View
111
Download
5
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di
rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan
utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa
tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi,
obstruksi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna
sehingga terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya
yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen
(misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura
saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus
abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara
inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang
virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna
aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan
penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini mengenai peritonitis,
dimana terdapat kasus seorang klien berusia 18 tahun dengan keluhan nyeri
difus yang menetap pada abdomen. dan berbagai tanda dan gejala lainnya
yang menunjukan klien tersebut peritonitis. Makalah ini berisi anatomi dan
fisiologi peritoneum, pembahasan kasus dan penjelasan mengenai peritonitis
(konsep peritonitis, penatalaksanaan peritonitis, patofisiologi peritonitis, dan
asuhan keperawatan klien dengan peritonitis).
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah Peritonitis adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah digestive system in nursing dan memperbanyak ilmu kita tentang
anatomi dan fisiologi digestive dan materi tentang peritonitis mulai dari
konsep penyakit peritonitis, penatalaksanaan peritonitis, patofisiologi
peritonitis, dan asuhan keperawatan klien dengan peritonitis.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah:
- Membaca buku (studi literature)
- Mencari sumber dari media elektronik.
- Berdiskusi dengan teman sekelompok
KASUS 2
Chair : Annisa Rahmah
Scriber 1 : Devitha Eka Sartika
Scriber 2 : Dwi Jayanti Meiana Dewi
Kasus Peritonitis
Seorang mahasiswa 18 tahun laki-laki dirawat di rumah sakit karena demam dan
sakit perut. Mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah
setelah makan. Hasil X-Ray menunjukkan dada dan abdomen normal. Leukosit
24.000/µl dan tes laboratorium lain meliputi tes fungsi hati, pankreas dan fungsi
ginjal menunjukkan hasil normal. Pasien pulang kembali ke rumah tetapi nyeri
abdomen dan muntah terus menerus dan suhu tubuh 38°C.
Kemudian pasien kembali lagi ke rumah sakit. Tidak ada riwayat penggunaan
alkohol, pengobatan trauma atau infeksi. Hasil pengkajian menunjukkan :
temperature 38°C, nadi 100x/menit, respirasi 24x/menit, tekanan darah 110/70
mmHg. Pemeriksaan fisik tampak sakit akut dengan mengeluh nyeri difus pada
abdomen. Paru-paru dan jantung normal. Abdomen tampak distensi. Nyeri difus
pada periumbilikal dan kuadran bawah kanan saat dipalpasi kaku dengan palpasi.
Bising usus kurang terdengar dan frekuensi di bawah normal.
Hasil laboratorium : hematokrit 45% dan leukosit 20.000/µl, serum amylase
normal, tes fungsi hati, elektrolit dan fungsi ginjal normal. Dari CT Scan
memperlihatkan terkumpul cairan di kuadran kanan bawah dengan ekstensi ke
dalam pelvis.
Kemudian pasien dibawa ke ruang operasi. Pada pembedahan tampak apendik
berlubang dangan abses periappendic meluas ke daerah panggul 300 mL berbau
busuk. Pasien dipasang ileustomy. Diobati dengan gentamicin, ampisilin,
metronidazole selama 2 minggu, hasil kultur cairan abses e.coli, bakteroide
fragile, viridians streptococcus, dan enterococci.
