View
38
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
SEMINAR KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN DIARE DI RUANG RAWAT INAP ANAK
RSUD SEI. DAREH DHARMASRAYA
Oleh:
Nama Kelompok 1
Shelly Yasrianti, S. Kep 1404036
Andri Fadly S.Kep 1404024
Surkani, S. Kep 1404032
Alwendi, S. Kep 1404037
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMASRAYA
DHARMASRAYA 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih
banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair
/setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980),
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan
mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara
berkembang,terutama di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit
diare bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
diikuti korban yang tidak sedikit. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat
baik tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai. Akan
tetapi permasalahan tentang penyakit diare masih merupakanmasalah yang relatif
besar(Sudaryat,2010).
Di negara berkembang anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian
diare per tahun tetapi di beberapa tempat kejadian lebih dari 9 kali kejadian diare per
tahun atau hampir 15-20% waktu hidup dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008)
Hal yang bisa menyebabkan balita mudah terserang penyakit diare adalah
perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk.
Diare dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita
sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi diare sangat mudah terkena
dehidrasi (Depkes RI, 2010).
Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di
seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik
laki – laki maupuun perempuan, tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat
dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara
berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per
tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua
penyebab kematian (Depkes RI, 2010)
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan
diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan
diare di Indonesia dari tahun ketahun cenderung meningkat, pada tahun 2006 jumlah
kasus diare sebanyak 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%).
Secara keseluruhan diperkirakan angka kejadian diare pada balita berkisar antara 40
juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000 sampai dengan 400.000 balita
(Depkes RI, 2006).
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak
memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana
kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan
lingkungan yang kurang baik, serta pengolahan dan penyimpanan makanan yang
tidak semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent penjamu,
lingkungan dan perilaku.
Bayi dan anak merupakan kelompok umur yang sering mengelami diare,
masalah ini biasanya di timbulkan bukan hanya kerena infeksi tetapi dapat pula di
sebabkan karena kebersihan makanandi intoleransiterhadap karbohidrat, lemak dan
protein, jika tidak di tangani akan menyebabkan kekurangan keseimbangan volume
cairan dan elektrolit (dehidrasi, syok hipovolemik ),atau berakibat patal atau
kematian. Maka peran perawat sangatpenting untuk menerapaknan metode sebagai
berikut, Promotif melalui penyuluhan tentang pencegahan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan diare.Preventif untuk meningkatkan kemandirian klien akan
pentingnya kebersihan diri, keluarga dan lingkungan yang dapat menyebabkan
diare. Kuratif pemberian cairan yang adekuat dan
penatalaksanaan. Rehabilitative yaitu dengan cara memulihkan pasien sehingga
dapat berfungsi secara optimal seperti memberikan makanan yang bersih, berikan
makanan lunak, bubur dan nasi tim (academia.edu/8512134/askep_diare)
Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan , dan makanan. Perubahan iklim,
kondisi lingkungan makanan merupakan faktor utamnya.penularan diare umumnya
melalui 4F yaitu Food, Fly, Feces dan Finger.
Sepintas diare terdengar sepele dan sangat umum terjadi. Namun, ini bukan
alasan untuk mengabaikannya, dehidrasi pada penderita diare bias membahayakan
dan ternyata ada beberapa jenis yang menular. Diare kebanyakan disebabkan oleh
virus atau bakteri yang masuk makanan atau minuman, makanan berbumbu tajam,
alergi makanan, reaksi obat, alcohol,dan bahkan perubahan emosi juga dapat
menyebabkan diare, begitu pula sejumlah penyakit tertentu (sianturi, 2013).
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada anak dengan diare
Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar Diare.
2. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan klien dengan Diare.
yaitu:
a. Mampu melakukan Pengkajian pada pasien diare.
b. Mampu menegakkan Diagnosa keperawatan pada pasien diare.
c. Mampu membuat Intervensi keperawatan pada pasien diare.
d. Mampu melakukan Implementasi pada pasien diare.
e. Mampu melakukan Evaluasi pada pasien diare.
f. Mampu membuat Dokumentasi keperawatan pada pasien diare.
1.3 Ruang Lingkup
Adapun pembahasan dalam seminar kasus Asuhan Keperawatan pada An.A
dengan Gastroenteritis yang meliputi pengertian, etiologi, klasifikasi,
patofisiologi, manifestasi klinis, serta pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Dapat melihat angka kejadian diare dan dapat menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa diare.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada klien diare.
