View
295
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
KONSUMERISME, KELAS MENENGAH, DAN HUBUNGANNYA
DENGAN GATED COMMUNITIES DI YOGYAKARTA
Dikumpulkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi semester IV
Pengampu: Derajad Sulistyo W., S.Sos., M. Si
Oleh:
Mugi Lestari Destiny Priandari
Banyu Wicaksono Ashlih Aktarianti
Adistita Paramahita Stefani Devita
Haris Rizaka
M. Hendra Bachtiar
Diah Arum A.
Nadya Anjani R.
Annisa Tungga Dewi
Dita Lestari Ari W.
Emerald Handal S.
Dian Nurmalitasari
Dhella Anggia D. P.
Anggilut Winastika
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kita sering mendengar istilah kelas menengah. Istilah ini biasanya
diidentikkan dengan status sosial dan ekonomi sekelompok masyarakat.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi kelas menengah
2. Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana kelas menengah terbentuk
3. Untuk mengetahui di mana biasanya terdapat kelas menengah
4. Untuk menegtahui hubungan antara kelas menngah dan gated
communities
C. Manfaat Penulisan
1. Mengetahui definisi kelas menengah
2. Mengetahui mengapa dan bagaimana kelas menengah terbentuk
3. Mengetahui di mana biasanya terdapat kelas menengah
4. Mengetahui hubungan antara kelas menngah dan gated communities
D. Metode
Dilakukan observasi non-partisipan di beberapa mall di Yogyakarta, yang
dikategorikan sebagai:
1. Mall kelas menengah-bawah (Ramai Mall, Malioboro Mall)
2. Mall kelas menengah-menengah (Galeria), dan
3. Mall kelas menengah-atas (Plaza Ambarrukmo)
Selain itu juga digunakan studi literatur untuk memahami kelas menengah
dan gated communities serta menemukan hubungan antara keduanya.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kelas-kelas Sosial
Di setiap masyarakat akan dijumpai lapisan sosial karena setiap
masyarakat mempunyai sikap mengahargai tertentu terhadap bidang-bidang
kehidupan yang tertentu pula. Dengan demikian kita mengenal lapisan sosial
yang tinggi, rendah dan menengah. Himpunan orang-orang yang merasa
dirinya tergolong pada lapisan sosial tertentu, yang diakui masyarakat itu
dinamakan kelas sosial (Soekanto, 2006).
Joseph Schumpter mengatakan bahwa kelas-kelas dalam masyarakat
terbentuk karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengn keperluan-
keperluan yang nyata. Makna kelas dan gejala-gejala kemasyarakatan lainnya
hanya dapat dimenegrti dengan benar apabila diketahui riwayat terjadinya
(Soekanto, 2006).
B. Lapisan Sosial
Selama dalam suatu masyarakat terdapat sesuatu yang dihargai, dan setiap
masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka sesuatu tersebut
akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan sistem lapisan dalam masyarakat
itu. Sesuatu yang dihargai itu bisa berupa uang atau benda-benda yang bernilai
ekonomis, bisa saja tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam
agama atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat (Soekanto,
1981).
Sistem lapisan itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap
masyarakat yang hidup teratur. Siapa yang memiliki barang atau sesuatu yang
menjadi substansi yang berharga dalam masyarakat tersebut akan dipandang
sebagai kelas lapisan atas. Sedangkan yang tidak memiliki atau memiliki
namun hanya sedikit akan dipandang sebagai masyarakat kelas bawah. Sistim
lapisan dalam masyarakat dikenal dalam sosiologi sebagai social stratification.
Social Stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas
tinggi dan kelas yang lebih rendah (Sorokin, 1957).
Adanya sistim berlapis-lapisan di dalam masyarakat, dapat terjadi dengan
sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, tetapi ada pula yang
dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasanya
menjadi alasan terjadinya lapisan-lapisan dalama masyarakat yang lapisannya
terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (senioritas),
keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta
(Soekanto, 1981).
Sebuah strata sosial adalah sekelompok individu dalam sebuah kelompok
besar yang menikmati kelebihan yang berupa hak-hak khusus dikarenakan
posisis mereka (Weber, 1947). Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap
sederajat, akan tetapi sesuai dengan kenyataan kehidupan dalam kelompok-
kelompok sosial, hal yang terjadi tidak demikian. Pembedaan atas lapisan-
lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian dari sistim sosial
masyarakat (Soekanto, 1981).
