28
KONSUMERISME, KELAS MENENGAH, DAN HUBUNGANNYA DENGAN GATED COMMUNITIES DI YOGYAKARTA Dikumpulkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi semester IV Pengampu: Derajad Sulistyo W., S.Sos., M. Si Oleh: Mugi Lestari Destiny Priandari Banyu Wicaksono Ashlih Aktarianti Adistita Paramahita Stefani Devita Haris Rizaka M. Hendra Bachtiar Diah Arum A. Nadya Anjani R. Annisa Tungga Dewi Dita Lestari Ari W.

Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

  • Upload
    hrizaka

  • View
    295

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

KONSUMERISME, KELAS MENENGAH, DAN HUBUNGANNYA

DENGAN GATED COMMUNITIES DI YOGYAKARTA

Dikumpulkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi semester IV

Pengampu: Derajad Sulistyo W., S.Sos., M. Si

Oleh:

Mugi Lestari Destiny Priandari

Banyu Wicaksono Ashlih Aktarianti

Adistita Paramahita Stefani Devita

Haris Rizaka

M. Hendra Bachtiar

Diah Arum A.

Nadya Anjani R.

Annisa Tungga Dewi

Dita Lestari Ari W.

Emerald Handal S.

Dian Nurmalitasari

Dhella Anggia D. P.

Anggilut Winastika

Page 2: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kita sering mendengar istilah kelas menengah. Istilah ini biasanya

diidentikkan dengan status sosial dan ekonomi sekelompok masyarakat.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi kelas menengah

2. Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana kelas menengah terbentuk

3. Untuk mengetahui di mana biasanya terdapat kelas menengah

4. Untuk menegtahui hubungan antara kelas menngah dan gated

communities

C. Manfaat Penulisan

1. Mengetahui definisi kelas menengah

2. Mengetahui mengapa dan bagaimana kelas menengah terbentuk

3. Mengetahui di mana biasanya terdapat kelas menengah

4. Mengetahui hubungan antara kelas menngah dan gated communities

D. Metode

Dilakukan observasi non-partisipan di beberapa mall di Yogyakarta, yang

dikategorikan sebagai:

1. Mall kelas menengah-bawah (Ramai Mall, Malioboro Mall)

2. Mall kelas menengah-menengah (Galeria), dan

3. Mall kelas menengah-atas (Plaza Ambarrukmo)

Selain itu juga digunakan studi literatur untuk memahami kelas menengah

dan gated communities serta menemukan hubungan antara keduanya.

.

Page 3: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kelas-kelas Sosial

Di setiap masyarakat akan dijumpai lapisan sosial karena setiap

masyarakat mempunyai sikap mengahargai tertentu terhadap bidang-bidang

kehidupan yang tertentu pula. Dengan demikian kita mengenal lapisan sosial

yang tinggi, rendah dan menengah. Himpunan orang-orang yang merasa

dirinya tergolong pada lapisan sosial tertentu, yang diakui masyarakat itu

dinamakan kelas sosial (Soekanto, 2006).

Joseph Schumpter mengatakan bahwa kelas-kelas dalam masyarakat

terbentuk karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengn keperluan-

keperluan yang nyata. Makna kelas dan gejala-gejala kemasyarakatan lainnya

hanya dapat dimenegrti dengan benar apabila diketahui riwayat terjadinya

(Soekanto, 2006).

B. Lapisan Sosial

Selama dalam suatu masyarakat terdapat sesuatu yang dihargai, dan setiap

masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka sesuatu tersebut

akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan sistem lapisan dalam masyarakat

itu. Sesuatu yang dihargai itu bisa berupa uang atau benda-benda yang bernilai

ekonomis, bisa saja tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam

agama atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat (Soekanto,

1981).

Sistem lapisan itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap

masyarakat yang hidup teratur. Siapa yang memiliki barang atau sesuatu yang

menjadi substansi yang berharga dalam masyarakat tersebut akan dipandang

sebagai kelas lapisan atas. Sedangkan yang tidak memiliki atau memiliki

namun hanya sedikit akan dipandang sebagai masyarakat kelas bawah. Sistim

lapisan dalam masyarakat dikenal dalam sosiologi sebagai social stratification.

Social Stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam

Page 4: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

kelas-kelas bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya kelas-kelas

tinggi dan kelas yang lebih rendah (Sorokin, 1957).

