View
414
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
injeksi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Adapun maksud dalam kegiatan praktikum Farmasetika II ini adalah
untuk mengetahui dan mampu serta terampil dalam mengerjakan resep
sediaan steril.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu :
1.2.1 Untuk mengetahui cara membuat sediaan steril berupa ampul dengan
baik dan benar sesuai dengan cara kerja.
1.2.2 Untuk mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.
1.2.1 Untuk mengetahui perhitungan tonisitas sediaan steril dengan benar.
1.3 Manfaat
Manfaat praktikum ini yaitu :
1.3.1 Dapat membuat sediaan steril berupa ampul dengan baik dan benar
sesuai dengan cara kerja.
1.3.2 Dapat mengetahui cara sterilisasi yang sesuai dengan sediaan.
1.3.3 Dapat menghitung tonisitas sediaan steril dengan benar.
BAB II
DASAR TEORI
STERILISASI
Ada beberapa pengertian dari sterilisasi yaitu :
Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril
(E.A. Kenneth, 1994, hal 1470).
Sterilisasi adalah proses pembunuhan dan pemusnahan bakteri dan
mikroorganisme lainnya (Junkins, B.L, hal 403).
Adapun pengertian dari steril sendiri adalah suci hama atau bebas dari
mikroorganisme, atau keadaan/kondisi yang tercipta akibat pemusnahan atau
penghilangan semua mikroorganisme. Sterilitas adalah tingkat kesterilan
setelah dilakukan sterilisasi.
Tujuan dari sterilisasi yaitu untuk memusnahkan seluruh mikroorganisme
dalam atau pada suatu objek atau sediaan dan dipastikan bahwa dia bebas dari
resiko infeksi.
Proses Sterilisasi Terdiri Dari :
1. Proses Fisika
Penggunaan panas baik uap maupun pemakaian sinar ultraviolet (UV)
2. Proses Mekanik
Organisme tidak dibunuh langsung tetapi dipisahkan dengan cara menyaring
dengan penyaring bakteri.
3. Proses Kimia
Penggunaan Bahan Kimia (Desinfektan). Persyaratan Desinfektan Yang Ideal
Yaitu :
1. Mempunyai potensi yang tinggi pada kondisi pemakaian.
2. Mudah larut atau bercampur dengan air pada konsentrasi mikroba yang
efektif.
3. Tidak merusak kain dan logam.
4. Stabil dalam penyimpanan.
5. Tidak kaustik dengan derajat toksitas yang rendah dan tidak berbahaya pada
jaringan yang lembut.
6. Relatif murah.
7. Tercampur sempurna dengan antimikroba yang lain yang dipakai dan
komponen lain yang ada dalam formulasi desinfektan.
Proses Pembuatan dan Proses Sterilisasi
Cara Sterilisasi Akhir
Cara ini merupakan cara sterilisasi umum dan paling banyak digunakan
dalam pembuatan sediaan steril. Zat aktif harus stabil dengan adanya
molekul air dan suhu sterilisasi. Dengan cara ini sediaan disterilkan pada
tahap terakhir pembuatan sediaan. Semua alat setelah lubang-lubangnya
ditutup kertas perkamen, dapat langsung digunakan tanpa perlu disterilkan
lebih dahulu.
Cara Aseptis
Cara ini terbatas penggunaannya pada sediaan yang mengandung zat aktif
pada suhu tinggi dan dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja
farmakologisnya. Antibiotika dan beberapa hormone tertentu merupakan zat
aktif yang sebaiknya diracik secara aseptis. Cara aseptis bukanlah suatu cara
sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan steril
dengan mencegah kontaminasi jasad renik dalam sediaan.
Sterilisasi Panas Dengan Tekanan atau Sterilisasi Uap (Autoklaf)
Dengan memaparkan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan
suhu tertentu pada suatu objek, sehingga terjadi pelepasan energy laten uap
yang mengakibatkan pembunuhan mikroorganisme secara irreversible
akibat denaturasi atau koagulasi protein sel. Sterilisasi ini dilakukan dengan
suhu 1210C selama 30 menit. Autoklaf digunakan umtuk mensterilkan alat-
alat persisi seperti gelas ukur, pipet, corong beserta kertas saring, spuit.
