View
35
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
Ekstreminitas Inferior
Kelainan Otot Atrofi dan Hipotonus
Nama NIM
Annisza 10-2010-201
Nico Michael Muliawan 10-2010-194
Giovanni W.P 10-2010-196
Kevinara P.L 10-2010-215
Nor Ain Syafiqah 10-2010-378
Lewita Yunita 10-2010-222
Fiqi Yusrina 10-2010-246
Rullyn S.S.Mandar 10-2010-243
Devita Natalia 10-2010-217
Pendahuluan
Tulang dan otot merupakan jaringan yang peling banyak mengisi tubuh manusia. Tulang
merupakan jaringan tubuh yang berfungsi untuk menopang tubuh dan bagian-bagiannya. Otot
berfungsi untuk menggerakan bagian-bagian tubuh. Ada yang untuk menggerakkan tulang dan
sendi; ada yang khusus untuk memompa darah di jantung.
Tulang dan otot mempunyai struktur yang saling berhubungan. Keduanya mempunyai serat
collagen yang merupakan serabut sangat kuat sehingga berbagai macam gerakan yang terjadi
pada anggota tubuh kita, dihasilkan oleh kontraksi dan juga relaksasi otot dan tulang yang
bersangkutan. Sehingga apabila karena sesuatu sebab otot kehilangan kemampuan untuk
berkontraksi maka gerakan-gerakan yang secara normal dilakukan dapat terganggu atau bahkan
dapat menyebabkan gerakan tersebut tidak muncul sama sekali. Jika otot kita terdapat gangguan
maka alat gerak kita dan fisiologi tubuh kita juga pasti akan terdapat gangguan.
Secara Makroskopik
Pada tungkai bawah atau crus adalah segmen anggota badan bawah yang terdapat antara lutut
dan pergelangan. Sama seperti anggota gerak yang lain, pada tungkai bawah juga terdapat
struktur tulang yang dibungkus oleh beberapa otot. Karena tanpa ada otot, maka tidak ada yang
dapat menggerakan tulang.
Tulang yang membentuk tungkai bawah yaitu tibia dan fibula. Berikut penjelasan lebih lanjut
mengenai kedua tulang pembentuk tungkai bawah:1
Tibia atau tulang kering merupakan tulang medial yang besar kerangka utama dari tungkai
bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Tulang ini juga membagi berat tubuh dari
femur ke bagian kaki. 1-2
Pada ujung atas tibia, terdapat kondil medial dan kondil lateral yang beartikulasi dengan
kondil femoral. Kondil-kondil tersebut merupakan bagian yang paling atas dan paling
pinggi dari tulang. Pada permukaan superiornya terdapat putaran permukan persendian
untuk femur dalam formasi sendi lutut, permukaannya halus dan diatas permukaan yang
datar terdapat tulang rawan semilunar (setengah bulan) yang membuat permukaan
persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil femur.
Kondil lateral pada tibia yang memperlihatkan posterior sebuah faset untuk persendian dengan
fibula pada sendi tibio-fibuler superior. Kondil-kondil ini disebelah belakang dipisahkan oleh
lekukan popliteum.
Tuberkul dari tibia terdapat di sebelah depan tepat dibawah kondil-kondil ini. Bagian depan
memberi kaitan kepada tendon patela, yaitu tendon dari insersi oto extensor kwadrisep.
Pada batang tibia.
Berjalan ke bawah dan medial. Dalam irisan melintang bentunya segitiga. Sisi
anteriornya paling menjulang dan sepertiga sebelah tengah terletak subkutan, bagian ini
membentuk subkutan. Permukaan medial tibia adalah subkutaneus pada hampir seluruh
panjangnya merupakan daerah bergua dari mana dapat di ambil serpihan tulang untuk
transplantasi. Pada bagian lain tibia yaitu linea poplitea merupakan tanda yang berada pada
permukaan posterior. Line poplitea yaitu garis meninggi di atas tulang yang kuat dan yang
Ujung bawah tibia
Ujung bawah tibia masuk dalam formasi persendian mata kaki. Tulang ujung bawah ini, sedikit
melebar dan ke bawah sebelah medial menjulan menjadi maleolus medial atau maleolus tibiae.
Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula pada persendian tibio-fibuler
inferior. Tibia membuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula dan talus.
