View
13
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR
PERCAKAPAN KHUSUS YANG TERKANDUNG PADA
PEMBELAJARAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA KELAS B SEMESTER II
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh :
Ricky David Setiawan
NIM : 141224074
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
MOTTO
“Bekerja keras dan nikmatilah, sampai anda lupa bahwa anda sedang bekerja”
-Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
ABSTRAK
Setiawan, Ricky. 2019. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur
Percakapan Khusus pada Pembelajaran Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas B Semester II
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: PBSI,
FKIP, USD.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk pelanggaran
prinsip kerja sama dan implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam
tuturan percakapan pada pembelajaran di kelas B semester II program studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teori prinsip kerja
sama dan implikatur yang dikemukakan oleh H.P.Grice. Prinsip kerja sama dan
implikatur merupakan bagian dari ilmu pragmatik. Dalam penelitian ini, objek
penelitiannya adalah percakapan antara mahasiswa ke mahasiswa, dan mahasiswa
ke dosen di kelas B Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam penelitian ini, ditemukan delapan belas kasus pelanggaran maksim
dalam percakapan mahasiswa dan dosen pada pembelajaran di kelas B Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Pelanggaran maksim kuantitas ditemukan sebanyak lima kasus
pelanggaran. Pelanggaran maksim relevansi ditemukan sebanyak lima kasus
pelanggaran. Pelanggaran maksim kualitas ditemukan lima kasus pelanggaran.
Sedangkan maksim cara/pelaksanaan hanya ditemukan tiga kasus pelanggaran.
Dari setiap pelanggaran maksim yang ditemukan, selalu ada implikatur
percakapan khusus yang terkandung di dalamnya untuk mengimplikasikan
maksud yang sebenarnya pada setiap tuturan.
Kata Kunci: Prinsip Kerja Sama, Pelanggaran Maksim, Implikatur Percakapan
Khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
Setiawan, Ricky. 2019. Cooperative Principles Violation and Functions of
Conversational Implicature in B Class Semester II Students of
Indonesian Literature Language Education Study Program of Sanata
Dharma University Yogyakarta. Undergraduate Thesis. Yogyakarta:
Indonesian Literature Language Education Study Program, Education and
Teacher Training Faculty, Sanata Dharma University.
This research aims to find out forms of cooperative principle violation and
functions of conversational implicature contained in conversational utterances on
learning in B Class Semester II Students of Indonesian Literature Language
Education Study Program of Sanata Dharma University Yogyakarta.
This research uses cooperative principle violation and implicature theories
as stated by H. P. Grice. Cooperative principle violation and implicature are parts
of Pragmatics discipline. The student-to-student and student-to-lecturer
conversational utterances in Indonesian Literature Language Education Study
Program are the objects of this research.
In this study, eighteen cases of violation of maxims were found in the
conversations of students and lecturers on learning in class B of the Indonesian
Literature Education Study Program, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
Maximum quantity violations were found in five violations. Violations of
relevance maxim were found in five violations cases. Quality maxims violations
were found in five cases of violations. Whereas the method / implementation
maxims only found three violations. For each violation of the maxims found, there
are always implications of the specific conversations contained therein to imply
the true intentions of each utterance.
Keywords: Cooperative Principles Violations, Maximum Violations, Implications
of Special Conversations
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas
karunia dan kebaikan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Fungsi Implikatur Percakapan Pada
Pembelajaran Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas B Semester II Universitas Sanata Dharma Yogyakarta” dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu serta memberikan motivasi dan doa kepada penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini. Adapun pihak-pihak yang dimaksud adalah:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd.,M.Hum. selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
4. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing saya untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang
telah mendidik saya selama masa perkuliahan.
6. Th. Rusmiati selaku karyawan sekeretariat Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
telah dengan sabar melayani segala kepentingan saya dalam administrasi.
7. Mahasiswa angkatan 2014 terutama untuk teman-teman mahasiswa kelas
B yang sudah menemani saya pada masa perkuliahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
MOTTO ......................................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 4
1.5 Batasan Istilah .......................................................................... 5
1.6 sistematika penelitian ............................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI .. .................................................................... 8
2.1 Penelitian Relevan…. ............................................................... 8
2.2 Pragmatik ................................................................................. 9
2.3 Prinsip Kerja Sama ................................................................... 10
2.2.1 Maksim Kuantitas ........................................................... 11
2.2.2 Maksim Kualitas ............................................................. 12
2.2.3 Maksim Relevansi ........................................................... 13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
2.2.3 Maksim Cara/Pelaksanaan .............................................. 14
2.4 Implikatur ................................................................................. 15
2.4.1 Implikatur Percakapan .................................................... 16
2.4.2 Jenis-Jenis Implikatur...................................................... 19
2.5 Kerangka Berpikir .................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 23
3.1 Jenis Penelitian ......................................................................... 24
3.2 Sumber Data dan Data ............................................................. 23
3.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 24
2.3.1 Observasi ......................................................................... 24
2.3.2 Menyimak ....................................................................... 25
2.3.3 Mencatat .......................................................................... 25
2.3.4 Rekam ............................................................................. 25
3.4. Instrumen Penelitian................................................................. 25
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................ 25
3.5.1 Identifikasi....................................................................... 26
3.5.2 Klasifikasi ....................................................................... 26
3.5.3 Interpretasi....................................................................... 26
3.5.4 Pelaporan ......................................................................... 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 29
4.1 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama .............................................. 29
2.2.1 Pelanggara Maksim Kuantitas......................................... 29
2.2.2 Pelanggaran Maksim Kualitas........................................ 33
2.2.3 Pelanggaran Maksim Relevansi ...................................... 35
2.2.3 Pelanggaran Maksim Cara/Pelaksanaan ......................... 38
4.2 Implikatur Percakapan Khusus… ............................................ 40
4.3 Pembahasan Hasil Analisis ….. ............................................... 45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
4.3.1 Analisis Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ....................... 45
4.3.2 Analisis Implikatur Percakapan Khusus ......................... 56
Bab V PENUTUP………………… ............................................................ 69
5.1 Simpulan Hasil Penelitian ……. .............................................. 69
3.5 Saran ..................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ………………………. ................................... 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………. ................... 72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan kegiatan yang selalu dilakukan oleh manusia untuk
saling bertukar informasi baik verbal maupun non verbal. Manusia merupakan
makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan sesama manusia yang ada di
lingkungan sekitarnya. Alat komunikasi yang selalu digunakan manusia adalah
bahasa. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sangatlah beragam.
Menurut Wursanto (2001:31), komunikasi adalah proses kegiatan
pengoperan/penyampaian warta/berita/informasi yang mengandung arti dari satu
pihak (seseorang atau tempat) kepada pihak (seseorang atau tempat) lain dalam
usaha mendapatkan saling pengertian. Kamus Besar Bahasa Indonesia
menyatakan bahwa komunikasi adalah pengiriman atau penerimaan pesan atau
berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Berlo (dalam Erliana Hasan,
(2005:18) mengemukakan komunikasi sebagai suasana yang penuh keberhasilan
jika dan hanya jika penerima pesan memiliki makna terhadap pesan tersebut
dimana makna yang diperolehnya tersebut sama dengan apa yang dimaksudkan
oleh sumber. Berdasarkan pandangan ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah kegiatan penyampaian warta/berita/informasi yang
mengandung arti serta kegiatan antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat
agar pesan dapat diterima atau dipahami dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Di dunia ini terdapat banyak bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi.
Masyarakat Indonesia contohnya yang menggunakan bahasa Indonesia dalam
berkomunikasi, dimana bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional atau bahasa
persatuan. Selain bahasa Indonesia, masih banyak ragam bahasa yang digunakan
di Indonesia, yaitu bahasa daerah. Seperti yang dikatakan oleh Dadang Sunendar,
dalam acara Lokakarya Pengelolaan Laman dan Media Sosial di Hotel Santika
Taman Mini Indonesia Indah Jakarta "Dari tahun 1991 sampai 2017 kami telah
memetakan dan memverifikasi bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Jumlahnya saat
ini 652 bahasa daerah, yang tentunya bisa berubah seiring waktu.” (dalam
Kemendikbud.go.id). Komunikasi biasanya terjadi antara dua orang atau lebih
yang saling bertukar informasi ataupun untuk mengutarakan ide dan perasaan
dalam bentuk tuturan atau ujaran. Agar terciptanya suatu komunikasi yang baik,
dibutuhkan adanya saling kerjasama antara penutur dan mitra tutur agar apa yang
disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik. Pematuhan prinsip kerja
sama dalam percakapan merupakan bentuk interaksi yang banyak dilakukan untuk
keefektifitasan dalam komunikasi. Dalam pematuhan prinsip kerja sama antara
penutur dan mitra tutur dibutuhkan adanya kerja sama dalam pertuturan yang
sifatnya kooperatif (Sulistyowati:126). Pelanggaran prinsip kerja sama saat
berkomunikasi sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita. Akibatnya,
pelanggaran prinsip kerja sama pada saat berkomunikasi seringkali menimbulkan
suatu perdebatan antara penutur dan mitra tutur, karena kurangnya pemahaman
satu sama lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Pada penelitian ini, peneliti menjadikan mahasiswa semester II program studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
sebagai objek penelitian. Dalam hal ini, dialog percakapan antara sesama
mahasiswa dan antara mahasiswa dengan dosen yang akan dikaji untuk
mengetahui seberapa banyak pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur
percakapan diperoleh dari percakapan yang terjadi pada saat kegiatan
pembelajaran berlangsung. Pemilihan kegiatan pembelajaran di dalam kelas
sebagai objek penelitian karena di kelas sering terjadi kegiatan presentasi yang
memancing percakapan seperti, tanya jawab antar mahasiswa dan dosen di kelas.
Perdebatan terjadi biasanya disebabkan oleh rasa tidak puas terhadap suatu
pendapat atau pun ketika sebuah pertanyaan dijawab dengan berbelit-belit, tidak
langsung ke inti pertanyaannya. Hal ini bukan tanpa maksud dan tujuan. Biasanya,
dalam komunikasi penutur maupun mitra tutur menggunakan implikasi agar
maksud dapat tersampaikan dengan baik. Berdasarkan latar belakang di atas,
maka judul dalam penelitian ini adalah “Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan
Implikatur Percakapan Khusus Yang Terkandung Pada Pembelajaran Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas B Semester II
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka berikut ini merupakan rumusan
masalah dalam penelitian ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
a. Pelanggaran prinsip kerja sama apa sajakah yang terjadi pada pembelajaran di
kelas B semester II program studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta?
b. Apa implikatur percakapan khusus yang terkandung dalam percakapan pada
pembelajaran di kelas B semester II program studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menemukan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama pada pembelajaran
di kelas B semester II program studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Mendeskripsikan implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam
percakapan pada pembelajaran di kelas B semester II program studi Bahasa
dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap kajian ilmu
pragmatik khususnya pada bidang pembelajaran di kelas.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa kalangan seperti:
1. Pembaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi kepada pembaca
mengenai pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur percakapan khusus pada
kegiatan pembelajaran mahasiswa di kelas.
2. Dosen
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dosen memberikan informasi mengenai
apa saja pelanggaran prinsip kerja sama yang biasa terjadi pada kegiatan
pembelajaran mahasiswa di kelas, serta implikatur percakapan khusus dalam
sebuah percakapan.
3. Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai prinsip kerja
sama dan implikatur percakapan khusus dalam sebuah percakapan untuk
mahasiswa. Serta dapat menjadi bahan referensi untuk mahasiswa lain yang ingin
melakukan penelitian pada bidang yang sama.
1.5 Batasan Istilah
Batasan istilah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Komunikasi
Menurut Wursanto (2001:31), komunikasi adalah proses kegiatan
pengoperan/penyampaian warta/berita/informasi yang mengandung arti dari satu
pihak (seseorang atau tempat) kepada pihak (seseorang atau tempat) lain dalam
usaha mendapatkan saling pengertian.
b. Pelanggaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Menurut KBBI, pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melanggar. Dalam
hal ini yang dilanggar adalah prinsip kerja sama dan implikatur percakapan dalam
kegiatan pembelajaran.
c. Prinsip Kerja sama
Menurut Leech (dalam Sulistyowati, 2013) prinsip kerja sama merupakan
subteori tentang penggunaan bahasa. Subteori tentang penggunaan bahasa itu
dimaksudkan sebagai upaya untuk membimbing para peserta percakapan agar
dapat melakukan percakapan secara kooperatif. Prinsip kerja sama mengatur apa
yang harus dilakukan oleh peserta percakapan (penutur dan petutur) agar
percakapan itu terdengar koheren penutur yang tak memberikan kontribusi
terhadap koherensi percakapan sama dengan tidak mengikuti prinsip kerja sama.
d. Implikatur Percakapan
Menurut Brown dan Yule (1996:31) istilah implikatur dipakai untuk
menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh
penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur.
1.6 Sistematika Penelitian
Penelitian ini akan dijabarkan dalam lima bab yang diuraikam secara
sistematis. Bab I berisi tentang pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang
penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah
dan sistematika penelitian. Bab II merupakan landasan teori yang terdiri dari
kajian teori dan kerangka berpikir. Bab III berisi tentang metodologi penelitian
yang terdiri dari jenis penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
instrumen, dan teknik analisis data. Bab IV pembahasan yang menjabarkan hasil
penelitian. Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh
Rully Pratistya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, dengan judul penelitian “Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan
Implikatur Dalam Acara Debat TV ONE Serta Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Penelitian ini mengkaji mengenai
pelanggaran-pelanggaran maksim yang terjadi pada suatu acara debat pada
salah stasiun tv swasta, serta mengimplikasikannya ke dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di SMA.
Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Winda Sulistyowati
mahasiswa Universitas Airlangga, dengan judul penelitian “Pelanggaran
Prinsip Kerja Sama dan Implikatur Percakapan Dalam Film Petualangan
Sherina Karya Riri Riza”. Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk
pelanggaran maksim dalam prinsip kerja sama, serta menemukan implikatur
percakapan yang terkandung di dalam pelanggaran maksim-maksim tersebut.
Penelitian relevan ketiga dilakukan oleh Galih Wibisono dalam jurnal
cakrawala mandarin, dengan judul penelitian “Pelanggaran Maksim Prinsip
Kerja Sama Tokoh Utama Pada Film Liang Zhu Sampek Engthay”. Pada
penelitian ini Galih Wibisono mendeskripsikan pelanggaran-pelanggaran
maksim yang terdapat di dalam film “Liang Zhu”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
Ketiga penelitian di atas, selaras dengan penelitian yang akan dilakukan pada
penelitian ini. Hanya saja objek penelitiannya yang berbeda.
2.2 Pragmatik
Menurut Levinson (dalam Pranowo, 2009) pragmatik adalah studi
mengenai penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa yang dimaksud oleh
Levinson adalah penggunaan bahasa sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi. Jadi, kajian bahasa dari segi pragmatik berarti mengkaji bahasa
untuk berkomunikasi. Sedangkan menurut Kasheer (dalam Putrayasa, 2014)
pragmatik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa digunakan dan
bagaimana bahasa tersebut diintegrasikan ke dalam konteks. Parker (dalam
Rahardi, 2009) mendefinisikan pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang
mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun yang dimaksud dengan
hal tersebut adalah bagaimana sesungguhnya satuan lingual tertentu dapat
digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya.
Berdasarkan beberapa pendapat dari ahli di atas, secara sederhana dapat
disimpulkan bahwa pragmatik adalah studi mengenai penggunaan bahasa
sebagai alat komunikasi dengan memperhatikan konteks. Dalam kajian
pragmatik selain tidak lepas dari konteks, tentu juga tidak lepas dari prinsip
kerja sama dan juga implikatur. Prinsip kerja sama diperlukan agar pesan
dapat sampai dengan baik pada peserta tutur pada saat berkomunikasi, oleh
karena itu prinsip-prinsip kerja sama yang dipelopori oleh Grice sangat
penting untuk diperhatikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Selain prinsip kerja sama, Grice juga membahas mengenai implikatur
dalam kajian pragmatik, konsep mengenai implikatur ini digunakan oleh Grice
untuk memecahkan masalah tentang makna bahasa yang tidak dapat
diselesaikan dengan teori semantik biasa. Menurut Brown dan Yule ( dalam
Putrayasa, 2014: 63) implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang
mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda
dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur. Pendapat itu bertumpu
pada suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara harafiah.
Penelitian ini akan mengkaji mengenai pelanggaran prinsip kerja sama dan
implikatur pada kegiatan pembelajaran di kelas, oleh karena itu pembahasan
mengenai prinsip kerja sama dan implikatur akan dibahas secara lebih rinci
pada beberapa sub bab di bawah ini.
