View
237
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KEHARMONISAN KELUARGA NABI MUHAMMAD DENGAN
ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
SONHAJI
NIM: 1113034000129
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2017 M
KEHARMONISAN KELUARGA NABI MUHAMMAD DENGAN
ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
SONHAJI
1113034000129
Pembiming
Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag
19531231 198603 1 010
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputat, 11 September 2017
Sonhaji
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul KEHARMONISAN KELUARGA NABI MUHAMMAD
DENGAN ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ telah
diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
pada 13 Oktober 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) pada program studi Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir.
Jakarta, 13 Oktober 2017
Sidang Munaqasyah
Ketua Sekretaris
Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA Dra. Banun Binaningrum, M.Pd
NIP. 191771003 199903 2 001 NIP. 19680681 199903 2 001
Anggota
Penguji I Penguji II
Dra. Atiyatul Ulya, MA Lisfa Sentosa Aisyah, S.Ag, M.A
NIP. 19700112 199803 2 001 NIP. 19750506 200501 2 003
Pembimbing
Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag
19531231 198603 1 010
ABSTRAK
Sonhaji
KEHARMONISAN KELUARGA NABI MUHAMMAD DENGAN
ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ
Keluarga yang harmonis adalah dambaan bagi setiap orang yang ingin
membangun rumah tangga maupun yang sudah berumah tangga. Untuk
mewujudkannya maka diperlukan pemahaman dan pengertian dari masing-masing
pasangan. Selain itu butuh adanya panduan atau tuntunan dalam membina rumah
tangga, dalam hal ini adalah panutan bagi ummat muslim yaitu Nabi Muhammad
saw. yang mempunya salah satu istri yang berama ‘Āisyah.
Penelitian ini ingin memecahkan suatu masalah sosial yang sering timbul
di masyarakat dan dalam tiap tahunnya mengalami angka kenaikan yaitu tingkat
perceraian yang disebabkan oleh ketidakharmonisan sebuah rumah tangga.
Penelitian ini mengacu pada tuntunan hidup kita yakni nabi Muhammad saw
dalam membangun rumah tangga yang harmonis terutama bersama ‘Āisyah yang
tersebar dalam kitab hadis terutama dalam kitab sahīh bukhārī. Penelitian ini
menghimpun hadis-hadis bentuk keharmoisan nabi bersama ‘Āisyah yang terbagi
menjadi tema-tema (mauḏhū’ī) yang kemudian penulis menelusuri keberadaan
hadisnya dan memberikan penjelasan (syarah) hadis.
Penelitian ini setidaknya menemukan beberapa poin yang harus
diperhatikan untuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis, yaitu
Pertama menambah intensitas waktu untuk bersama antara suami istri yang sangat
jarang. Kedua, sangat perlunya komunikasi antara suami dan istri. Ketiga, Saling
memahami dan mengerti keadaan suami dan istri. Dan yang Keempat perlunya
melakukan hal-hal kecil semisal bercanda ria, bergurau baik dari pihak suami
maupun istri.
Dengan demikian dari berbagai hadis tentang perilaku keharmonisan nabi
yang dilakukan kepada istrinya yaitu ‘Āisyah bisa dijadikan bahan acuan dan bisa
diamalkan untuk menjadikan keluarga yang harmonis, Sakinah, Mawaddah wa Rahmah.
i
KATA PENGANTAR
Tiada untaian kata yang layak diungkapkan selain rasa syukur yang besar
kepada Allah SWT yang Maha besar atas nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Kemudian Shalawat dan Salam semoga terlimpah
kepada Nabi besar Muhammad SAW., keluarganya, para sahabatnya dan Ummat
pengikutnya sampai akhir zaman.
Berkat Rahmat dan Pertolongan Allah swt. Penelitian ini akhirnya dapat
terselesaikan dengan judul Keharmonisan Keluarga Nabi Muhammad saw dengan
‘Āisyah Dalam Kitab Sahīh Bukhārī dan penelitian ini terselesaikan tentunya tidak
dengan hasil kerja penulis pribadi, melainkan mendapat bantuan dari berbagai pihak,
maka dari itu penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Bapak Prof. Dr. Masri
Mansur, M.Ag beserta Staf dan Jajarannya.
3. Terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku
Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsir dan juga selaku Dosen
Penasehat Akademik.
4. Terima kasih pula kepada Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd selaku
Sekretaris Jurusan Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsir
ii
5. Bapak Dr. M. Isa HA. Salam, M.Ag selaku dosen pembimbing penulisan
Skripsi yang telah meluangkan waktu dan tenaganya sehingga skripsi ini
terselesaikan. Semoga Allah swt membalas segala amal baik beliau dengan
sebaik-baiknya balasan.
6. Segenap para Dosen Ushuluddin khususnya Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
yang telah memberikan banyak ilmu dan membantu baik prihal akademik
maupun hal lainnya.
7. Para staf dan karyawan Ushuluddin yang telah memberikan pelayanan dengan
kesabaran dan keramahan
8. Segenap staf dan penurus Perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan pelayanan dengan
baik sehingga membantu penulis menemukan referensi untuk penelitian ini.
9. Kedua Orangtua Ayahanda Abah Saefudin dan Ibunda Yayah yang tanpa
henti memberikan Do’a, Support dan bimbingannya kepada penulis. Kakek
dan Nenek juga yang selalu membantu dikala kesusahan dan teruntuk adik-
adikku tercinta Lilis Sholehah dan Naila Masarroh yang selalu memberikan
keceriaan. Semoga Allah swt menghadiahi surga untuk mereka kelak dan
selalu dalam lindungan Allah swt.
10. Kepada teman-teman se-Angkatan Tafsir Hadis 2013 terutama kelas TH-D
yang telah memberikan banyak kesan baik selama berkecimpung didunia
perkuliahan. Semoga Allah membalas sesala amal baik kalian.
iii
11. Keluarga Besar UICCI SULAIMANIYAH Cabang Ciputat, segenap para abi
yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan serta motivasi kepada penulis
semoga Allah melimpahkan segala Rahmat dan kebaiakn-Nya. Tak lupa para
Talebe-Talebe Asrama yang telah memenuhi aktifitas sehari-hari penulis dengan
canda tawa dan hal bahagia terutama Kelas Anak Gerbong Joni, Reza, Faiz,
Mega, Ucen, Ojab, Ali, Anas, Asep dll kalian teman luar biasa.
12. Teman-teman KKN MENYAPA 2016. Terimakasih banyak kepada Aly, Bea,
Yuli, Bie, Toto, Iis, Alizah, Riska, Fiqi dan Sintya. Kita pernah berjuan
bersama selama 30 hari meninggalkan banyak kenangan dan hal baik. Semoga
silaturahmi kita tetap terjaga.
Dan kepada semua pihak, teman-teman yang lain dimanapun kalian berada
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya
skripsi ini semoga dimanapun kalian berada senantiasa diberikan kesehatan dan
dilancarkan segala urusan. Penulis meminta maaf karena pasti terdapat kekurangan
dalam penulisan ini, Oleh karenanya, saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak senantiasa penulis harapkan demi terciptanya penelitian yang lebih baik lagi.
Ciputat, 11 Oktober 2017
Sonhaji
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi huruf Arab Latin dalam penulisan ini menggunakan
pedoman Kementrian agama dan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan R.I Nomor. 158
Tahun 1987 dan Nomor. 0543b/U/1987
1. Konsonan
Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin
dapat dilihat pada halaman berikut:
ARAB
NAMA
Latin
KETERANGAN
- - Alif ا
Ba’ B Be ب
Ta’ T Te ت
Ṡa’ Ṡ Es dengan titik di atas ث
Jim J Je ج
Ḥa’ Ḥ Ha dengan titik di bawah ح
Kha Kh Ka dan ha خ
Dal D De د
Żal Ż Zet dengan titik di atas ذ
Ra’ R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan ye ش
Ṣad Ṣ Es dengan titik di bawah ص
Ḍad Ḍ De dengan titik di bawah ض
Ṭa Ṭ Te dengan titik di bawah ط
Ẓa Ẓ Zet dengan titik di bawah ظ
Ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع
iv
Gain G Ge غ
Fa F Fa ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wau W We و
Ha’ H Ha ه
Hamzah ’ Apostrof ء
Ya’ Y Ye ي
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
1) Vokal Tunggal
Tanda Vokal
Nama
Latin
Keterangan
Fatḥah A A ا
Kasrah I I ا
Ḍammah U U ا
Contoh:
تك ئس = kataba = ب su’ilaل
2) Vokal Rangkap
Tanda Vokal
Nama
Latin
Keterangan
Fatḥah dan ya’ sakin Ai A dan I ى ي
Fatḥah dan wau sakin Au A dan U و و
Contoh:
v
atial = يل وح = aluah ت ل
3) Vokal Panjang
Tanda Vokal Nama Latin Keterangan
و Fatḥah dan alif Ā, ā A dengan garis di atas ا
ي ى Kasrah dan ya’ Ī, ī I dengan garis di atas
و Ḍammah dan wau Ū, ū U dengan garis di atas و
Contoh:
alāq = الق alīQ = يق ي = ulūqay ل وق ل
3. Ta’ Marbuṭah
1) Transliterasi untuk ta’ marbuṭah hidup
Ta’ marbuṭah yang hidup atau yang mendapat harakat fatḥah, kasrah,
dan ḍammah, transliterasinya ialah “t”.
2) Transliterasi untuk ta’ marbuṭah mati
Ta’ marbuṭah yang mati atau mendapat harakat sakin, transliterasinya
adalah “h”.
Contoh:
لط = Ṭalḥahةح
3) Transliterasi untuk ta’ marbuṭah jika diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang “al-” dan bacaannya terpisah maka ta’
marbuṭah ditransliterasikan dengan “h”.
Contoh:
al-Madīnah al-Munawwarah = ةرومنة ةميورة
4. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydīd)
vi
Transliterasi Syaddah atau Tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan tanda tasydīd (_ ) , dalam transliterasi dilambangkan
dengan huruf yang sama (konsonan ganda). Contoh:
rabbanā : امرب
nazzala : ل ن
5. Kata Sandang Alif-Lam “ال”
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf
alif-lam “ال”. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas kata
sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh
huruf qamariyah.
1) Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan bunyi yaitu “ال” diganti huruf yang
sama dengan huruf yang mengikuti kata sandang tersebut. Contoh:
ar-rajul : لابال
as-sayyidah : ةدىسة
2) Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
vii
sesuai pula dengan bunyinya. kata sandang ditulis terpisah dengan kata
yang mengikutinya dan dihubungkan dengan tanda sambung (-).
Aturan ini berlaku untuk kata sandang yang diikuti oleh huruf
syamsiyah maupun kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah.
Contoh:
قة ل al-qalam : ر
6. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (’) hanya
berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah
terletak di awal kata, hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab
ia berupa alif.
Contoh:
يش ئ
: syai’un
برا ت
: umirtu ة عوم
: an-nau’
7. Huruf Kapital
Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam
transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan
sebagainya seperti keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang
pada nama diri tidak menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal
kalimat. Contoh:
ارو الم درالن لواب
ةزغة ى
: Wamā Muhammadun illā rasūl
: Al-Gazālī
8. Lafẓ al-Jalālah (هللا)
viii
Kata Allah yang didahului dengan partikel seperti huruf jar dan huruf
lainnya, atau berkedudukan sebagai muḍāf ilaih (frasa nomina), ditransliterasi
tanpa huruf hamzah.
Contoh:
يو لهام dīnullāh : ل
لهاب billāh : ل
Adapun ta’ marbuṭah di akhir kata yang betemu dengan lafẓ al-jalālah,
ditransliterasikan dengan huruf “t”.
Contoh:
ىه نا hum fī raḥmatillah : الله رالب
9. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah, dan kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah
atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau
kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa
Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi
ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur’an dari al-
Qur’ān, Sunah dari sunnah. Kata al-Qur’an dan sunah sudah menjadi bahasa
baku Indonesia maka ditulis seperti bahasa Indonesia. Namun, bila kata-kata
tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus
ditransliterasi secara utuh.
Contoh:
Fī ẓilāl al-Qur’ān
ix
As-Sunnah qabl at-tadwīn
Al-Jāmi‘ah Syarīf Hidāyatullah al-Islāmiyyah al-Hukūmiyyah bi Jākartā
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ....................................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ ii
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI........................................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .............................................................................................. 7
C. Tinjauan Pustaka ................................................................................................................................ 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................................... 10
E. Metodologi Penelitian .................................................................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan .................................................................................................................... 14
BAB II BIOGRAFI UMMU AL-MU’MİN Ā’ISYAH RA
A Ā’isyah dan Silsilah Keluarganya .............................................................................................. 17
B. Pernikahan Nabi Muhammad saw dengan ‘Āisyah ra ......................................................... 19
C. Sifat-Sifat ‘Āisyah ra...................................................................................................................... 24
D. Perlakuan Nabi Muhammad terhadap ‘Āisyah ra .................................................................. 26
E. Peranan ‘Āisyah dalam Periwayatan Hadis ............................................................................. 28
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KELUARGA HARMONIS
A Keharmonisan Keluarga ................................................................................................................ 30
B. Prinsip-Prinsip Rumah Tangga Harmonis ............................................................................... 33
C. Faktor Ketidakharmonisan Keluarga ......................................................................................... 36
x
BAB IV ANALISIS HADIS-HADIS KEHARMONISAN NABI DENGAN ‘ĀISYAH
A Menanamkan Sikap Saling Pengertian ..................................................................................... 38
B. Menjaga Komunikasi ..................................................................................................................... 44
C. Melakukan Kegiatan Bersama-sama ......................................................................................... 49
D. Bersenda Gurau Antara Suami dan Istri ................................................................................... 57
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 65
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penyimpulan tentang sebuah ḥadis yaitu bahwa ḥadis
sebagai penafsiran dari ayat al-Qur’ān, membuktikan bahwa ḥadis dinilai
sangat terperinci dalam memberikan pemahaman bagi kehidupa
masyarakat Muslim.1 Sebuah kewajiban bagi kaum muslim untuk bisa
memahami Manhāj Nabawi yang terperinci ini karena sumber ini adalah
rujukan kedua setelah al-Qur’ān. Hadis atau Sunnah secara definitif berarti
segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad saw. Baik
berupa perkataan, perbuatan maupun persetujuan nabi atas segala
permasalahan yang terjadi di kalangan ummat muslim.2
Nabi mendapat banyak julukan diberbagai tempat. Nabi sebagai
Rasul, nabi sebagai pemimpin, nabi sebagai guru, nabi sebagai panglima
perang, nabi sebagai kepala rumah tangga dan masih banyak lagi lantaran
anugerah yang telah Allah karuniakan kepada Nabi Muhammad saw. Nabi
juga dikenal sebagai orang yang tegas lagi lemah-lembut dan bijaksana
dalam mengelola serta mengatur rumah tangga bersama istri-istrinya. Hal
tersebut terbukti dengan banyaknya gambaran keluarga nabi yang tersebar
dalam kitab-kitab hadis yang menunjukan bahwa rumah tangga nabi
1 Yusuf Qaradhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, Terj. Muhammad al-Baqir (Bandung, Karisma, 1993) h.21
2 Ṣubhī al-Ṣālih, Ulūm al-Ḥadits wa Mustalaḥuhu (Beirut, Dār al-Ilm lilmayin, 1988) h.3
1
2
bersama istri-istrinya sangat harmonis dan patut untuk dijadikan tolak ukur
masyarakat muslim demi membangun sebuah keluarga yang harmonis.
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di
dalam masyarakat.3 Keluarga juga merupakan lingkunagn sosial terdekat
untuk setiap individu, tempat untuk tumbuh dan berkembang didalamnya.
Keharmonisan sebuah keluarga adalah sebuah hal yang sangat penting.
Begitu pentingnya keutuhan atau keharmonisan dalam keluarga, sehingga
kehancuran dalam keluarga sangat berdampak buruk pada keutuhan atau
keharmonisan dalam masyarakat, yang pada akhirnya akan menghambat
pembangunan suatu bangsa.
Data dan fakta menyebutkan bahwa tingkat ketidak harmonisan
sebuah rumah tangga yang berujung pada perceraian adalah sebuah
fenomena yang setiap tahunnya menjadi problem yang terus meningkat.