Adanya sistim berlapis-lapisan di dalam masyarakat, dapat terjadi dengan

sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat itu, tetapi ada pula yang

dengan sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Yang biasanya

menjadi alasan terjadinya lapisan-lapisan dalama masyarakat yang lapisannya

terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (senioritas),

keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta

(Soekanto, 1981).

Sebuah strata sosial adalah sekelompok individu dalam sebuah kelompok

besar yang menikmati kelebihan yang berupa hak-hak khusus dikarenakan

posisis mereka (Weber, 1947). Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap

sederajat, akan tetapi sesuai dengan kenyataan kehidupan dalam kelompok-

kelompok sosial, hal yang terjadi tidak demikian. Pembedaan atas lapisan-

lapisan merupakan gejala universal yang merupakan bagian dari sistim sosial

masyarakat (Soekanto, 1981).

Robin William Jr (1967) menyatakan, kita dapat berpegang dalam

beberapa pokok berikut untuk memahami terjadinya proses pelapisan dalam

masyarakat:

1. Sistem stratifikasi sosial berasal dari system pertentangan dalam

masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi

masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi obyek penyelidikan.

2. Sistem stratifikasi sosial dapat dianalisa dalam unsur-unsur sebagai

berikut:

a. Distribusi hak-hak istimewa yang obyektif seperti misalnya

penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, lajua ngka kejahatan),

wewenang dan sebagainya

b. Sistem pertanggaan yang diciptakan warga-warga masyarakat

(prestige dan penghargaan)

Page 5: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

c. Kriteria system pertentangan, yaitu apakah didapatkan berdasarkan

kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabat tertentu, milik,

wewenang atau kekuasaan

d. Lambang-lambang kedudukan, seperti misalnya tingkah laku hidup,

cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi

e. Mudah dan sulitnya bertukar kedudukan

f. Solidaritas diantara individu-individu atau kelompok-kelompok sosial

yang menduduki kedudukan yang sama dalam system sosial

masyarakat

3. Pola-pola interaksi (struktur clique, keanggotaan, organisasi, perkawinan,

dan sebagainya)

4. Kesamaan atau ketidaksamaan system kepercayaan, sikap dan nilai-nilai

5. Kesadaran akan kedudukan masing-masing

6. Aktivitas sebagai organ kolektif.

Salah satu determinan lapisan sosial adalah kekayaan, maka perlu ada

ukuran-ukuran atau kriteria yang menggolongkan anggota masyarakat dalam

lapisan tersebut. Siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam

lapisan atas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat pada bentuk rumah,

mobil pribadinya, cara-cara mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang

dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja, dan setrerusnya (Soekanto, 1981).

Diantara kelas lapisan atas dengan kelas lapisan bawah, terdapat kelas

menengah. Istilah ini digunakan untuk mendefinisikan individu yang memiliki

sejumlah barang atau hal, dan memiliki kemampuan yang dapat dijual yang

didapatkan melalui latihan, atau seseorang yang dapat mengakses kedua

sumberdaya tersebut, baik yang berupa barang maupun kemampuan (Weber,

1947).

C. Riwayat terjadinya Kelas Menengah

Modernisasi dan perkembangan ekonomi negara tersebut diinisiasi dan

dipromosikan oleh Orde Baru (1966-1997). Tahun 1980an adalah periode

Page 6: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

penting di mana kemajuan ekonomi memimpin ke arah munculnya kelas

menengah Indonesia. Orang-orang memperoleh pekerjaan sebagai eksekutif

bisnis dan manajer, stock analyst, insinyur, banker, pengacara, akuntan,

pegawai kantor kerah-putih di pusat-pusat kota, dan pekerjaan profesional

lainnya yang sering diasosiasikan dengan booming-nya kelas menengah.

Industrualisasi berorientasi negara ini dimaksudkan unuk menstimulasi

munculnya kelas menengah baru di Indonesia (handoutnya pak derajad).

Kelas menengah baru di Indonesia tidak ditetapkan sebelumnya secara

struktural, tetapi berada pada proses berkelanjutan dari produksi dan reproduksi

melalui praktik golongan dalam kebudayaan. Dengan kata lain, kepemilikan

dari sumber daya material dan ekonomi. Tidak menentukan golongan secara

langsung; malahan, kebudayaan dan gaya hidup konsumerisme harus

dipandang sebagai proses cultural yang penting di mana kemunculan kelas

menengah sebenarnya menghasilkan kelas tersebut sebagai entitas sosio-

kultural. Kemunculan kelas menengah yang baru, hasil utama dari modernisasi

ekonomi dan aturan global dari Orde Baru (1966-1997), adalah

kelompokorang-orang yang makmur dan sejahtera dengan level sumber daya

ekonomi tertentu (handoutnya pak derajad).