2.3 Prinsip Kerja Sama
Dalam percakapan terdapat prinsip kerja sama untuk menjalin suatu
percakapan yang gunanya agar dapat mencapai komunikasi yang baik. Prinsip
kerja sama atau prinsip kooperatif yang dicetuskan oleh Grice (1975) sebagai
dasar kesuksesan dalam berkomunikasi. Artinya, di dalam situasi formal
prinsip kooperatif adalah aturan-aturan dasar yang dijalankan ketika
mengucapkan dan menafsirkan ucapan (Black, 2011 dalam Putrayasa, 2014).
Adanya kerja sama ini membuat tuturan menjadi lebih bermakna dan
memiliki sebuah tujuan. Proses kerja sama dan kesamaan informasi yang
dimiliki oleh penutur maupun mitra tutur akan memudahkan proses informasi.
Adanya kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur dalam sebuah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
percakapan akan memudahkan pertukaran informasi dan memudahkan
penyampaian maksud yang ingin dicapai. Kesesuaian informasi yang didapat
dari kerja sama inilah yang membuat prinsip kerja sama ini menjadi sangat
penting.
Prinsip kerja sama yang paling umum itu adalah dalam menggunakan
tuturan-tuturan yang lugas, mudah dipahami dan langsung sehingga tuturan
segera dapat ditangkap maksudnya oleh lawan tutur dan waktunya tidak
terbuang percuma. Secara rinci, Grice (dalam Putrayasa, 2014: 102)
mengemukakan bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu
setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan yakni: maksim
kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.
Selanjutnya prinsip kerja sama akan dijabarkan pada penjelasan di bawah ini.
2.3.1 Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan
kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan
bicaranya (Putrayasa, 2014:102). Hal tersebut selaras dengan yang
disampaikan oleh Rahardi (2005:53) di dalam maksim kuantitas, seorang
penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai,
dan seinformatif mungkin. Informasi demikian itu tidak boleh melebihi
informasi yang sebenarnya dibutuhkan si mitra tutur. Adapun kaidah maksim
kuantitas adalah sebagai berikut:
1) Berikanlah informasi Anda sesuai kebutuhan dalam rangka tujuan
atau maksud pertuturan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
2) Jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi
kebutuhan.
Contoh:
A: Dimana rumahmu?
B: Rumah saya dijalan Beringin Blok C Kavling.
Percakapan di atas merupakan contoh percakapan yang memenuhi
maksim kuantitas. Karena, informasi yang diberikan oleh si B tidak
melebihi informasi yang dibutuhkan oleh si A.
2.3.2 Maksim Kualitas
Dengan maksim kualitas, seorang peserta tutur diharapkan dapat
menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam
bertutur. Fakta itu harus didukung dan didasarkan pada bukti-bukti yang jelas
(dalam Rahardi, 2005:55). Selaras dengan pendapat Rahardi, Putrayasa
(2014:103) juga menjelaskan bahwa maksim ini mewajibkan setiap peserta
percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan
hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Adapun kaidah
maksim kualitas adalah:
1) Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar.
2) Jangan mengatakan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara memadai.
Contoh kaidah maksim kualitas tersebut dapat dikutipkan dari ilustrasi Grice
(dalam Prutrayasa, 2014:103) sebagai berikut. “Saya mengharapkan kontribusi
anda sungguh-sungguh, bukan palsu. Kalau saya membutuhkan gula sebagai
bahan pembuat kue yang Anda minta saya membuatnya, saya tidak
mengharapkan Anda memberikan garam kepada saya; kalau saya memerlukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
sendok, saya ingin sendok sungguhan buka sendok mainan yang terbuat dari
karet.”
Contoh:
A: Apa ibu kota Kalimantan Barat?
B: Pontianak
Contoh percakapan di atas memenuhi maksim kualitas. Karena, jawaban yang
diberikan oleh (B) atas pertanyaan dari (A) sesuai dengan fakta yang
sebenarnya, bahwa ibu kota Kalimantan adalah Pontianak.
2.3.3 Maksim Relevansi
Di dalam maksim relevansi, dinyatakan bahwa agar terjalin kerja sama
yang baik antara penutur dan mitra tutur, masing-masing hendaknya dapat
memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang
dipertuturkan itu (dalam Rahardi, 2005:57). Selaras dengan pendapat Grice,
1997 (dalam Putrayasa, 2014:104) yang mengatakan bahwa maksim relevansi
mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan
dengan masalah pembicaraan.
Contoh:
Ibu : “Sebelum berangkat sekolah, jangan lupa sarapan dulu ya nak.”
Anak : “Iya bu, nanti aku sarapan.”
Contoh di atas dikatakan mematuhi maksim relevansi, karena jawaban sang
anak selaras dengan apa yang diperintahkan oleh sang ibu. Dengan jawaban
“Iya bu, nanti aku sarapan” yang berarti dia akan sarapan sebelum berangkat
ke sekolah, sesuai dengan apa yang diperintahkan ibu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2.3.4 Maksim Cara/Pelksanaan
Maksim pelaksanaan ini mengharuskan peserta pertuturan bertutur
secara langsung, jelas, dan tidak kabur (Rahardi, 2005:57). Selaras dengan
pendapat Rahardi, Putrayasa juga menyampaikan bahwa maksim
cara/pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara
langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut
(Putrayasa, 2014:105). Adapun kaidah dalam maksim cara/pelaksanaan
adalah:
1) Hindari ungkapan yang tidak jelas,
2) Hindari ungkapan yang membingungkan,
3) Hindari ungkapan berkepanjangan,
4) Ungkapkan sesuatu secara runtut.
Lebih lanjut, ilustrasi yang diberikan oleh Grice 1975 ( dalam Putrayasa,
2014:105).
adalah “Saya mengharapkan pasangan saya menjelaskan kontribusi apa yang
diberikannya dan melaksanakan tindakannya secara beralasan.
Contoh:
Ibu : “Ayo, cepat bukakan jendelanya!”
Anak: “Sebentar dulu bu, masih dingin.”
Cuplikan percakapan antara Ibu dan Anak di atas merupakan contoh
percakapan yang memenuhi maksim cara/pelaksanaan. Karena, perintah dari
(Ibu) yang berbunyi “Ayo, cepat bukakan jendelanya!” memiliki kejelasan
yang dapat dipahami oleh (Anak) yang berarti (Ibu) memerintahkan untuk
segera membuka jendela, bukan membuka yang lain selain jendela.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
2.4 Implikatur
Menurut Mey (dalam Nadar, 2009), implikatur „implicature‟ berasal dari
kerta to imply, sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja
tersebut berasal dari bahasa latin plicare yang berarti to fold “melipat”.
Dengan demikian, untuk mengetahui apa yang dilipat atau disimpan tersebut
haruslah dilakukan dengan cara membukanya. Dalam rangka memahami apa
yang dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan
interpretasi pada tuturan-tuturannya.
Selain itu, Grice di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and
Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan
proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang
diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan (dalam
Rahardi, 2005:43).
Nababan (1987) menyatakan bahwa implikatur erat dengan konvensi
kebermaknaan yang terjadi di dalam proses komunikasi. Konsep itu kemudian
dipahami untuk menerangkan perbedaan antara hal “yang diucapkan” dan hal
“yang diimplikasikan”.
Lebih lajut, Brown dan Yule (1996) menyatakan bahwa istilah implikatur
dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau
dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang
dikatakan oleh penutur (dalam Putrayasa, 2014:63).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan implikatur seperti
pendapat para ahli di atas, berikut merupakan contoh percakapan yang
mengandung implikatur di dalamnya.
A: “Bro laper nih.”
B: “Males keluar ah.”
Pada cuplikan percakapan di atas, respon yang diberikan oleh B, tentu
tidak relevan atau tidak sesuai dengan apa yang dituturkan oleh A. Namun bila
kita melihat dari konteks percakapannya, tuturan si B dalam merespon tuturan
dari si A tidak semata-mata ingin menyatakan bahwa si A males keluar, yang
tidak ada kaitannya dengan tuturan si B. Si penutur B bermaksud untuk
menyampaikan bahwa, si B sedang tidak ingin pergi keluar untuk menemani si
A membeli makanan. Dengan kata lain, tuturan si B mengimplikasikan bahwa
dirinya tidak ingin menemani si A untuk membeli makanan keluar.Jadi bila
melihat dari beberapa pendapat ahli dan contoh di atas, dapat disimpulkan
bahwa implikatur merupakan ilmu yang berfungsi untuk memahami apa yang
dimaksud atau disimpulkan oleh penutur, karena sebuah tuturan dapat
mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari sebuah
tuturan.
2.4.1 Implikatur Percakapan
Implikatur percakapan memiliki ciri-ciri spesifik, yang membedakan
dengan fenomena pragmatik lainnya. Menurut Cruse (dalam Sumarsono,
2009) ada empat kriteria khusus yang merupakan ciri implikatur percakapan,
yaitu: bergantung konteks, dapat dibatalkan, tidak dapat dilepaskan, dan dapat
diperhitungkan (Putrayasa, 2014:64).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
1. Bergantung Konteks
IP sangat ditentukan/bergantung pada konteks.
Rere : Mau kemana, De?
Tude : mules nih
Rere : rapatnya sudah dimulai
Tude : duluan saja
(konteks dituturkan oleh Rere ketika mengajak Tude untuk segera mengikuti
rapat tetapi Tude belum dapat ikut karena perutnya sakit dan segera ke wc).
2. Dapat dibatalkan
Makna tuturan ber-IP dapat dibatalkan dengan kehadiran materi tambahan.
Proses pembatalan dan materi tambahan dapat diamati pada contoh tuturan (A)
berikut ini:
A: Risna, jadi tidak kamu menyetor laporan?
B: (1) Atasanku masih di Surabaya.
B: (2) Oh ya, sebagian laporan sudah kukirim lewat e-mail.
Seumpamanya A adalah teman Risna dan B adalah Risna maka jawaban B (1)
mengandung IP, bahwa Risna belum menyetor laporan kepada atasan
karena atasannya sedang tugas di luar kota, sedangkan pada B (2) menghapus
implikatur tersebut.
3. Tidak dapat dilepaskan
Pada kriteria yang ketiga ini dinyatakan bahwa substansi proposisi yang sama
pada konteks yang sama memunculkan IP yang sama. Dalam suatu bentuk
yang diekspresikan, IP diikat pada makna dan tidak pada bentuk. Contoh: (1)
Rani tidak mengendarai mobil, (2) Rani mencoba mengendarai mobil, (3) Rani
mengendarai mobil.
4. Dapat diperhitungkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
IP dapat diperhitungkan dengan menggunakan prinsip-prinsip umum berbasis
pada makna konvensional dan informasi kontekstual (Cruse dalam
Sumarsono, 2009 dalam Putrayasa, 2014:65). Makna konvensional dapat
diabaikan oleh Pn (penutur), ketika memaknai tuturan dengan konteksnya,
tetapi ia dapat memaknainya. Misalnya, ada dua orang secara manasuka
setuju bahwa jika sewaktu-waktu salah satu di antara mengatakan X, mereka
akan memaknai Y. contohnya antara dua orang mahasiswa yang tidak dalam
satu kost bahwa manakala salah seorang mengatakan “Mas, ada teman
wanitanya”. Atau “Mas, ada tamu”. Sementara si Mas menyadari bahwa dia
tidak memakai baju. Respons atau tuturan khusus itu bersifat bebas.
Selain ciri-ciri implikatur percakapan di atas, Grice (dalam Wijana,1996) juga
mengemukakan bahwa ada 5 (lima) ciri dari implikatur percakapan, yakni:
1) Dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dibatalkan baik dengan cara
eksplisit ataupun dengan cara kontekstual (cancellable).
2) Ketidakterpisahan implikatur percakapan dengan cara menyatakan sesuatu.
Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan sesuatu itu,
sehingga orang memakai tuturan bermuatan implikatur untuk
menyampaikannya (nondetachable).
3) Implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat
yang dipakai, tetapi isi implikatur tidak masuk dalam makna konvensional
kalimat itu (nonconventional).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
4) Kebenaran isi implikatur tidak tergantung pada apa yang dikatakan, tetapi
dapat diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang dikatakan
(calcutable).
5) Implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti
sifatnya (inderteminate).
2.4.2 Jenis-Jenis Implikatur Percakapan
Implikatur percakapan terbagi lagi menjadi tiga, yaitu: (1) implikatur
percakapan umum, (2) implikatur percakapan berskala, (3) implikatur
percakapan khusus (Nadar, 2009 dalam Putrayasa, 2014:70-72). Berikut
dipaparkan secara singkat ketiga implikatur percakapan tersebut.
1. Implikatur Percakapan Umum
Implikatur percakkapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di
dalam percakapan tidak memerlukan konteks khusus. Jika pengetahuan
khusus tidak persyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan yang
disampaikan, hal ini disebut implikatur percakapan umum (Nadar, 2009 dalam
Putrayasa 2014). Contoh di bawah ini memperlihatkan hal tersebut. Implikatur
(1) sebagai akibat adanya tuturan (2) merupakan implikatur percakapan
umum.
(1) Saya menemukan uang.
(2) (Uang itu bukan milik saya)
2. Implikatur Percakapan Berskala
Implikatur berskala ditandai dengan istilah-istilah untuk
mengungkapkan kuantitas dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah (Yule,
1996 dalam Putrayasa). Misalnya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
(1) (Semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit)(selalu, sering, kadang-
kadang)
(2) Saya sedang belajar ilmu bahasa dan saya telah melengkapi beberapa mata
pelajaran yang persyaratkan.
Dengan memilih kata „beberapa‟ dalam kalimat tersebut, penutur menciptakan
suatu implikatur (tidak semua). Inilah salah satu implikatur tuturan berskala.
Dasar implikatur berskala ialah bahwa semua bentuk negative dari skala yang
lebih tinggi dilibatkan apabila bentuk apapun dalam skala itu dinyatakan.
Skala yang pertama (dalam contoh 1 di atas) mengandung „seluruh‟, „sebagian
besar‟, dan „banyak‟ berskala lebih tinggi dari „beberapa‟. Dengan adanya
batasan implikatur berskala, konsekuensinya adalah dalam mengatakan
„sebagian besar mata pelajaran yang dipersyaratkan „, penutur juga
menciptakan implikatur lain, misalnya: „tidak sebagian besar‟, „tidak banyak‟.
Apabila penutur melanjutkan untuk menjelaskan mata pelajaran linguistik itu
seperti dalam kalimat (3) berikut, maka kita akan mengetahui lebih banyak
implikatur berskala lagi.
(3) Dia kadang-kadang sangat menarik.
Dengan menggunakan „kadang-kadang‟ dalam kalimat (3) di atas, penutur
menyampaikan bentuk-bentuk negatif yang tatarannya lebih tinggi dalam skala
kekerapan melalui implikatur „tidak selalu‟, „tidak sering‟.
3. Implikatur Percakapan Khusus
Yule (1996: 74) menyatakan implikatur percakapan khusus terjadi
dalam konteks yang sangat khusus di mana mitra tutur mengasumsikan
informasi secara lokal. Oleh karena itu, implikatur percakapan khusus sangat
memerlukan konteks dan pengetahuan khusus untuk menyimpulkan apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
diperlukan. Implikatur percakapan khusus merupakan makna yang diturunkan
dari percakapan dengan mengetahui/merujuk konteks (sosial) percakapan,
hubungan antar pembicara serta kebersamaan pengetahuan mereka. Hanya
dengan pengetahuan khusus itulah makna atau implikatur dapat diturunkan,
seperti pada contoh berikut.
Hayati : “Kemana payung ini harus saya kembalikan?”
Zainuddin : “Saya tinggal di rumah mande Jamila, encik.”
Pada contoh di atas mengimplikasikan bahwa Hayati tidak langsung
mengembalikan payung yang dipinjamkan oleh Zainuddin kepadanya Karena
hari sudah malam. Zainuddin memberikan kesempatan kepada Hayati untuk
memakai dan membawa payungnya pulang dan Zainuddin hanya memberitahu
tempat ia tinggal, supaya Hayati dapat mengembalikan payung yang ia pinjam.
Percakapan tersebut juga mengimplikasikan terjadinya keakraban antara
Hayati dan Zainuddin diawal perkenalan mereka. Alamat Zainuddin tinggal
secara tidak langsung merupakan konteks dan latar belakang pengetahuan
khusus yang diketahui oleh Zainuddin sebagai penutur dan Hayati sebagai
mitra tutur.