Hal ini dibuktikan oleh sebuah data yang dikeluarkan oleh Pengadilan
Negeri Agama Jakarta Pusat yang menyebutkan bahwa terdapat 283
perkara yang menyebabkan rumah tangga tidak harmonis bahkan sampai
terjadi perceraian.4 Untuk lebih lengkapnya perhatikan table berikut:
No. Faktor Penyebab Perceraian Total
1. Poligami Tidak Sehat 18 Perkara
2. Krisis Akhlak 17 Perkara
3. Cemburu 17 Perkara
4. Kawin Paksa 1 Perkara
3 Dr. H. Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009) h. 221
4 Pengadilan Tinggi Agama‚ Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian Pada Pengadilan Agama Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Pusat Tahun 2016 www. pa-jakartapusat.go.id diakses tanggal 19 Oktober 2017
3
5. Ekonomi 78 Perkara
6. Tidak Ada Tanggung Jawab 195 Perkara
7. Kawin Di Bawah Umur - Perkara
8. Kekejaman Jasmani 18 Perkara
9. Kekejaman Mental 1 Perkara
10. Dihukum 18 Perkara
11. Cacat Biologis 2 Perkara
12. Politis - Perkara
13. Gangguan Pihak Ketiga 163 Perkara
14. Tidak Ada Keharmonisan 283 Perkara
15. Lain-Lain 335 Perkara
Jumlah Total 1146 Perkara
(Sumber: Pengadilan Agama Jakarta Pusat)
Dari data di atas menunjukan bahwa ketidak harmonisan antara suami
dan istri sangat besar dampaknya pada keutuhan rumah tangga. Hal ini
membuat perihatin dan bertanya-tanya tentang alasan keharmonisan keluarga
sulit dicapai sehingga banyak pasangan suami-isteri yang mengakhiri
hubungan mereka dengan perceraian, lalu bagaimana cara merevitalisasi visi
dan misi keluarga yang mulai buram, bagaimana memperbaiki situasi rumah
tangga, utamanya hubungan suami isteri sebagai central atau ujung tombak
harmonisasi sebuah keluarga. Bagaimana pula suami isteri seyogyanya
bersikap, bagaimana komunikasi yang sehat antara keduanya agar tetap
terjalin hubungan yang harmonis, bagaimana benang-benang kasih terajut
dalam kemesraan. Untuk mewujudkan itu semua, tentu saja rumah tangga
Rasulullah SAW sebagai figur paripurna dan referensi paling ideal umat
manusia dan menjadi potret utama yang diteladani. Dalam
4
hal ini penulis menggaris bawahi bahwa masyarakat kurang mengetahui
tentang panduan hidup berkeluarga yang disuguhkan oleh nabi dalam hadis-
hadisnya seperti bersenda gurau atau agar tidak terlalu kakunya keadaan
sebuah rumah tangga dan bisa menciptakan keluarga yang harmonis.
Nabi Muhammad memandu ummatnya agar berlaku harmonis
kepada isteri-isterinya, memberikan kasih sayang dan perhatian penuh agar
tidak terjadi kerenggangan antara keduanya. Banyak tersebar hadis-hadis
bagaimana nabi berlaku harmonis kepada istrinya yang bernama 'Āisyah
r.a yakni sebagai berikut:
ن م لهم س و ه ل ي ع لهى اهلل ص ول اهلل س ر م ا ق ال ت ق د ن ه ع اهلل ي ض ش ة ر ائ ع ن ع
زو ف س و ر ي خ وو غ ت ا س و ه هت ر ف ه ت ر ف ت نح يح ت ة الس ي ف ك ش ن ع
ا ل ه س نه ف ر ن ه ي ى ب ر ن ا ت و ش ة ق ال ت ب ائ ع ذ ا ي ا ه ف ال م ب ش ة ل ع ائ ع ل ن ات ب
ق ال ت ه ع ل ي ذهذ ا ال ا ه م ق ال و س نه ق ال ت ف ر ط ه س ى و ر ذهذ ا ال ا ه ق اع ف ال م ر ن م ان ن اح ج
ل ل ي ان خ م ل ي س نه ل ت ع ا س مق ال ت ان ن اح ج ل ه س ق ال ف ر ان ن اح ج ة ق ال ت ح ن جا
ح ته ر ك ح ف ض ذ ه اج ن و ت ي
Dari 'Āisyah radliallahu 'anha ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam tiba dari perang Tabuk atau Khaibar , sementara kamar 'Āisyah
ditutup dengan gordeng. Ketika ada angin yang bertiup, gordeng itu
tersingkap hingga boneka-bonekaan 'Āisyah terlihat. Beliau lalu bertanya:
"Wahai 'Āisyah, ini apa?" 'Āisyah menjawab, "Anak-anak bonekaku." Lalu
beliau juga melihat patung kuda yang mempunyai dua sayap. Beliau
bertanya: "Lalu suatu yang aku lihat di tengah-tengah boneka ini apa?"
'Āisyah menjawab, "Boneka Kuda." Beliau bertanya lagi: "Lalu yang ada
di bagian atasnya ini apa?" 'Āisyah menjawab, "Dua sayap." Beliau
bertanya lagi: "Kuda mempunyai dua sayap?" 'Āisyah menjawab,
"Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai
5
kuda yang punya banyak sayap?" 'Āisyah berkata, "Beliau lalu tertawa 5
hingga aku dapat melihat giginya.
Penjelasan hadis di atas bahwasanya posisi ‘Āisyah diperlakukan
oleh nabi selain sebagai istrinya, juga diperlakukan layaknya seorang anak
karena memang Rasulullah menikah dengan ‘Āisyah dalam usia yang terpaut
jauh. Hal itu dilakukan juga karena mempertimbangkan psikologi ‘Āisyah
sendiri agar tetap ceria dan tenang selama menjalani kehidupan rumah tangga
Oleh karenanya bahasa yang digunakan 6
bersama Rasulullah.
nabi dengan ‘Āisyah tak ayalnya seperti seorang ayah kepada anaknya. ن ب ك ر و ب بدهث ن ا ح ه ي ة ، و ب ش ي ، ف ي س ، و ر ع س م ، ع ن يع ك دهث ن ا و : حل، ق ا ب ر ح ن ب ر ز ان
ع ن ال مد ام : ع ائ ، ع ن يه ب ح ، ع ن ي ن ش ر ب ر ك ن ت»ش ة ق ال ت و ب ش ل ه ائ ن ح نو ، ثه ض
ه ص ، و ب ش ر ع فه، ف ي ض و ع ل ى م ف اه ض ع ف ي مهل س و ه ع ل ي ى هلالهل النه ق ر رهق ال ع ع
و ل ه ائ ن ح نو ، ثه ه ص ض ل و «ع فه ض و ع ل ى م ف اه ض ع ف ي مهل س و ه ع ل ي ى هلالهل النه
ه ي ذ ك ر ي 7 ب ش ر ف ي ر ز
………..Telah menceritakan kepada kami Wakī’, telah menceritakan kepada kami Mis‘ar dan Sufyān, dari Miqdām bin Syuraih , dari ayahnya, dari 'Āisyah berkata:
‚Saya sedang minum di saat saya sedang haid, kemudian saya memberikannya
kepada Nabi saw. lalu beliau menempatkan mulutnya di tempat bekas saya, kemudian
nabi meminumnya, dan saya menggigit potongan daging di saat saya sedang haid,
kemudian saya memberikannya kepada Nabi saw., maka beliau pun menempetkan mulutnya pada bekas (gigitan) saya. Hadis tersebut merupakan hadis yang berupa non-sabda yang mana
hadis-hadis tersebut merupakan pemaparan saksi pertama yang dalam hal
ini adalah istri Rasulullah saw. dan bukan merupakan sabda dari Rasululah
dengan Anak Kitab Adab, Bab Bermain Sunan Abī Daud, Sijistānī,- Asy’at al-Abī daud Sulaiman al5
Perempuan, Juz 3 (Lebanon: Dār al-Kitab al-‘Alamiyah 1996) h. 288-289 7 (Yogyakarta: Diva Press 2016) h. 49 Senyum Indah Kanjeng Nabi Abdul Wahid,
6
Abī al-Ḥusain Muslim b. al-Ḥajjāj al-Qusyayrī al-Naysābūrī, Ṣa ḥīḥ Muslim (Beirut: Dār Iḥyā‘i al-Kutub al-‘Ilmiyyah 1991) h. 245
6
saw. sendiri, yang mana nabi menunjukan sifat romantisnya dengan
meminta minuman yang bekas ‘Āisyah minum dan meminumnya tepat di
bekas ‘Āisyah meminumnya begitupun juga dengan memakan daging
bekas gigitan ‘Āisyah.
‘Āisyah adalah salah satu istri nabi yang memiliki banyak
keistimewaan. Selain merupakan puteri dari sahabat nabi yang paling
disenangi yaitu Abū Bakar Ash-Shiddīq, ia memiliki sifat lemah lembut
yang menarik, kecerdasan yang menonjol.8 ‘Āisyah adalah potret isteri
ideal untuk dijadikan sebagai figur seorang isteri, faktornya adalah selain
‘Āisyah adalah satu satunya isteri nabi yang dinikahi ketika masih
perawan, ia juga sosok yang cerdas yang dipersiapkan untuk meneruskan
dakwah nabi setelah nabi wafat dan hal ini terbukti dengan banyaknya
hadis yang ia riwayatkan, kemudian dari beberapa hal di atas, sangat
memungkinkan bahwa ‘Āisyah adalah istri yang sangat Rasulullah sayangi
dan mendapatkan perlakuan yang istimewa oleh nabi Muhammad.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis rasa sangat perlu untuk
mengkaji bagaimana nabi berlaku harmonis kepada isterinya yaitu ‘Āisyah ra
yang tersebar dalam kitab-kitab hadis dengan menggunakan metode tematik
atau menjadikan hadis-hadis keharmonisan nabi dengan ‘Āisyah terkumpul
menjadi satu tema. Karena itu penulis membuat sebuah penelitian hadis yang
bertemakan KEHARMONISAN KELUARGA NABI
8 ‘Āisyah Abdurrahman Bintusy Syathi’, Istri-istri Rasulullah SAW, jilid 1terj. Chadijah Nasution (Jakarta: Bulan Bintang, 1974) h. 65
7
MUHAMMAD DENGAN ISTRINYA; ‘ĀISYAH DALAM KITAB
ṢAḤĪḤ BUKHĀRĪ
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Untuk mengarahkan penelitian ini sesuai dengan masalah yang
dicari dan supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memahami penelitian ini,
kiranya perlu ada pembatasan masalah agar tidak melebar jauh dari
pembahasan inti yakni penulis membatasi kajian hadis tematik seputar
hadis-hadis Rasulullah bersama dengan ‘Āisyah seputar keharmonisan
antara keduanya terutama dalam kitab Sahīh Bukhārī.
Serta untuk melengkapi penelitian ini, penulis akan
mengemukakan bagaimana penjelasan hadis yang dikumpulkan sehingga
secara garis besar, mengemukakan kualitas hadis setelah ditelusuri dari
segi sanadnya. Oleh karena itu, penulis merumuskan sebuah masalah yakni
Bagaimana Potret Keharmonisan Rumah Tangga Nabi Muhammad saw.
dengan ‘Āisyah r.a Perspektif Hadis dalam kitab sahīh bukhārī?
C. Tinjauan Pustaka
Untuk membantu proses penelitian ini, saya berupaya melakukan
penelusuran terhadap tema yang terkait baik dari buku, jurnal, skripsi
maupun thesis dan sepanjang penulusuran yang dilakukan, penulis
menemukan beberapa karya yang beraitan dengan tema bergurau dalam
pesrpektif hadis, yaitu:
1. Buku “Senyum Indah Kanjeng Nabi” karya Dr. H. Abdul Wahid adalah
salah satu buku yang memuat kumpulan sikap nabi ketika bersosialisasi
8
bersama masyarakat sekitar baik bersama keluarga, sahabat dan anak
cucunya. Dalam buku ini juga menyajikan sisi lain kehidupan Rasulallah
saat bahagia dan juga banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kisah-kisah
yang dialami oleh rasulallah saw. Namun yang membedakan buku ini
dengan penelitian penulis adalah sumber yang didapat yaitu dari kitab
hadis induk yang Enam dan juga disertai dengan kualitas hadis apakah
bisa diterima (Maqbūl) atau tertolak (Mardud).9
2. Skripsi yang berjudul Konsep Al-Qur’ān Tentang Keluarga Bahagia
yang ditulis oleh mahasiswa UIN Jakarta yang bernama Syamsul
Ma’arif yang menghimpun ayat-ayat yang membicarakan bagaiamana
mendirikan keluarga yang bahagia, menguraikan bagaimana al-Qur’an
berbicara tentang konsep keluarga bahagia terutama pada ayat ke 21
Surat ar-Rūm dan at-Tahrīm ayat 6 serta surat al-Anfāl ayat 28 yang
mana dar ketiga surat tersebut penulis meng-explore penjelasan ayat
tersebut dari berbagai kitab tafsir.
3. Buku Bilik Bilik Cinta Nabi Muhammad saw karangan Nizar Abahzah
yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang menghimpun
bagaiamana keadaan keluarga nabi, perlakuan nabi terhadap istri-istrinya
yang dikemas dengan bahasa yang ringan. Buku tersebut juga
menghimpun bagaimana keharmonisan nabi bersama dengan tiap istrinya
terutama siti ‘Āisyah dari awal mula perjumpaan sampai dengan
membangun rumah tangga yang harmonis yang banyak tertuang dalam
9 Dr. Abdul Wahid, Senyum indah Kanjeng Nabi (Jakarta: Diva Press 2016)
9
hadis-hadis nabi. Hanya saja buku tersebut berbentuk sebuah kisah
yang diselipi hadis-hadis kebersamaan nabi dengan keluarganya tanpa
memberikan penjelasan kualitas dari hadis yang dipaparkan. Hal ini
adalah sesuatu yang berbeda dengan penelitian penulis yang akan
mencantumkan kualitas dan kuantitsa hadis keharmonisan nabi
bersama ‘Āisyah.10
4. Thesis yang berjudul “Romantisme Nabi Muhammad saw dalam
Perspektif Hadis (studi Ma’anī al-Hadis) karya dari Radhie Munadi
yang menghimpun tiga buah hadis yang menunjukan perlakuan
romantis Nabi Muhammad namun perlakuan ini lebih umum kepada
semua istri dan juga penelitian ini lebih mendalam terutama dalam segi
takhrij, kritik sanad matan dan pemaknaan hadis. Yang membedakan
dengan penelitian penulis adalah pembatasan hanya kepada ‘Āisyah
dan juga penelitian ini menggunakan tematik yakni mengumpulkan
hadis keharmonisan nabi dengan ‘Āisyah yang kemudian penulis
memberikan syarah dan penilaian hadis dari segi sanad.
5. Skripsi yang berjudul tentang Faktor-Faktor Penyebab Perceraian yang
ditulis oleh Mahasiswa Syari’ah STAIN Salatiga yang mengungkapkan
berbagai macam faktor ketidakharmonisan keluarga yang berujung
kepada Perceraian. Hanya saja dalam skripsi tersebut difokuskan pada
kasus masyarakat Kec. Getasan Kab. Semarang. Dan yang membuat
10 Nizar Abahzah, Bilik-Bilik Cinta Muhammad Saw, Ter. Asy’ari Khatib (Jakarta, Zaman
2009)
10
penelitian ini berbeda adalah persoalan yang sama di atas akan dijawab
oleh sebuah hadis-hadis keharmonisan nabi sebagai gambaran yang
haq untuk setiap ummat muslim
Dari tinjauan di atas dapat penulis katakana bahwa pembahasan
pada penelitian ini berbeda dengan beberapa tema terkait di atas yakni
penulis ingin mengumpulkan hadis-hadis tentang senda gurau yang
disaring melalui kamus hadis seperti kitab Mu’jam dan Aṯhraf yang
kemudian dikumpulkan menjadi tema khusus kemudian dinilai
kualitasnya dan diambil beberapa pendapat ulama dan disimpulkan
berdasarkan data-data yang terkumpul.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Di setiap karya tulis pasti memiliki maksud dan tujuan yang ingin
dicapai. Salah satu yang penulis ingin capai dari karya ini adalah:
a. Untuk mengetahui kandungan hadis nabi dalam membangun
keharmonisan keluarga Nabi Muhammad dengan ‘Āisyah r.a.
b. Mengetahui bagaimana bahwa nabi ketika memperlakukan isterinya
yakni ‘Āisyah sangat beragam dan bertujuan untuk menyenangkan hati
sang isteri.
c. Mengumpulkan beberapa hadis yang berkaitan tentang perlakuan
harmonis nabi dengan ‘Āisyah.
d. Untuk menambah kajian keilmuan hadis sebagai salah satu
sumbangsih pemikiran penulis
11
Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan bisa menambah
khazanah dan informasi pengetahuan mengenai bagaimana seharusnya
membangun keluarga yang harmonis sesuai pedoman yang disuguhkan oleh
Nabi Muhammad saw.. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan bagi
masyarakat luas agar menjadikan hadis nabi sebagai pedoman dalam
mengarungi kehidupan baik dari segi sosial maupun lainnya.
E. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian karya ilmiah, metode merupakan cara bertindak
dalam upaya agar suatu penelitian dapat terlaksanakan secara obyektif,
terarah dan dapat menghasilkan penelitian yang optimal.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan (Library Research)
yakni mengumpulkan informasi dan data data yeng memiliki relevansinya
dengan tema terkait baik itu yang bersumber dari buku-buku, thesis, skripsi,
jurnal, majalah artikel dan sebagainya yang data tersebut bisa
dipertanggungjawabkan kevalidannya yang kemudian diolah menjadi suatu
jawaban dari permasalahan dan menyimpulkan dalam suatu kesimpulan.
