ml Rp. 93.180,-; 2 mg/m2 ml Rp. 165.910,-
VINCRISTINE KALBE FARMA K
Vinkristin sulfat. In: Sebagai komponen kemoterapi kombinasi leukemia akut. Kombinasi
dengan kemoterapi lain untuk limfoma Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, neuroblastoma,
rhabdomyosarkoma, sarcoma osteogenik, sarkoma Ewing, mycosis fungoides, tumor Wilm,
karsinoma payudara, serviks paru. Terapi idiopathic trombocytopenic purpura yang refrakter
terhadap kortikosteroid dan spelenektomi. KI: Sindrom Charcot Marie-Tooth. Pasien yang
menerima terapi radiasi meliputi liver. Perh: Tidak boleh diberikan secara i.m. atau s.c. Hati-
hati terjadinya kompilkasi leucopenia. Hati-hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.
Disarankan tidak menyusui selama menggunakan obat ini. Sesuaikan dosis pada penderita
penyakit hati atau jaundice. ES: Neurotoksisitas, umumnya berupa neuropati perifer. Penurunan
reflex tendon dalam, parestesia perifer. Toksisitas autonom: konstipasi, ileus paralitik, gangguan
fungus saluran kemih, gangguan berkeringat, hipotensi ortostatik, kontraksi mioklonik.
Toksisitas sistem syaraf pusat. Alopesia. Mielosupresi jarang terjadi pada dosis lazim. Mual,
muntah, diare, stomatitis. IO: Allopurinol. Obat-obat yang bekerja pada sistem syaraf perifer.
Metotreksat. Ds: Dosis lazim: Anak-anak: 1,5-2 mg/m2. Dewasa: 0,4-1,4 mg/m2. Dapat
diberikan dengan infuse i.v. atau injeksi langsung selama 1 menit. Km: Injeksi 1 mg vial 1 ml
Rp. 101.200. Injeksi 2 mg vial 2 ml Rp. 195.000,-
B. Hematologi
1. Pengertian Hematologi
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang marfologi darah dan jaringan
pembentuk darah. Hematinik adalah obat yang digunakkan merah.
2. Contoh – Contoh Obat Hematologi
Antianemia Hipokromik
a. Besi Dan Garam-Garamnya
FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan klorosis, anemia akibat defisiensi Fe.
Bangsa Yunani dan India telah menggunakan bahan-bahan yang mengandung Fe untuk
mendapatkan tentara yang kuat.
b. Distribusi Dalam Tubuh
Tubuh manusia sehat mengandung ±3,5gr Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan
kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organic, yaitu sebagai ikatan non ion dan
lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Kira-kira 70% dari Fe yang
terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang
nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada (1) hemoglobin ±66% ; (2)mioglobin 3% ; (3) enzim
tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitikromoksidase, subsinil
dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%, dan (4) pada transferin 0,1%. Besi
nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%, dan
pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita hanya 200-400mg, sedangkan
pada pria kira-kira 1gr.
c. Farmakokinetik
Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum ; makin ke distal
absorbsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah di absorbsi dalam bentuk fero. Transportnya
melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah di absorbsi akan di
ubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion fero akan masuk ke dalam plasma
dengan perantara transferin, atau di ubah menjadi feritin dan di simpan dalam sel mukosa usus.
Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru di serap akan segera di
angkut dari sel mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Absorbsi dapat di tingkatkan oleh
kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCL, sucsinat dan senyawa asam lain. Absorbsi ini meningkat
pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya eritropoesis.
Transport. Setelah di absorbsi, Fe dalam darah akan di ikat oleh transferin (siderifilin),
suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian di angkut ke berbagai jaringan, terutama ke
sumsum tulang dan depot Fe. Selain transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe,
yaitu untuk keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.
Ekskresi. Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar
0,5-1mg/hari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang
berkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang di potong.