Dari ketiga implikatur percakapan di atas, penelitian kali ini hanya
menfokuskan kepada satu implikatur saja, yakni implikatur percakapan
khusus. Dimana, pada implikatur percakapan khusus untuk mengetahui
implikatur yang terkandung dalam sebuah tuturan, baik penutur maupun mitra
tutur harus mengetahui/memahami konteks (sosial) percakapan, hubungan
antar pembicara serta kebersamaan pengetahuan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
2.5 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir memudahkan pembaca untuk memahami alur penelitian
ini. Berikut adalah bagan kerangka berpikir:
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
Maksim Kuantitas, Maksim
Kualitas, Maksim Relevansi,
Maksim Cara/Pelaksanaan
Implikatur Percakapan Khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Bogdan dan Guba
(dalam Pratistya, 2015) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah “prosedur
penelitian yang menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.” Kemudian, Fraenkel dan
Wallen (dalam Pratistya, 2015) menyatakan bahwa “penelitian yang mengkaji
kualitas hubungan, kegiatan, situasi, atau material disebut penelitian kualitatif,
dengan penekanan kuat pada deskripsi menyeluruh dalam menggambarkan rincian
segala sesuatu yang terjadi pada suatu kegiatan atau situasi tertentu.”
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip
kerja sama serta implikatur percakpan khusus yang terkandung di dalam tuturan
percakapan, pada kegiatan pembelajaran di kelas B semester II Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
3.2 Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan dosen Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Kelas B Semester II, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta. Data dalam penelitian ini adalah hasil observasi dan hasil transkrip
data yang diambil dari percakapan yang terjadi di kelas antara mahasiswa ke
mahasiswa, dan mahasiswa ke dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi, menyimak, mencatat, dan rekam.
3.3.1 Observasi
Observasi merupakan kegiatan peninjauan langsung, dengan cara
mengamati data-data kebahasaan yang sering ditemukan dalam percakapan di
kelas. Sukmadinata (2011:220 dalam Deresta, 2018), mengatakan bahwa
observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan
mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Selanjutnya
peneliti melakukan perekaman data serta mencatat percakapan yang berpotensi
melanggar prinsip kerja sama.
3.3.2 Menyimak
Menyimak berarti suatu kegiatan mendengarkan dengan saksama untuk
memahami apa yang sedang didengar. Dalam KBBI dijelaskan bahwa menyimak
yaitu mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca
orang. Dalam penelitian ini, sumber data yang akan dipakai adalah hasil dari
percakapan antar mahasiswa mau pun dosen. Jadi, untuk mendapatkan data yang
sesuai dengan fokus penelitian ini, peneliti harus menyimak secara saksama
percakapan yang terjadi antara mahasiswa ke mahasiswa mau pun antara
mahasiswa ke dosen pengampu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
3.3.3 Mencatat
Selain menyimak, peneliti juga harus mencatat percakapan yang berpotensi
melanggar ke empat maksim dalam prinsip kerja sama, antara lain maksim
kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara.
3.3.4 Rekam
Untuk mendapatkan data yang benar-benar valid, peneliti menyadari bahwa
tidak cukup jika hanya mengandalkan kemampuan menyimak percakapan secara
langsung di kelas. Oleh karena itu, untuk membantu menemukan data yang benar-
benar valid, peneliti juga merekam percakapan yang terjadi di kelas untuk kembali
disimak pada saat di luar kelas.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyanto, 2015:147). Dalam
penelitian ini instrumen yang akan digunakan dalam membantu proses penelitian
adalah buku catatan untuk mencatat cuplikan percakapan yang dianggap
melanggar prinsip kerja sama percakapan dan alat rekam (Handphone) untuk
merekam percakapan yang terjadi di kelas, yang kemudian didengar kembali oleh
peneliti ketika di luar kelas dalam lanjutan mencari data pelanggaran prinsip kerja
sama dalam percakapan.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton (1980: 268) adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar
(Moleong, 1989: 112). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
adalah mengolah hasil observasi dan hasil transkrip data percakapan. Berikut
beberapa tahap yang akan dilakukan dalam menganalisis data.
3.5.1 Identifikasi
Pada teknik identifikasi peneliti akan mengidentifikasi hasil tuturan yang
sudah dicatat, maupun di rekam pada saat pembelajaran di kelas apakah termasuk
ke dalam pelanggaran prinsip kerja sama atau tidak.
3.5.2 Klasifikasi
Dalam teknik klasifikasi, peneliti membuat kartu data tuturan. Fungsi dari
kartu data tuturan tersebut untuk menunjukan data tuturan apa saja yang sekiranya
melanggar prinsip kerja sama, serta implikatur apa yang terdapat pada tuturan
tersebut. Ada pun data tuturan yang dimaksud sebagai berikut:
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data:
Waktu tuturan:
Konteks:
Bentuk tuturan:
Pelanggaran maksim:
Indikator pelanggaran:
Implikatur:
3.5.3 Interpretasi
Dalam tahap ini, peneliti menafsirkan data yang telah diperoleh sebelumnya
berdasarkan data dari lapangan. Tindak lanjut yang akan dilakukan setelah
menafsirkan data adalah pengecekan keabsahan data. Furchan (1982: 480-483
dalam Deresta, 2018) ada beberapa hal atau prinsip dalam menafsirkan atau
memaknai data sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
1. Peranan usulan dalam memudahkan interpretasi
Dasar yang kokoh untuk menafsirkan hasl penelitian hendaknya sudah
diletakkan disetiap tahap pengembngan usulan, bahkan sebelum penelitian yang
sesungguhnya dilakukan. Dengan selalu ingat akan terdiri dari apa saja data yagn
mereka peroleh serta apa yang meungkin dapat dipelajari dari data tersebut,
peneliti dapat mempersiapkan diri untuk menafsirkan data itu.
2. Perlunya terus mengikuti rencana awal
Sesudah usulan diterima dan penelitian dimulai, penyelidikan itu harus
dilaksanakan tepat seperti yang telah direncanakan. Kaidah ini memiliki implikasi
etik maupun praktis.
3. Penafsiran hasil yang sesuai harapan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini:
a. Jangan membuat interpretasi yang melebihi informasi. Kelihatannya hal
ini merupakan suatu larangan yang sudah jelas dengan sendirinya, namun
peneliti sering merasa begitu gembira karena hasil yang diperolehnya
sesuai dengan harapannya sehingga, menarik kesimpulan yang tidak
mempunyai dasar sah dalam data.
b. Jangan melupakan keterbatasan penyelidikan, hal ini dapat dilihat dari
keterbatasan sampel misalnya, keterbatasan alat ukur dan sebagainya.
4. Penafsiran hal yang negatif
Jika melakukan penyelidikan secara tersirat hal tersebut masih bersifat
dugaan bukan hal yang pasti. Oleh karena itu kita wajib menerima data yang kita
peroleh dan menafsirkannya tanpa menghiraukan data itu. jika hasil itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
bertentangan dengan dasar pemikiran teoretis maka, bagia hasil pembahasan
dalam laporan kita harus meliputi peninjauan kembali berdasarkan hal-hal yang
ditemukan dalam penyelidikan itu.
3.5.4 Pelaporan
Setelah hasil analisis data ditemukan atau diperoleh, tentunya peneliti harus
membuat laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian biasanya akan
digunakan sebagai keperluan akademis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
Pada bab ini akan dibahas mengenai pelanggaran prinsip kerja sama yang
diperoleh dari data yang telah didapatkan oleh peneliti pada saat melakukan
penelitian di kelas B semester II Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma. Ada pun data yang diperoleh berdasarkan penelitian
yang dilakukan pada tanggal 6 Mei 2019 di kelas B pada mata kuliah Fonologi,
kemudian pada tanggal 9 Mei 2019 di kelas B pada mata kuliah Kurikulum
Bahasa Indonesia, dan yang terakhir pada tanggal 13 Mei 2019 di kelas B pada
mata kuliah Fonologi.
Pada bab ini pula akan dijelaskan satu persatu pelanggaran prinsip kerja sama
yang terdapat pada percakapan. Pembahasan dilakukan dengan cara menganalisis
satu persatu dan berurutan mengenai pelanggaran maksim yang terjadi, mulai dari
pelanggaran maksim kuantitas, pelanggaran maksim kualitas, pelanggaran
maksim relevansi, pelanggaran maksim cara/pelaksanaan.
4.1.1 Pelanggaran Maksim Kuantitas
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan memberikan
informasi yang cukup atau informasi yang diberikan tidak melebihi dari apa yang
dibutuhkan oleh mitra tutur. Jika tidak memenuhi kriteria tersebut, maka seorang
penutur dianggap melanggar maksim kuantitas. Berdasarkan data yang diperoleh
oleh peneliti, terdapat beberapa pelanggaran maksim kuantitas yang terjadi pada
proses pembelajaran di kelas B semester II Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Universitas Sanata Dharma pada mata kuliah Fonologi dan Kurikulum Bahasa
Indonesia. Ada pun pelanggaran-pelanggaran yang ditemukan, sebagai berikut:
a. Data 1
Konteks: Seorang mahasiswa bertanya kepada dosen apakah dalam membuat
contoh indikator, boleh mengambil contoh dari buku atau tidak.
Bentuk tuturan:
Mahasiswa: “Pak boleh ambil dari buku?”
Dosen: “Boleh. Asal jangan dari internet.”
b. Data 2
Konteks: Dosen meminta moderator untuk melanjutkan ke sesi tanya jawab
dalam proses perkuliahan, setelah kelompok presentasi selesai menjelaskan
materi.
Bentuk Tuturan:
Dosen: “Baik itu tadi adalah proses-proses perubahan fonem yang kita
bahas hari ini. Selanjutnya moderator bisa membuka termin kedua,
pembahasan dari kelompok pembahas.”
Moderator: “Baik teman-teman, selanjutnya kita masuk pada termin kedua.
Sebelumnya minta maaf atas ketidak tepatan waktu. mengingat pembahasan
oleh kelompok penyaji juga cukup banyak dan perlunya penjelasan dari pak
Danang. Langsung saja kita masuk ke termin yang kedua yaitu pembahasan
dari kelompok pembahas.”
c. Data 3
Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Baik saya ulangi. Asumta, di dalam kata “ PUTRI” ini terdiri atas
bunyi vokal dan konsonan. Coba tolong sebutkan bunyi vokal dari kata “
PUTRI”.
Mahasiswa:“U”
Dosen:“U saja? U dan? U dan I”
d. Data 4
Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa apakah penjelasan
dari salah satu mahasiswa yang mempresentasikan materi sudah jelas atau
tidak. Karena suara dari mahasiswa yang mempresentasikan materi kurang
keras, sehingga kurang terdengar dengan jelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Mba Septa, jelaskah apa yang dijelaskan oleh mas Mario?”
Mahasiswa: “Kurang jelas pak. Suaranya kurang terdengar. Jadi gak tau dia
ngomong apa.”
e. Data 5
Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa yang menjadi moderator, masih
tersisa berapa pertanyaan yang belum dijawab oleh kelompok presentasi.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Sampai dimana pembahasan tadi?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Moderator: “Pertanyaan ketiga pak.”
Dosen: “Masih ada berapa pertanyaan?”
Moderator: “Tiga pertanyaan lagi, dan waktu menjawab tersisa 5 menit.”
Kelima data di atas adalah cuplikan percakapan yang melanggar ketentuan pada
maksim kuantitas. Adapun penyebab pelanggaran terjadi akan dijelaskan di bawah
ini:
Cuplikan percakapan pada data 1 dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, telah memberikan jawaban atau informasi melebihi dari yang dibutuhkan
oleh mahasiswa. Pelanggaran yang terjadi terlihat dari tuturan “Asal jangan dari
internet.” Tambahan informasi tersebut sebenarnya melebihi dari apa yang
dibutuhkan oleh mahasiswa atas pertanyaan “Pak boleh ambil di buku?”. Apa bila
dosen hanya menjawab “Boleh” tentu tidak akan ada pelanggaran maksim
kuantitas disana.
Cuplikan percakapan pada data 2 dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, adanya informasi berlebih yang dituturkan oleh moderator dalam
menanggapi perintah dari dosen. Pada cuplikan percakapan di atas, dosen
meminta moderator untuk melanjutkan proses pembelajaran ke termin kedua,
yaitu pembahasan dari kelompok pembahas. Namun, sang moderator
menambahkan informasi seperti “Sebelumnya minta maaf atas ketidaktepatan
waktu, mengingat pembahasan oleh kelompok peyaji cukup banyak dan perlunya
penjelasan dari pak Danang.” Yang mengakibatkan adanya informasi yang
berlebihan, tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh mitra tutur.
Cuplikan percakapan pada data 3 dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, informasi yang diberikan tidak seinformatif dari apa yang dibutuhkan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
mitra tutur. Jawaban dari si mahasiswa atas pertanyaan dosen yang menanyakan
di dalam kata “PUTRI” terdiri dari berapa bunyi vokal dan konsonan, kemudian
dosen memerintahkan mahasiswa tersebut untuk menyebutkan bunyi vokal dari
kata “PUTRI”. Kemudian, si mahasiswa hanya menjawab “U” saja sedangkan
dalam kata “PUTRI” terdapat dua bunyi vokal yaitu vokal “U” dan “I”.
Cuplikan percakapan pada data 4 dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, mahasiswa memberikan informasi yang melebihi dari apa yang
dibutuhkan dosen. Dosen hanya menanyakan apakah mahasiswa tersebut merasa
jelas atas penjelasan dari Mario. Kemudian mahasiswa itu menjawab “Kurang
jelas pak. Suaranya kurang terdengar. Jadi gak tau dia ngomong apa.” Apabila
mahasiswa tersebut hanya menjawab “Kurang jelas pak.” Tentu tidak akan
melanggar prinsip dari maksim kuantitas. Karena, jawaban yang diberikan sesuai
dengan apa yang dibutuhkan oleh dosen.
Cuplikan percakapan pada data 5 dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, moderator memberikan informasi yang berlebihan dalam menjawab
pertanyaan dari dosen. Dosen menanyakan masih ada berapa pertanyaan lagi yang
belum terjawab. Kemudian, moderator menjawab “Tiga pertanyaan lagi, dan
waktu menjawab tersisa 5 menit.” Apabila moderator hanya menjawab “Tiga
pertanyaan lagi.” Tentu tidak akan melanggar dari ketentuan dalam maksim
kuantitas, karena informasi yagn diberikan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
mitra tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
4.1.2 Pelanggaran Maksim Kualitas
Di dalam maksim kualitas, seorang penutur harus menyampaikan sesuatu yang
benar, nyata dan sesuai fakta yang sebenarnya di dalam bertutur. Apabila seorang
penutur menyampaikan sesuatu yang salah dan menyimpang dari kebenaran yang
sebenarnya, maka seorang penutur tersebut dianggap melanggar ketentuan dari
maskim kualitas. Di bawah ini merupakan data cuplikan percakapan yang
melanggar ketentuan dari maksim kualitas:
a. Data 6
Konteks: Dosen mengomentari hasil tugas dari mahasiswa yang dituliskan di
papan tulis.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Kalau saya, ini tidak akan saya gabung jadi satu. Ini bisa dipisahkan,
jadi tidak hanya satu. Berarti indikatornya ada berapa?”
Mahasiswa: “tiga pak.”
Dosen: “hahhhh? Banyak.. tidak hanya 3.”
b. Data 7
Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang sedang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Asumta, menurut Asumta ada berapa silabel dalam kata
“PUTERA‟?”
Asumta: “Lima pak.”
Dosen: “Lima? Ada berapa?”
Asumta: “Eeee dua pak.”
Dosen: “Teman-teman ada berapa silabel dalam kata “PUTERA”?”
Mahasiswa: “Tiga pak.”
c. Data 8
Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa tentang ciri-ciri khusus dari
anaftiksis.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Baik Asumta, tolong sebutkan ciri-ciri khusus dari anaftiksis?”
Asumta: “Aaaaa.. perubahan silabel pak.”
Dosen: “Salah. Saya ulangi, apa ciri khusus dari anaftiksis?”
Asumta: “Eeeee…..”
Dosen: “Teman-teman apa ciri khusus dari anftiksis?
Mahasiswa: “Perubahan vokal dan konsonan pak.”
Dosen: “Yaaa.. tolong diingat ya Asumta”
d. Data 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Mas Mario, palatalisasi terjadi dimana?”
Mario: “Di…. Belakang lidah pak.”
Dosen: “di belakang lidah? Di? Pala…tum. Yang terjadi apa? Yang terjadi
adalah pangkal lidah diangkat ke arah langit-langit atas.”
e. Data 10
Konteks: Dosen bertanya kepada semua mahasiswa mengenai materi di
kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Fisimilasi terjadi pada pada bentuk-bentuk kata , kata kerja.