Sterilisasi Panas Kering (Oven)
Terjadi melalui mekanisme konduksi panas. Panas akan diabsorpsi oleh
permukaan alat yang disterilkan lalu merambat kebagian dalam permukaan
sampai akhirnya suhu untuk sterilisasi tercapai. Udara panas oven akan
mematikan jasad renik melalui mekanisme dehidrasi-oksidasi terhadap
mikroorganisme. Sterilisasi ini dilakukan dengan suhu 1700C selama 30
menit. Digunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas non-persisi seperti
beaker glass, erlenmeyer, kaca arloji, cawan penguap, pinset logam, batang
pengaduk.
Metode Sterilisasi Pada Injeksi Terdiri Dari :
Pemanasan Kering
1. Metode Oven
Menggunakan udara kering, tidak ada uap air, daya hantar pada suhu
2500F
Syarat Oven :
Suhu sterilisasi.
Variasi suhu kecil maximum 50C.
Panas merata.
Sebar panas (1800C/30 menit).
Keuntungan :
Dapat untuk bahan yang tidak tahan lembab.
Tidak merusak alat-alat gelas.
Dapat untuk alat yang tertutup rapat.
Hasilnya kering.
Kerugian :
Suhu tinggi dan waktu lama.
Banyak obat, karat dan plastik tidak tahan lama.
2. Metode Pemijaran
Dengan api langsung atau bunsen. Dilakukan dengan cepat selama 20
detik, dimana bila kontak langsung dengan nyala api biasanya nyala
oksidasi. Pemakaian terbatas :
Untuk alat dan bahan dengan suhu tinggi.
Untuk logam.
Gelas, pengaduk, kaca arloji, dan mortir dipanaskan secara langsung.
3. Pemanasan Basah
Sistem dengan menggunakan air. Adapun keuntungannya yaitu dapat
membunuh kuman pada suhu rendah lebih mudah daripada pemanasan
kering. Faktor-faktor :
pH.
Obat yang mempengaruhi.
Jumlah antibakteri.
Jumlah pelindung.
Jumlah mikroorganisme.
4. Pemanasan Dengan Uap Jenuh Bertekanan Tinggi (Autoklaf)
Keuntungan :
Lebih cepat dari pemanasan kering.
Dapat digunakan untuk sebagian besar sediaan injeksi.
Alat dan komponen dari karet, plastik akan tahan dengan kondisi
ini.
Kerugian :
Tidak cocok untuk bahan-bahan tanpa air.
Tidak dapat digunakan bahan-bahan sediaan injeksi.
5. Pemanasan dan Bakteri
6. Tindalisasi
Materi dipanaskan pada suhu 800C selama 1 jam atau 1000C kurang dari
1 jam selama 3 hari berturut-turut.
7. Pasteurisasi
8. Penyaringan Bakteri
9. Teknik Aseptik
OBAT SUNTIK
Obat suntik adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk dimasukkan ke
dalam tubuh secara langsung atau melalui kulit, mukosa, atau selaput.
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melaui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih
dahulu sebelum digunakan.
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan
sejumlah obat kedalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke
dalam wadah dosis tunggal atau dosis ganda.
Produk steril adalah sediaan terapis dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan parenteral ini merupakan sediaan yang
unik. Diantara bentuk orang terbagi-bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui
kulit atau membran mukosa ke bagian dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan
garis pertahanan petama dari tubuh yang paling efisien, yakni membran kulit dan
mukosa. Sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari
komponen toksis dan harus yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus
dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik,
kimia, atau mikrobiologi.
Preparat parenteral biasa diberikan dengan berbagai rute. Lima yang
paling umum adalah intravena, intramuscular, subkutan, intrakutan dan
intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan bila diinginkan
kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak dapat
diajak bekerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan
menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara
pemberian yang lain. Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :
1. Efek terapi lebih cepat didapat.
2. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan.
