View
55
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
SISTEM TELEMETRI UNTUK SIMULASI MITIGASI BENCANA KEGEMPAAN
DAN DETEKSI PENINGKATAN KADAR KONDUKTIVITAS BELERANG
PADA AKTIVITAS GUNUNG BERAPI BERBASIS WIRELESS 802.15.4
Yuhananisa P.; Lailatul K.; Rahil L.; Wahyu Siami P.; Ria O.
Abstrak
Indonesia merupakan negara yang memiliki kepulauan dan dikelilingi oleh
2 sirkum yaitu pasifik dan mediterania. Keadaan ini sering menyebabkan
Indonesia mengalami proses pergeseran lempeng. Selain itu pada pegunungan
sering mengalami letusan gunung berapi. Lemahnya sistem informasi dini
kebencanaan mendorong penelitian ini menuju solusi berbasis teknologi.
Penelitian yang dilakukan adalah dengan mendeteksi peningkatan kadar
konduktivitas belerang maupun mendeteksi getaran-getaran yang dihasilkan oleh
aktivitas gunung berapi tersebut. Instrumentasi yang diciptakan adalah
menggunakan elektroda untuk mengetahui kadar konduktivitas belerang dalam
suatu perairan di lingkungan gunung dan juga menggunakan vibration sensor
untuk proses pendeteksian gempa. Masing-masing sensor dihubungkan menjadi
bagian yang mana terintegrasi ke dalam sebuah modul wireless Xbee Pro
802.15.4 yang terdapat pada masing-masing sensor dan berikut dapat
dikomunikasikan dan dikirimkan datanya menuju server untuk dapat dipantau
aktivitas gunung tersebut. Teknik pengambilan datanya adalah dengan cara
mengirimkan data sensor secara otomatis menuju server dan pada tingkatan
diatas ambang batas maka terdapat sebuah sensor untuk memberi tanda
peringatan lebih awal dan cepat. Selain itu dari kedua sensor ini dapat diprediksi
tentang bagaimana keberadaan aktivitas gunung tersebut guna untuk memberikan
status kesiagaan.
Kata Kunci : Xbee pro, Wireless 802.15.4, Mitigasi Bencana, Kegempaan, Konduktivitas
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena tiga lempeng
besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah
Indonesia (Gambar 1) dan membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang
kompleks (Bird, 2003). Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini
menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap
gempa bumi (Milson et al., 1992). Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari
hasil pencatatan dimana dalam rentang waktu 1897-2009 terdapat lebih dari
14.000 kejadian gempa dengan magnituda M > 5.0. Kejadian gempa-gempa
utama (main shocks) dalam rentang waktu tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.
Dalam enam tahun terakhir telah tercatat berbagai aktifitas gempa besar di
Indonesia, yaitu Gempa Aceh disertai tsunami tahun 2004 (Mw = 9,2), Gempa
Nias tahun 2005 (Mw = 8,7), Gempa Jogya tahun 2006 (Mw = 6,3), Gempa Tasik
tahun 2009 (Mw = 7,4) dan terakhir Gempa Padang tahun 2009 (Mw = 7,6).
Gempa-gempa tersebut telah menyebabkan ribuan korban jiwa, keruntuhan dan
kerusakan ribuan infrastruktur dan bangunan, serta dana trilyunan rupiah untuk
rehabilitasi dan rekonstruksi.
Piranti telekomunikasi yang semakin bervariasi tentunya menjadikan
pilihan bagi kita untuk menyusun instrumen-instrumen instrumentasi maupun
instrumentasi lainnya untuk memanfaatkan sistem telekomunikasi yang efisien.
Banyak di pasaran pilihan berbagai modul telekomunikasi yang dapat
dikombinasikan dengan berbagai instrumentasi apapun. Dengan mengutamakan
efisiensi dan keterjangkauan, maka telekomunikasi nirkabel menjadi salah satu
solusi untuk berbagai instrumentasi. Beberapa contohnya adalah modul nirkabel
radio frekuensi misalnya wireless, bluetooth, radio AM, FM dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka peneliti akan
melakukan penelitian fisika dengan judul: “Sistem Telemetri Untuk Simulasi
Mitigasi Bencana Kegempaan Dan Deteksi Peningkatan Kadar Konduktivitas
Belerang Pada Aktivitas Gunung Berapi Berbasis Wireless 802.15.4”. Dalam
2
penelitian ini, peneliti melakukan kajian transmisi data melalui gelombang
elektromagnetik menggunakan modul Radio Frekuensi Xbee Pro 24-Aci-001
untuk mengirimkan data-data dari sensor yang bersifat realtime demi pengawasan
dan atau lebih disebut sebagai mitigasi bencana.
