32
REFERAT OBESITAS PADA ANAK Pembimbing: Dr. Lanny C. Gultom, SpA Oleh: Syarifah Ro’fah 1110103000045 MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Obesitas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obesitas masalah pada kesehatan anak di indonesia

Citation preview

Page 1: Obesitas

REFERAT

OBESITAS PADA ANAK

Pembimbing:

Dr. Lanny C. Gultom, SpA

Oleh:

Syarifah Ro’fah

1110103000045

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2013

Page 2: Obesitas

BAB 1

PENDAHULUAN

Obesitas merupakan kondisi patologis yang ditandai dengan penimbunan

jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Berbeda dengan istilah overweight, yang

merupakan kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat ideal akibat

bertambahnya massa tubuh seperti otot dengan ataupun tanpa akumulasi lemak. 1,2

Masalah obesitas terjadi pada semua kelompok umur dan semua strata sosial

ekonomi. Menurut data RISKESDAS tahun 2010, disebutkan bahwa prevalensi

anak kegemukan dan obesitas pada usia 6-12 tahun ialah sebesar 9,2%. Penelitian

lain menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas dua kali

lipat setiap tahun, terutama pada usia anak sekolah.3

Kejadian obesitas pada anak tidak dapat dianggap remeh, karena dapat

menimbulkan komplikasi berlanjut hingga dewasa dan menjadi faktor resiko

berbagai penyakit metabolik, degeneratif, dan penyakit yang berkaitan dengan

obesitas.3

Penyebab obesitas yang multifaktorial sangat menyulitkan usaha

mengatasinya. Sehingga tatalaksana obesitas dititikberatkan pada usaha

pencegahan. Selain pencegahan terhadap obesitas itu sendiri, penting juga untuk

dilakukan pencegahan terhadap dampak obesitas.1

Dalam referat ini akan dibahas mengenai obesitas pada anak. Diharapkan

dengan mengetahui dan memahami obesitas, dapat dilakukan diagnosis,

tatalaksana hingga pencegahan obesitas dalam upaya meningkatkan kualitas hidup

dan kesehatan anak.

1

Page 3: Obesitas

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Keseimbangan Energi

Setiap sel dalam tubuh memerlukan energi untuk menjalankan fungsi

homeostatis serta keberlangsungan hidupnya. Energi yang dibutuhkan didapatkan

dari masukan makanan sehari-hari.4

Sebagaimana hukum termodinamika, energi tidak dapat diciptakan maupun

dimusnahkan, melainkan diubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Energi kimia

yang tersimpan dalam nutrien, diserap dan diolah menjadi energi tinggi sebagai

bahan bakar utama sel.4

Masukan energi kedalam tubuh akan digunakan untuk kerja eksternal dan

kerja internal. kerja eksternal adalah energi yang dikeluarkan ketika otot rangka

bergerak dalam hubungannya dengan lingkungan. Kerja internal adalah semua

bentuk pengeluaran energi yang bertujuan mempertahankan kehidupan dan tidak

bersifat mekanis diluar tubuh. Selain dikeluarkan lewat dua hal tersebut, energi

disimpan sebagai cadangan didalam tubuh.4

Gambar 1. Energy input dan energy output5

Karena energi tidak dapat dimusnahkan, maka energi yang masuk kedalam

tubuh harus sama dan seimbang dengan energi yang dikeluarkan. Terdapat tiga

kemungkinan status keseimbangan energi seseorang. Ketiganya adalah: 4

2

Page 4: Obesitas

a. Keseimbangan energi netral, jika jumlah masukan dan keluaran energi

berada dalam keseimbangan dan berat tubuh tidak berubah.

b. Keseimbangan energi positif, jika jumlah masukan lebih besar dari keluaran

energi dan berat tubuh bertambah.

c. Keseimbangan energi negatif, jika energi yang berasal dari masukan lebih

kecil dari kebutuhan energi tubuh sehingga perlu menggunakan simpanan

energi dan karenanya berat badan tubuh berkurang.

Masukan energi sangat diperngaruhi oleh asupan makan, dimana asupan

makanan terutama dikendalikan oleh hipotalamus. Nukleus arkuatus hipotalamus

mempunyai dua subset neuron yang penting dalam kontrol jangka panjang

keseimbangan energi dan berat badan serta kontrol jangka pendek asupan

makanan sehari-hari.5

Satu subset mengeluarkan neuron peptida Y yang merupakan perangsang

nafsu makan yang kuat. Subset yang lain mengeluarkan melanokortin terutama

alfa melanocyte stimulating hormon yang dapat menekan nafsu makan. Kedua

subset neuron ini dapat aktif dengan perangsangan pesan kimia yang masuk

kedalam nukleus arkuatus.5

Gambar dibawah ini menjelaskan faktor-faktor yang berperan dalam kontrol

keseimbangan energi terutama asupan makan.

