View
0
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Jurnal INOBIS | Vol. 4 | No. 1 | Hal. 1 - 151 | Desember 2020 | ISSN. 2614-0462 (Online)
INOBIS:Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
ISSN.2614-0462 (Online)
Volume 4, No 1, Desember 2020
INOBIS:Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
ISSN.2614-0462 (Online)
1 - 10Marwin Antonius Rejeki Silalahi
Mudiantono Soekirman, Fajar Ayu Suryani
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Anisya Dewi Rahmawati
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
Rianto Nurcahyo
Mochammad Singgih, Djoko Sulistyono
Siti Ko’imah, Damayanti
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Return on Assets Pada Perusahaan Plastik dan Kemasan
11 - 19Efforts to Increase Markeeting Performance of Small and Medium Enterprises in Central Java, Indonesia
20 - 35Persepsi Sosial Masyarakat Sulawesi Utara Di Saat Pandemi Covid-19
36 - 47Effect Work Discipline, Leadership and Motivation on Staff Performance in West Java Province Regional Development Office
48 - 58The Impact of Leverage on Investment for Firms Listed in the Indonesian Stock Exchange
59 - 71Peran Self-Brand Connection dalam Memediasi Kredibilitas Endorser terhadap Ekuitas Merek pada Marketplace Shopee
72 - 83Pengembangan Kompetensi Di Masa Pandemi COVID 19
84 - 97Pengaruh e-Service Quality terhadap e-Loyalty melalui e-Customer Satisfaction sebagai Intervening pada pengguna Mobile Apps Studying abroad ( Studi Kasus Pada calon Pelajar di Jakarta )
98 - 112Analisis Kinerja Strategi Bisnis Koperasi Karyawan UNTAG Surabaya dengan Pendekatan Balance Scorecard
113 - 133Pengaruh Leverage, Earning Variability, Likuidutas dan Kinerja Perusahaan terhadap Risiko Sistematis pada Perusahaan yang Tercatat pada Index LQ 45 di Bursa Efek Indonesia
134 - 151Pengaruh Motivasi, Gaya Kepemimpinan Transformasional Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Studi pada PT. Champion Kurnia Djaja Technologies
Volume 4, No 1, Desember 2020
INOBIS:Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
ISSN.2614-0462 (Online)
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
1
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Return on Assets Pada
Perusahaan Plastik dan Kemasan
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
Universitas Surabaya
* marwin.antonius@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kinerja perusahaan plastik dan kemasan yang
terdaftar di BEI. Masuknya produk plastik dan kemasan dari Cina ke Indonesia, mengakibatkan
omzet penjualan perusahaan lokal menurun dari biasanya. Selain itu, penelitian ini bertujuan
untuk membantu para praktisi dan investor dalam mengambil keputusan, serta untuk kalangan
akademisi dapat dijadikan acuan dalam bahan penelitian selanjutnya. Penelitian ini
menggunakan 10 sampel perusahaan, yang perlaporan keuangannya sebanyak empat kali dalam
setahun, dengan jumlah sampel sebanyak 182 data. Penelitian ini menggunakan model regresi
linier berganda, uji asumsi klasik, uji f dan uji t. Penelitian ini mengkaji Current Ratio, Total
Asset Turnover, dan Debt Equity Ratio terhadap Return on Assets. Hasil penelitian ini adalah
Current Ratio dan Total Asset Tunover berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets,
sedangkan Debt Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets. Hal ini
disebabkan sampel data dalam penelitian ini menggunakan hutang jangka pendek daripada
hutang jangka panjang.
Kata Kunci: Current Ratio, Total Asset Tunover, Debt Equity Ratio, Return on Asset, asymentri
information.
Pendahuluan
Perkembangan jaman yang semakin meningkat, khususnya di bidang industri plastik
dan kemasan. Seperti polypropilene, polyetilene dan sejumlah produksi bahan baku plastik
lainnya. Hal ini menyebabkan permintaan plastik semakin meningkat, meningkatnya
permintaan plastik berdampak positif pada perusahaan industri plastik yang menyebabkan
kedua perusahaan plastik lokal tersebut tumbuh dan berkembang, seiring dengan perkembangan
tersebut, banyak investor mulai tertarik untuk berinvestasi di sektor industri plastik dan
kemasan.
Banyak Investor dalam memilih investasinya, mereka masih mengacu pada laporan
keuangan. Laporan keuangan merupakan informasi keuangan yang memuat kondisi dan
aktivitas kinerja perusahaan. Aktivitas kinerja perusahaan terdiri dari aktivitas operasional,
aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan. Menurut Dictio dari blognya
https://www.dictio.id/t/ menyatakan 'kegiatan operasional adalah kegiatan yang berkaitan
dengan operasional perusahaan yaitu penerimaan kas dari penjualan, royalti, provisi, komisi
dan pembayaran tunai kepada pemasok barang dan jasa, gaji karyawan, pembayaran pajak.
Sedangkan kegiatan investasi adalah kegiatan perusahaan yang terdiri dari pembelian aktiva
tetap, aktiva tidak berwujud dan aktiva tidak lancar lainnya termasuk biaya pengembangan yang
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
2
dikapitalisasi dan aktiva tetap yang dibangun sendiri’. Kemudian kegiatan pendanaan adalah
kegiatan perusahaan yang terdiri dari penerimaan dan pembayaran pinjaman hutang jangka
panjang dan jangka pendek, penerimaan kas dari saham (modal), pembayaran tunai kepada
pemegang saham untuk menarik atau menebus saham perusahaan, penerimaan kas dari obligasi
dan pembayaran tunai dengan cara bisnis penyewa (lease) untuk mengurangi saldo kewajiban
yang terkait dengan sewa pembiayaan.
Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan diperlukan analisis laporan keuangan,
analisis laporan keuangan biasanya dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan.
Rasio keuangan ini harus dibandingkan dengan laporan keuangan tahun sebelumnya, kemudian
dibandingkan dengan rata-rata industri. Dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan,
dikatakan sehat atau tidak, maka benchmark dilakukan dengan penjualan, persediaan, aset,
hutang, dan modal yang dimiliki perusahaan. Kelima aspek tersebut merupakan penilaian yang
paling efektif untuk menilai baik tidaknya aktivitas perusahaan, serta mampu tidak membayar
kewajibannya (Gunawan, 2019).
Hal ini juga berpengaruh tidak langsung terhadap keputusan pendanaan yang akan
mempengaruhi struktur modal perusahaan. Menurut Kusuma (2010) dalam Prayugi dan
Mardani (2019) bahwa “Kesalahan dalam penentuan struktur modal akan berdampak luas, terutama jika perusahaan terlalu besar dalam menggunakan hutang, sehingga beban tetap yang
harus ditanggung oleh perusahaan semakin besar. lebih besar juga berarti akan meningkatkan
risiko keuangan yaitu risiko ketika perusahaan tidak dapat membayar biaya bunga atau mencicil
hutang. Struktur modal yang optimal dapat meminimalkan biaya modal rata-rata (average cost
of capital) dan memaksimalkan nilai perusahaan. Hal tersebut dapat mempengaruhi kinerja
perusahaan. Untuk mengukur kinerja perusahaan biasanya dilakukan dengan cara menganalisis
laba, peningkatan laba akan memberikan sinyal positif tentang kinerja perusahaan di masa yang
akan datang. Menurut Alpi dan Gunawan (2018) “Laba tentunya dipengaruhi oleh beberapa aspek antara lain total aset, aset lancar, kewajiban lancar, dan penjualan”. Total aset adalah semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dan digunakan untuk kegiatan operasional
perusahaan serta diperoleh dari aktivitas masa lalu. Semakin tinggi total aset akan
meningkatkan jumlah produksi barang dan akan meningkatkan keuntungan secara tidak
langsung, artinya peningkatan aset sejalan dengan peningkatan keuntungan. Sedangkan aset
lancar adalah uang tunai atau simpanan yang dapat dicairkan dalam waktu singkat tidak lebih
dari 1 tahun, dengan ketentuan kegiatan perusahaan berjalan normal. Aktiva lancar yang
semakin meningkat ditandai dengan kegiatan operasional yang semakin meningkat dan
berdampak pada peningkatan laba. Namun kasus nilai aktiva lancar yang besar juga kurang baik
bagi perusahaan, karena kas atau dana likuid mengendap dan tidak diputar, akan menimbulkan
biaya peluang.
Hutang lancar merupakan kewajiban perusahaan yang berlangsung dalam waktu yang
singkat, hutang lancar biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan.
Dan pembayaran hutang saat ini harus dibayar dalam jangka pendek. Penjualan perusahaan
berasal dari kegiatan operasional perusahaan, peningkatan penjualan ditandai dengan
peningkatan biaya operasional, biaya operasional yang tinggi secara tidak langsung ditandai
dengan peningkatan jumlah barang yang diproduksi. Oleh karena itu komponen-komponen
tersebut akan mempengaruhi laba perusahaan, oleh karena itu aktivitas penjualan merupakan
komponen yang sangat penting dalam mengukur kinerja perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis menggunakan dua teori yaitu teori
pecking order dan teori asimetri informasi. Teori pecking order dalam analisis struktur modal
dikembangkan oleh Myers dan Majluf (1984) dalam Harjito (2011). Menurut Harjito (2011)
sumber pertama modal perusahaan harus berasal dari hasil operasi perusahaan berupa laba
bersih setelah pajak yang tidak dibagikan kepada pemilik atau pemegang saham perusahaan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
3
(laba ditahan). Seperti kita ketahui sumber pendanaan dibedakan menjadi dua yaitu eksternal
dan internal. Pendanaan eksternal berasal dari pinjaman bank atau hutang pemasok, sedangkan
pendanaan internal berasal dari ekuitas. sedangkan teori asimetri informasi adalah teori dimana
informasi yang dimiliki oleh satu pihak dengan pihak lainnya tidak sama atau bias. Menurut
Rahmawati (2006) dalam Mahawyahrti dan Budiasih (2016) menyatakan bahwa asimetri
informasi dapat memicu manajemen laba. Teori keagenan menyiratkan adanya asimetri
informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini pemegang saham) sebagai
prinsipal.
Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis
Rasio aktiva lancar merupakan rasio jangka pendek yang biasanya digunakan untuk
operasional perusahaan dan sangat likuid, semakin meningkatnya rasio aktiva lancar, dapat pula
diartikan bahwa perusahaan tidak mampu memuta aktiva lancar yang efisien. Rasio lancar
menurut Erari (2014) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas.
Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban keuangan untuk
membayar kewajiban keuangan jangka pendek tepat waktu. Likuiditas perusahaan merupakan
faktor penting yang harus diperhatikan sebelum mengambil keputusan untuk menentukan
besarnya pengembalian saham yang harus dibayarkan (Riyanto, 2008 dalam Erari 2014).
ditambah argumennya menurut Murhadi (2013) dalam Alpi dan Gunawan (2018) menyatakan
“Rasio lancar adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek (solvabilitas jangka pendek) yang akan jatuh tempo dalam
satu tahun”. Untuk alasan ini, peneliti tertarik untuk mengembangkan hipotesis mengenai perusahaan plastik dan kemasan, yang berarti rasio lancar berpengaruh terhadap pengembalian
aset.
H1: Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets.
Menurut Supardi et al (2016) perputaran total aset ini menunjukkan modal kerja,
hubungan modal kerja dengan penjualan, serta total penjualan yang diperoleh dari masing-
masing unit usaha untuk setiap rupiah modal kerja. Hasil penelitian Afriyanti (2011), Ni Made
Veronika, dan Barus (2013) dalam Supardi et al (2016) menyatakan bahwa total asset turnover
berpengaruh terhadap asset return. Begitu pula menurut Murhadi (2013) yang menyatakan
dalam Alpi dan Gunawan (2018) Total Asset Turnover (TATO) adalah efektifitas perubahan
dalam menggunakan asetnya untuk menciptakan pendapatan. Menurut Margaretha (2011)
dalam Alpi dan Gunawan (2018), Total Asset Turnover merupakan rasio yang menunjukkan
keefektifan suatu perusahaan dalam menggunakan seluruh asetnya untuk menciptakan
penjualan dan menghasilkan keuntungan. Untuk alasan ini, peneliti tertarik untuk
mengembangkan hipotesis mengenai perusahaan plastik dan kemasan, yang berarti total efek
perputaran aset terhadap pengembalian aset.
H2: Total Asset Turnover berpengaruh signifikan terhadap Return On Asset.
Hutang diartikan sebagai semua kewajiban perusahaan untuk membayar sejumlah uang
/ jasa / barang di masa depan kepada pihak lain, akibat transaksi yang dilakukan di masa lalu
(Rudianto (2008): dalam Prasetyo et al. (2015)), sedangkan Menurut Munawir (2007) dalam
Sufiyati (2016) mengemukakan bahwa hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan
kepada pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana atau modal
perusahaan yang berasal dari kreditur. Nurwahyudi dan Mardiyah (2004) dalam Sufiyati (2016)
mengemukakan bahwa hutang merupakan pengorbanan ekonomi yang harus dilakukan oleh
perusahaan dimasa yang akan datang karena tindakan atau transaksi sebelumnya. Sedangkan
menurut Sutrisno (2009) dalam Sufiyati (2016) hutang adalah modal yang bersumber dari
pinjaman, baik dari bank, lembaga keuangan, maupun dengan menerbitkan surat utang, dan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
4
untuk penggunaan tersebut perusahaan memberikan kompensasi berupa bunga tetap kepada
perusahaan. Untuk alasan ini, peneliti tertarik untuk mengembangkan hipotesis mengenai
perusahaan plastik dan kemasan, yang berarti rasio ekuitas hutang berpengaruh terhadap
pengembalian aset.
H3: Debt Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Return On Asset.
Metode Penelitian
Bentuk penelitian dari penelitian ini adalah penelitian kausalitas, karena penelitian ini
dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen (current ratio, total asset turnover, dan
debt equity ratio) terhadap variabel dependen (return on asset). Subjek dalam penelitian ini
adalah perusahaan plastik dan kemasan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012 -
2018. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan plastik dan kemasan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Dari populasi yang tersedia, jumlahnya
Sampel yang akan diamati adalah perusahaan plastik dan kemasan dari tahun 2012
hingga 2018. Sampel dipilih dengan menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu suatu
teknik yang sengaja mengambil sampel tertentu sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan yang
meliputi: karakteristik dan sampel kriteria khususnya, dimana dalam hal pengambilan sampel
juga harus mencerminkan populasi sampel itu sendiri (Cooper dan Schlinder, 2014). Oleh
karena itu, dengan memperhatikan permasalahan dan tujuan penelitian yang ada maka kriteria
perusahaan yang dapat dijadikan sampel adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan plastik dan kemasan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2012
hingga 2018.
2. Perusahaan plastik dan kemasan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dilaporkan
setiap triwulan selama periode penelitian.
Instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS. Pengujian
hipotesis dilakukan setelah model regresi linier berganda. Hal ini dimaksudkan agar hasil
perhitungan tersebut dapat diinterpretasikan secara tepat dan efisien. Interpretasi parsial hasil
penelitian (uji t) hanya dilakukan terhadap variabel independen yang memiliki pengaruh
signifikan secara statistik terhadap variabel independen.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu informasi yang
diperoleh dari pihak lain. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
perusahaan non keuangan tahun 2012 sampai dengan 2018 yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Data dalam penelitian ini diperoleh dari website BEI dan aplikasi RHB Securities.
Instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS. Sebelum menguji
hipotesis terlebih dahulu menguji asumsi klasik yang di dalamnya terdapat uji normalitas, uji
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. Hal ini agar hasil perhitungan
tersebut dapat diinterpretasikan dengan tepat dan efisien. Setelah itu peneliti melakukan uji
regresi berganda yang terdiri dari interpretasi parsial hasil penelitian (uji t) hanya dilakukan
terhadap variabel bebas yang secara statistik berpengaruh signifikan terhadap variabel bebas.
Variabel Penelitian
Menurut Margaretha (2011) dalam Alpi dan Gunawan (2018) menyatakan Rumus untuk
menghitung Current Ratio (CR) yakni :
Current Ratio (CR) = Current Asset
Current Liabilities
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
5
Menurut Kasmir (2012) dalam Alpi dan Gunawan (2018) menyatakan rumus untuk
mencari Total Assets Turnover (TATO) adalah sebagai berikut :
Total Assets Turnover (TATO) = Penjualan
Total Aktiva
Berdasarkan Ahmad et al (2012) dalam Sufiyati (2016) proporsi Total Debt dihitung
dengan membagi utang jangka panjang terhadap total modal perusahaan yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Debt Ratio (DR) = Total Debt
Total Equity
Menurut Kasmir 2012 dalam Alpi dan Gunawan (2018) menyatakan Rumus untuk
mencari Return On Assets (ROA) dapat digunakan sebagai berikut :
Return on Asset (ROA) = Laba Setelah Pajak
Total Aktiva
Pembahasan
Populasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan plastik
dan kemasan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2012 sampai dengan 2018. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 perusahaan plastik dan kemasan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia dan menerbitkan laporan keuangannya setiap empat bulan. sekali.
dalam 1 tahun. Populasi sampel dalam penelitian ini diperoleh sebanyak 364 sampel, dari 364
sampel diperoleh 84 sampel tidak mempublikasikan laporan keuangan secara triwulanan,
kemudian setelah itu dilakukan uji normalitas dan ditemukan 98 sampel yang tidak normal. Jadi
sampel data yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebanyak 182 sampel.
Tabel 1
Uji Test Normalitas
Kolmogorov-Smirnova
Statistik df Sig.
Ln_CR ,225 182 ,051
Ln_Tot ,091 182 ,077
Ln_DER ,097 182 ,080
Ln_ROA ,045 182 ,200
Sumber: SPSS data Versi 22
Berdasarkan Tabel 1 hasil Uji Normalitas untuk masing-masing variabel current ratio,
total asset turnover, debt equity ratio, dan return on asset mempunyai nilai signifikan> 0,05
yang artinya semua variabel berdistribusi normal.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
6
Tabel 2
Uji Test Multikolinearitas
Colinearity Statistics
Tolerance VIF
,523 1,014
,986 1,014
,820 1,922
Sumber: SPSS data Versi 22
Berdasarkan tabel di atas untuk uji multikolinieritas didapatkan nilai toleransi yang
rendah dan nilai VIF > 1 yang berarti dalam penelitian ini tidak terdapat uji multikolinieritas
yang menunjukkan tidak terdapat korelasi antar variabel.
Gambar 1. Uji Test Heteroskedastisitas
Sumber: SPSS data Versi 22
Pada penelitian ini untuk menguji heteroskedastisitas menggunakan scater plot, dimana
hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat pola yang spesifik yang artinya tidak terjadi setiap
varial dependent dan independent tidak terjadi heteroskedastisitas yang artinya setiap variabel
dalam penelitian ini tidak terjadi ketidaknyamanan antar varians. antar variable.
Tabel 3 Uji Test Autokorelasi
Unstandardized Residual
Test Valuea ,02560
Cases < Test Value 91
Cases > = Test Value 91
Total Cases 182
Number of Runs 74
Z -2,676
Asymp.Sig. (2-tailed) ,077
Sumber: SPSS data Versi 22
Uji autokorelasi untuk melihat apakah model regresi baik untuk penelitian atau tidak,
atau data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat acak atau tidak. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh nilai signifikansi diatas 0.05 yang berarti model regresi dalam penelitian
ini tidak mengalami autokorelasi.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
7
Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda, model penelitian berikut
dilampirkan:
Y = - 4,298 + 0,988 X1 + 0,691 X2 + 0,249 X3 + e
Informasi:
Y = Pengembalian Aset
α = Konstanta: - 4,298 menunjukkan bahwa variabel current ratio, total asset turnover
dan debt ratio, jika nilainya 0 maka return on asset akan turun sebesar - 4,298
β1 - β3 = Regresi Koefisien: Nilai koefisien CR (β1) adalah 0,988 dengan nilai positif nilai.
Artinya untuk setiap kenaikan Current Ratio sebanyak 1 kali, Return on Assets
(ROA) akan meningkat sebesar 0.988 dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Koefisien TOT (β2) adalah 0,691 dengan nilai positif. Artinya untuk setiap kenaikan Total Asset Tunover sebanyak 1 kali, Return on Asset (ROA) akan meningkat sebesar
0.691 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien DER (β3) sebesar 0,249 dengan nilai positif. Artinya untuk setiap 1 kali kenaikan Debt Equity Ratio,
Return on Assets (ROA) akan meningkat sebesar 0,249 dengan asumsi variabel lain
konstan.
X1 = Current Ratio
X2 = Total Asset Turnover
X3 = Debt Equity Ratio
e = Kesalahan standar
Tabel 4
Uji t
Unstandardized Coefisients Standardized
Coeficients
t Sig
B Std. Error Beta
(Constant) -4,298 ,095 -45,052 ,000
Ln_CR ,988 ,135 ,538 7,299 ,000
Ln_Tot ,691 ,073 ,505 9,406 ,000
Ln_DER ,249 ,132 ,139 1,888 ,061
Sumber: SPSS data Versi 22
Berdasarkan tabel 4 diperoleh hasil uji t, variabel current ratio dan total asset turnover
nilai signifikansi dibawah 0,05 yang berarti variabel current ratio dan total asset turnover
berpengaruh terhadap variabel return on asset. Sedangkan nilai signifikansi debt equity ratio
berada di atas 0,05 yang artinya variabel debt equity ratio tidak berpengaruh terhadap return on
asset.
Tabel 5 Uji F
Sum of
Squares
df Mean Square F Sig
Regression 129,119 3 43,040 58,141 ,000
Residual 131,768 178 ,740
Total 260,887 181
Sumber: SPSS data Versi 22
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
8
Berdasarkan tabel 5, hasil uji f diperoleh nilai signifikansi dibawah 0,05 yang artinya
variabel current ratio, total asset turnover dan debt equity ratio (independen) secara bersama-
sama berpengaruh terhadap variabel return on asset (dependen).
Hubungan Current Ratio (CR) dengan Return on Assets (ROA).
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa hipotesis pertama, Current Ratio (CR)
berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets (ROA), hal ini menunjukkan semakin besar
Current Ratio maka semakin besar pula Return on Assets. Hasil penelitian ini sebelumnya
didukung oleh Elyas Setiawan (2015) dalam Alpi dan Gunawan (2018) dengan judul Pengaruh
Current Ratios, Inventory Turnover, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover, Penjualan, dan
Ukuran Perusahaan Terhadap ROA dalam Terdaftar. Perusahaan Makanan dan Minuman di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2013. Hasil penelitian juga sama dengan penelitian
Alpi dan Gunawan (2018) yang menyatakan bahwa Current Ratio (CR) berpengaruh signifikan
terhadap Return on Assets (ROA), hal ini berarti tinggi rendahnya Current Ratio (CR) akan
mempengaruhi Return On Asset (ROA). Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan saat ini
memiliki hasil yang sama dimana Current Ratio (CR) berpengaruh signifikan terhadap Return
on Assets (ROA). Logikanya, menurut peneliti Rasio Lancar pasti sangat berpengaruh terhadap
Return on Asset, karena di dalam current ratio sendiri terdapat aktiva lancar yang menjadi
bagian dari total aktiva, jadi faktor inilah yang menjadi penghubungnya.
Hubungan Total Asset Turnover (TOT) dengan Return on Assets (ROA).
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa hipotesis kedua, Total Asset Turnover (TOT)
berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets (ROA), hal ini menunjukkan semakin besar
Total Asset Turnover maka semakin besar pula Return on Assets. Berdasarkan teori penelitian
sebelumnya oleh Wilhelmina (2017) dalam Alpi dan Gunawan (2018) dengan judul Pengaruh
Current Ratio (CR) dan Total Asset Turnover (TATO) terhadap Return on Assets (ROA) pada
PT. Pos Indonesia (Persero). Begitu pula dengan penelitian Alfin dan Gunawan (2018) dimana
hasilnya sama yaitu Total Asset Turnover (TATO) berpengaruh signifikan terhadap Return On
Assets (ROA), hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya Total Turnover Assets akan
mempengaruhi Return On Assets perusahaan. (ROA). Penelitian saat ini juga menyimpulkan
bahwa Current Ratio (CR) dan Total Asset Turnover (TATO) berpengaruh signifikan terhadap
Return on Assets (ROA). Menurut peneliti, TATO pasti mempengaruhi ROA, karena TATO
merupakan bagian dari ROA, dimana kedua komponen tersebut secara bersama-sama
melibatkan total aset.
Hubungan Debt Equity Ratio (DER) dengan Return on Assets (ROA).
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa hipotesis ketiga Debt Equity Ratio (DER) tidak
berpengaruh signifikan terhadap Return on Assets (ROA), hal ini menunjukkan bahwa semakin
besar Debt Equity Ratio (DER) maka tidak akan berpengaruh terhadap Return on Assets (ROA).
Menurut Sufiyati (2016) tidak terdapat pengaruh Debt Equity Ratio (DER) terhadap Return On
Asset (ROA) karena bunga hutang jangka pendek yang rendah, sehingga hutang jangka pendek
berpengaruh kecil terhadap usaha penerimaan. Peneliti juga berpendapat bahwa jika komponen
hutang yang digunakan bukan untuk menambah aset perusahaan, maka cenderung dapat
menggunakan operasional perusahaan, sehingga DER tidak akan mempengaruhi ROA.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
9
Kesimpulan
Secara parsial kesimpulan penelitian ini adalah Current Ratio dan Total Asset Turnover
berpengaruh terhadap Return on Asset. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan
Current Ratio dan Total Asset Turnover akan meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini
menandakan bahwa semakin meningkatnya pembelian aset perusahaan, maka akan
meningkatkan produksi dan penjualan perusahaan secara langsung. Sedangkan Debt Equity
Ratio tidak berpengaruh terhadap Return on Asset, karna komponen yang digunakan adalah
hutang jangka pendek. Dimana hutang jangka pendek tidak digunakan untuk pembelian aset,
sehingga tidak akan mempengaruhi kinerja produksi dan penjualan secara langsung.
Daftar Pustaka
Alpi FM, Gunawan Ade. 2018. Pengaruh Current Ratio dan Total Assets Turnover Terhadap
Return On Assets Pada Perusahaan Plastik Dan Kemasan. Jurnal Riset Akuntansi.17(2):
1-36.
Andriasari WS, Miyasto, Mawardi W. 2016. Analisis Pengaruh Kebijakan Hutang,
Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales) Dan Return On Asset (ROA) Terhadap Return
Saham Dengan Return On Equity (ROE) Sebagai Variabel Intervening (Studi pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2014).Jurnal Bisnis
Strategi. 25(2): 135-151.
Brigham, Eugene, F., and Houston, J.F. 2010. Dasar-dasar Manajemen Keuangan (Essential of
Financial Management). Edisi ke sebelas,buku 1. Terjemahan oleh Ali Akbar Yulianto. Jakarta:
Salemba Empat.
Dictio.id. (2020, 1 november). Apa yang dimaksud dengan Aktivitas Operasi?. Diakses pada 1
November 2020, dari https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-aktivitas-
operasi/13946.
Erari, Anita. 2014. Analisis Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Return On Asset
Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia. Program
Studi Manajemen Fakulatas Ekonomi Universitas Cenderawasih. Vol.5 No.2:174-191.
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Gunawan, Ade. 2019. Analisis Kinerja Keuangan Pada Perusahaan Plastik dan Kemasan Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Kumpulan Riset Akuntansi.10(2):109-115.
Jefriansyah. 2015. Pengaruh Kebijakan Hutang Dan Manajemen Laba Terhadap Nilai
Perusahaan. Jurnal Ilmiah Universitas Negeri Padang, 1-21.
Kalia, 2013, Pengaruh Penggunaan Hutang terhadap Profitabilitas: Studi pada PT Semen Gresik
Tbk. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen, Volume 1 No. 1, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Indonesia, Surabaya.
Mahawyahrti, T Putu dan I Gusti Ayu Nyoman Budiasih. 2016. Asimetri Informasi, Leverage,
dan Ukuran Perusahaan Pada Manajemen Laba. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 11,
No. 2: 100-110.
Pitriana M, Chaidir. 2017. Faktor-Faktor Pengaruh Return On Investment. Jurnal Ilmiah
Manajemen Fakultas Ekonomi.3(2): 60-69.
Prasetyo Yohan, Wijaya LI, Sutejo BS. 2015. Effect of Payble To Profitability In Sector
Company Infrastructure, Utilities, And Transportation In IDX Period 2010 – 2014.
Jurnal Manajemen & Bisnis. 14(2): 211-218.
Sufiyati, Athinh. 2016. Analisis Pengaruh Kebijakan Utang Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Marwin Antonius Rejeki Silalahi
10
Supardi, Herman, H. Suratno dan Suyanto. 2016. Pengaruh Current Ratio, Debt To Asset Ratio,
Total Asset Turnover Dan Inflasi Terhadap Return On Asset. Jurnal Ilmiah Akuntansi
Fakultas Ekonomi. Volume 2 No. 2: 16-27.
Harjito, Agus D. 2011. Teori Pecking Order Dan Trade-Off Dalam Analisis Struktur Modal Di
Bursa Efek Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis. 15(2): 187-196.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mudiantono Sokirman, Fajar Ayu Suryani
11
Efforts to Increase Markeeting Performance of Small and Medium
Enterprises in Central Java, Indonesia
Mudiantono Soekirman
Universitas Diponegoro
Fajar Ayu Suryani
Universitas Diponegoro
mumuk_undip@yahoo.co.id
Abstract
Business competition in the current era of globalization requires companies to have a
strategy to win the market. Strategic management has an important role for the survival of
the company. The existence of such competition is also felt by small businesses such as Small
and Medium Enterprises (SMEs). The increase in the number of SME units in Central Java
was not followed by an increase in average sales of SMEs. This study aims to analyze the
effect of distribution channel, ERP implementation and entrepreneurial orientation on
marketing performance with competitive advantage as an intervening variable. The
population in this study were small and medium enterprises owners in Central Java. Six
hypothesis were formulated for this study. To test those hypothesis, this study used 104
respondent. Structural Equation Model (SEM) was applied to this study using AMOS 24 as a
tool. The results of this study shows that competitive advantage is the most variable in
influencing the marketing performance, while this competititve advantage has
entrepreneurial orientation as highest variable in influencing it. This study suggests that if
SMEs want to increase their marketing performance, they must increase their competitive
advantage. This competitive advantage can be increase by increasing the entrepreneurial
orientation.
Keywords : distribution channels, ERP implementation, entrepreneurial orientation,
competitive advantage, marketing performance
Introduction
Small and Medium Enterprises (SMEs) have important roles for the national
economy. According to Ministry of Cooperation and SMEs (2014), there are at least five
roles of SMEs in Indonesian economy, namely: SMEs are main actors in Indonesia economic
activities in various sectors, provides largest employment, are important in developing local
economic activities and community empowerment., are creators of new market and sources
of innovation, and are able to maintain the balance of payments through export activities
The growth of Small and Medium Enterprises is always positive. In Central Java. The
number of Small and Medium Enterprises is always growing every year. However, the
growth of the SMEs units was not followed by the growth of average turnover per SMEs.
Table 1 shows the development of each SMEs sector whereas in 2016 until 2017 the average
number of SMEs expanded by 15.5%. Labor absorption increased by 16% whereas in 2016
SMEs could absorb 791,767 workers, and increased by 126,688 workers so that there were
918,455 people absorbed into SMEs workforce. The number of assets in 2017 increased by
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mudiantono Sokirman, Fajar Ayu Suryani
12
14.6% from the previous year. Meanwhile, the turnover increased by 13% from 2016. In table
1.3 it can be seen the decline in the average per SMEs whereas in 2016 the average turnover
per SMEs is 0.376 billion per year, decreased to 0.368 billion per year.
Annual increasing number of SMEs causes higher competition and tighter market.
The essence of success is competition, thus, enterprises must have a competitive strategy to
win market competition. SMEs have to set strategies on improving competitive advantage
and maintaining the market. So that, product sales from SMEs could be increased.
The level of competition from an enterprise could be observed through a enterprise
development and the number of similar enterprises engaged in the same field, as well as
offering similar products and services. These conditions push the company management to
continue making efforts on improvements, maintain and advance the business among
competitors. Competitive advantage is obtained when an organization develops or acquires a
set of attributes (or executes actions) that enable it to out perform its competitors (Wang, Lin
and Chu, 2011).
Competitive advantage thus refers to conditions in which products of enterprises or
service is considered better than its competitors' products. The most common type of
competitive advantage is because the product or service has a low price or is different from
competitors (Dash, 2013).
Literature Review and Hypotesis
Critical Success Factors
Lečić and Kupusinac (2013). stated that marketing performance could be obtained
from the application of ERP (Enterprise Resource Planning) through competitive advantage.
Apart from implementing ERP in the enterprise, marketing performance and competitive
advantage could also be obtained from the existence of an entrepreneurial orientation
(Rezaei and Ortt, 2018). Another variable that can affect marketing performance and
competitive advantage is the presence of effective distribution channel (Kuswantoro, et al
2012).
Effect of Distribution Channel on Competitive Advantage
According to Saremi, Masomeh and Zadeh (2014) distribution channels are a group
of affiliated organizations and individuals who place products or services from producers to
end consumers, while the distribution channel is a link between producers and consumers to
be able to connect each other. A successful enterprise must have maintained a strong
distribution channel system, because a strong distribution system could expand the market
share of the enterprise. Distribution channel is an individual or group of companies that aims
to assist and take over rights in the process of transferring products from producers to
consumers. The presence of distribution channel make the process of distributing products to
consumers is more optimal. Distribution channels are one of the sources of the enterprise
competitive advantage in the field of marketing (Mwanza and Ingari, 2015).
Szopa and Pękała (2012) in their study explained that distribution channels are
groups that depend on each other organizational unit, which takes part in the process of
flowing products or services from producers to buyers. Distribution channels must be carried
out effectively by the enterprise in order to get the results expected by the enterprise. If the
distribution channel is used optimally, the enterprise should have the ability to seize the
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mudiantono Sokirman, Fajar Ayu Suryani
13
market, have a wider market coverage and increase the number of potential customers.
Enterprises that able to effectively implement distribution channels would likely be able to
achieve competitive advantage.
H1: Distribution channels have a positive effect on competitive advantage.
Effect of Distribution Channel on Marketing Performance
The presence of distribution channell in marketing resulted in increasing sales, market
range and prodit. The enterprise should be able to market the product more effectively and
increase the ability of enterprise to provide, expand dan respond market changes faster
(Amara, 2012).
Kuswantoro, et al (2012) in his study explained that a good distribution channel could
improve market range of products, so that there would increasing number of costumers. The
existence of a good distribution channel could also provide effectiveness and efficiency in
the process of product distribution. These points resulted in better increased marketing.
The accuracy of the distribution channel selection process to integrate the interests of
distributors and outlets in the distribution channel and maintain a form of cooperation can
increase market share, which is one of the marketing performance indicators. Therefore one
of the determinants of success from marketing performance is the effectiveness of
distribution channels (Nasution, 2014).
H2: Distribution channels have a positive effect on marketing performance.
Effect of ERP Implementation on Competitive Advantages
An ERP system is integrated software that covers all aspects of the company such as
aspects of production, sales, finance, accounting, human resources and includes managing all
relevant business resources (Lečić and Kupusinac, 2013). Mudiantono, et al (2018) in his
study explained that thr competitive advantage variable could be increased if the successful
implementation of ERP was increased. Research conducted by Contador and Ferreira (2012)
stated that the use of information systems has an important role in achieving competitive
advantage of the company.
The implementation of ERP in the company reflects the competitive advantage
strategy of manufacturing companies in Indonesia Dantes and Hasibuan (2011). The
competitive advantage strategy itself is the main factor to improve the performance of the
company (Hidayat and Akhmad, 2016).
H3: ERP Implementation has a positive effect on Competitive Advantage
Effects of Entrepreneurial Orientation on Competitive Advantage
Competitive advantage is one essential point for an enterprise. To increase the
competitive advantage, entrepreneurial orientation could be impleme. Enterpreneurial
orientation, based ln Zeebare and Siron (2017) have positive and significant impact on
competitive advantage.
The internal environment factors include entrepreneurial management which consists
of a level of emphasis placed on strategic orientation, resources orientation, management
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mudiantono Sokirman, Fajar Ayu Suryani
14
structure entrepreneurial culture development, reward philosophy, and the entrepreneurial
orientation is related with personal characteristics of the entrepreneurs (Islam, Khan and
Obaidullah, 2011). A study by Sirivanh, Sukkabot and Sateeraroj (2014) also explained that
Enterpreneurial orientation have positive and significant impact on competitive advantage.
H4: Entrepreneurial orientation has a positive effect on competitive advantage.
Effect of Entrepreneurship Orientation on Marketing Performance
The research conducted by Santra (2018) revealed that the entrepreneurial orientation
hypothesis has a positive effect on rejected marketing performance. That way entrepreneurial
orientation does not have a positive effect on marketing performance. But this is inversely
proportional to the research conducted by Rezaei and Ortt (2018). The study revealed that
entrepreneurial orientation had a positive and significant effect on marketing performance.
These results are also supported by research conducted by Bucktowar, Kocak and
Padachi (2015) which revealed that entrepreneurial orientation has a positive and significant
effect on marketing performance.
H5: Entrepreneurial orientation has a positive effect on Marketing Performance.
Effect of Competitive Advantages on Marketing Performance
The positive influence of competitive advantage on performance has been proven by
various studies. The enterprise competitive advantage could be created by providing a means
to outperform its competitors and also by paying attention to external factors (Pardi et al.,
2014). Research conducted by Pardi et al. (2014) and Zaini, et al (2014) revealed that
competitive advantage has a positive and significant effect on marketing performance.
This statement is supported by research conducted by Raharjo, et al (2015) and May,
et al (2013) which revealed that competitive advantage has a positive and significant effect on
marketing performance. The concept of competing strategies is always directed at improving
marketing performance such as increasing sales, profits of customers and companies in the
future (Mudiantono et al., 2018).
H6: Competitive advantage has a positive effect on Marketing Performance.
Theoritical Framework
Based on the hipothesis formulation above, the model can be constructed.
Figure 1
Source : Santra (2018), Dantes dan Hasibuan (2011), Mudiantono et al (2018),Zeebaree and Siron (2017), Zaini et al.(2014), Nurseto (2016), Hazizah (2013).
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mudiantono Sokirman, Fajar Ayu Suryani
15
Research Method
The type of data used in this study were primary and secondary datas. Primary data were
obtained from respondents, namely the owners of SMEs in Central Java, while secondary
data were obtained from journals, the internet and the Cooperative and SMEs Department in
Central Java.
This study was focused on SMEs in Central Java with a total sample of 104 SMEs in Central
Java that had implemented ERP with non-probability sampling and purposive sampling
methods.
Data collection methods used in this study were interview and questionnaire methods. The
analysis technique in this study used the Structural Equation Model (SEM) with AMOS
software which was used in testing H1 to H6.
Result and Discussion
Data Analysis
Based on Table 2, the largest number of respondents are those engaged in food and
beverages (culinary), as much as 50% of the total respondents, then convection 15%, and
the least is in the field of batik which is only 2% of the total respondents.
Table 2
Respondents’ Type of Enterprises No Enterprise Type Amount Percentage
1. Culinary (foodsand beverages) 50 50%
2. Furniture 10 10%
3. Convection 15 15%
4. Weaving 10 10%
5. Retail 5 5%
6. Ceramics 7 8%
7. Services 5 5%
8. Batik 2 2%
Total 104 100%
Source: Processed primary data 2018
Based on Table 3, the Enterprise Resource Planning (ERP) module that is widely used by
enterprises is a sales module that reaches 32% of the total modules used by respondents. Next
is a purchase module of 22%, an accounting module of 16%, a warehouse module of 13%, an
administrative module of 10%, an HR module of 7.5% and no one uses a cooperative and
savings and loan management module.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mudiantono Sokirman, Fajar Ayu Suryani
16
Table 3
ERP Table Type Used by Respondents
No Module Amount Percentage
1. Management of Loan-Saving
and Cooperation
0 -
2. Selling Module 87 32%
3. Purchasing Module 58 22%
4. Warehouse Module 35 13%
5. Account Module 43 16%
6. Human Resources Module 20 7,5%
7. Administration Module 26 10%
Total 269 100%
Source: Processed primary data 2018
The result of data analysis can be seen in Fugure 2.
Figure 2
The results of the full SEM model analysis meet all the criteria of the model fit
according to the standards used. These results can be seen in Table 4 below:
Table 4
Goodness of Fit
Indeks Cut-off Value Result
Model
Evaluation
Chi – Square Kecil (< 75,624) 69.088 Fit
Probability 0.05 0.131 Fit
RMSEA 0.08 0.045 Fit
Chi square / df 2.00 1.212 Fit
GFI 0.90 0.918 Fit
AGFI 0.90 0.868 Marginal
TLI 0.90 0.975 Fit
CFI 0.90 0.981 Fit
Source : Processed Primary Data 2018
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mudiantono Sokirman, Fajar Ayu Suryani
17
Table 5 shows that the model meets the value of the cut-of-value so that it can be
concluded that the model used is fit. Based on Figure 2, the Regresion weight structural
equational value is as follows:
Table 5
Estimate S.E. C.R. P
Competitive
Advantage <--- Distribution Channel 0.291 0.122 2.387 0.017
Competitive
Advantage <--- ERPImplementation 0.295 0.114 2.603 0.009
Competitive
Advantage <---
Entrepreneurial
Orientation 0.597 0.130 4.611 ***
Marketing
Performance <--- Competitive Advantage 0.508 0.136 3.736 ***
Marketing
Performance <--- Distribution Channel 0.338 0.130 2.607 0.009
Marketing
Performance <---
Entrepreneurial
Orientation 0.352
0.145 2.422 0.015
Hypothesis Testing
The proposed hypothesis can be tested by observing the value of the critical ratio and
the level of significance contained in regression weight, where the value of C.R ≥1.96 and P ≤0.05 is required as a condition for receiving the hypothesis. Based on Table 5, the results of
hypothesis testing using AMOS analysis all hypothesis are accepted.
Conclusion and Management Implication Conclusion
The purpose of this study was to analyze the influence of distribution channels, ERP
implementation and entrepreneurial orientation on marketing performance with competitive
advantage as an intervening variable in the study of SMEs in Central Java. Based on
respondents 'answers in this study, the most widely used ERP module is the sales module,
and the respondents' business fields in this study are mostly in the culinary field. All
hypotheses in this study show a positive and significant influence, and the variable that most
influences marketing performance is the variable of competitive advantage.
Management Implication
The results of the study show that the variables that greatly influence marketing
performance are the competitive advantages with the most influential indicators are the
ability to capture the market. The results also show that the variables that greatly influence
marketing performance are the competitive advantages with the most influential indicators
are the ability to capture the market. Therefore, SMEs must increase competitive advantage.
The most important indicator in influencing the high competitive advantage possessed by
SMEs is the ability to capture the market, SMEs are expected to have the ability to seize the
market by offering products at competitive prices from competitors and able to create
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mudiantono Sokirman, Fajar Ayu Suryani
18
products that are not easily copied by competitors and provide more value to customers on
the products or services offered.
With the existence of competitive advantages possessed by SMEs, it is expected that
SMEs have a broad market share and increased sales and products that are widely known to
consumers
References
Amara, S. (2012) “The Effect of Marketing Distribution Channel Strategies on A Firms
Performance Among Commercial Banks in Kenya” hal.9-35.
Buctowar, R., Kocak, A. and Padachi, K. (2015) “Entrepreneurial Orientation, Market Orientation and Networking : Impact on Innovation and Firm Performance” Journal
of Development Entrepreneurship, 20(04).
Contador, J.C dan Ferreira, A.A. 2012. It Outsourcing: Methodology For Selecting Suppliers
Criterion For Competitive Advantage. Journal of Information Systems and
Technology Management. Vol.9, no.1, pp. 123-146
Dantes, G. R. dan Hasibuan, Z. A. (2011) “Enterprise Resource Planning ( Erp ) Implementation : Any Competitive Advantage for the Company ? ( Case Study : Erp Implementation in Indonesia ),” Information Systems, (September), hal. 79–86.
Dash, A. K. (2013) “Competitive Advantage,” International Journal of Application or
Innovation in Engineering Management IJAIEM, 2(12), hal. 7–10.
Hidayat, R. dan Akhmad, S. (2016) "Effect of the Enterprise Resource Planning (ERP) on
Competitive Advantage and Performance of Manufacturing Firms in Indonesia,"
Journal of Engineering, 11(10), hal. 2298–2303.
Islam, Md. A., Khan, M.A., Obaidullah,.A. Z. M., &Alam, M. S. (2011). "Effect of
Entrepreneur and Firm, Characteristics on the Business Success of Small and Medium
Enterprises (SMEs) in Bangladesh", International Journal of Business and
Management. 6(3), 289-299.
Kuswantoro Ferry, M. Mohd Rosli, Radiah Abdul and Hamidreza Ghorbani (2012) "Impact
of Dsitribution Channel Inovation on the Performance of Small and Medium
Enterprises" International Business and Management, Vol 5, No 1, pp 52-61
Lečić, D. dan Kupusinac, A. (2013) “The Impact of ERP Systems on Business,”TEM journal,
2(6), hal. 323–326.
May, J., Dhillon, G. And Caldeira, M. 2013. Defining Value-Based Objectives for ERP
Systems Planning. Decision Support Systems, Vol. 55 No. 1, pp 98-109
Mudiantono, Prasetiono, Dul Mu'id, Herry Laksito and Rini Nugraheni (2018) “The Role of ERP in Increasing Marketing Performance of SMEs in Central Java, Indonesia,” Advanced Science Letters, 24(12), pp. 9706–9709. Doi: 10.1166/asl.2018.13119.
Mwanza., P and Ingari., B. (2015). Strategic Role of Distribution as a Source of Competitive
Advantage in Fast-Moving Consumer Goods in Kenya. International Journal of
Scientific and Research Publications, 5(10), page. 1-14.
Nasution, A. A. (2014) “Analisis Kinerja Pemasaran PT. Alfa Scorpii Medan,” Riset Akutansi
dan Bisnis, 14(2002), hal. 52–65.
Pardi et al. (2014) “The Effect of Market Orientation and Entrepreneurial Orientation toward Learning Orientation, Innovation, Competitive Advantages and Marketing
Performance,” European Journal of Business and Management, 6(21), hal. 2222–2839.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mudiantono Sokirman, Fajar Ayu Suryani
19
Ministry of Cooperative and Micro, Small and Medium Enterprise of Indonesia. The Role of
Nicro, Small and Medium Enterpises on National Economy (2014).
Raharjo, S.T., Mudiantono, Perdhana, M.S. 2015 SME’s Enterprise Resource Planning Implementation, Competitive Advantage, and Marketing Performance: Finding from
Central Java, Indonesia. Journal of Entrepreneurship, Business and Economics,
Vol.4, No. 1, pp 22-44
Rezaei, J. dan Ortt, R. (2018) “Entrepreneurial orientation and firm performance: the mediating role of functional performances,” Management Research Review, 41(7),
hal. 878–900. Doi: 10.1108/MRR-03-2017-0092.
Santra, I. K. (2018) “Entrepreneurial Orientation and Marketing Performance of Budget
Hotel SMEs in Bali Island.” International Journal of Entrepreneurship, 22(4), hal. 1–11.
Saremi, H., Masomeh, S. dan Zadeh, M. (2014) “Management of Distribution Channels.” Indian J.Sci.Res, 5(3), hal. 452–456.
Sirivanh, T., Sukkabot, S. dan Sateeraroj, M. (2014) “The Effect of Entrepreneurial Orientation and Competitive Advantage on SMEs ’ Growth : A Structural Equation Modeling Study,” International Journal of Business and Social Science, 5(6), hal.
189–195. Doi: 10.1007/BF01976328.
Szopa, P. dan Pękała, W. (2012) “Distribution Channels and Their Roles,” PolishJournal of
Management Studies, 6, hal. 143–150.
Wang, Wen-Cheng, Chien-Hung, L. dan Ying-Chien, C. (2011) “Types
ofCompetitiveAdvantage and Analysis,” International Journal of Businessand
Management, 6(5), hal. 100–104. Doi: 10.1007/s004360050358.
Zeebaree, Y. M. R. dan Siron, R. B. (2017) “International Review of Management and Marketing The Impact of Entrepreneurial Orientation on Competitive Advantage
Moderated by Financing Support in SMEs,” International Review of Management and
Marketing, 7(1), hal. 43–52.
Zaini, A., Hadiwidjojo, D., Rohman, F and Maskie, G. (2014) “Effect Of Competitive Advantage As A Mediator Variable Of Entrepreneurship Orientation To Marketing
Performance,” IOSR Journal of Business and Management, 16(5), page. 05-10. Doi:
10.9790/487x-16510510.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
20
Persepsi Sosial Masyarakat Sulawesi Utara Di Saat Pandemi Covid-19
Nikolas F. Wuryaningrat*
Universitas Negeri Manado
Aditya Pandowo
Universitas Negeri Manado
Lydia I. Kumajas
Universitas Negeri Manado
*nikolas.fajar@unima.ac.id
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi persepsi masyarakat atas pandemic Covid-19
dan dampak yang terjadi. Fenomena panic buying dan consumer hoarding turut dielaborasi
sebagai titik akhir pandemic Covid-19. Sebanyak 220 responden dijadikan obyek
penelitian dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode convenience
sampling. Kuesioner disebarkan secara daring dengan menggunakan aplikasi survey
monkey kepada calon responden diseluruh propinsi Sulawesi Utara. Hasil penelitian dari
220 respondenmenunjukkan kecemasan dan kekhawatiran akan ketidakpastian merupakan
penyebab terjadinya fenomena panic buying dan consumer hoarding. Meski demikian,
responden tetap optimis dapat melanjutkan aktivitas rutin pada saat pandemic Covid-19
berakhir karena tingginya kepercayaan kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Selain itu, pandemic Covid-19 memberikan efek positif (peduli dengan kesehatan) dan
negative terhentinya aktivitas luar rumah di masyarakat.
