14
MODEL NUMERIK LINIER TUNAMI N1 UNTUK MENENTUKAN TINGGI DAN WAKTU TEMPUH PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI A. Energi Gelombang Tsunami Hubungan empiris antara magnitudo ambang dengan kedalaman pusat gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami ditunjukkan oleh Iida pada Persamaan 1. Mm = 6.3 + 0.005D (1) dengan Mm adalah magnitudo minimum atau ambang (dalam Skala Richter) gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami, dan D adalah kedalaman pusat gempa. Tinggi rendah gelombang tsunami dan energi yang ditimbulkannya diklasifikasikan dalam skala magnitudo tsunami yang disebut skala Imamura. Tabel 2 menunjukkan klasifikasi tsunami. Tabel 2. Skala magnitudo, energi dan run-up menurut Iida (1963) Magnitudo Tsunami Energi Tsunami (erg) x Run-up (m) 5,0 25,6 >32 4,5 12,8 24-32 4,0 6,4 16-24 3,5 3,2 12-16 3,0 1,6 8-12 2,5 0,8 6-8 2,0 0,4 4-6 1,5 0,2 3-4 1,0 0,1 2-3 0,5 0,05 1,5-2 0,0 0,025 1-1,5 -0,5 0,0125 0,75-1 -1,0 0,006 0,50-0,75 -1.5 0,003 0,30-0,50 -2,0 0,0015 <0,30 [email protected] Hal 1

Model Numerik Linier Tunami n1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Model Numerik Linier Tunami n1

MODEL NUMERIK LINIER TUNAMI N1

UNTUK MENENTUKAN TINGGI DAN WAKTU TEMPUH

PENJALARAN GELOMBANG TSUNAMI

A. Energi Gelombang Tsunami

Hubungan empiris antara magnitudo ambang dengan kedalaman pusat gempa yang

berpotensi menimbulkan tsunami ditunjukkan oleh Iida pada Persamaan 1.

Mm = 6.3 + 0.005D (1)

dengan Mm adalah magnitudo minimum atau ambang (dalam Skala Richter) gempa yang

berpotensi menimbulkan tsunami, dan D adalah kedalaman pusat gempa.

Tinggi rendah gelombang tsunami dan energi yang ditimbulkannya diklasifikasikan

dalam skala magnitudo tsunami yang disebut skala Imamura. Tabel 2 menunjukkan

klasifikasi tsunami.

Tabel 2. Skala magnitudo, energi dan run-up menurut Iida (1963)

Magnitudo Tsunami Energi Tsunami (erg) x 10 23 Run-up (m)5,0 25,6 >324,5 12,8 24-324,0 6,4 16-243,5 3,2 12-163,0 1,6 8-122,5 0,8 6-82,0 0,4 4-61,5 0,2 3-41,0 0,1 2-30,5 0,05 1,5-20,0 0,025 1-1,5-0,5 0,0125 0,75-1-1,0 0,006 0,50-0,75-1.5 0,003 0,30-0,50-2,0 0,0015 <0,30

Selain itu, Iida juga menemukan hubungan empiris antara magnitudo gempa yang

menimbulkannya yang diturunkan dari data gempa di Jepang yaitu :

m = 2,61M – 16,44 (2)

dengan M adalah magnitudo gempa dalam skala Richter dan m adalah magnitudo tsunami

dalam skala Imamura.

[email protected] Hal 1

Page 2: Model Numerik Linier Tunami n1

B. Persamaan Gelombang Tsunami

1 Persamaan gerak

Gerak gelombang tsunami didekati dengan teori perairan dangkal. Teori ini

mengasumsikan kedalaman perairan relatif kecil dibandingkan panjang gelombang. Dalam

teori ini percepatan vertikal partikel air dapat diabaikan karena besarnya jauh lebih kecil dari

percepatan gravitasi. Berdasarkan pendekatan ini, gerak gelombang tsunami diekspresikan

dengan teori gelombang perairan dangkal (Dean dan Dalrymple, 1984).

∂u∂ t

+u∂u∂ x

+v∂ v∂ y

+w∂u∂ z

=−1ρ

∂ p∂ x

−1ρ (∂ τ xx

∂ x+

∂ τxy

∂ y+

∂τ xz

∂ z ) (3)

∂u∂ t

+u∂u∂ x

+v∂ v∂ y

+w∂u∂ z

=−1ρ

∂ p∂ y

−1ρ (∂ τ xy

∂ x+

∂ τ yy

∂ y+∂ τ yz

∂ z ) (4)

−g− 1ρ

∂ p∂ z

=0 (5)

dengan,

t : waktu,

h : kedalaman permukaan laut,

u, v, dan w : kecepatan partikel dalam arah sumbu –x, -y, dan –z,

g : percepatan gravitasi, dan

τij : tegangan regangan normal atau tangensial dalam arah i pada

bidang normal j.

