View
216
Download
9
Category
Preview:
DESCRIPTION
makalah analisa farmasi kauntitatif
Citation preview
MAKALAH
KIMIA MEDISINAL
“Spektrofluorometri & Spektrofotometri”
KELOMPOK
ANGGOTA
DOSEN
:
:
:
VI
1. Rizky Sintya (08121006057)
2. Titis Utami Wahyu N (08121006059)
3. M. Nuryadin (08121006061)
4. Bunga Monica Sari (08121006963)
5. Hasti Rizky Wahyuni (08121006069)
AKRIMAH, M.Si.
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknik analisis spektrofluorometri adalah termasuk salah satu tenik analisis
instrumental disamping teknik kromatografi dan elektroanalisis kimia. Teknik
tersebut memanfaatkan fenomena interaksi materi dengan gelombang
elektromagnetik seperti sinar-x, ultraviolet, cahaya tampak dan inframerah.
Fenomena interaksi bersifat spesifik baik absorpsi maupun emisi. Interaksi tersebut
menghasilkan signal-signal yang disadap sebagai alat analisis kualitatif dan
kuantitatif. Contoh teknik spektroflourometri absorpsi adalah UV/VIS, inframerah
(FT-IR) dan absorpsi atom (AAS). Sedang contoh spektrofluorometri emisi
adalah spektrofluorometri nyala dan inductively coupled plasma (ICP), yang
merupakan alat ampuh dalam analisis logam.
Tujuan mempelajari Analisisi spektrofluorometri yaitu mempunyai pengetahuan
dasar dan keterampilan dalam menggunakan berbagai peralatan spektrofluorometri,
Mengetahui kelebihan dan keterbatasan serta cara memperoleh data yang handal dari
berbagai cara teknik spektrofluorometri. Memahami tentang ketertelusuran metoda
analisis yang digunakan dan Mengetahui cara memvalidasi/verifikasi
metoda spektrofluorometri.
Spektrofotometri dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi suatu zat di
dalam larutan berdasarkan absorbansi terhadap warna dari larutan pada panjang
gelombang tertentu. Metode spektrofotometri memerlukan larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya. Larutan standarnya terdiri dari beberapa tingkat
konsentrasi mulai yang rendah sampai konsentrasi tinggi (Khopkar,2003).
Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi
radiasi elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka,
gelombang dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan
sedangkan campuran cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya
putih. Cahaya putih meliputi seluruh spektrum nampak 400-760
mm. Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat
energi yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi (Ali,2005).
BAB IIISI
2.1 Teknik Spektofluorometri
2.1.1 Pengertian Metode Spektrofluorometri
Metode spektrofluorometri adalah suatu metode pengukuran berdasarkan
sinar yang berfluoresensi. Fluoresensi adalah gejala dari suatu molekul setelah
radiasi cahaya, melepas kembali radiasi tadi dengan panjang gelombang yang
lebih panjang. Fluroresensi akan nampak jelas apabila penyerapan sinar pada
daerah ultraviolet dan melepaskannya dalam daerah gelombang
nampak. Kebanyakan bahan organik ada dalam keadaan dasar (S0 V0), pada
suhu kamar. Penyerapan energy sinar (photon) meningkatkan electron dalam
molekul organik ke tingkat yang lebih tinggi (S1 V1 dan seterusnya)
dalamwaktu kurang dari 10-15 detik.
Setelah penyerapan, tenaga berkurang karena benturan (sebagai panas)
menyebabkan tenaga pada molekul yang terangsang turun lagi dengan cepat
pada getaran terendah dalam keadaan masih terstimulus (S1 V0). Tenaga yang
dilepaskan dari molekul yang kembali ke tingkat dasar dalam waktu cepat,
kurang dari 10-8 detik akan meningkat intensitas fluoresensi, sebagai petunjuk
adanya pergeseran stokes. Meskipun banyak senyawa organik menyerap pada
daerah gelombang ultra violet dan nampak, hanya beberapa saja yang
berfluoresensi.
Apabila struktur molekul bahan organik dapat dipakai untuk memperkirakan
spectrum serapannya, hal yang sama tidak dipakai untuk memperkirakan
senyawa apa yang berfluorosensi. Tetapi ada sedikit petunjuk bahwa senyawa
alifatis cenderung memecah sinar dan tidak berfluoresensi, senyawa aromatis
yang berisi electron tertentu yang tidak ditempat normalnya akan berfluoresensi.
