View
164
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
MODEL NUMERIK LINIER TUNAMI N1
UNTUK MENENTUKAN TINGGI DAN WAKTU TEMPUH
PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI
A. Energi Gelombang Tsunami
Hubungan empiris antara magnitudo ambang dengan kedalaman pusat gempa yang
berpotensi menimbulkan tsunami ditunjukkan oleh Iida pada Persamaan 1.
Mm = 6.3 + 0.005D (1)
dengan Mm adalah magnitudo minimum atau ambang (dalam Skala Richter) gempa yang
berpotensi menimbulkan tsunami, dan D adalah kedalaman pusat gempa.
Tinggi rendah gelombang tsunami dan energi yang ditimbulkannya diklasifikasikan
dalam skala magnitudo tsunami yang disebut skala Imamura. Tabel 2 menunjukkan
klasifikasi tsunami.
Tabel 2. Skala magnitudo, energi dan run-up menurut Iida (1963)
Magnitudo Tsunami Energi Tsunami (erg) x 10 23 Run-up (m)5,0 25,6 >324,5 12,8 24-324,0 6,4 16-243,5 3,2 12-163,0 1,6 8-122,5 0,8 6-82,0 0,4 4-61,5 0,2 3-41,0 0,1 2-30,5 0,05 1,5-20,0 0,025 1-1,5-0,5 0,0125 0,75-1-1,0 0,006 0,50-0,75-1.5 0,003 0,30-0,50-2,0 0,0015 <0,30
Selain itu, Iida juga menemukan hubungan empiris antara magnitudo gempa yang
menimbulkannya yang diturunkan dari data gempa di Jepang yaitu :
m = 2,61M – 16,44 (2)
dengan M adalah magnitudo gempa dalam skala Richter dan m adalah magnitudo tsunami
dalam skala Imamura.
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 1
B. Persamaan Gelombang Tsunami
1 Persamaan gerak
Gerak gelombang tsunami didekati dengan teori perairan dangkal. Teori ini
mengasumsikan kedalaman perairan relatif kecil dibandingkan panjang gelombang. Dalam
teori ini percepatan vertikal partikel air dapat diabaikan karena besarnya jauh lebih kecil dari
percepatan gravitasi. Berdasarkan pendekatan ini, gerak gelombang tsunami diekspresikan
dengan teori gelombang perairan dangkal (Dean dan Dalrymple, 1984).
∂u∂ t
+u∂u∂ x
+v∂ v∂ y
+w∂u∂ z
=−1ρ
∂ p∂ x
−1ρ (∂ τ xx
∂ x+
∂ τxy
∂ y+
∂τ xz
∂ z ) (3)
∂u∂ t
+u∂u∂ x
+v∂ v∂ y
+w∂u∂ z
=−1ρ
∂ p∂ y
−1ρ (∂ τ xy
∂ x+
∂ τ yy
∂ y+∂ τ yz
∂ z ) (4)
−g− 1ρ
∂ p∂ z
=0 (5)
dengan,
t : waktu,
h : kedalaman permukaan laut,
u, v, dan w : kecepatan partikel dalam arah sumbu –x, -y, dan –z,
g : percepatan gravitasi, dan
τij : tegangan regangan normal atau tangensial dalam arah i pada
bidang normal j.
Persamaan momentum dalam koordinat z dengan kondisi dinamik pada permukaan p
= 0 memberikan tekanan hidrostatik sebesar:
p=−ρ . g . ( z−η) (6)
dengan:
η : perubahan ketinggian permukaan air,
: massa jenis
p : tekanan hidrostatik
Penjalaran gelombang dapat diselesaikan dengan menggunakan Persamaan momentum (3)
sampai dengan (5) dengan menggunakan kondisi batas dinamik dan kinematik pada
permukaan, serta kinematik dasar.
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 2
Dengan mengintegrasikan Persamaan (3) sampai dengan (5) dari dasar sampai
permukaan menggunakan aturan Leibnitz, diperoleh Persamaan (7) sampai dengan (8) yang
terintegrasi (Imamura, 1994).
