View
75
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
Syarah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari
proses pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan,
penyediaan makanan, penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi serta
monitoring dan evaluasi gizi. Terapi gizi atau terapi diet adalah bagian dari
perawatan penyakit atau kondisi klinis yang harus diperhatikan agar
pemberiannya tidak melebihi kemampuan organ tubuh untuk melaksanakan
fungsi metabolisme. Terapi gizi harus selalu disesuaikan dengan perubahan
fungsi organ. Pemberian diet pasien harus dievaluasi dan diperbaiki sesuai
dengan perubahan keadaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, baik
pasien rawat inap maupun rawat jalan. Upaya peningkatan status gizi dan
kesehatan masyarakat baik didalam maupun di luar rumah sakit, merupakan
tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan, terutama tenaga gizi.
Mekanisme pelayanan gizi rawat inap yaitu pertama dilakukannya
skrining gizi, selanjutnya dilakukan Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
pada pasien yang beresiko kurang gizi, sudah mengalami kurang gizi dan
atau kondisi khusus dengan penyakit tertentu. Langkah – langkah PAGT
meliputi assesment (pengkajian gizi), diagnosis gizi, intervensi gizi,
monitoring dan evaluasi.
Osteosarkoma merupakan keganasan primer pada tulang yang paling
sering dijumpai dan ditandai dengan adanya sel- sel mesenkim ganas yang
memproduksi osteoid atau sel tulang imature. Insidens osteosarkoma
diperkirakan sekitar 2-3 per 1 juta per tahun, pada remaja lebih tinggi yaitu 8-
11 per 1 juta per tahun, laki-laki 1,4 kali lebih sering mengalami
osteosarkoma dibandingkan dengan perempuan. Osteosarkoma dengan
derajat keganasan tinggi sangat mudah menyebar. Puncak pertama adalah
1
dalam kelompok umur 10-14 tahun, bertepatan dengan percepatan
pertumbuhan pubertas. Hal ini menunjukkan hubungan yang erat antara
percepatan pertumbuhan remaja dan osteosarkoma.
Febrile neutropenia merupakan sebuah komplikasi yang sering terjadi
pada pasien dengan kanker dan telah diteliti lebih dari 30 tahun. Pasien
dengan febril neutropeni biasanya di sertai dengan penyakit kanker yang
diderita dikarenakan pengaruh yang timbul dari pengobatan kanker ataupun
dari penyakit kanker itu sendiri.
Dalam rangka Praktek Kerja Lapangan (PKL) di RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusumo, mahasiswa PKL mempelajari MAGK dimana salah satu
tugasnya adalah studi kasus dengan tujuan agar mahasiswa mampu
memberikan terapi diet dan melakukan anamnesa riwayat gizi pasien sesuai
dengan kondisi penyakitnya sehingga pasien dapat memperoleh asupan
makanan dan zat gizi guna mempertahankan status gizi dan membantu
mempercepat penyembuhan panyakit.
B. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum :
Mengetahui Proses Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien dengan Febrile
Neutropenia, Osteosarkoma dengan Gizi Buruk Marasmik Di Ruang
Perawatan Non Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Unit Pelayanan
Rawat Inap Terpadu Gedung A RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Jakarta.
2. Tujuan khusus
1. Mengetahui diagnosis pasien dan hasil skrinning gizi
2. Membuat pengkajian gizi berdasarkan assessment meliputi data
antropometri, biokimia, fisik/klinis dan riwayat makan
3. Membuat diagnosis gizi
4. Merencanakan dan mengimplementasikan intervensi gizi
5. Melakukan monitoring dan evaluasi
2
C. Waktu dan Tempat
Studi Kasus ini dilakukan di Ruang Perawatan Non Infeksi Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Unit Pelayanan Rawat Inap Terpadu Gedung A
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pengamatan dilakukan pada
tanggal 3 – 5 April 2015.
D. Metode Studi Kasus
1. Wawancara
Menanyakan kepada pasien mengenai kebiasaan makan, frekuensi
makan, pola makan, dan asupan makan sebelum masuk rumah sakit.
2. Pengamatan
Mengamati asupan makan pasien selama 3 hari perawatan di rumah
sakit.
3. Observasi
Melakukan pengkajian perkembangan penyakit pasien, data
laboratorium, dan pemeriksaan lain yang menunjang.
4. Food Recall
Menanyakan kembali kepada pasien atau keluarga pasien mengenai
makan pasien selama 24 jam yang lalu dengan cara mengingat ulang
makanan yang di konsumsi dari dalam rumah sakit dan dari luar
rumah sakit.
5. Food Weighing
Menimbang makaan sebelum diberikan kepada pasien sesuai dengan
intervensi yang diberikan dan sisa makanan yang tidak di konsumsi.
E. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan peroses asukan gizi di
rumah sakit dan mengevaluasinya berdasarkan teori dan
pengetahuan yang telah didapatkan saat kuliah.
3
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi pelayanan gizi di rumah
sakit terutama di ruang rawat inap.
3. Bagi Pasien
Membantu dan mempercepat proses penyembuhan pasien melalui
makanan yang diberikan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Febrile Neutropenia
1.a Definisi
Febrile neutropenia (FN) adalah suatu keadaan pasien
ketika suhu tubuh melalui temperatur oral mencapai >38,5oC atau
>38,0oC selama 2 jam dan jumlah hitung neutrofil <500 sel/mm3
atau <1000 sel/mm3 yang diprediksi akan menurun sampai <500
sel/mm3. Febrile neutropenia merupakan suatu perkembangan
dari demam, sering disertai tanda-tanda infeksi, seperti
neutropenia, dengan jumlah hitung abnormal rendah dari
granulosit neutrofil (tipe sel darah putih).
Neutrofil merupakan salah satu dari tipe dari sel darah
putih. Neutrofil mengandung enzim yang membantu sel
membunuh dan mengolah mikroorganisme yang dikenal dengan
fagosit. Neutrofil diproduksi di sumsum tulang dan dilepaskan ke
saluran darah. Neutrofil memiliki waktu hidup selama 3 hari.
