View
65
Download
11
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada kondisi penglihatan binocular normal, bayangan suatu benda jatuh secara
bersamaan di fovea masing-masing mata ( fiksasi fovea), dan posisi kedua meridian retina tegajk
lurus. Setiap penyimpangan dari penjajaran ocular sempurna disebut strabismus. Ketidak
sejajaran tersebut dapat terjadi disegala arah – kedalam, keluar, atas, bawah atau torsional.
Strabismus yang terjadi pada kondisi penglihatan binocular disebut strabismus manifest,
heterotropia atau tropia. Suatu deviasi yang hanya muncul setelah penglihatan binocular
terganggu ( missal dengan penutupan salah satu mata ) disebut strabismus laten, atau foria.
Strabismus dijumpai pada sekitar 4% anak. Strabismus manifest ( tropia ) memiliki
berbagai macam tipe. Diantaranya esotropia, eksotropia, hipertropia, hipotropia, insiklotropia
dan eksiklotropia. Esotropia adalah jenis strabismus yang paling sering ditemukan, sedangkan
eksotropia lebih jarang ditemukan dibandingkan esotropia. Insidennya meningkat secara
bertahap seiring dengan usia. Tidak jarang bahwa suatu tendensi eksotropia berawal dari suatu
eksoforia yang berkembang menjadi eksotropia intermitten dan akhirnya menjadi eksotropia
yang menetap apabila tidak dilakukan terapi.
Eksotropia intermitten merupakan penyebab lebih dari separuh kasus eksotropia. Onset
deviasi mungkin pada tahun pertama dan dalam praktiknya semua kasus sudah muncul pada usia
5 tahun. Dari anamnesis sering diketahui bahwa kelainan ini memburuk secara progresif. Suatu
tanda yang khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang.1
1.2 Batasan Masalah
Penulisan makalah ini dibatasi pada pembahasan mengenai Diagnosis dan
Penatalaksanaan Ekstropia Intermitten.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca
mengenai bagaimana mendiagnosis .
1
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk kepada beberapa
literatur.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFENISI
Strabismus adalah suatu istilah dimana bola mata mengalami kesalahan dalam pengaturan
posisi. Kata lain dari strabismus adalah “squint” atau juling. Istilah ini muncul dari kenyataan
bahwa pasien strabismus sering menjulingkan salah satu matanya untuk menutupi satu dari dua
penglihatan yang mereka lihat. Wujud dari gangguan ini disebut heterotropia atau tropia untuk
singkatnya.2
2.2 ANATOMI
Dalam orbita, mata ditahan oleh enam otot ekstraokular (empat otot rektus dan dua otot
obliq), ligamen yang menguatkan, dan dikelilingi oleh lemak orbital. Persaingan saling tarik
menarik terjadi antara otot rektus dan obliq. Keempat otot rektus insersi pada bagian anterior
sampai ke tengah, dan menarik mata ke posterior, sedangkan kedua otot obliq insersi pada bagian
anterior sampai ke tengah, dan menarik mata ke anterior melawan tarikan dari anterior. Lemak
orbital posterior juga ikut menekan mata kedepan.2
Gambar 1. Anatomi otot mata1
Biasanya mata kita diatur sehingga kedua fovea tertuju pada target visual yang sama;
istilah tersebut terjadi pada orthotropia.
3
Pada persarafan, nervus okulomotorius ( N III ) mempersarafi m. rektus medialis, rektus
inferior, rektus superior dan obliqus inferior. Nervus abducens ( N VI ) mempersarafi m. rektus
lateralis. Nervus troklearis ( N IV ) mempersarafi m. obliqus superior. Agar terjadi penglihatan
binocular normal, diperlukan syarat utama, yaitu bayangan jatuh pada kedua fovea sebanding
dengan ketajaman maupun ukuran, posisi kedua mata dalam setiap arah gerakan sedemikian
rupa, susunan syaraf pusat dan syaraf kranialis yang normal. Kelainan salah satu dari ketiga hal
tersebut mengakibatkan strabismus.2
2.3 ETIOLOGI 3
1. Dewasa
Penyakit orbita (Neoplasma)
Penyakit vaskuler (Diabetes, hipertensi, aneurrisma, trombosis sinus cavernosus)
Trauma
Tumor otak ( glioma, meningioma) dan tumor telinga (Neuroma akustik)
Peningkatan tekanan intracranial
Inflamasi (Sarkoidisis, infeksi oleh herpes zoster, vaskulitis dan guillain-barre
2. Bayi dan Anak
Trauma kelahiran
Kelainan congenital
2.4 PATOFISIOLOGI
Koordinasi pergerakan otot mata ektraokuler diatur menurut hukum Hering, yaitu pada
setiap gerakan mata ke arah yang sama, pasangan otot kedua mata akan mendapat rangsangan
yang sama besar. Nervus abdusens hanya mempersyarafi m. rectus lateralis saja, sehingga
kelumpuhan syaraf ini hanya mengakibatkan gangguan abduksi saja dan mata bergulir ke medial
menjadi esotropia. Pada keadaan ini gerakan mata ke lateral memerlukan rangsangan yang lebih
besar untuk menggerakkkan m. rectus lateralis dan mengakibatkan aksi lebih (veraction)
pasangan ototnya yaitu m. rectus medialis pada mata kontra lateral.