Radiasi yang dilepaskan dapat berkisar pada beberapa panjang gelombang, maka
spectrum fluoresensi berupa kumpulan atau pita spectrum. Spektrum fluoresensi
biasanya tidak tergantung panjang gelombang radiasi yang terserap. Spectrum
fluoresensi hanya dapat memberikan informasi pada saat kurang dari 10 -8 detik.
Intensitas dapat berkurang antara 10 – 15 % apabila suhu sampel menurun dari
30oC menjadi 20oC, maka diperlukan pengatur suhu agar pengukuran dapat lebih
tepat.
2.1.2 Peralatan Pokok dalam Metode Spektrofluorometri
Pengukuran intensitas fluoresensi
dapat dilakukan dengan suatu
fluorometer filter sederhana.
Instrument yang dipergunakan
bermacam-macam mulai dari yang
paling sederhana (filter fluorometer)
sampai ke yang sangat kompleks
yaitu spektrofotometer.
Peralatan pokok dalam metode ini adalah :
- Sumber spectrum yang kontinyu misalnya dari jenis lampu merkuri atau
xenon.
- Monokromator (M1) untuk menyinari sampel dengan panjang gelombang
tertentu.
- Monokromator kedua (M2) yang pada iradiasi konstan dapat dipakai
menentukan panjang gelombang spectrum fluoresensi sampel.
- Detector berupa fotosel yang sangat peka misalnya fotomultiplier merah
untuk panjang gelombang lebih besar dari pada 500 nm.
- Amplifier untuk mengandakan radiasi dan meneruskan ke pembacaan.
Penggunaan mikrosel dapat dikurangi efek prafilter dan pascafilter pada
larutan yang pekat. Absorpsi prafilter mengurangi radiasi yang sampai pada
sampel yang terjauh dari sumber sinar dan pasca filter terjadi karena
pengurangan radiasi fluoresensi yang lepas dari kuvet. Selain penyinaran dengan
arah 90oC dapat dilakukan front-face illumination dengan arah 45o sehingga efek
filtrasi dapat dicegah, namun biasanya kurang peka dibanding penyinaran 90o.
2.1.3 Kegunaan Metode Spektrofluorometri
Spektroflurometri dapat digunakan untuk:
1. Analisa kualitatif yakni perbandingan spectrum fluoresensi dalam membantu
pengenalan senyawa.
2. Analisa kuantitatif yakni pengukuran dapat dilakukan pada kadar yang
sangat rendah dengan ketepatan, keterulangan, dan kepekaan tinggi.
Misalnya pengukuran kadar vitamin E. Bila panjang gelombang emisi dan
eksitasi telah dipilih, maka dapat dibuat hubungan antara intensitas
fluoresensi dengan konsentrasi senyawa. Intensitas fluoresensi tergantung
dari tingkat konsentrasi senyawa. Hubungan tersebut berupa garis lurus
(linier) pada konsentrasi sangat rendah. Apabila kadarnya terlalu tinggi,
larutan tersebut tidak linier lagi karena akan menyerap sebagian sinar
eksitasi.
3. Uji enzim dan analisa kinetika, Enzim hidrolase dapat dengan mudah diukur
melalui kecepatan munculnya senyawa yang berflurosensi pada 450 nm.
Reaksi NAD+ dan NADP+ , Enzim dapat dilihat dalam keadaan aslinya
(invitro), misalnya kadar substrat enzim atau kofaktor yang sangat rendah.
4. Uji struktur protein. Beberapa jenis protein mengandung khromofore yang
berfluoresensi (misalnya tirosin dan FAD), maka protein juga
berfluoresensi.
5. Penunjuk fluoresensi dan uji struktur membrane, Sifat fluoresensi molekul
berubah oleh gerak maupun arah gerak (polaritas) lingkungannya, maka
deteksi senyawa fluoresensi dapat memberikan petunjuk lingkungannya.
6. Mikrosspektrofluorimetri. Gabungan antara spektrofluorimetri dengan
mikroskop dapat dipakai untuk menunjukkan tempat senyawa berfluoresensi
pada sel yang mengikat cat fluoresensi.
2.1.4 Kelebihan
Dapat untuk mengukur konsentrasi sampel yang rendah (pikogram).
Kepekaan fluorimetri dapat diatur dengan penguatan aliran listrik yang terbentuk
dari jalinan fotosel. Spektroflurorimetri sangat mungkin menggunakan spectrum
pilihan yang lebih luas karena geseran Stokes dan adanya dua monokhromator
yang dapat dipakai, atau untuk spectrum yang mengenai sampel dan yang lain
untuk spectrum fluroresensi yang timbul. Untuk fluorimetri tidak diperlukan
kuvet pembanding (referensi) tapi kurva kalibrasi tetap harus dibuat.