1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai acuan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnose gastroenteritis dan menambah ilmu pengetahuan.
1.4.4 Bagi Mahasiswa
Menambah ilmu pengetahuan dan sebagai acuan dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan diagnose Gastrointeritis dan
menambah ilmu pengetahuan.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
2.1 Pengertian
Menurut Haroen N, S Suraatmaja dan P.O Asdil (1998) diare adalah
defekasi encer lebih dari 3 kali sehari denga atau tanpa darah atau lendir dalam
tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz dan L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu
keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi dan Rita (2001) diare diartikan sebagai suatu keadaan
diman terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau
cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar tidak normal
yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai
atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses
inflamasi pada lambung atau usus.
2.2 Anatomi dan fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (dimulai dari mulut
sampai anus). Adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di luar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati, dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari
sistem pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam mulut di lapisi oleh
selapu lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam,
asin, dan pahit. Makanan di potong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan
di kuyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil
yang lebih mudah di cerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus
bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan
mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim
(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerag bakteri secara
langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.
b. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan
kerongkongan.Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.Skema melintang
mulut, hidung, faring, dan laring.Didalam lengkung faring terdapat tonsil (
amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit
dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan
antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut
dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso –
“membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”).Esofagus bertemu
dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.Menurut histologi.Esofagus
dibagi menjadi tiga bagian:
- bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
- bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
- serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai.Terdiri dari 3 bagian yaitu : Kardia, Fundus,
Antrum.Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui
otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup.Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan.Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-
enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
- Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung.Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
- Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi
dengan cara membunuh berbagai bakteri.
- Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran
pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus
kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan
yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak.Lapisan usus halus ; lapisan mukosa
(sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot
memanjang (M Longitidinal) dan lapisan serosa (Sebelah Luar). Usus
halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
- Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum).Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir
di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum.pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung
empedu.Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan
ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian
pertama dari usus halus.Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
- Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum).Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian
usus kosong.Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa
membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus.Secara histologis dapat dibedakan dengan usus
dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.Secara hitologis
pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel
goblet dan plak Peyeri.Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong
dan usus penyerapan secara makroskopis.Jejunum diturunkan dari
kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris
modern.Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti
“kosong”.
- Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum.Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari
feses.Usus besar terdiri dari :Kolon asendens (kanan), Kolon transversum,
Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar.Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya
lendir dan air, dan terjadilah diare.
g. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
h. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu.Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai
cacing.Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam
bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung
buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari
2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung
umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)
yang jelas tetap terletak di peritoneum.
i. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan
berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses.Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu
sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.
Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh.Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus.Pembukaan dan penutupan anus
diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
2.3 Etiologi
a. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus
(Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
b. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada
anak-anak). Infeksi di luar system pencernaan yang dapat menimbulkan
diare seperti : otitis media akut, tonsillitis, bronkopneumonia, ensefalitis
dan sebagainya.
c. Faktor malabsorbsi : Karbonhidrat, lemak, protein.
d. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak,
sayuran dimasak kutang matang.
e. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
2.4 Patofisiologi
Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa
makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi
pencernaan yang majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa:
(Sommers,1994; Noerasid, 1999 cit Sinthamurniwaty 2006)
a. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
b. Proses pengunyahan (mastication) : menghaluskan makanan secara
mengunyah dan mencampur.dengan enzim-enzim di rongga mulut
c. Proses penelanan makanan (diglution) : gerakan makanan dari mulut ke
gaster
d. Pencernaan (digestion) : penghancuran makanan secara mekanik,
percampuran dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim
e. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui
selaput lendir usus ke dalam. sirkulasi darah dan limfe.
f. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
g. Berak (defecation) : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.
h. Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan
menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air
sebanyak 60-80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara
pasif gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal
bersama elektrolit dan zat zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif
osmotik. Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari
cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi
pankreas serta sekresi usus halus. Cairan tersebut diserap usus halus, dan
selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa
kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja. Motilitas usus halus mempunyai fungsi
untuk:
Menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan
lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus
dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan
memperpendek waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga
penyerapan air, elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan.
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang
berupa :
1. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat
absorpsi cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam
dioksikholik secara langsung pada permukaan mukosa usus. Diduga bakteri
mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksi kholik
tersebut. Hormon-hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi absorpsi
air pada mukosa. usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin,
kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga. dapat
menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau
pada Jejunitis.
2. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan
tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan. berada dalam keadaan
yang cukup tercerna. Juga. waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal. Permukaan
mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif, ini terbukti pada
penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun waktu lintas
menjadi sangat singkat. Motilitas usus merupakan faktor yang berperanan penting
dalam ketahanan local mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis dapat menyebabkan
mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh lampau atau
overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus, menimbulkan gangguan
digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare. Hipermotilitas dapat
terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin, pankreosimin; dalam hal
ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare. Selain itu hipermotilitas juga
dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus maupun kholera atau
karena ulkus mikro yang invasif o1eh Shigella atau Salmonella.Selain uraian di
atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas otot polos usus,gerakan isi
lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu mekanisme yang sangat
kompleks.
3. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus).
Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas
dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorpsi
dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan kenaikan daya
tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan gangguan
absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai malabsorpsi laktosa
yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat
dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang di absorpsi oleh usus
halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah laktosa menjadi
monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam organik dengan
rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom karbon. Molekul-
molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen kolon hingga
terjadi diare. Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang lebih luas
sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase dan
trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal tersebut
dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel mukosa
usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan tingginya
tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.
PHATWAY (
faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi
KH,Lemak,Protein
Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus
Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik
dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan
D I A R E
Frek. BAB meningkat distensi abdomen
Kehilangan cairan & elekt integritas kulit
berlebihan perianal mual, muntah
lama kontak dengan nafsu makan
As. metabl cairam dan bakteri
bb menurun
sesak kulit lembab
Suhu tubuh
meningkat, kejang
MK :
- Gangguan pemenuhan
nutrisi
- Gangguan tumbangMK :
Gang. Oksigensi
MK :
gg. kes. cairan & elekt
Mk :
Resiko kerusakan integritas
MK:
Resiko hipovolemik syok
MK :
Resiko cedera
2.5 Klasifikasi
Menurut Simadibrata (2006), diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
Lama waktu diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut World
Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut didefinisikan
sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut biasanya sembuh sendiri, lamanya sakit
kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak
terjadi (Wong, 2009).
2) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
a. Akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu.
Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai
dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan,
intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
b. Kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Berbeda dengan diare akut, penyebab
diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-
lain.
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa berdasarkan
banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun, aktifitas
sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang minimum dan
pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering, air
mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik) dengan kulit yang
dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan biasanya
pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang melemah,
hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan
ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata, tidak mampu
minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan juga masa
pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang dingin dan pucat
2.6 Manifestasi Klinis
Menurut Suriadi (2001), Manifestasi klinis diare yaitu
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
b. Kram perut
c. Demam
d. Mual
e. Muntah
f. Kembung
g. Anoreksia
h. Lemah
i. Pucat
j. Urin output menurun (oliguria, anuria)
k. Turgor kulit menurun sampai jelek
l. Ubun-ubun / fontanela cekung
m. Kelopak mata cekung
n. Membran mukosa kering
Manifestasi klinis diare yaitu (Nelwan, 2001; Procop et al, 2003)
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus,
berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi
ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik
kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan
kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia
jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan
akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal
ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi
kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi
paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien
yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Gejala Diare menurut Kliegman (2006), yaitu:
Tanda-tanda awal dari penyakit diare adalah bayi dan anak menjadi gelisah
dan cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja akan menjadi cair dan mungkin disertai dengan lendir
ataupun darah. Warna tinja bisa lama-kelamaan berubah menjadi kehijau-hijauan
karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang
berasal darl laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah
dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang
turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit
(Kliegman, 2006).
Menurut Kliegman, Marcdante dan Jenson (2006), dinyatakan bahwa
berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, diare dapat dibagi
menjadi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Pada tingkat diare ini penderita tidak mengalami dehidrasi karena frekuensi diare
masih dalam batas toleransi dan belum ada tanda-tanda dehidrasi.
b. Diare dengan dehidrasi ringan (3%-5%)
Pada tingkat diare ini penderita mengalami diare 3 kali atau lebih, kadang-kadang
muntah, terasa haus, kencing sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,
aktifitas sudah mulai menurun, tekanan nadi masih normal atau takikardia yang
minimum dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.
c. Diare dengan dehidrasi sedang (5%-10%)
Pada keadaan ini, penderita akan mengalami takikardi, kencing yang kurang atau
langsung tidak ada, irritabilitas atau lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi
cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering, air mata berkurang dan masa pengisian kapiler memanjang (≥ 2 detik)
dengan kulit yang dingin yang dingin dan pucat.