Situasinya adalah kelas kata kerja. Terjadi pada kata-kata ben?”
Mahasiswa: “Benda”
Dosen: “Bennn…tukan.”
Kelima data di atas merupakan cuplikan percakapan yang melanggar ketentuan
maksim kualitas. Adapun penyebab terjadinya pelanggaran akan dijelaskan
sebagai berikut:
Cuplikan percakapan pada data 6 dianggap melanggar ketentun makasim
kualitas Karena, mahasiswa mengatakan sesuatu yang salah. Dosen bertanya
kepada mahasiswa ada berapakah pilihan indikator yang dapat digunakan.
Kemudian mahasiswa menjawab hanya ada tiga indikator. Namun yang
sebenarnya pilihan indikator tidak hanya tiga, melainkan ada banyak indikator
yang dapat digunakan. Jadi, dalam kasus ini mahasiswa melanggar ketentuan di
dalam maksim kualitas karena mengatakan sesuatu yang salah.
Cuplikan percakapan pada data 7 dianggap melanggar ketentuan maksim
kualitas karena, mahasiswa yang bernama Asumta, memberikan jawaban yang
salah atas pertanyaan dosen, yang menanyakan berapakah silabel yang terdapat
dalam kata “PUTERA”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Cuplikan percakapan pada data 8 dianggap melanggar maksim kualitas karena,
Pelanggaran terjadi karena, mahasiswa yang bernama Asumta telah memberikan
informasi yang salah. Asumta mengatakan ciri-ciri dari anaftiksis adalah
perubahan silabel, sedangkan ciri-ciri dari anaftiksis yang benar adalah perubahan
vokal dan konsonan.
Cuplikan percakapan pada data 9 dianggap melanggar ketentuan dari maksim
kualitas Karena, , mahasiswa yang bernama Mario telah memberikan jawaban
atau pernyataan yang salah atas pertanyaan dari dosen, mengenai di mana
terjadinya palatalisasi. Mario mengatakan palatalisasi terjadi di belakang lidah,
sedangkan jawaban yang benar adalah palatalisasi terjadi di palatum, yang
mengakibatkan pangkal lidah terangkat ke langit-langit atas.
Cuplikan percakapan pada data 10 dianggap melanggar ketentuan dari maksim
kualitas karena, jawaban dari mahasiswa atas pertanyaan dosen tidak tepat atau
salah. Dapat dilihat dari cuplikan percakapan di atas, dosen bertanya mengenai
terjadinya proses fisimilasi terjadi pada kata-kata bentukan. Namun, mahasiswa
menjawab dengan jawaban kata benda. Tentu jawaban tersebut adalah jawaban
yang salah. Sehingga melanggar ketentuan pada maksim kualitas, yang
mengharuskan seorang penutur harus memberikan informasi yang benar, sesuai
dengan fakta.
4.1.3 Pelanggaran Maksim Relevansi
Di dalam maksim relevansi, penutur dan mitra hendaknya memberikan
kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan. Dengan kata
lain, untuk memenuhi ketentuan dalam maksim relevansi, kita harus memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
kontribusi yang sesuai dengan konteks pembicaraan pada saat melakukan kegiatan
tuturan dengan mitra tutur. Apabila kita memberikan respon diluar konteks
pembicaraan yang seharusnya terhadap mitra tutur kita, tentu gal demikian
dianggap melanggar ketentuan dalam maksim relevansi. Di bawah ini merupakan
cuplikan percakapan yang dianggap melanggar ketentuan dari maksim relevansi.
a. Data 11
Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu anggota kelompok mahasiswa
yang sedang mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Glotis itu alat untuk apa?”
Mahasiswa: “Glotis itu alat untuk, Aaaaa…maaf pak saya tadi habis dari
toilet?”
b. Data 12
Konteks: Dosen menyuruh mahasiswa untuk memotret catatan yang ada di
papan tulis, dari pada harus mencatat. Kemudian, ada salah satu mahasiswa
yang maju ke depan untuk mengisi daya baterai handphone pada colokan
listrik di samping papan tulis.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Oh, saya kira mau moto. Ngecas yaa?”
Mahasiswa: “Di kos ga ada listrik pak hehehe.”
c. Data 13
Konteks: Dosen menanyakan seputar materi yang telah dibahas pada
pertemuan sebelumnya.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Adi, sebutkan macam-macam bentuk perubahan fonem.”
Adi: “maaf pak minggu yang lalu saya tidak masuk?”
d. Data 14
Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa selaku audience, apakah sudah
jelas apa yang disampaikan oleh salah satu anggota kelompok presentasi
Bentuk tuturan:
Dosen: “Mba Hana, apakah sudah jelas yang dijelaskan oleh Mario?”
Hana: “Kan kemarin saya menjelaskan ini juga pak.”
Dosen: “Sudah jelas atau tidak?”
Hana: “Kurang jelas pak.”
e. Data 15
Bentuk tuturan:
Dosen: “Kemudian yang kedua. Yang kedua masalah retrofleksi. Dimana
terjadinya mas Dipta?”
Dipta: “Saya agak lupa, tapi akan dijelaskan oleh kak Regina.”
Dosen: “Baik.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa yang mempresentasikan materi
di kelas.
Kelima data di atas merupakan cuplikan percakapan yang melanggar ketentuan
dari maksim relevansi. Penyebab pelanggarannya akan dijelaskan sebagai berikut:
Cuplikan percakapan pada data 11 dianggap melanggar ketentuan dari maksim
relevansi karena, jawaban yang diberikan mahasiswa atas pertanyaan dari dosen
tidak relevan atau tidak sesuai dengan konteks pertanyaan. Pertanyaan dosen
yakni “Glotis itu alat untuk apa?”. Bila dilihat dari pertanyaannya, tentu dosen
mengharapkan mahasiswa tersebut untuk menjelaskan fungsi dari glotis itu apa.
Akan tetapi, jawaban dari mahasiswa yakni “Glotis itu alat untuk, aaa…maaf pak
saya tadi habis dari toilet.” Tentu jawaban yang diberikan oleh mahasiswa tidak
relevan dengan pertanyaan yang diberikan oleh dosen.
Cuplikan percakapan pada data 12 dianggap melanggar ketentuan dari maksim
relevansi karena, karena jawaban mahasiswa yakni “di kos tidak ada listrik pak
hehehe” tidak sesuai atau tidak relevan dengan pertanyaan dari dosen yakni “Oh
saya kira mau moto. Ngecas yaa?”.
Cuplikan percakapan pada data 13 dianggap melanggar ketentuan dari maksim
relevansi karena, jawaban mahasiswa atas pertanyaan dari dosen tidak relevan
atau tidak sesuai. Dosen mengharapkan mahasiswa tersebut menyebutkan macam-
macam bentuk perubahan fonem, akan tetapi mahasiswa justru menjawab dengan
jawaban yakni “maaf pak minggu yang lalu saya tidak masuk”.
Cuplikan percakapan pada data 14 dianggap melanggar ketentuan dari maksim
relevansi karena, jawaban yang diberikan oleh Hana yakni “Kan kemarin saya
menjelaskan ini juga pak” tidak ada relevansinya dengan pertanyaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
diajukan oleh dosen yakni “Mba Hana, apakah sudah jelas yang dijelaskan oleh
Mario?
Cuplikan percakapan pada data 15 dianggap melanggar ketentuan dari maksim
relevansi karena, jawaban Dipta atas pertanyaan dosen tidak relevan. Dosen
mengharapkan Dipta untuk menjawab pertanyaannya dengan menjelaskan
masalah retrofleksi. Akan tetapi, Dipta justru menjawab dengan tuturan “Saya
agak lupa, tapi akan dijelaskan oleh kak Regina”.
4.1.4 Pelanggaran Maksim Cara/Pelaksanaan
Di dalam maksim cara/pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan
menuturkan tuturannya secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan tidak
berlebih-lebihan, serta runtut. Adapun kaidah dalam maksim cara/pelaksanaan
sebagai berikut:
1) Hindari ungkapan yang tidak jelas,
2) Hindari ungkapan yang membingungkan,
3) Hindari ungkapan berkepanjangan
4) Ungkapkan sesuatu secara runtut
Data di bawah ini merupakan cuplikan percakapan yang dianggap melanggar
ketentuan dari maksim cara/pelaksanaan.
a. Data 16
Konteks: Dosen sedang menjelaskan materi seputar proses zeroisasi dalam
kebahasaan.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Ada ciri lain yang perlu teman-teman ketahui, bahwa zeroisasi
adalah proses yang sangat dominan dalam penggunaan bahasa Indonesia oleh
penutur seperti teman-teman semuanya. Kata-kata. Cirinya yaa.. kata-kata
yang biasanya dikatakan dalam percakapan sehari-hari itu pada umumnya
adalah bentuk-bentuk dari zeroisasi. Misalnya untuk menyatakan “SUDAH”
biasanya teman-teman lebih memilih menggunakan kata “UDAH”.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Mahasiswa: “Su..su..”
Dosen: “Yaa.. itu yang special yaaa.”
b. Data 17
Konteks: Dosen sedang menjelaskan materi kepada mahasiswa di kelas
mengenai HOT (High Other Thingking).
Bentuk tuturan:
Dosen: “Nah yang ketiga, ketika KD indikator sudah HOT, pembelajaran
dirancang HOT, maka penilaiannya juga harus?”
Mahasiswa: “HOT”
Dosen: “Gitu. Maka penilaiannya juga harus?”
Mahasiswa: “HOT”
c. Data 18
Konteks: Dosen mengajak mahasiswa untuk berpikir mengenai pembuatan
soal yang memiliki kesukaran tingkat atas dan berkualitas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Kalau menganalisis puisi bagaiman? Gampang atau tidak? Kalau
menemukan tokoh gampang ndak?”
Mahasiswa: “Gampang.”
Dosen: “Kalau menemukan latar bisa ndak?”
Mahasiswa: “Bisa.”
Dosen: “Nah kalau menemukan amanat gampang ndak?”
Mahasiswa X: “Tergantung pak.”
Ketiga data di atas merupakan cuplikan percakapan yang dianggap melanggar
ketentuan dari maksim cara/pelaksanaan. Di bawah ini akan dijelaskan mengapa
cuplikan percakapan di atas dianggap melanggar ketentuan dari maksim
cara/pelaksanaan:
Cuplikan percakapan pada data 16 dianggap melanggar maksim
cara/pelaksanaan karena, adanya satu tuturan yang tidak jelas dan mengandung
makna yang kabur. Kekaburan makna dari tuturan di atas dapat dilihat pada
tuturan dari mahasiswa yakni, tuturan “Su..su..”. tuturan tersebut, memiliki
kekaburan makna yang dapat menimbulkan banyak kemungkinan persepsi atau
penafsiran yang bermacam-macam, karena tidak jelas apa yang dimaksud dengan
tuturan “Su..su..” itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Cuplikan percakapan pada data 17 dianggap melanggar ketentuan dari maksim
cara/pelaksanan. Apabila kita lihat pada cuplikan percakapan pada data 2,
pengucapan kata “HOT” yang berulang kali dituturkan oleh mahasiswa dan dosen
mengandung kekaburan makna yang bisa ditafsirkan berbeda-beda oleh orang
yang tidak paham konteks pembicaraannya.
Cuplikan percakapan pada data 18 dianggap melanggar ketentuan dari maksim
cara/pelaksanaan karena, karena jawaban yang diberikan mahasiswa X yakni,
“Tergantung pak.” Mengandung ketaksaan atau ketidakjelasan, atas pertanyaan
dosen yang menanyakan apakah dalam menemukan amanat pada puisi gampang
atau tidak. Jawaban mahasiswa X kurang spesifik sehingga menimbulkan kurang
jelasnya maksud dari tuturan “Tergantung pak” pada jawaban yang ia berikan.
4.2 Implikatur Percakapan Khusus
Yule (1996: 74) menyatakan implikatur percakapan khusus terjadi dalam
konteks yang sangat khusus di mana mitra tutur mengasumsikan informasi secara
lokal. Oleh karena itu, implikatur percakapan khusus sangat memerlukan konteks
dan pengetahuan khusus untuk menyimpulkan apa yang diperlukan. Implikatur
percakapan khusus merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan
mengetahui/merujuk konteks (sosial) percakapan, hubungan antar pembicara serta
kebersamaan pengetahuan mereka. Hanya dengan pengetahuan khusus itulah
makna atau implikatur dapat diturunkan.
Di bawah ini akan dipaparkan secara urut berdasarkan nomor data, mengenai
implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam percakapan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
dianggap melanggar ketentuan dari beberapa maksim. Antara lain, maksim
kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara/pelaksanan.
Sebanyak delapan belas data di atas adalah cuplikan percakapan yang
melanggar prinsip kerja sama dalam maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim
relevansi, dan maksim cara/pelaksanaan. Dibalik pelanggaran prinsip kerja sama
pada data cuplikan percakapan di atas, terdapat implikatur percakapan yang
terkandung di dalamnya. Di bawah ini akan dipaparkan implikatur percakapan
yang terkandung pada cuplikan percakapan di atas sesuai dengan nomor data.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung dalam pelanggaran maksim
pada data 1 yaitu, dosen ingin mengingatkan kepada semua mahasiswa bahwa,
boleh saja melihat dari buku, namun tidak diperkenankan melihat atau mengambil
contoh dari internet.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan
pada data 2 yaitu, moderator ingin menjelaskan alasan dari ketidaktepatan waktu
dalam sesi presentasi oleh kelompok, karena materi yang cukup banyak, serta
perlunya penegasan dari dosen. Hal itu disampaikan agar semua mahasiswa di
kelas dapat memahami alasan dari ketidaktepatan waktu tersebut.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan
pada data 3 yaitu, dosen menjelaskan kepada mahasiswa bahwa dalam kata
“PUTRI” tidak hanya terdapat satu bunyi vokal saja, melainkan terdapat dua
bunyi vokal, yaitu bunyi vokal “U” dan “I”.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan
pada data 4 yaitu, mahasiswa yang bernama Septa ingin menyampaikan bahwa ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
merasa penjelasan dari Mario kurang bisa dipahami, karena suaranya yang terlalu
kecil sehingga tidak bisa didengar dengan baik.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan
pada data 5 yaitu, moderator ingin menyampaikan bahwa tiga pertanyaan sisa
tidak mungkin bisa terjawab semua karena waktu yang tersisa hanya lima menit.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakpan
pada data 6 yaitu, dosen ingin menegaskan bahwa dalam memilih indikator
sebenarnya tidak hanya terbatas tiga saja, tetapi bisa lebih dari tiga.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan
pada data 7 yaitu, tidak benar bahwa kata “PUTERA” memiliki lima silabel.
Dalam kata “PUTERA” hanya terdapat tiga silabel saja, yaitu PU, TE, dan RA.
Oleh karena itu dosen kembali menanyakan pertanyaan yang yang sama kepada
mahasiswa yang lain, secara tidak langsung bertujuan untuk menyindir Asumta
bahwa jawaban yang Asumta berikan ternyata salah.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan
pada data 8 yaitu, dosen mengingatkan Asumta bahwa tidak benar bahwa ciri
khusus dari anaftiksis itu adalah perubahan silabel. Jawaban yang benar atas
pertanyaan dari dosen mengenai ciri khusus dari anaftiksis adalah perubahan
bunyi vokal dan konsonan.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan
pada data 9 yaitu, dosen ingin menjelaskan proses palatalisasi terjadi di palatum
(Langit-langit mulut), bukan di belakang lidah seperti yang dikatakan oleh Mario.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Proses terjadinya yaitu pangkal lidah diangkat kea rah langit-langit atas pada
rongga mulut.
Implikatur percakapan yang terkandung dalam cuplikan percakapan pada data
10 yaitu, dosen menegaskan tidak benar bahwa proses fisimilasi terjadi pada kata-
kata benda, melainkan pada kata bentukan, sesuai dengan apa yang ditekankan
oleh dosen.
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan percakapan
pada data 11 yaitu, mahasiswa tersebut secara tidak langsung ingin menjelaskan
bahwa ketika materi tentang fungsi glotis yang ditanyakan oleh dosen itu
dijelaskan di kelas, mahasiswa tersebut kebetulan sedang tidak berada di kelas,
karena mahasiswa itu sedang pergi ke toilet. Oleh karena itu, mahasiswa tersebut
tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada
data 12 yaitu, mahasiswa tersebut ingin menyampaikan bahwa alasaannya mengisi
daya handphone di kelas karena, di kos (tempat tinggal) nya tidak memiliki aliran
listrik. Namun tuturan tersebut juga dengan maksud ingin memberikan sedikit
candaan kepada dosen yang bertanya.
Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada
data 13 yaitu, mahasiswa ingin menjelaskan ke dosen bahwa dia tidak bisa
menyebutkan macam-macam bentuk perubahan fonem, karena pada saat materi
tersebut dijelaskan di pertemuan sebelumnya, mahasiswa tersebut tidak mengikuti
proses pembelajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada
data 14 yaitu, Hana bermaksud untuk menyampaikan kepada dosen bahwa
sebenarnya apa yang sedang dijelaskan Mario sudah pernah dijelaskan olehnya
pada pertemuan sebelumnya. Jadi apabila dosen bertanya apakah sudah jelas atau
tidak penjelasan dari Mario, tentu sudah jelas dan bisa dipahami olehnya, karena
sudah pernah dijelaskan olehnya pada pertemuan sebelumnya.
Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada
data 15 yaitu, Dipta ingin menjelaskan bahwa untuk materi retrofleksi bukan
bagian dirinya untuk menjelaskan, melainkan bagian dari temannya.
Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada
data 16 yaitu, maksud dari tuturan “Su..su” yang diungkapkan oleh salah satu
mahasiswa di atas merupakan bahasa yang sering digunakan oleh masyarakat
bagian timur Indonesia dalam penyebutan kata “sudah”. Tuturan tersebut
diungkapkan mahasiswa itu sebagai respon terhadap penjelasan dari dosen yang
kebetulan memberikan contoh dengan kata “sudah”. Apabila kita tidak memahami
konteks pembicaraan, memang bisa saja terjadi penafsiran yang menjurus ke
makna yang jorok, atau tuturan yang tidak sopan.
Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada
data 17 yaitu, Jika orang yang tidak memahami arti kata “HOT” dalam konteks
percakapan di atas tentunya akan mengartikannya sebagai kata “PANAS” apabila
merujuk kepada kata “HOT” dalam bahasa inggris. Namun maksud sebenarnya
dari kata “HOT” di atas merupakan kepanjangan dari High Other Thingking
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
berhubungan dengan materi yang ada pada mata kuliah kurikulum bahasa
Indonesia.
Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan pada
data 18 yaitu, maksud tuturan mahasiswa X adalah ia ingin menyampaikan bahwa
dalam menentukan amanat dari sebuah puisi sebenarnya gampang-gampang
susah. Tergantung dari seberapa rumit isi dan bahasa yang digunakan dalam puisi
tersebut.
4.3 Pembahasan Hasil Analisis
Pada subbab ini peneliti akan menjabarkan hasil penelitian dari analisis
pelanggaran prinsip kerja sama, yakni pelanggaran maksim kuantitas, pelanggaran
maksim kualitas, pelanggaran maksim relevansi, dan pelanggaran maksim
cara/pelaksanaan. Selain itu peneliti juga akan mendeskripasikan implikatur
percakapan khusus yang terkandung di dalam pelanggaran beberapa maksim
tersebut.
4.3.1 Analisis Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
Suatu percakapan dianggap berhasil apabila memenuhi ketentuan dalam teori
prinsip kerja sama Grice yakni, maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim
relevansi, dan maksim cara/pelaksanaan. Apabila dalam suatu percakapan, baik
penutur ataupun mitra tutur tidak memenuhi ketentuan dari keempat maksim
tersebut maka dianggap melanggar ketentuan dari prinsip kerja sama Grice. Dari
hasil analisis percakapan yang terjadi pada saat pembelajaran di kelas B semester
II Program Studi Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma ditemukan
beberapa pelanggaran maksim, yakni pelanggaran maksim kuantias, pelanggaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
maksim kualitas, pelanggaran maksim relevansi, dan pelanggaran maksim
cara/pelaksanaan.
4.3.1.1 Maksim Kuantitas
Di dalam maksim kuantitas, seorang penutur diharapkan memberikan
informasi yang cukup atau informasi yang diberikan tidak melebihi dari apa yang
dibutuhkan mitra tutur. Jika tidak memenuhi kriteria tersebut, maka seorang
penutur dianggap melanggar maksim kuantitas. Berdasarkan data yang diperoleh
oleh peneliti, terdapat lima pelanggaran maksim kuantitas yang terjadi pada proses
pembelajaran di kelas B semester II Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma pada mata kuliah Fonologi dan Kurikulum Bahasa
Indonesia. Ada pun pelanggaran maksim tersebut terjadi pada data percakapan
1,2, 3, 4, dan 5.
1) Konteks: Seorang mahasiswa bertanya kepada dosen apakah dalam
membuat contoh indikator, boleh mengambil contoh dari buku atau tidak.
Karena apabila boleh, mahasiswa tersebut akan mengambil contoh dari
internet saja.
Mahasiswa: “Pak boleh ambil dari buku?”
Dosen: “Boleh. Asal jangan dari internet.”
Cuplikan percakapan pada data (1) dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, telah memberikan jawaban atau informasi melebihi dari yang dibutuhkan
oleh mahasiswa. Pelanggaran yang terjadi terlihat dari tuturan “Asal jangan dari
internet.” Tambahan informasi tersebut sebenarnya melebihi dari apa yang
dibutuhkan oleh mahasiswa atas pertanyaan “Pak boleh ambil di buku?”. Apa bila
dosen hanya menjawab “Boleh” tentu tidak akan ada pelanggaran maksim
kuantitas disana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
2) Konteks: Dosen meminta moderator untuk melanjutkan ke sesi tanya
jawab dalam proses perkuliahan, setelah kelompok presentasi selesai
menjelaskan materi.
Bentuk Tuturan:
Dosen: “Baik itu tadi adalah proses-proses perubahan fonem yang kita
bahas hari ini. Selanjutnya moderator bisa membuka termin kedua,
pembahasan dari kelompok pembahas.”
Moderator: “Baik teman-teman, selanjutnya kita masuk pada termin
kedua. Sebelumnya minta maaf atas ketidak tepatan waktu. mengingat
pembahasan oleh kelompok penyaji juga cukup banyak dan perlunya
penjelasan dari pak Danang. Langsung saja kita masuk ke termin yang
kedua yaitu pembahasan dari kelompok pembahas.”
Cuplikan percakapan pada data 2 dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, adanya informasi berlebih yang dituturkan oleh moderator dalam
menanggapi perintah dari dosen. Pada cuplikan percakapan di atas, dosen
meminta moderator untuk melanjutkan proses pembelajaran ke termin kedua,
yaitu pembahasan dari kelompok pembahas. Namun, sang moderator
menambahkan informasi seperti “Sebelumnya minta maaf atas ketidaktepatan
waktu, mengingat pembahasan oleh kelompok peyaji cukup banyak dan perlunya
penjelasan dari pak Danang.” Yang mengakibatkan adanya informasi yang
berlebihan, tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh mitra tutur.
3) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Baik saya ulangi. Asumta, di dalam kata “ PUTRI” ini terdiri atas
bunyi vokal dan konsonan. Coba tolong sebutkan bunyi vokal dari kata “
PUTRI”.
Mahasiswa:“U”
Dosen:“U saja? U dan? U dan I”
Cuplikan percakapan pada data 3 dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, informasi yang diberikan tidak seinformatif dari apa yang dibutuhkan oleh
mitra tutur. Jawaban dari si mahasiswa atas pertanyaan dosen yang menanyakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
di dalam kata “PUTRI” terdiri dari berapa bunyi vokal dan konsonan, kemudian
dosen memerintahkan mahasiswa tersebut untuk menyebutkan bunyi vokal dari
kata “PUTRI”. Kemudian, si mahasiswa hanya menjawab “U” saja sedangkan
dalam kata “PUTRI” terdapat dua bunyi vokal yaitu vokal “U” dan “I”.
4) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa apakah penjelasan
dari salah satu mahasiswa yang mempresentasikan materi sudah jelas atau
tidak. Karena suara dari mahasiswa yang mempresentasikan materi kurang
keras, sehingga kurang terdengar dengan jelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Mba Septa, jelaskah apa yang dijelaskan oleh mas Mario?”
Mahasiswa: “Kurang jelas pak. Suaranya kurang terdengar. Jadi gak tau
dia ngomong apa.”
Cuplikan percakapan pada data 4 dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, mahasiswa memberikan informasi yang melebihi dari apa yang
dibutuhkan dosen. Dosen hanya menanyakan apakah mahasiswa tersebut merasa
jelas atas penjelasan dari Mario. Kemudian mahasiswa itu menjawab “Kurang
jelas pak. Suaranya kurang terdengar. Jadi gak tau dia ngomong apa.” Apabila
mahasiswa tersebut hanya menjawab “Kurang jelas pak.” Tentu tidak akan
melanggar prinsip dari maksim kuantitas. Karena, jawaban yang diberikan sesuai
dengan apa yang dibutuhkan oleh dosen.
5) Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa yang menjadi moderator,
masih tersisa berapa pertanyaan yang belum dijawab oleh kelompok
presentasi.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Sampai dimana pembahasan tadi?”
Moderator: “Pertanyaan ketiga pak.”
Dosen: “Masih ada berapa pertanyaan?”
Moderator: “Tiga pertanyaan lagi, dan waktu menjawab tersisa 5 menit.”
Cuplikan percakapan pada data 5 dikatakan melanggar maksim kuantitas
karena, moderator memberikan informasi yang berlebihan dalam menjawab
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
pertanyaan dari dosen. Dosen menanyakan masih ada berapa pertanyaan lagi yang
belum terjawab. Kemudian, moderator menjawab “Tiga pertanyaan lagi, dan
waktu menjawab tersisa 5 menit.” Apabila moderator hanya menjawab “Tiga
pertanyaan lagi.” Tentu tidak akan melanggar dari ketentuan dalam maksim
kuantitas, karena informasi yagn diberikan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
mitra tutur.
4.3.1.2 Maksim Kualitas
Di dalam maksim kualitas, seorang penutur harus menyampaikan sesuatu
yang benar, nyata dan sesuai fakta yang sebenarnya di dalam bertutur. Apabila
seorang penutur menyampaikan sesuatu yang salah dan menyimpang dari
kebenaran yang sebenarnya, maka seorang penutur tersebut dianggap melanggar
ketentuan dari maskim kualitas. Berdasarkan dari data yang diperoleh oleh
peneliti pada percakapan pembelajaran di kelas B semester II Prodi Bahasa dan
Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, terdapat lima
pelanggaran maksim kualitas. Yakni, terjadi pada data 6, 7, 8, 9, dan 10.
6) Konteks: Dosen mengomentari hasil tugas dari mahasiswa yang dituliskan
di papan tulis.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Kalau saya, ini tidak akan saya gabung jadi satu. Ini bisa
dipisahkan, jadi tidak hanya satu. Berarti indikatornya ada berapa?”
Mahasiswa: “tiga pak.”
Dosen: “hahhhh? Banyak.. tidak hanya 3.”
Cuplikan percakapan pada data 6 dianggap melanggar ketentun makasim
kualitas Karena, mahasiswa mengatakan sesuatu yang salah. Dosen bertanya
kepada mahasiswa ada berapakah pilihan indikator yang dapat digunakan.
Kemudian mahasiswa menjawab hanya ada tiga indikator. Namun yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
sebenarnya pilihan indikator tidak hanya tiga, melainkan ada banyak indikator
yang dapat digunakan. Jadi, dalam kasus ini mahasiswa melanggar ketentuan di
dalam maksim kualitas karena mengatakan sesuatu yang salah.
7) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang sedang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Asumta, menurut Asumta ada berapa silabel dalam kata
“PUTERA‟?”
Asumta: “Lima pak.”
Dosen: “Lima? Ada berapa?”
Asumta: “Eeee dua pak.”
Dosen: “Teman-teman ada berapa silabel dalam kata “PUTERA”?”
Mahasiswa: “Tiga pak.”
Cuplikan percakapan pada data 7 dianggap melanggar ketentuan maksim
kualitas karena, mahasiswa yang bernama Asumta, memberikan jawaban yang
salah atas pertanyaan dosen, yang menanyakan berapakah silabel yang terdapat
dalam kata “PUTERA”.
8) Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa tentang ciri-ciri khusus dari
anaftiksis.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Baik Asumta, tolong sebutkan ciri-ciri khusus dari anaftiksis?”
Asumta: “Aaaaa.. perubahan silabel pak.”
Dosen: “Salah. Saya ulangi, apa ciri khusus dari anaftiksis?”
Asumta: “Eeeee…..”
Dosen: “Teman-teman apa ciri khusus dari anftiksis?
Mahasiswa: “Perubahan vokal dan konsonan pak.”
Dosen: “Yaaa.. tolong diingat ya Asumta”
Cuplikan percakapan pada data 8 dianggap melanggar maksim kualitas
karena, Pelanggaran terjadi karena, mahasiswa yang bernama Asumta telah
memberikan informasi yang salah. Asumta mengatakan ciri-ciri dari anaftiksis
adalah perubahan silabel, sedangkan ciri-ciri dari anaftiksis yang benar adalah
perubahan vokal dan konsonan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
9) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Mas Mario, palatalisasi terjadi dimana?”
Mario: “Di…. Belakang lidah pak.”
Dosen: “di belakang lidah? Di? Pala…tum. Yang terjadi apa? Yang terjadi
adalah pangkal lidah diangkat ke arah langit-langit atas.”
Cuplikan percakapan pada data 9 dianggap melanggar ketentuan dari
maksim kualitas Karena, , mahasiswa yang bernama Mario telah memberikan
jawaban atau pernyataan yang salah atas pertanyaan dari dosen, mengenai di mana
terjadinya palatalisasi. Mario mengatakan palatalisasi terjadi di belakang lidah,
sedangkan jawaban yang benar adalah palatalisasi terjadi di palatum, yang
mengakibatkan pangkal lidah terangkat ke langit-langit atas.
10) Konteks: Dosen bertanya kepada semua mahasiswa mengenai materi di
kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Fisimilasi terjadi pada pada bentuk-bentuk kata , kata kerja.
Situasinya adalah kelas kata kerja. Terjadi pada kata-kata ben?”
Mahasiswa: “Benda”
Dosen: “Bennn…tukan.”
Cuplikan percakapan pada data 10 dianggap melanggar ketentuan dari
maksim kualitas karena, jawaban dari mahasiswa atas pertanyaan dosen tidak
tepat atau salah. Dapat dilihat dari cuplikan percakapan di atas, dosen bertanya
mengenai terjadinya proses fisimilasi terjadi pada kata-kata bentukan. Namun,
mahasiswa menjawab dengan jawaban kata benda. Tentu jawaban tersebut adalah
jawaban yang salah. Sehingga melanggar ketentuan pada maksim kualitas, yang
mengharuskan seorang penutur harus memberikan informasi yang benar, sesuai
dengan fakta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
4.3.1.3 Maksim Relevansi
Di dalam maksim relevansi, penutur dan mitra hendaknya memberikan
kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan. Dengan kata
lain, untuk memenuhi ketentuan dalam maksim relevansi, kita harus memberikan
kontribusi yang sesuai dengan konteks pembicaraan pada saat melakukan kegiatan
tuturan dengan mitra tutur. Apabila kita memberikan respon diluar konteks
pembicaraan yang seharusnya terhadap mitra tutur kita, hal demikian dianggap
melanggar ketentuan dalam maksim relevansi. Berdasarkan dari data penelitian
yang dilakukan pada percakapan pembelajaran di kelas B semester II Prodi
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, ditemukan
lima pelanggaran. Yakni, pada data 11, 12, 13, 14, dan 15.
11) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu anggota kelompok mahasiswa
yang sedang mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Glotis itu alat untuk apa?”
Mahasiswa: “Glotis itu alat untuk, Aaaaa…maaf pak saya tadi habis dari
toilet?”
Cuplikan percakapan pada data 11 dianggap melanggar ketentuan dari
maksim relevansi karena, jawaban yang diberikan mahasiswa atas pertanyaan dari
dosen tidak relevan atau tidak sesuai dengan konteks pertanyaan. Pertanyaan
dosen yakni “Glotis itu alat untuk apa?”. Bila dilihat dari pertanyaannya, tentu
dosen mengharapkan mahasiswa tersebut untuk menjelaskan fungsi dari glotis itu
apa. Akan tetapi, jawaban dari mahasiswa yakni “Glotis itu alat untuk, aaa…maaf
pak saya tadi habis dari toilet.” Tentu jawaban yang diberikan oleh mahasiswa
tidak relevan dengan pertanyaan yang diberikan oleh dosen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
12) Konteks: Dosen menyuruh mahasiswa untuk memotret catatan yang ada
di papan tulis, dari pada harus mencatat. Kemudian, ada salah satu
mahasiswa yang maju ke depan untuk mengisi daya baterai handphone
pada colokan listrik di samping papan tulis.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Oh, saya kira mau moto. Ngecas yaa?”