Kata kunci: covid-19, persepsi social masyarakat, panic buying
Pendahuluan
Saat ini sudah lebih dari 200 negara di seluruh dunia mengalami wabah virus corona
Covid-19. Dengan meluasnya wabah covid-19 maka tidak mengherankan pada akhirnya World
Health Organization (WHO) akhirnya menetapkan penyebaran virus Covid-19 sebagai
pandemic global. Salah satu Negara yang terdampak adalah Indonesia, semenjak diumumkan
pertama kalinya kasus Covid-19 pada awal bulan Maret 2020 oleh Presiden, pada akhir bulan
Maretsudah menjangkiti1528 kasus positif Covid-19 dengan tingkat kematian yang masih lebih
tinggi daripada tingkat kesembuhannya (Kompas.com, 31/3/2020; www.covid-19.go.id).
Seperti negara lain didunia, masalah kesehatan pandemic global ini ikut menyeret ke isu
ekonomi, sebagai contoh cnbc Indonesia pada tanggal 1 Mei 2020 melansir berita bahwa
ekonomi Negara G-20 luluh lantak akibat corona.
Kebijakan pembatasan jarak fisik (physical distancing), penutupan sementara sekolah
dan universitas, pelarangan sementara ibadah di tempat ibadah (Gereja, mesjid dll), pelarangan
berkumpul dalam jumlah besar, himbauan tidak keluar kota dan luar negeri dan berbagai
kebijakan lainnya memaksa roda ekonomi berjalan sangat lambat bahkan langsung berhenti.
Salah satu contoh bisnis di industry MICE (meeting, incentives, conferencing and exhibitions)
sangat terpukul karena pandemic ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif seperti
dilansir oleh Kompas (20/02/2020) menjelaskan banyak kegiatan-kegiatan event dibatalkan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
21
atau harus dijadwalkan kembali. Padahal dari industry MICE saja bisnis perjalanan wisata,
transportasi umum/online, rumah makan, dan hotel langsung kena imbasnya dengan penurunan
omzetnya mencapai lebih dari 70% (Rapat kerja Kemenparkeraf dan DPR, 6 April
2020).Craven et al., (2020) menjelaskan bahwa pandemic covid-19 sudah membuat krisis pada
banyak bisnis di seluruh dunia, yang mengancam pada krisis ekonomi.
Di masyarakat merebaknya virus covid-19 membuat potensi panic buying semakin
tinggi, apalagi ditambah maraknya berita palsu (hoax) di media sosial membuat masyarakat
seperti panic. Di Sulawesi Utara seperti diberitakan oleh Media Tribun Manado dan Manado
Post (23 Maret 2020) masker, hand sanitizer, dan suplemen vitamin C dan E seakan lenyap di
apotek dan malah lebih banyak beredar di tempat yang tidak resmi dan sulit dipastikan
keasliannya dengan harga yang lebih mahal dari seharusnya. Pernyataan tersebut turut diamini
oleh hasil survei social demografi BPS (2020) menjelaskan bahwa alat kesehatan, obat, vitamin
dan sanitasi pada umumnya harganya naik.
Pola konsumtif masyarakat dibarang kebutuhan pokok juga terindikasi semakin tinggi
karena masyarakat berbelanja dalam jumlah seperti tidak biasanya, konsumsi pembelian kuota
internet semakin tinggi padahal tingkat pendapatan masyarakat secara umum semakin turun
(BPS, 2020). Dengan kata lain, dapat dikatakan masalah virus covid-19 yang pada mulanya
hanya berkaitan pada isu kesehatan sudah berkembang ke isu ekonomi, bahkan Menteri
Keuangan Sri Mulyani pada sesi rapat dengan DPR di bulan Maret 2020, isu kesehatan akibat
Covid-19 sudah mulai memicu kearah krisis ekonomi. Penurunan nilai rupiah ke 16 ribuan
pada bulan Maret secara cepat dari sebelum hanya berkisar di 13 ribuan sampai 14 ribuan
rupiah walaupun memasuki bulan April pergerakannya sudah cenderung stabil diangka Rp.
15,900an per dollar Amerika (bi.go.id; 9 April 2020).Masalah ekonomi lainnya adalah
pemutusan hubungan kerja atau kebijakan dirumahkan karyawaan yang mengakibatkan
pendapatan menurun adalah contoh akibat isu ekonomi yang ditimbulkan dari covid-19.
Dalam menghadapi pandemic covid-19, sikap masyarakat seperti terbelah, sebagian
masyarakat menghendaki kebijakan lockdown (karantina wilayah) seperti yang diterapkan
banyak negara lain (e.g. Perancis, Spanyol dll). Sebagian masyarakat tidak menghendaki hal
tersebut dikarenakan matinya roda ekonomi. Pada akhirnya pemerintah mengambil opsi tidak
memberlakukan kebijakan karantina wilayah, kebijakan pembatasan sosial berskala besar
(PSBB) dipilih seperti tertuang pada Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2020.Seperti
pengamatan dari berbagai media televisi dan online yang kredibel (Kompas, CNN Indonesia,
detikcom) kebijakan PSBB banyak yang meragukan dapat memutus mata rantai penyebaran
virus Covid-19. Salah satunya Epidemiolog FKM UI Pandu Riono seharusnya menyebut
PSBBdiberlakukan secara nasional bukan per daerah sesuai pengajuan dari Pemerintah daerah
(news.detik.com; 1 Mei 2020).Dengan demikian perlu mengetahui persepsi masyarakat akan
kepercayaannya pada Pemerintah pusat dan daerah.
Riset ini dilakukan untuk menilai persepsi masyarakat khususnya di Sulawesi Utara.
Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah Provinsi di Indonesia yang tingkat pertumbuhan
ekonominya cukup tinggi yang tidak lepas pula dari masalah pandemic covid-19 ini dengan
menurunnya tingkat wisatawan local dan macanegara, serta pendapatan yang cenderung turun
(sulut.bps.go.id/1 April 2020). Riset ini dilakukan untuk mengukur persepsi masyarakat saat
pandemic ini berlangsung dan mengukur persepsi masyarakat aktivitas panic buying, apa yang
akan dikerjakan saat pandemic sudah berakhir, serta sikapnya terhadap pemerintah pusat dan
daerah.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
22
Landasan Teori
Persepsi sosial masyarakat
Sebagai makhluk hidup yang mampu beradaptasi dengan kelompok dan pola social yang
kompleks, maka dipandang perlu untuk memahami perilaku individu sebagai bagian interaksi
dan komunikasi antar manusia. Tindakan dan perilaku manusia salah satunya didasari atas
persepsi yang terbentuk oleh system pengamatan (Knoblich & Prinz, 2001). Tindakan dan
perilaku individu yang terbentuk dari persepsi disebabkan dua hal (Passer & Smith, 2009):
pertama, disposisi pribadi, yaitu perilaku yang terkait dengan karakterisitik internal seperti,
kepribadian, kepercayaan, dan sikap. Kedua, disposisi situasional, yaitu perilaku yang
disebabkan karena situasi yang terjadi diluar kehendak pribadi dan dipengaruhi aspek eksternal
lingkungan.
Persepsi social itu sendiri didefinisikan sebagai tahap awal evaluasi niat dan disposisi
psikologis orang lain dengan analisis perspektif, isyarat tubuh, dan gerakan lainya (Allison et
al., 2000). Persepsi social mengacu pada identifikasi dan memanfaatkan isyarat social untuk
membuat penilaian tentang peran social, aturan, hubungan, konteks, atau karaktersitik orang
lain. Dengan kata lain, persepsi social mengukur pemahaman hubungan komunikasi social
antar individu. Pendapat lainnya dikemukakan oleh (Baron & Branscombe, 2012) sebagai suatu
proses yang digunakan untuk mencoba memahami orang lain. Berdasarkan ketiga pendapat
tersebut, persepsi social berarti suatu usaha untuk memahami orang lain dengan menggunakan
komunikasi non verbal dan mengintepretasikannya sebagai bagian dari perilaku social dan
perspektif sosial.
Beberapa factor diketahui turut mendukung terciptanya persepsi social seseorang
(Hanurawan, 2007), seperti factor penerima, factor situasi, factor organisasi perspektual, dan
factor obyek sasaran. Factor penerima bergantung pada karaktersitik pengamat berdasarkan
konsep diri, nilai, sikap, pengalaman masa lalu, dan ekspektasi dalam dirinya. Factor situasi
adalah factor pendorong yang berasal dari eksternal pengamat seperti seleksi, kesamaan, dan
organisasi. Sementara itu, organisasi perspektual menuntut obyek sebagai sistem yang bersifat
logis, teratur, dan runtut. Factor obyek sasaran adalah individu yang dijadikan sebagai obyek
pengamatan dengan ciri-ciri khusus, unik, kontras, dan intensitas dalam obyek.
Perilaku Panic Buying
Istilah panic buying atau sering disebut juga consumer hoarding segera menjadi trending
saat pandemic Covid-19 berlangsung. Panic buying merujuk pada tindakan seseorang untuk
membeli dalam jumlah besar untuk menghindari kekurangan dimasa depan. Fenomena ini bisa
tergambar dengan jelas dengan melihat beberapa indicator seperti, antrian panjang di pusat
perbelanjaan, pembelian dalam jumlah besar, dan hilangnya persediaan dipasar yang
menyebabkan munculnya kecemasan bagi khalayak ramai. Meski demikian, perilaku ini tidak
selalu didorng karena factor emosi semata, tetapi sebagai respon atas ancaman ketersediaan
dimasa depan dan hilangnya akses untuk mendapatkan sesuatu
Panic buying dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Pemicu panic buying sebagian
besar disebabkan force majeure yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya seperti: bencana
alam, ketakutan akan kekurangan persediaan, serangan teroris, termasuk juga ancaman
pemogokan besar-besaran (Fang & Shou, 2015; Kumar et al., 2018). Meski demikian, alasan
sesungguhnya dari perilaku ini adalah perasaan emosional akan kecemasan dan ketidakpastian
dimasa depan. Kedua kondisi psikologis ini berhubungan dengan ketidakpercayaan masyarakat
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
23
atas ketersediaan barang dan kenaikan harga barang yang signifikan.Beberapa akibat yang
muncul karena adanya perilaku pembelian panik adalah:Terganggunya pasokan dan
permintaan, ketersediaan barang dan kelangkaan dipasar, keputusan pengecer yang dapat
mengganggu pola pembelian seperti: kenaikan harga, membatasi penjualan (quota), dan
membatasi pasokan, dan fenomena penimbunan barang
Memahami perilaku pembelian dalam kepanikan mengandung tiga unsur: pertama,
kepanikan terjadi karena adanya persepsi individu mengenai sinyal bahaya, ketidakmampuan
dan kekhawatiran atas situasi yang mengancam, dan potensi ketiadaan solusi. Kombinasi dari
ketiga hal tersebut mendorong kondisi panic seseorang. Kedua, usaha untuk menarik diri dari
situasi yang mengancam merupakan hasil dari kepanikan seseorang. Ketiga, adanya perubahan
perilaku akibat pengambilan keputusan individu untuk melepaskan diri dari kondisi panic
Metode Penelitian
Partisipan Desain dan Prosedur
Riset ini dilakukan dengan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Survei online
dipilih menggunakan aplikasi survey monkey agar penyebaran datanya lebih luas ke berbagai
daerah di Sulawesi Utara.Dalam penelitian jumlah responden yang berpartisipasi selama
kurang lebih 1 bulan pengumpulan data sebanyak 220 responden. Metode sampel dalam
penelitian ini adalah sampel tidak acak dengan metode convinience. Metode sampel ini dipilih
dikarenakan metode yang realistis untuk mendapatkan respon yang cepat. Kuesioner
dikirimkan dengan aplikasi survei online SurveyMonkey, link dari aplikasi dikirimkan kepada
grup whatsapp dari penulis dan jaringan pribadi whatsapp dan pesan teks (SMS) dari kontak
penulis. Selain itu link juga dikirimkan via beranda Facebook peneliti/penulis. Data yang
terkumpul kemudian dianalisa melalui aplikasi yang sama untuk mendapatkan data yang sudah
terkumpul secara deskriptif.
Statistic deskriptif hanya digunakan untuk mengukur dataset tertentu saja, sehingga
hasil riset ini tidak bisa digunakan untuk mengeneralisasi hasil ke populasi di Provinsi Sulawesi
Utara yang mencapai angka lebih dari 2,5 juta penduduk (sulut.bps.go.id; 1 April
2020).Dengan kata lain hasil ini hanya bisa menangkap informasi dari 220 responden yang
terjaring. Untuk menguatkan hasil penelitian, setelah data diperoleh dari 220 responden,
dilakukan wawancara via chating dengan media whatsapp kebeberapa informan yang dianggap
mampu memberikan informasi yang valid.
Instrumen dan Teknik analisis
Instrument penelitian ini terdiri dari 10 pertanyaan. Instrument ini terdiri dari 3
pertanyaam umum responden seperti usia, tempat tinggal dan domisili. Kemudian 7 pertanyaan
merupakan kumpulan pernyataan persepsi responden yang terdiri dari aktivitas panic buying,
perasaan yang dirasakan saat pandemic, rencana kedepan setelah pandemic berakhir, persepsi
tentang kemampuan penanganan pandemic oleh Pemerintah pusat dan daerah. Selain itu
kuesioner juga meliputi pernyataan tertulis responden mengenai pengetahuannya mengenai
dampak positif dan negative dari pandemic Covid-19. Menguatkan informasi, seluruh item
pernyataan ditambahkan kolom pernyataan yang bisa dijawab responden secara tulisan
mengenai perasaan sebenarnya yang dirasakan.
Penelitian ini berlangsung dari minggu kedua maret sampai dengan minggu ketiga April
2020. Dikarenakan terbatasnya waktu riset dan untuk memastikan dapat mengkaji hasil yang
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
24
masih hangat serta sesuai dengan situasi saat ini maka survey online dengan menggunakan
aplikasi Survey Monkey digunakan. Aplikasi ini sangat cocok untuk riset deskriptif karena
selain membantu menyebar kuesioner online juga bisa menganalisa data tersebut.
Tabel 1. Demografi Responden
Demografis Jumlah Prosentase
Usia 17-24
25-34
35-44
45 ke atas
114
34
38
34
51.818
15.455
17.273
15.455
Tempat tinggal Kota
Desa
Pinggiran
83
96
41
37.277
43.636
18.636
Domisili Manado
Tomohon
Kotamobagu
Minahasa
Minahasa Selatan
Minahasa Tenggara
Bolmong Raya
Sangihe, Talaud, Sitaro
Daerah Lainnya
20
27
19
51
29
21
18
15
20
9.091
12.273
8.636
23.182
13.182
9.545
8.182
6.818
9.091
Berdasarkan tabel 1, sebaran data responden meliputi usia, tempat tinggal, dan wilayah
domsili. Responden terbanyak berasal dari rentang usia muda 17-24 tahun sebanyak 114
responden atau 51.818%. Diikuti oleh rentang usia 25-34 tahun sebanyak 34, atau 17.273%.,
dan rentang usia 35-44 tahun sebesar 38 responden atau 15.455%. Sementara itu, rentang usia
45 tahun keatas sebanyak 34 responden atau 15.455%. Dengan kata lain sebagian besar
responden merupakan responden pada usia sekolah dan atau masih kuliah.
Untuk tempat tinggal responden, sebagian besar tinggal di desa sebanyak 96 responden
atau 43.636%. untuk responden yang tinggal di perkotaan sebesar 83 responden atau sebesar
37.277% dan sisanya tinggal di daerah pingiran antara kota dan desa sebanyak 41 responden
atau memiliki porsi sebesar 18.636%.
Pada area domisili berdasarkan wilayah administrasi di Provinsi Sulawesi Utara,
responden terbesar berasal dari Kabupaten Minahasa sebesar 51 responden (23.182%), dan
diikuti oleh daerah lainnya Kabupaten Minahasa Selatan sebanyak 29 responden (13.182%),
kota Tomohon sebesar 27 responden (12.273%), Kabupaten Minahasa Tenggara 21 orang
(9.545%), Kota Kotamobagu sebanyak 19 responden (8.636%), seluruh Kabupaten di Bolaang
Mongondow Raya (Bolmong) sebanyak 18 orang (8.182%) dan terakhir adalah gabungan
antara Kabupaten Sangihe, Talaud dan Sitaro sebanyak 15 responden (6.818%). Adapun untuk
daerah lainnya di luar Sulawesi Utara terkumpul 20 responden (9.091%), dimana sebagian
besarnya daerah yang banyak disebutkan adalah Provinsi DKI Jakarta, dan Jabodetabek,.
Penelitian ini memang lebih dikhususkan untuk daerah Sulawesi Utara, daerah lainnya
digunakan untuk pembanding saja.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
25
Hasil Penelitian dan Diskusi
Sebanyak 220 orang responden berpartisipasi dalam penelitian ini dengan berbagai latar
belakang usia, domisili, wilayah pemukiman, dan persepsinya mengacu pada pernyataannya.
Aktivitas Panic Buying
Pada grafik 1. ditunjukkan bahwa responden pada kurun waktu penelitian atau pada saat
pandemic covid-19 mulai berkembang pesat di Indonesia sebagian besar (131 responden) tidak
pernah atau belum pernah melakukan panic buying barang dan kebutuhan pokok. Dengan
demikian 131 responden tersebut diindikasikan masih melakukan pembelian barang kebutuhan
pokok secara normal dan rasional. Akan tetapi tidak sedikit juga responden (89 orang) sudah
pernah melakukan pembelian yang berlebihan atau lebih banyak dari biasanya dengan alasan
untuk mengantisipasi pandemic covid-19.
Kebijakan Pemerintah physical distancing dan merumah belajarkan anak sekolah dan
mahasiswa untuk antisipasi penyebaran virus Covid-19 yang sangat cepat. Kebijakan ini
memaksa keluarga untuk lebih banyak tinggal di dalam rumah dan hanya melakukan kegiatan
luar rumah (e.g. bekerja) yang sangat penting saja. Dengan demikian, tidak mengherankan
ketika banyak para orangtua/keluarga melakukan pembelian yang lebih banyak dari biasanya
(Baker et al., 2020), tetapi informasi dari 220 data yang terkumpul pembelian yang dilakukan
masih dalam jumlah yang normal dan rasional.
Dalam jawaban pernyataan dari responden yang ditulisnya secara bebas sesuai dengan
perasaan yang dirasakannya mengenai aktivitas panic buying dapat beberapa responden yang
sudah berkeluarga menjelaskan bahwa sebenarnya pembelian yang dilakukannya masih
normal, tetapi terlihat banyak dikarenakan yang biasanya berbelanja satu minggu sekali, kini
belanja langsung untuk kebutuhan 3 sampai 4 minggu. Dengan kata lain, nominal uang yang
dibelanjakan relative sama saja, tetapi kuantitas waktu berbelanja kebutuhan yang berkurang.
Sebanyak 89 orang responden mengaku melakukan aktivitas panic buying melakukan
pembelian yang lebih besar dari jumlah yang seharusnya dibeli.Sebagai contoh jika dalam satu
bulan hanya memerlukan 10 kilogram beras, karena sikap paniknya maka akan membeli beras
20-30 kilogram beras untuk satu bulan.Salah seorang informan seorang wanita karir yang
merupakan kenalan dari peneliti, menjelaskan dia dalam 1 bulan terakhir sudah mengeluarkan
uang untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga, anak-anak dan kuota internet sudah lebih besar
dari pengeluaran bulanan biasanya.
131
89
0 20 40 60 80 100 120 140
Tidak pernah
Pernah
Grafik 1. Aktivitas Panic Buying
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
26
Sangat dimungkinkan perilaku dari 89 orang inilah yang mengindikasikan alasan
dibalik beberapa produk seperti sabun cuci tangan, hand sanitizer, masker dan vitamin C
menjadi langka dipasar serta memicu beberapa harga produk menjadi naik. Artinya walaupun
masyarakat yang melakukan aktivitas panic buying jumlahnya hanya sebagian kecil dari yang
tidak melakukannya, akan tetapi tampak memberikan dampak negative pada kelangkaan dan
naiknya harga beberapa barang komoditas sangat tinggi. Sebagai contoh jika 89 orang saja
melakukan pembelian beras secara berlebihan, misalnya 20 kilogram (kebutuhan sebenarnya
10 kg) maka konsumsi beras menjadi 1780 kilogram, dengan kata lain perilaku 89 orang ini
bisa saja membuat harga beras lebih naik karena permintaan yang lebih besar. Salah satu
responden menjelaskan dia pernah membeli produk vitamin C yang harga pasarannya 40ribuan
rupiah 10 pak (cth: 1 pak isi 30 tablet), dengan kata lain kalo saja 1 keluarga hanya butuh 1 sd
2 pak, maka 8 pak sisa itu mungkin bisa dianggap penimbunan. Wawancara via chatting
whatsapp dengan salah satu area sales manajer salah satu perusahaan farmasi yang menjual
produk multivitamin, mengatakan di Pulau Jawa saja produk merek ‘E’ sudah sulit dicari.
Dengan demikian, jika jika pengakuannya benar maka jika di Pulau Jawa tempat produk
tersebut diproduksi saja sudah sulit dicari apalagi di Sulawesi Utara (Indonesia Timur).
Sesi wawancara dengan supervisor supermarket besar di Kota Tomohon via chating
whatsapp menjelaskan jika supermarket ini mendapat stok hand sanitizer, tidak sampai 2 jam
stok tersebut habis. Kemudian dijelaskan kembali, sabun cuci tangan antiseptic sangat laku,
stok yang ada hanya setengah hari saja sudah habis, padahal stok yang disediakan disituasi
normal cukup untuk 2 minggu, dan mudah mendapatkannya dari penyalur. Dengan demikian,
diduga dari perilaku panic buying 89 orang responden turut membuat kelangkaan tersebut.
Alasan lainnya, kenapa jumlah aktivitas panic buying lebih rendah dari yang belum
pernah melakukan aktivitas panic buying dikarenakan berdasarkan data yang dihimpun
sebagian besar responden dalam riset ini berusia relative muda antara 17-24 tahun (lihat tabel
1). Diusia yang relative muda inilah ada kemungkinan banyak yang masih menjadi tanggungan
orang tua, sehingga belum terlalu merasakan atau belum menjadi actor panic buying. Segala
macam kebutuhan masih ditanggung orang tua, sehingga belum berpengalaman untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dengan demikian jika saja responden dalam riset in
kebanyakan diusia orang tua, hasilnya mungkin akan berbeda.
Data dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden banyak
tinggal di desa (tabel 1). Pemenuhan kebutuhan hidup di desa relatif lebih mudah jika
dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan hidup di kota (Wuryaningrat, 2017). Di desa,
khususnya di desa di Sulawesi Utara kebutuhan akan beras dan lauk pauk relatif bisa dipenuhi
didesa itu sendiri. Masih banyak petani dan nelayan di desa yang bisa menanam padi, berternak
dan menangkap ikan untuk digunakan bagi kebutuhan keluarganya sendiri(Lihat Mundayat
et al., 2008). Dibandingkan di Kota, untuk bisa memenuhi kebutuhannya manusia harus
bekerja. Pada saat pandemic covid-19 banyak karyawan terpaksa dirumahkan dengan tidak
dibayar atau dibayar sebagian (pengamatan media) sehingga sulit bagi mereka memenuhi
kebutuhannya. Maka tidak mengherankan gelombang masyarakat yang dulunya bekerja di
Kota terpaksa mudik ke kampung halamannya, dikarenakan hilangnya mata pencahariannya.
Alasan inilah yang mungkin diambil oleh Pemerintah yang belum melarang masyarakat untuk
mudik, pemerintah hanya menghimbau agar masyarakat tidak pulang ke kampung halamannya.
Walaupun belakangan pemerintah mengambil kebijakan untuk melarang mudik yang dimulai
pada tanggal 24 April 2020.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
27
Persepsi Perasaan Responden di saat Pandemi Covid-19
Pada grafik 2 ditunjukkan bahwa perasaan yang dirasakan oleh responden saat
pandemic Covid-19 sebagian besar adalah rasa kuatir dan cemas, Hanya sebagian kecil
respnden yang menganggap pandemic covid-19 merupakan hal yang biasa saja. Pada jawaban
lainnya, sebagian besar dari 14 responden menuliskan bosan, yang berarti pandemic Covid-19
membuat sebagian responden menjadi bosan tinggal dirumah.
Perasaan kuatir dan cemas menjadi hal yang akan terjadi saat situasi pandemic apapun,
termasuk pandemic covid-19. Semakin banyak dan cepatnya virus covid-19 terus menjangkiti
masyarakat Indonesia dan dunia tentu saja membuat perasaan manusia menjadi lebih kuatir
dan tidak merasa bebas berjalan kemana, karena takut tertular. Saat ini seseorang yang bersin
atau batuk seakan-akan membuat masyarakat bersikap paranoid dan mencurigai berlebihan,
padahal seperti yang kita ketahui bersama sebelum virus covid-19 ada bersin, batuk dan pilek
tidak menjadi persoalan besar dalam masyarakat dan menjadi bagian dari hidup kita sehari-
hari. Saat ini tampaknya sudah terjadi dimana buang angin (mohon maaf) menjadi lebih
‘bermatabat’ daripada flu dan batuk, demikian jawaban di sesi wawancara dengan salah satu
rekan kerja peneliti.
Bagi sebagian masyarakat yang bekerja di sektor informal, kesulitan mendapatkan
pendapatan menambah perasaan kuatir dan cemas bisa saja bertambah besar. Kekuatiran dan
kecemasan tidak mampu membayar hutang/kredit, bayar kontrakan, bayar listrik dll menjadi
contoh nyata yang saat ini terjadi. Sebenarnya cemas dan kuatir merupakan respon dari
manusia dari situasi yang mengancam yang menjadi bagian dari hidup manusia sehari hari
(Kaplan et al., 2007). Akan tetapi kuatir dan cemas karena factor sosial yang berlebihan akan
menimbulkan stress dan menjadi ancaman bagi kesehatan manusia (Az-Zahrani, 2005). Dalam
situasi pandemic covid-19 merupakan pengaruh dari factor sosial, menambah kecemasan dan
kekuatiran hidup manusia, dan sangat memungkinkan stress bisa muncul dan mengurangi daya
tahan tubuh seseorang. Seperti sudah dijelasakan oleh berbagai media bahwa daya tahan tubuh
menjadi factor penting untuk mencegah penularan virus covid-19, jika daya tahan tubuh
menurun maka virus mudah menyerang dan menimbulkan masalah kesehatan yang serius
(WHO, 2020). Dengan demikian factor kuatir dan cemas karena covid-19 yang jika berlanjut
lebih lama, memungkinkan penurunan imun sehingga penyebaran covid-19 semakin massif.
Pernyataan diatas diamini oleh salah satu dokter yang diwawancarai via chat di whatsapp.
68
120
16
0
4
14
0 20 40 60 80 100 120 140
Cemas
Kuatir
Biasa saja
masa bodoh
Bahagia, tenang damai
lainnya
Grafik 2. Perasaan Responden di Saat Pandemi
Covid-19
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
28
Keinginan Kedepannya setelah pandemic Covid-19 berakhir
Setiap manusia di dunia ini pastinya sangat berharap pandemic covid-19 segera
berakhir. Hal inilah yang menjadi pertimbangan rencana yang akan dilakukan setelah pandemic
berakhir. Sebagian besar sebanyak 98 responden menyatakan ketika pandemic berakhir hal
pertama yang akan dilakukannya adalah menuju ke tempat ibadah untuk mengucap syukur
bahwa pandemic berakhir, dan bisa bertemu dan berkumpul kembali bersama jemaat/umat
lainnya. Tampaknya pernyataan ini bisa lahir dikarenakan masih baiknya tingkat religious
masyarakat, maka kegembiraan mungkin dirasakan dengan pergi ke tempat ibadah.
Sebanyak 53 responden menyatakan bahwa hal yang akan dilakukan setelah pandemic
berakhir adalah mengunjungi sanak saudara yang sempat tertunda karena adanya covid-19.
Kebijakan dirumah aja memang memaksa kita terbatas untuk keluar rumah, termasuk
mengunjungi sanak keluarga, yang kemungkinan berada diluar daerah. Kemudian kebijakan
untuk belajar dari rumah juga membuat mahasiswa/anak sekolah tidak bisa ke sekolah/kampus,
oleh karenanya ada 50 responden yang menyatakan aktivitas pertama yang akan dilakukannya
adalah pergi belajar di sekolah atau kampus kembali. Responden yang sebagian besar adalah
usia mahasiswa mungkin membuat pernyataan ini menjadi cukup tinggi responnya. Sisa respon
adalah jalan-jalan ke mall/plaza (10 orang) dan travel ke luar negeri atau dalam negeri (9
orang). Pilihan ini tidak terlalu besar mungkin karena masih ada sisa kekuatiran virus covid-19
masih ada, sehingga lebih baik berjaga-jaga untuk tidak masuk kearea yang ramai seperti
mall/plaza ataupun tempat wisata di luar negeri dan dalam negeri.
9
10
98
50
53
0 20 40 60 80 100 120
Travel ke LN/DN
Plaza/Mall
Tempat ibadah
Ke sekolah/kampus
Mengunjungi sanak saudara
Grafik 3. Rencana/Keinginan setelah
Covid-19 berakhir
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
29
Kepercayaan Terhadap Pemerintah Pusat dan Daerah
Grafik 4 merujuk tingkat kepercayaan responden terhadap kemampuan pemerintah pusat
dalam menanggulangi pandemic Covid-19. Dari 220 orang responden, dominan memilki
kepercayaan kepada pemerintah pusat (184 orang), sisanya 24 orang merasakan keraguan, dan
12 responden tidak percaya meyakini ketidakmampuan pemerintah pusat dalam mengatasi
pandemic Covid-19.
Dengan demikian, sebagian besar masih merasakan kepercayaan bahwa setiap kebijakan
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat untuk menangani pandemic bisa mengatasi penyebaran
covid-19. Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan yang diawali dari pembentukan Gugus
Kendali Covid-19 dari BNPB, himbauan untuk tinggal dan kerja dari rumah yang kemudian
sudah dikembangkan menjadi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah mulai
dijalankan oleh beberapa Pemerintah daerah. Kebijakan ini pada dasarnya memaksa
masyarakat untuk tidak banyak melakukan aktivitas diluar rumah, tidak berkerumun, tidak
melakukan ibadah di tempat ibadah, dan tidak dulu sekolah dan kuliah. Pemerintah Indonesia
sendiri tidak berpangku tangan dalam menyiasati keadaan ini. Beberapa stimulus telah
dikeluarkan diantaranya yang terbagi dalam tiga sector, fiscal, non-fiskal, dan ekonomi.
Stimulus fiscal berupa pembebasan pajak bagi empat sector (PPh 21,22,25, dan pajak
hotel dan restoran) selama 6 bulan, penyaluran bantuan social, subsidi transportasi, dan bantuan
kesehatan bagi paramedic dan korban covid-19. Stimulus non-fiskal diantaranya deregulasi
untuk ekspor dan impor barang yang berkaitan dengan ketahanan pangan dan obat-obatan serta
penggunaan national logistic system. Sementara stimulus untuk sector ekonomi berupa
rekstrukturisasi kredit, relaksasi jaminan social tenaga kerja, penurunan suku bunga.
Disamping itu, beberapa program yang langsung bersentuhan dengan masyarakat antara lain,
keringanan biaya listrik, keringanan biaya kredit, pengadaan alat kesehatan penunjang, insentif
pajak, dan recovery bond untuk melindungi pengusaha. Kebijakan yang nilainya mencapai
lebih dari 400 triliun rupiah, meski mungkin tidak secara langsung mencegah dan mengobati
akibat penyakit dari covid-19, akan tetapi bisa menjadi berhubungan dengan grafik 2 untuk
mengurangi dampak negative yang berpotensi menimbulkan tingkat kekuatiran dan kecemasan
karena masalah ekonomi bisa dikurangi.
184
12
24
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
Percaya
Tidak Percaya
Ragu-Ragu
Grafik 4. Kemampuan Penanganan Covid-19
oleh Pemerintah Pusat
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
30
Apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah pusat jika masyarakat tidak percaya
dapat membantu penanganan covid-19 maka kebijakan tersebut sangat mungkin gagal. Jika
tidak ada sikap percaya pada Pemerintah maka masyarakat mungkin saja tidak akan mengikuti
instruksi pemerintah untuk tinggal dirumah, dan jika itu yang terjadi kita sendiri bisa
menyimpulkannya.
Grafik 5 mendeskripsikan hal yang tidak jauh berbeda hasilnya dengan grafik 4,
mengenai tingkat kepercayaan responden terhadap kemampuan pemerintah daerah, dalam hal
ini pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengatasi pandemic Covid-19. Sebanyak
158 responden masih percaya pada pemerintah daerahnya untuk bisa menyelesaikan masalah
virus covid-19 ini. Ada 45 responden tidak percaya, dan 17 orang ragu-ragu pada Pemerintah
daerah untuk menyelesaikan covid-19.
Di era otonomi daerah saat ini, memungkinkan Pemerintah daera mengeluarkan
kebijakannya sendiri sesuai dengan otoritas daerah yang dimilikinya. Terkadang antara
Pemerintah pusat dan daerah muncul tidak sinkronnya kebijakan, termasuk kebijakan untuk
menangani pandemic covid-19 di Indonesia. Mengacu pada hasil grafik 4 dan 5, dapat dilihat
hasil yang relative sama dimana kepercayaan masyarakat masih cukup baik pada
pemerintahnya (pusat dan daerah). Bisa saja kita simpulkan bahwa kesamaan hasil tersebut
buah dari sinkronisasi kebijakan antara pusat dan daerah terkait situasi darurat nasional covid-
19. Walaupun mungkin saja masih ada beberapa friksi perbedaan kebijakan dibeberapa daerah
(hasil kesimpulan dari berbagai media kredibel) akan tetapi tidak sampai meluas perbedaanya,
pemerintah daerah masih tunduk pada regulasi kebijakan terpusat untuk penanganan pandemic
covid-19. Gugus tugas penanganan Covid-19 dan Kementerian terkait tampaknya cukup sukses
membuat sinkronisasi kebijakan ini. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan
anggaran belanja daerah (APBD) sudah direvisi kembali untuk semata-mata kepentingan
nasional dan daerah.
Pemerintah Sulawesi Utara sendiri telah mengeluarkan kebijakan untuk membantu
menanggulangi pandemic covid khususnya di Sulawesi Utara, diantaranya; kebijakan belajar
dan kerja dirumah, pemberian bantuan social kepada penduduk rentan terdampak, insentif
pajak daerah bagi pelaku usaha dan operator moda transportasi darat. Kebijakan apapun yang
dikeluarkan memang tidak bisa sempurna dan menyenangkan seluruh masyarakat, akan tetapi
yang dibutuhkan Pemerintah pusat dan daerah masyarakat bisa percaya pada pemerintah akan
berbuat semaksimal mungkin untuk mengurangi dampak buruk dari covid-19, baik yang
berkaitan dari sisi kesehatan dan ekonomi.
158
45
17
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
Percaya
Tidak Percaya
Ragu-Ragu
Grafik 5. Kemampuan Penanganan Covid-19
oleh Pemerintah Daerah
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
31
Dampak Positif dan Negatif dari Pandemi Covid-19
Apapun yang terjadi pada diri manusia biasanya melahirkan dampak positif ataupun
negative pada diri manusia, baik yang berdampak secara langsung atau tidak langsung pada
dirinya. Dipercaya bahwa pandemic covid-19 inipun mempunyai 2 sisi tersebut. Pada grafik 6
dan 7 ditunjukkan persepsi 220 responden terhadap dampak positif dan dampak negative yang
dirasakan. Pada bagian ini kuesioner yang dikirimkan secara online tidak berupa pilihan
jawaban yang bisa dipilih oleh responden, dibagian ini responden dibebaskan memberi
jawaban tentang apa yang dirasakan oleh responden. Setelah dijawab setiap pernyataan
dikelompokkan dari setiap item yang dituliskan oleh responden. Kelompok pernyataan dampak
positif adalah peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, kedekatan hubungan keluarga,
pekerjaan rumah yang tertunda terselesaikan, kdekatan hubungan dengan Tuhan, dan polusi
udara berkurang. Sedangkan pada pernyataan dampak negative dikelompokkan, ekonomi
secara umum terganggu, pendapatan berkurang, pertumbuhan ekonomi turun, aktivitas luar
rumah berkurang, dan rasa jenuh serta bosan.
Pada sisi positif covid-19 (lihat grafik 6) perliku hidup bersih dan sehat, kedekatan
dengan keluarga, dan kedekatan dengan Tuhan memiliki porsi terbesar, setiap item pernyataan
dipilih diangka 67 untuk perilaku hidup bersih dan sehat, dan kedekatan dengan Tuhan. Angka
5
67
12
69
67
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Polusi udara berkurang/bumi sehat
Lebih dekat dengan Tuhan
Penyelesaian pekerjaan rumah
Dekat dengan keluarga
Perilaku bersih dan sehat
Grafik 6. Persepsi Dampak Positif Covid-19
7
86
44
33
50
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Rasa jenuh dan bosan
Aktivitas luar rumah berkurang
Pendapatan berkurang/hilang
Pertumbuhan ekonomi turun
Ekonomi terganggu
Grafik 7. Persepsi Dampak Negatif
Covid-19
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
32
69 untuk kedekatan dengan keluarga. Porsi kecil jawaban ada di penyelesaian pekerjaan rumah
yang tertunda (12 respnden) dan berkurangnya polusi udara yaitu 7 responden. Dengan
mengacu pada grafik 5 tersebut dapat disimpulkan adanya pandemic covid-19 yang tadinya
mungkin tidak memperdulikan kebersihan dan kesehatan tubuhnya sekarang menjadi lebih
peduli. Pola hidup yang lebih bersih dan sehat dimasyarakat diakui lebih baik dari sebelumnya.
Anjuran pemerintah untuk selalu menjaga imunitas tubuh, ditanggapi masyaraka secara umum
dengan memperbanyak makan-makanan yang lebih sehat dan dimasak dengan lebih baik dari
sebelumnya. Anjuran bahkan menjurus ke instruksi pemerintah untuk selalu cuci tangan
dengan sabun, membuat masyarakat menjadi sangat sering cuci tangan setiap kali beraktivitas
dan memegang benda-benda kotor ataupun yang kelihatannya bersih. Saat ini banyak ditemui
ditengah masyarakat dan dijalan-jalan umum tempat cuci tangan lengkap dengan sabun, baik
yang disediakan oleh Pemerintah dan swadaya masyarakat itu sendiri.
Sebelumnya masyarakat secara umum lebih sibuk bekerja, sehingga kuantitas dan
mungkin kualitas waktu dengan keluarga kurang, maka dengan kebijakan dirumah saja, kerja
dan sekolah dari rumah kualitas dan kuantitas waktu dengan keluarga semakin banyak. Di Kota
besar seperti Jakarta, banyak ditemui orangtua berangkat kerja jam 5 pagi anak masih tidur,
pulang kerja jam 9 malam anak sudah tidur, sehingga sering ditemui anak menjadi lebih dekat
dengan pengasuhnya daripada orangtuannya sendiri. Dengan adanya pandemic ini dinding
pemisah antara orangtua dan anak serta keluarga lainnya yang satu rumah seakan runtuh. Anak-
anak bisa menjadi dekat dengan orangtuannya, banyak waktu sekolah dan bermain bersama
orang tuanya. Dipercayai saat ini banyak anak-anak banyak bersyukur dengan keadaan
pandemic ini. Saat ini istilah yang jauh didekatkan yang dekat dijauhkan tampaknya berlaku.
Dulu jauh dari orangtua sekarang dekat dengan keluarga, yang dulu dekat dengan pekerjaannya
sekarang dijauhkan pekerjaannya.
Selain itu dengan adanya pandemic ini, tampaknya tingkat keimanan masyarakat
menjadi lebih baik. Hal ini menjadi menarik, saat sebagian orang protes larangan ibadah di
tempat ibadah dikutirkan akan menghilangkan persektuan jemaat/umat dengan Tuhan, tetapi
ditengah masyarakat kedekatan dengan Tuhan menjadi salah satu pilihan sisi positif dari covid-
19 ini. Beribadah dari rumah mungkin tidak menjadi hal yang perlu dikuatirkan akan
melemahkan iman seseorang dengan berkurangnya persekutuan jemaat/umat di tempat ibadah
karena tampaknya iman bisa lebih meningkat. Di awal bulan Maret 2020, ada seruan dari
Pemerintah Sulawesi Utara untuk tepat jam 12.00 bersama-sama secara serempak untuk berdoa
bersama untuk keselamatan Sulawesi Utara. Dipercayai oleh Pemerintah, seruan itu sangat
sukses.
Harus diakui banyak jemaat saat jam ibadah pada situasi normal, tidak lagi terlau focus
ibadah ditempat ibadah. Hasil pengamatan, dibeberapa gereja di Sulawesi Utara saat jam
ibadah, banyak jemaat ada diluar gereja atau duduk dibelakang asik bermain ponsel pintarnya
dan menghisap rokok. Bagi seluruh umat beragama, dipercayai bahwa Tuhan itu tidak ingin
dinomor duakan, Dia ingin menjadi nomor satu dalam hati dan pikiran manusia. Mungkin saja
pandemic covid-19 Tuhan sedang menyatakan diri-Nya bahwa dia maha kuasa, mampu
membuat yang dulu tidak ada menjadi ada, yang saat ini ada menjadi tidak ada. Dirumah saja,
mungkin membuat manusia lebih sadar akan hal itu, dan justru memperbanyak aktivitas
berdoanya. Sebagai contoh, umat muslim dengan sholat 5 waktunya, mungkin saja saat ini
bukan hanya 5 waktu, tetapi 6 waktu, 7 waktu, 8 waktu dan seterusnya, lebih banyak waktu
berhubungan dengan Tuhan dengan doa. Bagi umat lainnya seperti Kristiani, aktivitas doa bisa
lebih banyak dipraktikkan saat bangun tidur pagi, saat makan, saat tidur malam dan banyak
saat-saat lainnya yang mungkin pada situasi normal banyak terlupakan.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
33
Pada grafik 7 ditunjukkan dampak negative yang dirasakan oleh masyarakat. Dari 5 hal
yang dirasakan sebagai dampak negative, 3 hal berkaitan dengan ekonomi dan 2 hal berkitan
dengan aktivitas pembatasan jarak dan sosial secara langsung dimasyarakat. Hal yang paling
dirasakan menjadi hal negative akibat pandemic covid-19 adalah ekonomi yang terganggu,
pendapatan yang menurun/hilang dan pertumbuhan minus ekonomi, total responden yang
menyatakannya adalah 127 responden. Sedangkan masalah sosial seperti kurangnya waktu
beraktivitas diluar, seperti ke kampus, sekolah, ibdah di tempat ibadah dan pertemuan-
pertemuan lainnya ada cukup banyak, yaitu sebanyak 86 responden. Jika ditambah dengan rasa
jenuh dan bosan total menjadi 93 responden. Dengan kata lain dampak negative secara garis
besar yang dirasakan masyarakat adalah masalah ekonomi dan masalah hubungan sosial.
Masalah kesehatan dari pandemic covid-19 ini secara umum memang banyak
mengganggu aktivitas ekonomi nasional dan global. Bisnis pariwisata dengan bisnis
turunannya seperti hotel, UMKM di penjualan cenderamata, pemandu wisata, sewa kendaraan
dll menjadi sangat terpukul. Dibanyak pemberitaan media televisi (Kompas TV, CNN
Indonesia) berulang kali diberitakan bahwa tingkat okupansi hotel hanya 10% saja. Padahal
tingkat okupansi minimal agar bisa membiayai operasional adalah 60-70%, akibatnya banyak
pegawai terpaksa dirumahkan bahkan di PHK. Di Sulawesi Utarapun demikian, hotel-hotel di
Sulawesi Utara yang biasanya penuh dengan turis dari tiongkok kini menjadi kosong tingkat
huniannya. Data BPS Provinsi Sulut tahun 2020 menjelaskan pada periode Januari s/d Maret
2020 penurunan pariwisat menurun tajam dibandingkan periode yang sama di tahun 2019.
Pertokoan dan pusat pembelanjaan di Kota Manado ditutup dan terus diperpanjang. Rumah
makan hanya melayani pesan antar saja. Sekolah dan kampus yang tutup misalnya berimbas
pada tutupnya kantin yang biasanya ramai dengan mahasiswa dan anak sekolah. Kos-kos
sekitar kampus juga menjadi kosong karena sebagian besar penyewanya sudah mulai pulang
ke kampung halamannya. Salah satu pemilik kos di area kampus Universitas Negeri Manado
di Tondano menjelaskan bahwa mahasiswa yang masih tinggal di kos adalah mahasiswa yang
berasal dari luar Sulawesi Utara dan kesulitan dalam ekonominya.
Masalah sosial seperti kurangnya aktivitas diluar rumah yang biasanya sering dilakukan
menjadi tiba-tiba tidak bisa dilaksanakan. Larangan ibadah di tempat ibadah dan dirumah-
rumah memaksa tidak bisa dilakukan lagi untuk sementara waktu, salah satu pemuka agama di
salah satu gereja di Kota Tomohon menjelaskan bahwa kami hanya mengikuti kebijakan
organisasi pusat gereja dan pemerintah saja, jika bisa memilih kami berharap pelaksanaan
ibadah tetap dilaksanakan dengan jaga jarak. Biasanya mahasiswa/anak sekolah disibukkan
dengan perkualiahan tiap harinya dan bisa bertemu dan bercengkrama dengan teman-temanya,
kini tidak bisa dilakukan kembali. Maka tidak mengherankan sebagian responden mengatakan
bahwa rasa jenuh dan bosan sudah dirasakannya.
Kesimpulan
Dari hasil 220 data dan informasi yang bisa diperoleh dari hasil survey ini dapat
dijelaskan bahwa pandemic covid-19 di Indonesia menyebabkan beberapa perilaku yang
berubah. Diawali dari aktivitas panic buyingmeksipun angkanya tidak terlalu besar, tetapi
pandemic ini membuat kecemasan dan kekhawatiran akan ketidakpastian menunjukkan
perasaan masyarakat yang sesungguhnya (grafik 1 & 2). Data dari 220 responden juga
menunjukkan hal yang positif dari tingkat optimisme masih dirasakan. Kerinduan melanjutkan
aktivitas rutin seperti menjalankan ibadah, mengunjungi saudara/kerabat, dan
bekerja/kuliah/sekolah (grafik 3) menunjukkan mereka percaya diri dan memiliki pengharapan
positif pandemic ini akan berlalu.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
34
Kepercayaan responden terhadap pemerintah, baik pemerintah pusat (grafik 4) maupun
pemerintah daerah (grafik 5) dalam menyelesaikan pandemic juga cukup tinggi, walaupun
tidak bisa disimpulkan bahwa ini adalah pandangan umum masyarakat, akan tetapi data yang
dihasilkan menunjukkan sesuatu hal yang optimis. Demikian juga dengan sikap dan persepsi
responden dimana keberadaan pandemi telah memberikan positif, mereka mulai terbiasa
dengan hidup sehat, lebih religious, dan memiliki waktu lebih banyak dengan keluarga (grafik
6). Disisi lain, pandemi telah mengganggu ekonomi keluarga dan aktivitas luar rumah yang
biasanya rutin seperti bekerja/kuliah, belanja, nongkrong, dan lainnya (grafik 7). Kejadian
force majeur seperti ini sedikit banyak telah mengubah pola hidup masyarakat menjadi lebih
awas dan waspada namun tetap optimis menatap hari esok.
Implikasi Manajerial
Temuan dalam penelitian bisa menjadi suatu pijakan perlunya national logistic system
sebagai antisipasi kejadian force majeur seperti pandemi, bencana alam, dan lainnya sehingga
panic buying atau consumer hoarding tidak akan mengganggu ketersediaan barang dipasar
yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga. Kecemasan dan kekhawatiran sebagai
awal terbentuknya persepsi masyarakat akan menjadi lebih mudah dikontrol jika media social
ikut mendukung opini positif bagi mereka. Kehadiran Negara dan pemerintah sebagai
penyelenggara ikut mendukung optimisme masyarakat sehingga persepsi masyarakat yang
membentuk optimism semakin tinggi.
Keterbatasan dan Saran
Riset ini memiliki keterbatasan, penelitian dengan statistic deskriptif ini tidak bisa
menjadikan hasil riset dapat disimpulkan secara umum. Riset ini hanya bisa menjangkau
sebanyak 220 responden dalam riset. Dengan kata lain fenomena yang dijelaskan hanya
terbatas pada realita pada 220 responden tersebut. Untuk menutupi kelemahannya kombinasi
pengumpulan data dengan wawancara via media social whatsapp coba dilakukan, akan tetapi
tetap tidak bisa menjadikan riset ini dapat digunakan sebagai bentuk prediksi secara umum.
Walaupun demikian, hasil riset bisa menjadi lebih baik dikarenakan bisa memberikan
penjelasan kualitatif yang diperlukan.
Penelitian ini, sesungguhnya banyak hal yang belum dapat dijangkau dan ditemukan.
Namun sebagai pijakan untuk penelitian berikutnya, ada baiknya sisi psikologis masyarakat
dan pengambil keputusan ikut dipelajari. Pembentukan persepsi dari sisi kecemasan dan
kekhawatiran serta optimisme masyarakat dapat ditelaah dalam penelitian ini, namun belum
menyentuh penyelenggara negara (pemerintah pusat dan daerah) sebagai stakeholder. Hal ini
sebagai bukti komparasi mengenai apa yang diharapkan penyelenggara atas suatu keputusan
dan respon dari masyarakat mengenai keputusan itu sendiri dapat terbuka.