d. Diare dengan dehidrasi berat (10%-15%)
Pada keadaan ini, penderita sudah banyak kehilangan cairan dari tubuh dan
biasanya pada keadaan ini penderita mengalami takikardi dengan pulsasi yang
melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang menyebar, tidak ada penghasilan urin,
mata dan ubun-ubun besar menjadi sangat cekung, tidak ada produksi air mata,
tidak mampu minum dan keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun dan
juga masa pengisian kapiler sangat memanjang (≥ 3 detik) dengan kulit yang
dingin dan pucat.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut :
a. Lekosit Feses (Stool Leukocytes): Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare
kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri
dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien
dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali kultur organisma yang tidak
biasa seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang
sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
b. Volume Feses: Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enteric
atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus
dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day),
kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi
lemak.
c. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam: Jika berat feses
>300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr
mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses
malabsorbstif.
d. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore,
lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika pasien
diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya
dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan
malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
e. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotic atau
diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas
feses normal adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion
organic yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan
butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap
karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal
mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam
sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal atau
osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic
gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
f. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya Giardia E
Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi
dengan modifikasi noda asam.
g. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat
dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein
losing enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal CBC,protrombin time,
kalsium dan karotin akan menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat
dan vitamin yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi
penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau hasil
dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin
turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit adalah mukosa
primer dan normal jika malabsorbsi akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
h. Tes Laboratorium lainnya: Pada pasien yang diduga sekretori maka dapat diperiksa
seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin
(medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addison’s disease), anda urinary 5-HIAA
(carcinoid syndrome).
i. Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi feses
dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining laksatif feses
terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya.
Diantaranya Mg,SO4 dan PO4 dapat mendeteksi katartik osmotic seperti
MgSO4,mgcitrat Na2 SO4 dan Na2 PO4.
2.8 PenatalaksanaMenurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk
mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa
minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan
cairan melalui infus.
2. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc
juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi
dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air
besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada
3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot
study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %
(Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus
diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
3. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang
minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan
atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan.
4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada
balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. Obat-obatan
Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena
terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat.
Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak,
bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang:
a. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan
- Diare lebih sering- Muntah berulang - Sangat haus- Makan/minum sedikit - Timbul demam - Tinja berdarah - Tidak membaik dalam 3 hari
6. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Tumbuh kembang bayi usia 3 bulan: Kemampuan motorik
Refleks bawaan lahir seperti refleks kaget yang diperlihatkannya pada
beberapa bulan awal biasanya berangsur-angsur hilang sekarang.
Otot lehernya bertambah kuat dan bisa menopang kepalanya tanpa atau hanya
sedikit terhuyung-huyung pada posisi tegak.
Pertumbuhan bayi 3 bulan - Tubuh bagian atas sudah cukup kuat untuk
menopang kepala dan dadanya dengan tangan pada waktu ditengkurapkan.
Mulai bisa menjulurkan kaki dan menendang.
Menunjukkan tanda-tanda awal koordinasi mata dan tangan - membuka dan
menutup tangan, memukul ke arah mainan warna warni yang berjuntai, meraih
mainan atau giring-giring sekilas,bermain dengan tangan dan memasukkan
tangan ke mulut.
Ia bahkan mungkin mulai menyadari bahwa ia bisa membuat suara dengan
menggerakkan giring-giring nyaman. Ini merupakan awal pemahaman bayi
akan hubungan sebab akibat.
KONSER ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajiana. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus
merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih
imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik
dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status
ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x, muntah, diare, kembung, demam.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
h. Pemeriksaan Fisik
1) pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
2) keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun
Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur
1 tahun lebih
Mata : cekung, kering, sangat cekung
Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan
bisa minum
Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat
> 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
skunder terhadap diare.
c. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap
diare.
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
3. Intervensi
a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan Skunder terhadap diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keseimbangan dan elektrolit dipertahankan
secara maksimal
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR :
<25x/menit>
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :
Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit
Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak
aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan
cairan 1 lt
Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake dan out put
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
Nafsu makan meningkat
BB meningkat atau normal sesuai umur
Intrvensi :
Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak
dan air terlalu panas atau dingin).
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan sluran usus.
Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat.
