View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KATA PENGANTAR
Mata kuliah Teori Pengoptimuman merupakan salah satu mata kuliah pilihan
bagi mahasiswa Program Studi Matematika Universitas Mataram yang disajikan pada
semester 5 dengan bobot 3 SKS. Dengan melihat obyek dan bobot dari mata kulian ini,
materi-materi yang disajikan dipilih sedemikian hingga mahasiswa yang telah lulus
mata kuliah ini memiliki sejumlah kemampuan dasar yang berkaitan dengan teori dasar
yang berkaitan dengan metode pengoptimuman dan penerapannya.
Buku ini dikemas dalam enam bab. Bab I berisi tentang apa dan bagaimana
terkait dengan teori pengoptimuman, dilengkapi dengan landasan matematika yang
berisi teori-teori yang mendukung dalam teknik pengoptimuman. Bab II tentang
teknik-teknik pengoptimuman tanpa menggunakan konsep kalkulus. Bab III mengupas
tentang tehnik pengoptimuman untuk kasus optimasi tanpa kendala. Bab IV membahas
tentang tentang tehnik pengoptimuman untuk kasus optimasi yang berkendala. Bab V
membahas tentang topik khusus yang berkaitan dengan program geometrik dan pada
Bab VI membahas tentang topik program dinamik.
Buku ini disajikan dengan bahasa sederhana disertai dengan pembahasan
contoh-contoh yang terkait dengan topik yang diuraikan. Pada setiap babnya
disediakan beberapa soal latihan. Mahasiswa diharapkan mempelajari dengan baik dan
cermat setiap metoda dan cara yang dilakukan dalam pemecahan soal-soal pada contoh
yang diberikan dan mengerjakan semua latihan yang ada.
Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih kepada Dekan FMIPA Universtas
Mataram yang memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun buku ini.
Kemudian sebagai penyusun kami menyadari kemungkinan adanya kekeliruan atau
kesalahan pada buku ini, dengan hati terbuka kami menerima segala kritikan dan saran
demi perbaikan buku ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Pendahuluan
1.2. Landasan Matematika
1.2.1. Norma
1.2.2. Invers Matriks
1.2.3. Karakteristik Nilai Eigen
1.2.4. Fungsi dan Diferensial
1.2.5. Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks
1.3. Kondisi Optimal untuk Masalah Optimasi Tidak Berkendala
1.4. Latihan
Bab 2. Optimasi Tanpa Kalkulus
2.1. Ketaksamaan Rata-Rata Aritmatika dan Geometri
2.2. Optimasi Menggunakan Ketaksamaan AM-GM
2.3. Ketaksamaan Cauchy
2.4. Hasil Kali Dalam untuk Matriks Bujur Sangkar
2.5. Latihan
Bab 3 Optimasi Tanpa Kendala
2.1. Metode Steepest-Descent
2.2. Metode Newton
2.3. Metode Gauss-Newton
2.4. Latihan
Bab 4. Optimasi Berkendala
4.1. Kendala
4.2. Klasifikasi Permasalahan Optimasi Berkendala
1
1
2
2
4
5
7
9
11
14
15
15
16
18
21
23
24
24
30
33
38
40
40
47
4.2.1 Program Linear (Linear Programming)
4.2.2 Program Kuadratik (Quadratic Programming)
4.2.3 Program Konveks (Convex Programming)
4.2.4 Bentuk Umum Permasalahan Optimasi Berkendala
4.3. Metode Transformasi
4.4. Pengganda Lagrange (Lagrange Multiplier)
4.4.1 Pengganda Lagrange untuk Permasalahan Kendala Persamaan
4.4.2 Kasus Khusus : Fungsi Kuadratik dengan Kendala Linear
4.4.3 Metode Lagrange untuk Kendala Pertidaksamaan
4.5. Teorema Karush-Kuhn-Tucker
4.6 . Latihan
Bab 5. Program Geometrik
5.1 Pendahuluan
5.2 Posinomial
5.3 Program Geometri Tanpa Kendala
5.3.1 Tingkat Kesulitan (degree of difficulty)
5.3.2 Syarat Cukup untuk Solusi PG
5.4 Solusi Program Geometri Menggunakan Ketaksamaan Aritmatik-
Geometrik
5.5 Relasi Primal-Dual dan Syarat Cukup untuk Kasus Tanpa Kendala
5.6 Permasalahan Optimasi Berkendala
5.7 Penyelesaian Permasalahan Program Geometrik Berkendala
5.8 Latihan
Bab 6. Program Dinamik
6.1 Pendahuluan
6.2 Definisi Program Dinamik
6.3 Sifat atau Karakteristik Program Dinamis
6.4 Multi Tahapan Proses Pengambilan Keputusan
6.5 Konsep Suboptimalisasi dan Prinsip Optimalitas dalam Permasalahan
Program Dinamik
6.6 Metode Kalkulus untuk Penyelesaian Program Dinamik
47
49
49
50
51
56
56
58
58
60
62
64
64
64
65
65
67
72
73
76
76
78
79
79
80
80
81
83
85
6.7 Jenis-jenis Pendekatan Program Dinamis
6.8 Latihan
Daftar Bacaan
91
94
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Teori optimasi merupakan salah satu subyek dalam matematika terapan,
matematika komputasi, dan riset operasi yang memiliki ranah aplikasi yang cukup luas
pada berbagai bidang seperti sains, enginering, ekonomi dan bisnis, keuangan, militer,
dan sebagainya. Secara khusus, teori dan metode optimasi merupakan suatu alat untuk
menentukan solusi optimal dari suatu permasalah nyata yang didefinisikan secara
matematika menggunakan metode ilmiah dan alat-alat (teori atau metode) yang terkait
dalam penentuan solusi optimal tersebut.
Penyelesaian permasalahaan optimasi merupakan suatu langkah ilmiah
penentuan solusi optimal atau terbaik terhadap suatu permasalahan nyata yang terdiri
atas serangkaian kegiatan yang meliputi penyusunan model matematika yang terkait
dengan masalah yang dipecahkan. Model matematika ini berkaitan dengan proses
pendefinisian variabel yang merepresentasikan permasalahan yang dihadapi, penentuan
fungsi tujuan, dan fungsi kendala.
Secara umum, model optimasi diberikan oleh Persamaan (1.1.1) berikut ini.
Min ( ) dengan , atau Min ( )f x x X f xx X
(1.1.1)
dengan x menyatakan variabel keputusan (decision variable), ( )f x menyatakan fungsi
tujuan (objective function), dan nX menyatakan himpunan kendala (constrain set)
atau daerah feasibel (feasible region). Secara khusus, permasalahan optimasi dapat
dibedakan atas dua tipe, yaitu optimasi tanpa kendala dan optimasi berkendala.
Permasalahan optimasi tanpa kendala diberikan oleh Persamaan (1.1.2) berikut :
Min ( )f xx X
(1.1.2)
dan permasalahan optimasi tanpa berkendala diberikan oleh Persamaan (1.1.3) berikut :
2
Min ( )
dengan kendala : ( ) 0, ,
( ) 0, .i
j
f xx X
C x i E
C x j I
(1.1.3)
dengan E dan I berturut-turut menyatakan himpunan indeks untuk kendala berupa
persamaan (equality constraints) dan kendala berbentuk pertidaksamaan (inequality
constraints).
1.2 Landasan Matematika
Pada sub bagian ini akan diuraikan beberapa konsep matematika yang menjadi
dasar pengembangan teori dan metode pengoptimuman, seperti norma, matriks, fungsi,
diferensial, himpunan dan fungsi konveks.
1.2.1 Norma
Pada buku ini, notasi n dan n berturut-turut menyatakan ruang berdimensi n
atas lapangan real dan lapangan kompleks. Untuk atau n nx menyatakan n-
tupel, 1 2, , , nx x x x dengan atau ; 1,2, , .i ix x i n
Definisi berikut akan memberikan pengertian tentang terminologi norma.
Definisi 1.1 Misalkan , nx y dan sebarang. Fungsi : n disebut
norma, jika memenuhi pernyataan berikut ini :
(i). 0, dan 0 jika dan hanya jika 0,x x x
(ii). x x ,
(iii). x y x y .
Untuk ,nx beberapa contoh fungsi norma yang sudah umum dikenal antara
lain :
(1). Norma- l : 1
kk n
x maks x ,
(2). Norma- 1l : 1
1
n
kk
x x
,
(3). Norma- 2l : 1/2
2
21
n
kk
x x
,
3
Secara umum, untuk suatu bilangan bulat p didefinisikan Norma- pl sebagai berikut:
1/
1
pnp
kpk
x x
(1.2.1)
Definisi 1.2. Misalkan , m nA B dan sebarang. Fungsi : m n
disebut norma matriks, jika memenuhi pernyataan berikut ini :
(i). 0, dan 0 jika dan hanya jika 0,A A A
(ii). A A ,
(iii). A B A B .
Berkaitan dengan norma- pl pada (1.2.1), norma- pl untuk matriks adalah sebagai berikut
:
10
supp
p
p pxxp
AxA maks Ax
x (1.2.2)
Secara khusus, beberapa definisi norma yang sudah sering dan umum digunakan adalah
(1). Norma maksimum atas vektor kolom:
1 1
1
n
ijj n
i
A maks a
(1.2.3)
(2). Norma maksimum atas vektor baris:
1 1
1
n
iji n
j
A maks a
(1.2.4)
(3). Norma spektral:
1/2
2
TmaksA A A (1.2.5)
Selanjutnya berdasarkan definisi norma tersebut di atas, didefinisikan konsep
jarak sebagai berikut.
Definisi 1.3 Misalkan , nx y . Jarak antara titik x dan y pada ruang n ,
dinotasikan dengan ( , ),d x y merupakan suatu fungsi ( , ) : n nd x y yang
didefinisikan dengan ( , ) .d x y x y
4
Berdasarkan definisi norma, berikut ini adalah karakteristik dari fungsi jarak.
Definisi 1.4 Misalkan , , nx y z .
(i). ( , ) 0d x y dan ( , ) 0d x y jika dan hanya jika ,x y
(ii). ( , ) ( , ) ( , ),d x z d x y d y z
(iii). ( , ) ( , )d x y d y x .
Selanjutnya berikut akan diberikan beberapa terminologi konvergensi barisan
vektor pada n dan barisan matriks pada ruang m n .
Definisi 1.5 Misalkan nkx , untuk setiap n bilangan asli. Barisan vektor kx
dikatakan konvergen ke- x , jika
lim 0nnx x
(1.2.6)
Selanjutnya, misalkan m nkA , untuk setiap ,m n . Barisan matriks kA
dikatakan konvergen ke A, jika
lim 0nnA A
(1.2.7)
Definisi 1.6 Barisan nkx dikatakan barisan Cauchy, jika untuk setiap 0
terdapat indeks N sehingga n mx x , untuk setiap , .n m N
Atau, untuk setiap ,n m N berlaku
,lim 0n mn m
x x
(1.2.8)
1.2.2 Invers Matriks
Pada subbagian ini akan diuraikan beberapa teorema dasar yang berkaitan
dengan invers dan invers yang diperumum (generalized inverse) dari matriks.
Teorema 1.7 [Sun dan Yuan, 2006:9]
Misalkan . konsisten norma matriks dengan 1I dan n nE sebarang. Jika
1E maka I E matriks nonsingular, dan
5
1
0
( ) ,k
k
I E E
(1.2.9)
dan
1 1.
1I E
E
(1.2.10)
Jika n nA adalah matriks nonsingular dan 1 1A B A maka matrikas B
adalah nonsingular dan memenuhi
1 1 1
0
,k
k
B I A B A
(1.2.11)
dan
1
1
11
AB
A B A
. (1.2.12)
Teorema 1.8 [Sun dan Yuan, 2006:10]
Misalkan , n nA B dan diasumsikan A mempunyai invers dengan 1 .A Jika
A B dan 1 maka B juga mempunyai invers dan
1 1
1b
(1.2.13)
1.2.3 Karakteristik Nilai Eigen
Pada subbab ini, akan diuraikan beberapa terminologi yang terkait dengan nilai
eigen, khususnya yang terkait dengan matriks definit positif, matriks definit negatif,
dan matriks simetrik indefinit.
Definisi 1.9 Misalkan n nA suatu matriks dan , 0nx x . Bilangan
disebut nilai eigen dari matriks A, jika memenuhi kesamaan berikut:
Ax x (1.2.14)
Vektor x yang memenuhi Persamaan (1.2.14) disebut vektor eigen yang berkorespondensi dengan nilai eigen .
6
Definisi 1.10 Radius spektral dari matriks A didefinisikan dengan
1
( ) ii n
A maks
(1.2.15)
Misalkan matriks n nA dengan nilai–nilai eigen 1 2, , , .n Vektor eigen
yang berkorespondensi dengan nilai eigen yang berbeda dari matriks A adalah bebas
linear.
Definisi 1.11 Misalkan n nA adalah matriks simetrik dan nv .
(1). Matriks A disebut definit positif jika 0Tv Av , untuk setiap 0v .
(2). Matriks A disebut semidefinit positif jika 0Tv Av .
(3). Matriks A disebut definit negatif jika A definit positif atau 0Tv Av , untuk
setiap 0v .
(4). Matriks A disebut semidefinit negatif jika A semidefinit negatif atau 0Tv Av .
(5). Matriks A disebut indefinit, jika A bukan semidefinit positif atau semidefinit
negatif.
Misalkan n nA adalah matriks simetrik. Beberapa karakteristik dari matiks A
adalah sebagai berikut :
(1). Semua nilai eigen dari A adalah bilangan real.
(2). Vektor eigen yang berkorespondensi dengan nilai-nilai eigen yang berbeda dari
matriks A adalah ortogonal.
Berdasarkan Definisi 1.10, beberapa karakteristik yang terkait dengan matriks
simetrik definit posifif, semidefinit positif, definit negatif dan semidefinit negatif.
Misalkan n nA adalah matriks simetrik.
(1). Matriks A adalah definit positif jika dan hanya jika semua nilai eigen dari matriks
A adalah positif.
(2). Matriks A adalah semidefinit positif jika dan hanya jika semua nilai eigen dari
matriks A adalah non negatif.
(3). Matriks A adalah definit negatif jika dan hanya jika semua nilai eigen dari matriks
A adalah negatif.
(4). Matriks A adalah semidefinit negatif jika dan hanya jika semua nilai eigen dari
matriks A adalah non negatif.
7
(5). Matriks A adalah indefinit jika dan hany jika nilai eigen dari matriks A ada yang
positif dan sekaligus yang negatif.
1.2.4 Fungsi dan Diferensial
Misalkan nx dan 0. Sekitaran- (neighborhood) dari vektor x
didefinisikan dengan
( ) |nN x y y x (1.2.16)
Misalkan nD dan .x D Titik x disebut titik interior dari D, jika terdapat
sekitaran- dari x sedemikian hingga ( ) DN x . Himpunan semua titik interior dari
himpunan D dinotasikan dengan ( )Int D . Oleh karenanya, ( ) DInt D . Jika setiap
titik pada D adalah titik interior atau ( ) DInt D , maka himpunan D adalah himpunan
buka.
Titik nx D disebut titik akumulasi atau titik limit, jika 0,
( ) D .N x ini berarti, terdapat subbarisan knx pada D sehingga
knx x .
Himpunan semua titik limit dari D disebut tutupan (closore) dari D, dinotasikan dengan
D . Jelas bahwa D D . Selanjutnya, jika D D atau setiap titik limit pada D
dimuat oleh D maka D adalah himpunan tutup.
Himpunan nD disebut terbatas, jika terdapat bilangan real M sedemikian
hingga ,x M untuk setiap .x D Selanjutnya, himpunan nD dikatakan
himpunan kompak, jika D tutup dan terbatas.
Fungsi : nf disebut kontinu di titik ,nc jika untuk setiap 0
terdapat 0 sedemikian hingga jika x c maka ( ) ( )f x f c . Dengan
kata lain, untuk setiap ( )x N c , ( ) ( ( )).f x N f c Jika fungsi f kontinu untuk setiap
titik pada D maka f dikatakan kontinu pada D.
8
Fungsi kontinu : nf dikatakan kontinu terdiferensial di titik ,nc jika
turunan fungsi f di titik c, i
fc
x
ada dan kontinu, 1, 2, , .i n Gradient fungsi f
atau Matriks Jacobian untuk fungsi f di titik nx didefinisikan dengan
1 2
( ) ( ) ( ) ( )T
n
f f ff x x x x
x x x
(1.2.17)
Jika f kontinu terdiferensial di setiap titik pada himpunan buka nD maka f disebut
kontinu terdiferensial pada D dan dinotasikan dengan 1( ).f C D Secara umum, jika
fungsi kontinu ' '' (p)( ), dan ( ), ( ), , ( )f x f x f x f x ada dan kontinu untuk setiap titik pada
himpunan D, maka dinotasikan dengan ( ).pf C D
Fungsi kontinu terdifensial : nf dikatakan mempunyai turunan kedua
yang kontinu di nx jika 2
i j
f
x x
adadan kontinu, untuk setiap , 1, 2, , .i j n
Matriks Hessian dari fungsi ,f 2 ,f didefinisikan sebagai matriks simetris berukuran
n n dengan elemen sebagai berikut
2
2
,( ) ( ), 1 ,
i ji j
ff x x i j n
x x
(1.2.18)
Atau
2 2 2
1 1 1 2 1
2 2 2
22 1 2 2 2
2 2 2
1 2
( )
n
n
n n n n
f f f
x x x x x x
f f f
f x x x x x x x
f f f
x x x x x x
1.2.5 Himpunan Konveks dan Fungsi Konveks
Himpunan dan funsgi konveks merupakan dua terminologi yang cukup penting
dalam kajian optimasi.
9
1.2.5.1 Himpunan Konveks
Definisi 1.12 Misalkan .nS Jika setiap 1 2,x x S dan [0,1] berlaku
1 21x x S (1.2.19)
maka himpunan S disebut himpunan konveks.
Secara umum, himpunan nS disebut himpunan konveks, jika untuk setiap
1 2, , , mx x x S berlaku
1
m
i ii
x S
(1.2.20)
dengan 1
1, 0, dan 1,2, , .m
i ii
i m
Secara geometri, Definisi 1.11 mengindikasikan bahwa jika 1 2,x x S maka segmen
garis antara 1x dan 2x berada pada himpunan S, sebagaimana di ilustrasikan pada
Gambar 1 berikut:
Gambar 1. Ilustrasi himpunan konveks dan himpunan bukan konveks
Pada Gambar 1, himpunan yang pertama (bagian kiri) terlihat bahwa 1 2 dan x x
serta semua titik pada ruas garis 1 2x x berada pada himpunan S, tetapi pada himpunan
kedua (bagian kanan), 1 2 dan x x berada pada himpunan S, tetapi ada bagian pada ruas
garis 1 2x x yang berada di luar himpunan S.