Teknik flurometri dapat diperluas untuk mendeteksi adanya perubahan
kimiawi (chemical modification) seperti oksidasi, reduksi, hidrolisa,
polimerisasi dan pembekuan. Misalnya morfin dapat diukur dengan
mengoksidasinya menjadi pseudomorfin yang berfluoresensi.
2.1.5 Kelemahan
Kelemahan yaitu ketergantungan pada keadaan lingkungan dan tidak ada
pegangan senyawa apa yang akan berfluoresensi. Masalah lain dalam fluorimetri
adalah penghapusan (quenching) yaitu energi yang seharusnya dilepas sebagai
sinar fluoresensi terserap oleh molekul lain. Atau sebaliknya bahan-bahan diluar
sampel seperti bahan pencuci (detergent), minyak pelumas, kertas saring atau
kertas lap dapat mempengaruhi pengukuran fluorimeter karena dapat melepas
sinar fluoresensi sendiri.
2.1.6 Contoh Kasus
“Analisis kuantitatif sediaan obat multikomponen dengan spektrofluorometri”
Perlaatan :
Dengan suatu pereaksi tertentu, senyawa yang tidak berfluoresensi dapat
diubah menjadi senyawa yang berfluoresensi. Metode ini penting baik untuk
senyawa organic maupun anorganik, dan banyak senyawa anorganik membentuk
kompleks yang mudah berfluoresensi dengan pereaksi organic.
Misalnya : Vitamin B1 dalam sediaan Farmasi atau makanan dapat ditetapkan
secara spektrofluorimetri setelah dioksidasi menjadi tiokrom yang mudah
berfluoresensi.
Tahapan Analisis dalam metode spektrofluorometri :
- mula-mula dibuat kurva kalibrasi (grafik hubungan fluoresensi dengan
konsentrasi).
- Tahap selanjutnya adalah mengukur intensitas fluoresensi dari zat yang
diperiksa, lalu membaca konsentrasi dari kurva kalibrasi tersebut. Selama
pengukuran, kondisi percobaan harus dijaga supaya tetap konstan. Pengotoran
dapat menurunkan efisiensi dari fluoresensi sehingga mengurangi sensifitas
(quenching).
- Analisa campuran dilakukan dengan memilih radiasi eksitasi pada panjang
gelombang yang berbeda dimana masing-masing komponen campuran
tersebut. Bila tidak mungkin, pengukuran dilakukan pada panjang gelombang
yang berbeda dimana masing-masing komponen campuran tersebut
berfluoresensi.
Kasus:
Spektrofluorometri untuk mengukur kadar Kinin Sulfat
Persiapan dan langkah kerja:
- Disiapkan larutan standard kinin yaitu 0.1, 0.15, 0.2, 0.25, 0.3 ppm dengan
pengenceran dari larutan stok dengan 0,1 N H2SO4
- Larutan kinin sulfat 1 µg/ml dimasukkan ke dalam kuvet, kemudian
ditempatkan ke dalam ruang pengukuran pada spektrofluorometer.
- Besar intensitas fluororesensi maksimum untuk monokromator eksitasi dari
literatur dimasukkan pada alat spektrofluorometer.
- Besar intensitas fluororesensi maksimum monokromator emisi dari literatur
dimasukkan pada alat spektrofluorometer.
- Dilakukan pengukuran intensitas fluororesensi (pada monokromator eksitasi)
untuk blanko (asam sulfat 0,1 N).
- Dilakukan pengukuran intensitas fluororesensi (pada monokromator eksitasi)
untuk masing-masing larutan yang diencerkan.
- Dilakukan pengukuran intensitas fluororesensi (pada monokromator eksitasi)
untuk sampel.
a. Data Pengamatan
Panjang gelombang (λ) eksitasi : 350 nm
Panjang gelombang(λ) emisi : 300-400 nm
Panjang Gelombang (λ) max : 450 nm
Alat : Shimadzu Data Recorder DR-3
b. Pengolahan Data
Pengenceran
Larutan awal : 100 ppm
1. Dibuat Larutan Stok : 1 ppm
Perhitungan => V1 . M1 = V2.M2
V1.100 ppm = 100 mL. 1ppm
V1 = 1 mL
2. Larutan standar : 0,1 ppm
V1.M1 = V2.M2
V1.1 ppm = 25 mL. 0,1ppm
V1 = 2,5 mL
3. Larutan standar : 0,15 ppm
V1.M1 = V2.M2
V1.1 ppm = 25 mL. 0,15ppm
V1 = 3,75 mL
4. Larutan standar : 0,2 ppm
V1.M1 = V2.M2
Bahan Intensitas pada λ=450 nm
Blanko 0,4
Sampel 31
0,1 ppm 14
0,15 ppm 19.9
0,2 ppm 26
0,25 ppm 32
0,3 ppm 39
V1.1 ppm = 25 mL. 0,2ppm
V1 = 5 mL
5. Larutan Standar : 0,25 ppm
V1.M1 = V2.M2
V1.1 ppm = 25 mL. 0,25ppm
V1 = 6,25 mL
6. Larutan Standar : 0,3 ppm
V1.M1 = V2.M2
V1.1 ppm = 25 mL. 0,3ppm
V1 = 7,5 mL
c.