Masing-masing kelas sosial punya kebudayaannya masing-masing yang

menghasilkan kepribadian yang tersendiri pula pada setiap diri anggota-

anggotanya (Soekanto, 2006). Kelas menengah baru di indonesia dapat dilihat

melalui sudut pandang sosio-kultural yang berfokus pada budaya

konsumerisme dan gaya hidup di indonesia (handoutnya pak derajad).

Klasifikasi Kelas Menengah di Indonesia

Orang kelas menengah adalah mereka yang "mengukir sebuah ruang

budaya baru yang mereka temukan secara eksplisit, dalam praktek bahasa dan

materi, diantara kelas mereka ‘di atas’ dan ‘di bawah’. Melalui gaya hidup dan

konsumsi, orang-orang secara tidak sadar telah memanifestasi semacam kelas

dalam cara yang sangat praktis. Pola konsumsi dan gaya hidup terutama berfungsi

sebagai media performatif baru. Sejak saat itu, mengenakan pakaian yang tepat

Page 7: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

atau mengendarai mobil merupakan bagian penting dari klaim kelas menengah

dan pemeliharaan keanggotaan kelas menengah mereka.

Di Jakarta, di mana perkembangan ekonomi Indonesia lebih terpusat, kelas

menengah yang baru tumbuh lebih ekstensif dari kota-kota lain di Indonesia.

Sebagian besar dari orang-orang kelas menengah di Jakarta terdiri dari para

professional. Pola konsumsi dan gaya hidup orang-orang kelas menengah tersebut

diutamakan dalam majalah mingguan dan bulanan dan muncul dalam talk shows

di TV: profesional bankir muda diperlihatkan memakai jenis setelan ternama,

mengendarai mobil-mobil mahal, dan makan di restoran Italia, Perancis, dan

Jepang yang mewah.

Beberapa orang mengkategorisasikan seseorang sebagai kelas menengah

berdasar pendapatan pribadi atau kekayaan. Wacana luas dari sektor gaya hidup di

Indonesia ditingkatkan melalui iklan komersial, jurnalisme majalah fashion dan

gaya hidup budaya internasional/luar. Lebih penting lagi, bagaimanapun, adalah

bahwa dalam kehidupan sehari-hari, orang satu menilai orang lain dari masyarakat

Indonesia dengan cara gaya hidup, seperti hubungan sosial, konsumsi, hiburan,

dan “style” berpakaian. Dalam pengertian ini, keanggotaan kelas masyarakat

Indonesia sangat dievaluasi melalui pola konsumsi dan gaya hidup seseorang.

Budaya kafe tenda adalah sebuah ruang di mana kelas menengah

diproduksi dan direproduksi. Makan di kafe tenda pada dasarnya ditentukan oleh

selera kelas dan belum tentu ditentukan oleh pendapatan seseorang. Di kafe tenda,

orang dapat bertemu dengan para pebisnis dan kalangan professional yang lain

dan mendapat kesempatan untuk bertemu bintang film Indonesia. Kafe tenda

adalah suatu tempat terbuka dimana orang-orang berbagi tentang ketertarikan dan

perasaan mereka yang biasa dengan orang lain dari kelas yang sama. Pergi ke kafe

tenda, bagaimanapun, lebih sebagai suatu ekspresi dari identitas kelas menengah

sebagai suatu pilihan makan. Dalam hal ini, kafe tenda merupakan tempat budaya

suatu kelas, suatu tempat dengan ketentuan tertentu pada nilai, arti dan kenyataan

yang ada dan alami dalam kenyataan sehari-hari.

Page 8: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

Fenomena kedua yang terjadi pada masyarakat kelas menengah di Jakarta

adalah budaya Mall. Masyarakat Jakarta, khususnya para remaja, sering

mengunjungi mall dengan tujuan yang disebut dengan budaya “mejeng” yang

berarti merupakan sebuah tingkah laku yang memiliki tujuan untuk menunjukkan

seberapa tingkat konsumsi, seperti menggunakan pakaian paling up-to-date dan

bertemu dengan orang lain yang berada dalam tingkatan kelas yang sama. Di

dalam mall, mereka berjalan-jalan dari satu tempat ketempat yang lain. Mereka

tidak benar-benar membutuhkan sesuatu untuk dibeli karena itu bukan merupakan

tujuan utama mereka. Mereka mengunjungi mall untuk menunjukkan identitas

mereka dan membagi ketertarikan yang sama dengan orang lain. Dalam hal ini,

untuk masyarakat Jakarta, mengunjungi mall adalah symbol konsumtivisme dan

gaya hidup. . Mall adalah public space yang baru, didesain untuk tampilan dan

konsumsi komunitas modern. Public space ini mendikte pakaian seperti apa yang

harusnya dikenakan, dan mereka yang tidak memenuhinya tidak akan dianngap.