Mahasiswa: “Di kos ga ada listrik pak hehehe.”
Cuplikan percakapan pada data 12 dianggap melanggar ketentuan dari
maksim relevansi karena, karena jawaban mahasiswa yakni “di kos tidak ada
listrik pak hehehe” tidak sesuai atau tidak relevan dengan pertanyaan dari dosen
yakni “Oh saya kira mau moto. Ngecas yaa?”
13) Konteks: Dosen menanyakan seputar materi yang telah dibahas pada
pertemuan sebelumnya.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Adi, sebutkan macam-macam bentuk perubahan fonem.”
Adi: “maaf pak minggu yang lalu saya tidak masuk?”
Cuplikan percakapan pada data 13 dianggap melanggar ketentuan dari
maksim relevansi karena, jawaban mahasiswa atas pertanyaan dari dosen tidak
relevan atau tidak sesuai. Dosen mengharapkan mahasiswa tersebut menyebutkan
macam-macam bentuk perubahan fonem, akan tetapi mahasiswa justru menjawab
dengan jawaban yakni “maaf pak minggu yang lalu saya tidak masuk”.
14) Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa selaku audience, apakah
sudah jelas apa yang disampaikan oleh salah satu anggota kelompok
presentasi.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Mba Hana, apakah sudah jelas yang dijelaskan oleh Mario?”
Hana: “Kan kemarin saya menjelaskan ini juga pak.”
Dosen: “Sudah jelas atau tidak?”
Hana: “Kurang jelas pak.”
Cuplikan percakapan pada data 14 dianggap melanggar ketentuan dari
maksim relevansi karena, jawaban yang diberikan oleh Hana yakni “Kan kemarin
saya menjelaskan ini juga pak” tidak ada relevansinya dengan pertanyaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
diajukan oleh dosen yakni “Mba Hana, apakah sudah jelas yang dijelaskan oleh
Mario?
15) Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa yang mempresentasikan
materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Kemudian yang kedua. Yang kedua masalah retrofleksi. Dimana
terjadinya mas Dipta?”
Dipta: “Saya agak lupa, tapi akan dijelaskan oleh kak Regina.”
Dosen: “Baik.”
Cuplikan percakapan pada data 15 dianggap melanggar ketentuan dari
maksim relevansi karena, jawaban Dipta atas pertanyaan dosen tidak relevan.
Dosen mengharapkan Dipta untuk menjawab pertanyaannya dengan menjelaskan
masalah retrofleksi. Akan tetapi, Dipta justru menjawab dengan tuturan “Saya
agak lupa, tapi akan dijelaskan oleh kak Regina”.
4.3.1.4 Maksim Cara/Pelaksanaan
Di dalam maksim cara/pelaksanaan mengharuskan setiap peserta
percakapan menuturkan tuturannya secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, dan
tidak berlebih-lebihan, serta runtut. Adapun kaidah dalam maksim
cara/pelaksanaan sebagai berikut:
1) Hindari ungkapan yang tidak jelas,
2) Hindari ungkapan yang membingungkan,
3) Hindari ungkapan berkepanjangan
4) Ungkapkan sesuatu secara runtut
Berdasarkan data hasil penelitian, terdapat tiga pelanggaran maksim
cara/pelaksanaan pada percakapan pembelajaran di kelas B semester II Prodi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Yakni, data
16, 17, dan 18.
16) Konteks: Dosen sedang menjelaskan materi seputar proses zeroisasi
dalam kebahasaan.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Ada ciri lain yang perlu teman-teman ketahui, bahwa zeroisasi
adalah proses yang sangat dominan dalam penggunaan bahasa Indonesia
oleh penutur seperti teman-teman semuanya. Kata-kata. Cirinya yaa.. kata-
kata yang biasanya dikatakan dalam percakapan sehari-hari itu pada
umumnya adalah bentuk-bentuk dari zeroisasi. Misalnya untuk
menyatakan “SUDAH” biasanya teman-teman lebih memilih
menggunakan kata “UDAH”.”
Mahasiswa: “Su..su..”
Dosen: “Yaa.. itu yang special yaaa.”
Cuplikan percakapan pada data 16 dianggap melanggar maksim
cara/pelaksanaan karena, adanya satu tuturan yang tidak jelas dan mengandung
makna yang kabur. Kekaburan makna dari tuturan di atas dapat dilihat pada
tuturan dari mahasiswa yakni, tuturan “Su..su..”. tuturan tersebut, memiliki
kekaburan makna yang dapat menimbulkan banyak kemungkinan persepsi atau
penafsiran yang bermacam-macam, karena tidak jelas apa yang dimaksud dengan
tuturan “Su..su..” itu.
17) Konteks: Dosen sedang menjelaskan materi kepada mahasiswa di kelas
mengenai HOT (High Other Thingking).
Bentuk tuturan:
Dosen: “Nah yang ketiga, ketika KD indikator sudah HOT, pembelajaran
dirancang HOT, maka penilaiannya juga harus?”
Mahasiswa: “HOT”
Dosen: “Gitu. Maka penilaiannya juga harus?”
Mahasiswa: “HOT”
Cuplikan percakapan pada data 17 dianggap melanggar ketentuan dari
maksim cara/pelaksanan. Apabila kita lihat pada cuplikan percakapan pada data 2,
pengucapan kata “HOT” yang berulang kali dituturkan oleh mahasiswa dan dosen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
mengandung kekaburan makna yang bisa ditafsirkan berbeda-beda oleh orang
yang tidak paham konteks pembicaraannya.
18) Konteks: Dosen mengajak mahasiswa untuk berpikir mengenai
pembuatan soal yang memiliki kesukaran tingkat atas dan berkualitas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Kalau menganalisis puisi bagaiman? Gampang atau tidak? Kalau
menemukan tokoh gampang ndak?”
Mahasiswa: “Gampang.”
Dosen: “Kalau menemukan latar bisa ndak?”
Mahasiswa: “Bisa.”
Dosen: “Nah kalau menemukan amanat gampang ndak?”
Mahasiswa X: “Tergantung pak.”
Cuplikan percakapan pada data 18 dianggap melanggar ketentuan dari
maksim cara/pelaksanaan karena, karena jawaban yang diberikan mahasiswa X
yakni, “Tergantung pak.” Mengandung ketaksaan atau ketidakjelasan, atas
pertanyaan dosen yang menanyakan apakah dalam menemukan amanat pada puisi
gampang atau tidak. Jawaban mahasiswa X kurang spesifik sehingga
menimbulkan kurang jelasnya maksud dari tuturan “Tergantung pak” pada
jawaban yang ia berikan.
4.3.2 Analisis Implikatur Percakapan Khusus
Yule (1996: 74) menyatakan implikatur percakapan khusus terjadi dalam
konteks yang sangat khusus di mana mitra tutur mengasumsikan informasi secara
lokal. Oleh karena itu, implikatur percakapan khusus sangat memerlukan konteks
dan pengetahuan khusus untuk menyimpulkan apa yang diperlukan. Implikatur
percakapan khusus merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan
mengetahui/merujuk konteks (sosial) percakapan, hubungan antar pembicara serta
kebersamaan pengetahuan mereka. Hanya dengan pengetahuan khusus itulah
makna atau implikatur dapat diturunkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Pada penelitian ini ditemukan beberapa implikatur percakapan khusus yang
terkandung dalam data pelanggaran prinsip kerja sama. Yakni, percakapan yang
terjadi di kelas B Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
1) Konteks: Seorang mahasiswa bertanya kepada dosen apakah dalam
membuat contoh indikator, boleh mengambil contoh dari buku atau tidak.
Bentuk tuturan:
Mahasiswa: “Pak boleh ambil dari buku?”
Dosen: “Boleh. Asal jangan dari internet.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung pada data (1) yaitu, dosen
ingin mengingatkan kepada semua mahasiswa bahwa, boleh saja melihat dari
buku, namun tidak diperkenankan melihat atau mengambil contoh dari internet.
Apabila melihat jawaban dari dosen, tentu informasi yang diberikan melebihi dari
informasi yang dibutuhkan mahasiswa. Namun agar maksud dan himbauan dosen
tersebut dapat dimengerti oleh mahasiswa, maka timbullah pernyataan yakni
“Boleh. Asal jangan dari internet.” Pada akhirnya, mahasiswa tidak mengambil
contoh dari internet, karena mahasiswa memahami maksud dan konnteks
pernyataan dari dosen tersebut. Hal ini sejalan dengan teori implikatur percakapan
khusus yakni, implikatur percakapan khusus sangat memerlukan konteks dan
pengetahuan khusus untuk menyimpulkan apa yang diperlukan. Implikatur
percakapan khusus merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan
mengetahui/merujuk konteks (sosial) percakapan, hubungan antar pembicara serta
kebersamaan pengetahuan mereka.
2) Konteks: Dosen meminta moderator untuk melanjutkan ke sesi tanya
jawab dalam proses perkuliahan, setelah kelompok presentasi selesai
menjelaskan materi.
Bentuk Tuturan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Dosen: “Baik itu tadi adalah proses-proses perubahan fonem yang kita
bahas hari ini. Selanjutnya moderator bisa membuka termin kedua,
pembahasan dari kelompok pembahas.”
Moderator: “Baik teman-teman, selanjutnya kita masuk pada termin
kedua. Sebelumnya minta maaf atas ketidak tepatan waktu. mengingat
pembahasan oleh kelompok penyaji juga cukup banyak dan perlunya
penjelasan dari pak Danang. Langsung saja kita masuk ke termin yang
kedua yaitu pembahasan dari kelompok pembahas.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 2 yaitu, moderator ingin menjelaskan alasan dari
ketidaktepatan waktu dalam sesi presentasi oleh kelompok, karena materi yang
cukup banyak, serta perlunya penegasan dari dosen. Hal itu disampaikan agar
semua mahasiswa di kelas dapat memahami alasan dari ketidaktepatan waktu
tersebut. Meskipun jawaban dari moderator tidak sesuai dari perintah dosen, untuk
melanjutkan kegiatan perkuliahan pada termin kedua, namun semua mahasiswa
dan dosen dapat memahami maksud dari pernyataan moderator yakni, “Baik
teman-teman, selanjutnya kita masuk pada termin kedua. Sebelumnya minta maaf
atas ketidak tepatan waktu. mengingat pembahasan oleh kelompok penyaji juga
cukup banyak dan perlunya penjelasan dari pak Danang. Langsung saja kita
masuk ke termin yang kedua yaitu pembahasan dari kelompok pembahas.” Karena
adanya pengetahuan yang sama pada semua mahasiswa dan dosen mengenai
konteks percakapan tersebut. Hal ini sejalan dengan teori implikatur percakapan
khusus yakni, implikatur percakapan khusus sangat memerlukan konteks dan
pengetahuan khusus untuk menyimpulkan apa yang diperlukan. Implikatur
percakapan khusus merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan
mengetahui/merujuk konteks (sosial) percakapan, hubungan antar pembicara serta
kebersamaan pengetahuan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
3) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas, namun mahasiswa tersebut tidak bisa
menjawab pertanyaan dengan benar.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Baik saya ulangi. Asumta, di dalam kata “ PUTRI” ini terdiri
atas bunyi vokal dan konsonan. Coba tolong sebutkan bunyi vokal dari
kata “ PUTRI”.
Mahasiswa:“U”
Dosen:“U saja? U dan? U dan I”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 3 yaitu, dosen menjelaskan kepada mahasiswa bahwa dalam
kata “PUTRI” tidak hanya terdapat satu bunyi vokal saja, melainkan terdapat dua
bunyi vokal, yaitu bunyi vokal “U” dan “I”. Adanya tambahan pertanyaan dari
dosen dapat diterima oleh mahasiswa tersebut, karena mahasiswa tersebut
memahami konteks pernyataan dari dosen yang bermaksud untuk menjelaskan
kembali kepada mahasiswa tersebut yang masih saja tidak memahami materi. Hal
ini tentu saja sejalan dengan teori implikatur percakapan khusus yakni, implikatur
percakapan khusus sangat memerlukan konteks dan pengetahuan khusus untuk
menyimpulkan apa yang diperlukan. Implikatur percakapan khusus merupakan
makna yang diturunkan dari percakapan dengan mengetahui/merujuk konteks
(sosial) percakapan, hubungan antar pembicara serta kebersamaan pengetahuan
mereka.
4) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa apakah
penjelasan dari salah satu mahasiswa yang mempresentasikan materi
sudah jelas atau tidak. Karena suara dari mahasiswa yang
mempresentasikan materi kurang keras, sehingga kurang terdengar
dengan jelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Mba Septa, jelaskah apa yang dijelaskan oleh mas Mario?”
Mahasiswa: “Kurang jelas pak. Suaranya kurang terdengar. Jadi gak tau
dia ngomong apa.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 4 yaitu, mahasiswa yang bernama Septa ingin
menyampaikan bahwa ia merasa penjelasan dari Mario kurang bisa dipahami,
karena suaranya yang terlalu kecil sehingga tidak bisa didengar dengan baik. Oleh
karena itu, dia memberikan informasi yang sebenarnya melebihi dari apa yang
dibutuhkan oleh dosen, berdasarkan pertanyaan yang diberikan kepada mahasiswa
yang bernama Septa. Dosen kemudian dapat memahami maksud dari mahasiswa
tersebut, karena dosen memahami konteks dari pernyataan itu. hal ini selaras
dengan teori implikatur percakapan khusus yakni, implikatur percakapan khusus
sangat memerlukan konteks dan pengetahuan khusus untuk menyimpulkan apa
yang diperlukan. Implikatur percakapan khusus merupakan makna yang
diturunkan dari percakapan dengan mengetahui/merujuk konteks (sosial)
percakapan, hubungan antar pembicara serta kebersamaan pengetahuan mereka.
5) Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa yang menjadi moderator,
masih tersisa berapa pertanyaan yang belum dijawab oleh kelompok
presentasi.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Sampai dimana pembahasan tadi?”
Moderator: “Pertanyaan ketiga pak.”
Dosen: “Masih ada berapa pertanyaan?”
Moderator: “Tiga pertanyaan lagi, dan waktu menjawab tersisa 5
menit.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 5 yaitu, moderator ingin menyampaikan bahwa tiga
pertanyaan sisa tidak mungkin bisa terjawab semua karena waktu yang tersisa
hanya lima menit. Meski informasi yang diberikan moderator melebihi dari apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
yang sebenarnya dibutuhkan, namun dosen dapat memahami maksud dari
moderator.
6) Konteks: Dosen mengomentari hasil tugas dari mahasiswa yang
dituliskan di papan tulis.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Kalau saya, ini tidak akan saya gabung jadi satu. Ini bisa
dipisahkan, jadi tidak hanya satu. Berarti indikatornya ada berapa?”
Mahasiswa: “tiga pak.”
Dosen: “hahhhh? Banyak.. tidak hanya 3.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 6 yaitu, dosen ingin menegaskan bahwa dalam memilih
indikator sebenarnya tidak hanya terbatas tiga saja, tetapi bisa lebih dari tiga.
Tambahan informasi tersebut untuk memacu mahasiswa agar dapat mecari lagi
indikator yang sebenarnya tidak hanya terbatas tiga saja
7) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang sedang
mempresentasikan materi di kelas, namun mahasiswa tersebut tidak bisa
menjawab dengan benar.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Asumta, menurut Asumta ada berapa silabel dalam kata
“PUTERA‟?”
Asumta: “Lima pak.”
Dosen: “Lima? Ada berapa?”
Asumta: “Eeee dua pak.”
Dosen: “Teman-teman ada berapa silabel dalam kata “PUTERA”?”
Mahasiswa: “Tiga pak.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 7 yaitu, tidak benar bahwa kata “PUTERA” memiliki lima
silabel. Dalam kata “PUTERA” hanya terdapat tiga silabel saja, yaitu PU, TE,
dan RA. Oleh karena itu dosen kembali menanyakan pertanyaan yang yang sama
kepada mahasiswa yang lain, secara tidak langsung bertujuan untuk menyindir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Asumta bahwa jawaban yang Asumta berikan ternyata salah. Sehingga pada
akhirnya Asumta dapat mengetahui jawaban yang sebenarnya.
8) Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa tentang ciri-ciri khusus dari
anaftiksis, namun mahasiswa tersebut tidak bisa menjawab. Akhirnya
dosen bertanya kepada mahasiswa yang lain.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Baik Asumta, tolong sebutkan ciri-ciri khusus dari anaftiksis?”
Asumta: “Aaaaa.. perubahan silabel pak.”