Pengolahan Data
Dari grafik didapatkan persamaan regresi:
BahanIntensitas pada λ=450
nm
Intensitas Bahan-Blanko
pada λ=450nm
Blanko 0,4 -
Sampel 31 30,6
0,1 ppm 14 13,6
0,15 ppm 19.9 19,5
0,2 ppm 26 25,6
0,25 ppm 32 31,6
0,3 ppm 39 38,6
y = bx + a
I = m.C + Io
I = 124,2 C + 0,94
Dengan perhitungan kalkulator didapat R2 = 1
Maka dapat diketahui konsentrasi sampel dengan cara substitusi nilai
intensitas sampel dikurangi blanko pada panjang gelombang 450 nm.
I sampel = 30,6
I = 124,2 C + 0,94
I = 124,2 C + 0,94
C = 0,23 ppm
Dengan faktor pengenceran : 20 kali
Maka konsentrasi sebenarnya dari larutan sampel yaitu kinin sulfat adalah sebesar
0,23 x 20 = 4,6 ppm
2.2 Teknik Spektrofotometri
2.2.1 Pengertian Spektrofotometri
Spektrofotometer merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur absorbansi dengan cara melewatkan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu pada suatu obyek kaca atau kuarsa yang disebut kuvet.
Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan dilewatkan. Nilai
absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding
dengan konsentrasi larutan di dalam kuvet. Menurut Cairns (2009),
spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Tiap media akan menyerap cahaya
10 15 20 25 30 35 40 450
1020304050
f(x) = x − 0.400000000000009R² = 1
Grafik Hubungan
Axis Title
Axis Title
pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawaan atau warna
terbentuk.
Spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari
penilikan visual dimana studi yang lebih terperinci mengenai pengabsorbsian
energi cahaya oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar
dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif. Di samping energi biasa dari gerak
translasi, yang tidak diperhatikan di sini, molekul memiliki energi dalam yang
dapat dibagi lagi dalam tiga kelas. Pertama, molekul dapat berotasi mengelilingi
berbagai sumbu dan memiliki kuantitas tertentu energi rotasi. Kedua, atom-atom
atau gugus – gugus atom dalam molekul dapat bergetar, artinya, bergerak secara
berkala satu terhadap yang laindi sekitar posisi- posisi kesetimbangan mereka,
dengan memberikan energi getaran kepada molekul itu.
Hubungan dari hukum Bouguer dan Beer adalah jika dalam hukum
Bouguer absorpsi radiasi merupakan hasil perkalian dari konstanta dengan tebal
medium pengabsorpsi, sedangkan jika dalam hukum Beer absorpsi radiasi
merupakan hasil perkalian dari konstanta dengan konsentrasi. Sehingga dari dua
persamaan tersebut (hukum Bouguer dan Beer) kita dapat menggabungkannya
menjadi satu persamaan, yaitu absorpsi radiasi merupakan hasil perkalian dari
konstanta dengan tebal medium pengabsorpsi dan konsentrasi. Sehingga
memungkinkan kita untuk menentukan kadar senyawa dalam sistem tunggal
maupun campuran.
2.2.2 Prinsip Kerja Spektrofotometri
Prinsip kerja spektrofotometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun
campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan
dipantulkan, sebagian diserap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Nilai
yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi
karena memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel.
Sinar berasal dari dua lampu yang berbeda, yaitu lampu wolfram untuk
sinar Visible (sinar tampak = 38 – 780nm) dan lampu deuterium untuk sinar Ultra
Violet (180-380nm) pada video lampu yang besar. Pilih panjang gelombang yang
diinginkan/diperlukan. Kuvet, ada dua karena alat yang dipakai tipe double beam,
disanalah kita menyimpan sample dan yang satu lagi untuk blanko. Detektor atau
pembaca cahaya yang diteruskan oleh sampel, disini terjadi pengubahan data
sinar menjadi angka yang akan ditampilkan pada reader.