2. Sumber data
Ada dua jenis sumber data dalam membuat penelitian yaitu data
Primer dan data Sekunder. Sumber primer yang saya gunakan dalam
penelitian ini adalah hadis-hadis tentang bentuk-bentuk keharmonisan
rumah tangga nabi Muhammad saw dengan Siti ‘Āisyah yang terdapat
dalam kitab Sahīh Bukhārī. Selanjutnya sumber sekunder yaitu data-data
12
yang berkaitan dengan hadis keharmonisan nabi dengan ‘Āisyah, hadis-
hadis Maudlū’ī dan lain sebagainya yang masih berkaitan dengan tema
penelitian seperti jurnal, skripsi, thesis, majalah dan lain-lain.
3. Metode Analisis
Pada pembahasan analisis, penulis menggunakan metode analisi
Mauḏū’ī (tematik) yakni menurut Ramaḏan Ishāq al-Ziyān adalah diambil
dari kata الوضع yang memiliki arti meletakan sesuatu dalam satu tempat.
Terdapat beberapa definisi tentang hadis Mauḏū’ī
a. Mauḏū’ī adalah sebuah teknik pengumpulan riwayat hadis yang
berbeda-beda dalam sumber hadis yang asli yang berhubungan dengan
satu tema, baik lafaḏ atau hukum dan penjelasannya adalah menurut
maksud-maksud kenabian yang mulia.
b. Mauḏū’ī adalah penjelasan tema yang ada dalam sunnah nabi melalui
sumber hadis atau banyak sumber.
c. Mauḏū’ī adalah masalah atau urusan yang berhubungan dengan satu
sisi dari banyak sisi kehidupan dalam akidah, perilaku sosial,
fenomena alam yang dihadapkan pada hadis nabi.
Dari beberapa definisi di atas, Ramaḏan Ishāq al-Ziyān memberikan
kesimpulan tentang definisi Hadis Mauḏū’ī yaitu ilmu yang membahas
tema-tema yang diliputi oleh hadis nabi, dan kemudian disatukan baik
makna ataupun tujuannya melalui pengumpulan hadis setema dari sumber
hadis asli, atau beberapa sumber, di mana peneliti melakukan analisis teks
hadis yang diterima dan membandingkannya dan mengkritiknya kemudian
13
berusaha menghubungkannya untuk sampai pada makna teks hadis nabi
dari sisi praktisnya dalam kenyataan masa kini.11
Adapun langkah-langkah penerapan metode Mauḏū’ī menurut
Ramaḏan Ishāq al-Ziyān dalam karangannya menyebutkan setidaknya 10
langkah untuk membuat sebuah diskursus tematik hadis, yaitu:
1. Membatasi hadis sebagai sumbu penelitian
2. Mengumpulkan jalur-jalur hadis dari banyaknya sumber sunnah nabi
3. Studi sanad-sanad riwayat
4. Membuat kerangka/skema sanad
5. Menghukumi hadis dengan semua jalurnya
6. Studi redaksi hadis dikomparasikan antara riwayat-riwayat
7. Studi tema hadis dengan semua sisinya dengan cara mengumpulkan
materi ilmiah yang bukan hadis
8. Menghubungkan tema hadis dengan realita masa kini di kalangan
ummat muslim
9. Mengurutkan materi ilmiyah dan menyusunnya dalam pembagian
penelitian
10. Rumusan penelitian dengan menampilkan tema hadis pada sisi analisis
teks dan kritik teks.12
Adapun dalam Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif deskriptif. Penelitian kualitatif merupakan aktivitas atau proses
11 Ramaḏan Ishāq al-Ziyān, al-Hadīṣ al-Mauḏū’ī darasah naḏariyah (Palestin Majallah al-
Jāmi’āh al-īslamiyah 2002) juz 10 h. 212-214 12 Ramaḏan Ishāq al-Ziyān, al-Hadīṣ al-Mauḏū’ī darasah naḏariyah (Palestin Majallah al-
Jāmi’āh al-īslamiyah 2002) juz 10 h. 233-234
14
“memahami” hakikat fenomena dengan latar alamiah, dengan berporos
pada data deskriptif yang disediakan untuk dianalisis sehingga
menghasilkan pemahaman yang sempurna berdasarkan perspektif
partisipan yang sesuai dengan konteksnya.13
Sedangkan deskriptif yaitu
metode penelitian yang menganalisis data-data dalam bentuk skripsi dari
gejala-gejala yang diamati kemudian mendeskripsikannya ke dalam hasil
penelitian.14
Dalam penulisan ini, peneliti juga menggunakan kajian pustaka.
Secara teknis, penulisan ini didasarkan pada buku Pedoman Akademik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013-2014. Kecuali Pedoman
Transliterasi. Pada pedoman ini peneliti mengunakan Panduan
transliterasi Kementerian Agama Republik Indonesia. Pada bagian kata
atau kalimat dalam penulisan ini jika dirasa mengandung makna yang
asing, maka saya berupaya menambhkan penjelasan pada bagian footnote.
F. Sistematika Penulisan
Sistemtika penulisan pada penelitian ini yaitu terdiri dari lima bab
judul besar kemudian setiap bab terbagi pula kepada sub-bab. Agar
memudahkan bagi pembaca untuk memahami bagaimana sistematika
penulisan pada penelitian ini lebih jelasnya akan dipaparkan di bawah ini:
13 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 31.
14 M.Subana, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah (Jakarta: Pustaka Setia, 2002), h. 17.
15
Bab Pertama Pendahulan sebagai judul besar. Kemudian
didalamnya terdiri dari Latar belakang masalah, Pembatasan serta rumusan
masalah yang terkait dengan pembahasan ini, Tinjauan penelitian, Tujuan
dan manfaat penelitian, Metodologi penelitian yang digunakan dan
diakhiri dengan Sistematika penelitian.
Bab Kedua menguraikan tentang biografi ‘Āisyah r.a mulai dari
silsilah dan kelahirannya kemudian bagaimana pernikahan nabi dengan
‘Āisyah, Sifat-sifat yang ada pada diri ‘Āisyah serta bagaimana perlakuan
nabi terhadap ‘Āisyah r.a.
Bab Ketiga menguraikan tentang bagaiamana hakikat keluarga
yang harmonis baik dari sudut pandang umum maupun dari sudut
keislaman dan juga menguraikan beberapa faktor yang bisa menumbuhkan
keharmonisan keluarga begitupun juga sebaliknya yaitu faktor yang
membuat sebuah keluarga tidak berjalan harmonis
Bab Keempat, dalam bab ini penulis akan menelusuri hadis-hadis
yang berkaitan tentang perlakuan harmonis yang Rasulullah saw lakukan
kepada ‘Āisyah semasa hidupnya yang terdapat dalam kitab sahīh bukhārī
kemudian mengumpulkannya sebagai upaya menjadikan hadis-hadis
tersebut menjadi satu tema, kemudian menelusuri bagaimana kualitas
hadis tersebut dan pendapat para ulama mengenai hadis tersebut.
16
Bab Kelima berisi Penutup yang terdiri dari dua sub-bab yakni
kesimpulan dan saran Pada bagian kesimpulan, peneliti memaparkan
kesimpulan secara global tentang hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pada lembaran terakhir berisi daftar pustaka yang dijadikan sumber
penelitian.
BAB II
BIOGRAFI UMMU AL-MU’MĪN ‘ĀISYAH RA
A. ‘Āisyah ra. dan Silsilah Keluarganya
Nama lengkapnya adalah ‘Āisyah binti Abū Bakar Shidīq Abdullah
bin Abū Quhafah al-Quraiysī at-Taimī. Beliau diberi nama julukan ash-
shiddīqah (perempuan yang benar dan lurus), beliau juga dipanggil Ummul
Mu’minīn dan diberi kunyah Ummu Abdullah, mengikuti nama
keponakannya Abdullah bin Zubair. Ada riwayat yang menyebutkan
bahwa nama panggilannya adalah Humairah, tetapi Rasul lebih sering
memanggilnya Bintu-Shiddīq putri dari laki-laki yang benar dan lurus.
Nasab dari jalur ayahnya adalah ‘Āisyah binti Abū Bakar ash-Shiddīq
bin Abī Quhafah Utsman bin ‘Amir bin Umar bin Ka’b bin Sa’ad bin Taimī
bin Murrah bin Ka’b bin Luay bin Fihr bin Mālik. Nasab ayahnya bertemu
dengan nasab Rasulullah saw. pada kakek ketujuh. Sedangkan nasab dari jalur
ibu, ‘Āisyah binti Ummu Ruman binti ‘Amir bin ‘Uwaimir bin ‘Abd Syams bin
‘Ittab bin Udzainah bin Subai’ bin Wahban bin Harits bin Ghunm bin Malik
bin Kinanah. Nasab dari jalur ibunya ini bertemu dengan nasab Rasulullah
saw. pada kakek kedua belas.15
Saudari dari bapaknya adalah bernama Asma
binti Abū Bakar, beliau mempunya kakak ipar bernama Zubair bin Awwām,
yang digelari Hawāri Rasulullah (pengikut setia Rasulullah). Kakek dari ayah
‘Āisyah adalah Abu Quhafah
15 As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, ‘Āisyah r.a.: Potret Wanita Mulia (Surakarta, Insan Kamil 2016) h. 38
17
18
yang telah masuk Islam dan mendapat gelar sahabat nabi sedangkan nenek
dari ayahnya adalah Ummu al-Khair Salma binti Sakhr juga seorang yang
telah masuk islam dan mendapat gelar kehormatan Sahabiyyah nabi saw.
Mempunyai tiga bibi mereka adalah Ummu Amir, Quraibah dan Ummu
Farwah (putri-putri Abū Quhafah) dan saudara kandungnya Abdur ar-
Rahman ia adalah seorang pemberani dan pemanah terkenal.16
Selama belum dinikahi nabi, ‘Āisyah mendapat didikan yang
sangat disiplin oleh Abū Bakar dan ibundanya agar kelak ‘Āisyah menjadi
wanita yang mandiri. Pernah ketika sudah dinikahi nabi, kedua orangtua
‘Āisyah khawatir akan kelakuan anaknya yang masih kekanak-kanakan
sehingga membuat nabi merasa tidak nyaman. ‘Āisyah selalu mendapat
teguran dari sang ayah agar belaku menyesuaikan dengan posisi dia
sebagai istri rasul. Akan tetapi nabi justru memahami kondisi ‘Āisyah dan
membiarkan sifat ‘Āisyah yang masih kekanak-kanakan itu berjalan
dengan sendirinya, bahakan beliau yang beradaptasi dengan keinginan-
keinginannya. Jabir pernah berkata: ”Rasulullah itu pria yang pengertian,
jika ‘Āisyah ada maunya, maka beliau menurutinya”.17
Oleh karena itu
‘Āisyah sebenarnya istri Rasulullah yang sangat mulia dan berbeda dengan
istri-istri yang lainnya karena ‘Āisyah adalah istri yang dinikahi Nabi
dalam keadaan masih gadis.
16 Muhammad al-Mashri, Wanita-Wanita Mulia Sepanjang Masa (Jakarta, Katullistiwa Press 2016) h. 87-88
17 Dr. Nizar Abahzah, Bilik-Bilik Cinta Muhammad Saw, Ter. Asy’ari Khatib (Jakarta,
Zaman 2009) h.89
19
B. Pernikahan Nabi Muhammad saw. Dengan ‘Āisyah ra.
‘Āisyah hidup dalam lingkungan yang memegang erat ajaran
rasulullah dan hidup dalam keberkahan, diasuh oleh manusia terbaik setelah
nabi yaitu Abū Bakar beserta istrinya, membuat dirinya mendapat didikan
yang didasari ajaran rasulallah sehingga ketika ‘Āis yah berusia 6 tahun,
rasulallah disarankan oleh sahabat yang bernama Khaulah binti Hakīm istri
untuk meminang putri gadis dari Abū Bakar Utsman bin Ma’ḏzundari
Rasulullah membangun rumah tangga bersama ‘Āisyah di mekkah 18
tersebut.
pada bulan syawwal dua tahun setelah terjadinya perang badar, sedangkan
it umur ‘Āisyah ketika dinikahi Terka 19
‘Āisyah ketika itu berusia 9 tahun.
nabi terdapat beberapa perbedaan pendapat antara dinikahi ketika berusia 6
tahun dan 9 tahun. Berdasarkan hadis nabi yang tertera dalam kitab
Saḥīḥ Bukhārī no. 3894 dan Muslim no. 1422 bahwa ketika umur 6 tahun.
ني ح ، ع نييهيأ ب ، ع ن ش اميه ، ع ن ريه س م ن ي بيد ث ن ا ع ل ، حياء غ ر أ ي ب امل ن ة ب و ف رد ث
: ع ن ه الل ييض ش ة ريع ائ ج ت ز»ا، ق ال ت ني الن بي ص و ن ب و م ل س و يه ع ل ي ى هلال ل ن تيأ
ن، ف ق دينيس يتيس ني اح ن ا ي ف بل ين ة ف ن زيد ن ا امل مي ف ك تيع ج ، ف و ر ز ني خ ب ياريث
ق ش ع ت م ف ج ريي، ف و ر ني أ م م ي ، و وم ي أ م رية ف أ ت ت ان ن ل فيإي ي يع م ، و ة وح ج ي أ ري
ا، ت ه ت ي ب ف أ ت ي خ ر ي ل، ف ص بياح و ص
(Jakarta, Kathulistiwa njang MasaWanita Mulia Sepa-Wanita Mashri, -Muhammad al
18
Press 2016) h. 98
nubalā-Siyar ‘a’lam an Dzahabī,-Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Ad19
(Beirut, Mu’assasah ar-risālah) Juz 2, h. 135
20
ت أ و ي حيد ييذ ت ب ا ت رييد ي ب ف أ خ ال أ د ريي م ني ع الد اري، و يب بل ى ق ف ت نإي ن ي ت ح جيل
ي، ث يأ س ر ي ويه ج و يهيت ب ح س ف م اء م نيئ ا م ذ ت ش ي ي، ث أ خين ف س ض ع ب ك ن س
ني الد ار أ د خ ي و ع ، ف ق ل نيت ي اري ي ف الب ا لن ص نية م و سيإذ ا ني، ف ل ت ة كر الب ل ى اخ ، ي
ي ط ل ى خ ع و ، ف أ سيائ ني ل م ر ، ف أ صيه إل ييت أ نيم ن ل ح ن ن، ف ل ميش ني ر ي ول س إال ريع
ني ل م ض حى، ف أ س ل م س و يه ل ي ع ل ى هلال ص يالل ن ي ، ويه إل ييت عي سيت ن تيب ذيئ م و أ
نينيس »20
Rasulallah shalallahu ' alaihi wa sallam menikahiku saat aku berusia enam
tahun, kemudian kami hijrah ke Madinah. Lalu singgah (tinggal) di
tempatnya kaum Bani Harits bin Khazraj “Disana aku mencukur rambutku,
setelah itu ibuku Ummu Ruman mendatangiku, sedangkan diriku pada saat itu
sedang bermain-main bersama teman sebayaku. Beliau berteriak
memanggilku, aku pun mendatanginya, aku tidak tahu apa yang diinginkan
oleh ibuku, beliau lantas menggandeng tangan saya hingga sampai di depan
pintu rumah, sampai nafasku tersengal karena cepatnya dalam berjalan,
sampai akhirnya sedikit tenang. Setelah itu ibuku menggambil sedikit air, lalu
mengusap wajah dan rambutku, kemudian membawaku masuk ke dalam
rumah”. Ketika masuk, ternyata di dalam sudah banyak wanita dari kalangan
Anshar di dalam rumah, ketika melihatku mereka mengatakan: “Kebaikan
untukmu, semoga selalu dalam barokah dan kebahagian”. Selanjutnya aku
diserahkan pada mereka oleh ibuku, yang kemudian aku didandani, dan
tidaklah aku dipertemukan bersama Rasulallah melainkan pada waktu dhuha.