Beberapa karakteristik himpunan konveks adalah sebagai berikut :
1) Misalkan 1 2 dan S S adalah himpunan konveks pada n maka
x1
x1
x2x2
Himpunan KonveksHimpunan Bukan Konveks
10
(a). 1 2S S adalah himpunan konveks.
(b). 1 2 1 2 1 1 2 2| ,S S x x x S x S adalah himpunan konveks.
2) Jika nS adalah himpunan konveks maka
(a). Himpunan interior dari S, Int(S), adalah himpunan konveks.
(b). Tutupan (closure) dari himpunan S adalah himpunan konveks.
1.2.5.2 Fungsi Konveks
Definisi 1.13 Misalkan nS dan S merupakan himpunan konveks, serta fungsi
: .nf S Jika untuk setiap 1 2,x x S dan setiap 0,1 berlaku
1 2 1 2( (1 ) ) ( ) (1 ) ( ),f x x f x f x (1.2.21)
maka fungsi f disebut fungsi konveks pada S.
Selanjutnya, jika terdapat 0c sedemikian hingga untuk setiap 1 2,x x S berlaku
2
1 2 1 2 1 2
1( (1 ) ) ( ) (1 ) ( ) ,
2f x x f x f x c x x (1.2.22)
maka fungsi f disebut fungsi konveks secara seragam (uniformly) pada S.
Jika fungsi f pada S merupakan fungsi konveks (konveks seragam), maka invers
dari fungsi f yaitu f merupakan fungsi konkaf /concave (konkaf seragam) pada S,
seperti yang di ilustrasikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Ilustrasi grafik (i) fungsi konveks, (ii) fungsi konkaf, dan (iii) bukan fungsi konveks dan konkaf
Secara geometri, berdasarkan ilustrasi pada Gambar 2, fungsi konveks dapat
diinterpretasikan sebagai suatu fungsi yang grafiknya berada di bawah ruas garis yang
x1 x2 x
x1 x2 x
(i)
x1 x2 x
(ii)
x1 x2 x
(iii)
11
menghubungkan titik 1 1, ( )x f x dan titik 2 2, ( )x f x untuk setiap 1 2,x x x .
Sebaliknya, grafik fungsi konkaf berada di atas ruas garis yang menghubungkan titik
1 1, ( )x f x dan titik 2 2, ( )x f x untuk setiap 1 2,x x x .
Suatu fungsi : nf S dikatakan fungsi konveks tegas (strictly convex)
pada S, jika
( ( )) ( ) ( ( ) ( )), ,f x y x f x f y f x x y S .
Selanjutnya teorema berikut akan memberikan hubungan antara fungsi konveks dengan
matriks Hessian.
Teorema 1.14 Misalkan nS suatu himpunan konveks yang tidak kosong dan
misalkan pula :Sf kontinu terdiferensial dua kali, 2 ( ).f C S
1) Fungsi f adalah fungsi konveks jika dan hanya jika matriks Hessian yang berkaitan
dengan fungsi f adalah matriks semidefinit positif untuk setiap titik di S.
2) Fungsi f adalah fungsi konveks tegas, jika matriks Hessian yang berkaitan dengan
fungsi f adalah matriks definit positif untuk setiap titik di S.
3) Fungsi f konveks seragam jika dan hanya jika matriks Hessian yang berkaitan
dengan fungsi f adalah matriks definit positif seragam untuk setiap titik di S, yaitu
terdapat konstanta 0m sehingga
2 2 (x) , dan T nm u u f u x S u
1.3 Kondisi Optimal untuk Masalah Optimasi Tidak Berkendala
Pada subbab ini, misalkan permasalahan optimasi tidak berkendala diberikan
sebagai berikut:
min ( ), nf x x (1.23)
Secara umum, berkaitan dengan permasalahan optimasi tidak berkendala terdapat
dua tipe masalah pengoptimuman yiatu optimum lokal dan optimum global yang
diberikan oleh definisi berikut ini.
12
Definisi 1.15 Titik x disebut titik minimum lokal (local minimizer),, jika terdapat
0 sedemikian hingga ( ) ( ), nf x f x x dan x x . Kemudian, Titik x
disebut titik minimum lokal tegas (strict local minimizer), jika terdapat 0
sedemikian hingga ( ) ( ), , ,nf x f x x x x dan x x .
Definisi 1.16 Titik x disebut titik minimum global (global minimizer), jika
( ) ( ), nf x f x x . Kemudian, Titik x disebut titik minimum global tegas (strict
global minimizer), jika ( ) ( ), , dan .nf x f x x x x
Secara geometri, ilustrasi definisi minimum lokal, minimum lokal tegas dan
minimum global dapat dilihat pada Gambar 3. Pada tataran aplikasi, kebanyakan
algoritma yang diajukan digunakan untuk menentukan minimum lokal. Sedangkan
untuk minimum global merupakan pekerjaan yang cukup sulit, kecuali untuk beberapa
fungsi tertentu yang sudah dikenal karakteristiknya, seperti fungsi kuaratik atau fungsi
polinomial pada umumnya.
Gambar 3. Ilustrasi minimum lokal, minimum lokal tegas dan minimum global
Salah satu konsep yang sangat penting dalam menemukan lokasi minimum lokal
adalah arah descent (descent direction) yang didefinisikan sebagai berikut.
Definisi 1.17 Misalkan : nf terdiferensial di titik .nx Jika terdapat vektor
nd sehingga
( ), 0,f x d (1.24)
maka d disebut arah descent dari fungsi f di titik x.
Minimum Lokal Tegas
Minimum Lokal
Minimum Global
13
Kondisi pada teorema berikut merupakan syarat perlu suatu fungsi f memiliki
minimum lokal di titik .nx
Teorema 1.18 (Syarat Perlu untuk Turunan Pertama)
Misalkan : D nf kontinu terdiferensial pada himpunan buka D. Jika *x D
adalah titik minimum lokal dari (1.23) maka berlaku
0.f x (1.25)
Teorema 1.19 (Syarat Perlu untuk Turunan Kedua)
Misalkan D n himpunan buka, : D nf diberika, dan 2 ( )f C D . Jika
*x D adalah titik minimum lokal dari (1.23) maka * 0f x dan 2 *f x adalah
matriks semidefinit positif.
Teorema 1.20 (Syarat Cukup untuk Turunan Kedua)
Misalkan D n himpunan buka, : D nf diberika, dan 2 ( )f C D . Jika
* 0f x dan 2 *f x semidefinit positif maka *x D adalah titik minimum lokal
tegas dari (1.23).
Definisi 1.21 Titik * nx disebut titik stasioner (titik kritis) untuk fungsi terdiferensial
f, jika * 0f x .
Teorema 1.22 Misalkan nS suatu himpunan konveks tak kosong dan fungsi
:f S . Misalkan pula *x S titik minimum lokal sedemikian hingga
*0, .f x f x x S S .
(1). Jika f fungsi konveks maka *x S juga merupakan titik minimum global.
(2). Jika f fungsi konveks tegas maka *x S merupakan satu-satunya titik minimum
global.
14
1.4 Latihan
1. Misalkan A adalah matriksnon singular berukuran n n . Buktikan bahwa
1
xAx
A .
2. Tunjukkan dengan induksi matematika bahwa himpunan nS adalah himpunan
konveks jika dan hanya jika untuk setiap 1 2, , , nx x x S berlaku
1
n
i ii
x S
dengan 0, 1,2, ,i i n dan 1
1.n
ii
3. Misalkan ,m nA dan mb . Buktikan bahwa himpunan
| , 0nS x Ax b x
adalah himpunan konveks.
4. Misalkan 21 1 2 1| 1, 0D x x x x dan 2
2 1 2 1| 1, 0 .D x x x x
Misalkan pula 1 2.D D D Tunjukkan bahwa jika D1 dan D2 adalah himpunan
konveks, tetapi himpunan D belum tentu himpunan konveks.
5. Misalkan ( ), 1,2, ,if x i m adalah fungsi konveks yang terdefinisi pada himpunan
konveks .nD Tunjukkan bahwa fungsi
1
( ) ( )m
i ii
g x f x
juga merupakan fungsi konveks pada D, dengan 0, 1,2, ,mi i dan
1
1.m
ii
15
BAB 2
OPTIMASI TANPA KALKULUS
(OPTIMIZATION WITHOUT CALCULUS)
Pembahasan tentang tehnik atau metode optimasi, biasanya kita tidak terlepas
dari syarat turunan pertama dan kedua dari suatu fungsi, sistem persamaan linier,
operator nonlinier, ukuran jarak dan sebagainya. Bahkan beberapa mahasiswa atau kita
pada umumnya sering kali menganggap bahwa optimasi merupakan suatu topik atau
pokok bahasan yang penyelesaiannya bergantung pada aplikasi dari turunan dan
kalkulus pada umumnya.
Pada bab ini, kita akan mendiskusikan optimasi tanpa menggunakan prinsip dan
tehnik kalukulus, khususnya teori tentang diferensial. Pembahasan tehnik atau metode
optimasi pada bab ini didasarkan pada ketaksamaan rata-rata Aritmatika-Geometri dan
ketaksamaan Cauchy.
2.1 Ketaksamaan Rata-Rata Aritmatika dan Geometri
Sebelum kita membahas tentang ketaksamaan yang melibatkan hubungan
antara rata-rata aritmatika dan rata-rata, berikut diberikan terminologi tentang rata-rata
aritmatia dan geometri secara parsial.
Definisi 2.1 Jika 1 2, , , nx x x adalah bilangan real positif maka :
(1). Rata-rata aritmatika terhadap n data 1 2, , , nx x x adalah
1 2
1( )nAM x x x
n , (2.1.1)
(2). Rata-rata geometri terhadap n data 1 2, , , nx x x adalah
1/1 2GM ( . . . ) n
nx x x . (2.1.2)
Hubungan antara rata-rata aritmatika(AM) dan rata-rata geometri (GM)
diberikan oleh Teorema berikut :
16
Teorema 2.2 Misal diberikan 1 2, , , nx x x adalah bilangan positif. Hubungan antara
rata-rata aritmatika(AM) dan rata-rata geometri (GM) diberikan oleh ketaksamaan
berikut :
1/1 2 1 2
1( . . . ) ( ),n
n nx x x x x xn
(2.1.3)
dengan tanda sama terpenuhi, jika 1 2 .nx x x
Ketaksamaan (2.1.3) dikenal dengan ketaksamaan rata-rata aritmatika dan
geometri (arithmetic mean-geometric mean) yang dikenal dengan AM-GM.
Teorema 2.3 Perumuman dari Ketaksamaan AM-GM
Misalkan 1 2, , , nx x x adalah n bilangan positif dan misalkan pula 1 2, , , na a a adalah
bilangan-bilangan positif dengan sifat 1
1.n
ii
a
Perumuman dari ketaksamaan AM-
GM adalah
1 21 2 1 1 2 2 ,naa a
n n nx x x a x a x a x (2.1.4)
dengan tanda sama dengan terpenuhi jika dan hanya jika 1 2 .nx x x
2.2 Optimasi Menggunakan Ketaksamaan AM-GM
Ilustrasi penggunaan AM-GM untuk penyelesaian permasalahan optimasi
adalah sebagai berikut :
2.2.1 Contoh 1
Tentukan nilai minimun dari fungsi 12 18
( , ) ,f x y xyx y
dengan dan x y merupakan
dua bilangan positif.
Perhatikan suku-suku pada fungsi 12 18
( , ) .f x y xyx y
Jika ketiga suku pada fungsi
( , )f x y dikalikan maka diperoleh 12 18216xy
x y
. Berdasarkan ketaksamaan
AM-GM berlaku :
17
1
3
12 1812 18
3
xyx y
xyx y
1
31 12 18
2163
xyx y
12 18
18 xyx y
(2.2.1)
Ketaksamaan pada (2.2.1) berimplikasi bahwa nilai minimum fungsi
12 18( , )f x y xy
x y terjadi ketika
12 18
6xyx y (2.2.2)
Kesamaan pada (2.2.2) memberikan 2x dan 3y sehingga diperoleh nilai minimum
untuk fungsi 12 18
( , )f x y xyx y
adalah 18.
2.2.2 Contoh 2
Tentukan nilai maksimum dari fungsi ( , ) (72 3 4 )f x y xy x y dengan dan x y
merupakan dua bilangan positif.
Perhatikan bahwa fungsi ( , ) (72 3 4 )f x y xy x y terdiri atas tiga suku, yaitu , ,x y
dan 72 3 4x y , serta jumlah ketiga suku-suku tersebut bukanlah suatu konstanta.
Tetapi, kalau dimodifikasi menjadi 3 4 (72 3 4 )x y x y memberikan hasil yang
konstan yaitu 72. Dengan demikian fungsi ( , )f x y dapat ditulis kembali menjadi
1( , ) 3 4 (72 3 4 )
12f x y x y x y (2.2.3)
Karena 3 4 (72 3 4 ) 72x y x y maka berdasarkan ketaksamaan AM-GM, nilai
maksimum dari fungsi ( , )f x y terjadi jika masing-masing suku tak konstan dari fungsi
( , )f x y pada (2.2.3) adalah 24.
Akibatnya diperoleh nilai 8x dan 6.y Substitusi nilai x dan y pada fungsi
( , )f x y memberikan nilai maksimum untuk fungsi
8; 6( , ) | (72 3 4 ) 1152.x yf x y xy x y
18
2.2.3 Contoh 3
Tentukan nilai minimum dari fungsi 2
4( , ) 4
x yf x y x
y x dengan dan x y
merupakan dua bilangan positif.
Untuk kasus ini, tulis fungsi 2
4( , ) 4
x yf x y x
y x menjadi
2
2 2( , ) 4
x y yf x y x
y x x
(2.2.4)
Selanjutnya, tulis kembali fungsi ( , )f x y sebagai berikut
2
2 2( , ) 4
x y yf x y x
y x x
Selanjutnya, berdasarkan ketaksamaan AM-GM berlaku
124
2
24
2 24
2 24
4
2 24
164
x y yx
x y y y x xx
y x x
x y yx
y x x
(2.2.5)
Dengan menulis kembali (2.2.4) menjadi
2
2 24
( , ) 44
x y yx
y x xf x y
(2.2.6)
Berdasarkan persamaan (2.2.5) dan (2.2.6) maka diperoleh 1
( , ) 24
f x y . Dengan
demikian diperoleh nilai minimum dari fungsi ( , )f x y adalah 8, yaitu ketika masing-
masing suku pada (2.1.5) bernilai 2.
2.3 Ketaksamaan Cauchy
Definisi 2.4 Misalkan , nx y dengan 1 2, , , nx x x x dan 1 2, , , .ny y y y
(1). Hasil kali dalan vektor x dan y, dinotasikan , ,x y didefinisikan dengan
19
1 1 2 2, n nx y x y x y x y . (2.3.1)
(2). Norma vektor nx didefinisikan dengan
,x x x . (2.3.2)
Definisi 2.5 Misalkan , nx y dengan 1 2, , , nx x x x dan 1 2, , , .ny y y y
Ketaksamaan Cauchy berkaitan dengan vektor x dan y memenuhi
,x y x y (2.3.3)
Ruas kiri akan sama dengan ruas kanan, jika terdapat a sehingga .x ay
Permasalahan optimasi yang menggunakan ketaksamaan Cauchy sebagai alat
penyelesaiannya diperlihat oleh contoh-contoh berikut ini.
Contoh 1.
Tentukan nilai terbesar dan terkecil dari fungsi
( , , ) 2 3 6 ,f x y z x y z (2.3.4)
jika titik ( , , z)x y memenuhi 2 2 2 1x y z .
Berdasarkan ketaksamaan Cauchy, kita peroleh
2 2 2 2 2 2 2(2 3 6 )( ) (2 3 6 ) ,x y z x y z (2.3.5)
Karena syarat 2 2 2 1x y z maka ruas kiri pada (2.3.5) sama dengan 49. Akibatnya
nilai fungsi ( , , z)f x y berada pada interval [ 7,7] dan kesamaan pada (2.3.5) terjadi
ketika vektor (2,3,6) paralell terhadap vektor ( , , )x y z , yaitu
2 3 6
x y z . (2.3.6)
Kesamaan (2.3.6) memberikan ,x t 32 ,y t dan 3z t dengan 2 4
9 .t Akibatnya,
nilai terkecil dari ( , , ) 7f x y z , pada saat nilai 2
7x dan nilai terbesar dari
( , , ) 7f x y z , ketika nilai 2
.7
x
20
Contoh 2.
Permasalahan mendasar pada teori estimasi adalah mengestimasi nilai konstanta c, jika
diberikan sejumlah J data , 1, 2, ,j jz c v j J dengan ,jv j merupakan variabel
acak yang merepresentasikan suatu gangguan (noise) atau kesalahan pengukuran
(measurement error). Jika diasumsikan nilai harapan (ekspetasi) untuk nilai ,jv j
adalah ( ) 0jE v , nilai ,jv j tidak saling berkorelasi atau ( , ) 0,j kE v v untuk j k
dan varians dari jv adalah 2 2( ) 0.jE v
Estimator linier untuk c diberikan oleh
1
.J
j jj
c b z
(2.3.7)
Ingat, bahwa estimator c tidak bias, jika ( ) ,E c c dengan 1
1J
jj
b
. Estimator terbaik
dapat diperoleh dengan meminimumkan 2
.E c c
Dengan demikian, ini berarti bahwa jb harus meminimumkan
2 2
1 1 1
,J J J
j k j k j jj k j
E b b v v b
(2.3.8)
dengan kendala
1
1.J
jj
b
(2.3.9)
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, kita akan menggunakan ketaksamaan Cauchy.
Pandang kesamaan
1 1
11 ( ) .
J J
j j jj j j
b b
Ketaksamaan Cauchy memberikan
2 22
1 1
11 ,
J J
j jj j j
b
21
dengan tanda sama dengan terpenuhi jika dan hanya jika terdapat suatu konstanta, sebut
, sehingga
1
, 1,2, , .j jj
b j J
Akibatnya diperoleh
2
1, 1,2, , .j
j
b j J
Berdasarkan persamaan (2.3.9) diperoleh
21
11J
j j
Akhirnya memberikan nilai untuk estimator
2
1
.J
j
j j
zc
(2.3.10)
2.4 Hasil Kali Dalam untuk Matriks Bujur Sangkar
Trace untuk suatu matriks persegi M, notasi trM , adalah jumlah elemen-elemen
matriks M yang berada di bawah diagonal utamanya. Jika diberikan matriks persegi A
dan B atas lapangan (semua elemennya merupakan bilangan real).
Trace dari perkalian matriks TB A mendefinisikan hasil kali dalam,
, ( A).TA B tr B
Hasil kali dalam pada matriks dapat digunakan untuk mendefinisikan norma pada
matriks, yang dikenal dengan norma Frobenius, yaitu :
, ( ).TA A A tr A A (2.4.1)
untuk setiap matriks persegi A.
