View
10
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
lapsus
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkolosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan
merupakan 3 - 7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang
tinggi. Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis yang bervariasi
mulai dari infeksi kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut,
yang disebabkan penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa
terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan
tuberkel-tuberkel mirip benih padi.
TB milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat
penyebaran kuman M. tuberkolosis dari komples primer yang biasanya
terjadi dalam waktu 2– 6 bulan pertama setelah infeksi awal. Tuberkulosis
Milier adalah suatu bentuk Tuberkulosa paru dengan terbentuknya
granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan
ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji ‘milet’ (sejenis gandum),
berdiameter 1-2 mm.
TB milier mirip dengan banyak penyakit, pada beberapa kasus,
hampir 50% kasus tidak dapat didiagnosis semasa hidup. Dari semua pasien
TB, 1,5% di perkirakan merupakan TB milier. Laporan dari Centers for
Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, dari tahun 1996
menunjukkan bahwa 257 pasien (1,2%) dari 21.337 pasien TB adalah TB
milier. Insiden TB miliejr lebih tinggi pada orang Afrika Amerika di
Amerika Serikat karena pengaruh faktor sosial ekonomi, laki-laki lebih
tinggi insidennya dari wanita.
Terjadinya TB milier di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah dan
virulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status imunologis pasien
(non spesifik dan spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun
juga dapat memudahkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV,
malnutrisi, infeksi morbili, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal,
2
keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor lain
yang mempengaruhi perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan,
yaitu kurangnya sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap
rokok, penggunaan alkohol, obat bius, serta sosial ekonomi.7
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Nn. E
Umur : 21 tahun
Alamat : Jl. Porka Ujung no. 121, rt 03/01, Ogan Baru
Pekerjaan : Mahasiswi
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : -
No.Rekam Medis : 12-21-00
Ruang Rawat : Bangsal PDL Perempuan
Tanggal Masuk RS : 06/02/2015
2.2. ANAMNESA
Keluhan Utama : tubuh lemas sejak kurang lebih 3 hari sebelum masuk
rumah sakit
Keluhan Tambahan : berat badan turun,nafsu makan turun, sesak nafas,
demam, batuk sejak 2 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Palembang Bari dengan keluhan tubuh
lemas sejak kurang lebih 3 hari sebelum datang ke rumah sakit. Pasien
mengaku sudah 3 hari terakhir tidak nafsu makan. Sejak kurang lebih 1
minggu yang lalu pasien mengeluh demam, sakit kepala, sesak nafas.
Pasien sempat berobat kedokter dan diduga menderita malaria. Setelah 2
hari berobat dari dokter pasien masih merasa sesak dan demam, pasien
memutuskan kembali mengunjungi dokter yang berbeda dan dinyatakan
adanya gangguan pada paru.
4
Sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu pasien mengaku sering mengeluh
batuk kering. Karena merasa tidak begitu mengganggu pasien hanya
mengkonsumsi obat-obatan warung. Pasien juga merasa 1 bulan terakhir
berat badan berkurang dan sering berkeringat malam hari.
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal oleh pasien,
riwayat penggunaan obat-obatan paru dalam waktu yang lama juga
disangkal oleh pasien. Menurut pasien di lingkungan dan keluarga pasien
tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien serta yang
sedang menjalani pengobatan paru.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat penyakit hipertensi disangkal.
Riwayat diabetes melitus disangkal.
Riwayat penyakit ginjal disangkal.
Riwayat penyakit asma disangkal.
Riwayat penyakit maag disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat penyakit paru disangkal.
Riwayat alergi obat disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien
Tidak ada anggota keluarga yang menjalani pengobatan paru
Riwayat keluarga penyakit hipertensi disangkal.
Riwayat keluarga penyakit diabetes mellitus disangkal.
Riwayat keluarga penyakit asma disangkal.
Riwayat keluarga penyakit jantung disangkal.
Riwayat keluarga penyakit paru sebelumnya disangkal.
Riwayat keluarga penyakit ginjal disangkal.