Adanya neutropenia merupakan meningkatnya kerentanan
terhadap terjadinya infeksi bakteri. Derajat resiko terjadinya
neutropenia tergantung dari penyebab dan kegawatan dari
neutropenia, kondisi medis pasien, ada atau tidaknya pemeriksan
sumsum tulang dan cadangan dari produksi neutrofil. Infeksi yang
paling sering terjadi disebabkan oleh bakteri yang tempat
normalnya adalah di kulit (Stphylococcus Aureus) atau dari
traktus gastrointestinal dan traktus urinarius. Infeksi jamur juga
sering terjadi pada pasien dengan neutropenia. Infeksi terbatas di
daerah mulut, genital dan kulit atau dapat menyebar lewat
saluran darah sampai ke paru atau organ lain.
5
Pasien dengan keganasan hematologik memiliki risiko yang
tinggi terjadi neutropenia. Febris neutropenia merupakan ke
gawat daruratan onkologi yang mengancam nyawa yang perlu
intervensi antibiotik segera dan evaluasi sepsis. Pasien yang
pernah mengalami febris neutropenia setelah kemoterapi, maka
akan menjadi risiko tinggi dan seharusnya mendapat CSF
(Colony-Stimulating Factor) selama siklus kemoterapi kecuali
dosis kemoterapi dikurangi.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya
neutropenia pada pasien dengan kanker dalam pengobatan
dengan kemoterapi, yaitu :
1. Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan sumsum
tulang tidak dapat bekerja dengan baik menyebabkan
menurunnya produksi neutrofil
2. Kanker mempengaruhi sumsum tulang secara langsung,
termasuk leukimia, limfoma dan myeloma atau metastase
dari kanker
3. Radioterapi juga mempengaruhi sumsum tulang terutama bila
mengenai beberapa temapat di tubuh, atau pelvis, abdomen,
kaki dan dada.
Febris neutropenia terjadi pada 10-50% pasien setelah
kemoterapi dengan tumor yang padat. Dan lebih dari 80% setelah
kemoterapi pada pasien dengan keganasan hematologi.
Perkiraan 30% pasien dengan regimen kemoterapi kombinasi,
dapat terjadi jumlah hitung neutrofil yang absolut rendah (<500
sel/mm3) atau febris neutropenia selama kemoterapi yang
pertama. Infeksi terjadi 20-40% pada pasien dengan febris
neutropenia; infeksi yang sering timbul dapat merupakan infeksi
di aliran darah, infeksi gastrointestinal, pneumonia, infeksi kulit
6
1.b Etiologi
Febrile neutropenia dapat timbul dari semua bentuk
neutropenia. Tapi pada umumnya dikenal sebagai komplikasi dari
kemoterapi ketika terjadi myelosuppresif (supresi sumsum tulang
untuk memproduksi sel darah). Faktor-faktor seperti tipe kanker,
defisit imunologi, durasi neutropenia, rusaknya kulit karena
pembedahan, pemakaian kateter, mukositis karena agen
sitotoksik, umur, defisiensi nutrisi, komorbid seperti COPD atau
diabetes, dapat merupakan faktor-faktor penyebab yang dapat
digunakan untuk penentuan kriteria risiko rendah, intermediet atau
tinggi. Pencegahan, diagnosis, dan penatalaksanaan komplikasi
infeksi yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diatas.
Tabel 3. Etiologi Infeksi pada Pasien dengan Kanker
Faktor Defek Tipe infeksi
Malignansi
Leukimia akut Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Defek kualitatif
Leukimia limfositik kronik Imunitas humoral Streptococcus
pneumoniae
Multipel myeloma Haemofilus influenza
Neiseriae meningitidis
Limfoma Hodgkin Imunitas seluler Viral, fungal
Limfoma non Hodgkin
Penatalaksanaan
Kemoterapi myelosupresif Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Barier mukosa berubah Kolonisasi gram negatif
Radiasi Neutropenia Bakteri, jamur, virus
7
Integritas kulit berubah Kolonisasi gram negatif
Barier mukosa berubah
Kortikosteroid Imunosupresi Bakteri, jamur, virus
Pneumocistis jirovecii
Transplantasi sumsum
tulang
Neutropenia Bakteri, jamur, virus
Imunosupresi Citomegalovirus
Pneumocistis jirovecii
Malnutrisi kalori-protein Imunosupresi
Splenektomi Imunitas humoral Streptococcus
pneumoniae
Haemofilus influenza
Neiseriae meningitidis
Nosokomial
Tunnel central venous
catheter, presedur invasif
Integritas kulit berubah Staphylococcus koagulase
negatif
Staphylococcus aureus
Makanan Kolonisasi organisme
eksogen
E. coli, Salmonella,
Listeria, Campylobacter
jejuni
Tanah, material organik Spora jamur udara Aspergillus
Sumber : Cancer symptom management
8
1. Osteosarkoma
2.a Definisi
Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang
sering ditemui. Beberapa penulis menyatakan bahwa usia
terbanyak pasien osteosarkoma adalah remaja dengan puncak
usia 15-19 tahun. Usia lanjut menempati urutan kedua. Penyebab
timbulnya osteosarkoma belum diketahui dengan pasti. Beberapa
faktor yang diduga sebagai pemicu adalah trauma, infeksi virus,
radiasi, dan paparan zat kimia/alkylating agent. Selain itu
osteosarkoma dapat dijumpai pada beberapa kelainan genetik
seperti penyakit Paget dan retinoblastoma herediter. Pada
beberapa osteosarkoma dijumpai penurunan fungsi gen supresor
tumor yaitu gen p53 dan RB (retinoblastoma). Di dalam
kepustakaan, dikemukakan urutan lokasi tumor tersering adalah
femur distal, diikuti oleh tibia proksimal, humerus proksimal dan
fibula proksimal. Osteosarkoma pada tulang rangka lainnya atau
tulang-tulang kraniofasial biasanya ditemukan pada pasien lebih
tua.