Dosen: “Salah. Saya ulangi, apa ciri khusus dari anaftiksis?”
Asumta: “Eeeee…..”
Dosen: “Teman-teman apa ciri khusus dari anftiksis?
Mahasiswa: “Perubahan vokal dan konsonan pak.”
Dosen: “Yaaa.. tolong diingat ya Asumta”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 8 yaitu, dosen mengingatkan Asumta bahwa tidak benar
bahwa ciri khusus dari anaftiksis itu adalah perubahan silabel. Jawaban yang
benar atas pertanyaan dari dosen mengenai ciri khusus dari anaftiksis adalah
perubahan bunyi vokal dan konsonan. Dosen juga menginginkan agar Asumta
bisa mengerti akan ciri-ciri khusus dari anaftiksis.
9) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas, namun mahasiswa tersebut gtidak
dapat menjawab dengan benar.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Mas Mario, palatalisasi terjadi dimana?”
Mario: “Di…. Belakang lidah pak.”
Dosen: “di belakang lidah? Di? Pala…tum. Yang terjadi apa? Yang
terjadi adalah pangkal lidah diangkat ke arah langit-langit atas.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 9 yaitu, dosen ingin menjelaskan proses palatalisasi terjadi
di palatum (Langit-langit mulut), bukan di belakang lidah seperti yang dikatakan
oleh Mario. Proses terjadinya yaitu pangkal lidah diangkat kea rah langit-langit
atas pada rongga mulut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
10) Konteks: Dosen bertanya kepada semua mahasiswa mengenai materi di
kelas, namun jawaban dari mahasiswa salah.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Fisimilasi terjadi pada pada bentuk-bentuk kata , kata kerja.
Situasinya adalah kelas kata kerja. Terjadi pada kata-kata ben?”
Mahasiswa: “Benda”
Dosen: “Bennn…tukan.”
Implikatur percakapan khsuus yang terkandung dalam cuplikan
percakapan pada data 10 yaitu, dosen menegaskan tidak benar bahwa proses
fisimilasi terjadi pada kata-kata benda, melainkan pada kata bentukan, sesuai
dengan apa yang ditekankan oleh dosen. Untuk memperbaiki jawaban yang salah
dari mahasiswa, akhirnya dosen menjawab sendiri atas pertanyaannya mengenai
terjadinya fisimilasi.
11) Konteks: Dosen bertanya kepada salah satu anggota kelompok
mahasiswa yang sedang mempresentasikan materi di kelas. mahasiswa
tidak dapat menjawab karena baru saja datang dari toilet.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Glotis itu alat untuk apa?”
Mahasiswa: “Glotis itu alat untuk, Aaaaa…maaf pak saya tadi habis dari
toilet?”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 11 yaitu, mahasiswa tersebut secara tidak langsung ingin
menjelaskan bahwa ketika materi tentang fungsi glotis yang ditanyakan oleh
dosen itu dijelaskan di kelas, mahasiswa tersebut kebetulan sedang tidak berada di
kelas, karena mahasiswa itu sedang pergi ke toilet. Oleh karena itu, mahasiswa
tersebut tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Walau pun jawaban dari
mahasiswa tersebut tidak sesuai dengan pertanyaan dari dosen, namun karena
dosen memahami maksud dan konteks pembicaraannya maka dosen pun dapat
memaklumi. Hal ini sejalan dengan teori implikatur percakpan khsus yakni,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
implikatur percakapan khusus sangat memerlukan konteks dan pengetahuan
khusus untuk menyimpulkan apa yang diperlukan. Implikatur percakapan khusus
merupakan makna yang diturunkan dari percakapan dengan mengetahui/merujuk
konteks (sosial) percakapan, hubungan antar pembicara serta kebersamaan
pengetahuan mereka.
12) Konteks: Dosen menyuruh mahasiswa untuk memotret catatan yang ada
di papan tulis, dari pada harus mencatat. Kemudian, ada salah satu
mahasiswa yang maju ke depan untuk mengisi daya baterai handphone
pada colokan listrik di samping papan tulis. Dosen pun mengira bahwa
mahasiswa tersebut ingin memotret catatan yang ada di papan tulis.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Oh, saya kira mau moto. Ngecas yaa?”
Mahasiswa: “Di kos ga ada listrik pak hehehe.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 12 yaitu, mahasiswa tersebut ingin menyampaikan bahwa
alasaannya mengisi daya handphone di kelas karena, di kos (tempat tinggal) nya
tidak memiliki aliran listrik. Namun tuturan tersebut juga dengan maksud ingin
memberikan sedikit candaan kepada dosen yang bertanya. Apabila melihat dari
jawaban mahasiswa di atas, tentu jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan
pertanyaan dosen. Namun karena dosen memahami konteks pembicaraannya,
dosen pun dapat memaklumi bahwa sang anak sedang bercanda.
13) Konteks: Dosen menanyakan seputar materi yang telah dibahas pada
pertemuan sebelumnya, namun Adi tidak bisa menjawab.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Adi, sebutkan macam-macam bentuk perubahan fonem.”
Adi: “maaf pak minggu yang lalu saya tidak masuk?”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 13 yaitu, mahasiswa ingin menjelaskan ke dosen bahwa dia
tidak bisa menyebutkan macam-macam bentuk perubahan fonem, karena pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
saat materi tersebut dijelaskan di pertemuan sebelumnya, mahasiswa tersebut
tidak mengikuti proses pembelajaran. Karena dosen memahami konteks
pembicaraannya, dosen dapat memaklumi mengapa Adi memberikan jawaban
yang tidak sesuai dengan pertanyaan yang diberikannya.
14) Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa selaku audience, apakah
sudah jelas apa yang disampaikan oleh salah satu anggota kelompok
presentasi.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Mba Hana, apakah sudah jelas yang dijelaskan oleh Mario?”
Hana: “Kan kemarin saya menjelaskan ini juga pak.”
Dosen: “Sudah jelas atau tidak?”
Hana: “Kurang jelas pak.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 14 yaitu, Hana bermaksud untuk menyampaikan kepada
dosen bahwa sebenarnya apa yang sedang dijelaskan Mario sudah pernah
dijelaskan olehnya pada pertemuan sebelumnya. Jadi apabila dosen bertanya
apakah sudah jelas atau tidak penjelasan dari Mario, tentu sudah jelas dan bisa
dipahami olehnya, karena sudah pernah dijelaskan olehnya pada pertemuan
sebelumnya.
15) Konteks: Dosen bertanya kepada mahasiswa yang mempresentasikan
materi di kelas, namun mahasiswa tersebut lupa, kemudian melemparkan
pertanyaan kepada teman kelompoknya.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Kemudian yang kedua. Yang kedua masalah retrofleksi. Dimana
terjadinya mas Dipta?”
Dipta: “Saya agak lupa, tapi akan dijelaskan oleh kak Regina.”
Dosen: “Baik.”
Implikatur percakapan yang terkandung di dalam cuplikan percakapan
pada data 15 yaitu, Dipta ingin menjelaskan bahwa untuk materi retrofleksi bukan
bagian dirinya untuk menjelaskan, melainkan bagian dari temannya. Oleh karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
itu dia tidak bisa menjawab. Kemudian dosen juga dapat memahami karena dosen
paham akan maksud dari Dipta.
16) Konteks: Dosen sedang menjelaskan materi seputar proses zeroisasi
dalam kebahasaan.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Ada ciri lain yang perlu teman-teman ketahui, bahwa zeroisasi
adalah proses yang sangat dominan dalam penggunaan bahasa Indonesia
oleh penutur seperti teman-teman semuanya. Kata-kata. Cirinya yaa.. kata-
kata yang biasanya dikatakan dalam percakapan sehari-hari itu pada
umumnya adalah bentuk-bentuk dari zeroisasi. Misalnya untuk
menyatakan “SUDAH” biasanya teman-teman lebih memilih
menggunakan kata “UDAH”.”
Mahasiswa: “Su..su..”
Dosen: “Yaa.. itu yang special yaaa.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 16 yaitu, maksud dari tuturan “Su..su” yang diungkapkan
oleh salah satu mahasiswa di atas merupakan bahasa yang sering digunakan oleh
masyarakat bagian timur Indonesia dalam penyebutan kata “sudah”. Tuturan
tersebut diungkapkan mahasiswa itu sebagai respon terhadap penjelasan dari
dosen yang kebetulan memberikan contoh dengan kata “sudah”. Apabila kita tidak
memahami konteks pembicaraan, memang bisa saja terjadi penafsiran yang
menjurus ke makna yang jorok, atau tuturan yang tidak sopan. Namun dosen tidak
merasa bahwa apa yang dikatakan oleh mahasiswa merupakan kata yang menjurus
kepada kata yang tidak sopan, karena dosen memahami konteks pembicaraan.
Yang mana, mereka sedang mengucapkan kata sudah dalam bahasa daerah
Indonesia bagian timur.
17) Konteks: Dosen sedang menjelaskan materi kepada mahasiswa di kelas
mengenai HOT (High Other Thingking).
Bentuk tuturan:
Dosen: “Nah yang ketiga, ketika KD indikator sudah HOT, pembelajaran
dirancang HOT, maka penilaiannya juga harus?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Mahasiswa: “HOT”
Dosen: “Gitu. Maka penilaiannya juga harus?”
Mahasiswa: “HOT”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 17 yaitu, Jika orang yang tidak memahami arti kata “HOT”
dalam konteks percakapan di atas tentunya akan mengartikannya sebagai kata
“PANAS” apabila merujuk kepada kata “HOT” dalam bahasa inggris. Namun
maksud sebenarnya dari kata “HOT” di atas merupakan kepanjangan dari High
Other Thingking berhubungan dengan materi yang ada pada mata kuliah
kurikulum bahasa Indonesia. Namun karena dosen dan mahasiswa sudah sama-
sama mengetahui maksud dari kata “HOT” itu, maka tidak ada satu pun dari
mereka yang salah mengartikan maksud dari kata tersebut.
18) Konteks: Dosen mengajak mahasiswa untuk berpikir mengenai
pembuatan soal yang memiliki kesukaran tingkat atas dan berkualitas.
Bentuk tuturan:
Dosen: “Kalau menganalisis puisi bagaiman? Gampang atau tidak?
Kalau menemukan tokoh gampang ndak?”
Mahasiswa: “Gampang.”
Dosen: “Kalau menemukan latar bisa ndak?”
Mahasiswa: “Bisa.”
Dosen: “Nah kalau menemukan amanat gampang ndak?”
Mahasiswa X: “Tergantung pak.”
Implikatur percakapan khusus yang terkandung di dalam cuplikan
percakapan pada data 18 yaitu, maksud tuturan mahasiswa X adalah ia ingin
menyampaikan bahwa dalam menentukan amanat dari sebuah puisi sebenarnya
gampang-gampang susah. Tergantung dari seberapa rumit isi dan bahasa yang
digunakan dalam puisi tersebut. Dosen tidak mempermasalahkan jawaban yang
sebenarnya tidak sesuai dengan pertanyaan darinya, karena dia paham akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
maksud dari mahasiswa X tersebut jika untuk menemukan amanat bisa gampang,
bisa tidak. Tergantung dari kerumitan isi cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, simpulan dari penelitian ini adalah
sebagai beriktu.
1) Pada penelitian ini ditemukan beberapa pelanggaran prinsip kerja sama
pada maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim
cara/pelaksanaan. Pada maksim kuantitas ditemukan lima pelanggaran
maksim yakni pada data 1, data 2, data 3, data 4, dan data 5. Pada maksim
kualitas ditemukan lima pelanggaran maksim yakni pada data 6, data 7,
data 8, data 9, dan data 10. Pada maksim relevansi juga ditemukan lima
pelanggaran maksim yakni pada data 11, data 12, data 13, data 14, dan
data 15. Pada maksim cara/pelaksanaan hanya ditemukan tiga pelanggaran
maksim yakni pada data 16, data 17, dan data 18.
2) Pada setiap pelanggaran maksim selalu ditemukan implikatur percakapan
khusus, yang bertujuan untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan,
disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang
sebenarnya yang dikatakan oleh penutur, dengan mengetahui konteks serta
pengetahuan khusus untuk memahami maksud tuturan.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyadari bahwa hasil yang
didapatkan belum sempurna, dan tentunya masih banyak hal lain yang bisa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
ditambahkan. Oleh karena peneliti ingin menyampaikan beberapa saran sebagai
berikut.
1) Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dalam bidang
pragmatik, mungkin bisa menggunakan penelitian ini sebagai referensi.
2) Bagi peneliti lain yang ini melakukan penelelitian yang serupa, mungkin
bisa mencari objek penelitian yang belum banyak dilakukan oleh peneliti
manapun, contohnya menganalisis pelanggaran prinsip kerja sama pada
percakapan di pusat keramaian seperti di pasar tradisional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Gilian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana (edisi terjemahan oleh I.
Soetikno). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Derseta, Melisa. 2018. Pengembangan Budaya Baca Level Akademik Dengan
Strategi Metakognisi Pada Mahasiswa Semester V Pendidikan Bahasa
Satra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Hasan, Erliana. 2005. Komunikasi Pemerintahan. Bandung: PT. Rafika Aditama.
KBBI,Online. “Catat”. Dalam https://kbbi.web.id/catat/html/, diakses 04/04/2019.
KBBI,Online.“Komunikasi”.DalamHttps//:kbbi.kemdikbud.go.id/entri/komunikas
i, diakses 04.04.2019.
KBBI, Online. “Simak”. Dalam https://kbbi.id/simak/html, diakses 04.04.2019.
Kemendikbud.go.id.”Badan Bahasa Petakan 652 Bahasa Daerah di Indonesia”.
Tersedia: https://www.kemendikbud.go.id/main/blog/2018/07, diakses
04.04.2019.
Nababan, P.w.j. 1987. Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nadir, F.X. 2009. Pragmatik dan Penenlitian Pragmatik. Yogyakakrta: Graha
Ilmu
Nugraheni, Yunita. 2010. Analisis Implikatur Pada Naskah Film Harry Potter
And The Goblet Of Fier. Journal. Semarang: Universitas
Muhammadiyah.
Pranowo. 2009. Kesantunan Bahasa Tokoh Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit
USD.
Pratistya, Rully. 2015. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur Dalam
Acara Debat TV ONE Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Bahasa Indonesia di SMA. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.
Putrayasa, Ida Bagus. 2014. Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesai.
Jakarta:Erlangga.
Rahardi, Kunjana. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
LAMPIRAN
DATA TUTURAN PENELITIAN
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 1
Waktu tuturan: 06 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada salah satu anggota kelompok mahasiswa
yang sedang mempresentasikan materi di kelas yang baru saja
datang dari toilet.
Bentuk tuturan:
Dosen: Glotis itu alat untuk apa?
Mahasiswa: Glotis itu alat untuk, Aaaaa…maaf pak saya tadi
habis dari toilet?
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang dituturkan tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan
oleh mitra tutur.
Implikatur:
Tidak bisa menjelaskan pertanyaan dari dosen karena pada saat
materi tersebut dijelaskan, mahasiswa tersebut sedang pergi ke
toilet.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 2
Waktu tuturan: 06 Mei 2019
Konteks:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Dosen bertanya kepada beberapa mahasiswa seputar materi yang
sudah dibahas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Adi, apa ciri proses glotaliasasi?
Adi: Sebentar pak, Aaaaaaa….
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan.
Implikatur:
Adi meminta kesempatan untuk memikirkan jawaban dari
pertanyaan dosen mengenai ciri glotalisasi.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 3
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen menyuruh mahasiswa untuk memotret catatan yang ada di
papan tulis, dari pada harus mencatat. Kemudian, ada salah satu
mahasiswa yang maju ke depan untuk mengisi daya baterai
handphone pada colokan listrik di samping papan tulis.
Bentuk tuturan:
Dosen: Oh, saya kira mau moto. Ngecas yaa…
Mahasiswa: Di kos ga ada listrik pak hehehe.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan pertanyaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
lawan tutur tanyakan.
Implikatur:
Menjawab pertanyaan dosen dengan sedikit candaan bahwa,
alasannya mengisi daya telepon genggamnya di kelas karena di
kossannya tidak memiliki aliran listrik.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 4
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mehasiswa, apakah sudah menyelesaikan
tugas mencari indikator.
Bentuk tuturan:
Dosen: Apakah anda sudah menyelesaikan?
Mahasiswa: Pak, boleh 3 kan?
Dosen: Boleh, asal tidak boleh hanya satu.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi dan maksim kuantitas.
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan pertanyaan lawan
tutur, serta terdapat jawaban yang melebihi informasi yang
dibutuhkan.
