View
21
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
obesitas masalah pada kesehatan anak di indonesia
Citation preview
REFERAT
OBESITAS PADA ANAK
Pembimbing:
Dr. Lanny C. Gultom, SpA
Oleh:
Syarifah Ro’fah
1110103000045
MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
Obesitas merupakan kondisi patologis yang ditandai dengan penimbunan
jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Berbeda dengan istilah overweight, yang
merupakan kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat ideal akibat
bertambahnya massa tubuh seperti otot dengan ataupun tanpa akumulasi lemak. 1,2
Masalah obesitas terjadi pada semua kelompok umur dan semua strata sosial
ekonomi. Menurut data RISKESDAS tahun 2010, disebutkan bahwa prevalensi
anak kegemukan dan obesitas pada usia 6-12 tahun ialah sebesar 9,2%. Penelitian
lain menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas dua kali
lipat setiap tahun, terutama pada usia anak sekolah.3
Kejadian obesitas pada anak tidak dapat dianggap remeh, karena dapat
menimbulkan komplikasi berlanjut hingga dewasa dan menjadi faktor resiko
berbagai penyakit metabolik, degeneratif, dan penyakit yang berkaitan dengan
obesitas.3
Penyebab obesitas yang multifaktorial sangat menyulitkan usaha
mengatasinya. Sehingga tatalaksana obesitas dititikberatkan pada usaha
pencegahan. Selain pencegahan terhadap obesitas itu sendiri, penting juga untuk
dilakukan pencegahan terhadap dampak obesitas.1
Dalam referat ini akan dibahas mengenai obesitas pada anak. Diharapkan
dengan mengetahui dan memahami obesitas, dapat dilakukan diagnosis,
tatalaksana hingga pencegahan obesitas dalam upaya meningkatkan kualitas hidup
dan kesehatan anak.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologi Keseimbangan Energi
Setiap sel dalam tubuh memerlukan energi untuk menjalankan fungsi
homeostatis serta keberlangsungan hidupnya. Energi yang dibutuhkan didapatkan
dari masukan makanan sehari-hari.4
Sebagaimana hukum termodinamika, energi tidak dapat diciptakan maupun
dimusnahkan, melainkan diubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Energi kimia
yang tersimpan dalam nutrien, diserap dan diolah menjadi energi tinggi sebagai
bahan bakar utama sel.4
Masukan energi kedalam tubuh akan digunakan untuk kerja eksternal dan
kerja internal. kerja eksternal adalah energi yang dikeluarkan ketika otot rangka
bergerak dalam hubungannya dengan lingkungan. Kerja internal adalah semua
bentuk pengeluaran energi yang bertujuan mempertahankan kehidupan dan tidak
bersifat mekanis diluar tubuh. Selain dikeluarkan lewat dua hal tersebut, energi
disimpan sebagai cadangan didalam tubuh.4
Gambar 1. Energy input dan energy output5
Karena energi tidak dapat dimusnahkan, maka energi yang masuk kedalam
tubuh harus sama dan seimbang dengan energi yang dikeluarkan. Terdapat tiga
kemungkinan status keseimbangan energi seseorang. Ketiganya adalah: 4
2
a. Keseimbangan energi netral, jika jumlah masukan dan keluaran energi
berada dalam keseimbangan dan berat tubuh tidak berubah.
b. Keseimbangan energi positif, jika jumlah masukan lebih besar dari keluaran
energi dan berat tubuh bertambah.
c. Keseimbangan energi negatif, jika energi yang berasal dari masukan lebih
kecil dari kebutuhan energi tubuh sehingga perlu menggunakan simpanan
energi dan karenanya berat badan tubuh berkurang.
Masukan energi sangat diperngaruhi oleh asupan makan, dimana asupan
makanan terutama dikendalikan oleh hipotalamus. Nukleus arkuatus hipotalamus
mempunyai dua subset neuron yang penting dalam kontrol jangka panjang
keseimbangan energi dan berat badan serta kontrol jangka pendek asupan
makanan sehari-hari.5
Satu subset mengeluarkan neuron peptida Y yang merupakan perangsang
nafsu makan yang kuat. Subset yang lain mengeluarkan melanokortin terutama
alfa melanocyte stimulating hormon yang dapat menekan nafsu makan. Kedua
subset neuron ini dapat aktif dengan perangsangan pesan kimia yang masuk
kedalam nukleus arkuatus.5
Gambar dibawah ini menjelaskan faktor-faktor yang berperan dalam kontrol
keseimbangan energi terutama asupan makan.