2.b Etiologi
Etiologi osteosarcoma belum diketahui secara pasti, tetapi
ada berbagai macam faktor predisposisi sebagai penyebab
osteosarcoma. Adapun faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan osteosarcoma antara lain :
1. Trauma Osteosarcoma dapat terjadi beberapa bulan atau
beberapa tahun setelah terjadinya injuri. Walaupun demikian
trauma ini tidak dapat dianggap sebagai penyebab utama
karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah
jarang menyebabkan osteosarcoma.
9
2. Ekstrinsik karsinogenik Penggunaan substansi radioaktif
dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis juga diduga
merupakan penyebab terjadinya osteosarcoma ini. Salah satu
contoh adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit
tulang seperti kista tulang aneurismal, fibrous displasia,
setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan osteosarcoma.
3. Karsinogenik kimia Ada dugaan bahwa penggunaan thorium
untuk penderita tuberculosis mengakibatkan 14 dari 53 pasien
berkembang menjadi osteosarcoma
4. Virus Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan
osteosarcoma baru dilakukan pada hewan, sedangkan
sejumlah usaha untuk menemukan oncogenik virus pada
osteosarcoma manusia tidak berhasil. Walaupun beberapa
laporan menyatakan adanya partikel seperti virus pada sel
osteosarcoma dalam kultur jaringan
5. Bahan kimia, virus, radiasi, dan faktor trauma. Pertumbuhan
yang cepat dan besarnya ukuran tubuh dapat juga
menyebabkan terjadinya osteosarcoma selama masa
pubertas.
2.c Tatalaksana diet
Masalah gizi kurang atau keadaan malnutrition merupakan
masalah yang paling sering ditemui pada anak dengan kanker.
Penyebabnya bukan semata – mata karena asupan makanan
yang tidak memenuhi kebutuhan energi, protein dan zat gizi
lainnya, melainkan merupakan sindroma yang komplek yaitu
gabungan antara faktor fisiologis, metabolik, psikologis dan efek
pengobatan. Manifestasinya berupa kehilangan berat badan
progresif yang berkaitan dengan anoreksia hebat, ashtenia,
anemia dan gangguan imunologik.
10
Tujuan diet :
1. Mengatasi efek samping terapi
2. Mengoreksi kaheksia
3. Mencegah penurunan berat badan, kehilangan protein dan
lemak tubuh
4. Mencegah infeksi dan sepsis
5. Mencukupi kebutuhan zat gizi mikro
6. Mengontrol gangguna saluran pencernaan, yang biasanya
timbul pada kondisi kehilangan berat badan lebih dari 10%
7. Memelihara dehidrasi
Syarat diet
1. Energi adekuat. Kebutuhan energi diberikan bervariasi antara
100% dari kebutuhan gizi yang dianjurkan. Perhitungan
kebutuhan energi sebaiknya berdasarkan BB/TB dan
memperhitungkan penambahan energi jika demam , infeksi
dan stres
2. Protein adekuat. Kebutuhan protein berkisar antara 100% -
150% AKG untuk memperbaiki jaringan yang rusak,
memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan mencegah wasting
otot.
3. Lemak dapat diberikan 25-30% dari total energi. Dianjurkan
untuk jenis lemak rantai sedang (MCT)
4. Suplemen vitamin dan mineral diperlukan jika asupannya
vitamin dan mineral rendah
5. Gunakan bahan makanan yang mengandung fitokimia dan
antioksidan seperti buah dan sayur yang berwarna, serta
bumbu- bumbu dapur.
6. Porsi kecil dan diberikan sering
7. Batasi natrium 4-6 gram perhari bila ada edema
11
8. Jika sedang jalani kemoterapi sebaiknya hindari makanan
yang diawetkan, makanan beragi seperti tempe, tape dan
brem serta makanan mentah.
3.Gizi Buruk Marasmik
3.a Definisi
Gizi buruk adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
berat badan menurut tinggi badan atau panjang badan <70% dari
median atau Z score <-3SD (WHO Child Standard) dengan atau
tanpa adanya edema. Bila disertai dengan edema sedang atau
berat, nilai Z skor bisa >-3SD.
Kriteria Klinis Antropometri (BB/TB-
PB)
Gizi buruk Sangat kurus dan
atau edema minimal
kedua punggung kaki
<-3 SD( bila ada
edema BB/TB bisa >-
3SD)
Gizi kurang kurus ≥-3 SD - <-2SD
Gizi baik Tampak sehat 2 SD - + 2SD
Gizi lebih gemuk >+2SD
Secara klinis gizi buruk terbagi menjadi kwasiokor,
marasmus dan marasmik-kwasiokor, walau pada tatalaksananya
tidak ada perbedaan kecuali pengurangan jumlah cairan yang
diberikan pada fase stabilisasi bila terdapat edema berat. Dilihat
dari penyebabnya, marasmus merupakan hasil kumulatif
masukan energi dan protein yang tidak adekuat yang terjadi
perlahan – lahan. Sementara kwasiokor terjadi selain karena
kurangnya asupan makanan, juga berkaitan dengan respons
tubuh terhadap adanya infeksi dan stres oksidatif.