4
2.5 GEJALA KLINIS 4
1. Gangguan pergerakan mata kearah luar. Abduksi nyata pada kelumpuhan total (paralysis)
yang tidak dapat melampaui garis tengah dan kurang pada parese.
2. Diplopia homonym, menjadi lebih hebat jika mata digerakkan ke arah luar. Pada anak < 6
tahun diplopia tidak terjadi karena pola sensorisnya belum tetap, namun timbul supresi
pada mata yang abnormal. Diplopia dapat terjadi secara tiba-tiba pada dewasa karena
pola sensorisnya sudah tetap dan bayangan jatuh pada retina.
3. Mata berdeviasi kearah nasal. Deviasi menghilang, bila mata digerakkan ke arah yang
berlawanan dengan otot yang lumpuh.
4. Esotropia pada posisi primer dimana besat esotropia bertambah bila mata digerakkan ke
arah gerakan m. rectus lateralis yang lumpuh.
5. kepala dimiringkan ke otot yang lumpuh (ocular torticolis), sebagai kompensasi
ketidakmampuan mata untuk bergerak kea rah tertentu..
6. Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat objek pada lokalisasi yang benar.
7. Dapat terjadi vertigo dan vomitus
2.6 KLASIFIKASI
Kelainan kedudukan mata dapat dibagi dalam :
strabismus -paralitik (noncomitant) = incomitant
strabismus nonparalitik = (comitant = concomitant)
strabismus manifes (heterotropia)
strabismus laten (heteroforia)
Srabismus akomodatif
Strabismus non akomodatif
2.7 PEMERIKSAAN
2.7.1 PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENGLIHATAN
Distance Visual Acuity (Tajam penglihatan jauh)
Beberapa tes yang bisa digunakan untuk menilai tajam penglihatan jauh adalah
snellen chart, tes HOTV, simbol LEA, E test untuk yang buta huruf dan gambar Allen.
5
Seperti pemeriksaan tajam penglihatan pada keadaan lain dimulai dari mata kanan kemudian
mata kiri.
Pemeriksaan tajam penglihatan pada anak-anak biasanya sulit dan pemeriksa bisa
mengevalusi dengan metode CSM. C (corneal reflex) menunjukkan lokasi dari reflek kornea
ketika pasien memfiksasi cahaya dari lampu pemeriksa. S (steadiness) menunjukkan
kemampuan mempertahankan fiksasi saat cahaya tidak bergerak dan saat cahaya digerakkan
perlahan. M (maintain) menunjukkan kemampuan memelihara kelurusan mata ketika mata
sebelahnya ditutup.4
Near Visual Acuity (Tajam Penglihatan Dekat)
Dengan menggunakan kartu yang dicetak terstandar. Kartu diletakkan pada jarak
sekitar 14 inci (35 cm).4
Uji Crowding Phenomena
Penderita diminta membaca huruf kartu Snellen sampai huruf terkecil yang dibuka
satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat
sebaris huruf yang sama. Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf yang diisolasi
ke huruf dalam baris maka disebut adanya fenomena crowding pada mata tersebut. Mata ini
berarti menderita ambliopia.3
Uji Densiti Filter Netral
Dasar uji ini adalah diketahuinya bahwa pada mata yang ambliopia secara fisiologik
berada dalam keadaan beradaptasi gelap, sehingga bila pada mata ambliopia dilakukan uji
penglihatan dengan intensitas sinar yang direndahkan (memakai filter densiti netral) tidak
akan terjadi penurunan tajam penglihatan.