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi asupan makanan5
3
2.2. Definisi dan Kriteria Obesitas
Definis obesitas sangat bervariasi bergantung pada sumber informasi yang
diperoleh. Dalam kamus kedokteran Dorland disebutkan bahwa obesitas adalah
peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan rangka dan fisik, sebagai
akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh.
Kriteria obesitas paling umum ditentukan berdasarkan data antropometri.
Tiga metode pengukuran antropometri dibawah ini dapat digunakan dalam
penentuan obesitas.1
a. Berat badan/tinggi badan diatas persentil 90 atau 120% diatas berat badan
ideal. Berat badan lebih besar dari 140% didefinisikan sebagai
superobesitas. Dengan pengukuran ini, mencerminkan proporsi atau
penampilan namun tidak mencerminkan massa lemak tubuh.
b. Indeks masa tubuh (IMT) dihitung dengan cara berat badan dalam kilogram
dibagi kuadrat tinggi dalam meter, bila nilai IMT pada anak adalah lebih
besar sama dengan persentil 95 maka termasuk kedalam obeistas. WHO
mengeluarkan kurva klasifikasi IMT terbaru yang berdasarkan z-score,
digunakan untuk usia 0-5 tahun. Usia >5- 18 tahn menggunakan kurva
CDC.
Dibawah ini tabel penentuan kriteria status gizi menurut Waterlow, WHO
2006 dan CDC 2000.
Tabel 1. Penentuan status gizi menurut WHO dan CDC6
Status gizi BB/TB BB/TB WHO 2006 IMT CDC 2000
Obesitas
Overweight
Normal
Gizi kurang
Gizi buruk
>120
>110
>90
70-90
<70
>+3SD
>+2SD hingga +3SD
+2SD hingga -2 SD
-2SD hingga -3 SD
<-3 SD
>P95
P85-P95
4
c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK)
diatas persentil 85 merupakan indikator obesitas. Tebal lipatan kulit dapat
biseps, triceps, subskapular, dan suprailiaka.
2.3. Epidemiologi Obesitas
Obesitas pada anak dewasa ini merupakan masalah global yang ditemukan
tidak hanya di negara maju namun banyak juga ditemukan di negara berkembang.
Menurut berbagai penelitian epidemiologi, prevalensi obesitas pada anak
meningkat tiap tahunnya.1
Bertambahnya produk makanan cepat saji, perkembangan teknologi,
penggunaan kendaraan bermotor dan berbagai media elektronik, memberi dampak
ketidakseimbangan energi. Berkurangnya aktivitas fisik diikuti asupan kalori
tinggi, membuat status keseimbangan anak mengarah positif. 1
Menurut data RISKESDAS tahun 2010 disebutkan prevalensi anak
kegemukan dan obesitas pada usia 6-12 tahun ialah sebesar 9,2%. Penelitian lain
menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas meningkat
dua kali lipat setiap tahun, terutama pada usia anak sekolah.3,7
Pada tahun 2010 prevalensi kegemukan secara nasional di Indonesia adalah
14,0 persen, data ini mengalami peningkatan yaitu dari 12,2 persen tahun 2007
menjadi 14,0 persen tahun 2010. Dua belas provinsi memiliki masalah
kegemukan di atas angka nasional. Urutan ke 12 provinsi dari prevalensi
tertinggi sampai terendah adalah: (1) DKI Jakarta, (2) Sumatera Utara, (3)
Sulawesi Tenggara, (4) Bali, (5) Jawa Timur, 6) Sumatera Selatan, (7) Lampung,
(8) Aceh, (9) Riau, (10) Bengkulu, (11) Papua Barat dan (12) Jawa Barat.7
Prevalensi obesitas di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir pada usia
6-17 tahun meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Prevalensi di Rusia pada
usia 6-18 tahun adalah 6% - 10%, di Cina adalah 3,4% - 3,6%, dan di Ingrirs
adalah 22-31% dan 10-17%. Prevalensi obesitas anak-anak sekolah di Singapura
meningkat dari 9% menjadi 19%.1
2.4. Etiologi dan Faktor Resiko Obesitas
5
Gangguan homeostatis energi yang menjadi penyebab obesitas 90%
kasusnya disebabkan oleh faktor idiopatik atau disebut pula obesitas primer atau
nutritional, sementara 10% kasus disebabkan oleh faktor idiopatik atau obesitas
sekunder atau non nutrisional, yang disebakan kelainan hormonal, sindrom atau
genetik.1
Sebagian besar kasus dengan penyebab endogen dapat didiagnosis dengan
anamnesis riwayat serta pemeriksaan fisik yang teliti. Etiologi obesitas endogen
dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
Tabel 2. Penyebab endogen obesitas pada anak (ganggguan hormonal)1
Penyebab Hormonal Bukti Diagnostik
Hipotiroidism
Hiperkortikolism
Hiperinsulinisme primer
Pseudohipoparatiroidism
Lesi hipotalamus didapat
Kadar TSH ↑, kadar thyroxine ↓
Uji supresi deksametason abnormal;
Kadar kortisol bebas urin 24 jam ↑
Kadar insulin plasma ↑, kadar C-peptide ↑
Hipokalsemia, hiperfosfatemia, kadar PTH ↑
Adanya tumor, infeksi, sindrom, trauma, lesi
vaskualar hipotalamus.