Selain itu, sehubungan dengan kejadian force majeur, seperti pandemic dan bencana
alam lainnya, sebaiknya ikut diamati budaya, norma, nilai, dan kepercayaan yang dianut oleh
masyarakat sekitar dalam beradaptasi dengan perubahan aturan pemerintah. Hal ini penting
untuk diamati seberapa cepat kemampuan masyarakat dalam beradaptasi dengan perubahan.
Pengamatan ini akan semakin lengkap jika studi lintas budaya ikut menjadi titik penting.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nikolas F. Wuryaningrat, Aditya Pandowo, Lydia I. Kumajas
35
Daftar Pustaka
Allison, T., Puce, A., & McCarthy, G. (2000). Social perception from visual cues: role of the
STS region. Trends in Cognitive Sciences, 4(7), 267–278.
https://doi.org/10.1016/S1364-6613(00)01501-1
Baron, R. A., & Branscombe, N. R. (2012). Social Psychology (13th ed.). Pearson Education.
Craven, M., Liu, L., Mysore, M., dan Wilson, M., 2020.COVID-19: Implicationsfor business,
McKinsey and Company.
Fang, Y., & Shou, B. (2015). Managing supply uncertainty under supply chain Cournot
competition. European Journal of Operational Research, 243(1), 156–176.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ejor.2014.11.038
Hanurawan, F. (2007). Pengantar psikologi sosial. Universitas Negeri Malang.
Kaplan, B. J., Crawford, S. G., Field, C. J., & Simpson, J. S. A. (2007). Vitamins, Minerals,
and Mood. Psychological Bulletin, 133(5), 747–760. https://doi.org/10.1037/0033-
2909.133.5.747
Knoblich, G., & Prinz, W. (2001). Recognition of self-generated actions from kinematic
displays of drawing. Journal of Experimental Psychology: Human Perception and
Performance, 27, 456–465. https://doi.org/10.1037/0096-1523.27.2.456
Kumar, M., Basu, P., & Avittathur, B. (2018). Pricing and sourcing strategies for competing
retailers in supply chains under disruption risk. European Journal of Operational
Research, 265(2), 533–543. https://doi.org/10.1016/j.ejor.2017.08.019
Passer, M. W., & Smith, R. E. (2009). Psychology: The science of mind and behaviour (4th
ed., Vol. 39, Issue 8). McGraw-Hill. https://doi.org/10.1037/034611
Turambi, R. D., & Wuryaningrat, N. F. (2020). Panic buying perception in Walian Satu Sub-
District, Tomohon City. International Journal of Applied Business and International
Management-Student Edition, August, 1-7.
Wuryaningrat, N.F., Kawulur, A.F., & Kumajas, L.I. 2017. Examining An Endangered
Knowledge Transfer Practice Known As “Mapalus” In An Indonesian Village: Implications For Entrepreneurial Activities And Economic Development. International
Journal Business and Society, 18(S2), 309-322.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
36
Effect Work Discipline, Leadership and Motivation on Staff
Performance in West Java Province Regional Development Office
Achmad Rizal* Universitas Padjadjaran,
Emma Rochima
Universitas Padjadjaran
Mudiyati Rahmatunnisa Universitas Padjadjaran
Cipta Endyana
Universitas Padjadjaran
*achmad.rizal@unpad.ac.id
Abstract
The performance was the result that was the goal in every organization to achieve its goals. Human resources have a vital position, considering its human resources' quality strongly influences the
organization's performance. Besides, high-quality natural resources were useful in adjusting the
movement of business climate change so quickly. Work discipline, leadership, and motivation were
essential for a company to increase staff performance. This study aims to determine work discipline, leadership, and motivation on staff performance—associative research method with multiple linear
analysis techniques. The study population amounted to 150 respondents; the sampling technique used
purposive sampling, where the number of samples of 60 respondents was calculated using the Slovin formula. The study results show that simultaneously work discipline, leadership, and motivation
significantly influence staff performance. Partially only work discipline and leadership have a
significant effect, while a lack of motivation was significant for staff performance. As one of the
determinants of direction and organizational goals, leaders should control work behaviors and direct them to staff job satisfaction.
Keywords: Work Discipline; Leadership; Motivation; Performance
Introduction
The advancement of technology and information in the current global era has spurred
rapid changes in all aspects, including in an organization. Changes and developments in society
as a result of globalization were conditions that cannot be avoided. The changes were intended
to understand whether the administrative reform process means conducting a series of efforts
that resulted in significant changes in management and organization, personal, administrative
procedures, and the company (Abdullah, 2011; Poorhosseinzadeh & Subramaniam, 2012; Oni-
Ojo, et al, 2015; Ibidunni, et al, 2016; Falola, et al, 2018; Rizal et al, 2020).
West Java actively cooperates with foreign government entities and private actors such
as investors and entrepreneurs from many East Asia and Pacific, Middle East, Europe, Africa,
and America. Throughout 2016 the foreign cooperation was dominated by countries in East
Asia and the Pacific. In the trade sector, the West Java trade balance in general still recorded a
deficit in early 2017, which was IDR.556.68 billion, but this figure decreased compared to the
deficit at the end of 2016, IDR. 26.84 trillion (CSA, 2018).
This condition was due to the trade balance between regions always experiencing a
deficit. At the same time, the foreign trade balance has consistently recorded a surplus since
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
37
2014. At the beginning of 2017, West Java's overseas exports increased from IDR.44.93 trillion
to IDR.46.64 trillion. The increase in the rate of growth of overseas exports was far higher than
that of imports. Based on its share, the largest export commodity from West Java in 2017 was
from the textile and textile products (20.1%), followed by vehicles (17.1%), electronics
(15.3%), and chemical (7.5%). Excellent performance in foreign trade was mainly driven by
improving all trade partner countries/regions, both in ASEAN and regional partner countries.
Among all trade partner countries/regions, the highest growth was exported to ASEAN and
East Asia, especially automotive products. Data from the West Java Central Statistics Agency
(CSA), West Java, has 13 trading partners, including East Asian countries. To increase exports,
the West Java local government was also active in inviting business people and associations,
SMEs, and coordinating with Indonesian representatives and market sounding with investors,
and actively developing overseas market cooperation and development networks through
overseas exhibitions and promotions (CSA, 2018; CSA, 2019).
Figure 1. West Java Province Map (Rizal et al, 2020).
Based on the West Java Regional Government Implementation Report (RGIR) data in
2016, the realization of foreign investment in West Java was ranked number one at the national
level, with the value of the foreign investment in West Java reach IDR.72.87 trillion. Besides,
based on the Indonesian Investment Coordinating Board (IICB), in the investment sector in
general, West Java was still the leading province of foreign investment in line with the many
industries and industrial estates developed in West Java. Support for implementing the
Economic Policy Package, especially in facilitating investment and licensing arrangements,
was an attractive factor for foreign investment in West Java. Based on the West Java
government's data, foreign investment in West Java was dominated by investors from East
Asian countries like Japan, China, and Hong Kong. Foreign investment from Japan includes
the automotive industry and the electronics industry. West Java's regional budgeting
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
38
expenditure growth improved in 2017 along with the acceleration of strategic infrastructure
project in West Java such as highway project Cileunyi - Sumedang - Dauwan (Cisumdawu),
Soreang-Pasir Koja (Soroja) Toll Road, Cimanggis Cibitung Toll Road, Jakarta – Bandung
high-speed rail, Airport International Kertajati, and LRT (CSA, 2018; CSA, 2019; Rizal, 2020).
The construction of this infrastructure also attracts new foreign investors. After West
Java conducts market sounding, at least 40 investors from various countries want to invest in
West Java. In attracting foreign investment to West Java, the West Java government established
The West Java Incorporated (WJI) to increase economic competitiveness and create a
conducive investment climate. The West Java government was also active in conducting
foreign cooperation, including sister province cooperation with subnational governments of
East Asian countries such as West Java Province - Shizuoka Prefecture (Japan), West Java -
Geyong Sangbuk Province (South Korea). Some cities in West Java also have sister city
cooperation with countries in the East Asia Region such as Bogor - Shenzhen (China), Bandung
- Suwon (South Korea), Bandung - Luzou (China), Bandung - Yingkou (China). During 2015-
2018 several East Asian countries they were also conducting sister cities cooperation in West
Java, such as Tainan (Taiwan), Kisarazu (Japan), Chongzuo Guangxi (China) with Bogor City,
Hamamatsu (Japan) with Bandung. These collaborations encourage investment opportunities
in various fields, not only economically but also socio-cultural and educational (CSA, 2018;
CSA, 2019).
The West Java provincial office was one of Indonesia's regional governments has been
active in international relations practice. West Java actively cooperates with foreign
government entities and private actors such as investors and entrepreneurs from many East
Asia countries. For organizations that provide services to the public or the community, staff
performance can be seen from how they provide services to the community. This study was
considered essential to work discipline, leadership, and motivation towards staff performance
at The West Java provincial office.
Literature review
Leadership Style
Leadership style is a pattern of behavior designed in such a way as to influence
subordinates to maximize the performance of their subordinates so that organizational
performance and organizational goals can be maximized. Delery's research (2016) states that a
leader must apply a leadership style to manage his subordinates because a leader will
significantly affect the organization's success in achieving its goals. A good leader must hear
the ideas and aspirations conveyed by his employees before making a decision.
Motivation
Motivation in organizational life, encouraging a form of morale for subordinates is
essential to improve employee performance. Dhar (2015) states that motivation comes from
the Latin word “movere”, which means encouragement or giving a driving force that creates
someone's work enthusiasm so that they are willing to work together, work effectively, and
integrate with all their power and efforts to achieve satisfaction. According to Grissemann et
al. (2013), motivation is a factor whose presence can lead to job satisfaction and improve
employee performance.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
39
Work Discipline
Lee & Hyun (2016) argues that discipline is an attitude, behavior, and actions following
the company's regulations, both written and unwritten. The goals of work discipline, according
to Lyria (2017), are as follows:
a. Employees have a high sense of concern for the achievement of company goals.
b. High morale, work passion, and employee initiative to carry out work
c. The amount of responsibility for employees to carry out their duties properly.
d. Develop a sense of belonging and a high sense of solidarity among employees.
e. Increased work efficiency and productivity of employees.
Based on the objective, employee work discipline must be enforced in an organization.
Without good employee organizational support, it is difficult for the organization to achieve its
goals. d. Employee Performance Every employee is required to make a positive contribution
through good performance, considering that organizational performance depends on its
employees' performance. Poorhosseinzadeh & Subramaniam (2012), in their research, states
that employee performance is work performance, namely the comparison between work results
seen in real terms with the organization's work standards. Meanwhile, according to Carlborg et
al. (2014), employee performance has been produced by individual employees. Ueno (2014)
argues that employee performance is how much they contribute to the organization, which can
be seen from the quality of work, attendance level, work completion period, cooperation with
colleagues, and target achievement.
Method
The research method used in this research was associative research. Associative
research aims to determine the influence of the relationship between two or more variables.
The population in this study was the staff at The West Java provincial office, amounting to 150
people. Sampling was used as the non-probability method, namely purposive sampling.
Prospective respondents have explained the indicators in the form of a statement that the
research results of respondents obtained from the sample will represent the nature - the nature
of the population.
Analysis Methods include: Classical Assumption Test Testing, classical assumptions
made were (a) Normality test, Normality test aims to test whether, in the regression model,
confounding variables or residuals have a normal distribution, (b) Multicollinearity Test for
Multicollinearity Analysis If the VIF value was more than 10, it can be said that there was
multicollinearity. (c)The heteroskedasticity test was used to determine whether the residual
variant was not the same for all observations, which causes the estimator to be inefficient, and
the coefficient of determination will be very high. If from observation, there were different
variants, it was called heteroscedasticity. In other words, this test was intended to see the square
of the distribution points of the regression line (De Jong, & Vermeulen, 2006; Crossan &
Apaydin, 2010; Sofat, 2012; Chiang & Hsieh, 2012; Ueno, 2014; Anna et.al, 2017).
Hypothesis Testing Hypothesis testing uses: (a) Multiple Linear Regression Analysis,
Multiple linear regression analysis was a general statistical method used to examine the
relationship between a dependent variable and several independent variables. (b) Correlation
Coefficient (R) This analysis was used to measure the level of the relationship between the
independent variable (X) and the variable (Y). (c) The coefficient of determination (R2) The
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
40
coefficient of determination was needed to measure how much influence the independent
variable (X) has on the dependent variable (Y). (d) F test was used to test the independent
variable regression coefficients' significance level on the dependent variable. (d) The t-test was
used to test the effect of partially independent variables or each with the test criteria.
Results and Discussion
Human resources were the main factor in an organization. In achieving its objectives,
an organization needs human resources as a system manager. For this system to work, its
management must pay attention to several important aspects: leadership, motivation, work
environment, performance, and other aspects. Those aspects will make human resource
management an important indicator of effective and efficient organizational goals. The
performance was the answer to the success or failure of the stated organizational goals, can be
improved by providing an excellent example of a leader. The motivation was a staff's response
to several statements regarding the overall business that arises from within the staff so that a
growing urge to work and the desired goals can be achieved. And with high work discipline
can affect him can work his work while working. Efforts to create excellent and effective
performance in this office have not been optimal because several obstacles were faced. These
constraints, such as staff absenteeism, where there was still staff who arrive late and leave early
and even working hours, were often not visible (Lee & Choi, 2003; By & Dale, 2008; Delery,
2016; Lyria, 2017).
In the globalization context, transparency and human rights were central demands. No
country escaped the wave of change. All countries, especially developing countries, face new
challenges for change or renewal that will affect humanity's lives. Indonesia was one of the
developing countries that were currently actively implementing development in all fields to go
to a new Indonesia, national development. It was essential to realize a just and prosperous
society in the Republic of Indonesia's Unitary State on Pancasila. The 1945 Constitution
Development was carried out to improve all Indonesians' standard of living and welfare and
lay a strong foundation for developing development covering the economic, socio-cultural,
political, and security, and technology fields. The development of science and technology,
which was characteristic of the globalization era, will exponentially change humans' way and
lifestyle quickly. Human resource management was an essential aspect to support the
sustainability of a company. In the organization or company setting, human resource
management needs to be directed to a model that can attract all the potential of human resources
for the benefit of the organization or in other words, the management of human resources must
be directed at efforts that can explore the potential of human resources to make a positive
contribution to the company or organization (Chang, et al, 2011; Chang, et al, 2011;
Cadwallader et al, 2010; Carlborg et al, 2014; Rizal et al, 2018; Rizal & Nurruhwati, 2019).
Competitive advantage will be achieved if the management can manage the heart of the
company's activities by encouraging its human resources or better known as staffs, correctly
and precisely, because basically, these staffs were an essential component for the company to
create competitiveness that provides more quality for shareholders and customers in general.
The success or failure of an organization in realizing its objectives depends significantly on its
human resources. Although an organization has other useful resources, sophisticated work
equipment, the right methods, and a large budget, if the human resources were not qualified
and do not get serious management, the organization will experience difficulties in achieving
its goals. This situation shows that human resources have an essential role in organizational
growth and development because of the potential that exists in humans, such as talent,
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
41
creativity, desire, and work activities (Davidson, et al., 2010; Chang, et al, 2011; Rizal et al,
2019).
Multiple Linear Analysis
Measure the level of the relationship between independent variables (X) and variables
(Y). The correlation analysis results (r) obtained a value of 0.878, which shows the relationship
between work discipline and motivation with staff performance at The West Java provincial
office was powerful at 87.8%. The coefficient of determination of 0.771 was described to see
the magnitude of all independent variables' contribution to the dependent variable. This figure
shows the magnitude of independent variables' contribution to work discipline, leadership, and
motivation on the dependent variable staff performance by 77.1%, while the remaining 22.9%
was caused by other factors not included in the model.
Table 1. Results of Multiple Linear Analysis
Variable B T-Test Sig. Statistical
decision
Constant 1.437
Work discipline
(X1)
0.458 4.861 0.000 significant
Leadership (X2) 0.415 3.812 0.000 Significant
Motivation (X3) 0.025 0.250 0.803 Not
significant Source: Processed Data of Primary Data
Table 2. Results of Summary Statistical Test
Coefficient Results F-Test Results
R 0.878 F Tests 62.730
R Square (R2) 0.771
Adj R Square (Adj
R2)
0.758 Sig. F 0.000
Source: Processed Data of Primary Data
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ε
Staff performance: 1.437 + 0.458X1 + 0.415 X2+ 0.025 X3 + e
The multiple linear regression equation above can explain that:
1. a constant value of 1.437 means that if the variables of work discipline, leadership, and
motivation were considered 0 (zero) or ignored, then staff performance at The West Java
provincial office was 1.437.
2. A value of 0.458 X1 means that if the work discipline (X1) increases by 1 unit, it increases
staff performance at The West Java provincial office was 0.458, assuming that other
variables were considered constant or constant.
3. A value of 0.415 X2 means that if the leadership variable (X2) increases by 1 unit, it will
also increase staff performance at The West Java provincial office was 0.415, assuming
that other variables were considered constant or constant.
4. Value of 0.025 X3 means, if the motivation (X3) increases by 1 unit, it will also increase
staff performance at The West Java provincial office was 0.025, assuming that other
variables were considered constant or constant.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
42
Hypothesis
Testing Hypothesis Simultaneously (F-Test)
F-test to determine the effect of work discipline, leadership, and motivation on staff
performance at The West Java provincial office then carried out the F test. Hypothesis testing
simultaneously using F numbers. Testing was done by comparing the significant level of the
calculation results with a significant level of 0.05 (5%).
Table 3. Results of F-Test
Model F Sig
1 Regression 62.730 0.000b Source: SPSS Data Processing Output
Dependent variable: STAFF PERFORMANCE
Simultaneous hypothesis testing results (F-Test) with a significant level (Sig) was 0.05
with a value of F 62.730 greater than F table 3.94 with a significant level of 0.000; then, H1
was received. This description means that work discipline, leadership, and motivation affect
staff performance at The West Java provincial office.
Partial Hypothesis Test (t-test)
Partial hypothesis testing was used to determine each variable's effect on work,
leadership discipline, and motivation on staff performance at The West Java provincial office
using the hypothesis test criteria as follows: t-count < t table (0.05), then H0 was accepted so
that H1 was rejected. t-count> t table (0.05), then H0 rejected, and H1 accepted.
Table 4. Results of Test t
Model t Sig
(Constant) 1.437 0.144
Work discipline 0.458 0.000
Leadership 0.415 0.000
Motivation 0.025 0.803
Source: SPSS Data Processing Output
The calculation result can be seen in table 4. The results were as follows:
1. For variable work discipline (X1) t-value 4.861greater than the value t table of 2.790 with
a significant level of 0.000 <a 0.05, H0 was rejected, and H1 accepted. Thus, work
discipline affects staff performance at The West Java provincial office.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
43
2. For the leadership variable (X2), the value of t arithmetic 3.812 was greater than the t table
of 2.790 with a significant level of 0.000 <a0.05; then, H0 was rejected H1 was accepted.
Thus, leadership influences staff performance at The West Java provincial office.
3. For the motivation variable (X3), the value of t-counts was 250 smaller than the t table of
2.790 with a significant level of 0.803> a0.05, so H0 was accepted, and H1 was rejected.
Thus, motivation does not affect staff performance at The West Java provincial office.
Discussion
Effect of Work discipline, Leadership, Motivation on Staff performance
The study results show that simultaneously work discipline, leadership, and motivation
significantly influence the official's performance of The West Java Province. One of the things
that affect staff performance was discipline. Self-discipline was one of several factors that
affect staff performance. Because without discipline, all activities that will be carried out will
bring results that were less satisfactory and not in line with expectations. This factor can lead
to a lack of achievement of the organization's goals and objectives and hamper the
organizational program.
Dhar (2015) defines human resource management as a process of planning, organizing,
directing, and supervising activities of procurement, development, compensation, integration,
maintenance, and release of human resources to achieve individual goals, organization, and
society. Jiang, et al, (2012) states that human resource management was the preparation and
implementation of a coordinated plan to ensure that existing human resources can be utilized
as well as possible to achieve organizational goals.
Work discipline Staff performance
The results of the study show that work discipline affects state performance at The West
Java provincial office. Work discipline showed by staff also influences its performance.
Because with good discipline by following company rules, staff can do their work on time and
do not impede other company work fields.
Discipline was the capital needed to achieve the desired goals. Work discipline was
essential in a company because an organization or agency will carry out its work programs to
achieve the set goals in an atmosphere of discipline. Dotzel, et al (2013) defines discipline as
a form of training that seeks to improve and shape staff knowledge, attitudes, and behavior to
work cooperatively with other staff and improve work performance voluntarily. Jiménez-
Jiménez & Sanz-Valle (2008) states that discipline was an attitude of respect, respect,
obedience, and obedience to applicable regulations, both written and unwritten, capable of
carrying it out and not dodging to accept sanctions if he violates the duties and authority given
to him.
The leadership of Staff Performance
The results of the study show that leadership influences staff performance at The West
Java provincial office. Many practitioners and management experts emphasize the importance
of social roles in determining an institution's success (organization), both in the private and
public sectors.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
44
Leadership was the essence of the organization's management, essential resources, and
the central point of each office administration activity. So, leadership was a significant factor
in driving and influencing leadership organizational performance. Flikkema, et al (2007) and
Grissemann et al (2009) defines leadership as the process of influencing the activities of
individuals or groups to achieve goals in certain situations. Gunday, et al (2011) and
Grissemann et al (2009) suggests that leadership can influence a group towards achieving
goals. These leadership indicators are operational as follows: Telling can tell members what
they should do, Selling the ability to sell/give ideas to other members, participating, namely
the Capacity of participating with members and Delegating, i.e., Capacity of delegate members.
The motivation for Staff Performance
Hu et al (2009) and Jiang, et al, (2012) states that motivation was a force that encourages
staff who raises and directs behavior. Jiang, et al, (2012) defines motivation as a power that
emerges from within or outside a person and arouses enthusiasm and perseverance to achieve
something desired. Motivation workers will affect their productivity and channel
organizational goals as part of a manager's duties. Unfortunately, occur otherwise the evidence
research results show that motivation does not affect staff performance at The West Java
provincial office. Motivation has a close relationship with attitudes and behavior possessed by
someone. Attitudes in each individual interact with values, emotions, roles, social structure,
and environment. Each individual has a different background and attitude towards existing
stimuli, so that the motivation that appears in each individual was different.
This study found that motivation did not significantly influence staff performance.
Increase staff work motivation so that it still needs to be improved. There is a strong indication
that employees' motivation or work motivation to carry out their duties and work more
efficiently is still relatively lacking, as seen in work enthusiasm and enthusiasm, work
discipline, use of tools, materials and time, and other resources owned by the organization. The
intrinsic motivation in nature, namely encouragement or stimulation that comes from the nature
and content of the job or a reward that is directly generated from the performance of a job task,
has not been optimally formed.
In general, the performance was a description of the organization achievements in
operations. An organization needs humans as the primary supporting resources to achieve the
stated goals (Leitner & Guldenberg, 2010). Quality human resources will contribute to
advancing the organization as a place to increase work productivity. The strategic position to
increase organizational productivity was staff, namely individuals who work in an organization
or company (Keegan & Lucas, 2005; Koellinger, 2008; Gallouj & Savona, 2009; Enz, 2009).
Lee & Hyun (2016) defines performance as the quality of work achieved by staff in carrying
out their duties following their responsibilities. Staff performance can be measured by how
much they contribute to the organization. The performance dimensions include quality,
quantity, workplace presence, and cooperative attitude.
Conclusion
This study's conclusion was (1) Work discipline has a significant effect on staff
performance at The West Java provincial office; (2) Leadership has a significant effect on staff
performance at The West Java provincial office; (3) Motivation does not significantly influence
staff performance at The West Java provincial office (4) The analysis results show that jointly
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
45
work discipline, leadership, and motivation affect staff performance at The West Java
provincial office.
The main finding was that staff-related work discipline, leadership, and motivation
were crucial for provincial office performance, not only because of the direct effects. The
indirect effects through staff characteristic of other types of performances, and other internal
and external factors, on performance, were statistically significant, except for seasonality. At
the same time, factor work discipline, leadership, and motivation directly influence staff
performance, which underlines their importance. When both direct and indirect relationships
are considered together, staff related to work discipline, leadership, and motivation have the
most substantial positive total effects on provincial office performance. Further research needs
to identify the precise types and combinations of staff-related work discipline, leadership, and
motivation that most effectively support provincial office performance.
References
Abdullah, S. (2011) “Evaluation of Allen and Meyer's organizational commitment scale: a
cross-cultural application in Pakistan”. J. Educ. Vocat. Res. 1 (3), 80-92.
Anna, Z. Suryana A.A.H. Maulina, I. Rizal, A. & P Hindayani. (2017) “Biological parameters
of fish stock estimation in Cirata Reservoir (West Java, Indonesia): A comparative
analysis of bio-economic models”. Biodiversitas Journal of Biological Diversity 18 (4)
1468-1474.
By, R. T., & Dale, C. (2008) “The successful management of organisational change in tourism
SMEs: Initial findings in UK visitor attractions”. International Journal of Tourism
Research, 10(4), 305–313.
Cadwallader, S., Jarvis, C. B., Bitner, M. J., & Ostrom, A. L. (2010) “Frontline employee
motivation to participate in service innovation implementation”. Journal of the
Academy of Marketing Science, 38(2) 219–239.
Carlborg, P., Kindström, D., & Kowalkowski, C. (2014) “The evolution of service innovation
research: A critical review and synthesis”. The Service Industries Journal, 34(5), 373–398.
Chang, S., Gong, Y., & Shum, C. (2011) “Promoting innovation in hospitality companies
through human resource management practices”. International Journal of Hospitality
Management, 30(5) 812–818.
Chang, Y.-Y., Hughes, M., & Hotho, S. (2011) “Internal and external antecedents of SMEs'
innovation ambidexterity outcomes”. Management Decision, 49(10), 1658–1676.
Chiang, C.F., & Hsieh, T.S. (2012) “The impacts of perceived organizational support and
psychological empowerment on job performance: The mediating effects of
organizational citizenship behaviour”. International Journal of Hospitality
Management, 31(1), 180–190.
Crossan, M. M., & Apaydin, M. (2010) “A multi-dimensional framework of organizational
innovation: A systematic review of the literature”. Journal of Management Studies,
47(6), 1154–1191.
Central Statistics Agency (CSA). 2018 West Java Province in Number (Provinsi Jawa Barat
Dalam Angka). West Java Central Statistics Agency.
Central Statistics Agency (CSA). 2019. West Java Province in Number (Provinsi Jawa Barat
Dalam Angka). West Java Central Statistics Agency.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
46
Davidson, M. C. G., Timo, N., & Wang, Y. (2010) “How much does labour turnover cost? A
study of four- and five-star hotels”. International Journal of Contemporary Hospitality
Management, 22(4) 1–31.
De Jong, J. P. J., & Vermeulen, P. M. (2006) “Determinants of Product Innovation in small
firms. A Comparison across Industries”. International Small Business Journal, 24(6)
587–609.
Delery. J.E. (2016). “Human resource management practices and organizational effectiveness:
internal fit matters”, J. Organ. Effect.: People Perform 3 (2), 30-45.
Dhar, R. L. (2015) “The effects of high-performance human resource practices on service
innovative behaviour”. International Journal of Hospitality Management, 51, 67–75.
Dotzel, T., Shankar, V., & Berry, L. L. (2013) “Service innovativeness and firm value”.
Journal of Marketing Research, 50(2) 259–276.
Enz, C. (2009) “Key issues of concern in the lodging industry: What worries managers”.
Cornell Hospitality Report, 9(4), 1–17.
Falola, H.O., Salau, O.P., Olokundun, A.M. Oyafunke-Omoniyi, C.O., A.S. Ibidunni, &
Oludayo, O.A. (2018) “Employees' intrapreneurial engagement initiatives and its
influence on organizational survival”. Bus.: Theory Pract. 19, 9–16.
Flikkema, M., Jansen, P., & Van der Sluis, L. (2007) “Identifying neo-Schumpeterian
innovation in service firms”. Economics of Innovation and New Technology, 16(7) 541–558.
Gallouj, F., & Savona, M. (2009) “Innovation in services: A review of the debate and a research
agenda”. Journal of Evolutionary Economics, 19(2), 149–172.
Gomezelj, D. O. (2016) “A systematic review of research on innovation in hospitality and
tourism”. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 28(3), 516–558.
Grissemann, U., Plank, A., & Brunner-Sperdin, A. (2013) “Enhancing business performance
of hotels: The role of innovation and customer orientation”. International Journal of
Hospitality Management, 33(1), 347–356.
Gunday, G., Ulusoy, G., Kilic, K., & Alpkan, L. (2011) “Effects of innovation types on firm
performance”. International Journal of Production Economics, 133(2), 662–676.
Hu, M.-L. M., Horng, J.-S., & Sun, Y.-H. C. (2009) “Hospitality teams: Knowledge sharing
and service innovation performance”. Tourism Management, 30(1), 41–50.
Ibidunni, O.S. Osibanjo, A.O. Adeniji, A.A. Salau, O.P. & Falola, H.O. (2016) “Talent
retention, and organizational performance: a competitive positioning the Nigerian
banking sector, Period”. Polytech. Soc Manag. Sci. 24 (1) 1–13.
Jiang, K., Lepak, D. P., Hu, J., & Baer, J. C. (2012) “How does human resource management
influence organizational outcomes? A meta-analytic investigation of mediating
mechanisms”. Academy of Management Journal, 55(6), 1264–1294.
Jiménez-Jiménez, D., & Sanz-Valle, R. (2008) “Could HRM support organizational
innovation?”. International Journal of Human Resource Management, 19(7), 1208–1221.
Keegan, S. N., & Lucas, R. (2005) “Hospitality to hostility: Dealing with low response rates in
postal surveys”. International Journal of Hospitality Management, 24(2) 157–169.
Koellinger, P. (2008) “The relationship between technology, innovation and performance:
Empirical evidence from E-Business in Europe”. Research Policy, 37(8), 1317–1328.
Lee, H. & Choi. B. (2003). “Knowledge Management Enablers, Processes, and Organizational
Performance: An Integrative View and Empirical Examination”. J. Manag. Inf. Sys. 20
(1), 179–228.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Achmad Rizal, Emma Rochima, Mudiyati Rahmatunnisa, Cipta Endyana
47
Lee, K.-H., & Hyun, S. S. (2016) “An extended model of employees' service innovation
behavior in the airline industry”. International Journal of Contemporary Hospitality
Management, 28(8), 1622–1648.
Leitner, K. L., & Guldenberg, S. (2010) “Generic strategies and firm performance in SMEs: A
longitudinal study of Austrian SMEs”. Small Business Economics, 35, 169–189.
Li, M., & Hsu, C. H. C. (2016) “A review of employee innovative behavior in services”.
International Journal of Contemporary Hospitality Management, 28(12), 2820–2841.
Lyria. R.K. (2017) “Role of Talent Management on Organization Performance in Companies
Listed in Nairobi Security Exchange in Kenya: Jomo Kenyatta University of Science
and Technology”. International, J. Humanit. Soc. Sci. 3 (21) 285–290.
Oni-Ojo, E.E. Salau, O.P. Dirisu, J.I. & Waribo, Y.J. (2015) “Incentives and job satisfaction:
its implications for competitive positioning and organizational survival in Nigerian
manufacturing industries”, Am. J. Manag. 15 (2), 74–87.
Poorhosseinzadeh, M.I.D. & Subramaniam. (2012) “Determinants of successful talent
management in MNCs in Malaysia”, J. BasicAppl. Sci. Res. 2, 12-24.
Rizal, A & Nurruhwati, I. (2019) “Analysis of the effect of city growth on the development of
the hinterland region In Cianjur Regency”. World Scientific News, 115, 260-26.
Rizal, A. Andriani, Y. & Kusumartono, F.X. (2019) “A Strategic Environmental Assessment
for Southern Coastal of West Java Province, Indonesia”. World Scientific News 137
188-209.
Rizal, A., Apriliani, I M. & Permana R. (2020) “Assessment the Impact of Fiscal and Monetary
Policy on West Java Province of Indonesia: A Computable General Equilibrium
Analysis”. World scientific news 150, 162-181.
Rizal, A Dhahiyat,Y Andriani, Y Handaka, AA & Sahidin, A. (2018) “The economic and social
benefits of an aquaponic system for the integrated production of fish and water plants”.
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 137 (1) 012098
Sofat, S. (2012) “Effect of motivation on employee performance and organizational
productivity, BIZ N. BYTES–Q”. Publ. J. Appl.Manag. Comput. Sci. 15 (6), 79-90.
Ueno. (2014) “Developing a conceptual model illustrating how HRM practices support each
other in order to improve service quality”, Procedia - Soc, Behav. Sci. 14 (8) 24–31.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
48
The Impact of Leverage on Investment for Firms Listed in the Indonesian
Stock Exchange
Sri Hermuningsih
University of Sarjanawiyata Tamansiswa
Pristin Prima Sari
University of Sarjanawiyata Tamansiswa
Anisya Dewi Rahmawati
University of Sarjanawiyata Tamansiswa
hermun_feust@yahoo.co.id
Abstract
Food and beverage firms listed in Indonesia Stock Exchange (IDX) that have opportunities to
grow and develop and predicted to be improved. Food and beverage firms needed by mankind
because of basic ingredient. Food and beverage firms engaged in manufacturing products and
ordering to obtain large profits. Achieving these objectives, management need high level of
effectiveness that is required. Firm management faced by various kinds of corporate financial
decisions, one of which is investment decisions. Investment decision must consider factors such
as the leverage ratio. The main adjective is to examine and obtain evidence about the impact
of leverage on investment decisions in a food and beverage firm listed on the Indonesian Stock
Exchange. The study used a quantitative approach with purposive sampling technique. The
population used in this study were food and beverage firms from 2015 to 2019. The TKT
achievement was TKT 6. The results have finding that leverage with the DAR proxy have a
significant positive impact on investment. The greater the leverage, the greater the firm's
investment. Research have beneficial for firm shareholders who consider their investment, and
also for firm management for developing corporate leverage and investment.
Keywords: Leverage, and investment decisions
Research Background
Economic growth definited by firm management for gaining more effective and
efficiently in firm stability and survival in business competition, especially for firms listed in
capital market. Firm management conducted by maximize the welfare of shareholders through
the authority given to make decisions which include investment decisions. Competition in
emerging market encourage better business strategic for survive or becoming market leader.
Investment project will be main important in that competition. Investment project included in
plant, property and equipment that is developing research and development programme.
Investment make important economic activity in financial management. Investment decision
obtained in the future production of goods and services, expansion of market share, profit and
so on. Tandelilin (2011) Investment decisions determined funds and resources for future
benefits. A Lack of investment decisions strengthen worse performance and market value. The
higher growth indicated better investment opportunity.
There were different ways to gaining investment project such as funding decision.
Funding decision contains debt and equity. Firm management have several choices and reason
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
49
for debt and equity. Funding from debt expected have positive impact on investment project.
Increasing debt is expected to gaining better firm performance.
Leverage contains comparation of debt and asset. The higher leverage is the greater of
risk and the greater of profit that is expected. Leverage determined whether the investment will
use capital originating from within the firm (eg cash, profit) or use sources of capital from
outside the firm, namely debt. Funding decisions are used for corporate investment activities
(Hanafi, 2016). Financial leverage is a component of debt, stock equity and preferred stock that
is used to finance the firm's total assets, operations and financial growth (Goel et al., 2015).
Firms can hold small amounts of cash and use the funds obtained from debt for firm
investments, so that the relationship between debt policy and firm investment is positive.
Wijaya and Murwani (2011) show that leverage has a positive effect on investment decisions.
Based on the background of the problem, the researcher conducted a study on The impact of
leverage on investment in firms listed on the Indonesian stock exchange.
The main interest of study is that we provide some findings in impacts of investment
decisions on food and beverage firms listed in the Indonesian stock exchange. The Main
Adjective of this study is to identify what investment decisions are in food and beverage firms
listed on the Indonesian stock exchange. The research benefits, among others, are for investors,
being able to find out the investment opportunities that exist within each firm and choosing the
right firm to invest their capital, especially to determine the issuer's tendency to make
investment decisions, for the firm to provide additional information and can be used as
consideration. in determining investment decisions to be taken, for further research for
reference in producing reference sources related to investment decisions. This study organized as follows. In the first section, we collect difference empirical studies in
leverage and investment. In the second section, we make line previous studies and theory, and how it
can influence future investment opportunity, then how it can apply to empirical studies. We follow with
a description of our methodology, and then discussion our findings. We subsequently interpret our case
findings in terms of leverage and investment opportunity, and strengthen on existing theories.
Literature Review
Agency Theory
Agency theory showed the management as the agent and the shareholder as the
principal builds a cooperation contract to gain high profit for stockholders (Fahmi, 2014: 19).
Agency theory included agency cost because of different interest between management and
stockholders. Stockholder must control management action by gaining commisaris
independent or managerial ownership that called agency cost.
Capital Structure Theory
Ross (1977) in Hanafi (2008) found signalling theory that debt have positive signal for
market in developing business. Trade off theory found that debt ratio have bankcruptcy cost
and tax saving. Pecking order theory found that internal funding is a better choice than ecternal
funding. Internal funding such as retained earning and stock ownership. MM Theory stated that
leverage firms and unleverage firms have same value without tax (Hanafi, 2008).
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
50
Food and beverage firms
Food and beverage firms have large opportunities to grow and sustain. Food and
beverage firms included consumer goods sector in IDX which have high competitive
advantages and better investment decision than other sectors. Food and beverage sectors tend
to have lower risk than others.
Investment Decisions
An investment decision showed a better investment opportunity in the future benefits.
Investors make investment in real assets or capital market. Herdiyanti (2018) found that
Investment make an effort to gain the wealth in future. The investment objective created a
sustainability in investment, maximum profit, prosperity for shareholders and contribute to the
development of the nation. However, Fahmi (2014) showed several steps that must be taken in
investing, namely 1) setting investment targets; 2) making investment policies; 3) choosing a
portfolio strategy; 4) selecting assets; and 5) measuring and evaluating performance. This study
presents investment decisions by using firm capital to gain firm assets which include current
assets, fixed assets and other assets thus increase firm productivity and profits.
Nurcahyani and Suardhika (2017) found the investment formula using the Investment
Opportunity Set (IOS) with a proxy for fixed assets to total assets. Hidayah (2015) using the
Investment opportunity Set (IOS) with investment to net sales. So this study uses the
measurement of investment variables with IOS with investment to net income as a proxy. Table 1 Previous Researchs
No Researchers Results Variable
1. Moeljono and
Alfianto (2020)
investment opportunity set (IOS) and
leverage have positive impact on cash
dividend
IOS = Market to book
value
2. Santosa, Raharjo,
Jumaedi, Mulyono
(2020)
Investment have impact on advantage
value batik industry center
Return Investasi ->
NPV = [Present value
of benefits] – [Value
of investments]
3. Myers (1984) IOS Myers (1984) is combination
between activa (assets in place)
and future investment
Fixed Aktiva =
investment
opportunity
4. Bismark, Pasaribu
Dan Kowanda (2013)
Bismark, Pasaribu Dan Kowanda
(2013) found that Leverage,
profitability and likuidity as a
determination funding decision that
impact on growth called investment
opportunity set (IOS).
Growth = investment
opportunity set (IOS).
5. Pertiwi, Tommy,
Tumiwa (2016)
Pertiwi, Tommy, Tumiwa (2016) used
PER for investment opportunity set
(IOS).
Investment
opportunity set (IOS)
= price to earning
ratio (PER)
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
51
No Researchers Results Variable
6. Sandiar (2017) Sandiar (2017) found that leverage
and debt maturity have negative
impact on investment decision, thus
growth opportunities have positive
impact on investment decision.
growth opportunities does not
moderate on leverage and investment
decision, then growth opportunities
have moderation debt maturity on
investment decision.
Investment = Net
Investment/(Fix asset
t – Fix asset t-1) And
Growth Opportunity
used Tobin-Q
Sources : articles of journal
Leverage
Leverage contain the ability using assets or funds to gain fixed expenses. The greater
the level of leverage indicates that the greater the risk that must be borne by the firm and the
greater the level of profit that is expected to be obtained by the firm. The leverage ratio used in
this study is Debt to Asset Ratio (DAR), this is because this ratio is a ratio that compares debt
to assets, where investment decisions are decisions to purchase assets so that there is
compatibility between the two variables. Based on the value of the Debt Assets to Ratio (DAR),
it can also be seen how much assets are financed by debt and to determine further investment
whether to use debt as a source of capital. Sandiar (2017) found that leverage have negative
effect on investment opportunities.
Hypothesis of the Impact of Leverage on Investment
Leverage is a source of firm funding that can be used for firm investment. Sources of
funds used for profitable investment can increase the firm's assets. The greater the source of
funds the firm gets, the greater the opportunity for the firm to invest. Wijaya and Murwani
(2011) that leverage has a positive effect on investment. Thus, the research hypothesis is as
follows:
Hypothesis: Leverage has a significant positive effect on investment.
Theoretical Framework
Figure 1 Theoritical Framework (Wijaya and Murwani, 2011)
Leverage Investment
Decision
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
52
Research Methodology
Research design
The study uses quantitative method with statistic analysis. Our study collected annual
financial statement data from food and beverage firms listed in Indonesia Stock Exchange in
period 2015-2019. They were AISA, ICBP, INDF, MYOR, PSDN, ROTI, SKBM, SKLT,
STTP, and ULTJ.
Data And Technique Sampling
The study used purposive sampling method, namely the technique of determining the
sample by using certain criteria (Sugiyono, 2012: 122). The sample criteria in this study are
food and beverage firms that have a complete report for the period 2015 to 2019. Based on
these criteria, there are 10 samples from the food and beverage firm. The data in this study are
secondary data, in the form of leverage and investment decisions.
Research Variables
The dependent variable is the variable that is affected or that is the result, because of
the independent variable. The dependent variable in this study is investment decisions using
the Investment Opportunity Set (IOS) proxy (Hidayah, 2015).
Invesment to net sales = Investasi …(1) --------------
Net Sales
Or
Invesment to net sales = Investasi …(2) --------------
Income
Independent variable
Independent variable is variable that affect or cause changes or the emergence of the
dependent variable. The independent variable in this study is leverage using a proxy debt to
total assets (DTA) by Goel (2015).
Debt to total asset = Debt …. (2) -----------------
Total asset
Data Analysis Techniques
Data management in this study will be processed using the Microsoft Excel program,
Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 18. Descriptive statistical test is used to
determine the impact of leverage on investment decisions in food and beverage firms listed on
the Indonesian Stock Exchange. The classical assumption test is a test used to determine
whether the multiple regression model used in this study meets the classical assumption or not.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
53
The classical assumption tests used are: normality test, multicollinearity test, heteroscedasticity
test and autocorrelation test. The Regression Equation as follows :
Yi = α + β1 X1 + е
Information :
Yi = The dependent variable of firm I's investment decision in period t
α = constant 1 = the independent variable leverage
β1, = parameter / regression coefficient е = error term
Results And Discussion
Statistic Deskriptive The study produced 60 observational data from 10 firms on the Indonesia Stock
Exchange in 2019-2014. The variables used are leverage as proxied by debt to total assets
(DAR) and Investment Opportunity Set (IOS) using investment to income as a proxy.
Table 2 shows that the average leverage value is 51.6% and IOS 47.7%, the maximum
leverage value is 2.89 and IOS 93%, while the minimum leverage value is 14% and IOS is -
48.5%. The negative IOS number was obtained because there were firms that suffered losses
in the observation year.
Table 2. Statistic Descriptive
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic
DAR 60 .1400 2.8900 .516167 .3844216
Investoincome 60 -.4858 .9399 .477174 .2683643
Valid N (listwise) 60
Source : SPSS processed (2020)
Classical Assumption Test Results
1) Normality Test
Normality test using the histogram image figure 2. Figure 2 shows that the sample data
is normality. Santosa (2008) stated that Balancing histogram means normality.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
54
Figure 2 Histogram Normality(SPSS,2020)
Heteroskedastisity Test
Heteroskedastisity test using scatterplot in figure 3. Figure 3 show that scatterplot spread
means heteroskedastisity. Santosa (2008) stated that scatterplot spread thus data becomes
heteroskedastisity.
Figure 3 Scatterplot Heteroskedastisity(spss,2020)
Autocorelation Test
The autocorrelation test uses the Durbin-Watson results that the DW value shows the
number 1.848. According to Santosa (2008) the autocorrelation-free value is the DW -2 to +
2. Then the results of the study the DW value is 1.848 < 2 thus the sample data is free of
autocorrelation. Durbin Watson Results in Table 5.
Multicoleration
Multicorrelation test using VIF value. The VIF value and tolerance are 1. VIF value
show in table 7. Table 3 show that correlation value is 0,281 means positive sufficient value
(Sarwono, 2011). Positive correlation means one way correlation between leverage and
investment. If leverage increase thus investment will increase.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
55
Table 3 Correlations
Investoincome DAR
Pearson Correlation Investoincome 1.000 .281
DAR .281 1.000
Sig. (1-tailed) Investoincome . .015
DAR .015 .
N Investoincome 60 60
DAR 60 60
Source : spss processed (2020)
Table 4 Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue
Condition
Index
Variance Proportions
(Constant) DAR
1 1 1.804 1.000 .10 .10
2 .196 3.037 .90 .90
a. Dependent Variable: Investoincome
Result of the coefficient of determination
Table 5 shows the results of the coefficient of determination using the adjusted R square
number. The value of Adjusted R square of 6.3% means that the leverage variable can affect
the investment variable by 6.3%, while 94.7% of the investment variable is influenced by
variables outside the research model.
Table 5 Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 .281a .079 .063 .2597726 1.848
a. Predictors: (Constant), DAR
b. Dependent Variable: Investoincome
F Test Results
The F test answers the relationship simultaneously or jointly between variables. Table
6 shows that the F number is 4,967 and a significance value of 0.03 means that the leverage
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
56
variable (DAR) has a significant positive effect on investment. The significance value of 0.03
is less than 5%, so leverage has a significant impact on investment. The greater the leverage,
the greater the firm's opportunity to invest. Firm debt is used for investment activities.
Table 6 ANOVA
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .335 1 .335 4.967 .030b
Residual 3.914 58 .067
Total 4.249 59
a. Dependent Variable: Investoincome
b. Predictors: (Constant), DAR
The Results of Hypothesis (t-test)
Hypothesis test used t test to solve problems and answers research objective. The results
showed that leverage have significant effect on investment. Table 7 showed t value is 2,229 and
probability is 0,030 that leverage is significant influence to investment. The formula of regression as
follow in table 7 which is Y= 0,376 + 0,281 DAR + e .
Table 7 t test (Coefficientsa )
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .376 .056 6.660 .000
DAR .196 .088 .281 2.229 .030 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Investoincome
Discussion
The study found that leverage with the proxy debt to total assets (DAR) have a
significant positive effect on investment. The firm's leverage that comes from debt can have an
impact on the firm's investment. Firm debt is used for firm investment. The bigger the firm's
debt, the greater the firm's investment opportunity. The research sample firms show that the
debt held is proportional to the investment used. The results of the study are the same as the
hypothesis so that the research hypothesis is accepted. This study is the same as Wijaya and
Murwani's research (2011) where debt has a good impact on investment.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
57
Based on table 4.6, the research implication is that leverage has a good impact on investment
decisions. Leverage encourages increased investment decisions.
Table 8. Hypothesis Results
Hyphotesis Sig Note Implication
Leverage -> Investment Decision 0,030 Accepted Leverage have positive impact
on investment decision
Source : spss processed (2020)
Conclusion
The study provide finding that leverage has a significant positive effect on investment
of consumer sector in Indonesia Stock Exchange. Investment funding source comes from
financial leverage. Financial leverage means debt or external funding. The bigger the debt thus
the bigger the firm's investment.
Suggestions
The firm takes advantage of the leverage from debt for investment opportunities so that
the firm's income will also increase. We recommend that firms minimize losses due to tax
payments because the losses recorded by the firm come from after tax income. Firm
management take control cost of debt in leverage funding decision for valuable investment.
Research Limitations
This study uses measurement variables and a limited number of samples and variable
thus it cannot find the overall impact on firm investment. We provide findings in the limited
time of observations. The more variable maybe will find more findings.
Aknowledgement
1. Community service of Sarjanawiyata Tamansiswa University
2. Economic student of Sarjanawiyata Tamansiswa University
Daftar Pustaka
Bismark, Rowland; Fernando Pasaribu Dan Dionysia Kowanda. (2013). Kesempatan Investasi
Dan Determinan Kebijakan. Pendanaan Perusaahaan Publik Indonesia. Akrual 5 (1)
(2013): 1-25 e-ISSN: 2502-6380, http://fe.unesa.ac.id/ojs/index.php/akrl
Fahmi, Irham. (2014). Teori Portofolio Dan Analisis Investasi. Bandung: Alfabeta
Goel, Utkarsh et al. (2015) . Operating liquidity and financial leverage: Evidences from Indian
machinery industry. Procedia - Social and Behavioral Sciences 189 ( 2015 ) 344 – 350.
Hanafi, Mamduh. (2016). Manajemen Keuangan Edisi 2. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta
Herdianti Wiwit, Husaini A. (2018) . Pengaruh Leverage, Kepemilikan Manajerial Dan
Kepemilikan Institusional Terhadap Keputusan Investasi (Studi Pada Perusahaan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Bulan Desember 2020
Sri Hermuningsih, Pristin Prima Sari, Annisa Dewi Rahmawati
58
Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode
2010-2016). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB. Vol. 55 No. 2.