Step 1
1. Difus : menyebar
2. Serum amylase : kadar enzim amylase dalam darah
3. Distensi : perut tegang, penegangan
4. Abses : penumpukan nanah
5. Ileostomy : pemeriksaan usus halus, pembolongan ileum
6. Periumbilikal : daerah sekitar umbilikal
7. Periappendic : daerah sekitar appendic
8. Virridians streptococci : bakteri penyebab infeksi peritoneum
9. Enterococci : bakteri penyebab infeksi peritoneum
10. Gentamicin : golongan antibiotik untuk membunuh bakteri
11. Ampisilin : golongan antibiotik untuk membunuh bakteri
12. Metronidazole : golongan antibiotik untuk membunuh jamur
Step 2
1. Mengapa bisa terjadi penumpukan cairan kuadran bawah?
2. Karakteristik cairan?
3. Penyebab nyeri difus abdomen?
4. Kenapa klien muntah setelah makan?
5. Kenapa harus dilakukan X-ray abdomen dan dada?
6. Kenapa bising usus tidak terdengar?
7. N = 100 x/menit. Proses sampai nadinya cepat dan respirasinya cepat?
8. Sifat dari bakteri seperti apa? Mekanisme kerjanya bagaimana?
9. Apa yang menyebabkan appendic berlubang?
10. Apa hubungan demam dengan sakit perut?
11. Indikasi pemasangan ileostomy?
12. Kenapa leukosit naik, tapi tidak ada indikasi infeksi?
13. Indikasi pemberian obat-obatan?
14. Abses meluas ke daerah panggul, berbau busuk?
15. Indikasi dilakukannya operasi?
16. Perawatan setelah ileostomy?
17. Ekstensi ke dalam perut, kenapa bisa begitu?
18. Penyebab nyeri difus dan abdomen kaku?
19. Perawatan luka, obat lain selain obet-obatan tertentu?
20. Penatalaksanaan lain selain operasi?
21. Kenapa hasil lab ke-2 leukosit turun?
22. Penyebab abses pada periappendic?
23. Penyakitnya menular atau tidak?
24. Apa hubungan riwayat penggunaan alkohol, dll dapat menyebabkan penyakit
ini?
25. Masa inkubasi bakteri?
26. Keluhan otot nyeri, kenapa hasrus ada pemeriksaan fisik paru dan jantung?
Step 3
12. Diambil dari DS, jadi sebelumnya.
2. berbau,kuning kental
26. ada cairan di abdomen, takut bisa menyebabkan efusi pleura
16. perawatan luka, bedrest, ganti balutan
6. peritoneum terkena
1. karena abses, infeksi menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga cairan intravaskular masuk ke interstisial
13. gentamicin, ampisilin untuk antibiotik sesuai dengan bakterinya, pemeriksaan
kultur.
3/18. ada cairan, distensi, bendungan, teregang
22. karena ada peradangan, bakteri ada di kolon, masuk appendic, infeksi tetap
ada di situ, terus menginfeksi sehingga timbul nanah.
10. proses inflamasi, sakit perut menyebabkan tumor (bengkak) dan meregang.
23. tak menular
4. penumpukan cairan menyebabkan penekanan intraabdomen, sehingga perut
terasa penuh dan menyebabkan mual muntah
7. nadi masih normal, dari nyerinya, gangguan psikologis.
5. untuk melihat keadaan dari abdomen dan dada.
9. usus ada floranya, feses masuk appendic dan kena bakteri sehingga terjadi
korosi dinding appendic dan menyebabkan bolongnya appendic.
14. penyebaran infeksi = meluas
bau busuk karena sifat dari absesnya.
Step 4
Step 5
LO
1. Laparatomy (persiapan)
2. Ileostomy
3. Etiologi (bakteri)
4. Perawatan post operasi (balutan)
5. Mekanisme perforasi dan ruptur
6. Perbedaan perforasi dan ruptur
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Anatomi Fisiologi Peritoneum
Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi
dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ
yang berada dalam rongga abdomen. Sedangkan ruangan yang terdapat diantara
dua lapisan ini disebut dengan ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada
laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur
yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum. Di dalam peritoneum banyak
terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat
lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor)
meliputi hati, kurvaturan minor, dna lambung berjalan keatas dinding abdomen
dan membentuk mesenterium usus halus.
Peritoneum juga merupakan selaput serosa yang membentuk lapisan
rongga perut atau coelom yang mencakup sebagian besar-intra abdomen (atau
selom) organ - di vertebrata yang lebih tinggi dan beberapa invertebrata (annelida,
misalnya). Ini terdiri dari lapisan mesothelium didukung oleh lapisan tipis
jaringan ikat. Keduanya mendukung organ-organ perut dan berfungsi sebagai
saluran untuk darah dan pembuluh getah bening dan saraf.
Fungsi peritoneum :
1. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis
2. Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga
peritoneum tidak saling bergesekan
3. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap
dinding posterior abdomen
4. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi
terhadap infeksi.
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan
Dinding perut sebelah dalam.
Struktur di perut diklasifikasikan sebagai intraperitoneal, retroperitoneal
atauinfraperitoneal tergantung pada apakah mereka ditutupi dengan peritoneum
visceral dan apakah mereka dilengkapi dengan polip (mensentery, mesokolon).
Struktur yang intraperitoneal umumnya bergerak, sementara mereka yang
retroperitoneal relatif tetap dilokasi mereka. Organ yang ada pada intraperitoneum
adalah meliputi hati, limpa, dan ekor pancreas. Dan pada wanita yaitu uterus,
saluran telur, ovarium gonad pembuluh darah. Sedangkan organ yang ada pada
retroperitoneum adalah meliputi pankreas (kecuali ekor), ginjal, kelenjar adrenal,
ureter proksimal, kapal ginjal, gonad pembuluh darah, inferior vena cava, dan
aorta.
2.2Konsep Penyakit
2.2.1 Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri
tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi.
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada
selaput rongga perut (peritoneum)lapisan membran serosa rongga abdomen dan
dinding perut sebelah dalam.
2.2.1 Etiologi
Peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus,
kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal
terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan
terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila
diobati.
2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual.