Tabel 3.
Sindrom Genetik Karakteristik Klinis
Prader-Willi
Laurence Moon/Bardet-Bield
Alstrom
Borjeson-Forssman-Lehmann
Cohen
Turner
Obesitas, hiperfagia, retardasi mental,
hipogonadism, strabismus
Obestias, retardasi mental, retinopati
pigmentosa, hipogonadism, paraplegia spastik
Obesitas, retinitis pigmentosa, tuli, diabetes
melitus
Obesitas, retardasi mental, hipogonadism,
hipermetabolisme, epilepsi
Obesitas trunkal, retardasi mental, hipotonia,
hipogonadism
Perawakan pendek, ambiguous genitalia,
6
kelainan jantung bawaan, webbed neck,
obesitas, genotipe 45,XO
Penyebab endogen obesitas pada anak (sindrom genetik) 1
7
Obesitas idiopatik terjadi akibat interaksi multifaktorial. Secara umum
fakor-faktor tesebut dikelompokkan dalam faktor genetik dan faktor lingkungan.1
Faktor genetik yang diketahui berperan utama adalah parental fatness, anak
yang obesitas biasanya berasal dari keluarga dengan obesitas. Gen-gen yang
bekerja pada kontrol asupan makan dan keluaran energi, mengalami mutasi
sehingga fungsi kontrol pun tidak ada. Selain gen dengan efek sentral, beberapa
penelitian menemukan beberapa gen perifer yang juga mempengaruhi kejadian
obesitas.
Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab obesitas dikelompokkan
menjadi lima, yaitu nutrisional, aktivitas fisik, trauma (neurologis atau
psikologis), medikasi (steroid) dan sosial ekonomi.1
a. Nutrisional/perilaku makan
Peranan faktor nutrisional dimulai sejak masa gestasi. Jumlah lemak tubuh
dan pertumbuhan bayi sangat dipengaruhi oleh berat badan maternal dan kenaikan
berat badan selama antenatal. Selanjutnya kebiasaan orang tua memberikan susu
formula dalam jumlah berlebih membuat anak terbiasa mengkonsumsi makanan
melebihi kebutuhan, dan berlanjut hingga usia pra sekolah, usia sekolah, sampai
pada masa remaja.
Selain itu anak usia sekolah memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan
cepat saji, yang umumnya berenegi tinggi dengan kandungan lemak yang banyak.
Kebiasaan lain yang juga tidak sehat adalah mengkonsumsi camilan yang banyak
mengandung gula.
b. Aktivitas
Aktivitas fisik anak dewasa ini cenderung rendah dan menurun. Anak-anak
lebih banyak bermain didalam rumah dibanding diluar rumah, misalnya bermain
games komputer maupun media elektronik lain, menonton televisi, dan
sebagainya.
c. Sosial-ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku gaya hidup dan pola makan, serta
faktor peningkatan pendapatan, mampu mempengaruhi perubahan dalam
pemilihan jenis dan jumlah makanan.
8
9
2.5. Patofisiologi Obesitas
Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme
obesitas. Telah disebutkan sebelumnya, faktor lingkungan merupakan faktor
utama dalam obesitas, dan faktor lain yang berperan adalah kelainan dan mutasi
genetik.1
Menurut Andrew J Walley, patofisiologi obesitas dapat terjadi karena
gangguan pada keseimbangan energi, adiposit, dan neurobehavior.8
a. Obesitas dan keseimbangan energi
Obesitas telah lama dipandang sebagai penyakit dari keseimbangan energi.