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi asupan makanan5

3

Page 5: Obesitas

2.2. Definisi dan Kriteria Obesitas

Definis obesitas sangat bervariasi bergantung pada sumber informasi yang

diperoleh. Dalam kamus kedokteran Dorland disebutkan bahwa obesitas adalah

peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan rangka dan fisik, sebagai

akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh.

Kriteria obesitas paling umum ditentukan berdasarkan data antropometri.

Tiga metode pengukuran antropometri dibawah ini dapat digunakan dalam

penentuan obesitas.1

a. Berat badan/tinggi badan diatas persentil 90 atau 120% diatas berat badan

ideal. Berat badan lebih besar dari 140% didefinisikan sebagai

superobesitas. Dengan pengukuran ini, mencerminkan proporsi atau

penampilan namun tidak mencerminkan massa lemak tubuh.

b. Indeks masa tubuh (IMT) dihitung dengan cara berat badan dalam kilogram

dibagi kuadrat tinggi dalam meter, bila nilai IMT pada anak adalah lebih

besar sama dengan persentil 95 maka termasuk kedalam obeistas. WHO

mengeluarkan kurva klasifikasi IMT terbaru yang berdasarkan z-score,

digunakan untuk usia 0-5 tahun. Usia >5- 18 tahn menggunakan kurva

CDC.

Dibawah ini tabel penentuan kriteria status gizi menurut Waterlow, WHO

2006 dan CDC 2000.

Tabel 1. Penentuan status gizi menurut WHO dan CDC6

Status gizi BB/TB BB/TB WHO 2006 IMT CDC 2000

Obesitas

Overweight

Normal

Gizi kurang

Gizi buruk

>120

>110

>90

70-90

<70

>+3SD

>+2SD hingga +3SD

+2SD hingga -2 SD

-2SD hingga -3 SD

<-3 SD

>P95

P85-P95

4

Page 6: Obesitas

c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK)

diatas persentil 85 merupakan indikator obesitas. Tebal lipatan kulit dapat

biseps, triceps, subskapular, dan suprailiaka.

2.3. Epidemiologi Obesitas

Obesitas pada anak dewasa ini merupakan masalah global yang ditemukan

tidak hanya di negara maju namun banyak juga ditemukan di negara berkembang.

Menurut berbagai penelitian epidemiologi, prevalensi obesitas pada anak

meningkat tiap tahunnya.1

Bertambahnya produk makanan cepat saji, perkembangan teknologi,

penggunaan kendaraan bermotor dan berbagai media elektronik, memberi dampak

ketidakseimbangan energi. Berkurangnya aktivitas fisik diikuti asupan kalori

tinggi, membuat status keseimbangan anak mengarah positif. 1

Menurut data RISKESDAS tahun 2010 disebutkan prevalensi anak

kegemukan dan obesitas pada usia 6-12 tahun ialah sebesar 9,2%. Penelitian lain

menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas meningkat

dua kali lipat setiap tahun, terutama pada usia anak sekolah.3,7

Pada tahun 2010 prevalensi kegemukan secara nasional di Indonesia adalah

14,0 persen, data ini mengalami peningkatan yaitu dari 12,2 persen tahun 2007

menjadi 14,0 persen tahun 2010. Dua belas provinsi memiliki masalah

kegemukan di atas angka nasional. Urutan ke 12 provinsi dari prevalensi

tertinggi sampai terendah adalah: (1) DKI Jakarta, (2) Sumatera Utara, (3)

Sulawesi Tenggara, (4) Bali, (5) Jawa Timur, 6) Sumatera Selatan, (7) Lampung,

(8) Aceh, (9) Riau, (10) Bengkulu, (11) Papua Barat dan (12) Jawa Barat.7

Prevalensi obesitas di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir pada usia

