View
164
Download
14
Category
Preview:
DESCRIPTION
leadership
Citation preview
Kepemimpinan dan Perubahan
Oleh :
Akromul Ilma Wildani (115020200111074)
Andrissa Anugrah (115020200111080)
Firlana Rahmania (115020200111081)
Nislam Anisah Putri (115020200111095)
Rr. Charisma Putri (11502020111101)
Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Mei 2013
Pengantar
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul "Kepemimpinan
dan Perunbahan " tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan dan bimbingan berbagai pihak , sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :.
1. Bapak Misbachudin Azzuhri, selaku Dosen kepemimpinan atas segala bimbingannya.
2. Teman teman sekelompok atas partisipasinya dalam mengerjakan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Malang, Maret 2013
Penulis
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Organisasi masa kini menghadapi tantangan potensial. Agar dapat berhasil organisasi harus
mengatasi secara efektif implikasi dari teknologi baru, globalisasi, iklim, sosial dan politik yang
senantiasa berubah, konsolidasi industry, perubahan dalam preferansi pelanggan, standar
kinerja, dan hokum berat. Memimpin perubahan mungkin adalah hal terberat yang Dihadapi
pemimpin manapun, tetapi kecakapan ini mungkin merupakan pembeda paling baik antara
manager dengan pemimpin, dan antara pemimpin medioker dengan yang luar biasa. Pemimpin
yang baik adalah pemimpin yang mampu mengenali factor situasional dan pengikut yang
menghambat atau mendorong perubahan , menggambarkan visi yang luar biasa untuk masa
depan, merumuskan serta mewujudkan rencana yang mewujudkan visi mereka dari mimpi
menjadi kenyataan. Cakupan inisiatif perubahan begitu beragam. Pemimpin dapat
menggunakan kecakapan dalam penetapan tujuan, pelatihan, bimbingan,delegasi maupun
pemberdayaan untuk dapat secara efektif mengubah perilaku dan keahlian bawahan langsung
mereka. Agar berhasil memimpin inisiatif perubahan berskala besar, pemimpin perlu
memperhatikan factor – factor situasional ddan pengikut yang mempengaruhi kelompok atau
generasi mereka. Mereka juga harus menggunakan kecerdasa, kecakapan, pemccahan masalah,
kreativitas, serta nilai – nilai mereka untuk memilah mana yang penting dan menemukan solusi
bagi perubahan yang dihadappi kelompok mereka dalam pelatihan dan perencanaan serta
pengetahuan mereka tentang teknik motivasi dan dinamika kelompok agar dapat mendorong
perubahan.
Bab ini dimulai dengan menjelaskan pendekatan rasional terhadap perubahan dalam organisasi
dan menerankan hal yang dapat pemimpin lakukan bila mereka ingin berhasil daalam
perubahan. Selanjutnya denagn pendekatan alternative terhadap perubahan – kepemimpinan
transformational dan karismatik. Kami menutup denagn teori kepemimpinan transformational
dan transaksional dari Bass
B. Rumusan Masalah
Upaya apa saja yang dilakukan pemimpin untuk menghadapi perubahan ?
Bagaimana cara seorang pemimpin mengatasi pengikut yang menghambat
perubahan ?
Bagaimana seorang pemimpin melakukan sebuah perubahan berskala besar
untuk organisasinya ?
Mengapa ada perubahan – perubahan yang gagal ?
Bagaimana agar para pemimpin dapat melakukan perubahan yang baik untuk
organisasinya ?
Pembahasan
Pendekatan Rasional Terhadap Perubahan Dalam Organisasi
Menurut buku Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7th edition yang ditulis oleh Hughes,
Ginnet, and Curphy dijelaskan bahwa ;
Model Beer menyajikan paduan bagi praktisi kepemimpinan yang ingin menerapkan inisiatif
perubahan terhadap organisasi, juga alat diagnostic untuk memahami alasan inisiatif perubahan dapat
gagal. Menurut Bert,
C (Jumlah Perubahan) = D (Ketidakpuasan) x M (Model) x P (Proses) x R (Perlawanan)
D pada rumus tersebut mewakili ketidakpuasan pengikut dengan kondisi status quo. M
melambangkan model untuk perubahan dan termasuk didalamnya adalah visi sang pemimpin serta
tujuan dan system yang perlu diubah untuk mendukung visi yang baru. P mewakili proses, yang
berhubungan dengan mengembangkan dan menerapkan rencana yang mengartikulasikan apa, siapa,
kapan, di mana, dan bagaimana inisiatif perubahan. R adalah perlawanan; orang-orang melawan
perubahan karena mereka takut kehilangan identitas atau hubungan social, dan rencana perubahan
yang baik mengenali sumber-sumber penolakan seperti ini. Akhirnya, C adalah jumlah perubahan
(Amount of change).
Pemimpin dapat meningkatkan jumlah perubahan dengan meningkatkan level ketidakpuasan,
meningkatkan kejelasan visi, mengembangkan rencana perubahan yang matang, atau dengan
menurunkan jumlah penolakan pengikut. Dapat dilihat bahwa D x M x P adalah fungsi perkalian-
meningkatkan ketidakpuasan tetapi tidak memiliki rencana akan memberikan perubahan yang kecil,
sama halnya jika pengikut merasa senang dengan status quo akan sulit bagi pemimpin untuk mengajak
mereka berubah, terlepas betapa hebatnya visi atau rencana perubahannya. Model ini menyatakan
perubahan dalam organisasi adalah proses yang sistematik, dan perubahan berskala besar dapat
memakan waktu berbulan-bulan jika bukan tahunan untuk dapat diterapkan. Praktisi kepemimpinan
yang memahami model ini mampu dengan lebih baik mengembangkan perubahan dan mendiagnosis di
mana inisiatif ini dapat terhambat.
