View
774
Download
101
Category
Preview:
DESCRIPTION
keperawatan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang
menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk memengaruhi
organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran
darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan "pesan"
tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin
seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran
gastroinstestin.
Dalam suatu sistem tidak ada sistem yang bekerja tanpa gangguan. Kerja sistem
endokrin juga dapat terganggu. Dan ganguan fungsi sistem endokrin dapat menyebabkan
kelainan atau dapat berpengaruh besar terhadap tubuh.
Salah satu contoh kelainan sistem endokrin adalah diabetes mellitus dan diabetes
insipidus. Diabetes mellitus dan diabetes insipidus ini merupakan kedua penyakit yang
sama sekali berbeda. Jika diabetes mellitus timbul karna adanya kelainan pada pankreas
yang tidak dapat memproduksi insulin yang cukup untuk tubuh. Sedangkan diabetes
insipidus merupakan kelaian kelenjar pituitari yang tidak dapat mengontrol Antidiuretik
Hormone (ADH).
Orang dengan diabetes insipidus cenderung tidak dapat mempertahankan
keseimbangan cairan dalam darahnya.
Jumlah pasien diabetes insipidus dalam kurun waktu 20 – 30 tahun kedepan akan
mengalami kenaikan jumlah penderita yang sangat signifikan. Dalam rangka
mengantisipasi ledakan jumlah penderita diabetes insipidus, maka upaya yang paling
tepat adalah melakukan pencegahan salah satunya dengan mengatur pola makan dan gaya
hidup dengan yang lebih baik. Dalam hal ini peran profesi dokter, perawat, dan ahli gizi
sangat ditantang untuk menekan jumlah penderita diabetes melitus baik yang sudah
terdiagnosis maupun yang belum. Selain itu dalam hal ini peran perawat sangat penting
yaitu harus selalu mengkaji setiap respon klinis yang ditimbulkan oleh penderita diabetes
insipidus untuk menentukan Asuhan Keperawatan yang tepat untuk penderita Diabetes
Insipidus.
1
Dari latar belakang diatas kelompok kami tertarik untuk membuat sebuah makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Diabetes Insipidus”.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas untuk membtasi pembahasan mengenai diabetes
insipidus pada bab selanjutnya kami membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaiman konsep dasar dari Diabetes Insipidus?
2. Bagaimana proses atau patofisiologi terjadinya diabetes insipidus?
3. Pengkajian apa saja yang dialukan pada pasien dengan diabetes insipidus?
4. Diagnosa keperawatan apa yang mungkin muncul pada penderita diabetes inspidus?
5. Intervensi apa yang mungkin dilakukan pada penderita diabetes insipidus?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dibuatnya makalah ini agar mahasiswa mampu memahami bagaiman
konsep dasar dan asuhan keperawatan pada diabetes insipidus.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar dari diabetes insipidus.
b. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari diabetes insipidus.
c. Mahasiswa mampu memahami bagaimana proses pengkajian pada pasien dengan
diabetes insipidus.
d. Mahasiswa mampu memahami diagnosa keperawatan apa yang mungkin muncul
pada diabetes insipidus.
e. Mahasiswa mampu memahami intervensi apa yang mungkin dilakukan pada
pasien dengan diagnosa diabetes insipidus.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR DIABETES INSIPIDUS
1. Definisi
Diabetes insipudus adalah penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi,
sekresi, atau fungsi ADH. Istilah diabetes insipidus berhubungan dengan kualitas dan
kuantitas urine: penyakit ini berkaitan dengan jumlah urine yang banyak, keruh, atau
tawar. Tanpa ADH, tubulus koligen ginjal tidak dapat merabsorbsi air dan tidak dapat
memekatkan urine. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi
ADH secara total atau parsial oleh hipotalamus, atau penurunan pelepasan ADH dari
hipofisis posterior. Berkurangnya ADH dapat disebabkan oleh tumor atau cedera
kepala. Diabetes insipidus juga dapat disebabkan oleh ginjal yang tidak dapat
berespon terhadap ADH yang bersirkulasi karena berkurangnya reseptor atau second
massenger. Jenis diabetes insipidus ini disebut nefrogenik, yaitu berasal di ginjal,
penyabab diabetes insipidus nefrogenik meliputi, sifat resesif terkait-X dan genetik,
penyakit ginjal, hipokalemia, dan hiperkalsemia.
