View
225
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
kebihakan moneter
Citation preview
KEBIJAKAN MONETER
Disusun Oleh:
Candra Agus Setiawan (04)
Irsana Elkana Manik (19)
Muchamad Fadjrin Syaiful Annas (30)
Kelas 7D
Program Diploma IV Akuntansi – Kurikulum Khusus
Tahun Pelajaran 2013/2014
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
2014
Bab IPendahuluan
A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak
beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negeri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi
yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin
banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak
bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam
mengatasinya.
Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah mencerminkan arah ke
sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola perekonomian telah bergeser ke arah makin
kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
tetapi lebih kepada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan
internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan
eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga
stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan
dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara
berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral
atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar
inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.
Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut
yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-
bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kebijakan moneter?
2. Apakah fungsi dan jenis kebijakan moneter?
3. Apakah indikator dan instrumen kebijakan moneter?
4. Bagaimana strategi dan peran kebijakan moneter?
5. Bagaimana penerapan kebijakan moneter di Indonesia saat ini?
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini hanya terbatas pada kebijakan moneter.
Bab IIPembahasan
A. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat diartikan sebagai kebijakan yang dijalankan oleh bank sentral untuk
mengatur jumlah uang dalam perekonomian (Sadono Sukirno, 2008:417). Kebijakan ini
diterapkan sebagai pengawasan agar jumlah dan susunan uang dalam perekonomian dapat
membantu menciptakan tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi dan stabil.
Menurut Nopirin, kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter
(biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada
gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat. Bank sentral adalah lembaga
yang berwenang mengambil langkah kebijakan moneter untuk mempengaruhi jumlah uang
beredar.
Menurut Boediono, secara umum kebijakan moneter adalah tindakan pemerintah untuk
mempengaruhi situasi makro melalui pasar uang. Sedangkan secara khusus, kebijakan moneter
adalah tindakan makro pemerintah dengan cara mempengaruhi proses penciptaan uang.
Berdasarkan pengertian di atas, kebijakan moneter dapat diartikan sebagai kebijakan dalam
mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat untuk menjaga kestabilan nilai uang yang
ada. Kebijakan ini dikendalikan oleh pemerintah secara tidak langsung dengan menunjuk bank
sentral sebagai pelaksana tugas pokok dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
B. Fungsi Kebijakan Moneter
Menurut Sadono Sukirno, kebijakan moneter digunakan untuk mengawasi jumlah dan susunan
uang dalam perekonomian. Kebijakan yang dikendalikan oleh bank sentral ini, mempunyai
fungsi sebagai berikut:
1. Mengendalikan tingkat harga agar tetap stabil dan terjamin,
2. Mengatasi masalah pengangguran, dan
3. Sebagai alat untuk menggalakkan pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan moneter merupakan bagian tak terpisahkan dari kebijakan makro ekonomi suatu
negara. Oleh karena itu, kebijakan moneter dan fiskal bersama-sama diarahkan untuk mencapai
sasaran akhir dari kebijakan ekonomi yaitu kesejahteraan masyarakat.
C. Jenis Kebijakan Moneter
Berdasarkan sifatnya, kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi dua golongan (Sadono
Sukirno, 2008:310), yaitu:
1. Kebijakan moneter kuantitatif adalah kebijakan bank sentral yang bertujuan untuk
mempengaruhi jumlah penawaran uang dan suku bunga dalam perekonomian. Kebijakan
ini dapat dilakukan ketika perekonomian dalam masa inflasi atau deflasi.
Dalam masa deflasi, jumlah pengeluaran masyarakat lebih kecil daripada jumlah
penawaran barang yang tersedia dalam perekonomian. Oleh karena itu, jumlah penawaran
uang perlu ditambah. Langkah ini akan menurunkan suku bunga dan atas penurunan ini
akan menggalakkan perkembangan kegiatan ekonomi sehingga tingkat kesempatan kerja
menjadi lebih tinggi dan pengangguran berkurang.
Dalam masa inflasi, jumlah pengeluaran masyarakat melebihi daripada jumlah penawaran
barangyang tersedia dalam perekonomian. Oleh sebab itu, pengeluaran agregat perlu
dikurangi melalui pengurangan dalam jumlah penawaran uang dan menaikkan suku bunga.
Langkah ini akan menurunkan pengeluaran agregat sehingga terdapat keseimbangan
diantara pengeluaran dalam ekonomi dengan jumlah penawaran barang.
2. Kebijakan moneter kualitatif adalah kebijakan bank sentral yang bertujuan untuk
mengawasi bentuk pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh bank perdagangan.
Kebijakan ini dilakukan selain untuk mengawasi perkembangan penawaran uang juga
untuk mempengaruhi jenis pinjaman yang diberikan institusi keuangan. Hal ini
memungkinkan bank sentral menggalakkan pertumbuhan ekonomi ke arah yang
diharapkan.
Berdasarkan jenisnya, kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary Expansive Policy) adalah kebijakan bank sentral
yang diterapkan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary Contractive Policy) adalah kebijakan bank
sentral yang diterapkan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini
dapat disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
D. Indikator Kebijakan Moneter
Untuk mencapai target yang dicanangkan, diperlukan suatu indikator kebijakan moneter yang
harus dikontrol oleh bank sentral. Indikator kebijakan moneter ini dapat disebut juga sebagai
target menengah atau intermediate target dalam usaha mencapai target akhir dari kebijakan
moneter. Indikator atau intermediate target tersebut merupakan variabel-variabel ekonomi yang
memengaruhi keseimbangan pasar uang karena sering bergejolak sesuai dengan perubahan yang
terjadi pada permintaan dan penawaran uang di pasar uang.