Ketidakpuasan
Tingkat ketidakpuasan pengikut adalah komposisi penting dari kemampuan pemimpin untuk memulai
perubahan. Informasi mengenai ketidakpuasan pengikut dapat diperoleh dari survey kepuasan pegawai,
catatan keluhan, keluhan pelanggan, atau dari percakapan dengan pengikut. Pengikut yang relative
senang cenderung tidak condong pada perubahan, maka dari itu pemimpin yang ingin melakukan
perubahan perlu mengambil tindakan untuk menurunkan tingkat kepuasan pegawai/pengikut. Kunci
bagi praktisi kepemimpinan adalah meningkatkan ketidakpuasan (D) hingga tahap ketika pengikut
cenderung mengambil tindakan, tetapi ketidakkepuasan tersebut tidak sampai mengakibatkan
pegawai/pengikut tidak keluar dari organisasi tersebut.
Untuk meningkatkan ketidakkepuasan, pemimpin dapat berbicara tentang saingan potensial,
teknologi, atau ancaman hokum atau keprihatinan pegawai/pengikut mengenai status quo.
Model
Ada empat komponen utama dari variabel model (M) dalam rumus perubahan, yaitu, (1)
pemindaian lingkungan, (2) visi, (3) penetapan tujuan baru untuk mendukung visi, dan (4) perubahan
system yang diperlukan. Yang dimaksudkan dari pemindaian lingkungan adalah bagaimana seorang
pemimpin dapat memindai/mengamati SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat) dari organisasi
tersebut. Sehingga dari informasi SWOT tersebut pada gilirannya dapat digunakan untuk perumusan visi
untuk inisiatif perubahan.
Penting untuk memahami perbedaan antara visi dan tujuan sebuah organisasi. Visi adalah
panduan bagaimana menentukan tindakan bagi sebuah organisasi, sedangkan tujuan adalah sesuatu
yang ingin dicapai oleh organisasi dan kapan itu akan tercapai. Oleh karena itu tujuan organisasi harus
sejalan dengan visi organisasi tersebut, sehingga suatu tujuan organisasi dapat berfokus pada kondisi
eksternal, internal, maupun keduanya, tergantung pada hasil pemindaian lingkungan dan visi organisasi.
Setelah menentukan tujuan organisasi, pemimpin perlu menentukan system yang perlu berubah
agar organisasi dapat memenuhi visi dan tujuannya. Pemimpin yang ingin inisiatif perubahan dalam
organisasinya berhasil perlu mengambil pendekatan pemikiran system setelah menetapkan tujuan
organisasi. Pendekatan pemikiran system (system thinking approach) meminta pemimpin untuk
memikirkan organisasi sebagai serangkaian system yang saling berkaitan, dan menjelaskan cara
perubahan di satu system dapat mengakibatkan konsekuensi secara disengaja maupun tidak pada
bagian lain dari organisasi. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan ingin meningkatkan pangsa pasar
dan pemasukan, perusahaan itu mungkin mengubah system kompensasi untuk memotivasi personel
penjualan untuk mengejar pelanggan-pelanggan baru. Tetapi, pendekatan ini juga dapat menyebabkan
sejumlah masalah di bagian produksi, kendali mutu, akunting, dan layanan pelanggan. Pemimpin yang
mengantisipasi masalah ini akan melakukan perubahan system yang diperlukan untuk meningkatkan
kemungkinan keberhasilan perubahan dalam organisasi.
Gambar komponen penyejajaran organisasi
Gambar diatas adalah grafik yang menggambarkan model system bagi praktisi kepemimpinan.
Seluruh komponen model ini memengaruhi dan berinteraksi dengan komponen lainnya dalam model.
Karenanya, pemimpin yang mengubah visi atau tujuan organisasi perlu memikirkan perubahan yang
sepadan pada struktur, budaya, system, serta kapasitas pemimpin dan pengikut dalam organisasi. Sama
halnya, perubahan dalam system informasi atau perekrutan dapat mempengaruhi kapasitas, budayam
struktur, atau kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya. Satu kunci menuju keberhasilan
perubahan organisasi adalah memastikan semua komponen dalam gambar diatas sudah sejalan.
Proses
Komponen proses (P) dari model perubahan adalah ketika inisiatif perubahan menjadi nyata dan
dapat dilakukan karena komponen ini berisikan pengembangan dan eksekusi dari rencana perubahan.
Visi-Tujuan strategis
Kapabilitas-Teknis-Kepemimpinan
Sistem-Akunting - Penjualan-SDM - IT
Budaya-Norma-Nilai bersama
Nilai bersama
Struktur-Cakupan kendali-Komposisi tim-Hirarki
Rencana perubahan yang baik menjabarkan urutan peristiwa, penyampaian utama, garis waktu, pihak
yang bertanggung jawab, ukuran, dan mekanisme umpan balik yang diperlukan untuk mencapai tujuan
baru organisasi. Rencana ini juga dapat memuat langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan
ketidakpuasan dan menangani penolakan yang telah diantisipasi, penjabaran kebutuhan pelatihan dan
sumber daya, serta rencana komunikasi yang komprehensif agar seluruh pihak yang berhubungan dapat
terus mendapat informasi. Perubahan akan terjadi hanya jika langkah-langkah tindakan yang dijabarkan
dalam rencana perubahan sungguh-sungguh dilaksanakan.