5
Riwayat keluarga alergi obat disangkal
2.3. Status Generalis (pemeriksaan dilakukan pada tanggal 09/02/2015)
Kesadaran : Composmentis
Keadaan Umum : Baik
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 37,1°C
Pernapasan : 24 x/menit
PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
1. Bentuk : Normocephali
2. Posisi : Simetris
3. Penonjolan : Tidak ada
MATA
1. Exophthalmus : Tidak ada
2. Enoptashalmus : Tidak ada
3. Edema kelopak : Tidak ada
4. Konjungtiva anemis : Tidak ada
5. Skelera ikterik : Tidak ada
TELINGA
1. Pendengaran : Baik
2. Membran timpani : Tidak dilakukan
3. Darah : Tidak ada
4. Cairan : Tidak ada
LEHER
1. Trakea : Tidak deviasi
6
2. Kelenjer tiroid : Tidak membesar
3. Kelenjar Limfe : Tidak membesar
PARU-PARU
1. Inspeksi : Bentuk & ukuran dada normal, pergerakan nafas dalam
keadaan statis & dinamis simetris kanan dan kiri
2. Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan dan kiri, fremitus vokal,
simetris kanan dan kiri
3. Perkusi : Sonor (+) di seluruh lapang paru
4. Auskultasi : Vesikuler (+/+); Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
JANTUNG
1. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Iktus cordis teraba
3. Perkusi : Jantung dalam batas normal
4. Auskultasi : Bunyi Jantung I & II Normal, Reguler.
Gallop (-)Murmur (-)
ABDOMEN
1. Inspeksi : Datar, gerak peristaltik usus tidak terlihat tidak tampak
sikatrik.
2. Auskultasi : Bising usus (+) Normal
3. Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
4. Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba
EKSTREMITAS
Lengan Kanan Kiri
Tonus otot Normal Normal
Massa otot Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
7
Kekuatan 5 5
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Tonus otot Normal Normal
Massa otot Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
Kekuatan Normal Normal
Edema + +
Luka - -
Varises - -
2.4. Pemeriksaan Penunjang
2.4.1 Pemeriksaan laboratorium (07/02/2015)
Jenis pemeriksaan Hasil Normal
Hematologi
Hemogolobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
8,9 g/dl
5.000
272.000
28 %
P : 12-14 g/dl
5.000-10.000 /ul
150.000-400.000 /ul
P : 37-43 %
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
0
0
1
81
10
8
0-1%
1-3%
2-6%
50-70%
25-40%
2-8%
Glukosa darah
sewaktu 82 mg/dl <180 mg/dl
Fungsi ginjal
Ureum
Kreatinin
28 mg/dl
0,6 mg/dl
20-40 mg/dl
P : 0,6 – 1,1 mg/dl
8
2.4.2 Pemeriksaan Radiologi
Gambar 1 : Foto Rontgent Thorak
2.5. Diagnosis Kerja
TB Paru Millier
2.6. Penatalaksanaan di IGD
IVFD RL gtt XX/menit (makro)
Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr
9
Epexol Syr 3x1 C
Neurodex 1 x 1 tab
Rontgen thoraks
Cek Labor: darah rutin dan kimia darah
2.7. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
2.8. Follow Up
Sabtu, 07 Februari 2015S : Pasien mengaku tidak ada keluhanO : KU
TD NRRTemperatur
KepalaLeher
Thorax- Paru
IPalPerA
- CorIPalPerA
Abdomen- I
:
::::
::
::::
::::
:
Baik
110/70 mmHg90 x/mnt, reguler, isi tegangan cukup24 x/mnt36,20C
conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)JVP normal, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)
simetris, retraksi (-)/(-),vokal fremitus sin = dex.Sonor (+) di seluruh lapang paruvesikuler (+)/(+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
iktus kordis tidak tampakiktus kordis terababatas jantung normalS1/S2 reguler (+), murmur (-), gallop (-)
datar
10
- A- Pal- Per
Ekstremitas- Superior- Inferior
:
:
::
BU + Lemas, nyeri tekan (-) , hepar-lien tidak terabaRedup, asites (-), shifting dulness (-), undulasi (-)
Akral hangat (+)/(+), Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)Akral hangat (+)/(+), Pitting edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
A : TB Milier
P :
- IVFD RL gtt XX/menit - Inj. Ranitidin 2 x 1amp- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr- Neurodex 1 x 1 tab- Epexol syr 3x1 C
Senin, 09 Februari 2015S : Pasien mengeluh demam dan batuk kering
O :
KU
TD NRRTemperatur
KepalaLeher
Thorax- Paru
IPalPerA
- CorIPalPerA
Abdomen- I- A- Pal- Per
Ekstremitas- Superior- Inferior
:
::::
::
::::
::::
::
:
::
Tampak sakit ringan
100/60 mmHg84 x/mnt, reguler, isi tegangan cukup24 x/mnt37,10C
conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)JVP normal, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)
simetris, retraksi (-)/(-),vokal fremitus sin = dex.Sonor (+) di seluruh lapang paruvesikuler (+)/(+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
iktus kordis tidak tampakiktus kordis terababatas jantung normalS1/S2 reguler (+), murmur (-), gallop (-)
datarBU + Lemas, nyeri tekan (-) , hepar-lien tidak terabaRedup, asites (-), shifting dulness (-), undulasi (-)