Lang, L.H.P., Ofek, E., Stulz, R.M. (1996). Leverage, Investment, And Firm Growth. Journal
Of Financial Economics 40, 3-29.
Moeljono Dan Alfianto, Nasron. (2020). Peran Size Dalam Memoderasi Pengaruh
Profitabilitas, Invesment Oppourtunity Set Dan Leverage Terhadap Kebijakan
Dividend. Jurnal Ekobis Unisula, Vol 11, No 1 Januari (2020)
Pertiwi, Putri Juwita; Tommy, Parengkuan; Dan Tumiwa, Johan R. Pengaruh Kebijakan
Hutang, Keputusan Investasi Dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Food
Andbeverages Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal EMBA Vol.4 No.1
Maret 2016, Hal. 1369-1380. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi,
https://media.neliti.com/media/publications/3007-ID-pengaruh-kebijakan-hutang-
keputusan-investasi dan-profitabilitas-terhadap-nilai.pdf
Sandiar, Loecita (2017). Growth Opportunity Dalam Memoderasi Pengaruh Leverage Dan
Debt Maturity Terhadap Keputusan Investasi. Journal of Applied Business and
Economics Vol. 3 No. 4 (Jun 2017) 196-206.
Santoso, Meilanny Budiarti; Raharjo, Santoso Tri; Humaedi, Sahadi Dan Mulyono,
Hendri.(2020). Social Return On Investment (Sroi) Program “Sentra Industri Bukit Asam” (Siba) Batik Kujur Village Tanjung Enim. AdBispreneur : Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.5, No. 1, April 2020, DOI :
https://doi.org/10.24198/adbispreneur.v5i1.26069, hal. 15-29
Santosa, Singgih. (2008). SPSS Statistik Multivariat. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo
Sarwono, Jonathan. (2011). Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta :
ANDI.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.Hal
122
Tandelilin, Eduardus. (2011). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio.
Yogyakarta:Kanisius
Wijaya, Langgeng Anggita Dan Murwani, J.(2011). “Pengaruh Kepemilikan Manajerial,
Leverage Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Investasi Perusahaan”.Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol. 3(1): Pp. 33–41.311-318.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
59
Peran Self-Brand Connection dalam Memediasi Kredibilitas Endorser
terhadap Ekuitas Merek pada Marketplace Shopee
Nisa Ulin Nawa
Universitas Islam Indonesia
Anas Hidayat
Universitas Islam Indonesia
ulinnisa3@gmail.com
anas.hidayat@uii.ac.id
Abstrak
Penelitian ini berjudul “Peran Self-Brand Connection dalam Memediasi Kredibilitas
Endorser terhadap Ekuitas Merek”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah self-brand
connection dapat memperkuat pengaruh penggunaan selebriti yang kredibel terhadap ekuitas
merek dari marketplace Shopee. Data pada penelitian ini adalah data primer dengan menggunakan
kuesioner dan diisi oleh 250 responden. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan bantuan AMOS. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kredibilitas endorser dapat berpengaruh terhadap ekuitas merek secara tidak
langsung, yaitu dengan dimediasi oleh self-brand connection, namun kredibilitas endorser tidak
terbukti dapat mempengaruhi ekuitas merek secara langsung.
Kata kunci: Self-brand connection, kredibilitas endorser, ekuitas merek
Pendahuluan
Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat berjalan seiringan dengan
pesatnya perkembangan teknologi. Pemenuhan atas kebutuhan manusia yang beranekaragam,
telah dipermudah dengan adanya kemajuan teknologi. Sebagai contoh, ketika seseorang merasa
lapar namun sedang tidak bisa membuat makanan, sudah tersedia layanan pengantaran makanan
hanya dengan melalui handphone. Bahkan ketika seseorang ingin berbelanja dapat dilakukan tanpa
meninggalkan rumah, selama seseorang tersebut memiliki gawai yang terkoneksi dengan internet.
Di Indonesia saat ini bisnis jual beli secara online sedang menjadi trend. Proses jual beli dapat
dilakukan oleh pembeli dan penjual tanpa bertatap muka atau tanpa meninggalkan tempat dimana
seseorang tersebut berada. Bisnis ini biasa disebut dengan e-commerce atau marketplace.
Toko jual beli online mulai popular di kalangan masyarakat Indonesia pada tahun 2006.
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh We Are Social, 96% pengguna internet di Indonesia
pernah menggunakan layanan belanja online (Pusparisa, 2019). Selain itu, data yang bersumber
dari Statista mencatat pertumbuhan penggunaan toko online di Indonesia yang sangat pesat dilihat
dari tahun 2017, tercatat pengguna e-commerce sebesar 139 juta pengguna yang kemudian tahun
2018 naik sebesar 10,8% menjadi 154,1 juta pengguna (Jayani, 2019). Beberapa toko jual beli
online yang sedang banyak dibicarakan di kalangan masyarakat Indonesia saat ini antara lain yaitu
Shopee, Tokopedia, Buka Lapak, Lazada, dan lain sebagainya.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
60
Dalam rangka menarik hati konsumen, perusahaan-perusahaan jual beli online harus
mengkomunikasikan alasan mengapa konsumen harus menggunakan jasa mereka dalam kegiatan
jual beli online. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan promosi yang tepat agar pesan
mereka dapat sampai kepada calon konsumen. Kegiatan-kegiatan dalam promosi antara lain yaitu
iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan dan hubungan masyarakat (Kotler & Armstrong,
2008). Salah satu perusahaan toko jual beli online yang melakukan kegiatan promosi yaitu Shopee,
dimana perusahaan ini melakukan periklanan sebagai media promosinya.
Menurut survey yang dilakukan oleh iPrice, Shopee merupakan perusahaan e-commerce
dengan peringkat nomor satu pada toko aplikasi, baik Play Store maupun App Store dari awal
tahun 2017 hingga kuartal ke-dua tahun 2019. Hal tersebut dapat diartikan bahwa Shopee banyak
diminati oleh masyarakat. Shopee adalah sebuah marketplace yang berdiri sejak tahun 2015 yang
beroperasi di negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Filipina,
Indonesia, Thailand dan Vietnam. Kantor pusat Shopee berada di Singapura karena Shopee
merupakan anak dari perusahaan SEA Group, sebuah perusahaan layanan digital yang berbasis di
Singapura. Salah satu layanan yang diberikan oleh Shopee yaitu dapat menjamin keamanan
transaksi antara penjual dan pembeli agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan dengan cara sistem
transaksi dipegang oleh Shopee. Pembeli dapat mencari dan memilih produk dari berbagai toko
dengan berbagai pilihan harga, varian, hingga promo-promo yang ditawarkan oleh masing-masing
toko.
Dalam menggiatkan promosi aplikasinya, Shopee melakukan kegiatan periklanan media
promosi dalam bentuk iklan yaitu melalui media televisi (TV). Televisi mempunyai kemampuan
yang kuat untuk mempengaruhi, bahkan membangun persepsi khalayak sasaran dan konsumen
lebih percaya pada perusahaan yang mengiklankan produknya di televisi daripada yang tidak sama
sekali (Mittal, 1994). Selain televisi, Shopee juga menggunakan platform lain sebagai media
iklannya seperti di Youtube dan berbagai media sosial, karena masyarakat Indonesia saat ini
hampir semuanya mengakses media-media tersebut setiap harinya.
Shopee menggunakan beberapa strategi marketingnya, salah satunya yaitu dengan
menggunakan public figure sebagai endorser untuk menyampaikan produk dan layanannya kepada
masyarakat. Endorser sering disebut sebagai direct source (sumber langsung), yaitu seorang
pembicara yang mengantarkan sebuah pesan atau memperagakan sebuah produk atau jasa (Belch
dan Belch, 2004).
Shopee menggandeng beberapa public figure sebagai endorser baik dari internasional
maupun endorser lokal untuk masing-masing negara. Endorser internasional dari Shopee antara
lain yaitu Blackpink (Korea) dan Cristiano Ronaldo (Portugis). Selain itu, Shopee juga menjadikan
beberapa public figure lokal sebagai endorser di Indonesia seperti Prilly Latuconsina, Syahrini,
dan beberapa selebriti lainnya. Selebriti dianggap sebagai perwujudan dari kepribadian dan makna
yang berhubungan dengan gaya hidup (McCracken, 1989). Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa faktor penentu utama dari pengaruh endorser selebriti adalah kredibilitas yang dirasakan
oleh konsumen dari seorang endorser tersebut (Amos dkk, 2008). Menurut Ohanian (Ishak, 2008)
mengidentifikasikan 3 dimensi yang membentuk kredibilitas selebriti, yaitu Attractiveness (daya
tarik), Trusthworthiness (tingkat kepercayaan), dan Expertise (keahlian).
Pada tahun 2019, Shopee bekerjasama dengan Cristiano Ronaldo sebagai brand
ambassador yang sama artinya dengan endorser. Cristiano Ronaldo adalah seorang atlet sepak
bola kelas dunia yang sangat terkenal. Atlet yang berasal dari Portugis ini merupakan idola bagi
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
61
semua kalangan di seluruh dunia, tidak hanya dalam arena sepakbola saja, namun juga dikenal
memiliki kepribadian yang baik. Selama ini, sebagian besar pengguna Shopee adalah wanita, yang
mana kemudian Shopee lebih identik dianggap sebagai marketplace untuk wanita. Shopee
berharap dengan adanya kerjasama tersebut, image Cristiano Ronaldo yang begitu kuat mampu
memperluas target pasarnya agar tidak lagi mengenal gender.
Menurut (Spry, Pappu, & Cornwell, 2011), kredibilitas endorser memiliki hubungan
positif terhadap ekuitas merek berbasis konsumen. Kredibilitas endorser akan mempengaruhi
ekuitas merek bila diiklankan secara terus-menerus (Tseng dan Lee, 2011), atau dengan kata lain
ekuitas merek akan terdukung oleh seorang endorser selebriti yang kredibel pada benak konsumen
(Biswas dkk, 2006).
Merek merupakan sesuatu yang memberi perbedaan antara produk satu dan produk yang
lain dalam kombinasi, bentuk, sinyal, desain, atau nama (Kotler, 2008). Sedangkan ekuitas merek
merupakan nilai yang diasosiasikan dengan merek oleh konsumen, tercermin dari dimensi
kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan loyalitas merek (Pappu dkk, 2006).
Menurut Kotler dan Keller (2013), ekuitas merek (brand equity) berkaitan dengan seberapa banyak
pelanggan merasa puas dan merasa rugi bila ada penggantian merek (brand switching),
menghargai merek itu dan mengganggapnya sebagai teman, serta merasa terikat pada merek itu.
Shopee berharap produk dan layanannya memiliki ekuitas merek yang baik sehingga pelanggan
merasa puas dan terikat dengan Shopee, serta tidak memiliki keinginan untuk beralih pada e-
commerce yang lain.
Menurut Dwivedi dkk. (2015), menyatakan bahwa kredibilitas endorser memiliki
pengaruh positif terhadap self-brand connection. Sedangkan menurut Till (1998), endorser yang
dianggap memiliki keterikatan terhadap kredibilitas (yaitu kepercayaan, daya tarik dan keahlian)
membawa banyak keterikatan yang baik, kemudian konsumen akan mengidentifikasikan diri
mereka, sama seperti selebriti yang terlibat di dalam suatu merek tersebut. Penelitian sebelumnya
mengatakan bahwa selebriti endorser berperan dalam mempengaruhi self-brand connection
(Dwivedi dkk, 2015). Oleh karena itu, Shopee berharap dengan menggunakan strategi iklan yang
menggandeng beberapa public figure akan membuat konsumen memiliki keterikatan dan
kesesuaian dengan produk dan layanan Shopee.
Dalam membangun merek, perlu diperhatikan keterikatan antara konsumen dengan merek
yang dibangun. Hal ini disebut sebagai self-brand connections. Self-brand connection merupakan
pembentukan hubungan yang kuat dan bermakna antara merek tertentu dengan identitas diri
konsumen (Escalas, 2004). Selanjutnya menurut Chaplin dan John (2005), self-brand connection
adalah pembentukan koneksi diri dengan merek yang sudah dikenal sebagai koneksi personal
brand, yang terjadi ketika konsumen dan kepribadian pengguna memiliki hubungan yang erat
dengan merek yang spesifik kemudian mereka memasukannya ke dalam identitas diri mereka.
Ketika Self-brand connection menguat, konsumen dapat memperoleh manfaat seperti peningkatan
harga diri, penerimaan sosial dan ekspresi individualitas (Escalas dan Bettman, 2003). Keller
(dalam Dwivedi, Johnson, & McDonald:2015) menyatakan bahwa pencapaian manfaat dari self-
image-relevant untuk memperkuat pengetahuan konsumen mengenai suatu merek, menjelaskan
keterikatan dan sikap konsumen terhadap suatu merek yang akan terbenam di dalam ingatan
konsumen, sehingga hal tersebut akan berdampak pada consumer-based brand equity.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
62
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengambil
judul penelitian “Peran Self-Brand Connection dalam Memediasi Kredibilitas Endorser terhadap
Ekuitas Merek Marketplace Shopee”.
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengaruh Kredibilitas Endorser terhadap Ekuitas Merek
Menurut Kotler dan Keller (2013), ekuitas merek berkaitan dengan seberapa tingkat
kepuasan konsumen terhadap suatu merek, seberapa konsumen merasa rugi apabila berganti
merek, seberapa konsumen menghargai merek dan menganggap sebagai teman, serta seberapa
konsumen merasa terkait dengan merek tersebut. Sabdosih (2013) menyatakan bahwa salah satu
tujuan dari perusahaan menggunakan selebritis atau public figure sebagai endorser dari produknya
adalah untuk membentuk citra merek yang baik di benak konsumen, kemudian citra merek yang
baik tersebut akan menjadi pertimbangan bagi konsumen dalam memilih produk di pasaran.
Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Dewantoro (2015) dengan judul “Analisis Pengaruh Endorser Credibility pada Brand Equity dan Minat Beli Konsumen” menyatakan bahwa kredibilitas model iklan berpengaruh secara positif terhadap ekuitas merek, maka dapat ditarik
hipotesis:
H1: Kredibilitas endorser memiliki pengaruh positif terhadap ekuitas merek.
Dasar Konseptual dan Hipotesis
Pengaruh Kredibilitas Endorser terhadap Self-brand Connection
Selebriti meliputi simbol referensi asosiasi kelompok (Escalas, 2004), penelitian ini
berharap bahwa selebriti endorser mempengaruhi self-brand connection. Dalam teori memori
hubungan asosiasi (Keller, 1993), selebriti merepresentasikan sebuah tipe dari simpul informasi
pada memori konsumen (Till, 1998). Ketika dengan adanya endorse yang membuat merek
terhubung dengan selebriti, maka akan terbentuk hubungan antar simpul dalam memori konsumen.
Hasilnya, atribut pada selebriti yang dirasakan akan berpindah pada merek yang didukung
(McCracken, 1989).
Kredibilitas
endorser
H1 (X)
Self - brand
connection (Z)
Ekuitas
Merek
(Y)
H2 H3
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
63
Berdasar dari apa yang telah peneliti uraikan diatas sejalan dengan penelitian yang
dilakukan sebelumnya oleh Dwivedi, Johnson dan McDonald (2015) dengan judul “Celebrity
Endorsement, Self-Brand Connection and Consumer-Based Brand Equity” bahwa kredibilitas endorser berpengaruh positif terhadap self-brand connections. Maka dari itu dapat disusun
hipotesis sebagai berikut:
H2: Kredibilitas endorser memiliki pengaruh positif terhadap self-brand connection.
Pengaruh Self-brand Connection terhadap Ekuitas Merek
Menurut Moore dan Homer (2008), selebriti memiliki daya tarik yang dapat menciptakan
citra diri yang diinginkan oleh konsumen. Proses endorsement akan membangun image ideal dari
selebriti berkaitan dengan merek yang didukungnya yang kemudian konsumen dapat merasakan
peningkatan harga diri, disebut sebagai self-brand connection. Ketika self-brand connection
semakin kuat, konsumen akan memperoleh manfaat tambahan, seperti peningkatan harga diri,
penerimaan sosial dan pengekspresian individu (Escalas & Bettman, 2003). Oleh karena
pencapaian dari manfaat yang telah diterima konsumen tersebut, pengetahuan konsumen terhadap
merek yang telah didukung tersebut akan semakin menguat, tercermin pada asosiasi merek dan
sikap dalam ingatan konsumen yang juga semakin menguat (Keller, 1993). Jika diambil
kesimpulan, perkembangan dari self-brand connection menjelaskan bagaimana konsumen
menjadikan selebriti sebagai gambaran makna sebuah merek. Maka dari itu dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
H3: Self-brand connection memiliki pengaruh positif terhadap ekuitas merek.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut
Sugiyono (2015), metode kuantitatif adalah sebuah metode penelitian yang didasarkan pada
filsafat positivisme yang digunakan pada populasi atau sampel, serta menggunakan instrument
penelitian statistik dalam pengumpulan data. Variabel penelitian dalam penelitian ini terdiri dari
variabel independen yaitu Kredibilitas Endorser (X), variabel dependen yaitu Ekuitas Merek (Y)
dan variabel intervening yaitu Self-brand Connection (Z).
Dalam penelitian ini, digunakan desain non probability sampling. Sampel yang digunakan
adalah mahasiswa pengguna Shopee, baik yang pernah bertransaksi maupun yang belum serta
tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hair et al (2014) merekomendasikan jumlah sampel
sebanyak 200 responden untuk memberikan dasar estimasi yang kuat, namun peneliti menambah
50 responden sehingga sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 250
responden.
Teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan data yaitu dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner merupakan sebuah daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada subjek
yang diteliti untuk mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkah oleh peneliti (Kusumah,
2011). Data yang dikumpulkan bersumber dari data hasil kuesioner pengguna aplikasi Shopee
yang berlokasi di Yogyakarta. Responden dalam memberikan jawaban dalam kuesioner telah
disediakan pilihan jawaban pada setiap pertanyaan. Jawaban kuesioner tersebut ada 5 pilihan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
64
karena kuesioner ini menggunakan skala Likert. Tujuan dari digunakannya skala Likert adalah
untuk dapat mengukur sikap, pendapat, serta persepsi seseorang maupun kelompok terhadap
fenomena sosial.
Hasil Penelitian
Karakteristik dari 250 responden yaitu terdiri dari 172 orang (68,8%) perempuan dan 78
orang (31,2%) laki-laki, berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 8 orang (3,2%), 20-25 tahun
sebanyak 210 orang (84,0%) dan lebih dari 25 tahun sebanyak 32 orang (12,8%). Sebanyak 70
orang (28,0%) uang saku per bulan kurang dari Rp 500.000, 60 orang (25,0%) antara Rp 500.000
hingga Rp 1.000.000 dan 120 orang (48,0%) lebih dari 1.000.000. Responden yang paling banyak
berasal dari UIN Sunan Kalijaga yaitu sebanyak 74 orang (29,6%), UNY 45 orang (18,0%), UGM
36 orang (14,4%), UII sebanyak 27 orang (10,8%), UPN sebanyak 7 orang (2,8%), UMY sebanyak
3 orang (1,2%), dan STIE YKPN sebanyak 3 orang (1,2%). Sebanyak 55 orang (22,0%)
dikelompokkan dalam universitas lain-lain yang mana berasal dari UTY, AMIKOM, UNISA,
UNSIQ, STAI Sunan Pandanaran, STIE IEU, PGRI, Poltekkes, ITNY, Sanata Dharma, UAD,
STPN, UST dan UT.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Structural Equation
Modeling (SEM) dengan dibantu software AMOS 22. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam
menganalisis model yaitu uji kecocokan model (goodness of fit), analisis model pengukuran dan
struktural.
Hasil uji normalitas data setelah dilakukan eliminasi data outlier masih belum memenuhi
syarat normalitas data karena nilai multivariate critical ratio sebesar 15,177 atau lebih besar dari
2,58. Menurut Ghozali (2016), jika asumsi normalitas tidak memenuhi, maka uji statistik tidak
valid jika sampel penelitian kecil. Namun karena sampel pada penelitian ini lebih dari 200 atau
dengan sampel besar, maka analisis dapat dianggap valid dan analisis dapat dilanjutkan.
Uji kesesuaian model digunakan untuk menggambarkan seberapa baik atau sesuai
serangkaian pengamatan pada model. Pengujian kesesuaian model pada penelitian ini dilakukan
dalam beberapa tahap, yaitu Chi Square (X2), GFI (Goodness-of-Fit Index), AGFI (Adjusted
Goodness-of-Fit), NFI (Normalized Fit Index), CFI (Comparative Fit Index), IFI (Incremental Fit
Index) dn RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation). Uji kesesuaian model dilakukan
dengan cara membandingkan kriteria kesesuaian dengan hasil perhitungan.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
65
Gambar 2. Hasil Olah Data SEM
Gambar tersebut merupakan model persamaan struktural penelitian, dapat dilihat bahwa
terdapat 3 indikator dengan nilai loading factor yang tidak memenuhi karena standar nilai loading
factor yang disyaratkan adalah sebesar >0,50. Indikator yang tidak memenuhi tersebut yaitu be1,
be2 dan be3 yang terdapat pada variabel ekuitas merek yaitu masing masing sebesar 0,38; 0,46
dan 0,45 sehingga ketiga item tersebut dihilangkan dalam analisis selanjutnya agar mendapatkan
hasil yang lebih baik.
Tabel 1. Hasil Uji Kesesuaian Model
Goodness of Fit
Index
Hasil Cut-off value Kriteria
Chi Square 103,585 Diharapkan kecil Memenuhi
Probability 0,013 ≥ 0,05 Tidak memenuhi
CMIN/DF 1,400 ≤ 2,00 Memenuhi
GFI 0,946 ≥ 0,90 Memenuhi
AGFI 0,913 ≥ 0,90 Memenuhi
NFI 0,947 ≥ 0,90 Memenuhi
CFI 0,984 ≥ 0,90 Memenuhi
TLI 0,977 ≥ 0,90 Memenuhi
RMSEA 0,041 ≤ 0,08 Memenuhi
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
66
Berdasarkan hasil perhitungan Goodness of Fit Index pada tabel, dapat dilihat bahwa
sebagian besar indeks kesesuaian model telah memenuhi kriteria persyaratan yang diharapkan
yaitu Chi square, CMIN/DF, GFI, AGFI, NFI, CFI, TLI dan RMSEA, sedangkan indeks yang
tidak memenuhi yaitu Probability. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model penelitian ini
telah memiliki ukuran kesesuaian model yang baik.
Pembahasan
Tabel 2. Hasil Estimasi Dengan Model AMOS
Hipotesis Koefisien
Standardized
Nilai
Probabilitas Hasil
Kredibilitas endorser terhadap ekuitas merek -0,103 0,365 H1 ditolak
Kredibilitas endorser terhadap self-brand connection 0,551 0,000 H2 diterima
Self-brand connection terhadap ekuitas merek 1,031 0,000 H3 diterima
Hasil Pengujian Hipotesis
Penjelasan mengenai hasil pembuktian hipotesis adalah sebagai berikut:
a) Kredibilitas endorser tidak berpengaruh positif terhadap ekuitas merek, diketahui dari
koefisien standardized sebesar -0,103 yang bernilai negatif, serta p-value sebesar 0,365
sedangkan α sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H1 ditolak.
b) Kredibilitas endorser berpengaruh positif terhadap self-brand connection ini diketahui dari
koefisien standardized sebesar 0,551 yang bernilai positif dan p-value < α, yaitu p-value
sebesar 0,000 sedangkan α sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H2 diterima.
c) Self-brand connection berpengaruh positif terhadap ekuitas merek, diketahui dari koefisien
standardized sebesar 1,031 yang bernilai positif dan p-value < α, yaitu p-value sebesar 0,000
sedangkan α sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H3 diterima.
Kredibilitas Endorser Tidak Berpengaruh terhadap Ekuitas Merek
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan dengan analisis SEM diperoleh hasil
bahwa tidak terdapat pengaruh kredibilitas endorser terhadap ekuitas merek. Hasil ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi atau semakin rendah nilai kredibilitas endorser tidak
mempengaruhi nilai dari ekuitas merek. Hal ini berarti bahwa hipotesis pertama dalam penelitian
ini ditolak.
Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan selebriti sebagai endorser yang dilakukan
oleh Shopee tidak dapat meningkatkan ekuitas merek. Ekuitas merek adalah nilai produk yang
diasosiasikan oleh konsumen yang dapat menjadikan nilai tambah bagi produk tersebut. Ekuitas
merek meliputi beberapa aspek seperti kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan
loyalitas merek, dan hasil penelitian mengatakan bahwa kredibilitas dari endorser marketplace
Shopee tidak dapat meningkatkan aspek-aspek tersebut.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
67
Penelitian ini bertentangan dengan Ranjbarian, Shekarchizade, & Momeni (2010) yang
mengatakan bahwa kredibilitas endorser berpengaruh positif dan signifikan terhadap ekuitas
merek. Namun Tseng dan Lee (2011) mengatakan bahwa kredibilitas endorser dapat
mempengaruhi ekuitas merek apabila diiklankan secara terus-menerus, atau dengan kata lain
kredibilitas masih dapat mempengaruhi ekuitas merek jika ditampilkan atau diiklankan berkali-
kali atau terus menerus.
Kredibilitas Endorser Berpengaruh Positif terhadap Self-brand Connection
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan dengan analisis SEM diperoleh hasil
bahwa terdapat pengaruh kredibilitas endorser terhadap self-brand connection. Berdasarkan hasil
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai kredibilitas endorser maka self-brand connection
juga akan meningkat. Hal ini berarti bahwa hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Dwivedi, Johnson dan McDonald (2015)
bahwa kredibilitas endorser berpengaruh positif terhadap self-brand connections. Maka dari itu
langkah yang dilakukan oleh Shopee yaitu menggunakan endorser telah berhasil dalam
meningkatkan keterikatan antara konsumen dengan produk layanan marketplace Shopee. Dalam
hal ini Shopee menggandeng endorser yang kredibilitasnya dinilai baik oleh konsumen sehingga
dapat meningkatkan nilai self-brand connection tersebut.
Hasil penelitian pada hipotesis kedua ini didukung dengan teori memori hubungan asosiasi
yang dikatakan oleh Till (1998) bahwa selebriti dapat merepresentasikan sebuah tipe pada memori
konsumen. Ketika dilakukan endorse atau dukungan pada suatu merek oleh selebritas tersebut
maka akan terbentuk sebuah ikatan pada memori konsumen, kemudian atribut pada selebritas akan
berpindah pada merek (McCracken, 1989) sehingga terbentuklah keterikatan atau hubungan antara
konsumen dengan merek yang didukung oleh selebritas tersebut.
Self-brand Connection Berpengaruh Positif Terhadap Ekuitas Merek
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan dengan analisis SEM diperoleh hasil
bahwa terdapat pengaruh self-brand connection terhadap ekuitas merek. Berdasarkan hasil
tersebut, menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai self-brand connection maka dapat
meningkatkan nilai ekuitas merek. Hal ini berarti bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini
diterima.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Dwivedi, Johnson dan McDonald (2015) yang
menyatakan bahwa peran self-brand connection memiliki dampak positif terhadap ekuitas merek.
Menurut Keller (2001), apabila tercapainya manfaat dari self-image-relevant yang dapat
memperkuat pengetahuan konsumen mengenai suatu merek, maka akan memunculkan sebuah
hubungan yang kemudian sikap konsumen terhadap suatu merek akan terbentuk dalam benak
konsumen, sehingga akan mempengaruhi ekuitas merek.
Hal ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan oleh marketplace Shopee dalam
meningkatkan self-brand connection dapat berhasil meningkatkan ekuitas merek dari Shopee itu
sendiri. Secara singkat, konsumen semakin merasa memiliki ikatan atau hubungan terhadap merek
Shopee yang kemudian merek Shopee tersebut semakin melekat dalam benak konsumen. Nilai
self-brand connection yang tinggi menunjukkan bahwa konsumen merasakan adanya peningkatan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
68
harganya diri, penerimaan sosial serta pengekspresian diri jika menggunakan suatu merek, dalam
hal ini adalah marketplace Shopee. Hal tersebut menjadikan pengetahuan konsumen terhadap
merek Shopee semakin menguat sehingga asosiasi antara merek dan sikap dalam ingatan
konsumen juga menguat.
Penutup
Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan bahwa kredibilitas endorser tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap ekuitas merek pada aplikasi marketplace Shopee. Hal ini menunjukkan bahwa
upaya Shopee dalam menggunakan endorser tidak dapat meningkatkan ekuitas merek Shopee
secara langsung. Endorser yang kredibel yaitu yang memiliki sifat dapat dipercaya, menarik dan
ahli dalam bidangnya, sedangkan ekuitas merek berkaitan dengan kepuasan dan perasaan rugi
apabila tidak menggunakan sebuah merek. Artinya, kredibilitas endorser pendukung Shopee
belum dapat meningkatkan kepuasan konsumen terhadap Shopee.
Penelitian ini membuktikan bahwa kredibilitas endorser berpengaruh positif secara
signifikan terhadap self-brand connection pada aplikasi marketplace Shopee. Konsumen menilai
bahwa endorser Shopee memiliki kredibilitas yang baik, dapat dilihat dari endorser yang berhasil
meningkatkan hubungan atau perasaan keterikatan antara konsumen dengan Shopee. Hal tersebut
menunjukkan bahwa endorser dapat membuat konsumen mendapatkan manfaat seperti
peningkatan harga diri, penerimaan sosial serta pengekspresian diri.
Penelitian ini membuktikan bahwa self-brand connection berpengaruh positif secara
signifikan terhadap ekuitas merek pada aplikasi marketplace Shopee. Hal ini berarti bahwa
semakin tinggi self-brand connection maka akan semakin tinggi pula ekuitas merek, atau dengan
kata lain ketika keterikatan antara konsumen dengan Shopee semakin baik maka asosiasi merek
akan menjadikan sikap ingatan dalam benak konsumen akan semakin kuat.
Berdasarkan beberapa kesimpulan tersebut dapat diambil benang merah dari hasil
penelitian ini yaitu bahwa self-brand connection terbukti dapat memediasi pengaruh kredibilitas
endorser terhadap ekuitas merek, dilihat dari kredibilitas endorser yang dapat mempengaruhi self-
brand connection dan self-brand connection dapat mempengaruhi ekuitas merek. Penelitian ini
juga memberikan hasil bahwa kredibilitas tidak dapat mempengaruhi ekuitas merek secara
langsung, melainkan harus dimediasi oleh self-brand connection.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti menyarankan alangkah baiknya marketplace
Shopee semakin memperkuat self-brand connection karena dapat meningkatkan ekuitas merek
dari Shopee, baik dengan penggunaan endorser selebriti maupun dengan upaya lain. Hal lain yang
perlu diperhatikan ke depannya adalah agar Shopee lebih cermat lagi dalam pemilihan endorser
karena akan berdampak pada hubungan antara konsumen dengan Shopee. Jika hubungan antara
konsumen dengan Shopee baik, ekuitas akan meningkat, maka semakin banyak konsumen yang
akan menggunakan aplikasi Shopee untuk berbelanja secara online.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
69
Untuk peneliti yang nantinya akan melakukan penelitian terkait kredibilitas endorser, self-
brand connection dan ekuitas merek dari Shopee, disarankan untuk mencari variabel lain, baik
variabel bebas, variabel terikat, variabel mediator maupun variabel moderator. Hal tersebut
dimaksudkan agar penelitian semakin kompleks sehingga hasil penelitian dapat menambah serta
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka
Albert, N., Merunka, D., & Valette-Florence, P. (2013). Brand passion: antecedents and
consequences. Journal of Business Research, Vol. 66 No. 7, 904-909.
Amos, C. d. (2008). Exploring the relationship between celebrity endorser effects and advertising
effectiveness A quantitative synthesis of effect. International Journal of Advertising.
World Advertising Research Center.
Belch, G., & Belch, M. (2004). Advertising and Promotion, An Integrated Marketing
Communications Perspective, 6th Edition. New York: McGraw-Hill.
Belk, R. W. (1988). Possessions and the extended self. Journal of Consumer Research, Vol. 15
No. 2, 139-168.
Biswas, D., Biswas, A., & Das, N. (2006). The Differential Effects of Celebrity and Expert
Endorsements on Consumer Risk Perceptions. Journal of Advertising, Vol. 13, pp. 1-17.
Chaplin, G. E., & John, D. R. (2005). The Development of Self-Brand Connections in Children
and Adolescents. Journal of Consumer Research, 32(1):119-29.
Colwell, R. (2007). A Conceptual and Measurement for Brand Equity Research. Journal of Brand
Measurement Strategy, Vol. 13, 1-17.
Dewantoro, R. R. (2015). Analisis Pengaruh Endorser Credibility pada Brand Equity dan Minat
Beli Konsumen. Jurnal Ilmiah Universitas Bakrie, 806-817.
Durianto, D., & Sugiarto. (2004). Brand Equity Tren Strategi Memimpin Pasar. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Dwivedi, A., Johnson, L., & McDonald, R. (2015). Celebrity endorsement, self-brand connection
and consumer-based brand equity. Journal of Product & Brand Management, Volume 24
No. 5, 449-461.
Escalas, J. (2004). Narrative Processing: building consumer connections to brands. Journal of
Consumer Psychology, 168-180.
Escalas, J. E., & Bettman, J. R. (2003). You are what they eat: the influence of reference groups on consumers’ connections to brands. Journal of Consumer Psychology, Vol. 13 No. 3,
339-348.
Ishak, A. (2008). Pengaruh Penggunaan Selebriti Dalam Iklan Terhadap Minat Beli Konsumen.
Jurnal Siasat Bisnis Vol. 12 No. 2, 71-88.
Jayani, D. H. (2019, September 3). Databoks. Retrieved from Katadata:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/03/shopee-jadi-e-commerce-paling-
top-dari-masa-ke-masa
Jewler, A. J., & Drewniany, B. L. (2005). Creative Strategy in Advertising. USA: Wadsworth
Thomson Learning.
Keller, K. L. (1993). Conceptualizing, measuring, and managing customer-based brand equity.
Journal of Marketing, Vol. 57 No. 1, 1-22.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
70
Keller, K. L. (2005). Choosing the right brand elements and leveraging secondary associations will
help marketers build brand equity. Marketing Management, Vol. 14 No. 5, 19-23.
Kotler, P., & Armstrong, G. (2008). Prinsip-prinsip Pemasaran, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Kotler, P., & Keller, K. (2013). Manajemen Pemasaran, Jilid Kedua. Jakarta: Erlangga.
McCracken, G. (1989). Who is the celebrity endorser? Cultural foundations of the endorsement
process. Journal of Consumer Research, Vol. 16 No. 3, 310-321.
Mittal, B. (1994). Public Assesment of TV Advertising: Faint Praise and Harsh Criticism. Journal
of Advertising Research, pp: 100-117.
Moore, D. J., & Homer, P. M. (2008). Self-brand connections: the role of attitude strength and
autobiographical memory primes. Journal of Business Research, Vol. 61 No. 7, 707-714.
Ohanion, R. (1990). Construction and Validation of a Scale to Mesure Celebrity
Endorser'Perceived Expertise, Trustworthiness, and Attractiveness. Journal of Advertising.
Ohanion, R. (1991). The Impact of Celebrity Spokespersons' Perceived Image on Consumers'
Intention Purchase. Journal of Advertising Research, (February/March).
Pangestika, T. I. (2015). Pengaruh kredibilitas selebriti endorser pada ekuitas merek: pengujian
kredibilitas merek sebagai variabel pemediasi. E-journal UAJY, 1-17.
Pappu, R., & Cooksey, R. (2006). Consumer Based Brand Equity And Country of Origin
Relationship: Some Empirical Study. Journal of International Business Studies, 38(5):726-
745.
Pornpitakpn, C. (2004). The Effect of Celebrity Endorsers' Perceived Credibility on Purchase
Intention: The Case of Singaporeans. Journal of International Consumer Marketing, Vol.
16 (2).
Pusparisa, Y. (2019, Desember 3). Databoks. Retrieved from Katadata:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/12/03/96-pengguna-internet-di-
indonesia-pernah-gunakan-e-commerce
Ranjbarian, B., Shekarchizade, Z., & Momeni, Z. (2010). Celebrity Endorser Influence on Attitude
Toward Advertisements and Brands. Europeam Journal of Social Sciences, Vol. 13 No. 3.
Royan, F. M. (2005). Marketing Celebrities. Jakarta: Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Sabdosih, Z. (2013). Pengaruh Variabel Celebrity Endorser terhadap Citra Merek L'oreal. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa FEB, 1-9.
Shimp, A. T. (2007). Periklanan Promosi (Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu).
Jilid I, edisi Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Sprott, D., Czellar, S., & Spangenberg, E. (2009). The importance of a general measure of brand
engagement on market behavior: development and validation of a scale. Journal of
Marketing Research, 46(1):92-104.
Spry, A., Pappu, R., & Cornwell, B. T. (2011). Celebrity endorsements, brand credibility and brand
equity. European Journal of Marketing, Vol. 45 No. 6, 882-909.
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Till, B., & Shimp, T. (1998). Endorsers in Advertising: the case of negative celebrity information.
Journal of Advertising, Vol. 27 No. 1, 67-81.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nisa Ulin Nawa, Anas Hidayat
71
Tseng, L., & Lee, T. (2011). How Brand Image, Congruency between Celebrity Endorser and
Brand, and Brand Attitude can Influece Tweens Purchase Intention through Peer
Conformity. Fu Jen Catholic University Journal.
Widyajayanti, N. P., & Kusuma, A. A. (2017). Peran self-brand connection dalam memediasi
pengaruh kredibilitas endorser terhadap brand equity pada brand Guess. E-Journal
Manajemen Unud, Vol. 6 No. 6, 3342-3369.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
72
Pengembangan Kompetensi di Masa Pandemi COVID 19
Nadella
Universitas Presiden
Dedi Rianto Rahadi
Universitas Presiden
lay.nadella17@gmail.com
dedi1968@president.ac.id
Abstrak
Indonesia mulai tergguncang pandemi covid19 pada awal Maret 2020 yang menyebabkan para
karyawan serta calon karyawan mulai kebingungan dalam bertahan di kondisi ini. Tak sedikit
juga perusahaan meminimalisirkan lowongan kerja serta melakukan PHK. Demi bertahan
hidup di masa pandemi ini, masyarakat dianjurkan untuk dapat mengetahui serta
mengembangkan kompetensi yang dimiliki agar dapat tetap bersaing di dunia kerja kembali.
Dari hasil pengumpulan data maupun wawancara, kompetensi seperti Information Technology
(IT) memiliki banyak peluang pada kondisi ini dikarenakan pekerjaan dialihkan menjadi work
from home ( WFH ) serta persiapan kondisi yang serba digital. Tak hanya bagian IT, bagian
customer service sangat diminati banyak perusahaan karena terjadinya peningkatan di
pembelian online, sehingga para pengusaha membutuhkan karyawan yang berkompeten dalam
bidang tersebut. Pengembangan dapat diasah dengan training yang diberikan oleh perusahaan
secara online. Para HRD juga harus dapat menciptakan feedback yang positif dimana tetap
melakukan interaksi terhadap karyawan agar hubungan timbal balik tetap ada..
Kata Kunci: Covid 19, kompetensi, perusahaan, karyawan, IT, digital, WFH, training, online,
customer service
Pendahuluan
Pandemi Covid 19 mulai masuk ke Indonesia saat terdengar 2 kasus positif pada tanggal
awal Maret 2020 (Tim Detik.com, 2020, https://news.detik.com/berita/d-4991485/kapan-
sebenarnya-corona-pertama-kali-masuk-ri, 6 Januari 2021). Semakin bertambah hari, kasus
corona di Indonesia semakin meningkat. Untuk memutuskan rantai penyebaran, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB atau
Pembatasan Sosial Berskala Besar (Satgas Covid19,2020, https://covid19.go.id/p/regulasi/pp-
no-21-tahun-2020-tentang-psbb-dalam-rangka-penanganan-covid-19, 6 Januari 2021) .
Selama PSBB berlangsung di Indonesia, seluruh sektor industri terpaksa dihentikan sementara
untuk mengikuti aturan pemerintah. Adanya aturan pemerintah mengenai PSBB,
perekonomian di Indonesia menjadi terganggu. Sektor- sektor industri yang bukan merupakan
bagian pangan, kesehatan, keuangan, komunikasi, serta listrik melakukan kegiatan ekonomi
melalui daring. Akan tetapi sebagain perusahaan juga terdapat yang memutuskan untuk
mengurangi karyawan yang bekerja di tempat kerja. Demi menyelamatkan perusahaan, para
karyawan diwajibkan untuk tetap bekerja di rumah menggunakan perangkat yang mendukung.
Sebagian perusahaan juga menerapkan PHK atau Pemberhentian Hubungan Kerja untuk
menyelamatkan biaya operasional. Hal tersebut membuat angka pengangguran di Indonesia
semakin meningkat. Dampak seperti ini membuat perusahaan ataupun pemilk usaha berpikir
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
73
ulang bagaimana mempertahankan perusahaan dan tetap memikirkan hak para pekerja serta
strategi yang harus dilakukan dalam kondisi apapun.
Selama pandemi ini berlangsung, tidak banyak perusahaan yang membuka lowongan
pekerjaan. Hanya beberapa divisi yang membuka lowongan pekerjaan. Keadaan seperti ini
membuat masyarakat harus bertahan bekerja secara daring dan memperisapkan diri agar
menjadi kandidat baru dalam perusahaan di masa pandemi ini bukan sesuatu hal yang mudah.
Para pencari kerja termasuk siswa yang berstatus fresh graduate juga mengalami hambatan
dalam pencarian kerja di masa pandemi seperti ini. Divisi yang diinginkan para lulusan baru
tersebut tidak semua terdaftar di website atau tempat pencarian pekerja baru sehingga niat
mereka untuk mencari kerja harus tertunda.
Para karyawan dan calon karyawan harus menyadari perubahan yang ada serta
mempersiapkan diri dalam menghadapi keadaan yang serba digital. Untuk bersaing di dunia
bisnis, setiap orang harus memiliki kompetensi. Menurut Namira dalam Wibowo (2015)
menyatakan “kompetensi ialah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan yg dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung sang perilaku kerja
yang dituntut sang pekerjaan tadi”. Kompetensi dapat berupa skill dan knowledge yang
berkaitan dengan bidang tertentu. Sebuah kompetensi sangat berpengaruh terhadap hasil kerja
perusahaan sehingga pertimbangan pemilihan karyawan menjadi salah satu yang dilakukan
oleh setiap perushaan (Yostan dalam Noe, 2019). Pandemi ini menyadari masyarakat agar
dapat mengembangkan kompetensi tertentu untuk terpilih menjadi seorang kandidat baru
kompetensi yang diharapkan juga sesuai dengan perubahan yang terjadi di masa pandemi
korona ini.
Banyak masyarakat yang belum menyadari perubahan yang terjadi terutama cara
operasi di dunia bisnis. Dari sisi perusahaan pun saat ini sedang berusaha tetap
mengoptimalkan pengembangan kompetensi dengan tetap menjaga protokol kesehatan untuk
mematuhi peraturan pemerintah. Tidak sedikit usaha besar ataupun kecil belum mengetahui
cara pengoptimalan pengembangan kompetensi karyawan serta calon karyawan. Oleh karena
itu, kejadian pandemi ini menjadi alasan jurnal ini terbuat untuk mengetahui kompetensi yang
diharapkan saat ini oleh perusahaan agar masyarakat dapat mempersiapkan diri serta menyadari
apa yang harus dilatih serta dikembangkan. Jurnal ini juga membantu usaha kecil atapun besar
dalam melakukan pengembangan kompetensi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
kompetensi apa yang harus dikembangkan serta cara dalam mengembangkannya di masa
pandemi ini.
Landasan Teori
Pengembangan
PSDM pada organisasi bersifat integral menjadi individu dan sistem dan organisasi
menjadi wadah SDM secara berkala dan berkesinambungan buat menigkatkan kompetensi
pekerja melalui program pelatihan, pendidikan, serta pengembangan. Konsep Pengembangan
sumber Daya manusia (PSDM) di organisasi, hakikatnya ialah suatu perjuangan demi
peningkatan daya saing terhadap ancaman lingkungan eksternal dan upaya menaikkan daya
inovatif demi menciptkan peluang dimana kegiatan tersebut dapat meningkatkan kompetensi
karyawan dari program-program pelatihan yang diberikan perusahaan. (Yostan dalam Noe,
2019). Secara umum PSDM bertujuan buat:
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
74
1. membentuk individu asal aspek-aspek ketrampilan, pengetahuan serta perilaku;
2. pengembangan karir;
3. mengatur dan membina manusia sebagai sub sistem organisasi melalui program-acara
perencana serta evaluasi mirip perencanaan energi kerja, evaluasi kinerja, analisis
pekerjaan, serta penjabaran pekerjaan
4. menerima sdm sesuai penjabaran kebutuhan organisasi serta indera organisasi yang
bertujuan buat perbaikan serta peningkatan;
5. penyesuaian sistem serta kebijakan organisasi menjadi penangkal risiko serta faktor
eksternal.
Kompetensi
Pengertian kompetensi adalah suatu “kemampuan yang dimiliki oleh seorang dalam melaksanakan sebuah pekerjaan atau tugas di bidang eksklusif, sinkron memakai jabatan yg
disandangnya”. Nur dalam Dessler (2018) menyatakan pentingnya kompetensi karyawan adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara berpikir sebab-akibat yang kritis
2. Strategis antara asal daya insan dan kinerja perusahaan merupakan peta strategis yang
menyebutkan proses implementasi strategis perusahaan.
3. Memahami prinsip pengukuran yang baik
4. Pondasi dasar kompetansi manajemen manapun sangat bergantung pada pengukuran
yang baik. Khususnya, pengukuran harus menjelaskan dengan benar konstruksi tersebut.
5. Memastikan hubungan sebab-akibat (causal)
6. Tugas yang paling krusial merupakan buat merealisasikan bahwa perkiraan tersebut ialah
mungkin serta mengkalkulasikannya menjadi suatu kesempatan yang timbul.
7. Mengkomunikasikan hasil kerja strategis sumber daya manusia pada atasan
8. Untuk mengatur kinerja strategis asal daya insan, wajib mampu mengkomunikasikan
pemahaman mengenai dampak strategis asal daya insan terhadap atasan.
Dimensi dan Indikator Kompetensi Beberapa aspek yang terkandung dalam konsep
kompetensi menurut Nur dalam Gordon dalam Sutrisno (2018) sebagai berikut:
1. Pengetahuan (knowledge) pencerahan dalam bidang kognitif. misalnya seorang
karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar serta bagaimana melakukan
pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang ada menggunakan efektif serta
efisien di perusahaan.
2. Pemahaman (understanding) Kedalam kognittif dan afektif yang dimiliki individu.
misalnya seseorang karyawan pada melaksanakan pembelajaran harus mempunyai
pemahaman yang baik tetang karakteristik dan kondisi secara efektif dan efisien.
3. Kemampuan/Keterampilan (skill) Sesuatu yang dimiliki oleh individu yang
melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. misalnya, kemampuan
karyawan pada memilih metode kerja yang disebut lebih efektif dan efisien.
4. Nilai (value) Suatu standar perilaku yang sudah ditakini serta secara psikologis telah
menyatu dalam diri seseorang. misalnya, baku sikap para karyawan dalam
melaksanakan tugas (kejujuran, keterbukaan, demokratis serta lainlain).
5. Sikap (attitude) Perasaan (suka -tidak senang, senang-tidak senang) atau reaksi terhadap
suatu rangsangan yang tiba asal luar. misalnya, reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan
terhadap kenaikan gaji serta sebagainya.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
75
6. Minat (interest) Kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan.
contohnya, melakukan sesuatu aktivitas tugas.
Pandemi Covid 19
COVID-19 merupakan penyakit menular yang paling baru ditemukan akibat paparan
dari virus korona. Awal mula virus ini diketahui berasal dari negara Wuhan,Cina yang terjadi
pada bulan Desember 2019. Virus Covid-19 telah menyerang hampir seluruh negara di dunia
ini sehingga dapat disebut sebagai pandemi.
WHO sedang di dalam proses melakukan penelitian mengenai cara penyebaran dari
virus COVID-19 dengan tetap membagikan temuan baru. Seseorang dapat dikatakan tertular
orang yang dinyatakan positif COVID-19 melalui tetesan kecil yang berasal dari hidung
ataupun mulut dari orang ke orang pada saat pasien tersebut melakukan batuk, berbicara, dan
juga bersin. Tetesan tersebut dikatakan relatif berat dikarenakan pergerakan terjadi sangat
dekat dan mudah tenggelam ke tanah. Pentingnya menjaga jarak paling tidak satu meter dari
penderita agar tidak terjadi terhirupnya atau terkenanya tetesan dari penderita COVID-19.
Setiap masyarakat dianjurkan untuk mencuci tangan dengan sabun ataupun menggunakan
antiseptik yang terdapat kandungan alkohol secara berkala hingga bersih dikarenakan apabila
seseorang menyentuh beberapa permukaan yang berkompeten menjadi titik terjatuhnya tetesan
kecil seperti gagang pintu, meja, ataupun sentuhan tangan maka virus tersebut akan menyebar.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut McCusker, K., &
Gunaydin, S. (2015), metode kualitatif digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang “apa (what)”, “bagaimana (how)”, atau “mengapa (why)” atas suatu fenomena. Penggunaaan metode kualitatif untuk memastikan kualitas dari proses penelitian, sebab peneliti tadi akan
menginterpretasi data yang telah dikumpulkannya.