6-17 tahun meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Prevalensi di Rusia pada

usia 6-18 tahun adalah 6% - 10%, di Cina adalah 3,4% - 3,6%, dan di Ingrirs

adalah 22-31% dan 10-17%. Prevalensi obesitas anak-anak sekolah di Singapura

meningkat dari 9% menjadi 19%.1

2.4. Etiologi dan Faktor Resiko Obesitas

5

Page 7: Obesitas

Gangguan homeostatis energi yang menjadi penyebab obesitas 90%

kasusnya disebabkan oleh faktor idiopatik atau disebut pula obesitas primer atau

nutritional, sementara 10% kasus disebabkan oleh faktor idiopatik atau obesitas

sekunder atau non nutrisional, yang disebakan kelainan hormonal, sindrom atau

genetik.1

Sebagian besar kasus dengan penyebab endogen dapat didiagnosis dengan

anamnesis riwayat serta pemeriksaan fisik yang teliti. Etiologi obesitas endogen

dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 2. Penyebab endogen obesitas pada anak (ganggguan hormonal)1

Penyebab Hormonal Bukti Diagnostik

Hipotiroidism

Hiperkortikolism

Hiperinsulinisme primer

Pseudohipoparatiroidism

Lesi hipotalamus didapat

Kadar TSH ↑, kadar thyroxine ↓

Uji supresi deksametason abnormal;

Kadar kortisol bebas urin 24 jam ↑

Kadar insulin plasma ↑, kadar C-peptide ↑

Hipokalsemia, hiperfosfatemia, kadar PTH ↑

Adanya tumor, infeksi, sindrom, trauma, lesi

vaskualar hipotalamus.

Tabel 3.

Sindrom Genetik Karakteristik Klinis

Prader-Willi

Laurence Moon/Bardet-Bield

Alstrom

Borjeson-Forssman-Lehmann

Cohen

Turner

Obesitas, hiperfagia, retardasi mental,

hipogonadism, strabismus

Obestias, retardasi mental, retinopati

pigmentosa, hipogonadism, paraplegia spastik

Obesitas, retinitis pigmentosa, tuli, diabetes

melitus

Obesitas, retardasi mental, hipogonadism,

hipermetabolisme, epilepsi

Obesitas trunkal, retardasi mental, hipotonia,

hipogonadism

Perawakan pendek, ambiguous genitalia,

6

Page 8: Obesitas

kelainan jantung bawaan, webbed neck,

obesitas, genotipe 45,XO

Penyebab endogen obesitas pada anak (sindrom genetik) 1

7

Page 9: Obesitas

Obesitas idiopatik terjadi akibat interaksi multifaktorial. Secara umum

fakor-faktor tesebut dikelompokkan dalam faktor genetik dan faktor lingkungan.1

Faktor genetik yang diketahui berperan utama adalah parental fatness, anak

yang obesitas biasanya berasal dari keluarga dengan obesitas. Gen-gen yang

bekerja pada kontrol asupan makan dan keluaran energi, mengalami mutasi

sehingga fungsi kontrol pun tidak ada. Selain gen dengan efek sentral, beberapa

penelitian menemukan beberapa gen perifer yang juga mempengaruhi kejadian

obesitas.

Faktor lingkungan yang berperan sebagai penyebab obesitas dikelompokkan

menjadi lima, yaitu nutrisional, aktivitas fisik, trauma (neurologis atau

psikologis), medikasi (steroid) dan sosial ekonomi.1

a. Nutrisional/perilaku makan

Peranan faktor nutrisional dimulai sejak masa gestasi. Jumlah lemak tubuh

dan pertumbuhan bayi sangat dipengaruhi oleh berat badan maternal dan kenaikan

berat badan selama antenatal. Selanjutnya kebiasaan orang tua memberikan susu

formula dalam jumlah berlebih membuat anak terbiasa mengkonsumsi makanan

melebihi kebutuhan, dan berlanjut hingga usia pra sekolah, usia sekolah, sampai

pada masa remaja.

Selain itu anak usia sekolah memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan

cepat saji, yang umumnya berenegi tinggi dengan kandungan lemak yang banyak.

Kebiasaan lain yang juga tidak sehat adalah mengkonsumsi camilan yang banyak

mengandung gula.

b. Aktivitas

Aktivitas fisik anak dewasa ini cenderung rendah dan menurun. Anak-anak

lebih banyak bermain didalam rumah dibanding diluar rumah, misalnya bermain

games komputer maupun media elektronik lain, menonton televisi, dan

sebagainya.

c. Sosial-ekonomi

Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku gaya hidup dan pola makan, serta

faktor peningkatan pendapatan, mampu mempengaruhi perubahan dalam

pemilihan jenis dan jumlah makanan.