22
Berikut akan diberikan sebuah teorema yang berlaku pada suatu matriks simetri
(Teorema Fan). Namun sebelum itu akan diuraikan dulu beberapa terminologi yang
akan digunakan dalam teorema tersebut.
Misalkan S adalah suatu matriks simetris. Definisikan 1 2( ) , ( ) , , ,nnS S
adalah vektor yang elemen-elemennya merupakan nilai eigen dari matriks simetris S,
dan ( ( ))D S merupakan matriks diagonal yang elemennya adalah elemen dari ( )S .
Berdasarkan definisi ini, dapat ditunjukkan bahwa
( )S S . (2.4.2)
Misalkan pula ( )S menyatakan vektor dari nilai eigen S yang diurut dengan urutan
tidak naik.
Teorema 2.6 (Teorema Fan)
Jika S dan R adalah dua matriks simetris sebarang maka berlaku
( ) [ ( )],[ ( )] ,tr SR S R
dengan tanda sama dengan terpenuhi jika dan hanya jika terdapat matriks ortogonal U
sedemikian hingga
([ ( )]) ,TS UD S U
dan
([ ( )]) .TR UD R U
Akibat dari Teorema Fan, jika matriks S dan R adalah matriks diagonal, maka berlaku
( ), ( ) [ ( )],[ (R)]S R S . (2.4.3)
23
2.5 Latihan
1. Misalkan A menyatakan rata-rata aritmatika dari himpunan berhingga bilangan
positif P, dengan x dan y berturut-turut menyatakan unsur terkecil dan terbesar dari
himpunan P.
Buktikan bahwa ( ),xy A x y A dan kesamaan terjadi jika dan hanya jika
.x y A
2. Minimumkan fungsi
22
1 4( ) 4f x x x
x x
untuk setiap x bilangan positif.
Petunjuk : pandang dua suku pertama dan dua suku terakhir secara terpisah.
3. Tentukan nilai maksimum dari fungsi 2( , ) ,f x y x y jika x dan y memenuhi
6 5 45.x y
Petunjuk : Tulis 6 3 3x x x .
4. (Ketaksamaan Young) Misalkan p dan q adalah bilangan positif yang lebih besar
dari 1 dan memenuhi 1 11.
p q Jika x dan y adalah dua bilangan positif maka
,p qx y
xyp q
dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika .p qx y
Petunjuk : gunakan perumuman dari ketaksamaan AM-GM.
24
BAB 3
OPTIMASI TANPA KENDALA
(UNCONSTRAINED OPTIMIZATION)
Permasalahan optimasi tanpa kendala dapat dibedakan atas dua metode, yaitu
metode pencarian (search methods) dan metode gradien (gradient methods). Namun
secara umum, khususny untuk permasalahan multidimensi, metode pencarian kurang
efisien. Oleh karenanya pada buku ini hanya akan dibahas tentang metode gradien.
Metode gradien merupakan salah satu metode optimasi yang berdasarkan pada
informasi gradient fungsi yang akan dioptimalkan pada suatu titik tertentu. Pada bagian
ini, kita akan fokus pada tiga metode gradien yang umum yaitu :
(a). Metode Steepest-Descent
(b). Metode Newton (c). Metode Gauss-Newton
3.1 Metode Steepest-Descent
Misal diberikan suatu permasalahan optimasi
F = ( ), untuk .nMin Min f x x (3.1.1)
Berdasarkan aturan pada Deret Taylor,
12( ) ( ) ,T TF F f x f x g H (3.1.2)
dan 0. Perubahan F dalam fungsi diberikan oleh
.TF g (3.1.3)
Operasi kali pada ruas kanan (3.1.3) adalah kali skalar atau hasil kali dalam (dot
product) antara vektor g dan vektor .
Jika 1 2gT
ng g g dan 1 2
T
n maka
25
1
cosn
i ii
F g g
dengan menyatakan sudu antara vektor g dan vektor , dan
1
2 .Tg g g (3.1.4)
3.1.1 Arah Ascent dan Descent
Perhatikan plot kontur pada Gambar 3.1. Jika x dan x dua titik yang
berdekatan pada kontur A, maka untuk 0 berlaku
cos 0F g (3.1.5)
Karena F merupakan konstanta pada kontur. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa besaran sudut antara vektor g dan vektor sama dengan 900. Akibatnya
gradien di titik x adalah ortogonal dengan kontur A, seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 3.1. Selanjutnya, untuk setiap , F bernilai maksimum (positif) jika 0 ,
dan merupakan arah dari fungsi .g
Gambar 3.1 Arah Steepest Descent dan Steepest Ascent. Sumber : Antoniou dan Lu (2007:121)
26
Pada sisi lain, F bernilai maksimum (negatif) jika , dan menyatakan arah
dari fungsi .g Gradien g dan g berturut-turut menyatakan arah steepest ascent dan
steepest descent. Secara mendasar definisi terkait dengan hal ini diberikan sebagai
berikut.
3.1.2 Metode Dasar
Misalkan ( )f x adalah fungsi kontinu di sekitaran titik x. Jika d menyatakan
arah steepest-descent di titik X di titik x, yaitu
d g
maka perubahan sebesar di titik x diberikan oleh
,d untuk suatu 0
akan mengurangi nilai fungsi ( ).f x Maksimum pengurangan nilai fungsi ( )f x dapat
dipandang sebagai permasalahan mencari solusi permasalahan
( )Min F f x d
(3.1.6)
sebagaimana diilustrasikan seperti pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.
Gambar 3.2 Konstruksi metode steepest descent. Sumber : Antoniou dan Lu (2007:122).
27
Gambar 3.3 Arah Steepest Descent dan Steepest Ascent. Sumber : Antoniou dan Lu (2007:122).
Jika keadaan dari suatu titik x ke suatu titik optimum *x yang menyebabkan
nilai f(x) minimum, maka melalui metode stepest descent arah pencarian ditentukan
oleh nilai seperti diilustrasikan pada Gambar 3.3. Akibatnya, permasalahan dimensi
banyak (multi-dimensional) semula dapat diselesaikan dengan permasalahan dimensi
satu Persamaan (3.1.1).
Pada kenyataannya, d bukanlah titik yang berada pada arah *x dan selanjutnya
prosedur iterasi harus digunakan untuk menentukan solusi yaitu *x . Dimulai dari titik
0 ,x arah 0d d g dapat ditentukan dan nilai yang meminimumkan
0 0 0f x d , sebut 0 dapat ditentukan. Selanjutnya titik 1 0 0 0x x d dapat
ditentukan dan selanjutnya dapat dilanjutkan melalui proses iterasi
1 .k k k kx x d (3.1.7)
untuk 1,2,3,k sampai konvergensi dicapai. Prosedur iterasi ini selesai
(terminated), jika k kd tidak signifikan, atau jika 0k K dengan K konstanta
28
positif kecil. Proses iterasi ini seperti diilustrasikan pada Gambar 3.4. Perhatikan
bahwa pola trayektori dari titik awal menuju titik solusi mengikuti pola zig-zag tetapi
saling tegak lurus.
Gambar 3.4 Arah Steepest Descent dan Steepest Ascent. Sumber : Antoniou dan Lu (2007:124).
Algoritma Steepest-Descent adalah sebagai berikut :
Langkah 1.
Input 0x dan tetapkan nilai toleransi (bilangan positif cukup kecil). Tetapkan k = 0;
Langkah 2.
Hitung gradien kg dan tetapkan .k kd g
Langkah 3.
Tentukan k , nilai yang meminimumkan ( )k kf x d
menggunakan line search.
29
Langkah 4.
Tetapkan 1k k k kx x d dan hitung 1 1( ).k kf f x
Langkah 5.
Jika k kd maka kerjakan :
Output *1kx x dan *
1( ) ( ),kf x f x dan selesai!
Jika tidak, Tetapkan 1k k dan ulangi langkah 2-5.
Jika Hessian dari fungsi ( )f x ada, maka nilai yang meminimumkan fungsi
( )kf x d , sebut k , dapat ditentukan secara analitik. Antoniou dan Lu (2007:125)
memberikan formula penentuan nilai k , jika diberikan H matriks Hessian untuk ( )f x
adalah
Tk k
k Tk k k
g g
g H g , (3.1.8)
dan nilai k kd g maka Persamaan (3.1.7) menjadi
1 .Tk k
k k kTk k k
g gx x g
g H g (3.1.9)
Sebaliknya, jika Hessian untuk ( )f x tidak ada, maka nilai k dapat dihitung
dengan menggunakan formula (Antoniou dan Lu, 2007:125) :
2
,2
Tk k
k Tk k k
g g
f f g g
(3.1.10)
dengan menyatakan estimator untuk k , biasanya diberi nilai sama dengan 1k , dan
untuk iterasi yang pertama nilai 1, serta nilai ( ).k kf f x g
Algoritma Steepest-Descent tanpa Line Search :
Langkah 1.
Input 1x dan tetapkan nilai toleransi (bilangan positif cukup kecil).
Tetapkan k = 0 dan 0 1.
Hitung 1 1( ).f f x
30
Langkah 2.
Hitung gradien .kg
Langkah 3.
Tetapkan k kd g dan 1.k k
Hitung ( ).k kf f x g
Tentukan nilai k berdasarkan Persamaan (3.1.10)
Langkah 4.
Tetapkan 1k k k kx x d dan hitung 1 1( ).k kf f x
Langkah 5.
Jika k kd maka kerjakan :
Output *1kx x dan *
1( ) ( ),kf x f x dan selesai!
Jika tidak, Tetapkan 1k k dan ulangi langkah 2-5.
Jika fungsi 2( ) ( ),f x C D D memiliki titik kritis minimum lokal *x dan
Hessian dari ( )f x definit positif di titik *x x maka dapat ditunjukkan bahwa jika kx
cukup “dekat” dengan x (close to x ) dengan
2
* *1
1( ) ( ) [ ( ) ( )],
1k k
rf x f x f x f x
r
(3.1.11)
dengan nilai r diberikan oleh
,m
M
r
untuk m menyatakan nilai eigen terkecil dari Hessian kH dan M menyatakan nilai
eigen terbesar dari Hessian kH .
3.2 Metode Newton
Metode Newton (Newton-Raphson) dibangun berdasarkan aproksimasi
kuadratik dari deretTaylor. Jika menyatakan gangguan untuk titik x , fungsi
( )f x diberikan oleh formula
2
1 1 1
1( ) ( ) .
2
n n n
i i ji i ji i j
f ff x f x
x x x
(3.2.1)
31
Turunan fungsi ( )f x respek terhadap parameter , 1,2, ,k k n dan seting
hasil turunan tersebut sama dengan nol akan memberikan k yang meminimumkan nilai
fungsi ( )f x , yaitu :
2
1
0, untuk 1, 2, ,n
iik i k
f fk n
x x x
(3.2.2)
Dalam notasi matriks , Persamaan (3.2.2) dapat ditulis
g H
Atau,
1H g (3.2.3)
Persamaan (3.2.3) memiliki solusi, jika memenuhi kondisi berikut ini.
1) MatriksHessian non singular.
2) Aproksimasi pada Persamaan (3.2.1) valid.
Secara sederhana, metode Newton-Raphson merupakan suatu metode optimasi
untuk meminimumkan suatu fungsi : ,nf yaitu menentukan variabel *x
sedemikian hingga *( ) 0.f x
3.2.1 Metode Newton untuk Satu Variabel
Pada kasus ini, permasalahan optimasi yang dilakukan adalah meminimumkan
fungsi satu variabel. Misal fungsi :f diberikan dan akan diminimumkan, yaitu
mencari *x yang meminimumkan fungsi f , yaitu *( ) ( )f x f x untuk setiap
.x D Untuk mencari *x dilakukan dengan menyelesaikan persamaan ' ( ) 0.f x
Seting '(x) ( )g f x dan terapkan metode Newton-Rapson pada fungsi ( ).g x Oleh
karenanya, permasalahan ini dapat dipandang sebagai permasalahan mencari *x
sedemikian hingga *( ) 0g x atau dengan kata lain mencari akar persamaan ( ) 0.g x
Dengan demikian, algoritma optimasi Newton-Raphson adalah metode iteratif
sebagai berikut :
32
1'
( )
( )k k k
k
g xx x
g x , (3.2.4)
atau,
'
1''
( )
( )k k k
k
f xx x
f x (3.2.5)
3.2.2 Metode Newton untuk Multivariabel
Algoritma Newton-Raphson untuk menentukan akar dari fungsi : n nf
mengikuti iterasi berikut ini :
1
1 [ ]( ) ( ),k k k kx x g x g x
J (3.2.6)
dengan ]( )g xJ[ menyatakan matriks jacobian dari turunan parsial orde satu, ( ),jk
j
gx
x
unyuk fungsi 1 2( ) ( ), ( ), , ( ) .T
ng x g x g x g x
Untuk meminimumkan fungsi : nf , misalkan ( ) ( )g x f x kemudian
tentukan akar dari fungsi g. Kemudian, tahapan iterasi Algoritma Newton-Raphson
diberikan oleh
12
1 ( ) ( ),k k k kx x f x f x
(3.2.7)
dengan 2 ( ) ]( )kf x g x J[ adalah matriks Hessian dari turunan parsian kedua dari
fungsi f.
Selanjutnya, jika 2 ( ), dan ( )k k k kG f x g f x maka Persamaan (3.2.7)
menjadi
11 ,k k k kx x G g (3.2.8)
dengan 11k k k k ks x x G g sbagai arah Newton. Perhatikan bahwa arah Newton
merupakan arah descent karena memenuhi 1 0T Tk k k k kg s g G g jika matriks kG
adalah matriks definit positif.
33
Algoritma Metode Newton
Langkah 1.
Input 0nx dan tetapkan nilai toleransi (bilangan
positif cukup kecil). Tetapkan k = 0
Langkah 2.
Jika ,kg maka slesai!
Langkah 3.
Selesaikan k kG g untuk setiap ks
Langkah 4.
Tetapkan 1 ;k k kx x s dan hitung 1 1( ).k kf f x
Langkah 5. Tetapkan 1k k , dan ulangi langkah 2-4.
Teorema berikut memberikan syarat cukup untuk konvergensi metode Newton.
Teorema 3.1 [Teorema Konvergensi Metode Newton (Sun dan Yuan, 2006)]
Misalkan 2f C dan kx cukup dengan solusi permasalahan minimasi *x dengan
*( ) 0.g x Jika matriks Hessian *( )G x definit positif dan ( )G x memenuhi kondisi
Lipschitz,
( ) (y) , untuk suatu dan ,ij ijG x G x y i j (3.2.9)
dengan ( )ijG x menyatakan elemen baris ke-i dan kolom ke-j pada matriks G(x) maka
untuk setiap k, algoritma Newton (3.2.8) adalah well-defined; dibangun oleh barisan
kx konvergen ke *.x
3.3 Metode Gauss-Newton
Pada banyak permasalahan optimasi, fungsi obyektif diberikan dalam bentuk
fungsi terhadap vektor,
1 2[ ( ) ( ) ( )]Tmf f x f x f x (3.3.1)
34
Dengan ( ), 1,2, ,jf x j m adalah fungsi dengan variabel bebas x.
Pada permaalahan seperti ini, fungsi bernilai real F dapat ditulis dalam bentuk
2
1
( ) .m
Tj
j
F f x f f
(3.3.2)
Pada kasus ini, jika F dapat diminimumkan menggunakan algoritma multi-dimensi
tanpa kendala, maka fungsi ( )jf x secara individu adalah minimum dalam bentuk least-
squares. Metode mencari solusi optimal untuk kasus seperti ini dikenal dengan metode
Gauss-Newton.
Jika diberikan sejumlah fungsi, ( ), 1, 2, ,jf x j m dengan nx , maka
matriks Jakobian diberikan oleh
1 1 1
1 2
2 2 2
1 2
1 2
n
n
m m m
n
f f f
x x x
f f f
x x xJ
f f f
x x x
Bilangan m yang menyakan banyaknya fungsi mungkin saja lebih banyak dari jumlah
variabel elemen x, yaitu bilangan n.
Melalui pendiferensialan fungsi F pada Persamaan (3.3.2) respek terhadap
variabel , 1,2, ,ix i n memberikan
1
2 ( ) , 1, 2, , .m
jj
ji i
fFf x i n
x x
(3.3.3)
Dalam bentuk matriks dapat ditulis
1 2
1 1 111
1 22
2 2 2 2
1 2
( )
( )2
( )
m
m
mm
n n n n
ff fF
x x xxf x
fF f ff x
x x x x
f xF ff f
x x x x
35
Sehingga gradien dari fungsi F, notasi Fg , diberikan oleh
2 TFg J f (3.3.4)
Jika diasumsikan bahwa 2( )jf x C , maka Persamaan (3.3.3) memenuhi
22
1 1
2 2 ( ) ,m m
j j jj
j ji j i j i j
f f fFf x
x x x x x x
(3.3.5)
untuk 1,2, , .i n Jika nilai turunan kedua dari ( )jf x untuk semua j dapat diabaikan
maka Persamaan (3.3.5) menjadi
2
1
2m
j j
ji j i j
f fF
x x x x
(3.3.6)
Selanjutnya, Hessian dari matriks F, notasi ,FH dapat diperoleh
2 TFH J J (3.3.7)
Karena gradien dan Hessian dari F sudah diketahui, maka relasi rekursif metode Newton diberikan oleh persamaan berikut ini.
1
1
1
(2 ) (2 )
= ( ) ( )
T Tk k k
T Tk k
x x J J J f
x J J J f
dengan k merupakan nilai yang meminimumkan k kF x d .
Sebelum Algoritma Newton dibahas, berikut akan diberikan Algoritma
Matthews dan Davies sebagai algoritma yang mendasari Algoritma Newton, sebagai
berikut :
Algoritma Matthews dan Davies
Langkah 1.
Input kH dan n.
Tetapkan L = 0, 0.D
Jika 11 0,h maka set 00 11,h h selainnya set 00 1.h
Langkah 2. For 2,3, ,nk do:
36
Set m=k-1, 1.mml
If 000, set .mm mmh h h
Langkah 2.1 For , 1, ,i k k n do:
Set /jm jm mml h h , 0.jmh
Langkah 2.1.1 For t=k, k+1, ... , n do:
Set it it im mth h l h
If 000 ,kkh h set 00 .kkh h
Langkah 3.
Set 1.nnl
If 0,nnh set 00.nnh h
For i=1,2, ... , n set .ii iid h
Selesai !
Selanjutnya, Adapun Algoritma Newton sebagaimana yang telah diuraikan di
atas adalah sebagai berikut :
Algoritma Metode Gauss-Newton
Langkah 1.
Input 0nx dan tetapkan nilai toleransi (bilangan
positif cukup kecil). Tetapkan k = 0
Langkah 2.
Hitung ( ), 1, 2, ,jk j kf f x j m dan kF
Langkah 3.
Hitung , 2 ,Tk k k kJ g J f dan 2 .T
k k kH J J
Langkah 4.