6
Uji ini dilakukan dengan memakai filter yang perlahan-lahan digelapkan sehingga
tajam penglihatan pada mata normal turun 50% sedangkan pada mata ambliopia fungsional
tidak terjadi atau hanya sedikit menurunkan tajam penglihatan dari pemeriksaan sebelumnya.
Dibuat terlebih dahulu gabungan filter (kodak # 96,N.D.2.00 dengan 0.50) sehingga
tajam penglihatan pada mata normal turun dari 20/20 menjadi 20/40 atau turun 2 baris pada
kartu pemeriksaan. Gabungan filter tersebut ditaruh pada mata yang diduga ambliopia.
Bila ambliopia adalah fungsional maka paling banyak tajam penglihatan berkurang
satu baris atau tidak terganggu sama sekali. Bila mata tersebut ambliopia organik maka tajam
penglihatan akan sangat menurun dengan pemakaian filter tersebut.3
Visuoskop
Visuoskop adalah alat untuk menentukan letak fiksasi. Dengan melakukan visuoskopi
dan ditentukan bentuk fiksasi monokular pada ambliopia.3
2.7.2 TES SENSORIK
Red Glass test
Pada tes ini melibatkan stimulasi dari kedua fovea mata yang berfiksasi dan daerah
ekstrafovea dari mata lain. Pertama, ukuran dari deviasi pasien diukur secara objectif. Kaca
merah diletakkan di depan mata yang tidak berdeviasi sementara pasien menfiksasi cahaya
putih. Tes ini dapat dilakukan untuk penglihatan dekat dan jauh. Diplopia ada jika pasien
melihat cahaya merah (malalui kaca) dan cahaya putih. Jika pasien Cuma melihat satu cahaya
(merah atau putih saja) berarti ada supresi. Pasien dengan NRC cahaya putih letaknya benar
yaitu di bawah dan kearah kanan dari cahaya merah. Pada pasien dengan ARC, cahaya putih
letaknya tidak benar yaitu terlihat pas dibawah cahaya merah.4
7
2.7.3 DUKSI DAN VERSI
Duksi (Rotasi Monokular)
Dengan satu mata tertutup, mata yang lain mengikuti suatu sumber cahaya yang
bergerak dalam semua arah pandangan. Setiap penurunan gerakan rotasi mengisyaratkan
adanya kelemahan bidang kerja otot yang bersangkutan.1
Gambar 2. Duksi2
Versi (Gerakan Mata Konjugat)
Hukum Hering menyatakan bahwa otot-otot pasangan searah (yoke muscle) menerima
stimulasi yang setara pada setiap mata yang konjugat. Versi diperiksa dengan menyuruh mata
pasien mengikuti suatu sumber cahaya di sembilan posisi diagnostik: primer –lurus ke depan;
sekunder-kanan, kiri, atas, dan bawah; dan tersier-atas dan kanan, bawah dan kanan, atas dan
kiri, dan bawah dan kiri. Gerakan rotasi salah satu mata terhadap mata yang lain dicatat
sebagai suatu overaction atau underaction. Berdasarkan perjanjian, pada posisi tersier, otot-
8
otot oblikus dikatakan bekerja berlebihan (overacting) atau kurang bekerja (under action)
dalam kaitannya dengan otot rektus pasangannya. Fiksasi dalam bidang kerja suatu otot yang
paretik menimbulkan overaction otot pasangannya, karena diperlukan persarafan yang lebih
besar untuk kontraksi otot yang underacting. Sebaliknya, fiksasi oleh mata normal akan
menyebabkan otot yang lemah kurang bekerja.2
Gambar 3. Versi2
Konvergensi
Sewaktu mengikuti sebuah benda yang bergerak mendekat, maka kedua mata harus
berputar ke dalam untuk mempertahankan kesejajaran sumbu penglihatan dengan objek yang
bersangkutan. Otot-otot rektus medialis berkontraksi dan otot-otot rektus lateralis melemas di
bawah pengaruh stimulasi dan inhibisi saraf.
Konvergensi adalah suatu proses aktif dengan komponen volunter kuat dan
involunter. Salah satu pertimbangan penting dalam mengevaluasi otot-otot ekstraokular pada
strabismus adalah konvergensi.