1.2. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dalam penelitian ini diajukan
dua masalah penelitian, yaitu:
1. Bagaimanakah pengiriman data kegempaan melalui sistem telemetri?
2. Bagaimanakah deteksi peningkatan kadar konduktivitas belerang dalam
aktifitas gunung berapi?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dua masalah penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mendiskripsikan proses pengiriman data kegempaan melalui system
telemetri.
2. Mendiskripsikan proses deteksi peningkatan kadar konduktivitas belerang
dalam aktifitas gunung berapi.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti memberikan kontribusi
penting baik untuk masyarakat umum, Industri, ilmuan dan lingkungan pelajar
maupun untuk sivitas akademik di lingkungan Unesa. Pemahaman tentang proses
data kegempaan melalui sistem telemetri dan juga data peningkatan kadar
konduktivitas belerang dalam kebencanaan merupaka solusi atas lemahnya sistem
mitigasi bencana Indonesia atau informasi dini kebencanaan. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat di antisipasi berbagai gejala aktivitas gunung
berapi dan dapat diprediksi lebih dini tentang waktu terjadinya bencana. Selain itu
penelitian selanjutnya adalah adalah untuk pengembangan dalam sistem informasi
dini kebencanaan baik di dalam gunung maupun lautan sebagaimana contohnya
adalah tsunami.
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Aktivitas Gunung Berapi di Indonesia
Letak daratan Indonesia yang berbatasan langsung dengan 3 lempeng
aktif dunia sehingga negara Indonesia mendapat julukan ring of fire, ketiga
lempeng aktif dunia itu menyebabkan banyaknya jebakan
aktivitas magmatis salah satunya berupa gunung berapi. Kira-kira 179 gunung api
yang terdapat di negeri ini dan 129 diantaranya masih aktif sampai sekarang.
Karena hal inilah maka hampir setiap tahun paling sedikit satu gunung api
melakukan erupsinya. Aktivitas gunung merupakan pencerminan dari aktivitas
magma yang terdapat di dalam bumi. Berikut adalah peta persebaran gunung
berapi di Indonesia.
Gambar 2.1.1 Peta Cincin Api untuk kawasan Indonesia
Gambar 2.1.2 Peta Persebaran Gunung Berapi Di Indonesia
4
Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya.
Gunung berapi yangaktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat,
sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi
mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali.
Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya dari suatu gunung berapi
itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.
Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar
magmar di bawah gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain
daripada aliran lava, kehancuran oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai
cara seperti berikut:
Aliran lava.
Letusan gunung berapi.
Aliran lumpur.
Abu.
Kebakaran hutan.
Gas beracun.
Gelombang tsunami.
Gempa bumi.
Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia
Status Makna Tindakan
AWAS
Menandakan gunung berapi yang segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana
Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap
Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam
Wilayah yang terancam bahaya direkomendasikan untuk dikosongkan
Koordinasi dilakukan secara harian
Piket penuh
SIAGA Menandakan gunung berapi yang sedang bergerak ke arah letusan atau menimbulkan bencana
Peningkatan intensif kegiatan
Sosialisasi di wilayah terancam
Penyiapan sarana darurat Koordinasi harian Piket penuh
5
Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia
seismik Semua data menunjukkan
bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana
Jika tren peningkatan berlanjut, letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu
WASPADA
Ada aktivitas apa pun bentuknya
Terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal
Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian vulkanis lainnya
Sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik dan hidrotermal
Penyuluhan/sosialisasi Penilaian bahaya Pengecekan sarana Pelaksanaan piket terbatas
NORMAL Tidak ada gejala aktivitas
tekanan magma Level aktivitas dasar
Pengamatan rutin Survei dan penyelidikan
2.2. Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada tindakan untuk
mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi,
termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Dalam UU No.
24 Tahun 2007, usaha mitigasi dapat berupa prabencana, saat bencana dan pasca bencana.
Prabencana berupa kesiapsiagaan atau upaya memberikan pemahaman pada penduduk untuk
mengantisipasi bencana, melalui pemberian informasi, peningkatan kesiagaan kalau terjadi
bencana ada langkah-langkah untuk memperkecil resiko bencana.
Penanganan bencana harus dengan strategi proaktif, tidak semata-mata bertindak
pascabencana, tetapi melakukan berbagai kegiatan persiapan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana. Berbagai tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi
datangnya bencana dengan membentuk sistem peringatan dini, identifikasi kebutuhan dan
6
sumber-sumber yang tersedia, penyiapan anggaran dan alternatif tindakan, sampai koordinasi
dengan pihak-pihak yang memantau perubahan alam.
