View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
MINIMASI WASTE MATERIAL TEMBAKAU
PADA PROSES PEMBUATAN ROKOK
DI PT. HM. SAMPOERNA Tbk.
Oleh:
Achmad Kurniarso
NIM: 004200700101
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Akademik
Mencapai Gelar Strata Satu
pada Fakultas Teknik
Program Studi Teknik Industri
2014
v
ABSTRAK
PT. HM. Sampoerna Tbk. memiliki beberapa departemen yang saling
berkaitan satu dengan lainnya, salah satunya adalah Secondary Processing. Salah
satu proses inti dari departemen ini yaitu lini pembuatan rokok yang berfungsi
menghasilkan batangan rokok dari berbagai input material. Latar belakang
penelitian ini adalah terdapat masalah besarnya jumlah waste dust tembakau
sebesar 4.39%, dan penelitian difokuskan pada waste dust tembakau yang berasal
dari mesin Protos 70 di lini tersebut. Perbaikan yang dilakukan menggunakan
metode PDCA (Plan-Do-Check-Action) dan ditekankan pada unit recycling belt
bagian depan dan belakang dimana terletak debu tembakau yang berjatuhan.
Empat aspek yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang ada adalah dengan
mengganti bahan belt dari yang semula berprofil / kasar menjadi halus.
Berikutnya adalah dengan membuat standar jarak scrapper terhadap belt yang
akan mengoptimalkan pembersihan belt oleh scrapper. Ketiga dengan melakukan
pengecekan kondisi belt dan scrapper secara rutin dengan cara memasukkannya
kedalam tasklist cleaning mingguan. Terakhir, untuk mengoptimalkan perbaikan
dibuatlah sebuah alat yang dapat me-recycle debu tembakau yang berjatuhan
sehingga dapat langsung diproses kembali oleh mesin. Dari keempat perbaikan ini
didapatkan penurunan dari bagian belakang belt dari 7.54 kg/shift menjadi 0
kg/shift, sedangkan bagian depan sebelumnya sebesar 4.79 kg/shift menjadi 0.33
kg/shift, atau jika di rata – rata terjadi penurunan sebesar 96%.
Kata kunci: Minimasi waste tembakau pada pembuatan rokok
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan dunia industri yang semakin pesat, perbaikan yang
berkelanjutan atau yang lebih sering dikenal dengan continuous improvement, tidak
dapat dipisahkan dalam aktifitas di setiap sektornya. Hal ini bertujuan agar sebuah
industri dapat bertahan dan berkelanjutan dalam tempo yang panjang. Berbagai cara
pun ditempuh seperti, peningkatan produktifitas karyawan, optimasi kapasitas
produksi mesin, perbaikan sistem informasi, pemanfaatan material daur ulang, dan
salah satu yang juga menjadi fokus yaitu minimasi waste produksi. Minimasi waste,
jika tidak dilakukan akan berdampak pada tingginya biaya produksi yang digunakan
untuk penggantian material / produk yang telah diolah atau untuk proses pengerjaan
ulang (rework).
HM. Sampoerna sebagai salah satu industri rokok dengan skala besar di
Indonesia pun tak luput untuk melakukan proses perbaikan berkelanjutan dari lini atau
fungsi terendah di setiap departemennya. Hal ini ditempuh untuk mengurangi biaya,
meningkatkan hasil produksi yang pada ujungnya akan meningkatkan keuntungan
perusahaan tanpa mempengaruhi kualitas produk yang diberikan kepada konsumen.
Secara garis besar Sampoerna memiliki dua departemen utama dari proses
manufaktur sebuah rokok, yakni primary processing yang bertugas membuat
campuran tembakau (cutfiller) dan secondary processing yang fungsi utamanya
menghasilkan rokok dalam kemasan dengan lini produksi diantaranya lini pembuatan
filter, lini pembuatan rokok, dan lini pengepakan rokok. Permasalahan muncul saat
terjadi nilai waste secondary processing yang tinggi pada periode Januari 2010. Waste
pada secondary processing dibagi keempat kategori yakni dust (debu), MC loss,
over/underweight, dan unaccountable.
2
Gambar 1.1 Waste Secondary Processing (Week 1–3, 2010)
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa waste tembakau Secondary Processing pada
minggu pertama sampai dengan minggu ketiga 2010 sebagai berikut dust sebesar
4.39%, MC Loss sebanyak 0.52%, Over/Underweight sebesar -1.51%, dan
Unaccountable sebesar 2.36 %. Data waste terbesar ada pada kategori dust dengan
4.39%. Untuk lebih detilnya data terdapat pada lampiran 1.
Waste dust adalah jenis waste dalam bentuk debu hasil proses produksi yang
terjadi di mesin. MC Loss kepanjangan dari Moisture Content Loss yakni terjadinya
penurunan kadar air dalam tembakau selama proses, yang tentunya menurunkan
tingkat berat dari tembakau, hal ini pun dijadikan salah satu jenis waste.
Over/Underweight adalah tingkat perbandingan dari berat aktual cigarette sebagai
produk jadi dibandingkan dengan targetnya, jika hasil nilainya plus maka produk yang
dihasilkan memiliki berat lebih dari target dan sebaliknya. Sedangkan waste
unaccountable adalah waste yang tidak teridentifikasi dari ketiga aspek sebelumnya.
Faktornya ini bisa disebabkan oleh waste dari proses lain yang tercampur dan
terakumulasi, kesalahan proses pengukuran waste, maupun pembacaan alat ukur yang
digunakan, dsb.
Dari data di atas maka akan dilakukan inisiatif untuk meminimasi waste
tembakau yang terletak pada lini pembuatan rokok untuk mengurangi besarnya waste
yang terjadi, dan ditekankan pada jenis waste dust tembakau sebagai waste dengan
jumlah yang dominan pada periode penelitian.
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dirumuskan masalahnya pada aspek:
Apa yang menjadi penyebab terjadinya waste pada lini pembuatan rokok?
Bagaimana meminimasi waste yang timbul pada lini pembuatan rokok?
1.3. Tujuan Masalah
Mencari tahu penyebab terjadinya waste yang tinggi pada lini pembuatan
rokok di secondary processing
Meminimasi jumlah waste yang timbul di secondary processing, terutama
di lini pembuatan rokok
1.4. Batasan Masalah
Disebabkan terbatasnya waktu dan sumber daya selama penelitian, maka penelitian
ini akan dibatasi oleh beberapa hal berikut:
Jenis waste yang akan ditanggulangi adalah waste tembakau, yang
dominan muncul pada periode penelitian yakni Januari 2010
Lamanya pengamatan setelah perbaikan dilakukan selama bulan Mei 2010
Mesin yang akan dilakukan penelitian adalah Protos 70 sebagai mesin
dengan populasi terbanyak di lini cigarette making departemen Secondary
Processing.
1.5. Asumsi
Beberapa asumsi dibuat dalam rangka untuk menjalankan perbaikan ini dengan benar:
1. Mesin pada lini pembuatan rokok berjalan dalam proses normal (shift produksi
dan tanpa pergantian brand)
2. Tidak ada non-tobacco material selama proses
4
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Menguraikan mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti,
rumusan masalah, tujuan masalah, batasan masalah, asumsi, serta
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Mengurai tentang teori berbagai hasil kajian literatur yang mendukung
terbentuknya kerangka penelitian. Dijelaskan mengenai definisi waste,
proses produksi pada lini pembuatan rokok, penyelesaian masalah
dengan metode PDCA (Plan, Do, Check, Action) dan 7 tools, teori
pemilihan bahan, dan perancangan produk. Disertai pula dengan studi
literatur dari buku penunjang seperti buku manual mesin Protos 70,
untuk menunjang pengetahuan sehingga dapat melakukan analisis
perbaikan pada mesin yang digunakan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan tahapan-tahapan yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah dalam penelitian secara sistematik & berdasarkan teori-teori
yang diuraikan pada Bab II.
BAB IV DATA DAN ANALISIS
Berisikan tahapan dan penjelasan mengenai penanganan masalah yakni
minimalisasi jumlah waste dilakukan. Dimulai dengan pengambilan data
awal sebagai latar belakang, dilanjutkan dengan analisa terkait penyebab
terjadi masalah tingginya jumlah waste di lini cigarette making. Langkah
selanjutnya adalah persiapan perbaikan dan implementasi tindakan
perbaikan tersebut di mesin. Langkah terakhir adalah mengambil data
setelah perbaikan, membandingkannya dengan data awal dan membuat
evaluasi hasil perbaikan.
5
BAB V SIMPULAN & SARAN
Berisi tentang kesimpulan akhir dari penelitian ini, dengan melihat hasil
dari evaluasi perbaikan dan tujuan awal dari penelitian ini. Kemudian
diberikan pula saran agar hasil perbaikan dapat dipertahankan bahkan
ditingkatkan.
6
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1. Definisi Waste
Dalam dunia industri, Lean manufacturing atau Lean production telah menjadi
sebuah best practices dalam dunia manufaktur. Sistem ini diperkenalkan oleh Toyota
dalam Toyota Production System (TPS) di era 1990-an. Konsep ini dapat diartikan
secara umum sebagai “doing more and more with less and less”, artinya memproduksi
semakin banyak dalam waktu yang semakin singkat, dengan ruang produksi yang
lebih kecil serta dengan mesin, tenaga kerja dan material yang lebih sedikit. Lean
memberi pendekatan sistematis untuk mengidentifikasikan dan mengeliminasi
pemborosan, yaitu kegiatan yang tidak memberi nilai tambah melalui aktifitas
peningkatan terus-menerus serta mengoptimalkan value stream.
Dalam prinsip Lean, salah satu aspek yang dilakukan adalah mengurangi waste.
Toyota mendefinisikan waste ke dalam tiga aspek yakni muda, muri, dan mura.
Dalam implementasinya aspek muda yang banyak diartikan sebagai waste secara
keseluruhan. Waste yang tergolong muda yakni: (Jeffrey, 2006)
Transportation, yang berarti aktivitas pemindahan produk atau material
yang sebenarnya kurang atau tidak diperlukan untuk melakukan
pemrosesan
Inventory, semua komponen, work in process dan finish product yang
belum diproses
Movement / Motion, gerakan dari orang atau peralatan yang berlebihan
untuk melakukan suatu proses
Waiting, aktivitas operator atau mesin menunggu langkah produksi
selanjutnya
Overproduction, jumlah produksi yang melebihi kebutuhan
Overprocessing, menghasilkan proses yang berlebihan dalam produksi
Defect, termasuk didalamnya upaya untuk mengecek dan memperbaiki
produk defect / cacat
7
Sedangkan Muri berarti overwork atau manajemen yang memberi beban
pekerjaan ke pekerja atau mesin diluar batas kemampuannya seperti membawa beban
yang berat, mengerjakan tugas yang berbahaya, atau melakukan suatu pekerjaan yang
lebih cepat dari standar secara signifikan. Mura adalah inconsistency yang
menekankan pada bagaimana work design dibuat sehingga dapat mengurangi
fluktuasi baik dalam scheduling maupun proses produksinya.
2.2. Teori PDCA (Plan – Do – Check – Action)
PDCA diperkenalkan oleh W. Edwards Deming pada tahun 1950-an sebagai
suatu proses pemecahan masalah dengan empat langkah dalam rangka pengendalian
kualitas menuju perbaikan berkelanjutan (kaizen). Dari keempat komponen pada
PDCA tersebut terdapat tujuh langkah serta tujuh alat bantu yang digunakan.
Tabel 2.1 Tujuh Langkah dan Tujuh Alat PDCA
Gambar 2.1 Siklus Plan – Do – Check – Action
2.2.1 Plan
Dalam implementasinya, plan berfungsi menentukan sasaran dan tujuan untuk
proses dan perubahan yang diperlukan. Inti dari plan sendiri yakni meninjau antara
harapan dan aktual pencapaian (terjadinya penyimpangan) dengan pengumpulan data,
identifikasi masalah dan langkah solusinya. Langkah – langkah yang digunakan
dalam tahap plan ini diantaranya, yaitu:
8
1. Menentukan tema dan sasaran perbaikan
Tema atau sasaran yang dibuat tentunya dilatarbelakangi adanya problem
dalam aktifitas maupun proses. Tema atau sasaran yang akan dikemukakan ini
harus dibuat secara “S-M-A-R-T” atau (Specific, Measurable, Achievable,
Reasonable, dan Timeline)
- Specific, berarti tujuan peningkatan harus bersifat spesifik, yang
dinyatakan secara tegas, jangan bersifat umum. Sebaiknya
menggunakan kata – kata seperti : menaikan, menurunkan,
menghilangkan, dan sejenisnya.