Untuk memeriksa konvergensi, sebuah benda kecil atau sumber cahaya secara
perlahan dibawa mendekat ke jembatan hidung. Perhatian pasien ditujukan kepada benda
tersebut dengan mengatakan ”Usahakan sekuat mungkin jangan sampai bayangan terlihat
ganda”. Dalam keadaan normal, konvergensi dapat dipertahankan sampai benda terletak
9
dekat dengan jembatan hidung. Nilai numerik konvergensi yang sebenarnya dapat ditentukan
dengan mengukur jarak dari jembatan hidung (dalam sentimeter) pada saat mata ”kalah”
(yakni saat mata nondominan bergerak ke lateral sehingga konvergensi tidak dapat lagi
dipertahankan). Titik ini disebut titik dekat konvergensi, dan nilai sampai 5 cm (2 inci)
dianggap masih dalam batas normal.2
Divergensi
Elektromiografi telah memastikan bahwa divergensi adalah suatu proses aktif, bukan
semata-mata relaksasi konvergensi seperti sebelumnya diyakini oleh beberapa penulis.
Secara klinis, fungsi ini jarang diperiksa kecuali dalam meneliti amplitudo fusi.1
2.7.4 Pengukuran Dari Deviasi
Uji Tutup Mata (Cover Test)
Sewaktu pemeriksa mengamati satu mata, didepan mata lain ditaruh penutup untuk
menghalangi pandangannya. Apabila mata yang diamati bergerak untuk mengambil fiksasi,
mata tersebut sebelumnya tidak melakukan fiksasi, dan terdapat deviasi manifes (strabismus).
Arah gerakan memperlihatkan arah penyimpangan (misalnya mata bergerak ke luar apabila
terdapat esotropia).2
10
Gambar 4. Cover Test eksotropia
Uji Membuka Penutup (Uncover Test)
Sewaktu penutup diangkat setelah uji penutupan, dilakukan pengamatan pada mata
yang sebelumnya ditutup tersebut. Apabila posisi mata tersebut berubah, terjadi interupsi
penglihatan binokular yang menyebabkab berdeviasi, dan terdapat heteroforia. Arah gerakan
korektif memperlihatkan jenis heteroforianya.1
Uji Tutup Mata Berganti (Cover-Uncover Test)
Penutup ditaruh berselang-seling dii depan mata yang pertama dan kemudian mata
yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia ditambah heteroforia apabila
juga ada).2
11
Gambar 5. Cover Uncover Test2
2.7.5 Uji Reflek Kornea Hisrcberg
Adanya juling ditentukan dengan menggunakan senter dan melihat reflek sinar pada
kornea. Pada uji ini mata disinari dengan jarak sekitar 33 cm (13 inci). Refleks cahaya
diproyeksikan lurus ke depan dan kedua kornea diamati Reflek sinar pada mata normal
terletak pada kedua mata sama-sama di tengah pupil. Bila satu reflek sinar di tengah pupil
sedang pada mata lain di nasal berarti pasien juling ke luar atau eksotropia dan sebaliknya
bila reflek sinar berada pada bagian temporal berarti mata tersebut juling ke dalam atau
esotropia. Setiap pergeseran letak reflek sinar dari sentral kornea 1 mm berarti ada deviasi
bola mata 7 derajat atau 15. Kalau reflek cahaya pada pinggir pupil sekitar 2 mm dari
tengah pupil maka sudut deviasinya 15 derajat , setara dengan 30. Bila reflek cahaya di
daerah mid-iris sekitar 4 mm dari tengah pupil berarti deviasi 30 derajat atau 60.(3,4)
12
Gambar 6..Hirscberg Test2
Uji Krimsky (Metode Refrleks Prisma)
Adalah metode modifikasi Hirschberg dengan menggunakan prisma. Prisma
ditempatkan di depan mata yang berdeviasi, dan kekuatan prisma yang diperlukan untuk
membuat reflek cahaya terletak di tengah merupakan ukuran sudut deviasi. Metode
hirschberg dan krimsky bisa tidak akurat, bahkan ketika dilakukan oleh orang yang ahli. Oleh
karena itu penggunaan metode ini sering dibatasi untuk pasien yang tidak kooperatif atau
pasien yang mempunyai penglihatan yang terlalu buruk yang tidak memungkinkan
pengukuran dengan teknik lain.(3,4)
Gambar 7. Krimsky Test1
13
Bruckner Test
Dilakukan dengan menggunakan direct opthalmoskope untuk menghasilkan red reflex
secara bersamaan pada kedua mata. Jika terdapat strabismus, mata yang deviasi akan
