View
586
Download
109
Category
Preview:
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah mewajibkan bagi seluruh hambanya untuk masuk ke dalam
Islam dan berpegang teguh dengan ajaran-Nya dan menjauhi segala sesuatu yang
menyimpang darinya. Ia juga telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk
berdakwah terhadap hal tersebut, dan juga telah mengabarkan bahwa barang
siapa yang mengikutinya maka dia telah mendapatkan hidayah, namun barang
siapa yang menolak dakwahnya maka ia telah tersesat. dan Allah telah
mewajibkan bagi seluruh hambanya untuk masuk ke dalam Islam dan berpegang
teguh dengan ajaran-Nya dan menjauhi segala sesuatu yang menyimpang
darinya. Ia juga telah mengutus Muhammad untuk berdakwah terhadap hal
tersebut, dan juga telah mengabarkan bahwa barang siapa yang mengikutinya
maka dia telah mendapatkan hidayah, namun barang siapa yang menolak
dakwahnya maka ia telah tersesat.
Agar umat islam dapat memaksimalkan kualitas Syahadat dalam
kehidupannya, maka terlebih dahulu mereka haruslah mengetahui mengenai
syarat makna dan rukun yang terkandung dalam kalimat syahadat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja syarat-syarat shahadat,?
2. Apa makna syahadat,?
3. Apa saja rukun syahadat,?
C. Tujuan Penulis
Agar mahasiswa mengetahui betapa pentingnya mengetahui syarat,
makna dan rukun syahadat, dan makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang syarat, makna dan rukun syahadat.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syarat-syarat “La ilaaha illallah”
Kalimat الله �ال� إ �له إ merupakan dasar agama Islam dan inti dari seluruh ال
syariat Islam, kalimat ini juga yang sering kita dengar dan ucapkan. Bahkan
pada zaman sekarang ini sering kita mendengar sebagian kaum muslimin
mengucapkan kalimat tersebut secara spontan tanpa mereka sadari keluar dari
lisan mereka. Setiap ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala tidak akan
diterima kecuali dengan memenuhi syarat-syaratnya, seperti sholat dan zakat
tidak akan diterima kecuali memenuhi syarat-syaratnya, demikian juga dengan
kalimat la ilaha illallah tidak akan diterima kecuali seorang hamba
menyempurnakan syarat-syaratnya.
Seorang Tabi’in yang bernama Wahb Ibnu Munabbih pernah ditanya,
“Bukankah kunci surga itu kalimat la ilaha illallah? maka beliau menjawab ya,
akan tetapi tidaklah disebut kunci kecuali ia memiliki gigi-gigi, jika kamu
membawa kunci disertai gigi-giginya maka pintu tersebut akan terbuka, akan
tetapi apabila tidak memiliki gigi-gigi maka pintu tersebut tidak akan terbuka.”
[Ibnu rajab dalam kitab beliau kalimat ikhlas hal:14].
Beliau menjelaskan syarat la ilaha illlallah ibarat gigi-gigi kunci.
Syarat la ilaha illallah ada 7 yaitu :
1. Al-ilmu, yaitu mengetahui makna la ilaha illallah, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala yang artinya:
“kecuali orang yang mengakui kebenaran dan mereka mengetahuinya.”
[QS. Az-Zukhruf: 86].
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan memahami
dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia
2
mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu
tidak sah dan tidak berguna.
2. Al-Yaqiin, yaitu meyakini makna la ilaha illallah tanpa ada keraguan sedikit
pun, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-
ragu.”[QS. AL-Hujuraat: 15].
3. Al-Qobuul, yaitu menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat,
beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-
Nya. Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan mena’ati, maka ia
termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
“Sungguh, dahulu apabila dikatakan kepada mereka: la ilaha illallah,
mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata:“Apakah kami harus
meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair yang gila”.[QS.
Ash-Shoofaat: 35-36].
4. Al-Inqiyaad, yaitu tunduk dan patuh. Seorang muslim harus tunduk dan
patuh terhadap isi kandungan kalimat ini, sebagaimana firman Allah yang
artinya:
“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia
orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang kokoh.” [QS. Luqman: 22].
Al-´Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha illallah. Dan maka yuslim wajhahu
adalah yanqadu (patuh, pasrah).