8

Page 10: Obesitas

9

Page 11: Obesitas

2.5. Patofisiologi Obesitas

Banyak teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan mekanisme

obesitas. Telah disebutkan sebelumnya, faktor lingkungan merupakan faktor

utama dalam obesitas, dan faktor lain yang berperan adalah kelainan dan mutasi

genetik.1

Menurut Andrew J Walley, patofisiologi obesitas dapat terjadi karena

gangguan pada keseimbangan energi, adiposit, dan neurobehavior.8

a. Obesitas dan keseimbangan energi

Obesitas telah lama dipandang sebagai penyakit dari keseimbangan energi.

Dapat terjadi karena masukan energi yang berlebihan ataupun kurangnya energi

yang dikeluarkan.1,8

Leptin merupakan adipokin yang dibebaskan dari jaringan adiposa,

berfungsi menekan nafsu makan dan sebagai regulator utama keseimbangan

energi dan berat badan. Leptin selain bekerja di sinyal kenyang, juga bekerja

dalam pengeluaran energi. Kadar leptin yang tinggi akan menyebabkan penurunan

kadar uncoupling protein (UCP1). Protein ini berfungsi sebagai termogenesis dan

penentuan basal metabolic rate dengan cara meningkatkan kerja simpatis pada

jaringan lemak coklat.4,8

b. Obesitas dan kelainan adiposit

Abnormalitas penyimpanan dan mobilisasi lemak adalah mekanisme lain

yang juga berpotensi dalam patofisiologi obesitas. Ketika kelebihan makronutrient

terutama glukosa dalam darah, akan terjadi perubahan glukosa menjadi glikogen.

Bila simpanan dalam hati dan otot telah memenuhi kapasitas, maka glukosa akan

dirubah menjadi asam lemak dan selanjutnya disimpan dalam adiposit.4,8

Penyimpanan lemak yang terus menerus akan membuat hipertrofi atau

pembesaran adiposit. Pada orang dewasa, adiposit akan mengalami pembesaran

namun tidak bertambah jumlahnya. Berbeda dengan obesitas yang terjadi pada

anak-anak, adiposit tidak hanya mengalami hipertrofi namun juga hiperplasia. Hal

inilah yang menyebabkan 75% anak yang mengalami obesitas akan berlanjut

hingga dewasa.8,5

10

Page 12: Obesitas

c. Obesitas dan kelainan neurobehavior

Defek neurologis pada kontrol rasa lapar dan asupan makanan, menjadi

bagian penting dari patogenesis obesitas. Beberapa penelitan mendapatkan bahwa

mutasi gen yang berperan dalam obesitas monogenik ialah gen-gen yang termasuk

dalam kontrol rasa lapar pada jalur leptin-melanocortin.

2.6. Manifestasi Klinis Obesitas

Obesitas secara klinis jelas pada setiap umur, namun paling sering pada usia

1 tahun, 5-6 tahun dan masa remaja. Tanda dan gejala yang khas dari obesitas

adalah wajah yang membulat, pipi yang tembem, dagu rangkap, leher relatif

pendek, dada membusung, payudara membesar akibat jaringan lemak, perut

membuncit dengan dinding perut berlipat, dapat tampak striae berwarna putih atau

merah lembayung, ekstremitas biasanya besar dikedua paha atau lengan atas, jari

tangan relatif kecil, kedua tungkai umumnya berbentuk X, kedua pangkal paha

bagian dalam menempel dan bergesekan, menyebabkan laserasi dan ulserasi yang

menimbulkan bau tidak enak. Pada anak lelaki, penis tampak kecil karena

tersembunyi dalam jaringan lemak suprapubic (burried penis).1,2

Bentuk fisik obesitas menurut distribusi lemak dibedakan dalam apple

shape body atau android bila lebih banyak lemak di bagian atas tubuh dan pear

shape body atau gynoid bila lebih banyak lemak terdistribusi di bagian bawah

tubuh (pinggul dan paha). Bentuk yang pertengahan adalah intermediate. Apple

shape body cenderung lebih besar mengalami penyakit kardiovaskular, hipertensi

dan diabetes.1

Anak dengan obesitas dapat mengalami stress dan kesukaran sosial dan

psikologis. Stigmatisasi sosial anak obesitas di lingkungan dan sekolah sering kali

terjadi. Anak sekolah sering kali digoda, diintimidasi, dan dikeluarkan dari

aktivitas lain.2

Selain menilai dari tanda dan gejala klinis, tetap dibutuhkan pengukuran

yang lebih obyektif untuk menegakkan diagnosis. Pengukuran obyektif dapat

dilakukan dengan antropometri dan laboratorik.1

11

Page 13: Obesitas

2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding Obesitas

Bila datang seorang anak dengan keluhan obesitas, maka perlu dipastikan

apakah kriteria obesitas terpenuhi secara klinis maupun antropometris.