Pada wanita usia subur siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang di ekskresi sehubungan dengan haid
di perkirakan sebanyak 0,5-1mg/hari.
d. Kebutuhan Besi
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap pagi dipengruhi oleh berbagai factor. Faktor umur, jenis
kelamin (sehubungan dengan kehamilan dan laktasi pada wanita) dan jumlah darah dalam badan
(dalam hal ini Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan depot Fe memegang
peran yang penting pula. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan bahwa seorang laki-laki
dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg, dan wanita memerlukan 12 mg sehari.sedangkan
wanita hamil dan menyusui di perlukan tambahan asupan 5 mg sehari. Bila kekurangan,
akibatnya timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absorpsi yang jelek,
perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat.
e. Sumber Alam
Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100g) adalah hati,
jantung, kuning telur, ragi, kerang, kacang-kacangan dan buah-buahan kering tertentu. Makanan
yang mengandung besi dalam jumlah sedang (1-5 mg/100g) termasuk diantaranya daging, ikan,
unggas, sayun yang berwarna hijau dan biji-bijian. Sedangkan susu atau produknya, dan syuran
yang kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g).
f. Efek Nonterapi
Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral, dan ini
sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala
yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (±7-20%), konstipasi (±10%), diare (±5%)
dan kolik. Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada tempat suntikan yaitu
berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan local pada pembesaran
kelenjar inguinal. Peradangan local sering sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV.
Selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada 0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapat terjadi
dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardi,
flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing, dan kolaps sirkulasi.
Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam ½ sampai 24 jam setelah suntikan misalnya
sinkope, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan dan
ensefalopatia.
Intoksikasi akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 gram. Kelainan utama
terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejala yang timbul
seringkali berua mual, muntah, diare, hematemesis, serta feses berwarna hitam karena
perdarahan pada saluran cerna, syok, dan akhirnya kolaps. Kardiovaskulardengan bahaya
kematian. Gejla keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah
beberapa jam meminum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: Pertama-tama
diusahakan agar penderita muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe
sebagai kompleks protein Fe. Intoksitasi menahun dapat mengakibatkan hemosiderosis.
Obat Lain
a. Riboflavin
Riboflavin (vit. B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan flavin-adenin
dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavor-protein dalam
pernapasan sel. Anemia defisiensi Riboflavin banyak terdapat pada malnutrisi protein kalori, di
mana ternyata factor defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan penyakit.
b. Piridoksin
Vit. B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme.
Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada keadaan ini
absorpsi Fe meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi hiperteremia, sedangkan
daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.
c. Cobalt
Defisiensi kobal belum pernah dilaporkan pada manusia. Kobalt dapat meningkatkan
jumlah hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia refrakter,
seperti yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal tetapi
mekanisme yang pasti tidak diketahui.
d. Tembaga
Hingga sekarang belum ada kenyataan yang menunjukkan pentingnya penambahan Cu
baik dalam makanan ataupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi.
Antianemia Megaloblastik
Pembentukan eritrosit oleh tulang memerlukan sianokobalamin dan asam folat.
Kekurangan salah satu atau ke dua faktor ini dapat menyebabkan anemia disertai dengan
dilepasnya eritrosit muda ke sirkulasi (eritrosit dengan inti dan kekurangan B12 atau asam folat
yang disebabkan oleh kurangnya asupan, terganggunya absorbsi, terganggunya utilisasi,
meningkatnya kebutuhan, destruksi yang berkelebihan atau ekskresi yang meningkat). Defisiensi
sianokobalamin dapat menimbulkan anemia megaloblastik yang disertai gangguan neurologik.
a. Sianokobalamin (Vit B12)
Sianokobalimin (vitamin B12) merupakan satu-satunya kelompok senyawa alam yang
mengandung unsur CO dengan struktur yang mirip derivat porfirin. Sianokobalamin yang aktif
dalam tubuh manusia adalah deoksiadenosil kobalamin dan metil kobalamin. Dengan demikian
sianokobalamin dan hidroksokobalamin yang terdapat dalam obat serta kobalamin air dalam
makanan harus diubah menjadi bentuk aktif ini.
1) Fungsi Metabolik
Vitamin B12 bersama asam folat sangat penting untuk metabolisme intrasel. Pada
rangkaian reaksi ini vitamin B12 terdapat sebagai koenzim B12 yang aktif yaitu 5-
deoksiadenosilbalamin Silkobalamin dan metal kobalamin. Yang pertama merupakan unsure
penting dalam reaksi enzimatik di mitokondria, sedangkan metilkobalamin diperlukan sebagai
donor metil pada pembentukan metiolin dan derifatnya dari homosistein. Kelainan neurologi
pada defisiensi vitamin B12 diduga karena kerusakan pada sarung mielin.