3. Cocok untuk keadaan darurat.
4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.
Sedangkan kerugian dari sediaan injeksi adalah :
1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
2. Cara pemberian yang lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
3. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4. Secara ekonomis lebih mahal dibandingkan sediaan oral.
Adapun komponen-komponen dalam obat suntik (injeksi) adalah :
1. Bahan obat/zat berkhasiat
a. Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing
dalam farmakope.
b. Pada etiket tercantum : p.i (pro injection).
c. Obat yang beretiket p.a (pro analisis) walaupun secara kimiawi terjamin
kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.
2. Zat pembawa atau pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian :
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan untuk injeksi (aqua pro injection) yang dibuat dengan
cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah
logam yang dilengkapi dengan labu perak. Hasil sulingan pertama dibuang,
sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera
digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus
disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
b. Zat pembawa tidak berair
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya
oleum sesame, oleum olivarum, oleum arachidis.
3. Bahan pembantu/zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a. Untuk mendapatkan pH yang optimal.
b. Untuk mendapatkan larutan yang isotonis.
c. Untuk mendapatkan larutan iosioni.
d. Sebagai zat bakterisida.
e. Sebagai pemati rasa setempat.
f. Sebagai stabilisator.
Kerja optimal dan sifat tersatukan dari larutan obat yang diberikan secara
parenteral hanya akan diperoleh jika persyaratan berikut terpenuhi :
Sesuainya kandungan bahan obat yang dinyatakan didalam etiket dan yang ada
dalam sediaan, tidak terjadi penggunaan efek selama penyimpanan akibat
perusakan obat secara kimia dan sebagainya.
Penggunaan wadah yang cocok, yang tidak hanya memungkinkan sediaan tetap
steril tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antarbahan obat dan material
dinding wadah.
Tersatukan tanpa terjadinya reaksi, untuk beberapa faktor yang paling
menentukan bebas kuman, bebas pirogen, bebas pelarut yang secara fisiologis,
isotonis, isohidris, bebas bahan melayang.
Klasifikasi Sediaan Injeksi :
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya injeksi vitamin C
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya injeksi kamfer
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya injeksi phenobarbital
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya injeksi calciferol
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya injeksi bismuth
subsalisilat
6. Emulsi steril, contohnya infus ivelip 20%
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air, contohnya injeksi solumedrol.
Tonisitas Larutan Obat Suntik :
1. Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel
darah merah, sehingga tidak ada pertukaran cairan diantara keduanya, maka
larutan dikatakan isotoni (ekivalen dengan larutan 0,9% NaCl)
2. Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose
dalam serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0,9% NaCl, 154
mmol Na+ dan 150 mmol Cl- per liter = 308 mmol per liter, tekanan osmose
6,86). Pengukur menggunakan alat osmometer dengan kadar mol zat per
liter larutan.
3.Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum
darah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membrane sel darah merah
yang semipermeable memperbesar volume sel darah merah dan
menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar
menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah disebut hemolisa.
4.Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum
darah merah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah
melintasi membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya perintah
sel-sel darah merah, disebut plasmolisa.
Wadah dan Tutup Wadah :
Ada tiga macam wadah untuk larutan injeksi :
1. Wadah tekanan tunggal ialah ampul 1 ml, 2 ml, 5 ml, 10 ml. Dibuat dengan
gelas dan ditutup dengan peleburan.
2. Wadah takaran ganda ialah vial atau flacon, dibuat dari gelas dengan tutup
karet dan diluarnya ditutup dengan tutup kap dari aluminium.
3. Untuk cairan infus digunakan dengan botol infus, biasanya 500 ml, atau
wadah dalam plastik.