Gambar 1.1: Tulang Tibia
Fibula
Fibula atau tulang betis adalah tulang yang paling ramping dalam tubuh dan terletak sebelah
lateral tulang bawah yang mempunyai tulang pipa dengan batang dan dua ujung. Fibula berbeda
dengan Tibia karena tulang fibula tidak turuk menopang berat tubuh.
Ujung atas
Pada ujung atas fibula mempunyai bentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang luar dari
tibia, tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.
Batang
Batang fibula yaitu terlihat ramping dan terbenam dalam otot tungkai dan memberi banyak
kaitan.
Ujung bawah
Disebelah bawah lebih memanjang menjadi maleolus lateralis atau maleolus fibulae.
Gambar 1.2 : Tulang Fibula
Secara Mikroskopik
Jaringan ikat atau penyambung dibagi menjadi dua yaitu sejati dan khusus. Tulang dan tulang
rawan termasuk kedalam jaringan ikat khusus penyokong. Tulang merupakan penyusun dari
sebagian besar kerangka veterbrata. Tipe tulang dibagi menjadi dua yaitu tulang spongiosa dan
tulang kompakta.3 Tulang spongiosa terdiri dari trabekula atau balok kayu yang bentuknya tidak
teratur. Trabekula terdiri dari lamel-lamel yang jumlahnya beragam dan didalamnya terdapat
lakuna yang ditempati osteosit dan sistem kanalikuli yang berhubungan. Jika dilihat bentuknya
bercabang dan membentuk anyaman. Celah yang terdapat diantara anyaman tersebut diisi oleh
sumsum tulang (bone marrow).
Pembentukan tulang keras berawal dari kartilago (berasal dari mesenkim). Kartilago
memiliki rongga yang akan terisi oleh “osteoblas” sel-sel pembentuk tulang.Osteoblas
membentuk osteosit (sel-sel tulang). Setiap satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh
darah dan serabut saraf membentuk SISTEM HAVERS. Matriks akan mengeluarkan kapur dan
fosfor yang menyebabkan tulang menjadi keras Sel tulang dibedakan menjadi osteoprogenitor
atau osteogenik, osteoblas, osteosit dan osteoklas.Osteoprogenitor atau osteogenik merupakan
kumpulan dari sel induk atau stem cell.
Otot-otot yang terdapat pada tungkai bawah dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:4
Otot-otot tungkai bawah bagian ventral. Otot ventral superfisial dan medial adalah M. Tibialis
anterior. Otot ini diikuti oleh M. Ekstensor digoturium longus dan dari tepi lateral otot ini sering
berorigi M.fibularis tertius. Sedangkan M. Estensor hallucis longus terletak paling dalam.
Berikut penjelasan lebih lanjut:5,6,
1. M. tibialis anterior
Origo: Ujung proximal Tibia tepat di bawah Condylus lateralis, dua pertiga atas Facies lateralis
Tibiae, Fascia crucis
Insersio: Tepi medial basis ossis metatasrsi I, permukaan plantar Os cuneiforme mediale
Fungsi: Mempunyai fungsi pada sendi pergelangan kaki yaitu fleksi dorsal dan sendi Talotarsalis
yaitu supinasi.
2. M. extensor hallucis longus
Origo: Dua pertiga distal Facies medialis Fibulae, Membrana interossea, Fascia cruris
Insersio: Pada Basis phalangis distalis dan Phalanx proximalis hallucis
Fungsi: Terdapat pada sendi pergelangan kaki yaitu fleksi dorsal, sendi talotarsalis yaitu supinasi
dan sendi ibu jari yaitu ekstensi.
3. M. extensor digoturium longus
Origo: Ujung proximal Tibia tepat di bawah Condylus lateralis, Margo anterior fibulae,
Membrana interossea crucis, Septum intermusculare crucis anterius dan Fascia crucis.
Insersio: Aponeurosis dorsalis pada jari 2-5
Fungsi: Terdapat pada pergelangan kaki yaitu fleksi dorsal, sendi talotarsalis yaitu supinasi dan
sendi ibu jari yaitu ekstensi.
4. M. fibularis (peroneus) tertius (otot yang tidak selalu ada)
Origo: Bagian distal M. Extensor digoturium longus
Insersio: Basis ossis metatarsis V
Fungsi: Terdapat pada pergelangan kaki yaitu fleksi dorsal dan sendi talotarsalis.