3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa
jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut
(asites) dan mengalami infeksi
5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.
Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama
pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga
dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan
peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di
dalam perut.
7. Iritasi tanpa infeksi.
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada
sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
8. Infeksi bakteri
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
Appendisitis yang meradang dan perforasi
Tukak peptik (lambung / dudenum)
Tukak thypoid
Tukan disentri amuba / colitis
Tukak pada tumor
Salpingitis
Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
9. Secara langsung dari luar.
Operasi yang tidak steril
Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai
respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta
merupakan peritonitis lokal.
Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk
pula peritonitis granulomatosa.
10. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.
2.2.2 Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdomen akut merupakan gejala yang khas. Nyeri ini dapat terjadi tiba-
tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya
menjadi menyebar ke seluruh bagian abdomen.
2. Nausea
3. Kolaps yang tiba-tiba dapat terjadi pada awal peritonitis kimiawi.
4. Syok (neurogenik, hipovolemik dan septik) terjadi pada beberapa penderita
peritonitis umum.
5. Pada peritonitis yang lanjut biasanya didapatkan demam, tetapi pada
penderita yang sudah lanjut usia demam ini dapat ringan atau tak ada sama
sekali.
6. Distensi abdominal menjadi semakin nyata.
7. Nyeri tekan abdominal dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis itu.
8. Secara klasik, bising usus tak terdengar pada peritonitis umum, walaupun
pada peritonitis lokal bising usus ini dapat terdengar pada daerah yang jauh
dari lokasi peritonitisnya.
2.2.3 Klasifikasi
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi menjadi :
a. Penyebab primer (peritonitis spontan)
Peritonitis primer biasanya disebabkan oleh penyakit hati. Cairan menumpuk di
perut, menciptakan lingkungan yang utama untuk pertumbuhan bakteri.
Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik : misalnya Tuberculosis
Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal
kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
b. Penyebab sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral)
Peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi, disebabkan
oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan
inokulasi bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius tergantung
penyebab asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih banyak
disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.
c. Penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang
adekuat).
Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah
mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan
berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul
abses atau flegmon, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih
sering ada pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pada pasien yang
imunokompromais.
Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis
infektif (umum) dan abses abdomen (lokal).
Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
Aseptik/steril peritonitis
Granulomatous peritonitis
Hiperlipidemik peritonitis
Talkum peritonitis
2.2.4 Komplikasi
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pem-
bentukan abses. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang
tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan,
kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak
adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi
eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama.
Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia
akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status
narkose penderita pascaoperasi.
2.2.5 Data Penunjang atau Pemeriksaan Diagnostik
Tes Darah
Untuk melihat apakah ada bakteri dalam darah anda.
CT Scan
Mengidentifikasi fluida di perut, atau organ yang terinfeksi.
Pemeriksaan Laboratorium
Yang dinilai adalah nilai Hb, hematokrit untuk melihat kemungkinan adanya
perdarahan atau dehidrasi. Kemudian nilai leukosit dapat menunjukkan
adanya proses peradangan. Sebelum melakukan bedah, hitung trombosit dan
faktor koagulasi
Pemeriksaan X-Ray
Untuk melihat apakah ada suara atau cairan pada abdomen. Biasanya tampak
lengkung usus yang terabdomen.
Pemeriksaan Radiologis
Merupakan periksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan
pasien dengan abdomen akut. Pada kecurigaan adanya peritonitis perlu di-
lakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :
a. Tidur terlentang (supine)
b. Duduk atau setengah duduk
c. Tidur miring ke kiri
2.3 Penatalaksanaan
2.3.1 Nonfarmakologi
1. Pembedahan
a. Laparatomy
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000)
Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka
cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan
perut.
Macam Laparotomi
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misal-
nya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian
bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi ap-
pendictomy.
Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2. Peritonitis.
3. Perdarahan pada saluran pencernaan.
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5. Masa pada abdomen ( Tumor, cyste dll).
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.
Proses penyembuhan luka
• Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh.
Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut
bening digunakan sebagai kerangka.
• Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran
sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan
kuat dan kemerahan.
• Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul
jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
• Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.
Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka
1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3. Pencegahan infeksi.
4. Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan
napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.
b. Ileustomy
Ileostomy adalah sebuah pembukaan bedah dibangun dengan membawa
akhir atau loop dari usus kecil (yang ileum ) keluar ke permukaan kulit.
Limbah usus lolos keluar dari ileostomy dan dikumpulkan dalam sebuah
eksternal sistem pouching menempel di kulit. Ileostostomies biasanya
diletakkan di atas pangkal paha di sisi kanan perut .