BAB III
URAIAN BAHAN
I. LANDASAN TEORI
1.1 Acidum Ascorbicum (FI III, hal 47)
a. Sinonim : Asam Askorbat; Vitamin C
b. Pemerian : Serbuk atau hablur atau agak kuning, tidak berbau ,rasa
asam, oleh pengaruh cahaya lambat laun menjadi gelap
dalam keadaan kering, mantap diudara, dalam larutan
cepat teroksidasi. Titik lebur ± 1900C.
c. Dosis : DL anak dan bayi 1x = 200 mg – 300 mg dibagi dalam 3
4 dosis (FI III, hal 920)
DL dewasa 1 hr = 75 mg – 1 g biasanya 500 mg
(FI III, 959)
d. Daftar Obat: Obat bebas
e. Stabilitas :
Stabilisator : -
pH : 5,0 – 6,5 (Fornas, hal 9); 5,5 – 7,0 (FI III, hal 47)
Diperlukan pemakaian buffer untuk meningkatkan
stabilitas zat aktif dengan menambahkan larutan
NaOH encer agar menambahkan pH.
Pengawet : Pada resep kali ini tidak menggunakan pengawet
tetapi menggunakan carbo adsorben sebagai
penyerap.
Antioksidan : Resep kali ini menggunakan air steril, yaitu air
yang mengalami 2 kali penyaringan atau bebas O2
atau CO2, antioksidan dan asam askorbat 100
mg/ml. Gas inert yang digunakan berupa nitrogen
untuk meningkatkan kestabilan produk dengan
R/ Inj. Vitamin Cm.f da in ampul 2 ml No. V
mencegah reaksi kimia antara oksigen dalam udara
dengan obat. Zat aktif yang digunakan mudah
teroksidasi oleh cahaya. Penyimpanan dalam
wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya.
OTT : Dengan garam-garam besi. Oksidasi agent dan
garam-garam dari logam berat terutama tembaga.
Injeksi dari asam askorbat telah dilaporkan OTT
dengan aminofili, bieonisin sulfat, eritromisin
laktabionat, mofisilin sodium, nitrofurantan
sodium, estrogen konjugasi sodium bikarbonat dan
sulfarunazole di etanilamine kadang-kadang
ketidakcocokan bergantung pada pH atau
konsentrasi terjadi dengan kloramfenikol sodium
suksinat, kloratiazide sodium dan hidrokortison
sodium.
1.2 Carbo Adsorben (FI III, hal 133)
a. Sinonim : Arang Jerap.
b. Pemerian : Serbuk sangat halus, bebas dari butiran, hitam, tidak
berbau, tidak berasa.
c. Fungsi : Penyerap pirogen/antidotum.
d. Konsentrasi: 0,1% (IMO,204)
1.3 Aqua Pro Injection (FI III, hal 97)
a. Sinonim : Aqua untuk injeksi.
b. Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
c. Konsentrasi: 0,1%.
II. STERILISASI
Tipe sterilisasi pada praktikum kali ini adalah tipe A dan tipe C
Tipe A :
Pemanasan dengan autoklaf. Sediaan yang disterilkan diisikan kedalam
wadah yang cocok. Kemudian ditutup kedap. Jika volume wadah tidak
lebih dari 100 ml. sterilisasi dilakukan dengan uap air jernih pada suhu
1150C sampai 1160C selama 30 menit. Bila volume lebih dari 100 ml,
maka sterilisasi dilakukan sampai seluruh isi berada dalam suhu 1150C –
1160C selama 30 menit (IMO, 202).
Tipe C :
Disterilkan dengan cara, larutan disaring melalui penyaring bakteri steril,
diisikan kedalam wadah yang steril, kemudian ditutup kedap menurut
teknik aseptik (FI III, hal 18)
Teknik aseptik dimaksudkan untuk digunakan dalam pembuatan injeksi
yang tidak dapat diselenggarakan dan tidak ada kepastian bahwa hasil
akhir sesungguhnya steril (IMO, hal 203).