Kemudian mereka menyerahkan diriku pada beliau, sedangkan diriku pada saat itu berusia sembilan
tahun. Mengenai usia pasti pernikahan nabi dengan ‘Āisyah memang
menuai banyak perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan nabi meminang
pada usia 6 tahun dan menikahinya pada usia 9 tahun. Adapula yang
mengatakan nabi meminang ‘Āisyah pada uisa 9 tahun dan menikahinya
pada usia 11 tahun sehingga hal ini menurut penulis belum bisa memastikan
khārī,Bu-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al20
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 3894 h. 528
21
kapan usia ‘Āisyah diniakhi oleh nabi. Dalam bukunya Nabia Abbott yang
berjudul Aesyah the beloved of mohammed mengatakan:
” Tidak ada kejelasan mengenai kapan pernikahan itu dilaksanakan. Menurut
beberapa riwayat, hal itu berlangsung dibulan syawal tahun satu hijriah,
beberapa riwayat mengatakan beberapa bulan setelah hijrah di Madinah, akan
tetapi menurut riwayat lain baru terjadi setelah perang badar, kemudian
riwayat lain menyatakan bulan syawal tahun kedua hijriah. Tidak
ada di dalam riwayat yang memberikan komentar mengenai disparitas umur
Muhammad saw dan ‘Āisyah ra atau waktu pengantin wanita ditawarkan”.21
Namun, terdapat sebuah kaidah yang dipegang oleh ulama hadis
yang menjadikan sanad hadis sebagai bagian pertama untuk diteliti dan jika
sanad hadis tidak memenuhi kriteria maqbul, seperti tidak dhabit atau tidak
adil, maka riwayat hadis itu mardud, dan penelitian matan tidak diperlukan
lagi. Tetapi, jika sanadnya memenuhi kriteria maqbul, maka kegiatan
penelitian matan dilanjutkan ميت ص ة ي
م ي لي ة م مت ي ا ي يدا ي ص ة ي ي
Berdasarkan kaidah hadis di atas perlunya penelusuran lebih
mendalam terhadap sanad dan matan pada hadis tersebut. Pertama, bahwa
menelusuri adanya kejanggalan pada perawi yang bernama Hisyam bin
‘Urwāh dari kalangan sahabat, karena mayoritas hadis yang membicarakan
tentang pernikahan ‘Āisyah diusia 7 tahun adalah Hisyam bin ‘Urwah
tersebut dan keberadaan urah ketika membicarakan hadis tersebut adalah
ketika di iraq. Penilaian terhadapnya juga mendapati perbedaan. Menurut
Ya’qūb ibn Syaibah mencatat: ”Hisyam sangat bisa dipercaya, riwayatnya
21 Nabia Abbott, Aishah the Beloved of Mohammed (London, al-Saqi books 1985) h. 7
22
dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq”
bahkan lebih lanjut Mālik bin Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat
dari orang-orang Iraq: ” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak
riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq”.22
dalam kitab Mīzan
al-I’tidāl terkait kredibilitas Hisyam bin ‘Urwah dikatakan bahwa “Ketika
masa tua, ingatan Hisyam mengalami kemunduran yang mencolok dan
hadis yang sudah ia hafal banyak yang terlupakan”23
dari sini dapat
difahami bahwa keabsahan seorang ‘Urwah ketika sudah berpindah ke Iraq
waktu itu sudah menginjak usia tua dan sangat memungkinkan bahwa
kedhabitannya sudah menurun sehingga mempengaruhi kesahihan hadis
penikahan ‘Āisyah pada usia tersebut.
Kedua, melihat dari sisi historis yakni disebutkan beberapa
pendapat mengemukakan bahwa Nabi meminang ‘Āisyah pada tahun 620
M (7 tahun) dan berada dalam satu rumah pada tahun 623 M (9 tahun), ni
mengindikasikan bahwa ‘Āisyah dilahirkan pada 613 M. sedangkan Al-
Tabarī mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada
masa jahiliyah yakni (pra – 610 M) dari 2 isterinya”24
. Berdasarkan hal ini
pendapat Al-Tabarī mengalami kontradiktif sehingga hadis tentang usia
pernikahan ‘Āisyah belum bisa dinyatakan benar pada usia 7 atau 9 tahun.
22 Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Tahḏīb al-Tahḏīb (Dar Ihya al-turath al-Islami) juz 11 h.50
23 Abī Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Usmah al-dzahabī, Mīzan al-I’tidāl fī naqd al-Rijāl (Beirut, Dār al-Ma’rifat tt) h. 301
24 Abū Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thabarī, Tārikh al-Umam wa al-Mulūk (Beirut, Dār al-Fikr 1979) Jilid 4 h. 50
23
Ketiga, Menghubungkan antara umur ‘Āisyah dan Fatimah.
Menurut Ibn Hājar: Fātima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali,
ketika Nabi saw berusia 35 tahun dan usia Fatimah 5 tahun lebih tua dari
‘Āisyah 25. Berdasarkan data di atas, ‘Āisyah lahir ketika usian nabi 40
tahun. Dan jika memang nabi meminang ‘Āisyah pada usia 52 tahun maka
‘Āisyah sudah berusia 12 tahun dan menempat dalam satu bilik ketika usia
15 tahun.
Tentang usia pernikahan ‘Āisyah r.a menurut penulis adalah sudah
memenuhi keriteria untuk dinikahi karena secara kematangan emosional
(mental) dan spiritual (keberagamaan) sudah memenuhi syarat jika ditinjau
dari usia ‘Āisyah yang menginjak 15 tahun. Sekaligus hal ini membantah
tuduhan para orientalis yang menyebutkan bahwa nabi seorang pedofil.
Hal tersebut tentu sangat salah. Oleh karean itu, tidak ada alasan absolut
untuk menerima dan mempercayai usia ‘Āisyah 9 tahun ketika menikah
sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk
menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih
jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa
sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab.
Penduduk makkah tidak merasa heran dan takjub ketika melihat
pernikahan tersebut, karena pernikahan tersebut terjadi antara dua keluarga
dari dua sahabat dekat. Penduduk mekkah tidak mencela lamaran
25 Ibn Hājar al-Asqalānī, Al-isābah fī tamyizi al-sahābah (Riyadh, Maktabah al-Riyadh al-
hadits 1978) juz 4 h. 377
24
pernikahan yang ditujukan kepada gadis kecil yang masih suka bersenang-
senang dan bermain dari seorang laki-laki dewasa yang sudah berumur.26
Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Abu Bakar
menikahkan Nabi Muhammad saw. dengan ‘Āisyah, yang pada waktu itu
berumur enam atau tujuh tahun dan maharnya lima ratus dirham. ‘Āisyah
sendiri adalah seorang puteri tujuh-tahunan, yang sebelumnya sudah
dilamar untuk Jubeir ibn Muth’in ibn Adī.27
C. Sifat-Sifat ‘Āisyah ra.
‘Āisyah dikenal sebagai istri nabi yang pencemburu. Kecemburuan
‘Āisyah muncul tidak hanya satu dua situasi, namun banyak situasi. Pernah
suatu malam setelah tidur dengan sang nabi, ‘Āisyah terbangun dan tiba-tiba
tak dijumpainya sang nabi yang tadi menemani. Hatinya curiga, setan
membisikan tipu daya dan mengira bahwa nabi tidur dengan istri yang lain
sedangkan malam itu adalah haknya ‘Āisyah. Ia lalu keluar, tetapi tak
dijumpainya sebelum akhirnya nabi ditemukan di dalam masjid. Atas hak
tersebut nabi memberikan penjelasan: “kau cemburu lagi, ‘Āisyah? Apakah
kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan berbuat aniaya padamu? Ini malam
nisfu Sya’ban, ‘Āisyah!”28
Namnu dibalik semua itu ‘Āisyah hidup bahagia
berdampingan dengan nabi sampai menghabiskan sisa umurnya di sisi
kuburan nabi hidup dengan kenangan indah bersama beliau. Sifat-sifat
26 Muhammad al- Mashri, Wanita-Wanita Mulia Sepanjang Masa (Jakarta, Kathulistiwa Press 2016) h. 99
27 Bint Syati, Isteri-isteri Rasulullah SAW., terj. MHM. al-Hamid al-Husaini, (Jakarta ;Bulan Bintang, 1974) h. 63
28 Nizar Abhzah, Bilik-bilik cinta Muhammad saw Kisah sehari-hari Rumah Tangga Nabi (Jakarta, Zaman 2007) h. 94
25
agung ‘Āisyah terlihat setelah nabi meninggal dunia seolah memang ia
diperispakan untuk cadangan masa depan yang dikenal dengan kedalaman
ilmu, agama, syair dan orasi. Ia hafal lebih dari dua ribu hadis banyak
diantaranya diriwayatkan dari dirinya sendiri, yang tanpa ia hadis itu akan
hilang tak terlacak. Ia meninggal pada tahun ke-58 Hijriyah.29
Dalam sebuah pengakuan, ‘Āisyah pernah mengatakan bahwa
ketika nabi selalu menyebut nama istrinya yang telah meninggal yaitu Siti
Khadijah dia merasa sangat cemburu. ”Tidak pernah aku merasa cemburu
atas (maduku) yang lain melebihi kecemburuanku pada Khadijah,
disebabkan terlalu seringnya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
menyebut dirinya.”30
Adz-Dzahabi mengomentari hadis di atas seraya mengatakan: "Ini
merupakan perkara yang sangat mengherankan bagaimana ‘Āisyah bisa
cemburu kepada perempuan tua yang sudah meninggal sebelum dirinya
dinikahi oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam beberapa waktu lamanya.
Kemudian dirinya dijaga oleh Allah ta'ala dari rasa cemburu terhadap wanita
lainnya yang bersama-sama menjadi istri Nabi saw. Ini menunjukan rahmat
yang Allah turunkan kepadanya, juga pada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam,
supaya kehidupan rumah tangga keduanya tidak keruh dan kemungkinan lain,
dirinya merasa cemburu lebih sedikit pada yang lain dan
29 Nizar Abhzah, Bilik-bilik cinta Muhammad saw Kisah sehari-hari Rumah Tangga Nabi (Jakarta, Zaman 2007) h. 108
30 Abī al-Ḥusain Muslim b. al-Ḥajjāj al-Qusyayrī al-Naysābūrī, Saḥīḥ Muslim Kitab Fadha’il as-Sahabat al-Nabī No. 2435 (Beirut: Dār Iḥyā‘i al-Kutub al-‘Ilmiyyah 1991) h. 1888
26
tidak pada Khadijah karena disebabkan kecintaan Nabi shalallahu 'alaihi
wa sallam atas Khadijah.31
D. Perlakuan Nabi terhadap ‘Āisyah ra.
Nabi Muhammad adalah seorang yang penuh kasih sayang terlebih
pada istrinya yaitu sayyidatinā ‘Āisyah bahkan dalam sebuah hadis ketika
nabi ditanyakan tentang siapa orang lain yang ia cintai dari kalangan laki-
laki dan perempuan kemudian nabi menjawab dari kalanagn perempuan
yaitu ‘Āisyah dan dari kalangan laki laki yaitu Abu Bakar kemudian Umar
ibn al-Khattāb.32
Imam ad-Dzahabī mengatakan bahwa nabi mencintai manusia terbaik
dari kalangan umatnya, demikian pula mencintai wanita terbaik dari kalangan
umatnya. Maka barangsiapa yang membenci orang yang dicintai oleh
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, ketahuilah bahwa dirinya telah
menjadi orang yang amat membenci Allah dan Rasul-Nya. Karena kecintaan
Rasulallah kepada ‘Āisyah adalah perkara yang sudah sangat gamblang,
bukankah kalian mendengar bagaimana para sahabat lebih memilih untuk
memberi hadiah kepada Rasulallah pada saat gilirannya ‘Āisyah, hal itu tidak
lain karena mereka mengharap hal tersebut lebih menyenangkannya.33
Sudah
barang tentu banyak perlakuan-perlakuan baik dari nabi Muhammad terhadap
‘Āisyah bahkan terhadap istri lainnya yang
31 Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman ad-Dzahabī, SIyar ‘a’lam an-nubalā (Beirut, Mu’assasah ar-risālah, tt) Juz 2 h. 165
32 Lihat Saḥīḥ Bukhāri no. 3662 Kitab Fadha’il ashāb al-nabī, (Riyadh, Maktabah ar-Rusyd 2006) h. 498
33 Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman ad-Dzahabī, SIyar ‘a’lam an-nubalā (Beirut, Mu’assasah ar-risālah, tt) Juz 2 h. 142
27
tergambar diberbagai kitab hadis namun yang pasti, dengan sikap lemah
lembutnya Rasulullah membuat para istri merasa disayangi dan nyaman
hidup bersama nabi terlebih lagi menjadi suatu kehormatan besar hidup
bersama dengan utusan Allah swt.
Nabi sebagai sosok yang lemah lembut dan terhindar dari sikap
kasar apalagi terhadap para istrinya. Meninggikan derajat para istrinya dan
hal ini dinilai sangat efektif untuk menjaga perasaan istri dan membangun
keharmonisan antara suami dan istri.
Sekelompok orang Habasyah masuk masjid dan bermain di dalamnya.
Ketika itu Rasulullah Saw. berkata kepadaku, “Wahai Humaira`, apakah kamu
senang melihat mereka?” Aku menjawab, “Ya.” Maka beliau berdiri di pintu
rumah. Aku menghampirinya. Kuletakkan daguku di atas pundaknya dan
kusandarkan wajahku ke pipinya. Di antara ucapan mereka (orang-orang
Habasyah) waktu itu, ‘Abû al-Qāsim (Rasulullah) orang baik.’ Lalu Rasulullah
berkata, “Cukup.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, jangan tergesa-gesa.” Beliau
pun berdiri lagi untukku. Kemudian beliau berkata lagi, “Cukup.” Aku berkata,
“Jangan tergesa-gesa, ya Rasulullah.” Bukan melihat mereka bermain yang aku
suka, melainkan aku ingin para perempuan tahu kedudukan Rasulullah bagiku
dan kedudukanku dari beliau.34
Betapa pun banyak dan beratnya tanggung
jawab yang harus dipukul Sang Rasul, beliau tidak pernah lupa akan hak-hak
para istrinya. Beliau memperlakukan mereka
34 Abī Abdurrahman Ahmad bin Syuaib al-Nasā’ī, Sunan al-Kubrā li imam al-Nasā’ī
(Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Imiyah, cet. I, 1991) Jilid 5, hadits no. 8951, h. 307
28
dengan amat lembut dan penuh kasih. Tidak pernah sedikit pun beliau
mengurangi hak mereka.
E. Peranan ‘Āisyah dalam Periwayatan Hadis
‘Āisyah juga dikenal sebagai seorang yang pintar. ‘Āisyah adalah
duta nabi bagi kaum hawa. Banyak hal penting menyangkut agama yang
tabu ditanyakan langsung kepada beliau kemudian dijawab oleh ‘Āisyah.
Bahkan lebih dari itu ia mengalahkann kaum laki-laki dalam hal keilmuan.
Ia adalah sekolah tempat mayoritas para tabi’īn meimba ilmu sampai
sampai Abū Musa al-‘Asy’arī mengatakan “tidak ada satupun perkara
yang sulit bagi kami selaku sahabat nabi kecuali ada jawaban setelah kami
tanyakan kepada ‘Āisyah ”. Ibn Abd al-Bār menambahkan bahwa ‘Āisyah
adalah satu-satunya orang di masanya yang alim di bidang fiqih,
pengobatan dan Sya’ir.35
Dengan demikian, ia telah memberi kontribusi
agama yang cukup besar menyangkut fikih perempuan dan bidang lainnya.
‘Āisyah adalah orang yang paling banyak merowayatkan hadis dari
kalangan perempuan, bahkan ‘Āisyah termasuk dalam daftar nama-nama
sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis jika disandingkan dengan
sahabat terkemuka seperti Abū hurairah, anas bin mālik dan lainnya. Dan
berikut ini adalah beberapa sahabat yang paling banyak meriwayatkan
hadis:36
35 Nizar Abhzah, Bilik-bilik cinta Muhammad saw Kisah sehari-hari Rumah Tangga Nabi
(Jakarta, Zaman 2007) h. 108
36 As-sayidi Sulaiman an-Nadawi, ‘Āisyah r.a.: Potret Wanita Mulia (Surakarta, Insan Kamil 2016) h. 280-281
29
1. Abu Hurairah ra. (wafat 57 H) jumlah hadits yang diriwayatkan sebanyak
5.364 hadits
2. Abdullah bin Umar ra. (wafat 73 H) jumlah hadits yang diriwayatkan
sebanyak 2.630 hadits
3. Anas bin Mālik ra. (wafat 91 H) jumlah hadits yang diriwayatkan
sebanyak 2.286 hadits
4. ‘Āisyah ra. (wafat 58 H) jumlah hadits yang diriwayatkan sebanyak 2.210
hadits
5. Abdullah bin Abbās ra. (wafat 68 H) jumlah hadits yang diriwayatkan
sebanyak 1.660 hadits
6. Jabir bin Abdullah ra. (wafat 78 H) jumlah hadits yang diriwayatkan
sebanyak 1.540 hadits
7. Abu Sa’id al-Khudrī ra. (wafat 74 H) jumlah hadits yang
diriwayatkan sebanyak 1.170 hadits
Dalam kutub al-tis’ah, hampir pada semua bab terdapat hadits yang
diriwayatkan oleh ‘Āisyah. Dari 2.210 hadits yang diriwayatkan ‘Āisyah, ada
286 hadits yang tercantum dalam Shahīh Bukhārī dan Shahîh Muslim. 174
hadits tercantum di keduanya. 54 hadits hanya tercantum dalam Shahīh
Bukhārī, dan 58 hadits hanya tercantum dalam Shahīh Muslim. Dengan
demikian, seluruh hadits Aisyah yang tercantum dalam Shahîh Bukhâri
30
berjumlah 228 hadits, sementara dalam Shahîh Muslim berjumlah 232
hadits.37
37 As-sayidi Sulaiman an-Nadawi, ‘Āisyah r.a.: Potret Wanita Mulia (Surakarta, Insan Kamil 2016) h. 296
BAB III
PRINSIP-PRINSIP KEHARMONISAN RUMAH TANGGA
A. Keharmoisan Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu masyarakat. Keluarga juga
adalah lingkungan sosial terdekat dari setiap individu, tempat indvidu dapat
bertumbuh dan berkembang di dalamnya. Keluarga merupakan suatu organisasi
sosial yang paling penting dalam kelompok sosial dan keluarga merupakan
lembaga di dalam masyarakat yang paling utama bertanggungjawab untuk
menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak manusia.38
Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan suatu kesatuan sosial yang
terdiri dari suami istri dan anak-anak. Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu
yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.39 Sedangkan dalam
kehidupan keluarga, perlu adanya nuansa atau suasana yang harmonis demi
terciptanya hubungan yang positif antara suami dan istri. Secara terminologi
Keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berarti serasi, dan selaras.40
Keharmonisan keluarga akan menjadi cita-cita bagi setiap pasangan suami
istri. Untuk mewujudkannya maka diperlukan pemahaman dan pengertian
dari masing-masing pasangannya. Lalu bagaimana membuat keluarga yang
harmonis? Beberapa tokoh menyuarakan pendapatnya mengenai bagaimana
keluarga yang harmonis. Asad djalali menyampaikan bahwa membangun
38 M. Asad Djalali, Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial Remaja
(Surabaya, Jurnal Psiokologi Indonesia 2014) h. 76
39 Hartomo, Amicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta, Bumi Persada 1990) h. 79
40 Tim penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka 1990) h.
512
30
31
keluarga yang harmonis yaitu dangan menciptakan saling pengertian, saling
terbuka, saling menjaga, saling menghargai dan saling memenuhi
Menurut Mitrofan dan Ciuperca, keharmonisan keluarga adalah 41
kebutuhan.
bagaimana suami dan istri dapat melakukan komunikasi, motivasi, serta
mengetahui lebih dalam tentang pasangannya dalam mengembangkan
42
hubungannya sebagai suatu keluarga.