Akral hangat (+)/(+), Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)Akral hangat (+)/(+), Pitting edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
A : TB Milier
P :- IVFD RL gtt XX/menit - Inj. Ranitidin 2 x 1amp- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Neurodex 1 x 1 tab- Epexol syr 3x1 C- RHZE
Selasa, 10 Februari 2015S : Pasien mengaku tidak ada keluhan
O :
KU
TD NRRTemperatur
KepalaLeher
Thorax- Paru
IPalPerA
- CorIPalPerA
Abdomen- I- A- Pal- Per
Ekstremitas- Superior- Inferior
:
::::
::
::::
::::
::
:
::
Tampak sakit ringan
110/60 mmHg84 x/mnt, reguler, isi tegangan cukup24 x/mnt36,80C
conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)JVP normal, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)
simetris, retraksi (-)/(-),vokal fremitus sin = dex.Sonor (+) di seluruh lapang paruvesikuler (+)/(+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
iktus kordis tidak tampakiktus kordis terababatas jantung normalS1/S2 reguler (+), murmur (-), gallop (-)
datarBU + Lemas, nyeri tekan (-) , hepar-lien tidak terabaRedup, asites (-), shifting dulness (-), undulasi (-)
Akral hangat (+)/(+), Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)Akral hangat (+)/(+), Pitting edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
A : TB Milier
P :
- Ranitidin 2 x 1 tab- Neurodex 1 x 1 tab
- Epexol syr 3x1 C- RHZERencana Pulang
13
BAB III
Tinjauan Pustaka
3.1 Tuberkulosis Milier
3.1.1 Definisi1,2
Tuberkulosis milier (TB milier) merupakan penyakit
limfohematogen sistemik akibat penyebaran kuman Mycobacterium
tuberculosis dari kompleks primer, yang biasanya terjadi dalam waktu
2-6 bulan pertama, setelah infeksi awal. TB milier dapat mengenai 1
organ (sangat jarang, <5%), namun yang lazim terjadi pada beberapa
organ (seluruh tubuh, >90%), termasuk otak. TB milier klasik
diartikan sebagai kuman basil TB berbentuk millet (padi) ukuran rata-
rata 2 mm, lebar 1-5 mm diparu, terlihat pada Rontgen. Pola ini
terlihat pada 1-3 % kasus TB.6,9
3.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian TB di Asia Tenggara selama 10 tahun, di
perkirakan bahwa jumlah kasus baru adalah 35,1 juta.
Penanggulangan TB Global yang di keluarkan WHO pada tahun 2004,
angka kejadian TB pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk). Hasil survey prevalensi TB di Indonesia
tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif
secara nasional 110 per 100.000 penduduk.7,8
TB milier mirip dengan banyak penyakit, pada beberapa kasus,
hampir 50% kasus tidak dapat didiagnosis semasa hidup. Dari semua
pasien TB, 1,5% di perkirakan merupakan TB milier. Laporan dari
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat,
dari tahun 1996 menunjukkan bahwa 257 pasien (1,2%) dari 21.337
pasien TB adalah TB milier. Insiden TB milier lebih tinggi pada orang
14
Afrika Amerika di Amerika Serikat karena pengaruh faktor sosial
ekonomi, laki-laki lebih tinggi insidennya dari wanita. Pada beberapa
kasus di temukan bahwa kulit hitam lebih tinggi insidennya di
bandingkan kulit putih karena pengaruh sosial ekonomi.6
Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak
kecil, terutama usia < 2 tahun, karena imunitas selular spesifik, fungsi
makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum
berkembang sempurna, sehingga kuman TB mudah berkembangbiak
dan menyebar ke seluruh tubuh. TB milier juga dapat terjadi pada
anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer
sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa akibat
reaktivasi kuman yang dorman.6
Terjadinya TB milier di pengaruhi oleh dua faktor, yaitu jumlah
dan virulensi kuman Mycobacterium tuberculosis dan status
imunologis pasien (non spesifik dan spesifik). Beberapa kondisi yang
menurunkan sistem imun juga dapat memudahkan timbulnya TB
milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi morbili, pertusis,
diabetes melitus, gagal ginjal, keganasan, dan penggunaan
kortikosteroid jangka lama. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi
perkembangan penyakit adalah faktor lingkungan, yaitu kurangnya
sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok,
penggunaan alkohol, obat bius, serta sosial ekonomi.7
3.1.3 Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama penyakit
tuberkulosis pada manusia, berupa basil tidak membentuk spora, tidak
bergerak, panjang 2-4 nm. Obligat aerob yang tumbuh dalam media
kultur Loweinstein-Jensen, tumbuh baik pada suhu 37-410C, dinding
sel yang kaya lemak menyebabkan tahan terhadap efek bakterisidal
15
antibodi dan komplemen, tumbuh lambat dengan waktu generasi 12-
24 jam.