Dapat terjadi karena masukan energi yang berlebihan ataupun kurangnya energi
yang dikeluarkan.1,8
Leptin merupakan adipokin yang dibebaskan dari jaringan adiposa,
berfungsi menekan nafsu makan dan sebagai regulator utama keseimbangan
energi dan berat badan. Leptin selain bekerja di sinyal kenyang, juga bekerja
dalam pengeluaran energi. Kadar leptin yang tinggi akan menyebabkan penurunan
kadar uncoupling protein (UCP1). Protein ini berfungsi sebagai termogenesis dan
penentuan basal metabolic rate dengan cara meningkatkan kerja simpatis pada
jaringan lemak coklat.4,8
b. Obesitas dan kelainan adiposit
Abnormalitas penyimpanan dan mobilisasi lemak adalah mekanisme lain
yang juga berpotensi dalam patofisiologi obesitas. Ketika kelebihan makronutrient
terutama glukosa dalam darah, akan terjadi perubahan glukosa menjadi glikogen.
Bila simpanan dalam hati dan otot telah memenuhi kapasitas, maka glukosa akan
dirubah menjadi asam lemak dan selanjutnya disimpan dalam adiposit.4,8
Penyimpanan lemak yang terus menerus akan membuat hipertrofi atau
pembesaran adiposit. Pada orang dewasa, adiposit akan mengalami pembesaran
namun tidak bertambah jumlahnya. Berbeda dengan obesitas yang terjadi pada
anak-anak, adiposit tidak hanya mengalami hipertrofi namun juga hiperplasia. Hal
inilah yang menyebabkan 75% anak yang mengalami obesitas akan berlanjut
hingga dewasa.8,5
10
c. Obesitas dan kelainan neurobehavior
Defek neurologis pada kontrol rasa lapar dan asupan makanan, menjadi
bagian penting dari patogenesis obesitas. Beberapa penelitan mendapatkan bahwa
mutasi gen yang berperan dalam obesitas monogenik ialah gen-gen yang termasuk
dalam kontrol rasa lapar pada jalur leptin-melanocortin.
2.6. Manifestasi Klinis Obesitas
Obesitas secara klinis jelas pada setiap umur, namun paling sering pada usia
1 tahun, 5-6 tahun dan masa remaja. Tanda dan gejala yang khas dari obesitas
adalah wajah yang membulat, pipi yang tembem, dagu rangkap, leher relatif
pendek, dada membusung, payudara membesar akibat jaringan lemak, perut
membuncit dengan dinding perut berlipat, dapat tampak striae berwarna putih atau
merah lembayung, ekstremitas biasanya besar dikedua paha atau lengan atas, jari
tangan relatif kecil, kedua tungkai umumnya berbentuk X, kedua pangkal paha
bagian dalam menempel dan bergesekan, menyebabkan laserasi dan ulserasi yang
menimbulkan bau tidak enak. Pada anak lelaki, penis tampak kecil karena
tersembunyi dalam jaringan lemak suprapubic (burried penis).1,2
Bentuk fisik obesitas menurut distribusi lemak dibedakan dalam apple
shape body atau android bila lebih banyak lemak di bagian atas tubuh dan pear
shape body atau gynoid bila lebih banyak lemak terdistribusi di bagian bawah
tubuh (pinggul dan paha). Bentuk yang pertengahan adalah intermediate. Apple
shape body cenderung lebih besar mengalami penyakit kardiovaskular, hipertensi
dan diabetes.1
Anak dengan obesitas dapat mengalami stress dan kesukaran sosial dan
psikologis. Stigmatisasi sosial anak obesitas di lingkungan dan sekolah sering kali
terjadi. Anak sekolah sering kali digoda, diintimidasi, dan dikeluarkan dari
aktivitas lain.2
Selain menilai dari tanda dan gejala klinis, tetap dibutuhkan pengukuran
yang lebih obyektif untuk menegakkan diagnosis. Pengukuran obyektif dapat
dilakukan dengan antropometri dan laboratorik.1
11
2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Obesitas
Bila datang seorang anak dengan keluhan obesitas, maka perlu dipastikan
apakah kriteria obesitas terpenuhi secara klinis maupun antropometris.