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
o terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
o obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
c. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
BAB (diare)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak
terganggu.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi
Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA An. F DENGAN MASALAH GANGGUAN PENCERNAAN : DIARE
DI RUANG ANAK RSUD SUNGAI DAREH
Nama Mahasiswa : Kelompok 1
A. PENGKAJIAN
I. Identitas Anak
Nama : An. F
No. Register :
Tempat/tanggal lahir : Koto baru / 10 November, 2014
Anak ke / dari : 2 dari 2 saudara
Agama : Islam
Alamat : Teluk LancangTanggal pengkajian : 20 Februari 2015Diagnose medic : GE ( Gastroenteritis )
Orang yang dapat dihubungi
Ayah : Tn.H / 35 Tahun
Pendidikan ayah/ibu : SMA
Ibu : Ny. E
Pekerjaan ayah/ibu : Swasta / IRT
Suku bangsa ayah/ ibu : Minang
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan UtamaKlien masuk rumah sakit pada tanggal 20 februari 2015 pukul 10.30 wib dari
IGD dengan keluarga dengan keluhan Klien ± 2 hari demam, klien mencret ± 3 hari
yang lalu dengan frekuensi ≥ 8 kali, klien muntah 2 kali.
2. Riwayat kesehatan sekarangKlien masuk rumah sakit pada tanggal 20 februari 2015 pukul 10.30 wib dari
IGD dengan keluarga dengan keluhan Klien ± 2 hari demam, klien mencret ± 3 hari
yang lalu dengan frekuensi ≥ 8 kali cair dan berlendir, klien muntah dengan
frekuensi 2 kali.
Mencret ± 3 hari yang lalu dengan frekuensi ≥ 8 kali, klien muntah dua kali,
sejak klien sakit kurang dalam minum susu, kelurga klien mengatakan jika klien
minum susu botol hanya di cuci dengan air kran tidak pernah di rendam dahulu
dengan air panas. Orang tua juga mengatakan jika An. F BAB hanya di bersihkan
memakai tisu dan orangtua jarang mencuci tangannya.
Klien tampak lemah, mukosa bibir kering, sianosis, S : 38,30 C, demem
bersifat naik turun, BB : 5,5 Gram,TB : 59 cm, mata cekung, perut kembung,
konsistensi BAB cair berlendir tanpa darah, warna kekuningan.
3. Riwayat kesehatan Keluarga
Orang tua Klien mengatakan di keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit yang
di derita klien. Orang tua dan Saudara kandung klien juga tidak mengalami penyakit
yang di derita klien
Genogram
Keterangan:
X : meninggal
: klien
: laki-laki
: perempuan
4. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu klien mengatakan An. F sebelumnya belum pernah menderita
diareataupun gastroenteritis dan baru kali ini An. F dirawat dirumah sakit.
5. Riwayat lingkungan Orang tua Klien mengatakan rumahnya berjarak ± 3 km dari jalan raya.
Disamping kiri dan kanan rumah klien ada rumah tetangga. Keluarga klien
mengatakan lingkungan disekitar rumahnya cukup bersih. Saluran Air pembuangan
mengalir diselokan belakang rumah. Untuk sumber air keluarga menggunakan air
sumur tetapi sedikit berwarna, kelurga mencuci baju dan piring kotor di belakang
rumah dekat dengan sumur. sampah keluarga biasanya di kumpul dan di bakar.
6. Riwayat psikososial
Orang tua klien mengatakan merasa cemas dengan penyakit yang diderita anaknya
karena anaknya mencret terus.
III. Pemeriksaan Fisik
A. Konservasi Energi
1. Nutrisi
a. Makanan
1) Jenis makanan : -
2) Frekuensi makanan : -
3) Porsi makan : -
b. Minum
1) Jenis minuman : ASI / Susu Formula
2) Jumlah asupan minum : berkurang
3) BB : 5,5 Gram
4) TB : 59 CM
5) Kulit
Warna : putih
Tekstur : halus
6) Mulut dan Faring
mukosa bibir : kering
warna : sianosis
karies gigi : tidak ada
pergerakan lidah : normal
7) Rambut
Warna : hitam
Distribusi : tebal, merata
Tekstur : Halus
Kebersihan : bersih
B. Eliminasi
a. BAK
1) Frekuensi/jumlah : 6x/hari
2) Warna : kekuningan
b. BAB
1) Frekuensi : ≥ 8 kali / hari
2) Warna : kuning
3) Konsistensi : cair, lender
c. Istirahat dan tidur
1) Frekuensi tidur siang : 4 jam
2) Frekuensi tidur malam : 6-7 jam
3) Kualitas tidur : sering terbagun
d. Kebersihan diri
1) Frekuensi mandi : 2 x/hari
2) Dibatu/mandir : di bantu
3) Kebersihan kuku : bersih
4) Kebersihan pakaian : bersih
C. Konservasi Integritas Struktural
a. Pertahanan tubuh
1) Imunisasi : Keluarga mengatakan anak sudah mendapat imunisasi BCG,
DPT, Polio,Hepatitis.