Hitung kL dan kD menggunakan algoritma Matthews dan
Davies.
Hitung k k ky L g dan 1T
kk k kd L D y
.
Langkah 5.
Tentukan k , nilai yang meminimumkan ( ).k kF x d
Langkah 6.
Tetapkan 1 d ;k k k kx x
37
Hitung ( 1), j kf untuk 1,2, ,j m dan 1kF
Langkah 7.
Jika 1k kF F maka kerjakan
Output * *1 ( 1), ( )k j kx x f x untuk 1,2, ,j m dan 1kF .
Selesai. Jika Tidak, Tetapkan 1k k , dan ulangi mulai langkah 3.
38
3.4. Latihan 1. Gunakan metode Steepest-Descent untuk menyelesaikan permasalahan berikut :
(a). 2 21 1 2 2 1 2 ( ), jika ( ) 2 2 2 2Min f x f x x x x x x x
(b). 2 21 2 1 2 ( ), jika ( ) 2 4 4Min g x g x x x x x dengan titik awal 0
0
0x
.
2. Untuk soal No. 1.(b) : dengan menggunakan induksi, tunjukkan bahwa
1
22
3
11
3
k
kkx
Selanjutnya, tentukan titik *x sedemikian hingga nilai (x)f minimum.
3. Diberikan masalah minimasi
2 21 2 1 2 1 2min 0,2 2,2 2,2 2,2.x x x x x x
(a). Tentukan titik *x yang memenuhi kondisi turunan pertama, yaitu
*'( ) 0.f x
(b). Tunjukkan bahwa titik *x pada (a) merupakan titik minimum global !
(c). Jika titik awal, 0
0
0x
, berapa banyak iterasi steepest-descent dilakukan
agar dicapai titik optimal dengan 1010 .
4. Selesaikan permasalahan minimasi,
2 2 2 2 2 2 21 2 3 1 2 1 3( ) ( 5) ( 8) ( 7) 2 4f x x x x x x x x ,
menggunakan algoritma steepest-descent.
(a). Mulai dengan 0 1 1 1T
x dan 610 . Verifikasi solusi tersebut
dengan menggunakan kondisi turunan kedua.
(b). Sama dengan no. (a), dengan 0 2,3 0 0 .T
x
(c). Sama dengan no. (a), dengan 0 0 2 12 .T
x
5. Selesaikan permasalahan minimasi berikut
2 2 2 21 2 1 2 ( ) ( 1) ( 1)Min f x x x x x ,
39
jika 610 dengan titik awal 4 4 , 4 4 , 4 4 , dan 4 4T T T T
menggunakan algoritma steepest-descent, kemudian bandingkan hasilnya jika
menggunakan algoritma Steepest-Descent tanpa Line Search.
6. Seleaikan latihan nomor 1.(a) dan 1.(b) menggunakan metode Newton.
7. Selesaikan latihan nomor 5 menggunakan metode Gauss-Newton.
40
BAB 4
OPTIMASI BERKENDALA
(CONSTRAINED OPTIMIZATION)
Pada bab ini akan diuraikan beberapa hal yang terkait dengan prinsip, metode,
dan algoritma yang berkaitan dengan permasalahan optimasi dengan kendala
(constrained optimization).
4.1 Kendala
Bentuk umum permasalahan optimasi berkendala adalah menentukan vektor
* nx yang meminimumkan suatu fungsi,
( ),Min f x (4.1.1)
dengan kendala (subject to) :
1( ) 0, untuk 1,2, , .a x i p (4.1.2)
( ) 0, untuk 1,2, , .jc x j q (4.1.3)
Kesamaan pada (4.1.2) disebut kendala persamaan (equality constraints) dengan dan
ketaksamaan pada (4.1.3) disebut kendala pertidaksamaan (inequality constraints).
Permasalahan optimasi dengan fungsi obyektif/fungsi tujuan (objective function)
dan kendala (4.1.2) dan (4.1.3) yang diasumsikan mempunyai turunan kedua dan
kontinu, yaitu 2( ), ( ) untuk 1, 2, , dan 1, 2, , . i ja x c x C i p j q Misalkan D
menyatakan daerah feasibel untuk permasalan (4.1.1), yaitu himpunan semua titik-titik
yang memenuhi (4.1.2) dan (4.1.3) :
| ( ) 0, untuk 1, 2, , dan ( ) 0, untuk j 1, 2, ,qi jD x a x i p c x (4.1.4)
4.1.1 Kendala Persamaan
Misalkan beberapa kendala persamaan diberikan
1( ) 0
( ) 0p
a x
a x
(4.1.5)
41
mendefinisikan suatu permukaan (hypersurface) pada .n Dalam notasi vektor,
Persamaan (4.1.5) dapat ditulis menjadi
1 2( ) [ ( ) ( ) ( )] 0.Tpa x a x a x a x (4.1.6)
Defini 4.1
Suatu titik x disebut titik regular (regular point) dari kendala (4.1.5), jika titik x
memenuhi Persamaan (4.1.5) dan vektor kolom 1 2( ), ( ), , ( )pa x a x a x adalah
bebas linear.
Berdasarkan Definisi 4.1, Suatu titik regular x dari suatu kendala persamaan,
jika titik x tersebut memenuhi kesamaan (4.1.5) dan matriks Jacobian
1 2 [ ( ) ( )eJ a x a x ( )]Tpa x memiliki rank baris yang penuh. Karena
nx maka matriks Jacobian eJ berukuran n p . Oleh karenanya, agar titik nxmenjadi titik regular dari kendala (4.1.5) maka haruslah ukuran p n . Selanjutnya,
jika p n , pada banyak kasus jumlah vektor nx yang memenihi Persamaan (4.1.5)
adalah finit dan permasalahan optimasi (4.1.1) mempunyai solusi trivial.
Contoh 4.2
Diskusikan dan sketsalah daerah feasibel yang memenuhi kendala persamaan berikut :
1 3 1 0x x (4.1.7a)
2 21 2 12 0x x x (4.1.7b)
Solusi :
Matriks Jacobian untuk kendala (4.1.7a) dan (4.1.7b) adalah sebagai berikut :
1 2
1 0 1( )
2 2 2 0eJ xx x
Memiliki rank baris 2, kecuali di titik 3[1 0 ]Tx x . Karena 3[1 0 ]Tx x tidak
memenuhi Persamaan (4.1.7b), dan setiap titik yang memenuhi Persamaan (4.1.7a-b)
adalah titik regular untuk kendala (4.1.7). Kendala (4.1.7) mendeskripsikan irisan
antara silinder pada (4.1.7b) dan bidang datar pada (4.1.7a).
42
Perhatikan, Kesamaan pada (4.1.7b) dapat ditulis kembali menjadi
2 21 21 1x x (4.1.8)
Dalam bentuk persamaan parameter dalam t, Persamaan (4.1.8) dapat ditulis menjadi
1 1 cos( )x t (4.1.9a)
2 sin( )x t (4.1.9b)
jika Persamaan (4.1.9) dihubungkan dengan Persamaan (4.1.7a) akan memberikan
3 2 cos( )x t (4.1.9c)
Persamaan parameter (4.1.9a)-(4.19c) dengan parameter t pada [0,2 ] menghasilkan
kurva seperti pada Gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 Kurva representasi dari kendala Persamaan (4.1.7)
Pada kasus tertentu, permasalahan optimasi memiliki kendala ( )ia x semuanya
dalam bentuk persamaan linear. Oleh karenanya, Persamaan (4.1.5) menjadi sistem
persamaan linear yang dapat diekspresikan menjadi
Ax b (4.1.10)
dengan p nA yang secara numerik sama dengan Jacobian, yaitu ,eA J dan
1pb . Karena Jacobiannya merupakan matriks konstanta, sebarang solusi dari
Persamaan (4.1.10)
43
adalah titik regular, jika rank(A) = p. Jika rank(A) = p’< p, maka terdapat dua
kemungkinan yaitu :
( A b ) rank(A),rank (4.1.11)
atau
( A b ) rank(A).rank (4.1.12)
Jika Persamaan (4.1.11) terpenuhi, maka terdapat kontradiksi diantara kesamaan yang
ada pada sistem (4.1.11). Oleh karena perlu dilakukan reduksi untuk menghilangkan
yang dua atau lebih kesamaan yang kontradiksi tersebut. Jika Persamaan (4.1.12) yang
terpenuhi dengan rank(A) = p’maka dengan manipulasi aljabar Persamaan (4.1.10)
dapat direduksi menjadi sistem yang ekivalen yang terdiri atas p’kendala kesamaan
linear, yaitu
Ax b (4.1.13)
dengan 'p nA yang memiliki rank p’ dan ' 1pb .
Ketika rank(A) = p’, secara numerik terdapat cara untuk mereduksi Persamaan
(4.1.10) menjadi (4.1.13) yaitu dengan menerapkan singular-value decomposition
(SVD) pada matriks A (lihat Lampiran 1). Penerapan SVD pada matriks A
memberikan
TA U V (4.1.14)
dengan matriks ,p pU dan matriks ortogonal ,n nV serta
0
0 0p n
S
dengan 1 2 ', , , pS diag dan 1 2 ' 0.p Akibatnya diperoleh
0
AA U
(4.1.15)
dengan '1 2 '[ , , , ]T p n
pA S v v v dimana iv menyatakan kolom ke-i dari V, dan
Persamaan (4.1.10) menjadi
44
00
bAx
.
Contoh 4.3
Sederhanakan kendala persamaan berikut ini:
1 2 3 4
2 3
1 2 3 4
2 3 2 4
2 1
2 10 9 4 5
x x x x
x x
x x x x
(4.1.16)
Solusi :
Persamaan (4.1.16), dapat ditulis dalam notasi matriks Ax b sebagai berikut :
1
2
3
4
1 2 3 2 4
0 2 1 0 1
2 10 9 4 5
x
x
x
x
Dapat ditunjukkan bahwa 2 brank A ank Ar . Oleh karenanya, kesamaan
pada (4.1.16) dapat direduksi menjadi 2 kesamaan saja, melalui penerapan SVD pada
matriks A dengan
0, 2717 0,8003 0,5345
0,1365 0,5818 0,8018
0,9527 0,1449 0, 2673
U
,
14,8798 0 0 0
0 1,6101 0 0
0 0 0 0
,
0,1463 0,3171 0,6331 0,6908
0,6951 0,6284 0,3161 0,1485
0,6402 0,3200 0,6322 0,2969
0,2926 0,6342 0,3156 0,6423
V
Selanjutnya, berdasarkan Persamaan (4.1.14) dan (4.1.15) diperoleh
1 2 3 42,1770 10,3429 9,5255 4,3540 5,7135x x x x (4.1.17a)
1 2 3 40,5106 1,0118 0,5152 1,0211 3,0587x x x x (4.1.17b)
45
4.1.2 Kendala Pertidaksamaan
Pada sub bab ini akan diuraikan tentang permasalahan optimasi dengan kendala
pertidaksamaan. Diberikan himpunan kendala sebagai berikut :
1
2
( ) 0
( ) 0
( ) 0q
c x
c x
c x
(4.1.18)
Berbeda dengan banyaknya kendala sama dengan, banyaknya kendala pertidaksamaan,
q, tidak harus lebih kecil dari banyaknya komponen x, yaitu n. Sebagai contoh, jika
diberikan suatu kasus dengan kendala ( ),jc x untuk setiap 1 j q sebagai fungsi
linear maka kendala pada (4.1.18) merepresentasikan polihedron dengan q facets dan
banyaknya facets pada polihedron adalah tak berhingga (unlimited).
Terhadap kendala pertidaksamaan, terdapat dua isu pokok yang termuat pada
(4.1.18). Berkaitan dengan titik feasibel x, kendala pertidaksamaan (4.1.18) dapat
dibagi dua klasifikasi, yaitu himpunan kendala dengan ( ) 0jc x dan himpunan kendala
dengan ( ) 0jc x . Himpunan kendal dengan sifat ( ) 0jc x disebut dengan kendala
aktif (active constraints) himpunan kendala dengan sifat ( ) 0jc x disebut dengan
kendala tidak aktif (inactive constraints). Sebagai ilustrasi perhatikan Gambar 4.2
berikut ini.
Gambar 4.2 Kendala aktif dan tidak aktif
46
Berdasarkan ilustrasi pada Gambar 4.2, 1 2( ) dan ( )c x c x merupakan kendala tidak aktif,
dan kendala 3( )c x merupakan kendala aktif.
Pendekatan lain berkaitan dengan kendala pertidak samaan adalah
mengkonversi kendala tersebut menjadi kendala sama dengan. Sebagai ilustrasi,
diberikan permaslahan optimasi sebagai berikut :
( ), nMin f x x , (4.1.19a)
dengan kendala : ( ) 0, untuk 1,2, ,ic x i q . (4.1.19b)
Kendala pada (4.1.19b) dapat ditulis dalam bentuk lain, yaitu
1 1 1
2 2 2
( ) c ( ) 0
( ) c ( ) 0
( ) c ( ) 0q q q
c x x y
c x x y
c x x y
(4.1.20a)
0, untuk 1iy i q , (4.1.20b)
dalam hal ini variabel 1 2, , , qy y y disebut sebagai variabel dummy (slack variable).
Kendala (4.1.20b) dapat dieliminasi menggunakan substitusi variabel
2, untuk 1 .i iy y i q
Jika kita misalkan
1 1
T
n qx x x y y
maka permasalahan optimasi (4.1.19) dapat ditulis menjadi
( ), n qMin f x x E (4.1.21a)
dengan kendala :
( ) 0, untuk 1, 2, ,ic x i q (4.1.21b)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat ada hubungan atau relasi antara kendala
pertidaksamaan yang bersifat linear dengan konveksitas dari daerah feasibel yang
didefinisikan oleh kendala yang ada. Daerah feasibel yang didefinisikan oleh kendala
pertidaksamaan (4.1.18) dengan kendala ( ), untuk setiap ic x i berupa fungsi linear
merupakan polihedron konveks.
47
Sebagai ilustrasi, kita dapat menuliskan kendala pertidaksamaan (4.1.18) dalam
bentuk matriks sebagai berikut :
0Cx (4.1.22)
dengan 1dan .q n qC d Misalkan |D x Cx d dan asumsikan bahwa
1 2, .x x D Untuk 0,1 , titik 1 2(1 )x x x memenuhi Persamaan (4.1.22)
karena
1 2(1 )
(1 )
Cx Cx Cx
d d d
(4.1.23)
Dengan demikian , Cx d mendefinisikan suatu himpunan konveks.
4.2 Klasifikasi Permasalahan Optimasi Berkendala
Sebelum kita membahas tentang klasifikasi permasalahan optimasi berkendala,
berikut diberikan beberapa terminologi yeng berperan dalam diskusi tentang hal
tersebut. Pada pembahasan selanjutnya, himpunan D menyatakan daerah feasibel
untuk permasalahan optimasi (4.1.1)-(4.1.3), dan himpunan *
*:x
B x x x
untuk suatu 0 disebut bola yang berpusat di *x dengan jari-jari .
Definisi 4.4 Titik *x disebut titik minimum lokal untuk permasalahan optimasi (4.1.1)-
(4.1.3), jika terdapat bola *xB sehingga * *x x
D B D bukan himpunan kosong dan
*
*( ) min ( ) : .x
f x f x x D
Definisi 4.5 Titik *x disebut titik minimum lokal untuk permasalahan optimasi (4.1.1)-
(4.1.3), jika *x D dan *( ) min ( ) :f x f x x D .
Definisi 4.6 Titik *x disebut titik minimum lokal kuat (strong local minimizer) jika
terdapat bola *xB sehingga * *x x
D B D bukan himpunan kosong dan *x adalah titik
pembuat minimum pada *xD
4.2.1 Program Linear (Linear Programming)
Bentuk standar untuk permasalahan program linear (LP) adalah sebagai berikut :
48
( ) TMin f x c x (4.2.1a)
dengan kendala :
Ax b (4.2.1b)
0x (4.2.1c)
untuk suatu 1 1, , dan .n p n pc A b Pada permasalahan LP, kita ingin
menentukan vektor *x yang meminimumkan fungsi tujuan ( )f x dengan kendala berupa
fungsi linear pada (4.2.1b) dan kendala (batasan) non negatif pada (4.2.1c).
Selanjutnya, permasalahan LP dapat juga diberikan dalam bentuk tidak standar
berikut ini.
TMin c x (4.2.2a)
dengan kendala :
Ax b . (4.2.2b)
Dengan menggunakan variabel dummy (slack variable) vektor y Ax b , maka
Persamaan (4.2.2b) dapat ditulis menjadi
Ax y b (4.2.3a)
dan
0y . (4.2.3b)
Selanjutnya, jika kita ekspresikan variabel x sebagai selisih dua variabel non
negatif, vektor 0x dan vektor 0x , yaitu :
x x x
dan misalkan
x
x x
y
maka fungsi tujuan (4.2.2a) menjadi
0T
T Tc x c c x
dan kendala (4.2.3b) dapat ditulis menjadi
49
dan 0.A A I x b x
Berdasarkan konstruksi variabel di atas, permasalahan optimasi tidak standar dapat
ditulis dalam bentuk standar sebagai berikut :
T
Min c x (4.2.4a)
dengan kendala
Ax b (4.2.4b)
0x (4.2.4c)
dengan dan .
0
c
c c A A A I
4.2.2 Program Kuadratik (Quadratic Programming)
Bentuk umum dari permasalahan kuadratik (QP) adalah sebagai berikut :
1
min ( )2
T Tf x x Hx x p c (4.2.5a)
dengan kendala
Ax b (4.2.5b)
Cx d (4.2.5c)
Pada banyak kasus , Hessian dari fungsi f(x), H, adalah semidefinit positif. Hal
ini berimplikasi bahwa ( )f x fungsi konveks dan daerah feasibel yang ditentukan oleh
Persamaan (4.2.5b) dan (4.2.5c) selalu konveks.
4.2.3 Program Konveks (Convex Programming)
Permasalahan optimasi dalam kelas program konveks (CP) merupakan
permasalahan optimasi dengan karakteristik khusus, yaitu fungsi obyektif dan
kendalanya terdefinisi pada daerah feasibel yang berupa himpunan konveks.
50
Terdapat beberapa tipe atau model permasalahan CP, namun pada bab ini kita
akan mendiskusikan model yang sering digunakan dalam penerapan sains dan teknik
yaitu :
1min ln(det )P (4.2.6a)
dengan kendala
0P (4.2.6b)
1, untuk 1,2, ,Ti iv Pv i L (4.2.6c)
dengan vektor , 1iv i L diberikan dan elemen dari matriks TP P adalah variabel.
Dapat ditunjukkan bahwa 0P (P matriks positif definit) maka 1ln(det )P adalah
fungsi konveks dari P.
4.2.4 Bentuk Umum Permasalahan Optimasi Berkendala
Permasalahan optimasi berkendala (4.1.1)-(4.1.3) dapat dipandang sebagai
permasalahan optimasi dalam bentuk umum (GCO), jika ( )f x berupa fungsi nonlinear
berorde lebih besar dari orde dua, dan bukan konveks global atau paling sedikit terdapat
satu kendal yang tidak konveks.