Selanjutnya perlu ditelusuri faktor resiko obesitas serta dampak yang mungkin

akan terjadi. Pola makan serta aktifitas fisik penting untuk ditelusuri.1

Bila kriteria obesitas sudah terpenuhi, perlu dilakukan skrining kelanjutan

meliputi lima area risiko kesehatan sebagai berikut. 1) riwayat keluarga,

menelusuri riwayat penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, hiperlipidemia,

atau riwayat obesitas kedua orangtua. 2) tekanan darah, dengan menggunakan

metode dan kriteria tekanan darah anak-anak. 3) kadar kolesterol total, kenaikan

diatas 200 mg/dL. 4) tambahan kenaikan tahunan IMT, yaitu kenaikan melebihi

dua unit dari tahun sebelumnya. 5) penilaian keprihatinan, emosional, dan

psikologik.2

Saat satu atau lebih dari lima hal tersebut positif, maka anak perlu mendapat

evaluasi medik yang diteliti untuk memikirkan patologis medik primer seperti

terdaftar pada diagnosis banding.2

Diagnosis banding obesitas biasanya berkaitan dengan gangguan endokrin

atau sindrom genetik.

Berikut dibawah ini alur diagnosis obesitas menurut The Endocrine

Society’s Clinical Guideline:9

12

Page 14: Obesitas

Gambar 3. Diagnosis dan manajemen obesitas pada anak9

2.8. Pengobatan Obesitas

Tatalaksana obesitas harus komprehensif mencakup penanganan obesitas itu

sendiri dan dampak yang terjadi. Prinsip tatalaksana obesitas didasarkan

patofisiologinya yaitu mengurangi asupan dan meningkatkan pengeluaran energi.1

Teknik yang digunakan dalam terapi obesitas anak berbeda dengan dewasa.

Pembedahan dan balon lambung merupakan kontraindikasi untuk anak. Terapi

farmakologi tidak dapat dengan mudah diterapkan pada anak. Diet amat rendah

kalori tidak tepat karena dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan.2

Secara umum terapi obesitas dibagi atas modifikasi gaya hidup dan terapi

intensif. Modifikasi gaya hidup harus dilakukan berkelanjutan sebelum memilih

terapi intensif.1,9

Modifikasi gaya hidup diantaranya adalah pengaturan diet, peningkatan

aktifitas fisik, perubahan perilaku serta yang terpenting adalah dukungan dan

keterlibatan keluarga dalam proses terapi yang dilakukan. Tabel dibawah ini

merupakan rencana penurunan berat badan pada pasien obesitas.1,10

Tabel 4. Komponen rencana penurunan berat badan

Komponen Keterangan

Menetapkan target Mula-mula 2,5 – 5 kg, atau dengan kecepatan 0,5-2

13

Page 15: Obesitas

penurunan berat badan

Pengaturan diet

Aktifitas fisik

Modifikasi perilaku

Keterlibatan keluarga

kg/bulan

Nasihet diet disertai pencantuman jumlah kalori per

hari dan anjuran komposisi makronutrien

Awalnya disesuaikan kebugaran anak dengan

tujuan akhir 20-30 menit/hari diluar aktifitas fisik

anak di sekolah

Pemantauan mandiri, pendidikan gizi,

mengendalikan stimulus, modifikasi pola makan,

aktivitas fisik, perubahan perilaku, serta sistem

reward and punishment

Analisis ulang aktifitas kelaurga, pola menonton

televisi, konsultasi gizi melibatkan orangtua

Dibawah ini dijelaskan lebih banyak mengenai usaha terapi obesitas dengan

modifikasi gaya hidup.

a. Pengaturan diet

Mengingat anak masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan,

prinsip pengaturan diet adalah diet seimbang sesuai dengan RDA. Diet seimbang

dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 30%, dan protein 15-20% cukup

untuk tumbuh kembang yang normal. Diet tinggi serat dapat membantu

pengaturan berat badan melalui efek serat yang dapat mengurangi rasa lapar,

mengenyangkan dan menurunkan penyimpanan lemak. Perlu diperhatikan, bentuk

dan jenis makanan harus sesuai sehingga dapat diterima anak.1,6

Kesulitan dalam pengaturan diet adalah membuat anak mengerti dan

menerima pembatasan makanan, larangan bahan makanan dan sebagainya.

Dibutuhkan pendekatan yang lebih baik untuk membuat anak menyepakati dan

menjalankan program.