Robin William Jr (1967) menyatakan, kita dapat berpegang dalam
beberapa pokok berikut untuk memahami terjadinya proses pelapisan dalam
masyarakat:
1. Sistem stratifikasi sosial berasal dari system pertentangan dalam
masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi
masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi obyek penyelidikan.
2. Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisa dalam unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif seperti misalnya
penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, lajua ngka kejahatan),
wewenang dan sebagainya
b. Sistem pertanggaan yang diciptakan warga-warga masyarakat
(prestige dan penghargaan)
c. Kriteria system pertentangan, yaitu apakah didapatkan berdasarkan
kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik,
wewenang atau kekuasaan
d. Lambang-lambang kedudukan, seperti misalnya tingkah laku hidup,
cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi
e. Mudah dan sulitnya bertukar kedudukan
f. Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial
yang menduduki kedudukan yang sama dalam system sosial
masyarakat
3. Pola-pola interaksi (struktur clique, keanggotaan, organisasi, perkawinan,
dan sebagainya)
4. Kesamaan atau ketidaksamaan system kepercayaan, sikap dan nilai-nilai
5. Kesadaran akan kedudukan masing-masing
6. Aktivitas sebagai organ kolektif.
Salah satu determinan lapisan sosial adalah kekayaan, maka perlu ada
ukuran-ukuran atau kriteria yang menggolongkan anggota masyarakat dalam
lapisan tersebut. Siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam
lapisan atas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat pada bentuk rumah,
mobil pribadinya, cara-cara mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang
dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja, dan setrerusnya (Soekanto, 1981).
Diantara kelas lapisan atas dengan kelas lapisan bawah, terdapat kelas
menengah. Istilah ini digunakan untuk mendefinisikan individu yang memiliki
sejumlah barang atau hal, dan memiliki kemampuan yang dapat dijual yang
didapatkan melalui latihan, atau seseorang yang dapat mengakses kedua
sumberdaya tersebut, baik yang berupa barang maupun kemampuan (Weber,
1947).
C. Riwayat terjadinya Kelas Menengah
Modernisasi dan perkembangan ekonomi negara tersebut diinisiasi dan
dipromosikan oleh Orde Baru (1966-1997). Tahun 1980an adalah periode
penting di mana kemajuan ekonomi memimpin ke arah munculnya kelas
menengah Indonesia. Orang-orang memperoleh pekerjaan sebagai eksekutif
bisnis dan manajer, stock analyst, insinyur, banker, pengacara, akuntan,
pegawai kantor kerah-putih di pusat-pusat kota, dan pekerjaan profesional
lainnya yang sering diasosiasikan dengan booming-nya kelas menengah.
Industrualisasi berorientasi negara ini dimaksudkan unuk menstimulasi
munculnya kelas menengah baru di Indonesia (handoutnya pak derajad).
Kelas menengah baru di Indonesia tidak ditetapkan sebelumnya secara
struktural, tetapi berada pada proses berkelanjutan dari produksi dan reproduksi
melalui praktik golongan dalam kebudayaan. Dengan kata lain, kepemilikan
dari sumber daya material dan ekonomi. Tidak menentukan golongan secara
langsung; malahan, kebudayaan dan gaya hidup konsumerisme harus
dipandang sebagai proses cultural yang penting di mana kemunculan kelas
menengah sebenarnya menghasilkan kelas tersebut sebagai entitas sosio-
kultural. Kemunculan kelas menengah yang baru, hasil utama dari modernisasi
ekonomi dan aturan global dari Orde Baru (1966-1997), adalah
kelompokorang-orang yang makmur dan sejahtera dengan level sumber daya
ekonomi tertentu (handoutnya pak derajad).
Masing-masing kelas sosial punya kebudayaannya masing-masing yang
menghasilkan kepribadian yang tersendiri pula pada setiap diri anggota-
anggotanya (Soekanto, 2006). Kelas menengah baru di indonesia dapat dilihat
melalui sudut pandang sosio-kultural yang berfokus pada budaya
konsumerisme dan gaya hidup di indonesia (handoutnya pak derajad).