mempunyai reflek yang lebih terang dn cerah dibandingkan mata yang fiksasi. Pemeriksaan
ini hanya mendeteksi adanya defek tetapi tidak menentukan besar deviasinya. Bruckner test
ini terutama digunakan pada pelayanan kesehatan primer sebagai tes untuk skrining
strabismus dan anisometropia.4
Prisma Cover Test
Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan
semakin tinggi di depan satu atau kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji
penutupan mata berselang-seling. Misalnya untuk pengukuran esodeviasi penuh, penutup
dipindah-pindah sementara diletakkan prisma dengan kekuatan base-out yang semakin tinggi
di depan satu atau kedua mata sampai gerakan refiksasi horizontal pada mata yang berdeviasi
ternetralisasikan.4
14
Gambar 8. Prisma Cover Test1
Maddox Rod Test (Uji Batang Maddox)
Menggunakan alat spesial yang dirangkai dari beberapa silinder yang paralel yang
mengubah sumber cahaya menjadi kesan garis. Karena fusi dihalangi oleh maddox rod,
heteroporia dan heterotropia tidak bisa dibedakan. Maddox rod bisa digunakan sebagai tes
untuk deviasi horizontal dan vertikal, dan bila dikonjugasikan dengan maddox rod yang lain
bisa untuk cyclodeviasi.4
Pada tes untuk deviasi horizontal maddox rod ditempatkan di depan mata kanan dan
silinder ditempatkan horizontal. Pasien memfiksasi titik cahaya dan kemudian melihat garis
vertikal dengan mata kanan dan cahaya putih dengan mata kiri. Apabila cahaya melapisi
garis berarti ortoforia, bila cahaya pada sisi kiri garis berarti didapatkan esodeviasi, dan jika
cahaya pada sisi kanan garis maka berarti terdapat eksodeviasi. Dengan prosedur yang sama,
tetapi silinder ditempatkan vertikal dipakai untuk menilai deviasi vertikal. Untuk mengukur
15
besarnya deviasi pemeriksa menganti prisma dengan kekuatan berbeda sampai garis melapisi
sumber cahaya.4
Double Maddox Rod Test (Uji Batang Maddox Ganda)
Digunakan untuk menentukan cyclodeviasi. Maddox rod ditempatkan di depan
masing-masing mata dalam trial frame dengan batang ditempatkan vertikal sehingga pasien
melihat gambaran garis horizontal. Pasien atau pemeriksa merotasikan aksis dari batang
sampai garis terasa paralel. Untuk memudahkan pasien mengenal dua garis, dibantu dengan
menempatkan prisma kecil lebih tinggi dari dasar atau lebih rendah pada satu mata. Derajat
dari deviasi dan arah (incyclo atau excyclo) bias ditentukan dari sudut rotasi yang
menyebabkan gambaran garis muncul horizontal dan parallel.4
Red Glass Test (Uji Kaca Merah)
Pada red glass test, lensa merah ditempatkan di depan mata kanan. Tes ini digunakan
untuk tujuan yang sama dengan maddox rod test tetapi tidak bisa dipakai untuk menilai
cyclodeviasi. Seperti pada maddox rod test, prisma digunakan untuk mengeliminasi
horizontal atau vertikal diplopia, dan besarnya deviasi dicatat.4
Angle Kappa (Sudut Kappa)
Angle kappa adalah sudut antara sumbu penglihatan dan sumbu bola mata secara
anatomi. Jika fovea arah temporal dari axis pupil, reflek cahaya kornea akan berada arah
nasal dari tengah kornea. Ini disebut sudut kappa positif dan menimbulkan gambaran suatu
eksodeviasi. Jika posisi fovea arah nasal dari axis pupil, peflek cahaya kornea akan berada
arah temporal dari tengah kornea. Ini dinamakan sudut kappa negatif dan menirukan
16
esodeviasi. Salah satu penyebab sudut kappa positif adalah retinopahty of prematurity
dengan tarikan makula kearah temporal.4
Gambar 9.Angle Kappa1
Amblioskopi
Menggunakan target illuminasi yang terpisah, yang bisa dipindahkan-pindahkan.
Besarnya deviasi kemudian dibaca dari skala amblioskop.4
2.8 EKSOTROPIA INTERMITEN4
2.8.1 Definisi
Eksotropia intermiten merupakan tipe eksodeviasi yang mana deviasi laten dalam jangka
waktu tertentu dan muncul di waktu lain.