2) Struktur fisik
Tingkat kesadaran : composmentis
Postur tubuh : Normal
Pengukuran antropometri
LD : 34 cm
LK : 38 cm
TTV
S : 38,30C
N : 110 x/i
RR : 45 x/i
System neurologi
S : Klien lemah
I : klien dari pertama masuk rs sampai sekarang tampak lemah, rewel
System pengindraan
S : klien merasa haus
I : kepala simetris, kulit kepala kering, UUB tampak cekung, mata reflek
pupil (-), hidung Nampak adanya pernafasan cuping hidung
System kardiovaskular
S : Badan terasa panas
I : pucat, suhu tubuh meningkat
P : N : 110 x/i
System penafasan
S: sesak
I : bentuk simetris, tidak ada secret
System pencernaan
S : haus
I : BAB konsistensi cair frekuensi lebih dari 8 kali disertai lender, perut
kembung
System muskuloskletal
S : lemah
I : klien tampak lemah, aktivitas menurun
P : kulit kering, BB : 5,5 gram TB : 59 cm
D. Konservasi Integritas Personal
a. Temperamen : -
b. Respon hospitalisasi : rewel
c. Riwayat perkembangan
Kemandirian dan bergaul : -
Kemampuan mototrik halus : klien dapat menggengam jari orang
tuanya
Kemampuan motorik kasar : -
Kemampuan bahasa/kognitif : klien hanya menangis, dan rewel
E. Konservasi Integritas Sosial
Yang mengasuh : orang tua dan keluarga klien
Hubungan dengan anggota keluarga : baik
Hubungan dengan saudara kandung : baik
\
ANALISA DATA
NO DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Kehilangam cairan sekunder Gangguan keseimbangan
Ibu klien mengatakan anaknya mencret 8x/hari
Ibu mengatakan anaknya muntah 2 x hari ini
Ibu klien mengatakan anaknya rewel dan lemah
DO :
Klien mencret 8 x / hari Klien muntah 2x / hari Klien tampak lemah Mata sedikit cekung UUB tampak cekung Perut klien tampak kembung Konsistensi BAB cair, berlendir
cairan dan elektrolit
2. DS :
Ibu klien mengatakan anaknya demam ± 2 hari yang lalu
Ibu klien mengatakan anaknya gelisah
DO :
S : 38,30 C Mukosa bibir klien tampak
kering, sianosis Klien demam bersifat naik turun Klien tampak gelisah Klien tampak lemah
Proses infeksi dampak sekunder hipertermi
3. DS :
Ibu klien mengatakan anaknya lemas
Ibu klien mengatakan anaknya muntah 2x
Ibu klien mengatakan anaknya mencret 5x hari ini
DO :
Klien tampak lemas BB : 5,5 Gram Klien masih mencret 8 x hari ini Klien muntah 2x Kulit klien tampak kering Klien tidak berkeringat
Tidak adekuatnya intake dan
output
Perubahann nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN / KH INTERVENSI RASIONAL
1. gangguan
keseimbagan cairan
dan elektrolit
berhubungan
dengan kehilangan
cairan sekunder
terhadap diare
setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 2x24 jam
keseimbangan dari
elektrolit di
pertahankan secar
amaksimal
K/H :
Tanda vital dalam batas normal (N : 60-120 x/I, S : 360C, RR : 40 x/i
Turgor elastic, membrane mukosa bibir basah, mata tidak cekung
Konsistensi BAB lemak, frek 1-2 kali per hari
Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Pantau intake dan output
Timbang BB anak setiap hari
Anjurkan keluarga untuk memberi minum bayak pada klien 2-3 liter / hari
Kolaborasi dalam pemerikasaan serum elektrolit, cairan parental (IV Line) sesuai dengan umur
Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa, deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glumerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa metabolisme
Mendeteksi kehilangan cairan, penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 liter
Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
- koreksi keseimbnagan cairan dan elektrolit yang hilang secara oral- Mengganti cairan
dan elektrolit secara adekuat dan cepat
2. Hipertermi Setelah dilakukan Pantau tanda-tanda Ttv merupakan aluan
34
berhubungan
dengan proses
infeksi sekunder
terhadap cairan
perawatan selama
2x24 jam tidak
terjadi peningkatan
suhu tubuh
K/H :
Suhu tubuh dalam batas normal (360C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor, fungtion lease)
vital terutama suhu
Beri pasien banyak minum air (1500-2000 cc/hari)
Beri pasien kompres hangat
pantau suhu lingkungan
Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik
untuk mengetahui kedaaan umum pasien terutama suhu tubuhnya
Denga minum bayal air diharapkan cairan yang hilang dapat diganti