12
3b. Etiologi
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi
buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya
gizi buruk, yaitu :
1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan
terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau
makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan
karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
2. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini
disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh
sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik,
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
1. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh
masyarakat
2. Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan
pengasuhan asuh anak
3. Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak
memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor
penyebab gizi buruk pada balita, yaitu:
1. Keluarga miskin
2. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi
anak
3. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC,
HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
13
3.c Tanda dan Gejala
Gizi buruk marasmus
Wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
Mata besar dan dalam, sinar mata sayu
cengeng
Feces lunak atau diare
Rambut tipis, jarang, kering, mudah dicabut
Jaringan lemak sedikit atau bahkan tidak ada, lemak subkutan
menghilang hingga turgor kulit menghilang
Kulit keriput, dingin, kering dan mengendur
Iga gambang
Atrofi otot, tulang terlihat jelas
Tekanan darah lebih rendah dari usia sebayanya
Frekuensi nafas berkurang
Kadar Hb berkurang
Nafsu makan hilang dan sering muntah
Baggy pants
3c. Tatalaksana Diet
WHO 1999, telah membuat pedoman penatalaksanaan
anak gizi buruk ( Management of Severe Malnutrition ) yang disebut
dengan 10 langkah penanganan gizi buruk, yaitu :
1. Pengobatan/ Pencegahan Hipoglikemia
2. Pengobatan/Pencegahan Hipotermia
3. Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi
4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
5. Pengobatan dan Pencegahan Infeksi
6. Koreksi Defisiensi Zat Gizi-Makro
7. Pemberian Makanan Awal (Stabilisasi)
8. Pemberian Makanan Tumbuh Kejar ( Rehabilitasi)
14
9. Stimulasi Sensoris dan Dukungan Emosional
10.Persiapan Tindak Lanjut di Rumah
Langkah – langkah tersebut meliputi 3 fase yaitu : penanganan
awal (stabilisasi) pada minggu pertama, transisi pada minggu kedua
hingga keenam, rehabilitasi pada minggu ketujuh hingga minggu ke
26. Formula diet menurut WHO yaitu Formula 75 (F75), Formula
100(F100), Formula 135 (F135)
Berikut adalah perhitungan kebutuhan energi , protein dan
cairan pada gizi buruk untuk anak umur <5 tahun
Zat gizi Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Energi 80 -100
kkal/kgBB/hr
100 -150
kkal/kgBB/hr
150 -220
kkal/kgBB/hr
Protein 1-1,5
gram/kgBB/hr
2 – 3
gram/kgBB/hr
3-4
gram/kgBB/hr
Cairan 130 ml/kgBB/hr
100 ml/kgBB/hr
bila ada edema
berat
150 ml/kgBB/hr 150- 200
ml/kgBB/hr
100 ml/kgBB/hr
bila ada edema
berat
Sedangkan gizi buruk untuk remaja dan dewasa :
Umur Energi/hari
7-10 75
11-14 60
15-18 50
19-75 40
>75 35
BAB III15
HASIL PENGUMPULAN DATA ASUHAN GIZI
A. GAMBARAN UMUM PASIEN
Nama : An. S
Nomer Rekam Medik : 399-80-74
Tanggal lahir : 18 September 2004
Usia : 10 tahun 4 bulan
Waktu Masuk RSCM : 31 Maret 2015
Ruang Rawat : 111 D
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar
Pekerjaan : Pelajar
Anak ke : 5 ( dari 8 bersaudara )
Tanggal Pengamatan : 03 – 05 April 2015
Diagnosa Penyakit : Febrile Neutropeni, osteosarkoma femur kiri
post amputasi stadium IV, diare akut tanpa dehidrasi, gizi buruk marasmik
B. PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR
1. SKRINING GIZI
Skrining bertujuan untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko,
tidak beresiko malnutrisi atau kondisi khusus. Hasil skrining pasien
dengan menggunakan strong kids yaitu dengan total skor 4 (resiko
tinggi) berdasarkan jawaban pertanyaan bahwa pasien tampak kurus
( skor 1), pasien tidak mengalami penurunan berat badan selama 1
bulan terakhir (skor 0), pasien mengalami penurunan nafsu makan
dalam seminggu terakhir (skor 1) dan pasien terdapat penyakit atau
keadaan yang dapat mengakibatkan pasien berisiko mengalami
malnutrisi (skor 2) , artinya pasien harus dikaji ulang setelah satu hari
(setiap hari) oleh dietisien.
16
2. ASSESMENT
Antropometri :
Dalam melakukan pengkajian gizi pasien , hal yang pertama
dilakukan yaitu mengukur antropometri pasien untuk
mengetahui status gizi pasien. Berikut adalah hasil
antropometri pengambilan data tanggal 02 April 2015.
Tabel 1
Hasil Data Antropometri Masuk Rumah Sakit (MRS)
Kesan : Berdasarkan data antropometri yang telah didapat,
status gizi pasien yaitu gizi buruk dengan tinggi badan yang
setara dengan usia 6 tahun 3 bulan dan berat badan ideal 21
kg.
17
Antropometri Indeks
Usia : 10 tahun 6 bulan Height Age (HA) : 6 tahun
3 bulan
BB : 14 kg BB/U : 40 % (gizi buruk)
TB : 117 cm TB/U : 82,9 % (gizi buruk)
LLA : 13,7 cm BB/TB : 66 % (gizi buruk)
BBI : 21 kg LLA/U : 65 % (gizi
buruk)
Data Biokimia
Pengkajian setelah antropometri yaitu pengkajian data secara
biokimia. Hasil data biokimia berdasarkan data laboratorium
pasien. Berikut adalah data biokimia dari hasil data
laboratorium pasien tanggal 31 Maret 2015.
Tabel 2
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Masuk Rumah Sakit (MRS)
Kesan : Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa
kadar leukosit pasien tinggi melebihi normal namun kadar Hb,
Ht dan albumin lebih rendah dari kadar normal.