3.1.4 Patogenesis
Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Ukuran kuman TB sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang
terhirup dalam percik renik (droplet nuclei) dapat mencapai alveolus.
Sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons
imunologis spesifik, sedangkan sebagian kasus lainnya, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar di hancurkan. Sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam
makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya
kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang di namakan fokus
primer Ghon. Penyebaran selanjutnya, kuman TB dari fokus primer
Ghon menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional,
yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena.
Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis di
namakan kompleks primer (primary complex). Waktu yang di
perlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap di sebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi
TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya berlangsung selama 4-
8 minggu. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas
16
selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.
Penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional
membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara
limfohematogen. Penyebaran hematogen secara langsung bisa juga
terjadi, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh (gambar 2).6,9
Pada TB milier penyebaran hematogennya adalah penyebaran
hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic
spread) dengan kuman yang besar. Kuman ini akan menyebar ke
seluruh tubuh, dalam perjalanannya di dalam pembuluh darah akan
tersangkut di ujung kapiler, dan membentuk tuberkel di tempat
tersebut. Semua tuberkel yang di hasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian (millet
seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning
berukuran 1-3 mm , sedangkan secara histologik merupakan
granuloma. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan
setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah
dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya
sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya
pada anak dibawah 5 tahun (balita) , terutama dibawah 2 tahun.10,11,12
17
Gambar 2. Bagan Patogenesis Tuberkulosis8
3.1.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis TB milier bermacam-macam, bergantung
pada banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang
sering di jumpai adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti TB
pada umumnya, misalnya anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh
(dengan demam ringan atau tanpa demam), demam lama dengan
penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak nafas. TB milier juga
dapat di awali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering
hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat dalam beberapa
hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Lebih kurang 50%
pasien, limfadenopati superfisial, splenomegali, dan hepatomegali
akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah
tinggi dan berlangsung terus-menerus/kontinu, tanpa disertai gejala
respiratorik atau disertai gejala minimal, dan foto toraks biasanya
18
masih normal. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada
paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak nafas di sertai
ronki atau mengi.6,9 Anemia bisa terjadi baik akibat penyakit kronik
ataupun defisiensi besi. Anemia penyakit kronis sering bersamaan
dengan anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran
penurunan besi serum, namun TIBC (Total Iron Binding Capacity)
pada anemia defisiensi besi meningkat. Rendahnya besi pada anemia
penyakit kronis disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem
retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan penurunan saturasi
transferin pada anemia defisiensi besi diakibatkan oleh degradasi
transferin yang meningkat.16 Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi
menurut WHO adalah : (1) kadar hemoglobin kurang dari normal
sesuai usia, (2) Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata <31% (nilai
normal:32%-35%), (3) Kadar fe serum <50µg/dL (nilai normal:80-
180µg/dL), dan (4) Saturasi transferin <15% (nilai normal:20%-25%).
Cara lain untuk menentukan anemia defisiensi besi dapat juga
dilakukan uji percobaan pemberian preparat besi dosis 3-6
mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 3-4 minggu terjadi peningkatan
kadar hemoglobin 1-2 g/dL maka dapat dipastikan bahwa
penyebabnya adalah anemia defisiensi besi.17
Gejala lain yang dapat di temukan adalah kelainan kulit berupa
tuberkuloid, papula nekrotik, nodul, atau purpura. Tuberkel koroid di
temukan pada 13-87% pasien, dan jika di temukan dini dapat menjadi
tanda yang sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis TB milier,
sehingga pada TB milier perlu di lakukan funduskopi untuk
menemukan tuberkel koroid.13
Lesi milier dapat terlihat pada foto thorak dalam waktu 2-3
minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya
19
sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata
diseluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang
hampir seragam (1-3mm). Lesi-lesi kecil dapat bergabung membentuk
lesi yang lebih besar, kadang-kadang membentuk infiltrat yang luas.
Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit, pada foto thorak dapat
di lihat lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju.9,15
3.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah
Tidak ada perubahan hematologi yang spesifik pada TBC
Milier. Laju endap darah tidak informatif. Anemia biasanya ringan,
namun pada kasus lama dan berat mungkin dijumpai anemia berat.
Sering ditemui lekopeni, kadang-kadang lekositosis dan
monositosis.
Dalam pemeriksaan sumsum tulang didapatkan tuberkel-
tuberkel dan gambaran darah tepi dapat menyerupai leukemia
berupa leukositosis dan lekosit-lekosit muda, anemia
leukoeritroblastik berupa lekosit muda dan normoblas.
Kadang-kadang terdapat gambaran hematologik anemia
aplastik berupa pansitopenia.
2. Tes Tuberkulin (Mantoux)
Hasil tes tuberkulin biasanya positif kuat. Pada sebagian
penderita mungkin positif lemah bahkan negatif. Tetapi bila
diulang satu bulan kemudian setelah mendapatkan pengobatan,
praktis semua berubah menjadi positif.
3. Pemeriksaan Radiologi
20
Gambaran patologik pada pemeriksaan radiologi tidak selalu
dijumpai pada kasus TBC Milier. Oleh karenanya gambaran
radiologi normal belum pasti menyingkirkan diagnosa TBC Milier.
Gambaran normal radiologi mungkin disebabkan oleh :
- fokus di paru memecah ke cabang vena, yang menyebabkan
tidak terjadinya infiltrat di paru.
- ukuran infiltrat yang sangat kecil.
- atau karena pemeriksaan dilakukan pada fase dini dari penyakit.
Dalam hal demikian sebaiknya pemeriksaan diulang setelah
1-4 minggu.
Gambaran klasik Rongent foto dari TBC Milier adalah
gambaran badai salju (snow storm appearance). Infiltrat-infiltrat
yang halus berukuran beberapa milimeter, tersebar di kedua
lapangan pandang paru. Lesi milier dapat terlihat pada rontgen paru
dalam waktu 2 - 3 minggu setelah penyebaran kuman secara
hematogen. Gambarannya sangat khas, berupa tuberkel halus
(millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan paru, dengan
bentuk yang khas dan ukuran yang hamper seragam ( 1-3 mm ).
Lesi kecil dapat bergabung membentuk lesi yang lebih besar,
kadang-kadang membentuk infiltrat yang luas. Sekitar 1-2 minggu
setelah timbulnya penyakit, lesi yang tidak teratur seperti kepingan
salju dapat dilihat pada rontgen paru.
Namun perlu diketahui bahwa gambaran badai salju juga bisa
ditemukan pada kasus lain seperti : fungosis paru, sarkoidosis,
hemosiderosis, dan histositosis X. Gambaran radiologik juga bisa
berupa lesi paru yang lebih besar, yaitu berupa infiltrat lober atau
linfadenopati hilus.
Disamping itu dapat ditemukan pula efusi pleura, penebalan
pleura dan kavitasi. Pada anak biasanya didapat gambaran
campuran.
21
4. Pemeriksaan Diagnostik Spesifik
Dari uraian di atas terlukis sulitnya menegakkan diagnosa
TBC Milier, dan lebih sulit lagi bila anak sudah mendapatkan
vaksinasi BCG, karena:
Vaksinasi BCG merubah reaksi imunologi penderita.
Vaksinasi BCG mengurangi nilai diagnosa tes tuberkulin.
Pemeriksaan diagnostik spesifik berupa :
Pemeriksaan BTA sputum
Hanya 75 % kasus TBC Milier positif dalam pemeriksaan BTA
sputum.
Pemeriksaan bilasan lambung
Karena sulitnya mendapatkan sputum pada bayi dan anak, maka
bisa dilakukan pemeriksaan bilasan lambung. Dalam hal ini
ternyata hanya ditemukan 34,8 – 56 % yang positif.