- Measurable, berarti tujuan peningkatan harus dapat diukur dengan
indikator pengukuran yang tepat guna mengevaluasi
keberhasilannya. Pengukuran harus mampu memunculkan fakta –
fakta yang dinyatakan secara kuantitatif menggunakan angka –
angka.
- Achievable, memiliki arti bahwa tujuan peningkatan harus dapat
dicapai melalui usaha yang menantang dan optimis bisa dilakukan.
- Reasonable, memiliki maksud tujuan dari peningkatan kualitas
harus berfokus pada target yang telah ditetapkan melalui objektif
manajemen atau sasaran lain, dimana semua target tersebut dengan
alasan yang mendasar.
- Timeline, tujuan peningkatan harus menetapkan batas waktu
pencapaiannya.
Dalam memilih tema dari berbagai problem yang mungkin muncul, dapat
digunakan beberapa tools seperti:
- Pareto
- Histogram
- Check Sheet
- Control Chart
- Pie / Donut Chart
9
2. Menganalisa penyebab permasalahan
Dari tema yang sudah dipilih untuk diselesaikan, kemudian dicari berbagai
penyebab yang mengakibatkannya dengan menggunakan tool berupa ishikawa
atau diagram tulang ikan atau fish bone. Diagram yang sering disebut diagram
sebab akibat ini mengelompokan penyebab ke dalam lima kategori yaitu Man
(Manusia), Machine (Mesin), Method (Metode), Material, dan Environment
(Lingkungan).
Setelah ditemukan berbagai penyebab kemudian dilakukan nominal group
technique (NGT) yaitu sebuah metode pengambilan keputusan pada grup yang
terdiri dari beberapa orang dan membutuhkan keputusan yang cepat namun
suara setiap anggota tetap diperhitungkan. Maka dilakukanlah voting dari tiap
anggota dengan memberikan prioritas pada penyebab – penyebab yang telah
ada sebagai urutan 1, 2, 3, 4 dan seterusnya.
3. Menetapkan faktor penyebab dominan
Dari NGT yang telah dilakukan dan didapatkan penyebab dengan peringkat ke
1, 2, 3, dsb. kemudian dilakukan pengujian apakah peringkat tersebut memiliki
tingkat korelasi yang besar terhadap problem. Korelasi adalah istilah statistik
yang menyatakan derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih, yang
ditemukan oleh Karl Pearson pada awal 1900. Hubungan antara dua variabel
di dalam teknik korelasi bukanlah dalam arti hubungan sebab akibat (timbal
balik), melainkan hanya merupakan hubungan searah saja. Data penyebab atau
yang mempengaruhi disebut variabel bebas. Dan data akibat atau yang
dipengaruhi disebut variabel terikat. Istilah bebas disebut juga dengan
independen yang biasanya dilambangkan dengan huruf X atau X1, X2,
X3……Xn (tergantung banyaknya variabel bebas). Sedangkan istilah terikat
disebut juga dependen, yang biasanya dilambangkan dengan huruf Y.
Besarnya angka korelasi disebut koefisien korelasi dinyatakan dalam lambing
r. Nilai r terbesar adalah +1, dan terkecil adalah -1 sehingga dapat ditulis -1 ≤ r
≤ +1. Untuk r = +1 disebut hubungannya positif sempurna dan hubungannya
linier langsung sangat tinggi. Sebaliknya jika r = -1 disebut hubungannya
negatif sempurna dan hubungannya tidak langsung sangat tinggi, yang disebut
inverse. (Husaini, 2008)
10
Tabel 2.2 Interpretasi dari nilai r
r Interpetrasi
0
0,01- 0,20
0,21 – 0,40
0,41 – 0,60
0,61 – 0,80
0,81 – 0,99
1
Tidak berkorelasi
Sangat rendah
Rendah
Agak rendah
Cukup
Tinggi
Sangat Tinggi
4. Menetapkan rencana perbaikan
Penyebab – penyebab dominan yang telah diketahui kemudian dilakukan
rencana perbaikannya meliputi lima aspek 5W2H yaitu:
- What, meliputi apa permasalahan yang terjadi
- Why, maksudnya bagaimana memperbaiki faktor tersebut
- When, kapan perbaikan tersebut akan dilakukan
- Where, dimana perbaikan tersebut akan dilaksanakan
- Who, siapa yang akan melakukan atau bertanggung jawab pada
faktor perbaikan tersebut
- How, berarti bagaimana data atau informasi yang perlu untuk
dikumpulkan
- How Much, berapa banyak biaya yang dibutuhkan
2.2.2 Do
Tahap ini merupakan tahap yang sama pentingnya dengan Plan, dimana akan
diimplementasikan perubahan yang telah direncanakan. Pada tahap ini pula akan
banyak interaksi langsung terhadap problem atau area yang akan diperbaiki, dimana
hal ini kurang dilakukan pada tahap Plan. Langkah yang digunakan dan merupakan
lanjutan dari empat langkah dari tahap Plan ini, yaitu:
5. Melaksanakan perbaikan
Dari rencana perbaikan yang telah dibuat, kemudian dilakukan tindakan
perbaikan. Didalamnya harus tercatat program atau proses perbaikan yang
11
dilakukan (berdasarkan 5W2H), ilustrasi sebelum dan setelah dilakukan
perbaikan, perbandingan hasil antara sebelum dan sesudah perbaikan, dan
kesimpulan tim berdasarkan tiap program atau proses perbaikan yang
dilakukan.
2.2.3 Check
Walau tahap ini kadang dianggap sebagai anti-klimaks dari proses perubahan,
namun tahap ini sebenarnya tahap yang sama pentingnya dengan dua tahap
sebelumnya. Tahap ini akan banyak proses mengolah data dari sebelum dan sesudah
perbaikan. Langkah yang digunakan dan merupakan lanjutan dari lima langkah
sebelumnya ini, yaitu:
6. Evaluasi hasil
Hasil perbaikan yang telah dilaksanakan kemudian dievaluasi, yang pertama
yaitu terhadap tema / sasaran apakah tercapai atau tidak. Kemudian dilihat
juga ke lima aspek yang ada pada panca mutu yaitu faktor Quality, Cost,
Delivery, Safety, dan Morale. Tentunya perbaikan yang dilakukan terhadap
sasaran yang ditetapkan sebelumnya, juga harus mempertimbangkan faktor
lainnya, bahkan akan lebih baik jika dapat meningkatkan kelima faktor
tersebut.
2.2.4 Action
Tahap ini merupakan tindak lanjut dari evaluasi yang telah dibuat. Langkah
yang digunakan dan merupakan terakhir dari tujuh langkah ini, yaitu:
7. Tindak lanjut
Hasil perbaikan baik tercapai tujuannya terhadap sasaran atau tidak tetap perlu
dilakukan tindak lanjut. Tentunya jika menilik pada dasar continous
improvement, siklus PDCA akan terus berputar untuk mencapai suatu
manufaktur yang dikatakan “excellent”
12
2.3. Quality Control 7 Tools
Quality Control 7 Tools adalah 7 alat dasar yang digunakan untuk
mengendalikan serta memperbaiki mutu atau kualitas. Dengan kata lain untuk dapat
melihat, mengontrol, memperbaiki kualitas produk dibutuhkan minimal satu
penggunaan dari ketujuh alat yang tersedia. Proses pengendalian mutu ini jika
dilakukan secara terus menerus maka dapat memenuhi kebutuhan dan harapan dari
konsumen. Ketujuh alat tersebut adalah check sheet (lembar pemeriksaan), cause and
effect diagram (diagram sebab akibat), diagram pareto, histogram, grafik, scatter
diagram (diagram sebaran), control chart (grafik kendali).
2.3.1 Check Sheet
Check sheet adalah sebuah lembaran berisi tentang data dari pencatatan
pengecekan kualitas pada satu atau beberapa produk. Check sheet pun terbagi
kedalam dua jenis yakni check sheet yang digunakan untuk pencatatan dan check
sheet untuk pemeriksaan. Dalam check sheet untuk pencatatan, yang dilakukan hanya
menentukan item dan memberikan tanda pada tabel atau form. Sementara untuk
pemeriksaan ditambahkan aktifitas menentukan kualitas data yang dipilih.
Check sheet biasanya digunakan sebagai data awal maupun data akhir.
Kumpulan check sheet dalam sebuah periode (harian, bulanan, atau tahunan)
menunjukan kondisi awal atau akhir dari suatu proses atau produk pada lini produksi
tertentu. Hal yang perlu diperhatikan adalah validitas data, dimana proses
pengambilan, kondisi pengambilan, orang yang mengambil data, dan lainnya perlu
terstandar dengan baik.
Tabel 2.3 Check sheet pencatatan
13
Tabel 2.4 Check sheet pemeriksaan
2.3.2 Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab & Akibat)
Diagram sebab akibat yang dikenal juga dengan fishbone diagram, merupakan
diagram yang menggambarkan hubungan antara suatu hasil atau akibat dengan
berbagai faktor penyebab yang memungkinkan. Akibat disini merupakan
permasalahan dari hasil kerja atau dari proses inovasi, sedangkan sebab adalah
penyebab yang berpengaruh terhadap hasil kerja tersebut.
Dalam membuat diagram sebab akibat, setelah menemukan permasalahan yang
akan ditanggulangi, letakkan karakteristik yang dipermasalahkan tersebut disebelah
kanan dengan garis tebal dari sebelah kiri. Kemudian buatlah cabang besar yang
mewakili kelompok dari penyebab, seringkali kedalam empat atau lima kelompok
yakni, manusia (man), metode (method), material, mesin (machine), dan lingkungan
(environment). Dilanjutkan dengan membuat cabang – cabang kecil dari penyebab.
Untuk mempermudah menemukan penyebab – penyebabnya, kumpulkan dari
pendapat orang banyak (brainstorming), dan gunakan pertanyaan “why” 5 kali
sehingga penyebab benar benar menyentuh akar permasalahannya.
14
Gambar 2.2 Fishbone diagram
2.3.3 Pareto chart (diagram pareto)
Diagram pareto menampilkan data – data dengan menyusunnya menurut
bagiannya dan diurut sesuai besarannya. Diagram pareto sama seperti check sheet,
biasanya digunakan sebagai data awal maupun data akhir. Sebagai data awal, hasilnya
digunakan untuk menentukan masalah yang akan ditanggulangi. Sedangkan sebagai
data akhir, digunakan untuk melihat data yang dominan di akhir perbaikan.
Gambar 2.3 Diagram Pareto
15
2.3.4 Histogram
Grafik bentuk batang yang memperlihatkan data yang didapat dari suatu kondisi
dan dibagi atas beberapa bagian, serta dibuat sesuai nilai data yang ada dalam
bagiannya. Dalam menghasilkan produk yang bermutu baik, selalu terjadi
penyimpangan di dalam produksi, meskipun dibuat dengan proses, peralatan, standar
kerja, dan bahan yang sama. Karakteristik data mutu biasanya terpusat disekitar nilai
tertentu, dan perbandingan nilainya semakin berkurang jika menjauh dari pusatnya.
Hal ini dikatakan sebagai distribusi atau penyimpangan dari mutu produk, dan dengan
Histogram dapat memperlihatkan suatu karakteristik secara efektif dari kumpulan data
tersebut.
Tabel 2.5 Cara membaca histogram
16
2.3.5 Grafik
Data disusun dan dibuat grafik agar terlihat dengan mudah perubahan dan
besarannya sesuai bagiannya. Beberapa jenis grafik yang rutin digunakan adalah
sebagai berikut:
17
Grafik batang
Grafik yang membandingkan besarnya kuantitas berdasarkan panjang batang yang
disusun dengan lebar tertentu.
Gambar 2.4 Grafik batang
Grafik garis
Grafik yang membandingkan perubahan data yang bergerak terhadap jangka waktu
tertentu dengan kurva garis. Dengan grafik ini akan lebih mudah melihat perubahan
tren data sesuai waktunya.