Pemeriksaan Klinis/ Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendetaksi adanya kelainan
klinis yang berkailan dengan gangguan gizi atau dapat
menimbulkan masalah gizi. Berikut adalah pengkajian data
pemeriksaan klinis/fisik pasien tanggal 02 April 2015
18
Hasil Lab
Tanggal 31/3/2015
Kadar Normal Keterangan
Hb : 10,3 gr/dl 11 – 16 gr/dl Rendah
Ht : 29,5 % 33 - 38% Rendah
Albumin : 3,49 gr/dl 4 – 5,2 gr/dl Rendah
Leukosit : 0,77/ml x 103
Tabel 3
Hasil Pemeriksaan Klinis/Fisik Masuk Rumah Sakit (MRS)
Klinis
Kesadaran : Compos mentis
Kepala : Normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemi
Dada : gerakan dada simetris
Jantung : bunyi jantung normal
Paru : suara nafas ventrikel sebelah kanan lebih lemah
Kondisi lain : tidak ada edema, hepar tidak membesar, post
amputasi tungkai kiri, lemas, pucat, sariawan dilidah, nafsu
makan menurun, iga gambang,tidak ada mual dan muntah,
BAB cair 2x.
Fisik
Tekanan darah : 105/69 mmHg
Nadi : 130 x/menit (Normal)
Suhu : 37,9 o C (Normal)
Pernapasan : 28x/menit (Normal)
Kesan : Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami penurunan nafsu makan dan memiliki tanda -
tanda klinis pasien gizi buruk marasmik.
Riwayat Makan (dietary history)
Gambaran asupan makan pasien secara kualitatif diperoleh
dari hasil gambaran kebiasaan makan/pola makan sehari
berdasarkan frekuensi penggunaan bahan makanan, berikut
adalah gambaran asupan makan pasien secara kualitatif :
19
Kebiasaan makan pasien SMRS, rata –rata dalam 1 hari
pasien mengonsumsi bubur ayam ¼ penukar, nasi ½ penukar,
ayam ¾ penukar, sayur ½ penukar. Pasien biasa mengonsumsi
snack yang bersifat kering atau di goreng seperti keripik pisang
dan keripik jagung, biasanya pasien mampu menghabiskan 1
bungkus ukuran kecil. Selain itu pasien juga biasa mengonsumsi
agar – agar untuk snack sebanyak 1 mangkuk kecil. Pasien tidak
menyukai susu dan tidak mempunyai alergi terhadap makanan
apapun. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien mengalami
penurunan nafsu makan semenjak awal sakit terutama pada saat
di lakukan operasi dan kemoterapi.
Pada saat awal masuk rumah sakit, pasien mendapatkan
makanan biasa 1200 kkal dan MC 2 x 100 ml. Pasien mampu
menghabiskan nasi 1 penukar, ayam 1 penukar, ikan ¼ penukar,
tahu ½ penukar, tempe ¼ penukar, perkedel ¼ penukar, sayur ¾
penukar, buah 2 penukar, ditambah MC 2x100 ml.
Berikut ini hasil kebutuhan energi dan zat gizi pasien
(dengan perhitungan terlampir dilaporan) :
• Energi : 1050 kkal
• Protein : 28 gr
• Lemak : 35 gr
• KH : 152,25gr
• Cairan :1200 ml
Setelah dilakukan recall atau anamnesa secara kuantitatif ,
asupan zat gizi dalam satu hari SMRS dan MRS dianalisis yang
selanjutnya dihitung persen pencapaian asupan zat gizi terhadap
kebutuhan. Berikut adalah hasil anamnesa makanan pasien SMRS
dan MRS :
Tabel 4
20
Hasil Anamnesa Makan Pasien Sebelum Masuk Rumah Sakit
Zat Gizi Jumlah
Asupan
Kebutuhan
Sehat
% Pencapaian
terhadap
kebutuhan
Energi (kkal) 450 1050 42,8
Protein (gr) 8,75 28 17
Kesan : Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan pencapaian
asupan energi dan protein SMRS kurang (<90%).
Tabel 5
Hasil Anamnesa Makanan Pasien MRS
Zat Gizi Jumlah
Asupan
Kebutuhan
Sakit
% Pencapaian
terhadap
Kebutuhan
Sakit
Energi (kkal) 875 1050 83
Protein (gr) 24,75 28 88
Kesan : Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan pencapaian
asupan energi dan protein MRS kurang (<90%).
Riwayat Personal
Pasien seorang pelajar kelas 5 SD. Pasien merupakan
anak ke 5 dari 8 besaudara. Pasien tinggal bersama ayah, ibu,
kakak dan adiknya. Pasien lahir dengan berat badan 3000 gram,
ASI ekslusif dan di beri ASI hingga umur 2 tahun. Umur pertama
kali pasien di berikan makan selain ASI yaitu umur 6 bulan dalam
bentuk bubur susu. Awal mula pasien terdiagnosa osteosarkoma
21
yaitu pada saat awal bulan November 2014 pasien terjatuh saat
bermain di sekolah, kemudian setelah terjatuh pasien merasa
pegal dan nyeri pada bagian paha kiri, keluarga pasien hanya
mengatasi keluhan pasien dengan pijatan, namun kaki pasien
mulai membengkak pada bagian paha kiri, selanjutnya dibawa ke
RS karya bakti pada tanggal 23 november. Akhir bulan November
pasien di rujuk ke RSCM untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,
hasil biopsy menunjukkan bahwa adanya tumor . Tanggal 27
Februari pasien di lakukan tindakan operasi, dan di rawat di PICU.
Tanggal 19 Maret 2015, pasien melakukan kemoterapi protokol
osteosarcoma siklus I, namun 1 minggu pasca kemoterapi pasien
mengeluh demam dengn suhu 38,5 ⁰C, muntah 2x, dan diare 2-
3x/hari, nafsu makan pasien turun dan berat badan pasien
semakin menurun. Tidak ada riwayat penyakit sakit berat/operasi
dalam keluarga maupun pribadi.
Tabel 6
Obat dan Interaksi dengan Makanan
Nama obat Dosis Indikasi Interaksi Obat
dengan Makanan
Leucogen 1 x 100
mg
Memperpendek masa
neutropenia pada pasien
dengan kanker tumor padat
atau keganasan non mieloid
yang mendapatkan
kemoterapi sitotoksik
mielosupresif.