Secara garis besar prinsip pengaturan diet adalah :

1. Menghindari obesitas serta mempertahankan pertumbuhan normal.

2. Masukan makanan berkarbohidrat rendah (48% energi total).

3. Menurunkan masukan lemak (<30% energi total), lemak tak jenuh (10%

energi total), serta kolesterol <300 mg/hari.

14

Page 16: Obesitas

4. Meningkatkan makanan tinggi serat.

5. Makanan dengan kandungan garam cukup (5 gram/hari).

6. Meningkatkan masukan besi, kalsium dan fluor.

b. Pengaturan aktivitas fisik

Latihan fisik dibutuhkan untuk memaintan penurunan berat badan dan

meredistribusi lemak tubuh menjadi masa otot. Latihan yang diberikan harus

berskala kecil kemudian perlahan ditingkatkan, untuk menghindari ketakutan dan

penolakan anak. Pencapaian yang paling baik adalah 20-30 menit aktivitas sedang

per hari, diluar aktivitas fisik anak disekolah.10

15

Page 17: Obesitas

c. Modifikasi perilaku

Tatalaksana diet dan aktifitas fisik merupakan kunci utama terapi obesiats.

Untuk keduanya dapat maksimal maka diperlukan intervensi lain yang mendorong

perubahan peilaku anak, yaitu intervensi dari orangtua. Beberapa cara perubahan

perilaku dapat diraih antara lain:10

1. Pengawasan sendiri asupan, berat badan, aktivitas fisik serta

perkembangannya.

2. Kontrol stimulus, seperti menghindarkan smeua makanan saat anak menonton

televisi.

3. Mengubah perilaku makan, seperti makan cepat menjadi makan lebih lambat,

kontrol porsi, kontrol asupan camilan.

4. Penghargaan, pujian dan dorongan saat anak berhasil, dan seballiknya

memberikan motivasi serta peringatan bila tidak.

5. Pengendalian diri.

d. Peran serta keterlibatan orang tua

Penting sekali mengikutsertakan orangtua, keluarga, guru dan sekolah

dalam program terapi obesitas. Hal ini terbukti efektif dalam penurunan berat

badan.

Telah disebutkan sebelumnya selain modifikasi gaya hidup, tatalaksana

obesitas yang lain adalah terapi intensif meliputi diet berkalori sangat rendah,

farmakoterapi dan pembedahan. Terapi ini dapat dilakukan hanya bila modifikasi

gaya hidup yang intensif gagal menurunkan berat badan, atau bila terapi dilakukan

untuk memperbaiki co-morbiditas pada anak dengan obesitas. Anak overweight

tidak boleh diberikan terapi ini kecuali bila benar-benar signifikan.1,9

Terapi diet berkalori sangat rendah bila berat badan >140% berat badan

ideal. Farmakoterapi dilakukan dengan bila modifikasi gaya hidup telah gagal

dalam menurunkan berat badan, serta dilakukan oleh klinisi yang telah

bepengalam. Farmakoterapi dibagi atas penekan nafsu makan seperti sibutramin,

penghambat absorpsi zat gizi seperti orlistat, dan kelompok jenis lain seperti

leptin, metfrormin dan sebagainya. Sampai saat ini belum ada yang disetujui Food

and Drugs Administration (FDA) sebagai terapi untuk obesitas anak.1,9

16

Page 18: Obesitas

17

Page 19: Obesitas

2.9. Komplikasi Obesitas

Komplikasi yang sering ditemukan adalah obstructive sleep apneu (OSA),

gejalanya mulai dari mengorok sampai mengompol. Penyebabnya adalah jaringan

lemak yang tertimbun di daerah faringeal yang sering kali diperberat oleh adanya

hipertrofi adenotonsilar. OSA menyebabkan tidur gelisah serta menurunkan

oksigenisasi. Sebagai kompensasi anak cenderung mengantuk dan tidak

bersemangat di pagi hari.1

Komplikasi lain adalah non alcoholic fatty liver diseasae (NAFLD)

ditemukan 40% anak obesitas. SGOT dan SGPT yang merupakan indikator fungsi

hati, meskipun tidak sensitif peningkatannya membantu penegakan diagnosis.