Teknik yang digunakan dalam metode ini yaitu pengumpulan data. Data akan
didapatkan berasa dari hasil wawancara dan beberapa sumber yang berada di internet
mengenai kompetensi yang sedang diminati oleh banyak perusahaan serta cara pengembangan
kompetensi yang dapat dilakukan di masa pandemi covid 19 ini. Penentuan narasumber
didasarkan oleh survey penulis di lingkungan sekitar dengan mempertimbangkan usaha yang
dijalankan sesuai dengan judul penelitian ini yaitu berpacu terhadap strategi bertahan di kondisi
pandemi ini serta usaha yang terdampak akibat pandemi. Penelitian akan dilanjutkan dengan
mengaitkan teori dengan data yang telah dikumpulkan.
Wawancara dilakukan terhadap dua pemilik usaha online, yaitu :
1. Narasumber 1 : Herna Angelica, pemilik usaha Serendiptydesign
2. Narasumber 2 : Dinar Dinasty Lutfia, pemlik usaha Herskinnn
Dimana pertanyaan yang diajukan peneliti kepada narasumber yaitu :
1. Apa nama usaha yang sedang anda jalankan ?
2. Apa yang anda pelajari untuk mempertahankan usaha anda di tengah pandemi ?
3. Bidang pekerjaan apa uamh anda akan berikan dalam usaha anda di tengah pandemi ini?
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
76
4. Kualifikasi apa yang anda butuhkan apabila atau sedang mencari karyawan ?
5. Kepribadian seperti apa yang anda butuhkan ?
6. Training seperti apa yang akan anda lakukan untuk mengembangkan kompetensi
karyawan anda ?
Pembahasan
Dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara terhadap kedua pemilik usaha online
mengenai kompetensi ataupun kualifikasi apa yang dibutuhkan saat pandemi COVID-19 ini
melalui bidang pekerjaan yang sedang atau akan narasumber berikan terhadap calon karyawan.
Hasil wawancara dalam penelitian ini yaitu :
Tabel 1. Hasil Wawancara dengan Narasumber 1
Peneliti Apa nama usaha yang sedang anda jalankan ?
Narasumber 1 Jasa line art bernama Serendiptydesign
Peneliti Apa yang anda pelajari untuk mempertahankan usaha anda di tengah pandemi ?
Narasumber 1 Sering melakukan promosi , memberikan promo, serta membuka dropshipper via
shopee
Peneliti Bidang pekerjaan apa yang anda akan berikan dalam usaha anda di tengah pandemi ini ?
Narasumber 1 Bidang design
Peneliti Kualifikasi apa yang anda butuhkan apabila atau sedang mencari karyawan ?
Narasumber 1 Dapat menggunakan Photoshop atau sejenisnya, dapat menggambar
Peneliti Kepribadian seperti apa karyawan yang anda butuhkan ?
Narasumber 1 Dapat bekerja keras, tanggung jawab, bekerja di bawah tekanan, kreatif
Peneliti Training seperti apa yang akan anda lakukan untuk mengembangkan kompetensi
karyawan anda ?
Narasumber 1 Workshop dam seminar
Tabel 2. Hasil Wawancara dengan Narasumber 2
Peneliti Apa nama usaha yang sedang anda jalankan ?
Narasumber 2 Bidang skincare bernama Herskinnn
Peneliti Apa yang anda pelajari untuk mempertahankan usaha anda di tengah pandemi ?
Narasumber 2 Membuat konten di sosial media untuk menarik perhatian konsumen
Peneliti Bidang pekerjaan apa yang anda akan berikan dalam usaha anda di tengah
pandemi ini ?
Narasumber 2 Bidang customer service
Peneliti Kualifikasi apa yang anda butuhkan apabila atau sedang mencari karyawan ?
Narasumber 2 Dapat menggunakan Microsoft untuk pengolahan penjualan, dapat bekerja sesuai target
Peneliti Kepribadian seperti apa karyawan yang anda butuhkan ?
Narasumber 2 Ramah terhadap customer
Peneliti Training seperti apa yang akan anda lakukan untuk mengembangkan kompetensi
karyawan anda ?
Narasumber 2 Memberikan latihan secara online dengan mengutamakan interaksi
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
77
Menurut hasil dari wawancara yang telah dilakukan dengan dua pemilik usaha online
di bidang berbeda, menunjukkan dalam masa pandemi ini pemilk usaha lebih fokus terhadap
perkembangan dari usaha masing-masing melalui media sosial yang ada. Kedua pemilik usaha
tersebut membutuhkan calon pekerja yang dapat melayani konsumen serta skill tertentu yang
mendukung bidang usaha tersebut, seperti pada narasumber 1 membutuhkan karyawan yang
dapat melakukan kegiatan design, sedangkan pada narasumber 2 membutuhkan karyawan yang
dapat mengoprasikan Microsoft untuk mengelola hasil penjualan. Pengembangan kompetensi
karyawan dari kedua pemilik usaha tersebut lebih menekankan melalui online dimana
narasumber 2 juga mementingkan interaksi antara pemilk usaha serta calon karyawan.
Menurut CNN Indonesia, Pada masa pandemi ini membuat sebagaian perusahaan harus
melakukan pengurangan bahkan tidak membuka rekrutmen. Sektor ekonomi menjadi lumpuh
akibat pandemi ini sehingga perusahaan terpaksa melakukan PHK atau yang dapat kita sebut
Pemutusan Hubungan Kerja. Walaupun di kondisi pandemi covid 19 ini, tidak sedikit
perusahaan yang tetap membuka beberapa divisi pekerjaan. Pekerjaan itu ialah :
a. Tenaga Kesehatan
Profesi ini sangat dibutuhkan untuk menolong pasien positif korona, dimana pemerintah pun
sampai membutuhkan relawan, seperti salah satunya relawan perawat di Rumah Sakit Darurat
Wisma Atlet Kemayoran.
b. Guru Privat
Akibat rasa tertekan yang dialami orang tua dalam mengajari anak-anaknya, profesi guru privat
sangat dicari dalam masa pandemi ini. Dengan hadirnya guru privat, setidaknya meringankan
sedikit beban orang tua. Sebab menjadi guru dengan penguasaan materi cukup sulit dilakukan.
c. Psikolog
Di masa pandemi ini dibutuhkan sosok psikologi untuk memberikan solusi akan rasa
kekhawatiran yang terjadi. Hal tersebut dibutuhkan karena pemberintaan di media tentang
pertambahan kasus korona.
d. Kurir Barang dan Makanan
Terjadi peningkatan penggunaan belanja online semenjak seluruh masyarakat dihimbau di
rumah saja. Peningkatan tersebut membuat kurir kewalahan untuk memenuhi permintaan
konsumen. Kejadian tersebut membuat perusahaan ekspedisi membutuhkan karyawan baru
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
e. Staff e-commerce
Shoppe, Tokopedia, Lazada, dan Bukalapak akhirnya memutuskan merekrut karyawan akibat
peningkatan pesanan melalui online.
f. Freelancer
Semenjak seluruh masyarakat dihimbau untuk melakukan kegiatan di rumah, terjadi
peningkatan freelancer dalam bidang jasa terutama bagian design. Kegiatan tersebut dapat
menghasilkan uang tanpa mengganggu kegiatan yang lain.
g. Programmer
Perubahan dari sistem kerja manual menjadi digital membuat terjadinya peningkatan pekerjaan
bidang programmer. Maka beberapa perusahaan membutuhkan sebuah sistem terintegrasi yang
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
78
dapat membuat alur kerja lebih mudah, seperti pengumpulan data, tanda tangan secara online
serta validasi file lainnya dalam hitungan detik.
h. Akuntan Publik
Pandemi ini setiap perusahaan harus memastikan laporan keuangan serta konsekuensi pajak
yang membuat pekerjaan akuntan mengalami peningkatan. Perusahaan menilai bahwa akuntan
lebih netral dibanding audit.
i. Pekerja Konstruksi
Terjadinya peningkatan proyek pembangunan seperti rumah membuat perusahaan proyeksi
melakukan prekrutan karyawan yang berasal dari teknik sipil hingga kuli bangunan.
j. Produsen Masker Kain
Pemerintah telah melakukan himbuan penggunaan masker untuk menghindari penyebaran
virus korona. Himbauan tersebut menjadi peluang usaha masker kain sehingga terjadinya
peningkatan permintaan.
Menurut katadata.co.id, perusahaan akan semakin ketat dalam memilih calon pekerja
dimana setiap institusi menggunakan beberapa metode dalam mendapatkan pekerja yang
memiliki kompetensi yang tinggi. Pada masa pandemi COVID 19 ini terjadi peningkatan
pengangguran akibat PHK yang terpaksa dilakukan oleh perusahaan. Peningkatan tersebut
dikemukakan oleh Mentri Ketenagakerjaan yang benama Ida Fauziah, dimana peningkatan
tersebut mencapai 2,97 juta hingga 5,23 juta orang pada tahun ini. Saat di Istana Merdeka pada
18 Juni 2020, Ida Fauziah juga mengatakan akan berusaha menekan angka pengangguran agar
tidak mencapai 2 digit. Melansir dari Business Insider, LinkedIn merilis lima soft skill yang
paling dibutuhkan perusahaan pada tahun ini :
1. Kreatifitas
Kreatif dan pemecahan masalah merupakan dua hal yang dibutuhkan perusahaan saat ini
karena dinilai tidak bersifat kaku maupun dinamis.
2. Persuasi
Persaingan yang ketat terhadap competitor, membuat perusahaan membutuhkan pekerja yang
memliki kemampuan yang dapat meyakinkan ide yang dimilikinya.
3. Kolaboratif
Kemampuan menggambungkan ide pribadi dengan yang lain dinilai terdapat nilai tambah
dalam bekerja di perusahaan. Hal tersebut dikarenakan dianggap berkompeten dalam bekerja
sama dengan tim.
4. Adaptif
Semenjak pandemi ini terjadi perusahaan mengharapkan karyawan yang dapat beradaptasi
dengan cepat.
5. Kecerdasan emosional
Perusahaan membutuhkan karyawan yang dapat mengelola emosinya dengan baik. Tekanan
yang cukup tinggi terjadi dapat membuat seseorang menjadi stress dimana hal tersebur dapat
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
79
mengganggu perfoma perusahaan sehingga perusahaan mengharapkan karyawan dapat
mengendalikan itu dengan sebaik mungkin.
Menurut uptown.id, kemampuan dari seorang karyawan sangat dibutuhkan oleh
perusahaan untuk menciptakan keefisienan dalam sebuah pekerjaan. Pemberlakuan gaya kerja
baru atau yang dapat kita sebut The New Normal akibat pandemi covid 19 yang terjadi
membuat persaingan dalam dunia kerja menjadi semakin ketat. Terdapat 7 skills yang
dibutuhkan saat pandemi ini adalah :
1. Kemampuan Beradaptasi
Perusahaan sudah menjadi keharusan dalam menaati peraturan pemerintah. Saat ini pandemi
korona yang mengguncang beberapa negara membuat setiap pekerjaan ataupun tanggung
jawab harus dikerjakan di rumah. Sebagai contoh nyata bahwa setiap pekerja dianjurkan mulai
terbiasa menggunakan layanan online seperti video call sebagai perubahan diskusi tatap muka.
Perubahan tersebut membuat setiap perusahaan membutuhkan karyawan yang mampu
beradaptasi pada kondisi tertentu.
2. Berpikir Kritis
Semasa pandemi korona ini menimbulkan banyak berita yang terbilang tidak sesuai kenyataan
atau biasa kita dapat sebut yaitu berita hoax. Agar tidak termakan berita tersebut, perusahaan
sangat membutuhkan karyawan yang dapat beripikir secara kritis. Kemampuan itu sangat
dibutuhkan perusahaan untuk meningkatkan kembali perekonomian yang sempat mengalami
penurunan akibat pandemi covid 19 ini.
3. Kreatifitas dan Kemampuan Berinovasi
Perusahaan di tengah pandemi ini membutuhkan karyawan yang dapat menciptakan ide- ide
unik serta kreatif agar dapat menghasilkan keuntungan dalam jumlah banyak. Dimana hal
tersebut dikarenakan banyak perusahaan yang berusaha berinovasi di saat sulit seperti ini,
mulai dari restoran yang mulai mengambil pesanan secara online, bisnis fashion yang membuat
masker dari sisa kain, serta pengusaha kopi yang berinovasi menyediakan minuman dalam
bentuk botol literan.
4. Analisis Data
Dalam membangun kembali perusahaan mengenai pengambilan keputusan, perusahaan
membutuhkan seorang analis data. Bagian tersebut sangat berguna selepas pandemi korona
berakhir nantinya bagi sebuah perusahaan. Seperti yang dikatakan Fast Company, perusahaan
mesti menganalisa konsumen, permintaan pasar, dan sebagainya dari data- data yang telah
dikumpulkan.
5. Keterampilan Teknologi
Keterampilan teknologi seperti paham dalam membentuk kecerdasan buatan atau yang dapat
kita sebut Artificial Intellegence, pembuatan Big Data dan sebagainya sangat perlu
dipersiapkan setiap individu dalam kondisi pandemi korona atapun setelahnya untuk menjadi
alternatif yang merupakan bekal individu ke depannya.
6. Digital/ Social Marketing
Kondisi pandemi ini membuat bidang pekerjaan Digital/ Social Marketing banyak diberikan
oleh perusahaan. Keahlian yang dapat dipelajari seperti SEO atau yang dapat disebut Search
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
80
Engine Optimization, kemudian SEM atau Search Engine Marketing, serta email marketing
oleh sejumlah individu. Keahlian-keahlian tersebut seperti yang dikatakan Fast Company dapat
membantu perusahaan dalam melakukan personal branding atau dalam kata lain membangun
kembali brand perusahaan tertentu di masa yang akan dating.
7. Kecerdasan Emosional
Perusahaan dan para karyawannya berusaha menciptakan suasana yang posiitf dengan
kerjasama yang lebih baik dengan sesama karyawan serta menekan keresahan klien. Hal
tersebut membuktikan bahwa setiap perusahaan membutuhkan karyawan yang memliki
kemampuan kecerdasan emosional. Keadaan pandemi ini membuat emosional setiap individu
dipertaruhkan dikarenakan banyak hal yang belum berjalan stabl bahkan selepas pandemi ini
nantinya. Kecerdasan emosional setidaknya memberikan 80% mengenai faktor kesuksesan dari
setiap individu maupun organisasi sedangkan 20% berasal dari IQ, hal tersebut dikatakan oleh
Daniel Goleman di dalam penelitiannya di tahun 2000. Kecerdasan emosional atau yang dapat
kita sebut EQ juga merupakan kemampuan untuk menyadari, mengontrol emosi, serta
mengekspresikan emosi diri sendiri maupun memahami emosi orang lain.
Menurut resource.urbanhire.com, pengembangan atau yang dapat kita sebut pelatihan
terhadap para karyawan menjadi agenda yang tertunda sehingga perusahaan perlu melakukan
tindakan untuk mengembalikan atau memulai kembali agenda tersebut. Hal tersebut menjadi
tantangan baru untuk para HR untuk tetap melakukan pengembangan pada saat pemerintah
memberlakukan Physical Distancing ataupun WFH. Pengembangan tersebut dapat dilakukan
dengan cara online. Cara-cara tersebut ialah :
1. Atasan Ikut Berpartisipasi
Keterlibatan langsung dari CEO ataupun atasan dari sebuah perusahaan dalam sebuah pelatihan
dapat membantu meningkatkan keselarasan seluruh karyawan dan peningkatan keterlibatan.
Tindakan seperti itu dapat membantu meningkatkan rasa antusias para karyawan dikarenakan
mereka merasa langsung mendapatkan ilmu dari atasan sebuah perusahaan dalam kegiatan
pengembangan. Maka dari itu, tindakan tersebut dapat menjadi langkah awal perusahaan dalam
melakukan pengembangan.
2. Tambahkan Hal-hal Interaktif
Kegiatan- kegiatan yang dinilai memiliki unsur interaktif dapat dilakukan atasan perusahaan
untuk menarik perhatian para karyawan dalam kegiatan pengembangan. Pelatihan dapat
dilakukan dengan pembagian waktu presentasi menjadi maksimal 30 menit dan sisa waktu
dapat digunakan untuk berinteraksi langsung dengan memberikan praktik pelatihan dan timbal
balik mereka. Keterbatasan interaksi dan jarak menjadi tantangan tersendiri dalam
melaksanakan pelatihan secara online.
3. Mempertahankan Sentuhan Manusia
Dalam melaksanakan program pengembangan, untuk mencapai hasil yang baik dan efektif,
perusahaan dapat melakukan sesi berdiskusi ataupun saling bertukar hal lucu yang dapat
membuat karyawan tetap berinteraksi dengan sesama partner. Hal tersebut menjadi tantangan
selanjutnya, dimana perusahaan mempertahankan sentuhan manusia walaupun melakukan
kegiatan pengembangan melalui daring.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
81
Pembahasan
Dari berita-berita yang telah diambil dari beberapa website terpecaya serta wawancara
yang telah dilakukan terlihat beberapa kompetensi yang dapat dikembangkan serta dipelajari
oleh karyawan dan calon karyawan untuk bertahan ataupun memulai masuk ke dunia kerja di
masa pandemi ini. Kompetensi-kompetensi yang diharapkan perusahaan di masa pandemi ini
tidak jauh dari Information Technology ,Financial, dan Customer Service.
Berdasarkan hasil wawancara dari kedua narasumber, Customer Service menjadi salah
satu pekerjaan yang sangat dicari di masa pandemi ini. Hal tersebut dikarenakan untuk
membantu pelaksanaan kegiatan ekonomi yang dilakukan serba digital atau online. Dengan hal
itu, pemilik usaha online, dimana di masa pandemi ini semua dialihkan serba online sehingga
peningkatan e-commerce terjadi membuat mereka membutuhkan para calon karyawan yang
dapat berkomunikasi dengan baik serta menguasai skill-skill yang berkaitan dengan Customer
Service.
Kompetensi Information Technology sangat dibutuhkan dikarenakan masa pandemi ini
menuntut setiap pekerjaan untuk bekerja di rumah, dimana semua akan dilakukan melalui
digital. Dalam mengintegrasi seluruh data karyawan serta operasional perusahaan
membutuhkan bagian IT untuk membuat pekerjaan tersebut berjalan dengan lancar.
Kompetensi Information Technology juga dibutuhkan karena mempersiapkan perkembangan
zaman dimana semua akan serba digital.
Kompetensi Financial juga sangat dibutuhkan oleh perusahaan ataupun badan usaha.
Hal tersebut dikarenakan perusahaan membutuhkan seseorang yang berkompeten menghitung
serta menganalisa pajak di masa pandemi ini. Data pemasukan serta pengeluaran pun tetap
dibutuhkan setiap perusahaan untuk memastikan operasional tetap berjalan dengan lancar.
Peningkatan usaha online terjadi di masa pandemi ini dikarenakan hal tersebut tetap
bisa dilakukan bahkan menjadi mata pencaharian utama di saat work from home dilakukan.E-
commerce sangat membutuhkan customer service untuk menjalankan suatu usaha, hal tersebut
membuat kompetensi customer service sangat dibutuhkan di masa pandemi covid 19 ini.
Dalam mengembangkan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan perusahaan harus
dilengkapi softskills tertentu agar kompetensi yang dimiliki dapat diasah dengan baik.
Perusahaan juga menentukan karyawan baru yang masuk dari kepribadian ataupun perilaku
seseorang. Softskills yang bisa dikembangkan saat kondisi pandemi covid 19 ini yaitu
kemampuan beradaptasi, kreatif serta kecerdasan emosional. Kemampaun beradaptasi
dibutuhkan karena terjadinya perubahan besar saat pandemi ini, dimana kita harus tetap
berkompeten dalam sebuah pekerjaan yang awalnya secara offlline menjadi online. Hal itu
membuat perusahaan tetap mempercayai kita tetap bisa bekerja di kondisi apapun. Emosi
seseorang sangat berpengaruh terhadap perfoma perusahaan, pada masa pandemi ini dimana
segala sesuatu serba sulit, maka kita sebagai pekerja harus pandai dalam mengatur emosi agar
tetap memastikan pekerjaan dilakukan dengan baik dan lancar. Para karyawan ataupun seorang
entrepreuner muda yang baru mengawali karir membutuhkan kreatifitas untuk menciptakan
keunikan serta membuat usaha tersebut dapat berjalan dalam jangka panjang.
Dalam mengembangkan kompetensi-kompetensi tertentu yang mengandung hardskills
membutuhkan training yang dilakukan oleh HR kepada para karyawan baru. Pandemi covid 19
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
82
ini tidak memungkinkan training dilakukan di perusahaan dengan jumlah pekerja yang sangat
banyak, di lain sisi perusahaan ataupun badan usaha harus tetap melaksanakan training untuk
memastikan operasional dari usaha tersebut dapat tetap berjalan dengan lancar, maka dari itu
semua HR beralih ke training secara online. Melakukan pelatihan ataupun pengembangan
kompetensi bukan perkara yang mudah serta terdapat beberapa hambatan seperti jaringan,
kepastian tingkat mengerti para karyawan serta mempertahankan pembangunan komunikasi
antar karyawan dan dengan atasan. Dalam memastikan training dapat berjalan dengan lancar,
seorang HR harus melakukan beberapa cara agar setiap karyawan dapat menangkap semua
kegiatan training, cara-cara tersebut ialah pemimpin perusahaan bisa mengikuti training online
untuk pengenalan lebih dekat dengan para karyawan baru serta membuka diskusi untuk
membuat hubungan karyawan serta atasan bisa semakin erat.
Kesimpulan
Pandemi covid 19 mulai mengguncang negara Indonesia pada awal Maret 2020, dimana
semua pekerjaan harus dihentikan sementara dengan bekerja dari rumah. Sebagian perusahaan
juga menerapkan PHK yang menyebabkan angka pengangguran semakin meningkat. Selama
work from home terjadi, setiap pekerja dituntut untuk menyelesaikan tanggung jawabnya
melalui perangkat yang mendukung.
Dalam menghadapi kondisi ini membuat setiap orang harus berpikir bagaimana
bertahan di sebuah pekerjaan maupun mencari bekerja untuk bertahan hidup. Masa pandemi
ini membuat banyak perusahaan meminimalisir pencarian pekerjaan. Akan tetapi ada beberapa
pekerjaan tetap dibuka oleh sejumlah badan usaha. Bagi seseorang yang memiliki kompetensi
Information Technology, Financial, serta Customer Service memiliki banyak peluang di masa
pandemi ini. Hal tersebut dikarenakan pandemi ini setiap pekerjaan dilakukan dengan serba
digital dan terjadinya peningkatan di bidang usaha online. Dalam menjalankan perusahaan,
pencatatan pendapatan , pengeluaran , serta pajak tetap menjadi bagian tanggung jawab
perusahaan di kondisi apapun termasuk saat pandemi ini, hal tersebut membuat kompetensi
financial masih sangat dibutuhkan saat ini.
Para pemilik usaha seperti Serendiptydesign dan Herskinnn juga sangat membutuhkan
para calon karyawan yang menguasai bidang Customer Service. Peningkatan e-commerce
terjadi karena kegiatan ekonomi saat ini dipaksa untuk dilakukan di rumah untuk menahan
seluruh penyebaran virus ini. Peningkatan tersebut membuat kedua pelaku usaha tersebut
membuka lowongan pekerjaan yang dapat membantu jalannya usaha dengan
mempertimbangkan skill pekerjaan tersebut seperti mampu berkomunikasi dengan baik.
Softskills yang menjadi pertimbangan perusahaan seperti kecerdasan emosional, adaptif , dan
kreatif juga sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk menjadi perfoma perusahaan.
Perusahaan mengharapkan karyawan ataupun calon karyawan memliki kompetensi tersebut.
Dalam mengembangkan kompetensi tersebut dapat dilakukan dengan cara training online
dengan melakukan interaksi untuk mempererat hubungan antara pelamar maupun pemberi
kerja.
Daftar Pustaka
Endah Pratiwi, Nur. 2018. PENGARUH DIMENSI KOMPETENSI TERHADAP KINERJA
PEGAWAI PADA DINAS TENAGA KERJA KOTA CIMAHI. Thesis Universitas
Pasudan.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Nadella, Dedi Rianto Rahadi
83
KemnkeuRI.2019. Memahami Metode Penelitian Kualitatif.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-
PenelitianKualitatif.html (diakses pada tanggal 14 Oktober 2020)
Mardin Amin,Namira.2015. PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SIDENRENG
RAPPANG.Thesis Universitas Hasanuddin
Markey.2019. Pengembangan SDM Tujuan, Manfaat & Ruang Lingkupnya.
https://markey.id/blog/bisnis/pengembangan-sdm (diakses pada tanggal 4 Oktober
2020)
Maxmanroe. Pengertian Kompetensi: Definisi, Jenis-Jenis, dan Manfaat Kompetensi.
https://www.maxmanroe.com/vid/manajemen/pengertian-kompetensi.html (diakses
pada tanggal 4 Oktober 2020 )
Om.makplus.2015.Pengertian Konsep Pengembangan. http://www.definisi-
pengertian.com/2015/05/pengertian-konsep-pengembangan.html ( diakses tanggal 4
Oktober 2020 )
Satgas Covid19.2020. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahub 2020
Tentang PSBB. https://covid19.go.id/p/regulasi/pp-no-21-tahun-2020-tentang-psbb-
dalam-rangka-penanganan-covid-19, (diakses pada tanggal 6 Januari 2021)
Sorta,Tobing.2020. Lima Soft Skill yang Wajib Dimiliki Pencari Kerja di Masa Pandemi.
https://katadata.co.id/sortatobing/berita/5f1ef0c309a3b/lima-soft-skill-yang-wajib-
dimiliki-pencari-kerja-di-masa-pandemi (diakses pada tanggal 29 September 2020)
Detik.com, T. (2020). Kapan Sebenarnya Corona Pertama Kalo Masuk RI. Retrieved from
https://news.detik.com/berita/d-4991485/kapan-sebenarnya-corona-pertama-kali-
masuk-r
Tim,CNN Indonesia.2020. 10 Pekerjaan yang Laku di Masa Pandemi Corona.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20200702112635-284-519969/10-
pekerjaan-yang-laku-di-masa-pandemi-corona ( diakses pada tanggal 29 September
2020 )
Uptown.2020. INI DIA 7 SKILL YANG HARUS DIMILIKI SETIAP KARYAWAN
SETELAH PANDEMI. https://uptown.id/id/2020/06/18/ini-dia-7-skill-yang-harus-
dimiliki-setiap-karyawan-setelah-pandemi/ ( diakses pada tanggal 29 September 2020)
Urbanhire.2020 Pengembangan Karyawan Di Tengah Pandemi.
https://resources.urbanhire.com/pengembangan-karyawan-di-tengah-pandemi/
(diakses pada tanggal 29 September 2020)
WHO.2020.Q&A on coronaviruses (COVID-
19).https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/question-and-
answers-hub/q-a-detail/q-a-coronaviruses#:~:text=symptoms ( diakses pada tanggal 4
Oktober 2020 )
Yostan AL. 2019. Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi, Bakat
dan Ketahanan dalam Organisasi. Sumber Daya Manusia. 7(1): 2-3.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
84
Pengaruh e-Service Quality terhadap e-Loyalty melalui e-Customer
Satisfaction sebagai Intervening pada Pengguna Aplikasi Mobile Apps
Studying abroad
(Penelitian pada Calon Pelajar yang akan Melanjutkan Studi ke Luar
Negeri)
Rianto Nurcahyo
Bina Nusantara University
Rnurtjahjo@binus.edu
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh e-service quality terhadap e-
loyalty pengguna aplikasi Apps for studying abroad secara tidak langsung melalui e-
satisfaction terhadap calon pelajar yang akan melanjutkan studi ke luar negeri di Jabodetabek
. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu Partial Least Square-SEM dengan aplikasi SmartPLS. Metode
pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner yang disebarkan kepada 162 Calon pelajar
di Jabodetabek. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa e-service quality berpengaruh
signifikan terhadap e-customer satisfaction serta e-Customer satisfaction berpengaruh
signifikan terhadap e-loyalty, dan terdapat pengaruh tidak langsung antara e-service quality
dengan e-loyalty melalui e-customer satisfaction.
Kata Kunci: e-service quality, e-loyalty, e-customer satisfaction, belajar di luar negeri.
Pendahuluan
Pendidikan adalah hal mendasar, sebuah negara akan maju bila memiliki Sumber Daya
Manusia yang berpendidikan. Pendidikan adalah faktor paling penting untuk kemajuan suatu
bangsa. Menurut (Puspitasari & Patrikha, 2018). Ketatnya persaingan secara global merupakan
salah satu faktor mengapa banyak -pelajar didunia memilih pendidikan untuk meraih gelar
yang mempunyai kualitas yang lebih baik. Tanpa Pendidikan yang berkualitas, tidak akan ada
generasi penerus bangsa yang unggul dan mampu bersaing di era globalisasi yang semakin
kompetitif. Kuliah ke luar negeri sudah tentu menjadi alternatif yang menjawab tantangan
global. Saat ini minat pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri terus meningkat
setiap tahunnya. Berdasarkan studi, terdapat lebih dari 50 ribu siswa Indonesia yang belajar ke
luar negeri setiap tahunnya. Ini menjadikan Indonesia kandidat terkuat yang akan memimpin
pertumbuhan industri pendidikan secara global. Dibuktikan dengan pencapaian rasio
pendaftaran pendidikan tinggi di Indonesia yang pada 2016 lalu sebesar 32 persen. Angka ini
nyaris mendekati pencapaian rasio di China sebesar 44 persen dan Malaysia sebesar 40
persen.Adapun negara tujuan yang banyak diminati kalangan pelajar Indonesia yaitu Australia,
New Zealand, UK, USA, dan China. Sementara untuk Eropa, jumlah peminat naik sebesar 51
persen. Di Kanada, peminatnya meningkat sebesar 15 persen. Demikian halnya di negara-
negara Asia yang semakin banyak peminat. Di Malaysia, jumlah pelajarnya meningkat 30
persen. Diikuti pula di Singapura yang peminatnya naik 11 persen.Saat ini di Indonesia sendiri,
program pathway atau twinning program semakin diminati. Dalam setahun, jumlah pelajar
yang mendaftar melalui program ini meningkat sebesar 40 persen. Ini membuktikan, sekalipun
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
85
kegiatan kuliah berlangsung di Indonesia, para pelajar tetap menginginkan ijazah berstandar
internasional sehingga harapan dari orangtua ingin memastikan putra/I nya untuk mendapat
pendidikan terbaik dan berkualitas.Untuk menjawab demand dari segmentasi pasar terhadap
minat pelajar indonesia untuk melanjutkan studi ke luar negeri, beberapa agent pendidikan
studi ke luar negeri berupaya untuk memberikan layanan yang optimal kepada calon pelajar
berupa mengadakan kegiatan promosi seperti pameran pendidikan, info session, dengan
melalui sosial media.
Kehadiran agent pendidikan luar negeri sebagai perantara, penyedia informasi, dan
pemberi petunjuk bagi pelajar , sangat membantu dalam mewujudkan impian kuliah penerus
bangsa ini melalui studi ke luar negeri dan untuk memberikan layanan hal tersebut ,salah satu
usaha yang dilakukan oleh agent pendidikan yang memiliki beberapa kantor cabang di
indonesia memberikan layanan yang optimal kepada calon pelajar dan orang tua aplikasi
layanan Mobile Apps Studying abroad . Dengan layanan ini segala hal yang berhubungan
informasi tentang University di luar negeri, jadwal pameran pendidikan selama setahun, serta
layanan one stop shopping yang dapat diberikan seperti informasi dari pendaftaran sekolah,
kursus persiapan IELTS/TOEFL/SAT, pengurusan visa pelajar yang semuanya dapat
dilakukan melalui sistem ini.Adapun Identifikasi masalah dari penelitian ini ; bagaimana
pengaruh e-service quality terhadap e-satisfaction pengguna layanan aplikasi Mobile Apps
Studying abroad pada calon pelajar yang akan melanjutkan studi ke luar negeri Jabodetabek ,
bagaimana pengaruh e-service quality terhadap e-loyalty pengguna layanan aplikasi Mobile
Apps Studying abroad pada calon pelajar yang akan melanjutkan studi ke luar negeri
Jabodetabek, bagaimana pengaruh e-satisfaction terhadap e-loyalty bagi pengguna layanan
aplikasi Mobile Apps Studying abroad pada calon pelajar yang akan melanjutkan studi ke luar
negeri Jabodetabek
.
Landasan Teori
Global Marketing Strategy menurut Viswantahan dan Dickson (2006) dalam
Simbolon (2013) menyatakan bahwa Strategi Pemasaran Global meliputi dua pendekatan yaitu
strategi pemasaran standar dan strategi pemasaran yang disesuaikan dengan kondisi negara
tempat bisnis perusahaan dipasarkan (Standardization and adaptation of marketing strategies).
Untuk strategi pemasaran dengan pendekatan standar lebih menekankan pada pasar global yang
memiliki sifat pelanggan yang homogen(consumer homogeneity). Strategi ini menekankan
perusahaan untuk dapat memasarkan produk dan layanan yang sama di seluruh dunia dengan
menggunakan biaya yang lebih rendah dan margin yang lebih tinggi. Strategi global dibangun
berdasarkan sistem informasi yang meneliti lingkungan bisnis dunia untuk mengidentifikasi
peluang, tren, ancaman dan sumber daya. Strategi global dibuat untuk menciptakan penawaran
kepada skala global. Keuntungannya : tidak hanya kesuksesan tetapi juga keberlangsungan
perusahaan (Keegan dan Green, 2015:49).
Service (Intangible) - service yang dimaksud dalam hal ini adalah jasa. Alma dalam
Murdiyanto (2018) mendefinisikan jasa sebagai sesuatu yang dapat diidentifikasikan secara
terpisah dari wujud, ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Selain itu Kotler dan Keller
(2013:5) berpendapat bahwa service atau jasa adalah produk yang tidak memiliki wujud, tidak
dapat dipisahkan, bervariasi dan dapat hilang.Jadi jasa merupakan kegiatan yang memberikan
manfaat yang dapat ditawarkan kepada pelanggan yang pada dasarnya miliki sifat tidak
berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun.
Pemasaran Jasa pendidikan - Dengan kehadiran lembaga-lembaga pendidikan
swasta, membawa perubahan dinamika masyarakat yang mempunyai pengaruh terhadap
program yang ditawarkan(Kalenskaya, Gafurov, & Novenkova, 2013) dan dampaknya
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
86
terhadap faktor layanan yang disediakan karena saat ini pasar ingin mendapatkan solusi
tentang pendidikan melalui seorang konsultan (Mark, Sherrard, & Prendergast, 1996).
Agent pendidikan luar negeri - menurut oleh Krasocki (2002) dalam (Wiggins,
2016), adalah Individu, perusahaan, atau organisasi yang menyediakan layanan secara
komersial guna membantu pelajar dan orang tua untuk mendapatkan layanan yang terkait
tentang studi ke luar negeri, sedangkan penelitian dari (Thieme, 2017) menjelaskan bahwa
Agen tidak hanya membantu proses pelajar yang akan melanjutkan studi ke luar negeri tetapi
agent harus memiliki network dengan stakeholder seperti : institusi dari luar negeri, embassy,
airlines, dll. Sementara penelitian yang dilakukan oleh (Tuxen & Robertson, 2018)
menjelaskan bahwa menariknya minat pelajar yang akan melanjutkan studi ke luar negeri ini,
memberikan peluang para agent untuk membuat strategi pemasaran yang efektif melalui
pemasangan iklan reklame, promosi melalui media massa dan pameran pendidikan
internasional,dll.
E-service Quality atau E-ServQual merupakan versi baru dari Service Quality
(ServQual). E-ServQual dikembangkan untuk mengevaluasi suatu pelayanan yang diberikan
pada jaringan Internet. E-Service Quality didefinisikan sebagai perluasan dari kemampuan
suatu situs untuk memfasilitasi kegiatan belanja, pembelian, dan distribusi secara efektif dan
efisien (Chase, Jacobs, & Aquilano, 2006). Berdasarkan Ho dan Lee (2007), terdapat 5 dimensi
pengukuran e-service quality, yaitu: Information Quality, Security, Website Functionality,
Customer Relationship, serta Responsiveness dan Fulfillment.
E-satisfaction- menurut (Ranjbarian et al., 2012) mendefinisikan bahwa e-satisfaction
atau kepuasan pelanggan online dimana merupakan hasil dari persepsi konsumen terhadap
kenyamanan online, perdagangan/cara transaksi, desain situs, keamanan, dan pelayanan atau
dapat dijelaskan bahwa e-satisfaction merupakan kenyamanan yang dirasakan konsumen saat
menggunakan fasilitas dan pelayanan yang diberikan perusahaan secara online.
E-loyalty - niat konsumen untuk mengunjungi website, mobile apps , yang dapat
diartikan sebagai ketertarikan konsumen kepada perusahaan untuk melakukan pembelian
berulang (Hur et al., 2011) terdapat empat bagian (dimensi), yaitu, congnitive, affective,
conative, dan action yang merupakan penerapan dari dimensi tersebut.
Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Asosiatif dimana penelitian yang bersifat
menghubungkan dua variabel atau lebih (Sinambela, 2014:67) ; Sugiyono
(2012:11).Berdasarkan metodenya, penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu kuantitatif dan
kualitatif. Untuk metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif. Metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian dengan memperoleh data yang
berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2012:14). Unit analisis yang
dituju adalah calon pelajar yang menggunakan Mobile Apps studying abroad di wilayah
jabotabek dan dimensi waktu (time horizon) yang digunakan pada penelitian ini adalah cross
sectional. Menurut Sekaran dan Bougie (2013) studi cross sectional adalah sebuah studi yang
dimana pengumpulan datanya hanya dilakukan satu kali, melalui periode waktu dalam
beberapa hari, atau beberapa minggu atau beberapa bulan untuk menjawab pertanyaan dalam
sebuah riset. Berhubungan dengan itu, penelitian ini akan meneliti terhadap calon pelajar yang
telah menggunkan layanan mobile apps pada konsultan pendidikan XYZ, dengan mengambil
unit sample melalui pameran pendidikan yang dilakukan oleh konsultan pendidikan tersebut .
Penelitian ini akan dilakukan dengan menganalisis item-item pada kuesioner dengan Partial
Least Square (PLS) dimana PLS terdapat 2 model yaitu outer model dan inner model. Uji
evaluasi model struktural (outer model) mencakup uji validitas konvergen, validitas
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
87
diskriminan, reliabilitas dan uji multicollinearity. Validitas adalah seberapa besar ketepatan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Selanjutnya, dilakukan
pengujian model struktural (inner model). Evaluasi model pengukuran mencakup uji R2, dan
uji Path Coefficient. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah variabel
bebas, variabel intervening dan variabel terikat.
Pembahasan
Responden pada penelitian ini adalah calon pelajar yang telah menggunakan atau
mengunjungi terhadap layanan aplikasi Mobile Apps studying abroad. Penarikan sampel
dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan kriteria. Penelitian dilakukan dengan cara
menyebarkan kuesioner selama kegiatan pameran pendidikan dan terdapat jumlah sampel yang
diperoleh sebanyak 162 responden. Berdasarkan hal tersebut, maka sampel dapat digunakan.
Adapun presentase dari karakteristik responden yang telah mengisi kuesioner adalah untuk
pria (64,8%) dan wanita (35,2%), sedangkan untuk usia yang mengisi responden sebanyak 5%
berada diatas 40 tahun dan untuk usia antara 21 tahun – 30 tahun dengan jumlah persentase
sebesar 55% sedangkan untuk rentang usia (16 tahun - 20 ) dengan jumlah persentase sebesar
40%. Untuk responden yang akan mengambil jenjang program studi terdiri (50%) responden
yang ingin mengambil jenjang studi S1 , (30%) untuk mengambil program S2 dan Bahasa
Inggris dan (10%) untuk program diploma dimana penyebaran untuk negara tujuan studi
adalah 62% untuk negara Australia, 20% Malaysia. 12% Singapore, sisanya negara ke
Amerika, Inggris, Taiwan dan China.
Analisis PLS – Metode analisis yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS). Metode ini dipilih
untuk mengetahui indikator yang mempengaruhi konstruk, juga untuk mengetahui hubungan
antar konstruk baik antara variabel laten dengan indikatornya, maupun hubungan antar kontruk
laten yang bersifat langsung. Software yang digunakan adalah SmartPLS. Pada gambar
dibawah ini dengan model penelitian sebagai berikut :
Hasil Pengolah SPSS (2020)
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
88
Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model) Analisa Outer Model ini untuk mengetahui hubungan antar variabel laten dengan
indikator-indikatornya, atau dapat dikatakan bahwa outer model mendefinisikan bagaimana
setiap indikator berhubungan dengan variabel latennya. Uji outer model terdiri dari uji validitas
yang meliputi uji Convergent validity, Discriminant validity, nilai AVE, sedangkan uji
reliabilitas terdiri dari Composite reliability dan Cronbach Alpha. Convergent Validity
Validitas konvergen atau Convergent validity digunakan untuk mengetahui validitas yang
dinilai berdasarkan korelasi antara indikator dengan variabel laten. Indikator dikatakan valid
jika nilai Factor loading di atas 0,5. Dalam pengalaman empiris penelitian, nilai loading factor
≥ 0,5 masih dapat diterima, bahkan sebagian ahli mentolerir angka 0,4. Dengan demikian, nilai loading factor ≤ 0,4 harus dikeluarkan dari model (Haryono,2017:372).
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Konvergen Variabel E-Service Quality
Butir Pertanyaan
P Values Tanda Alpha Keputusan
X1 0,718 > 0,5 Valid X2 0,680 > 0,5 Valid X3 0,699 > 0,5 Valid X4 0,706 > 0,5 Valid X5 0,676 > 0,5 Valid X6 0,732 > 0,5 Valid X7 0,665 > 0,5 Valid X8 0,772 > 0,5 Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Konvergen Variabel E-Customer Satisfaction
Butir Pertanyaan
P Values Tanda Alpha Keputusan
Y1 0,860 > 0,5 Valid
Y2 0,848 > 0,5 Valid
Y3 0,795 > 0,5 Valid
Y4 0,879 > 0,5 Valid
Y5 0,805 > 0,5 Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Konvergen Variabel E-Loyalty
Butir Pertanyaan
P Values Tanda Alpha Keputusan
Z1 0,890 > 0,5 Valid
Z2 0,936 > 0,5 Valid
Z3 0,910 > 0,5 Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
89
Uji Discriminant Validity
Discriminant Validity menunjukan bahwa konstruk laten memprediksi apakah nilai
konstruknya lebih baik daripada nilai konstruk lainnya dengan melihat nilai korelasi konstruk
pada cross loadings. Beberapa cara untuk melihat discriminant validity adalah sebagai berikut
: Melihat nilai Cross loading Discriminant validity dapat diukur dengan melihat nilai Cross
loading. Jika semua indikator mempunyai koefisien korelasi yang lebih besar dengan masing-
masing konstruknya dibandingkan dengan nilai koefisien korelasi indikikator pada blok
konstruk pada kolom lainnya, maka disimpulkan bahwa masing-masing indikator dalam blok
adalah penyusun konstruk dalam kolom tersebut (Haryono, 2017:421).
Tabel 4. Cross Loadings Uji Discriminant Validity
Faktor e-Customer
Satisfaction e-Loyalty
e-Service
Quality Keputusan
X1 0,631 0,634 0,718 Valid
X2 0,584 0,382 0,680 Valid
X3 0,523 0,406 0,699 Valid
X4 0,504 0,383 0,706 Valid
X5 0,513 0,404 0,676 Valid
X6 0,560 0,412 0,732 Valid
X7 0,523 0,365 0,665 Valid
X8 0,615 0,451 0,772 Valid
Y1 0,860 0,634 0,728 Valid
Y2 0,848 0,675 0,662 Valid
Y3 0,795 0,744 0,649 Valid
Y4 0,879 0,681 0,658 Valid
Y5 0,805 0,570 0,619 Valid
Z1 0,703 0,890 0,581 Valid
Z2 0,743 0,936 0,572 Valid
Z3 0,720 0,910 0,543 Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
Dari output cross loadings pada tabel 4.13 di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. H-X1 : Indikator X1 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,718
lebih besar dari nilai tabel lain 0,631 dan 0,634 sehingga indikator X1 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
2. H-X2 : Indikator X2 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,680
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
90
lebih besar dari nilai tabel lain 0,584 dan 0,382 sehingga indikator X2 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
3. H-X3 : Indikator X3 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,699
lebih besar dari n sehingga indikator X3 merupakan penyusun konstruk dalam kolom
tersebut
4. H-X4 : Indikator X4 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,706
lebih besar dari nilai tabel lain 0,504 dan 0,383 sehingga indikator X4 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
5. H-X5 : Indikator X5 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,676
lebih besar dari nilai tabel lain 0,513 dan 0,404 sehingga indikator X5 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
6. H-X6 : Indikator X6 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,732
lebih besar dari nilai tabel lain 0,560 dan 0,412 sehingga indikator X6 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut.
7. H-X7 : Indikator X7 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,665
lebih besar dari nilai tabel lain 0,523 dan 0,365 sehingga indikator X7 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
8. H-X8 : Indikator X8 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,772
lebih besar dari nilai tabel lain 0,615 dan 0,451 sehingga indikator X8 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
9. H-Y1 : Indikator Y1 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,860
lebih besar dari nilai tabel lain 0,634 dan 0,728 sehingga indikator Y1 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
10. H-Y2 : Indikator Y2 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,848
lebih besar dari nilai tabel lain 0,675 dan 0,662 sehingga indikator Y2 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
11. H-Y3 : Indikator Y3 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,795
lebih besar dari nilai tabel lain 0,744 dan 0,649 sehingga indikator Y3 merupakan
penyusun konstruk dalam kol H-Y4 : Indikator Y4 berpengaruh dapat dilihat dari tabel
cross loading ssebesar 0,879 lebih besar dari nilai tabel lain 0,681 dan 0,658 sehingga
indikator Y4 merupakan penyusun konstruk dalam kolom tersebut
12. Indikator Y5 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,805 lebih besar
dari nilai tabel lain 0,570 dan 0,619 sehingga indikator Y5 merupakan penyusun
konstruk dalam kolom tersebut
13. Indikator Z1 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,890 lebih besar
dari nilai tabel lain 0,703 dan 0,581 sehingga indikator Z1 merupakan penyusun
konstruk dalam kolom tersebut
14. H-Z2: Indikator Z2 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,936
lebih besar dari nilai tabel lain 0,743 dan 0,572 sehingga indikator Z2 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
15. H-Z3 : Indikator Z3 berpengaruh dapat dilihat dari tabel cross loading sebesar 0,910
lebih besar dari nilai tabel lain 0,720 dan 0,543 sehingga indikator Z3 merupakan
penyusun konstruk dalam kolom tersebut
Membandingkan nilai akar kuadrat AVE Discriminant Validity selanjutnya diukur
dengan membandingkan nilai Square-root of AVE (akar kuadrat AVE) setiap konstruk dengan
korelasi antara konstruk dengan konstruk lainya dalam model. Jika nilai akar kuadrat AVE
setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya
dalam model maka memiliki nilai discriminant validity yang baik (Haryono, 2017).
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
91
Tabel 5. Uji Discriminant Validity
Y Z X
Y 0,838
Z 0,792 0,912
X 0,793 0,619 0,707
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator
dari variabel atau konstuk. Suatu alat ukur atau instrumen yang berupa kuesioner dikatakan
dapat memberikan hasil ukur yang stabil atau konstan, bila alat ukur tersebut dapat
diandalkan atau reliabel. Reliabilitas instrumen penelitian dalam penelitian ini diuji dengan
menggunakan composite reliability dan koefisien cronbach’s Alpha. Suatu konstruk
dikatakan reliabel jika nilai composite reliability di atas 0,70 (Nunnaly, 1996 dalam Ghozali,
2011:43).
Tabel 6. Composite Reliability
Variabel Composite Realibility
(CR) Tanda
Desired
Value Keputusan
e-Customer Satisfaction 0,922 > 0,7 Reliabel
e-Loyalty 0,937 > 0,7 Reliabel
e-Service Quality 0,889 > 0,7 Reliabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
Sedangkan menurut Widarjono (2015:278) bahwa instrumen dikatakan reliabel jika
nilai Cronbach alpha ≥ 0,6 untuk penelitian eksplorasi. Berikut merupakan data hasil analisis dari pengujian composite reliability maupun cronbach alpha :
Tabel 7. Cronbach’s Alpha
Variabel Cronbach’s Alpha Tanda Desired
Value Keputusan
e-Customer Satisfaction 0,894 > 0,60 Reliabel
e-Loyalty 0,899 > 0,60 Reliabel
e-Service Quality 0,857 > 0,60 Reliabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
92
Evaluasi Model Struktural (Inner Model)
Coefficient Determination (R2)
Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan
antar konstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian.
Tabel 8. Hasil Uji R-Square
R Square R Square Adjusted
e-Customer Satisfaction 0,776 0,772
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa nilai R-square e- Customer Satisfaction
sebesar 0,776. Hal ini memiliki arti bahwa variabilitas konstruk e-Customer Satisfaction dapat
di jelaskan oleh variabilitas konstruk e- Service Quality dan e-Loyalty sebesar 77,6%
sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang diteliti. Semakin besar
angka R-square menunjukan semakin besar variabel independen tersebut dapat menjelaskan
variabel dependen sehingga semakin baik persamaan strukturalnya. Menurut Ghozali (2009)
dalam Melinda (2017) variabel laten endogen dalam model struktural yang memiliki hasil R2
sebesar 0,67 mengindikasikan bahwa model “baik”, R2 sebesar 0,33 mengindikasikan bahwa
model “moderat”, R2 sebesar 0,19 mengindikasikan bahwa model “lemah”. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel laten e-Customer Satisfaction dan e-Loyalty keduanya
diindikasikan memiliki model yang moderat.