Dalam mitigasi dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan dampak dari bencana
yang akan terjadi yaitu program untuk mengurangi pengaruh suatu bencana terhadap
masyarakat atau komunitas dilakukan melalui perencanaan tata ruang, pengaturan tata guna
lahan,penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan data base, pemantauan dan
pengembangan. Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang amat penting dalam
penanggulangan bencana karena kegiatan ini merupakan kegiatan sebelum terjadinya bencana
yang dimaksudkan untuk mengantisipasi agar korban jiwa dan kerugian materi yang
ditimbulkan dapat dikurangi. Masyarakat yang berada di daerah rawan bencana maupun yang
berada di daerah luar sangat besar peranannya, sehingga hal itu perlu ditingkatkan
kesadarannya, kepeduliannya dan kecintaannya terhadap alam dan lingkungan hidup serta
kedisiplinan terhadap peraturan dan norma-norma yang ada. Istilah program mitigasi bencana
mengacu kepada dua tahap perencanaan yaitu:
Pertama, perencanaan sebelum kejadian untuk manajemen bencana, mencakup
aktivitas-aktivitas mitigasi dan perencanaan bencana. Kedua, perencanaan serta tindakan
sesudah kejadian, meliputi peningkatan standar teknis dan bantuan medis serta bantuan
keuangan bagi korban. Dalam mitigasi bencana dilakukan tindakan-tindakan antisipatif untuk
meminimalkan dampak dari bencana yang terjadi dilakukan melalui perencanaan tata ruang,
pengaturan tata guna lahan,penyusunan peta kerentanan bencana, penyusunan data, pemantauan
dan pengembangan. Dinegara-negara maju, kesalahan dalam pembangunan diimbangi melalui
perencanaan yang matang. Informasi tempat pengungsian saat terjadi bencana alam sangat
penting sebab penduduk yang menyelamatkan diri saat terjadinya bencana seharusnya tahu
kemana mereka harus menyelamatkan diri. Keberadaan rambu-rambu petunjuk arah
penyelamatan seperti yang dilakukan di Jepang mutlak diperlukan agar masyarakat tahu jalur
yang akan dilaluinya untuk menyelamatkan diri sebelum terjadi bencana. Dengan demikian
akan berkurang kepanikan masyarakat pada saat bencana akan terjadi sehingga masyarakat bisa
dengan lebih tenang dalam melakukan upaya mitigasi bencana. Penerapan informasi yang
efektif dan program-program pendidikan, masyarakat dapat menggunakan brosur, instruksi satu
lembar, uji coba sistem peringatan secara berkala,informasi media cetak dan elektronik dan lain-
lain. Beberapa informasi ini ditujukan bagi institusi-institusi seperti sekolah-sekolah, rumah sakit,
fasilitas perawatan-pemulihan, dan komunitas yang tidak bisa berbahasa setempat (para
7
wisatawan). Upaya-upaya informasi dan pendidikan ini penting diadakan secara rutin dan
komprehensif. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kota ditujukan untuk
mengurangi kerugian dan kerusakan akibat bencana yang sewaktu-waktu dapat melanda
kota.Pemerintah pada daerah yang rawan bencana gempa intensif melakukan simulasi upaya
evakuasidan penyelamatan terhadap bencana. Demikian juga media membantu dengan
menayangkan program yang memberi informasi upaya penyelamatan terhadap bencana gempa.
Dalam hal bencana yang disebabkan oleh gempa bumi di daerah perkotaan, berdasarkan fakta
dan hasil penelitian beberapa pakar, menunjukkan bahwa sebagian besar korban terjadi akibat
keruntuhan dan kerusakan bangunan, seperti jatuhnya atap, runtuhnya kolom,
hancurnya dinding, dll. Hal ini menunjukkan bahwa upaya mitigasi bencana gempa bumi
melalui pengembangan disain rumah tahan gempa sampai saat ini belum sepenuhnya berhasil.
Hal lain juga yang menyebabkan korban akibat bencana gempa sangat besar adalah tidak
adanyalokasi evakuasi yang mampu memberikan perlindungan bagi warga ketika bencana
terjadi yaitu berupa bangunan penyelamatan yang telah dilengkapi dengan peralatan dan
perlengkapan dalam keadaan darurat. Mitigasi harus memperhatikan semua tindakan yang
diambil untuk mengurangi pengaruh dari bencana dan kondisi yang peka dalam rangka untuk
mengurangi bencana yang lebih besar dikemudian hari. Karena itu seluruh aktivitas mitigasi
difokuskan pada bencana itu sendiri atau bagian elemen dari ancaman.