Dalam usaha pencapaian target yang telah ditetapkan, indikator yang dipilih harus dapat
dikendalikan dengan baik. Dalam hal ini, terdapat dua pilihan indikator yang dapat digunakan,
yaitu:
1. Tingkat suku bunga (interest rate)
Pada saat bank sentral menetapkan tingkat suku bunga sebesar x% per tahun, terjadi
pengharapan terhadap tingkat suku bunga yang ideal itu untuk dapat mendorong
kegiatan investasi. Hal ini, diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat
tertentu. Perlu untuk diketahui, proses pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi
membutuhkan waktu yang cukup panjang. Ketika dalam perjalanan waktu untuk mencapai
sasaran pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga mengalami kenaikan dan telah
melampaui angka yang ditetapkan maka bank sentral akan segera melakukan ekspansi
moneter dengan harapan suku bunga turun sampai pada tingkat tersebut. Sebaliknya,
apabila tingkat suku bunga mengalami penurunan, bank sentral akan melakukan kontraksi
moneter.
2. Jumlah uang beredar (monetary aggregate)
Merupakan salah satu indikator yang akan memberikan dampak positif yaitu tingkat harga
yang stabil. Ketika jumlah uang beredar bergejolak, bank sentral akan melakukan tindakan
kontraksi atau ekspansi moneter sehingga jumlah uang beredar akan relatif konstan pada
suatu jumlah yang ditetapkan. Namun demikian, berkaitan dengan indiktor tingkat suku
bunga, kebijakan ini akan mengakibatkan suku bunga bergejolak karena gejolak
permintaan akan uang tidak diimbangi oleh penawaran akan uang.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa dengan kebijakan moneter, tingkat suku bunga akan
dipengaruhi sedemikian rupa sehingga tetap stabil. Di lain pihak, jumlah uang beredar
(monetary aggregate) akan bergejolak naik dan turun demi mempertahankan suku bunga tetap
pada tingkat yang diinginkan. Oleh karena itu, bergejolaknya monetary aggregate ini dapat
mengakibatkan terganggunya kestabilan harga.
E. Instrumen Kebijakan Moneter
Dalam melaksanakan kebijakan moneter diperlukan seperangkat variabel yang dimiliki dan
sepenuhnya dapat digunakan oleh bank sentral untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
Seperangkat variabel ini dinamakan instrumen kebijakan moneter yang digunakan untuk
mengontrol indikator moneter.
Untuk dapat mengontrol indikator moneter, baik tingkat suku bunga maupun uang beredar, bank
sentral perlu melakukan intervensi dengan menggunakan instrumen kebijakan moneter yang
dimilikinya. Instrumen kebijakan moneter dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Instrumen langsung
adalah seperangkat variabel yang dapat secara langsung digunakan oleh otoritas moneter
untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Berikut ini merupakan instrument
langsung yang dapat digunakan oleh bank sentral:
a. Penetapan suku bunga
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan menetapkan tingkat suku bunga, baik
suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman. Hal ini dilakukan agar bank
sentral dapat melakukan ekspansi dan kontraksi moneter sesuai kebutuhan.
b. Pagu kredit (credit ceilings)
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan menetapkan besaran maksimum kredit
perbankan yang dapat disalurkan oleh bank perdagangan. Hal ini dilakukan untuk
menjaga tingkat likuiditas bank perdagangan di pasar serta mengendalikan jumlah
uang beredar dengan melakukan pembatasan kredit yang diberikan.
c. Rasio likuiditas
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan mewajibkan bank perdagangan untuk
memelihara cadangan tertentu dalam bentuk surat berharga tertentu atau valuta asing
tertentu dengan proporsi yang ditetapkan. Kewajiban menyimpan surat berharga
sebagai cadangan selain secara otomatis untuk menjaga rasio likuiditas juga untuk
membiayai anggaran pemerintah melalui pembelian surat berharga.
d. Kredit langsung
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan memberikan kredit secara langsung
untuk keperluan prioritas tertentu, misalnya terkait dengan program atau proyek
tertentu yang tengah digalakkan oleh pemerintah. Kredit langsung ini merupakan salah
satu bentuk instrumen langsung yang dapat dikendalikan bank sentral meskipun tidak
lagi digunakan karena dianggap tidak efektif dan sangat mahal.
e. Kuota penjualan kembali surat berharga
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan menetapkan kuota untuk penjualan
kembali surat berharga yang belum jatuh tempo. Hal ini dilakukan dengan
mentransaksikan surat berharga dengan tingkat bunga di bawah tingkat bunga pasar
uang antar bank. Instrumen ini hampir sama dengan pemberian kredit oleh bank
sentral secara langsung, yang membedakan hanya adanya jaminan dengan surat
berharga pasar uang.