Pengujian Hipotesis
Dalam tahap pengujian hipotesis ini, maka akan di analisis apakah ada pengaruh yang
signifikan antara variabel independen terhadap variabel dependen Pengujian hipotesis yang
diajukan dilakukan dengan melihat path coefficients yang menunjukkan koefisien parameter
dan nilai signifikansi T- statistik. Signifikansi parameter yang diestimasi dapat memberikan
informasi mengenai hubungan antar variabel-variabel penelitian. Batas untuk menolak dan
menerima hipotesis yang diajukan yaitu menggunakan probabilitas 0,05. Nilai probabilitas (P
values) harus lebih kecil dari 0,05 sementara nilai T-statistik harus diatas 1,96 (Ghozali &
Latan, 2015).
Tabel 9. Uji T Path Coefficients
Variabel T-Statistik
Path Coefficient Tanda
Desired
Value Keputusan
Y -> Z 8,681 > 1,96 Valid
X -> Y 19,580 > 1,96 Valid
X -> Z 0,206 < 1,96 Tidak Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
93
e-Service Quality (X) terhadap e–Customer Satisfaction (Y) Hipotesis:
Ho : Variabel E-Service Quality (X) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap e-Customer
Satisfaction (Y) pengguna aplikasi Mobile Apps Studying abroad pada perusahaan XYZ
Ha : Variabel E-Service Quality (X) berpengaruh secara signifikan terhadap e-Customer
Satisfaction (Y) pengguna aplikasi Mobile Apps Studying abroad pada perusahaan XYZ:
Nilai Probabilitas (P values) > 0,05 ; nilai T-statistik < 1,96 maka Ho diterima (Tidak ada
pengaruh)
Nilai Probabilitas (P values) < 0,05 ; nilai T-statistik > 1,96 maka Ho ditolak (Ada pengaruh)
Keputusan: P Values : 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima T-Statistik : 19,589 >
1,96, maka Ho ditolak dan Ha diterima Kesimpulan : Terdapat pengaruh antara E-Service
Quality terhadap e-Customer Satisfaction pengguna Mobile Apps Studying abroad
e-Service Quality (X) terhadap e–Loyalty (Z) Hipotesis:
Ho : Variabel E-Service Quality (X) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap E-Loyalty
(Z) pengguna Mobile Apps Studying abroad
Ha : Variabel E-Service Quality (X) berpengaruh secara signifikan terhadap E-Loyalty (Z)
pengguna aplikasi Mobile Apps Studying abroad
Dasar Pengambilan Keputusan: Nilai Probabilitas (P values) > 0,05 ; nilai T-statistik < 1,96
maka Ho diterima (Tidak ada pengaruh) Nilai Probabilitas (P values) < 0,05 ; nilai T-statistik
> 1,96 maka Ho ditolak (Ada pengaruh) Keputusan: P Values : 0,837 > 0,05, maka Ho diterima
dan Ha ditolak T-Statistik : 0.206 < 1,96, maka Ho diterima dan Ha ditolak Kesimpulan Tidak
ada pengaruh antara E-Service Quality terhadap e-Loyalty pengguna aplikasi Mobile Apps
Studying abroad pada PT XYZ di jakarta
e-Customer Satisfaction (Y) terhadap e-Loyalty (Z) Hipotesis:
Ho : Variabel e-Customer Satisfaction (Y) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap E-
Loyalty (Z) pengguna aplikasi Mobile Apps Studying abroad pada PT XYZ di jakarta
Ha : Variabel e-Customer Satisfaction (Y) berpengaruh secara signifikan terhadap E-Loyalty
(Z) pengguna aplikasi Mobile Apps Studying abroad pada PT XYZ di jakarta
Dasar Pengambilan Keputusan: Nilai Probabilitas (P values) > 0,05 ; nilai T-statistik < 1,96
maka Ho diterima (Tidak ada pengaruh) Nilai Probabilitas (P values) < 0,05 ; nilai T-statistik
> 1,96 maka Ho ditolak (Ada pengaruh) Keputusan: P Values : 0,00 < 0,05, maka Ho ditolak
dan Ha diterima T-Statistik : 8,681 > 1,96 maka Ho ditolak dan Ha diterima Kesimpulan :
Terdapat pengaruh antara e-Customer Satisfaction terhadap E-Loyalty pengguna aplikasi
Mobile Apps Studying abroad pada PT XYZ di jakarta
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
94
e-Service Quality (X) terhadap e-Loyalty (Z) melalui e-Customer Satisfaction (Y)
Hipotesis:
Ho : Variabel e-Customer Satisfaction (Y) tidak memediasi pengaruh antara E-Service
Quality (X) terhadap Customer Loyalty (Z).
Ha : Variabel e-Customer Satisfaction (Y) memediasi pengaruh antara E- Service Quality
(X) terhadap Customer Loyalty (Z).
Dasar Pengambilan Keputusan: Nilai koefisien pengaruh tidak langsung > nilai koefisien
pengaruh langsung maka Ho ditolak dan Ha diterima. Nilai koefisien pengaruh tidak langsung
< nilai koefisien pengaruh langsung maka Ho diterima dan Ha ditolak. Keputusan: 0,641 > -
0,022 maka Ho ditolak dan Ha diterima Kesimpulan : Variabel e-Customer Satisfaction (Y)
memediasi pengaruh antara E-Service Quality (X) terhadap Customer Loyalty (Z).Maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara E-Service Quality terhadap E-Loyalty pengguna
aplikasi Mobile Apps Studying abroad pada PT XYZ di jakarta.
Untuk menguji hubungan antara e-service quality terhadap e-loyalty melalui e-
customer satisfaction dapat dilihat pada tabel Specific Indirect Effect berikut:
Tabel 10. Uji T Specific Indirect Effect
Variabel T-Statistik
Indirect Effect Tanda
Desired
Value Keputusan
X ->Y -> Z 7,743 > 1.96 Valid
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2019
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai t-statistik dari variabel X (e-service
quality) terhadap variabel Z (e-loyalty) melalui variabel Y (e-customer satisfaction) adalah
7,743. Nilai t-statistik 7,743 > 1,96 maka variabel Y menjadi efek mediasi penuh sehingga
hipotesis mendukung. Dapat disimpulkan bahwa e-service quality berpengaruh terhadap e-
loyalty secara tidak langsung melalui e-customer satisfaction.
Berdasarkan hasil uji nilai t hitung pada program aplikasi SmartPLS, didapatkan gambar
model uji pengaruh sebagai berikut :
Gambar 4. Model Hubungan Kausal Antar Variabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
95
Tabel 11. Rekap Direct dan Indirect Effect
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2020
Berdasarkan hasil dari Tabel 4.24, dapat disimpulkan bahwa hasil dari pengolahan data
adalah sebagai berikut:
1. E-service quality (X) secara langsung mempengaruhi e-customer satisfaction (Y) sebesar
79.3%.
2. E-service quality (X) secara langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap customer
loyalty (Z) karena nilai probabilitasnya paling kecil sehingga dianggap tidak memiliki
pengaruh secara langsung, sedangkan secara tidak langsung (melalui e-customer
satisfaction (Y) ) sebesar 64.1%, dapat disimpulkan bahwa pengaruh secara tidak
langsung lebih besar daripada pengaruh secara langsung. Hal ini menunjukkan bahwa,
melalui peningkatan e-customer satisfaction, maka e-service quality dapat
mempengaruhi tingkat e-customer loyalty daripada hanya meningkatkan e-service quality
untuk memperoleh peningkatan e-customer loyalty. E-customer satisfaction (Y) secara
langsung mempengaruhi e-loyalty (Z) sebesar 80.9%.
Pengujian hipotesis yang di lakukan dalam penelitian ini mengunakan uji path dan uji
efek mediasi. Pembahasan hasilnya adalah sebagai berikut:
E-Service Quality (X) berpengaruh secara signifikan terhadap E- Customer
Satisfaction (Y) Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4.22 Path Coefficient, terdapat
pengaruh secara signifikan antara e-service quality terhadap e- customer satisfaction. Hal ini
dapat dibuktikan dengan nilai p values sebesar 0,00 sehingga memenuhi kriteria nilai
signifikansi dibawah 5% (0,05). Variabel e-service quality juga memiliki pengaruh positif
terhadap variabel e- customer satisfaction yang dibuktikan berdasarkan output nilai T Statistik
pada tabel 4.18 Uji T Path Coefficients yang bernilai positif yaitu 19,580. Dengan demikian
pengujian hipotesis H1 dalam penelitian ini diterima.
E-Customer Satisfaction (Y) berpengaruh secara signifikan terhadap E- Loyalty
(Z) Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4.22 Path Coefficient terdapat pengaruh secara
signifikan antara e-customer satisfaction terhadap e-loyalty. Hal ini dapat dibuktikan dengan
nilai p values sebesar 0,00 sehingga memenuhi kriteria nilai signifikansi dibawah 5% (0,05).
Variabel e-customer satisfaction juga memiliki pengaruh positif terhadap variabel e-loyalty
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
96
yang dibuktikan berdasarkan output nilai T Statistik pada tabel 4.18 Uji T Path Coefficients
yang bernilai positif yaitu 8,681. Dengan demikian pengujian hipotesis H3 dalam penelitian
ini diterima.
E-Customer Satisfaction (Y) memediasi pengaruh antara E-Service Quality (X)
terhadap Customer Loyalty (Z). Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4.23 Uji T Specific
Indirect Effect, terdapat pengaruh secara signifikan antara e-service quality terhadap e-loyalty
melalui E-Customer Satisfaction.sebesar 7,743 sehingga memenuhi kriteria signifikansi di
atas 1,96. Dengan demikian, pengujian hipotesis H4 dalam penelitian ini diterima.
Daftar Pustaka
Abdillah, Willy dan Jogiyanto. (2015). Partial Least Square (PLS) Alternatif Structural
Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. (Ed.1). Yogyakarta: ANDI
Abdillah, W., dan Hartono, J. (2015). Partial Least Square (PLS)- Alternatif Structural
Equation Modeling (SEM) dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.
Ali, Basel J.A dan Omar, Dr.Wan Ahmad Wan. (2016). Relationship between E-Banking
Service Quality and Customer Satisfaction to Commercial Bank in Jordan. American
Based Research Journal, 5, 2304 – 7151
Badan Koordinasi Penanaman Modal. (2018). Siaran Pers Realisasi Investasi PMA dan PMDN
Januari – September 2018. Diperoleh 20 November 2018 dari www.bkpm.go.id
Buttle, F., & Maklan, S. (2015). Customer relationship management. (1st ed.). London [u.a.]:
Routledge.
Candra, Sevenpri (2014). The service quality of Internet Banking and Impact to Customer
Satisfaction:A Preliminary Finding. International Journal of Applied Engineering
Research, 9, 17963-17970
Christanti, N., dan Linda Ariany Mahastanti. (2011). Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan
Investor dalam Melakukan Investasi. Jurnal Manajemen Teori dan Terapan I, 7, 11-16
Ferdinand, Augusty. (2014). Metode Penelitian Manajemen. Semarang:BP Universitas
Diponegoro
Ghozali, I. Latan, H. (2012). Partial Least Square : Konsep, Teknik dan Aplikasi SmartPLS 2.0
M3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair, J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2014). A Primer on Partial Least
Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Los Angeles, London, New Delhi,
Singapore, Washington DC: SAGE.
Haryono, Siswoyo. (2017). Metode SEM Untuk Penelitian Manajemen dengan AMOS Lisrel
PLS. Cetakan I. Jakarta: Luxima Metro Media, Hal 394, 405.
Hery & Tarigan, R.E. (2015). A Study of Customer Satisfaction on Online Trading System
Application of Securities Company in Indonesia using SERVQUAL. Journal CommIT
9(1), 19-22
Keegan, W. and Green, M. (2015). Global marketing. (8th ed.) Boston: Pearson, pp.236-237.
Kotler, P. dan Keller, K. L. (2012). Marketing Management (14th ed.), Pearson Education,
Murdiyanto, Edi. (2018). Pengaruh Online Trading Terhadap Kepuasan Nasabah PT
Sucorinvest Central Gani Cabang Kediri. Jurnal Ekonomi Universitas Kadiri, 3(2), 51-
75
Ming, P.W.W. (2014). The Effect of Website Quality on Customer e-Loyalty: The Mediating
Effect of Trustworthiness. International Journal of Academic Research in Business and
Social Sciences. 4,(3), 11-16
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume xx, Nomor xx, Bulan xx
Rianto Nurcahyo
97
Melinda. (2017). Pengaruh E-Service Quality terhadap E-Loyalty Pelanggan GO-JEK melalui
E-Satisfaction pada Kategori GO-RIDE. AGORA 5, (1), 114-119
Osman, Z., et al. (2016). Mediating Effect of Customer Satisfaction on Service Quality and
Trust Relationship in Malaysia Banking Industry. International Journal of Advance in
Mangement, Economics and Entrepreneurship. 3(1), p. 10-39
Prasetya, F.N. & So, I.G. (2014). Pengaruh e-Marketing dan E-CRM terhadap E-Loyalty
Website Usaha Komunikasi Pemasaran. Business Business Review, 5,(1), 8-17
Priyatno, Duwi (2013). Mandiri Belajar Analisis Data Dengan SPSS. Yogyakarta: Media Kom.
Schiffman, Leon G. & Wisenblit J.L. (2014). Consumer Behavior. (11th ed.). Boston: Prentice
Hall PTR
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT Alfabet.
Sinambela, Lijan Poltak. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sujarweni, Wiratna. (2014). Metodologi penelitian: Lengkap, praktis, dan mudah dipahami.
Yogyakarta: PT Pustaka Baru Press
Supriyantini, I. Suyadi, dan Riyadi. (2014). Pengaruh Efficiency, Fulfillment, System
Availability, dan Privacy terhadap E-Satisfaction. Jurnal Administrasi Bisnis. 05(02),
12-23
Widarjono, Agus. (2015). Analisis Multivariate Terapan. (2th Ed.). Yogyakarta:UPP STIM
YKPN
Widiaswara, Tias & Sutopo. (2017). Analisis Pengaruh Kualitas Produk Dan Citra Merek
Terhadap Loyalitas Pelanggan Melalui Kepuasan Pelanggan Sebagai Variabel
Intervening. Diponegoro Journal Of Management, 6(4), 1-15
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
98
Analisis Kinerja Strategi Bisnis Koperasi Karyawan UNTAG Surabaya
dengan Pendekatan Balance Scorecard
Mochammad Singgih
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Djoko Sulistyono Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
muhammad1singh@gmail.com
Abstrak
Koperasi adalah penggerak ekonomi rakyat, yang dipandang sebagai soko guru perekonomian
diharapkan tetap mampu bertahan ditengah perkembangan jaman yang erat akan persaingan
bisnis. Koperasi dituntut dapat tetap menjalankan usahanya dengan terus meningkatkan kinerja
dalam pengorganisasiannya agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Kaplan dan Norton
dalam bukunya balanced scorecard menjelaskan Organisasi perlu memperhatikan perpektif
lain yang tidak kalah penting selain keuangan yakni pelanggan, proses bisnis internal, dan
pertumbuhan/pembelajaran. Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yakni: 1.
Bagaimana kinerja KopKar Untag Sby melalui pendekatan Balanced Scorecard pada tahun
2020 ? dan 2. Apa langkah-langkah strategis bagi KopKar Untag Sby dalam
memperbaiki dan meningkatkan kinerja di masa akan datang ?
Komponen-komponen Balanced scorecard diuraikan lebih lanjut dalam analisis deskriptif.
Temuan dari penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: Tiga parameter perspektif keuangan semua
mengalami peningkatan dan penurunan selama 5 tahun ( 2015 -2019 ) yakni Net Profit Margin
(NPM), Return On Asset ( ROA ) dan Return On Equity (ROE). Dalam perspektif pelanggan 2
variabel kurang baik yakni : Customer retention d a n C u s t o m e r A c q u i s i t i o n naik
turun. Kepuasan anggota sangat baik. Dan Jumlah keluhan cenderung menurun. Hal ini
menunjukkan kecenderungan yang baik. Namun untuk kinerja Proses Bisnis Internal, Inovasi dinilai
kurang. Tiga parameter perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yakni Karyawan, Pengurus dan
Pengawas menunjukkan relative baik. Jadi secara keseluruhan kinerja KopKar Untag Sby ditinjau
dari 4 perspektif Balanced Scorecard hanya 1 persepektif proses bisnis internal (Inovasi) yang
kurang. Sehingga secara umum kinerja KopKar Untag Sby masih dalam kategori baik.
Kata kunci : Pengukuran kinerja, Balanced Scorecard, Koperasi, Penggerak Ekonomi Rakyat.
Pendahuluan.
Konsep Balanced Scorecard dikembangkan sebagai konsep pengukuran kinerja
organisasi lebih dari dua decade oleh Kaplan & Norton (Kaplan & Norton, 1992).
Penerapan konsep Balanced Scorecard telah diadopsi oleh banyak perusahaan bahkan
organisasi pemerintah sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Butler, Letza dan Neale
(Butler, Letza dan Neale, 1997) dimana beberapa organisasi besar yang ada di Amerika Serikat
seperti United States Government, Intel, Apple, Miliken. Seiring dengan perkembangan jaman
metode Balanced Scorecard tidak hanya digunakan sebagai alat pengukuran kinerja bagi
lingkup bisnis (Nirlaba) namun juga berfungsi sebagai alat untuk mengukur kinerja organisasi
pemerintah dan organisasi non nirlaba lainnya.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
99
Tiga pilar ekonomi nasional yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Swasta dan
koperasi berupaya melakukan usaha diberbagai sector, diantaranya seperti sektor jasa
keuangan maupun pembiayaan. Badan usaha tersebut memberikan berbagai jasa keuangan
maupun pembiayaan untuk membantu serta memfasilitasi masyarakat dan sektor Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Koperasi merupakan suatu badan usaha berasaskan kekeluargaan yang bertujuan untuk
menyejahterakan anggotanya seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian. Koperasi yang dipandang sebagai soko guru perekonomian
diharapkan tetap mampu bertahan ditengah perkembangan jaman yang erat akan persaingan
bisnis. Koperasi dituntut untuk dapat tetap menjalankan usahanya dengan terus meningkatkan
kinerja dalam pengorganisasiannya agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk
mengukur hasil kinerja dibutuhkan suatu pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja penting
dilakukan untuk menilai kinerja yang telah dilakukan organisasi tersebut serta dapat
mengevaluasi aktivitas yang telah dilakukan.
Kinerja suatu organisasi tidak lagi diukur dari segi keuangan, namun juga
memperhatikan aspek lain dari segi non keuangan pula sehingga antara aspek keuangan dan
non keuangan terdapat keseimbangan. Metode yang digunakan untuk mengukur kinerja
baik dari aspek keuangan maupun non keuangan adalah dengan menggunakan metode
Balanced Scorecard.
Oleh sebab itu, pengukuran kinerja dari segi non keuangan perlu dilakukan agar
perusahaan / koperasi tidak hanya berfokus pada peningkatan dan perbaikan di aspek
keuangan saja, tetapi juga memperhatikan aspek non keuangan.
Dari uraian diatas maka dilakukan penelitian : ”Analisis Kinerja Strategi Bisnis Koperasi
Karyawan Untag Sby dengan pendekatan metode Balanced Scorecard” di Koperasi Karyawan
Untag Surabaya. Dengan tujuan untuk : Menganalisis kinerja KopKar Untag Sby pada tahun
2019 / 2020 dengan pendekatan Balanced Scorecard, dan Merekomendasikan langkah-
langkah strategis bagi KopKar Untag Sby dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja di
masa datang.
Landasan Teori.
Pengukuran Kinerja Pada Koperasi
Menurut Partomo (Partomo dan Soedjono 2009) bahwa koperasi juga memiliki
kekhususan yang berbeda dengan non koperasi untuk menjadi karakteristik yang membedakan.
Kekhususan dari koperasi adalah bahwa setiap fungsi manajemen harus se lalu memperhatikan
manfaat bagi anggota koperasi selaku pemilik dan sekaligus p e l a n g g a n yang berbeda
dari non koperasi yang tidak mempengaruhi identitas ganda dari pemiliknya.
Kekhususan yang dimiliki koperasi menyebabkan ada perhatian dalam
pengembangan guna mencapai tujuan yang diharapkan yaitu meningkatkan kesejahteraan
anggota. Pengelola koperasi hendaknya berupaya dengan seksama untuk mengembangkan
koperasi, sehingga pada akhimya tujuan yang diharapkan dapat dicapai. Perbaikan
terhadap kelemahan hendaknya dilakukan secara berkelanjutan agar tujuan yang diharapkan
dapat dicapai. Perbaikan akan dapat dilakukan pengelola koperasi bila mampu melakukan
pengukuran kinerja dengan baik.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
100
Pengukuran kinerja akan mendatangkan manfaat bagi pengelola koperasi
untuk mengetahui posisi kemampuan yang dimiliki dalam berusaha, sehingga dengan demikian
akan menjadi informasi yang sangat berarti dalam rangka melakukan perbaikan sebagai proses
penyempurnan yang pada akhimya mampu menghantarkan koperasi mencapai tujuan
meningkatkan kesejahteraan anggota.
Pengukuran kinerja pada koperasi sama seperti badan usaha yang lain hendaknya
ditinjau dari sisi keuangan dan non keuangan. Adanya pengukuran kinerja non keuangan
mendatangkan kemampuan melakukan operasional koperasi yang efesien dan efektitif
dengan berdasar informasi kinerja non keuangan.
Kemampuan menciptakan operasional koperasi yang efisien dan efektif akan
mendatangkan kemampuan menciptakan kinerja keuangan yang baik untuk menjadi modal
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.
Keunggulan Balanced Scorecard
Menurut Halim (Abdul Halim 2009) keunggulan Balanced scorecard adalah:
1) Merupakan konsep pengukuran yang komprehensif yang menekankan pengukuran kinerja
manajemen tidak hanya pada aspek kuantitatif saja tetapi juga aspek kualitatif.
2) Merupakan konsep yang adaptif dan responsive terhadap lingkungan bisnis.
3) Memberikan fokus terhadap tujuan menyeluruh perusahaan.
Balanced Scorecard untuk Pengukuran Kinerja Koperasi
Dari pernyataan Vincent Gaspers (Gaspers, 2003) bahwa balanced scorecard
merupakan suatu konsep manajeme n yang membantu menerjemahkan strategi ke dalam
tindakan. Balanced scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran operasional atau teknis.
Penggunaan balanced scorecard yang inovatif berperan penting sebagai suatu sistem
manajemen strategis yang mengelola strategi sepanjang waktu.
Kemampuan meningkatkan kinerja yang dimiliki akan mendorong koperasi untuk lebih
maju, menarik anggota yang lebih banyak, serta akhimya mampu mencapai tujuan yang lebih
umum yaitu membantu meningkatkan perekonomian nasional disamping meningkatkan
kesejahteraan anggota.
Penerapan balanced scorecard akan berhasil bila seluruh bagian di perusahaan
memiliki komitmen melakukan dengan baik sesuai dengan perspektif yang dibutuhkan. Hal
ini disebabkan balanced scorecard melakukan tinjauan kinerja dari perspektif keuangan dan
non keuangan yang terdiri dari pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan.
Perspektif Balanced Scorecard dalam Pengukuran Kinerja Koperasi
Perspektif Balanced Scorecard, menurut Sujarweni (Sujarweni.V.W, 2015) :
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur untuk melakukan penilaian terhadap kinerja keuangan
menggunakan rasio-rasio keuangan seperti laba bersih dan ROI. Rasio tersebut sering
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
101
digunakan perusahaan untuk menilai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.
2. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan adalah perspektif yang mengevaluasi dan mengukur kinerja yang
berorientasi pada pelanggan sampai dimana tingkat kepuasan yang mereka peroleh. Ada 3
hal yang digunakan sebagai bahan penilaian pelanggan yaitu tingkat kepuasan konsumen,
penguasaan pangsa pasar perusahaan, dan profitabilitas konsumen. lni digunakan untuk
mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil dicapai oleh perusahaan.
3. Perspektif Proses Bisnis lnternal
Perspektif proses bisnis internal adalah perspektif yang mengevaluasi relevansi perancangan
sistem penilaian kinerja perusahaan yang mampu mengimplementasikan strategi
perusahaan dan membentuk suatu mekanisme proses bisnis internal yang baik. Tahapan
dalam proses bisnis internal meliputi: proses inovasi, proses operasi, dan proses
penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan.
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran adalah perspektif yang menilai ukuran kinerja
yang dapat mengarahkan perusahaan untuk melakukan perubahan agar dapat tetap
berkembang dan menciptakan masa depan. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan
yaitu Kemampuan karyawan, Kemampuan sistem informasi, dan Motivasi, Pemberian dan
Pembatasan Wewenang.
Metode Penelitian.
Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di KopKar Untag Sby yang terletak di dalam Kampus Untag Sby,
Jalan Semolowaru 45 Surabaya.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2020 – Nopember 2020.
Subyek dan Objek Penelitian
1. Subyek Penelitian
Subjek penelitian adalah orang - orang atau pihak - pihak yang akan dijadikan sasaran
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Dalam penelitian ini, subjek penelitian
terdiri dari:
a. Anggota Koperasi
b. Karyawan Koperasi
c. Pengurus Koperasi
d. Pengawas Koperasi
2. Obyek Penelitian
a. Laporan Keuangan KopKar Untag Sby periode 2015-2019.
b. Hasil wawancara dengan pengurus dan karyawan yang akan digunakan sebagai data
dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran serta gambaran umum KopKar Untag
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
102
Sby.
c. Hasil kuesioner anggota, pengurus, dan karyawan serta pengawas koperasi yang
digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan anggota pada perspektif pelanggan dan
kepuasan pengurus, pengawas serta karyawan pada perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran.
Teknik Analisis Data
Langkah Langkah Analisa data adalah sbb :
a), Pengumpulan data meliputi : Laporan Keuangan dan jumlah anggota KopKar Untag
Sby tahun 2015-2019; hasil kuesioner anggota, karyawan, pengurus dan pengawas;
Dan hasil wawancara dengan pengurus.
b). Mengukur kinerja koperasi berdasarkan perspektif pada Balanced Scorecard
Perspektif Keuangan
Berdasarkan data laporan keuangan KopKar Untag Sby diperiode 2015-2019 dianalisis
menggunakan rasio-rasio berikut:
a) Net Profit Margin (NPM):
Net Profit Margin digunakan untuk mengukur tingkat laba yang diperoleh koperasi atas setiap
pendapatan yang diperoleh. Semakin tinggi rasio NPM berarti kinerja koperasi semakin efisien.
NPM= X 100% (1)
b) Return On Assets(ROA)
Return On Assets digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian yang diperoleh koperasi
atas setiap investasi yang dilakukan. Semakin tinggi ROA, semakin baik pula kinerja koperasi.
ROA= X 100% (2)
c) Return On Equity (ROE) Return On Equity digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal, dengan
membandingkan SHU dengan total modal yang ada dalam koperasi. Semakin tinggi ROE,
maka kinerja koperasi semakin baik.
ROE= X100% (3)
2). Perspektif Pelanggan
a) Customer Retention (CR) atau Retensi pelanggan Untuk mengetahui kemampuan koperasi dalam mempertahankan anggotanya dapat digunakan
rumus:
CR= X100% (4)
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
103
b) Customer Acquisition (CA) atau akuisisi pelanggan Akuisisi pelanggan digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan koperasi dalam
menarik anggota baru.
CA= X100% (5)
c) Kepuasan Pelanggan / Anggota
Untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan, maka dilakukan survey kepuasan pelanggan
dengan membagikan kuesioner kepada anggota koperasi. Kuesioner kepuasan pelanggan
didasarkan pada atribut harga, mutu, dan waktu. Hasil dari kuesioner kemudian dianalisis
dengan menggunakan:
a) Analisis Multiatribute Attitude Model (MAM), (Angel, 1994) :
Ab= (6)
Keterangan:
Ab = sikap pelanggan secarakeseluruhan terhadap obyek
Wi = bobot rata-rata yang diberikan responden terhadap atribut i
Ii = nilai ideal rata-rata pelanggan padaa tribut i
Xi = nilai belief rata-rata pelanggan pada atribut i
n = jumlah atribut
(a) Menentukan Wi dengan rumus:
Wi= X100% (7)
Tabel 1. Perolehan bobot masing-masing atribut :
Nomor
Urut
Nilai Bobot (Wi)
1 3 3/6 x 100% = 50
2 2 2/6 x 100% = 33
3 1 1/6 x 100% = 17
Total 6 100
(b) Menentukan n dengan cara memilih atribut yang dominan. Selanjutnya diberi nilai
dari satu sampai ke-n, urutan sebelumnya diberi nilai lebih tinggi dari urutan berikutnya
sebanyak n.
(c) Menentukan skala sikap dari kuesioner dalam bentuk skor dengan 1 sampai dengan
5.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
104
Tabel 2. Urutan skala sikap :
(d) Nilai ideal dan belief dihitung menggunakan rumus:
nilai ideal = skor x absolute responden ideal masing-masing alternatif jawaban.
nilai belief = skor x absolute responden belief masing-masing alternatif jawaban.
Kemudian mencari nilai belief rata-rata dan nilai ideal rata- rata:
Nilai ideal rata-rata = (8)
Nilai belief rata-rata = (9)
(e) Masukkan data ke dalam tabel kemudian masukkan ke dalam skala Likert (Sugiyono,
1998). (sikap–1) x 100 = X, sehingga diperoleh (5-1) x 100 =400 artinya skor/bobot tertinggi
yaitu 5 dikurangi dengan skor/bobot terendah yaitu 1.
Tabel 3. Skala Sikap secara keseluruhan :
SP P RR TP STP
0 80 160 240 320 400
Keterangan:
0-80 = Sangat Puas
80-160 = Puas
160-240 = Ragu-Ragu
240-320 = TidakPuas
320-400 = Sangat Tidak Puas
Hasil perhitungan skala sikap secara keseluruhan dapat diartikan jika skala semakin
kecil atau mendekati nol, maka sikap anggota secara keseluruhan semakin baik. Hal ini dapat
dikatakan bahwa anggota merasa puas terhadap produk dan layanan jasa yang diberikan oleh
Koperasi. Jika skala semakin ke kanan maka sikap anggota secara keseluruhan relatif tidak
baik / negatif, hal ini dapat dikatakan bahwa pelanggan merasa tidak puas terhadap produk dan
layanan jasa yang diberikan oleh koperasi.
No Jawaban Skor
Sikap
1 Sangat Puas / Sangat Berharap.
2 Puas / Berharap.
3 Ragu-Ragu.
4 Tidak Puas / Tidak Berharap.
5 Sangat Tidak Puas / Sangat
Tidak berharap.
5
4
3
2
1
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
105
f) Analisis Prioritas Kepentingan Analisis ini digunakan untuk mengetahui atribut-atribut
yang paling menentukan sikap anggota dalam menggunakan jasa yang diberikan oleh
koperasi. Dalam kuesioner, jawaban responden diberi peringkat sebagai berikut:
Tabel 4. Prioritas Kepentingan.
Peringkat Bobot
1 3
2 2
3 1
Jawaban responden dari setiap atribut dikalikan dengan bobot yang diberikan dari setiap
atribut kemudian dijumlahkan. Hasil dari perkalian setiap atribut menentukan ukuran - ukuran
kepentingan. Hasil yang paling banyak merupakan atribut yang menjadi prioritas utama dalam
menggunakan produk / jasa.
Persepektif Proses Bisnis Internal
Untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan / anggota, maka dilakukan survey
kepuasan anggota dengan membagikan kuesioner kepada anggota koperasi. Kuesioner
kepuasan anggota didasarkan pada atribut Inovasi, Proses Opreasi dan Layanan -Purna Jual.
Hasil dari kuesioner kemudian dianalisis dengan menggunakan:
Analisis Multiatribute Attitude Model (MAM).
Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Untuk mengukur tingkat kepuasan karyawan, pengurus dan pengawas maka dilakukan
survey kepuasan karyawan, pengurus dan pengawas dengan membagikan kuesioner kepada
mereka. Kuesioner kepuasan karyawan, pengurus dan pengawas didasarkan pada atribut
Kepuasan Karyawan, Kepuasan Pengurus dan Kepuasan Pengawas. Hasil dari kuesioner
kemudian dianalisis dengan menggunakan:
Analisis Multiatribute Attitude Model (MAM).
Penentuan baik dan buruknya kinerja KopKar Untag Sby.
Standar untuk melihat baik dan buruknya kinerja KopKar Untag Sby adalah dengan
menentukan kriteria pada masing-masin perspektif. Kriteria tersebut kemudian dibandingkan
dengan keadaan koperasi yang sebenarnya. Jika keadaan koperasi sesuai dengan kriteria yang
ada pada Balanced Scorecard, maka perspektif tersebut dikatakan baik. Sebaliknya, apabila
keadaan koperasi tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan maka perspektif tersebut
dikatakan buruk atau tidak baik.
Untuk mengetahui kriteria baik dan buruk kinerja koperasi secara keseluruhan
digunakan penilaian yang dikembangkan oleh Carolina (Carolina, 2011) sebagai berikut:
1) Kinerja sangat baik = jika 4 perspektif dinilai baik
2) Kinerja baik = jika 3 perspektif dinilai baik
3) Kinerja kurang baik = jika 2 perspektif dinilai baik
4) Kinerja tidak baik = jika 1 perspektif dinilai baik
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
106
Hasil dan Pembahasan.
Pengujian Instrumen Pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan untuk menguji setiap instrument pada
kuesioner yang telah dibagikan. Dari 617 anggota KopKar telah dibagikan kuesioner kepada
sample sejumlah 86 responden anggota.
Dengan SPSS 22 dengan taraf signifikan 5%, hasil uji validitas anggota diketahui bahwa
keseluruhan dari butir pertanyaan pada kuesioner kepuasan anggota adalah valid dengan rhitung
lebih besar dari rtabel. Dimana rtabel = 0.2521 dengan rhitung paling rendah 0,3734.
Demikian pula untuk uji Reliabilitasnya diketahui bahwa alpha hitung belief dan ideal
pada kuesioner anggota lebih besar dari table dengan taraf signifikan 5% sehingga kuesioner
tersebut dapat dikatakan reliabel. Dimana rtabel = 0.2521 dengan rhitung paling rendah
0,8188.
Hasil : Kinerja KopKar berdasarkan Perspektif Balanced Scorecard.
Perspektif Keuangan Untuk mengukur kinerja perspektif keuangan KopKar Untag Sby, dilakukan dengan
menganalisa rasio NPM, ROA, dan ROEnya.
Secara keseluruhan ketiga rasio tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 5. Net Profit Margin (NPM), Return On Activa (ROA) dan Return On Equity (ROE)
KopKarUntag Sby Tahun 2015 – 2019.
Rasio
Tahun NPM ROA ROE
2015 13,63 5,56 9,71
2016 16,39 6,39 8,69
2017 26,77 9,68 10,22
2018 29,11 8,60 8,85
2019 27,75 7,04 7,30
Dari table diatas menunjukkan Rasio NPM naik dan turun di 2019, Artinya dari rasio
NPM ini perspektif keuangan KopKar masih cukup baik.
Dari ROA, terlihat bahwa ROA naik turun juga, hal ini karena tidak sebandingnya SHU
dengan total aktiva yang dikeluarkan oleh KopKar. KopKar setiap tahunnya mengeluarkan
aktiva yang besar dan terus meningkat setiap tahunnya tetapi profit yang diperoleh KopKar
kurang.
Dari kenaikan dan penurunan ROE pada tahun 2015 - 2019 sebesar -1,02%, +1,53, -
1,37, dan -1,55% yang disebabkan oleh kenaikan modal KopKar dengan seiring naiknya laba
bersih. Tetapi Peningkatan modal KopKar setiap tahunnya tidak sebanding dengan laba yang
diperoleh KopKar.
Sehingga dari semua rasio yaitu NPM, ROA dan ROE dapat disimpulkan bahwa
profitabilitas KopKar Untag Sby relative masih baik.
Perspektif Pelanggan ( Anggota ).
Untuk mengetahui kinerja KopKar Untag Sby dari segi perspektif pelanggan, dilakukan
analisis berikut:
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
107
a). Retensi Anggota. Retensi Anggota merupakan kemampuan Koperasi dalam mempertahankan
anggotanya. retensi anggota KopKar Untag Sby dari tahun 2015, tahun 2016 mengalami
penurunan. Pada tahun 2017 naik lagi namun masih dibawah tahun 2015, dan turun lagi pada
tahun 2018. Ditahun 2019 ternyata juga turun lagi. Dari jumlah anggota lama terdapat anggota
yang keluar yaitu di tahun 2015 sebanyak 7 orang, tahun 2016 sejumlah 17 orang, tahun 2017
sejumlah 12 orang, tahun 2018 sejumlah 17 orang, dan tahun 2019 27 orang . Hal ini
menunjukkan KopKar Untag Sby tidak dapat mempertahankan anggotanya karena terjadi
peningkatan anggota yang keluar (pensiun).
b). Akuisisi Anggota Akuisisi pelanggan menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan dalam
menarik anggota baru. Akuisisi pelanggan KopKar Untag Sby mengalami peningkatan selama
tahun 2015 - 2017. Namun ditahun tahun selanjutnya 2018 dan 2019 terjadi penurunan drastis.
Hal ini berarti bahwa KopKarUntag Sby tidak dapat mengendalikan dan meningkatkan jumlah
anggotanya. Hal ini bisa dimaklumi karena anggota KopKar murni hanya dari karyawan
UntagSurabaya.
Kepuasan Anggota
Untuk mengetahui tingkat kepuasan anggota, maka hasil kuesioner dianalisis
menggunakan :
a) Multiatributte Attitude Models (MAM), didapatkan :
Ab = (10)
= 26,31
Hasil di atas menunjukkan bahwa nilai sikap anggota secara keseluruhan terhadap
atribut harga, mutu, dan waktu adalah 26,31. Ini berarti anggota merasa sangat puas terhadap
produk atau jasa KopKar Untag Sby. Jadi dapat disimpulkan pelayanan yang diberikan kepada
anggota sudah baik.
b). Analisis Prioritas Kepentingan
Dari perhitungan, atribut yang dianggap paling penting oleh anggota adalah mutu dengan total
nilai 154, prioritas kedua adalah atribut harga sebesar 131 dan prioritas ketiga adalah waktu
dengan nilai 128.
Perspektif Proses Bisnis Internal.
Pengukuran kinerja perspektif proses bisnis internal dilakukan pada 3 Atribut yaitu :
Inovasi, Proses Operasi dan Purna Jual (layanan). Quesioner diberikan kepada Anggota
KopKar, dan dianalisis dengan Multy attribute Attitude Model.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
108
a). Hasi perhitungan sikap anggota dengan Multiatributte Attitude Models didapatkan :
Ab= (11)
= 169.08
Hasil di atas menunjukkan bahwa nilai sikap anggota terhadap atribut / kinerja Inovasi,
Proses Operasi dan Layanan Purna Jual secara keseluruhan adalah sebesar 169,08. Ini berarti
anggota merasa ragu terhadap kinerja Inovasi, Proses Operasi dan Layanan Purna Jual dari
KopKar Untag Sby. Jadi dapat disimpulkan bahwa anggota merasa ragu / kurang puas atas
kinerja dari Perspektif Proses Bisnis Internal KopKar Untag Sby.
b), Analisis Prioritas Kepentingan
Dari hasil analisis prioritas kepentingan, atribut yang dianggap paling penting oleh
anggota adalah kinerja Inovasi dengan total nilai 150, pada prioritas kedua adalah kinerja
Proses Operasi sebesar 133 dan prioritas ketiga adalah Layanan Purna Jual dengan nilai 130.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan kinerja KopKar Untag Sby dalam Proses Bisnis
Internal kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuan dalam proses inovasi, operasi
dan layanan purna jual yang oleh anggota dinilai meragukan.
Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
a) Kepuasan karyawan
Perhitungan sikap Karyawan dengan Multiatributte Attitude Models didapatkan :
Ab= (12)
= 119
Hasil di atas menunjukkan bahwa sikap karyawan terhadap kinerja komunikasi,
penghargaan, dan dukungan KopKar Untag Sby secara rata rata adalah puas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan karyawan terhadap KopKar Untag Sby cukup baik.
(Namun perlu perhatian karena sudah mendekati posisi ragu ragu, dan factor utamanya bisa
dilihat adalah dari penghargaan yaitu Gaji,
Analisis Prioritas Kepentingan
Dari hasil perhitungan, urutan atribut yang paling dianggap penting oleh karyawan
adalah komunikasi dengan total nilai 6, pada prioritas kedua adalah atribut penghargaan
sebesar 4 dan prioritas ketiga adalah dukungan dengan nilai 3. Tampaknya karena komunikasi
antara pengurus dengan karyawan cukup baik, sehingga penghargaan belum begitu masalah.
b). Kepuasan Pengurus
Perhitungan sikap Pengurus dengan Multiatributte Attitude Models didapatkan:
Ab= (13)
= 53,11
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa sikap pengurus terhadap kemampuan karyawan,
kemampuan sistem informasi, motivasi, pemberian, dan pembatasan wewenang KopKar adalah
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
109
sangat puas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan pengurus terhadap kinerja KopKar Untag Sby
adalah sangat baik.
2). Analisis Prioritas Kepentingan
Dari perhutungan prioritas kepentingan atribut yang dianggap paling penting oleh
pengurus adalah kemampuan karyawan dengan total nilai 6, pada prioritas kedua adalah
kemampuan system informasi sebesar 4, dan prioritas ketiga atribut motivasi, pemberian, dan
pembatasan wewenang dengan nilai 2.
c). Retensi Karyawan
Retensi karyawan KopKar Untag Sby ditunjukan dengan jumlah karyawan yang keluar
dan masuk. Dari data tahun 2015 – 2018 tidak ada karyawan yang keluar ataupun masuk. Hal
ini menunjukkan bahwa KopKar Untag Sby selama 2015 – 2018 dapat mempertahankan
karyawannya. Tetapi di tahun 2019 ada 3 karyawan tidak aktif lagi di KopKar, dan ada masuk
2 karyawan baru untuk toko (Bursa). Dari data diatas dapat disimpulkan Retensi Karyawan
KopKar kurang baik. Namun dari kepuasan karyawan, karyawan puas dengan kineja KopKar.
d). Kepuasan Pengawas.
1). Perhitungan sikap Pengawas dihitung dengan menggunakan Multiatributte Attitude
Models didapatkan :
Ab= (14)
= 152,72
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa sikap pengawas terhadap atribut Kinerja
Perencanaan, Organisasi, dan Operasional dari KopKar Untag sby adalah puas namun hampir
ragu ragu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepuasan pengawas terhadap kinerja KopKar Untag Sby
cukup baik.
2). Analisis Prioritas Kepentingan
Dari perhitungan prioritas kepentingan, atribut yang dianggap paling penting oleh pengawas
koperasi adalah Perencanaan dengan total nilai 3, pada prioritas kedua adalah atribut Organisasi
sebesar 2 dan prioritas ketiga adalah Operasional dengan nilai 1.
Pembahasan
Perspektif Keuangan
Dari hasil analisis menunjukkan, perspektif keuangan KopKar Untag Sby
menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan alias kurang baik. Hal ini ditunjukkan dari
rasio Net Profit Margin, Return On Assets, dan Return On Equit yang mengalami penurunan
berturut turut pada 2 tahun terakhir yaitu 2018 - 2019. Selama 5 tahun pengamatan yaitu 2015
- 2019 besaran SHU setiap tahun selalu meningkat, namun peningkatannya tidak sebanding
dengan peningkatan pendapatan, kekayaan dan assetnya.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
110
Perspektif Pelanggan
Pada perspektif pelanggan ini digunakan tiga tolok ukur yaitu retensi anggota, akuisisi
anggota, dan kepuasan anggota. Hasil penelitian menunjukkan, pada retensi anggota mengalami
naik turun tetapi penurunan yang terbesar ada pada tahun akhir yatu 2019. Dan untuk Akuisisi
anggota juga naik turun. Dari tahun 215 naik berurutan hingga 2017, namun setelahnya yaitu
tahun 2018 dan 2019 makin menurun. Dan untuk hasil kepuasan anggota adalah secara umum
anggota merasa sangat puas yaitu pada nilai MAM sebesar 26,31. Jadi Kinerja KopKar Untag
Sby pada perspektif pelanggan / anggota dapat dikatakan cukup baik, meski 2 indikator yaitu
retensi anggota dan akuisisi anggota kurang baik (untuk hal ini memang tidak bisa dikendalikan
oleh KopKar sendiri), namun kepuasan pelanggan dalam keadaan baik.
Perspektif Proses Bisnis Internal
Pada perspektif proses bisnis internal ini digunakan indikator inovasi, proses operasi,
dan layanan purna jual. Hasil penelitian menunjukkan kondisi bahwa sikap anggota terhadap
atribut / kinerja Inovasi, Proses Operasi dan Layanan Purna Jual secara keseluruhan pada nilai
MAM terletak pada posisi 169,08. Hal ini berarti bahwa anggota merasa ragu ragu terhadap
kinerja Inovasi, Proses Operasi dan Layanan Purna Jual dari KopKar Untag Sby. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kinerja dari Perspektif Proses Bisnis Internal meragukan atau anggota tidak
puas dan factor utamanya inovasi yang masih lemah. Inovasi bisa meliputi pengembangan
produk dan jasa, kualitas produk dan jasa, investasi baru dan lainya.
Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Dan pada Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran menunjukkan hasil yang relative
cukup baik, namun harus waspada. Karyawan merasa puas namun perlu waspada dengan nilai
MAM 119. Untuk pengurus merasa sudah sangat puas dengan kinerja KopKar, hal ini
ditunjukkan dengan hasil analisis MAM pada pada posisi 53,11.
Dan pada retensi karyawan menunjukkan bahwa KopKar kurang dapat mempertahankan
karyawannya.
Sementara untuk kepuasan pengawas menunjukkan bahwa sikap pengawas terhadap
atribut Kinerja Perencanaan, Organisasi, dan Operasional dari KopKar Untag sby adalah puas
namun hampir ragu ragu dengan nilai MAM 152,72.
Jadi secara keseluruhan kinerja dari perspektif pertumbuhan dan pembelaajaran relative masih
cukup baik, namun harus sudah diwaspadai dan ditingkatkan untuk perbaikan .
Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, keempat kinerja Balanced Scorecard
KopKar Untag Surabaya untuk tahun kinerja 2019 / 2020 adalah Sbb :
Perspektif Keuangan
Dari semua Analisa rasio yaitu NPM, ROA dan ROE dapat disimpulkan bahwa
profitabilitas KopKar Untag Sby masih kurang atau kurang baik.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
111
Perspektif Pelanggan / Anggota
Untuk retensi anggota, jumlah keseluruhan anggota mengalami naik turun. Demikian
pula untuk Akuisisi anggota juga naik turun.
Untuk Kepuasan Anggota, secara umum anggota merasa sangat puas atas kinerja KopKar
yaitu dengan nilai MAM sebesar 26,31. Jadi Kinerja KopKar Untag Sby untuk perspektif
pelanggan / anggota dapat dikatakan cukup baik.
Perspektif Proses Bisnis Internal. Sikap anggota terhadap kinerja perspektif proses bisnis internal KopKar adalah ragu
ragu dengan nilai MAM 169,08. Hal ini berarti bahwa anggota merasa ragu ragu terhadap
kinerja Inovasi, Proses Operasi dan Layanan Purna Jual KopKar Untag Sby. Jadi dapat
disimpulkan bahwa dari kinerja Perspektif Proses Bisnis Internal, anggota merasa ragu ragu
(kurang puas) dan factor utamanya adalah inovasi yang lemah.
Perspektif Pertumbuhan dan pembelajaran.
Pada perspektif ini Karyawan merasa puas dengan nilai MAM 119, namun perlu
waspada. Untuk pengurus merasa sudah sangat puas dengan kinerja KopKar dengan nilai MAM
berada pada posisi 53,11. Untuk retensi karyawan menunjukkan bahwa KopKar kurang dapat
mempertahankan karyawannya dan untuk kepuasan pengawas menunjukkan bahwa sikap
pengawas terhadap Kinerja Perencanaan, Organisasi, dan Operasional dari KopKar Untag sby
adalah puas namun hampir ragu ragu dengan nilai MAM 152,72. Jadi kinerja perspektif
pertumbuhan dan pembelaajaran bisa dikatakan relative baik, namun harus sudah diwaspadai
dan ditingkatkan untuk perbaikan.
Dari keempat perspektif Balanced Scorecard hanya 1 perspektif yaitu Proses bisnis
internal yang menunjukkan kinerja kurang baik, dan 3 perspektif yang lainnya baik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja KopKar Untag Sby secara keseluruhan
diukur dengan metode Balanced Scorecard menunjukkan kenerja yang masih baik, namun
perlu perbaikan aktif.