Budaya mall harus dilihat sebagai tempat untuk orang-orang kelas menengah

baru, karena disanalah mereka menunjukkan bahwa mereka termasuk golongan

kelas menengah.

BAB III

Page 9: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

HASIL OBSERVASI

A. Kelas Menengah Bawah

1) Malioboro

Metode pencatatan yang digunakan adalah anecdotal record yaitu

teknik pengamatan yang menggunakan pencatatan naratif, dimana pengamat

mencatat secara langsung pada saat kejadian ataupun sesegera mungkin

setelah kejadian. Tujuannya adalah untuk mengetahui akumulasi terjadinya

perilaku tertentu untuk kemudian dianalisis, dalam hal ini adalah akumulasi

terjadinya perilaku yang menunjukkan consumerism pada kalangan kelas

menengah di Yogyakarta.

Aspek :

Performa atribut dsb

Sikap consumerism

Kepentingan konsumsi

Hasil Observasi Interpretasi

Pada hari Jumat tanggal 8 April 2011 di mall malioboro sekitar pukul

10.30 tiga orang mahasiswi sedang berjalan menyusuri berbagai stand menikmati

keramaian Mall Malioboro. Dari observasi telah diketahui sebelumnya bahwa

subjek utama dengan kedua subjek lain adalah teman satu fakultas.

Pada hari itu subjek utama tampak memakai jaket berwarna biru tua,

celana jeans, dan sepatu sneakers. Kedua subjek lainnya memakai kemeja,

lengkap bersepatu. Subjek utama mengajak kedua subjek lainnya masuk kedalam

salah satu stand pakaian yang cukup dikenal. Subjek berputar – putar mengelilingi

beberapa tumpukan pakaian. Mengambil beberapa potong pakaian kemudian

meninggalkan subjek lain ke ruang ganti. Kedua subjek lain hanya menunggu dan

sesekali membuka - buka pakaian etalase yang banyak di pajang. 15 menit

kemudian subjek utama keluar dari kamar pas dan menaruh kembali pakaian –

Page 10: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

pakaian tersebut, tampaknya subjek tidak terlalu menyukai. Subjek kembali ke

tempat awal dan membuka – buka lagi jenis2 pakaian lain. subjek memegang dan

meneliti sebuah jaket berwarna kuning dengan motif bunga – bunga hitam.

Subjek tampak sangat menyukai jaket tersebut. Subjek lalu berbicara pada

subjek lain meminta agar subjek lain tersebut membayari lebih dulu jaket yang

dimaksud, karena subjek utama tidak membawa uang tunai. Subjek lain tampak

menyetujui, kemudian ketiga subjek menuju kasir untuk membayar.

Setelah transaksi belanja selesai, ketiga subjek keluar dari stand. Lalu

subjek utama menunjuk ATM di sebelah stand tersebut bermaksud untuk

mengambil uang. Subjek utama mengambil uang sekian rupiah kemudian

memberikannya pada subjek yang sebelumnya membayari belajaan subjek utama.

Jam menunjukkan pukul 13.00 ketiga subjek sepakat untuk melanjutkan

perjalanan ke bioskop Empire XXI. Sebelum itu, ketiga subjek makan siang di

sebuah warung bakso sederhana dengan harga satu porsinya dengan minuman

sekitar Rp 8.000 dengan catatan ketiga subjek membayar sendiri – sendiri tiap

porsinya. Di bioskop, agar transaksi cepat dan lebih mudah subjek utama lebih

dulu membayari 3 tiket untuk nonton kualitas 3 Dimensi (3D) dengan harga satu

tiketnya Rp 35.000. kemudian setelah nonton barulah subjek lainnya mengganti

uang kepada subjek utama.

Pada hari kedua (sabtu) sekitar pukul 16.00 WIB, subjek utama mengajak

seorang subjek lain untuk mengunjungi beberapa tempat. Tempat – tempat

tersebut adalah kios es krim, Barkas, Toko Buku, Mall Malioboro, dan kios

Jagung Bakar. Namun, karena subjek menganggap akhir – akhir ini kegiatannya

berbelanja meningkat subjek memutuskan untuk memilih 3 tempat tunjuan saja,

yaitu kios es krim, toko buku, dan kios jagung bakar.