2.3 Sistem Telemetri
Telemetri (sejenis dengan telematika) adalah sebuah teknologi yang
membolehkan pengukuran jarak jauh dan pelaporan informasi kepada perancang
atau operator sistem. Kata telemetri berasal dari akar bahasa Yunani tele = jarak
jauh, dan metron = pengukuran.
8
Gambar 2.3.1 Skema Pengambilan Data.
Dalam sistem elektromagnetik yang dimaksud sistem komunikasi radio
terrestrial adalah sistem komunikasi yang hanya menggunakan titik-titik di bumi
sebagai stasiun pemancar maupun penerima. Competitor utama sistem kounikasi
radio terrestrial adalah sistem komunikasi satelit (Saunders,2007:105). Sistem
komunikasi satelit adalah sistem komunikasi yang menggunakan satelit sebagai
media pemantul gelombang komunikasi yang ada di bumi sedemikian sehingga
stasiun pemancar yang ada di bumi dapat mengirimkan gelombang komunikasi
menuju stasiun penerima yang berada di belahan bumi lain (Saunders,2007:139-
140).
Kelebihan sistem radio terrestrial adalah waktu pengiriman data yang
relatif lebih cepat dibandingkan dengan sistem komunikasi satelit. Kekurangan
dari sistem radio terrestrial adalah sangat terpengaruh oleh kondisi geografis dan
bentuk permukaan bumi. Selain itu, di dalam sistem komunikasi radio terrestrial
jarak antar hop dibatasi oleh suatu jarak tertentu, hal itu disebabkan oleh bentuk
permukaan bumi yang melengkung. Namun kekurangan tersebut dapat mudah
diatasi dengan melakukan perencanaan jaringan yang matang dan teliti
(Saunders,1999:101-102).
Sjistem komunikasi radio terrestrial sangat erat kaitannya dengan bentuk
relief permukaan bumi. Sebagian besar permukaan bumi adalah tidak rata, ada
lembah, ada bukit, ada pegunungan ada pula daerah yang ditutupi pohon
(Saunders,1999:101)
Macam- macam propagasi gelombang yaitu (1) Free space loss Dalam
propagasi gelombang free space loss, diasumsikan ada satu sinyal langsung antara
pengirim dan penerima. Propagasi gelombang free space loss hanya dapat terjadi
ketika pengirim dan penerima dalam keadaan Line Of Sight (LOS). Yang
dimaksud dengan kondisi LOS adalah keadaan dimana tidak ada obstacle di
daerah Fressnel 1 diantara pengirim dan penerima. Kondisi LOS adalah keadaan
dimana tidak ada obstacle di daerah Fressnel 1 diantara pengirim dan penerima.
Daerah fressnel 1 didefinisikan dengan formula R1 adalah daerah fressnel 1
(dalam m). Sedangkan d adalah jarak antara pengirim dan penerima (dalam Km).
9
d1 adalah jarak antara pengirim dan penghalang (dalam Km). d2 adalah jarak
antara penerima dan penghalang (dalam Km). f adalah frekuensi transmisi (dalam
MHz). Pada kondisi LOS, redaman propagasi hanya di sebabkan oleh redaman
free space (Saunders,1999:93-96); (2) Reflection pada kondisi ini, sinyal yang
datang menuju penerima telah mengalami pantulan terhadap suatu object. Refleksi
dapat terjadi jika sinyal mengenai obyek yang memiliki dimensi lebih besar dari
panjang gelombang sinyal tersebut. Pantulan tersebut menyebabkan perubahan
fasa dan menimbulkan delay (Saunders,1999:38-40); (3) Diffraction merupakan
difraksi yang terjadi ketika sinyal melewati suatu obyek yang mempunyai bentuk
yang tajam sehingga seolah-olah menghasilkan sumber sekunder
(Saunders,1999:45-46). Contoh peristiwa difraksi adalah ketika gelombang
mengenai puncak bukit atau atap rumah. Redaman difraksi dapat diperoleh
dengan mencari nilai v sesuai kondisi yang terjadi. Setelah itu kemudian
menghitung nilai redaman sesuai dengan nilai v yang diperoleh; (4) Scattering
terjadi ketika sinyal melewati suatu obyek yang kasar atau memiliki bentuk yang
tajam. Peristiwa Scattering menyebabkan dihamburkan dan terpecah-pecah
menjadi beberapa sinyal. Hal itu menyebabkan level daya sinyal menjadi lebih
kecil (Saunders,1999:40-41).