Gambar 2.5 Grafik garis
Grafik lingkaran
Menampilkan data dengan gambar berupa lingkaran, dan memberi tanda daerah
bagian potongan (Pie) sesuai jumlah yang diwakilkan oleh tiap bagian.
Gambar 2.6 Grafik lingkaran
18
Grafik pita
Grafik ini menyerupai grafik batang, hanya saja data ditiap sumbu X dapat terbagi ke
beberapa kriteria pada sumbu Y. Dibuat untuk membantu membandingkan tiap bagian
berdasarkan batasan yang dikehendaki.
Gambar 2.7 Grafik pita
Grafik gambar
Grafik yang mengungkapkan nilai data sesuai jumlah atau besaran gambarnya
(panjangnya, jumlahnya, daerahnya), dengan menggunakan gambar yang serupa
dengan barang sesungguhnya.
Gambar 2.8 Grafik gambar
2. 3. 6 Scatter Diagram (Gambar Sebaran)
Adalah diagram dengan menunjukan data sebagi titik – titik yang akan
menunjukan hubungan keterkaitan antara dua variabel axisnya. Hubungan yang
terjadi dapat merupakan hubungan sebab akibat, hubungan antara suatu karakteristik
19
dengan karakteristik lainnya, maupun hubungan dua penyebab terhadap suatu
karakteristik.
Gambar 2.9 Pembacaan scatter diagram
2.3.7 Control chart
Control chart menampilkan data – data dalam batasan toleransi yang disepakati.
Bagan ini dapat mengendalikan sebuah proses sehingga jika terjadi penyimpangan
baik yang normal / alamiah maupun penyimpangan yang tidak normal dapat dengan
mudah terlihat. Batas atas kendali disebut Upper Control Limit (UCL) dan batas
bawah kendali disebut Lower Control Limit (LCL). Batas kendali ditentukan sebagai 3
kali standar deviasi dari garis tengah.
20
Gambar 2.10 Control chart
2.4. Engineering Design
2.4.1 Desain
Dalam memulai sebuah perancangan teknik, dibutuhkan pengetahuan mengenai
desain atau rancangan – rancangan yang sudah ada. Hal ini dikarenakan, produk baru
sebenarnya bukanlah penemuan baru namun hanyalah aplikasi dan kombinasi baru
dari teknologi – teknologi yang sudah ada (Hurst, 2006). Sisi positif dari memulainya
dengan langkah ini adalah didapatnya informasi sehingga mengurangi potensi
kesalahan desain pada desain yang terdahulu.
Engineering design adalah seluruh aktifitas untuk membangun dan
mendefinisikan solusi bagi masalah – masalah yang tidak dapat dipecahkan
sebelumnya, atau solusi baru bagi berbagai masalah yang sebelumnya telah
dipecahkan namun dengan cara yang berbeda. Perancang teknik menggunakan
kemampuan intelektual untuk mengaplikasikan pengetahuan ilmiah dan memastikan
agar produknya sesuai dengan kebutuhan pasar serta spesifikasi desain produk yang
disepakati , namun tetap dapat dipabrikasi dengan metode yang optimum. Aktifitas
desain tidak dapat dikatakan selesai sebelum hasil akhir produk dapat dipergunakan
dengan tingkat performa yang dapat diterima dan dengan metode kerja yang
terdefinisi dengan jelas. (Hurst, 2006)
Engineering design dapat diartikan sebagai proses untuk mengaplikasikan
berbagai prinsip teknik dan ilmiah untuk tujuan menetapkan sebuah peralatan, proses,
atau sistem dengan cukup detail sehingga dapat terealisasi. (Norton, 2006)
Berdasarkan definisi di atas dapat dimengerti jika sebuah desain berasal dari
berbagai disiplin ilmu sebagai contoh dalam membuat sebuah mesin perkakas
dibutuhkan pertimbangan dari ilmu teknik mesin, elektronika, material/bahan,
pneumatik, hidrolik, dan sebagainya. Tentunya hingga hasil akhir dari sebuah desain
21
yang sangat kompleks tersebut dapat menunjukan performa sesuai yang diharapkan
dibutuhkan kerjasama dari berbagai bidang tersebut dari mulai rancangan awal hingga
pembuatan prototipe hingga pebaikan selama percobaan dilangsungkan.
Faktor biaya yang berujung pada keuntungan (jika produk akan dijual), memang
tidak masuk dalam faktor yang ditentukan dalam desain karena tidak memberi
pengaruh yang signifikan seperti halnya tingkat presisi ukuran, kesesuaian fungsi
kerja, kemudahan suku cadang dan pemeliharaan, umur penggunaan produk, dan lain
lain. Namun faktor ini menentukan dalam keberhasilan penjualan jika produk dari
produsen lain memiliki fitur yang sama namun harga yang lebih rendah.
Dalam kaitannya untuk mendesain sebuah mesin atau peralatan pada mesin,
desain yang akan diimplementasikan secara nyata harus dapat bekerja secara aman,
andal, serta baik. Gerakan, gaya, tekanan, dan tarikan harus dapat diidentifikasi oleh
desainer secara detail agar mengurangi potensi kegagalan. Dapat dipahami jika
mendefinisikan faktor – faktor tersebut yang datang dari internal mesin lebih mudah
dibanding faktor yang datang dari luar atau lingkungan.
Proses dalam mendesain meliputi tahapan sebagai berikut: (Norton, 2006)
1. Mengidentifikasi kebutuhan, biasanya merupakan tindakan menyusun
pernyataan yang belum teridentifikasi dan problem yang masih samar
2. Riset latar belakang, dilakukan dengan mengembangkan informasi untuk
menjawab satu per satu kebutuhan yang belum teridentifikasi dan problem
yang masih samar sehingga dapat menuju ke tujuan apa yang akan di desain
3. Pernyataan tujuan, tujuan yang dimaksud harus realistis dan beralasan dari
problem yang sebelumnya dihadapi
4. Rincian tugas, menyusun detail tahapan dalam mendesain mempertimbangkan
dengan problem awal dan batasan yang dimiliki seperti waktu pengerjaan,
sumber daya yang dimiliki, biaya yang akan muncul, dan sebagainya.
5. Sintesis, adalah langkah mencari desain awal dan pada tahap ini belum
mempertimbangkan nilai atau kualitasnya. Biasanya di tahap ini akan muncul
banyak sekali alternatif desain untuk satu buah tujuan.
6. Analisis, pada tahap ini desain yang banyak sekali muncul pada tahap
sebelumnya akan diterima, ditolak, atau perlu dimodifikasi.
7. Seleksi, desain yang paling banyak diterima akan dipilih pada fase ini
22
8. Desain detail, setelah salah satu desain akhirnya dipilih langkah berikutnya
adalah membuat gambar tekniknya, penentuan vendor yang mengerjakan,
menetapkan spesifikasi pada proses manufaktur, dan sebagainya.
9. Prototipe dan test, konstruksi awal yang telah dibuat dinamakan prototipe yang
akan diuji performanya secara utuh
10. Produksi, langkah ini dilakukan setelah prototipe dinyatakan lolos dari
pengujian. Produksi dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan seperti jumlah
pesanan, kapasitas produksi, dan lain lain.
Pada tahapan diatas terlihat langkah yang linear dalam mendesain sebuah
produk atau mesin, namun dalam kenyataannya proses tersebut bisa dilakukan
bersamaan, melompat dari satu tahap ke tahap yang lain dan bahkan memungkinkan
pula untuk dilakukan pengulangan tahapan.
2.4.2 Material
Apa dan bagaimana desain yang akan dibuat, akan membutuhkan material
sebagai media untuk mengimplementasikannya menjadi benda yang riil. Pemahaman
yang baik mengenai karakter material, perlakuan, dan proses manufakturnya akan
mendukung desain yang baik. Dan salah satu langkah penting dalam mendesain
adalah menentukan material apa yang akan digunakan. Penentuannya tergantung dari
desainer berdasarkan pengalaman, pengetahuan akan bahan, dan situasi benda desain.
Material secara dasar dapat dibagi keenam kelas yakni metal, keramik, polimer
(solid atau foam), elastomer, kaca, dan komposit (termasuk didalamnya adalah kayu)
(Ashby, 1999). Metal merupakan material yang paling sering digunakan dalam
engineering design, dan metal terbagi lagi kedalam jenis lainnya yakni magnesium,
aluminium, gray cast iron, brass, bronze, titanium, ductile cast iron, stainless steel,
dan steel. Gambar menunjukan young modulus dari berbagai material metal.
Gambar 2.11 Young modulus material metal
23
Cast iron
Keunggulan utama dari cast iron adalah harga yang murah dan mudah
difabrikasi. Disisi lain, material ini memiliki kelemahan dalam tarikan dibandingkan
dengan steel, namun seperti kebanyakan material casting, memiliki ketahanan
terhadap tekanan yang tinggi. Kepadatan / berat jenisnya sedikit lebih rendah dari
steel pada sekitar 0.25 lb/in3 (920 kg/m3).
Gray cast iron adalah jenis dari cast iron yang paling sering digunakan. Gray
berasal dari kepingan grafit yang ditambahkan. Campuran ini mudah dituang, di
proses mesin, dan menawarkan ketahanan suara yang baik. Sehingga sering
digunakan pada engine block, rangka mesin, brake rotor dan drum, dan lain lain.
Grafit juga memberikan kemampuan melumasi dan tahan aus.
Nodular (ductile) cast iron memiliki tensile strength yang paling tinggi pada
cast iron, berada pada 70 s/d 135 kpsi (480 hingga 930 MPa). Ductile cast iron
memiliki elastisitas yang lebih tinggi dari gray cast iron sehingga lebih keras, kokoh,
dan elastis, serta kurang berpori dari gray cast iron. Biasanya digunakan pada
crankshaft, pistons, dan cam agar part tidak mudah fatigue.
Aluminium
Aluminium adalah material non-ferrous yang paling banyak digunakan.
Aluminium dapat digunakan secara murni atau campuran. Keunggulan aluminium
adalah berat jenis yang rendah, rasio kekuatan dan berat yang baik, kelenturan,
kemampuan kerja yang baik, mampu tuang, dan mampu dilas, tahan karat, daya
konduksi yang baik, dan harga yang kompetitif. Beberapa aluminium dapat di-
hardening dengan proses heat treatment dan strain hardening atau diendapkan dan di-
aging.
Magnesium
Magnesium adalah material metal paling ringan dan cenderung lunak. Sangat
mudah untuk di tuang dan di proses mesin namun lebih getas dari aluminium dan
sulit di bentuk dalam kondisi dingin. Memiliki ketahanan karat yang lebih baik dari
steel namun tidak sebaik aluminium. Material ini adalah jenis material non magnetic.
24
Titanium
Material ini ditemukan pada 1971, namun baru diproduksi sekitar tahun 1940-
an. Merupakan material non magnetic dan memiliki kekakuan yang lebih baik dari
steel. Material ini juga memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap karat dan non
toxic. Namun material ini lebih mahal dari steel dan aluminium. Sering digunakan
pada industry penerbangan baik komersil maupun militer. Secara umum material ini
adalah perpaduan antara kekuatan, berat yang ringan, tahan temperatur tinggi dan
tahan karat.
Tembaga dan campurannya
Tembaga murni memiliki sifat lunak, lemah, dan mudah ditempa dan
dibentuk. Penggunaannya kebanyakan pada pipa, konduktor elektrik, dan motor.
Campuran dari material tembaga sangat banyak, yang paling umum adalah kuningan
dan perunggu.
Kuningan adalah campuran antara tembaga dengan zinc dengan berbagai
komposisi. Bahan ini banyak sekali digunakan seperti pada perhiasan, senjata, dan
peralatan militer.
Perunggu merupakan campuran antara tembaga dengan timah, namun bisa
juga menggunakan material lain selain timah seperti silicon bronze, atau aluminium
bronze.
Steel
Plain carbon steel, disebut juga baja bebas machining yang hanya mengandung
karbon didalamnya. Ada yang dicampur dengan sulfur untuk memperbaiki
kemampuan machining. Tensile strength dari plain carbon steel berkisar antara 60 ke
150 kpsi tergantung pada heat treatment yang dilakukan.