2. Instrumen tidak langsung
adalah seperangkat variabel yang tidak secara langsung mempengaruhi jumlah uang yang
beredar. Meskipun demikian, melalui instrumen ini pada akhirnya jumlah uang yang
beredar dapat dikendalikan. Berikut ini merupakan instrument tidak langsung yang
digunakan oleh bank sentral:
a. Cadangan wajib minimun (reserve requirement)
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan mewajibkan bank perdagangan untuk
memelihara sejumlah alat likuid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban
lancarnya. Semakin kecil persentase tersebut semakin besar kemampuan bank
memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih
besar, atau sebaliknya.Cadangan ini bisa diwujudkan dalam bentuk kas atau dalam
bentuk rekening giro di bank sentral.
b. Fasilitas diskonto (discount rate policy)
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan memengaruhi jumlah uang beredar
melalui pengaturan suku bunga pemberian kredit bank sentral kepada bank
perdagangan.
Apabila bank sentral menetapkan tingkat diskonto lebih tinggi, bank perdagangan
akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral sehingga mengurangi
kemampuan bank perdagangan dalam memberikan pinjaman. Hal ini mengakibatkan
jumlah uang beredar menurun.
Apabila bank sentral menetapkan tingkat diskonto lebih rendah, bank perdagangan
akan meningkatkan permintaan kredit ke bank sentral untuk disalurkan lebih lanjut
berupa pemberian pinjaman. Hal ini mengakibatkan jumlah uang beredar meningkat.
c. Operasi pasar terbuka
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan melakukan jual beli surat-surat
berharga jangka pendek dalam rangka mengatur jumIah uang beredar atau suku bunga
jangka pendek. Instrumen ini sering digunakan oleh bank sentral dalam melaksanakan
kebijakan moneter karena instrumen ini lebih berorientasi pasar, keterlibatan peserta
tidak mengikat, arah kebijakannya mudah ditangkap pekan pasar, dan tidak
membebankan pajak pada bank.
Apabila bank sentral bermaksud mengurangi jumlah uang beredar, bank sentral akan
menjual surat-surat berharga kepada bank perdagangan agar reserve bank
perdagangan berkurang sehingga kemampuan bank perdagangan dalam memberikan
pinjaman menurun. Tindakan ini disebut kontraksi moneter.
Apabila bank sentral bermaksud menambah jumlah uang beredar, bank sentral akan
membeli surat-surat berharga untuk meningkatkan kemampuan bank perdagangan
dalam memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar meningkat.
Pembelian atau penjualan surat-surat berharga tersebut dapat pula dilakukan oleh bank
sentral dari/kepada masyarakat agar langsung dapat menambah/mengurangi jumlah
uang beredar. Sama halnya dengan reserve requirement, kontraksi moneter sebagai
akibat operasi pasar terbuka akan meningkatkan suku bunga, dan sebaliknya ekspansi
moneter akan menurunkan suku bunga.
d. Fasilitas simpanan bank sentral
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan menyediakan fasilitas kepada bank
perdagangan untuk memperbolehkan menampung kelebihan likuiditas bank
perdagangan. Simpanan bank perdagangan pada bank sentral ini umumnya untuk
jangka waktu yang sangat pendek, misaInya satu hari, untuk menampung kelebihan
likuiditas pada hari itu. Atas simpanan itu, bank perdagangan menerima bunga yang
biasanya di bawah tingkat bunga pasar. Bank Indonesia telah menggunakan fasilitas
ini sejak krisis tahun 1997/98, yang dinamakan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
(FASBI).
e. Intervensi valuta asing
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan melakukan jual beli valuta asing
dengan mata uang sendiri. Cara ini ditempuh untuk memengaruhi jumlah uang
beredar. Dalam praktiknya, intervensi valuta asing ini banyak dilakukan untuk upaya
stabilisasi atau smoothing pergerakan nilai tukar mata uang sendiri. Dalam sistem nilai
tukar mengambang (floating exchange rate system), intervensi jual valuta asing
dimaksudkan untuk memperkuat mata uang sendiri, sementara intervensi beli valuta
asing dimaksudkan untuk mengurangi kecenderungan menguatnya mata uang sendiri.
f. Fasilitas overdraft
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan memberikan pinjaman jangka pendek
kepada bank perdagangan yang mengalami kesulitan likuiditas jangka sangat pendek
dalam bentuk fasilitas overdraft. Kesulitan likuiditas jangka pendek terjadi karena
pada saat kliring bank akan terjadi "menang" atau "kalah". Menang berarti
kewajibannya lebih kecil daripada tagihannya kepada bank perdagangan, sedangkan
kalah berarti kewajibannya lebih besar daripada tagihannya. Dalam kondisi kalah,
bank harus menyediakan likuiditas untuk menutupi kewajibannya itu. Dalam kondisi
inilah bank dapat meminjam melalui fasilitas overdraft. Pinjaman ini memiliki tingkat
bunga di atas bunga pasar.
g. Simpanan sektor pemerintah
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan melakukan pemindahan simpanan
sektor pemerintah dari bank perdagangan ke bank sentral atau sebaliknya. Hal ini
secara tidak langsung akan berdampak kepada jumlah yang uang beredar.
Ketika jumlah uang beredar terlalu banyak, akan dilakukan realokasi simpanan
pemerintah dari bank umum ke bank sentral. Sebaliknya, ketika terjadi kondisi uang
beredar yang sangat kurang, simpanan pemerintah dari bank sentral dapat direalokasi
ke bank perdagangan.
h. Lelang kredit
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan mengubah sistem pemberian kredit
langsung ke alokasi pasar. Hal ini dilakukan ketika kondisi pasar keuangan belum
berkembang dan suku bunga patokan antar bank belum terbentuk.
i. Moral suasion
Instrumen yang digunakan bank sentral dengan melakukan imbauan atas kebijakan
moneter kepada perbankan untuk melakukan langkah tertentu yang dibutuhkan.