Yang harus dihindari adanya cahaya yang masuk ke dalam alat, biasanya
pada saat menutup tenpat kuvet, karena bila ada cahaya lain otomatis jumlah
cahaya yang diukur menjadi bertambah.
2.2.3 Instrumen (Peralatan) dalam Spektrofotometri
Secara sederhana Instrumen spektrofotometri yang disebut spektrofotometer
terdiri dari :
Sumber cahaya – monokromator – sel sampel – detektor – read out (pembaca).
1) Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki pancaran
radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa
untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah
lampu pijar dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini
mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (l ) adalah 350 –
2200 nanometer (nm). Untuk daerah UV, lampu pijar ini menghasilkan :
2) Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya
polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu
(monokromatis) yang bebeda (terdispersi).
3) Cuvet
Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat
contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya terbuat dari kwars,
plexigalass, kaca, plastic dengan bentuk tabung empat persegi panjang 1 x 1 cm
dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau
plexiglass, sedangkan cuvet dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca
mengabsorbsi sinar UV. Semua macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di
daerah sinar tampak (visible).
4) Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada
berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal
Panjang gelombang(nm)
Warna WarnaKomplementer
400 – 435 Lembayung (violet) Kuning-hijau
435 – 480 Biru Kuning
480 – 490 Hijau-biru Jingga
490 – 500 Biru-hijau Merah
500 – 560 Hijau Ungu (purple)
560 – 580 Kuning-hijau Lembayung (violet)
580 – 595 Kuning Biru
595 – 610 Jingga Hijau-biru
610 – 750 Merah Biru-hijau
listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum
penunjuk atau angka digital. Dengan mengukur transmitans larutan sampel,
dimungkinkan untuk menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum
Lambert-Beer. Spektrofotometer akan mengukur intensitas cahaya melewati
sampel (I), dan membandingkan ke intensitas cahaya sebelum melewati sampel
(Io). Rasio disebut transmittance, dan biasanya dinyatakan dalam persentase (%
T) sehingga bisa dihitung besar absorban (A) dengan rumus A = - log %T
(Underwood 2002)
2.2.4 Jenis – Jenis Spektrofotometri
Gambar : Spetrofotometri UV-Vis
Secara umum spektrofotometri dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
1. Spektrofotometri Vis (Visible)
Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi
adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum
elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang
gelombang sinar tampak adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga semua sinar
yang dapat dilihat oleh kita, entah itu putih, merah, biru, hijau, apapun..
selama ia dapat dilihat oleh mata, maka sinar tersebut termasuk ke dalam
sinar tampak (visible).
Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai pada spektro visible
adalah lampu Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama Wolfram
merupakan unsur kimia dengan simbol W dan no atom 74. Tungsten
mempunyai titik didih yang tertinggi (3422 ºC) dibanding logam lainnya.
karena sifat inilah maka ia digunakan sebagai sumber lampu. Sample yang
dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memilii warna. Hal ini
menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri visible. Oleh
karena itu, untuk sample yang tidak memiliki warna harus terlebih dulu
dibuat berwarna dengan menggunakan reagent spesifik yang akan
menghasilkan senyawa berwarna. Reagent yang digunakan harus betul-betul
spesifik hanya bereaksi dengan analat yang akan dianalisa. Selain itu juga
produk senyawa berwarna yang dihasilkan harus benar-benar stabil.
Salah satu contohnya adalah pada analisa kadar protein terlarut (soluble
protein). Protein terlarut dalam larutan tidak memiliki warna. Oleh karena itu,
larutan ini harus dibuat berwarna agar dapat dianalisa. Reagent yang biasa
digunakan adalah reagent Folin. Saat protein terlarut direaksikan dengan
Folin dalam suasana sedikit basa, ikatan peptide pada protein akan
membentuk senyawa kompleks yang berwarna biru yang dapat dideteksi pada
panjang gelombang sekitar 578 nm. Semakin tinggi intensitas warna biru
menandakan banyaknya senyawa kompleks yang terbentuk yang berarti
semakin besar konsentrasi protein terlarut dalam sample.
2. Spektrofotometri UV (ultraviolet)
Berbeda dengan spektrofotometri visible, pada spektrofotometri UV
berdasarkan interaksi sample dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu
deuterium. Deuterium merupakan isotop hidrogen yang stabil yang terdapat
berlimpah di laut dan daratan. Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh
mata kita, maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan
senyawa yang tidak memiliki warna. Bening dan transparan.
Oleh karena itu, sample tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna
dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sample dapat langsung
dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat, sample keruh tetap
harus dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip dasar pada
spektrofotometri adalah sample harus jernih dan larut sempurna.