Contoh 4.7 Diberikan permasalahan optimasi berikut
2 31 2
1min ( ) [( 3) 9]
27 3f x x x
dengan kendala :
12
1 2
1 2
1 2
03
3 0
3 6
0 dan 0.
xx
x x
x x
x x
Selidiki apakah permasalahan tersebut di atas termasuk dalam kelas GCO.
Solusi :
Perhatikan bahwa matriks Hessian dari fungsi ( )f x diberikan oleh :
51
3 22 1 2
2 21 2 1 2
3( 3)2( )
3( 3) 3[( 3) 9]27 3
x x xH x
x x x x
Catatan : 3 1T
x memenuhi semu kendala di atas, tetapi matriks ( )H x indefinit
pada titik x, sehingga ( )f x tidak konveks pada daerah feasibel dan permasalahan
optimasi di atas termasuk dalam GCO.
4.3 Metode Transformasi
Metode transformasi merupakan salah satu metode penyelesaian masalah
optimasi berkendala ke dalam permasalahan optimasi tanpa kendala.
4.3.1 Eliminasi Variabel
4.3.1.1 Kendala Persamaan Linear
Diberikan permasalahan optimasi
min ( )f x (4.3.1a)
dengan kendala
Ax b (4.3.1b)
( ) 0, untuk 1ic x i q (4.3.1c)
dimana p nA memiliki rank penuh, ( ) , .rank A p p n Dapat ditunjukkan bahwa
semua solusi Persamaan (4.3.1b) dengan karakterisasi
[ ] nx A b I A A (4.3.2)
Dengan A menotasikan pseudo-invers Moore-Penrose dari A, In matriks identitas
berukuran n n , dan adalah vektor parameter berdimensi sebarang. Solusi yang
diekpresikan oleh Persamaan (4.3.2) dapat disederhanakan menggunakan dekomposisi
SVD. Selanjutnya, karena matriks A mempunyai rank penuh, ( ) ,rank A p
dekomposisi SVD menghasilkan
TA U V
52
dimana ,p pU matriks ortogonal , dan 0 ,n n p pV S
1, , ,pS diag 1 2 0.p Akibatnya diperoleh
1
1( )0
T T TSA A AA V U
dan
0 0
0T T
n r rn p
I A A V V V VI
dengan 1 2r p p nV v v v yaitu matriks yang memuat r n p kolom dari
matriks V. Selanjutnya Persamaan (4.3.2) menjadi
,rx V A b (4.3.3)
dengan 1r merupakan sebarang vektor berdimensi-r. Kemudian, substitusi
Persamaan (4.3.3) ke dalam Persamaan (4.3.1a) dan (4.3.1c) memberikan permasalahan
optimasi yang ekivalen yaitu
min ( )rf V A b
(4.3.4a)
dengan kendala :
0, untuk 1i rc V A b i q (4.3.4b)
dengan kendala persamaan linear yang telah direduksi semula berdimensi n =dim (x)
menjadi berdimensi dim( ),r dimana .r n
Berkaitan dengan permasalahan optimasi (4.3.4), terdapat dua kesimpulan yang
dapat diberikan. Pertama, ukuran permasalahan direduksi dari n menjadi r=n-p dan
Persamaan (4.3.4) diselesaikan dengan solusi dalam * , serta Persamaan (4.3.3)
berimplikasi bahwa * diberikan oleh
* *rx V A b (4.3.5)
adalah solusi dari permasalahan optimasi (4.3.1).
Kedua, relasi linear antara variabel x dan yang diperlihatkan oleh (4.3.3)
bahwa derajat ke-nonlinear-an dari fungsi tujuan f(x) dipertahankan pada permasalahan
optimasi (4.3.4). Dengan kata lain, jika permasalahan pada (4.3.1) adalah LP, QP atau
53
CP maka permasalahan yang telah direduksi pada (4.3.4) juga demikian. Kelemahan
dari metode di atas, terletak pada aplikasi SVD terhadap matriks A, terutama jika
ukuran matriks A cukup besar.
Berikut diberikan alternatif metode tanpa menggunakan pendekatan
dekomposisi SVD. Asumsikan matriks A memiliki rank baris yang penuh dan misalkan
matriks n nP adalah permutasi dari kolom matriks A sehingga
1 2TAx APP x A A x
dengan 1p pA yaitu memuat p kolom yang bebas linier dari mateik A, dan Tx P x
menyatakan vektor yang diperoleh melalui pengurutan kembali komponen dari vektor
x. Jika dinotasikan
xx
(4.3.6)
dengan 1 1, dan p rx maka (4.3.1b) menjadi
1 2A x A b
yaitu
1 11 1 2x A b A A
Hal ini memberikan
1 1
1 1 2
A b A Axx Px P P
W b
(4.3.7)
dimana
1
1 2 n r
r
A AW P
I
1
11
0nA b
b P
Akhirnya, permasalahan optimasi pada (4.3.1) tereduksi menjadi permasalahan
optimasi
54
min ( )f W b
(4.3.8a)
dengan kendala
( ) 0, untuk 1 .ic W b i q (4.3.8b)
Contoh 4.8 :
Gunakan metode eliminasi variabel di atas untuk meminimumkan fungsi
1
(x)2
T Tf x Hx x p c (4.3.9)
dengan kendala pada (4.1.16) dengan 1 2 3 4 .T
x x x x x
Solusi :
Karena rank(A)=rank([A b]) = 2, maka tiga kendala pada (4.1.16) konsisten, tetapi
redundant. Adalah dua kendala pertama pada (4.1.16) adalah bebas linear, sehingga
jika kita misalkan
1 3
2 4
dengan dan x xx
x xx x
maka Persamaan (4.1.16) ekivalen dengan
1 2 3 2 4
0 2 1 0 1x
yaitu
1 1
2 2
2 2 5
0x W b
Hal tersebut dapat kita peroleh jika matriks H dan p pada (4.3.9) dipartisi menjadi
11 12 1
12 22 2
dan T
H H pH p
H H p
dengan 2 2 2 2 2 1 2 111 22 1 2, , , dan H H p p maka Persamaan (4.3.9) menjadi
1( )
2T Tf H p c
dimana
55
11 12 12 22
T T TH W H W H W W H H
12 11 2 1T T Tp H b W H b p W p
11 2
1
2
T Tc b H b b p c
Akibatnya, permasalahan optimasi sekarang tereduksi menjadi permasalahan minimasi
( )f tanpa kendala. Dengan menulis,
T WH W I H
I
dengan H adalah matriks definit positif, jika H matriks definit positif. Akhirnya, pada
kasus ini diperoleh solusi unik , yaitu :
*
*
*
xx
dengan
1 ** * dan x .H p W b
Contoh 4.9
Gunakan veriabel nonlinear untuk menyederhanakan permasalahan optimasi berkendala
berikut ini.
4 4 4 2 2 2 21 2 3 1 2 1 3min ( ) x 2 x x x xf x x x (4.3.10)
dengan kendala
4 4 41 1 2 3( ) x x x 25 0a x (4.3.11a)
2 2 22 1 2 3( ) 8 14 7 56 0a x x x x (4.3.11b)
Solusi :
Tulis Persamaan (4.3.11b) sebagai
2 2 23 1 2
82 8
7x x x
56
Kendala pada (4.3.11b) untuk variabel 3x pada Persamaan (4.3.10) dan (4.3.11b) dapat
dieliminasi, sehingga permasalahan optimasi menjadi
4 4 2 2 2 21 2 1 2 1 2
57 25 72 ( )= 6 32
49 7 7Min f x x x x x x x (4.3.12)
dengan kendala :
4 4 2 2 2 21 1 2 1 2 1 2
113 32 128( ) 5 32 39 0
49 7 7a x x x x x x x (4.3.13)
Tulis kembali Persamaan (4.3.13) ke dalam bentuk
4 2 2 4 22 1 2 1 1
32 113 1285 32 39 0
7 49 7x x x x x
(4.3.14)
Perhatikan bahwa Persamaan (4.3.14) dapat dipandang sebagai persamaan kuadrat
dalam 22x , sehingga diperoleh solusi
2 2 4 22 1 1 1
32 1 212 51232 244
7 10 49 7x x x x
(4.3.15)
Kemudian substitusi (4.3.15) ke dalam Persamaan (4.3.12), menjadikan permasalahan
optimasi (4.3.12) sebagai permasalahan optimasi satu variabel.
4.4 Pengganda Lagrange (Lagrange Multiplier)
4.4.1 Pengganda Lagrange untuk Permasalahan Kendala Persamaan
Diberikan permasalahan optimasi berikut :
( ), nMin f x x (4.4.1a)
dengan kendala :
( ) 0, 1, 2, dan jh x j r r n (4.4.1b)
Definisikan persamaan Lagrange untuk permasalahan (4.4.1) adalah sebagai berikut :
1
( , ) ( )
( ) ( )
r
j jj
T
L x f x h
f x h x
(4.4.2)
Teorema 4.10 (Syarat Perlu untuk Permasalahan Optimasi dengan Kendala
Persamaan)
57
Misalkan fungsi f dan kendala 1jh C diberikan dan matriks Jacobian
*
* * *1 2 3
( )( ), ( ), ( ),
h xh x h x h x
x
(4.4.3)
memiliki rank sama dengan r. Syarat perlu bahwa *x merupakan titik pembuat
minimum fungsi f dan kendala 1jh C adalah terdapat * sehingga
* *( , ) 0, untuk 1, 2, ,i
Lx i n
x
(4.4.4a)
* *( , ) 0, untuk 1,2, , .j
Lx j r
(4.4.4b)
Perhatikan bahwa kondisi (4.4.4), mengisyaratkan terdapat n r persamaan
dengan n r variabel, yaitu * * * * * *1 2 1 2, , , , , , , .n rx x x
Contoh 4.11
Diberikan permasalahan optimasi
2 21 2 ( ) ( 2) ( 2)Min f x x x (4.4.5a)
dengan kendala 1 2( ) 6.h x x x
(4.4.5b)
Solusi :
Pertama, konstruksi persamaan Lagrangian :
2 21 2 1 2( , ) ( 2) ( 2) ( 6).L x x x x x (4.4.6)
Syarat perlu untuk kondisi minimum diberikan
11
2( 2) 0.L
xx
(4.4.7a)
22
2( 2) 0.L
xx
(4.4.7b)
1 2 6 0.L
x x
(4.4.7c)
Penyelesaian (4.4.7) memberikan nilai optimum untuk permasalahan (4.4.6) adalah
*1 3,x * *
2 3, dan 2x dengan nilai *( ) 2.f x
58
4.4.2 Kasus Khusus : Fungsi Kuadratik dengan Kendala Linear
Salah satu kasus penerapan dari metode Lagrangian yang penting adalah
peminimuman fungsi kuadratik definit-positif (positive-definite quadratic),
1
( )2
T Tf x x Ax b x c (4.4.8)
dengan kendala ,Cx d
dimana A matriks definit positif berukuran n n , matriks kendala C berukuran n n ,
,r n vektor b dan d masing-masing berukuran 1 dan 1.n r
Persamaan Lagrangian untuk kasus ini diberikan oleh
1( , )
2T T TL x x Ax b x c Cx d (4.4.9)
Syarat perlu untuk kondisi minimum (4.4.4) di titik *x adalah eksistensi vektor *
sehingga
* * * *( , ) 0TxL x Ax b C (4.4.10a)
* * *( , ) 0L x Cx d (4.4.10b)
yaitu :
*
*0
T bA C x
dC
(4.4.11)
Sehingga solusi untuk permasalahan optimasi (4.4.8) diberikan oleh
*
1
*, dengan M= .
0
Tbx A CM
d C
4.4.3 Metode Lagrange untuk Kendala Pertidaksamaan
Diberikan bentuk umum permasalahan optimasi :
( ), nMin f x x (4.4.12)
dengan kendala :
( ) 0, 1, 2, , .jg x j m (4.4.13a)
( ) 0, 1,2, , .kh x k r (4.4.13b)
Kendala pertidaksamaan (4.4.13a) dapat ditransformasi menjadi kendala persamaan
dengan menambahkan varibabel dummy/slack , 1, 2, ,ju j m sehingga
59
2( ) 0.j jg x u (4.4.14)
Karena 2( ) 0, untuk setiap 1, 2, ,j jg x u j m maka kendala pertidaksamaan
dengan sendirinya terpenuhi. Oleh karenanya, persamaan Lagrangian untuk
permasalahan optimasi (4.4.12) diberikan oleh
2
1 1
( , , , ) ( ) ( ) ( )m r
j j j k kj k
L x u f x g x u h x
(4.4.15)
dengan dan j k menyatakan konstanta yang berkaitan dengan pengganda Lagrange.
Berdasarkan (4.4.4), syarat perlu untuk kendala yang meminimumkan adalah
1 1
( ) ( )( ), 1, 2, ,
m rj k
j kj ki i j k
g x h xL f xi n
x x x x
(4.4.16a)
2 0, 1,2, , .j jj
Lu j m
u
(4.4.16b)
2( ) 0, 1,2, , .j jj
Lg x u j m
(4.4.16c)
( ) 0, 1, 2, , .kk
Lh x k r
(4.4.16d)
Permasalahan optimasi (4.4.15) dengan kendala (4.4.16a)- (4.4.16b) merepresentasikan
sistem persamaan linear berukuran 2n m r dengan variabel sebanyak 2n m r
yang terdiri atas variabel , , , dan .x u
Contoh 4.12 :
Minimumkan 2 21 2 1( ) 2 3 2f x x x x dengan kendala 2 2
1 2 1.x x
Solusi :
Misalkan u sehingga 2 2 21 2 1 0x x u maka
2 2 2 2 21 2 1 1 2( , , ) 2 3 2 1 .L x u x x x x x u
Syarat perlu di titik yang meminimumkan diberikan oleh
1 11
4 2 2 0.L
x xx
(4.4.17)
2 22
6 2 0.L
x xx
(4.4.18)
2 0.L
uu
(4.4.19)
60
2 2 21 2 1 0 0
Lx x u
(4.4.20)
Penyelesaian (4.4.17)-(4.4.20), jika kita mulai dari (4.4.19) dengan memilih 0 akan
memberikan 21 21/ 2, 0, dan 3 / 4.x x u Karena 2 3 / 4u positif maka kendala
pertidasamaan terpenuhi. Selanjutnya, matriks
4 0
0 6H
Adalah non-definit sehingga kandidat titik optimum 0x memberikan nilai
0( ) 0,5.f x Selanjutnya, jika dipilh 0u pada penyelesaian (4.4.19) memberikan
2 21 2 1 0x x (4.4.21)
yang berarti bahwa kendala adalah aktif. Berdasarkan (4.4.18) memberikan
2 0, 3,x substitusi ke dalam (4.4.17) memberikan 1 1/ 5,x dan berdasarkan
(4.4.21) diperoleh 2
240,978.
5x Hasil ini memberikan dua kemungkinan
solusi optimal, yaitu *1
1 24
5 5x
dan *2
1 24
5 5x
dengan nilai
* 3,189.f x
4.5 Teorema Karush-Kuhn-Tucker
Sebelum dikemukakan Teorema Karush-Kuhn-Tucker (KKT), berikut diberikan
terminologi tentang masalah konsisten dan super konsisten.
Misal diberikan permasalahan optimasi,
( ),Min f x dengan kendala ( ) 0, 1,2, ,ig x i I , (P)
maka daerah feasibel untuk permasalahan optimasi (P) diberikan oleh
: ( ) 0 .D x g x
Definisi 4.13
Permasalahan optimasi (P) disebut konsisten, jika daerah feasibel D , dan disebut
super-konsisten, jika terdapat x D sehingga ( ) 0, 1,2, , .ig x i I
61
Teorema 4.14 [Teorema KKT (Byrne, 2007:77)]
Misalkan permasalahan optimasi (P) adalah super-konsisten dan
1
( , ) ( ) ( )I
i ii
L x f x g x
menyatakan persamaan Lagrange untuk (P). Maka *x
merupakan solusi dari (P) jika dan hanya jika terdapat vektor * sehingga memenuhi
(1). * 0,
(2). * * * *( , ) ( , ) ( , )L x L x L x untuk semua dan ,x dan
(3). * *( ) 0,i i ig x untuk setiap 1,2, , .i I
Teorema berikut merupakan Teorema KKT dalam bentuk gradien dan Teorema
KKT khusus untuk masalah program linear.
Teorema 4.14 [Teorema KKT-Gradient (Byrne, 2007:78)]
Misalkan fungsi ( ) dan ( )if x g x adalah fungsi-fungsi yang terdiferensial. Misalkan
pula permasalahan optimasi (P) adalah super-konsisten. Maka *x merupakan solusi
dari (P) jika dan hanya jika terdapat vektor * sehingga memenuhi
(1). * 0,
(2). * *( ) 0,i i ig x untuk setiap 1,2, , .i I
(3). * * *
1
( ) ( ) 0.I
i i ii
f x g x
Misal diberikan permasalahan linear programming:
TMin z c x dengan kendala dan 0.Ax b x (LP)
Teorema 4.14 [Teorema KKT untuk LP (Byrne, 2007:79)]
Vektor *x adalah solusi permasalahan (LP) jika dan hanya jika terdapat vektor * dan
bilangan real 0r sehingga memenuhi
(1). * ,Ax b
(2). * ,Tr c A dan
(3). 0,Tr x
62
maka * merupakan solusi dari permasalahan optimasi (LP).
4.6. Latihan
1. Diberikan permasahan optimasi berikut:
in ( ) 2 2M f x x y (L4.1)
dengan kendala :
2( , ) 0,g x y y x (L4.1a)
2 2( , ) 1 0.h x y x y (L4.1b)
a. Ilustrasikan permasalahan tersebut dengan grafik!
b. Tentukan daerah feasibel untuk permasalahan tersebut!
c. Apakah daerah feasibelnya kosisten atau super konsisten?
d. Tentukan solusi permasalahan (L4.1) jika kendalanya hanya (L4.1b)!
e. Tentukan solusi permasalahan (L4.1) jika kendalanya hanya (L4.1a)!
f. Tentukan solusi permasalahan (L4.1) jika kendalanya hanya (L4.1a) dan
(L4.1b)!
2. Minimumkan fungsi 2 2( , ) ,f x y x y dengan kendala 0x y .
3. Selesaikan permasalahan optimasi berikut :
1 2 3 4min ( ) 2 11 2f x x x x x
dengan kendala
1 1 2 3 4( ) 3a x x x x x
2 2 3 4( ) 2 4 3a x x x x
3 3 4( ) 2 2a x x x
( ) 0, 1,2,3,4i i ic x x i
4. Diberikan permasalahan optimasi berikut ini.
2 21 2min ( ) ( 2)f x x x
dengan kendala
63
1 1
2 2
33 1 2
( ) 0
( ) 0
( ) (1 ) 0
c x x
c x x
c x x x
(a). Gunakan solusi menggunakan grafik, untuk menunjukkan bahwa * [1 0]Tx
adalah titik minimum global.