2.8.2 Karakteristik klinis
Awal kemunculan eksotropia intermiten biasanya dini, sebelum berusia 5 tahun, namun
dapat juga mulai terdeteksi pertama kali pada masa kanak-kanak. Dikarenakan untuk
17
menciptakan kesejajaran mata yang tepat pada eksotropia intermiten membutuhkan faktor fusi
kompensasi menjadi aktif, deviasi seringkali muncul saat waktu-waktu kurangnya perhatian pada
penglihatan, kelelahan, atau stres. Orangtua dari anak yang menderita eksotropia intermiten ini
sering melaporkan bahwasanya eksotropia terjadi di penghujung hari saat kelelahan atau selama
sakit, melamun, atau mengantuk. Paparan terhadap sinar terang seringkali menghasilkan refleks
penutupan pada satu mata.
Selama fase-fase awal dari kelainan, deviasi biasanya lebih besar saat penglihatan jauh
dibandingkan pada jarak dekat, dan eksotropia seringkali terlihat jika objek penglihatan jauh.
Kemudian, eksodeviasi jauh dan dekat akan cenderung memiliki besar yang sama walaupun
kontrol penglihatannya masih bagus. Eksotropia intermiten dapat dihubungkan dengan
hipertropia kecil, pola A dan V, dan disfungsi otot oblik .
Pada kebanyakan pasien, eksotropia intermiten yang tidak diterapi dapat berlanjut ke
eksotropia konstan. Selama proses ini, episode tropia terjadi pada tingkat lebih ringan kelelahan
dan dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama. Anak-anak yang berusia lebih kecil dari 10
tahun mungkin dapat mengeluhkan diplopia pada awalnya tetapi seringkali memiliki adaptasi
kortikal supresi dan korespondensi retina yang abnormal. Namun demikian, korespondensi retina
normal dan fungsi binokular baik tetap ada saat mata melihat lurus. Amblyopia jarang terjadi
walaupun eksotropia intermiten berlanjut ke eksotropia konstan atau hampir konstan pada usia
dini atau jika tidak ada faktor amblyopia lain yang muncul, seperti anisometropia.
2.8.3 Penilaian
Penilaian klinis dimulai dengan riwayat usia kemunculan strabismus dan ditentukan
waktu dimana eksotropia lebih sering muncul. Seorang dokter merekam seberapa sering dan
dalam keadaan apa saja deviasi dapat muncul. Penilaian secara kualitatif terhadap kontrol
eksodeviasi memperlihatkan bahwasanya pemeriksaan merupakan komponen yang penting
dalam menilai dan dikategorikan dalam :
- Kontrol baik : eksotropia muncul hanya sesudah uji tutup mata, dan pasien
mengembalikan penglihatannya dengan cepat tanpa berkedip atau refiksasi.
- Kontrol sedang : eksotropia muncul setelah penglihatan diganggu dengan uji tutup
mata, dan pasien mengembalikan penglihatannya hanya setelah berkedip atau
refiksasi .
18
- Kontrol jelek : eksotropia muncul secara spontan dan dapat bertahan dalam
waktu yang lama.
The New Castle Control Score digunakan oleh beberapa dokter ahli mata untuk
menentukan derajat kontrol kuantitatif pasien dengan eksotropia intermiten. Ini juga dapat
memprediksi kebutuhan untuk tindakan operasi pada pasien ini di kemudian hari.
Uji tutup prisma dan alternatif lainnya dapat digunakan untuk menilai eksodeviasi pada
fiksasi dengan jarak 20 kaki dan 14 inci. Pengukuran jarak jauh pada 100-200 kaki (di ujung
lorong atau di luar jendela) dapat lebih mendemonstrasikan deviasi laten atau memunculkan
yang lebih besar lagi. Deviasi pada fiksasi dekat lebih jarang bila dibandingkan dengan deviasi
pada jarak jauh. Perbedaan ini dikarenakan rasio konvergensi akomodasi per akomodasi (AC/A)
tinggi atau fusi proksimal yang bertahan. Rasio AC/A yang tinggi adalah mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan kesejajaran pada fiksasi dekat.