Klasifikasi Kelas Menengah di Indonesia
Orang kelas menengah adalah mereka yang "mengukir sebuah ruang
budaya baru yang mereka temukan secara eksplisit, dalam praktek bahasa dan
materi, diantara kelas mereka ‘di atas’ dan ‘di bawah’. Melalui gaya hidup dan
konsumsi, orang-orang secara tidak sadar telah memanifestasi semacam kelas
dalam cara yang sangat praktis. Pola konsumsi dan gaya hidup terutama berfungsi
sebagai media performatif baru. Sejak saat itu, mengenakan pakaian yang tepat
atau mengendarai mobil merupakan bagian penting dari klaim kelas menengah
dan pemeliharaan keanggotaan kelas menengah mereka.
Di Jakarta, di mana perkembangan ekonomi Indonesia lebih terpusat, kelas
menengah yang baru tumbuh lebih ekstensif dari kota-kota lain di Indonesia.
Sebagian besar dari orang-orang kelas menengah di Jakarta terdiri dari para
professional. Pola konsumsi dan gaya hidup orang-orang kelas menengah tersebut
diutamakan dalam majalah mingguan dan bulanan dan muncul dalam talk shows
di TV: profesional bankir muda diperlihatkan memakai jenis setelan ternama,
mengendarai mobil-mobil mahal, dan makan di restoran Italia, Perancis, dan
Jepang yang mewah.
Beberapa orang mengkategorisasikan seseorang sebagai kelas menengah
berdasar pendapatan pribadi atau kekayaan. Wacana luas dari sektor gaya hidup di
Indonesia ditingkatkan melalui iklan komersial, jurnalisme majalah fashion dan
gaya hidup budaya internasional/luar. Lebih penting lagi, bagaimanapun, adalah
bahwa dalam kehidupan sehari-hari, orang satu menilai orang lain dari masyarakat
Indonesia dengan cara gaya hidup, seperti hubungan sosial, konsumsi, hiburan,
dan “style” berpakaian. Dalam pengertian ini, keanggotaan kelas masyarakat
Indonesia sangat dievaluasi melalui pola konsumsi dan gaya hidup seseorang.
Budaya kafe tenda adalah sebuah ruang di mana kelas menengah
diproduksi dan direproduksi. Makan di kafe tenda pada dasarnya ditentukan oleh
selera kelas dan belum tentu ditentukan oleh pendapatan seseorang. Di kafe tenda,
orang dapat bertemu dengan para pebisnis dan kalangan professional yang lain
dan mendapat kesempatan untuk bertemu bintang film Indonesia. Kafe tenda
adalah suatu tempat terbuka dimana orang-orang berbagi tentang ketertarikan dan
perasaan mereka yang biasa dengan orang lain dari kelas yang sama. Pergi ke kafe
tenda, bagaimanapun, lebih sebagai suatu ekspresi dari identitas kelas menengah
sebagai suatu pilihan makan. Dalam hal ini, kafe tenda merupakan tempat budaya
suatu kelas, suatu tempat dengan ketentuan tertentu pada nilai, arti dan kenyataan
yang ada dan alami dalam kenyataan sehari-hari.
Fenomena kedua yang terjadi pada masyarakat kelas menengah di Jakarta
adalah budaya Mall. Masyarakat Jakarta, khususnya para remaja, sering
mengunjungi mall dengan tujuan yang disebut dengan budaya “mejeng” yang
berarti merupakan sebuah tingkah laku yang memiliki tujuan untuk menunjukkan
seberapa tingkat konsumsi, seperti menggunakan pakaian paling up-to-date dan
bertemu dengan orang lain yang berada dalam tingkatan kelas yang sama. Di
dalam mall, mereka berjalan-jalan dari satu tempat ketempat yang lain. Mereka
tidak benar-benar membutuhkan sesuatu untuk dibeli karena itu bukan merupakan
tujuan utama mereka. Mereka mengunjungi mall untuk menunjukkan identitas
mereka dan membagi ketertarikan yang sama dengan orang lain. Dalam hal ini,
untuk masyarakat Jakarta, mengunjungi mall adalah symbol konsumtivisme dan
gaya hidup. . Mall adalah public space yang baru, didesain untuk tampilan dan
konsumsi komunitas modern. Public space ini mendikte pakaian seperti apa yang
harusnya dikenakan, dan mereka yang tidak memenuhinya tidak akan dianngap.
Budaya mall harus dilihat sebagai tempat untuk orang-orang kelas menengah
baru, karena disanalah mereka menunjukkan bahwa mereka termasuk golongan
kelas menengah.