Otot-otot tungkai bawah bagian lateral (fibular). Otot superfisial lateral adalah M. Fibularis
longus, selanjutnya diikuti dengan M. Fibularis brevis di lapisan yang lebih dalam. Berikut
penjelasan lebih lanjut:
M. fibularis (peroneus) longus
Origo: Caput fibulae, dua pertiga proximal Facies lateralis dan margi posterior Fibulae, Septa
intermuscularia cruris anterius et posterius, Fascia crucis
Insersio: Tuberositas ossis metatarsis I (II), permukaan plantar ossis cuneiformis intermedil
Fungsi: Terdapat pada sendi pergelangan kaki yaitu fleksi plantar dan sendi talotasalis yaitu
pronasi.
M. fibularis (peroneus) brevis
Origo: Setengah distal Facies lateralis dan margo anterior fibulae, Septa intermuscularia
cruris anterius et posterius.
Insersio: Tuberositas ossis metatasrsi V, tendo-tendo jari kelingking kaki
Fungsi: Terdapat pada sendi pergelangan kaki yaitu fleksi plantar dan sendi talotasalis
yaitu pronasi.
Gambar 1.3 : Tungkai tampak posterior
Otot-otot tungkai bawah bagian dorsal superfisial. Kaput-kaput M. Gastrocremius menentukan
betis. Otot ini terletak di atas lateral di atas M. Soleus dan bersama-sama otot-otot ini
membentuk M. Triceps surae. M. Plantaris yang sangat kecil dianggap sebagai kaput keempat
otot ini. Berikut penjelasan lebih lanjut:
M. triceps surae
Origo, terdapat pada tiga daerah yaitu
M. Gastrocremius, Caput mediale: Facies poplitea femoris disebelah proximal Condylus
medialis. M. gastrocremius, Caput laterale: Facies poplitea femoris di sebelah proximal
Condylus lateralis
M. Peroneus longus
M. Tibialis anterior
M. Ekstensor digotorium longus
M. soleus: Capit fibulae, sepertiga proximal Facies posterior dan margo posterior Fibulae, Facies
posterior Tibiae ada dan tepat di bawah Line musculi solei, Arcus tendineus musculi solei.
M. plantaris: Facies poplitea femoris disebelah proximal Condylus lateralis
Insersio: Tuber calcanei (via Tendo calcaneus)
Fungsi: Terdapat pada sendi lutut (hanya M. Gastrocnemius dan M. Plantaris) yaitu fleksi, send
pergelangan yaitu fleksi plantar dan sendi talotasalis yaitu supinasi.
Gambar 4. Tungkai tampai posterior
Otot-otot tungkai bawah bagian dorsal profundus. M. Popliteus melintang oblik ke arah lateral
menuju ke sendi lutut. Diantara otot-otot yang berjalan ke kaki, M. Tibialis posterior terletak
paling superfisial. Otot ini diikuti disebelah medial M. Fleksor digoturium longus dan di lateral
oleh M. Flexor hallucis longus. Berikut penjelasan lebih lanjut:6
M. Plantaris
M. gastrocnemius
M. Soleus
M. popliteus
Origo: Epicondylus lateralis femoris
Insersio: Facies posterior tibiae tepat di atas Linea musculi solei
Fungsi: Terdapat pada sendi lutut yaitu rotasi medial, fleksi
M. tibialis posterior
Origo: Tiga perempat atas membrana inerossa, daerah-daerah disekitar Tibia dan Fibula
Insersio: Tuberositas ossis navicularis, permukaan plantar Ossa cuneiformia I-III pangkal Ossa
metatarsis II-IV
Fungsi: Terdapat pada sendi pergelangan kaki yaitu fleksi plantar dan sendi talotarsalis yaitu
supinasi
M. flexor digoturium longus
Origo: Facies posterior tibia disebelah distal Linea musculi solei, tendo-tendo diantara Tibia dan
Fibula disebelah proximal Chiasma crurale
Insersio: Phalanx distalis jari 2-5
Fungsi: Terdapat pada sendi pergelangan kaki yaitu fleksi plantar, sendi talotarsalis yaitu
supinasi, dan sendi-sendi jari yaitu fleksi
M. flexor hallucis longus
Origo: Dua pertiga distal Facies posterior fibulae, membrana interossea, Septum intermusculare
cruris posterius
Insersio: Phalanx distalis ibu jari kaki
Fungsi: Terdapat pada sendi pergelangan kaki yaitu fleksi plantar, sendi talotarsalis yaitu
supinasi, dan sendi-sendi ibu jari kaki yaitu fleksi
Osteoblas7
Osteoblas berfungsi mensintesis komponen organik dari matriks tulang (kolagen tipe I,
proteogilakns, dan glikoprotein). Penambahan unsur anorganik dari tulang bergantung dari
adanya osteoblas yang hidup. Mereka terutama terletak pada permukaan jaringan tulang,
berdampingan, seperti pada epitel selapis. Bila mereka secara aktif terlibat dalam pembuatan
matriks, maka osteoblas itu mempunyai bentuk kuboid serta silindris, dengan sitoplasma basofil.