Di kios es krim, subjek membeli es krim untuk dirinya sendiri, tapi di kios

jagung bakar subjek membeli untuk titipan orang rumah. Di toko buku, subjek

hanya membeli beberapa keperluan sederhana seperti penjepit kertas, notes

gantung, dan beberapa ballpoint. Setelah itu kedua subjek kembali ke rumah

masing – masing.

Page 11: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil observasi, dapat dikatakan subjek memiliki tingkat

consumerism yang cukup tinggi dalam kehidupan sehari - hari, namun

subjek tampak masih memperhatikan penting tidaknya konsumsi tersebut.

Hal ini kemungkinan dikarenakan subjek masih bergantung pada uang

saku yang di berikan orang tua, dan statusnya sebagai mahasiswa yang

setidaknya mempertimbangkan manfaat & kualitas dari suatu tindakan

yang konsumtif.

B. Ramai

Subjek yang berada di ramai Mall mempunyai gaya berpakaian yang terlihat

santai dan modis daripada subjek di mall yang lebih besar. Subjek yang datang ke

aramai mall tidak datang sendiri dan minimal ditemani dengan seorang teman.

Gaya berjalan subjek juga terlihat santai dan tidak tergesa – gesa, dimana biasanya

akan ditemani dengan obrolan – obrolan bersama temannya. Subjek yang berada

di ramai mall lebih cenderung untuk konsumtif, tujuan mereka datang adalah

untuk bertransaksi dimana subjek sering terlihat menghampiri konter – konter

tertentu seperti di konter kamera digital. Ketika berada di konter yang didatangi

terlihat subjek sering mengeluarkan HP dan mengobrol dengan temannya, subjek

terlihat seperti mencari rekomendasi. Subjek sering berpindah tempat,

dimungkinkan karena sbujek mempertimbangkan barang yang akan di beli.

Sehingga budaya kelas menengah yang konsumtif sepertinya lebih cocok berada

di ramai mall daripada kelas menengah yang datang untuk sekedar ‘mejeng’.

Hasil observasi

Lokasi : Ramai Mall

Pukul : 13.08

Tanggal : 9, April 2011

Dari hasil observasi yang telah dilakukan di sebuah mall, saya

mengamati seorang ibu-ibu yang saat itu mengenakan kerudung hitam dan berbaju

Page 12: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

abu-abu, dari pakaian yang dikenakan subjek tidak terlihat terlalu mewah, hanya

terlihat biasa saja. Subjek sedang di toko make up. Subjek berinteraksi dengan

penjaga toko dengan bertanya harga dan memilih produk yang menarik. Subjek

menggenggam handphone sambil menopang dagunya dan berbicara dengan

penjaga toko tersebut, menandakan bahwa subjek adalah pembeli adalah raja,

subjek bisa berlaku sesuai keinginan di depan penjual, karena subjek adalah

pembeli yang memiliki uang yang dapat membeli produk yang diinginkannya. Di

tangan lain subjek membawa barang belanjaan lain yang telah ia beli sebelumnya,

subjek membeli mainan anak-anak dan banyak makanan ringan. Dilihat dari

belanjaan yang dibawanya, subjek sedang berbelanja bulanan karena banyak

sekali barang di dalam kresek yang di bawanya, karena bersama 3 orang anaknya

subjek juga membeli beberapa mainan anak-anak. Setelah beberapa saat, subjek

terlihat pergi bersama anak-anak dan temannya tanpa membawa barang satu pun

dari toko tersebut. Menurutnya belum ada produk yang cocok untuknya yang di

jual di toko itu. Subjek kira-kira berumur 30 tahun. Subjek menuju pusat pakaian.

Anak-anaknya pun mengikutinya. Subjek melihat pakaian yang menarik, di ambil

pakaian tersebut, kemudian di putar untuk melihat belakang pakaian tersebut, dan

meletakkannya lagi. Subjek seperti kurang suka dengan modelnya maka ia

meletakkan lagi pakaian itu dengan wajah yang kecut. Setelah melihat harganya

pun subjek langsung meninggalkan tempat itu dan melihat baju yang lain.