Ileostostomies secara perlahan digantikan oleh alternatif yang lebih disukai
sekarang J-Kantung atau BCIR . Operasi ini ternyata usus kecil ke suatu
penampung internal sehingga menghilangkan kebutuhan untuk alat
eksternal.
Indikasi :
Ileostostomies diperlukan di mana penyakit atau cedera telah memberikan
pada usus besar tidak mampu dengan aman pengolahan limbah usus,
biasanya karena usus besar telah sebagian atau seluruhnya dihapus.
Penyakit pada usus besar yang mungkin memerlukan operasi pengangkatan
meliputi:
- Penyakit Crohn
- Ulseratif kolitis
- Familial adenomatosa poliposis
- Jumlah total kolon penyakit Hirschsprung
Ileostomy juga mungkin diperlukan dalam pengobatan kanker kolorektal ,
salah satu contohnya adalah situasi di mana tumor yang menyebabkan
penyumbatan. Dalam kasus seperti itu ileostomy mungkin sementara,
sebagai prosedur bedah umum untuk kanker kolorektal adalah untuk
menyambung kembali bagian yang tersisa dari usus besar atau rektum
setelah pengangkatan tumor asalkan cukup rektum tetap utuh untuk
mempertahankan sfingter fungsi. Dalam ileostomy sementara, loop dari
usus kecil dibawa melalui kulit, dan usus besar dan rektum tidak dihapus.
Ileostomi temporer juga sering dibuat sebagai tahap pertama dalam
konstruksi bedah dari sebuah kantong ileo-anal , sehingga tinja bahan tidak
masuk ke kantong yang baru buatan sampai sembuh dan telah diuji untuk
kebocoran - biasanya jangka waktu delapan sampai sepuluh minggu . Para
ostomy sementara kemudian "diturunkan" atau dibalik dengan pembedahan
memperbaiki loop usus yang membuat sementara stoma dan menutup
sayatan kulit.
2. Nutrisi dan Suplement Diet
a. Makan makanan yang tinggi vitamin B dan kalsium seperti almond, ka-
cang, biji-bijian, sayuran hijau dan sayuran laut.
b. Makan antioksidan termasuk sayur dan buah-buahan.
c. Hindari makanan olahan.
d. Makan daging merah tanpa lemak, tahu
e. Minum 6-8 gelas perhari.
f. Gunakan minyak sehat dalam makanan.
g. Hindari kafein, alkohol dan tembakau.
3. Herbal
a. Teh hijau ekstrak standar, 250-500 mg perhari untuk antioksidan, antiinfla-
masi dan efek kesehatan jantung.
b. Cakar’s cat (uncaria tomentosa) ekstrak standar 20 mg 3x sehari untuk
mengurangi peradangan juga memiliki efek antibakteri dan antijamur.
c. Daun zaitun ekstrak standar 250-500 mg 3x sehari untuk efek antibakteri
dan antijamur.
d. Milk thistle ekstrak biji standar 80-160 mg 2-3x sehari untuk kesehatan
hati.
2.3.2 Farmakologi
1. Gentamisin
Komposisi :
Gentamicin / Gentamisin sulfat.
Indikasi :
Septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik dan atau zat-zat yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut), meningitis (radang selaput otak), infeksi
saluran kemih, saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit, tulang, &
jaringan lunak.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas.
Perhatian :
Gangguan fungsi ginjal.
Hamil & menyusui.
Interaksi obat : zat-zat lain yang bisa mengakibatkan ototoksis dan
nefrotoksis, diuretika poten, dan neuromuskular bloker.
Efek Samping :
Ototoksisitas & nefrotoksisitas.
Dosis :
Dewasa : 3-5 mg/kg berat badan/hari.
Infeksi berat : dosis dinaikkan menjadi 5 mg/kg berat badan/hari.
Anak-anak : 6-7,5 mg/kg berat badan/hari.
Bayi : 7,5 mg/kg berat badan/hari.
Bayi prematur dan bayi berusia kurang dari 1 minggu : 5 mg/kg
berat badan/hari.
Diberikan dalam 3 dosis terbagi secara intramuskular/intravena.
2. Ampisilin
Indikasi :
Infeksi gram positif dan negatif pada saluran nafas, saluran cerna, saluran
kemih.
Kontra Indikasi :
Hipersensitivitas.
Perhatian: Hati ?hati pada pasien hipersensitif terhadap sefalosporin atau
penisilina, kehamilan, menyusui, pemakaian jangka lama harus dilakukan
pemeriksaan fungsi hati, ginjal, darah.
Efek Samping :
Gangguan pencernaan, urtikaria, eritema multiform, black hairy tongue.
Peringatan :
Probenesid, alopurinol.
3. Metronidazole
Indikasi:
Metronidazole efektif untuk pengobatan :
1. Trikomoniasis, seperti vaginitis dan uretritis yang disebabkan oleh
Trichomonas vaginalis.