∂ M∂ t
+ ∂∂ x ( M 2
D )+ ∂∂ y ( MN
D )+gD∂η∂ x
+τ x
ρ=A (∂2 M
∂ x2+∂2 M
∂ y2 ) (7)
∂ N∂ t
+ ∂∂ x ( MN
D )+ ∂∂ y ( N2
D )+gD∂ η∂ y
+τ x
ρ=A(∂2 N
∂ x2+∂2 N
∂ y2 ) (8)
Keterangan :
D : total kedalaman yang diberikan oleh h + η,
τx,τy : gesekan dasar dalam arah x dan y,
A : viskositas Eddy horisontal yang diasumsikan konstan dalam ruang.
M : pelepasan flux (Discharge fluxes) pada arah x
N : pelepasan flux (Discharge fuxes) pada arah y
Persamaan (7) dan Persamaan (8) mengabaikan tegangan regangan permukaan air pada
kawasan tersebut.
2. Persamaan kontinuitas
Persamaan konservasi massa tiga dimensi untuk fluida tak termampatkan
(incompressible), dapat ditulis sebagai berikut (Dean dan Dalrymple, 1984) :
∂u∂ x
+ ∂ v∂ y
+∂ w∂ z
=0 (9)
persamaan di atas berlaku di mana saja dalam fluida. Dengan mengintegrasikan Persamaan
(9) terhadap kedalaman diperoleh :
∫−h
η
(∂u∂ x
+ ∂ v∂ y
+ ∂ w∂ z )∂ z=0
(10)
∂∂ x
[ u(h+η)]+ ∂∂ y
[ v (h+η )]−v ( x , y ,−η ) ∂ η∂ y
−v ( x , y ,−h) ∂ h∂ y
−u( x , y ,−η ) ∂ η
∂ x−u( x , y ,−h) ∂h
∂ x+w( x , y , η )−w ( x , y , η)= 0
(11)
dengan u dan v merupakan harga rata-rata terhadap kedalaman.
Syarat batas digunakan untuk menyederhanakan hasil Persamaan (10) dan Persamaan
(11). Jika syarat batas kinematik, dinamik permukaan bebas, dan syarat batas dasar
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 3
dimasukkan kedalam integral persamaan kontinuitas maka diperoleh bentuk akhir dari
persamaan kontinuitas sebagai berikut :
∂η∂ t
+∂ M∂ x
+∂ N∂ y
=0 (12)
dengan M dan N adalah pelepasan flux (discharge fluxes) dalam arah x dan y:
M=∫−h
η
udz=u (h+η ) (13)
N=∫−h
η
vdz= v (h+η ) (14)
3. Persamaan gelombang tsunami yang digunakan dalam model
Model Tsunami yang digunakan hanya dibangkitkan oleh pergerakan dasar laut akibat
gempa bumi. Persamaan gerak gelombang yang digunakan adalah persamaan gerak
gelombang panjang suku-suku linier. Persamaan tersebut dianggap cukup mewakili karena
model tsunami dalam penelitian ini berjenis “Near Fields Tsunami” dengan jarak antara
pembangkit tsunami dengan pantai cukup dekat yaitu kurang dari 2000 km. Selain itu, suku
gesekan dasar dalam hitungan ini diabaikan pengaruhnya. Hal ini disebabkan suku gesekan
dasar merupakan salah satu suku-suku non-linier pada persamaan gerak gelombang panjang.