Namun, efektivitas imbauan ini sangat tergantung pada kredibilitas bank sentral.
F. Strategi kebijakan moneter
Secara siklikal, perekonomian mengalami periode di mana kegiatan ekonomi menurun sampai
titik balik terendah untuk kemudian diikuti oleh periode di mana kegiatan ekonomi meningkat
sampai titik balik tertinggi. Titik balik terendah disebut sebagai masa resesi dan titik balik
tertinggi disebut masa boom. Siklus masa resesi dan masa boom terjadi bergantian dan
berlangsung dari waktu ke waktu sehingga dikenal dengan istilah bussiness cycle.
Perekonomian yang sedang dilanda resesi terutama ditandai oleh tingkat pengangguran yang
tinggi yang disebabkan oleh lesunya kegiatan ekonomi, sebaliknya pada masa boom akan
ditandai oleh inflasi yang disebabkan oleh kenaikan ongkos-ongkos produksi sebagai akibat
kegiatan ekonomi yang meningkat. Dilihat dari kacamata moneter, kegiatan ekonomi yang lesu
akan mengakibatkan demand for money untuk keperluan transaksi menurun dan sebaliknya pada
masa boom, demand for money untuk keperluan transaksi meningkat.
Dalam menghadapi gejolak perekonomian seperti tersebut di atas, terdapat dua pendapat yang
berbeda di kalangan ahli-ahli moneter mengenai strategi kebijakan moneter yang dapat
ditempuh oleh bank sentral, yaitu:
1. Countercyclical monetary policy.
Pihak pertama berpendapat bahwa bank sentral perlu secara aktif melakukan tindakan
moneter untuk memperlunak konjungtur sedemikian rupa, sehingga gelombang siklus
menjadi tidak terlalu tajam (gambar: dari C ke C1)
Menurut kelompok pendukung countercyclical monetary policy, pada saat perekonomian
akan mengalami resesi, bank sentral harus menempuh kebijakan moneter yang bersifat
ekspansif, yaitu meningkatkan supply of money sehingga ekspansi moneter tersebut
diharapkan dapat meningkatkan hasrat masyarakat berkonsumsi dan berproduksi.
Selanjutnya kenaikan konsumsi dan produksi/investasi tersebut akan meningkatkan
kegiatan perekonomian yang pada akhirnya dapat menghindarkan perekonomian dari
cengkeraman resesi. Sebaliknya, dalam menghadapi masa boom, bank sentral harus
melakukan kontraksi moneter yaitu dengan harapan dapat memperlambat kegiatan
perekonomian sehingga perekonomian akan terhindar dari tekanan inflasi.
2. Accomodative monetary policy.
Pihak kedua berpendapat seyogianya bank sentral melakukan kebijakan moneter secara
pasif. Usaha-usaha untuk melunakkan fluktuasi perekonomian hendaknya dihindari dan
kebijakan moneter diarahkan agar siklus bisnis berjalan secara wajar.
Kelompok yang menganut accomodative monetary policy berpendapat bahwa expectation
effect dari kebijakan moneter adalah lebih dominan daripada substitution effect, interest
rate effect, dan wealth effect. Dengan kata lain, tindakan ekspansi moneter dalam
menghadapi resesi tidak akan mendorong konsumsi dan produksi/investasi, melainkan
hanya meningkatkan harga karena masyarakat terlebih dahulu telah mengantisipasi
tindakan moneter yang akan dilakukan oleh bank sentral.
Selain itu, pengaruh tindakan moneter terhadap perekonomian tidak dapat terjadi, dengan
segera, tetapi membutuhkan tenggat waktu (time lag). Dengan demikian, ekspansi moneter
untuk menghadapi resesi ekonomi dampaknya tidak terjadi pada saat berlangsungnya
resesi, tetapi pada saat perekonomian menghadapi boom yang justru pada saat itu
diperlukan tindakan kontraksi moneter.
Sebaliknya, dampak kontraksi moneter untuk menghadapi boom tidak terjadi pada saat
berlangsungnya boom, tetapi pada saat ekonomi sedang menghadapi resesi yang justru
diperlukan tindakan ekspansi moneter. Kebijakan moneter yang bersifat aktif tersebut
justru akan mengakibatkan fluktuasi bussiness cycle menjadi lebih tajam (gambar: dari A
ke A1).
X`
Dengan kedua alasan tersebut, kelompok pendukung accomodative monetary policy
berpendapat bahwa sebaiknya kebijakan moneter diarahkan untuk mengatur uang beredar
yang jumlahnya konsisten dengan pertumbuhan ekonomi dan membiarkan bussiness cycle
berjalan secara wajar atau alamiah. Dengan kata lain, baik pada saat perekonomian berada
dalam resesi maupun boom, pertambahan uang beredar hendaknya dipertahankan pada
tingkat tertentu yang dapat menunjang sasaran jangka panjang, yaitu pertumbuhan
ekonomi. Setiap tindakan moneter untuk melunakkan fluktuasi tidak akan berhasil, bahkan
akan memperburuk situasi.