2. Amebiasis, seperti amebiasis intestinal dan amebiasis hepatic yang
disebabkan oleh E. histolytica.
3. Sebagai obat pilihan untuk giardiasis.
Kontra Indikasi:
Penderita yang hipersensitif terhadap metronidazole atau derivat
nitroimidazol lainnya dan kehamilan trimester pertama.
Komposisi:
Tiap tablet mengandung metronidazol 250 mg.
Tiap tablet salut selaput mengandung metronldazol 500 mg.
Cara Kerja:
Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat
nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan
trikomonosid.
Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi
produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan
menghambat sintesa asam nukleat.
Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba
histolytica, Gierdia lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal
maupun sistemik.
Dosis:
Trikomoniasis:
Pasangan seksual dan penderita dianjurkan menerima pengobatan yang
sama dalam waktu bersamaan.
Dewasa : Untuk pengobatan 1 hari : 2 g 1 kali atau 1 gram 2 kali sehari.
Untuk pengobatan 7 hari : 250 mg 3 kali sehari selama 7 hari berturut-
turut.
Amebiasis:
Dewasa : 750 mg 3 kali sehari selama 10 hari.
Anak-anak : 35 - 50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3, selama
10 hari.
Giardiasis:
Dewasa : 250 - 500 mg 3 kali sehari selama 5 - 7 hari atau 2 g 1 kali
sehari selama 3 hari.
Anak-anak: 5 mg/kg BB 3 kali sehari selama 5-7 hari.
Efek Samping:
Mual, sakit kepala, anoreksia, diare, nyeri epigastrum dan konstlpasi.
Interaksi Obat:
Metronidazole menghambat metabolisme warfarin dan dosis antikoagulan
kumarin lainnya harus dikurangi.
Pemberian alkohol selama terapi dengan metronidazole dapat
menimbulkan gejala seperti pada disulfiram yaitu mual, muntah, sakit
perut dan sakit kepala.
Dengan obat-obat yang menekan aktivitas enzim mikrosomal hati seperti
simetidina, akan memperpanjang waktu paruh metronidazole.
Perhatian:
Metronidazole tidak dianjurkan untuk penderita dengan gangguan pada
susunan saraf pusat, diskrasia darah, kerusakan hati, ibu menyusui dan
dalam masa kehamilan trimester II dan III. Pada terapi ulang atau
pemakaian lebih dari 7 hari diperlukan pemeriksaan sel darah putih.
Health Education
1. Pre Operation
a. Persiapan fisik.
b. Pemeriksaan penunjang.
c. Persiapan psikologis.
d. Administrasi dan persetujuan pasien.
e. Menjelaskan tentang prosedur operasi yang dijalankan termasuk jad-
wal operasi dan penandatanganan persetujuan operasi yang dimaksud-
kan untuk mengurangi kecemasan pasien.
f. Mempersiapkan fisik klien dengan puasa dan istirahat yang cukup.
2. Post Opertaion
a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C. Hal ini
dapat membantu proses penyembuhan luka insisi operasi.
b. Pencegahan infeksi. Misalnya dengan memberitahukan agar tidak sem-
barangan membuka atau mengganti perban secara mandiri karena da-
pat meningkatkan resiko infeksi.
c. Pengembalian fungsi fisik. Dilakukan segera setelah operasi dengan
latihan nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi fisik.
d. Mempertahankan konsep diri. Pasien dengan luka post operasi pada
perutnya terutama remaja cenderung akan malu sehingga mengalami
gangguan citra diri karena adanya perubahan sehubungan dengan pem-
bedahan. Perawat dapat memberikan support psikologis.
3. Perawatan Luka Post Operasi.
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output.
b. Observasi dan catat sifat dari drain (warna, jumlah).
c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati-hati jan-
gan sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka post operasi secara steril :
- Cuci tangan sebelum melakukan perawatan luka.
- Buka balutan dengan hati-hati.
- Bersihkan luka dengan menggunakan larutan NaCl, air matang.
- Olesi luka dengan larutan antiseptik.
- Tutup luka dengan kassa steril.
- Cuci tangan setelah merawat luka.
2.4 Patofisoiologi
2.5 Asuhan Keperawatan
2.5.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : -
Umur : 18 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
2. Keluhan Utama
Nyeri Difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Demam dan sakit perut. Klien mengeluh nyeri difus yang menetap pada
abdomen dan muntah setelah makan.
4. Riwayat kesehatan masa lalu : -
5. Riwayat kesehatan keluarga : -
6. Riwayat social : -
7. Pemeriksaan head to toe
Kepala : -
Mata : Konjungtiva pucat
Leher : Ada peningkatan vena jugularis
Dada : Pernapasan cepat dan dangkal
Abdomen : Tampak distensi, nyeri difus pada periumbilical dan kuadran
kanan bawah, bising usus kurang terdengar dan frekuensi dibawah normal.