Persamaan berikut merupakan persamaan dasar penjalaran gelombang tsunami yang
digunakan dalam model ini (Imamura, 1994) :
∂η∂ t
+∂ M∂ x
+∂ N∂ y
=0 (15)
∂ M∂ t
+gH∂η∂ x
=0 (16)
∂ N∂ t
+gH∂η∂ y
=0 (17)
Keterangan :
M=∫−h
η
udz=u (h+η ), pelepasan flux (discharge fluks) dalam arah x
N=∫−h
η
vdz= v (h+η ), pelepasan flux (discharge fluks) dalam arah y
g = percepatan gravitasi bumi
h = kedalaman perairan
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 4
η = elevasi muka air laut
Ekspresi yang lain dari persamaan perairan dangkal adalah dengan menggunakan
perataan kecepatan di dalam arah –x dan –y :
∂η∂ t
+∂ ( u D )∂ x
+∂ ( v D )∂ y
=0 (18)
∂ u∂ t
+gh∂ η∂ x
=0 (19)
∂ v∂ t
+gh∂η∂ x
=0 (20)
C. Model Numerik Tsunami
Untuk menyelesaikan Persamaan (18) sampai Persamaan (20) digunakan metode beda
hingga. Pemodelan ini menggunakan skema leap-frog dengan persamaan beda pusat dan
kesalahan pemotongan pada orde dua. Ekspresi deret Taylor untuk η (x, t+Δt) dan (x, t-Δt)
adalah sebagai berikut (Goto, et al, 1995).
η( x , t+Δt )=η (x , t )+Δt∂( x ,t )
∂ t+( Δt )2
2∂2η( x , t )
∂ t2+
( Δt3 )3
∂3 ( x ,t )∂ t3
+ .. . (21)
η( x , t−Δt )=η( x ,t )−Δt∂( x , t )
∂ t+
( Δt )2
2∂2η ( x , t )
∂ t2−
( Δt3 )3
∂3( x ,t )∂ t3
+.. .(22)
Δt adalah beda waktu.
Dengan mudah dapat dibentuk persamaan beda maju dengan menggunakan
Persamaan (21) sebagai berikut :
∂η( x , t )∂ t
=∂ η( x ,t +Δt )−∂η ( x , t )
Δt+O( Δt )
(23)
dimana ruas kanan dari Persamaan (23) adalah representasi dari persamaan beda hingga orde
pertama dari turunan terhadap waktu t = t ditunjukkan pada Gambar 1.
Kesalahan pemotongan yang memiliki orde Δt yaitu O(Δt) adalah selisih antara
turunan parsial dan representasi persamaan diferensialnya. Lebih lanjut deret Taylor dalam
Persamaan (23) dapat dituliskan kembali dengan mengganti Δt dengan +Δt/2 dan - Δt/2
sehingga kita memperoleh persamaan beda hingga terpusat dengan kesalahan pemotongan
orde dua :
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 5
∂η( t )∂ t
=∂ η( t+ 1
2Δt )−∂( t−1
2Δt )
Δt+O( Δt2 )
(24)
Walaupun ekspansi beda hingga pada Persamaan (23) dan Persamaan (24) adalah
sama, tetapi memiliki perbedaan pada orde kesalahan pemotongan dan akurasi dari
persamaan beda hingga terpusat lebih tinggi dari persamaan beda hingga maju. Hal ini
dikarenakan titik-titik turunannya berbeda seperti pada Gambar 2.10. Metode yang
menggunakan beda pusat di atas dengan titik-titik numerik yang disatukan antara permukaan
air dengan discharge dalam satu skema numerik dikenal dengan staggerred leap frog.
Gambar 1. Representasi model beda hingga (a) beda maju, (b) beda tengah
1. Diskretisasi persamaan kontinuitas
Persamaan kontinuitas didekati oleh persamaan differensial dengan menggunakan
skema differensial pusat pada Persamaan (24). Persamaan kontinyuitas tersebut menyebabkan
tiga persamaan yaitu Persamaan (18) sampai Persamaan (20) berubah menjadi (Goto, et.all,
1995) :
∂η∂ t
= 1Δt [ ηij
n+1−ηijn ]
(25)
∂ M∂ x
= 1Δx [ M i+1/2 j
n+1/2 −M i−1 /2 jn+1/2 ]
(26)
∂ N∂ y
= 1Δy [ N i+1/2 j
n+1/2 −N i−1 /2 jn+1/2 ]
(27)
Dengan mengasumsikan nilai n dan n +1/2 pada langkah waktu diketahui yaitu ηijn+1
dapat diselesaikan dengan cara sebagai berikut:
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 6
ηijn+1=ηij
n− ΔtΔx [ M i+1/2 j
n+1/2 −M i−1 /2 jn+1/2 ]− Δt
Δy [ N i+1/2 jn+1/2 −N i−1/2 j
n+1/2 ](28)
dimana Δx dan Δt adalah ukuran grid dalam arah x dan t. Skematisasi titik-titik perhitungan
numerik disajikan pada Gambar 2.