Dan Rekomendasi langkah-langkah strategis bagi KopKar Untag Sby untuk
memperbaiki dan meningkatkan kinerja di masa datang adalah :
a. Koperasi harus lebih aktif / agresif dan berorientasi bisnis, sehingga harus dikelola
dengan prinsip prinsip bisnis, yaitu gencar berinovasi dan mencari peluang, gencar
dalam pemasaran, menjaga kualitas dan lain lain.
b. Langkah pertama perbaikan kinerja karyawan sebagai ujung tombak KopKar keluar
dan kedalam, untuk itu perlu peningkatan penghargaan terhadap karyawan.
c. Mengajak semua anggota kompak tulus mengembangkan KopKar.
d. Dibuat perencanaan jangka pendek dan panjang yang terukur sesuai visi misi yang
update.
e. Lakukan Kerjasama dengan pihak lain yang benar benar mampu meningkatkan kinerja
dan kemajuan KopKar kedepan.
f. Satukan Tekad gerak maju Bersama semua komponen KopKar yaitu Pengurus,
Manajer dan karyawan, Pengawas dan Anggota.
g. Perlu meninjau Kembali ketentuan dan aturan keanggotaan para pensiunan, karena
akan memberikan jaminan pada mereka.
h. Mengajukan tambahan tempat / ruang yang lebih luas.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Mochammad Singgih, Djoko Sulisyono
112
Referensi.
Abdul Halim, dkk (2009). Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi Revisi. Cetakan
ketiga. Yogyakarta: Sekolah Tinggi llmu Manajemen YKPN.
Butler, Letza, Neale (1997), Linking The Balanced Scorecard to Strategy, Long Range
Planning, Vol 30, pages 242-253, 153.
Gaspers, V., (2003). Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi, Balanced Scorecard
dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. PT, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Kaplan, Robert S, Norton. D.P. (1992). The Balance Scorecard – Measures That
Drive Performance / Robert S. Kaplan, David P. Norton. Tt - Harvard Business
Reviev TA -, 70(1), 71. https:// doi.org/ 00178012
Kaplan, Robert S, Norton. D. P (2000). Balance Scorecard : Menerapkan Strategi
Menjadi Aksi, Penerbit Eriangga. Jakarta.
Partomo. T.S, 2009, Ekonomi Koperasi, Ghalia Indonesia, Jakarta
Sujarweni. V. W, 2015, Akuntansi Manajemen : Teori dan Aplikasi, Pustaka Baru Press,
Yogyakarta.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
113
Pengaruh Leverage, Earning Variability, Likuidutas dan Kinerja
Perusahaan terhadap Risiko Sistematis pada Perusahaan yang Tercatat
pada Index LQ 45 di Bursa Efek Indonesia
Siti Ko’imah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPPI Rembang
Damayanti
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPPI Rembang
shoviana.ranti@gmail.com
damayanti_rahmania@yahoo.co.id
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dan menjelaskan pengaruh leverage, earning
variability, likuiditas dan kinerja perusahaan terhadap risiko sistematis pada perusahaan yang
tercatat pada Index LQ-45 di BEI. Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan yang
konsisten tercatat pada Index LQ-45 periode 2014-2018 sebanyak 26 perusahaan. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan
sampel dengan kriteria tertentu dan diperoleh sebanyak 11 perusahaan selama 5 tahun,
sehingga diperoleh 55 observasi. Berdasarkan uji asumsi klasik data observasi dalam penelitian
ini tidak lolos uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas, sehingga diperlukan pengobatan
dengan transformasi data menggunakan metode cochrane orcutt yang menyebabkan jumlah
observasi berkurang 1 menjadi 54 observasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis regresi linier berganda dengan menggunakan uji t. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa leverage dan likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap risiko
sistematis. Earning variability berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap risiko sistematis
dan kinerja perusahan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap risiko sistematis. Hasil uji
koefisien determinasi menunjukkan nilai 0,285 yang artinya bahwa variabel leverage, earning
variability, likuiditas dan kinerja perusahaan mampu menjelaskan variabel risiko sistematis
sebesar 28,5% sedangkan 72,5% dijelaskan oleh faktor lain di luar model penelitian ini.
Kata Kunci: Leverage, Earning Variability, Likuiditas, Kinerja Perusahaan dan Risiko
Sistematis.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
114
Pendahuluan
Saat ini kesadaran masyarakat akan investasi sudah mulai berkembang, tidak hanya
pada sektor riil saja tetapi juga pada sektor keuangan. Menurut Hartono (2017:5), investasi
adalah penundaan konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke aktiva produktif selama periode
waktu yang tertentu. Investasi pada surat berharga mulai dikenal oleh masyarakat di kota-kota
besar. Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan jangka
panjang dengan menjual saham atau obligasi (Hartono, 2017:29). Investasi di pasar modal telah
menjadi pilihan yang menarik. Keberadaan pasar modal memberikan manfaat yang cukup
besar bagi suatu negara khususnya negara berkembang seperti negara Indonesia. Pasar modal
memberikan kesempatan kepada investor untuk dapat memilih secara bebas sekuritas-sekuritas
yang diperdagangkan di pasar modal sesuai dengan preferensi risiko, ketersediaan dana dan
jangka waktu investasi.
Investor yang melakukan investasi di pasar modal memiliki kesempatan untuk
mendapatkan return sesuai karakteristik investasi yang dipilihnya tanpa mengabaikan risiko
dari setiap investasi yang dilakukan. Harapan dan keuntungan dapat berupa tingkat
pengembalian atau return yang sesuai dengan besarnya dana yang ditanamkan dalam
melakukan keputusan investasi, khususnya pada sekuritas saham, return yang diperoleh berasal
dari dua sumber, yaitu deviden dan capital gain, sedangkan risiko investasi saham tercermin
dari variabilitas pendapatan (return saham) yang diperoleh (Masdupi dan Noberlin, 2015).
Rachmawati dalam Nainggolan dan Solikhah (2016) menjelaskan bahwa dalam pasar modal,
baik pasar modal konvensional maupun pasar modal syariah memperdagangkan beberapa jenis
sekuritas yang mempunyai tingkat risiko yang berbeda dan salah satunya adalah saham.
Sumber risiko investasi muncul dari berbagai faktor, seperti nilai tukar IDR-USD, inflasi,
kebijakan pemerintah, siklus bisnis, inovasi teknologi, pertumbuhan ekonomi dan krisis
geopolitik. High risk high return, sebuah pepatah dalam dunia investasi. Setiap keputusan
investasi memang selalu menyangkut dua hal ini, yaitu risiko dan return.
Risiko mempunyai hubungan positif dengan return yang diharapkan dari suatu investasi
sehingga semakin besar return yang diharapkan semakin besar pula risiko yang harus
ditanggung oleh investor. Perbedaan risiko yang diharapkan (return yang diantisipasi investor
di masa mendatang) dengan return yang benar-benar diterima (return yang diperoleh investor)
merupakan risiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam proses investasi. Menurut
Tandelilin (2017:116) dalam manajemen investasi modern juga dikenal pembagian risiko total
investasi ke dalam dua jenis risiko, yaitu risiko tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko
tidak sistematis atau dikenal dengan risiko spesifik (risiko perusahaan), risiko perusahaan
merupakan risiko yang terkait pada perubahan kondisi mikro perusahaan penerbit sekuritas
(contoh: risiko keuangan dan risiko bisnis). Dalam manajemen portofolio disebutkan bahwa
risiko perusahaan bisa diminimalkan dengan melakukan diversifikasi aset dalam suatu
portofolio.
Sedangkan risiko sistematis atau dikenal dengan risiko pasar, merupakan risiko yang
berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan (Tandelilin, 2017:116).
Perubahaan tersebut mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Risko sistematis adalah
risiko yang tidak bisa diversifikasi karena risiko dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang
dapat mempengaruhi perusahaan secara keseluruhan (contoh: risiko pasar, tingkat inflasi dan
krisis). Risiko sistematis dilambangkan dengan β (beta). Beta menurut Hartono (2017:464)
merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau return portofolio
terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-i mengukur volatilitas return sekuritas ke-i dengan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
115
return pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar.
Demikian beta merupakan pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relatif
terhadap risiko pasar. Risiko ini berasal dari beberapa faktor fundamental perusahaan dan
faktor karakteristik pasar tentang saham perusahaan.
Beaver, et al dalam Hartono (2017:389) mengembangkan penelitian yang menyajikan
perhitungan beta dengan menggunakan beberapa variabel fundamental. Variabel-variabel yang
dipilih merupakan variabel yang dianggap berhubungan dengan risiko, karena beta merupakan
pengukur dari risiko. Variabel yang digunakan meliputi, devidend payout, asset growth,
leverage, liquidity, asset size, earning variability dan accounting beta. Hasil penelitian Beaver,
et al dalam Hartono (2017:390) menunjukkan bahwa dari tujuh variabel, empat variabel di
antaranya yaitu; asset growth, leverage, earning variability dan accounting beta terdapat
hubungan yang positif dengan beta saham, sedangkan dua variabel lainnya yaitu dividend
payout, liquidity dan asset size terdapat hubungan yang negatif dengan beta.
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang analisis variabel yang
mempengaruhi risiko sistematis atau beta saham selain Beaver, et al (1970) antara lain;
Priyanto (2017) yang meneliti tentang pengaruh leverage dan earning variability terhadap beta
saham pada Perusahaan Jakarta Islamic Index. Hasil penelitian menunjukkan bahwa leverage
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap beta saham, sedangkan earning variability
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap beta saham. Hasil tersebut berbeda
dengan penelitian Nainggolan dan Solikhah (2016) yang menunjukkan bahwa leverage
berpengaruh positif signifikan terhadap risiko sistematis, sedangkan earning variability
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap risiko sistematis.
Werastuti dan Estiyanti (2015) meneliti tentang sumber pembiayaan dari utang dan
likuiditas, hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber pembiayaan dari utang tidak
berpengaruh terhadap beta saham. Likuiditas yang diukur dengan memakai loan to deposit
ratio (LDR), bahwa likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap beta saham. Hasil
tersebut hampir sama dengan penelitian Masdupi dan Noberlin (2015) tentang pengaruh
leverage, likuiditas dan kinerja perusahaan terhadap risiko sistematis dari perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian Masdupi dan Noberlin (2015) menunjukkan
bahwa variabel likuiditas dan kinerja perusahaan yang diproksikan dengan EPS berpengaruh
negatif signifikan terhadap risiko sistematis, sedangkan variabel leverage berpengaruh negatif
tetapi tidak signifikan.
Hasil dari semua penelitian sebelumnya terdapat research gap yaitu perbedaan hasil
penelitian atau hasil yang tidak konsisten, hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan
pengukuran dalam variabel dan populasi penelitian. Oleh sebab itu penelitian ini adalah
menguji kembali variabel leverage, earning variability, likuiditas dan kinerja perusahaan
sebagai variabel independen yang mempengaruhi beta saham atau risiko sistematis. Objek dari
penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat pada Index LQ-45 periode 2014-2018.
Perusahaan yang tercatat dalam LQ-45 adalah perusahaan yang selama 12 bulan terakhir, rata-
rata transaksi sahamnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler dan Selama 12 bulan
terakhir, rata-rata nilai kapitalisasi pasarnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler,
sehingga kemungkinan besar menjadi pilihan utama investor untuk berinvestasi. Perusahaan-
perusahaan yang terdaftar dalam LQ-45 adalah perusahaan dengan ukuran yang besar dan
selalu dievaluasi kinerjanya oleh BEI. Harga saham perusahaan LQ-45 juga cenderung lebih
cepat bereaksi terhadap perubahan pasar dibandingkan dengan saham yang tidak termasuk
dalam Index LQ-45.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
116
Selama 10 periode yaitu 2014-2018 terdapat 26 perusahaan yang konsisten tercatat pada
Index LQ-45. Dari 26 perusahaan yang konsisten tercatat pada Index LQ-45 terdapat 21
perusahaan mengalami beta yang fluktuatif dan 4 perusahaan mengalami kenaikan beta secara
berturut-turut selama periode 2014-2018. Ada 1 perusahaan yang tidak konsisten menampilkan
data beta selama periode 2014-2018. Rata-rata beta pada perusahaan yang tercatat di Index LQ-
45 selama periode 2014-2018 cenderung mengalami kenaikan, kecuali pada periode 2017 beta
perusahaan Index LQ-45 mengalami penurunan. Periode 2015 rata-rata beta perusahaan Index
LQ-45 naik sebesar 2,55% dari tahun 2014. Periode 2016 beta perusahaan Index LQ-45 naik
lagi sebesar 6,07% dari tahun 2015.
Semua perusahaan yang konsisten tercatat di Index LQ-45 selama periode 2014-2018
memiliki risiko sitematis atau beta > 1. Koefesien beta adalah ukuran sensitivitas atau kepekaan
individu saham terhadap pergerakan pasar. Perusahaan yang memiliki saham dengan koefesien
beta > 1 umumnya lebih agresif dari pasar. Artinya, jika pasar sedang naik saham tersebut akan
mengalami kenaikan yang tinggi dari pasar akan tetapi, jika pasar sedang turun harga pasar
akan turun lebih besar dari penurunan pasar. Perusahaan yang memiliki saham dengan
koefesien beta = 1, umumnya mengikuti arus pasar. Artinya, jika saham tersebut mengalami
kenaikan yang sama dengan pasar atau Index, demikian pula sebaliknya. Perusahaan yang
memiliki saham dengan koefesien beta < 1, umumnya bergerak lebih lambat dari pasar.
Artinya, jika pasar naik, saham tersebut akan mengalami kenaikan namun selalu lebih rendah
dari kenaikan pasar, demikan sebaliknyaSesuai latar belakang tersebut maka peneliti
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Leverage, Earning Variability, Likuiditas dan
Kinerja Perusahaan terhadap Risiko Sistematis pada Perusahaan yang tercatat pada Index LQ-
45 di Bursa Efek Indonesia”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah yang terdapat di
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh leverage terhadap risiko sistematis pada perusahaan yang tercatat
pada Index LQ-45 di Bursa Efek Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh earning variability terhadap risiko sistematis pada perusahaan yang
tercatat pada Index LQ-45 di Bursa Efek Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh likuiditas terhadap risiko sistematis pada perusahaan yang tercatat
pada Index LQ-45 di Bursa Efek Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh kinerja perusahaan yang diproksikan dengan EPS terhadap risiko
sistematis pada perusahaan yang tercatat pada Index LQ-45 di Bursa Efek Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk menguji dan menjelaskan pengaruh leverage, earning variability, likuiditas dan kinerja
perusahaan terhadap risiko sistematis pada perusahaan yang tercatat pada Index LQ-45 di Bursa
Efek Indonesia.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
117
Landasan Teori
Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Capital asset pricing model (CAPM) merupakan suatu model yang digunakan untuk
mengestimasi return suatu sekuritas. Bentuk standar CAPM pertama kali dikembangkan secara
terpisah oleh Sharpe (1964), Litner (1965) dan Mossin (1969), sehingga model ini sering
disebut dengan CAPM bentuk Sharpe-Lintner-Mossin. Asumsi-asumsi yang digunakan di
model CAPM menurut Hartono (2017:576-577) adalah sebagai berikut:
1. Semua investor memaksimumkan kekayaannya dengan memaksimumkan utiliti harapan
dalam satu periode waktu yang sama.
2. Semua investor melakukan pengambilan keputusan investasi berdasarkan pertimbangan
antara nilai return ekspektasian dan deviasi standar return dari portofolionya.
3. Semua investor mempunyai harapan yang seragam terhadap faktor-faktor input yang
digunakan untuk keputusan portofolio.
4. Semua investor dapat meminjamkan sejumlah dananya (lending) atau meminjam sejumlah
dana dengan jumlah yang tidak terbatas pada tingkat bunga bebas risiko.
5. Investor individual dapat menjual pendek berapapun yang dikehendaki.
6. Semua aktiva dapat dijual dan dibeli di pasar dengan cepat dengan harga yang berlaku.
7. Penjualan atau pembelian aktiva tidak dikenai biayai transaksi.
8. Tidak terjadi inflasi
9. Tidak ada pajak pendapatan pribadi sehingga, investor mempunyai pilihan yang sama
untuk mendapatkan dividen atau capital gain.
10. Investor individual tidak dapat mempengaruhi harga dari suatu aktiva dengan kegiatan
membeli dan menjual aktiva tersebut.
11. Pasar modal dalam kondisi ekuilibrium.
Menurut Jones sebagaimana dijelaskan oleh Hartono (2017:577) ekuilibrium pasar
terjadi jika harga-harga dari aktiva berada disuatu tingkat yang tidak dapat memberikan intensif
lagi untuk melakukan perdagangan spekulatif. Pengertian lain menurut Husnan (2015:155)
CAPM merupakan model untuk menentukam harga suatu asset. Model ini mendasarkan diri
pada kondisi ekuilibrium. Dalam keadaan ekuilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan
oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut. Risiko disini
bukan lagi diartikan sebagai deviasi standar tingkat keuntungan, tetapi diukur dengan beta.
Penggunaan parameter ini konsisten dengan dengan teori portofolio yang mengatakan bahwa
apabila pemodal melakukan diversifikasi dengan baik, maka pengukur risiko adalah
sumbangan risiko dari tambahan saham ke dalan portofolio. Apabila pemodal memegang
portofolio pasar, maka sumbangan risiko ini tidak lain adalah beta.
Beta
Beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau return
portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-i mengukur volatilitas return sekuritas ke-i
dengan return pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return
pasar. Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas atau
portofolio relatif terhadap risiko pasar (Hartono, 2017:464). Volatilitas dapat didefinisikan
sebagai fluktuasi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio dalam suatu periode waktu
tertentu (Hartono, 2017:464). Jika fluktuasi return-return sekuritas atau portofolio secara
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
118
statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, maka beta dari sekuritas atau portofolio
tersebut dikatakan bernilai 1.
Jenis-jenis beta menurut Hartono (2017:465), antara lain:
1. Beta Pasar
Beta pasar dapat diestimasi dengan mengumpulkan nilai-nilai historis return dari
sekuritas dan return dari pasar selama periode tertentu, misalnya selama 60 bulan untuk
return bulanan atau 200 untuk return harian.
2. Beta Akuntansi
Data akuntansi seperti misalnya laba akuntansi (accounting earning) dapat juga
digunakan untuk mengestimasi beta. Beta akuntansi dapat dihitung secara sama dengan beta
pasar (yang menggunakan data return), yaitu dengan mengganti data return dengan data
laba akuntansi.
3. Beta Fundamental
Beaver, et al dalam Hartono (2017:177) menyajikan perhitungan Beta menggunakan
beberapa variabel fundamental. Variabel yang mereka pilih adalah variabel yang berhubungan
dengan risiko, di antaranya devidend payout, asset growth, leverage, liquidity, asset size,
earning variability dan accounting beta.
Leverage Kasmir (2018:151) leverage atau biasa disebut dengan rasio solvabilitas merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan yang dibiayai dengan
utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung oleh perusahaan dibandingkan
dengan aktiva yang dimiliki. Leverage diprediksi mempunyai hubungan positif dengan beta
(Hartono, 2017:480). Bowman dalam Hartono (2017:480) menggunakan nilai pasar untuk total
utang dalam menghitung leverage dan mendapatkan hasil yang tidak berbeda jika digunakan
dengan nilai buku. Menurut Gitman dan Zutter yang dijelaskan Priyanto (2017) semakin tinggi
rasio leverage semakin besar pula jumlah uang pihak lain yang digunakan untuk menghasilkan
keuntungan eksternal (para kreditur).
Rasio leverage diproksikan dengan debt to total asset ratio (DAR). Debt ratio
merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang
dengan total aktiva (Kasmir, 2018:156). Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahan
dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan
aktiva. Hasil pengukuran apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan utang semakin
banyak maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena
dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utang dengan aktiva yang dimiliki
perusahaan (Kasmir, 2018:156).
Earning Variability Menurut Hartono (2017:481) earning variability merupakan variabilitas laba diukur
dengan nilai deviasi standar dari price earning ratio (PER) atau rasio P/E (harga saham dibagi
dengan laba perusahaan). Menurut Tandelilin (2017:377) price earning ratio mengindikasikan
besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk memperoleh satu rupiah earning
perusahaan. Tandelilin (2017:377) juga mengemukakan, dalam pendekatan PER atau
pendekatan multiplier, investor akan menghitung berapa kali (mulitiplier) nilai earning yang
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
119
tercermin dalam suatu harga saham. PER menggambarkan rasio atau perbandingan antara
harga saham dengan earning perusahaan.
Variabilitas dari laba dianggap sebagai risiko perusahaan, sehingga hubungan antara
variabel ini dengan beta adalah positif (Hartono, 2017:481). Tingkat rasio PER tinggi
sementara harga saham dalam posisi tetap, maka per lembar saham semakin kecil dan juga
sebaliknya jika rasio PER meningkat dan laba per lembar saham tetap, maka harga sahamnya
akan semakin besar. Misalnya PER suatu saham sebanyak 3 kali berarti harga saham tersebut
sama dengan 3 kali nilai earning perusahaan tersebut. Earning variability menggambarkan
variabilitas return suatu perusahaan.
Likuiditas
Weston dalam Kasmir (2018:129) menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan
rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang)
jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, perusahaan akan mampu untuk memenuhi
utang tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo. Rasio likuiditas atau sering juga disebut
dengan nama rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa
likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan komponen yang ada di
neraca, yaitu total aktiva lancar dengan total pasiva lancar (utang jangka pendek) (Kasmir,
2018:130). Penilaian dapat dilakukan untuk beberapa periode sehingga terlihat perkembangan
likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu.
Kasmir (2018:130) juga mengemukakan terdapat dua hasil penilaian terhadap
pengukuran rasio likuiditas, yaitu apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya,
dikatakan perusahaan tersebut dalam keadaan likuid. Sebaliknya, apabila perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajiban tersebut, dikatakan bahwa perusahaan dalam keadaan Illikuid.
Hartono (2017:480) mengemukakan likuiditas diprediksi mempunyai hubungan negatif dengan
beta, yaitu secara rasional diketahui bahwa semakin likuid perusahaan, semakin kecil
risikonya.
Kinerja Perusahaan
Bagi para investor, analisis perusahaan merupakan informasi yang dianggap mendasar
dan berguna untuk menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan (Tandelilin,
2017:367). Oleh karena itu, penilaian kinerja perusahaan memberikan informasi kepada
investor dalam melakukan investasi pada perusahaan. Komponen pertama yang harus
diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar saham atau dikenal sebagai
earning per share (EPS).
Rasio laba per lembar saham (earning per share) merupakan rasio untuk mengukur
keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham (Kasmir,
2018:207). Menurut Tandelilin (2017:366) EPS merupakan komponen utama dalam penentuan
nilai intrinsik saham, ketika EPS meningkat maka harga saham juga meningkat. Selanjutnya,
kinerja perusahaan yang bagus, maka laba yang diperoleh akan meningkat dan meningkatkan
EPS. Tingginya earning per share menunjukkan kinerja perusahaan yang bagus dan dapat
menambah minat investor untuk berinvestasi (Masdupi dan Noberlin, 2015). Pertumbuhan
earning hanya akan dicapai oleh perusahaan yang berani menangggung risiko, sehingga
perusahaan yang mengalami fluktuasi earning yang tinggi dianggap mempunyai risiko yang
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
120
tinggi. Demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan berpengaruh positif terhadap
risiko sistematis.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Leverage terhadap Risiko Sistematis
Rasio leverage atau biasa disebut dengan rasio solvabilitas menurut Kasmir (2018:151)
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan yang
dibiayai dengan utang. Bowman seperti yang dikutip dalam Hartono (2017:480) menggunakan
nilai pasar untuk total utang dalam menghitung leverage dan mendapatkan hasil yang tidak
berbeda jika digunakan dengan nilai buku. Leverage diprediksi mempunyai hubungan positif
dengan beta (Hartono, 2017:480). Penggunaan utang yang tinggi akan meningkatkan
keuntungan yang diharapkan, namun utang yang tinggi juga akan meningkatkan risiko (Hanafi,
2017:337). Hal tersebut sesuai teori dengan CAPM yang merupakan model untuk menentukan
harga suatu aset. Teori CAPM mendasarkan diri pada kondisi ekuilibrium, dalam kondisi
ekuilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham dipengaruhi
oleh risiko saham tersebut (Husnan, 2015:155).
Gitman dan Zutter dalam Priyanto (2017) mengemukakan apabila leverage semakin
tinggi sementara jumlah aktiva tidak berubah maka risiko kegagalan perusahaan untuk
mengembalikan pinjaman tinggi dan sebaliknya. Hal tersebut didukung penelitian Nainggolan
dan Solikhah (2016) bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap risiko
sistematis. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H1: Diduga leverage berpengaruh positif signifikan terhadap risiko sistematis.
Pengaruh Earning Variability terhadap Risiko Sistematis.
Earning variability merupakan variabilitas return suatu perusahaan. Besarnya earning
variability suatu perusahaaan diukur dengan besarnya penyimpangan PER. Darmaji dan
Fakhrudin dalam Priyanto (2017) mengemukakan semakin besar standar deviasi dari PER
menunjukkan semakin fluktuatif earning perusahaan tersebut, sehingga akan memperkecil
kepastian pengembalian investasi.
Variabilitas dari laba dianggap sebagai risiko perusahaan, sehingga hubungan antara
earning variability dengan beta adalah positif (Hartono, 2017:481). Apabila nilai earning
variability tinggi maka mencerminkan risiko atas saham suatu perusahaan juga tinggi. Hal
tersebut sesuai teori CAPM yang mendasarkan diri pada kondisi ekuilibrium, dalam kondisi
ekuilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham dipengaruhi
oleh risiko saham tersebut (Husnan, 2015:155). Teori tersebut didukung penelitian Ridwan dan
Hasanah (2015) tentang pengaruh variabilitas laba terhadap beta saham, bahwa earning
variability terbukti berpengaruh positif signifikan terhadap beta saham. Penelitian Silalahi
(2015) juga menunjukkan bahwa variabel PER berpengaruh positif terhadap risiko sistematis.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H2: Diduga earning variability berpengaruh positif signifikan terhadap risiko sistematis.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
121
Pengaruh Likuiditas terhadap Risiko Sistematis. Weston dalam Kasmir (2018:129) menyebutkan bahwa likuiditas merupakan rasio
yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka
pendek. Kasmir (2018:130) juga mengemukakan terdapat dua hasil penilaian terhadap
pengukuran rasio likuiditas, yaitu apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya,
dikatakan perusahaan tersebut dalam keadaan likuid. Sebaliknya, apabila perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajiban tersebut, dikatakan bahwa perusahaan dalam keadaan illikuid.
Hartono (2017:480) mengemukakan likuiditas diprediksi mempunyai hubungan negatif
dengan beta, yaitu secara rasional diketahui bahwa semakin likuid perusahaan, semakin kecil
risikonya. Artinya, rasio lancar yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar (likuiditas
tinggi dan risiko rendah), tetapi pengaruhnya buruk terhadap profitabilitas perusahaan. Aktiva
lancar secara umum menghasilkan return atau tingkat keuntungan yang rendah dibandingkan
aktiva tetap sehingga risiko yang ditanggung juga akan rendah (Hanafi, 2017:37). Hal tersebut
sesuai dengan teori CAPM yang mendasarkan pada kondisi ekuilibrium, di mana keuntungan
yang diharapkan suatu saham dipengaruhi oleh risiko saham tersebut.
Teori tersebut dibuktikan oleh penelitian Masdupi dan Noberlin (2015) bahwa
likuiditas memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap risiko sistematis perusahaan.
Artinya, jika likuiditas perusahaan semakin baik, perusahaan mampu melunasi kewajiban
jangka pendeknya tentu risiko sistematis perusahaan semakin rendah. Berdasarkan uraian
tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H3: Diduga likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap risiko sistematis.
Pengaruh Kinerja Perusahaan terhadap Risiko Sistematis.
Analisis perusahaan merupakan informasi yang dianggap mendasar dan berguna untuk
menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan (Tandelilin, 2017:367).
Komponen pertama yang harus diperhatikan dalam analisis perusahaan adalah laba per lembar
saham atau dikenal sebagai earning per share (EPS). Variabel EPS atau laba per saham
perusahaan menggambarkan kepada investor tentang bagian keuntungan yang dapat diperoleh
dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham. Tingginya earning per share
menunjukkan kinerja perusahaan yang bagus dan dapat menambah minat investor untuk
berinvestasi (Masdupi dan Noberlin, 2015).
Menurut Tandelilin (2017:366) EPS merupakan komponen utama dalam penentuan
nilai intrinsik saham, ketika EPS meningkat maka harga saham juga meningkat. Selanjutnya,
kinerja perusahaan yang bagus, maka laba yang diperoleh akan meningkat dan meningkatkan
EPS. Pertumbuhan earning hanya akan dicapai oleh perusahaan yang berani menangggung
risiko, perusahaan yang mengalami fluktuasi earning yang tinggi dianggap mempunyai risiko
yang tinggi, sehingga dapat dinyatakan adanya hubungan positif antara risiko dan EPS. Hal
tersebut sesuai dengan teori CAPM yang mendasarkan pada kondisi ekuilibrium, di mana
tingkat keuntungan yang diharapkan suatu saham dipengaruhi oleh risiko saham tersebut. Teori
tersebut dibuktikan oleh penelitian Ratna dan Priyadi (2014) yang menunjukkan bahwa
earning per share berpengaruh positif signifikan terhadap beta saham syariah. Berdasarkan
uraian tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H4: Diduga kinerja perusahaan yang diproksikan dengan EPS berpengaruh positif signifikan
terhadap risiko sistematis.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
122
Model Penelitian Berdasarkan perumusan hipotesis tersebut, maka model penelitian dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H1 (+)
H2 (+)
H3 (-)
H4 (+)
Gambar 1 Model Penelitian Sumber: Data diolah tahun 2019
Metode Penelitian
Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumenter berupa
laporan tahunan. Sumber data dari penelitian ini menggunakan sumber data sekunder laporan
keuangan perusahaan LQ-45 di BEI periode 2014-2018 yang telah diaudit. Data sekunder
adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung tetapi melalui
Indonesia Capital Market Directory (ICMD), website resmi Bursa Efek Indonesia di
www.idx.co.id dan melalui website www.pefindo.com.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat dalam LQ-45 di Bursa Efek
Indonesia untuk periode 2014-2018. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive
sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2018:138). Adapun kriteria yang ditetapkan untuk memperoleh sampel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan konsisten tergabung dalam Index LQ-45 terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan
konsisten mempublikasikan laporan keuangan selama periode pengamatan, yaitu periode
2014-2018 secara berturut-turut.
2. Perusahaaan yang mempublikasikan harga saham secara konsisten pada periode 2014-2018.
3. Perusahaan yang konsisten menampilkan data beta di PEFINDO periode 2014-2018.
4. Perusahaan yang menampilkan data tentang DAR, PER, current ratio dan EPS di Indonesia
Capital Market Directory periode 2014-2018.
Leverage (X1)
Earning Variability (X2)
Likuiditas (X3)
Kinerja Perusahaan (X4)
Risiko Sistematis (Y)
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
123
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel
No Variabel X dan
Y Rumus
1.
Leverage (DAR)
DAR = Total UtangTotal Asset
2 . Earning
Variability (PER) PER = Harga Pasar per Lembar Laba per saham
3. Likuiditas
(Current Ratio) 𝐶𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = Aktiva LancarUtang Lancar
4.
Kinerja
Perusahaan
(EPS)
EPS = Laba bersih setelah bunga dan pajakJumlah saham yang beredar
5. Risiko Sistematis
(Beta)
a. Tahap pertama adalah menghitung return dari setiap
saham dan indeks pasar. Rumus perhitungan: Rit = Pit − Pit−1Pit
b. Melakukan regresi antara return harga saham dan return
indeks pasar untuk periode 3 tahun terakhir, sehingga
mendapatkan nilai raw beta dengan formula
perhitungan: Ri = ai + βiRmt + eit c. Melakukan perhitungan adjusted beta yang digunakan
untuk menormalisasikan raw beta agar sesuai dengan
karkteristik beta saham yang baik, yaitu mendekati 1.
Rumus perhitungan: 𝐴𝑑𝑗𝑢𝑠𝑡𝑒𝑑 Beta = 23 × (𝑅𝑎𝑤 Beta) + 13 × (1)
(www.pefindo.com)
Sumber: Data diolah, 2019
Analisis Regresi Linier Berganda
Model yang digunakan dalam regresi berganda untuk melihat pengaruh leverage,
earning variability, likuiditas dan kinerja perusahaan terhadap risiko sistematis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y = α + X1 + X2 + X3 + X4 + e
Keterangan:
Y = Risiko sistematis (beta)
α = Konstanta 𝛽1, 𝛽2, 𝛽3, 𝛽4 = Koefisien regresi model
X1 = Leverage (current ratio)
X2 = Earning variability (price earning ratio)
X3 = Likuiditas (debt to total asset ratio)
X4 = Kinerja perusahaan (earning per share)
e = Residual of error (kesalahan pengganggu)
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
124
Hasil dan Pembahasan
Deskripsi Statistik Perusahaan yang tercatat pada periode 2014-2018 pada Index LQ-45 di Bursa Efek
Indonesia berjumlah 66 perusahaan. Dipilihnya 66 perusahaan yang tercatat di Index LQ-45
sebagai populasi dari penelitian ini, karena nilai kapitalisasi pasarnya 45 saham perusahaan
yang paling likuid dan memiliki kapitalisasi pasar sangat tinggi yang selalu dievaluasi oleh BEI
setiap 6 bulan sekali, sehingga kemungkinan besar menjadi pilihan utama investor untuk
berinvestasi. Setelah diseleksi berdasarkan kriteria yang ditetapkan maka diperoleh sampel
sebanyak 11 perusahaan. Penentuan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria
yang ditentukan dalam Tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2.
Proses Pemilihan Sampel
Kriteria Jumlah
Perusahaan yang tercatat pada Index LQ-45 periode 2014-2018 67
Perusahaan yang tidak konsisten tercatat pada Index LQ-45 periode 2014-2018 (41)
Perusahaan yang konsisten tercatat pada Index LQ-45 periode 2014-2018 26
Perusahaan yang tidak konsisten menampilkan data beta di PEFINDO (1)
Perusahaan yang tidak menampilkan current ratio di ICMD (9)
Dikeluarkan karena outlier (5)
Jumlah sampel akhir 11
Jumlah observasi tahun pengamatan (5 tahun) 55
Sumber: Data diolah tahun 2019.
Berdasarkan jumlah observasi pengamatan tersebut, maka dapat dijelaskan statistik
deskriptif dari data penelitian ini. Hasil pengujian statistik deskriptif dari variabel risiko
sistematis (beta), DAR, PER, current ratio (CR) dan EPS dari periode 2014-2018 dapat
diketahui nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata (mean) dan standar deviasi dari setiap
variabel. Analisis statistik deskriptif dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Hasil Uji Statistik Deskriptif Metode Chocrane Orcutt
N Min Max Mean
Std.
Deviation
Lag_Beta 54 -0,42 1,25 0,5154 0,27963
Lag_DAR 54 -19,20 43,42 20,0689 9,93187
Lag_PER 54 -4,68 34,97 9,0243 6,94099
Lag_CR 54 -57,31 310,68 89,6041 70,23882
Lag_EPS 54 -86,76 1476,10 263,3025 364,79769
Valid N (listwise) 54
Sumber: Data diolah, 2019.
Hasil Uji Asumsi Klasik
Tujuan dari uji asumsi klasik yaitu supaya model regresinya menjadi best linear unbias
estimate (BLUE) sehingga menjadi persamaan linear yang paling baik tanpa adanya bias. Ada
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
125
empat uji asumsi klasik yang diterapkan pada model regresi, yaitu uji multikolonieritas, uji
autokorelasi, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas (Ghozali, 2016:103).
Jumlah observasi yang siap diujikan untuk uji asumsi klasik adalah 55 observasi.
Berdasarkan uji asumsi klasik data observasi dalam penelitian ini tidak lolos uji autokorelasi
dan uji heteroskedastisitas. Apabila model regresinya terdapat autokorelasi maka menyebabkan
variansi sampel tidak dapat menggambarkan variansi populasi. Model regresi yang dihasilkan
juga tidak dapat digunakan untuk menduga nilai variabel dependen dari nilai variabel
independen tertentu, koefesien regresinya kurang akurat. Sehingga diperlukan pengobatan
dengan tranformasi data menggunakan metode cochrane orcutt. Metode cochrane orcutt
dipilih karena koefisien autokorelasi (ρ) atau yang disebut dengan istilah “Rho” tidak diketahui
(Hidayat, 11 Januari, 2015). Jika menggunakan metode cochrane orcutt jumlah observasinya
berkurang 1, sehingga menjadi 54 observasi.
1. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel independen (variabel bebas). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2016:103). Adanya multikolonieritas
dapat dilihat jika nilai tolerance ≤ 0.10 dan variance inflation factor (VIF) ≥ 10.
Tabel 4.
Hasil Uji Multikolonieritas Metode Cochrane Orcutt
Variabel Tolerance VIF Keterangan
Lag_DAR 0,549 1,821 Tidak Terjadi Multikolonieritas
Lag_PER 0,599 1,670 Tidak Terjadi Multikolonieritas
Lag_CR 0,629 1,591 Tidak Terjadi Multikolonieritas
Lag_EPS 0,759 1,318 Tidak Terjadi Multikolonieritas
Sumber: Data diolah, 2019
Nilai tolerance dan VIF pada Tabel 4 menunjukkan bahwa semua variabel independen
dalam penelitian ini tidak terjadi multikolonieritas. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai
tolerance dari variabel semua variabel independen > 0,10 dan nilai VIF < 10.
2. Hasil Uji Autokolerasi
Ghozali (2016:107) menyatakan bahwa uji autokorelasi bertujuan menguji apakah
dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi digunakan
dengan uji run test. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa
residual adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual
terjadi secara random atau tidak sistematis (Ghozali, 2016:116).
Apabila dalam model regresi terdapat masalah autokorelasi maka perlu pengobatan
autokorelasi dengan transformasi data menggunakan metode cochrane orcut. Adapun langkah-
langkah yang digunakan untuk transformasi data menurut (Hidayat, 11 Januari, 2015) sebagai
berikut:
a. Melakukan uji regresi ordinary least squares (OLS) untuk mendapat nilai residual 1
(Res_1).
b. Langkah selanjutnya melakukan transformasi lag pada variabel residual (Res_1) dengan
nama Lag_Res.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
126
c. Melakukan regresi untuk mendapatkan nilai koefisien rho dengan memasukkan hasil
perhitungan lag_Res ke dalam variabel independen dan variabel dependen diisi dengan
Res_1.
Tabel 5.
Hasil Koefisien Autokorelasi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
Lag_Res 0,536 0,118 0,533 4,548 0,000
Sumber: Data diolah, 2019.
Berdasarkan Tabel 5 nilai koefisien rho dapat dilihat pada nilai beta lag_res yaitu
sebesar 0,536. Selanjutnya melakukan transformasi cochrane orcutt untuk setiap
variabel, langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Lag_Beta =BETA – (0.536 * Lag(BETA)).
2) Lag_DAR =DAR – (0.536 * Lag(DAR)).
3) Lag_PER =PER – (0.536 * Lag(PER)).
4) Lag_CR =CR – (0.536 * Lag(CR)).
5) Lag_EPS =EPS – (0.536 * Lag(EPS)).
d. Setelah mentransformasi variabel idependen dan variabel dependen, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan regresi ulang dengan variabel baru hasil transformasi
data untuk mendapatkan nilai residual. Hasil residual dimasukkan ke dalam uji run
test.
Hasil uji autokorelasi Sesudah Metode Cochrane orcutt terdapat pada Tabel 6 sebagai
berikut.
Tabel 6
Hasil Uji Autokorelasi Metode Cochrane Orcutt
Unstandardized Residual
Z -0,275
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,783
Sumber: Data diolah, 2019.
Berdasarkan tabel 6 hasil output SPSS menunjukkan bahwa nilai asymp
signifikan 0,783, yang berarti tingkat signifikansinya > 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak terjadi autokolerasi
karena H0 diterima (residual random) dan menolak Ha (residual tidak random).
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2016:134) uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan metode glejser.
Menurut Gujarati dalam Ghozali (2016:137) seperti halnya uji park, glejser mengusulkan
untuk meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen, dengan melihat nilai
probabilitas signifikansinya > 0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
127
Tabel 7
Hasil Uji Heteroskedastisitas Metode Cochrane Orcutt
Variabel Signifikan Keterangan
Lag_DAR 0,223 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas
Lag_PER 0,282 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas
Lag_CR 0,104 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas
Lag_EPS 0,075 Tidak Terjadi Heteroskedastisitas
Sumber: Data diolah, 2019.
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai signifikan dari variabel independen lebih
besar dari 5% (0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini
tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.
4. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2016:154). Untuk menguji
normalitas data setiap data variabel digunakan uji statistik non-parametik kolmogorov smirnov
(KS). Uji KS dilakukan jika signifikansi > 0,05 berati data berdistribusi normal. Jika
signifikansi < 0,05 berarti data tidak berdistribusi normal.
Tabel 8
Hasil Uji Normalitas Metode Cochrane Orcutt
Kolmogorov-Smirnov Z 0,580
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,890
Sumber: Data diolah, 2019.
Berdasarkan uji normalitas Tabel 8 menunjukkan nilai Asymp signifikan (2-tailed)
sebesar 0,890 yang nilainya lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
regresi dalam penelitian ini terdistribusi normal.
Hasil Pengujian Hipotesis
Uji parsial atau uji t digunakan untuk menguji hipotesis diterima atau ditolak. Uji parsial
pada dasarnya digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen (Ghozali, 2016:171). Pengujian dilakukan dengan menggunakan
significance level 0,05 (α = 5%). Pengujian hipotesis untuk model regresi dalam mengetahui
nilai ttabel diperoleh dari degree of freedom (df) = n – (k + 1). Di mana n = jumlah observasi,
sedangkan k = jumlah variabel bebas. Sehingga dalam penelitian ini diperoleh nilai df = 54 –
(4 + 1) = 49, maka nilai ttabel yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 1,6766 pada derajat
signifikan 5%. Hasil uji hipotesis dapat dilihat pada Tabel 9 sebagai berikut.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
128
Tabel 9
Hasil Uji Parsial (Uji t)
Model B t Hitung t Table Sig. Keterangan
(Constant) 0,089
Lag_DAR 0,012 2,757 1,6766 0,008 H1 Diterima
Lag_PER -0,009 -1,485 1,6766 0,144 H2 Ditolak
Lag_CR 0,003 4,622 -1,6766 0,000 H3 Ditolak
Lag_EPS 8,264E-5 0,808 1,6766 0,423 H4 Ditolak
Sumber: Data diolah, 2019.
Berdasarkan Tabel 9 hasil uji regresi linier berganda dapat disimpulkan dengan
persamaan sebagai berikut:
Lag_Beta= 0,089 + 0,012 Lag_DAR – 0,009 Lag_PER + 0,003 Lag_CR + 8,264E-5
Lag_EPS + e
Model persamaan yang dibentuk dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
1. Konstanta sebesar 0,089 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan
maka rata-rata risiko sistematis (beta) adalah 0,089.
2. Koefisien regresi leverage (DAR) sebesar 0,012, artinya jika leverage (DAR) mengalami
kenaikan sebesar satu satuan, maka risiko sistematis (beta) akan naik sebesar 0,012.
3. Koefisien regresi earning variability (PER) sebesar -0,009, artinya jika earning variability
(PER) mengalami kenaikan sebesar 0,009, maka risiko sistematis (beta) akan mengalami
penurunan sebesar 0,009.
4. Koefisien regresi likuiditas (CR) sebesar 0,003, artinya jika likuiditas (CR) mengalami
kenaikan sebesar satu satuan, maka risiko sistematis (beta) akan naik sebesar 0,003.
5. Koefisien regresi kinerja perusahaan (EPS) sebesar 8,264E-5, artinya jika kinerja
perusahaan (EPS) mengalami kenaikan satu satuan, maka risiko sistematis (beta) akan naik
sebesar 8,264E-5.
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Koefesien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2016:95). Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Hasil uji koefisien determinasi terdapat pada Tabel 10.
Tabel 10
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the Estimate
1 0,582a 0,339 0,285 0,23643
Sumber: Data diolah, 2019.
Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa hasil estimasi regresi pada uji koefisien
determinasi memperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,285. Artinya, variabel leverage, earning
variability, likuiditas dan kinerja perusahaan mampu menjelaskan variabel dependen (risiko
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
129
sistematis) sebesar 28,5% sedangkan 71,5% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak termasuk
dalam model penelitian ini.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data tersebut dapat dibahas beberapa hal sebagai berikut:
1. Pengaruh Leverage terhadap Risiko Sistematis
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan bahwa leverage berpengaruh positif
signifikan terhadap risiko sistematis pada perusahaan yang tercatat pada Index LQ-45 di
Bursa Efek Indonesia. Artinya, jika leverage perusahaan naik maka akan berpengaruh pada
kenaikan risiko sistematis dan sebaliknya, jika leverage perusahaan turun maka akan
berpengaruh pada penurunan risiko sistematis. Semakin tinggi leverage, maka perusahaan
menggunakan utang yang besar menunjukkan risiko kebangkrutan yang dialami perusahaan
akan tinggi sehingga risiko sistematis perusahaan juga tinggi, sebaliknya jika leverage
rendah maka perusahaan menggunakan utang yang kecil, sehingga kebangkrutan yang
dialami perusahaan akan rendah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Hartono, (2017:480) leverage berhubungan positif
dengan beta saham. Hal tersebut sesuai teori CAPM yang merupakan model untuk
menentukan harga suatu aset. Teori CAPM mendasarkan diri pada kondisi ekuilibrium,
dalam kondisi ekuilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu
saham dipengaruhi oleh risiko saham tersebut (Husnan, 2015:155). Penggunaan utang yang
tinggi akan meningkatkan keuntungan yang diharapkan, namun utang yang tinggi juga akan
meningkatkan risiko (Hanafi, 2017:337).
Perusahaan dengan rasio leverage yang rendah, memiliki risiko kecil apabila kondisi
perekonomian menurun, tetapi sebaliknya perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi
memiliki kesempatan untuk mendapatkan profitabilitas yang tinggi, namun risiko yang
ditanggung juga tinggi meskipun pada kondisi perekonomian meningkat atau menurun.
Gitman dan Zutter dalam Priyanto (2017) leverage semakin tinggi sementara jumlah aktiva
tidak berubah maka risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman tinggi dan
sebaliknya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Nainggolan dan Solikhah (2016)
bahwa leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap risiko sistematis.
2. Pengaruh Earning Variability terhadap Risiko Sistematis
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa earning variability berpengaruh
negatif tidak signifikan terhadap risiko sistematis pada perusahaan yang tercatat pada Index
LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Artinya, earning variability mempunyai hubungan negatif
dengan risiko sistematis. Hubungan negatif antara earning variability (PER) dengan risiko
sistematis menunjukkan bahwa setiap kenaikan PER akan berpengaruh pada penurunan
return saham sekaligus risiko sistematis, tetapi pengaruhnya kecil. Sehingga dari sudut
pandang investor PER yang terlalu tinggi dianggap tidak menarik karena mengindikasikan
bahwa harga saham tidak akan naik lagi. Begitu sebaliknya penurunan PER akan
berpengaruh pada kenaikan return saham sekaligus risiko sistematis, PER yang kecil akan
menarik investor untuk berinvestasi karena investor percaya bahwa harga saham akan naik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori CAPM yang mendasarkan diri pada kondisi
ekuilibrium, dalam kondisi ekuilibrium tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal
untuk suatu saham dipengaruhi oleh risiko saham tersebut namun pengaruhnya kecil. Hasil
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
130
yang tidak signifikan variabel earning variability (PER) bisa disebabkan perusahaan dalam
menginformasikan kinerja perusahaan kurang terbuka dan relevan sehingga dalam
menganalisa kinerja perusahaan hasil yang diperoleh kurang akurat (Nainggolan dan
Solikhah, 2016).
Hal lain yang menyebabkan PER tidak tercermin dalam perhitungan risiko adalah
karena harga saham mungkin belum sepenuhnya mencerminkan nilai intrinsik saham
(Fidiana, 2009). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kurniawan dan Mawardi
(2018) bahwa earning variability berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap risiko
sistematis.
3. Pengaruh Likuiditas terhadap Risiko Sistematis
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh positif
signifikan terhadap risiko sistematis pada perusahaan yang tercatat pada Index LQ-45 di
Bursa Efek Indonesia. Artinya, likuiditas memiliki hubungan positif dengan risiko
sistematis. Hubungan positif tersebut menunjukkan bahwa kenaikan rasio likuiditas akan
berpengaruh pada kenaikan risiko sistematis yang dihadapi perusahaan. Begitu pula
sebaliknya bahwa penurunan likuiditas akan berpengaruh pada penurunan risiko sistematis.
Semakin tinggi rasio likuiditas mengindikasikan bahwa risiko investasi juga semakin besar,
hal tersebut dikarenakan current asset sebagai penghitung atau pembilang dari current ratio
tidak hanya meliputi instrumen cash and short term negotiable, akan tetapi juga meliputi
account receivable dan inventory yang mengandung risiko besar, itu salah satu alasan
Belkaoui dalam Puspitaningtyas (2010) menyatakan bahwa current ratio (CR) bukanlah
pengukur likuiditas yang baik.
Hubungan positif antara likuiditas dan risiko sistematis kemungkinan disebabkan
karena perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang
tercatat pada Index LQ-45 di BEI periode 2014-2018 yang terdiri dari beberapa sektor. Di
antaranya ada sektor makanan dan minuman, sektor otomotif, sektor obat farmasi, sektor
usaha grosir dan sektor semen. Semua perusahaan terebut memiliki persediaan sebagai aset
lancar perusahaan, di mana aset lancar tersebut memiliki risiko yang tinggi karena persedian
perusahaan dianggap sebagai aset yang tidak likuid. Hal tersebut disebabkan karena
persediaan jika dikonversikan dengan kas membutuhkan waktu yang lama dan kualitas
persediaaan akan menurun sehingga mengakibatkan kerugian pada perusahaan.