Ekstremitas : -
Genitalia : -
8. Pemeriksaan fisik
TTV : S : 38o C
N : 100 x/ menit
R : 24 x/ menist
TD : 110/70 mmHg
9. Pemeriksaan Lab
HT : 45 %
Leucosit : 20.000 /ml
Serum amylase : normal
Tes fungsi hati : normal
Elektrolit dan fungsi ginjal : normal
Kultur cairan abses : E.colli, Bakteriode fragile, viridians streptococci dan
enterococci
Abses : 300 ml
10. Terapi yang diberikan
Pemasangan Ileustomy
Farmakologi : Gentamicin,Metronidazol, Ampisillin selama 2 minggu.
2.5.2 Analisis Data
Pre Operasi
DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
DO : abdomen tampak distensi, CT scan memperlihatkan terkumpul cairan di kuadran kanan bawah dengan ekstensi ke dalam pelvisDS : -
Invasi bakteri ke peritonium
Menginfeksi dan berkembang di peritoneum
Motilitas intestin menurun
Cairan berkumpul dalam rongga peritoneum
Kehilangan cairan, elektrolit dan protein
Devisit volume cairan kurang dar kebutuhan
Devisit volume cairan kurang dari kebutuhan
DO : leukosit 20.000/µl, abses meluas ke daerah panggul 300L berbau busuk.DS : -
Bakteri mnginfeksi dan berkembang di rongga peritoneum
Bakteriemi
Risiko penyebaran infeksi
Risiko penyebaran infesi
DO : suhu 380CDS : -
Inflamasi
IL-1
Stimulasi ke hipotalamus
Set point tubuh meningkat
Demam
Gangguan termoregulasi: hipertermi
Gangguan termoregulasi: hipertermi
DO : tampak sakit akut.DS : mengeluh nyeri difus.
Cairan berkumpul dalam rongga peritoneum
Menekan pertoneum parietal (banyak saraf nyeri )
Nyeri difus
Gangguan rasa nyama : nyeri
Gangguan rasa nyama : nyeri
Post Operasi
DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN
DO : dilakukan ileustomiDS : -
Infeksi
Menyebr ke panggul
Bakteri berkembang
Abses
Pembedahan
Luka
Kerusakan integritas kulit
Kerusakan integritas kulit
DO : dilakukan ileustomi, pembedahanDS : -
Pembedahan
Luka terbuka
Risiko infeksi
Risiko infeksi
DO : dilakukan pembedahanDS : -
Pembedahan
Perdarahan
Risiko syok hipovolemik
Risiko syok hipovolemik
DO : dilakukan pembedahanDS : -
Pembedahan
Luka
Gangguan rasa nyaman:nyeri
Gangguan rasa nyaman:nyeri
2.5.3 Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan suhu klien 380C
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post op)
ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak meringis,
peningkatan tekanan darah.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi pembeda-
han.
2.5.4 NCP
Pre Operasi
1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan suhu klien
380C
Tupen : Dalam 1 x 24 jam klien menunjukkan penurunan suhu
tubuh
Tupan : Dalam 3 x 24 jam termoregulasi pada klien adekuat
Kriteria Hasil : Suhu klien dalam rentang normal 36,5 – 37,50 C
No Intervensi Rasional
1 Pantau suhu pasien (derajat dan pola). Suhu 38,9 – 41,10 C menunjukkan
proses penyakit infeksius akut.
2 Pantau suhu lingkungan, batasi
atau tambahkan linen tempat tidur
sesuai indikasi.
Suhu ruangan atau jumlah selimut
harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
3 Berikan kompres mandi hangat ;
hindari penggunaan alcohol.
Dapat membantu mengurangi demam.
Catatan : penggunaan air es / alcohol
mungkin menyebabkan kedinginan,
peningkatan suhu secara actual. Selain
itu, alcohol dapat mengeringkan kulit.
4 Berikan antipiretik. Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus, meskipun demam
mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme,
dan meningkatkan autodestruksi dari
sel-sel yang terinfeksi.
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi
post op) ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tam-
pak meringis, peningkatan tekanan darah.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan salama (…x24 jam) diharapkan nyeri
pasien hilang/terkontrol dengan criteria hasil:
a) Nyeri klien berkurang
b) Klien tidak tampak gelisah
c) Wajah klien tidak tampak meringis
d) Klien dapat beristirahat dengan nyaman
e) TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90 mmHg, RR: 16-20x/mnt)
No Intervensi Rasional
1 Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri
klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu
dengan memperhatikan lokasi, intensi-
tas, frekuensi, dan waktu.