Bila aktifitas mensintesis telah berkurang, maka mereka akan mengepeng, basofilia dalam
sitoplasmanya mengurang.
Osteoblas memiliki juluran sitoplasma yang bersentuhan dengan osteoblas berdekatan. Juluran
ini lebih jelas bila sel itu mulai kelilingi oleh matriksnya. Begitu terkurung seluruhnya oleh
matriks yang baru dibentuk maka osteoblas tersebut dinamakan osteosit. Lacuna dan kalikuli
tampak, akarena matrik telah terbentuk di antara sel dan juga juluran sitoplasmanya.
Selama pembentukan matriks, osteoblas menampaka ultrastrukturseperti sel pembuatan
protein untuk diekspor. Osteoblas merupakan sel yang bergugus polar (polarized cell). Sekresi
dari komponen-komponen matriks tampak pada permukaan sel, yang berkontrak dengan matriks
tulang yang sudah terbentuk sebelumnya, membentuk lapisan martiks yang baru (tetapi belum
terkalsifikasi), disebut osteoid, di antara lapisan osteoblas dengan tulang yang terbetuk
sebelumnya itu. Proses aposisi tulang ini diakhiri dengan adanya penimbunan garam kalsium
dalam matriks yang baru terbentuk
Osteosit
Osteosit, yang asalnya dari osteoblas, terdapat dalam lacuna yang berada di antara
lamem-lamel. Di dalam satu kanakuli silindris halus terdapat juluran sitoplasma dari osteosit.
Juluran dari sel-sel bersebelahan saling berkontrak melalui taut erat (tight junction), dan
molekul-molekul melewati struktur ini untuk berpindah dari sel ke sel.
Bila diandingkan dengan osteoblas, osteosit lebih gepeng dan berbentuk buah kenari, hal
itu dikarenakan osteosit memiliki jauh lebih sedikit reticulum endoplasma kasar dan kompleks
golgi dan kromatin inti yang lebih padat, sel-sel tersebut terlibat aktif dalam mempertahankan
matriks tulang. matinya osteosit diikuti dengan resorpsi matriks.
Osteoklas
Osteoklas adalah sel motil bercabang banyak yang sangat besar. Pada daerah terjadinya
reosrpsi tulang osteoklas terdapat dalam lekukan, yang terbentuk secara enzimatik, dalam
matriks yang disebut lacuna Howship. Osteoklas termasuk bagian dari system fagosit
mononukleus. Terdapat beberapa retikulum edoplasma kasar, banyak mtiokondria, dan sebuah
komleks golgi yang berkembang baik, selain banyak lisosom di dalam sel.
Selama terjadi resorpsi tulang, osteoklas menghasilkan asam, kolagenase, dan enzim proteolitik
lain yang menyrang matriks tulang dan membebaskan substansi dasar pengapuran dan secara
aktif terlibat dalam pembersihan debris yang terjadi selama resorpsi tulang.
Bentuk sel oseogenik adalah gelembung dengan inti pucat. Letaknya berada dalam
lapisan perikondrium. Osteoblas dan osteosit merupakan bagian dari osteogenik tetapi hanya
letaknya yang berbeda . osteoblas terdapat pada permukaan tulang tempat matriks ditambahkan
sedangkan osteosit terpendam dalam matriks. Osteoklas merupakan sel berinti bear dan memiliki
banyak anak inti yang jumlahnya bervariasi. Letaknya berada di permukaan tulang dan sering
berada dalam lekukan lakuna howship. Bersifat makrofag terhadap sel tulang yang sudah
dewasa. Matriks dari tulang terdiri dari kolagen dan elastin tetapi jumlah kolagen paling banyak.
Bersifat asidofil dan sebanyak 65% unsur matriks adalah anorganik. Matriks tulang tersusun
dalam lapisan konsentris disebut lamel. Lamel terbentuk akibat peletakkan matriks yang ritmik.