Perlawanan
Jenis pengikut dapat berubah dengan seiring nya adanya inisiatif perubahan, yang sebelumnya
menjadi pendukung berubah haluan menjadi penentang perubahan, karena diperlukannya waktu
sebelum keuntungan dari perubahan tadi terwujud. Pemimpin, pengikut, dan pemangku kepentingan
lain sering kali beranggapan bahwa kinerja, produktivitasm atau layanan pelanggan akan segera
mengalami kemajuan setelah digunakannya peralatan, system, perilaku baru, dan lain-lain. Namun
demikian,seing kali ada penurunan dalam kinerja dan produktivitas di saat pengikut mempelajari system
dan keahlian baru. Perbedaan antara ekspetasi awal dan kenyataan inilah yang disebut kesenjangan
ekspektasi-kinerja dan ini dapat menyebabkan frustasi, yang jika tidak ditangani dengan tepat akan
memunculkan penolakan (Resistance, R), yang menyebabkan pengikut kembali ke perilaku dan system
lama untuk menyelesaikan tugas. Pemimpin dapat membantu pengikut mengatasi rasa frustasi mereka
dengan menetapkan ekspetasi yang realistis, menunjukan kesabaran, dan memastikan pengikut
memperoleh kecakapan system dan keahlian yang baru sesegera mungkin. Rencana perubahan yang
baik menanggapi adanya kesenjangan ekspetasi-kinerja dengan membangun program pelatihan dan
bimbingan untuk meningkatkan level keahlian pengikut. Gambar kesenjangan ekspetasi-kinerja di
jabarkan di bawah ini,
Kinerja
Status quo
Ekspetasi
Inisiatif perubahan yang diimplementasikan
KesenjanganKinerja
Sesungguhnya
Waktu
Alasan lain pengikut dapat menolak perubahan adalah kekhawatiran terhadap kerugian. Karena
adanya perubahan, pengikut khawatir kehilangan kekuasaan, hubungan dekat dengan orang lain,
imbalan, serta identitas mereka, atau disisi lain, dianggap tidak kompeten. Dan untuk mengatasi
kekhawatiran ini pemimpin dapat memberikan beberapa respon yang dijabarkan dalam table berikut ini.
Kehilangan/ Kerugian Kemungkinan Tindakan Pemimpin
Kekuasaan Menunjukkan empati, kecakapan, mendengarkan dengan baik, dan cara-cara
baru untuk membangun kekuasaan
Kompetensi Pelatihan, bimbingan, bimbingan sebaya, bantuan pekerjaan, dan lain-lain
Hubungan Membantu pegawai membangun hubungan baru sebelum perubahan terjadi
dan setelahnya
Imbalan Merancang dan menerapkan system imbalan baru untuk mendukung inisiatif
perubahan
Identitas Menunjukkan empati, menekan nilai dari peran yang baru
Pendekatan Emosional Terhadap Perubahan Dalam Organisasi: Kepemimpinan
Karismatik Dan Transformasional
Menurut buku Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7th edition yang ditulis oleh Hughes,
Ginnet, and Curphy dijelaskan bahwa ;
Kepemimpinan Karismatik
Pemimpin yang karismatik adalah individu yang penuh gairah yang bertekad kuat yang dapat
menciptakan visi masa depan yang luar biasa. Melalui visi ini, mereka dapat memunculkan semangat
tinggi. Melalui visi ini, mereka dapat memunculkan semangat tinggi dikalagan pengikutnya dan
membangun ikata emosional yang kuat dengan mereka. Kombinasi antara visi yang luar biasa, emosi
yang meninggi, dan ikatan pribadii yang kuat sering kali mendorong pengikut untuk mengarahkan usaha
yang lebih besar dalam menghadapi tantangan organisasi atau sosial.
Kepemimpinan Karismatik: Tinjauan Historis
Dari penelitian – penelitian, mungkin karya Max Weber-lah yang paling penting. Weber beranggapan
bahwa masyarakat dapat dikategorikan kedalan satu dari tiga sistem otoritas: tradisional, legal-rasional,
dan karismatik.
Dalam sistem otoritas tradisional, tradisi atau hukum tidak tertulis masyarakat mengatur siapa yang
memiliki otoritas dan cara otoritas tersebut digunakan. Transfer otoritas dalam sistem semacam ini di
dasarkan pada tradisi seperti meneruskan kekuasaan kepada anak pria pertama dari raja, setelah raja
meninggal.
Dalam sistem otoritas legal-rasonal, seseorang memiliki otoritas bukan karena tradisi atau hak lahir,
melainkan karena aturan yang mengatur jabatan yang diemban. Misalnya, pejabat yang terpilih dan
sebagian besar pemimpin dalam perusahaan non-profit atau pejabat diwajibkan mengambil tindakan
tertentu karena posisi yang mereka jabat.
Kedua sistem otoritas ini dapat dbedakan dengan sistem otoritas karismatik, ketika seseorang
memperoleh otoritas karena sifat mereka yang layak diteladani. Pemimpin karismatik dianggap memiliki
kualitas luar biasa atau kekuatan ilahiah yang membedakan mereka dengan manusia biasa. Menurut
Weber, pemimpin karismatik datang dari pinggiran masyarakat dan muncul sebagai pemimpin saat
terjadinya krisis sosialbesar. Para pemmpin ini mengajak masyarakat untuk fokus pada maslah yang
dihadapinya. Karenanya, sistem otoritas karismatik biasanya merupakan hasil dari revolusi atas sistem
otoritas tradisional dan legal-rasional. Sejumlah penulis berpendapat gerakan karismatik tidak apat
terjadi kecuali saat masyarakat berada dalam krisis. Penuls lainnya berpendapat kepemimpinan
karismatik adalah fungsi dari kualitas luar biasa dari sang pemimpin, bukan dari situasi. Akhirnya,
beberapa penulis berpendapat bahwa kepemimpinan karismatik tidak bergantung pada kualitas
pemimpin atau adanya krisis, melainkan pada reaksi para pengikut terhadap pemimpinnya. Menurut
James McGregor Burns, iya meyakini kepemimpinan dapat mengambil satu dari dua bentuk.