Diabetes insipidus adalah kegagalan tubuh untuk menyimpan air karena
kekurangan hormon antidiuretik (ADH, vasopresin ), yang disekresikan oleh ginjal,
atau karena ketidakmampuan ginjal untuk berespon pada ADH. Diabetes insipidus
ditandai oleh polidipsi dan poliuria . ( Nettina M. Sandra. 2001)
Diabetes insipidus adaah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan
produksi sekresi dan fungsi dari ADH. (Corwin,2000)
Diabetes insipidus merupakan kelainan pada lobus posterior hipofisis yang
disebabkan oleh defisiensi vasopressin yang merupakan hormone anti diuretic (ADH).
Kelainan ini ditandai oleh rasa haus yang sangat tinggi ( polidipsia ) dan pengeluaran
urin yang encer dengan jumlah yang besar. (Suzanne C, 2001).
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Hormon
3
Hormon adalah zat kimia yang membawa pesan dari satu sel ke sel yang
lain. Hormone di produksi di satu daerah di dalam tubuh dan dibawa melalui
aliran darah, setiap area yang berbeda akan menghasilkan produk yang berbeda.
Suatu bagian diotak yang disebut Hipotalamus mengontrol banyaknya
kadar hormone dalam darah yang memungkinkan kelenjar pituitari memproduksi
hormon. Rendah atau tingginya kadar hormon dalam darah dapat menimbulkan
masalah dihipotalamus, pituitari atau atau hubungan antar hormon.
b. Kelenjar Pituitari
Pituitari adalah kelenjar yang berukuran kecil yang berlokasi di tengah,
dibawah otak, tepat dibawah hipotalamus. Pituitari menerima sinyal dari
4
hipotalamus untuk menstimulus hormon yang memberikan pengaruh bagi fungsi
tubuh.
Pituitary terbagi dalam dua bagian. Yaitu lobus anterior dan lobus posterior.
Membentuk vasopresin (disebut juga Anti Diuretik Hormon atau ADH) dari lobus
posterior mengontrol konsentrasi, dan jumlah cairan dalam darah. Hormon oxytoc
dilepaskan dari lobus posterior, pemicu kontraksi rahim pada ibu hamil.
Hormon yang di bentuk dari lobus enterior adalah Growth Hormone (GH),
gonadotropin (Luteinsing Homemone (LH) dan Folicel Stimulating Hormone
(FSH)), thyroid stimulating hormone (TSH), adrenocorticotrophic (ACTH) dan
prolaktin.
3. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi Kedokteran, 2007.
Jakarta:EGC
a. Diabetes insipidus sentral
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat
fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan hipofisis
yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH. Hal ini bisa
disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis
hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS)
juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson
traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH
disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik
ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil.
Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus.
Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal
mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan keseimbangan
cairan dalam tubuh.
b. Diabetes insipidus nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di
sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti
penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell disease, dan
kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak
5
akan berpengaruh. Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau
indomethacin. HCTZ kadang dikombinasikan dengan amiloride. Saat
mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi
terjadinya volume overload.
c. Diabetes insipidus dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di
hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal
sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin. Desmopressin
tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena
akan menurunkan output urin tetapi tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air
akan terus bertambah sehingga terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi
air (suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan
dapat berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk
diabetes insipidus dipsogenik.
d. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang
dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada
kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat
abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai
terapi.
4. Etiologi
Penyebab diabetus insipidus mungkin :
a. Sekunder yang berhubungan dengan trauma kepala, tumor otak, atau pembedahan
ablasi atau iradiasi kelenjar hipofisis juga infeksi sistem saraf pusat atau tumor
metastasis (payudara, paru)
b. Nefrologis yang berhubungan dengan kegagalan tubulus renalis untuk berespons
terhadap ADH
c. Nefrogenik yang berhubungan dengan obat yang disebabkan oleh berbagai
pengobatan (mis : litium, demeklosiklin)
d. Primer, hereditas dengan gejala-gejala kemungknan saat lahir (kelainan pada
kelenjar hipofisis)
6
Penyakit ini tidak dapat dikontrol dengan membatasi masukan cairan, karena
kehilangan volume urine dalam jumlah yang besar berlanjut terus bahkan tanpa
penggantian cairan sekalipun. Upaya membatasi cairan menyebabkan pasien
mengalami suatu kebutuhan akan cairan yang tiada henti-hentinya dan mengalami
hipernatrimia serta dehidrasi berat.