Mengindikasikan kebutuhan untuk
intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan komplikasi.
2 Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri
dan kepercayaan tentang nyeri.
Memudahkan dalam melakukan
intervensi, karena kultur atau budaya
klien dapat mempengaruhi persepsi
tentang nyeri.
3 Ciptakan lingkungan yang tenang dan
membatasi pengunjung.
Suasana yang tenang dapat mengurangi
stimulus nyeri.
4 Kontrol dan kurangi kebisingan Suasana yang tenang dapat
mengurangi stimulus nyeri.
5 Instruksikan pasien untuk
melakukan tehnik relaksasi.
Memfokuskan perhatian pasien,
membantu menurunkan tegangan otot
dan meningkatkan proses
penyembuhan.
6 Kaji riwayat adanya alergi obat Mengetahui apakah ada alergi
terhadap obat analgesik.
7 Pastikan pasien menerima analgesic. Memastikan klien menerima obat pereda
rasa nyeri
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama (…x24 jam) tidak terjadi infeksi dengan
kriteria hasil:
Keadaan temperatur normal
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor)
Menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator (antara 1-
5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)
Memantau faktor resiko lingkungan dan perilaku seseorang
Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan
No Intervensi Rasional
1 Pantau suhu dengan teliti dan
tanda-tanda infeksi lainnya.
Mendeteksi kemungkinan infeksi.
2 Cuci tangan sebelum dan sesudah
seluruh kontak perawatan diakukan.
Instrusikan pasien/orang terdekat
untuk mencuci tangan sesuai indikasi.
Meminimalkan pajanan pada
organisme infektif.
3 Gunakan teknik aseptik yang cermat
untuk semua prosedur invasive.
Untuk mencegah kontaminasi
silang/menurunkan resiko infeksi.
4 Tempatkan pasien dalam ruangan
khusus.
Meminimalkan terpaparnya pasien dari
sumber infeksi.
5 Kolaborasi dalam pemberian antibi-
otic.
Mencegah terjadinya infeksi.
3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi
pembedahan.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (… x 24 jam) diharapkan tidak
terjadi perdarahan berlebih dengan criteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda perdarahan.
TTV dalam batas normal.
No Intervensi Rasional
1 Kaji TTV pasien secara berkala. TTV menjadi acuan banyaknya darah
yang hilang.
2 Monitor tanda-tanda perdarahan. Tanda-tanda perdarahan dapat berupa
takikardi, hipotensi, hipertermia,
sesak.
3 Monitor hasil lab (hemoglobin dan
hematokrit).
Untuk menentukan intervensi
pemberian tranfusi darah.
4 Menginstruksikan pasien untuk
mengkonsumsi makanan yang men-
gandung vitamin K.
Vitamin K berfungsi dalam proses
pembekuan darah.
2.6 Peran Perawat
Care provider ; memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan
usia dan KDM yang harus terpenuhi.
Educator ; memberikan penjelasan ataupun informasi pada klien / keluarga
tentang kondisinya sekarang dan memberikan penyuluhan tentang gizi
atau nutrisi yang harus terpenuhi untuk klien.
Kolabolator ; berkolaborasi dengan petugas kesehatan lainnya untuk
proses penyembuhan klien (Misal : ahli gizi untuk pemenuhan gizi klien,
dll).
Motivator ; memberikan dorongan yang positif pada klien agar
kepercayaan dirinya meningkat, mau bergaul, tidak cengeng.
Konselor ; membantu klien mengatasi tekanan psikologsnya karena
kondisinya sekarang.
2.7 Legal Etik
Non-Malaficence
Perawat dalam melakukan perawatan pada klien klien hindari hal-hal
yang menyebabkan injury misalnya dalam merubah posisi klien saat
istirahat jangan sampai membahayakan terutama daerah yang mengalami
pembengkakan.
Beneficience
Tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang
terbailk dan tidak merugikan klien.
Autonomi
Perawat harus menjelaskan dengan jelas kepada keluarga tentang kondisi
yang dialami klien dan bagaimana dampakya kelak
Justice
Perawat memberikan perawatan yang memang harus didapat klien
Veracity atau Kejujuran ; penuh dengan kebenaran
PEMBAHASAN LO
Tanda Syok
Tanda Klinis Syok Septik
Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan ker-
ing.
Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi
keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan
ekstremitas hangat.
Disertai tanda-tanda sepsis.
Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, peruba-
han status mental.
Tanda – tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) :
Peningkatan HR
Penurunan TD
Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi)
Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR
Crakles
Perubahan sensori
Penurunan urine output
Peningkatan temperature
Peningkatan cardiac output dan cardiac index
Penurunan SVR
Penurunan tekanan atrium kanan
Penurunan tekanan arteri pulmonalis
Penurunan curah ventrikel kiri
Penurunan PaO2
Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan
PaCO2
Penurunan HCO3
Gambaran Hasil laboratorium :
WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
Hiperglikemia > 120 mg/dl
Peningkatan Plasma C-reaktif protein
Peningkatan plasma procalcitonin.