Tenacious Proximal Fusion adalah pertemuan (vergence) proksimal sesudah efek yang
muncul kemudian terjadi pada beberapa pasien dengan eksotropia intermiten; efek yang muncul
kemudian ini terjadi karena mekanisme fusi penghamburan yang lambat (slow to dissipate) yang
mencegah manifestasi eksotropia intermiten di fiksasi dekat dengan uji tutup singkat (brief cover
test) . Untuk pasien dengan eksodeviasi lebih signifikan pada jarak jauh dibandingkan jarak
dekat, uji tutup alternatif dekat setelah 1 jam oklusi monokular untuk menyingkirkan efek dari
tenacious proximal fusion dapat membantu membedakan antara pasien dengan rasio AC/A yang
benar-benar tinggi dengan mereka yang memiliki rasio AC/A tinggi palsu (pseudohigh). Seorang
pasien dengan rasio AC/A tinggi palsu akan memiliki hasil yang sama pada pengukuran jarak
dekat dan jauh setelah oklusi; pasien yang memiliki rasio AC/A yang benar-benar tinggi akan
tetap memiliki eksodeviasi kurang secara signifikan pada jarak dekat. Pengujian dengan lensa
+3D pada jarak dekat atau -2D pada jarak jauh akan mengonfirmasi rasio AC/A.
2.8.4 Klasifikasi
Eksotropia Intermiten secara tradisional diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok,
didasarkan pada perbedaan pengukuran uji prisma dan tutup alternatif pada jarak jauh dan jarak
dekat dan perubahan pada pengukuran jarak dekat yang dihasilkan oleh oklusi unilateral atau
lensa +3D.
19
- Eksotropia tipe dasar muncul ketika eksodeviasi muncul kurang lebih sama pada
fiksasi jauh dan dekat.
- Eksotropia tipe divergen berlebih terdiri dari eksodeviasi yang lebih besar pada
fiksasi jauh dibandingkan dekat dan terbagi menajdi divergen berlebih asli dan
divergen berlebih terstimulasi.
- Eksotropia tipe insufisiensi konvergen muncul ketika eksodeviasi lebih besar pada
jarak dekat dibandingkan jarak jauh. Tipe ini menyingkirkan insufisiensi konvergen
terisolasi.
Uji sensorik biasanya menunjukkan stereopsis yang baik dengan korespondensi retina normal
ketika deviasi laten dan supresi sedangkan penyesuaian retina abnormal ketika deviasi muncul.
Namun demikian, jika deviasi muncul jarang, diplopia dapat bertahan selama kemunculan
manifestasi diatas.
2.8.5 Terapi
Walaupun banyak pasien dengan eksotropia intermiten akan membutuhkan
pembedahan, banyaknya pendapat mengenai waktu pembedahan dan penggunaan metode non-
pembedahan untuk menunda atau memungkinkan mencegah melakukan tindakan pembedahan.
Beberapa dokter mata lebih memilih untuk menunda pembedahan pada anak-anak yang masih
muda yang mana memiliki tajam penglihatan pre-operasi dan stereopsis yang bagus dapat saja
berubah menjadi esotropia sudut kecil, amblyopia, dan penurunan stereopsis. Namun demikian,
dokter mata lainnya khawatir penundaan pembedahan yang terlalu lama dapat menyebabkan
perkembangan supresi permanen dan kehilangan stabilitas jangka panjang akibat koreksi
pembedahan.
a. Manajemen non-pembedahan
Lensa koreksi diresepkan untuk miopia signifikan, astigmatisme, dan kesalahan refraksi
hiperopia. Koreksi bahkan untuk miopia ringan dapat memperbaiki eksodeviasi. Hiperopia
derajat ringan hingga sedang tidak begitu rutin dikoreksi pada anak-anak dengan eksotropia
intermiten jika khawatir adanya perburukan dari deviasi. Namun demikian, beberapa pasien
dengan hiperopia yang lebih dari 4 D ( atau lebih dari 1,5 D anisometropia hiperopia) mungkin
20
akan mendapat perbaikan yang lebih baik untuk eksodeviasinya setelah koreksi optik. Anak-anak
dengan hiperopia berat mungkin dapat mempertahankan akomodasi yang dibutuhkan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas, kekurangan usaha akomodasi menghasilkan gambaran retina
yang kabur dan bermanifestasi sebagai eksotropia. Koreksi optik dapat memperbaiki kejelasan
gambaran retina dan membantu mengontrol eksodeviasi.
Beberapa dokter mata menggunakan kekuatan lensa minus tambahan, biasanya 2-4 D
melebihi koreksi kesalahan refraksi, untuk menstimulasi konvergensi akomodasi dalam
mengontrol eksodeviasi. Terapi ini dapat menyebabkan astenopia pada anak-anak usia sekolah ,
tetapi dapat efektif sebagai pengukuran yang tertunda dalam memicu fusi dan menunda tindakan
pembedahan selama tahun-tahun penglihatan imatur.