Pendapat kelompok pendukung accomodative monetary policy ahir-akhir ini mendapatkan
perhatian yang cukup besar, baik di negara-negara industri maupun negara-negara yang
sedang berkembang.Dalam memformulasikan kebijakan ini, terdapat dua hal yang menjadi
perhatian. Pertama menentukan monetary aggregate mana yang akan dipilih. Apakah
memilih base money/reserve money, narrow money, atau broad money.Yang kedua,
menentukan besarnya monetary aggregate dengan mempertimbangkan berbagai variable
seperti tingkat pendapatan, tingkat harga, dan tingkat bunga dimasa mendatang.
G. Peran Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi
suatu negara dan merupakan faktor yang dapat dikontrol oleh otoritas moneter sehingga dengan
demikian dapat dipakai untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi.
Ketika kondisi perekonomian suatu negara tidak berkembang sesuai dengan yang diharapkan
atau direncanakan, maka serangkaian kebijakan ekonomi dapat diambil oleh pemerintah untuk
mengarahkan kembali jalannya aktivitas.
Implementasi kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dari kebijakan ekonomi
makro lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektoral, dan kebijakan lainnya. Semuanya
mengarah pada pencapaian tujuan akhir yaitu kesejahteraan sosial masyarakat. Secara
keseluruhan, kebijakan fiskal bersama-sama dengan kebijakan moneter mempengaruhi sisi
permintaan (demand side) dalam perekonomian, sementara di sisi lain kebijakan sektoral seperti
perdagangan, perindustrian, pertambangan, pertanian, dan lain-lain, mempengaruhi sisi
penawaran (supply side) dari perekonomian.
Kebijakan moneter dijalankan sebagai suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi
makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi
serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
H. Saluran Transmisi Kebijakan Moneter
Pada dasarnya transmisi kebijakan moneter merupakan interaksi antara otoritas moneter dengan
perbankan dan lembaga keuangan lainnya serta pelaku ekonomi di sektor riil. Pertama, interaksi
antara bank sentral dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya dalam berbagai transaksi
keuangan yang terjadi di pasar keuangan. Kedua, interaksi yang berkaitan dengan fungsi
intermediasi, yaitu interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan lainnya dengan para
pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas di sektor ekonomi riil. Selanjutnya mengenai saluran
atau channels mekanisme transmisi kebijakan moneter akan dijelaskan berikut ini.
1. Saluran Langsung
Transmisi kebijakan moneter melalui saluran langsung atau saluran uang (money channel)
mengacu pada teori klasik mengenai peranan uang dalam perekonomian. Pada dasarnya
teori ini menggambarkan kerangka yang jelas mengenai analisis hubungan langsung antara
uang beredar dan harga. Mekanisme transmisi moneter melalui saluran uang merupakan
konsekuensi langsung dari proses perputaran uang dalam perekonomian, yang terdiri dari
dua tahapan. Tahap pertama, bank sentral melakukan operasi moneter untuk pengendalian
uang beredar di masyarakat. Tahap kedua, bank-bank mengelola likuiditasnya dalam
bentuk cadangan yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai muara kegiatan utama
bank di bidang perkreditan dan pengerahan dana.
2. Saluran Suku Bunga
Saluran suku bunga lebih menekankan pentingnya aspek harga di pasar keuangan terhadap
berbagai aktivitas ekonomi di sector riil. Dalam kaitan ini, kebijakan moneter yang
ditempuh bank sentral akan berpengaruh terhadap perkembangan berbagai suku bunga di
sector keuangan dan selanjutnya akan berpengaruh pad atingkat inflasi dan output riil.
Bagaimana mekanismenya? Tahap pertama, operasi moneter bank sentral akan
mempengaruhi suku bunga jangka pendek (SBI, suku bunga antar bank). Selanjutnya
perubahan ini akan mempengaruhi suku bunga deposito yang ditawarkan bank pada
masyarakat penabung dan suku bunga kredit yang dibebankan bank kepada para
debiturnya. Pada tahap berikutnya, transmisi suku bunga dari sector keuangan ke sector riil
akan tergantung pada pengaruhnya terhadap permintaan konsumsi dan investasi.
3. Saluran Kredit
Selain factor suku bunga, perilaku penawaran kredit perbankan dipengaruhi oleh persepsi
bank terhadap prospek usaha debitur dan kondisi internal perbankan sendiri. Selain itu,
tidak semua permintaan kredit debitur dapat dipenuhi oleh bank, khususnya oleh kondisi
dan prospek keuangan debitur yang dinilai tidak layak, antara lain karena tingginya rasio
utang terhadap modal, risiko kredit macet, dan sebagainya. Adanya informasi yang tidak
simetris (asymmetric information) antara bank dan debitur dapat menyebabkan pasar kredit
tidak selalu berada dalam keseimbangan. Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan
moneter melalui saluran kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan
masyarakat dalam bentuk uang disalurkan oleh perbankan ke masyarakat dalam bentuk
kredit. Dengan kata lain, fungsi intermediasi perbankan tidak selalu berjalan sempurna,
dalam arti bahwa kenaikan simpanan masyarakat tidak selalu diikuti dengan kenaikan
secara proporsional kredit yang disalurkan ke masyarakat.
4. Saluran Nilai Tukar
Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran nilai tukar,
menekankan pentingnya aspek perubahan harga aset financial terhadap berbagai aktivitas
ekonomi. Dalam kaitan ini, pentingnya saluran nilai tukar dalam transmisi kebijakan
moneter terletak pada pengaruh aset financial dalam valuta asing yang berasal dari
hubungan kegiatan ekonomi suatu negara dengan negara lain. Selanjutnya, perubahan nilai
tukar dan aliran dana dari dan ke luar negeri akan mempengaruhi kegiatan ekonomi riil di
negara yang bersangkutan. Semakin terbuka perekonomian suatu Negara yang disertai
dengan system nilai tukar mengambang dan system devisa bebas, semakin besar pula
pengaruh nilai tukar dan aliran dana luar negeri terhadap perekonomian dalam negeri.