Kondisi ini dapat berlanjut menjadi fibrosis bahkan sirosis.1,2

Kelebihan berat badan pada anak gemuk cenderung berisiko pada gangguan

ortopedik. Torsi tibial, flat foot, tibia vara (blount disease), scoliosis, osteoartritis

dan perubahan epifisis kaput femoris (slipped capital femoral epiphysis). Kejadian

ini terutama pada anak lelaki akibat tekanan pada persendian penyangga berat

tubuh.1,9

Daerah lipatan yang terbentuk akibat penimbunan lemak menyebabkan

kerentanan terhadap kelainan kulit. kelainan ini termasuk ruam panas, intertigo,

dermatitis moniliasis dan acanthosis nigricans (pertanda resistensi insulin). Selain

itu jerawat juga dapat muncul dan memperburuk persepsi diri pada anak.1

Komplikasi obesitas yang berdampak pada psikososial dapat menyebabkan

depresi, kurang percaya diri, persepsi diri negatif, maupun rendah diri karena

menjadi bahan ejekan. Penurunan prestasi belajar dapat terjadi, pada anak

perempuan di usia remaja sering melakukan upaya penurunan berat badan yang

tidak sehat dan tidak tepat sehingga menimbulkan masalah gizi yang lain.2

Peningkatan IMT diatas persentil 95, erat kaitannya dengan kejadian

hiperandrogenemia dan hiperinsulinism pada anak perempuan usia pre-pubertas.

Konsentrasi testosteron ditemukan lebih tinggi dari anak dengan IMT dibawah

persentil 85. Kelainan ini dapat menjadi resiko penyakit ovari polikistik pada usia

dewasa nanti.9

18

Page 20: Obesitas

Pseudotumor serebri atau peningkatan tekanan intra kranial ringan pada

obesitas terjadi akibat gangguan jantung dan paru yang berujung pada

penumpukan kadar karbondioksida. Gejalanya meliputi papiledema, kelumpuhan

saraf kranial VI, diplopia, kehilangan lapang pandang perifer dan irritabilitas.1

Bayi dan anak gemuk memiliki resiko tinggi menjadi dewasa gemuk bahkan

obesitas. Anak obesitas memiliki kadar HDL yang rendah, trigliserida yang tinggi,

serta tekanan darah sistolik lebih tinggi. Pada komplikasi yang ekstrem dan

jarang, obesitas dapat menyebabkan sindrom Pickwikian, dimana terdapat distress

kardiorespirasi, polisitemia, sianosis, kardiomegali, gagal jantung kongestif dan

somnolen.2

2.10. Pencegahan Obesitas

Pencegahan obesitas dilakukan dengan dua strategi pendekatan, yaitu

pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak

dan remaja beserta orang tuanya, serta pendekatan pada kelompok yang berisiko

tinggi mengalami obesitas, yaitu anak dari salah satu atau kedua orang tua

mengalami obesitas dan anak yang kegemukan sejak masa kanak-kanak. Usaha ini

dimulai dari keluarga, sekolah, dan lingkungan.1,3

Anjuran kepada orangtua untuk mengajarkan pola diet dan aktifitas fisik

pada anak adalah sebagai berikut:1,9,10

1. Menyusui hingga 6 bulan.

2. Tidak memaksa anak menghabiskan setiap porsi makanan.

3. Sebisa mungkin hindari makanan cepat saji dan makanan manis.

4. Batasi makanan berkalori tinggi yang disimpan dirumah.

5. Sajikan menu sehat dengan komposisi rendah lemak dan tinggi serta.

6. Susu skim dapat mengantikan susu sapi pada usia 2 tahun.

7. Tidak menjadikan makanan sebagai penenang atau hadiah.

8. Batasi waktu menonton telivisi, bermain komputer, dan games.

9. Dorong anak aktif bermain dan bero

10. lahraga seperti bersepeda, berenang dan lain lain.

11. Jadwalkan kegiatan keluarga yang teratur seperti jalan-jalan, bermain bola

dan kegiatan outdoor lainnya.

19

Page 21: Obesitas

2.11. Prognosis Obesitas

Peningkatan prevalensi dan keparahan obesitas pada anak dibarengi dengan

banyakn munculya kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2. Impaired glucose

toelerance atau toleransi glukosa terganggu, dilaporkan terjadi pada 10-30% pada

anak obesitas.11

Dalam perjalanan penyakit obesitas, timbunan lemak viseral pada anak akan

meningkatkan resiko terjadinya filtrasi lemak pada hati. Pada 38% anak obesitas

ditemukan mengalami non alcoholic fatty liver disease (NAFLD).11

Menurut hasil pengamatan, diet dan modifikasi latihan fisik hanya berhasil

untuk jangka pendek. Kekambuhan obesitas terjadi pada usia 4-10 tahun. Hanya

<50% yang dapat mempertahankan penurunan berat badan.2

20

Page 22: Obesitas

BAB 3

KESIMPULAN

Definis obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan

rangka dan fisik, sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh.