Alloy steel menambahkan material lain dengan tujuan memperbaiki kekuatan,
kekerasan, ketahanan temperatur, ketahanan korosi, dan lainnya.
25
Tool steel memiliki kombinasi antara ketahanan aus, kemampuan yang baik
dalam menahan beban kejut yang dibutuhkan untuk pembuatan cutting tool, dies, dan
mold.
Stainless steel adalah campuran steel yang mengandung minimal 10% krom dan
menawarkan ketahanan karat yang lebih baik dari plain atau alloy steel. Stainless steel
akan mulai berkarat pada beberapa kondisi lingkungan seperti air laut. Stainless steel
juga memiliki ketahanan terhadap suhu. Terdapat empat jenis stainless steel yakni
martensitic, ferritic, austenitic, dan precipitation hardening.
2.5. Mesin Protos 70
Mesin Protos 70 adalah salah satu jenis mesin yang digunakan pada lini
cigarette making yang berfungsi menghasilkan rokok dari berbagai material yang
dibutuhkan. Mesin ini diproduksi oleh perusahaan yang bernama Hauni dan berasal
dari Jerman. Kapasitas mesin ini dalam menghasilkan rokok sebesar 7000 batang per
menit. Dengan format produk yang dapat dihasilkan antara panjang 60 – 90 mm dan
diameter 6,9 – 9,0 mm (Operations Training Department).
Gambar 2.12 Mesin Protos 70
Protos 70 terdiri dari 3 unit mesin utama, yakni unit VE70, SE 70, dan MAX 70.
Unit VE70 menerima dan mengolah material cutfiller (campuran tembakau) dan
menjadikannya endless tobacco rod (batangan tembakau yang belum terbungkus).
26
Sedangkan unit SE70 menerima endless tobacco rod dari unit VE70 dan
menggabungkannya dengan cigarette paper (kertas rokok) dan glue (lem) sehingga
menjadi double length tobacco rod (batangan tembakau yang sudah terbungkus
dengan panjang ganda). Unit MAX70 menerima double length tobacco rod dari unit
SE70 dan menggabungkannya dengan filter rod, tipping paper, dan glue sehingga
terbentuk rokok dengan filter sebagai produk akhir mesin Protos 70.
2.5.1 Unit VE70
Unit VE70 memiliki lima grup besar yang digunakan untuk menerima dan
mengolah material cutfiller. Pertama, unit tobacco feed, disini cutfiller yang akan
masuk ke mesin diatur agar dapat masuk secara otomatis dan kontinyu. Prinsip utama
cutfiller dapat masuk ke mesin ada dua jenis, yakni dengan conveyor belt atau dengan
bantuan hisapan. Dan mesin dapat memfasilitasi kedua jenis tersebut agar dapat
otomatis dan kontinyu. Pada grup inipun dimungkinkan untuk menghentikan mesin
jika supplai tembakau habis. Komponen yang terdapat pada grup ini yaitu
predistributor, metering roller, dan tobacco reservoir.
Grup kedua adalah tobacco distribution yang berfungsi mengatur cutfiller yang
masuk untuk diproses menjadi endless tobacco rod. Disini, tembakau akan dibawa
dengan belt conveyor, diratakan, dan diambil partikel logamnya (jika ada).
Komponen yang terdapat pada grup ini adalah step angle conveyor, top paddle roller,
bottom paddle roller, magnetic rail, dan bulking chute.
Grup ketiga adalah tobacco metering. Disini, jumlah cutfiller akan diatur agar
sesuai dengan kebutuhan produksi berdasarkan kecepatan mesin. Komponen pada
grup ini yaitu smoothing rail, needle roller, picker roller, dan apron. Grup berikutnya
adalah stem separation yang berfungsi memisahkan gagang – gagang (stem)
tembakau dari cutfiller. Hal ini dilakukan karena stem dapat mengganggu jalannya
cutfiller saat diproses dan juga mempengaruhi rasa dari rokok. Komponen yang ada
didalamnya adalah upper air jet chamber, stem deflector plate, stem worm conveyor,
dan secondary separator.
27
Grup terakhir adalah endless tobacco rod formation yang akan membentuk
cutfiller menjadi batangan yang akhirnya menghasilkan endless tobacco rod. Disini
cutfiller akan melewati accelerator roller, lower air jet chamber dan pneumatic duct
menuju suction rod conveyor. Di suction rod conveyor cutfiller akan berjalan pada
belt dengan bantuan hisapan, kemudian melewati trimmer disk untuk dipotong sesuai
berat target tiap rokok. Sisa potongan akan jatuh pada recycling belt dan dibawa untuk
diolah lagi pada bottom paddle roller di grup tobacco distribution. Sedangkan
cutfiller yang telah terpotong akan menjadi endless tobacco rod dan menjadi input
unit SE70.
Gambar 2.13 Flow Process Unit VE70
2.5.2 Unit SE70
Terdiri dari empat grup yang akan menerima material cutfiller, menggabung dan
membentuk dengan cigarette paper dan glue serta memotongnya dengan panjang
ganda. Grup pertama adalah paper run and printing, disini cigarette paper disiapkan
dan diatur jalannya selama produksi. Pada grup ini juga dimungkinkan untuk
melakukan pencetakan pada cigarette paper jika diinginkan terdapat logo atau simbol.
28
Komponen yang terdapat pada grup ini adalah bobbin swivel plate, splicer, paper
tension, printer unit, dan bronzing unit.
Grup kedua adalah endless cigarette rod formation yang berfungsi
menggabungkan cigarette paper dengan cutfiller, membungkusnya, dan mengatur
diameternya. Aplikasi glue juga diberikan pada tepi cigarette paper agar menempel
dan membungkus cutfiller dengan baik. Komponen pada grup ini adalah garniture
unit, gluing unit, seam sealer, dan rod deflector.
Grup ketiga adalah endless cigarette rod cutting yang berfungsi memotong rod
menjadi double length tobacco rod (batangan tembakau yang sudah terbungkus
dengan panjang ganda). Komponen pada grup ini adalah knife carrier, grinding unit,
dan cutting ledger. Grup terakhir adalah tobacco rod transfer yang berfungsi
mentransfer double length tobacco rod menuju ke unit MAX70. Komponen pada grup
ini adalah transfer unit dan V-Way.
Gambar 2.14 Flow Process Unit SE70
29
2.5.3 Unit MAX70
Hasil akhir dari unit MAX70 adalah rokok dengan filter. Grup yang terdapat
pada unit ini sebanyak enam. Pertama adalah tobacco rod feed yang berfungsi
menerima double length dari unit SE70, memotongnya sama panjang dan
memisahkan antar kedua rod-nya agar bisa disisipkan potongan filter ditengahnya.
Komponen pada grup ini adalah take over drum, tobacco cutting drum, dan
separating drum.
Grup kedua adalah filter supply, yang berfungsi menerima suplai filter dari lini
filter making line, memotongnya menjadi double filter, membuatnya bertingkat,
menyusun secara center serta disisipkan diantara dua buah tobacco rod. Komponen
dari grup ini adalah filter hopper, filter cutting drum, grading drum, shifting drum,
dan accelerating drum.
Berikutnya adalah tipping material feed berfungsi mensuplai material tipping
paper. Tipping paper berfungsi menggulung dan menyatukan antara tobacco rod
dengan filter rod. Pada grup ini tipping paper disiapkan dan diatur jalannya selama
produksi. Komponen pada grup ini terdiri dari bobbin swivel plate, splicer, feed
roller, tipping curler, gluing unit, tipping drum, dan tipping knife.
Grup berikutnya adalah filter cigarette production yang akan menggabungkan
antara tobacco rod, filter rod, dan tipping paper. Pada awalnya rokok akan terbentuk
2 buah rokok yang saling membelakangi, kemudian di potong dibagian tengah dan
diputar salah satu rokok, sehingga menjadi rokok dengan arah yang sama. Kemudian
akan masuk ke grup filter cigarette inspection yang akan mengecek cacat yang
mungkin terjadi pada rokok. Terakhir menuju ke grup filter cigarette discharge untuk
dilanjutkan keluar mesin.
Setelah keluar dari mesin, rokok dapat ditampung dalam baki atau yang disebut
tray yang dilakukan oleh mesin HCF dan Magomat. Hal ini digunakan untuk stok
agar jika mesin protos 70 memiliki problem, lini berikutnya tidak terganggu. Adapula
yang langsung dialirkan menuju lini cigarette packing untuk di packaging.
30
Gambar 2.15 Flow Process Unit MAX70
31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah suatu cara atau metode yang digunakan untuk
untuk melakukan suatu tindakan ilmiah, sehingga tercipta pemahaman atau gagasan
yang terstruktur, beraturan, terarah yang relevan dengan tujuan penelitian.
Observasi Awal
1. Pengamatan terhadap alur proses pada Secondary
Processing khususnya lini pembuatan rokok
2. Diskusi dan wawancara dengan pihak produksi
Identifikasi Masalah
1. Merumuskan masalah yang akan dilakukan
tindakan perbaikan
2. Menetapkan tujuan dari perbaikan tersebut
3. Memberikan batasan penelitian yang dilakukan
Studi Literatur
Studi literatur dari buku teks yang berkaitan dengan
proses perbaikan, dan buku penunjang lainnya
Pengambilan Data
Pengambilan data aktual di mesin dimana terjadi
permasalahan
Analisis Permasalahan dan Tindakan Perbaikan
1. Mencari penyebab – penyebab permasalahan
2. Menetapkan rencana perbaikan
3. Melaksanakan perbaikan
4. Melakukan evaluasi perbaikan
Simpulan dan Saran
1. Membuat simpulan berdasarkan evaluasi hasil
perbaikan
2. Masukan untuk evaluasi perbaikan ke depan
Observasi Awal
Identifikasi Masalah
Pengambilan data
Simpulan dan Saran
Studi Literatur
Analisis Masalah dan
Tindakan Perbaikan
32
3.1. Observasi Awal
Observasi awal dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses secara garis
besar, dengan melakukan pengamatan langsung pada lini di departemen terkait
maupun pada mesin produksi yang digunakan. Dilakukan pula diskusi dan wawancara
langsung dengan operator, supervisor dan manager departemen terkait agar
memperoleh gambaran detail mengenai proses pembuatan rokok di lini cigarette
making, material yang dibutuhkan, juga kualitas produk akhir yang diharapkan.
3.2. Identifikasi Masalah
Setelah melakukan observasi awal kemudian dilakukan identifikasi masalah
berdasarkan data dan fakta yang ada dilapangan. Identifikasi masalah berfungsi untuk
mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi selama proses pembuatan rokok pada
lini pembuatan rokok tersebut, dari sana kemudian ditetapkan masalah apa yang akan
diperbaiki sehingga dapat meningkatkan produktifitas pihak produksi pada
departemen dan lini tersebut. Masalah yang ditemui dalam proses ini adalah tingginya
waste material tembakau pada lini pembuatan rokok di mesin Protos 70.
3.3. Studi Literatur
Dari permasalahan yang telah ditentukan, kemudian dilakukan studi literatur
dari buku teks yang berkaitan dengan bidang keilmuan teknik industri diantaranya
penyelesaian masalah dengan metode PDCA (Plan, Do, Check, Action) dan 7 tools,
teori pemilihan bahan, dan perancangan produk. Disertai pula dengan studi literatur
dari buku penunjang seperti buku manual mesin Protos 70, untuk menunjang
pengetahuan sehingga dapat melakukan analisis perbaikan mesin yang digunakan.
3.4. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan sebagai dasar proses analisa dan perbaikan
masalah. Data yang diambil adalah data aktual di mesin Protos 70 dan selain
pengambilan data utama, juga data penunjang baik pada sebelum perbaikan dan juga
setelah perbaikan. Hal ini bertujuan agar setelah perbaikan dapat di evaluasi apakah
hasil perbaikan tersebut dinyatakan berhasil atau tidak.
33
3.5. Analisis Masalah dan Tindakan Perbaikan
Langkah berikutnya adalah mencari penyebab permasalahan tingginya jumlah
waste tersebut, pertama dengan mengumpulkan kemungkinan penyebab – penyebab
yang mengakibatkan masalah tersebut dengan menggunakan diagram tulang ikan.