Selanjutnya perlu ditelusuri faktor resiko obesitas serta dampak yang mungkin
akan terjadi. Pola makan serta aktifitas fisik penting untuk ditelusuri.1
Bila kriteria obesitas sudah terpenuhi, perlu dilakukan skrining kelanjutan
meliputi lima area risiko kesehatan sebagai berikut. 1) riwayat keluarga,
menelusuri riwayat penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, hiperlipidemia,
atau riwayat obesitas kedua orangtua. 2) tekanan darah, dengan menggunakan
metode dan kriteria tekanan darah anak-anak. 3) kadar kolesterol total, kenaikan
diatas 200 mg/dL. 4) tambahan kenaikan tahunan IMT, yaitu kenaikan melebihi
dua unit dari tahun sebelumnya. 5) penilaian keprihatinan, emosional, dan
psikologik.2
Saat satu atau lebih dari lima hal tersebut positif, maka anak perlu mendapat
evaluasi medik yang diteliti untuk memikirkan patologis medik primer seperti
terdaftar pada diagnosis banding.2
Diagnosis banding obesitas biasanya berkaitan dengan gangguan endokrin
atau sindrom genetik.
Berikut dibawah ini alur diagnosis obesitas menurut The Endocrine
Society’s Clinical Guideline:9
12
Gambar 3. Diagnosis dan manajemen obesitas pada anak9
2.8. Pengobatan Obesitas
Tatalaksana obesitas harus komprehensif mencakup penanganan obesitas itu
sendiri dan dampak yang terjadi. Prinsip tatalaksana obesitas didasarkan
patofisiologinya yaitu mengurangi asupan dan meningkatkan pengeluaran energi.1
Teknik yang digunakan dalam terapi obesitas anak berbeda dengan dewasa.
Pembedahan dan balon lambung merupakan kontraindikasi untuk anak. Terapi
farmakologi tidak dapat dengan mudah diterapkan pada anak. Diet amat rendah
kalori tidak tepat karena dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan.2
Secara umum terapi obesitas dibagi atas modifikasi gaya hidup dan terapi
intensif. Modifikasi gaya hidup harus dilakukan berkelanjutan sebelum memilih
terapi intensif.1,9
Modifikasi gaya hidup diantaranya adalah pengaturan diet, peningkatan
aktifitas fisik, perubahan perilaku serta yang terpenting adalah dukungan dan
keterlibatan keluarga dalam proses terapi yang dilakukan. Tabel dibawah ini
merupakan rencana penurunan berat badan pada pasien obesitas.1,10
Tabel 4. Komponen rencana penurunan berat badan
Komponen Keterangan
Menetapkan target Mula-mula 2,5 – 5 kg, atau dengan kecepatan 0,5-2
13
penurunan berat badan
Pengaturan diet
Aktifitas fisik
Modifikasi perilaku
Keterlibatan keluarga
kg/bulan
Nasihet diet disertai pencantuman jumlah kalori per
hari dan anjuran komposisi makronutrien
Awalnya disesuaikan kebugaran anak dengan
tujuan akhir 20-30 menit/hari diluar aktifitas fisik
anak di sekolah
Pemantauan mandiri, pendidikan gizi,
mengendalikan stimulus, modifikasi pola makan,
aktivitas fisik, perubahan perilaku, serta sistem
reward and punishment
Analisis ulang aktifitas kelaurga, pola menonton
televisi, konsultasi gizi melibatkan orangtua
Dibawah ini dijelaskan lebih banyak mengenai usaha terapi obesitas dengan
modifikasi gaya hidup.
a. Pengaturan diet
Mengingat anak masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan,
prinsip pengaturan diet adalah diet seimbang sesuai dengan RDA. Diet seimbang
dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein 15-20% cukup
untuk tumbuh kembang yang normal. Diet tinggi serat dapat membantu
pengaturan berat badan melalui efek serat yang dapat mengurangi rasa lapar,
mengenyangkan dan menurunkan penyimpanan lemak. Perlu diperhatikan, bentuk
dan jenis makanan harus sesuai sehingga dapat diterima anak.1,6
Kesulitan dalam pengaturan diet adalah membuat anak mengerti dan
menerima pembatasan makanan, larangan bahan makanan dan sebagainya.
Dibutuhkan pendekatan yang lebih baik untuk membuat anak menyepakati dan
menjalankan program.