2. Diskretisasi persamaan gerak suku linear
Persamaan gelombang tsunami dalam satu dimensi (dalam arah x) yang dibuat tanpa
gesekan dasar dapat ditulis (Goto, et.all, 1995):
∂ M∂ t
+gh∂ η∂ x
=0 (29)
Gambar 2. Titik-titik komputasi dalam skema Leap Frog (Imamura, 1994)
Beda pusat pada titik (i, j, n+1) mengikuti persamaan titik yang diketahui M i+1 /2 jn+1/2
, sebagai
berikut :
M i+1 /2 jn+1/2 =M i+1 /2 j
n −g(hi+1/2 j+hi−1/2 j)
2ΔtΔx [ηi+1 j
n −ηijn ]
(30)
Manipulasi yang sama dilakukan mengikuti persamaan diferensial untuk persamaan
linear gerak dalam arah y, yaitu:
N ij+1/2n+1/2=N ij+1/2
n −g(hi+1/2 j+hi−1/2 j )
2ΔtΔx [ ηij+1
n −ηijn ]
(31)
dengan Δx dan Δt adalah ukuran grid dalam arah x dan t dengan skematisasi titik-titik
perhitungan dalam skema numerik digambarkan pada Gambar 3. Kedalaman air (D) harus
berada pada titik-titik yang sama dengan titik perhitungan pada elevasi η. Hal ini dilakukan
untuk menyelesaikan Persamaan (29), Persamaan (30), dan Persamaan (31) secara
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 7
Nilai yangtidak diketahui
n+1 n+1
n n
I i+1 i+2 1 i+1 i+2 Nilai yang diketahui
bersamaan dan juga dapat berisi solusi dari gelombang panjang linier. Jika h jauh lebih besar
dari η maka komputasi linier dengan Persamaan (29) dan (30) dapat menghasilkan nilai yang
realistis Namun komputasi secara linier tidak akan stabil jika h lebih kecil dari η.
Gambar 3. Skematisasi titik-titik perhitungan dalam metode numerik (Imamura,1994)
3. Kondisi awal dan syarat batas
Program yang dimodifikasi dari program yang dikembangkan Fumihiko Imamura
hanya dapat digunakan untuk gelombang tsunami. Pengaruh gelombang yang diakibatkan
angin dan pasang surut tidak diperhitungkan. Paras muka laut diberikan oleh pasang surut
saat itu dan diasumsikan konstan selama pemodelan tsunami. Hal ini dikarenakan simulasi
tsunami hanya memiliki waktu sekitar satu atau dua jam. Sehingga sebagai kondisi awal di
laut ditetapkan (Goto, et al, 1995):
ηijn−1 , M i+1/2 j
n−1/2 , N ij+1/2n−1 /2
= 0 (32)
Untuk simulasi tsunami di laut dalam yang melibatkan sumber tsunami, ada dua jenis
kondisi awal yaitu pengaruh kondisi dinamika gerak patahan (kecepatan patah dan
pertambahan waktu) dan tanpa pengaruh gerak patahan. Jika pengaruh dinamik seperti itu
dapat diabaikan untuk penjalaran awal tsunami maka deformasi akhir dari dasar laut yang
disebabkan oleh patahan diberikan sebagai kondisi awal permukaan laut. Disisi lain, dalam
upaya untuk melibatkan efek seperti ini dilakukan modifikasi persamaan konservasi massa
sehingga Persamaan ( 32) menjadi:
∂η∂ t
+∂ M∂ x
+∂ N∂ y
=∂ ζ∂ t (33)
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 8
dengan ζ adalah deformasi dasar laut.