Dari beberapa penyebab yang muncul, kemudian dilakukan penentuan penyebab
mana yang akan ditanggulangi untuk mengurangi jumlah waste.
Tindakan perbaikan dilakukan untuk meminimisasi jumlah waste yang timbul
dengan melakukan perbaikan pada keempat penyebab dominan yang telah ditentukan.
Tahap awal dengan membuat sebuah perencanaan yang menerapkan aspek 5W2H
(What, Why, Who, When, Where, How, dan How Much) sehingga seluruh aspek dapat
terukur termasuk dari segi biaya. Dari sana baru kemudian dilaksanakan tindakan
perbaikan sesuai dengan target pada tahap perencanaan.
Untuk mengukur keefektifan tindakan perbaikan yang telah dilaksanakan, maka
dilakukanlah evaluasi. Dimulai dengan mengambil data dimesin setelah perbaikan
kemudian membandingkan antara data sebelum dan sesudah perbaikan sehingga dapat
ditarik kesimpulan apakah perbaikan yang telah dilakukan tepat sasaran atau perlu
dilakukan perbaikan lebih lanjut.
3.6. Simpulan dan Saran
Berisi tentang simpulan akhir dari penelitian ini, dengan melihat hasil dari
evaluasi perbaikan dan tujuan awal dari penelitian ini. Kemudian diberikan pula saran
agar hasil perbaikan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan.
34
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
4.1. Pengambilan data awal
4.1.1 Proses Produksi Rokok
PT. HM. Sampoerna Tbk. adalah salah satu perusahaan rokok terbesar di
Indonesia. Dalam prosesnya, sesuai Gambar 4.1 Diagram Alir Manufaktur Rokok,
proses primary (pengolahan tembakau) merupakan proses pencampuran tiga material
utama dari produksi rokok yakni tembakau, cengkeh, dan flavor and casing. Flavor
and casing digunakan sebagai material tambahan untuk aroma dan rasa. Untuk
material tembakau dan cengkeh didapatkan dari petani atau suppliers, kemudian akan
melalui proses permesinan dan penyimpanan di departemen tersendiri. Setelah
menjadi campuran tembakau untuk berbagai brand, kemudian produk ada yang
dikirimkan untuk diekspor, atau ke SKT untuk diproduksi menjadi rokok dengan
proses manual dengan tangan, atau ke SKM untuk diproduksi menjadi rokok dengan
mesin. untuk proses di SKM dan SKT, produk jadi akan ditujukan ke pasar domestik.
TobaccoFarmers/Suppliers
TobaccoProcessing
Long Term Storage
Flavor & CasingSuppliers
CloveFarmers/Suppliers
CloveStorage
CloveProcessing
PrimaryProcessing
Special TobaccoBlend
Global / Export
Secondary ProcessingSigaret Kretek Tangan
(SKT)
Secondary ProcessingSigaret Kretek Mesin (SKM)
Domestic
Gambar 4.1 Diagram Alir Manufaktur Rokok
35
Gambar 4.2 Proses pada Secondary Processing Sigaret Kretek Mesin (SKM)
Pada Gambar 4.2 Proses pada Secondary Processing Sigaret Kretek Mesin
(SKM), proses dimulai dari lini pembuatan filter (Filter Maker) dimana terjadi proses
pembuatan batangan filter yang akan digunakan sebagai penyaring asap rokok dari
material acetate tow, plasticizer, plugwrap, dan glue. Lini berikutnya adalah lini
pembuatan rokok (Cigarette Maker) yang menggabungkan material
tembakau/cutfiller dari Primary Processing, kertas rokok, kertas tipping, glue, serta
batangan filter dari lini Filter Maker. Hasil akhir dari lini Cigarette Maker adalah
batangan rokok dengan filter. Kemudian akan masuk ke lini Cigarette Packer yang
berfungsi melakukan pengemasan rokok sesuai jumlah dan kemasan yang ditentukan.
Material yang digunakan pada lini ini adalah blank/etiket, inner frame, alufoil, OPP
pack, OPP sloft, dan TTR. Terakhir, produk sloft akan masuk ke case packer untuk
dikemas dalam boks dan disusun dalam palet – palet produk jadi.
Jenis mesin yang digunakan pada SKM di Karawang Plant adalah untuk lini
Filter Maker adalah AF/KDF2ER, AF/KDF2EU, dan AF/KDF4. Sedangkan untuk
lini Cigarette Maker adalah Protos 70 dan GD121. Lini Cigarette Packer
menggunakan mesin Focke 350, Focke 550, GDX3, dan GDX2.
36
4.1.2 Data Awal
Gambar 4.3 Waste Secondary Processing (Week 1–3, 2010)
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa waste tembakau secondary processing pada
minggu pertama sampai dengan minggu ketiga 2010 sebagai berikut, dust sebesar
4.39%, MC Loss sebanyak 0.52%, Over/Underweight sebesar -1.51%, dan
Unaccountable sebesar 2.36 %. Untuk lebih detilnya data terdapat pada lampiran 1.
Hal ini menunjukkan dalam proses produksinya, SKM memiliki masalah – masalah
yang dihadapi, salah satunya waste, dan jenis waste yang dominan muncul pada
periode ini adalah waste dust.
Waste dust adalah jenis waste dalam bentuk debu hasil proses produksi yang
terjadi di mesin. MC Loss kepanjangan dari Moisture Content Loss yakni terjadinya
penurunan kadar air dalam tembakau selama proses, sehingga menurunkan berat dari
tembakau. MC Loss digolongkan ke dalam waste dikarenakan merupakan salah satu
penyebab hilangnya tembakau selama proses sehingga mengurangi kemampuan untuk
memproduksi lebih. Over/Underweight adalah tingkat perbandingan dari berat aktual
cigarette sebagai produk jadi dibandingkan dengan targetnya, jika hasil nilainya plus
maka produk yang dihasilkan memiliki berat lebih dari target dan sebaliknya.
Sedangkan waste unaccountable adalah waste yang tidak teridentifikasi dari ketiga
aspek sebelumnya. Faktornya ini bisa disebabkan oleh waste dari proses lain yang
tercampur dan terakumulasi, kesalahan proses pengukuran waste, maupun pembacaan
alat ukur yang digunakan, dan sebagainya.
37
Gambar 4.4 Waste Dust Secondary Processing
Waste dust terbagi lagi atas tiga jenis yakni debu tembakau, debu halus
tembakau dan debu sapon. Berdasarkan data pada Gambar 4.4 Waste Dust Secondary
Processing, urutan jumlah waste berturut – turut dari yang terbesar adalah sebagai
berikut: debu tembakau, debu halus tembakau dan debu sapon sebesar 8.340 kg/week,
2.539,67 kg/week, dan 777,47 kg/week. Untuk lebih detilnya data terdapat pada
lampiran 2.
Debu tembakau dihasilkan dari debu mesin Protos 70 selama proses produksi
pada unit VE, yang nantinya debu tembakau akan menjadi input proses RTC. Proses
RTC memungkinkan mengubah debu tembakau menjadi lembaran, kemudian akan
dicacah sehingga bentuknya akan menyerupai tembakau dan dimasukkan dalam
campuran tembakau/cutfiller. Sementara debu halus tembakau berasal dari hasil
proses cleaning mesin dust collector. Debu sapon adalah debu hasil sapuan tembakau
di lantai. Debu halus dan sapon akan dibuang.
Dari penjelasan diatas, Mesin Protos 70 dalam proses produksinya
menghasilkan debu yang tergolong debu tembakau sehingga meningkatkan waste
dust. Mesin Protos 70 adalah salah satu jenis mesin pada lini Cigarette Maker yang
berfungsi menghasilkan rokok dengan beberapa material seperti tembakau, batangan
filter, kertas rokok, kertas tipping dan lem.
38
Gambar 4.5 Mesin Protos 70 dan Material Lini Cigarette Maker
Unit VE di mesin Protos 70 menghasilkan debu tembakau di grup recycling belt
pada bagian depan dan bagian belakang belt-nya. Debu pada bagian depan
menghasilkan debu yang akan dibuang karena disapu dalam handling-nya, sedangkan
debu bagian belakang menghasilkan debu yang akan digabung dengan debu tembakau
yang akan menjadi input proses RTC.
Gambar 4.6 Recycling Belt pada Unit VE Mesin Protos 70
Setelah berkoordinasi dengan Departemen Quality Assurance bahwa ternyata
waste yang keluar pada unit VE tersebut (recycling belt) sebenarnya adalah material
tembakau yang masih layak proses seperti material awal yang digunakan, dan jika
diidentifikasi sebagai dust yang akan di proses ulang (RTC) maka akan menjadi
pemborosan proses apalagi jika di-dispose (sapon). Untuk lebih detilnya data terdapat
pada lampiran 3. Pembahasan selanjutnya akan ditekankan untuk mengurangi material
tembakau yang menjadi waste pada unit recycling belt mesin Protos 70 di lini
cigarette maker.
39
4.2. Analisis Data
Berdasarkan permasalahan waste material tembakau pada lini pembuatan rokok
yang muncul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data awal yang ada
dengan mencari penyebab permasalahannya. Dalam mencari penyebab ini alat yang
biasa digunakan adalah diagram tulang ikan atau fishbone diagram atau ishikawa.
Penggunaan diagram tulang ikan akan membantu menemukan satu atau lebih akar
penyebab permasalahan.
Gambar 4.7 Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram)
Dalam diagram tulang ikan di atas empat aspek yang dicari akar penyebabnya
yakni faktor mesin, metode, material, dan man (manusia). Dari empat aspek,
perbaikan akan difokuskan pada aspek mesin dan metode dikarenakan dua aspek
tersebut berkenaan langsung dengan kondisi aktual di mesin sehingga diyakini
perbaikan yang akan dilakukan akan lebih efektif dan efisien. Aspek lainnya yaitu
manusia dan material, jika akan dilakukan perbaikan berupa perubahan atau
modifikasi membutuhkan persetujuan yang lebih kompleks yakni atasan dari operator,
manager produksi, proses engineer, pihak maintenance, dan untuk aspek material
merupakan tanggung jawab dari departemen lain yakni primary processing sebagai
pemasok material tembakau ke secondary processing.
40
Aspek mesin dan metode, memiliki empat akar permasalah yang menyebabkan
tingginya tembakau yang menjadi waste pada lini pembuatan rokok terutama di mesin
Protos 70. Pertama, belt yang digunakan berprofil/kasar sehingga partikel tembakau
yang seharusnya hanya dibawa kemudian ditransfer akan menjadi tetap menempel
pada belt dan jatuh dipermukaan bagian bawahnya. Kedua, setting gap scraper tidak
tepat. Dalam hal ini diindikasikan melalui tingginya frekuensi keausan dari scraper
yang digunakan sebagai pengikis dari belt sehingga material tidak terbawa kembali
oleh belt.
Gambar 4.8 Scraper pada Recycling Belt
Dua akar permasalahan lainnya berada pada aspek metode. Pertama, belum ada
pengecekan belt dan scraper secara rutin pada tasklist maintenance sehingga dapat
mengakibatkan keausan belt dan scraper tidak teridentifikasi lebih awal. Kedua,
kesalahan handling waste tembakau, yaitu tembakau yang selama ini menjadi waste
sebenarnya masih layak untuk masuk mesin untuk diproses, berdasarkan koordinasi
dengan departemen Quality Assurance pada lampiran 3, namun selama ini di proses
ulang untuk waste dari bagian belakang belt, dan bahkan di-dispose (dibuang) untuk
waste dari bagian depan belt, karena handling untuk pengambilan waste dari mesin
menggunakan sapu (waste sapon).
Sehingga perbaikan ke depan akan ditekankan ke empat penyebab tersebut
yakni, belt yang digunakan berprofil, setting gap pada scrapper yang belum standar,
belum ada pengecekan belt dan scrapper, terakhir kesalahan handling waste
tembakau.
41
4.3. Menetapkan Rencana Perbaikan
Menetapkan rencana perbaikan terdiri atas pembuatan rencana penanggulangan
dengan 5W2H, melaksanakan perbaikan sesuai rencana, dan mencatat hasil perbaikan
serta memantau pelaksanaan perbaikan. 5W2H adalah alat yang digunakan dalam
membuat perencanaan perbaikan dengan mempertimbangkan tujuh aspek what (apa
masalahnya), why (kenapa), where (dimana), when (kapan), who (oleh siapa), how
(bagaimana caranya), how much (berapa besar).