Dalam proses pengiriman data diperlukan beberapa instrumentasi yang
mendukung proses pengiriman informasi. Pada penelitian ini menggunakan
beberapa instrumen baik sebagai pemroses data maupun sebagai modulator untuk
sistem propagasi. Menurut Bisyri (2012) proses pengiriman data melalu
gelombang elegtromagnetik pada penelitian kali ini memanfaatkan sebuah modul
yang mana sudah terintegrasi kedalam rangkaian elektronik yang cukup cerdas
yang lebih efisien dan praktis. Modul ini menggunakan sistem wireless dengan
protokol 802.15.4. Xbee-Pro yang merupakan serial interface tanpa kabel yang
berfungsi menghubungkan mikrokontroler satu dengan lainya melalui medium
udara dengan jarak komunikasi serial ini bisa mencapai 1,6 kilometer diluar
ruangan. Kelebihan utama yang menjadikan Xbee-pro dipilih sebagai komunikasi
serial nirkabel karena Xbee-Pro memiliki konsumsi daya yang rendah yaitu
hanya 3,3 Volt. Modul ini beroperasi pada rentang frekuensi 2.4 GHz.
10
Bisiry (2012) mengatakan Pada dasarnya, XBee Pro merupakan modul
komunikasi dengan menggunakan komunikasi serial. Akan tetapi apabila mode
API digunakan dibutuhkan pemaketan data RF. Untuk itu data akan di-buffer
terlebih dahulu sebelum dikirim atau diterima. Flow data serial menjadi paket RF.
Pada XBee apabila ada data input (DI), data akan masuk ke DI buffer. Setelah itu,
input data akan diteruskan ke RF TX buffer, kemudian untuk mentransmisikan
input data, posisi RF switch menjadi transmitter. Begitu juga sebaliknya, apabila
ada data yang diterima, posisi RF switch menjadi 4 receiver lalu data akan masuk
RF RX buffer, kemudian data diteruskan ke DO buffer lalu menjadi data output
(DO), kemudian DO diteruskan dari XBee ke host.
Device yang memiliki interface UART dapat terhubung langsung pada
pin modul RF. Sistem data flow diagram pada UART dapat dilihat pada
Gambar berikut.
Pada mode operasi XBee Application Programming Interface (API), data
yang masuk diurutkan pada frame sesuai dengan urutan yang telah ditentukan.
Data frame yang berurutan ini akan membantu dalam proses membedakan
command, command response dan status pengiriman.
Pada penelitian kali ini maka akan digunakan mikrokontroler ATxmega
128A1 yang memiliki banyak fitur diantaranya adalah tentang Analog/Digital
konverter yang mana mampu mengubah bentuk sinyal dari analog menuju sinyal
digital, begitu juga sebaliknya. Dengan adanya fitur ini maka akan dapat
menunjang pengguna untuk lebih mudah mengolah sinyal baik analog maupun
11
Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)Gambar 2.3.2 Ilustrasi prinsip kerja modul Xbee Pro (Datasheet Xbee Pro)
digital tanpa harus menggunakan tambahan perangkat elektronika tambahan
seperti ADC (Analog Digital Converter) ataupun DAC (Digital Analog
Converter). Selanjutnya fitur dalam microcontroler ini adalah mendukung untuk
proses timer dan counter dengan beberapa fasilitas sebanyak 8 bit. Selain itu juga
terdapat menu RTC (Real Time Clock) yaitu bentuk detak timer yang dapat
dimanfaatkan sebagai IC (Integrated Cyrcuite) waktu atau bisa dikatakan
berfungsi sebagai perangkat jam internal. Berikut adalah bentuk fisik dari
ATxmega 128A1 yang memiliki 100 pin. Fitur selanjutnya adalah Port untuk
komunikasi yaitu SPI (Serial Pheriperal Interface). Komunikasi ini memanfaatkan
master dan slave. Dimana bisa menggunakan banyak sekali slave dan dengan
sistem menyamakan clock. Berikut adalah Bagan dari komunikasi Slave yang
digunakan
2.4 Sistem Deteksi Kadar Konduktivitas Perairan
Daya Hantar Listrik (DHL) menunjukkan kemampuan air untuk
menghantarkan aliran listrik. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion
dan suhu air, oleh karena itu kenaikan padatan terlarut akan mempengaruhi
kenaikan DHL. DHL adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan cair
untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion,
total konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran.
Biasanya makin tinggi konduktivitas dalam air, maka air akan terasa payau
sampai asin. Walaupun dalam baku mutu air tidak ada batasnya, tetapi untuk nilai-
nilai yang ekstrim perlu diwaspadai. Konduktivitas air ditetapkan dengan
mengukur tahanan listrik antara dua elektroda dan membandingkan tahanan ini
dengan tahanan suatu larutan potasium klorida pada suhu 25°C. Bagi kebanyakan
air, konsentrasi bahan padat terlarut dalam miligram per liter sama dengan 0,55
sampai 0,7 kali hantaran dalam mikroumhos per sentimeter pada suhu 25°C. Nilai
yang pasti dari koefisien ini tergantung pada jenis garam yang ada didalam air.