Periosteum atau permukaan tulang luar yang diselubungi oleh fibrosa. Lapisan dalamnya terdiri
dari jaringan ikat longgar dan sedikit kolagen. Memiliki serat sharpey atau serat kolagen yang
dapat menembus matriks tulang yang membuat periosteum terikat ke tulang. Permukaan dakam
tulang atau endosteum terdiri dari jaringan retikular padat yang memiliki kemampuan ostoegenik
dan hemopoetik.
Gambar 1.3 : Struktur Tulang Spongiosa dan Tulang Kompakta8
Jaringan otot atau muskular dibagi menjadi tiga macam yaitu jaringan otot polos yang umumnya
terdapat didalam organ berlumen, jaringan otot rangka atau lurik yang meripakan pengerak
tulang atau skelet tulang dan jaringan otot jantung yang terdapat pada jantung. Jaringan otot
lurik atau rangka memiliki bentuk silindris panjang dengan ujung tumpul. Memiliki inti gepeng
yang terletak di pinggir jaringan. Otot rangka tersusun atas serabut-serabut otot atau miofibril
yang berinti banyak. Miofibril berkumpul membentuk kumpulan serabut yang kemudian
membentuk otot. Ujung otot rangka umumnya mengecil dan keras disebut tendon. Tendon
dibedakan menjadi dua yaitu tendon yang melekat pada tulang yang bergerak disebut insersio
dan yang menempel pada tulang yang tidak bergerak disebut origo.9
Gambar 2.1 : Otot lurik (Mikroskopik)
Tabel 1 Karakteristik serat otot rangka (Sherwood L. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem.
Jakarta:EGC;2001.h.212-36 )10
KARAKTERISTIK
Jenis Serat
Oksidatif lambat Oksidatif cepat Glikolisis cepat
( Tipe I ) ( Tipe IIa ) ( Tipe IIb )
Aktivirtas ATPase
miosin
Rendah Tinggi Tinggi
Kecepatan kontraksi Lambat Cepat Cepat
Daya tahan terhadap
kelelahan
Tinggi Sedang Rendah
Kapasitas fosforilasi
oksidatif
Tinggi Tinggi Rendah
Enzim untuk glikolisis
anaerobik
Rendah Sedang Tinggi
Mitokondria Banyak Banyak Sedikit
Kapiler Banyak Banyak Sedikit
Kandungan mioglobin Tinggi Tinggi Rendah
Warna serat Merah Merah Putih
Kandungan glikogen Rendah Sedang Tinggi
Garis tengah serat Kecil Sedang Besar
Intensitas kontraksi Rendah Sedang Tinggi
Struktur histologi tungkai
Tungkai termasuk alat gerak yang mempunyai jaringan otot yang bernama otot rangka. Jaringan
otot yang pada dasarnya terdiri dari sel yang berbeda-beda, mengandung prtotein kontarktil.
Sruktur biologi dari protein yang membangkitkan tekanan yang dibutuhkan untuk kontraksi
selular, yang menimbulkan gerakan di antara organ tertentu dan tumbuh sebagai satu kesatuan.11
Gambar 2.2 : Otot rangka
Otot rangka pada umumnya terdiri dari berkas-berkas sel yang sangat panjang sampai 30 cm,
berbentuk slindris, berinti banyak, yang memperlihatkan garis-garis melintang. Inti yang banyak
ini merupakan akibat peleburan mioblas (prekursor sel otot) mononukleus embrional. Konstraksi
pada otot rangka yaitu cepat, kuat dan biasanya dibawah kemaunan kita. Kontraksi yang terjadi
disebabkan adanya interaksi dari filamen tipis aktin dan filamen tebal miosin yang susunan
molekulnya membuat molekul tersebut dapat bergeser satu sama lain. Pada otot rangka terdaoat
lapisan jaringan ikat yang berguna untuk membatasi otot serabut terhadap otot-otot di sekitarnya
dan memberi bentuk pada otot tersebut. Lapisan jaringan ikat yang terdiri dari serat-serat kolagen
ini membungkus otot dan disebut sebagai fasia otot atau epimisium. Jaringan ikat disekitar
berkas-berkas sel otot disebut perimisium. Dan tiap-tiap berkas terdiri dari atas sejumlah otot,
yang pada sel otot diliputi oleh lapisan tipis jaringan ikat yang disebut endomisium. 11,12
Sel serabut pada otot teridiri dari miofibril. Bila melihat dengan mikroskp maka tampak
pita-A yaitu gelap dan pita-I yang terang. Pada pita-A terdapat daerah yang kurang gelap disebut
daerah-H dan pada pita-I terdapat garis Z. Tiap miofibril teridri dari dua macam filamen yaitu
filamen tebal dan filamen tipis. Filamen tebal yaitu pita-A terdiri dari miosin yang tersusun
secara heksagonal sedangkan, filamen tipis merupakan pita-I sampai menjoroj atau masuk ke
dalam pita-A tetapi tidak sampai ke dalam daerah H dan terdiri dari aktin, tropomiosin dan
tropomin.