5. Ash-Shidqu yaitu jujur, maksudnya adalah mengucapkan kalimat ini dengan
pembenaran di dalam hati. Barang siapa yang mengucapkan kalimat ini
dengan lisannya akan tetapi hatinya mendustakannya maka ia adalah seorang
munafik dan pendusta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan di antara manusia ada yang berkata: kami beriman kepada Allah dan
hari Akhir’, padahal sesungguhnya mereka bukanlah orang-orang yang
beriman. Mereka menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka
hanya menipu diri mereka sendiri tanpa mereka sadari. Dalam hati mereka
ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang
3
pedih, disebabkan mereka berdusta.” [QS. Al-Baqarah: 8-10]. Juga [QS.
Al-ankabut : 2].
6. Al-Ikhlas, Yaitu memurnikan seluruh ibadah hanya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’la dan menjauhi kesyirikan, baik syirik besar maupun
syirik kecil, Allah Subhanahu wa Ta’la berfirman yang artinya:
“Maka beribadahlah kepada Allah dengan tulus, ikhlas beragama kepada-
Nya. Ingatlah! Hanya muilik Allah agama yang murni.” [QS. Az-Zumar; 2-
3].
7. Al–Mahabbah (cinta), maksudnya mencintai kalimat ini dan apa yang
dikandungnya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan
konsekuensinya. Allah Subhannahu wa Ta´ala berfirman:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaima-na mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Allah.” [QS. Al-Baqarah: 165].
Inilah 7 syarat kalimat الله �ال� إ �له إ yang harus dipahami dan diamalkan oleh ال
setiap muslim, tidak hanya sekedar menghapalnya saja, akan tetapi
hendaknya diiringi dengan amal perbuatan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Makna Syahadat “La ilaaha illallah”
Makna Kalimat la ilaha illallah adalah الله � �ال إ �حق ب معبود tidak ada) ال
sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali Allah). Mayoritas kaum
muslimin mengartikan kalimat ini dengan ucapan “tiada Tuhan selain Allah”.
Namun pada nyatanya tuhan itu banyak, hanya saja semua tuhan yang dijadikan
sesembahan oleh kaum musyrikin adalah batil. Sedangkan Tuhan yang Haq
hanyalah satu; Tuhan saya, Tuhan anda, Tuhan kita semuanya, yaitu Allah
Tuhan semesta alam.
Allah ta’ala sendiri menyebutkan bahwa tuhan itu berbilang. Namun semuanya
adalah batil kecuali Dia semata. Firman-Nya:
هو الله وأن الباطل هو دونه من يدعون ما وأن الحق هو الله بأن ذلك
الكبير .العلي
4
“Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah Dia-lah Tuhan yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil,
dan sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. al-
Hajj: 62).
Maka itu tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak
kaumnya untuk meninggalkan tuhan-tuhan mereka yang batil dan mentauhidkan
Allah semata dengan serta merta mereka mengingkari dan berkata, sebagaimana
yang difirmankan Allah:
عجاب لشيء هذا إن واحدا إلها اآللهة .أجعل
“Mengapa ia (Muhammad) menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja?
Sesungguhnya Ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS.
Shad: 5)
Adapun makna yang benar dari kalimat tauhid ini adalah “Tiada Tuhan
yang Haq kecuali Allah” atau “Tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali
Allah,” yang mana dalam bahasa Arabnya berbunyi “Laa ma’buuda bihaqqin
Illalllahu”. (asy-Syahadatan, Syaikh Abdullah Jibrin hal. 15)
Inilah makna yang benar yang menyatakan bahwa tiada Tuhan yang berhak
untuk dialamatkan kepada-Nya ibadah kecuali hanya Allah semata. Sebab hanya
Allah-lah satu-satunya Tuhan yang berhak untuk diibadahi, tiada sekutu bagi-
Nya. Firman-Nya:
فاعبدون أنا إال إله ال ه أن إليه نوحي إال رسول من قبلك من أرسلنا .وما
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan yang hak melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. al-Anbiya`: 25)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Tuhan Yang Maha Menciptakan segala-
galanya itulah yang berhak untuk diibadahi.” (al-Ushul ats-Tsalatsah, Syaikh
Muhammad at-Tamimi)
5
Akan tetapi ada beberapa penafsiran yang keliru tentang kalimat la ilaha
illallah yang telah tersebar luas di dunia Islam di antaranya:
1. Menafsirkan kalimat la ilaha illallah dengan ( الله �ال� إ معبود Tidak ada“ :(ال
yang diibadahi selain Allah”. Padahal makna tersebut rancu, ini berarti setiap
yang diibadahi baik benar maupun salah adalah Allah subhanahu wata’ala.