5. Patofisiologi
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi dua jenis, yaitu diabetes
insipidus sentral dan diabetes insipidus nefrogenik.
a. Diabetes Insipidus Sentral
Diabetes insipidus sentral (DIS) disebabkan oleh kegagalan pelepasan
hormone antideuretik (ADH) yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan
sintesis atau penyimpanan. Secara anatomis kelainan ini terjadi akibat kerusakan
nucleus supraoptic, paraventrikuler dan filiformis hipotalamus yang mensintesis
ADH. Selain itu DIS juga disebabkan oleh gangguan pengankutan ADH akibat
kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealisdan aksoan hipofisis
posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam
sirkulasi jika dibutuhkan.
Secara biokimiawi, DIS terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau
sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, yang tidak dapat
berfungsi sebagai mana ADH yang normal. Sintesis neurofisin suatu binding
protein yang abnormal juga dapat mengganggu pelepasan ADH. Karena pada
pengukuran kadar ADH dalam serum secara radioimmunoassay, yang menjadi
marker bagi ADH adalah neurofisin yang secara fisiologis tidak berfungsi, maka
kadar ADH yang normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi
ADH itu adalah normal atau meningkat.
Termasuk dalam klasifikasi DIS adalah diabetes insipidus yang diakibatkan
oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat pada hipotalamus anterior dan disebut
Verney’s osmoreceptor cells yang berada di luar sawar darah otak.
b. Diabetes Insipidus Nefrogenik
7
Istilah diabetes insipidus nefrogenik (DIN) dipakai pada diabetes insipidus
yang tidak responsive terhadap ADH aksogen. Secara fisiologis DIN dapat
disebabkan oleh:
1) Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam medulla
renalis.
2) Kegagalan utilisasi gradient pada keadaan dimana ADH berada dalam jumlah
yang cukup dan berfungsi normal.
PATHWAYS
8
6. Manifestasi Klinis
a. Poluria : Urine yang dikeluarkan setiap hari bisa sampai atau lebih dari 20L. urine
sangat encer dengan berat jenis antara 1,001-1,005 dan 50-200 mOsmol kgBB.
b. Polidipsia karena rasa haus yang berlebihan
c. Tidur terganggu karena poliuria dan nokturia.
d. Penggantian air yang tidak cukup bisa mengakibatkan :
1) Hiperosmolalitas dan gangguan SSP (cepat marah, disorientasi, koma, dan
hipertermia)
2) Hipovolemia, hipotensi, takikardia, mukosa kering dan turgor kulit buruk.
e. Dehidrasi
Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari
dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan
kejang-kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan
7. Penatalaksanaan
Tujuan dari dilakukannya pentalaksanaan ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menjamin penggantian cairan yang adekuat.
b. Mengganti vasopressin (yang biasanya merupakan program terapiutik jangka
panjang).
c. Untuk meneliti dan mengkoreksi kondisi patologis intracranial yang mendasari.
Sedangakn secara umum, penatalaksanaan pada diabetes insipidus adalah sebagai
berikut:
a. Mempertahankan cairan:
1) Klofibrat, yang merupakan preparat hipolipidemik ternyata memiliki efek
antideuretik pada penderita diabetes insipidus yang masih sedikit mengalami
vasopressin hipotalamik.
2) Klorpropaamid dan preparat tiazida, digunakan untuk penyakit ringan
(keduanya menguatkan kerja vasopressin). Pasien yang menerima
klorpropamid harus diingatkan tentang kemungkinan reaksi hipoglikemik.
b. Penggantian dengan vasopressin:
1) Desmopresin: diberikan secara intranasal dengan menyemprotkan larutan obat
ke dalam hidung melalui pipa plastic fleksibel yang sudah dikalibrasi.
9
Berfungsi mengendalikan gejala diabetes insipidus (pemberian 2-3 kali per
hari).