Persamaan momentum dalam koordinat z dengan kondisi dinamik pada permukaan p

= 0 memberikan tekanan hidrostatik sebesar:

p=−ρ . g . ( z−η) (6)

dengan:

η : perubahan ketinggian permukaan air,

: massa jenis

p : tekanan hidrostatik

Penjalaran gelombang dapat diselesaikan dengan menggunakan Persamaan momentum (3)

sampai dengan (5) dengan menggunakan kondisi batas dinamik dan kinematik pada

permukaan, serta kinematik dasar.

[email protected] Hal 2

Page 3: Model Numerik Linier Tunami n1

Dengan mengintegrasikan Persamaan (3) sampai dengan (5) dari dasar sampai

permukaan menggunakan aturan Leibnitz, diperoleh Persamaan (7) sampai dengan (8) yang

terintegrasi (Imamura, 1994).

∂ M∂ t

+ ∂∂ x ( M 2

D )+ ∂∂ y ( MN

D )+gD∂η∂ x

+τ x

ρ=A (∂2 M

∂ x2+∂2 M

∂ y2 ) (7)

∂ N∂ t

+ ∂∂ x ( MN

D )+ ∂∂ y ( N2

D )+gD∂ η∂ y

+τ x

ρ=A(∂2 N

∂ x2+∂2 N

∂ y2 ) (8)

Keterangan :

D : total kedalaman yang diberikan oleh h + η,

τx,τy : gesekan dasar dalam arah x dan y,

A : viskositas Eddy horisontal yang diasumsikan konstan dalam ruang.

M : pelepasan flux (Discharge fluxes) pada arah x

N : pelepasan flux (Discharge fuxes) pada arah y

Persamaan (7) dan Persamaan (8) mengabaikan tegangan regangan permukaan air pada

kawasan tersebut.

2. Persamaan kontinuitas

Persamaan konservasi massa tiga dimensi untuk fluida tak termampatkan

(incompressible), dapat ditulis sebagai berikut (Dean dan Dalrymple, 1984) :

∂u∂ x

+ ∂ v∂ y

+∂ w∂ z

=0 (9)

persamaan di atas berlaku di mana saja dalam fluida. Dengan mengintegrasikan Persamaan

(9) terhadap kedalaman diperoleh :

∫−h

η

(∂u∂ x

+ ∂ v∂ y

+ ∂ w∂ z )∂ z=0

(10)

∂∂ x

[ u(h+η)]+ ∂∂ y

[ v (h+η )]−v ( x , y ,−η ) ∂ η∂ y

−v ( x , y ,−h) ∂ h∂ y

−u( x , y ,−η ) ∂ η

∂ x−u( x , y ,−h) ∂h

∂ x+w( x , y , η )−w ( x , y , η)= 0

(11)

dengan u dan v merupakan harga rata-rata terhadap kedalaman.

Syarat batas digunakan untuk menyederhanakan hasil Persamaan (10) dan Persamaan

(11). Jika syarat batas kinematik, dinamik permukaan bebas, dan syarat batas dasar

[email protected] Hal 3

Page 4: Model Numerik Linier Tunami n1

dimasukkan kedalam integral persamaan kontinuitas maka diperoleh bentuk akhir dari

persamaan kontinuitas sebagai berikut :

∂η∂ t

+∂ M∂ x

+∂ N∂ y

=0 (12)

dengan M dan N adalah pelepasan flux (discharge fluxes) dalam arah x dan y:

M=∫−h

η

udz=u (h+η ) (13)

N=∫−h

η

vdz= v (h+η ) (14)

3. Persamaan gelombang tsunami yang digunakan dalam model

Model Tsunami yang digunakan hanya dibangkitkan oleh pergerakan dasar laut akibat

gempa bumi. Persamaan gerak gelombang yang digunakan adalah persamaan gerak

gelombang panjang suku-suku linier. Persamaan tersebut dianggap cukup mewakili karena

model tsunami dalam penelitian ini berjenis “Near Fields Tsunami” dengan jarak antara

pembangkit tsunami dengan pantai cukup dekat yaitu kurang dari 2000 km. Selain itu, suku

gesekan dasar dalam hitungan ini diabaikan pengaruhnya. Hal ini disebabkan suku gesekan

dasar merupakan salah satu suku-suku non-linier pada persamaan gerak gelombang panjang.