Banyak ayat al-Qur’an juga yang membicarakan tentang pola
keluarga yang harmonis atau bahagia. Sebagaimana yang tertera dalam Q.S
an-Nahl ayat 19:
ي أ ي ها
ل لكم أ ن
ل ين آمنا ل
ي
ا ول ت عضال ن ل ترثا لن ساء كر
ت
با بب عض ما
و
و
و و و وو
ن بلمعروف فإن آت ي تما ن إل أ ن ن بلمعروف وعاشرو ي تي بفاحشة مب ي نة وعاشرو
و
و و و و و و و و
و
ا شي ئا و تما ن ف عسى أ ن تك ر عل كر لل
43ري خي ر كث يه ف
و و و و و ي
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu
berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial Remaja M. Asad Djalali,41
(Surabaya, Jurnal Psiokologi Indonesia 2014) h. 77
Keharmonisan Keluarga Antara Suami Istri Ditinjau dari Kematangan Peni Ratnawati,42
Emosi Pada Pernikahan Usia Dini (Semarang, UNES tt) h. 158
Nahl: 19-Q.S An43
32
Salah satu perintah bagi suami untuk menjaga dan melindungi
istrinya44
dan hal ini sebenarnya berlaku juga untuk sang istri karna demi
terciptanya sebuah rumah tangga yang harmonis adalah dengan
menciptakannya rasa saling pengertian dan menjaga antara keduanya
Begitupun dalam bertuturkata atau berkomunikasi, al-Qur’an
memandu untuk berucap yang baik-baik dan melarang menyakiti orang lain
dengan ucapannya. Semisal yang tergambar dalam surat al-Isra ayat 23:
ع ودب ر ك أ ت قو ب ض ىغل مإ ا ي ب سحإ دل ا إ اب و إل ه
و ي
ي
ي
و ي
و و ي
و ت هةره ا وأ ق ام ف ة ا ف ت
ل
ه ا و أ ك ب ر هةدد ل لد لي
ع و ي ي
و و ي ل ل و ي و و ي
ار رك45 قو ق ل ام
ي
ول و ي
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia”. Ayat di atas walaupun konteksnya menunjukan untuk melarang
mengatakan kata “ah” kepada orangtua namun makna luasnya adalah
alangkah baiknya jika ketika berucap sebaiknya menggunakan kata-kata
yang indah.
44 Syaikh Hafidz Ali Syuaisyi, Kado Pernikahan, Terj. Abdul Rasyid Shiddiq (Jakarta,
Pustaka al-Kautsar 2007) h. 83
45 Q.S al-Isra: 23
33
B. Prinsip Rumah Tangga yang Harmonis
Beberapa prisip yang harus ditanamkan bagi suami dan istri untuk
memperindah suasana rumah tangga, yaitu:
1. Menanamkan sikap saling pengertian
Suasana rumah yang harus diciptakan sedemikian rupa sehingga
menjamin timbulnya suasana dan perasaan aman. Adanya pasangan suami
istri adalah untuk saling melengakpi kekurangan masing-masing pihak.
Laki-laki dan perempuan, meskipun berbeda secara fisik, tetapi memiliki
kewajiban, tugas dan hak yang sama. Kesamaan ini menyangkut
kewajiban dalam wilayah ibadah personal maupun ibadah sosial.
Termasuk dalam ibadah sosial adalah peran dan tugas mereka mengatur
kehidupan bersamanya dalam arti yang luas. Konsekuensinya adalah
bahwa manusia siapapun dia dan di tempat manapun dia berada atau
dilahirkan, dituntut untuk saling menghargai eksistensinya masing-masing
dan dituntut pula untuk berjuang bersama-sama bagi upaya-upaya
menegakkan kebaikan, kebenaran dan keadilan di antara manusia.
2. Menjaga Komunikasi
Yang dimaksud menjaga komunikasi disini adalah bukan hanya
dari pihak suami dan istri saja, melainkan dari pihak anggota keluarga
keduanya. Agar kehidupan sosial keluarga memiliki hubungan harmonis,
maka sebaiknya anggota keluarga diberi kesempatan untuk mendiskusikan
setiap ada masalah dan problem keluarga secara transparan dan terbuka
sehingga seluruh masalah bisa terpecahkan sebaik mungkin.
34
Pola Komunikasi antara suami istri dalam menjaga keharmonisan
keluarga, selalu melakukan cara berkomunikasi secara langsung atau
verbal komunikasi, dengan berkomunikasi secara langsung, hubungan
semakin baik, karena didasari keterbukaan, kejujuran dan rasa saling
percaya antara suami dan istri. Begitupun dalam menjaga keharmonisan
keluarga, ketika suami dan istri mengahadapi permasalahan dalam segala
hal, selalu mengedepankan berkomunikasi antara satu dengan yang lain.
Cara berkomunikasi dengan nada yang lembut sering di lakukan dalam
menjaga hubungan suami istri, namun yang sering kali menggunakan nada
lembut dalam berkomunikasi adalah istri sementara suami masih
cenderung agak kasar dalam berkomunikasi dengan istri ketika
menyelesaikan permasalahan. Hal ini di pengaruhi oleh beban serta
tekanan pekerjaan serta tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.46
3. Melakukan kegiatan bersama-sama
Setiap individu biasanya merasa bahagia jika bersama orang yang
dicintainya. Seusai dengan potongan sabda nabi:
ح47 ب أ م ي ع م
ءرو مل ي
Seseorang itu beserta orang yang dicintainya
Menyediakan waktu bersama keluarga adalah salah satu bentuk
pemanfaatan waktu yang baik dengan sering berkumpul bersama keluarga
46
Hardsen Julsy Imanuel Najoan, Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Menjaga Keharmonisan Keluarga (e-journal Acta Diurna 2014) h.6
47 Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Ja’fī al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) h. 759
35
agar di rumah tercipta suasana menyenangkan. Kurangnya waktu saat
bersama dengan pasangan menciptakan jurang pemisah atau kerenggangan.
Apalagi bagi orang yang sibuk dengan pekerjaan, maka waktu untuk bersama
keluarga sangatlah bermakna. Sediakan setidaknya waktu satu hari untuk
sekedar bercengkerama, berjalan-jalan bersama, memasak bersama atau
rekreasi meraih kesenangan bersama. Hal ini bisa menciptakan rasa
kebersamaan sekaligus menjalin hubungan yang harmonis. Manfaatkan waktu
tersebut untuk membuat anda dan pasangan menjadi harmonis.
4. Bersenda gurau anatara suami dan Istri
Senda gurau didefinisikan secara bervariasi dan terus berubah
sepanjang waktu. Senda gurau memiliki sinonim dengan humor. Humor
berasal dari kata umor yaitu you-moors yang berarti cairan-mengalir, humor
merupakan suatu sifat atau situasi yang kompleks yang menimbulkan
keinginan untuk tertawa.48
Menurut Teresa L. Benevin, humor datang dari
berbagai bentuk dan memiliki banyak makna sehingga sulit untuk
didefinisikan. Banyak orang mengasosiasikan humor dengan sesuatu yang
menyebabkan tertawa, kesenangan dan kebahagiaan.49
Dengan saling
bersenda gurau antara suami dan istri dipercaya bisa menambah keharmonisan
antara keduanya terlebih berdampak baik untuk keutuhan rumah tangga. Dr.
Yusuf Qaradhawī menjelaskan bahwa Islam justru
48 Listiya Istiningtyas, Humor Dalam Kajian Psikologi Islam, Jurnal Ilmu Agama Vol. 15
No. 1 (2014) h.2
49 Teresa L. Benevin, Humor in Therapy: Expectations, Sens of Humor and Perceived Effectiveness (Alabama, Auburn University 2010) h. 8
36
mendukung segala sesuatu yang membuat hidup ceria dan bahagia bahkan
islam mendorong setiap muslim agar menjadi orang yang optimis.50
Sedangkan menurut Hawari yang dikutip dalam jurnal M. Asad
Djalali Untuk menciptakan suatu hubungan rumah tangga yang harmonis
setidaknya ada enam aspek yang harus diperhatikan, yaitu:
1) Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
2) Mempunyai waktu bersama keluarga.
3) Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.
4) Saling menghargai antar sesama anggota keluarga.
5) Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
6) Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga
C. Faktor Ketidakharmonisan Keluarga
Dikatakan oleh Wills, Sofyan. S dalam bukunya yang berjudul
Remaja dan masalahnya sebagaimana dikutip oleh M. Asad Djalali dalam
jurnalnya mengatakan bahwa setidaknya ada 7 faktor yang menyebabkan
ketidakharmonisan sebuah keluarga,51
yaitu:
1) Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga.
2) Sikap egosentrisme masing-masing anggota keluarga
3) Permasalahan ekonomi keluarga.
4) Masalah kesibukan orang tua.
5) Pendidikan orang tua yang rendah.
50 Yusuf Qaradhawī, Fiqh al-Lahw wa al-Tarwīh (Terj. Dimas Hakamsyah, Jakarta, Pustaka Al-Kautsar 2005) h. 9
51 M. Asad Djalali, Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri Dan Interaksi Sosial Remaja (Surabaya, Persona Jurnal Psikologi Indonesia 2014) h. 77
37
6) Perselingkuhan yang mungkin terjadi, dan
7) Jauh dari nilai-nilai Agama
Dari beberapa faktor di atas hal yang paling sering disoroti dalam
membangun keluarga harmonis adalah kerjasama antara suami dan istri,
hasrat untuk membangun keluarga harmonis baik dari sisi komunikasi,
saling pengertian sampai pada perilaku kecil semisal bersenda gurau
bersama.
BAB IV
ANALISIS HADIS-HADIS KEHARMONISAN NABI DENGAN ‘ĀISYAH
Pada tahap ini penulis akan mengumpulkan dan menganalisis hadis-hadis
perlakuan Muhammad saw. kepada ‘Āisyah ra. yang mana setelah penulis telusuri
penulis akan mengumpulkan menjadi beberapa tema menyesuaikan dengan
beragamnya perlakuan harmonis yang pernah dilakukan nabi terutama dalam kitab
Sahīh Bukhārī. Penelitian ini ditempuh menggunakan beberapa kitab kamus hadis
untuk menemukan letak jalur periwayatan hadis yakni menggunakan kitab-kitab
Mu’jām, kitab Aṯhraf dan aplikasi Maktabah al-Syamilah yang nantinya akan
dilakukan penelusuran ulang oleh penulis agar sesuai dengan kitab aslinya.
Kemudian penulis juga akan menyertakan beberapa keterangan atau penjelasan
hadis baik dari kitab syarah hadis maupun buku yang lainnya. Berikut ini hadis-
hadis keharmonisan keluarga nabi Muhammad dengan ‘Āisyah yang sudah
dikumpulkan dan dihimpun menjadi sebuah tema:
1. Menanamkan Sikap Saling Pengertian
Sikap saling pengertian sangat dibutuhkan dalam membangun
sebuah rumah tangga yang harmonis, seperti tergambar dalam hadis-hadis
nabi Muhammad saw dengan ‘Āisyah sebagai berikut:
38
39
: ح س د ث ن ا م ح ي د د ، ق ال : ح د ث ن ا ي : ح ش ام د ث ن ا ه ، ق ال ب، ع ، ق ال ن أ : ع ائ ن د ث ك ان »ش ة ، ق ال ت
ب ص ن ر ي و ل ص ي م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل الن ت ع د ة م اق أ ة ع ، ه اش ر ل ى فض
إذ ا أ ر ن ف أ و أ ي ر وت أ ن ي اد ف 52« ت ر ت ق ظ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam berkata, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari ‘Āisyah ia berkata, “Nabi shalat sedangkan aku tidur di atas ranjangnya dengan membentang dihapannya. Ketika akan witir, beliau membangunkan aku hingga aku pun
shalat witir.”
Dalam sahih bukhāri juga terdapat hadis yang sama persis dengan di
atas yakni pada kitab Witir bab 3 nomor hadis 997 : ح س د ث ن ا م ح ي د د ، ق ال : ح د ث ن ا ي : ح ش ام د ث ن ا ه ، ق ال ب، ع ، ق ال ن أ ش ة ، ائ ع ن د ث
: ب ص»ق ال ت ل ي ى هلال ل ك ان الن ن ر ي و ل ص ي م ل س و ه ع ت ع د ة م اق أ ة ع ل ى ض
ن، ف أ و أ ي ر وت اد أ ن ي إذ ا أ ر ، ف ه اش ر ف 53«ت ت ر ق ظ
Ketika nabi sedang sakit ‘Āisyah dengan snagat luar biasa memberikan
perhatiannya kepada nabi, perilaku yang ditunjukan ‘Āisyah adalah agar
nabi terjaga, lekas sembuh dan berusaha tetap memberikan cinta
kasihnya kepada nabi
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al52
76 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 512 h.
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al53
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ : Maktabah al-Rashad 2006) No. 997 h. 136
40
ن س ، ح يل إ س اع د ث ن ا ح ، ع ن م ل ي د ث د ب ح ، ح و ش ام ه ان م ن م و د ث ن ا أ ب ، ح ب ر ح ن د ث
ي و ر م ر ن ب ان ي ب زك يء أ : ع ائ ة ، ع ن و ع ر ، ع ن امش ه ، ع ن ول س إن ك ان ر ش ة ، ق ال ت
ن الي ن أ ي»: ه ض ر ف م ر ذ ت ع ل ي م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل ص ا لل ن غ د ا ن ، أ ي م و أ «أ
ا ك ان ي م ع ائ و ي ل ط اء ب ت اس ه ي، ق ب م و ش ة ، ف ل م ي س ب ا لل ض ن ر ي و ر ح ي
54ت ي ف ب ن د ف و
Dari 'Āisyah ia berkata: Ketik a Rasulullah saw dalam keadaan sakit dan
meminta udzur untuk giliran tinggal dengan isteri-isterinya (Beliau bertanya ): " dimana aku hari ini dan dimana kesokannya? saat itu
rupanya Beliau menginginkan berlama-lama berada dalam giliran '
Āisyah radliallahu 'anha. Saat Beliau giliran di rumahku, Allah mencabut nyawa Beliau yang berada dalam dekapan dadaku dan pangkuanku, lalu
Beliau dikebumikan di rumahku". ‘Āisyah juga pernah suatu waktu menyisir rambut nabi Muhammad
sedangkan ‘Āisyah dalam keadaan haid : ح وس ي ن ب د ا لل ب د ث ن ا ع ح ، ق ال ، ع ال د ث ن ا م ف ن ، ع يه أ ب ن ة ، ع و ر ن ع ب ش ام ه ن ك
: ع ائ ن ح و م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل ص ا لل ول س ر أ س ر ل ج أ ر ك ن ت»ش ة ق ال ت 55«ض ائ أ
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah bin Zubair dari ‘Āisyah radliallahu ‘anha dia berkata; “Saya pernah menyisir rambut Rasulullah
sementara diriku sedang haid.” Nabi sosok yang tegas sekaligus lemah lembut dan pengertian
terhadp istri-istrinya, hal itu pernah dibuktikan ketika nabi membereskan
pecahan -pecahan piring yang jatuh. Redaksi hadisnya sebagai berikut:
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al 54
687 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 1389 h.