BAB III
HASIL OBSERVASI
A. Kelas Menengah Bawah
1) Malioboro
Metode pencatatan yang digunakan adalah anecdotal record yaitu
teknik pengamatan yang menggunakan pencatatan naratif, dimana pengamat
mencatat secara langsung pada saat kejadian ataupun sesegera mungkin
setelah kejadian. Tujuannya adalah untuk mengetahui akumulasi terjadinya
perilaku tertentu untuk kemudian dianalisis, dalam hal ini adalah akumulasi
terjadinya perilaku yang menunjukkan consumerism pada kalangan kelas
menengah di Yogyakarta.
Aspek :
Performa atribut dsb
Sikap consumerism
Kepentingan konsumsi
Hasil Observasi Interpretasi
Pada hari Jumat tanggal 8 April 2011 di mall malioboro sekitar pukul
10.30 tiga orang mahasiswi sedang berjalan menyusuri berbagai stand menikmati
keramaian Mall Malioboro. Dari observasi telah diketahui sebelumnya bahwa
subjek utama dengan kedua subjek lain adalah teman satu fakultas.
Pada hari itu subjek utama tampak memakai jaket berwarna biru tua,
celana jeans, dan sepatu sneakers. Kedua subjek lainnya memakai kemeja,
lengkap bersepatu. Subjek utama mengajak kedua subjek lainnya masuk kedalam
salah satu stand pakaian yang cukup dikenal. Subjek berputar – putar mengelilingi
beberapa tumpukan pakaian. Mengambil beberapa potong pakaian kemudian
meninggalkan subjek lain ke ruang ganti. Kedua subjek lain hanya menunggu dan
sesekali membuka - buka pakaian etalase yang banyak di pajang. 15 menit
kemudian subjek utama keluar dari kamar pas dan menaruh kembali pakaian –
pakaian tersebut, tampaknya subjek tidak terlalu menyukai. Subjek kembali ke
tempat awal dan membuka – buka lagi jenis2 pakaian lain. subjek memegang dan
meneliti sebuah jaket berwarna kuning dengan motif bunga – bunga hitam.
Subjek tampak sangat menyukai jaket tersebut. Subjek lalu berbicara pada
subjek lain meminta agar subjek lain tersebut membayari lebih dulu jaket yang
dimaksud, karena subjek utama tidak membawa uang tunai. Subjek lain tampak
menyetujui, kemudian ketiga subjek menuju kasir untuk membayar.
Setelah transaksi belanja selesai, ketiga subjek keluar dari stand. Lalu
subjek utama menunjuk ATM di sebelah stand tersebut bermaksud untuk
mengambil uang. Subjek utama mengambil uang sekian rupiah kemudian
memberikannya pada subjek yang sebelumnya membayari belajaan subjek utama.
Jam menunjukkan pukul 13.00 ketiga subjek sepakat untuk melanjutkan
perjalanan ke bioskop Empire XXI. Sebelum itu, ketiga subjek makan siang di
sebuah warung bakso sederhana dengan harga satu porsinya dengan minuman
sekitar Rp 8.000 dengan catatan ketiga subjek membayar sendiri – sendiri tiap
porsinya. Di bioskop, agar transaksi cepat dan lebih mudah subjek utama lebih
dulu membayari 3 tiket untuk nonton kualitas 3 Dimensi (3D) dengan harga satu
tiketnya Rp 35.000. kemudian setelah nonton barulah subjek lainnya mengganti
uang kepada subjek utama.
Pada hari kedua (sabtu) sekitar pukul 16.00 WIB, subjek utama mengajak
seorang subjek lain untuk mengunjungi beberapa tempat. Tempat – tempat
tersebut adalah kios es krim, Barkas, Toko Buku, Mall Malioboro, dan kios
Jagung Bakar. Namun, karena subjek menganggap akhir – akhir ini kegiatannya
berbelanja meningkat subjek memutuskan untuk memilih 3 tempat tunjuan saja,
yaitu kios es krim, toko buku, dan kios jagung bakar.
Di kios es krim, subjek membeli es krim untuk dirinya sendiri, tapi di kios
jagung bakar subjek membeli untuk titipan orang rumah. Di toko buku, subjek
hanya membeli beberapa keperluan sederhana seperti penjepit kertas, notes
gantung, dan beberapa ballpoint. Setelah itu kedua subjek kembali ke rumah
masing – masing.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil observasi, dapat dikatakan subjek memiliki tingkat
consumerism yang cukup tinggi dalam kehidupan sehari - hari, namun
subjek tampak masih memperhatikan penting tidaknya konsumsi tersebut.