Berdasarkan metode di atas maka dibuatlah sebuah rencana perbaikan untuk
mengurangi waste pada lini pembuatan rokok yang difokuskan pada keempat
penyebab yang telah dianalisis sebelumnya, yakni belt yang digunakan pada unit
recycling belt berprofil, setting gap pada scrapper yang belum standar, belum ada
pengecekan belt dan scrapper, terakhir kesalahan handling waste tembakau.
Tabel 4.1 Tabel Rencana Perbaikan
42
Gambar 4.9 Waste tembakau tiap link-up
Lokasi dilakukannya perbaikan akan dilakukan pada mesin Protos 70 dimana
merupakan mesin dengan tipe terbanyak pada lini pembuatan rokok, yakni dengan
jumlah 6 mesin sedangkan untuk tipe lainnya yakni GD121 hanya terdapat 3 mesin.
Dari keenam mesin Protos 70 dipilihlah mesin link-up 25, karena memiliki rata-rata
waste yang paling tinggi, yang terlihat pada Gambar 4.9 Waste tembakau tiap link-up.
Waktu perbaikan dilakukan antara week 8 – 11 tahun 2010.
4.4. Melaksanakan Perbaikan
Tindakan perbaikan yang dilakukan akan mengacu pada rencana perbaikan yang
telah dibuat. Empat aspek yang akan difokuskan dalam perbaikan, yakni:
1. Belt recycling berprofil
Dalam hal ini akan dilakukan percobaan untuk mengganti belt pada unit
recycling belt dengan tipe yang tidak berpofil (lebih halus), kemudian akan
dilakukan pencatatan apakah terjadi penurunan jumlah tembakau yang menjadi
waste atau tidak.
Gambar 4.10 Penggantian Belt Recycling
Profil
(Kasar)
Non-profil
(Halus)
43
Berdasarkan Tabel 4.2 Data sebelum dan sesudah pengujian Belt Berprofil dan
Non-profil pada Mesin 2.5, dapat diketahui bahwa dari aspek pertama perbaikan
didapatkan penurunan waste dari rata-rata 19.72 kg/shift menjadi 10.78 kg/shift
atau sekitar 54.67 %. Waste yang diambil untuk langkah perbaikan pertama ini
diambil pada bagian belakang recycling belt.
Tabel 4.2 Data pengujian Belt Berprofil dan Non-profil pada Mesin 2.5
Week Shift 1 Shift 2 Shift 3 TOTAL Rata-rata
(shift) %
Belt Profil
20 Januari 18 3.1 9.5 30.6
19.72
54.67
21 Januari 6.5 7.3 6.6 20.4
22 Januari 1.8 7.3 6.3 15.4
23 Januari 2.8 5.2 13.9 21.9
24 Januari 6.2 7.5 7.5 21.2
25 Januari 0 4.5 6.2 10.7
26 Januari 0 6.6 11.2 17.8
Belt Non-profil
5 Februari 2 7 3 12
10.78
6 Februari 1.8 4.1 3.45 9.35
7 Februari 4 6.9 2 12.9
8 Februari 2 2.2 3.7 7.9
9 Februari 1.6 4 3.6 9.2
10 Februari 3.6 4 2.5 10.1
11 Februari 3 3 3 9
2. Setting scraper yang tidak tepat
Dalam hal ini akan dilakukan percobaan untuk mencari berapa ukuran gap untuk
scraper yang paling optimal sehingga dapat meminimisasi jumlah tembakau
yang menjadi waste dikarenakan masuk kedalam celah scrapper dan terjatuh di
bawah belt. Pengujian dilakukan menggunakan alat berupa feeler gauge
Gambar 4.11 Optimalisasi Gap Scraper
Gap Scraper
44
Berdasarkan Tabel 4.3 Data pengujian jarak scrapper terhadap belt pada Mesin
2.5, dapat diketahui bahwa perbaikan pada aspek kedua didapatkan jarak
optimal untuk scrapper recycling belt yakni 0,1 mm. Hal ini diputuskan dengan
alasan pada jarak 0.05 mm telah terjadi keausan pada scrapper.
Tabel 4.3 Data pengujian scrapper pada Mesin 2.5
3. Belum adanya pengecekan belt dan gap scraper pada recycling belt
Dalam hal ini akan dilakukan konsolidasi dengan tim produksi dan maintenance
untuk dapat memasukan pengecekan kondisi belt dan gap scraper dalam
schedule weekly maintenance karena kedua hal tersebut akan dapat memberikan
informasi lebih awal jika terjadi kerusakan atau kondisi abnormal yang dapat
mempengaruhi jumlah tembakau yang menjadi waste. Lebih jelasnya terdapat
pada Lampiran 5 Tasklist weekly maintenance.
Gambar 4.12 Pengajuan tasklist weekly maintenance
GAP Scrapper (mm)
Waste (kg/day)
1.5 22.8
1 20.1
0.75 19.3
0.5 18.50
0.25 15.10
0.1 12.90
0.05 13.50
45
4. Kesalahan proses handling tembakau
Pada langkah berikutnya, untuk melengkapi perbaikan yang telah dilakukan
dalam langkah pertama hingga ketiga, akan dibuat sebuah alat untuk me-recycle
tembakau, prinsipnya jika sebelumnya tembakau yang menjadi waste pada
recycling belt bagian depan jatuh ke lantai dan akan menjadi waste sapon
(tembakau sapuan) dan pada recycling belt bagian belakang ditampung di bak
dan akan menjadi waste debu halus, selanjutnya akan dibuat sebuah alat untuk
mentransfernya sehingga dapat masuk kembali ke mesin untuk di proses. Desain
alat bantu terletak pada Lampiran 6 Alat untuk Recycling Belt Belakang dan
Lampiran 7 Alat untuk Recycling Belt Depan.
Gambar 4.13 Alat untuk Recycling Belt Depan
Untuk debu bagian depan dari recycling belt akan dibuatkan penampung /
hopper yang dibagian bawahnya terhubung dengan mesin dust collector dimana
nantinya debu tersebut akan bergabung dengan klasifikasi debu tembakau
lainnya dan akan masuk ke proses RTC di primary processing. Proses RTC
memungkinkan mengubah debu tembakau menjadi lembaran kemudian akan
dicacah sehingga bentuknya akan menyerupai tembakau cutfiller. Desain dari
hopper menyesuaikan dengan ruang yang terdapat pada bagian bawah recycling
belt. Bagian kiri dan kanannya sudah terletak plat penopang sehingga hopper
dapat dengan mudah diletakkan serta diambil untuk dibersihkan. Sebelum dan
sesudah pemasangan hopper tobacco return tersebut akan dicatat data jumlah
waste-nya dan dibandingkan.
Sebelum (Depan) Sesudah (Depan)
46
Berdasarkan Tabel 4.4 Pengujian debu depan dengan hopper tobacco return (20
– 27 Mei 2010), terjadi penurunan jumlah waste antara sebelum dan sesudah
pemasangan hopper tobacco return dari rata–rata 1.6 kg/shift menjadi 0.33
kg/shift atau 79.4%.
Tabel 4.4 Pengujian debu depan dengan hopper tobacco return (20 – 27 Mei 2010)
Untuk debu bagian belakang dari recycling belt, seperti Gambar 4.13 Alat untuk
recycling belt belakang, akan dibuatkan juga hopper penampung debu seperti
yang dilakukan pada bagian depan. Namun perbedaan terletak pada bagian
bawah yang terdapat venturi untuk mentransfer tembakau sehingga dapat
langsung masuk kembali ke mesin untuk di proses. Desain dari hopper
menyesuaikan dengan ruang yang terdapat pada bagian bawah recycling belt
dan cover penutup. Bagian kiri dan kanannya sudah dibuatkan plat penopang
sehingga hopper dapat dengan mudah didorong masuk atau ditarik keluar untuk
dibersihkan. Sebelum dan sesudah pemasangan hopper tobacco return tersebut
juga akan dicatat data jumlah wastenya dan dibandingkan.
Gambar 4.14 Alat untuk Recycling Belt Belakang
Tanpa Hopper
Dengan Hopper
Shift ke-1 1.46 0.33
Shift ke-2 2.46 0.21
Shift ke-3 1.46 0.56
Shift ke-4 1.5 0.31
Shift ke-5 1.33 0.26
Shift ke-6 1.36 0.43
Shift ke-7 1.63 0.22
TOTAL 11.2 2.32
RATA2 1.6 0.33
Sebelum (Belakang) Sesudah (Belakang)
47
Berdasarkan Tabel 4.5 Pengujian debu belakang dengan hopper tobacco return
(2 – 23 Mei 2010), terjadi penurunan jumlah waste antara sebelum dan sesudah
pemasangan hopper tobacco return dari rata – rata 7.66 kg/shift menjadi 0
kg/shift atau 100%.
Tabel 4.5 Pengujian debu belakang dengan hopper tobacco return (2 – 23 Mei 2010)
Perbaikan yang dilakukan dengan membuatkan alat recycle baik pada bagian
depan maupun belakang unit recycling belt, dapat mengurangi waste tembakau
yang terjadi. Selain itu perbaikan ini juga menghilangkan aktifitas handling
material yang sebelumnya dilakukan. Pada bagian depan, kondisi sebelumnya
waste tembakau yang berjatuhan disapu oleh operator kemudian waste tersebut
dibuang. Sedangkan dengan improvement ini kegiatan tersebut dapat
dihilangkan. Untuk bagian belakang, kondisi sebelumnya waste ditampung pada
bak plastik, diakhir shift dikumpulkan dengan waste mesin lainnya, ditimbang
kemudian dibawa ke departemen primary processing untuk digabung dengan
cutfiller yang diproses. Namun dengan improvement ini kegiatan tersebut dapat
dihilangkan.
Tanggal Shift Waste
19-May-10 18-May-10 18-May-10 17-May-10 16-May-10 16-May-10 15-May-10 15-May-10 15-May-10 14-May-10 14-May-10 12-May-10 12-May-10 12-May-10 11-May-10 11-May-10 10-May-10 9-May-10 9-May-10 9-May-10 8-May-10 8-May-10 8-May-10 5-May-10 4-May-10 3-May-10 2-May-10
1 2 1 2 2 1 3 2 1 3 1 3 2 1 3 2 3 3 2 1 3 2 1 3 3 3 3
7.5 9.2 6.2 7.4 8.6 8.5 9.7 8.7 8.7 4.2 10.7 8.5 6.56 8.1 8.9 6
7.6 8.8 8.3 9.7 8.5 8.8 3.4 5.5 6.72 4.8 7.3
TOTAL 206.88
Rata-rata 7.66
Tanggal Shift Waste
23-May-10 22-May-10
22-May-10 22-May-10 21-May-10
21-May-10 19-May-10
3 3
2 1 3
2 2
0 0
0 0 0
0 0
TOTAL 0
Rata-rata 0
48
Berdasarkan tindakan pada keempat aspek di atas maka didapatlah sebuah tabel
yang menunjukan hasil perbaikan sebagai berikut. Untuk lebih jelasnya terdapat pada
Lampiran 8 Tabel hasil perbaikan.
Tabel 4.6 Tabel Hasil Perbaikan
Sebelum Sesudah1. Dilakukan pergantian
belt dengan yang non
profil permukaannya
1
2
3
4
Penurunan jumlah
tembakau setelah
dipasang alat
recycle pada bagian
depan sebesar
79.4% dan belakang
VE sebesar 100% sebagai optimalisasi
ini.