Persamaan berikut merupakan persamaan dasar penjalaran gelombang tsunami yang

digunakan dalam model ini (Imamura, 1994) :

∂η∂ t

+∂ M∂ x

+∂ N∂ y

=0 (15)

∂ M∂ t

+gH∂η∂ x

=0 (16)

∂ N∂ t

+gH∂η∂ y

=0 (17)

Keterangan :

M=∫−h

η

udz=u (h+η ), pelepasan flux (discharge fluks) dalam arah x

N=∫−h

η

vdz= v (h+η ), pelepasan flux (discharge fluks) dalam arah y

g = percepatan gravitasi bumi

h = kedalaman perairan

[email protected] Hal 4

Page 5: Model Numerik Linier Tunami n1

η = elevasi muka air laut

Ekspresi yang lain dari persamaan perairan dangkal adalah dengan menggunakan

perataan kecepatan di dalam arah –x dan –y :

∂η∂ t

+∂ ( u D )∂ x

+∂ ( v D )∂ y

=0 (18)

∂ u∂ t

+gh∂ η∂ x

=0 (19)

∂ v∂ t

+gh∂η∂ x

=0 (20)

C. Model Numerik Tsunami

Untuk menyelesaikan Persamaan (18) sampai Persamaan (20) digunakan metode beda

hingga. Pemodelan ini menggunakan skema leap-frog dengan persamaan beda pusat dan

kesalahan pemotongan pada orde dua. Ekspresi deret Taylor untuk η (x, t+Δt) dan (x, t-Δt)

adalah sebagai berikut (Goto, et al, 1995).

η( x , t+Δt )=η (x , t )+Δt∂( x ,t )

∂ t+( Δt )2

2∂2η( x , t )

∂ t2+

( Δt3 )3

∂3 ( x ,t )∂ t3

+ .. . (21)

η( x , t−Δt )=η( x ,t )−Δt∂( x , t )

∂ t+

( Δt )2

2∂2η ( x , t )

∂ t2−

( Δt3 )3

∂3( x ,t )∂ t3

+.. .(22)

Δt adalah beda waktu.

Dengan mudah dapat dibentuk persamaan beda maju dengan menggunakan

Persamaan (21) sebagai berikut :

∂η( x , t )∂ t

=∂ η( x ,t +Δt )−∂η ( x , t )

Δt+O( Δt )

(23)

dimana ruas kanan dari Persamaan (23) adalah representasi dari persamaan beda hingga orde

pertama dari turunan terhadap waktu t = t ditunjukkan pada Gambar 1.

Kesalahan pemotongan yang memiliki orde Δt yaitu O(Δt) adalah selisih antara

turunan parsial dan representasi persamaan diferensialnya. Lebih lanjut deret Taylor dalam

Persamaan (23) dapat dituliskan kembali dengan mengganti Δt dengan +Δt/2 dan - Δt/2

sehingga kita memperoleh persamaan beda hingga terpusat dengan kesalahan pemotongan

orde dua :

[email protected] Hal 5

Page 6: Model Numerik Linier Tunami n1

∂η( t )∂ t

=∂ η( t+ 1

2Δt )−∂( t−1

2Δt )

Δt+O( Δt2 )

(24)

Walaupun ekspansi beda hingga pada Persamaan (23) dan Persamaan (24) adalah

sama, tetapi memiliki perbedaan pada orde kesalahan pemotongan dan akurasi dari

persamaan beda hingga terpusat lebih tinggi dari persamaan beda hingga maju. Hal ini

dikarenakan titik-titik turunannya berbeda seperti pada Gambar 2.10. Metode yang

menggunakan beda pusat di atas dengan titik-titik numerik yang disatukan antara permukaan

air dengan discharge dalam satu skema numerik dikenal dengan staggerred leap frog.