Secara garis besar prinsip pengaturan diet adalah :
1. Menghindari obesitas serta mempertahankan pertumbuhan normal.
2. Masukan makanan berkarbohidrat rendah (48% energi total).
3. Menurunkan masukan lemak (<30% energi total), lemak tak jenuh (10%
energi total), serta kolesterol <300 mg/hari.
14
4. Meningkatkan makanan tinggi serat.
5. Makanan dengan kandungan garam cukup (5 gram/hari).
6. Meningkatkan masukan besi, kalsium dan fluor.
b. Pengaturan aktivitas fisik
Latihan fisik dibutuhkan untuk memaintan penurunan berat badan dan
meredistribusi lemak tubuh menjadi masa otot. Latihan yang diberikan harus
berskala kecil kemudian perlahan ditingkatkan, untuk menghindari ketakutan dan
penolakan anak. Pencapaian yang paling baik adalah 20-30 menit aktivitas sedang
per hari, diluar aktivitas fisik anak disekolah.10
15
c. Modifikasi perilaku
Tatalaksana diet dan aktifitas fisik merupakan kunci utama terapi obesiats.
Untuk keduanya dapat maksimal maka diperlukan intervensi lain yang mendorong
perubahan peilaku anak, yaitu intervensi dari orangtua. Beberapa cara perubahan
perilaku dapat diraih antara lain:10
1. Pengawasan sendiri asupan, berat badan, aktivitas fisik serta
perkembangannya.
2. Kontrol stimulus, seperti menghindarkan smeua makanan saat anak menonton
televisi.
3. Mengubah perilaku makan, seperti makan cepat menjadi makan lebih lambat,
kontrol porsi, kontrol asupan camilan.
4. Penghargaan, pujian dan dorongan saat anak berhasil, dan seballiknya
memberikan motivasi serta peringatan bila tidak.
5. Pengendalian diri.
d. Peran serta keterlibatan orang tua
Penting sekali mengikutsertakan orangtua, keluarga, guru dan sekolah
dalam program terapi obesitas. Hal ini terbukti efektif dalam penurunan berat
badan.
Telah disebutkan sebelumnya selain modifikasi gaya hidup, tatalaksana
obesitas yang lain adalah terapi intensif meliputi diet berkalori sangat rendah,
farmakoterapi dan pembedahan. Terapi ini dapat dilakukan hanya bila modifikasi
gaya hidup yang intensif gagal menurunkan berat badan, atau bila terapi dilakukan
untuk memperbaiki co-morbiditas pada anak dengan obesitas. Anak overweight
tidak boleh diberikan terapi ini kecuali bila benar-benar signifikan.1,9
Terapi diet berkalori sangat rendah bila berat badan >140% berat badan
ideal. Farmakoterapi dilakukan dengan bila modifikasi gaya hidup telah gagal
dalam menurunkan berat badan, serta dilakukan oleh klinisi yang telah
bepengalam. Farmakoterapi dibagi atas penekan nafsu makan seperti sibutramin,
penghambat absorpsi zat gizi seperti orlistat, dan kelompok jenis lain seperti
leptin, metfrormin dan sebagainya. Sampai saat ini belum ada yang disetujui Food
and Drugs Administration (FDA) sebagai terapi untuk obesitas anak.1,9
16
17
2.9. Komplikasi Obesitas
Komplikasi yang sering ditemukan adalah obstructive sleep apneu (OSA),
gejalanya mulai dari mengorok sampai mengompol. Penyebabnya adalah jaringan
lemak yang tertimbun di daerah faringeal yang sering kali diperberat oleh adanya
hipertrofi adenotonsilar. OSA menyebabkan tidur gelisah serta menurunkan
oksigenisasi. Sebagai kompensasi anak cenderung mengantuk dan tidak
bersemangat di pagi hari.1
Komplikasi lain adalah non alcoholic fatty liver diseasae (NAFLD)
ditemukan 40% anak obesitas. SGOT dan SGPT yang merupakan indikator fungsi
hati, meskipun tidak sensitif peningkatannya membantu penegakan diagnosis.