Karena Allah subhanahu wata’ala menamakan semua yang disembah di
muka bumi sebagai .(Tuhan) إله Ketika Rasulullâh shalallahu ‘alaihi
wasallam mengatakan kepada orang-orang musyrik: La ilaha illallah maka
meraka mengatakan
عحاب لشيء هذا إن واحدا إلها اآللهة أجعل
“Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan yang banyak ini menjadi Tuhan yang
satu saja? sesungguhnya ini sesuatu yang mengharankan.” [QS. Shood: 5].
2. Menafsirkan kalimat la ilaha illallah dengan ( الله � �ال إ �ق خال (ال “Tidak ada
pencipta kecuali Allah”, padahal makna tersebut adalah sebagian makna dari
kalimat la ilaha illallah dan ini masih berupa Tauhid Rububiyah (tauhid yang
mengakui keesaan Allah saja), sehinga belum cukup. Karena orang-orang
kafir jahiliyah dahulu telah meyakini Allah adalah Tuhan pencipta alam,
sebagaimana Allah jelaskan dalam al-Qur’an
الله ليقولن خلقهم من سألتهم ولئن
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka, sipakah yang menciptakan
mereka, niscaya mereka menjawab, Allah.” (QS. Az – Zuhkruf: 87).
3. Ada juga yang menafsirkan la ilaha illallah dengan ( الله � �ال إ �م حاك Tidak“ :( ال
ada hakim/penguasa kecuali Allah”. Pengertian ini pun tidak mencukupi
makna kalimat tersebut karena apabila mengesakan Allah hanya dengan
pengakuan sifat Allah Yang Maha Penguasa saja namun masih berdo’a
kepada selain-Nya atau menyelewengkan tujuan ibadah kepada sesuatu
selain-Nya, maka hal ini belum dikatakan (telah menjalankan makna kalimat
tersebut, yaitu bertauhid kepada Allah-red).
6
C. Rukun “La ilaaha illallah”
Ulama menjelaskan bahwa kalimat tauhid la ilaha illallah terdiri dari
dua rukun yaitu :
1. An-Nafyu (peniadaan) : menjauhi sesembahan selain Allah baik Malaikat
yang dekat dengan-Nya atau pun para Nabi dan Rasul yang diutus.
2. Al-Itsbat (penetapan) : menetapkan sesembahan yang benar hanya milik
Allah semata. Adapun sesembahan yang lain semuanya sesembahan yang
batil.
Allah Subhannahu wa Ta´ala berfirman :
بالعروة استمسك فقد بالله ويؤمن بالطاغوت يكفر فمن
.الوثقى
“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus.” (QS. al-Baqoroh: 256).
Firman Allah, “siapa yang ingkar kepada thaghut” itu adalah makna dari
rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, “dan beriman kepada Allah”
adalah makna dari rukun kedua.
7
BAB II
PENUTUPA. Kesimpulan
Syarat, makna dan rukun syahadat dalam islam sangat penting
untuk diketahui sehingga orang islam bukan sekedar namanya saja tapi
memahami islam dari hal-hal yang yang lebih mendalam seperti
memahami syarat, makna dan rukun syahadat.
Setiap ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan
diterima kecuali dengan memenuhi syarat-syaratnya, seperti sholat dan
zakat tidak akan diterima kecuali memenuhi syarat-syaratnya, demikian
juga dengan kalimat la ilaha illallah tidak akan diterima kecuali seorang
hamba menyempurnakan syarat-syaratnya. Yang diantaranya adalah Al-
ilmu, Al-Yaqiin, Al-Qobuul, Al-Inqiyaad, Ash-Shidqu, Al-Ikhlas, Al–
Mahabbah. Dan juga memahami makna dan rukun syahadat “La ilaaha
illallah”.
B. Saran
Demikian makalah ini kami susun. Punulis menyadari dalam
makalah ini masih banyak Sekali kekurangan dan jauh dari kesan
“sempurna”. Oleh karena itu, kritik dan saran yang kontruktif sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang
membcanya, Amien.
8
DAFTAR PUSTAKA
Hawwa, Sa’id, Al-Islam Syahadatain dan FFenomena Kekufuran, Jakarta: Al-Ishlahy,
1990
Daradjat,Zakiah, Dasar-Dasar Agama Islam,Jakarta: Bulan Bintang,1996
Syukur, Amin, Pengantar Studi Islam, Semarang: Pustaka nuun, 2002
9
Recommended