Hal ini kemungkinan dikarenakan subjek masih bergantung pada uang
saku yang di berikan orang tua, dan statusnya sebagai mahasiswa yang
setidaknya mempertimbangkan manfaat & kualitas dari suatu tindakan
yang konsumtif.
B. Ramai
Subjek yang berada di ramai Mall mempunyai gaya berpakaian yang terlihat
santai dan modis daripada subjek di mall yang lebih besar. Subjek yang datang ke
aramai mall tidak datang sendiri dan minimal ditemani dengan seorang teman.
Gaya berjalan subjek juga terlihat santai dan tidak tergesa – gesa, dimana biasanya
akan ditemani dengan obrolan – obrolan bersama temannya. Subjek yang berada
di ramai mall lebih cenderung untuk konsumtif, tujuan mereka datang adalah
untuk bertransaksi dimana subjek sering terlihat menghampiri konter – konter
tertentu seperti di konter kamera digital. Ketika berada di konter yang didatangi
terlihat subjek sering mengeluarkan HP dan mengobrol dengan temannya, subjek
terlihat seperti mencari rekomendasi. Subjek sering berpindah tempat,
dimungkinkan karena sbujek mempertimbangkan barang yang akan di beli.
Sehingga budaya kelas menengah yang konsumtif sepertinya lebih cocok berada
di ramai mall daripada kelas menengah yang datang untuk sekedar ‘mejeng’.
Hasil observasi
Lokasi : Ramai Mall
Pukul : 13.08
Tanggal : 9, April 2011
Dari hasil observasi yang telah dilakukan di sebuah mall, saya
mengamati seorang ibu-ibu yang saat itu mengenakan kerudung hitam dan berbaju
abu-abu, dari pakaian yang dikenakan subjek tidak terlihat terlalu mewah, hanya
terlihat biasa saja. Subjek sedang di toko make up. Subjek berinteraksi dengan
penjaga toko dengan bertanya harga dan memilih produk yang menarik. Subjek
menggenggam handphone sambil menopang dagunya dan berbicara dengan
penjaga toko tersebut, menandakan bahwa subjek adalah pembeli adalah raja,
subjek bisa berlaku sesuai keinginan di depan penjual, karena subjek adalah
pembeli yang memiliki uang yang dapat membeli produk yang diinginkannya. Di
tangan lain subjek membawa barang belanjaan lain yang telah ia beli sebelumnya,
subjek membeli mainan anak-anak dan banyak makanan ringan. Dilihat dari
belanjaan yang dibawanya, subjek sedang berbelanja bulanan karena banyak
sekali barang di dalam kresek yang di bawanya, karena bersama 3 orang anaknya
subjek juga membeli beberapa mainan anak-anak. Setelah beberapa saat, subjek
terlihat pergi bersama anak-anak dan temannya tanpa membawa barang satu pun
dari toko tersebut. Menurutnya belum ada produk yang cocok untuknya yang di
jual di toko itu. Subjek kira-kira berumur 30 tahun. Subjek menuju pusat pakaian.
Anak-anaknya pun mengikutinya. Subjek melihat pakaian yang menarik, di ambil
pakaian tersebut, kemudian di putar untuk melihat belakang pakaian tersebut, dan
meletakkannya lagi. Subjek seperti kurang suka dengan modelnya maka ia
meletakkan lagi pakaian itu dengan wajah yang kecut. Setelah melihat harganya
pun subjek langsung meninggalkan tempat itu dan melihat baju yang lain.
Beberapa kali subjek mencocokkan baju ke tubuhnya di depan temannya itu dan
meletakkannya. Subjek terlihat suka dengan pakaian yang dijual di toko tersebut
tetapi mungkin harganya kurang cocok dengan subjek , maka subjek hanya
mencocokkan pakaian yang dirasa menarik ke tubuhnya, setelah melihat harganya
subjek langsung meletakkannya. Dari perilaku subjek ini, menandakan subjek
tidak cocok dengan harga yang tertera di pakaian tersebut tetapi sebenarnya
pakaian itu menarik perhatiannya.