Kondisi ini dapat berlanjut menjadi fibrosis bahkan sirosis.1,2
Kelebihan berat badan pada anak gemuk cenderung berisiko pada gangguan
ortopedik. Torsi tibial, flat foot, tibia vara (blount disease), scoliosis, osteoartritis
dan perubahan epifisis kaput femoris (slipped capital femoral epiphysis). Kejadian
ini terutama pada anak lelaki akibat tekanan pada persendian penyangga berat
tubuh.1,9
Daerah lipatan yang terbentuk akibat penimbunan lemak menyebabkan
kerentanan terhadap kelainan kulit. kelainan ini termasuk ruam panas, intertigo,
dermatitis moniliasis dan acanthosis nigricans (pertanda resistensi insulin). Selain
itu jerawat juga dapat muncul dan memperburuk persepsi diri pada anak.1
Komplikasi obesitas yang berdampak pada psikososial dapat menyebabkan
depresi, kurang percaya diri, persepsi diri negatif, maupun rendah diri karena
menjadi bahan ejekan. Penurunan prestasi belajar dapat terjadi, pada anak
perempuan di usia remaja sering melakukan upaya penurunan berat badan yang
tidak sehat dan tidak tepat sehingga menimbulkan masalah gizi yang lain.2
Peningkatan IMT diatas persentil 95, erat kaitannya dengan kejadian
hiperandrogenemia dan hiperinsulinism pada anak perempuan usia pre-pubertas.
Konsentrasi testosteron ditemukan lebih tinggi dari anak dengan IMT dibawah
persentil 85. Kelainan ini dapat menjadi resiko penyakit ovari polikistik pada usia
dewasa nanti.9
18
Pseudotumor serebri atau peningkatan tekanan intra kranial ringan pada
obesitas terjadi akibat gangguan jantung dan paru yang berujung pada
penumpukan kadar karbondioksida. Gejalanya meliputi papiledema, kelumpuhan
saraf kranial VI, diplopia, kehilangan lapang pandang perifer dan irritabilitas.1
Bayi dan anak gemuk memiliki resiko tinggi menjadi dewasa gemuk bahkan
obesitas. Anak obesitas memiliki kadar HDL yang rendah, trigliserida yang tinggi,
serta tekanan darah sistolik lebih tinggi. Pada komplikasi yang ekstrem dan
jarang, obesitas dapat menyebabkan sindrom Pickwikian, dimana terdapat distress
kardiorespirasi, polisitemia, sianosis, kardiomegali, gagal jantung kongestif dan
somnolen.2
2.10. Pencegahan Obesitas
Pencegahan obesitas dilakukan dengan dua strategi pendekatan, yaitu
pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak
dan remaja beserta orang tuanya, serta pendekatan pada kelompok yang berisiko
tinggi mengalami obesitas, yaitu anak dari salah satu atau kedua orang tua
mengalami obesitas dan anak yang kegemukan sejak masa kanak-kanak. Usaha ini
dimulai dari keluarga, sekolah, dan lingkungan.1,3
Anjuran kepada orangtua untuk mengajarkan pola diet dan aktifitas fisik
pada anak adalah sebagai berikut:1,9,10
1. Menyusui hingga 6 bulan.
2. Tidak memaksa anak menghabiskan setiap porsi makanan.
3. Sebisa mungkin hindari makanan cepat saji dan makanan manis.
4. Batasi makanan berkalori tinggi yang disimpan dirumah.
5. Sajikan menu sehat dengan komposisi rendah lemak dan tinggi serta.
6. Susu skim dapat mengantikan susu sapi pada usia 2 tahun.
7. Tidak menjadikan makanan sebagai penenang atau hadiah.
8. Batasi waktu menonton telivisi, bermain komputer, dan games.
9. Dorong anak aktif bermain dan bero
10. lahraga seperti bersepeda, berenang dan lain lain.
11. Jadwalkan kegiatan keluarga yang teratur seperti jalan-jalan, bermain bola
dan kegiatan outdoor lainnya.
19
2.11. Prognosis Obesitas
Peningkatan prevalensi dan keparahan obesitas pada anak dibarengi dengan
banyakn munculya kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2. Impaired glucose
toelerance atau toleransi glukosa terganggu, dilaporkan terjadi pada 10-30% pada
anak obesitas.11
Dalam perjalanan penyakit obesitas, timbunan lemak viseral pada anak akan
meningkatkan resiko terjadinya filtrasi lemak pada hati. Pada 38% anak obesitas
ditemukan mengalami non alcoholic fatty liver disease (NAFLD).11
Menurut hasil pengamatan, diet dan modifikasi latihan fisik hanya berhasil
untuk jangka pendek. Kekambuhan obesitas terjadi pada usia 4-10 tahun. Hanya
<50% yang dapat mempertahankan penurunan berat badan.2
20
BAB 3
KESIMPULAN
Definis obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan
rangka dan fisik, sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh.