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al55
Ṣa ḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 295 h. 48
41
، ح ل د ث ن ا ع ح ب ص ن ، ع د ي ح ن ل ي ة ، ع ع ن د ث ن ا اب ي : ك ان الن ، ق ال ل م س و ه ل ي ع ل ى هلال أ ن س
ه د إح ل ت س ، ف أ ر ه ائ س ض ن ع ب ن د ع ي ن م ؤ امل ات ى أ م ، ام ط ع ا يه ف ف ة ح ب ص
ال ت ت ب ر ف ض
ب ص اد ا ي ه ت ي ف ب م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل الن د اخ ح ق ط ت م، ف س الص ، ف م ف ة ف ان ف ل ق ت
ب ص ح ل ق ف ل م س و ه ل ي ع ل ى هلال الن م ل ع ، ث ج ف ة الص ي ك ان ف ذ ال ام ا الط ع يه ف ي
: ي ، و ف ة الص ح ك م غ ار»ق ول اد س ب ث ح « ت أ م ت ح م اخ ت أ ت ال ن د ع ن م ف ة ح ص ب
ه ت ي ف ب و ه ح ا، ف د ف ة ف ور ك س ك امل س أ م ا، و ف ت ه ح ت ص ر ت ك س إ ل ال ة يح ف ة الص ح الص
56 ت ر ت ك س ال ت ي ب
Dari Anas bin Malik berkata, “Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
di tempat salah seorang istrinya maka salah seorang istri beliau (yang lain)
mengirim sepiring makanan. Maka istri beliau yang beliau sedang
dirumahnyapun memukul tangan pembantu sehingga jatuhlah piring dan
pecah (sehingga makanan berhamburan). Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengumpulkan pecahan piring tersebut dan mengumpulkan makanan
yang tadinya di piring, beliau berkata, “Ibu kalian
cemburu….” Berkata Ibnu Hajar, “Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Ibu kalian cemburu” adalah udzur dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(buat istrinya yang menyebabkan pecahnya piring) agar sikap istrinya
tersebut tidak dicela, akan tetapi sikap tersebut biasa terjadi diantara seorang
istri dengan madunya karena cemburu. Rasa cemburu itu memang
Bukhārī,-Ja’fī al-Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al56
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 5225 h. 747
42
merupakan tabiat yang terdapat dalam diri (wanita) yang tidak mungkin untuk
57ditolak”
Ibnu Hajar juga berkata, “Mereka (para pensyarah hadits ini) berkata
bahwasanya pada hadis ini ada isyarat untuk tidak menghukum wanita
yang cemburu karena sikap kekeliruan yang timbul darinya. Karena ia
tatkala cemburu akalnya tertutup karena marah yang sangat yang
dikobarkan oleh rasa cemburu. Abu Ya’la telah mengeluarkan hadits
dengan sanad yang tidak mengapa (hasan) dari ‘Āisyah secara marfu’.
ال ه ن ي م اد ال و ف ل أ س ر ص ال ت ب اء ر أ ن ال غ ي أ ع “Wanita yang cemburu tidak bisa membedakan antara bagian bawah
lembah dan bagian atasnya” kaka Allah menetapkan rasa cemburu pada para wanita,
barangsiapa yang sabar terhadap mereka, maka baginya pahala orang mati
syahid. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar, dan beliau mengisyaratkan
akan sahihnya hadits ini . Para perawinya tsiqoh (terpercaya), hanya saja
para ulama memperselisihkan (kredibilitas) perawi ‘Ubaid bin As-
58
Sobbah”
يز ب د الع ب د ث ن ا ع ح : ح، ق ا ا لل د ب ع ن ز ن ح ب ال ص ن ، ع د ع س ن ب يم اه ر إب د ث ن ا ل
، ع س ك ي ن ش ن اب ان ب اب ه : أ خ ن ع ر ، ق ال ب ن ة ب و ر ي الز : ائ ، أ ن ع ل ق د »ش ة ، ق ال ت
( Maktabah Bārī bisyarhi Ṣaḥīḥ Bukhārī-Fath al Asqalānī,-Ahmad bin Alī bin Hajar al57
al-Saafiyyah) Jilid 5, h. 135
( Maktabah Ṣaḥīḥ Bukhārī Bārī bisyarhi-Fath al Asqalānī,-Ahmad bin Alī bin Hajar al58
al-Saafiyyah) Jilid 9, h. 325
43
وب ف ل بحاو ي ع ش ع ب م ر ل ع م لو ي موا ى ل هللا ه وسر تل ى لى م هر
ي ة ة
ة ي
ي
ي ة
ة ة
ي
59
عل« ب ه م ن ه إل ه، ر ردائ ب ي ر و م ل ع م ل هللا ه لى ى وسرو تل د سلا،
ة ة ي ي
ة ة ي
ي ة ة
ة ي
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah berkata,
telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’d dari Shalih bin Kaisan
dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Urwah bin Az
Zubair bahwa ‘Āisyah berkata, “Pada suatu hari aku penah melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di pintu rumahku
sedangkan budak-budak Habasyah sedang bermain di dalam Masjid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menutupiku dengan kain
selendangnya saat aku menyaksikan permainan mereka.” Ibraim bin Al
Mundzir menambahkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah
mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah dari ‘Āisyah
berkata, “Aku melihat Rasulullah menyaksikan budak-budak Habasyah
mempertunjukkan permainan tombak mereka.” Rasa perhatian nabi terhadap istri dan keluarganya sudah sangat
jelas dan tersebar dalam hadis-hadisnya dan sudah tidak diragukan lagi
tentang sikap perhatianny terhadap istri-istrinya sebagaimana yang tergambar
dalam hadis di atas yakni nabi berdiri menemani ‘Āisyah menyaksikan
permainan orang-orang Habasyah, bahkan beliau terus berdiri
hingga memenuhi keinginan ‘Āisyah sebagaimana perkataan ‘Āisyah dalam
riwayat yang lain, “Hingga akulah yang bosan (melihat permainan
mereka)”.
Begitu sangat penting sikap perhatian antar suami dan istri dalam
membemtuk keluarga yang harmonis, sehingga nabipun membimbing
ummatnya agar berlaku pengertian dalam segala kondisi yang dialami oleh
istrinya, baik dikala sakit, senang bahkan ketika istrinya cemburupun, nabi
bisa mengembalikan keceriaan istrinya.
59 Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Ja’fī al-Bukhārī,
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 454 h. 96
44
2. Menjaga Komunikasi
Beberapa hadis yang menunjukkan bentuk keharmonisan nabi
dengan istriya ‘Āisyah yakni dengan saling menjaga komunikasi, yaitu
sebagai berikut:
ت ع ة ي ي ق: ر ر، م ع ي
و ر أ ة أ ق: ب ي ع ،ة ب ة ي د ا ال، مي
جا ب ة ي ة د ا ام
إل أ ، ف را ي ج ل
، إ و تل ر ة ي ت لي ة
ق ق: ة ، تي ع ائ ع ي ل ، «60 لي ب ب ك
مي
ام ب ر ق ه إ ي ق:»ل
د ؟ أ ي ة
Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal telah menceritakan kepada kami Syu’bah dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Abu ‘Imran dia berkata; saya mendengar Thalhah dari ‘Āisyah dia berkata; saya bertanya; “Wahai Rasulullah, saya memiliki dua tetangga, lalu manakah yang lebih aku beri hadiah terlebih dahulu?” beliau menjawab: “Yang lebih dekat dengan pintu rumahmu.”
Salah satu perilaku yang ditunjukan oleh ‘Āisyah di atas adalah
bahwa setiap sesuatu yang tidak ia ketahui, maka ‘Āisyah akan menanyakan
langsung kepada nabi Muhammad saw. hal ini selain untuk menjawab
sebuah hukum yang belum diketahui, juga terdapat sebuah komunikasi baik
antara pasangan nabi dan ‘Āisyah dan perlakuan itu bisa menjadikan
semakin eratnya hubungan antara suami dan istri yang juga bisa
membuahkan sebuah hubungan yang harmonis.
Nabi setiap malam ketika ingin tidur bersama istrinya, terkadang
bercengkrama atau bercakap-cakap terlebih dahulu bersama istrinya, seperti
yang digambarkan oleh sahabat ibn Abbās
60 Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah al-Ja’fī al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 6020 h. 841
45
ب م ن يد ب ع د ث ن ا س ح ب ر أ ، أ خ ي د ب ر م ن م ب ف ر ع ج ن : أ خ ن ش ر ر ، ق ال د ع ب ن يك ب
ب ن ب ا لل ن أ ، ع د ت ع : با، ق ال م ن ه ع ا لل ي ض ب اس ر ن ع ن اب ، ع ب ي ك ر ن ر ن
ق د ، ة ، ث ر اع س ه أ ه ل م ل م س و ه ل ي ع ل ى هلال ص ول ا لل س د ث ر ون ة ، ف ت ح م ي ال ت م خ
ا ك ان ث ل ث الل ي : اء إ ل الس م د ف ن ظ ر ، ق ع ر ل اآلخ ف ل م ل ق ن ف خ إ}، ف ق ال
ي الن ه ل و الل ي ال ف ت خا ض و األ ر و ات و الس م ل األ ل ب أل ت ار آل و ق ام»، ث { اب
أ و ف ت و ت ف ص اس ض ع ة رك ش ر د ى ع إح ل ى ، ، ث أ ذ ن ب«ة ع ل ى رك ف ص»ال ل ج ر ث خ ت ي
61« ح ل ى الص ب ف ص
Dari Ibn Abbās ia berkata: Aku menginap di rumah bibiku Maimunah
(istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah)
beberapa lama kemudian beliau tidur. Ketika malam hari tinggal
sepertiganya lagi, beliau bangun dan duduk, lalu memandang ke arah
langit seraya mengucapkan: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal” (Ali Imran: 190), hingga beberapa ayat
selanjutnya. Setelah itu beliau bangkit dan melakukan wudu. Setelah
bersiwak, beliau melakukan salat sebanyak sebelas rakaat. Kemudian
Bilal menyerukan azannya, maka beliau salat dua rakaat, lalu keluar
dan salat Subuh menjadi imam orang-orang.
Hukum asal berbincang-bincang setelah sholat isya’ adalah dibenci,
Sebagaimana dalam hadits Abu Barzah Al-Aslamī dimana beliau berkata,
ا ث ب ي د اح ا و ل ه ق ب الن وم ه ك ر ك ان ي و د ه 62ع
ukhārī,B-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al61
627 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 4569 h.
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al62
Ṣa ḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 599 h. 86
46
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum isya’ dan berbincang-bincang setelahnya”
Bercakap-cakap yang dimaksud dalam hadis di atas adalah
bercakap-cakap yang diperbolehkan, jika yang dimaksud adalah
perbincangan yang diharamkan, maka tidak mungkin hanya dimakruhkan
setelah waktu isya. Karena sesuatu yang diharamkan berlaku dalam semua
waktu. Namun jika karena ada kepentingan yang berkaitan dengan agama
seperti membahas kepentingan yang berkaitan dengan kaum muslimin
maka dibolehkan atau untuk menuntut ilmu maka dibolehkan.63
Dan
diantara perbincangan yang boleh dilakukan setelah isya’ adalah
perbincangan antara suami dan istri sebelum tidur sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan istrinya.
Hadits ini dibawakan oleh Imam Al-Bukhari dengan sebagian lafal
yang lain dari jalan yang lain dalam (bab berbincang-bincang di malam hari
untuk menuntut ilmu) padahal hadits ini sama sekali tidak menyebutkan
tentang perbincangan di malam hari dalam rangka untuk menuntut ilmu. Ibnu
Hajar berkata menjelaskan maksud Imam Al-Bukhari, “Hanyalah maksud
Imam Al- Bukhari pada hadits ini adalah lafal yang tercantum dalam hadits
ini dari jalan yang lain yang menunjukan secara jelas tentang hakikat samr
(perbincangan di malam hari) setelah isya jika dikatakan bahwasanya hadits
ini hanyalah menunjukan perbincangan di malam hari bersama istri bukan
perbincangan tentang ilmu agama maka jawabannya
63 Ibn Hajar al-Asqalānī, Fath al-Bāri, Terj. Abdul Aziz Abdullah bin Bāz (Jakarta, Pustaka Azam 2007) Jilid 3, h. 465-468
47
adalah (hukum) perbincangan dengan istri diikutkan dengan (hukum)
perbincangan di malam hari tentang ilmu, karena keduanya sama-sama
untuk memperoleh faedah. Atau dengan dalil fahwal khithob (mafhum
mukholafah), karena jika dibolehkan berbincang-bincang di malam hari
pada perkataan yang mubah (berbicara dengan istri) maka berbincang-
64
bincang Karen perkara mustahab (tentang ilmu agama) lebih utama”
Komunikasi adalah sesuatu yang sangat penting, berperan dalam
mewujudkan sebuah rumah tangga yang harmonis. Termasuk ketika
seorang istri hendak meminta izin jika ingin keluar rumah atau aktifitas
diluar, sama seperti halnya yang pernah dituturkan oleh ‘Āisyah sebagai
berikut:
ب امل ن ة ب و د ث ن ا ف ر ح ، ع ن يه أ ب ، ع ن ش ام ه ، ع ن ر ه س م ن ي ب د ث ن ا ع ل ، ح اء غ ر أ
: خ ع ائ م د ة ب و ت س ج ر ش ة ، ق ال ت ، ف ر ة ل ي ع ن ت ز : ف ه ر ف ع ر ا ع م آه ال ي ا لل و إن ك ا، ف ق ال
ي ع ل ي د ة م و س ب ص ت ع ج ن ا، ف ر ا ت ف ل ي ى هلال ل إ ل الن ، ك ل ه ت ذ ل ف ذ ك ر م ل س و ه ع
ت ي ر ف ح و ه و ش ى، و ت ع و ه و ن ه ع ف ، ف ر ه ل ي ع ل ا لل ق ا، ف أ ن ز ر ل ع ه د إن ف ي
: ي 65«ك ن ائ و ح ن ج ل ك ن أ ن ت ر ن ا لل ق د أ ذ»ق ول
Dari ‘Āisyah ia berkata; Pada suatu malam, Saudah binti Zam’ah keluar, lalu
Umar pun melihatnya dan mengenalnya, maka ia pun berkata, “Demi Allah,
sesungguhnya kamu wahai Saudah tidak akan samar bagi kami.” Maka ia
pun kembali kepada Nabi dan menuturkan hal itu pada beliau, dan saat itu
beliau berada di rumahku dan sedang makan malam, sementara di
( Maktabah Bārī bisyarhi Ṣaḥīḥ Bukhārī-Fath al Asqalānī,-Ahmad bin Alī bin Hajar al64
al-Saafiyyah) Jilid 1, h. 213
,Bukhārī-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al65
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 5237 h. 748
48
tangan beliau terdapat keringat, maka Allah menurunkan wahyu kepadanya, lalu keringat itu hilang. Beliau bersabda: “Sesungguhnya
Allah telah mengizin kalian untuk membuang hajat.”
Peran komunikasi sangat penting, semisal hadis nabi ketika
memberi nasihat kepada ‘Āisyah ا لل ي ض ش ة ر ع ائ ، ع ن يه أ ب ، ع ن ش ام ه ة ، ع ن ام و أ س د ث ن ا أ ب ، ح يل إ س اع ن د ب ي د ث ن ا ع ب ح
: ق ال ل ر ن ه ع ل م »: ل م س و ه ل ي ع ل ى هلال ص لل ول ا س ا، ق ال ت ع ن ر ع إذ ا ك ن ت إ ن أل ة ، ي اض
ب ل ي ع إذ ا ك ن ت و : ف ق ل ت « غ ض ف ذ ل ت ع ن أ ي ن : م ق ال ت ا ر : " أ م ؟ ف ق ال ن ع إذ ا ك ن ت ك
ي ت ق ول إن ك ة ، ف ي اض ر د م ب ر : ال و م ، و
ب ل ي ع ا ك ن تإذ إب ب ر : ال و ، ق ل ت غ ض
: ق ل ت يم اه ر ، م ول ا لل س ر ي ا لل و ل : أ ج " ق ال ت 66ك إال ا س ر ا أ ه
Dari ‘Āisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
kepadaku, “Sesungguhnya aku tahu jika engkau sedang ridho kepadaku dan
jika engkau sedang marah kepadaku”. Aku berkata, “Dari mana engkau tahu
hal itu?”, beliau berkata, “Adapun jika engkau ridho kepadaku maka engkau
berkata “Demi Robnya Muhammad”, dan jika engkau sedang marah maka
engkau berkata, “Demi Robnya Ibrahim”!!. Aku berkata, “Benar, demi Allah
wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku tidak menghajr (marah) kecuali hanya kepada namamu”.
Hadits ini menunjukan bagaimana cara Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberi nasehat dan arahan kepada istrinya, dimana
beliau ingin agar ‘Āisyah merasa bahwa ia tahu kapan ‘Āisyah marah
kepadanya dan kapan ridho kepadanya. Beliau menyampaikan hal ini
kepada ‘Āisyah tatkala ‘Āisyah dalam keadaan tenang, beliau menunjukan
kepada ‘Āisyah bahwasanya beliau sangat sayang dan memperhatikan
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al66
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 5228 h. 747
49
‘Āisyah bahkan tatkala ‘Āisyah sedang marah kepadanya. Kemudian
beliau menyampaikan hal ini dengan metode canda yang membuat ‘Āisyah
senang dan menjawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
penuh adab yang disertai dengan canda juga “Benar, demi Allah wahai
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku tidak menghajr (marah)
kecuali hanya kepada namamu”
Al-Hafizh Ibnu Katsīr berkata: “Termasuk akhlak Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau sangat baik hubungannya dengan para istri beliau.