Mengenai interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan para pelaku ekonomi dalam
proses pertukaran uang dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahap awal, operasi moneter
oleh bank sentral akan mempengeruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung
terhadap perkembangan nilai tukar.Pengaruh langsung terjadi sehubungan dengan operasi
melaui intervensi, jual beli valas dalam rangka stabilisasi nilai tukar. Sementara, pengaruh
tidak langsung terjadi karena operasi moneter yang dilakukan bank sentral mempengaruhi
perkembangan suku bunga di pasar uang dalam negeri dan suku bunga luar negeri, yang
selanjutnya akan mempengaruhi besarnya aliran dana dari dan ke luar negeri.
Tahap berikutnya, perubahan nilai tukar berpengaruh, baik langsung maupun tidak
langsung terhadap perkembangan harga barang dan jasa di dalam negeri.Pengaruh
langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi pola pembentukan harga oleh
perusahaan dan ekspektasi inflasi oleh masyarakat, khususnya terhadapa barang impor.
Sementara, pengaruh tidak langsung terjadi karena perubahan nilai tukar mempengaruhi
nilai ekspor dan impor, yang pada gilirannya berdampak pada output dan perkembangan
harga barang dan jasa.
5. Saluran Harga Aset
Perubahan harga aset, baik aset financial seperti obligasi dan saham maupun aset fisik
seperti property dan emas banyak dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan moneter.
Transmisi ini terjadi karena penanaman dana oleh para investor dalam portofolio
investasinya yang pada umumnya tidak saja berupa simpanan di bank dan instrument lain
di pasar uang, tetapi juga dalam bentuk obligasi dan saham, serta aset fisik. Perubahan suku
bunga dan nilai tukar akan berpengaruh pada volume transaksi obligasi, saham, dan aset
fisik. Selanjutnya perubahan harga aset pada gilirannya akan berdampak pada berbagai
aktivitas di sector riil.
Selain itu, pengaruh harga aset terhadap sector riil juga terjadi pada permintaan investasi
oleh dunia usaha. Hal ini berkaitan dengan perubahan harga aset tersebut yang memberikan
dampak terhadap biaya modal yang harus dikeluarkan dalam berproduksi dan berinvestasi,
yang pada gilirannya akan mempengaruhi permintaan agregat, output, dan inflasi.
6. Saluran Ekspektasi
Dengan semakin meningkatnya ketidakpastian dalam perekonomian, saluran ekspektasi
semakin penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ke sector riil. Para pelaku
ekonomi, dalam mengambil langkah bisnisnya ke depan, akan mendasarkan pada prospek
ekonomi ke depan. Ekspektasi para pelaku ekonomi dimaksud pada umumnya dipengaruhi
oleh berbagai informasi mengenai perkembangan indicator ekonomi dan keuangn serta
antisipasinya terhadap langkah-langkah kebijakan ekonomi dan moneter yang ditempuh
pemerintah dan bank sentral.
Dalam konteks kebijakan moneter, yang paling diperhatikan adalah ekspektasi inflasi oleh
masyarakat. Teori ekspektasi berpendapat bahwa apabila masyarakat cukup rasional,
mereka akan mengambil tindakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya inflasi.
Tindakan tersebut berupa pengurangan jumlah uang yang mereka pegang dengan
membelanjakannya ke dalam bentuk barang riil sehingga risiko kerugian memegang uang
karena inflasi dapat dihindari.
Ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan harga pada gilirannya akan mendorong kenaikan
suku bunga. Apabila suku bunga meningkat lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan
harga, secara riil rate of return atas aset financial menurun dan penurunan tersebut akan
mendorong orang mengalihkan kekayaannya dari bentuk aset financial ke bentuk aset riil.
Jadi, apabila masyarakat, khususnya perusahaan-perusahaan besar, dapat memanfaatkan
statistic atau data moneter dengan baik untuk memperkirakan tingkat inflasi yang akan
terjadi, perusahaan-perusahaan akan menaikkan harga barang-barang yang diproduksi dan
masyarakat akan meminta upah yang lebih tinggi mendahului kemungkinan inflasi yang
mereka perkirakan terjadi. Mereka tidak perlu harus menunggu melakukan tindakan
penyesuaian harga dan upah sampai setelah terjadi inflasi. Apabila tindakan tersebut
dilakukan oleh seluruh atau sebagian besar anggota masyarakat, akan membawa dua
implikasi moneter. Pertama, kebijakan moneter tidak efektif karena kebijakan moneter
tidak dapat mengubah sector riil, yaitu konsumsi, produksi, investasi, dan kesempatan
kerja, tetapi yang terjadi hanyalah perubahan tingkat harga. Kedua, ekspektasi masyarakat
terhadap inflasi akan mengakibatkan inflasi, yang semula hanya dugaan, justru menjadi
kenyataan.
Bagaimana ekspektasi inflasi terbentuk? Ekspektasi inflasi dipengaruhi selain oleh
perkembangan inflasi yang telah terjadi (inertia) juga oleh kebijakan moneter yang
ditempuh oleh bank sentral yang tercermin pada perkembangan suku bunga dan nilai tukar.