Beberapa kali subjek mencocokkan baju ke tubuhnya di depan temannya itu dan

meletakkannya. Subjek terlihat suka dengan pakaian yang dijual di toko tersebut

tetapi mungkin harganya kurang cocok dengan subjek , maka subjek hanya

mencocokkan pakaian yang dirasa menarik ke tubuhnya, setelah melihat harganya

subjek langsung meletakkannya. Dari perilaku subjek ini, menandakan subjek

tidak cocok dengan harga yang tertera di pakaian tersebut tetapi sebenarnya

pakaian itu menarik perhatiannya.

Kemudian subjek terlihat berdiskusi dengan temannya dan menunjuk

arah. Menunjukkan subjek dan temannya juga anak-anak subjek lupa jalan keluar

dimana. Mereka turun melalui eskalator turun. Melewati toko handphone dan

Page 13: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

subjek terlihat hanya melirik ke toko handphone tersebut mungkin ada yang

menarik bagi dirinya. Kemudian mereka pun ke pintu keluar dan menghilang.

B. Mall Kelas Menengah-Menengah

Emerald Handal S. / PS05741NARASI OBSERVASI

Observasi dilakukan pada hari Sabtu, 08 April 2011 pukul 15.30 di Galeria Mall, Yogyakarta. Keadaan mall pada saat itu cukup ramai, mengingat hari itu adalah akhir pekan sehingga banyak orang yang memilih menghabiskan waktu di mall.

Observer menemukan beberapa subyek yang menarik untuk diamati. Dua subyek yang pertama adalah dua pengunjung mall yang merupakan dua remaj putri. Mereka berdua memasuki mall dengan berjalan kaki bersebelahan. Keduanya memakai celana jins, kaus yang cukup bagus, dan tas selempang. Namun saat observer sedang dalam proses observasi dengan mengikuti mereka berjalan dari belakang, kedua observe terlihat curiga dengan kehadiran observer, sehingga observer memutuskan untuk mencari subyek lain.

Subyek ketiga dan keempat adalah dua pasangan remaja, laki-laki dan perempuan. Mereka baru saja keluar dari bagian salah satu gerai yang menjual pakain. Keduanya menenteng dua tas plastic yang cukup besar, berisi pakaian yang baru saja mereka beli di toko pakaian tersebut. Keduanya lagi-lagi mengenakan kaus dan celana jins yang cukup bagus. Pasangan tersebut terlihat sudah dekat dan seperti telah menjalin hubungan, tetapi tidak terlihat bahwa mereka sudah menikah. Keduanya berbincang-bincang sambil berjalan, dan bergerak menuju eskalator. Di eskalator, observer juga menemukan subyek lain yang juga menarik untuk diamati, yakni sepasang muda mudi yang sepertinya juga sedang berpacaran. Untuk selanjutnya, mereka disebut subyek lima dan enam. Mereka terlihat berbincang-bincang menaiki escalator yang turun ke lantai basement. Keduanya memakai pakaian yang cukup trendi, namun tidak terlihat bahwa mereka merupakan lapisan masyarakat kelas atas.

Keempat subyek yang diamati oleh observer bergerak ke arah yang sama setelah sampai di basement. Mereka tetap bercakap-cakap saat berjalan melewati keramaian. Subyek 3 dan 4 bergerak menuju pintu keluar mall, sehingga observasi dialihkan ke subyek 5 dan 6. Mereka masuk ke sebuah gerai bakery atau toko roti. Mereka sibuk memilih roti. Toko roti tersebut terlihat cukup berkelas.

Kemudia observasi dialihkan ke salah satu gerai yang menjual makanan cepat saji yang merupakan franchise yang cukup terkenal. Terpilihlah subyek 7 dan 8 yang juga merupakan pasangan pria dan wanita. Mereka berusia sekitar 25 tahun. Saat observer melihat mereka, mereka sedang dalam proses

Page 14: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

menghabiskan makanan. Keduanya tidak banyak berbicara, namun dari posisi duduk dan bahasa non verbal, hubungan mereka terlihat dekat dan serius, tidak seperti hubungan pada anak remaja. Makanan yang mereka pesan adalah makanan dari paket yang cukup mahal. Melihat dari pakaian yang mereka kenakan, tidak terlihat bahwa mereka adalah masyarakat kelas atas. Mereka beberapa kali mengutak-atik atau sekedar menggenggam telepon seluler yang sedang trand saat ini.

Observasi diakhiri sekitar pukul 16.30, karena observer merasa telah mendapatkan beberapa subyek yang telah selesai diamati.

Page 15: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

ANALISIS HASIL OBSERVASI

Terlihat bahwa Galeria Mall merupakan salah satu pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi oleh masyarakat lapisan kelas menengah. Banyak kendaraan yang terparkir di sekitar mall baik mobil maupun sepeda motor menunjukkan bahwa pengunjung adalah lapisan masyarakat yang pada umumnya telah terlepas dari kemiskinan.