Dengan kompres hangat akan terjadi pemindahan panas secara kondukdi dan kompres hangat akan mendilatasi pembuluh darah
Suhu ruagan harus di rubahi agar dapat membantu mempertahankan suhu pasien
Pemberian obat antibiotic untuk mencegah infeksi pemberian obat antipiretik untuk penurunan panas
3. Perubahan nutrisi
kurang dari
Setelah dilakukan
keperawatan
Diskusikan dan jelaskan tentang
Serat tinggi, lemak dan air terlalu panas
35
kebutuhan
berhubungan
dengan tidak
adekuatnya intake
dan output
selama di rumah
sakit kebutuhan
nutrisi terpenuhi
K/H :
Nafsu makan meningkat
BB meningkat atau normal sesuai umur
pembatsan diet (maknan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas/dingin)
Ciptakan lingkungan yang bersih jauh dari bau tak sedap / sampah sajikan maknan dalam keadaan hangat
Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Monitor intake dan output dalam 24 jam
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberrian terapi gizi : diet TKTP rendah serat, susu, obat-obatan / vitamin (A)
atau dingin
Situasi yang nyaman rilek akan merangsang nafsu makan
Menguragi pemakaian energy yang berlebihan
Mengetahui jumlah output dapat merencankan jumlah makanan
Mengandung zat yang diperlukan untuk proses pertumbuhan
36
CATATAN PERKEMBANGAN
N
ODIAGNOSA
HARI/
TANGGALIMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
1. gangguan keseimbagan cairan
dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan
sekunder terhadap diare
Jumat,
20 februari
2015
Memantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Memantau intake dan output
Menimbang BB anak setiap hari
Menganjurkan keluarga untuk memberi minum bayak pada klien 2-3 liter / hari
Berkolaborasi dalam pemerikasaan serum elektrolit, cairan parental (IV Line) sesuai dengan umur
S : Ibu klien mengatakan
anaknya mencret 8x/hari Ibu mengatakan anaknya
muntah 2 x hari ini Ibu klien mengatakan
anaknya rewel dan lemahO :
Klien mencret 8 x / hari Klien muntah 2x / hari Klien tampak lemah Mata sedikit cekung UUB tampak cekung Perut klien tampak kembung Konsistensi BAB cair,
berlendir
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
2. Hipertermi berhubungan dengan Jumat, Memantau tanda-tanda vital terutama S :
37
proses infeksi sekunder terhadap
cairan
20 februari
2015
suhu
Memberi pasien banyak minum air (1500-2000 cc/hari)
Memberi pasien kompres hangat
Memantau suhu lingkungan
Berkolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik
Ibu klien mengatakan anaknya demam ± 2 hari yang lalu
Ibu klien mengatakan anaknya gelisah
O :
S : 38,30 C N : 110 x/i Mukosa bibir klien tampak
kering, sianosis Klien tampak pucat Klien demam bersifat naik
turun Klien tampak gelisah Klien tampak lemah
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
3. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan
Jumat,
20 februari
Mendiskusikan dan jelaskan tentang pembatsan diet (maknan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu
S:
Ibu klien mengatakan
38
tidak adekuatnya intake dan
output
2015 panas/dingin)
Menciptakan lingkungan yang bersih jauh dari bau tak sedap / sampah sajikan maknan dalam keadaan hangat
Memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Memonitor intake dan output dalam 24 jam
Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberrian terapi gizi : diet TKTP rendah serat, susu, obat-obatan / vitamin (A)
anaknya lemas Ibu klien mengatakan
anaknya muntah 2x Ibu klien mengatakan
anaknya mencret 5x hari iniO :
Klien tampak lemas BB : 5,5 Gram Klien masih mencret 8 x hari
ini Klien muntah 2x Kulit klien tampak kering Klien tidak berkeringat
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
N
O
DIAGNOSA HARI/
TANGGAL
IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
39
1. gangguan keseimbagan cairan
dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan
sekunder terhadap diare
Sabtu,
21 februari
2015
Memantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Memantau intake dan output
Menimbang BB anak setiap hari
Menganjurkan keluarga untuk memberi minum bayak pada klien 2-3 liter / hari
Berkolaborasi dalam pemerikasaan serum elektrolit, cairan parental (IV Line) sesuai dengan umur
S :
Ibu klien mengatakan anaknya mencret 3x hari ini