(b). Verifikasi bahwa * [1 0]Tx bukan titik regular!
(c). Tujukkan bahwa tidak terdapat 2 0 dan 3 0 sehingga
* * *2 2 3 3( ) ( ) ( )f x c x c x
5. Gunakan syarak KKT untuk menentukan solusi dari permasalahan optimasi Konveks
berikut :
2 21 2 1 2min 2 4 9x x x x
dengan kendala :
1
2
1 2
0
0
11,5 0
2
x
x
x x
64
BAB 5
PROGRAM GEOMETRIK
5.1 Pendahuluan
Istilah Pemrograman Geometrik (PG) diperkenalkan oleh Duffin, Peterson, dan
Zener pada tahun 1967. Istilah ini diambil dari masalah-masalah geometri yang dapat
diformulasikan sebagai PG. Program Geometrik adalah suatu metode untuk
meminimumkan fungsi tak linear yang berbentuk posinomial. Metode ini dinamakan
Program Geometrik karena dalam pengembangannya menggunakan pertidaksamaan
Aritmetik-Geometrik yang menyatakan hubungan antara penjumlahan dengan
pengandaan beberapa bilangan positif. Program Geometrik menyajikan masalah untuk
meminimumkan fungsi berbentuk posinomial yang disebut fungsi primal atau
memaksimumkan fungsi pengandaan yang disebut fungsi dual yang didapat dengan
menggunakan pertidaksamaan Aritmetik-Geometrik. Pemiinimum fungsi primal dicari
melalui pemaksimuman fungsi dualnya. Pada titik optimalnya, minimum fungsi primal
akan sama dengan maksimum fungsi dual. Berbeda dengan teknik optimasi yang lain,
pada metode ini, nilai optimal fungsi objektif dicari terlebih dahulu, kemudian baru
dicari nilai optimal variabel penyusunnya.
5.2 Posinomial
Fungsi posinomial didefinisikan sebagai :
1
N
tt
f X P X
(5.2.1)
dengan
1 21 2
1
, 1, 2, , ,
t t nt
jt
a a at n
Na
t j
t
j
P X c x x x
c x t N
(5.2.2)
dimana tc adalah konstanta real positif, dan jta adalah konstanta real (positif, nol, atau
negatif), dan parameter , 1jx j n adalah variabel berupa bilangan positif. Sebagai
ilustrasi berikut diberikan contoh fungsi–fungsi posinomial :
(1). 2 241 2 3 1 2 3 1 2 1 3 2 3 2 33( , , ) 6 3 8 7 2 3 9f x x x x x x x x x x x x x x
65
(2). 2 1/21 2 3 1 2 3 1 2 3 3
1 2
2( , , ) 4 5g x x x x x x x x x x
x x
5. 3 Program Geometrik Tanpa Kendala
Diberikan permasalahan Program Geometrik tak berkendala sebagai berikut :
1 2Mencari , , ..,T
nX x x x (5.3.1)
yang meminimumkan fungsi obyektif (5.3.1)
1 21 2
11 1
jt t t nt
N N
t
na a a a
t j t njt t
f X P X c x c x x x
(5.3.2)
Penyelesaian permasalahan PG (5.3.2), dapat diperoleh menggunakan kalkulus
diferensial sebagai berikut.
Berdasarkan teorema syarat perlu untuk mendapatkan nilai minimum fungsi di suatu
titik maka,
1 2 ( 1) ( 1)
1
1 2 1 11
= 0, 1, 2, ,j j k j k j nj
Nj
jk k
Na a a a a
j k k nj
Pf
x x
c x x x x x k n
(5.3.3)
Kalikan Persamaan (5.3.3) dengan kx , diperoleh
1 2 ( 1) ( 1)
1 2 1 11
0, 1,2, ,j j k j kj k j nj
Na a a a a a
k kj j k k k njk
fx a c x x x x x x k n
x
(5.3.4)
Atau
1
( ) 0, 1,2, ,N
k kj jjk
fx a P X k n
x
(5.3.5)
Untuk menentukan vektor yang meminimumkan ( ),f X
*1*2
*n
x
xX
x
kita harus menyelesaikan n buah persamaan pada (5.3.3) secara simultan. Untuk
menjamin bahwa titik *X meminimumkan fungsi ( ),f X syarat cukup harus terpenuhi,
66
yaitu turunan kedua positif. Secara sederhana, syarat cukup ini terpenuhi jika matriks
Hessian, H, dari fungsi f adalah definit positif, yaitu
*
*
2
Xi j X
fH
x x
(5.3.6)
definit positif. Kemudian, karena setiap kondisi ini memenuhi Persamaan (5.3.4), maka
*
1
( ) 0, 1,2, ,N
kj jj
a P X k n
(5.3.7)
Setelah Persamaan (5.3.7) dibagi dengan nilai minimum dari fungsi * *f f X maka
Persamaan (5.3.7) menjadi
*
1
0, 1,2, ,N
j kjj
a k n
(5.3.8)
dimana *j didefinisikan dengan
* *
** *
( )j jj
P X P
f f (5.3.9)
yang menyatakan kontribusi relatif suku ke-j terhadap fungsi objektif optimal.
Berdasarkan Persamaan (5.3.9), maka
* **
1 1
1( ) 1
N N
j jj j
Pf
(5.3.10)
Kondisi (5.3.8) disebut kondisi ortogonalitas dan kondisi (5.3.10) disebut kondisi
normalitas.
Prosedur untuk menentukan nilai minimum untuk fungsi obyektif, yaitu *f , adalah
sebagai berikut :
Misal diberikan fungsi obyektif
* * * *
1 21
1* * * * * *
N
j Njf f f f f f
(5.3.11)
Selanjutnya, berdasarkan (5.3.9) diketahui bahwa ** *
* 1 2* * *1 2
N
N
PP Pf
maka
(5.3.11) menjadi
** *1 2 ** *
* 1 2* * *1 2
N
N
N
PP Pf
(5.3.12)
Substitusi definisi ( )jP X pada (5.2.2),
67
* *
1
( ) , 1,2, ,ij
na
j j ii
P c x j N
(5.3.13)
dan Persamaan (5.3.8) maka Persamaan (5.3.12) menjadi ** *
1 2
1 2
* *
* * * *1 2* * *
1 1 11 2
**
1 1 11
*1
( ) ( ) ( )
= ( )
=
N
i i iN
j j
ij
n n na a aN
i i ii i iN
N N naj
ij j i
j
cc cf x x x
cx
c
**
1
*
*
1 1
*1 1
( )
=
Nj
ij jj
j
aN n
ij i
Nj
j
x
c
(5.3.14)
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka nilai minimum dari fungsi *f dapat
ditentukan menggunakan Persamaan (5.3.14) setelah nilai *j ditentukan untuk setiap
1,2, , .j N Nilai *j untuk setiap 1,2, ,j N dapat ditentukan menggunakan
(5.3.8) dan (5.3.10), yaitu menentukan solusi sistem yang terdiri atas 1n persamaan
dengan N buah variabel.
5.3.1 Tingkat Kesulitan (degree of difficulty)
Jika N menyatakan banyaknya suku pada fungsi posinomial (fungsi obyektif
pada program geometrik), dan n menyatakan banyaknya variabel bebasnya, maka
tingkat kesulitan dalam permasalhan program geometrik ditentukan oleh bilangan
1N n . Jika 1 0N n atau 1N n maka permasalahan PG disebut memiliki
tingkat kesulitan nol (zero degree of difficulty). Pada kasus ini, permasalahan PG
memiliki solusi unik (tunggal). Kemudian, jika 1N n maka permasalahan PG
memiliki solusi tidak tunggal. Sedangkan untuk kasus 1N n , permasalahan PG ini
dinyatakan tidak dapat diterapkan (not aplicable).
5.3.2 Syarat Cukup untuk Solusi PG
Perhatikan kembali bahwa penentuan nilai *j untuk setiap 1,2, ,j N
menggunakan (5.3.8) dan (5.3.10) merupakan syarat perlu untuk solusi PG yang
68
diberikan. Selanjutnya akan diperlihatkan bahwa kondisi tersebut juga merupakan
syarat cukup.
Karena nilai *f dan *j untuk setiap 1,2, ,j N diketahui, maka nilai optimal
dapat diperoleh berdasarkan
* * * *
1
, 1, 2, ,ijan
j j j ii
P f c x j N
(5.3.15)
Solusi simultan untuk Persamaan (5.3.15) merupakan prosedur untuk mendapatkan nilai
*, 1,2, , .ix i n Namun dalam kenyataannya, bukanlah suatu yang mudah untuk
menyelesaikan Persamaan (5.3.15). Oleh karenanya, untuk menyederhanakan
permasalahan ini, tulis kembali Persamaan (5.3.15) menjadi
1 2
* ** * *1 2 , 1, 2, ,
j j nja a ajn
j
fx x x j N
c
(5.3.16)
Dengan mengambil nilai logaritma (ln) pada kedua ruas Persamaan (5.3.16) diperoleh
1 2
* ** * *1 2
* * *1 1 2 2
ln ln
= ln ln ln , 1,2, ,
j j nja a ajn
j
j j nj n
fx x x
c
a x a x a x j N
(5.3.17)
Kemudian, substitusi
w ln( ), 1,2, ,i ix i n (5.3.18)
Maka Persamaan (5.3.17) menjadi
* *
1 1 2 2 ln , 1,2, ,jj j nj n
j
fa w a w a w j N
c
(5.3.19)
Persamaan (5.3.19), pada kasus dengan tingkat kesulitan nol memberikan solusi tunggal
1 2, , , nw w w . Jika w , 1, 2, ,i i n sudah ditentukan maka solusi permasalahan PG
diperoleh melalui
* exp(w ), 1,2, ,i ix i n (5.3.20)
Dengan cara serupa untuk kasus dengan tingkat kesulitan non negatif yaitu 1N n ,
penyelesaian persamaan (5.3.19) yang merepresentasikan permasalahan dengan N
persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui. Melalui penyelesaian persamaan
tersebut akan diperoleh solusi berupa w ln( ), 1,2, ,i ix i n yang berimplikasi
memberikan solusi *.ix
69
Contoh 5.1 : (Rao, 2009:497)
Misalkan 80 m3 gabah kering akan diangkat menyeberangi sungai. Gabah kering
tersebut akan dibawa menggunakan kotak terbuka dengan panjang x1 meter dan lebar
x2 meter dan tinggi x3 meter. Sepanjang sisi tegak, dasar dan sepasang sisi samping
berharga masing-masing $80, $10, dan $20 per m2. Biaya pengangkutan adalah $1 per
kotak sekali perjalanan. Jika total biaya adalah biaya pembuatan kotak ditambah
dengan biaya pengangkutan (biaya lain diabaikan), maka total biaya dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1
2
3 2 3 1 2
1 2 3
1 2 3
1 2 3 11 2 3
3
2 10 2 20 80
, , $ 80 1
80 =$ 80 40 20
x x x x x x
f x x x
x x x
x x x x x xx x x
(5.3.21)
dengan 1 2 3, , dan x x x menyatakan ukuran dari kotak pengangkutan, seperti terlihat pada
Gambar 5.1 berikut ini.
Gambar 5.1 Box Berbentuk Kotak Terbuka
Jika Persamaan (5.3.21) dihubungkan dengan bentuk umum persamaan
posinomial (5.2.2), maka diperoleh
1 2 3 480,c 40,c 20, dan c 80c
11 12 13 14
21 22 23 24
31 32 33 34
1 0 1 1
1 1 0 1
0 1 1 1
a a a a
a a a a
a a a a
Kondisi ortogonalitas dan normalitas diberikan oleh
70
1
2
3
4
1 0 1 1 0
1 1 0 1 0
0 1 1 1 0
1 1 1 1 1
(5.3.22)
Persamaan (5.3.22) memberikan
1 3 4 0 (K1)
1 2 4 0 (K2)
2 3 4 0 (K3)
1 1 3 4 1 (K4)
Berdasarkan (K1) dan (K2), diperoleh
4 1 3 1 2 2 3 (K5)
Sedangkan (K2) dan (K3) memberikan
4 1 2 2 3 1 3 (K6)
Persamaan (K5) dan (K6) memberikan
1 2 3
Sementara berdasarkan (K5) diperoleh
4 1 3 12
Akhirnya, Persamaan (K4) memberikan solusi tunggal
* * * *1 2 3 4
1 2 dan
5 5 (K7)
Selanjutnya, nilai optimal untuk fungsi obyektif diberikan oleh
1 1 1 25 5 5 5
*
1 1 1 15 5 5 5
110 5
80 40 20 80
1 5 1 5 1 5 2 5
= 400 200 100 40000
= 32 10
= $ 200
f
Untuk menentukan nilai optimal dari masing-masing variabel keputusan
Persamaan (5.3.15) memberikan
* * * * *1 1 2 1
180 200 40
5P x x f (K8)
* * * * *2 2 3 2
180 200 40
5P x x f (K9)
71
* * * * *3 1 3 3
180 200 40
5P x x f (K10)
* * *4 4* * *
1 2 3
80 2200 80
5P f
x x x (K11)
Berdasarkan (K8)-(K11) diperoleh
*
* * *32 1 2* * *
1 3 3
1 1 1; ;
2 2
xx x x
x x x
*
*33* * * * *
1 2 3 3 3
211 ; 2
xx
x x x x x
Hasil ini memberikan
* * *1 2 3
11 m, m, dan 2 m.
2x x x (K12)
Dengan cara lain, hasil pada (K12) dan Persamaan (5.3.19) memberikan
15
1 2 3
200 11 1 0 ln ln
80 2w w w
(K13)
15
1 2 3
2000 1 1 ln ln 1
40w w w
(K14)
15
1 2 3
2001 0 1 ln ln 2
20w w w
(K15)
25
1 2 3
2001 1 1 ln ln 1
80w w w
(K16)
Melalui penjumlahan Persamaan (K13), (K14), dan (K16), kita peroleh
*2 2ln(1/ 2) ln(1) ln(1) ln(1/ 2 1 1) ln(1/ 2) ln( )w x
yang berimplikasi *2 1/ 2.x
Serupa dengan cara di atas, melalui penjumlahan Persamaan (K13), (K15) dan
(K16), kita peroleh
*1 1ln(1/ 2) ln(2) ln(1) ln(1/ 2 2 1) ln(1) ln( )w x
yang berimplikasi *2 1.x
Akhirnya, melalui penjumlahan Persamaan (K14), (K15) dan (K16), kita
peroleh
*3 3ln(1) ln(2) ln(1) ln(1 2 1) ln(2) ln( )w x
Yang berimplikasi *3 2.x
72
5.4 Solusi Program Geometri Menggunakan Ketaksamaan Aritmatik-Geometrik
Permasalahan PG menggunakan ketaksamaan aritmatika-geometri diberikan
oleh ketaksamaan berikut :
1 21 1 2 2 1 2
NN N Np p p p p p (5.4.1)
dengan
1 2 1N (5.4.2)
Berdasarkan ketaksamaan (5.4.1) dan substitusi , 1, 2, ,i i iP p i N memberikan
1 2
1 21 2
1 2
N
NN
N
PP PP P P
(5.4.3)
dimana ( ), 1, 2, ,i iP P X i N dan bobot 1 2, , , N memenuhi Persamaan
(5.4.2). Ruas kiri pada kataksamaan (5.4.3) --yaitu fungsi asli ( )f x -- disebut fungsi
primal. Sedangkan ruas kanan pada ketaksamaan (5.4.3) disebut fungsi predual.
Dengan menggunakan relasi
1
, 1,2, , .ij
na
j j ii
P c x j n
(5.4.4)
maka
1 2
1 2
1 2
N
N
N
PP P
1 2
1 2 21
1 21 1 1
1 2
N
j j Nj
n n na a a
i i N ii i i
N
c x c x c x
1 2 1 2
1 2
1 21 2
1 1 1
1 2
1 1 11 2
1 21 2
1 2
=
=
N N
i i iN
N N Na aj j aj j nj jNi i i
j j j
n n na a aN
i i ii i iN
x x xN
nN
cc cx x x
cc cx x x
(5.4.5)
Selanjutnya, jika kita pilih bobot j sehingga memenuhi kondisi normalitas pada
(5.4.2), dan juga kondisi ortogonalitas
1
0, 1,2, ,N
ij jj
a i n
(5.4.6)
Persamaan (5.4.5) dapat direduksi menjadi
73
1 2 1 2
1 2 1 2
1 2 1 2
N N
N N
N N
P cP P c c
(5.4.7)
Akibatnya, ketaksamaan (5.4.3) menjadi
1 2
1 21 2
1 2
N
NN
N
cc cP P P
(5.4.8)
Pada ketaksamaan (5.4.8), ruas kanan disebut fungsi dual, 1 2g( , , , )N .