Pada semua subyek yang diamati, semuanya memakai pakaian yang cukup trendi dengan harga yang cukup menengah, barang-barang yang dapat dibeli di pusat-pusat perbelanjaan seperti mall atau distro, namun bukan termasuk barang yang dibeli di toko-toko pakaian kelas atas.

Subyek 3 dan 4 tak segan mengeluarkan dana untuk membeli pakaian di salah satu department store di mall itu. Dari perilaku tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa masyarakat kelas menengah lebih tertarik untuk membeli pakaian di toko-toko yang cukup besar seperti departemen store tersebut. Subyek 5 dan 6 yang tergolong masih remaja juga membeli beberapa roti di sebuah toko roti di mall tersebut.

Sementara itu subyek 7 dan 8 yang membeli makanan d gerai makanan cepat saji terlihat memiliki ekonomi yang lebih mapan. Mereka membeli makanan dengan harga yang relative di atas rata-rata. Rupanya kaum kelas menengah seringkali meninjukkan prestis dengan membeli makanan yang cukup mahal namun tidak semahal restoran-restoran di hotel berbintang.

Dari semua pengamatan, dapat disimpulkan bahwa mall memang menjadi salah satu obyek bagi kaum kelas menengah untuk menghabiskan waktu, menunjukkan eksistensi, melakukan kegiatan yang bersifat konsumtif, atau hanya sekedar berjalan-jalan tanpa membeli barang. Terlihat bahwa sudut-sudut yang ramai adalah bagian makanan, permainan, dan department store yang menjual pakaian dengan harga yang relativf menengah. Tetapi untuk gerai-gerai yang menjual pakaian yang lebih eksklusif, cenderung sepi dari pengunjung. Beberapa penjualan dvd atau cd bajakan juga masih dipadati pengunjung, menunjukkan bahwa kelas menengah terkadang masih berminat dengan hiburan berkualitas namun dengan harga yang terjangkau. Subjek mengenakan kaus lengan panjang berwarna putih dan hijau,

jins abu-abu, sandal jepit cokelat keabu-abuan, serta shoulder bag

berwarna biru tua. Subjek memasuki gerai KFC dengan seseorang,

memesan makanan, lalu duduk dan mulai makan. Beberapa saat

kemudian, dua orang remaja perempuan menghampiri subjek dan

temannya, duduk, lalu pergi untuk memesan dan kemudian makan

bersama. Selama makan, teman-temannya terlihat berbincang-

bincang, namun subjek kebanyakan diam. Setelah selesai makan, baru

subjek ikut berbicara dengan teman-temannya. Subjek dan teman-

Page 16: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

temannya duduk cukup lama di sana, setelah semuanya selesai makan

pun mereka masih duduk dan berbicara.

Kemudian, subjek dan teman-temannya bangkit, lalu menaiki eskalator

ke lantai dua dan membeli frozen yoghurt. Gerai frozen yoghurt itu

tidak memiliki ruangan khusus, hanya berupa booth si penjual, dan

kursi-kursi dan meja kecil berwarna pastel. Subjek dan teman-

temannya membeli dua frozen yoghurt, lalu duduk mengelilingi sebuah

meja. Subjek mengeluarkan iPad dan menggunakannya, sementara

teman-temannya mengeluarkan beberapa buah buku. Sesekali subjek

mengangkat sudut bibirnya dan menunjukkan gigi-giginya, lalu

mengulurkan iPad-nya ke salah satu temannya sambil berkata, “Eh liat

deh.. Sekarang iPad gue bisa gini lho!”

Teman-temannya mengelilingi subjek selama beberapa saat, lalu

kembali ke kursi mereka masing-masing. Beberapa saat kemudian,

subjek memberikan iPad-nya ke dua orang temannya, dan berpindah

kursi, kemudian ganti membaca buku temannya.

C. Mall Kelas Menengah-Atas

Hasil observasi amplaz, 8 April 2011 pukul 11:46 sampai pukul 13:45 annisa & ashlihSubjek 1 (W): langsung liat di Centro penampilan

- usia sekitar 50-an

- make up tebal

- baju model gamis gantung, dengan jilbab tudung, yang jika dilihat cukup stylish/fasionable jika dibandingkan dengan wanita seumurannya scr umum

- sandal kulit jepit

- handbag

ketika datang subjek bertemu dengan temannya, beramah-

tamah sebentar dan setelah itu mulai memilih2 sepatu, setelah

mencoba beberapa sepatu dan mematut-matut, kemudian

subjek mencoba mencari tas. Subjek beberapa kali mematut tas

yang dipilihnya. Saat subjek mencari2 tas yang diinginkan,

Page 17: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

observer kemudian meninggalkannya dan mencari subjek baru

karena merasa sudah terlalu lama mengamati dan masih belum

mendapatkan hasil yang diinginkan.