Belakang
1. Hasil perbaikan
masih belum
optimal,tembakau
pada recycling belt
masih bisa
direcycle kembali
( tembakau
belakang VE di
recyle langsung ke
mesin
menggunakan
venturi
sistem,sedangkan
yang depan VE di
hisap dust collector
sebagai input
proses RTC)
1. Membuat alat recycle
tembakau untuk bagian
depan dan belakang di
VE
Ke
sa
lah
an
pro
se
s h
an
dli
ng
te
mb
ak
au
Depan
1. Melakukan trial dengan
settingan GAP scrapper
yang bervariasi
1.5mm,1mm,0.75mm,0.5m
m,0.25 mm dan 0.1 mm
Penurunan jumlah
tembakau yang
menjadi waste
sebesar 54,67%
Be
lum
ad
an
ya
pe
ng
ec
ek
an
be
lt d
an
GA
P s
cra
pp
er
Se
ttin
ga
n s
cra
pp
er
tid
ak
tep
at
1. GAP scrapper
tidak mempunyai
standart, terlalu
lebar atau sempit
Proses perbaikan
yang dilakukanNo. Factor
Sebelum
perbaikan
Penurunan jumlah
tembakau cukup
signifikan dengan
settingan GAP
scrapper yang
direkomendasikan
adalah 0.1 mm.
Gambar
1. Permukaan belt
berprofil
Be
lt R
ec
yc
lin
g b
erp
rofi
l
Dengan adanya
penambahan task
list weekly maka
kondisi belt dan GAP
scrapper tetap
terjaga.
1. Tidak adanya
jadwal pengecekan
kondisi belt dan
GAP Scrapper
pada task list job
1. Menambahkan
pengecekan kondisi belt
dan GAP Scrapper pada
task list weekly mekanik
HasilMonitoring
49
4.5. Analisis Hasil Perbaikan
Setelah program perbaikan dilakukan dan dilakukan pencatatan hasil dari
perbaikan tersebut, langkah selanjutnya yaitu mengevaluasi hasil. Disini akan
dilakukan perbandingan hasil perbaikan dengan kondisi / data awal dan juga akan
dilakukan analisis dari aspek panca mutu QCDSM (Quality, Cost, Delivery, Safety &
Environment, dan Morale).
4.5.1 Evaluasi terhadap Data Awal
Gambar 4.15 Evaluasi Terhadap Data Awal
Proses perbaikan yang telah dilakukan akan dibandingkan dengan data awal dan
ditentukan apakah perbaikan tersebut dinyatakan berhasil atau tidak. Dari
pengolahan data berdasarkan Gambar 4.15 Evaluasi terhadap data awal, dapat
dinyatakan bahwa perbaikan dianggap berhasil. Berdasarkan data akhir, terjadi
penurunan jumlah tembakau pada recycling belt unit VE Mesin Protos 70.
Sebelumnya rata-rata tembakau yang menjadi waste di bagian belakang
recycling belt yaitu 7.54 kg/shift (data awal) turun menjadi 0 kg/shift atau 100%.
Sedangkan bagian depan, sebelumnya rata-rata tembakau yang menjadi waste
yaitu 4.79 kg/shift menjadi 0.33 kg/shift atau 93%. Atau jika di rata – rata terjadi
penurunan sebesar 96%.
50
4.5.2 Evaluasi terhadap Panca Mutu
1. Quality
Poin yang akan di cek dalam aspek quality ini adalah apakah angka reject loose
end pada produk meningkat. Jika meningkat berarti perbaikan yang telah
dilakukan di atas tidak dapat dinyatakan berhasil sepenuhnya. Reject loose end
adalah salah satu defect / cacat dimana pada bagian ujung bakar terjadi keropos
tembakaunya salah satunya karena partikel tembakau yang terlalu kecil. Terkait
dengan perbaikan yang dilakukan dikhawatirkan penggunaan venturi untuk
memindahkan tembakau dapat menjadikan pecahnya partikel tembakau ketika
dihisap maupun ditiupkan.
Gambar 4.16 Reject Loose End
Tabel 4.7 Tabel Reject Loose End Sebelum dan Sesudah Perbaikan
Berdasarkan Tabel 4.7 Tabel Reject Loose End Sebelum dan Sesudah
Perbaikan, nilai reject loose end setelah perbaikan tidak lebih banyak dari
sebelum improvement, selain itu juga angka indeks kualitas visual (VQI) reject
loose end per week tidak mengalami kenaikan. Kesimpulannya perbaikan pun
dianggap berhasil dilihat dari segi quality.
51
2. Cost
Poin yang akan di cek adalah apakah terjadi penurunan biaya produksi, jika
benar maka perbaikan dianggap berhasil begitu pula sebaliknya. Setelah
dilakukan improvement terjadi penurunan jumlah tembakau yang menjadi waste
pada recycling belt. Penurunan jumlah tembakau tersebut terjadi pada dua area
yaitu bagian depan recycling belt yang sebelumnya di jadikan tembakau sapon,
kini berubah menjadi inputan untuk proses RTC. Sedangkan pada bagian
belakang recycling belt yang sebelumnya menjadi inputan RTC, sekarang di
recycle langsung ke mesin. Dari hasil penurunan jumlah tembakau tersebut tentu
saja mendatangkan keuntungan dari segi cost sebagai berikut:
Keuntungan untuk tembakau yang berada di depan VE :
Tembakau sebelum – Tembakau sesudah = Benefit
4,79 kg – 0,33 kg = 4,46 kg per shift/ mesin
Dengan asumsi harga tembakau $ 4 per kg, maka potensial keuntungan
dari segi cost:
4,46 kg x $ 4 = $ 17,84 per mesin/shift; untuk 3 shift = $ 17,84 X 3
shift = $ 53,52 per hari/mesin.
Keuntungan untuk tembakau yang berada di belakang VE :
Tembakau sebelum – Tembakau sesudah = Benefit
7,54 kg – 0 kg = 7,54 kg per shift/ mesin
Dengan asumsi harga tembakau $ 4 per kg, maka potensial
keuntungan dari segi cost:
7,54 X $ 4 = $ 30,16 per mesin/shift; untuk 3 shift = $ 30,16 X 3 shift
= $ 90,48 per hari/mesin.
52
Maka total potensial cost benefit yang didapat dari perbaikan ini adalah
$53,52 + $ 90,48 = $ 144 per hari/mesin
Jika diterapkan pada semua lini Protos 70 yang ada yakni 6 lini, maka
didapatkan benefit sebesar :
$ 144 X 6 Lini = $ 864 per hari, atau $ 864 X 30 hari = $ 25.920 per bulan
atau $ 25.920 X 12 bulan = $ 311.040 per tahun
3. Delivery
Poin yang akan dilihat adalah apakah perbaikan ini dapat mengurangi tugas
personel untuk handling tembakau yang menjadi waste. Dari perbaikan yang
dilakukan di atas bahwa waste bagian belakang yang sebelumnya menjadi
inputan RTC yang membutuhkan man power untuk mengumpulkan waste setiap
mesin, menimbang kemudian di bawa ke proses RTC, sekarang di recycle
langsung ke mesin. Begitu pula untuk waste yang berada pada bagian depan
sebelumnya perlu tugas personel untuk disapu, dan dengan perbaikan ini tentu
saja mengurangi tugas dari personel untuk pekerjaan tersebut di akhir shift.
Dengan ini maka perbaikan pun dianggap berhasil dari sisi delivery.
4. Safety & Environment
Poin yang diangkat yakni minimalisir potensi kecelakaan kerja. Dapat dilihat
dari hasil perbaikan ini membuat area recycling belt menjadi lebih bersih dan
tentunya mengurangi potensi kecelakaan kerja.
5. Morale
Poinnya yaitu mengurangi beban kerja operator ataupun operation support
untuk membersihkan waste di area recycling belt. Dapat dilihat dari hasil
perbaikan ini membuat area recycling belt menjadi lebih bersih dan tentunya
tidak perlu pekerjaan tambahan untuk membersihkannya.
53
4.6. Tindak Lanjut
Aktifitas selanjutnya setelah program perbaikan dilakukan dan dievaluasi
hasilnya adalah melakukan tindak lanjut. Tindak lanjut sendiri bisa dilakukan ke
dalam program perbaikan yang telah dilakukan maupun melakukan tindak lanjut ke
perbaikan selanjutnya. Disini yang akan dilakukan tindak lanjut ke dalam proses
perbaikan yang telah dilakukan.
1. Melakukan sosialisasi terhadap tasklist maintenance yang telah ditambahkan
Gambar 4.17 Tasklist Maintenance Setelah Perbaikan
2. Membuatkan One Point Lesson untuk pemasangan scraper, alat bagian
depan dan bagian belakang sebagai standar prosedur operasi. Hal ini untuk
memastikan dan mensosialisasikan pemasangan scrapper dapat dilakukan
dengan benar, siapapun petugas yang melakukan penggantian atau
perbaikan. Hal inipun dapat memudahkan proses transfer informasi karena
OPL akan diletakkan dekat dengan area recycling belt.
54
Gambar 4.18 One Point Lesson Pemasangan Scraper
55
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Kesimpulan yang diambil pada penelitian ini terkait pada aktivitas perbaikan yang
dilakukan untuk minimasasi waste material tembakau pada proses pembuatan rokok,
pertama, penyebab tingginya waste terletak pada kondisi belt yang berprofil, setting
gap scrapper yang belum tepat, belum ada pengecekan belt dan scrapper secara rutin
dan kesalahan handling tembakau.
Kedua, dari penanganan empat penyebab tersebut dihasilkan penurunan waste sebesar
96%, dari yang sebelumnya 4.79 kg pada bagian depan belt menjadi 0,33 kg, dan 7,54
kg pada bagian belakang belt menjadi 0 kg. Hasil perbaikan ini akan diajukan kepada
pihak produksi agar ditindaklanjuti dengan melakukan hal yang sama ke semua mesin
yang ada.
5.2 Saran
Untuk dapat lebih mengoptimalkan perbaikan diatas perlu diperbaiki sistem transfer
pada alat bantu recycling belt bagian depan agar tembakau dapat diproses kembali
seperti recycling belt bagian belakang.
***
56
REFERENSI
Ashby, M.F., Material Selection in Mechanical Design, Butterworth and
Heinemann, 1999
Department, Operations Training, Modul Training Operator Protos 70, Surabaya,
2013.
Dunlop, Fenner, Conveyor Belt Maintenance, USA, retrieved from
http://www.fennerdunlopamericas.com/pdf/MaintenanceFDA0105.pdf
Liker, Jeffrey K., and Meier, David, The Toyota Way Fieldbook, McGraw-Hill,
USA, 2006. pp 33-37
Norton, Robert L, Machine Design an Integrated Approach, Pearson International
Edition, 2006.
Usman, Husaini, dan Akbar, Purnomo Setiady, Pengantar Statistika, Penerbit
Bumi Aksara, Jakarta, 2008, pp. 197-202.
57
LAMPIRAN
% Dust MC Loss Over / Underweight Unaccountable
Day 1 4.13 0.55 -1.32 3.69
Day 2 4.63 0.59 -1.25 3.83
Day 3 4.19 0.59 -1.23 3.74
Day 4 4.42 0.59 -1.19 3.78
Day 5 4.50 0.66 -1.30 3.86
Day 6 4.52 0.62 -1.43 3.75
Day 7 4.41 0.63 -1.35 3.79 Week 1 (Avg) 4.40 0.60 -1.30 3.78
Day 1 4.17 0.60 -1.44 2.21
Day 2 4.44 0.55 -1.40 1.61
Day 3 4.60 0.51 -1.59 1.03
Day 4 4.47 0.50 -1.60 1.11
Day 5 4.56 0.56 -1.70 1.01
Day 6 4.60 0.60 -1.61 1.10
Day 7 4.62 0.43 -1.50 0.92 Week 2 (Avg) 4.49 0.54 -1.55 1.28
Day 1 4.28 0.52 -1.53 1.44
Day 2 4.33 0.44 -1.55 1.63
Day 3 4.12 0.42 -1.64 2.13
Day 4 4.27 0.40 -1.68 2.08
Day 5 4.03 0.45 -1.70 2.36
Day 6 4.38 0.42 -1.71 2.19
Day 7 4.52 0.37 -1.78 2.35 Week 3 (Avg) 4.28 0.43 -1.66 2.03
Rata -Rata 4.39 0.52 -1.51 2.36
Lampiran 1 Data Waste Secondary Processing Dept. 2010 (week 1 – week 3)
58
Lampiran 2. Data waste klasifikasi dust 2010 (week 1 – week 3)
TOTAL DEBU
TEMBAKAU
Debu Tembakau (Dust Maker)
Debu Halus
Tembakau (Dust Collector)
Debu Sapon KIRIM
Debu Tembakau ke RTC
KIRIM Debu Halus
Tembakau ke Furnace
KIRIM Debu Sapon ke Furnace
TOTAL KIRIM KE FURNACE
Total Kirim
Week1 11,123.6 8,460.0 1,939.0 724.6 8,460.0 1,939.0 724.6 2,663.6 11,123.6
Week2 12,485.6 8,820.0 2,854.6 811.0 8,820.0 2,854.6 811.0 3,665.6 12,485.6
Week3 11,362.2 7,740.0 2,825.4 796.8 7,740.0 2,825.4 796.8 3,622.2 11,362.2
Average 11,657.13 8,340 2,539.67 777.47 8,340 2,539.67 777.47 9,951.4 34,971.4
59
Lampiran 3 Hasil Pengujian Waste Tembakau oleh Quality Assurance Dept.