Kepemimpinan transaksional terjadi saat pemimpin dan pengikut berada dalam semacam hubungan
pertukaran untuk memnuhi kebutuhan. Contohnya, pertukaran uang dengan kerja, suara dengan
keuntungan politis, dll.
Bentuk kepemimpinan kedua adalah, kepemimpinan transformasional, yang mengubah status quo
dengan mengunggah nilai nilai pengikut dan pemahaman mereka kepada tujuan yang lebih tinggi.
Pemimpin transformasional mengartikulasikan permasalahan mereka dalam sistem yang ada dan
memiliki visi luar biasa mengenai bentuk masyarakat atatu organisasi baru. Para pemimpin ini juga
mengajarkan pengikutnya cara menjadi pemimpin dan mengajak mereka mengambil peran aktif dalam
gerakan perubahan. Semua pemimpin transformasional bersifat karismatik, tetapi tidak semua
pemimpin karismatik bersifat transformasional. Pemimpin transformasional bersifat karismatik karena
mereka dapat mengartikulasikan visi masa depan yang luar biasa dan membentuk ikatan emosional yang
kuat dengan para pengikutnya. Pemimpin yang karismatik yang tidak transformasional dapat
menciptakan visi dan membentuk hubungan emosional yang kuat dengan pengikut, tetapi mereka
melakukannya untuk memnuhi kebutuhan sang pemimpinnya sendiri. Baik pemimpin karismatik
maupun transformaasional berusaha mewujudkan perubahan organisasi dan sosial, perbedaannya
adalah apakah perubahan ini menguntungkan pemimpinnya atau pengikutnya. Burns menyatakan,
kepemimpinan transformasional selalu melibatkan konflik dan perubahan, dan pemimpin
transformasional harus bersedia menyambut konflik, memiliki musuh, banyak berkorban, serta tebal
muka dan fokus pada usaha mencapai tujuan mereka. Pemimpin karismatik dipercaya memotivasi
pengikutnya dengan megubah persepsi mereka mengenai kerja itu sendiri, menawarkan visi masa depan
yang luar biasa, mengembangkan identitas kolektif di kalangan pengikutnya, serta meningkatkan
kepercayaan diri mereka dalam menyelesaikan pekerjaan. Pemimpin transformasional diyakini
mencapai hasil yang lebih kuat karena mereka meningkatkan kesadaran pengikutnyaakan tujuan dan
cara mencapainya, mereka meyakinkan pengikut untuk bertindak bagi kebaikan bersama kelompok, dan
visi masa depan mereka membantu pengikut memenuhi kebutuhan tingkat tinggi mereka.
Sifat Pemimpin
Visi
Baik pemimpin tranformasional maupun pemimpin karismatik secara inheren berorientasi pada masa
depan. Visi seorang pemimpin karismatik tidak terbatas pada gerakan sosial yang besar, pemimpin dapat
mengembangkan visi yang luar biasa bagi organisasi atau level organisasi manapun. Visi ini dapat
menstimulasi atau mempersatukan usaha pengikut, yang dapat membantu mendorong penyelarasan
dan perubahan organisasi serta tingkat kinerja yang lebih tinggi oleh pengikut. Ajaibnya visi seorang
pemimpin sering kali adalah, semakin rumit masalah, semakin orang-orang tertarik pada solusi yang
sederhana.
Keahlian Retorika
Pemimpin karismatik dan tranformasional memiliki keahlian retorika yang hebat dan menggugah emosi
pengikutnya serta mengispirasi mereka untuk mengikuti visinya. Pemimpin karismatik banyak
menggunakan metafora, analogi, dan cerita daripada wacana abstrak dan membosankan untuk
membingkai ulang isu dan menyampaikan pendapat mereka. Sering kali penyampaian pidato bahkan
lebih penting dari isinya sendiri. Penyampaian yang buruk dapat mengurangi kekuatan isi yang hebat.
Membangun Citra dan Kepercayaan
Pemimpin transformasional membangun kepercayaan pada kepemimpinan mereka serta ketercapaian
tujuan mereka melalui citra yang menunjukkan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan, keyakinan moral
yang kuat, telada pribadi dan pengorbanan diri, serta taktik atau perilaku yang tidak konvensional.
Sementara pemimpin transformasional membangun kepercayaan dengan menunjukkan komitmen
terhadap kebutuhan pengikutnya di atas kepentingan pribadi, beberapa pemimpin karismatik begitu
peduli dengan citra mereka hingga yang mereka lakukan tidak lebih hanya menerima pujian atas
pencapaian orang lain atau melebih-lebihkan kemampuan mereka.
Kepemimpinan yang Dipersonalisasi
Satu aspek yang paling penting dari kepemimpinan karismatik dan transformasional adalah sifat pribadi
kekuatan sang pemimpin. Kepemimpinan yang disesuaikan dengan pribadi pengikutnya inilah yang
tampaknya menyebabkan perasaan pemberdayaan yang tampak ada pada pengikut kepemimpinan
karismatik atau transformasional. Pemimpin karismati tampaknya lebih cakap dalam menangkap isyarat
isyarat sosial dan cenderung ekspresif secara emosional. Pemimpin transformasional juga
memberdayakan pengikutnya dengan memeberi mereka tugas yang menghasilkan kepercayaan diri
yang meningkat dan menciptakan lingkungan dengan ekspektasi tinggi dan emosi positif.