2) Defisiensi Vitamin B12
Defisiensi kobalamin ditandai dengan hematopoesis, gangguan neurologi, kerusakn sel
epitel, terutama epitel saluran cerna, dan debilitas umum. Defisiensi vitamin B12 pada orang
dewasa lebih sering disebabkan oleh gangguan reabsorbsinya, misalnya pada defisiensi vitamin
B12 yang klasik yang disebut anemia pernisiosa Addison. Pada penyakit tersebut terjadi
kegagalan sekresi factor intrinsic castle oleh sel parietal lambung yang berfungsi dalam absorbs
vitamin B12 di ileum.
3) Kebutuhanvitamin B12
Kebutuhan vitamin B12 bagi orang sehat kira-kira 1 µg sehari yaitu sesuai dengan jumlah
yang diekskresi oleh tubuh. Setiap hari tubuh akan mengeluarkan 3-7 µg sehari kedalam saluran
empedu, sebagian besar akan di reabsorbsi melalui usus dan hanya 1 µg yang tidak direabsorbsi.
Pada anemia perniasiosa dimana factor intrinsic castle berkurang atau tidak ada, kebutuhan ini
akaan meningkat sebab apa yang dikeluarkan melalui saluran empedu tidak dapat direabsorbsi.
4) Sumber Vitamin B12 Alami
Sumber asli satu-satunya untuk vitamin B12 adalah mikroorganisme. Bakteri dalam kolon
manusia juga membentukvitamin B12, tetapi tidak berguna untuk memenuhi kebutuhan individu
yang bersangkutan sebab absorbs vitamin B12 terutama berlangsung dalam ileum. Sumber untuk
memenuhi kebutuhan manusia adalah makanan hewani. Vitamin B12 dalam makanan manusia
juga terikat pada protein, tetapi akan dibebaskan pada proses proteolisis. Jenis makanan yang
kaya akan vitamin B12 adalah jeroan (hati, ginjal, jantung) dan kerang.
5) Farmakokinetik
Absorbsi. Sianokobalamin diabsorbsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK.
Hidroksokobalamin dalam koenzim B12 lebih lambat di absorbs karena ikatannya yang lebih
kuat dengan protein.
Absorbsi dengan perantara FIC. Sangat penting dan sebagian besar anemia megaloblastik
disebabkan oleh gangguan mekanisme ini. FIC hanya mampu mengikat sejumlah 1,5-3 mcg
vitamin B12.kompleks ini masuk ke ileum dan disini melekat pada reseptor khusus disel mukosa
ileum untuk diabsorbsi. Intrinsic konsentrat (eksegen) yang diberikan bersama vitamin B12
hanya berguna untuk penderita yang kurang mensekresi FIC dan penderita menolak untuk
disuntik .
Absorbsi secara langsung, tidak begitu penting karena baru terjadi kadar B12 yang tinggi,
dan berlangsung secara difusi.
Transport, setelah diabsorbsi hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan
protein plasma. Sebagian besar terikat pada betaglobulin (transkobalamin II), sisanya terikat
pada alfaglikoprotein (transkobalamin I) dan interalfa glikoprotein (transkobalamin III).
C. Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit
1. Umur :
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh
pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah
mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2. Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah
memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan
seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L
per hari.
3. Diet
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak
adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan
cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses
keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
4. Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen
otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan
dapat meningkatkan volume darah.
5. Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh Misalnya :
a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh
c. Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan
karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
6. Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.
7. Pengobatan :
Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan
dan elektrolit tubuh.
8. Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.
D. Obat Yang Mempengaruhi Cairan dan Elektrolit
1. Cairan hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang
dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari
dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah nacl 45% dan dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung
kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan ringer-laktat (rl), dan normal saline/larutan
garam fisiologis (nacl 0,9%).
3. Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan hipotonik. Misalnya dextrose 5%, nacl 45% hipertonik, dextrose 5%+ringer-
lactate, dextrose 5%+nacl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
1. Kristaloid:
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders)
ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan
cairan segera. Misalnya ringer-laktat dan garam fisiologis.
2. Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari
membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat
menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
Jenis-Jenis Cairan Infus
1. Asering
Indikasi:
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah
dengue (dhf), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:
Setiap liter asering mengandung:
NA 130 MEQ
K 4 meq
Cl 109 meq
Ca 3 meq
Asetat (garam) 28 meq
Keunggulan:
a. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan
hati
b. Pada pemberian sebelum operasi sesar, ra mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding rl pada
neonates
c. Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan
isofluran
d. Mempunyai efek vasodilator
e. Pada kasus stroke akut, penambahan mgso4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml ra, dapat
meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral
2. Ka-en 1b
Indikasi:
a. Sebagai Larutan Awal Bila Status Elektrolit Pasien Belum Diketahui, Misal Pada Kasus
Emergensi (Dehidrasi Karena Asupan Oral Tidak Memadai, Demam)
b. < 24 jam pasca operasi
c. Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara iv. Kecepatan sebaiknya 300-500
ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
d. Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
3. Ka-en 3a & ka-en 3b
Indikasi:
a. Larutan Rumatan Nasional Untuk Memenuhi Kebutuhan Harian Air Dan Elektrolit Dengan
Kandungan Kalium Cukup Untuk Mengganti Ekskresi Harian, Pada Keadaan Asupan Oral
Terbatas
b. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c. Mensuplai kalium sebesar 10 meq/l untuk ka-en 3a
d. Mensuplai kalium sebesar 20 meq/l untuk ka-en 3b
4. Ka-en mg3
Indikasi :
a. Larutan Rumatan Nasional Untuk Memenuhi Kebutuhan Harian Air Dan Elektrolit Dengan
Kandungan Kalium Cukup Untuk Mengganti Ekskresi Harian, Pada Keadaan Asupan Oral
Terbatas
b. Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)
c. Mensuplai kalium 20 meq/l
d. Rumatan untuk kasus dimana suplemen npc dibutuhkan 400 kcal/l
5. Ka-en 4a
Indikasi :
a. Merupakan Larutan Infus Rumatan Untuk Bayi Dan Anak
b. Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar
konsentrasi kalium serum normal
c. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi (per 1000 ml):
a. NA 30 MEQ/L
b. K 0 meq/l
c. Cl 20 meq/l
d. Laktat 10 meq/l
e. Glukosa 40 gr/l
6. Ka-en 4b
Indikasi:
a. Merupakan Larutan Infus Rumatan Untuk Bayi Dan Anak Usia Kurang 3 Tahun
b. Mensuplai 8 meq/l kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia
c. Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Komposisi:
a. Na 30 meq/l
b. K 8 meq/l
c. Cl 28 meq/l
d. Laktat 10 meq/l
e. Glukosa 37,5 gr/l
7. Otsu-ns
Indikasi:
a. Untuk Resusitasi
b. Kehilangan na > cl, misal diare
c. Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi
adrenokortikal, luka bakar)
8. Otsu-rl
Indikasi:
a. Resusitasi
b. Suplai ion bikarbonat
c. Asidosis metabolic
9. Martos-10
Indikasi:
a. Suplai Air Dan Karbohidrat Secara Parenteral Pada Penderita Diabetik
b. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat
dan defisiensi protein
c. Dosis: 0,3 gr/kg bb/jam
d. Mengandung 400 kcal/l
10. Amiparen
Indikasi:
a. Stres Metabolik Berat
b. Luka bakar
c. Infeksi berat
d. Kwasiokor
e. Pasca operasi
f. Total parenteral nutrition
g. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
11. Aminovel-600
Indikasi:
a. Nutrisi Tambahan Pada Gangguan Saluran Gi
b. Penderita gi yang dipuasakan
c. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)
d. Stres metabolik sedang
e. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)
12. Pan-amin g
Indikasi:
a. Suplai Asam Amino Pada Hiponatremia Dan Stres Metabolik Ringan
b. Nitrisi dini pasca operasi
c. Tifoid
Recommended