Nilai batas laut dimasukkan pada saat penjalaran barisan gelombang sinusoidal.
Gerakan aktual air pada kondisi batas tidak diberikan oleh gelombang sinus tetapi oleh
resultan gerak yang disebabkan penambahan dan pengurangan barisan gelombang sinus. Jika
diasumsikan gerakan sinusoidal pada batas maka tidak ada pantulan gelombang yang
melewati batas. Hal ini akan menimbulkan gaya osilasi. Untuk itu gelombang refleksi harus
melalui batas dengan bebas.
a. Gelombang satu dimensi
Untuk kasus gelombang dalam satu dimensi, persamaan linier untuk gelombang
panjang dalam sebuah saluran (channel) dengan kedalaman konstan yaitu :
∂u∂ t
+g∂η∂ x
=0 (34)
∂η∂ t
+h∂u∂ x
=0(35)
Persamaan (34) dapat disederhanakan menjadi Persamaan (36) sebagai berikut:
∂u∂ t
+√gh ∂∂ x (√ g
hη)=0
(36)
Persamaan (35) dapat disederhanakan menjadi Persamaan (37) yaitu:
∂∂ t (√ g
hη)+√ gh
∂ u∂ x
=0(37)
Penambahan dan pengurangan dari kedua persamaan di atas menjadi:
{ ∂∂ t
±√ gh ∂∂ x }{u±√ g
hη}=0
(38)
Arti matematis dari persamaan di atas adalah persamaan karakteristik nilai tertentu diambil
konstan,
u=±√ gh
η konstan pada
∂ x∂ t
=±√gh(39)
Diasumsikan barisan gelombang sinusoidal bergerak dalam arah x negatif dengan muka
gelombang pada x = x0 saat t = 0. Persamaan (39) memberikan persamaan (40) yang berlaku
sepanjang karakteristik positif, yaitu :
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 9
u2+√ gh
η2=u1+√ gh
η1(40)
u2−√ gh
η2=u1−√ gh
η1(41)
sedangkan Persamaan (40) berlaku sepanjang karakteristik negatif .
Catatan : u2 dan η2 nilainya tidak diketahui dan ditentukan pada batas terbuka dengan
menggunakan nilai-nilai dari u1, η1 , u0 , dan η0.
Barisan gelombang yang hanya menjalar dalam arah x negatif harus memenuhi
hubungan antara kecepatan partikel horisontal u0 dan elevasi air η0 sebagai berikut :
u0=−√ gh
η2=2 u0(42)
Dengan memasukkan hubungan di atas, maka Persamaan (42) dapat ditulis:
u2=u0+12 (u1+√ g
hη1)
(43)
atau
η2=12
η1+12 √ h
g(u1+2u0)
(44)
b. Gelombang dua dimensi
Untuk kasus gelombang dalam dua dimensi, hubungan karakteristik diberikan oleh
hubungan permukaan karakteristik. Pengembangan kasus satu dimensi yang dijelaskan di atas
akan digunakan disini. Pada umumnya arah penjalaran terbentuknya gelombang diberikan
dan konstan. Kemudian karakteristik negatif dalam arah yang konstan. Sedangkan pada sisi
lain, arah karakteristik positif berhubungan dengan refleksi gelombang yang mungkin
berbeda dengan terbentuknya gelombang.
Syarat batas pada daerah laut bebas dapat dituliskan sebagai berikut:
∂ζ∂ t
√gh∂ζ∂ x
=0(45)
Syarat batas tertutup dalam model ini menggunakan asumsi garis sebagai dinding. Sehingga
tidak ada aliran air yang melewatinya, dan gelombang terrefleksi secara sempurna. Secara
matematis syarat batas ini dapat dituliskan:
∂ M∂ x
=0dan
∂ N∂ y
=0(46)
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 10
meli_muchlian@yahoo.co.id Hal 11
Recommended