Wajahnya senantiasa berseri-seri, suka bersenda gurau dan bercumbu rayu,
bersikap lembut terhadap mereka dan melapangkan mereka dalam hal
nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya. Sampai-sampai, beliau pernah
mengajak Aisyah Ummul Mukminin r.a berlomba lari, untuk
menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau terhadapnya.67
3. Melakukan kegiatan bersama-sama
Beberapa kegiatan sehari-hari yang pernah dilakukan oleh nabi
Muhammad bersama istrinya ‘Āisyah yang tersebar dalam kitab hadis.
Dan berikut ini hadis-hadis yang terdapat dalam Sahīh Bukhārī
67
Konflik Rumah Tangga dimata K.H Didin Hanifuddin dalam blog http://kopmicenter.blogspot.co.id/2011/ diakses pada tanggal 11 Desember 2017
50
ب ن ب د ث ن ا آد م ح : ح إي أ ، ق ال ب ذ ن د ث ن ا اب س ي ، ع ، ع ئ ب أ ر ه ش ة ائ ع ن ة ، ع و ر ع ن ن الز
: ت س ك ن ت»ق ال ت ن و ل أ غ ب ص أ ق ال ل ه ق د ح ي ن ، م د اح و إ نء ن م ل م س و ه ل ي ع ل ى هلال الن
68«ق الف ر
Dari ‘Āisyah beliau berkata: “aku pernah mandi bersama Nabi
Sholallahu ‘alaihi wa salaam dalam satu bejana yang disebut al-Faroq”.
ن أ ف ل ح ر ة ، أ خ ب ل م س م ن ب د ا لل د ث ن ا ع ب ح ي ن ب ، ع ن الق اس د ح : ع ائ ، ع ن م ش ة ، ق ال ت
ت س ك ن ت» ن و ل أ غ ب أ 69« يه ين ا ف د أ ي ف ، ت ت ل د اح و إ نء ن م ل م س و ه ل ي ع ل ى هلال ص الن
‘Āisyah berkata: “Saya mandi janabah bersama Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam dari satu bejana dan tangan kami
berebutan didalamnya” : ع ائ ، ع ن يه أ ب ، ع ن ش ام ه د ، ع ن د او ن ب د ا لل د ث ن ا ع ب د د ، ح س م د ث ن ا ح ب م ق د»ش ة ، ق ال ت الن
ن أ ن أ ن ز ر ، ف أ م يل ت اث يه ن وك ا ف ق ت د ر ع ل ، و ف ر س ن م م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل ص ف ن ع ه
ت ه ز 70« ع
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Daud dari Hisyam dari ayahnya dari ‘Āisyah dia berkata; Setibanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari safar
(bepergian), saya menggantungkan satir pembatas yang bergambar, lalu beliau memerintahkanku melepas satir tersebut, maka aku pun
melepasnya. Dan saya juga mandi bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dari satu wadah.
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al68
22 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 250 h.
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al69
22 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ:
Maktabah al-Rashad 2006) No. 261 h.
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -al Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin70
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 5955 h. 833
51
: ح يد ل و الو د ث ن ا أ ب ح ب ب ن ة ، ع ب د ث ن ا ش ع ، ق ال ، ع ن ح ك ر ب أ ش ة ، ائ ع ن ة ، ع و ر ع ن ف ص
: ت س ك ن ت»ق ال ت ن و ل أ غ أ « ة ن اب ج ن م د اح و إ نء ن م م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل ب صالن
ح د ب ع ع ن و ن الق اس ن ب الر ، ع 71 ث ل ه ة م ش ائ ع ن ، ع أ ب يه ن م
Dari ‘Āisyah: Aku pernah mandi bersama dengan Nabi saw dalam satu
tempat sedangkan aku dalam keadaan junub. : ح يص د ث ن ا ق ب ح ، ع ف ي د ث ن ا س ة ، ق ال ن ، ع د و ن األ س ، ع يم اه ر إب ن ، ع ور ن ص م ن ان
: ع ائ ت س ك ن ت»ش ة ق ال ت ن و ل أ غ ب ص أ د اح و إ نء ن م م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل الن
ن ج ك 72« ب ن ال
Dari ‘Āisyah: Aku pernah mandi bersama dengan Nabi saw dalam satu tempat sedangkan kami berdua dalam keadaan junub
Ibn Hajar al-Asqalānī berkata, “Ad -Dawudi memahami hadits ini
yaitu untuk menyatakan bolehnya seorang suami melihat aurat istrinya dan
sebaliknya. Pendapat ini dikuatkan dengan kabar yang diriwayatkan lbnu
Hibbān dari jalan Sulaiman bin Musa bahwasanya ia ditanya tentang hukum
seorang suami melihat aurat istrinya. Maka Sulaiman pun berkata, ‘Aku
pernah bertanya kepada ‘Athā tentang hal ini, ia menjawab, ‘Aku pernah
menanyakan permasalahan ini kepada ‘Āisyah maka ‘Āisyah membawakan
73hadits ini dengan maknanya.
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al71
22 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 263 h.
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al72
82 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) N0. 299 h.
( Maktabah Bārī bisyarhi Ṣaḥīḥ Bukhārī-Fath al Asqalānī,-Ahmad bin Alī bin Hajar al73
al-Saafiyyah) Jilid I, h. 137
52
Dalam teori kritik sebuah matan, kita harus melihat apakah hadis
yang bersanggkutan bertentangan atau tidak dengan nash al-Qur’an agar
hadis tersebut bisa diamalkan. Dan Hadis tersebut sama sekali tidak
bertentangan dengan Alquran. Tidak ada satu ayat pun yang melarang
untuk tidur bersama istri dalam satu selimut, meskipun dalam kondisi haid.
yang dilarang adalah menggaulinya sebagaimana dijelaskan dalam surah
QS. Al-Baqarah: 222
ويسأ لونك عن
هو
ف
المحيض أ ذى فاعتزلوا الن ساء محيض قلال
ح ت قربوهن وال ت
ا لل أ مركم ن حيث م فأ توهن ذا تطهرن فإ يطهرن
74
ي ب ا لل ي ب الت واب ي و
المتطه رين
إن
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: " Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Justru dalam hadis tersebut secara jelas nabi menggambarkan untuk
berlaku baik kepada istrinya walaupun sedang dalam keadaan haid, yang
mana jika melihata adat zaman jahuliyyah jika istri yang sedang haid maka
akan di jauhi selama ia haid. Perlakuan baik terhadap istri tergambar dalam
al-Qur’an berikut:
Baqarah (2 : 222)-Qur’an Surat al74
53
ي أ ي ها
ال آمنوا
أ ن لكم ل
وال
الذين
ي
ترثوا الن ساء كرها
أ ن
هبوا لتذ ت عضلوهن
إال آت ي تموهن ما
ي ت ي بب عض بفاحشة
ف عسى
بل معروف وعاشروهن مب ي نة ك رهوا ت أ ن فإن كرهتم وهن
يا خي را كث يه ف عل ا لل و شي ئا
ي
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Menurut ‘Alī bin Sultān Muhammad, pada kondisi mandi bersama
suami, seorang istri juga terkadang masih dalam kondisi yang bersyahwat
sehingga dengan mandi bersama, dapat membuat jauh lebih romantis
bersama suami saat mandi. Al- Tībī menjelaskan, wadah yang digunakan
Rasulullah saw. saat mandi berada di antara ‘Āisyah dan Rasulullah saw.
Sedangkan al-Asyraf menjelaskan bahwa saling mendahului pada makna
yubādirunī adalah berlomba untuk mengambil air. Situasi tersebut adalah
75dalam situasi bercanda bersama istri saat mandi.
Mirqāt Qārī,-Harwī al-Malā al-Dīn al-Hasan Nūr al-Alī bin Sultān Muhammad Abū al75
al- Mafātih Syarh Misykāt al-Masābīh, ( Beirut: Dār al-Fikr, 2002) Juz 2 h. 427.
54
: ح ب د ث ن ا ق ت ي ح يد ب د ث ن ا ي ة ، ق ال ر ن ز ، ع ي ز م ع ن ، ع د ال خ ن ر ش ة ، ائ ع ن ة ، ع ك
: ت ك ف ت م»ق ال ت و ن أ ة م ر ام ل م س و ه ل ي ع ل ى هلال ص ا لل ول س ر اع ى ، ف ك ان ت ت ر ه اج أ ز
ف ر و الد م 76«ي ل ت ص ي ه ا و ت ت ه ت الط س ة و الص
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai’ dari Khalid dari ‘Ikrimah dari ‘Āisyah
berkata, “Nabi pernah beri’tikaf bersama salah seorang dari isterinya. Ia melihat ada darah dan cairan berwarna kekuningan, lalu di bawahnya
diletakkan baskom sementara ia tetap mengerjakan shalat.” ، ع ن ف ي د ث ن ا س ة ، ح يص د ث ن ا ق ب ح : ع ائ ، ع ن ه أ م ، ع ن ور ن ص م ان ب ص»ش ة ، ق ال ت ى ل ك ان الن
ن ح ي و ر ف ح ه أ س ر آن و أ الق ر ق ر ي م ل س و ه ل يع هلال 77«ض ائ أ
Telah menceritakan kepada kami Qabishah telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur dari Ibunya dari ‘Āisyah berkata, “Pernah
Nabi membaca Al Qur’an sedang kepalanya di pahaku, padahal aku sedang dalam keadaan haid.”
Sangat banyak kegiatan yang dilakukan nabi dengan istrinya
‘Āisyah secara bersama-sama seperti melaksanakan shalat sunnah witir,
membaca al-Qur’ān sampai dengan I’tikaf bersama seperti yang tergambar
pada hadis-hadis di atas.
: ح يم اه ر إب ن ي ب ك د ث ن ا امل ح ي ن ، ع ش ام د ث ن ا ه ، ق ال ب ك ث ب ي ن أ ي ب ن ، ع أ
ي ل م س م س د ث ت ه ة ، ح ل م م س أ ن ت ب ن ب ة ، أ ن ز : ب د ث ت ه ة ح ل م أ ن أ ن م ي ا ق ال ت ن ا أ
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al76
42 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 310 h.
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al77
Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 7549 h. 1039
55
ب ص ، م ل م س و ه ل ي ع ل ى هلال الن ط ، ل ل ت ، ف ان س ض ت إذ ح ، ة يص ة ف خ ع ض
: ح اب ي ث ذ ت ف أ خ ، ق ال ت ، ف د ع م : ن ع ق ل ت « ت س أ ن ف»يض ط ف ه ع م ت ع ا ن، ف اض
78 يل ة م اخ: ح ن اذ ب ع د ث ن ا م ح ال ة ، ق ال ي ش ام ، ع ن د ث ن ا ه ف ض ب س ، ع ن ي ي ة ، ع ن ل م أ ن ت ب ن ب ز
ب س ن م ي ة ، ق ال ت ب ل م م س أ ة ، ع ن ل م أ ب ص ن ا أ م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل الن
م ط : ح اب ي ث ذ ت ، ف أ خ تل ل ، ف ان س ض ت ح يل ة ة ف خ ع ض ، ف ق ال ت ، ف « ت س أ ن ف»يض
ف د ع م : ن ع ق ل ت ط م ه ع م ت ع ا ن، ف اض 79" يل ة ف اخ
Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Fadlalah berkata, telah
menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abu Salamah dari Zainab
binti Abu Salamah dari Ummu Salamah berkata, “Ketika aku berbaring
bersama Nabi dalam satu selimut aku mengalami haid. Maka aku pergi diam-
diam dan mengambil baju khusus haidku, beliau bertanya: “Apakah kamu
sedang haid?” Aku jawab, “Ya.” Beliau lalu memanggilku, maka aku pun berbaring bersamanya dalam satu selimut.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah seorang lelaki
sebagaimana lelaki lainnya, namun bagi para ummahatul mukminin, beliau
bukan sekedar suami yang biasa. Beliau adalah suami yang romantis dengan
segenap arti yang bisa diwakili oleh kata romantis. Diriwayatkan dari
Umarah, ia berkata: Saya bertanya kepada ‘Āisyah ra: “ Bagaimana keadaan
Rasulullah bila berduaan dengan isri-istrinya ? “ Jawabnya: “Dia adalah
seorang lelaki seperti lelaki yang lainnya.Tetapi bedanya beliau seorang
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al78
82 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 298 h.
Bukhārī,-Ja’fī al-Mughīrah al -bin Ibrāhīm bin al Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl79
Ṣa ḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 323 h. 51
56
yang paling mulia, paling lemah lembut, serta senang tertawa dan
80tersenyum (HR Ibnu Asakir & Ishaq)
Kegiatan yang dilakukan rasulullah bersama istrinya ‘Āisyah yang
paling sering bahkan hampir dilakukan bersama dengan istri yang lain
adalah makan bersama dengan para istrinya, hadis tersebut terdapat dalam
kitab sahīh muslim dan tidak ditemukan dalam kitab sahīh bukhārī
ب ش ي ن ب ك ر ب و د ث ن ا أ ب ح ه ة ، و ب أ : ح ب ر ح ن ب ر ي ز ، ف ي س ، و ر ع س م ، ع ن ي ك د ث ن ا و ، ق اال ان
ع ن ال م: ع ائ ، ع ن يه أ ب ح ، ع ن ي ن ش ر ب ق د ام ن ح و ب أ ش ر ك ن ت»ش ة ق ال ت ل ه ائ أ نو ، ث أ ب ض الن
ف ي م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل ص ، ف ي ض و ع ل ى م ف اه ض ف ق ال ع أ ت ع ، و ب ش ر ق ر ر
ن ح و ل ه ائ أ نو ، ث أ ب ص ض ف ي م ل س و ه ع ل ي ى هلال ل الن ف ض و ع ل ى م ف اه ض »
ل و ه ي ذ ك ر ي 81 ب ش ر ف ي ر ز
………..Telah menceritakan kepada kami Wakī’, telah menceritakan kepada kami Mis‘ar dan Sufyān, dari Miqdām bin Syuraih, dari ayahnya, dari
'Āisyah berkata: ‚Saya sedang minum di saat saya sedang haid, kemudian
saya memberikannya kepada Nabi saw. lalu beliau menempatkan
mulutnya di tempat bekas saya, kemudian nabi meminumnya, dan saya
menggigit potongan daging di saat saya sedang haid, kemudian saya
memberikannya kepada Nabi saw., maka beliau pun menempetkan
mulutnya pada bekas (gigitan) saya.
Hadis tersebut merupakan hadis yang berupa non-sabda yang mana
hadis-hadis tersebut merupakan pemaparan saksi pertama yang dalam hal
ini adalah istri Rasulullah saw. dan bukan merupakan sabda dari Rasululah
saw. sendiri, yang mana nabi menunjukan sifat romantisnya dengan
meminta minuman yang bekas ‘Āisyah minum dan meminumnya tepat di
, h. 7Muhammad The Inspiring Romance Hatta Syamsuddin LC,80
(Beirut: Muslim Ṣaḥīḥ Naysābūrī,-Qusyayrī al-Ḥajjāj al-Ḥusain Muslim b. al- Abī al81
622 Dār
Iḥyā‘i al-Kutub al-‘Ilmiyyah 1991) No. 300 h.
57
bekas ‘Āisyah meminumnya begitupun juga dengan memakan daging
bekas gigitan ‘Āisyah.
Menurut Nuruddin al-Sanadī, hadis di atas menjelaskan bahwa di
saat Nabi Muhammad saw. saat hendak makan daging besar yang
bertulang, ia memanggil dan membagikannya kepada 'Āisyah, kemudian
setelah 'Āisyah memakannya, beliau mengambil dan menggigit pada bekas
gigitan ‘'Āisyah dihadapan 'Āisyah dengan jelas, begitu pula saat minum,
beliau minum bekas 'Āisyah sebagai bentuk kecintaannya kepada 'Āisyah
dan sebagai petunjuk dibolehkannya makan bersamaistri dan makan bekas
makanan istri yang sedang haid.82
Masih sangat banyak hadis-hadis kegiatan nabi yang dilakukan
bersama istrinya yang menunjukan sebuah perilaku untuk menumbuhkan
kehangatan sebuah rumah tangga. Oleh karena itu dengan melakukan
kegiatan bersama dengan istri atau suami, saling membantu satu sama lain,
dipercaya akan menambah keharmonisan dalam rumah tangga.
4. Bersenda Gurau antara suami dan Istri
Salah satu hadis ketika nabi ketika berbincang-bincang dengan
‘Āisyah yang kemudian nabi membercandai ‘Āisyah denagn segala
macam pertanyaannya dan juga ‘Āisyah sedang asik bermain dengan
kawan-kawannya sekaligus.
82 Muhammad bin ‘Abd al-Hādī al-Nawawī Abu al-Hasan Nūr al-Dīn al-Sanadī, Hāsyiyatu al-
Sanadī ‘alā Sunan Ibnu Mājah, Kifāyat al-Hājah fī Syarh Sunan Ibnu Mājah, Juz 1, h. 148.