Kemudian subjek terlihat berdiskusi dengan temannya dan menunjuk
arah. Menunjukkan subjek dan temannya juga anak-anak subjek lupa jalan keluar
dimana. Mereka turun melalui eskalator turun. Melewati toko handphone dan
subjek terlihat hanya melirik ke toko handphone tersebut mungkin ada yang
menarik bagi dirinya. Kemudian mereka pun ke pintu keluar dan menghilang.
B. Mall Kelas Menengah-Menengah
Emerald Handal S. / PS05741NARASI OBSERVASI
Observasi dilakukan pada hari Sabtu, 08 April 2011 pukul 15.30 di Galeria Mall, Yogyakarta. Keadaan mall pada saat itu cukup ramai, mengingat hari itu adalah akhir pekan sehingga banyak orang yang memilih menghabiskan waktu di mall.
Observer menemukan beberapa subyek yang menarik untuk diamati. Dua subyek yang pertama adalah dua pengunjung mall yang merupakan dua remaj putri. Mereka berdua memasuki mall dengan berjalan kaki bersebelahan. Keduanya memakai celana jins, kaus yang cukup bagus, dan tas selempang. Namun saat observer sedang dalam proses observasi dengan mengikuti mereka berjalan dari belakang, kedua observe terlihat curiga dengan kehadiran observer, sehingga observer memutuskan untuk mencari subyek lain.
Subyek ketiga dan keempat adalah dua pasangan remaja, laki-laki dan perempuan. Mereka baru saja keluar dari bagian salah satu gerai yang menjual pakain. Keduanya menenteng dua tas plastic yang cukup besar, berisi pakaian yang baru saja mereka beli di toko pakaian tersebut. Keduanya lagi-lagi mengenakan kaus dan celana jins yang cukup bagus. Pasangan tersebut terlihat sudah dekat dan seperti telah menjalin hubungan, tetapi tidak terlihat bahwa mereka sudah menikah. Keduanya berbincang-bincang sambil berjalan, dan bergerak menuju eskalator. Di eskalator, observer juga menemukan subyek lain yang juga menarik untuk diamati, yakni sepasang muda mudi yang sepertinya juga sedang berpacaran. Untuk selanjutnya, mereka disebut subyek lima dan enam. Mereka terlihat berbincang-bincang menaiki escalator yang turun ke lantai basement. Keduanya memakai pakaian yang cukup trendi, namun tidak terlihat bahwa mereka merupakan lapisan masyarakat kelas atas.
Keempat subyek yang diamati oleh observer bergerak ke arah yang sama setelah sampai di basement. Mereka tetap bercakap-cakap saat berjalan melewati keramaian. Subyek 3 dan 4 bergerak menuju pintu keluar mall, sehingga observasi dialihkan ke subyek 5 dan 6. Mereka masuk ke sebuah gerai bakery atau toko roti. Mereka sibuk memilih roti. Toko roti tersebut terlihat cukup berkelas.
Kemudia observasi dialihkan ke salah satu gerai yang menjual makanan cepat saji yang merupakan franchise yang cukup terkenal. Terpilihlah subyek 7 dan 8 yang juga merupakan pasangan pria dan wanita. Mereka berusia sekitar 25 tahun. Saat observer melihat mereka, mereka sedang dalam proses
menghabiskan makanan. Keduanya tidak banyak berbicara, namun dari posisi duduk dan bahasa non verbal, hubungan mereka terlihat dekat dan serius, tidak seperti hubungan pada anak remaja. Makanan yang mereka pesan adalah makanan dari paket yang cukup mahal. Melihat dari pakaian yang mereka kenakan, tidak terlihat bahwa mereka adalah masyarakat kelas atas. Mereka beberapa kali mengutak-atik atau sekedar menggenggam telepon seluler yang sedang trand saat ini.
Observasi diakhiri sekitar pukul 16.30, karena observer merasa telah mendapatkan beberapa subyek yang telah selesai diamati.
ANALISIS HASIL OBSERVASI
Terlihat bahwa Galeria Mall merupakan salah satu pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi oleh masyarakat lapisan kelas menengah. Banyak kendaraan yang terparkir di sekitar mall baik mobil maupun sepeda motor menunjukkan bahwa pengunjung adalah lapisan masyarakat yang pada umumnya telah terlepas dari kemiskinan.