2) Preparat Lypresin (Diapid): diabsorbsi lewat mukosa nasal ke dalam darah.
c. Bentuk terapi lainnya:
Penyuntikan ADH secara IM, yaitu vasopressin tanat dalam minyak. Hal ini
dilakukan bila pemberian intranasal tidak mungkin. Diberikan 24 hingga 96 jam.
Kram abdomen merupakan efek samping dari obat ini.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data dasar pemerinksaan pada pasien
1) Aktifitas / istirahat:
Gejala : lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, tonus otot menurun, dan
gangguan istirahat / tidur.
Tanda : Disorientasi, koma, Penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi:
Gejala : adanya riwayat penyakit dahulu, trauma, operasi, radiasi.
Tanda : takikardia, perubahan tekanan daerah postural, dan hipotensi
ortostatik.
3) Integritas ego:
Gejala : stress, ketergantungan terhadap orang lain, dan perubahan status
kejiwaan.
Tanda : perasaan takut terhadap lingkungannya.
4) Eliminasi:
Gejala : perubahan pada berkemih (poliuria) nokturia.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria / anuria jika terjadi hipovolemia berat).
5) Hormone:
Dengan cara pemeriksaan laboratorium, didapatkan temuan kekurangan kadar
hormone ADH.
6) Makanan / cairan
Gejala : - hilangnya nafsu makan, dehidrasi, polidipsi.
- penurunan BB lebih dari periode beberapa hari / minggu.
10
- haus (minum 4 sampai 40 liter/hari).
- penggunaan deuretik (tiazid).
Tanda : kulit kering / bersisik, turgor kulit jelek.
7) Neurosensori:
Gejala : pusing / pening.
Tanda : disorientasi, letargie.
8) Nyeri / Kenyamanan:
Gejala : terjadi peningkatan stimulasi adregenik termasuk rasa nyeri.
9) Pernafasan:
Gejala : merasa kekurangan oksigen (hipoksia), payah jantung.
10) Integumen:
Gejala : membrane dan mukosa kulit kering.
Tanda : menurunnya kekuatan umum/rentang gerak.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah :
(Talbot, Laura, dkk.1997)
1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test.
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal
akan menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada diabetes insipidus urin akan
menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya
jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urin pada pasien DIN.
2) Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
a) Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung
kencingnya kemudian ditimbah berat badannya, diperiksa volum dan berat
jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini diambil sampel plasma
untuk diukur osmolalitasnya.
b) Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam
c) Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau setiap
3 jam bila dieresis kurang dari 300 ml/jam.
11
d) Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan
segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus
disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
e) Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 %
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Pengujian ini dilanjutkan
dengan.
3) Uji nikotin
a) Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam sebanyak 3
batang dalam waktu 15-20 menit.
b) Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas setiap sampel
urine sampai osmolalitas/berat jenis urin menurun dibandingkan dengan
sebelum diberikan nikotin.
4) Uji Vasopresin :
a) Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.
b) Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis berikutnya
atau 1 jam kemudian.
5) Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat jenis bervariasi
dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan normal, osmolalitas
plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin osmolalitas urin 300-
450 mOsmol/l. pada keadaan dehidrasi, berat jenis urin bisa mencapai 1,010,
osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmol/l dan osmolalitas urin 50-150
mOsmol/l. urin pucat atau jernih dan kadar natrium urin rendah. Pemeriksaan
laboraturium menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi
ginjal lainnya tampak normal.
6) Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus dengan
defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes insipidus dengan
polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus dilakukan pagi hari. Hitung
berat badan anak dan periksa kadar osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada
keadaan normal, osmolalitas akan naik (<300) namun output urin akan
berkurang dengan berat jenis yang baik (800-1200).
7) Radioimunoassay untuk vasopressin
12
Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan diabetes
insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada hiperosmolalitas
yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus neurogenik parsial.
Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes insipidus parsial dengan
polidipsia primer.
8) Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor intrakranium seperti
kalsifikasi, pembesaran slla tursunika, erosi prosesus klinoid, atau makin
melebarnya sutura.
9) MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes insipidus.
Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria anterior dan
posterior dengan isyarat hiperintense atau disebut titik terang atau isyarat
terang.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
d. Anxietas berhubungan dengan perkembangan penyakit.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
3. Intervensi
a. Dx 1. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan
pasien terpenuhi.
NOC : Fluid balance
Criteria hasil :
1) Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin normal
2) TTV dalam batas normal.