Ibu mengatakan anaknya tidak muntah lagi
Ibu klien mengatakan anaknyamasih rewel dan terlihat lemah
O :
Klien mencret 3 x / hari Klien tidak muntah Klien tampak lemah Mata sedikit cekung UUB tampak cekung Perut klien tampak kembung Konsistensi BAB cair,
berlendir
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
2. Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi sekunder terhadap
cairan
Sabtu,
21 februari
2015
Memantau tanda-tanda vital terutama suhu
Memberi pasien banyak minum air
S :
Ibu klien mengatakan demam anaknya naik
40
(1500-2000 cc/hari)
Memberi pasien kompres hangat
Memantau suhu lingkungan
Berkolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik
turun Ibu klien mengatakan
anaknya gelisah
O :
S : 37,60 C Mukosa bibir klien tampak
kering, sianosis Klien demam bersifat naik
turun Klien tampak gelisah Klien tampak lemah
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
3. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake dan
Sabtu,
21 februari 2015
Mendiskusikan dan jelaskan tentang pembatsan diet (maknan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas/dingin)
S:
Ibu klien mengatakan anaknya sudah mmau
41
output
Menciptakan lingkungan yang bersih jauh dari bau tak sedap / sampah sajikan maknan dalam keadaan hangat
Memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Memonitor intake dan output dalam 24 jam
Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberrian terapi gizi : diet TKTP rendah serat, susu, obat-obatan / vitamin (A)
menyusui sedikit-sedikit Ibu klien mengatakan
anaknya masih lemas Ibu klien mengatakan
anaknya tidak muntah lagi Ibu klien mengatakan
anaknya mencret 3x hari ini
O :
Klien tampak lemas BB : 5,3 Gram Klien masih mencret 3 x
hari ini Klien tidak muntah Kulit klien tampak kering
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
N
O
DIAGNOSA HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI
42
1. gangguan keseimbagan cairan
dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan
sekunder terhadap diare
Minggu,
22 februari 2015
Memantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Memantau intake dan output
Menimbang BB anak setiap hari
Menganjurkan keluarga untuk memberi minum bayak pada klien 2-3 liter / hari
Berkolaborasi dalam pemerikasaan serum elektrolit, cairan parental (IV Line) sesuai dengan umur
S :
Ibu klien mengatakan anaknya tidak mencret lagi
Ibu mengatakan anaknya tidak muntah lagi
Ibu klien mengatakan anaknya masih rewel dan terlihat lemah
O :
Klien mencret berkurang Klien tidak muntah Klien tampak lemah
A :
Masalah teratasi sebagian
Pasien masih lemah Pasien APS
P :
Intervensi dihentikan
2. Hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi sekunder terhadap
cairan
Minggu,
22 februari 2015
Memantau tanda-tanda vital terutama suhu
S :
Ibu klien mengatakan demam anaknya naik
43
Memberi pasien banyak minum air (1500-2000 cc/hari)
Memberi pasien kompres hangat
Memantau suhu lingkungan
Berkolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik
turun Ibu klien mengatakan
anaknya gelisah
O :
S : 37,60 C Mukosa bibir klien tampak
sianosis Klien demam bersifat naik
turun Klien tampak lemah
A :
Masalah teratasi sebagian
Klien masih demam Klien tampak lemah Klien APS
P :
Intervensi dihentikan
3. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake dan
Minggu,
22 februari 2015
Mendiskusikan dan jelaskan tentang pembatsan diet (maknan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas/dingin)
S:
Ibu klien mengatakan anaknya sudah mau menyusui sedikit-sedikit
44
output Menciptakan lingkungan yang bersih jauh dari bau tak sedap / sampah sajikan maknan dalam keadaan hangat
Memberikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Memonitor intake dan output dalam 24 jam
Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberrian terapi gizi : diet TKTP rendah serat, susu, obat-obatan / vitamin (A)
Ibu klien mengatakan anaknya masih lemas
Ibu klien mengatakan anaknya tidak muntah lagi
Ibu klien mengatakan anaknya tidak mencret
O :
Klien tampak lemas BB : 5,3 Gram Klien mencret berkurang Klien tidak muntah
A :
Masalah teratasi sebagian Bb klien menurun Klien APS
P :
Intervensi dihentikan
45
Recommended