Nyeri
muskuloskeletal
ringan - sedang,
peningkatan
enzim lactate
dehydrogenase,
alkaline
phosphatase,
asam urat serum
22
& gamma-glutamil
transpeptidase.
Cefotaxim 4 x 700
mg
Infeksi berat yang disebabkan
oleh patogen-patogen yang
sensitif terhadap Cefotaxime
seperti :
- Infeksi saluran napas,
termasuk hidung dan
tenggorokan.
- Infeksi pada telinga.
- Infeksi kulit dan jaringan
lunak.
- Infeksi tulang dan sendi.
- Infeksi genitalia, termasuk
gonore non-komplikata.
- Infeksi abdominal.
-
Renalyte 140 ml Pencegahan dan pengobatan
dehidrasi ringan sampai
sedang akibat diare dan
muntah - muntah
-
Paracetamol 3 x 150
mg
mengurangi rasa nyeri ringan
sampai sedang, seperti sakit
kepala, sakit gigi, nyeri otot,
dan nyeri setelah pencabutan
gigi serta menurunkan
demam
Reaksi alergi
dapat berupa
bintik – bintik
merah pada kulit,
biduran, sampai
reaksi alergi berat
yang mengancam
nyawa. Gangguan
darah dapat
berupa
23
perdarahan
saluran cerna,
3. DIAGNOSA GIZI
Berdasarkan data – data assesment yang telah dikumpulkan, di
dapatkan masalah gizi pada pasien yaitu malnutrisi dengan diagnosa
gizi sebagai berikut :
Malnutrisi (NI-5.2) berkaitan dengan penurunan nafsu makan
pasca kemoterapi di tandai dengan BB/TB = 66% dan LILA = 65%,
adanya iga gambang
4. INTERVENTION
a. Tujuan :
Meningkatkan asupan makan dan kebutuhan zat gizi pasien
hingga mencapai 90% sesuai kebutuhan secara bertahap.
b. Syarat diet :
1. Energi 1600 kkal.
2. Protein gram.
3. Cukup vitamin dan mineral.
4. Bentuk makanan biasa per oral + dengan F100.
c. Implementasi :
Diberikan diet biasa 1600 kkal dengan pemberian makanan
biasa 800 kkal (termasuk 2x selingan) + F100 4x 200 cc per
oral.
Jadwal makan :
24
Makanan biasa 2x diberikan untuk pasien yaitu siang dan
sore hari serta selingan diberikan 2x pada pagi dan siang
hari. F100 diberikan 4x yaitu pada pukul 06.00, 09.00,
15.00, dan 21.00 .
5. Monitoring dan Evaluasi
a. Monitoring Antropometri
Monitoring antropometri utama yaitu dengan melakukan
pengukuran LILA setiap hari pengamatan selama 3 hari
sedangkan untuk penimbangan berat badan tidak bisa
dilakukan dikarenakan pasien tidak mampu berdiri dan bangun
dari tempat tidur. Berikut adalah hasil pengamatan
antropometri :
Tabel 7
Hasil Pemantauan Data Antropometri Selama di RS
25
Antropometri Hari I
(3/4/2015)
Hari II
(4/4/2015)
Hari III
(5/4/2015)
BB 14 kg 14 kg 14 kg
TB 117 cm 117 cm 117 cm
LILA 13,8 cm 13,9 cm 14,1 cm
Kesan : Selama 3 hari pengamatan pasien mengalami rata
– rata kenaikan LILA (Lingkar Lengan Atas) sebesar 0,13
cm.
b. Monitoring Data Biokimia
Hasil laboratorium pasien hanya ada pada saat tanggal 31
Maret 2015, hal ini dikarenakan belum ada pemeriksaan
laboratoium dan data laboratorium selama pengamatan.
Berikut adalah hasil pengamatan data biokimia selama
pengamatan 3 hari.
Tabel 8
Hasil Pemeriksaan Kadar Biokimia Darah Selama di RS
Hasil lab
Hari I19/3/15
Hari II20/3/15
Hari III21/3/15
Hb 10,3 g/dl Belum ada data terbaru selama pengamatan hari kedua.
Belum ada data terbaru selama pengamatan hari ketiga.
Ht 29,5%
Leukosit 0,77/mlx103
Kesan :
Selama 3 hari pengamatan data biokimia pasien hanya
ada pada hari pertama. Berdasarkan tabel di atas dapat
disimpulkan bahwa pasien memiliki kadar hb dan ht rendah.