60
M/C Maker
Shift Data
Tanggal Average
Depan
Average
Belakang
Total
Average 2-Jan-10 3-Jan-10 4-Jan-10 5-Jan-10 8-Jan-10 9-Jan-10 10-Jan-10 11-Jan-10 12-Jan-10 14-Jan-10 15-Jan-10 16-Jan-10 17-Jan-10 18-Jan-10 19-Jan-10
1.4
1
Debu depan 2.1 7.3 4.5 6.2 8.5 2.5 3.1
4.26 1.72 2.99
Debu belakang 2.4 1.2 1 2.3 1.5 1.8 1.5
2 Debu depan 1.2 6.8 8.5 2.5 3.2 2.1 3.2 4.2
3
Debu depan 7.7 3.2 3.8 5 4.2 4.1 4.5 3.2 4.3 1.8 3.2
Debu belakang 2.3 2.1 2.5 2.9 1 1.8 3.2 1.5 1 2.1 1.4
1.5
1
Debu depan 4.1 12.2 2.6 5.2 7.3 11.3 2.9
3.90 1.66 2.78 Debu belakang 6.3 0.6 0.2 0.2 0.4
2 Debu depan 2.2 7.2 2 4.32 0.2 0.2 3.5 3.8
1.6
1
Debu depan 6.1 4.8 4.3 1.3 3.5 3.6 14.5 6.8
5.14 5.07 5.10
Debu belakang 2.5 2.2 2.7 2.6 2.8 3.2 3.9 7.5
2 Debu depan 3.6 4.1 13.12 3.86
3
Debu depan 2.2 0.8 2.6 7.2 7 3.2
Debu belakang 1.8 2 6.2 6.5 5.52 3.94 10.02 12.24 5.5
2.5
1
Debu depan 2.2 1.4 2 4.6 7.7 8.1 2.2 6.8
4.79 7.54 6.17 Debu belakang 3.4 9.7 8.1 10.7 8.7 8.5 6.2 7.5
2
Debu depan 6.9 8.7 2.76 3.8 4.3 5.6 4.8
Debu belakang 7.3 4.8 6.72 5.5 8.5 8.8 7.6 8.9 8.5 4.2 9.7
2.6
1
Debu depan 6.2 5.6 2.6 4.6 6.2 1.2 4
3.49 5.40 4.45
Debu belakang 5.4 2.2 1.3 0.6 5.5 5.1 5.9
2
Debu depan 4 3.4 2.5 2 2.8 4.6 3.8 4.5
Debu belakang 7.7 10.2 7 10.5 4.2 5.7 4.3 5.9
3
Debu depan 4.5 2.6 5 3.5 3.2 1.1 2.4 1.4 2.1
Debu belakang 4.8 5.5 4.2 5.5 8.5 2.3 5.3 6.3 5.8
2.7
1
Debu depan 3.2 14.2 3.4 7.2 6.8 2
3.96 2.66 3.31
Debu belakang 1.3 1.8 1.2 3.4 0.5 4
2
Debu depan 3.4 4.2 2.26 2.4 1.8 3.4 1.8
Debu belakang 2.6 1.8 2 1.5 2.3 2.1 2.1
3
Debu depan 6.5 1.8 1.5 4.8 1.3 5.7 2.3 3.2
Debu belakang 3.2 4.3 2.8 6.6 2.5 4.6 3.1 2.1
Lampiran 4 Data awal waste debu tiap mesin
61
TANGGAL WAKTU PENGERJAAN
MESIN NO. LOKASI SKM -
Prod Tech : Ttd Ok
Dip
erb
aik
i
Dig
anti
- Bersihkan Mesin dari debu dan tembakau disekitar mesin dan didalam mesin menggunakan vacuum cleaner.
Unit : VE70- Metering Roller predistributor
- Bersikan sensor B31, B30 pada predistributor
- Tobacco Reservoir- Bersihkan sensor B17 dan B29 pada tobacco reservoir
- Bersihkan debu tembakau menggunakan vacuum cleaner
- Steep Angle Conveyor- Bersihkan sisa tembakau dan debu pada Interior Step Angle Conveyor dengan vacuum cleaner
- Bersihkan stem/tembakau pada Comb Step Angle Conveyor
- Cek sisir steep angle conveyor, ganti bila perlu
- Magnetic Rail- Bersihkan Magnetic Rail
- Bulk Chute- Bersihkan sensor B20 pada bulking chute
- Needle Roller- Bersihkan needle roller
- Periksa pin pada needle roller bila ada yang rusak diganti
- Picker Roller- Bersihkan picker roller
- Periksa pin pada picker roller bila ada yang rusak diganti
- Accelerator Roller- Bersihkan Accelerator roller
- Periksa pin pada Accelerator roller bila ada yang rusak diganti
- Recycling Belt Tobacco Return- Bersihkan belt recycling dan cek kondisi belt
- Periksa gap antara scraper dan belt recycling (0.1 mm)
- Suction Rod Conveyor- Bersihkan Sisa Casing pada scrapper
- Bersihkan roller dan scrapper suction tape
- Periksa gerakan roller suction tape
- Periksa gap antara scraper dan roller suction tape setting ulang jika perlu
- Periksa seal pada suction conveyor unit, ganti bila perlu
- Trimmer Disk- Periksa gap end densing pocket dengan paddle wheel,setting ulang jika perlu
- Periksa gap end densing dengan scraper, setting ulang jika perlu
- Peiksa gap antara end densing satu dengan yang lainnya, setting ulang jika perlu
- Cleaning- Bersihkan debu/sisa tembakau pada daerah Transformer, low pressure fan & trimmer disk drive
- Bersihkan debu tembakau pada Recycling Belt dan unit vibro
- Bersihkan Filter udara pada trafo
- Bersihkan Filter udara pada switch cabinet
- Bersihkan Filter udara dibelakang MR2
Unit SE70- Garniture Unit
- Bersihkan deposit glue dan debu pada garniture guide roller
- Bersihkan depsosit glue dan debu pada garniture cover rail
- Seam sealer & Scanner- Bersihkan deposit glue dan debu pada sealing chamber
- Bersihkan scanner dari debu dan sisa glue
- Cut off knife, V-Way, dan Transfer Unit- Periksa kondisi leaf spring pada cutting ledger drive
- Periksa kondisi grinding wheel pada cut-off, ganti bila rusak
- Periksa axial play dari grinding wheel, setting ulang jika perlu
- Bersihkan Deposit lem dan debu pada Cutting ledger hole
- Bersihkan Deposit lem dan debu pada inlet guide
DIKERJAKAN
OLEH
WEEKLY MAINTENANCE MAKER
62
Lampiran 5 Tasklist weekly maintenance
63
Lampiran 6 Alat untuk Recycling Belt Belakang
64
Lampiran 7 Alat untuk Recycling Belt Depan
65
Sebelum Sesudah1. Dilakukan pergantian
belt dengan yang non
profil permukaannya
1
2
3
4
Penurunan jumlah
tembakau setelah
dipasang alat
recycle pada bagian
depan sebesar
79.4% dan belakang
VE sebesar 100% sebagai optimalisasi
ini.
Belakang
1. Hasil perbaikan
masih belum
optimal,tembakau
pada recycling belt
masih bisa
direcycle kembali
( tembakau
belakang VE di
recyle langsung ke
mesin
menggunakan
venturi
sistem,sedangkan
yang depan VE di
hisap dust collector
sebagai input
proses RTC)
1. Membuat alat recycle
tembakau untuk bagian
depan dan belakang di
VE
Ke
sa
lah
an
pro
se
s h
an
dli
ng
te
mb
ak
au
Depan
1. Melakukan trial dengan
settingan GAP scrapper
yang bervariasi
1.5mm,1mm,0.75mm,0.5m
m,0.25 mm dan 0.1 mm
Penurunan jumlah
tembakau yang
menjadi waste
sebesar 54,67% B
elu
m a
da
ny
a
pe
ng
ec
ek
an
be
lt d
an
GA
P s
cra
pp
er
Se
ttin
ga
n s
cra
pp
er
tid
ak
tep
at
1. GAP scrapper
tidak mempunyai
standart, terlalu
lebar atau sempit
Proses perbaikan
yang dilakukanNo. Factor
Sebelum
perbaikan
Penurunan jumlah
tembakau cukup
signifikan dengan
settingan GAP
scrapper yang
direkomendasikan
adalah 0.1 mm.
Gambar
1. Permukaan belt
berprofil
Be
lt R
ec
yc
lin
g b
erp
rofi
l
Dengan adanya
penambahan task
list weekly maka
kondisi belt dan GAP
scrapper tetap
terjaga.
1. Tidak adanya
jadwal pengecekan
kondisi belt dan
GAP Scrapper
pada task list job
1. Menambahkan
pengecekan kondisi belt
dan GAP Scrapper pada
task list weekly mekanik
HasilMonitoring
Lampiran 8 Tabel hasil perbaikan
66
Periode Tgl Shift Mesin Dust
Depan Dust
Belakang
after 23-May-10 3 1.4 1.2 4.7
after 23-May-10 3 1.5 2 5
after 23-May-10 3 1.6 8.6 6.4
after 23-May-10 3 1.7
after 23-May-10 3 2.5 0.33 0
after 23-May-10 3 2.6 2.5 4.5
after 23-May-10 3 2.7 1.2 0.3
after 22-May-10 3 1.4 6.2 2.1
after 22-May-10 3 1.5 15.3 1.6
after 22-May-10 3 1.6 3.4 2.8
after 22-May-10 3 1.7
after 22-May-10 3 2.5 0.21 0
after 22-May-10 3 2.6 5.4 3.9
after 22-May-10 3 2.7 9.2 4.1
after 22-May-10 2 1.4 1.6 1.5
after 22-May-10 2 1.5 2.1 0.4
after 22-May-10 2 1.6 1.8 4.4
after 22-May-10 2 1.7
after 22-May-10 2 2.5 0.56 0
after 22-May-10 2 2.6 2.5 2.1
after 22-May-10 2 2.7 2 3
after 22-May-10 1 1.4 4.5 0.1
after 22-May-10 1 1.5 4.3 0.2
after 22-May-10 1 1.6 3.44 2.7
after 22-May-10 1 1.7
after 22-May-10 1 2.5 0.31 0
after 22-May-10 1 2.6 1.9 4
after 22-May-10 1 2.7 2.3 1.8
after 21-May-10 3 1.4 4.5 2.3
after 21-May-10 3 1.5 3.4 3.8
after 21-May-10 3 1.6 2.6 3.7
after 21-May-10 3 1.7
after 21-May-10 3 2.5 0.26 0
after 21-May-10 3 2.6 4.9 5.4
after 21-May-10 3 2.7 3.2 0.9
after 21-May-10 2 1.4 2.3 1.5
after 21-May-10 2 1.5 4.2 0.6
after 21-May-10 2 1.6 2 5.3
after 21-May-10 2 1.7
after 21-May-10 2 2.5 0.43 0
after 21-May-10 2 2.6 3.1 5.2
after 21-May-10 2 2.7 2.4 4.2
after 19-May-10 2 1.4 3.2 1.3
after 19-May-10 2 1.5 2.1 1
after 19-May-10 2 1.6 2.94
after 19-May-10 2 1.7
after 19-May-10 2 2.5 0.22 0
after 19-May-10 2 2.6 5.5 5.8
after 19-May-10 2 2.7 1.4 2.3
Lampiran 9 Data Akhir
67
G
Lampiran 10 One Point Lesson Pemasangan Scrapper
Recommended