Ketaksamaan (5.4.8) secara sederhana dapat ditulis
f g (5.4.9)
5.5 Relasi Primal-Dual dan Syarat Cukup untuk Kasus Tanpa Kendala
Jika *f dan *g berturut menyatakan nilai minimum untuk fungsi primal dan
nilai minimum untuk fungsi dual, maka berdasarkan (5.4.9) berlaku
* *f f g g (5.5.1)
Pada subbab ini, kita bakan membuktikan bahwa * *f g dan selanjutnya akan kita
buktikan bahwa *f merupakan nilai minimum global untuk ( ).f X
Untuk menederhanakan notasi, notasikan fungsi obyektif 0( )f X x dan
melalui transformasi eksponensial ,
exp( ) atau = ln( ) i i i iw x w x (5.5.2)
Selanjutnya, definisikan variabel j sebagai fungsi bobot dengan
1
0 0
, 1, 2, , .
ij
na
j ij i
j
c xP
j nx x
(5.5.3)
yang merupakan bilangan positif dan memenuhi syarat normalitas (5.4.2). Dengan
mengenakan transformasi logaritma pada kedua ruas Persamaan (5.4.2), kita peroleh
01
ln( ) ln( ) ln( ) ln( )n
j j ij ii
c a x x
(5.5.4)
atau,
1
ln , 1,2, ,n
jij i
ij
a w j Nc
(5.5.5)
74
Permasalahan optimasi yang semula adalah meminimumkan fungsi ( )f X tanpa
kendala, sekarang menjadi permasalahan peminimuman fungsi 0x dengan kendala
persamaan -- syarat normalitas (5.4.2) dan kesamaan pada (5.5.5). Fungsi obyektif 0x
diberikan oleh
00
1 1
1 1
= exp
ij i
nNa ww
jj i
N n
j ij ij i
x e c e
c a w
(5.5.6)
Karena fungsi eksponensial 1
expn
ij ii
a w
merupakan fungsi konveks respek
terhadap variabel iw maka fungsi obyektif 0x yang merupakan kombinasi linear dari
fungsi eksponensial, juga merupakan fungsi konveks. Akibatnya, hanya terdapat satu
titik stasioner untuk fungsi 0x , sehingga dengan sendirinya merupakan titik minimum
global. Titik minimum global 0w dapat ditentukan dengan mengkonstruksi fungsi
Lagrangian,
0 01 1
, , 1 lnN N
jj j ij i
j j j
L w w a w wc
(5.5.7)
dengan
0 1 0
1 2 1, , dan
n N N
w
ww
w
(5.5.8)
Pada titik stasioner, syarat perlu untuk peminimuman fungsi 0x memberikan
0, 0,1,2, ,i
Li n
w
(5.5.9a)
0, 0,1,2, ,j
Lj N
(5.5.9b)
0, 0,1,2, ,j
Lj N
(5.5.9c)
Persamaan (5.5.9) memberikan beberapa kesamaan berikut ini
75
1 1
1 0 atau 1N N
j jj j
(5.5.10)
1
0, 1,2, ,N
j ijj
a i n
(5.5.11)
0 00 atau , 1, 2, ,j j
j j
j N
(5.5.12)
1 1
1 0 atau 1 N N
j jj j
(5.5.13)
01
ln 0, 0,1,2, ,n
jij i
ij
a w w j Nc
(5.5.14)
Persamaan (5.5.12), (5.5.13) dan (5.5.14) memberikan
0 0 01 1 1
1N N N
j j jj j j
(5.5.15)
Nilai dari pengganda Lagrange diberikan oleh
1, untuk 0
, j 1, 2, ,jj
j
N
(5.5.16)
Dengan substitusi (5.5.16) ke dalam Persamaan (5.5.7) memberikan
01 1 1
, ln (1 ) 1N N n
j jj i ij j
j j ij
L w w w ac
(5.5.17)
Fungsi Lagrangian pada Persamaan (5.5.17) dapat dipandang sebagai fungsi Lagrangian
berkorespondensi dengan permasalahan optimasi baru dengan fungsi obyektif ( )g
yang diberikan oleh
1 1
( ) ln lnj
NNj j
jj jj j
cg
c
(5.5.18)
dengan kendala
1
1 0N
jj
(5.5.19a)
1
0, 1,2, ,N
ij jj
a i n
(5.5.19b)
Permasalahan optimasi (5.5.18) dengan kendala (5.5.19a) dan (5.5.19b) disebut sebagai
masalah dual untuk problem yang semula (masalah Primal).
76
5.6 Permasalahan Optimasi Berkendala
Permasalahan optimasi berkendala berkaitan dengan program geometrik
diberikan sebagai berikut.
1
2Tentukan
n
x
xX
x
yang meminimumkan fungsi obyektif
0
0
01 1
( ) ij
N na
j ij i
f X c x
(5.6.1)
dan memenuhi kendala
1 1
( ) / 1, 1, 2, ,k
kij
N na
k kj ij i
g X c x k m
(5.6.2)
dengan koefisien 0 0( 1,2, , )jc j N dan ( 1,2, , ; 1,2, , )kj kc k m j N adalah
bilangan positif, dan eksponen (bilangan pangkat) 0 0, ( 1,2, ,n; 1,2, , )ija i j N dan
, ( 1,2, , ; 1,2, ,n; 1,2, , )kij ka k m i j N adalah bilangan real. Bilangan m
menyatakan banyaknya kendala, 0N menyatakan banyaknya suku pada fungsi objektif,
dan kN menyatakan banyaknya suku pada kendala ke-k. Serta variabel 1 2, , , nx x x
diasumsikan hanya berupa bilangan positif.
5.7 Penyelesaian Permasalahan Program Geometrik Berkendala
Misal diberikan fungsi obyektif untuk permasalahan optimasi PG sebagai
berikut:
00
0 0 01 1
( ) ( )ijaN n
j ii j
x g X f X c x
(5.7.1)
dengan kendala
1 ( ) 0, 1, 2, ,k k kf g X k m (5.7.2)
dimana k adalah fungsi signum,
1 , ( ) 1
( )1 , ( ) 1
kk
k
g xX
g x
(5.7.3)
77
Permasalahan optimasi PG dengan fungsi objektif (5.7.1) dan kendala (5.7.2)
disebut sebagai masalah primal. Permasalahan ini dapat ditrasformasi menjadi
permasalahan optimasi baru yang ekivalen dengan kendala berbentuk linear, disebut
masalah dual. Masalah dual adalah permasalahan maksimisasi dengan fungsiobjektif,
10 1
k kjk kN Nm
kjkt
tk j kj
cv
(5.7.4)
dengan kendala syarat normalitas dan ortogonalitas,
0
01
1N
jj
(5.7.5)
0 1
0, 1, 2, ,kNm
k kij kjk j
a i n
(5.7.6)
Kasus I : Jika permasalahan PG memiliki tingkat kesulitan nol, maka kondisi
normalitas dan ortogonalitas memberikan solusi unik atau tunggal untuk * yang
diperoleh dari fungsi objektif masalah primal,
*
* * * *0 *
10 1
( )k kj
k kN Nmkj
kttk j kj
cf x v
(5.7.7)
Jika f X diketahui sebagai permasalahan minimisasi, maka titik stasioner yang
menyebabkan *f minimum dan memenuhi (5.7.7) adalah tunggal dan merupakan
minimum global.
78
5.8 Latihan
1. (Permasalahan dengan tingkat kesulitan nol).
Tentukan 1 2 3( )TX x x x yang meminimumkan fungsi obyektif :
1 3 2 3 1 2( ) 20 40 80f X x x x x x x ,
dengan kendala
1 2 3 1 2 3
80 810 atau 1
x x x x x x
2. Susun dan selesaikan permaslahan dual untuk permasalahan PG pada nomor 1.
3. (Permasalahan dengan tingkat kesulitan satu).
Tentukan 1 2 3 4( )TX x x x x yang meminimumkan fungsi obyektif :
2 1 1 31 2 3 1 2 4 1 3( ) 2 10f X x x x x x x x x ,
dengan kendala
1 21 3 4 3 43 4 1, x x x x x
1 25 1.x x
4. (Permasalahan dengan kendala campuran)
Tentukan 1 2 3 4( )TX x x x x yang meminimumkan fungsi obyektif :
2 1 1 31 2 3 1 2 4 1 3( ) 2 10f X x x x x x x x x ,
dengan kendala
1 2 1 11 3 4 3 43 4 1, danx x x x x
1 25 1.x x
79
BAB 6
PROGRAM DINAMIK
(DINAMICS PROGRAMMING)
6.1 Pendahuluan
Program dinamis adalah suatu teknik matematis yang biasanya digunakan untuk
membuat suatu keputusan dari serangkaian keputusan yang saling berkaitan. Tujuan
utama dari model ini adalah untuk mempermudah penyelesaian persoalan optimasi yang
mempunyai karakteristik tertentu.
Penemu dan orang yang bertanggung jawab atas kepopuleran program dinamik
adalah Richard Bellman. Pada teknik ini, keputusan yang menyangkut suatu persoalan
dioptimalkan secara bertahap dan bukan secara sekaligus. Inti dari teknik ini adalah
membagi suatu persoalan atas beberapa bagian persoalan yang dalam program dinamik
disebut sebagai tahap, kemudian dipecahkan. Penerapan pendekatan program dinamik
mampu untuk menyelesaikan berbagai masalah seperti masalah pengalokasian sumber
daya, muatan (knapsack), capital budgeting, pengawasan persediaan, dan lain-lain.
Kelebihan dari program dinamik adalah sebagai suatu pendekatan optimalisasi
yang mengalihkan sebuah persoalan kompleks ke dalam sederetan persoalan yang lebih
sederhana yang mempunyai karakteristik utama sebagai tahapan prosedur optimalisasi.
Pada tahapan tersebut pengambilan keputusan dilakukan secara bertahap, sehingga
sangat sesuai untuk persoalan optimalisasi dengan keputusan bertahap yang banyak.
Tidak seperti pemograman linear, tidak ada model matematik standar untuk
perumusan pemrograman dinamis. Akan tetapi, pemrograman dinamis adalah
pendekatan umum untuk pemecahan masalah dan persamaan tertentu yang digunakan di
dalamnya harus dibentuk sesuai dengan situasi masalah yang dihadapi.
Istilah yang biasa digunakan antara lain :
1. Stage(tahap) adalah bagian persoalan yang mengandung decision variable.
2. Alternatif, pada setiap stage terdapat decision variable dan fungsi tujuan yang
menentukan besarnya nilai setiap alternative.
80
3. State, state menunjukkan kaitan satu stage dengan stage lainnya, sedemikian rupa
sehingga setiap stage dapat dioptimisasikan secara terpisah sehingga hasil optimasi
layak untuk seluruh persoalan.
Pemrograman dinamis dibedakan menjadi pemrograman dinamis masalah
deterministik dan probabilistik. Pemrograman dinamis deterministik dicirikan oleh
keadaan pada tahap berikutnya ditentukan sepenuhnya oleh keadaan dan keputusan
pada tahap sekarang. Masalah deterministik dapat dibedakan antara kasus maksimum
dan minimum. Sedangkan pemrograman dinamis probabilistik keadaan pada tahap
berikutnya memiliki suatu distribusi probabilitas tertentu.
6.2 Definisi Program Dinamis
Program dinamis didefinisikan sebagai salah satu tehnik matematis yang
digunakan untuk mengoptimalkan proses pengambilan keputusan secara bertahap.
Prosedur utama pada tehnik ini adalah membagi suatu persoalan menjadi beberapa
bagian persoalan yang dalam program dinamis disebut tahapan, kemudian memecahkan
tiap tahap dengan mengoptimalkan keputusan atas tiap tahap tersebut dan seterusnya
sampai seluruh persoalan terpecahkan. Singkatnya program dinamis adalah metode
pemecahan masalah dengan cara menguraikan solusi menjadi sekumpulan langkah
(step) atau tahapan (stage) sedemikian hingga solusi persoalan merupakan serangkaian
keputusan yang saling berkaitan.
Program dinamis bekerja dengan cara menguraikan solusi menjadi sekumpulan
langkah yang saling berhubungan. Solusi dari setiap langkah diperoleh melalui solusi
dari langkah sebelumnya. Solusi setiap langkah akan dipakai untuk menemukan solusi
pada langkah beikutnya, sampai akhirnya pada langkah terakhir. Pada langkah terakhir,
solusi yang dihasilkan akan menjadi solusi untuk keseluruhan masalah yang optimal.
6.3 Sifat atau Karakteristik Program Dinamis
Pada dasarnya, tidak semua persoalan optimasi dapat diselesaikan dengan
program dinamis. Salah satu cara untuk mengetahui suatu permasalahan dapat
diselesaikan dengan program dinamis atau tidak, adalah dengan mengenal sifat atau
karakteristik yang ada pada program dinamis.
81
Berikut ini merupakan sifat dasar atau karakteristik yang dimiliki oleh program
dinamis, yaitu :
a. Persoalan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan (stage), dimana pada masing-
masing tahapan diperlukan adanya suatu keputusan atau solusi.
b. Masing-masing tahapan terdiri atas sejumlah state yang berhubungan dengan
tahapan yang bersangkutan.
c. Prosedur pemecahan persoalan dimulai dengan mendapatakan solusi (keputusan)
terbaik untuk setiap state dari stage terakhir.
d. Solusi pada suatu tahap meningkat dengan bertambahnya jumlah tahapan.
e. Keputusan terbaik pada suatu tahap bersifat independen terhadap keputusan yang
dilakukan pada tahap sebelumnya.
Adapun ciri utama dari program dinamis adalah rangkaian keputusan yang optimal
dibuat dengan menggunakan Prinsip Optimalitas yang berbunyi “jika solusi total
optimal, maka bagian solusi sampai tahap ke-k juga optimal”. Dengan prinsip
optimalitas ini dijamin bahwa pengambilan keputusan pada suatu tahap adalah
keputusan yang benar untuk tahap-tahap selanjutnya.
f. Karena berlakunya prinsip optimalitas, maka terdapat hubungan rekursif yang
mengidentifikasikan keputusan terbaik untuk setiap status pada tahap k memberikan
keputusan terbaik untuk setiap status pada tahap k + 1.
6.4 Multi Tahapan Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan untuk satu tahapan (sebagai bagian dari masalah
multi-tahapan diilustrasikan oleh Gambar 6.1. Proses pengambilan keputusan dapat
dikarakterisasi berdasarkan parameter input atau data (S), variabel keputusan (X) dan
parameter output (T) yang merepresentasikan keluaran yang diperoleh sebagai hasil
dalam membuat keputusan.
Gambar 6.1 Pengambilan Keputusan untuk Permasalahan Satu Tahap (Rao, 2009:546)
82
Parameter input atau data disebut dengan input variabel state, dan parameter
output disebut output variabel state. Kemudian, fungsi objektif (return, R) merupakan
ukuran efektivitas dalam pembuatan keputusan. Untuk satu tahap pengambilan
keputusan (Gambar 6.1) , output keluaran dari input yang melewati tahapan fungsi
transformasi yang bergantung pada input atau data, S dan variabel keputusan, X yaitu
( , )T t S X (6.3.1)
Karena input sistem pada suatu tahapan dipengaruhi oleh keputusan yang kita buat pada
tahapan sebelumnya, maka fungsi return atau fungsi obyektif dapat diformulasikan
dengan
(S, X)R r (6.3.2)
Secara umum, proses pengambilan keputusan multi tahapan adalah sebagai berikut ini.
Misalkan terdapat n tahap. Pada penerapannya, tahapan ini akan dilabel secara
menurun, , 1, 2, , 1, , 1,n n n i i i , 2,1. Pada tahapan ke-i, misalkan input state
dinotasikan dengan 1is dan output state dinotasikan dengan .is Karena sistem berlaku
secara serial, maka output tahap ke- ( 1)i akan menjadi input pada tahap ke- i , secara
sederhana seperti terlihat pada Gambar 6.2. State transformasi dan fungsi return untuk
masalah pengambilan keputusan yang berkaitan dengan permasalahan multi tahapan
adalah sebagai berikut :
1( , )i i i is t s x (6.3.3)
1( , )i i i iR r s x (6.3.4)
dengan ix adalah variabel state pada tahap ke-i dan 1is adalah data pada tahap ke-i+1.
Gambar 6.2 Keputusan berkaitan dengan Permasalahan Multi Tahapan
Sumber : Rao (2009:547)
83
6.5 Konsep Suboptimalisasi dan Prinsip Optimalitas dalam Permasalahan
Program Dinamik
Permasalahan optimasi program dinamik (PD), dapat diformulasikan sebagai
berikut :
1 2 11 1
, , , ( , )n n
n i i i ii i
f x x x R r s x
(6.4.1)
dan memenuhi persamaan desain
1( , ), 1,2, , .i i i is t s x i n (6.4.2)
Program dinamik menggunakan konsep suboptimalisasi dan prinsip optimalitas
dalam penyelesaian suatu permasalahan. Untuk memahami konsep suboptimalisasi dan
prinsip optimalitas dalam penyelesaian suatu permasalahan, perhatikan contoh kasus
desain suatu tangki air dengan kapasitas 100.000 liter dengan biaya yang paling
minimum, seperti yang direpresentasikan oleh Gambar 6.3.
Gambar 6.3 Sistem tangki air (Rao, 2009:550)
84
Perhatikan, berdasarkan Gambar 6.3 (a), desain tangki air terdapat tiga tahapan
pekerjaan, yaitu (i) mendesain wadah atau tangki penampung air misalnya berbentuk
kotak atau tabung, (ii) mendesain tiang (kolom) penyangga tangki misalnya
menggunakan beton atau rangka baja, dan (iii) mendesain kekuatan fondasinya,
misalnya menggunakan mat atau pile. Dalam hal ini, desain untuk masing-masing
tahapan memerlukan biaya tersendiri, sebut , , dan k j iR R R berturut-turut menyatakan
biaya yang dibutuhkan untuk mendesain fondasi, tiang dan wadah air atau tangki.
Gambar 6.4. Ilustrasi tentang konsep suboptimalisasi dan prinsip optimalitas
Sumber : Rao (2009:551).
Dalam pelaksanaan kegiatan desain ini, sistem tangki air di-split menjadi tiga
tahapan tersebut di atas, yaitu desain fondasi, desain tiang, dan desain wadah air.
Untuk menyelesaian permasalahan optimasi sistem tangki air ini, konsep
suboptimalisasi dan prinsip optimalitas diterapkan seperti yang diilustrasikan oleh
Gambar 6.4. Pertama, mulai dengan optimalisasi desain fondasi, yang meliputi bahan,
bentuk dan ukuran yang akan dibuat. Pada tahap ini akan diperoleh keputusan optimal
85
terkait dengan bentuk, bahan dan ukuran fondasi, dengan pertimbangan kekuatan
menyanggah tiang/kolom dengan biaya yang minimum tanpa memperhitungkan biaya
untuk membuat tiang dan wadah air. Selanjunya, tahap kedua adalah optimalisasi
desain kolom atau tiang penyanggah wadah dengan memperhitungkan fondasi yang
telah diputuskan pada tahap sebelumnya. Terakhir, secara bersamaan dengan hasil
tahap pertama dan kedua (fondasi dan tiang), optimalisasi bentuk, bahan dan ukuran
wadah air sebagai satu kesatuan. Pada tahap akhir ini telah dihasilkan sebuah
keputusan desain tangki air, yang terdiri atas fondasi, tiang dan wadah air sesuai dengan
kriteria yang diinginkan tetapi dengan biaya yang minimum.
Relasi Rekurens
Misalkan fungsi objektif yang ditargetkan meminimumkan fungsi f,
1 1 1 1 1 2min ( , ) R ( ,s ) R ( ,s ) ( , )n n n n n nf S X x x R x s (6.4.3)
dimana state dan variabel keputusan ditentukan oleh
1( , ), 1, 2, ,i i i is t s x i n (6.4.5)
6.6 Metode Kalkulus untuk Penyelesaian Program Dinamik
Sebagai ilustrasi, perhatikan contoh kasus berikut. The four-bar truss seperti
pada Gambar 6.5.
Gambar 6.5 The four-bar truss (Rao, 2009:555)
Misalkan ix menyatakan luas daerah ke-i (i = 1,2,3,4). Panjang batang ke-i , notasi
, 1, 2,3,4il i diberikan oleh l1 =l3 = 100 in., l2 = 120 in., dan l4 = 60 in. Bobot dari
truss diberikan oleh
86
1 2 3 4 1 2 3 4
1 2 3 4
( , , , ) 0,01 100 120 100 60
= 1,2 0,6
f x x x x x x x x
x x x x
(6.5.1)
Berdasarkan analisis struktur bangunan, besarnya gaya yang diberikan oleh batang ke-i
pada simpul (pertemuan batang) A-- ( )ip , deformasi batang ke-i id , kontribusi
batang ke-i terhadap defleksi vertikal di simpul A, i i ip d diberikan oleh tabel
berikut ini.