III. TONISITAS
3.1 Perhitungan ekivalensi untuk 4 ampul
PTB Vitamin C = - 0,1050C
PTB NaCl = - 0,5760C
TB Vit.C = - 0,1050C = 0,182
TB NaCl - 0,5760C
Volume Sediaan = 2 ml (2% x 2) = 2 ml + 0,04 = 2,04 ml
Jumlah Sediaan = n + 1 = 3 + 1 = 4 ampul
Total Volume = 4 x 2,04 ml = 8,16 ml
Zat Aktif = 5% b/v = 5 g/100 ml
Zat Aktif + 5% = 100 mg/ml + (5 g/100 ml x 100 mg/ml)
= 100 mg/ml + 5 mg/ml
= 105 mg/ml
Total Zat Aktif = 105 mg/ml x 8,16 ml = 856,8 mg
Ekivalensi Vit.C = 0,182 x 856,8 mg = 155,94 mg
Ekivalensi NaCl 0,9% = 0,9 g/100 ml x 8,16 ml
= 0,07344 g = 73,44
Kesimpulan : Hipertonis
3.2 Perhitungan PTB
Larutan NaCl 0,9% = 0,9 g/100 ml x Volume Total
= 0,9 g/100 ml x 6,12 ml
= 0,05508 g
= 55,08 mg
B = - 0,52 – b1.c
b2
= - 0,52 – (0,105 x 10)
0,576
= - 0,53 = - 0,92
0,576
Kesimpulan: Hipertonis
3.3 Perhitungan ekivalensi untuk 6 ampul
Volume Sediaan = 2 ml + (2% x 2 ml)
= 2 ml + 0,04 = 2,04 ml
Jumlah Sediaan = n + 1 = 5 + 1 = 6 ampul
Total Volume = 6 x 2,04 ml = 12,24 ml
Zat Aktif + 5% = 100 mg/ml + (5 g/ml x 100 mg/ml)
= 100 mg/ml + 5 mg/ml
= 105 mg/ml
Total Zat Aktif = 12,24 ml x 105 mg/ml = 1285,2 mg
Ekivalensi Vit.C = 0,182 x 1285,2 mg = 233, 90 mg
Ekivalensi NaCl 0,9% = 0,9 g/ 100 ml x 12,24 ml
= 0,11 g = 110 mg
Perbandingan
110 mg NaCl ˂ 233,90 mg Vit.C
Kesimpulan : Hipertonis
IV. STERILISASI ALAT
No Nama Alat dan Bahan Cara Sterilisasi Suhu dan Waktu
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Beaker Glass
Erlenmeyer
Gelas Ukur
Batang Pengaduk
Corong dan Kertas Saring
Ampul
Cawan Porselen
Spatel Logam
Gelas Arloji
Aqua Destilata
Oven
Oven
Oven
Oven
Autoklaf
Oven
Oven
Oven
Oven
Autoklaf
1700C, 30 menit
1700C, 30 menit
1700C, 30 menit
1700C, 30 menit
1210C, 15 menit
1700C, 30 menit
1700C, 30 menit
1700C, 30 menit
1700C, 30 menit
1210C, 15 menit
Prosedur tetap sterilisasi alat dan wadah primer :
1. Alat dan wadah dibersihkan.
2. Bungkus dengan kertas perkamen untuk alat yang tidak berongga atau
wadah berongga besar.
3. Masukkan kedalam alat sterilisasi sesuai tabel, hingga waktu sterilisasi sejak
suhu mencapai suhu yang diinginkan.
4. Setelah suhu dan waktu sterilisasi terpenuhi, matikan alat sterilisasi,
keluarkan alat dan wadah yang telah disterilkan.
V. PEMBUATAN
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Disterilkan alat-alat dengan autoklaf (kertas saring, corong dan aquadest)
dengan suhu 1210C selama 15 menit dan dengan menggunakan oven (gelas
beker, erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, ampul, cawan porselen,
spatel logam dan gelas arloji) dengan suhu 1700C selama 30 menit.
3. Ditimbang masing-masing bahan dengan kaca arloji.
4. Dibuat API bebas CO2.
Dipanaskan alat dan bahan.
Dipanaskan aqua hingga mendidih.
Seteleh mendidih tetap dilakukan perebusan selama 30 menit kemudian.
ditambah 10 menit untuk bebas CO2.
5. Dipijarkan carbo adsorben dengan menggunakan cawan porselen diatas
bunsen.