Obesitas pada anak umumnya didefinisikan dengan kriteria obesitas menurut

antropometri.

Obesitas dapat terjadi karena status keseimbangan energi seseorang secara

terus menerus mengarah ke positif, yaitu dimana jumlah masukan lebih besar dari

keluaran energi. Gangguan homeostatis energi ini disebabkan oleh faktor idiopatik

dan faktor endogen yang disebakan kelainan hormonal atau sindrom tertentu.

Obesitas idiopatik terjadi akibat interaksi multifaktorial. Secara umum

fakor-faktor tesebut dikelompokkan dalam faktor genetik (mutasi gen

sentral/perifer dalam kontrol keseimbangan energi) dan faktor lingkungan

(nutrisional, aktivitas fisik, medikasi dan sosial ekonomi).

Dalam mendiagnosis obesitas, selain menilai dari tanda dan gejala klinis,

dibutuhkan pengukuran yang lebih obyektif untuk menegakkan diagnosis, yaitu

antropometri dan laboratorik. Setelah kriteria obesitas terpenuhi, selanjutnya

ditelusuri faktor resiko obesitas serta dampak yang ada.

Terapi obesitas anak berbeda dengan dewasa. Terapi obesitas anak dibagi

atas modifikasi gaya hidup dan terapi intensif. Modifikasi gaya hidup mencakup

pengaturan diet, peningkatan aktifitas fisik, perubahan perilaku serta yang

terpenting adalah dukungan dan keterlibatan keluarga dalam proses terapi yang

dilakukan. Terapi intensif hanya dilakukan bila modifikasi gaya hidup gagal

menurunkan berat badan, dipilihi bila efek signifikan menurunkan co-morbiditas..

Komplikasi yang ditimbulkan obesitas mencakup berbagai penyakit

metabolik, cardiovaskular dan degeneratif. Angka kekambuhan obesitas memiliki

prognosis yang kurang baik. Sehingga sejak dini perlu diupayakan usaha

pencegahannya, dengan strategi pendekatan populasi lewat promosi maupun

pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi dengan edukasi cara hidup sehat

di keluarga, sekolah dan lingkungan.

21

Page 23: Obesitas

DAFTAR PUSTAKA

1. Damayanti Rusli, Endang DL, Maria Mexitaha, Sri Sudaryati N. Buku Ajar

Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Badan Penerbit IDAI. 2011. Hal 230-241.

2. Lewis A. Barness, John S. Curran. Nutrisi. Dalam: Nelson WE, Behrman RE,

Kliegman RM, Arvin AM, editor. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, volume 1.

Jakarta: EGC. 2000. Hal 214-218.

3. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada

Anak Sekolah. Kemenkes 2012 diunduh tanggal 15 Desember 2013 dari

gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/Obesitas.pdf

4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta:

EGC. 2009. Hal 701-109, 776-780

5. Arthur C. Guyton. John E. Hall. Textbook of Medical Physiology, eleventh

edition. Philadelphia: Elsevier. 2006. p. 865-870

6. Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia: Asuhan Nutrisi Pediatrik

(Pediatric Nutrition Care), penyunting Damayanti Rusli Sjarif, Sri S. Nasar,

Yoga Devaera, Conny Tanjung. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011.

Diunduh dari www.idai.or.id pada 15 Desember 2013.

7. Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010. Diunduh dari

www. riskesdas . litbang .depkes.go.id pada 15 Desember 2013.

8. Andrew J Walley, Julian E. Asher, Philippe F. The genetic Contribution To

Non-Syndromic Human Obesity. Nature Reviews|Genetics Vol.10|July 2009.

22

Page 24: Obesitas

9. The Endocrine Society’s Clinical Guideline. Prevention and Treatment of

Pediatric Obesity: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline Based on

Expert Opinion. Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, December

2008, 93(12): 4576–4599. Diunduh dari www.endocrine.org pada 15

Desember 2013.

10. Rebecca Moran, M.D, Gilbert, Arizona. Evaluation and Treatment of

Childhood Obesity. Am Fam Physician. 1999 Feb 15;59(4):861-868. Diakses

dari www.aafp.org pada 15 Desember 2013.

11. Ram Weiss, Francine Ratner Kaufman. Metabolic Complications of

Childhood Obesity. Diunduh pada 18 Desember 2013

http://care.diabetesjournals.org/content/31/Supplement_2/S310.full.pdf+html

23