Gambar 1. Representasi model beda hingga (a) beda maju, (b) beda tengah

1. Diskretisasi persamaan kontinuitas

Persamaan kontinuitas didekati oleh persamaan differensial dengan menggunakan

skema differensial pusat pada Persamaan (24). Persamaan kontinyuitas tersebut menyebabkan

tiga persamaan yaitu Persamaan (18) sampai Persamaan (20) berubah menjadi (Goto, et.all,

1995) :

∂η∂ t

= 1Δt [ ηij

n+1−ηijn ]

(25)

∂ M∂ x

= 1Δx [ M i+1/2 j

n+1/2 −M i−1 /2 jn+1/2 ]

(26)

∂ N∂ y

= 1Δy [ N i+1/2 j

n+1/2 −N i−1 /2 jn+1/2 ]

(27)

Dengan mengasumsikan nilai n dan n +1/2 pada langkah waktu diketahui yaitu ηijn+1

dapat diselesaikan dengan cara sebagai berikut:

[email protected] Hal 6

Page 7: Model Numerik Linier Tunami n1

ηijn+1=ηij

n− ΔtΔx [ M i+1/2 j

n+1/2 −M i−1 /2 jn+1/2 ]− Δt

Δy [ N i+1/2 jn+1/2 −N i−1/2 j

n+1/2 ](28)

dimana Δx dan Δt adalah ukuran grid dalam arah x dan t. Skematisasi titik-titik perhitungan

numerik disajikan pada Gambar 2.

2. Diskretisasi persamaan gerak suku linear

Persamaan gelombang tsunami dalam satu dimensi (dalam arah x) yang dibuat tanpa

gesekan dasar dapat ditulis (Goto, et.all, 1995):

∂ M∂ t

+gh∂ η∂ x

=0 (29)

Gambar 2. Titik-titik komputasi dalam skema Leap Frog (Imamura, 1994)

Beda pusat pada titik (i, j, n+1) mengikuti persamaan titik yang diketahui M i+1 /2 jn+1/2

, sebagai

berikut :

M i+1 /2 jn+1/2 =M i+1 /2 j

n −g(hi+1/2 j+hi−1/2 j)

2ΔtΔx [ηi+1 j

n −ηijn ]

(30)

Manipulasi yang sama dilakukan mengikuti persamaan diferensial untuk persamaan

linear gerak dalam arah y, yaitu:

N ij+1/2n+1/2=N ij+1/2

n −g(hi+1/2 j+hi−1/2 j )

2ΔtΔx [ ηij+1

n −ηijn ]

(31)

dengan Δx dan Δt adalah ukuran grid dalam arah x dan t dengan skematisasi titik-titik

perhitungan dalam skema numerik digambarkan pada Gambar 3. Kedalaman air (D) harus

berada pada titik-titik yang sama dengan titik perhitungan pada elevasi η. Hal ini dilakukan

untuk menyelesaikan Persamaan (29), Persamaan (30), dan Persamaan (31) secara

[email protected] Hal 7

Page 8: Model Numerik Linier Tunami n1

Nilai yangtidak diketahui

n+1 n+1

n n

I i+1 i+2 1 i+1 i+2 Nilai yang diketahui

bersamaan dan juga dapat berisi solusi dari gelombang panjang linier. Jika h jauh lebih besar

dari η maka komputasi linier dengan Persamaan (29) dan (30) dapat menghasilkan nilai yang

realistis Namun komputasi secara linier tidak akan stabil jika h lebih kecil dari η.

Gambar 3. Skematisasi titik-titik perhitungan dalam metode numerik (Imamura,1994)

3. Kondisi awal dan syarat batas

Program yang dimodifikasi dari program yang dikembangkan Fumihiko Imamura

hanya dapat digunakan untuk gelombang tsunami. Pengaruh gelombang yang diakibatkan

angin dan pasang surut tidak diperhitungkan. Paras muka laut diberikan oleh pasang surut

saat itu dan diasumsikan konstan selama pemodelan tsunami. Hal ini dikarenakan simulasi

tsunami hanya memiliki waktu sekitar satu atau dua jam. Sehingga sebagai kondisi awal di

laut ditetapkan (Goto, et al, 1995):

ηijn−1 , M i+1/2 j

n−1/2 , N ij+1/2n−1 /2

= 0 (32)

Untuk simulasi tsunami di laut dalam yang melibatkan sumber tsunami, ada dua jenis

kondisi awal yaitu pengaruh kondisi dinamika gerak patahan (kecepatan patah dan

pertambahan waktu) dan tanpa pengaruh gerak patahan. Jika pengaruh dinamik seperti itu

dapat diabaikan untuk penjalaran awal tsunami maka deformasi akhir dari dasar laut yang

disebabkan oleh patahan diberikan sebagai kondisi awal permukaan laut. Disisi lain, dalam

upaya untuk melibatkan efek seperti ini dilakukan modifikasi persamaan konservasi massa

sehingga Persamaan ( 32) menjadi:

∂η∂ t

+∂ M∂ x

+∂ N∂ y

=∂ ζ∂ t (33)

[email protected] Hal 8

Page 9: Model Numerik Linier Tunami n1

dengan ζ adalah deformasi dasar laut.