Serum laktat > 1 mMol/L
Creatinin > 0,5 mg/dl
INR > 1,5
APTT > 60
Trombosit < 100.000/mm3
Total bilirubin > 4 mg/dl
Biakan darah, urine, sputum hasil positif.
SIRS
Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah.
Sepsis adalah suatu infeksi di dalam aliran darah.
Sindroma sepsis memiliki arti yang lebih luas dan spesifik. Sepsis selalu dikaitkan
dengan kejadian infeksi apapun penyebabnya, apakah bakteri, virus, jamur atau
parasit. Sepsis adalah respon infalmasi sistemik terhadap infeksi. Sistem
pertahanan tubuh penjamu terhadap invasi bakteri merupakan suatu proses yang
rumit yang bertujuan untuk melokalisasi dan mengontrol infeksi dan menginisiasi
perbaikan jaringan yang rusak.
Proses inflamasi yang normal diikuti dengan aktifasi sel-sel fagositik dan
pembetukan mediator pro dan anti-inflamasi. Sepsis terjadi ketika respon terhadap
ini terjadi secara menyeluruh dan meluas sehingga mengakibatkan sel-sel normal
lain yang terletak jauh dari lokasi awal jejas atau infeksi mengalami kerusakan.
Sepsis adalah sebuah sindrom klinik yang sebagai penyulit infeksi berat dan
mewakili respon sistemik terhadap infeksi. Hal ini ini ditandai dengan inflamasi
sistemik dan kerusakan jaringan yang luas.
Definisi ini membutuhkan bukti adanya infeksi dan tanda respon inflamasi sitemik
(systemic inflammatory response syndrome/ SIRS).
SIRS adalah respons inflamasi yang luas terhdap berbagai gangguan klinis yang
berat. Sindroma ini ditandai dengan adanya dua atau lebih tanda-tanda sebagai
berikut :
• Temperatur > 38 C atau < 36 C
• Frekuensi nadi > 90 denyut/menit
• Frekuensi nafas > 20 nafas/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
• Leukosit > 12.000 sel/mm3, 4000 sel/mm3 atau > 10% bentuk batang muda
Singkat kata sepsis adalah SIRS dengan infeksi. Ada berbagai istilah lain seperti
sepsis berat yaitu sepsis yang disertai dengan satu atau lebih disfungsi organ akut,
hipoperfusi atau hipotensitermasuk asidosis laktat, oligouria dan penurunan
kesadaran. Sepsis dengan hipotensi adalah sepsis yang disertai dengan penurunan
tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >40
mmHg dari biasanya dan tidak ditemukan penyebab hipotensi lainnya. Syok /
renjatan sepsis adalah sepsis dengan hipotensi, meskipun telah diberikan resusitasi
cairan yang adekuat tidak teratasi atau memerlukan vasopressor untuk
mempertahankan tekanan darah atau perfusi organ.
Keadaan sepsis ini sering sekali dihadapi di rumah sakit, tanpa adanya pengenalan
dini akan tanda-tanda sepsis dan penatalaksanaan yang tepat dan terpadu maka
sepsis menjadi salah satu penyebab kematian tersering di rumah sakit.
Faktor resiko terjadinya sepsis:
1. Pembedahan di bagian tubuh yang terinfeksi atau di bagian tubuh dimana
secara normal tumbuh bakteri (misalnya usus)
2. Memasukkan benda asing ke dalam tubuh, misalnya kateter intravena, kateter
air kemih atau selang drainase
3. Penyalahgunaan obat terlarang yang disuntikkan
4. Penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya akibat terapi anti kanker).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri
tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum
inflamasi.
Peritonitis bisa disebabkan karena penyebaran infeksi dari organ perut yang
terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan
kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal
jantung. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal,
iritasi tanpa infeksi, infeksi bakteri, secara langsung dari luar, secara hematogen
sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan
bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.
Peritonitis dibedakan menjadi : Penyebab primer (peritonitis spontan) ,
Penyebab sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral) ,
Penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang
adekuat).
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain : tes darah, CT Scan, pe-
meriksaan laboratorium, pemeriksaan X-Ray, dan pemeriksaan radiologis.
Pengobatannya meliputi terapi pembedahan yaitu laparatomy dan ileostomy.
Untuk terapi obat-obatannya ada gentamicin, ampicilin, dan metronidazole.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah 5. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Marilynn E Doenges, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Farmaca Peritonitis, pedih dan sulit diobati. www. Majalah-farmacia.com