Gambar 2.3: Aktin dan Myosin
Satu bagian penting yang terletak dalam serabut otot adalah mitokondria yang
menghasilkan adenosine triphosphate (ATP). Mitokondria ini terletak dibawah sarkomer, di
dalam sarkoplasma di dalam otot juga terdapat glikogen dan lemak. Ini berarti serabut otot
mempunyai bahan bakar sendiri. Didalam tubuh terdapat otot yang lebih kuat bekerja dalam
kondisi aerobik. Serabut otot ini juga dinamakan type I atau serabut otot lambat ( otot merah )
dan yang anaerobik dinamakan type II atau serabut otot cepat ( otot putih ).13
Enzim Otot14
Enzim adalah polimer biologis yang mengkatalisis reaksi kimia yang memungkinkannya
terjadinya kehidupan. Sebagai biokasalisator, enzim mempunyai beberapa keutamaan dalam hal
katalisator system hayati ,yaitu satu enzim hanya menjalankan satu macam reaksi, suatu enzim
memiliki sisi katalitik yang spesifik dan hanya mengenal subtrak, enzim tidak ikut bereaksi
dengan subtratnya atau produknya, aktivitasnya dapat di atur sesuai dengan kebutuhan organism.
Mekanisme kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu seperti komponen enzim;
sifat enzim, misalnya bekerja secara bolak-balik, bekerja spesifik, dan berfungsi sebagai katalis;
cara kerja enzim, model kunci gembok dan mdel induksi pas; faktor lingkungan, seperti suhu dan
pH.10
Mekanisme kerja enzim otot15
ATP merupakan sumber energi utama untuk kontraksi otot. ATP berasal dari oksidasi
karbohidrat dan lemak. Kontraksi otot merupakan interaksi antara dua protein utama yaitu, aktin
dan miosin.
ATP----ADP+P
Aktin+Miosin-------------------------Aktomiosin
ATPase
Fosfokreatin mrupakan persenyawaan fosfat berenergi tinggi. Fosfokratin tidak dapat
dipakai langsung sebagai sumber energi, tetapi fosfokreatin dapat memberikan energinya kepada
ADP.
kreatin
Fosfokreatin+ADP-----------------keratin+ATP
Fosfokinase
Pemecahan ATP dan fosfokreatin untuk menghasilkan energi tidak memerlukan oksigen
bebas. Oleh sebab itu , fase kontraksi otot sering disebut fase anaerob.
Pembentukan kembali ATP dilakukan karena ATP adalah sumber energi utama pada proses
mekanisme kerja otot. Pembentukan ATP berasal dari perubahan glikogen menjadi laktasidogen
yang kemudian terurai menjadi glukosa dan asam laktat. Kemudian glukosa dioksidasi yang
menghasilkan energi dan melepaskan CO2 dan H2O. Proses ini berlangsung pada saat otot
relaksasi. Otot memperoleh ATP antara lain dengan cara pemecahan kreatin phosphat dan
pemindahan fosfat bernergi tinggi ke ADP pada waktu otot berkontraksi
Sebagian besar energi di otot tersimpan dalam bentuk kreatin fosfat yang akan memberikan
fosfat berenergi tinggi ke ADP untuk membentuk ATP oleh enzim kreatin fosfokinase. Proses ini
berlaku dalam masa sepersekian detik dan merupakan fase anaerob.15
Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi pada Otot16
Dalam fase relaksasi kontraksi otot, kepala S-1 pada myosin menghidrolisis ATP menjadi
ADP dan Pi , tetapi produk – produk ini tetap terikat. Kompleks ADP- P i -miosin yang terbentuk
mengalami penguatan dan disebut konformasi berenergi tinggi.