Nilai batas laut dimasukkan pada saat penjalaran barisan gelombang sinusoidal.

Gerakan aktual air pada kondisi batas tidak diberikan oleh gelombang sinus tetapi oleh

resultan gerak yang disebabkan penambahan dan pengurangan barisan gelombang sinus. Jika

diasumsikan gerakan sinusoidal pada batas maka tidak ada pantulan gelombang yang

melewati batas. Hal ini akan menimbulkan gaya osilasi. Untuk itu gelombang refleksi harus

melalui batas dengan bebas.

a. Gelombang satu dimensi

Untuk kasus gelombang dalam satu dimensi, persamaan linier untuk gelombang

panjang dalam sebuah saluran (channel) dengan kedalaman konstan yaitu :

∂u∂ t

+g∂η∂ x

=0 (34)

∂η∂ t

+h∂u∂ x

=0(35)

Persamaan (34) dapat disederhanakan menjadi Persamaan (36) sebagai berikut:

∂u∂ t

+√gh ∂∂ x (√ g

hη)=0

(36)

Persamaan (35) dapat disederhanakan menjadi Persamaan (37) yaitu:

∂∂ t (√ g

hη)+√ gh

∂ u∂ x

=0(37)

Penambahan dan pengurangan dari kedua persamaan di atas menjadi:

{ ∂∂ t

±√ gh ∂∂ x }{u±√ g

hη}=0

(38)

Arti matematis dari persamaan di atas adalah persamaan karakteristik nilai tertentu diambil

konstan,

u=±√ gh

η konstan pada

∂ x∂ t

=±√gh(39)

Diasumsikan barisan gelombang sinusoidal bergerak dalam arah x negatif dengan muka

gelombang pada x = x0 saat t = 0. Persamaan (39) memberikan persamaan (40) yang berlaku

sepanjang karakteristik positif, yaitu :

[email protected] Hal 9

Page 10: Model Numerik Linier Tunami n1

u2+√ gh

η2=u1+√ gh

η1(40)

u2−√ gh

η2=u1−√ gh

η1(41)

sedangkan Persamaan (40) berlaku sepanjang karakteristik negatif .

Catatan : u2 dan η2 nilainya tidak diketahui dan ditentukan pada batas terbuka dengan

menggunakan nilai-nilai dari u1, η1 , u0 , dan η0.

Barisan gelombang yang hanya menjalar dalam arah x negatif harus memenuhi

hubungan antara kecepatan partikel horisontal u0 dan elevasi air η0 sebagai berikut :

u0=−√ gh

η2=2 u0(42)

Dengan memasukkan hubungan di atas, maka Persamaan (42) dapat ditulis:

u2=u0+12 (u1+√ g

hη1)

(43)

atau

η2=12

η1+12 √ h

g(u1+2u0)

(44)

b. Gelombang dua dimensi

Untuk kasus gelombang dalam dua dimensi, hubungan karakteristik diberikan oleh

hubungan permukaan karakteristik. Pengembangan kasus satu dimensi yang dijelaskan di atas

akan digunakan disini. Pada umumnya arah penjalaran terbentuknya gelombang diberikan

dan konstan. Kemudian karakteristik negatif dalam arah yang konstan. Sedangkan pada sisi

lain, arah karakteristik positif berhubungan dengan refleksi gelombang yang mungkin

berbeda dengan terbentuknya gelombang.

Syarat batas pada daerah laut bebas dapat dituliskan sebagai berikut:

∂ζ∂ t

√gh∂ζ∂ x

=0(45)

Syarat batas tertutup dalam model ini menggunakan asumsi garis sebagai dinding. Sehingga

tidak ada aliran air yang melewatinya, dan gelombang terrefleksi secara sempurna. Secara

matematis syarat batas ini dapat dituliskan:

∂ M∂ x

=0dan

∂ N∂ y

=0(46)

[email protected] Hal 10

Page 11: Model Numerik Linier Tunami n1

[email protected] Hal 11