Pemeriksaan cairan cerebrospinal
TBC Milier sering disertai Meningitis yang kadang-kadang
asimtomatik, oleh karenanya perlu dipertimbangkan punksi
lumbal untuk memeriksa cairan cerebrospinal.
Gambaran yang didapat adalah : pleiositosis, kadar glukosa
rendah dan atau kadar protein yang tinggi. Hasil biakan positif
hanya didapat pada 18,2 % kasus.
Pemeriksaan biopsi
Angka positif tergantung dari jaringan yang didapat. Hanya 60
% kasus positif dari pemeriksaan kelenjar limfa dengan
granuloma yang mengeju dan yang tidak mengeju.
3.1.7 Penatalaksanaan
22
Mengacu kepada ketentuan WHO, pengobatan TB Milier pada
prinsipnya sama dengan pengobatan TB pada umumnya, yaitu
perpaduan dari beberapa jenis anti tuberkulosa baik yang
bakteriostatik maupun bakterisid, yaitu :
1. Isoniasid (H)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman
dalam beberapa hari pengobatan. Dosis harian : 5 mg/kg BB, dosis
intermiten 3 x / minggu : 10 mg/kg BB.
2. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang tidak bisa
dibunuh oleh Isoniasid. Dosis harian dan dosis intermiten sama,
yaitu : 10 mg/kg BB.
3. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada di dalam
sel dengan suasana asam. Dosis harian : 25 mg/kg BB, dosis
intermiten 35 mg/kg BB.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian dan intermiten sama, yaitu :
15 mg/kg BB.
5. Etambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, dosis harian : 15 mg/kg BB, dosis
intermiten : 30 mg/kg BB.
Pengobatan dibagi dalam 2 tahap yaitu :
1. Tahap Intensif :
Pada tahap ini kombinasi obat diberikan setiap hari selama
60-90 hari minum obat.
2. Tahap Lanjutan:
23
Jenis obat yang diberikan pada tahap ini lebih sedikit, tetapi
dengan jangka waktu yang lebih lama, yaitu selama 4 - 5 bulan
dengan 54 - 66 hari minum obat (3x/minggu)
Paduan Obat yang ada di Indonesia adalah :
1. Kategori I
Tahap Intensif , 60 hari minum obat setiap hari dengan
perpaduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)
dan Etambutol (E).
Tahap lanjutan, 54 hari minum obat selama 4 bulan
(3x/minggu), dengan paduan : Isoniasid (H) dan Rifampisin (R).
Obat ini diberikan untuk :
a. Penderita baru TBC Paru BTA positif
b. Penderita TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif sakit berat.
c. Penderita TBC ekstra paru berat.
2. Katagori II
Tahap Intensif, selama 90 hari, terdiri dari :
- 60 hari dengan paduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) serta suntikan
Streptomisin (S)
- 30 hari dengan paduan seperti di atas minus suntikan
Streptomisin (S).
Tahap Lanjutan, selama 66 hari minum obat dalam 5 bulan
(3x/minggu), dengan paduan : Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan
Etambutol (E).
Obat ini diberikan untuk :
a. Penderita kambuh (relaps).
b. Penderita gagal dengan pengobatan sebelumnya (failure).
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
24
3. Katagori III
Tahap Intensif, 60 hari minum obat setiap hari dengan
perpaduan obat sbb : Isoniazid (H), Rifampisin (R), dan
Pirasinamid (Z)
Tahap Lanjutan, 54 hari minum obat dalam 4 bulan (3x/minggu)
dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H) dan Rifampisin (R).
Obat ini diberikan untuk :
a. Penderita baru TBC Paru BTA negatif, rontgen positif sakit
ringan.
b. Penderita TBC ekstra paru ringan.
4. Obat Sisipan
Obat ini diberikan kepada penderita yang mendapat
pengobatan Katagori I atau Katagori II, dimana pada akhir
pengobatan fase intensif hasil pemeriksaan BTA masih positif.
Obat fase sisipan diberikan setiap hari selama 30 hari dengan
perpaduan obat : Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)
dan Etambutol (E).
Penatalaksanaan TB Milier
Rawat inap
Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis,
radiologi dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat
diperpanjang
Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
Tanda / gejala meningitis
Sesak napas
Tanda / gejala toksik
25
Demam tinggi
TB Milier bersama dengan :
- TB dengan Meningitis,
- TB Pleuritis Eksudatif,
- TB Parikarditis Konstriktif,
direkomendasikan untuk mendapat pengobatan dengan :
1. Katagori I dan
2. Kortikosteroid, dengan dosis 30-40 mg/kg BB per hari, kemudian
diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/kg BB, dan lama
pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan
pengobatan.