Sifat Pengikut
Identifikasi dengan Pemimpin dan Visinya
Dua efek yang berkaitan dengan kepemimpinan karismatik meliputi perasaan kuat terhadap pemimpin
dan kesamaan keyakinan pengikut dengan pemimpin. Efek ini menggambarkan semacam ikatan atau
identifikasi dengan pemimpin secara pribadi serta investasi psikologis paralel pada tujuan atau kegiatan
yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Tingkatan Emosi yang Tergugah
Emosi sering kali merupakan pendorong inisiatif perubahan berskala besar, dan pemimpin karismatik
sering kali akan melakukan apapun untuk mempertahankannya, termasuk membuat pengikutnya
memikirkan tentang ketidakpuasan mereka terhadap status quo atau membuat seruan yang penuh
semangat secara langsung ke pengikut. Tetapi beberapa orang akan merasa tersaingi dengan visi dan
gerakannya serta dapat memiliki emosi yang sama kuatnya dengan pengikut visi tersebut. Efek polarisasi
dari pemimpin karismatik ini bisa jadi salah satu alasan hidup mereka umumnya berakhir dengan
pembunuhan. Mereka yang terasingkan oleh pemimpin karismatik sama besar kemungkinannya untuk
bertindak sesuai emosi merekea seperti pengikut gerakan tersebut.
Kesediaan untuk Setia pada Pemimpin
Kesediaan untuk setia pada pada pemimpin melibatkan rasa segan mereka pada otoritas pemimpin.
Akibatnya, pengikut sering kali secara alamiah dan rela tunduk pada otoritas dan superioritas sang
pemimpin. Pengikut tampak berhenti berpikir kritis, mereka tidak banyak mempertanyakan maksud
atau keahlian pemimpin, ketepatan visi atau inisiatif perubahan, maupun tindakan yang diambilnya
untuk mewujudkan visinya.
Perasaan Terberdayakan
Pengikut pemimpin karismatik tergerak untuk memiliki ekspektasi lebih besar dari diri mereka sendiri,
dan mereka bekerja lebih giat untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Pengikut akan merasa lebih kuat
dan berdaya pada saat yang sama mereka mensubordinasikan diri mereka pada pemimpin karismatik.
Perasaan terberdayakan ini, saat dibarengi dengan tingkatan emosional yang tergugah serta visi masa
depan pemimpin, sering kali menghasilkan peningkatan kinerja dalam organisasi, kelompok, atau tim
atau perubahan sosial yang signifikan.
Sifat Situasional
Hubungan antara pimpinan dan bawahan dalam konsep teori situasional Hersey dan Blancard
(1992:181-192) dapat ditinjau dari :
1. Perilaku Hubungan, menyatakan tingkatan sejauh mana pemimpin melakukan hubungan dua arah
dengan bawahan. Dimensi untuk mengukur perilaku hubungan dapat dilihat pada Tabel 1.
2. Perilaku Tugas, menyatakan tingkatan sejauh mana pemimpin memberikan petunjuk dan
pengarahan kepada bawahannya. Dimensi untuk mengukur perilaku tugas dapat dilihat pada
Tabel 2.
3. Tingkat Kematangan Bawahan, dinyatakan sebagai besarnya kemampuan dan kemauan dari bawahan
untuk menyelesaikan tugasnya.
Tabel 1
Instrumen untuk Mengukur Perilaku Hubungan
Sumber : Hersey
dan Blanchard
(1992:191)
Tabel 2
Instrumen untuk Mengukur Perilaku Tugas
Dimensi Perilaku
Hubungan
Indikator PerilakuMemberikan dukungan Memberikan dukungan dan dorongan
Mengkomunikasikan Melibatkan orang-orang dalam diskusi yang
bersifat ―memberi dan menerima‖ tentang
Memudahkan interaksi Memudahkan interaksi diantara orang-
orangnyaAktif menyimak Berusaha mencari dan menyimak pendapat
dan kerisauan orang-orangnyaMemberikan bantuan Memberikan balikan tentang prestasi orang-
orang
Dimensi Perilaku Tugas Indikator Perilaku
Penyusunan Tujuan Menetapkan tujuan yang perlu dicapaiorang-orang
Pengorganisasian Mengorganisasi situasi kerja bagi orang-orangnya
Menetapkan Batas Waktu Menetapkan batas waktu bagi orang-orangnya
Pengarahan Memberikan arahan spesifik
PengendalianMenetapkan dan mensyaratkan adanyalaporan regular tentang kemampuanpekerjaan
Sumber : Hersey dan Blanchard (1992:191)
Faktor Situasional ini banyak memainkan peran penting dalam menentukan apakah pemimpin
tersebut karismatik atau tidak, karena ada kalanya individu dipandang karismatik hanya saat
berhadapan dengan situasi-situasi tertentu. Oleh karena itu situasi menyandang peran penting dalam
pemimpin karismatik dan itu akan berguna untuk menentukan faktor yang memengaruhi kepemimpinan
karismatik.
Mungkin salah satu faktor situasional terpenting yang berkaitan dengan kepemimpinan
karismatik adalah ada atau tidaknya krisis. Para pengikut yang sudah puas dengan status quo relatif
tidak memandang perlunya pemimpin karismatik. Namun di sisi lain, adanya suatu krisis yang akut
membuat pengikut menginginkan seorang pemimpin yang mampu mengatasi masalah atau krisis yang
mereka hadapi. Pemimpin yang karismatik diberikan kebebasan dan otonomi yang lebih luas untuk
mengatur organisasi agar terbebas dari krisis. Pengikut cenderung temotivasi tinggi untuk mendukung
progam dan perintah pemimpin karismatik karena mereka percaya bahwa dia dapat mengeluarkan
organisasi dari masa krisis. Pemimpin yang karismatik cenderung membuat langkah yang radikal dan
tidak terduga untuk memecahkan masalah yang ada.