c. Monitoring Klinis/Fisik
26
Berikut adalah hasil pengamatan klinis/fisik pasien selama 3
hari:
Tabel 9
Hasil Pemeriksaan Klinis Selama di RS
Pemeriksaan 3/4/15 4/4/15 5/4/15
Kesadaran Composmentis Composmentis Composmentis
Kepala Normocephal Normocephal Normocephal
Mata Konjungtiva tidak
anemi
Konjungtiva tidak
anemi,
Konjungtiva tidak
anemi,
Paru-paru Suara napas
vaskular,
Ronkhi/wheezing
tidak ada
Suara napas
vaskular,
Ronkhi/wheezing
tidak ada
Suara napas
vaskular,
Ronkhi/wheezing
tidak ada
Jantung Bunyi jantung I-II
reguler,
Gallop tidak ada
Murmur tidak ada
Bunyi jantung I-II
reguler,
Gallop tidak ada
Murmur tidak ada
Bunyi jantung I-II
reguler,
Gallop tidak ada
Murmur tidak ada
Abdomen Datar, lemas
Hepar tidak
membesar,
Limpa tidak
membesar
Datar, lemas
Hepar tidak
membesar,
Limpa tidak
membesar
Datar, lemas
Hepar tidak
membesar,
Limpa tidak
membesar
Ekstremitas Akral hangat,
CRT <2 sec
Akral hangat,
CRT <2 sec
Akral hangat,
CRT <2 sec
Lain-lain tidak ada edema,
hepar tidak
membesar, post
amputasi tungkai
kiri, tidak lemas,
tidak ada edema,
hepar tidak
membesar, post
amputasi tungkai
kiri, tidak lemas,
tidak ada edema,
hepar tidak
membesar, post
amputasi tungkai
kiri, tidak lemas,
27
tidak pucat,
sariawan dilidah
berkurang, nafsu
makan membaik,
iga
gambang,tidak
ada mual dan
muntah, diare
tidak ada
tidak pucat,
sariawan dilidah
berkurang, nafsu
makan membaik,
iga
gambang,tidak
ada mual dan
muntah, diare
tidak ada
tidak pucat,
sariawan dilidah
berkurang, nafsu
makan membaik,
iga
gambang,tidak
ada mual dan
muntah, diare
tidak ada
Tabel 10
Hasil Pemeriksaan Fisik Selama di RS
Pemeriksaan 3/4/15 4/4/15 5/4/15
Tekanan darah 100/72 mmHg 102/69 mmHg 117/76 mmHg
Frekuensi nadi 110x/menit 110x /menit 80x /menit
Frekuensi pernapasan
28x /menit 20x /menit 22x /menit
Suhu 36,5 0C 36,60C 370C
Kesan :Berdasarkan tabel pengamatan di atas dapat disimpulkan
bahwa pasien sudah tidak mual, muntah ataupun diare, nafsu
makan pun membaik. Tekanan darah pasien selalu dibawah
120/80 mmHg dan suhu tubuh masih normal.
d. Monitoring Asupan Makan
28
Monitoring asupan makan pasien untuk melihat asupan zat gizi
yang masuk ke dalam tubuh pasien. Berikut hasil pengamatan
asupan makan pasien selama 3 hari :
Tabel 11
Rata-rata Jumlah Asupan di Rumah Sakit Selama Pengamatan
Asupan Hari I (3/4/2015) Hari II (4/4/2015) Hari III
(5/4/2015)
Rata-
rata dan
%
pencap
aian
MB
800
kkal
F100
4x200
cc
Mak
ana
n
luar
RS
MB
800
kkal
F100
4x200
cc
Mak
ana
n
luar
RS
MB
800
kkal
F100
4x200
cc
Mak
ana
n
luar
RS
Energi 756 720 460 746,
7
800 210 650,
9
730 425 1832
(101%)
Protein 30,8 21,6 15,6 29,6 24 6,67 17 38,9 8 64
(228%)
Kesan : Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa
asupan (intake) makanan sudah meningkat. Asupan energi dan
protein rata – rata pasien melebihi 90% yaitu 101% sedangkan
untuk asupan protein (228%)
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan diagnosis medis pasien menderita Osteosarkoma, febrile
neutropenia, gizi buruk marasmik. Pasien diketahui menderita osteosarkoma
sejak akhir bulan November 2014 dan sudah menjalani 1x kemoterapi. Febrile
neutropenia yang dialami oleh pasien sebagai akibat dari pengobatan kanker
yang di jalaninya yaitu kemoterapi. Selain itu kemoterapi juga menimbulkan efek
samping seperti mual, muntah, demam yang pada akhirnya membuat nafsu
makan pasien menjadi turun, akibatnya pasien mengalami gizi buruk marasmik.
Berdasarkan hasil skrining gizi menggunakan strong kids, pasien
meperoleh skor 4 yang menandakan bahwa pasien beresiko tinggi. Penilaian
skor ini berdasarkan pada penampilan pasien yang tampak kurus, mengalami
muntah dan diare selama 1 minggu terakhir, dan pasien memiliki penyakit
30
kanker yang mengakibatkan pasien berisiko tinggi mengalami malnutrisi
sehingga pasien harus dikaji asuhan gizi dan dikunjungi setiap hari untuk
memantau perkembangan kesehatannya.
Berdasarkan diagnosis gizi, pasien mengalami malnutrisi (NI-
5.2)berkaitan dengan penurunan nafsu makan paska kemoterapi ditandai
dengan BB/TB = 66 %, LILA = 65% dan adanya iga gambang. Pengobatan
kanker dengan cara kemoterapi memberikan efek mual dan muntah sehingga
menyebabkan nafsu makan pasien menjadi menurun. Apabila nafsu makan
pasien menurun berakibat pula pada kurangnya asupan zat gizi sehingga
menyebabkan pasien mengalami gizi buruk marasmik.
Penurunan nafsu makan ini di buktikan dengan kebiasaan makan SMRS
pasien yang hanya mengonsumsi makanan pokok ¾ penukar, ayam ¾ penukar,
sayur ½ penukar, dan snack ½ penukar. Pasien juga tidak terbiasa konsumsi
susu. Penurunan nafsu makan ini di awali dengan paska kemoterapi tanggal 19
Maret 2015. Pada saat 2 hari setelah masuk rumah sakit asupan makan pasien
meningkat dan nafsu makan membaik.
Status gizi pasien berdasarkan indeks BB/U adalah 40% ( gizi buruk),
indeks TB/U adalah 82,9%( gizi buruk), indeks BB/TB adalah 66% (gizi buruk),
indeks LLA/U adalah 65% ( gizi buruk). Dapat disimpulkan bahwa pasien
memiliki status gizi buruk khususnya gizi buruk marasmik dilihat dari klinis
pasien yang tidak di sertai oedema.
Pada saat awal MRS pasien diberikan diet MB 1200 kkal + MC 2x200 ml.
Pasien hanya menghabiskan makanan pokok 1 penukar, lauk hewani 1 ½
penukar,lauk nabati 1 penukar, sayur ¾ penukar dan buah 2 penukar , di
tambah dengan MC 2x200 ml. Setelah didiagnosis bahwa pasien mengalami
gizi buruk marasmik, pada hari 1 pengamatan diet pasien dirubah menjadi MB
800 kkal dan F100 4x200 ml.