Pada semua subyek yang diamati, semuanya memakai pakaian yang cukup trendi dengan harga yang cukup menengah, barang-barang yang dapat dibeli di pusat-pusat perbelanjaan seperti mall atau distro, namun bukan termasuk barang yang dibeli di toko-toko pakaian kelas atas.
Subyek 3 dan 4 tak segan mengeluarkan dana untuk membeli pakaian di salah satu department store di mall itu. Dari perilaku tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa masyarakat kelas menengah lebih tertarik untuk membeli pakaian di toko-toko yang cukup besar seperti departemen store tersebut. Subyek 5 dan 6 yang tergolong masih remaja juga membeli beberapa roti di sebuah toko roti di mall tersebut.
Sementara itu subyek 7 dan 8 yang membeli makanan d gerai makanan cepat saji terlihat memiliki ekonomi yang lebih mapan. Mereka membeli makanan dengan harga yang relative di atas rata-rata. Rupanya kaum kelas menengah seringkali meninjukkan prestis dengan membeli makanan yang cukup mahal namun tidak semahal restoran-restoran di hotel berbintang.
Dari semua pengamatan, dapat disimpulkan bahwa mall memang menjadi salah satu obyek bagi kaum kelas menengah untuk menghabiskan waktu, menunjukkan eksistensi, melakukan kegiatan yang bersifat konsumtif, atau hanya sekedar berjalan-jalan tanpa membeli barang. Terlihat bahwa sudut-sudut yang ramai adalah bagian makanan, permainan, dan department store yang menjual pakaian dengan harga yang relativf menengah. Tetapi untuk gerai-gerai yang menjual pakaian yang lebih eksklusif, cenderung sepi dari pengunjung. Beberapa penjualan dvd atau cd bajakan juga masih dipadati pengunjung, menunjukkan bahwa kelas menengah terkadang masih berminat dengan hiburan berkualitas namun dengan harga yang terjangkau. Subjek mengenakan kaus lengan panjang berwarna putih dan hijau,
jins abu-abu, sandal jepit cokelat keabu-abuan, serta shoulder bag
berwarna biru tua. Subjek memasuki gerai KFC dengan seseorang,
memesan makanan, lalu duduk dan mulai makan. Beberapa saat
kemudian, dua orang remaja perempuan menghampiri subjek dan
temannya, duduk, lalu pergi untuk memesan dan kemudian makan
bersama. Selama makan, teman-temannya terlihat berbincang-
bincang, namun subjek kebanyakan diam. Setelah selesai makan, baru
subjek ikut berbicara dengan teman-temannya. Subjek dan teman-
temannya duduk cukup lama di sana, setelah semuanya selesai makan
pun mereka masih duduk dan berbicara.
Kemudian, subjek dan teman-temannya bangkit, lalu menaiki eskalator
ke lantai dua dan membeli frozen yoghurt. Gerai frozen yoghurt itu
tidak memiliki ruangan khusus, hanya berupa booth si penjual, dan
kursi-kursi dan meja kecil berwarna pastel. Subjek dan teman-
temannya membeli dua frozen yoghurt, lalu duduk mengelilingi sebuah
meja. Subjek mengeluarkan iPad dan menggunakannya, sementara
teman-temannya mengeluarkan beberapa buah buku. Sesekali subjek
mengangkat sudut bibirnya dan menunjukkan gigi-giginya, lalu
mengulurkan iPad-nya ke salah satu temannya sambil berkata, “Eh liat
deh.. Sekarang iPad gue bisa gini lho!”
Teman-temannya mengelilingi subjek selama beberapa saat, lalu
kembali ke kursi mereka masing-masing. Beberapa saat kemudian,
subjek memberikan iPad-nya ke dua orang temannya, dan berpindah
kursi, kemudian ganti membaca buku temannya.
C. Mall Kelas Menengah-Atas
Hasil observasi amplaz, 8 April 2011 pukul 11:46 sampai pukul 13:45 annisa & ashlihSubjek 1 (W): langsung liat di Centro penampilan
- usia sekitar 50-an
- make up tebal
- baju model gamis gantung, dengan jilbab tudung, yang jika dilihat cukup stylish/fasionable jika dibandingkan dengan wanita seumurannya scr umum
- sandal kulit jepit
- handbag
ketika datang subjek bertemu dengan temannya, beramah-
tamah sebentar dan setelah itu mulai memilih2 sepatu, setelah
mencoba beberapa sepatu dan mematut-matut, kemudian
subjek mencoba mencari tas. Subjek beberapa kali mematut tas
yang dipilihnya. Saat subjek mencari2 tas yang diinginkan,
observer kemudian meninggalkannya dan mencari subjek baru
karena merasa sudah terlalu lama mengamati dan masih belum
mendapatkan hasil yang diinginkan.