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kuit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
13
NIC : Fluid management
Intervensi :
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2) Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, TD
ortostatik)
3) Monitor Vital sign
4) Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori haria
5) Kolaborasikan pemberian cairan IV
6) Dorong masukan oral
b. Dx. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi.
NOC : Status nutrisi
Indicator :
1) Stamina
2) Tenaga
3) Tidak ada kelelahan
4) Daya tahan tubuh
NIC : Nutrition monitoring
Intervensi :
1) BB dalam batas normal
2) Monitor adanya penurunan BB
3) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
4) Monitor turgor kulit
5) Monitor kalori dan intake nutrisi
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
c. Dx. 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nocturia.
Tujuan : seteah diakukan tindakan keperawatan diharapkan pola tidur pasien tidak
terganggu.
14
NOC : Sleep
Criteria hasil :
1) Jam tidur cukup
2) Pola tidur baik
3) Kualitas tidur baik
4) Tidur tidak terganggu
5) Kebiasaan tidur.
NIC : Peningkatan tidur
Intervensi :
1) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit.
2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor yang menyebabkan kurang tidur.
3) Dekatkan pispot agar pasien lebih mudah saat BAK pada malam hari.
4) Anjurkan pasien untuk tidur siang.
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman.
d. Dx. 4. Anxietas berhubungan dengan perkembangan penyakit
Tujuan : setelah diakukan tindakan keperawatan diharapkan rasa cemas pasien
dapat berkurang.
NOC : Control cemas
Indikator :
1) Monitor intensitas cemas
2) Menyingkirkan tanda kecemasan
3) Merencanakan strategi koping
4) Menggunakan strategi koping yang efektif
5) Menggunakan tehnik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
NIC : Penurunan kecemasan
Intervensi :
1) Tenangkan klien
2) Jelaskan seluruh prosedur tindakan kapada kien dan perasaan yang mungkin
muncul pada saat dilakukan tindakan.
15
3) Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan.
4) Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi,
takipneu, ekspresi cemas non verbal)
5) Instruksikan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi.
e. Dx. 5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan penegtahuan pasien
menjadi adekuat.
NOC : Pengetahuan tentang proses penyakit
Indicator :
1) Mendeskripsikan proses penyakit
2) Mendeskripsikan factor penyebab
3) Mendeskripsikan factor resiko
4) Mendeskripsikan tanda dan gejala
5) Mendeskripsikan komplikasi
NIC : Mengajarka proses penyakit
Intervensi :
1) Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengar (mental, kemampuan untuk
melihat, mendengar, kesiapan emosional, bahasa dan budaya)
2) Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
3) Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala)
4) Diskusikan perubahan gaya hidup yang dapat mencegah atau mengontrol
proses penyakit.
5) Diskusikan tentang terapi atau perawatan.
16
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Diabetes insipidus merupakan gangguan metabolisme tubuh yang tidak dapat
memproduksi ADH. Hal ini disebabkan karna adanya gangguan di kelenjar pituitari
sehingga kelenjar pituitari tidak dapat mencukupi kebutuhan ADH. Karna kebutuhan
ADH tidak tercukupi makan cairan dalam tubuh tidak dapat di kontrol dengan baik.
Karna cairan dalam tubuh tidak terkontrol. Darah menjadi cair dan ini
menyebabkan penderita diabetes insipidus merasa selalu ingin berkemih. Biasanya pada
penderita diabetes insipidus volume urine klien akan lebih banyak dibandingkan pada
orang yang normal.
Klien juga akan lebih sering berkemih di malam hari. Hal ini menyebabkan klien
dengan diabetes insipidus akan mengalami gangguan istirahat tidur.
B. SARAN
Sebagai seorang perawat. Perawat harus mampu merumuskan diagnosa
berdasarkan prioritas utama yang memang benar-benar terjadi pada klien dengan diabetes
insipidus. Perawat harus dapat menentukan kebutuhan apa yang memang dibutuhkan oleh
klien.
Setelah merumuskan diagnoda perawat harus dapat merencanakan tindakan
keperawaatn apa yang akan dilaksanan. Setelah renca keperawatan tersusun perawat
mengaplikasikan rencana yang dibuatnya. Dan setelah itu mengevaluasi tindakannya.
17
Recommended