Sebagai contoh adalah mantan presiden Republik Indonesia almarhum Gus Dur. Beliau
dipandang seseorang yang memiliki karisma yang luar biasa oleh para pengikutnya. Saat beliau menjadi
presiden RI juga banyak mengeluarkan ide diluar pemikiran pada umumnya untuk menyelesaikan
masalah yang ada di negeri ini. Sehingga banyak para pengikut yang masih setia kepada beliau walaupun
Gus Dur sudah wafat.
Jejaring Sosial juga dapat memengaruhi penyandang karisma. Cenderung seseorang yang
memiliki karisma akan menyebar lebih cepat di organisasi yang memiliki jejaring sosial mapan. Sehingga
semua orang mengenal setiap orang lainnya. Pemimpin karismatik lebih memegang peran dalam jejaring
sosial yang dijalaninya ketimbang yang lain.
Selain itu masih banyak variabel-variabel situasi yang memengaruhi karismatik pemimpin.
Namun mungkin variabel yang paling sering diabaikan adalah waktu. Dalam kepemimpinan karismatik
dan tranformasional tidak dapat terjadi secara instan namun perlu waktu untuk itu. Dalam prosesnya
seorang pemimpin harus dapat mengembangkan dan menyampaikan visi mereka, menggugah motivasi
emosional pengikut, dan mengerahkan serta memberdayakan pengikut untuk mewujudkan visi mereka.
Pendapat Penutup Mengenai Sifat Pemimpin Karismatik Dan Transformasional
Menurut buku Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7th edition yang ditulis oleh Hughes,
Ginnet, and Curphy dijelaskan bahwa ;
Pertama, definisi karismatik yang disandang pada pemimpin tertentu didasarkan pada hubungan
mereka dengan pengikut, kepemimpinan karismatik juga dapat dipahami dengan cara memperhatikan
kemampuan faktor pemimpin dan situasional memengaruhi proses pengembangan ini. Hubungan
antara pemimpin karismatik dan pengikutnya sering kali hasil interaksi antara kualitas pemimpin, visi
pemimpin memenuhi kebutuhan pengikut, serta faktor situasional tertentu. Kedua, sebelum karisma
disandangkan pada seorang pemimpin maka seluruh sifat kepemimpinan karsmatik harus ada pada
pemimpin tersebut. Ketiga kepemimpinan karismatik dapat muncul di mana saja dan tidak harus di
pentas dunia.
Keempat, ada beberapa individu yang terkenal dan terhormat seperti artis, musisi, atlet, politisi,
dan lainnya dapat mengembangkan citra karismatik di mata pengagum dan pemuja mereka. Dalam
kasus seperti ini bukanlah contoh dari kepemimpinan karismatik karena hanya ada berjalan dari satu
arah. Mengingat kepemimpian karismatik adalah jalan dua arah. Tidak hanya pengikut yang
mengembangkan ikatan emosional dengan pemimpin, tetapi pemimpin juga mengembangkan ikatan
emosional pada pengikut.
Jadi, kepemimpinan karismatik mempunyai banyak faktor yang memengaruhi dan situasional
juga memiliki dampak pada karisma pemimpin. Menggunakan pendekatan emosional kepada pengikut
untuk mendorong perubahan organisasi adalah cara pemimpin karismatik. Dengan memanfaatkan atau
membuat krisis maka pemimpin lebih berhasil dalam mendorong perubahan organisasi. Visi yang
disampaikan kepada pengikut yang berisi solusi untuk permasalahan di masa mendatang memberi
gambaran pada pengikut tentang masa depan yang luar biasa. Pemimpin harus bersemangat saat
memberikan visi kepada pengikut sehingga mereka termotivasi dan memberikan umpan balik yang
memuaskan bagi organisasi.
Teori Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional Bass
Menurut buku Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7th edition yang ditulis oleh Hughes,
Ginnet, and Curphy dijelaskan bahwa ;
Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban oleh
bawahan. Pemimpin di sini merupakan seseorang yang mendesain pekerjaan serta mekanismenya,
sementara staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya
masing-masing. Kepemimpinan ini lebih difokuskan pada peranannya sebagai manajer karena pemimpin
sangat terlibat dalam aspek-aspek prosedural manajerial yang metodologis dan fisik.
Untuk lebih memahami kepemimpinan transaksional, Nawawi menjelaskan karakteristik dari
kepemimpinan itu sebagai berikut:
1) Kepemimpinan ini cenderung kharismatik, melalui perumusan visi dan misi secara jelas,
menanamkan kebanggaan pada organisasi dan pemimpin, memperoleh penghargaan, dukungan
dan kepercayaan dari bawahan.
2) Kepentingan ini mengutamakan inspirasi, yang mencakup mengkomunikasikan harapan yang
tinggi, menggunakan lambang-lambang dan slogan-slogan untuk memfokuskan usaha
mengungkapkan sesuatu yang penting secara sederhana.
3) Kepemimpinan ini memiliki kemampuan memberikan rangsangan intelektual, menggalakkan
penggunaan kecerdasan, membangun organisasi belajar, mengutamakan rasionalitas, dan
melakukan pemecahan masalah secara teliti.
4) Kepemimpinan ini memberikan pertimbangan yang diindividualkan, memberi perhatian secara
pribadi, memperlakukan bawahan secara individual, menyelenggarakan pelatihan dan
menasehati.
Salah satu teori yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan
kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional (Bass, 1990). Gagasan
awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional ini dikembangkan oleh James
MacFregor Gurns yang menerapkannya dalam konteks politik. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan
serta diperkenalkan ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Berry dan Houston, 1993).
Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional
dan transaksional dapat dipilah secara tegas dan keduanya merupakan gaya kepemimpinan yang saling
bertentangan. Kepemimpinan transformasional dan transaksional sangat penting dan dibutuhkan setiap
organisasi.
Selanjutnya Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997; Keller, 1992) mengembangkan konsep
kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan berlandaskan pada pendapat Maslow
mengenai hirarki kebutuhan manusia. Menurut Burn (dalam Pawar dan Eastman, 1997) keterkaitan
tersebut dapat dipahami dengan gagasan bahwa kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti
kebutuhan fisiologis dan rasa aman hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan
transaksional. Sebaliknya, Keller (1992) mengemukakan bahwa kebutuhan yang lebih tinggi, seperti
harga diri dan aktualisasi diri, hanya dapat dipenuhi melalui praktik gaya kepemimpinan
transformasional.
Sejauhmana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, Bass (1990) dan Koh, dkk. (1995)
mengemukakan bahwa hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut
berhadapan karyawan. Oleh karena itu, Bass (1990) mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin
transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
1) mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha;
2) mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok; dan
3) meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
Hubungan antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional 38 Berkaitan dengan kepemimpinan
transformasional, Bass (dalam Howell dan Hall-Merenda, 1999) mengemukakan adanya empat
karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu:
1) karisma,
2) inspirasional,
3) stimulasi intelektual, dan
4) perhatian individual.
Selanjutnya, Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin transaksional
dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:
1) pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelasakan apa yang akan mereka
dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan;
2) pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan imbalan.
3) pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama kepentingan tersebut
sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan karyawan.
Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional
terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi.
Berkaitan dengan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap perilaku karyawan,
Podsakoff dkk. (1996) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor
penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan
kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang
sering terjadi dalam suatu organisasi.
Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya
kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal
antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut
didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan
penghargaan.
Judge dan Locke (1993) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan salah satu faktor penentu
kepuasan kerja. Jenkins (dalam Manajemen, 1990), mengungkapkan bahwa keluarnya karyawan lebih
banyak disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap kondisi kerja karena karyawan merasa pimpinan tidak
memberi kepercayaan kepada karyawan, tidak ada keterlibatan karyawan dalam pembuatan keputusan,
pemimpin berlaku tidak objektif dan tidak jujur pada karyawan. Pendapat ini didukung oleh Nanus
(1992) yang mengemukakan bahwa alasan utama karyawan meninggalkan organisasi disebabkan karena
pemimpin gagal memahami karyawan dan pemimpin tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
karyawan. Dalam kaitannya dengan koperasi, Kemalawarta (2000) dalam penelitiannya menunjukkan
bahwa kendala yang menghambat perkembangan koperasi di Indonesia adalah keterbatasan tenaga
kerja yang terampil dan tingginya turnover.
Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi karyawan
dalam sebuah organisasi, sehingga mereka termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam
memberikan penilaian terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin, karyawan melakukan
proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan, dan memberi penafsiran terhadap pemimpin
(Solso, 1998).
Berbagai penelitian yang dilakukan berkaitan dengan kepuasan kerja terutama dalam hubungannya
dengan gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional. Penelitian yang dilakukan oleh Koh dkk.
(1995) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dan
transaksional dengan kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Popper dan Zakkai (1994)
menunjukkan bahwa pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap organisasi sangat besar.
Sebagian besar yang kita ketahui mengenai sifat pemimpin, pengikut , dan situasional terkait
kepemimpinan karismatik atau transformasional datang dari penelitian atas teori transformasional dan
transaksional Bass. Bass menyakini pemimpin transformasional memiliki sifat pemimpin yang dijelaskan
sebelumnya dan menggunakan persepsi atau reaksi bawahan untuk menentukan apakah pemimpin
tersebut transformasional. Karenanya pemimpin transformasional memiliki visi, keahlian retorika, dan
pengelolaan kesan yang baik dan menggunakannya untuk mengembangkan ikatan emosional yang kuat
dengan pengikutnya. Pemimpin transformasional diyakini lebih berhasil dalam mendorong perubahan
organisasi karena tergugahnya emosi pengikut serta kesediaan mereka untuk bekerja mewujudkan visi
sang pemimpin. Sementara itu, pemimpin transaksional tidak memiliki sifat tersebut.pemimpin
transaksional diyakini memotivasi pengikut dengan cara menetapkan tujuan dan menjanjikan imbalan
bagi kinerja mereka. Avolio dan Basss berpendapat bahwa kepemimpinan transaksional dapat
berdampak positif terhadap tingkat kepuasan dan kinerja pengikut, namun perilaku ini seringkali kurang
dimanfaatkan karena keterbatasan waktu, keahlian dalam memimpin, ketidak percayaan dikalangan
pemimpin bahwa imbalan dapat mendorong kinerja lebih baik. Kepemimpinan transaksional hanya
melanggengakn status quo. Penggunaaan imbalan tidak menghasilkan perubahan jangka panjang seperti
pada kepemimpinan transformasional. Bass (1990) mengemukakan ada tiga cara seorang pemimpin
transformasional memotivasi karyawannya, yaitu dengan:
1. mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha
2. mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok
3. meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
Bass (dalam Howell dan Avolio, 1993) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan
transaksional terdiri atas dua aspek, yaitu imbalan kontingen, dan manajemen eksepsi. Bass
mengembangkan sebuak kuisioner yang dikenal sebagai Multifactor Leadership Quesstionaire (MLQ)
untuk menilai tingkatan pemimpin transformasional atau transaksional serta tingkat kepuasan dan
kepercayaan pengikut pada pemimpinnya. MLQ adalah instrument umpan balik menyeluruh yang
menilai lima factor transformasional , tiga factor transaksional, dan satu factor non kepemimpinan.