Tes oklusi (patching) separuh waktu pada mata dominan (non-deviasi) 4-6 jam per hari,
atau bergantian per harinya ketika tidak ada kecenderungan salah satu mata yang dominan
muncul, dapat menjadi terapi yang efektif untuk deviasi derajat kecil hingga menengah,
walaupun manfaat yang dihasilkan seringkali sementara dan pada pasien ini tidak jarang
membutuhkan tindakan pembedahan. Mekanisme pasti dimana oklusi dapat memperbaiki
eksotropia intermiten tidak diketahui, kemungkinan, oklusi menganggu supresi dan mendasari
terapi orthopia pasif. Di sisi lain, oklusi secara lengkap mencegah latihan fusi, dimana
mempercepat progresi akselerasi.
Terapi othopia aktif (active orthoptic treatments), yang mana terdiri dari terapi
antisupresi atau kesadaran diplopia dan latihan konvergensi penglihatan, dapat digunakan
tersendiri atau dalam kombinasi dengan penambalan, lensa minus, dan pembedahan. Untuk
deviasi 200 atau kurang, terapi orthopia sendiri dilaporkan oleh beberapa penulis memiliki
tingkat keberhasilan jangka panjang bila dibandingkan dengan pembedahan. Penulis lainnya
menemukan tidak ada manfaat dan pembedahan yang direkomendasikan untuk setiap deviasi
jelek terkontrol.
Prisma berbasis dapat digunakan untuk memicu fusi pada eksotropia intermiten, tetapi
pilihan terapi ini jarang dipilih untuk manajemen jangka panjang karena dapat menyebabkan
pengurangan dalam amplitudo penyatuan penglihatan. (fusional vergence amplitudes)
21
b. Terapi pembedahan
Pembedahan dilakukan ketika progresivitasnya mengarah pada eksotropia konstan, yang
dibuktikan dengan deviasi yang sering muncul, atau ketika kontrolnya jelek. Tidak ada
kesepakatan umum mengenai indikasi spesifik, namun demikian hasil sensorik terbaik mungkin
dapat dicapai dengan kesejajaran motor sebelum usia 7 atau sebelum 5 tahun dari munculnya
strabismus, atau selama deviasi masih intermiten. Banyak ahli bedah menggunakan manifestasi
deviasi yang lebih dari 50% dari waktu sebagai kriteria untuk pembedahan.
Resesi simetrik pada kedua muskulus rektus lateral adalah prosedur pembedahan yang
paling sering untuk eksotropia intermiten. Resesi satu muskulus rektus lateral dikombinasikan
dengan reseksi muskulus medial ipsilateral merupakan alternatif yang diterima dan dapat dipilih
pada pasien dengan eksotropia intermiten tipe dasar. Beberapa ahli bedah starbismus melakukan
resesi muskulus rektus lateral unilateral pada pasien dengan eksodeviasi lebih kecil.4
22
BAB III
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Eksotropia merupakan jenis strabismus divergen. Eksotropia intermitten merupakan
penyebab lebih dari separuh kasus eksotropia. Dari anamnesis, sering diketahui bahwa kelainan
tersebut memburuk secara progresif. Suatu tanda khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya
terang. Eksotropia manifest pertama kali terlihat pada fiksasi jauh. Pasien biasanya melakukan
fusi pada penglihatan dekat, mengatasi eksoforia bersudut besar atau kecil. Terapi non bedah
sebagian besar terbatas pada koreksi refraksi dan terapi ambliopia. Sebagian besar pasien
eksotropia intermitten memerlukan tindakan bedah bila control terhadap fusi nya memburuk.
4.2 Saran
Pemeriksaan strabismus amat banyak ragamnya, sehingga pemilihan dan penilaian yang
dilakukan sebaiknya diiringi dengan pemahaman untuk tiap-tiap pemeriksaan yang akan
dilakukan
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G, MD. Strabismus dalam : Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika,
Jakarta, 2000,
2. Wright, Kenneth W, Strabismus dalam : Handbook of Pediatric Strabismus and Amblyopia.
Springer, 2006
3. Ilyas S; Strabismus dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI,
2002
4. American Academy of Ophthalmology. Section 6 Pedriatric Ophthalmology and Strabismus.
2008 – 2009, San Fransisko.
24
Recommended