58
د, أ خ ب ح م ن أ ب ر د ث ن ا م ش ة رضي هلال عنها قالت ع ائ ع ن ه ي ش ام ع ن أ ب د ث ن ا ه ة, ح او ي ع و م
ب صلي هلال علي ع ن ات ل ب ب ب ا ل ع : ك ن ت د الن ب ل ع ب ي اح و ك ان ل ص ه وسلم ون ي ع م
ع ي ل خ إذ ا د ول هلال صلي هلال عليه وسلم س ف ك ان ر ب س ف ي ن ه م ن ت ق م ف ي ن ه ر ب ل ع إ ل 83ي ع م
Āisyah berkata: “Saya bermain boneka di rumah Rasulullah dan saya mempunyai teman-teman perempuan yang bermain bersama saya. Kalau
Rasulullah masuk rumah teman-teman saya bersembunyi dari Rasulullah, saya merasa senang dan mereka bisa bermain bersama saya.”
Sedangkan versi lengkap hadis percakapan nabi dengan Āisyah
terdapat dalam kitab Sunan Abū Daud د ب ح م ب م ن يد ب ع د ث ن ا س ، ح ف ع و ن د ث ن ا م ، أ خ ب ر أ ي ي ر ن ي : ح أ ي وب ن ب ن ، ق ال د ث
د ب غ ز ن ة ب ار ع م م ب س ع ن د ث ه ، ح يم اه ر إب ن ي ة ، أ ن م ن ع ن د ن ع ب ة ب ل م أ ح ش ة ع ائ الر
ر ب ي خ وك أ و ت ب ة و غ ز ن م ل م س و ه ل ي ع ل ى ا لل ص ول ا لل س ر م ا ق ال ت ق د ن ه ع ا لل ي ض رف و
ت ا س و ه س ت ة الس ي ف ك ش ف ت نح يح ب ت ر ف ه ت ر ذ ا ي ا ه ف ق ال م ب ش ة ل ع ائ ع ل ن ات ب ن ع
ى ي أ ر ذ ذ ا ال ا ه ق اع ف ق ال م ر ن م ان ن اح ج ا ل ه س ن ف ر ن ه ي أ ى ب ر ن ا ت و ش ة ق ال ت ب ائ ع
ق ال ت ان ن اح ج ل ه س ق ال ف ر ان ن اح ق ال ت ج ه ل ي ي ع ذ ذ ا ال ا ه م ق ال و س ن ق ال ت ف ر ط ه س و
ت ر ك ح ة ق ال ت ف ض ح ح ن ا أ ج ال ل ي ان خ م ل ي س ن لأ ت ع ا س أ م 84 ذ ه اج ن و ت أ ي
Bukhārī,-Ja’fī al- Mughīrah al -Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al83
868 Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006) No. 6130 h.
Kitab Adab, Juz 3 (Lebanon: Sunan Abī Daud, Sijistānī,-Asy’at al-Sulaiman alAbī daud 84
Dār al-Kitab al-‘Alamiyah 1996) No. 4932 h. 288-289
59
‘Āisyah r.a berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba dari
perang Tabuk atau Khaibar, sementara kamar ‘Āisyah ditutup dengan
gordeng. Ketika ada angin yang bertiup, gordeng itu tersingkap hingga
boneka-bonekaan ‘Āisyah terlihat. Beliau lalu bertanya: “Wahai ‘Āisyah,
ini apa?” ‘Āisyah menjawab, “Mainan boneka-bonekaku.” Lalu beliau
juga melihat patung kuda yang mempunyai dua sayap. Beliau bertanya:
“Lalu suatu yang aku lihat di tengah-tengah boneka ini apa?” ‘Āisyah
menjawab, “Boneka Kuda.” Beliau bertanya lagi: “Lalu yang ada di
bagian atasnya ini apa?” ‘Āisyah menjawab, “Dua sayap.” Beliau
bertanya lagi: “Kuda mempunyai dua sayap?” ‘Āisyah menjawab,
“Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Nabi Sulaiman mempunyai
kuda yang punya banyak sayap?” ‘Āisyah berkata, “Beliau lalu tertawa
hingga aku dapat melihat giginya.
Salah satu hadis senda gurau nabi adalah ketika ‘Āisyah berumur
belia yang kemudian nabi memperlakukan ‘Āisyah layaknya anaknya sendiri.
Hal ini yang membuktikan bahwa terdapat rasa pengertian yang mendalam
dari sang nabi terhadap istrinya yaitu ‘Āisyah. Hadis di atas menggambaran
bahwa yang berniat membercandai adalah nabi Muhammad kepada ‘Āisyah
dengan cara menanyakan boneka mainannya yang kemudian ‘Āisyah
menjawab dengan lugas yang membuat nabi tertawa.
Keterangan hadis menurut kitab syarah ‘Aun al-Ma’būd bahwa jamak dari
kata al-bintu adalah al-banāt. ‘Āisyah berkumpul bersama teman sebayanya
60
bermain boneka. Kemudian sepulangnya nabi dari perang Khaibar85
nabi
melihat bilik rumah ‘Āisyah yang mana penghalangnya tersingkap angin
dan terlihat beberapa mainan boneka milik ‘Āisyah dan kemudian nabi
melihat salah satu boneka yang terdapat ditengah-tengah boneka lain
kemudian sambil bercanda nabi menanyakannya sehingga secara lugas
‘Āisyah menjawab bahwa boneka tersebut adalah boneka kuda yang
mimiliki dua sayap.86
Haids di atas sebenarnya menjadi dalil (menunjukkan kepada)
dibolehkannya mengambil bentuk-bentuk hewan untuk dijadikan
permainan anak-anak dan hadis tersebut telah menghususkan dari hadis-
hadis umum yang mengharamkan mengambil bentuk gambar hewan dan
ini adalah pendapat yang disepakati oleh jumhur ulama.87
Nabi
Muhammad secara sepontan dengan segala kecerdasannya mencoba
menghibur ‘Āisyah dengan menanyakan mainannya padahal sebenarnya
nabi sudah mengetahui bahwa mainan yang ada di balik kamar ‘Āisyah
adalah sebuah boneka kuda yang memiliki dua sayap.
‘Āisyah menikah dengan nabi dalam rentan waktu masih belia
namun bukan berarti kemudian ‘Āisyah dibebankan dengan pekerjaan
sebagai istri nabi yang sangat berat. Nabi lebih memahami kondisi dan
situasi yang dialami ‘Āisyah bahwa dia masih belia untuk menanggung
85
Menurut pensyarah, keterangan pulang dari perang khaibar adalah keterangan yang meragukan, Lihat ‘Aun al-Ma’būd (Bait al-Ifkār ad-dauliyah) Kitab adab h. 2124
86 Abi Adburrahman Syarif al-Haq Muhammad Israf bin Amir al-Adzhīm, Aun al-Ma’būd alā sunan abū daud (Riyadh, Bait al-Ifkār, tt) h. 2124
87 Abi Adburrahman Syarif al-Haq Muhammad Israf bin Amir al-Adzhīm, Aun al-Ma’būd alā sunan abū daud (Riyadh, Bait al-Ifkār, tt) h. 2125
61
beban berat sebagai istri nabi. Dalam hal ini rasulullah memperlakukan
‘Āisyah layaknya anak kecil yang membutuhkan bimbingan bahkan nabi
membiarkan ‘Āisyah bermin bersama teman-temannya, memberikan
keleluasaan kepada ‘Āisyah untuk melakukan hal yang dia inginkan. Hal
ini juga didorong dengan melihat faktor psikologis dari ‘Āisyah. Bagi para
suami maupun istri hendaknya memperlakukan pasangannya dengan
perlakuan yang paling baik. Seorang suami harus mengerti keadaan
perasaan sang istri, demikian juga sebaliknya. Dalam hal ini, suasana
romantis untuk semakin meneguhkan bangunan rumah tangga harus
dilakukan walaupun hanya dengan sekecil perilaku senda gurau.
Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita semua tentang sikap
beliau dalam memperlakukan pasangan. Rasulullah saw bergurau laksana
seorang ayah yang menghibur anaknya.88
Nabi sebagai seorang pemimpin baik dalam keluarga maupun di
luar keluarga mampu memahami kondisi yang di pimpinnya. Sifat
pengertian ini dilakukan juga ketika nabi membercandai ‘Āisyah yang
memang usianya masih belia. Dengan adanya sifat pengertian yang
dimiliki nabi sebagai seorang istri, maka akan membawa dampak positif
untuk kelangsungan rumah tangganya terutama untuk meningkatkan
keharmonisan antara suami dan istri.
88 Dr. H. Abdul Wahid, Senyum Indah Kanjeng Nabi (Yogyakarta, Diva Press 2016) h. 52
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dibahas dari bab 1 sampai 4 dapat diambil
kesimpulan, I’tibār dan pesan bahwa nabi pemimpin keluarga yang
dijadikan panutan ummat muslim, menyampaikan pesan dan risalahnya
untuk berlaku harmonis dengan istrinya. Perlakuan-perlakuan harmonis
nabi bisa dicapai dengan cara yang pernah diperaktekan olehnya kepada
salah satu istrinya yaitu Siti ‘Āisyah r.a. istri yang mempunya sisi
kecemburuan yang besar ini dan justru nabi bisa memberikan perlakuan
yang harmonis sehingga ‘Āisyah sangat merasa disayangi dan keadaan
keluarganya sangat harmonis. Maka dari itu ada beberapa faktor yang bisa
membuat keluarga harmonis perspektif keluarga Nabi Muhammad dengan
‘Āisyah, yaitu:
1. Frekuensi waktu berkumpul bersama. Hal ini dinilai sangat penting
dengan melihat fenomena zaman sekarang yang justru suami dan istri
disibukan dengan pekerjaannya masing-masing. Dengan berkumpul
bersama, meluangkan waktu untuk berekreasi bersama, berlibur
bersama akan menambah keharmonisan keluarga.
2. Menjalin Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam sebuah
hubungan keluarga adalah adanya komunikasi antara suami dan istri. Dan
dengan melakukan hal ini sekaligus meminimalisir kecurigaan dari
62
63
masing-masing pihak demi terjaganya keluarga dan membuahkan
keluarga yang harmonis
3. Saling memahami dan mengerti keadaan suami dan istri. Keluarga
yang harmonis akan terasa sejuk, teduh, saling pengertian dan saling
membantu dan mendukung dalam segala hal apapun selagi hal itu
bersifat tidak merugikan
4. Melakukan hal-hal kecil semisal bercanda ria, bergurau baik dari pihak
suami maupun istri. Hal ini demi mencairkan suasana yang mungkin
sedang mengalami kejenuhan dan hal ini dinilai bisa menimbulkan
keharmonisan dalam keluarga.
Upaya-upaya di atas dilakukan agar tercipta hubungan yang baik
antar suami, istri dan anggota keluarga sehingga pada akhirnya terbentuk
keluarga yang harmonis.
B. SARAN
Hadis sebagai salah satu sumber hukum terkuat setelah al-Qur’ān
dijadikannya sangat penting dalam kehidupan umat manusia sehingga
ruang gerak hadis sangat luas cakupannya. Oleh karena itu selaku umat
muslim dan penggiat ilmu keagamaan harus senantiasa mengkaji dan
meneliti sumber sumber hukum yang dijadikan pedoman oleh umat islam
terutama hadis nabi.
Dampak dan faedah yang akan didapat tentu sangat besar, selain
memberikan pemahaman baru, wawasan ilmu pengetahuan baru, tentunya
akan bernilai ibadah karena meneliti suatu ilmu pengetahuan untuk
64
kemaslahatan ummat dan memberikan kontribusi untuk tuntunan dalam
membangun rumah tangga yang harmonis.
Penelitian ini tentunya jauh dari kesempurnaan, ditambah dengan
keterbatasan ilmu pengetahuan dari penulis, maka penulis berharap kepada
para pengkaji ilmu pengetahuan dan para pembaca agar kiranya dapat
memberikan pemahaman lebih jelas dan detail lagi tentang aktifitas-
aktifitas nabi terutama dalam hal senda gurau demi terciptanya karya yang
lebih sempurna lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abahzah, Nizar. Bilik-Bilik Cinta Muhammad Saw, Ter. Asy’ari Khatib (Jakarta,
Zaman 2009)
Abbott, Nabia. Aishah the Beloved of Mohammed (London, al-Saqi books 1985)
Ahmad bin Alī bin Hajar al-Asqalānī, Fath al-Bārī bisyarhi Ṣaḥīḥ Bukhārī
(Maktabah al-Saafiyyah)
Ahmadi. Abu, Psikologi Sosial, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009)
al-Asqalānī, Ibn Hājar. Al-isābah fī tamyizi al-sahābah (Riyadh, Maktabah al-
Riyadh al-hadits 1978)
al-Asqalānī, Ibn Hajar. Tahḏīb al-Tahḏīb (Dar Ihya al-turath al-Islami)
Benevin, Teresa L. Humor in Therapy: Expectations, Sens of Humor and
Perceived Effectiveness (Alabama, Auburn University 2010)
al-Bukhārī, Abī ‘Abdullāh Muḥammad bin Ismā’īl bin Ibrāhīm bin al-Mughīrah
al-Ja’fī. Ṣaḥīḥ Bukhārī (Riyāḍ: Maktabah al-Rashad 2006)
Djalali, M. Asad. Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri dan Interaksi Sosial
Remaja (Surabaya, Jurnal Psiokologi Indonesia 2014)
al-Dzahabī, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Siyar ‘a’lam an-
nubalā (Beirut, Mu’assasah ar-risālah)
al-Dzahabī, Abī Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Usmah. Mīzan al-I’tidāl fī
naqd al-Rijāl (Beirut, Dār al-Ma’rifat tt)
Hartomo, Amicun Aziz. Ilmu Sosial Dasar (Jakarta, Bumi Persada 1990)
Istiningtyas, Listiya. Humor Dalam Kajian Psikologi Islam, Jurnal Ilmu Agama
Vol. 15 No. 1 (2014)
65
66
al-Mashri, Muhammad. Wanita-Wanita Mulia Sepanjang Masa (Jakarta,
Katullistiwa Press 2016)
an-Nadawi, As-Sayyid Sulaiman. ‘Āisyah r.a.: Potret Wanita Mulia (Surakarta,
Insan Kamil 2016)
Najoan, Hardsen Julsy Imanuel. Pola Komunikasi Suami Istri Dalam Menjaga
Keharmonisan Keluarga (e-journal Acta Diurna 2014)
al-Nasā’ī, Abī Abdurrahman Ahmad bin Syuaib. Sunan al-Kubrā li imam al-
Nasā’ī (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Imiyah, cet. I, 1991)
al-Naysābūrī, Abī al-Ḥusain Muslim b. al-Ḥajjāj al-Qusyayrī. Ṣaḥīḥ Muslim
(Beirut: Dār Iḥyā‘i al-Kutub al-‘Ilmiyyah 1991)
Qaradhawi, Yusuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi SAW, Terj. Muhammad
al-Baqir (Bandung, Karisma, 1993)
Qaradhawī, Yusuf. Fiqh al-Lahw wa al-Tarwīh (Terj. Dimas Hakamsyah, Jakarta,
Pustaka Al-Kautsar 2005)
al-Qārī, Alī bin Sultān Muhammad Abū al-Hasan Nūr al-Dīn al-Malā al-Harwī.
Mirqāt al- Mafātih Syarh Misykāt al-Masābīh, (Beirut: Dār al-Fikr, 2002)
Ratnawati, Peni. Keharmonisan Keluarga Antara Suami Istri Ditinjau dari
Kematangan Emosi Pada Pernikahan Usia Dini (Semarang, UNES tt)
Ṣālih, Ṣubhī. Ulūm al-Ḥadits wa Mustalaḥuhu (Beirut, Dār al-Ilm lilmayin, 1988)
al-Sanadī, Muhammad bin ‘Abd al-Hādī al-Nawawī Abu al-Hasan Nūr al-Dīn.
Hāsyiyatu al-Sanadī ‘alā Sunan Ibnu Mājah, Kifāyat al-Hājah fī Syarh
Sunan Ibnu Mājah
Syamsuddin, Hatta. Muhammad The Inspiring Romance, tt,
67
Syathi, ‘Āisyah Abdurrahman Bintusy. Istri-istri Rasulullah SAW, jilid 1terj.
Chadijah Nasution (Jakarta: Bulan Bintang, 1974)
Syuaisyi, Hafidz Ali. Kado Pernikahan, Terj. Abdul Rasyid Shiddiq (Jakarta,
Pustaka al-Kautsar 2007)
at-Thabarī, Abū Ja’far Muhammad bin Jarir. Tārikh al-Umam wa al-Mulūk
(Beirut, Dār al-Fikr 1979)
Tim penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka
1990) Wahid. Abdul, Senyum Indah Kanjeng Nabi (Yogyakarta: Diva Press 2016)
al-Ziyān, Ramaḏan Ishāq. al-Hadīṣ al-Mauḏū’ī darasah naḏariyah (Palestin
Majallah al-Jāmi’āh al-īslamiyah 2002)Muhammad, Metode Penelitian
Bahasa (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011)M.Subana, Dasar-Dasar
Penelitian Ilmiah (Jakarta: Pustaka Setia, 2002)
www. pa-jakartapusat.go.id
http://kopmicenter.blogspot.co.id
Recommended