Sebagai contoh pada analisa protein terlarut (soluble protein). Jika
menggunakan spektrofotometri visible, sample terlebih dulu dibuat berwarna
dengan reagent Folin, maka bila menggunakan spektrofotometri UV, sample
dapat langsung dianalisa. Ikatan peptide pada protein terlarut akan menyerap
sinar UV pada panjang gelombang sekitar 280 nm. Sehingga semakin banyak
sinar yang diserap sample (Absorbansi tinggi), maka konsentrasi protein
terlarut semakin besar. Spektrofotometri UV memang lebih simple dan
mudah dibanding spektrofotometri visible, terutama pada bagian preparasi
sample. Namun harus hati-hati juga, karena banyak kemungkinan terjadi
interferensi dari senyawa lain selain analat yang juga menyerap pada panjang
gelombang UV. Hal ini berpotensi menimbulkan bias pada hasil analisa.
Gambar Spektrum UV,
Namun spektrum dari
spektrofotometer VIS dan
UV-VIS juga menyerupai
spektrum UV.
3. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri UV
dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya
UV dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih
sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis,
yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Untuk sistem
spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan paling populer
digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sample
berwarna juga untuk sample tak berwarna.
4. Spektrofotometri IR (Infra Red)
Spektrofotometri ini berdasar pada penyerapan panjang gelombang infra
merah. Cahaya infra merah terbagi menjadi infra merah dekat, pertengahan,
dan jauh. Infra merah pada spektrofotometri adalah infra merah jauh dan
pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 μm. Pada spektro
IR meskipun bisa digunakan untuk analisa kuantitatif, namun biasanya lebih
kepada analisa kualitatif. Umumnya spektro IR digunakan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa
organik. Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan
adanya suatu gugus fungsi spesifik.
Hasil analisa biasanya berupa signal kromatogram hubungan intensitas
IR terhadap panjang gelombang. Untuk identifikasi, signal sample akan
dibandingkan dengan signal standard. Perlu juga diketahui bahwa sample
untuk metode ini harus dalam bentuk murni. Karena bila tidak, gangguan dari
gugus fungsi kontaminan akan mengganggu signal kurva yang diperoleh.
Terdapat juga satu jenis spektrofotometri IR lainnya yang berdasar pada
penyerapan sinar IR pendek. Spektrofotometri ini di sebut Near Infrared
Spectropgotometry (NIR). Aplikasi NIR banyak digunakan pada industri
pakan dan pangan guna analisa bahan baku yang bersifat rutin dan cepat.
Gambar spektrum IR. Pita tertinggi mengarah ke bawah sedangkan pada
UV pita yang paling tinggi mengarah ke atas hal ini disebabkan
spektrofotometer IR ditulis dalam bentung bilangan gelombang
2.2.5 Kelebihan
Keuntungan dari spektrofotometer adalah :
1. Penggunaannya luas, dapat digunakan untuk senyawa anorganik, organik dan
biokimia yang diabsorpsi di daerah ultra lembayung atau daerah tampak.
2. Sensitivitasnya tinggi, batas deteksi untuk mengabsorpsi pada jarak 10-4
sampai 10-5 M. Jarak ini dapat diperpanjang menjadi 10-6 sampai 10-7 M
dengan prosedur modifikasi yang pasti.
3. Selektivitasnya sedang sampai tinggi, jika panjang gelombang dapat
ditemukan dimana analit mengabsorpsi sendiri, persiapan pemisahan menjadi
tidak perlu.
4. Ketelitiannya baik, kesalahan relatif pada konsentrasi yang ditemui dengan
tipe spektrofotometer UV-Vis ada pada jarak dari 1% sampai 5%. Kesalahan
tersebut dapat diperkecil hingga beberapa puluh persen dengan perlakuan
yang khusus.
5. Penggunaanya mudah, spektrofotometer mengukur dengan mudah dan
kinerjanya cepat dengan instrumen modern, daerah pembacaannya otomatis
(Skoog, DA, 1996).
2.2.6 Kelemahan
Kelemahan spektrofotometri adalah
1. Alat-alat yang digunakan untuk analisisnya harganya mahal, perawatannya
agak sedikit susah.
2. Hukum Beer menuntut radiasi monokromatik karena nilai absorbtivitas
bergantung pada panjang gelombang. Nilai absorbans yang terukur
mencerminkan distribusi panjang gelombang dalam radiasi yang dalam
sebuah spektrofotometer praktis, tak pernah benar- benar monokromatis.