Factor kepemimpinan transformasional menilai tingkatan kepemimpinan menanamkan rasa bangga
pada disi orang lain, menunjukkan kekuasan dan kepercayaan diri, membuat pengorbanan diri, atau
memperjuangkan kemungkinan – kemungkinan baru, serta membantu pengikut menghadapi
masalah yang mereka hadapi. Ketiga factor transaksional menilai tingkatan pemimpin mentapkan
tujuan , memberikan imbalan saat target kerja terpenuhi, mengawasi tingkat kinerja pengikut, serta
menengahi saat terjadi masalah. MLQ juga menilai factor lain yang disebut sebagai kepemimpinan
laiszzers faire yang menilai tingkatan pemimpin menghindari tanggung jawab, gagal mengambil
keputusan, tidak ada saat dibutuhkan, atau gagal menindaklanjuti permintaan.
Pertanyaan dan Jawaban Presentasi
1. Mengapa ketidakpuasan merupakan factor yang penting dalam perubahan ? ( Mardhatilah
Shanti )
Jawab : Karena kita seseorang berada di zona nyamannya yang membuat seseorang itu puas
maka orang tersebut tidak akan mempunyai keinginan dan inisiatif untuk berubah. Maka dari itu
terkadang seorang pemimpin harus menciptakan ketidakpuasan bagi pengikutnya.
2. Apakah sebuah perubahan itu bisa dihitung dengan matematis seperti persamaan yang telah
dijelaskan tersebut ? ( Reka Dio)
Jawab : Persamaan tersebut bukanlah sebuah persamaan matematis, namun hanya menjelaskan
factor – factor yang mendukung adanya perubahan. Faktor – factor tersebut salig terkait
sehingga kami menjelaskan dalam bentuk seperti itu.
3. Apakah keahlian etorika yang dimiliki seorang pemimpin itu harus membuat bawahannya
merasa penasaran ? ( Reka Dio)
Jawab : bukan, keahlian retorika yang dimiliki seorang pemimpin merupakan keahlian
berkomunikasi anatara pemimpin dan bawahannya.
4. Telah dijelaskan apabila pemimpin kharismatik merupakan pemimpin yang terbentuk karena
reaksi pengikut. Reaksi pengikut yang seperti apa yag menciptakan pemimpin kharismatik ?
(Rasmi)
Jawab: Reaksi pengikut itu terbentuk secara alamiah. Pengikut tersebut akan menghormati,
mengagumi pemimpin tersebut karena charisma yang dimiliki pemimpin tersebut.
5. Dalam skema 4 model perubahan tersebut apabila ada 1 faktor yang berubah, maka factor
lainnya harus berubah. Bagaimana apabila struktur atau sistemnya yang berubah ?
Jawab : Skema yang menggambarkan system ersebut memang saling terkait dan apabila
terdapat actor yang berubah factor yang lain haruslah menesuaikan factor yang berubah
tersebut. Namun bila system / structurnya yang berubah, factor- factor dibawah factor tersebut
itu harus menyesuaikan perubahannya. Sehingga tetap akan menjadi system.
6. Bila terdapat seorang pemimpin kharismatik yang tidak cakap, apakah ia masih bisa disebut
pemimpin kharismatik ? (Lila Mirda)
Jawab : pemimpin kharismatik tidak bergantung dengan kemampuan dan kecakapan yang
dimiliki seorang pemimpin tersebut, namun lebih bergantung pada reaksi alamiah yang tercipta
dari pengikutnya. Sebab, seorang pemimpin kharismatik, akan tetap dihormati dan dikagumi
bawahannya dengan charisma yang ia miliki tanpa bergantung pada kemampuan dari seorang
pemimpin tersebut .
Simpulan
Dalam makalah ini kami telah membahas dua pendekatan besar terhadap perubahan dalam
organisasi. Meskipun lini penelitian bebeda digunakan dalam menggembangkan rasional dan emosional
terhadap perubahan, nyatanya dua pendekatan ini memiliki beberapa kesamaan penting. Dengan
pendekatan rasional, pemimpin meningkatkan ketidakpuasan pengikut dengan menunjukkan masalah
yang ada pada status quo, mengidentifikasi secara sitematis area perubahan yang diperlukan,
mengembangkan visi masa depan, serta mengembangkan dan menerapkan suatu rencana perubahan.
Dalam pendekatan emosional, pemimpin mengembangkan dan mengartikulasikan visi masa depan,
mengunggah emosi pengikut, dan memberdayakan pengikut untuk bertindak sesuai visinya. Pemimpin
karismatik juga lebih cenderung muncul dalam kondisi yang tidak pasti atau krisis, dan bias saja
menciptakan krisis untuk meningkatkan kemunghkinan pemimpin berkomitmen pada visi masa
depannya.pendekatan rasional menaruh penekanan lebih pada keahlian analisis, perencanaan, dan
manajemen. Sementara pendekatan emosional lebih menkankan keahlian kepemimpinan, hubungan
pemimpin – pengikut , dn adanya krisis untuk mendorong perubahan dalam organisasi. Makalah ini juga
menjelaskan langkah – langkah yang harus diambil praktisi kepemimpinan jika mereka ingin medorong
perubahan dalam organisasi. Dalam makalah ini dijelaskan pula teori kepemimpinan transformasional
dan transaksional bass. gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang
mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada
pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik yang sering terjadi dalam
suatuorganisasi. kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin
menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang
melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai
klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.
Bibliografi
Hughes, Ginnet, and Curphy.2012, Leadership: Enhancing the lessons of experience, 7th edition. NY:Mcgravo Hill., hlm 511- 545
Recommended