PH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas
keadaan asam atau basa sesuatu larutan. PH juga merupakan satu cara untuk
menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan satu faktor
yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan
12
sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam
melakukan koagulasi kimiawi, pelunakan air (water softening) dan pencegahan
korosi. PH air dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran dengan
melihat tingkat keasaman atau kebasaan air, terutama oksidasi sulfur dan nitrogen
pada proses pengasaman dan oksidasi kalsium dan magnesium pada proses
pembasaan. Angka indeks yang umum digunakan 0 sampai 14 dan merupakan
angka logaritmik negatif dari konsentrasi ion hydrogen di dalam air. Angka pH 7
adalah netral, sedangkan angka pH lebih besar dari 7 menunjukkan air bersifat
basa dan terjadi ketika ion-ion karbonat dominan, dan pH lebih kecil dari 7
menunjukkan air bersifat asam.
Nilai pH air biasanya didapat dengan potensiometer yang mengukur
potensial listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion H+ atau dengan bahan celup
penunjuk warna, misalnya methyl orange atau phenolphthalein. Pengukuran pH
juga dapat menggunakan pH meter, kertas lakmus dan kalorimeter. PH meter pada
dasarnya menentukan kegiatan ion hidrogen menggunakan elektroda yang sangat
sensitif terhadap kegiatan ion merubah signal arus listrik. Cara ini praktis, teliti
dan dapat digunakan di lokasi sampling. Sistem yang dipakai adalah tertera pada
gambar berikut. Yang mana pada masing-masing elektroda dihubungkan kedalam
sitem yang dapat kita atur berapa tegangan yang dapat diberikan dalam system
terhadap lingkungan serta inverter yang mampu menjadikan system dapat dikenali
oleh mikrokontroller yang kemudian nanti datanya dapat diolah dan kemudian
dapat ditransmisikan menuju server untuk dapat diketahui aktivitas gunung
apakah meningkat ataupumn cenderung konstan.
Gambar 2.4.1 Bagan Cara mengukur konduktivitas.
2.5 Sistem Deteksi Kegempaan
13
Permasalahan utama dari peristiwa-peristiwa gempa (Masyhur Irsyam,
2010) adalah: 1) sangat potensial mengakibatkan kerugian yang besar, 2)
merupakan kejadian alam yang belum dapat diperhitungkan dan diperkirakan
secara akurat baik kapan dan dimana terjadinya serta magnitudanya, dan 3)
gempa tidak dapat dicegah. Karena tidak dapat dicegah dan tidak dapat
diperkirakan secara akurat, usaha-usaha yang biasa dilakukan adalah: a)
menghindari wilayah dimana terdapat fault rupture, kemungkinan tsunami, dan
landslide, serta b) bangunan sipil harus direncanakan dan dibangun tahan gempa.
Pengalaman telah membuktikan bahwa sebagian besar korban dan kerugian yang
terjadi akibat gempa disebabkan oleh kerusakan dan kegagalan infrastruktur.
Kerusakan akibat gempa dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: 1) kerusakan tidak
langsung pada tanah yang menyebabkan terjadinya likuifaksi, cyclic mobility,
lateral spreading, kelongsoran lereng, keretakan tanah, subsidence, dan deformasi
yang berlebihan, serta 2) kerusakan struktur sebagai akibat langsung dari gaya
inersia yang diterima bangunan selama goncangan. Pencegahan kerusakan
struktur sebagai akibat langsung dari gaya inersia akibat gerakan tanah dapat
dilakukan melalui proses perencanaan dengan memperhitungkan suatu tingkat
beban gempa rencana. Oleh karena itu, dalam perencanaan infrastruktur tahan
gempa, analisis dan pemilihan parameter pergerakan tanah mutlak diperlukan
untuk mendapatkan beban gempa rencana.
Secara umum, dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa, terdapat
beberapa jenis metoda analisis dengan tingkat kesulitan dan akurasi yang
bervariasi. Sesuai dengan metoda analisis yang digunakan, parameter pergerakan
tanah yang diperlukan untuk perhitungan dapat diwakili oleh: 1) percepatan tanah
maksimum, 2) respon spektra gempa, dan 3) riwayat waktu percepatan gempa
(time histories).