Namun saat observer sibuk mengamati subjek 2, observer

sempat melihat subjek 1 dan ia menjinjing belanjaan dari

Centro (asumsi: subjek jadi membeli barang di Centro)

Subjek 2 (X , Y): mulai dari parkiran mobil (4 orang naik Honda CR-V) hingga

Guess

Penampilan X

- wanita usia sekitar hampir 30-an,

- make up

- keliatannya perawatan (kulit bersih, rambut stylish digerai sepinggang)

- baju kaos merah, jeans skinny, handbag, high heels, jam tanganPenampilan Y

- wanita lebih tua dr subjek X, sekitar 30-an lebih

- make up

- keliatannya perawatan juga (kulit bersih, rambut stylish digerai sebahu)

- baju mini dress biru/abu2, ikat pinggang, high heels, handbag, perhiasan

saat dilakukan observasi, observer melihat subjek X dan Y

turun dari Honda CR-V bersama dengan seorang anak

perempuan sekitar usia SD kelas 3 atau 4 yang membawa

boneka winny the pooh, dan seorang baby sitter yang tidak

memakai seragam. Setelah itu mereka terburu2 masuk mall

untuk menuju toilet. Saat sampai ke Mangoes, subjek Y

memasuki Mangoes untuk memilih2 baju, sedangkan subjek X

beserta anak dan baby sitter masuk ke toilet. Setelah selesai,

kemudian subjek X beserta anak dan baby sitter masuk ke

Page 18: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

Stroberi sebentar untuk membeli pernak-pernik untuk anak

tersebut. Selesai membeli barang, mereka lalu menemui subjek

Y, dan subjek X ikut memilih2 baju. Subjek Y sempat terlihat

keluar dari kamar pas untuk mencari baju2 lain masih dengan

memakai baju yang sedang dicobanya. Saat X dan Y sibuk

memilih baju, anak keluar bermain sambil memegangi kalung

di lehernya dan menghampiri toko mainan dan melihat2

ditemani baby sitter. Setelah lama di Mangoes, akhirnya subjek

membeli baju dan dibawakan oleh baby sitternya. Dari

Mangoes kemudian mereka masuk ke toko sebelahnya yaitu

Miami, Pesta 42, dan Bluza hanya untuk melihat2 saja.

Kemudian turun ke lantai bawah menuju Christia Handbag,

hanya sebentar saja untuk melihat2, dan terakhir ke Guess,

hanya untuk melihat2 juga. Setelah itu mereka keluar dan

berdiri dan bercakap2 agak lama di dekat escalator. Karena

subjek sempat beberapa kali terjadi kontak mata dengan

observer dan observer yang mulai amat lelah, maka proses

observasi pun diakhiri.

Dari hasil tersebut kami menyimpulkan bahwa ketiga subjek yaitu W, X,

dan Y termasuk ke dalam kaum kelas menengah. Hal ini dapat dilihat dari

bagaimana style berpakaian mereka yang up to date dengan trend saat ini, dan

sangat fashionable. Di samping itu juga dapat dilihat dari barang-barang yang

mereka pakai mulai dari perhiasan, jam tangan, handbag, dan high heels yang

terkesan branded dan matcing dengan pakaiannya. Gaya berdandan mereka juga

cukup menarik perhatian dengan make up yang lengkap dan gaya tatanan rambut.

Subjek X dan Y yang datang dengan naik mobil Honda CR-V juga

menggambarkan bahwa mereka termasuk ke dalam kaum kelas mengengah. Dari

berbagai toko yang didatangi oleh ketiga subjek tersebut seperti Centro, Mangoes,

Pesta 42, Bluza, Christia Handbag, dan Guess. juga dapat menunjukkan bahwa

mereka merupakan kaum kelas menengah walaupun selain membeli barang juga

Page 19: Konsumerisme Kelas Menengah, Dan Gated Communities

hanya sekedar masuk dan melihat-lihat saja. Subjek X, Y, beserta baby sitter dan

anaknya juga sempat terlihat mejeng sambil mengobrol setelah selesai melihat-

lihat barang.