Dalam proses kontraksi diawali dengan diproduksinya asetilkolin oleh ujung serabut saraf
yang nantinya membebaskan ion kalsium (Ca2+). Kemudian ion kalsium akan masuk kedalam
otot mengangkut troponin dan tropomiosin ke aktin. Aktin dapat di akses dan kepala miosin Pi
menemukanya, mengikatnya, dan membentuk kompleks aktin-miosin-ADP- Pi, sehingga otot
akan memendek dan terjadilah proses kontraksi.
Pembentukan kompleks ini mendorong pembebasan Pi, yang kemudian memicu power
stroke. Miosin sekarang dikatakan berada dalam keadaan berenegi rendah, yang ditunjukan
sebagai aktin-miosin.
Molekul ATP lain mengikat kepala S-1, dan membentukkompleks aktin-miosin-ATP.
Miosin-ATP memiliki afinitas yang rendah terhadap aktin sehingga aktin terlepas. Langkah
terakhir ini adalah kokmponen kunci pada relaksasi dan bergantung pada pengikatan ATP
dengan komleks aktin-miosin.Siklus lain kemudian dimulai dengan hidrolisis ATP, yang
membentuk kembali konfrontasi berenergi-tinggi.
Terdapat tiga langkah berbeda pada proses kontraksi dan relaksasi memerlukan ATP yaitu:17
1. Penguraian ATP dan ATPase miosin menghasilkan energi bagi jembatan silang untuk
melakukan gerakan mengayun yang kuat
2. Pengikatan (bukan penguraian) molekul ATP segar ke miosin memungkinkan terlepasnya
jembatan silang dari filamen aktin pada akhir gerakan mengayun, sehingga siklus dapat
diulang. ATP ini kemungkinan diuraikan untuk menghasilkan energi bagi ayunan
jembatan silang berikutnya,
3. Transportasi akti Ca++ kembali ke retikum sakoplasma selama relaksasi bergantung pada
energi yang berasal dari penguraian ATP.
Definisi Atrofi18
Atrofi adalah berkurangnya suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat menjadi suatu respon yang
timbul saat terjadi penurunan beban kerja sel atau jaringan. Penurunan beban yang terjadi
mengakibatkan kebutuhan akan oksigen dan gizi juga berkurang. Sehingga menyebabkan
sebagian besar struktur intarsel, termasuk mitokondria, retikulum endoplasma, vesikel intrasel,
dan protein kontraktil menyusut.
1. Atrofi dapat timbul dari faktor lain yaitu penurunan rangsan hormon atau saraf
terhadap sel atau jaringan, akibat insufiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian
zat vital dan oksigen terhambat.
2. Atrofi yang terjadi di otot dapat terjadi akibat tidak digunakannya otot atau terjadi
pemutusan saraf yang mempersarafi otot tersebut. Pada atrofi otot ukuran miofibril
berkurang. Walaupun tulang tidak mengalami atrofi, densitas tulang dapat berkurang
akibat tidak digunakannya tulang tersebut atau adanya penyakit atau defisiensi
metabolik
Mekanisme terjadi Atrofi
Secara fisiolgi atrofi terjadi akbibat proses penuaan pada banyak tempat. Contoh atrofi
fisologi terlihat pada timus pada masa remaja dan uterus sesudah menopause. Namun, atrofi yag
terjadi karena penurunan beban kerja pada otot dapat juga menyebabkan penurunan ukuran otot
dan dapat kembali kepada keadaan semula jika beban kerja dikembalikan lagi.
Atrofi terjadi pada keadaan kelaparan dalam arti kehilangan stimulasi saraf dapat dilihat pada
otot rangka dan pada sel yang tidak vital untuk kelangsungan hidup organisme. Berikut
mekanisme yang terjadi pada cedera medula spinalis. Cedera yang terjadi pada medula spinalis
menghentikan stimulasi saraf ke otot dibawah bagian yang cedera. Otot ini secara bertahap
mengalami atrofi dan akhirnya muskulatur digantikan oleh jaringan fibrosa. Selain yang terjadi
pada cedera medula spinalis, atrofi otot dapat terlihat pada penyakit iskemik menahun ekstemitas
bawah. Karena, mekanis kerja atrofi yang terjadi yaitu dengan terjadinya penurunan suplai darah
merusak metabolisme di dalam sel, dan atrofi terjadi sebagai mekanisme perlindungan untuk
mempertahankan aktivitas jaringan. Sebagai hasil dari berkurangnya fungsi, misalnya pada
tungkai yang tidak digunakan karena patah tulang, akan dapat ditemukan secara jelas atrofi otot
(karena berkurangnya ukuran serabut otot). Diperlukan fisioterapi yang ekstensif, untuk
mengembalikan otot kebentuk semula atau untuk mencegah terjadinya atrofi.