3. Kesulitan dalam menjaga kesetimbangan analit yang melibatkan ion- ion
sering peka terhadap elektrolit yang ditambahkam, dan kegagalan
mengendalikan kuat ion dapat menimbulkan masalah dalam spektrofotometri.
2.2.7 Contoh Kasus
Dari Jurnal Analisis Kafein dalam Kopi Bubuk di Kota Manado Menggunakan
Spektrofotometri UV- Vis.
Tujuan penelitian ini yaitu menentukan kadar kafein dalam kopi bubuk kota
Manado dan kadar maksimum kopi bubuk yang dapat dikonsumsi per hari
berdasarkan SNI. Sampel kopi merupakan 6 jenis kopi bubuk yang ada di kota
Manado. Identifikasi dilakukan dengan metode parry, sedangkan kadar kafein
ditentukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Langkah-langkah dalam
penentuan kadar kafein ini, yaitu :
a) Pembuatan Larutan Baku Kafein
Ditimbang sebanyak 250 mg kafein, dimasukkan ke dalam gelas piala,
dilarutkan dengan akuades panas secukupnya, dimasukkan ke dalam labu
takar 250 mL. Kemudian diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan
dihomogenkan. Dipipet larutan standar kafein tadi sebanyak 2,5 mL,
dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL mL kemudian diencerkan dengan
akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
b) Penentuan Panjang Gelombang
Deteksi absorbansi larutan standar pada rentang panjang gelombang 250-300
nm dengan menggunakan instrument spektrofotometer UV-Vis.
c) Pembuatan Kurva Standar
Pembuatan larutan standar didahului dengan pembuatan larutan induk
1000mg/L yang dibuat dengan melarutkan 250 mg kafein kedalam 250 mL
akuades.
d) Penentuan Kadar Sampel
Dibaca serapan sinar (absorbansi) dengan spketrofotometer pada panjang
gelombang 275 nm dengan blanko serapan akuades. Kemudian, dihitung
jumlah kafein dari angka serapan masing-masing.
Hasil Uji kuantitatif kafein metode Spektrofotometri UV-Vis
Dari hasil analisis kuantitatif pada kopi dengan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis, ada 6 sampel kopi yaitu sampel A, B, C, D, E, dan F
yang dibaca dengan panjang gelombang 275 nm. Untuk membaca nilai
konsentrasi, masing-masing 100 mL sampel diambil 0,05 mL kemudian
diencerkan dalam 3 mL akuades. Nilai konsentrasi masing-masing sampel dapat
dilihat pada Tabel 3.
Dari data hasil penelitian, dapat dilihat besar kadar kafein dalam setiap
sampel. Menurut SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan
minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Biasanya seseorang
mengkonsumsi kopi bubuk tiap kali disajikan sekitar 3 g dalam satu cangkir. Dari
hasil survey yang dilakukan di kota Manado, penikmat kopi bubuk biasanya
mengkonsumsi sampai 6 g percangkir. Itu artinya dosis kafein yang telah
dikonsumsi mencapai lebih dari 170- 250 mg sehari melebihi batas maksimum
yang ditetapkan SNI.
2.3 Pengayaan (Jawaban Pertanyaan)
1. Apa pengaruh dari memperlebar sistem kromofor dan panjang gelombang yang lebih
panjang pada sistem auksokrom?
Terikatnya gugus auksokrom pada gugus kromofor akan mengakibatkan
pergeseran pita absorpsi menuju kepada gelombang yang lebih besar (Bathokromik)
yang disertai dengan pengikatan intensitas(Hyperkromik).
2. Bagaimana bila dalam penentuan kadar, absorbansi dipenuhi namun hukum lambert
beer tidak dipenuhi?
Untuk mengetahui apakah suatu unsur memenuhi Hukum Beer atau tidak maka
perlu ditentukan grafik kalibrasi absorbansi vs konsentrasi. Hukum Beer hanya dapat
dipenuhi jika dalam range (cakupan) konsentrasi hasil kalibrasi berupa garis lurus,
jadi kita hanya bekerja pada linear range. Seringkali sampel yang dianalisa akan
memiliki absorbansi yang lebih tinggi dari pada larutan standar. Jika kita berasumsi
bahwa kalibrasi tetap linier pada konsentrasi yang lebih tinggi.
Secara umum, Hukum Lambert beer dapat terlaksana jika memenuhi kondisi berikut:
1. Tidak ada interaksi molekul (Encerkan larutan, biasanya 0,01 M, maka jarak rata-
rata antara 2 molekul menjadi cukup kecil dan tingkat interaksi zat terlarutnya
atau ikatan H dapat mempengaruhi lingkungan analit dan absorptivitas nya.