6. Dilarutkan vitamin C dengan aqua pro injeksi hingga larut.
7. Dimasukkan carbo adsorben yang sudah berpijar kedalam larutan asam
askorbat, sambil diaduk selama 3-10 menit.
8. Disaring larutan menggunakan kertas saring ganda, dengan terlebih dahulu
kertas saring dibilas dengan API.
9. Dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan indicator pH (5-6,5).
10. Dimasukkan kedalam ampul masing-masing 2 ml dengan menggunakan
spuit.
11. Disterilisasi akhir dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama
15 menit.
12. Dikemas, beri etiket dan label.
VI. FORMULA LENGKAP
R/ Injeksi Vitamin C
Tiap ml mengandung :
Vitamin C 100 mg
Aqua Pro Injection ad 1 ml
VII. PENIMBANGAN
8.1 Penimbangan 4 ampul
1. Vitamin C = 642,6 mg
2. Carbo adsorben = 0,1% x 8,16 ml
= 0,00816 g
= 8,16 mg
3. Aqua = 8,16 ml
8.2 Penimbangan 6 ampul
1. Vitamin C = 1285,2 mg
2. Carbo adsorben = 0,1% x 12,24 ml
= 0,01224 g
= 12,24 mg
3. Aqua = 12,24 ml
VIII. ETIKET
Acidum AscorbicumVitamin C 10%
Ampul
Komposisi :Tiap 1 ml mengandungAcidum Ascorbicum . . . . . . . . . . . . 100 mg
HARUS DENGAN RESEP DOKTERKeterangan lebih lanjut lihat dibrosur
Diproduksi Oleh No.Reg : GKL2077740550A1PT.Hendro Farma No. Batch : 2031011Samarinda Indonesia Exp.Date : 03 Oktober 2013
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum Farmasetika II ini percobaan yang dilakukan adalah
pembuatan sediaan steril, khususnya ampul. Ampul sendiri adalah suatu sediaan
larutan steril dalam dosis tunggal yang hanya dapat yang hanya dapat digunakan
untuk satu kali penyuntikan, ampul yang dibuat mengandung zat akftif yaitu asam
askorbat atau yang biasa dikenal dengan vitamin C yang berfungsi sebagai
pengobatan defisiensi vitamin C. Yang mana pada manusia sumber asam askorbat
eksogen dibutuhkan untuk pembentukan kolagen (kolagen dikulit, tulang,
kartilago, otot dan pembuluh darah serta membantu absorbsi besi) dan perbaikan
jaringan. Asam askorbat secara reversibel dapat dioksidasi menjadi asam
dehidraaskorbat didalam tubuh. Kedua bentuk vitamin ini juga terlibat dalam
metabolism tirosin, konversi asam folat menjadi asam folinat, metabolism
karbohidrat, sintesis lipid dan protein, metabolism besi, resistensi terhadap infeksi
dan pernapasan seluler.
Menurut Formularium Nasional asam askorbat dapat dibuat dengan
menggunakan metode filtrasi dan sterilisasi akhir (metode A dan C). Sterilisasi
tipe A yaitu pemanasan basah dengan autoclave. Prosesnya yaitu sediaan diisikan
kedalam wadah yang cocok dan ditutup kedap. Jika volume tidak lebih dari 100
ml, dilakukan sterilisasi dengan uap jenuh pada suhu 1150 – 1160 selama 30 menit.