Hasil penelitian ini berbeda dengan teori CAPM yang mendasarkan pada kondisi
ekuilibrium, di mana keuntungan yang diharapkan suatu saham dipengaruhi oleh risiko
saham tersebut (Husnan, 2015:155). Artinya, rasio lancar yang tinggi menunjukkan
kelebihan aktiva lancar (likuiditas tinggi dan risiko rendah), tetapi pengaruhnya buruk
terhadap profitabilitas perusahaan. Aktiva lancar secara umum menghasilkan return atau
tingkat keuntungan yang rendah dibandingkan aktiva tetap sehingga risiko yang ditanggung
juga akan rendah (Hanafi, 2017:37). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yulia dan
Pohan (2015), yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap
risiko sistematis.
4. Pengaruh Kinerja Perusahaan terhadap Risiko Sistematis
Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa kinerja perusahaan
berpengaruh positif tidak signifkan terhadap risiko sistematis pada perusahaan yang tercatat
pada Index LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Artinya, variabel kinerja perusahaan
mempunyai hubungan positif dengan risiko sistematis. Hubungan tersebut menunjukkan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
131
bahwa jika nilai EPS perusahaan meningkat maka akan berpengaruh pada peningkatan
risiko sistematis perusahaan, tetapi pengaruhnya kecil. Begitu pula sebaliknya bahwa jika
nilai EPS perusahaan turun maka akan berpengaruh pada penurunan risiko sistematis
perusahaan tetapi pengaruhnya kecil.
Menurut Tandelilin (2017:366) EPS merupakan komponen utama dalam penentuan
nilai intrinsik saham, ketika EPS meningkat maka harga saham juga meningkat.
Selanjutnya, kinerja perusahaan yang bagus, maka laba yang diperoleh akan meningkat dan
meningkatkan EPS.Tingginya earning per share menunjukkan kinerja perusahaan yang
bagus dan dapat menambah minat investor untuk berinvestasi (Masdupi dan Noberlin,
2015).
Pertumbuhan earning hanya akan dicapai oleh perusahaan yang berani menangggung
risiko, sehingga perusahaan yang mengalami fluktuasi earning yang tinggi dianggap
mempunyai risiko yang tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan CAPM yang mendasarkan
diri pada kondisi ekuilibrium, di mana tingkat keuntungan yang harapkan suatu saham
dipengaruhi oleh risiko saham tersebut, sehingga return dan risiko mempunyai hubungan
positif namun pengaruhnya kecil.
Tidak terbuktinya hipotesis keempat mungkin disebabkan karena harga saham yang
terbentuk tidak ditentukan berdasarkan perolehan earning semata. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dalam menilai return dan risiko serta prospek masa depan perusahaan,
investor belum mempertimbangkan EPS (Fidiana, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa
investor menganggap laba perusahaan yang sudah go public akan selalu stabil. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Fidiana (2009) yang menyatakan bahwa EPS
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap risiko sistematis.
Simpulan
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
simpulan sebagai berikut:
1. Variabel leverage berpengaruh positif signifikan terhadap risiko sistematis pada perusahaan
yang tercatat pada Index LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Hal tersebut menunjukkan jika
nilai leverage meningkat maka akan berpengaruh pada peningkatan risiko sistematis, begitu
pula sebaliknya jika nilai leverage turun maka akan berpengaruh pada penurunan risiko
sistematis.
2. Variabel earning variability berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap risiko sistematis
pada perusahaan yang tercatat pada Index LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Hal tersebut
menunjukkan jika nilai PER meningkat maka akan berpengaruh pada penurunan risiko
sistematis, tetapi pengaruhnya kecil. Begitu pula sebaliknya jika nilai PER turun maka akan
berpengaruh pada kenaikan risiko sistematis.
3. Variabel likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap risiko sistematis pada
perusahaan yang tercatat pada Index LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin likuid perusahaan maka akan berpengaruh pada peningkatan
risiko sistematis, begitu pula sebaliknya jika nilai likuiditas turun maka akan berpengaruh
pada penurunan risiko sistematis.
4. Variabel kinerja perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap risiko sistematis
pada perusahaan yang tercatat pada Index LQ-45 di Bursa Efek Indonesia. Hal tersebut
menunjukkan jika nilai EPS perusahaan meningkat maka akan berpengaruh pada kenaikan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
132
risiko sistematis, tetapi pengaruhnya kecil. Begitu pula sebaliknya jika nilai EPS turun maka
akan berpengaruh pada penurunan risiko sistematis.
Daftar Pustaka
Fidiana, 2009, “Nilai-nilai Fundamental dan Pengaruhnya terhadap Beta Saham Syariah pada
Jakarta Islamic Indeks”, Ekuitas, Vol XIII, No.1 ISSN: 1411-0398.
Ghozali, Imam, 2016, Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23, Edisi 8,
Badan Penerbit UNDIP, Semarang.
Hanafi, Mamduh M., 2017, Manajemen Keuangan, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta.
Hartono, Jogiyanto, 2017, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 11, BPFE,
Yogyakarta.
Hidayat, Anwar. (2015, 11 Januari). Cochrane Orcutt Mengatasi Autokorelasi. Diakses pada
14 Oktober 2019, dari https://www.statistikian.com/2015/01/cochrane-
orcutt.html?amp=1
Husnan, Suad, 2015, Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Edisi 5, UPP STIM
YKPN, Yogyakarta.
Kasmir, 2018, Analisis Laporan Keuangan, Edisi 1, PT RAJAGRAFINDO PERSADA,
Depok.
Kurniawan, Ainur Rofiq dan Imron Mawardi, 2018, “Pengaruh Variabel Akuntansi Perusahaan
terhadap Risiko Beta Saham Perusahaan yang tercatat di Jakarta Ilamic Index periode
2012-2016”, Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, Vol V, No. 9
Masdupi, Erni dan Sylvia Noberlin, 2015, “Pengaruh Leverage, Likuiditas dan Kinerja
Perusahaan terhadap Risiko Sistematis dari Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
BEI”, Jurnal Kajian Manajemen Bisnis, Vol. IV. No.2.
Nainggolan, Nuryana dan Badingatus Solikhah, 2016, “Pengaruh Asset Growth, Leverage dan Earning Variabilty terhadap Risiko Sistematis”, Accounting Analysis Journal, Vol V.
No.2 ISSN 2252-6765.
Priyanto, Sugeng, 2017, “Pengaruh Asset Growth, Leverage dan Earning Variability terhadap Beta Saham pada Perusahaan yang Bergabung dalam Jakarta Islamic Index di BEI”, Jurnal Ekonomika dan Manajemen, Vol VI. No.1 ISSN: 2252-6226.
Puspitaningtyas, Zarah, 2010, “Manfaat Informasi Akuntansi untuk Mempredeksi Risiko Investasi Saham Berdasarkan Pendekatan Desicion Esefulness”, Jurna Akuntansi
Multiparadigma, Vol I, No. 3.
Ratna, Anggi Marshita dan Maswar Patuh Priyadi, 2014, “Pengaruh Faktor Fundamental dan Variabel Makro Ekonomi terhadap Beta Saham Syariah”, Jurnal Ilmu dan Riset
Akuntansi, Vol III. No. 7.
Ridwan, Nur dan Nuramalia Hasanah, 2015, “Pengaruh Inflasi, Likuiditas, Variabilitas Laba terhadap Beta Saham Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Periode 2010-2013”, Jurnal Ilmiah Wahana Akuntansi, Vol 10. No.1.
Silalahi, Esli, 2015, “Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan terhadap Risiko Investasi pada Perusahaan Go Publik di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Akuntansi, Vol I. No. 1 ISSN:
2443 – 1079.
Sugiyono, 2018, Metode Penelitian Kuantitatif, ALFABETA, Bandung.
Tandelilin, Eduardus, 2017, Pasar Modal Manajemen Portofolio dan Investasi”, PT Kanisius,
YogyakartaTim Penyusun, 2018, Pedoman Skripsi, STIE YPPI Rembang, Rembang.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 04, Nomor 01, Desember 2020
Siti Ko’imah, Damayanti
133
Werastuti, Desak Nyoman Sri dan Ni Made Estiyanti, 2015, “Pengaruh Sumber Pembiayaan dari Utang, Likuiditas, Pertumbuhan Aset, Profitabilitas, Rasio Pembayaran Deviden
terhadap Beta saham”, Jurnal Manajemen & Akuntansi STIE Triatma Mulya, Vol.
21.No.1.
www.idx.co.id
www.pefindo.com
Yulia dan Hotman T. Pohan, 2015, “Faktor-Faktor Fundamental yang Mempengaruhi Beta
Saham pada Perusahaan Non Keuangan yang terdaftar di BEI”, Jurnal Magister
Akuntansi Trisakti (e-Journal, Vol II, No. 2. ISSN: 2339-0859.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
134
Pengaruh Motivasi, Gaya Kepemimpinan Transformasional
dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening
Studi Pada PT. Champion Kurnia Djaja Technologies
Setria Feri
Universitas Lancang Kuning Pekanbaru
Adi Rahmat
Universitas Lancang Kuning Pekanbaru
Bambang Supeno
Universitas Lancang Kuning Pekanbaru
setriaf@gmail.com
Abstrak Mengelola sumber daya manusia di dalam perusahaan berarti mengelola pegawai agar dapat
menghasilkan kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan organisasi. Kinerja adalah hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Tujuan dari kajian ini
adalah menganalisis pengaruh motivasi, gaya kepemimpinan transformasional dan budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening
terhadap karyawan PT. Champion Kurnia Djaja Technologies. Analisis jalur (path analysis)
digunakan untuk menguji model yang dihipotesiskan secara statistik dengan bantuan SPSS-19,
serta untuk menentukan sejauh mana model yang diajukan tersebut konsisten dengan data
sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi, gaya kepemimpinan
transformasional dan budaya organisasi masing-masing berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepuasan kerja. Motivasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan. Kepemimpinan transformasional, budaya organisasi dan kepuasan kerja masing-
masing berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Champion Kurnia
Djaja Technologies. Kepuasan kerja mampu bertindak sebagai variabel intervening untuk
memediasi hubungan motivasi terhadap kinerja karyawan. Sementara, untuk hubungan gaya
kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan, pengaruh
kepuasan kerja sebagai variabel intervening tidak sebesar pengaruh langsungnya.
Kata Kunci: Motivasi, gaya kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, kepuasan
kerja, kinerja karyawan.
Pendahuluan
PT. Champion Kurnia Djaja Technologies (CKDT) adalah sebuah perusahaan swasta
yang bergerak di bidang penyedia bahan kimia dan jasa pengolahan minyak dan gas bumi. Di
provinsi Riau, PT. CKDT beroperasi di lingkungan PT. Chevron Pacific Indonesia yang
meliputi wilayah Minas, Petapahan dan Duri serta termasuk juga wilayah West Seno di lepas
pantai Kalimantan Timur. Peranan PT. CKDT berhubungan erat dengan proses produksi
minyak dan gas bumi, penentuan kualitas yang dihasilkan, serta pemeliharaan sistem proses
pengaliran minyak di dalam pipa-pipa dan tanki-tanki milik PT. Chevron Pacific Indonesia
untuk semua wilayah tersebut. Agar dapat bertahan dalam menghadapi persaingan bisnis
terhadap perusahaan sejenis lainnya, PT. CKDT berupaya memberikan pelayanan yang baik
melalui peningkatan kinerja karyawan guna meningkatkan kinerja perusahaan.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
135
Berdasarkan teori Hierarki Kebutuhan Maslow, meningkatkan pemenuhan kebutuhan
karyawan pada tingkat yang lebih tinggi dapat memotivasi karyawan dan menciptakan iklim
kerja yang menyenangkan, pada gilirannya akan meningkatkan kinerja yang lebih baik (Edison
dkk, 2018: 179). Sebagai faktor utama dalam memenuhi kebutuhan fisiologis, faktor gaji sangat
berperan dalam mempengaruhi tingkat motivasi karyawan dalam bekerja. Berdasarkan data
penelitian, struktur dan jumlah gaji yang diterima karyawan lapangan di PT. CKDT setiap
bulannya sudah berada di atas upah minimum regional provinsi Riau tahun 2020 sehingga
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan motivasi kerja karyawan.
Di dalam organisasi, pemimpin memiliki peran yang kuat dalam membangun dan
menumbuhkan semangat motivasi di kalangan karyawan. Menurut Hamali (2018: 132) tugas
dari setiap pemimpin adalah untuk memastikan bahwa karyawan memiliki derajat motivasi
yang tinggi. Karyawan yang termotivasi akan memiliki tingkat produktivitas kerja dan kinerja
yang tinggi. Menurut Edison dkk (2018: 87), pemimpin adalah seseorang yang memiliki
bawahan atau pengikut untuk suatu tujuan dan keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh
kepemimpinan yang dimilikinya. Keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan
organisasi banyak ditentukan oleh gaya kepemimpinan seseorang dalam mengelola sumber
daya yang ada. Dari gaya kepemimpinan inilah suasana lingkungan kerja sangat ditentukan.
Tabel 1 di bawah ini adalah data penggantian pimpinan yang terjadi di PT. CKDT selama
periode tahun 2017 s.d. 2019. PT. CKDT sangat serius dalam menjaga kualitas kepemimpinan
di perusahaannya karena dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Dengan kepemimpinan yang
baik kinerja karyawan tentu akan dapat ditingkatkan.
Tabel 1. Data Penggantian Pimpinan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies
Wilayah Operasi PT. Chevron Pacific Indonesia
No
.
Tahu
n
Jumlah
Penggantia
n Pimpinan
Keterangan
1 2017 2 1 kali penggantian manajer proyek di area Minas dan 1 kali
penggantian insinyur kimia di area Duri
2 2018 5
2 kali penggantian suvervisor di area Minas,1 kali
penggantian insinyur kimia di area Duri, 2 kali penggantian
insinyur kimia di area West Seno
3 2019 7
2 kali penggantian manajer proyek di area Duri, 2 kali
penggantian supervisor di area Duri, 2 kali penggantian
supervisor di area Minas dan 1 kali penggantian manajer
proyek di area West Seno.
(Sumber data: PT. CKDT kantor cabang Pekanbaru, 2020)
Seperti halnya kepemimpinan dan motivasi, budaya organisasi juga sangat penting di
dalam organisasi karena budaya organisasi menyediakan kerangka kerja terkait dengan
perilaku anggota dan iklim kerja. Apabila budaya organisasi kuat, anggota yang ada di dalam
organisasi menganggap aturan bukan lagi sebagai kewajiban yang membelenggu, tetapi sudah
menjadi kebutuhan. Di sisi lain, mereka memiliki rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan bangga
pada organisasinya yang pada gilirannya menumbuhkan komitmen organisasi dan kepuasan
kerja (Edison dkk, 2018: 115).
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
136
Tabel 2 berikut ini adalah data tingkat kehadiran karyawan tahun 2017 s.d. 2019 yang
dapat mencerminkan tingkat motivasi dan budaya kerja yang baik di PT. CKDT.
Tabel 2. Tingkat Kehadiran Karyawan PT. Champion Kurnia Djaja Technologies
Tahun
Jumlah
Karyawa
n (Orang)
Jumlah
Hari
Kerja
(Hari)
Jumlah Hari
Kerja
Seharusnya
(Hari)
Julah
Hari
Kerja
Yang
Hilang
(Hari)
Tingkat
Kehadira
n
Karyawan
(%)
Tingkat
Absensi
Karyawa
n
(%)
2017 111 12.293 12.361 68 99,45% 0,55%
2018 111 27.704 27.999 295 98,95% 1,05%
2019 116 28.545 28.844 299 98,96% 1,04%
(Sumber data: PT. CKDT kantor cabang Pekanbaru, 2020)
Berdasarkan kajian literatur, penelitian yang dilakukan oleh Dharma (2017), Agus
(2017), Maghfirah (2015) dan Antasurya (2013) menyimpulkan bahwa motivasi memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian lain yang dilakukan
oleh Diamantidis (2018) menyimpulkan bahwa motivasi intrinsik secara langsung
mempengaruhi kinerja karyawan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Parmin
(2015) yang menyimpulkan bahwa motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Pawirosumarto et al. (2017), menyimpulkan bahwa
gaya kepemimpinan berpengaruh paling positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Agus (2017), Masadeh et al. (2016),
dan Maghfirah (2015), menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Paracha et al. (2012)
menyimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional berhubungan dengan kinerja karyawan
tetapi pengaruhnya tidak sebesar kepemimpinan transaksional. Sementara, Maryati et al.
(2019) menyimpulkan bahwa kepemimpinan spiritual tidak mempengaruhi kinerja karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Parmin (2015) dan Antasurya (2013), menyimpulkan
bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Namun,
hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2013) menyimpulkan bahwa kepuasan kerja
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Bahkan, penelitian lain yang
dilakukan oleh Pawirosumarto et al. (2017), menyimpulkan bahwa kepuasan kerja tidak
bertindak sebagai variabel mediasi antara lingkungan kerja, gaya kepemimpinan, dan budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan uraian fakta dan research gap tersebut diatas, mendorong untuk dilakukan
penelitian mengenai pengaruh motivasi, gaya kepemimpinan transformasional dan budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening di
PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
137
Landasan Teori
Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya (Mangkunegara, 2017: 67). Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, dimana seseorang sepatutnya memiliki
derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu (Gaol 2014: 273).
Menurut Edison dkk (2018: 193), sebagai indikator tolok ukur kinerja karyawan adalah:
(1) Target pemenuhan jumlah barang, pekerjaan, atau jumlah uang yang dihasilkan; (2)
Kualitas terhadap hasil yang dicapai; (3) Penyelesaian pekerjaan yang tepat waktu; (4) Taat
asas, yaitu melakukan pekerjaan dengan benar, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kepuasan Kerja
Robbins dalam Wibowo (2016: 415) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap
umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan
yang diterima pekerja dan jumlah yang diyakini oleh pekerja yang seharusnya mereka terima.
Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Wibowo (2016: 417) terdapat lima faktor yang
dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu: (1) Need fulfillment (pemenuhan
kebutuhan); (2) Discrepancies (perbedaan), yaitu pemenuhan harapan yang mencerminkan
perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan; (3) Value
attainment (pencapaian nilai); (4) Equity (keadilan); (5) Dispositional / genetic components
(komponen genetik), yaitu keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat
pribadi dan faktor genetik.
Motivasi
Koldakar dalam Hamali (2018: 131) mendefinisikan motivasi sebagai hasrat dalam
yang membakat yang disebabkan oleh kebutuhan, keinginan, dan kemauan yang mendorong
seorang individu untuk menggunakan energi fisik dan mentalnya guna tercapainya tujuan-
tujuan yang diinginkan.
Menurut Edison dkk (2018: 174), Abraham Maslow mengelompokkan lima jenjang
kebutuhan yang tersusun dalam suatu hierarki yang menjadi dimensi dari motivasi, yaitu: (1)
Physiological needs (Kebutuhan fisiologis); (2) Safety needs (Kebutuhan rasa aman); (3)
Affection needs (Kebutuhan untuk disukai); (4) Esteem need (Kebutuhan harga diri); dan (5)
Self-actualization needs (Kebutuhan pengembangan diri).
Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang menginspirasi,
membangkitkan dan mengubah orang-orang atau karyawan dengan visi dan semangat untuk
mencapai suatu tujuan dengan menyuntikkan antusiasme dan energi untuk menyelesaikan
sesuatu. (Yang & Islam, 2012: 388).
Dikutip dari Yang dan Islam (2015: 389-400), karakteristik kepemimpinan
transformasional yang signifikan adalah sebagai berikut:
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
138
(1) Karisma; Pemimpin memiliki karisma pribadi yang dapat mempengaruhi orang lain.
Karisma tersebut timbul dari prestasi, sikap dan ketangkasan kerja pimpinan dalam
menangani berbagai hal.
(2) Visi; Pemimpin memiliki visi yang jelas tentang perkembangan masa depan organisasi
yang dapat diterima seluruh anggota dan membuat mereka terdorong untuk bekerja
secara sungguh-sungguh.
(3) Motivasi; Pemimpin dapat merangsang minat anggota untuk melakukan upaya yang
lebih besar untuk menyelesaikan misi organisasi dengan strategi yang dikomunikasikan
dengan baik kepada anggotanya.
(4) Stimulasi intelektual; Pemimpin menuntun anggotanya untuk mengeksplorasi
pengetahuan baru dan menggunakan pendekatan baru untuk berpikir dan
menyelesaikan masalah, serta memungkinkan anggotanya untuk berbagi dan bertukar
keterampilan dan pengalaman kerja.
(5) Pertimbangan individual; Pemimpin memiliki kepedulian, menghargai kerja keras
dan mengatasi keluhan para anggotanya, serta memahami dan memberikan dukungan
terhadap kemunduran dan kesulitan yang dihadapi anggotanya.
Budaya Organisasi
Menurut Robbins dan Coulter dalam Edison dkk (2018: 118), budaya organisasi
merupakan nilai-nilai bersama, prinsip, tradisi, dan cara-cara dalam melakukan sesuatu yang
mempengaruhi cara anggota organisasi dalam bertindak.
Menurut Edison dkk (2018: 129) terdapat lima dimensi budaya organisasi yang harus
dipenuhi untuk menunjang kinerja, yaitu: kesadaran diri, keagresifan, kepribadian, performa,
dan orientasi tim.
Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
Pengaruh Motivasi, Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening
Studi Pada PT. Champion Kurnia Djaja Technologies
Motivasi
(X1)
Gaya Kepemimpinan
Transformasional
(X2)
Budaya Organisasi
(X3)
Kepuasan Kerja
(Y1)
Kinerja Karyawan
(Y2)
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
139
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diduga motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan di lingkungan kerja
PT. CKDT.
2. Diduga gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan di lingkungan kerja PT. CKDT.
3. Diduga budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan di
lingkungan kerja PT. CKDT.
4. Diduga motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan di lingkungan kerja PT.
CKDT.
5. Diduga gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan
di lingkungan kerja PT. CKDT.
6. Diduga budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan di lingkungan kerja
PT. CKDT.
7. Diduga kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan di lingkungan kerja PT.
CKDT.
8. Diduga motivasi berpengaruh terhadap kinerja melalui kepuasan kerja karyawan di
lingkungan kerja PT. CKDT.
9. Diduga gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kinerja melalui
kepuasan kerja karyawan di lingkungan kerja PT. CKDT.
10. Diduga budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja melalui kepuasan kerja
karyawan di lingkungan kerja PT. CKDT.
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian ini didasarkan kepada persepsi responden yang didapatkan dari hasil survei
menggunakan kuesioner terstruktur dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan tertutup.
Kuesioner dirancang menggunakan skala Linkert untuk mengukur perilaku, opini dan persepsi
karyawan sesuai dengan fenomena sosial yang terjadi di lingkungan kerja PT. CKDT.
Penelitian ini dilakukan dari tanggal 05 Mei 2020 sampai dengan 15 Juli 2020.
Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah karyawan PT. CKDT wilayah operasi PT. Chevron
Pacific Indonesia yang berjumlah sebanyak 116 orang yang terdiri dari 18 orang karyawan
tetap dan 98 orang karyawan kontrak PKWT. Penentuan jumlah sampel merujuk pada tabel
penentuan jumlah sampel Sugiyono (2019: 139) dengan taraf kesalahan 5% dan metode
purposive sampling. Penelitian ini direalisasikan dengan mengambil sampel sebanyak 98 orang
orang karyawan kontrak PKWT. Teknik purposive sampling bertujuan untuk mendapatkan
sampel yang homogen yang hanya terdiri dari karyawan kontrak PKWT di PT. CKDT.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah dengan cara wawancara, kuesioner,
observasi langsung dan kombinasi dari semua teknik tersebut. Teknik pengumpulan data
dengan kuesioner dilakukan untuk memperoleh data deskriptif yang dikuantifikasikan untuk
menguji hipotesis dengan model skala Linkert yang mempunyai 5 (lima) alternatif jawaban
untuk masing-masing pertanyaan atau pernyataan yang diajukan dalam kuesioner sesuai
dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
140
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan model Analisis
Jalur (Path Analysis) dengan bantuan SPSS-19. Terdapat beberapa langkah pengujian yang
dilakukan dalam penelitian ini, diantaranya: analisis deskriptif variabel penelitian, uji kualitas
intrumen penelitian menggunakan uji validitas & uji reliabilitas, uji normalitas, uji linieritas,
dan analisis data menggunakan analisis regresi berganda, uji-F, uji-t dan uji-R. Dengan model
analisis jalur (path analysis) selanjutnya dilakukan analisis pengaruh langsung dan pengaruh
tak langsung dari variabel-variabel yang diuji.
Pengolahan data penelitian dimulai dengan seleksi dan penyaringan data yang
dilakukan secara manual untuk mengetahui data yang layak untuk dianalisis. Untuk
mendapatkan normalitas dan linieritas data di dalam analisis statistik penelitian ini dilakukan
transformasi data dan screening yang bertujuan untuk mendeteksi adanya data outlier. Menurut
Ghozali (2018: 40), outlier adalah data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat
berbeda jauh dari observasi-observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim dan tidak
terdistribusi secara normal. Data yang dianggap sebagai outlier, akan dikeluarkan dari uji
statistik selanjutnya.
Hasil Penelitian
Hasil Analisis Deskriptif Penelitian
Hasil analisis deskriptif penelitian menunjukkan interpretasi tanggapan responden
mengenai variabel-variabel penelitian yaitu variabel motivasi, gaya kepemimpinan
transformasional, budaya organisasi, kepuasan kerja dan kinerja karyawan di PT. Champion
Kurnia Djaja Technologies. Berdasarkan tabel 3 berikut ini menunjukkan bahwa interpretasi
jawaban responden untuk semua variabel penelitian adalah tinggi.
Tabel 3. Hasil Analisis Deskriptif Penelitian
No
. Variabel N Min Max
Mea
n
Standa
r
Deviasi
Skala
Interval
Keteranga
n
1 Motivasi 74 2,67 5,00 4,12 0,698 1,77 s/d
4,26 Tinggi
2
Gaya Kepemimpinan Transformasional
74 2,42 5,00 3,96 0,740 1,56 s/d
4,33 Tinggi
3 Budaya Organisasi 74 3,00 5,00 4,36 0,516
1,22 s/d 3,90
Tinggi
4 Kepuasan Kerja 74 2,67 5,00 3,99 0,627 1,61 s/d
4,22 Tinggi
5 Kinerja Karyawan 74 3,00 5,00 4,33 0,486 1,00 s/d
3,91 Tinggi
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
141
Hasil Uji Validitas
Uji validitas dilakukan terhadap semua butir-butir pertanyaan dari variabel penelitian
dengan cara membandingkan rhitung dengan rtabel. Jika rhitung > rtabel dan nilainya positif, maka
butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid (Ghozali, 2018: 52), dan jika rhitung < rtabel maka
butir pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid. Berdasarkan hasil analisis penelitian ini semua
butir-butir pertanyaan atau indikator penelitian yang berjumlah 50 butir dinyatakan valid.
Hasil Uji Reliabilitas
Kuesioner yang memiliki tingkat reliabilitas yang baik adalah yang memiliki nilai
koefisien Alpha Cronbach minimum 0,7 (Bahri, 2018: 118). Berdasarkan hasil analisis
dinyatakan bahwa seluruh nilai koefisien Alpha Cronbach dari indikator penelitian ini lebih
besar dari 0,7 sehingga semua indikator penelitian dinyatakan reliabel.
Hasil Uji Normalitas
Menurut Sugiyono (2019: 211), jenis data yang digunakan untuk analisis parametris
adalah data interval. Perubahan data dari bentuk ordinal menjadi data interval dilakukan dengan
metode MSI. Selanjutnya data ditransformasikan kedalam bentuk logaritma natural (Ln) untuk
memenuhi normalitas dan linieritas data sehingga dilakukan juga perubahan label dari variabel
penelitian menjadi: Ln_Mot untuk variabel motivasi, Ln_KEP untuk variabel gaya
kepemimpinan tranformasional, Ln_BUD untuk variabel budaya organisasi, Ln_KPS untuk
variabel kepuasan kerja dan Ln_KIN untuk variabel kinerja karyawan. Data akhir yang
memenuhi uji normalitas dan linieritas berjumlah 74 data sampel penelitian.
Tabel 4. Sub Struktur Variabel Uji Normalitas
Model Independen Variabel Dependen Variabel
Sub Struktur I Ln_MOT, Ln_KEP, Ln_BUD Ln_KPS
Sub Struktur II Ln_MOT, Ln_KEP, Ln_BUD,
Ln_KPS
Ln_KIN
Gambar 2. Grafik Histogram Uji Normalitas
Sub Struktur I
Gambar 3. Grafik P-Plot Uji
Normalitas
Sub Struktur I
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
142
Gambar 4. Grafik Histogram Uji Normalitas
Sub Struktur II
Gambar 5. Grafik P-Plot Uji
Normalitas
Sub Struktur II
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS
Hasil Uji Linieritas
Tabel 5. Hasil Uji Linieritas Variabel Penelitian
No Variabel Linierity
(sig)
Deviation from Linierity
(Sig)
Keterangan
1 Ln_MOT
Ln_KPS
0,000 0,055 Linier
2 Ln_KEP
Ln_KPS
0,000 0,225 Linier
3 Ln_BUD
Ln_KPS
0,000 0,816 Linier
4 Ln_MOT
Ln_KIN
0,000 0,151 Linier
5 Ln_KEP
Ln_KIN
0,000 0,404 Linier
6 Ln_BUD
Ln_KIN
0,000 0,943 Linier
7 Ln_KPS
Ln_KIN
0,000 0,017 Linier parsial
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS
Hasil Uji Regresi
Tabel 6. Koefisien Regresi Hasil Uji Sub Struktur I
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
143
Tabel 7. Koefisien Regresi Hasil Uji Sub Struktur II
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS
Koefisien Jalur dan Persamaan Struktural
Gambar 6. Diagram Analisis Jalur
Persamaan Struktural
Persamaan Sub Struktur I:
Ln*(38,51-Y1) = 0,292*Ln(38,87-X1) + 0,502*Ln(52,48-X2) + 0,272*Ln(43,41-X3) + 0,170
Persamaan Sub Struktur II:
Ln*(35,71-Y2) = -0,136*Ln(38,87-X1) + 0,215*Ln(52,48-X2) + 0,580*Ln(43,41-X3) +
0,354*Ln(38,51-Y1) + 0,195
Motivasi
(X1)
Gaya Kepemimpinan
Transformasional
(X2)
Budaya Organisasi
(X3)
Kepuasan Kerja
(Y1)
Kinerja Karyawan
(Y2)
0,292
Sig. 0,000
0,502
Sig. 0,000
0,272
Sig. 0,000
0,580
Sig. 0,000
0,512
Sig. 0,012
-0,136
Sig. 0,026
0,354
Sig. 0,013
e1 e2
0,170
0,195
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
144
Hasil Uji Hipotesis
Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Sumber: Hasil pengolahan data dengan SPSS
Pembahasan
Pengaruh Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja
Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil pengujian
hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (7,837) > ttabel (1,994). Besarnya pengaruh motivasi
terhadap kepuasan kerja adalah 0,292 atau sebesar 29,2% dianggap signifikan yang dibuktikan
dengan taraf signifikansi 0,000 < 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan meningkatkan motivasi maka
kepuasan kerja juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Koldakar dalam Hamali
(2018: 131) yang mendefinisikan motivasi sebagai hasrat dalam yang membakat yang
disebabkan oleh kebutuhan, keinginan, dan kemauan yang mendorong seorang individu untuk
menggunakan energi fisik dan mentalnya guna tercapainya tujuan-tujuan yang diinginkan.
Dengan tercapainya tujuan-tujuan yang diinginkan tersebut maka kepuasan kerja juga akan
terpenuhi.
Berdasarkan hasil uji deskriptif penelitian ini, indikator-indikator yang paling
mempengaruhi motivasi untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan di PT. Champion
Kurnia Djaja Technologies adalah agar pimpinan tidak membeda-bedakan karyawan dan
semuanya mendapatkan perhatian yang sama. Indikator lainnya adalah agar pimpinan selalu
memberikan dukungan penuh kepada karyawannya untuk pengembangan diri.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kepuasan Kerja
Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja. Hasil pengujian hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (12,881) > ttabel
(1,994). Besarnya pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kepuasan kerja adalah
0,502 atau sebesar 50,2% dianggap signifikan yang dibuktikan dengan taraf signifikansi 0,000
< 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan meningkatkan fungsi kepemimpinan
transformasional maka kepuasan kerja juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Puni et al. (2018) yang menyimpulkan bahwa kepemimpinan
transformasional berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, serta hasil penelitian yang
dilakukan oleh Yang & Islam (2012) yang menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
145
transformasional (pemeliharaan, perilaku pencapaian tujuan kelompok, dan saling melengkapi)
benar-benar membantu meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Berdasarkan hasil uji deskriptif penelitian ini, indikator-indikator yang paling
mempengaruhi fungsi gaya kepemimpinan transformasional untuk meningkatkan kepuasan
kerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies adalah agar pimpinan menjaga
karisma di mata bawahan. Pimpinan diharapkan agar mensosialisasikan visi, misi dan
perkembangan masa depan perusahaan bersama karyawan. Pimpinan diharapkan untuk
meningkatkan komunikasi dengan anggotanya tentang cara-cara mencapai tujuan perusahaan.
Pimpinan diharapkan untuk meningkatkan perhatiannya terhadap kebutuhan karyawan dalam
bekerja. Selain itu, pimpinan juga diharapkan untuk meningkatkan upaya dalam membangun
kepercayaan para karyawan untuk kemajuan perusahaan.
Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja
Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil
pengujian hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (8,522) > ttabel (1,994). Besarnya pengaruh
budaya organisasi terhadap kepuasan kerja adalah 0,272 atau sebesar 27,2% dianggap
signifikan yang dibuktikan dengan taraf signifikansi 0,000 < 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menciptakan budaya organisasi yang baik
dalam bekerja maka kepuasan kerja akan meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Edison
dkk (2018: 115), bahwa apabila budaya organisasi kuat, anggota yang ada dalam organisasi
menganggap aturan bukan lagi sebagai kewajiban yang membelenggu, tetapi sudah menjadi
kebutuhan. Di sisi lain, mereka memiliki rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan bangga pada
organisasinya yang pada gilirannya menumbuhkan komitmen organisasi dan kepuasan kerja.
Berdasarkan hasil uji deskriptif penelitian ini, indikator-indikator yang paling
berpengaruh dalam menciptakan budaya organisasi yang baik untuk meningkatkan kepuasan
kerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies adalah dengan cara meningkatkan
inisiatif karyawan dalam bekerja agar tidak selalu bergantung pada petunjuk pimpinan dalam
menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya bisa dilakukan sendiri oleh karyawan. Peningkatan
inisiatif ini bisa dilakukan dengan cara melakukan bimbingan dan melalui pelatihan
peningkatan kompetensi karyawan.
Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan
Motivasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil
pengujian hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (2,282) > ttabel (1,994). Besarnya pengaruh
motivasi terhadap kinerja karyawan adalah -0,316 atau sebesar -31,6% dianggap signifikan
yang dibuktikan dengan taraf signifikansi sebesar 0,026 < 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh negatif terhadap kinerja
karyawan di lingkungan kerja PT. Champion Kurnia Djaja Technologies. Dengan demikian
dapat digambarkan bahwa model korelasi linier hubungan motivasi terhadap kinerja karyawan
cenderung miring ke arah kiri. Sedangkan model korelasi linier yang diharapkan adalah bernilai
positif atau dengan garis korelasi yang miring ke arah kanan.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif penelitian ini, terdapat tiga indikator kinerja
karyawan skala terendah dengan frekuensi terbanyak yang dipilih oleh responden. Hasil
deskriptif tersebut mengindikasikan bahwa masih ada responden yang merasakan hal-hal
sebagai berikut:
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
146
Target pekerjaan yang diterima karyawan kurang menantang dan kurang realistis.
Kualitas kerja yang dihasilkan karyawan belum sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan.
Masih ada karyawan yang belum tepat waktu dalam menyelesaikan target
pekerjaannya.
Berdasarkan analisis dan simulasi statistik, ketiga indikator tersebut di atas sangat
berperan dalam menentukan pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan. Dengan memenuhi
ketiga indikator tersebut maka akan dapat merubah pengaruh motivasi terhadap kinerja
karyawan dari linier negatif menjadi linier positif. Sebagai langkah perbaikan untuk ketiga
indikator tersebut maka dapat dilakukan dengan cara:
Melakukan rotasi secara berkala sehingga karyawan akan mendapatkan suasana baru
yang lebih menantang dalam bekerja.
Memberikan pelatihan berkala kepada karyawan sehingga karyawan lebih terampil
dalam bekerja dan menghasilkan kualitas kerja sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan.
Memberikan target waktu penyelesaian pekerjaan, melakukan pengontrolan dan
mengevaluasi kinerja karyawan secara berkala sehingga karyawan menjadi lebih
disiplin dan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara tepat waktu.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan
Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan. Hasil pengujian hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (2,585) > ttabel
(1,994). Besarnya pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan
adalah 0,215 atau sebesar 21,5% dianggap signifikan yang dibuktikan dengan taraf signifikansi
sebesar 0,012 < 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan meningkatkan fungsi gaya
kepemimpinan transformasional maka kinerja karyawan akan meningkat. Hasil penelitian ini
sesuai dengan pendapat Yang & Islam (2012: 388), bahwa kepemimpinan transformasional
adalah kepemimpinan yang menginspirasi, membangkitkan dan mengubah orang-orang atau
karyawan dengan visi dan semangat untuk mencapai suatu tujuan dengan menyuntikkan
antusiasme dan energi untuk menyelesaikan sesuatu. Hasil penelitian ini juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Masadeh et al. (2016), yang menyimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional secara positif berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil pengujian hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (10,940) > ttabel (1,994). Besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan adalah 0,580 atau sebesar 58,0% dianggap signifikan yang dibuktikan dengan taraf signifikansi 0,000 < 0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menciptakan budaya organisasi yang baik dalam bekerja maka kinerja karyawan akan meningkat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Maryati et al. (2019) dan penelitian yang dilakukan oleh Shahzad et al. (2013) yang menyimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
147
Berdasarkan hasil uji deskriptif penelitian ini, indikator-indikator yang paling berpengaruh dalam menciptakan budaya organisasi yang baik untuk meningkatkan kinerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies adalah dengan meningkatkan inisiatif karyawan dalam bekerja agar tidak selalu bergantung pada petunjuk pimpinan untuk menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya bisa dilakukan sendiri oleh karyawan. Peningkatan inisiatif tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan bimbingan dan melalui pelatihan peningkatan kompetensi karyawan.
Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil pengujian hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (2,544) > ttabel (1,994). Besarnya pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan adalah 0,354 atau sebesar 35,4% dianggap signifikan yang dibuktikan dengan taraf signifikansi sebesar 0,013 < 0,05. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Edison dkk (2018: 210), bahwa kepuasan kerja yang tinggi akan membentuk suasana yang nyaman dan semangat kerja yang tinggi. Sebaliknya, rusaknya kondisi kerja dan rendahnya kepuasan kerja akan dapat mengakibatkan rendahnya komitmen karyawan dan akhirnya mempengaruhi kinerja karyawan yang bersangkutan. Jika ketidakpuasan ini dibiarkan berkembang, suasana lingkungan kerja akan menjadi keruh dan tim akan menjadi rapuh. Oleh sebab itu kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Berdasarkan hasil uji linieritas pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan, didapatkan bahwa model hubungan tersebut tidak sepenuhnya linier (linier parsial). Untuk 23,0% responden yang berada pada tingkat kepuasan kerja yang sangat tinggi, kepuasan kerja tidak lagi dapat meningkatkan kinerja tetapi akan menurunkan kinerja karyawan tersebut karena sudah merasa sangat puas dengan pekerjaannya. Berikut ini adalah hasil analisis jawaban responden mengenai indikator-indikator kepuasan kerja yang memilih skala tertinggi (4-5) dengan frekuensi terbanyak, diantaranya:
Pekerjaan sangat menarik dan menyenangkan.
Perlu dilakukan review terhadap tugas dan tanggung jawab karyawan secara berkala apakah karyawan tersebut sudah berkontribusi terhadap perusahaan sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Sebagai solusi, sistem rotasi dapat dilakukan sesuai bakat, kemauan dan kemampuan karyawan untuk menciptakan suasana baru yang lebih sesuai sehingga karyawan menjadi lebih berkembang dan kepuasan kerja yang baru akan terbentuk dan akhirnya berdampak kepada peningkatan kinerja karyawan kembali.
Karyawan diberi kepercayaan dalam bekerja.
Kepercayaan yang diberikan kepada karyawan dalam bekerja harus tetap berada dalam norma kerja dan dikontrol dengan baik. Kepercayaan penuh tanpa pengontrolan biasanya dapat disalahgunakan oleh karyawan dan membuatnya bekerja sesuai dengan kemauan sendiri. Jika kondisi seperti ini dibiarkan maka akan dapat menciptakan suasana kerja yang tidak terkontrol dan pada akhirnya karyawan tidak fokus lagi dalam bekerja dan kinerjanya bisa menjadi menurun. Oleh sebeb itu fungsi pengontrolan harus tetap dijalankan bersamaan dengan kepercayaan yang diberikan kepada karyawan.
Atasan selalu membantu karyawan bila mendapat kesulitan dalam pekerjaan. Atasan sudah seharusnya memberikan bantuan terhadap bawahan yang mendapatkan kesulitan dalam bekerja. Namun, bantuan yang diberikan atasan sebaiknya tidak membuat karyawan merasa dimanja sehingga membuat karyawan tersebut menjadi kurang bertanggung jawab dan kinerjanya menjadi menurun. Bantuan yang diberikan sebaiknya bersifat mendidik dan dapat meningkatkan wawasan serta kompetensi agar karyawan mampu menangani persoalan yang sama di kemudian hari.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
148
Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja
Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Hasil pengujian hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (2,406) > ttabel (1,994). Besarnya pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja adalah 0,103 atau sebesar 10,3%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja mampu bertindak sebagai variabel intervening untuk memediasi hubungan motivasi terhadap kinerja karyawan. Hubungan langsung variabel motivasi terhadap kinerja karyawan yang bersifat negatif dapat diubah menjadi positif melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Hasil pengujian hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (2,493) > ttabel (1,994). Besarnya pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja adalah 0,178 atau sebesar 17,8%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja mampu bertindak sebagai variabel intervening untuk memediasi hubungan gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan, namun hasilnya tidak sebesar pengaruh langsung variabel gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja
Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Hasil pengujian hipotesis ini dibuktikan dengan nilai thitung (2,425) > ttabel (1,994). Besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja adalah 0,096 atau sebesar 9,6%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja mampu bertindak sebagai variabel intervening untuk memediasi hubungan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan, namun hasilnya tidak sebesar pengaruh langsung variabel budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan analisis statistik serta pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
2. Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
3. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
4. Motivasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
5. Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
6. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
149
7. Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
8. Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
9. Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
10. Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja karyawan di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies.
Saran-Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini mengenai “Pengaruh motivasi, gaya kepemimpinan transformasional dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening - Studi pada PT. Champion Kurnia Djaja Technologies”, maka disarankan sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan kinerja karyawan melaui motivasi kerja di PT. Champion Kurnia Djaja
Technologies, disarankan menggunakan kepuasan kerja sebagai variabel intervening (mediasi), dengan lebih memperhatikan indikator-indikator berikut ini:
Agar pimpinan tidak membeda-bedakan karyawan dan semuanya mendapatkan perhatian yang sama.
Agar pimpinan selalu memberikan dukungan penuh kepada karyawannya untuk pengembangan diri.
2. Untuk memberikan efek positif pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan secara langsung di PT. Champion Kurnia Djaja Technologies, maka disarankan:
Melakukan rotasi secara berkala sehingga karyawan bisa mendapatkan suasana baru yang lebih menantang dalam bekerja.
Memberikan pelatihan berkala kepada karyawan sehingga karyawan menjadi lebih terampil dalam bekerja dan menghasilkan kualitas kerja sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.
Memberikan target waktu penyelesaian pekerjaan, melakukan pengontrolan dan mengevaluasi kinerja karyawan secara berkala sehingga karyawan menjadi lebih disiplin dan dapat menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu.
3. Dalam meningkatkan kinerja karyawan melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening, maka disarankan:
Melakukan review terhadap tugas dan tanggung jawab karyawan secara berkala apakah karyawan tersebut sudah berkontribusi terhadap perusahaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Melakukan pengontrolan terhadap kepercayaan penuh yang diberikan kepada karyawan agar kepercayaan yang diberikan tidak disalahgunakan.
Setiap bantuan yang diberikan oleh atasan kepada bawahan harus bersifat mendidik dan dapat meningkatkan wawasan serta kompetensi agar bawahan mampu menangani persoalan yang sama di kemudian hari.
4. Disarankan agar PT. Champion Kurnia Djaja Technologies menerapkan gaya kepemimpinan transformasional untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan dengan menggunakan indikator-indikator kepemimpinan transformasinal yang digunakan dalam penelitian ini karena hasilnya berpengaruh positif dan signifikan.
5. Disarankan agar PT. Champion Kurnia Djaja Technologies selalu menciptakan, menjaga, dan mempertahankan budaya organisasi yang baik untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan dengan menggunakan indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini karena hasilnya terbukti berpengaruh positif dan signifikan.
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
150
Daftar Pustaka
Agus, M. (2017), “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Kompensasi dan
Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan Pantoloan”. Jurnal Katalogis, Volume 5 Nomor 7, 36-43.
Antasurya, R. (2013), “Analisis Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Setra Dampaknya Pada Kinerja Pegawai (Studi pada Kanwil DJP Jawa Tengah I Kota Semarang)”. Jurnal Bisnis Strategi, Vol. 22 No. 2 Desember 2013.
Bahri, S. (2018), “Metode Penelitian Bisnis – Lengkap Dengan Teknik Pengolahan Data SPSS”. Yogyakarta: Andi Offset.
Dharma, Y. (2017), “The Effect of Work Motivation on the Employee Performance with Organization Citizenship Behavior as Intervening Variable at Bank Aceh Syariah”. Emerald Reach Proceedings Series, Vol.1, 7–12, © Emerald Publishing Limited 2516-2853, DOI 10.1108/978-1-78756-793-1-00065.
Diamantidis, A.D. & Chatzoglou, P. (2018), “Factors affecting employee performance: an empirical approach”. International Journal of Productivity and Performance Management © Emerald Publishing Limited 1741-0401, DOI 10.1108/IJPPM-01-2018-0012.
Edison, E. dkk (2018), “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Bandung: Alfabeta. Gaol, J. L. (2014), “A to Z Human Capital – Manajemen Sumber Daya Manusia”. Jakarta: PT.
Grasindo Anggota Ikapi. Ghozali, I. (2018), “Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program IBM SPSS 25, Edisi
Kesembilan”. Semarang: Universitas Diponegoro. Hamali, A. Y. (2018), “Pemahaman Manajemen Sumber Daya Manusia”. Jakarta: Buku Seru. Magfirah (2019), “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Motivasi Kerja dan
Organizational Citizenship Behavior Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. BNI Cabang Palu”. Jurnal Katalogis, Volume 3, Nomor 10, 78-87.
Mangkunegara, A.P (2017), “Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Cetakan Keempatbelas”. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Maryati, T. et al. (2019), “The Effect of Spiritual Leadership and Organizational Culture on Employee Performance: The Mediating Role of Job Satisfaction”. International Journal of Innovation, Creativity and Change. Volume 9, Issue 3. Diakses dari: www.ijicc.net
Masadeh, R. et al. (2016), “A Jordanian empirical study of the associations among transformational leadership, transactional leadership, knowledge sharing, job performance, and firm performance: a structural equation modelling approach”. Journal of Management Development, Vol. 35 Iss 5 pp. © Emerald Group Publishing Limited. Diakses dari: http://dx.doi.org/10.1108/JMD-09-2015-0134
Parmin (2015), “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi Kerja, dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada Karyawan Yantek Unit PT. PLN Rayon Kebumen)”. Jurnal Fokus Bisnis, Volume 14, No. 02, Desember 2015.
Pawirosumarto, S. et al. (2017), “The effect of work environment, leadership style, and organizational culture towards job satisfaction and Its implication towards employee performance in Parador Hotels and Resorts, Indonesia”. International Journal of Law and Management, © Emerald Group Publishing Limited. Diakses dari: https://doi.org/10.1108/IJLMA-10-2016-0085
Puni, A. et al. (2018), “Transformational leadership and job satisfaction: the moderating effect of contingent reward”. Leadership & Organization Development Journal © Emerald
INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia
Volume 4, Nomor 1, Desember 2020
Setria Feri, Adi Rahmat, Bambang Supeno
151
Group Publishing Limited 0143-7739. Diakses dari: https://doi.org/10.1108/LODJ-11-2017-0358
Setiawan, D. (2013), “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan transaksional Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan di PT. Tohitindo Multi Craft Industries Krian”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Manajemen Vol. 2 No.1.
Shahzad, F. et al. (2013), “Impact of Organizational Culture on Employees Job Performance: An Empirical Study of Software Houses in Pakistan”. Journal of Business Studies Quarterly.
Sugiyono (2019), “Metode penelitian kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Cetakan Ke-1)”. Bandung: Alfabeta.
Wibowo (2016), “Manajemen Kinerja – Edisi Kelima”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Yang, Y.F. & Islam, M. (2012), “The influence of transformational leadership on job
satisfaction: The balanced scorecard perspective”. Journal of Accounting & Organizational Change, Vol. 8, No. 3, 386-402, © Emerald Group Publishing Limited 1832-5912. Diakses dari: http://dx.doi.org/10.1108/18325911211258353
Recommended