Percepatan tanah maksimum hanya memberikan informasi kekuatan
puncak gempa. Respon spektra gempa memberikan informasi tambahan mengenai
frekuensi gempa dan kemungkinan efek amplifikasinya. Riwayat waktu
percepatan gempa memberikan informasi terlengkap 4 yaitu berupa variasi
besarnya beban gempa untuk setiap waktu selama durasi gempa. Dalam analisis
gempa, semakin sederhana suatu metoda analisis berarti semakin sedikit
14
parameter gempa yang diperlukan. Akan tetapi, semakin banyak parameter yang
diperlukan umumnya akan menghasilkan perkiraan hasil yang semakin akurat.
Dalam pengukuran dan pendeteksian gempa maka akan kita gunakan
sensor getaran yang dapat mengubah getaran menjadi bentuk Voltase yang mana
datanya nati akan dimasukkan kedalam mikrolkontroler yang dapat diolah
menjadi sebuah informasi. Informasi tersebut akan menjadikan valid jika terdapat
beberapa system kecerdasan di dalamnya. Sensor Getaran ini diintegrasikan
dengan mikrokontroler ATxmega 128 1A yang kemudian datanya akan
dikirimkan melalui system telemetri. Dalam penelitian ini kita menggunakan
modul RF Xbee Pro ACI-24-001 yang termasuk dalam kelas wireless.
Penggunaan sensor ini adalah untuk mengetahui aktivitas pegunungan berupa
gerakan ataupun goncangan yang diakibatkan dari aktivitas gunung tersebut.
Gambar 2.5.1 Sensor Getaran
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahap-tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pembuatan instrumentasi
penelitian terlebih dahulu dan selanjutnya dilakukan proses simulasi untuk
memberikan pelatihan tanggap dalam menghadapi bencana serta mengambil
tindakan real dan cepat ketika terjadi kegempaan.
Gambar 3.1. Diagram alir metodologi penelitian.
16
3.2 Metode Pengukuran
Pada penelitian kali ini prosedur yang akan dilakukan adalah penelitian
secara bertahap dari persiapan hingga finishing (proses simulasi). Adapun tahapan
yang pertama dilakukan adalah perancangan kemudian diikuti dengan pembuatan
alat dan selanjutnya diikuti dengan proses pengambilan data serta analisis data.
3.3 Instrumentasi Penelitian
Tahap Perancangan dan pembuatan alat dimulai dengan pembuatan
rangkaian elektronika yaitu merancang pada software Eagle untuk pembuatan
PCB dengan mendesain sebanyak tiga buah desain alat yaitu dua diantaranya
sebagai client dan satu sebagai server. Instrumen penelitian yang akan dibuat
nantinya adalah terdapat 2 sistem klien yang mana klien pertama adalah sensor
konduktivitas yang terintegrasi ke dalam sebuah sistem mikrokontroler dan
selanjutnya akan dihubungkan kedalam pemancar Xbee pro dan dikirimkan
datanya menuju server. Selanjutnya datadari sensor getar adalah data yang
digunakan untuk memperoleh getaran yang mana ketika data diperoleh dari sensor
getaran selanjutnya akan di masukkan kedalam sistem mikrokontroler untuk
diolah danselanjutnya dikirimkan melui pemancar menuju server untuk dapat
diketahui apakah terdapat peningkatan aktivitas gunung. Dalam hal ini maka
tentunya server berfungsi untuk mengolah data yang diperoleh dari hasil
pengiriman sensor baik konduktivitas maupun sensor getar yang pada kali ini
akandi olah datanya untuk dapat diterjemahklan menjadi sebuah peringatan ketika
aktivitas mulai naik. Dalam penelitian ini yang akan kita lakukan adalah mberikan
alaram baik buzer maupun alaram berupa lampu untuk memberikan kode
peningkatan aktivitas gunung berapi.
17
Gambar 3.3.1.1 Diagram Blok instrumen penelitian.
Diagram Block Intrumen Penelitian
Modul RFXbee Pro 24-ACI-001
Mikrokontroler Atxmega 128 A1
Display (LCD Nokia 3310)
Power Suplay DC 5V dan 3.3 V
Sensor getar / konduktivitasMemory
(MicroSD)
3.3.1 Software CodeVision AVR 2.05
Disini kita memanfaatkan Software bantu atau kerap dikenal dengan sebutan
compiler yaitu Code Vision AVR. Compiler ini cukup membantu dalam
pembuatan software dan juga melakukn enkripsi data dari bahasa tingkat tinggi ke
bahasa mesin atau yang dikenal dengan bahasa mesin asembli. Compiler yang
digunakan adalah versi ke 2.05. Pembuatan software dibedakan menjadi 2 bagian
yaitu untuk server dan untuk client. Untuk client menggunakan sitem awal dan
akhir sitem. Maksudnya adalah client berperan sebagai pengirim dan penerima
saja. Yang selanjutnya adalah server yaitu menggunkan sistem forwader atau
lebih dikenal dengan sistem penyalur data dan tempat terminal data dari clent.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa C dimana pada pemrograman dengan
menggunakan Bahasa C ini merupakan bahasa tingkat tinggi. Yang cukup mudah
untuk di kenal manusia. Selanjutnya ketika program sudah jadi maka untuk
memasukkan ke dalam peralatan peneltian menggunakan alat bantu yang disebut
dengan downloader yang berfungsi memindahkan data dari komputer menuju
mikrokontroler pada rangkaian tersebut.