2. Berkas sinar cahaya bersifat monokromatis. Jika berkas sinar tidak bersifat
monokromatis, maka akan terjadi penyimpangan dengan berkas sinar
polikromatis.
3. analit tidak mengalami asosiasi, disosiasi, atau reaksi dengan pelarut untuk
memberikan produk dengan menyerap karakteristik yang berbeda dari analit. Jika
analit mengalami reaksi dengan pelarut, maka akan terjadi penyimpangan kimia.
Bila hukum lambert beer tidak dipenuhi, maka pengukuran kadar tidak dapat
dilakukan.
3. Contoh kasus mengenai geseran batokromik dan hipokromik?
Geseran batokromat atau geseran batokromik (Bathochromic shift) atau geseran
merah, yakni geseran atau perubahan lmaks ke arah yang lebih besar. Penyebab
terjadinya peristiwa ini adalah adanya perubahan struktur, misalnya adanya
auksokrom atau adanya pergantian pelarut. Sedangkan Geseran hipsokromat
(Hypsochromic shift) atau pergeseran hipokromik atau pergeseran biru, yakni
geseran atau perubahan lmaks ke arah yang lebih kecil. Munculnya gejala ini juga
sering disebabkan oleh adanya penghilangan auksokrom atau oleh adanya pergantian
pelarut.
Pergeseran batokromik merupakan pergeseran dari serapan ke panjang
gelombang yang lebih panjang karena sisipan atau pengaruh pelarut (geseran merah).
Geseran batokromik disertai sisipan alkil dihasilkan dari konyugasi berlebihan
dengan gugus alkil yang cukup mudah bergerak untuk berinteraksi dengan gugus
kromoforik. Pergeseran hipsokromik adalah pergeseran dari serapan ke kepanjang
gelombang yang lebih pendek karena sisipan atau pengaruh pelarut (geseran biru).
Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan pelarut atau adanya konjugasi yang
dihilangkan sebagai contoh, konjugasi dari elektron pasangan bebas pada atom
nitrogen anillina dengan sitem ikatan phi cincin benzana dihilangkan dengan adanya
protonasi. Anillina menyerap pada 230 nm (ε 8600) tetapi dalam larutan asam
puncak utamanya hampir sama dengan benzena yaitu 203nm (ε 7500), terjadi
pergeseran biru (Gandjar dkk, 2007).
Pergeseran bathokromik dan hipsokromik berhubungan dengan transisi
elektron n, dan transisi . Pergeseran tersebut dipengaruhi oleh pelarut,
yaitu berkaitan dengan kemampuan pelarut untuk mensolvasi antara keadaan dasar
dengan keadaan tereksitasi. Pada transisi ini, molekul dalam keadaan dasar relatif
nonpolar, dan keadaan tereksitasinya lebih polar dibandingkan keadaan dasar.
4. Tujuan kalibrasi itu apa?
Kalibrasi bertujuan untuk menghilangkan spektrum gelap dalam cahaya yang
diserap larutan yang dapat mengganggu pembacaan skala sehingga pembacaan skala
lebih teliti dan kesalahan pembacaan tidak terakumulasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode Spektrofotometri dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi suatu zat
di dalam larutan berdasarkan absorbansi terhadap warna dari larutan pada panjang
gelombang tertentu. Sedangkan Metode spektrofluorometri adalah suatu metode
pengukuran berdasarkan sinar yang berfluoresensi. Fluoresensi adalah gejala dari suatu
molekul setelah radiasi cahaya, melepas kembali radiasi tadi dengan panjang gelombang
yang lebih panjang.kedua metode ini dapat digunakan untuk menganalisis suatu senyawa
secara kualitatif ataupun kuantitatif. Untuk penetapan kadar kuantitatif suatu senyawa,
metode spektrofotometri lebih banyak dipilih karena pelaksanaanya yang mudah dan
tingkat sensitifitas alat yang tinggi. Namun kelemahan dari metode ini adalah alat yang
digunakan relatif mahal dan membutuhkan perawatan yang khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC.
Harjadi, W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta. PT Gramedia.
Kesia, Rialita Maramis, Citraningtyas, Gayatri, dan Wehantouw, Frenly. 2013. Analisis
Kafein dalam Kopi Bubuk di Kota Manado Menggunakan Spektrofotometri UV-
Vis. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 2 No. 04 November 2013 ISSN 2302.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 1992. Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta. Liberty
Yogyakarta.
Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Florida. Sounders College.
Underwood,A.L dan R.A day, J.R. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
http://www.scribd.com/doc/79545957/Analisis-Kuantitatif-Sediaan-Obat-Dgn-
Spektrofluorometri
Recommended