Namun saat observer sibuk mengamati subjek 2, observer
sempat melihat subjek 1 dan ia menjinjing belanjaan dari
Centro (asumsi: subjek jadi membeli barang di Centro)
Subjek 2 (X , Y): mulai dari parkiran mobil (4 orang naik Honda CR-V) hingga
Guess
Penampilan X
- wanita usia sekitar hampir 30-an,
- make up
- keliatannya perawatan (kulit bersih, rambut stylish digerai sepinggang)
- baju kaos merah, jeans skinny, handbag, high heels, jam tanganPenampilan Y
- wanita lebih tua dr subjek X, sekitar 30-an lebih
- make up
- keliatannya perawatan juga (kulit bersih, rambut stylish digerai sebahu)
- baju mini dress biru/abu2, ikat pinggang, high heels, handbag, perhiasan
saat dilakukan observasi, observer melihat subjek X dan Y
turun dari Honda CR-V bersama dengan seorang anak
perempuan sekitar usia SD kelas 3 atau 4 yang membawa
boneka winny the pooh, dan seorang baby sitter yang tidak
memakai seragam. Setelah itu mereka terburu2 masuk mall
untuk menuju toilet. Saat sampai ke Mangoes, subjek Y
memasuki Mangoes untuk memilih2 baju, sedangkan subjek X
beserta anak dan baby sitter masuk ke toilet. Setelah selesai,
kemudian subjek X beserta anak dan baby sitter masuk ke
Stroberi sebentar untuk membeli pernak-pernik untuk anak
tersebut. Selesai membeli barang, mereka lalu menemui subjek
Y, dan subjek X ikut memilih2 baju. Subjek Y sempat terlihat
keluar dari kamar pas untuk mencari baju2 lain masih dengan
memakai baju yang sedang dicobanya. Saat X dan Y sibuk
memilih baju, anak keluar bermain sambil memegangi kalung
di lehernya dan menghampiri toko mainan dan melihat2
ditemani baby sitter. Setelah lama di Mangoes, akhirnya subjek
membeli baju dan dibawakan oleh baby sitternya. Dari
Mangoes kemudian mereka masuk ke toko sebelahnya yaitu
Miami, Pesta 42, dan Bluza hanya untuk melihat2 saja.
Kemudian turun ke lantai bawah menuju Christia Handbag,
hanya sebentar saja untuk melihat2, dan terakhir ke Guess,
hanya untuk melihat2 juga. Setelah itu mereka keluar dan
berdiri dan bercakap2 agak lama di dekat escalator. Karena
subjek sempat beberapa kali terjadi kontak mata dengan
observer dan observer yang mulai amat lelah, maka proses
observasi pun diakhiri.
Dari hasil tersebut kami menyimpulkan bahwa ketiga subjek yaitu W, X,
dan Y termasuk ke dalam kaum kelas menengah. Hal ini dapat dilihat dari
bagaimana style berpakaian mereka yang up to date dengan trend saat ini, dan
sangat fashionable. Di samping itu juga dapat dilihat dari barang-barang yang
mereka pakai mulai dari perhiasan, jam tangan, handbag, dan high heels yang
terkesan branded dan matcing dengan pakaiannya. Gaya berdandan mereka juga
cukup menarik perhatian dengan make up yang lengkap dan gaya tatanan rambut.
Subjek X dan Y yang datang dengan naik mobil Honda CR-V juga
menggambarkan bahwa mereka termasuk ke dalam kaum kelas mengengah. Dari
berbagai toko yang didatangi oleh ketiga subjek tersebut seperti Centro, Mangoes,
Pesta 42, Bluza, Christia Handbag, dan Guess. juga dapat menunjukkan bahwa
mereka merupakan kaum kelas menengah walaupun selain membeli barang juga
hanya sekedar masuk dan melihat-lihat saja. Subjek X, Y, beserta baby sitter dan
anaknya juga sempat terlihat mejeng sambil mengobrol setelah selesai melihat-
lihat barang.
Recommended