Sumber Rao (2009:557)
Defleksi vertikal di simpul A, diberikan oleh persamaan berikut :
4
1 1 2 3 4
1,5625 0,6750 1,5625 1,3500A i
i
dx x x x
(6.5.2)
Oleh karenanya, permasalah optimasi yang berkaitan dengan masalah “four-bar truss”
adalah sebagai berikut :
1 2 3 4min ( ) 1,2 0,6f X x x x x (6.5.3)
dengan kendala
1 2 3 4
1,5625 0,6750 1,5625 1,35000,5
x x x x (6.5.4a)
0, 1, 2,3, 4ix i (6.5.4b)
87
Karena defleksi pada simpul A merupakan jumlah dari kontribusi setiap batang, yaitu
sebesar 0,5 in. Fenomena defleksi ini dapat dipandang sebagai alokasi sumberdaya ke
sejumlahi kegiatan ix sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 6.6 berikut ini.
Gambar 6.6 Masalah ‘four-bar truss” dalam empat tahapan keputusan
Sumber : Rao (2009:558)
Misalkan 2s menyatakan sumberdaya (displacement) yang tersedia untuk dialokasikan
ke batang/member pertama (tahap 1), 1 kontribusi sumberdaya ke member ke-1, dan
*1 2( )f s menyatakan bobot minimum dari memberi ke-1, maka
*1 2 1 1
1
1,5625( ) minf s R x
x (6.5.5)
sehingga
1 11
1,5625, dan 0.x
x (6.5.6)
Karena 1 2 ,s dan (6.5.5) maka diperoleh
*1
2
1,5625x
s (6.5.7)
Selanjutnya, misalkan 3s menyatakan sumberdaya yang tersedia untuk dialokasikan
kepada dua member pertama, 2 kontribusi sumberdaya kepada member ke-2, dan
*2 3( )f s menyatakan minimum bobot terhadap dua member pertama,
2
* *2 3 2 1 2
0( ) min ( )
xf s R f s
(6.5.8)
88
dengan 2s menyatakan sumberdaya yang tersedia setelah alokasi ke tahap 2, yang
diberikan oleh
2 3 2 32
0,6750s s s
x (6.5.9)
Berdasarkan (6.5.5)
* *1 2 1 3
23
2
0,6750 1,5625( )
0,6750f s f s
xs
x
(6.5.10)
Kemudian (6.5.8) menjadi
2
*2 3 2
0
32
1,5625( ) min 1,2
0,6750xf s x
sx
(6.5.11)
Selanjutnya, misalkan
23 2 2 2
3 23
2
1,56251,5625( , ) 1, 2 1, 2
0,67500,6750
xF s x x x
s xs
x
(6.5.12)
Akibatnya untuk setiap nilai 3s , nilai minimum dari F untuk suatu nilai 3s diberikan
oleh
*2 22
2 3 2 3
(1,5625)(0,6750) 1,61241, 2 0, atau
( 0,6750)
Fx x
x s x s
(6.5.13)
* *2 3 2 *
3 2 3 3 3
1,5625 1,9349 2,6820 4,6169( ) 1, 2
( 0,6750 )f s x
s x s s s
(6.5.14)
Selanjutnya, misalkan 4s menyatakan sumberdaya yang tersedia untuk dialokasikan
kepada tiga member pertama, 3 kontribusi sumberdaya kepada member ke-3, dan
*3 4( )f s menyatakan minimum bobot terhadap tiga member pertama,
3
* *3 4 3 2 30
( ) min ( )x
f s x f s (6.5.15)
89
dengan 3s menyatakan sumberdaya yang tersedia setelah alokasi ke tahap 3, yang
diberikan oleh
3 4 3 43
1,5625s s s
x (6.5.16)
Persamaan (6.5.14) memberikan
*2 3
4 3
4,6169( )
1,5625f s
s x
(6.5.17)
Berdasarkan (6.5.15) dan (6.5.17) diperoleh
3
* 33 4 3
04 3
4,6169( ) min
1,5625x
xf s x
s x
(6.5.18)
Seperti sebelumnya, misalkan
34 3 3
4 3
4,6169( , )
1,5625
xF s x x
s x
(6.5.19)
Kemudian, untuk setiap nilai 4s , nilai minimum dari F untuk suatu nilai 4s diberikan
oleh
*32
3 4 3 4
(4,6169)(1,5625) 4, 24451 0, atau
( 0,6750)
Fx
x s x s
(6.5.20)
*
* * 33 4 3 *
4 3 4 4 4
4,6169 4,2445 7,3151 11,5596( )
( 1,5625)
xf s x
s x s s s
(6.5.21)
Akhirnya, misalkan 5s menyatakan sumberdaya yang tersedia untuk dialokasikan
kepada empat member pertama, 4 kontribusi sumberdaya kepada member ke-4, dan
*4 5( )f s menyatakan minimum bobot terhadap empat member pertama,
4
* *4 5 4 3 4
0( ) min ( )
xf s x f s
(6.5.22)
dengan 4s menyatakan sumberdaya yang tersedia setelah alokasi ke tahap 4, yang
diberikan oleh
4 5 4 54
1,3500s s s
x (6.5.23)
Persamaan (6.5.21)-(6.5.23) memberikan
90
4
*4 5 4
05 4
11,5596( ) min 0,6
1,3500xf s x
s x
(6.5.24)
Seperti sebelumnya, misalkan
45 4 4
5 4
11,5596( , ) 0,6
1,3500
xF s x x
s x
(6.5.25)
Kemudian, untuk setiap nilai 5s , nilai minimum dari F untuk suatu nilai 5s diberikan
oleh
*42
4 5 4 5
(11,5596)(1,3500) 6, 440,6 0, atau
( 1,3500)
Fx
x s x s
(6.5.26)
*
* * 44 5 4 *
5 4 5 5 5
11,5596 3,864 16,492 20,356( ) 0,64
( 1,3500)
xf s x
s x s s s
(6.5.27)
Selanjutnya, karena nilai 5s diberikan sebesar 0,5 in. bobot minimum dari struktur
dapat dihitung melalui
*4 5
20,356( 0,5) 40,712 .
0,5f s lb (6.5.28)
Sedangkan nilai optimum untuk variabel desain diberikan oleh (6.5.26),
(6.5.20), (6.5.13), dan (6.5.7) sebagai berikut :
* 24 12,88 Inx
4 5 *4
1,35000,5 0,105 0,395 in.s s
x
* 23
4
4, 244510,73 Inx
s
3 4 *3
1,56250,3950 0,1456 0, 2494 in.s s
x
* 22
3
1,61246,47 Inx
s
2 3 *2
0,67500, 2494 0,1042 0,1452 in.s s
x
91
* 21
2
1,562510,76 Inx
s .
6.7 Jenis-jenis Pendekatan Program Dinamis
(a). Program Dinamik Deterministik
Pendekatan program dinamik masalah deterministik, yaitu program dinamik
dengan karakteristik bahwa keadaan pada tahap berikutnya ditentukan sepenuhnya oleh
keadaan dan keputusan atau kebijakan pada tahap sekarang. Pada tahap n, proses akan
berada pada suatu keadaan ns . Pembuatan keputusan kebijakan nx selanjutnya
menggerakkan proses ke keadaan 1ns pada tahap (n+1). Kontribusi sesudahnya
terhadap fungsi tujuan di bawah kebijakan yang optimal telah dihitung sebelumnya
sebagai *1 1( )n nf s . Keputusan kebijakan nx juga memberikan kontribusi kepada fungsi
tujuan.
Kombinasi kedua nilai ini akan memberikan nilai ( , x )n n nf s yaitu kontribusi n
tahap ke depan pada fungsi tujuan. Pengoptimalan terhadap * *( ) ( , )n n n n n nx f s f s x .
Setelah ditemukan *nx dan *( )n nf s untuk setiap nilai ns , selanjutnya prosedur
penyelesaiannya bergerak mundur satu tahap. Program dinamik deterministik dapat
diuraikan dengan diagram yang ditunjukkan dibawah ini :
Gambar 6.7 Program dinamik deterministik
(b). Program Dinamik Probabilistik
Program dinamik probabilistik berbeda dengan program dinamik deterministik.
Pada program dinamik deterministik, keadaan pada tahap berikutnya sepenuhnya
92
ditentukan oleh keadaan dan keputusan kebijakan pada tahap sebelumnya. Sedangkan
pada program dinamik probabilistic, terdapat suatu probabilitas keadaan mendatang
dengan distribusi peluang tetap yang ditentukan oleh keadaan dan keputusan kebijakan
pada keadaan sebelumnya.
Karakteristik pada program dinamik probabilistik yaitu :
o Stage berikutnya tidak seluruhnya ditentukan oleh stage dan keputusan pada
stage saat ini, tetapi ada suatu distribusi peluang terhadap apa yang akan terjadi
berikutnya.
o Distribusi peluang ini seluruhnya ditentukan oleh state dan keputusan pada stage
saat ini.
Struktur dasar dalam pemrograman dinamik probabilistik diilustrasikan oleh
gambar berikut ini.
Gambar 6.8 Struktur program dinamik probabilistik
Keterangan gambar :
o s melambangkan banyaknya keadaan yang mungkin pada tahap (stage) ke
( 1)n dan keadaan ini digambarkan pada sisi sebelah kanan sebagai 1, 2, …,s.
(p1, p2, …, ps) adalah distribusi peluang terjadinya suatu state berdasarkan state
ns dan keputusan nx pada stage n.
93
o ic adalah kontribusi dari stage n terhadap fungsi tujuan jika state berubah
menjadi state i
o ( , )n n nf s x menunjukkan jumlah ekspektasi minimal dari tahap n ke depan,
dengan diberikan status dan keputusan pada tahap n masing-masing ns dan nx .
Karena adanya struktur probabilistik, hubungan antara ( , )n n nf s x dan
1( , )n n nf s x agak lebih rumit dibandingkan dengan program dinamik
deterministik.
Dua metode pendekatan yang umum digunakan dalam penerapan program
dinamis probabilistik yaitu rekursif maju (forward atau up-down) dan rekursif mundur
(backward atau bottom- up). Misalkan 1 2, , , nx x x menyatakan variabel keputusan
yang harus dibuat pada masing-masing tahap 1, 2, …, n.
Maka,
(1). Langkah maju (forward atau up-down) : bergerak mulai dari tahap 1, terus
maju ke tahap 2,3,..,n. Urutan variabel keputusan adalah 1 2, , , nx x x .
(2). Langkah mundur(backward atau bottom-up) : bergerak mulai dari tahap n,
terus mundur ke tahap 1, 2, , 2,1n n . Urutan variabel keputusan adalah
1 1, , ,n nx x x .
94
6.8 Latihan
1. Rute pesawat udara yang menghubungkan 16 kota (A, B, C, ..., P) diberikan oleh
Gambar 6.9. Rute perjalanan antara suatu kota dengan kota lainnya, hanya dapat
dilakukan seperti yang ada pada gambar, dimana bobot sisi menyatkan biaya
digunakan jika melewati segment tersebut. Jika seseorang ingin melakukan
perjalanan dari kota A ke kota P dengan biaya minimum, tentukan rute perjalanan
tersebut menggunakan program dinamik!
Gambar 6.9 Digram rute perjalan disetai biaya yang digunakan
2. Berdasarkan Gambar 6.9, tentukan rute dan biaya perjalanan minimum, jika
seseorang melakukan perjalan dari kota D ke kota M.
3. Sutau sistem memiliki tiga subsistem yang memuat beberapa komponen yang
disusun secara paralel, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6.10. Bobot dan
realibilitas dari semua komponen diberikan oleh tabel berikut.
Subsistem, i Bobot setiap komponen,
Wi (lb)
Realibilitas setiap komponen,
ri
1 4 0,96
2 2 0,92
95
3 6 0,98
Gambar 6.10 Tiga subsistem yang dihubungkan secara seri.
Realibilitas dari subsistem i diberikan oleh 1 (1 ) , 1, 2,3ini iR r i dengan in
menyatakan banyaknya komponen yang terhu bung secara paralel pada subsistem i,
dan secara keseluruhan realibilitas sistem diberikan oleh 1 2 3R R R R . Pada kasus
ini, sudah ditetapkan paling sedikit satu dan tidak boleh lebih dari tiga komponen pada
suatu subsistem. Jika total payload adalah 20 lb maka tentukan banyaknya komponen
yang digunakan pada setiap subsistem i, i=1,2,3 untuk memaksimalkan realibilitas
keseluruhan sistem.
DAFTAR BACAAN
Byrne,Charles L., 2007, A First Course in Optimization, Lecturer Notes.
Diwekar, U., 2008, Introduction to Applied Optimization, Second Edition, Springer, USA.
Fletcher, R., 2000, Practical methods of Optimization, Second Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Antoniou, Andreas dan Lu, Wu-Sheng, 2007, PRACTICAL OPTIMIZATION : Algorithms and Engineering Applications, Springer, USA.
Venkataraman, P., 2002, Applied Optimization with MATLAB Programming, John Wiley &
Sons, Inc.,New York.
Rao, Singiresu S., 2009, Engineering Optimization: Theory and Practice, Fourth Edition, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.
Sarker, Ruhul A. dan Newton, Charles S., 2008, Optimization Modelling A Practical Approach, CRC Press - Taylor & Francis Group, New York.
Sun, W dan Yuan, YX., 2006, Optimization Theory and Methods : Nonlinear Programming, Springer Optimization and Its Applications, Springer, USA.
Lampiran A. Konsep Aljabar dan Matriks
A.1 Ruang atau n n
Permasalahan nyata sering kali melibatkan variabel yang cukup banyak, oleh
karenanya perumusan masalah optimasi yang terkait dengan suatu permasalahan nyata
sangat mengandalkan konsep matriks atau vektor. Berkaitan dengan penotasian
tersebut, maka lambang dan operasi matriks pun menjadi suatu hal yang sangat penting
untuk kuasai atau disepakati.
Dalam penotasian matriks, notasi n menyatakan ruang vektor dengan n elemen
kolomnya merupakan bilangan real. Notasi 1n menyatakan matriks dengan ukuran
1n , yaitu suatu matriks dengan jumlah baris adalah n dan jumlah kolom adalah 1 dan
setiap elemennya merupakan bilangan real. Secara umum, notasi n m menyatakan
matriks yang setiap elemennya merupakan bilangan real dengan ukuran n m , yaitu
suatu matriks dengan jumlah baris adalah n dan jumlah kolom adalah m.
Serupa dengan n , notasi n menyatakan ruang vektor dengan n elemen
kolomnya merupakan bilangan kompkleks. Notasi 1n menyatakan matriks dengan
ukuran 1n , yaitu suatu matriks dengan jumlah baris adalah n dan jumlah kolom
adalah 1 dan setiap elemennya merupakan bilangan kompleks. Secara umum, notasi
n m menyatakan matriks yang setiap elemennya merupakan bilangan kompleks
dengan ukuran n m , yaitu suatu matriks dengan jumlah baris adalah n dan jumlah
kolom adalah m.
A.2 Bebas Linear dan Basis
Sejumlah vektor 1 2, , , nnv v v disebut bebas linear (linearly independent),
jika
1
0n
i ii
v
(A.1)
berimplikasi 0, untuk 1,2, , .i i n Sebaliknya, vektor 1 2, , , nnv v v disebut
bergantung linear (linearly dependent), jika terdapat konstanta 0k untuk suatu k,
1, 2, ,k n sehingga (A.1) terpenuhi.
Misalkan nS dan ,x y S . Jika terdapat konstanta dan sehingga
z x y maka z disebut kombinasi linear dari ,x y S . Himpunan semua
kombinasi linear dari vektor 1 2, , , nv v v adalah subruang n yang disebut subruang
yang direntang oleh 1 2, , , ,nv v v dinotasikan dengan span 1 2, , , .nv v v
Himpunan 1 2, , , nB v v v disebut basis untuk nS , jika
(1). B merupakan himpunan yang bebas linear di S, dan
(2). Setiap v di S, dapat ditulis sebagai kombinasi linear dari 1 2, , , .nB v v v
A.3 Range dan Rank Matriks
Diberikan sistem persamaan linear (SPL)
Ax b (A.2)
dengan ,m nA 1,nx dan 1.mb Jika dinotasikan kolom ke-i dari matriks A
sebagai 1, 1mia i n yaitu 1 2, , , nA a a a dan misalkan 1 2, , ,
T
nx x x x
maka Persamaan (A.2) dapat ditulis sebagai
1
n
i ii
a x b
(A.3)
Berdasarkan ekspresi pada (A.3), Persamaan (A.2) memiliki solusi jika
1 2, , , nb span a a a
Subruang 1 2, , , nspan a a a disebut sebagai range dari matriks A, dinotasikan ( ).R A
Selanjutnya, dimensi dari ( )R A disebut rank dari matriks A, dinotasikan rank (A).
A.4 Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Nilai eigen dari matriks m nA didefinisikan sebagai n akar dari persamaan
karakteristik
det( ) 0I A (A.4)
Jika dinotasikan n nilai eigen 1 2, , , n dengan ( )A maka untuk setiap ( )i A
terdapat vektor tak nol niv sehingga
i i iAv v (A.5)
Vektor tak nol niv di atas disebut dengan vektor eigen dari matriks A yang
bersesuaian dengan nilai eigen .i Eksistensi vektor eigen tidak tunggal.
A.5 Matriks Simetris
Matriks simetris merupakan salah satu tipe matriks yang sering digunakan
dalam perhitungan optimasi.
Matriks n nijA a disebut matriks simetris, jika untuk setiap
, 1, 2, , ,i j n dan i j berlaku ij jia a .
Salah satu sifat yang menarik dari matriks simetris adalah sebagai berikut. Jika
A adalah matriks simetris maka terdapat matriks ortogonal n nX , yaitu
T TnXX X X I sehingga
TA X X (A.6)
dengan 1 2, , , .ndiag
Matriks simetris A disebut matriks definit positif, semidefinit positif, definit
negatif dan semidefinit negatif berturut-turut jika 0, 0,T Tx Ax x Ax 0,Tx Ax dan
0.Tx Ax
Matriks n nijA a maka matriks simetri pada ruang ini disebut dengan
matriks hermitian, yaitu jika HA A atau *,A A yaitu jiija a . Ingat : jika
a x iy maka a x iy . Selanjutnya, jika A matriks hermitian maka terdapat
matriks uniter n nU dan H HnUU U U I sehingga
.HA UAU (A.7)
A.6. Singular-Value Dekomposition (SVD).
Diberikan matriks n nA dengan rank(A) = r, terdapat matriks uniter
m mU dan m nU sehingga
HA U V (A.8)
dengan
0
0 0m n
S
dan
1 2diag , , , rs
dengan 1 2 0.r Dekomposisi matriks pada (A.8) dikenal dengan
singular-value dekomposition (SVD) dari matriks A.
Recommended