Bila volume lebih dari 100 ml, maka sterilisasi dilakukan sampai seluruh isi
berada dalam suhu 1150 – 1160C diperlukan lebih pendek dan suhunya lebih
rendah dari pemanasan kering. Selain itu, alat atau komponen dari bahan karet,
plastik, dan PVC akan tahan dengan suasana dalam autoclave.sterilisasi perlu
dilakukan agar seluruh mikroorganisme dalam suatu objek atau sediaan dapat
dimusnahkan dan dipastikan bebas dari resiko infeksi. Dan metode C yaitu
penyaringan bakteri steril dengan menggunakan kertas saring ganda dan teknik
aseptik. Dalam resep kali ini ada beberapa bahan tambahan dalam proses
pembuatan injeksi ini yaitu API (Aqua Pro Injeksi) sebagai pelarut khusus untuk
sediaan steril atau sebagai pembawa sediaan. Akan tetapi dalam ketersediaannya
API yang ada di laboratorium tidak tersedia, oleh karenanya kita harus
membuatnya terlebih dahulu dengan cara, aquadest dipanaskan diatas kompor
atau lampu bunsen hingga mendidih dengan waktu 30 menit, untuk aqua bebas
CO2 waktu ditambahkan 10 menit. Dan kemudian Aqua Pro Injeksipun siap
digunakan dalam praktikum ini. Kemudian pada sediaan ampul ini zat tambahan
lain yang digunakan adalah carbo adsorben. Guna dari carbo adsorben ialah untuk
menyerap pirogen. Pirogen adalah produk metabolism dari mikroorganisme
secara kimiawi pirogen adalah zat lemak yang berhubungan dengan suatu molekul
pembawa yang biasanya merupakan polisakarida, tetapi juga merupakan suatu
peptida dan jika menginfeksi dapat menyebabkan demam. Kira-kira 1 jam setelah
infeksi pada manusia, pirogen menghasilkan kenaikan temperatur tubuh demam
(panas dingin), sakit badan, vasokontriksi pada kulit dan kenaikan dalam tekanan
darah arteri, jadi agar hal ini tidak terjadi maka ditambahkan carbo adsorben.
Karbon aktif atau carbo adsorben adalah arang halus nabati/hewani yang
telah diaktifkan melalui suatu proses tertentu yaitu pemijaran. Senyawa ini
memiliki daya serap pada permukaannya (adsorpsi) yang kuat terutama zat-zat
yang molekulnya besar seperti alkaloid, toksin bakteri atau zat-zat beracun yang
berasal dari makanan. Begitu pula banyak obat dapat diabsorpsi pada carbo
invivo, sehingga penggunaan obat harus diberikan 2-3 jam setelah pemberian
carbo adsorben. Sehingga dalam penggunaannya untuk pembuatan sediaan ini
yaitu karbo adsorben dengan terlebih dahulu dipijarkan diatas api sampai merah
membara dengan pemanasan pada suhu 50-700C. kemudian karbon aktif yang
sudah membara seluruhnya langsung dimasukkan kedalam larutan zat aktif sambil
terus diaduk selama 15 menit. Kemudian tunggu sampai hangat lalu masukkan
kedalam ampul yang sesuai. Dengan terlebih dahulu dilakukan penyaringan
dengan kertas saring ganda. Dilakukan penyaringan agar tidak tercampur dengan
larutan zat aktif, jadi kondisinya sama dan digunakan kertas saring ganda
bertujuan untuk meminimalkan kotoran yang masuk dihasil akhir dan berguna
untuk memperkecil pori-pori. Yang mana pada dasarnya salah satu syarat dari
injeksi adalah harus jernih.
Adapun tujuan dibuatnya sediaan steril obat suntik dalam bentuk dosis
tunggal yaitu ampul adalah pemberian lebih wadah untuk pasien yang tidak bisa
menelan/muntah, selain itu kerja obat lebih cepat dan obat/zat aktif tidak dirusak
oleh enzim pencernaan seperti halnya bila digunakan secara oral.
Evaluasi sediaan yang dapat diperoleh setelah sediaan injeksi selesai
dibuat adalah evaluasi penampilan sediaan injeksi yang dihasilkan diperoleh
larutan bening berwarna orange, ini dikarenakan kurang membara/kurang aktifnya
carbo adsorben yang digunakan. Seharusnya larutan injeksi vitamin C berwarna
bening. Dengan kadar pH 4 (kondisi asam) seharusnya larutan injeksi vitamin C
yang ideal dan stabil pada pH 5,0 – 6,5. Hal ini dikarenakan tidak adanya
penambahan dapar/penambahan pH. Pengaturan pH dilakukan dengan
penambahan asam, basa, dan dapar. Penambahan larutan dapar hanya dilakukan
untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5 – 9. Pada pH > 9, jaringan mengalami
nekrosis, pada pH < 3, jaringan akan mengalami rasa sakit, phlebitis, dan dapat
menghancurkan jaringan. Pada pH < 3 atau pH > 11 sebaiknya tidak didapar
karena sulit dinetralisasikan, terutama ditujukan untuk injeksi i.m dan s.c.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
Meningkatkan stabilitas obat
Mengurangi rasa nyeri dan iritasi
Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
Umumnya digunakan larutan dapar fosfat, larutan dapar boraks dan
larutan dapar lain yang berkapasitas dapar rendah.