Semakin kredibel kebijakan moneter, yang antara lain ditunjukkan pada kemampuan bank
sentral dalam mengendalikan suku bunga dan nilai tukar, semakin kuat pula dampaknya
terhadap pembentukan ekspektasi inflasi oleh masyarakat. Dalam kondisi demikian,
ekspektasi inflasi masyarakat akan cenderung mendekati sasaran inflasi yang ditetapkan
bank sentral dalam kebijakan moneternya. Dengan perkataan lain, semakin kredibel
kebijakan moneter, semakin rendah deviasi ekspektasi masyarakat dari sasaran inflasi yang
ditetapkan bank sentral. Oleh karena itu, semakin kecil pula distorsi yang dimbulkannya
terhadap perkembangan output dan pencapaian sasaran inflasi.
Proses Operasi Moneter yang Dilakukan Bank Indonesia
1. Kerangka Operasi Moneter
Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan
kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga (target suku bunga). Stance
kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga kebijakan (BI Rate). Dalam
tataran operasional, BI Rate tercermin dari suku bunga pasar uang jangka pendek yang
merupakan sasaran operasional kebijakan moneter. Sejak 9 Juni 2008, BI menggunakan
suku bunga Pasar Uang Antara Bank (PUAB) overnight (o/n) sebagai sasaran operasional
kebijakan moneter.
Agar pergerakan suku bunga PUAB o/n tidak terlalu melebar dari anchor-nya (BI Rate),
Bank Indonesia selalu berusaha untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas
perbankan secara seimbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil melalui
pelaksanaan operasi moneter (OM).
Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Standing Facilities. Operasi
Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT merupakan kegiatan transaksi di pasar uang
yang dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia dalam rangka mengurangi (smoothing)
volatilitas suku bunga PUAB o/n. Sementara instrumen Standing Facilities merupakan
penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan
penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka
membentuk koridor suku bunga di PUAB o/n. OPT dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia,
sementara Standing Facilities dilakukan atas inisiatif bank.
2. Proses Operasi Moneter
a. Instrumen Operasi MoneterOperasi Moneter dilakukan dengan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan Standing Facilities (SF)1) Operasi Moneter: Operasi Pasar Terbuka
Kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT) meliputi:i. Absorpsi Likuiditas:
Penerbitan SBI Term Deposit Reverse Repo Penerbitan SBIS
ii. Injeksi Likuiditas: Transaksi Repo
Berikut ini adalah tabel jenis instrumen OPT dan dampaknya terhadap likuiditas serta karakteristiknya :
Keterangan: VRT (Variable Rate Tender) FRT (Fixed Rate Tender) FX (foreign exchange) SBI (Sertifikat Bank Indonesia) SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah) SUN (Surat Utang Negara)
2) Operasi Moneter: Standing FacilitiesStanding facilities meliputi: i. Penyediaan dana rupiah (lending facility) - Dilakukan dengan mekanisme
repurchase agreement (repo) surat berhargaii. Penempatan dana rupiah oleh bank di Bank Indonesia (deposit facility) -
Dilakukan dengan menempatkan dana rupiah oleh bank secara berjangka di Bank Indonesia
Berikut adalah tabel jenis instrumen standing facilities dan dampaknya terhadap likuiditas serta karakteristiknya:
Keterangan: FASBIS (Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah)3) Operasi Moneter: Syariah
Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. Tujuan dari Operasi Moneter Syariah adalah:i. Mencapai target operasional pengendalian operasi moneter syariah d.r.
mendukung pencapaian akhir kebijakan moneter BI;ii. Target operasional berupa kecukupan likuiditas perbankan syariah atau
variabel lain yang ditetapkan BI. Kegiatan Operasi Moneter Syariah (OMS) dilakukan dalam bentuk antara lain:i. OPT Syariah; dan
ii. Standing Facilities Syariah.Sesuai dengan Pasal 26 UU Perbankan Syariah No.21 Tahun 2008 dan PBI tentang OMS Pasal 4 No.10/36/PBI/2008 : kegiatan-kegiatan tersebut harus memenuhi prinsip syariah yang dinyatakan dalam bentuk pemberian fatwa dan/atau opini syariah oleh otoritas fatwa (MUI - DSN) yang berwenang.
b. Proyeksi LikuiditasUntuk menentukan berapa jumlah likuiditas yang harus diserap (absorpsi) maupun disediakan (injeksi) dalam rangka menjaga keseimbangan supply dan demand, Bank Indonesia melakukan estimasi kebutuhan likuiditas perbankan sehingga dapat ditetapkan target operasi moneter setiap harinya. Estimasi likuiditas perbankan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor otonom (autonomous factor) seperti operasi keuangan Pemerintah dan mutasi uang kartal. Efektivitas operasi moneter berbasis suku bunga tidak terlepas dari adanya informasi yang handal dan sama kepada seluruh pelaku pasar, sehingga tercipta persepsi yang sama untuk mencapai tujuannya, yaitu terbentuknya suku bunga yang wajar. Oleh karena itu, sejak Oktober 2008 Bank Indonesia mulai mengumumkan kondisi likuiditas perbankan kepada pelaku pasar dan masyarakat sebanyak dua kali setiap harinya melalui website Bank Indonesia, BI-SSSS dan sarana lainnya. Dengan adanya informasi mengenai kondisi likuiditas, diharapkan dapat membantu treasury bank dalam mengelola kebutuhan likuiditasnya dan meningkatkan efektifitas pelaksanaan Operasi Moneter.Pengumuman proyeksi likuiditas meliputi 2 (dua) materi utama yaitu:1) Proyeksi Total Likuiditas Tersedia
Proyeksi Total Likuiditas adalah perkiraan ketersediaan likuiditas rupiah di pasar dan merupakan hasil proyeksi dari net perubahan faktor otonomus yang berperan dalam menambah/mengurangi ketersediaan likuiditas rupiah. Ketersediaan likuiditas rupiah antara lain dipengaruhi oleh net aliran masuk/keluar uang kartal dari/ke sistem perbankan dan mutasi rekening pemerintah di Bank Indonesia, net instrumen Operasi Moneter jatuh waktu, dan net perubahan saldo giro perbankan di Bank Indonesia.