3.1.8 Prognosis
Prognosa kesembuhan TB Milier, setelah ditemukannya obat
anti TB mengalami perbaikan yang signifikan, kecuali bila ada
komplikasi meningitis, serta keterlambatan dan tidak teratur dalam
berobat.
Dengan pengobatan yang tepat , perbaikan TB milier bisanya
berjalan lambat. Respons keberhasilan terai antara lain adalah
hilangnya demam setelah 2 - 3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu
makan, perbaikan kwalitas hidup sehari-hari dan peningkatan berat
badan. Gambaran milier pada rongen dada berangsur-angsur
menghilang dalam 5 - 10 minggu, tetapi mungkun juga belum ada
perbaikan sampai beberapa bulan.
26
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien datang ke RSUD Palembang Bari dengan keluhan tubuh lemas
sejak kurang lebih 3 hari sebelum datang ke rumah sakit. Pasien mengaku
sudah 3 hari terakhir tidak nafsu makan. Sejak kurang lebih 1 minggu yang
lalu pasien mengeluh demam, sakit kepala, sesak nafas. Pasien sempat
berobat kedokter dan diduga menderita malaria. Setelah 2 hari berobat dari
dokter pasien masih merasa sesak dan demam, pasien memutuskan kembali
mengunjungi dokter yang berbeda dan dinyatakan adanya gangguan pada
paru.
Dari anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa pasien sejak kurang lebih
2 bulan yang lalu mengaku sering mengeluh batuk kering. Karena merasa
tidak begitu mengganggu pasien hanya mengkonsumsi obat-obatan warung.
Pasien juga merasa 1 bulan terakhir berat badan berkurang dan sering
berkeringat malam hari. Dengan demikian dari anamnesis dapat ditegakkan
diagnosis yaitu adanya riwayat batuk lama pada pasien, demam, penurunan
berat badan, sesak nafas, nafsu makan turun dan keringat pada malam hari.
Selain itu, pada pemeriksaan fisik dan foto thoraks belum
menunjukkan gambaran khas yang menggambarkan adanya gangguan pada
paru. Menurut literatur pada awalnya pola tidak nampak pada foto
thorak, pola miliary akan semakin nyata pada beberapa hari hingga
beberapa minggu selanjutnya. Pada sebuah penelitian klasik, Felson
mengatakan bahwa miliary tubercles tidak nampak secara radiografi
minimal hingga menunggu 2 atau 3 minggu setelah penyebaran
hematogen.
Pada pasien ini perlu dilakukan pemeriksaan dahak/bilasan
lambung dan rontgen dada. Pemeriksaan kultur kuman dapat diambil
27
dari spesimen sputum, darah, urine, atau cairan serebrospinal untuk
menunjang ditegakkannya diagnosis.
Dari beberapa gejala dan temuan hasil pemeriksaan fisik maupun
penunjang diatas, diagnosis kerja mengarah kepada kelainan paru akibat dari
penyakit paru yaitu tb milier.
Penatalaksanaan awal yang diberikan utamanya bertujuan untuk
menstabilkan keadaan umum dengan menggunakan O2 karena Pemakaian
oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health, USA);
15 jam (British Medical Research Counsil) , dan 24 jam (NIH)
meningkatkan kelangsungan hidup dibanding kan dengan pasien tanpa
terapi oksigen. Obat-obatan IVFD RL gtt XX/menit (makro). Pemberian
antibiotik diawal sebaiknya tidak lakukan karena pemberian antibiotik dapat
false negatif pada pemeriksaan BTA, selain itu pemberian antibiotik
merupakanlini terakhir pada pasien tb yang resisten terhadap OAT.
Pemberian OAT pada pasien sebaiknya menunggu hasil pemeriksaan
penunjang yaitu hasil pemeriksaan BTA.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditama, T.Y. dkk. 2006. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI
2. Isbaniyah, F. dkk. 2011. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI
3. Brooks, dkk. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996. Hal. 410-415
5. W, M.Jusuf, dkk. 2012. Buku ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD dr.Soetomo.
6. Werdhani, Retno Asti. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, Dan Keluarga FKUI. 2002.
7. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2006. p. 988-1000.
Recommended