Dalam halnya penambahan gas inert seperti nitrogen dan karbondioksida
perlu ditambahkan untuk meningkatkan kestabilan produk dengan mencegah
reaksi kimia antara oksigen dalam udara dengan obat. Dalam sediaan dosis
tunggal ini penambahan pengawet tidak perlu dilakukan karena pemakaiannya
hanya satu kali pemakaian sedangkan untuk sediaan dosis ganda perlu
penambahan pengawet.
Kemudian untuk evaluasi kebocoran ampul dan proses sterilisasi akhir
tidak dilakukan karena keterbatasan waktu dan alat yang diperlukan. Hanya dapat
menguji pH sediaan. Apakah pH sediaan cocok dengan pH cairan didalam tubuh.
Untuk praktikum selanjutnya diharapkan dapat melakukan proses sterilisasi akhir
dan dapat menguji semua evaluasi untuk sediaan injeksi. Dan sediaan injeksi
vitamin C ini disimpan dalam wadah tertutup rapat dan ampul yang digunakan
harus kedap cahaya dengan penyimpanan pada suhu 250 – 300C atau pada suhu
kamar. Faktor kesalahan yang terjadi dalam praktikum ini adalah ampul yang
digunakan adalah 1 ml sedangkan seharusnya ampul yang digunakan sesuai
dengan jumlah volume yang akan dibuat yaitu 2 ml dan pembuatan
injeksi/pembuatan steril harus dilakukan diruangan khusus yaitu black area, grey
area dan white area. Kemudian karena keterbatasan waktu dan alat, praktikum kali
ini hanya membuat sediaan 4 ampul dan 3 diantaranya dimasukkan kedalam kotak
kemasan, hal ini tidak sesuai dengan resep yang ada untuk dibuat sebanyak 6
ampul.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melaksanakan praktikum pembuatan sediaan steril dalam
bentuk dosis tunggal yaitu ampul, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Sediaan steril dalam dosis tunggal untuk satu kali penyuntikan saja disebut
ampul, biasa tersedia dalam 3 – 5 ml.
2. Pemakaian atau penyuntikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga ahli.
3. Ampul disterilkan dengan sterilisasi akhir menggunakan autoclave.
4. Berdasarkan perhitungan tonisitas sediaan untuk ampul dengan vitamin C
sebagai zat aktifnya adalah larutan hipertonis yaitu larutan yang memiliki
tekanan osmotic yang tidak sama dengan plasma darah namun dapat
diterima dalam jumlah tertentu.
5. pH larutan yang didapat yaitu 4, sedangkan pH seharusnya adalah 5,0 –
6,5.
6. Hasil berwarna jernih kekuningan dengan volume 3 ml tiap ampulnya.
7. Pada etiket harus terdapat label “HARUS DENGAN RESEP DOKTER”
karena tergolong obat keras.
8. Sediaan disimpan pada suhu 50 – 80C atau pada suhu kamar (250C – 300C)
dan terlindung dari cahaya.
5.2 Saran
Praktikan diharapkan dapat berhati-hati dalam pekerjaan sediaan
serta memahami cara pembuatan dan perhitungan tonisitas untuk sediaan
steril seperti ampul. Kebersihan juga perlu dijaga pada saat proses
pengerjaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim.1999. Formularium Nasional. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI Press.
Tjay, T.H dan K.Rahardja.2007. Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Ke-5. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Recommended