2) Proyeksi Excess ReserveProyeksi Excess Reserve adalah perkiraan selisih antara saldo giro perbankan di Bank Indonesia dengan kewajiban pemeliharaan Giro Wajib Minimum (GWM).
3. Penyempurnaan Operasi Moneter
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan operasi moneter dan mendorong
perkembangan pasar uang domestik, Bank Indonesia melakukan penyempurnaan operasi
moneter yang mulai dilakukan sejak Maret 2010.Penyempurnaan operasi moneter tersebut
dilakukan melalui upaya penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan
penggunaan instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) tenor yang lebih panjang.
a. Perpanjangan Profil Jatuh Waktu Sertifikat Bank IndonesiaDalam rangka menyempurnakan operasi moneter, Bank Indonesia memperpanjang profil jatuh waktu Sertifikat Bank Indonesia (SBI).Perubahan tersebut dilakukan melalui perubahan pelaksanaan lelang SBI dari mingguan menjadi bulanan, dan melakukan penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan kepada SBI.dengan tenor yang lebih panjang.
b. Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar KeuanganPaket kebijakan yang diambil secara umum berupa kebijakan untuk memperkuat operasi moneter dan menyempurnakan aspek prudential perbankan, terdiri dari penambahan instrumen dan penyempurnaan beberapa ketentuan baik di pasar uang rupiah maupun valas, yang terdiri dari:1) Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N; diimplementasikan mulai 17 Juni
2010. 2) Penerapan minimum one month holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
diimplementasikan mulai 7 Juli 2010. 3) Penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit;
berlaku mulai 7 Juli 2010. 4) Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Neto (PDN); berlaku mulai 1
Juli 2010. 5) Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; yang diimplementasikan pada
minggu ke-II Agustus 2010 (SBI 9 Bulan) 6) Penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN); Sebagai tindak lanjut dari beberapa penyempurnaan Operasi Moneter dimaksud, Bank Indonesia juga telah menyempurnakan Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan ketentuan pelaksanaanya (Surat Edaran Bank Indonesia), yaitu PBI No. 12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 12/16/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter, SE BI No. 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) dan SE BI No. 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka.
4. Bagaimana Bekerjanya Kebijakan Moneter?
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah
yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai
tujuan itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen
kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan
akhir pencapaian inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan
pencapaian sasaran inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag).
Mekanisme bekerjanya perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering
disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan
tindakan Bank Indonesia melalui perubahan-perubahan instrumen moneter dan target
operasionalnya mempengaruhi berbagai variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya
berpengaruh ke tujuan akhir inflasi. Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara
Bank Sentral, perbankan dan sektor keuangan, serta sektor riil.Perubahan BI Rate
mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur, diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit,
jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku
bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank
Indonesia dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku
bunga untuk mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan
suku bunga kredit sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan
meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan
untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi
sehingga aktifitas perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi
mengalami kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate
untuk mengerem aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan
inflasi.
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini
sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong
kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan
melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan
modal ke dalam instrument-instrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka
akan mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini
pada gilirannya akan mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah
mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri
menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong impor dan
mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada menurunnya
pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan
harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi
sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi
kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi.
Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi
publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan
mendorong aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk
mengantisipasi kenaikan inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada
akhirnya akan dibebankan oleh produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag). Time
lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar biasanya bekerja
lebih cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat.
Kondisi sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan tarnsmisi
kebijakan moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon
perbankan terhadap penurunan suku bunga BI rate biasanya sangat lambat. Juga, apabila
perbankan sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku
bunga kredit dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan
penyaluran kredit.Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum
tentu direspon oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek
perekonomian sedang lesu. Kesimpulannya, kondisi sektor keuangan, perbankan, dan
kondisi sektor riil sangat berperan dalam menentukan efektif atau tidaknya proses
transmisi kebijakan moneter.
Bab IIIPenutup
A. Kesimpulan
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan
pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta
tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter
pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Daftar Pustaka
Sukirno, Sadono. 2008. Mikro Ekonomi, Teori Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Edisi ketiga.
Cetakan ke -23
Sukirno, Sadono. 2008. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Edisi
pertama. Cetakan ke -18
Pohan, Aulia. 2008, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, PT
Rajagrafindo Pustaka, Jakarta
Mishkin, Frederic S. 1996. Journal The Channels of Monetary Transmission: Lessons for Monetary
Policy
Goeltom, Miranda S. The Transmission Mechanisms of Monetary policy in Indonesia
Recommended