31
Untuk monitoring antropometri hal yang di perhatikan yaitu TB, BB, dan
LILA. Namun di karenakan pasien tidak bisa berdiri dan tidak bisa beranjak
ditempat tidur, pemantauan antropometri yng sangat utama adalah LILA. Pada
hari pertama pengamatan LILA pasien sebesar 13,8 cm, selanjutnya hari kedua
LILA pasien sebesar 13,9 cm, dan pada hari ketiga LILA pasien sebesar 14,1
cm. Kenaikan besar LILA pada pasien didukung oleh terpenuhinya asupan
makanan pasien sesuai dengan kebutuhan.
Untuk monitoring data biokimia, pengamat tidak bisa mengamati
perkembangan hasil laboratorium pasien dikarenakan tidak adanya data
laboratorium terbaru sehingga data laboratorium yang di dapatkan hanya hasil
laboratorium pada tanggal 31 Maret 2015 dengan kadar hb ( 10,3 gr/dl) dan Ht
(29,5%) rendah.
Untuk monitoring data klinis, pasien 1 minggu paska kemoterapi
mengeluh demam 38,5⁰C, muntah 2x, diare 2-3x/hari. Pada saat pengumpulan
data tanggal 2 April 2015 pasien tampak kurus, lemas, pucat, sariawan dilidah,
nafsu makan menurun, terdapat iga gambang, namun pada saat pengamatan
hari pertama sampai hari ke tiga pengamatan keluhan keluhan klinis hampir
semua berkurang seperti sudah tidak terlalu lemas , tidak terlalu pucat, sariawan
dilidah berkurang, sudah tidak ada diare , mual ataupun muntah, nafsu makan
membaik namun os masih tampak kurus dan terdapat iga gambang. Sedangkan
untuk data fisik , tekanan darah pasien dibawah 120/80 mmHg.
Untuk monitoring asupan makan pasien, selama pengamatan pasien di
berikan diet makanan biasa 800 kkal dan F100 4x200 ml dengan snack 2x.
Pada hari pertama pengamatan, pasien dapat mengonsumsi F100 total
sebanyak 720 ml atau 45% dari total kebutuhan sedangkan untuk makanan
biasa dan snack pasien dapat mengonsumsi hingga mencapai 47,3% dari total
kebutuhan dan pasien mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebesar
28% dari total kebutuhan. Pada hari kedua pengamatan, pasien dapat
mengonsumsi F100 total sebanyak 800 ml atau 50% dari total kebutuhan
32
sedangkan untuk makanan biasa dan snack pasien dapat mengonsumsi hingga
mencapai 46,6 % dari total kebutuhan dan pasien mengonsumsi makanan dari
luar rumah sakit sebesar 13 % dari total kebutuhan. Pada hari ketiga
pengamatan, pasien dapat mengonsumsi F100 total sebanyak 730 ml atau
45,6% dari total kebutuhan sedangkan untuk makanan biasa dan snack pasien
dapat mengonsumsi hingga mencapai 40,6 % dari total kebutuhan dan pasien
mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit sebesar 26,5% dari total
kebutuhan. Sehingga rata – rata pencapaian asupan energi untuk pasien dlam 3
hari pengamatan yaitu 101 % .
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pasien didiagnosis menderita Febrile neutropenia, osteosarkoma
dengan gizi buruk marasmik.
2. Skor skrining gizi pasien dengan menggunakan strong kids yaitu
4, hal ini berdasarkan hasil jawaban dari pertanyaan bahwa pasien
memiliki penampilan yang tampak kurus, mengalami asupan
makan kurang selama 1 minggu terakhir, dan pasien memiliki
penyakit tertentu yang mengakibatkan pasien berisiko mengalami
malnutrisi.
3. Pasien memiliki status gizi buruk berdasarkan perhitungan indeks
BB/TB (66%) dan LILA/U (65%)
33
4. Berdasarkan diagnosis gizi pasien malnutrisi ( NI-5.2) berkaitan
dengan penurunan nafsu makan paska kmoterapi ditandai dengan
BB/TB = 66%, LILA =65% dan adanya Iga gambang
5. Pasien mengalami penambahan besar LILA dengan rata – rata
penambahan LILA yaitu 0,13 cm
6. Keluhan mual, muntah,diare pada pasien sudah tidak ada, pasien
sudah tidak terlalu lemas dan pucat, sariawan berkurang, nafsu
makan pasien membaik
7. Asupan zat gizi pasien meningkat dan telah mencapai >90% dri
total kebutuhan pasien
B. Saran
Sehubungan dengan sudah berkurangnya gejala dan keluhan keluhan
klinis pasien serta nafsu makan pasien membaik, sebaiknya untuk
meningkatkan asupan zat gizi terutama energi dan protein dikarenakan
asupan Os sudah meningkat mencapai 90%. Dilakukan pemantauan
asupan makan pasien setiap harinya.
DAFTAR PUSTAKA
Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). 2014. Penuntun Diet Anak. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014. 978-979-496-835-2.
Sari Pediatri. Tumpal Y Sihombing, Endang Windiastuti, Djajadiman Gatot.
2009. Osteosarcoma Pada Anak di RS. Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta,
Jakarta : s.n., 2009, Vol. 11.
https://www.scribd.com/doc/225268197/Referat-Febrile-Neutropenia 5.41 3/4/15
http://www.kalbemed.com/Products/Drugs/Branded/tabid/245/ID/4527/
Leucogen.aspx
http://www.hexpharmjaya.com/page/cefotaxime.aspx
34
https://www.mims.com/Indonesia/drug/info/Renalyte/
http://www.kerjanya.net/faq/4813-parasetamol.html
http://idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/gizi%20buruk.html
edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/
196710051993022-AI_NURHAYATI/Ilmu_Gizi,_Handout_2..pdf
http://bpk.litbang.depkes.go.id/index.php/pgm/article/view/3106/3072
35
Recommended