Obesitas pada anak umumnya didefinisikan dengan kriteria obesitas menurut
antropometri.
Obesitas dapat terjadi karena status keseimbangan energi seseorang secara
terus menerus mengarah ke positif, yaitu dimana jumlah masukan lebih besar dari
keluaran energi. Gangguan homeostatis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik
dan faktor endogen yang disebakan kelainan hormonal atau sindrom tertentu.
Obesitas idiopatik terjadi akibat interaksi multifaktorial. Secara umum
fakor-faktor tesebut dikelompokkan dalam faktor genetik (mutasi gen
sentral/perifer dalam kontrol keseimbangan energi) dan faktor lingkungan
(nutrisional, aktivitas fisik, medikasi dan sosial ekonomi).
Dalam mendiagnosis obesitas, selain menilai dari tanda dan gejala klinis,
dibutuhkan pengukuran yang lebih obyektif untuk menegakkan diagnosis, yaitu
antropometri dan laboratorik. Setelah kriteria obesitas terpenuhi, selanjutnya
ditelusuri faktor resiko obesitas serta dampak yang ada.
Terapi obesitas anak berbeda dengan dewasa. Terapi obesitas anak dibagi
atas modifikasi gaya hidup dan terapi intensif. Modifikasi gaya hidup mencakup
pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, perubahan perilaku serta yang
terpenting adalah dukungan dan keterlibatan keluarga dalam proses terapi yang
dilakukan. Terapi intensif hanya dilakukan bila modifikasi gaya hidup gagal
menurunkan berat badan, dipilihi bila efek signifikan menurunkan co-morbiditas..
Komplikasi yang ditimbulkan obesitas mencakup berbagai penyakit
metabolik, cardiovaskular dan degeneratif. Angka kekambuhan obesitas memiliki
prognosis yang kurang baik. Sehingga sejak dini perlu diupayakan usaha
pencegahannya, dengan strategi pendekatan populasi lewat promosi maupun
pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi dengan edukasi cara hidup sehat
di keluarga, sekolah dan lingkungan.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Damayanti Rusli, Endang DL, Maria Mexitaha, Sri Sudaryati N. Buku Ajar
Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Badan Penerbit IDAI. 2011. Hal 230-241.
2. Lewis A. Barness, John S. Curran. Nutrisi. Dalam: Nelson WE, Behrman RE,
Kliegman RM, Arvin AM, editor. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, volume 1.
Jakarta: EGC. 2000. Hal 214-218.
3. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada
Anak Sekolah. Kemenkes 2012 diunduh tanggal 15 Desember 2013 dari
gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/Obesitas.pdf
4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta:
EGC. 2009. Hal 701-109, 776-780
5. Arthur C. Guyton. John E. Hall. Textbook of Medical Physiology, eleventh
edition. Philadelphia: Elsevier. 2006. p. 865-870
6. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Asuhan Nutrisi Pediatrik
(Pediatric Nutrition Care), penyunting Damayanti Rusli Sjarif, Sri S. Nasar,
Yoga Devaera, Conny Tanjung. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.
Diunduh dari www.idai.or.id pada 15 Desember 2013.
7. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010. Diunduh dari
www. riskesdas . litbang .depkes.go.id pada 15 Desember 2013.
8. Andrew J Walley, Julian E. Asher, Philippe F. The genetic Contribution To
Non-Syndromic Human Obesity. Nature Reviews|Genetics Vol.10|July 2009.
22
9. The Endocrine Society’s Clinical Guideline. Prevention and Treatment of
Pediatric Obesity: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline Based on
Expert Opinion. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, December
2008, 93(12): 4576–4599. Diunduh dari www.endocrine.org pada 15
Desember 2013.
10. Rebecca Moran, M.D, Gilbert, Arizona. Evaluation and Treatment of
Childhood Obesity. Am Fam Physician. 1999 Feb 15;59(4):861-868. Diakses
dari www.aafp.org pada 15 Desember 2013.
11. Ram Weiss, Francine Ratner Kaufman. Metabolic Complications of
Childhood Obesity. Diunduh pada 18 Desember 2013
http://care.diabetesjournals.org/content/31/Supplement_2/S310.full.pdf+html
23
Recommended