Pada kasus yang ekstrem dari ‘disue’ atrofi tungkai, atrofi tulang dapat berakhir ke
osteoporosis dan kelemahan tulang. Keadaan ini dapat ditemukan juga pada kondisi tanpa beban
berat yang lama seperti pada perjalanan di ruang angkasa.
Mekanisme Hipotonus19
Tonus otot adalah ketegangan minimal suatu otot dalam keadaan istirahat. Tonus otot dapat
dipastikan dengan beberapa cara, yaitu dengan palpasi, gerakan pasif, dan vibrasi.
Gerakan pasif dapat dilakukan pada anggota gerak (sendi) secara berulang-ulang dan cepat,
sehingga otot yang diperiksa direnggangkan dan dikendorkan berulang-ulang. Pada saat yang
sama, kita akan merasakan adanya sedikit tahanan (normal) . Bila tidak dirasakan adanya
tahanan berarti hipotonus dan apabila tahanan yang dirasakan cukup kuat, berarti hipertonus.
Cara vibrasi dilakukan dengan memberikan vibrasi pada otot yang diperiksa menggunakan
alat bantu vibrator. Otot tersebut diposisikan memendek , diberi vibrasi, dan pada waktu yang
sama diminta mengkontraksikan otot antagonisnya untuk menggerakan sendi ke arah fungsi otot
antagonis. Apabila tidak mampu menggerakan sendi ke arah antagonisnya berarti otot yang
diperiksa dalam keadaan hipotonus.
Tonus otot pada lansia cenderung mengalami penurunan. Bila lansia mengalami gangguan sistem
saraf , dapat terjadi peningkatan tonus otot( hipertonus) seperti pada keadaan spastik. Sebaliknya,
dapat terjadi penurunan tonus otot(hipotonus) seperti dalam keadaan flaksid.
Kesimpulan
Mekanisme kerja otot dan tulang saling berhubungan. Tulang dapat digerakkan jika otot
mampu melakukan kontraksi dan relaksasi. Tulang dan otot sistem pergerakan mudah
mengalami gangguan. Jika bagian tersebut didiamkan dan tidak digunakan seperti biasa akan
mengalami atrofi dan hipotonus
Daftar Pustaka
1. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi manusia, Sobotta. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC. 2002(22).h 262-306
2. Netter FH. Atlas of human anatomy. 4th ed.US: Saunders;2006
3. Pearce E. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. 2006.p.81-2
4. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi manusia. Jakarta: EGC. 2006.p.62-4
5. Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates. 2002.p.254-261
6. Rahmadani D. Ilmu otot umum. Jakarta: Universitas Indonesia.p.18.
7. Junqueira LC, Carneiro J, Kelley RO. Histologi dasar. Jakarta:EGC;1998.h.136-
94
8. Bloom, Fawcett. Buku Ajar Histologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2002(12).h 174-90
9. Anderson D. Anatomi fisiologi tubuh manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2007.h 66-89.
10. Sherwood L. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Jakarta:EGC;2001.h.212-36
11. Murray RK. Biokima Harper. Jakarta: EGC. 2003. p.53,587.
12. Rohani. Hubungan daya ledak otot tungkai, kekuatan otot tungkai dan panjang
tungkai terhadap kecepatan renang 50 meter gaya dada pada atlet putra berprestasi klub
cs. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2007. p.28-32.
13. Murray RK. Biokima Harper. Jakarta: EGC. 2003. p.683
14. Sarjadi. Patologi umum dan sistematik. Jakarta: EGC;2000.h.99-101
15. Watson R. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG;2002.h.194
16. Wibio.Kontraksi otot. Edisi 20 Januari 2009. Diunduh dari
www.wordbiology.wordpress.com, 21 Maret 2011
17. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11, alih bahasa
Irawati et.al, editor edisi bahasa Indonesia Luqman Yanuar Rahman et.al. Jakarta: EGC
18. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi corwin. Jakarta: EGC. 2007.h.23.
19. Suroto. Patofiologi nyeri neuropati. Surakarta :2004.h.348
Recommended