3.4 Rancangan Percobaan
Langkah awal dalam pengambilan data adalah mempersiapkan berbagai
instrumentasi yang telah dirangkai sebelumnya. Serta mempersiapkan berbagai
peralatan bantu pada untuk membantu proses pengambilan data. Yang harus
dilakukan pertama kali adalah memasitikan bahwa semua peralatan memiliki
sumber energi yang cukup yang pada penelitian kali ini di dapat dari baterei dan
power suply untuk instrument server. Selanjutnya langkah yang harus dilakukan
adalah mulai menghidupakn semua instrumentasi baik pada client 1, client 2
maupun pada server. Pada masing-masing instrumen akan melakukan proses
kalibrasi sensor secara otomatis. Setelah proses tersebut dilakukan secara otomatis
oleh masing-masing instrumen maka selanjutnya adalah mengambil data secara
otomatis oleh sensor tersebut yang akan digunakan oleh server sebagai bahan
kajian data untuk menentukan status gunung tersebut. Klien 1 adalah sensor
konduktivitas yang mana akan mengambil data konduktivitas dari suatu cairan di
dekat gunung yang nantinya akan dapat kita simpulkan ketika terdapat perubahan
18
konsentrasi larutan. Perubahan konsentrasi inilah yang akan kita kita gunakan
sebagai bahan acuan untuk menentukan peningkatan kadar belerang. Setelah
mengetahui kadar konduktivitas airnya maka akan dikirimkan sebuah data yang
mana data tersebut sudah berupa dana numerik yang telah diolah dan
diterjemahkan mikrokontroler untuk selanjutnya diambil datanya dan selanjutnya
dikirim menuju server. Hal yang sama dilakukan oleh klien dua, hanya saja pada
klien dua ini didapatkan harga nilai numerik yang diperoleh dari sensor getar.
Yang selanjutnya juga akan ditransmisikan menuju server untuk diketahui
aktivitas getaran gunung sebagaimana seperti sebuah seismograp.
Gambar 3.4.1 Teknik pengambilan data.
19
BAB IV
JADWAL PENELITIAN
Rencana Kegiatan Bulan ke-
1 2 3 4 5 6 7 8
Pembuatan proposal penelitian
Perencanaan kegiatan
Pencarian alat dan bahan pendukung
Pembuatan Instrumentasi Penelitian
Pengambilan data
Analisis data dengan Ms. Excel
Penyusunan laporan akhir penelitian
Penyerahan laporan
20
BAB V
REKAPITULASI ANGGARAN
5.5 Rekapitulasi Angaran
No
.Jenis Pengeluaran
Biaya yang
diusulkan
1 Peralatan dan Bahan 2,000,000.00
2 Biaya Perjalanan 1,000,000.00
3 Honor Tim 1,250,000.00
4 Lain-lain 750,000.00
Jumlah 5,000,000.00
21
DAFTAR PUSTAKA
Barnett, R. H., Cox, S., & O'Cull, L. (2007). Embedded C Programming and the Atmel AVR. Canada: The Thomson Learning Inc.
Bisiry, K. A. (2012). Rancang Bangun Komunikasi Data Wireless Mikrokontroler Menggunakan Modul Xbee Zigbee (IEEE 802.15.4). Jurnal Ilmiah, 30.
Collin, R. E. (1985). Antennas And Radios Waves Propagation. Singapore: Singapore National Printers (Pte) Ltd.
Gosling, W. (2004). Radios Antennas And Propagation. Oxford: A division of Reed Educational and Professional Publishing Ltd .
Griffiths, D. J. (1999). Introduction To Electrodynamics (3rd ed.). (A. Reeves, Ed.) New Jersey: Prentice Hall.
http://id.wikipedia.org/wiki/Telemetri
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/07/beberapa-parameter-kualitas-fisika-dan.html
Irsyam, M. (2010). Ringkasan Hasil Study Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010., (p. 44). Bandung.
Saunders, S. R., & ´N -Zavala, A. A. (2007). Antennas And Propgation For Wireless Communication System. Chichester, West Sussex: John Wiley & Sons Ltd.
Supriyanto. (2007). Perambatan Gelombang Elegtromagnetik. Jakarta: Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia.
22
Recommended