Implikatur:
Mahasiswa bertanya untuk memastikan apakah indikatornya boleh
lebih dari tiga, kemudian dosen menjawab dan menegaskan bahwa
indikator tidak boleh hanya satu saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 5
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen memerintahkan mahasiswa untuk menuliskan hasil dari
tugas yang diberikan dosen ke depan.
Bentuk tuturan:
Mahasiswa: Pak saya boleh ijin ke toilet?
Dosen: Ya silahkan. Saya kira mau menuliskan ke depan.
Mahasiswa: Hehee, enggak pak.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas.
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan lawan
tutur.
Implikatur:
Dosen mengira bahwa mahasiswa yang maju ke depan hendak
menuliskan jawaban ke papan tulis, namun ternyata mahasiswa
tersebut mau ijin ke toilet.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 6
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Seorang mahasiswa bertanya kepada dosen apakah dalam
membuat contoh indikator, boleh mengambil contoh dari buku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
atau tidak.
Bentuk tuturan:
Mahasiswa: Pak boleh ambil dari buku?
Dosen: Boleh. Asal jangan dari internet.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Informasi yang diberikan melebihi dari apa yang dibutuhkan.
Implikatur:
Dosen ingin menegaskan bahwa tidak masalah apabila harus
melihat dari buku, tetapi tidak diperbolehkan melihat atau
mengambil contoh dari internet.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 7
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen memperbaiki kesalahan hasil dari tugas mahasiswa yang
sedang menuliskan jawaban di papan tulis.
Bentuk tuturan:
Mahasiswa: Tidak boleh sama pak?
Dosen: Ya boleh saja. Tapi masak sudah mengoperasikan kok
mengoperasikan lagi.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Informasi yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan
Implikatur:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Dosen ingin menyampaikan bahwa dalam membuat indikator
banyak sekali pilihan indikator yang bisa digunakan. Jadi lebih
baik cari lagi indikator yang lain daripada harus mengulang
indikator yang sama.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 8
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen mengomentari hasil tugas dari mahasiswa yang dituliskan
di papan tuis.
Bentuk tuturan:
Dosen: Kalau saya, ini tidak akan saya gabung jadi satu. Ini bisa
dipisahkan, jadi tidak hanya satu. Berarti indikatornya ada berapa?
Mahasiswa: tiga pak.
Dosen: hahhhh? Banyak.. tidak hanya 3.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang tidak benar.
Implikatur:
Jawaban yang dikatan oleh mahasiswa tidak benar, jika indikator
hanya ada tiga.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 9
Waktu tuturan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen mengajak mahasiswa untuk berpikir mengenai pembuatan
soal yang memiliki tingkat kesukaran tingkat atas dan berkualitas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Kalau menganalisis puisi bagaiman? Gampang atau tidak?
Kalau menemukan tokoh gampang ndak?
Mahasiswa: Gampang.
Dosen: Kalau menemukan latar bisa ndak?
Mahasiswa: Bisa.
Dosen: Nah kalau menemukan amanat gampang ndak?
Mahasiswa: Tergantung pak.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim cara.
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan mengandung makna yang samara tau
kurang jelas.
Implikatur:
Dalam menemukan amanat pada puisi, tergantung dari tingkat
kerumitan isi puisi itu sendiri.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 10
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen ingin mengirimkan file panduan penilaian kepada
mahasiswa.
Bentuk tuturan:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Dosen: Kalau yang file panduan penilaian belum saya bagikan
ya?
Mahasiswa: Belum pak.
Dosen: Nanti saya kirimkan ke alamat email siapa?
Mahasiswa: Ayoo siapa?
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan pertanyaan yang
diberikan.
Implikatur:
Ingin menanyakan kepada mahasiswa yang lain, ke alamat email
manakah dosen harus mengirim file pandua penilaian.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 11
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen menanyakan seputar materi yang telah dibahas pada
pertemuan sebelumnya.
Bentuk tuturan:
Dosen: Adi, sebutkan macam-macam bentuk perubahan
fonem.
Mahasiswa: maaf pak minggu yang lalu saya tidak masuk?
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak relevan dengan apa yang ditanyakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
mitra tutur.
Implikatur:
Mahasiswa tersebut ingin menjelaskan bahwa dia tidak bisa
menjawab pertanyaan dari dosen karena pada pertemuan
sebelumnya ia tidak mengikuti proses pembelajaran.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 12
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Mahasiswa yang sedang mempresentasikan materi ingin
mengakhiri penjelasannya, namun ada satu pokok pembahasan
yang belum dijelaskan.
Bentuk tuturan:
Mahasiswa 1: Baik, saya rasa cukup penjelasan dari saya,
selanjutnya akan dijelaskan oleh teman saya.
Mahasiswa 2: Eh yang kalau belum.
Mahasiswa 1: Oh iya.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan yang
disampaikan oleh lawan tutur.
Implikatur:
Ingin memberitahukan bahwa ada satu contoh yang belum
dijelaskan oleh presentator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 13
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen menyuruh mahasiswa untuk mencari apakah kata-kata di
depan ada di kamus besar bahasa Indonesia. Seperti kata
“TELADAN”.
Bentuk tuturan:
Dosen: Coba dicari di kamus besar, apakah kata-kata di depan ada
di kamus besar?
Mahasiswa: Ada pak. Tapi kalau yang teladan, bahasa bakunya
“teladan” buka “tauladan”.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
menyatakan informasi melebihi dari yang dibutuhkan lawan tutur.
Implikatur:
Ingin menjelaskan bahwa dalam kamus besar bahasa Indonesia,
kata “TELADAN” adalah kata yang baku. Sedangkan kata
“TAULADAN” tidak baku dan tidak terdapat di kamus besar
bahasa Indonesia.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 14
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang sedang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Asumta, menurut Asumta ada berapa silabel dalam
kata “PUTERA’?
Asumta: Lima pak.
Dosen: Lima? Ada berapa?
Asumta: Eeee dua pak.
Dosen: Teman-teman ada berapa silabel dalam kata “PUTERA”?
Mahasiswa: Dua pak.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang tidak benar.
Implikatur:
Dalam kata “PUTERA” terdapat dua silabel, bukan lima.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 15
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen kembali menanyakan kepada mahasiswa yang sedang
mempresentasikan materi, seputar materi yang dibahas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Apa ciri-cirinya?
Asumta: Perubahan bunyi
Dosen: Teman-teman apa ciri anaftiksis?
Mahasiswa: Perubahan bunyi vokal dan konsonan pak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Memberikan informasi yang kurang jelas.
Implikatur:
Ciri-ciri dari anftiksis bukan hanya perubahan bunyi, tetapi ciri-
cirinya adalah perubahan bunyi vokal dan konsonan.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 16
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mahasiswa tentang ciri-ciri khusus dari
anaftiksis.
Bentuk tuturan:
Dosen: Baik Asumta, tolong sebutkan ciri-ciri khusus dari
anaftiksis?
Asumta: Aaaaa.. perubahan silabel pak.
Dosen: Salah. Saya ulangi, apa ciri khusus dari anaftiksis?
Asumta: Eeeee…..
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuta yang salah
Implikatur:
Tidak benar bahwa ciri khusus dari anftiksis adalah perubahan
silabel. Yang benar adalah, ciri khusus dari silabel yaitu,
perubahan vokal dan konsonan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 17
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mahasiswa selaku audience, apakah sudah
jelas apa yang disampaikan oleh salah satu anggota presentator.
Bentuk tuturan:
Dosen: Mba Hana, apakah sudah jelas yang dijelaskan oleh
Mario?
Hana: Kan kemarin saya menjelaskan ini juga pak.
Dosen: Sudah jelas atau tidak?
Hana: Kurang jelas pak.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi.
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan
yang diajukan oleh lawan tutur.
Implikatur:
Hana ingin menjelaskan kepada dosen, bahwa apa yang sudah
dijelaskan oleh Mario, sudah pernah dijelaskan oleh Hana pada
pertemuan sebelumnya.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 18
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Dosen menanggapi penampilan kelompok presentasi yang kurang
menguasai materi.
Bentuk tuturan:
Dosen: Sebenarnya pembahasan ini sudah pernah dijelaskan oleh
kelompok sebelumnya ya. Seharusnya teman-teman sudah bisa
dengan lancer dalam menjelaskan kembali. Inilah gambaran hasil
dari perkuliahan kita selama berapa bulan?
Mahasiswa 1: Tiga bulan pak.
Mahasiswa 2: Lima bulan pak.
Dosen: Iya sekitar lima bulanan yaa.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas.
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang tidak benar.
Implikatur:
Perkuliahan sudah berlangsung selama lima bulan, bukan tuga
bulan.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 19
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen menegur dua orang mahasiswa yang heboh sendiri dan asik
menonton video di handphone, ketika dosen sedang menjelaskan
di depan.
Bentuk tuturan:
Dosen: Itu Anisa di belakang heboh sendiri. Lagi ngapain?
Anisa: Iya pak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Dosen: Apa yang kalian tonton?
Anisa: Video pak.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi.
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan
oleh dosen.
Implikatur:
Merasa bingung ketika tiba-tiba ditanya oleh dosen.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 20
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Moderator mempersilahkan kelompok lima untuk memberikan
pertanyaan kepada kelompok presentasi.
Bentuk tuturan:
Moderator: Selanjutnya silahkan kelompok lima untuk
memberikan pertanyaan.
Mahasiswa kelompok 5: Sebenarnya pertanyaan kelompok kami
hampir sama dengan kelompok empat. Pertanyaannya
berhubungan dengan diftong.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas dan maksim relevansi.
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan
lawan tutur, serta informasi yang diberikan melebihi dari yang
dibutuhkan lawan tutur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Implikatur:
Kelompok lima ingin menjelaskan bahwa pertanyaan yang mereka
ajukan tidak jauh berbeda dengan pertanyaan dari kelompok
sebelumnya, yaitu masih seputar diftong.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data:21
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Moderator memberikan kesempatan pada kelompok delapan untuk
memberikanpertanhyaam kepada kelompok presentasi.
Bentuk tuturan:
Moderator: Selanjutnya kelompok delapan silahkan memberikan
pertanyaan kepada kelompok presentasi.
Mahasiswa kelompok 8: Saya mewakili kelompok delapan.
Pertanyaannya adalah…..
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas.
Indikator pelanggaran:
Informasi yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan.
Implikatur:
Ingin menyampaikan bahwa mahasiswa tersebut mewakili
kelompoknya dalam memberikan pertanyaan.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Kelompok sembilan mengajukan poetanyaan kepada kelompok
presentasi.
Bentuk tuturan:
Kelompok 9: Anafiksis dibagi menjadi tiga. Tolong berikan
contohnya masing-masing.
Kelompok presentasi: Maaf bisa diulang pertanyaannya?
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi.
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan
atau yang dibutuhkan oleh lawan tutur
Implikatur:
Kelompok presentasi meminta pengulangan dari kelompok
penanya, karena pertanyaan yang diberikan kurang jelas.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 23
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen menyuruh salah satu mahasiswa untuk membuat pertanyaan
seputar materi yang telah dibahas pada pertemuan sebelumnya.
Bentuk tuturan:
Dosen: selanjutnya untuk suster. Suster, dapatkah suster
mengajukan pertanyaan berkaitan dengan flasifikasi vokal dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
bahasa Indonesia yang sekitar tiga pekan yang lalu kita bahas.
Suster: Apa saja flasisfikasi vokal dalam bahasa Indonesia?
Dosen: Pertanyaan dari suster, apakah flasifikasi vokal dalam
bahasa Indonesia? Baik, pertanyaan dari suster cukup baik, akan
dijawab oleh suster sendiri. Sebutkan flasikasi vokal dalam bahasa
Indonesia.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas dan maksim relevansi.
Indikator pelanggaran:
Memberikan informasi yang melebihi dari kebutuhan penanya
(mitra tutur), serta jawaban yang diberikan tidak relevan dengan
pertanyaan yang diajukan oleh penanya (mitra tutur).
Implikatur:
Memperjelas pertanyaan dari suster mengenai flasifikasi vokal
dalam bahasa Indonesia, yang kemudian harus dijawab oleh suster
sendiri.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 24
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mahasiswa yang mempresentasikan materi
di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Kemudian yang kedua. Yang kedua masalah retrofleksi.
Dimana terjadinya mas Dipta?
Dipta: Saya agak lupa, tapi akan dijelaskan oleh kak Regina.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Dosen: Baik.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi.
Indikator pelanggaran:
Memberikan jawaban yang tidak ada kaitannya dengan pertanyaan
dari mitra tutur.
Implikatur:
Memberitahukan bahwa dia tidak mengetahui jawaban atas
pertanyaan dari dosen, namun masalah tersebut juga bukan bagian
dirinya untuk menjelaskan, tetapi bagian dari teman kelompoknya
yang lain.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 25
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Mas Mario, palatalisasi terjadi dimana?
Mario: Di…. Belakang lidah pak.
Dosen: di belakang lidah? Di? Pala…tum. Yang terjadi apa? Yang
terjadi adalah pangkal lidah diangkat kea rah langit-langit atas.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas
Indikator pelanggaran:
Memberikan jawaban yang tidak benar.
Implikatur:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Tidak benar bahwa proses palatalisasi terjadi di belakang lidah.
Jawaban yang diberikan tidak benar. Jawaban yang benar atas
pertanyaan mengenai proses palatalisasi adalah terjadi di palatum.
Kemudian yang terjadi adalah pangkal lidah diangkat kearah
langit-langit atas.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 26
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen menjelaskan materi, sambil bertanya kepada semua
mahasiswa di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Glotis itu semacam peee? Pengatup yang akan membuka
dan menutup sesuai dengan kerja?
Mahasiswa 1: Tenggorokan (Kelompok yang menjawab
tenggorokan)
Mahasiswa 2: Kerongkongan (Kelompok yang menjawab
kerongkongan)
Dosen: Kerongkongan
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang tidak benar.
Implikatur:
Jawaban yang tepat dari proses terjadinya glotis yaitu sesuai
dengan kerja kerongkongan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 27
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada beberapa mahasiswa di kelas mengenai
materi yang sedang dibahas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Tetapi dalam realisasinya, kita menemukan bahwa adanya
perubahan ketika vokal itu mendapatkan ham?
Mahasiswa: Hambatan….
Dosen: Dengan demikian, cirinya apa mas Adi?
Adi: Iya pak.
Dosen: Cirinya? Glotalisasi?
Adi: Aaaaaa……
Dosen: Mas Dimas?
Dimas: Terdapat hambatan dalam vokal.
Dosen: Oke. Cirinya adalah cenderung terjadi hambatan pada
silabel-silabel yang terdiri atas tali-tali vokal.
Pelanggaran maksim:
Peknggaran maksim relevansi dan kualitas
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan pertanyaan, serta
menyatakan sesuatu yang salah.
Implikatur:
Kurang mendengar pertanyaan dengan jelas, sehingga berharap
agar dosen mengulangi pertanyaan yang diajukan. Kemudian tidak
tepat jika ciri dari glotalisasi hanya terdapat hambatan dalam
vokal. Yang tepat adalah cenderung terjadi hambatan pada silabel-
silabel yang terdiri atas tali-tali vokal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 28
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Seorang mahasiswa bertanya kepada saya selaku peneliti yang
baru terlihat pada kegiatan pembelajaran di kelas.
Bentuk tuturan:
Mahasiswa: Kok baru liat mas?
Peneliti: Aku lagi penelitian.
Mahasiswa: Oooo…angkatan berapa mas?
Peneliti: 14
Mahasiswa: Ooo.. aku angkatan 15 mas. Cuma shoper ke bawah.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi dan kuantitas.
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan,
serta adanya tuturan yang melebihi dari yang dibutuhkan oleh
lawan tutur.
Implikatur:
Peneliti ingin menyampaikan bahwa Ia sedang melakukan
penelitian untuk keperluan skripsi, sehingga baru terlihat pada
pertemuan saat itu. kemudian mahasiswa peserta mata kuliah
tersebut ingin menjelaskan bahwa dia bukan angkatan 2018, tetapi
angkatan 2015 yang mengambil mata kyuliah di semsester bawah,
atau semester dua.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
No. Data: 29
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada semua mhasiswa mengenai materi yang
sedang dibahas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Baik, kata stasiun terdiri dari berapa silabel?
Mahasiswa 1: 2
Mahasiswa 2: 3
Dosen: Antara lain?
Mahasiswa: Staaaa.. siiiii.. yunnn.
Pelanggaran maksim:
Pelanggran maksim kualitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan jawaban yang salah
Implikatur:
tidak benar bahwa kata stasiun terdiri dari 2 silabel. Yang benar
adalah kata stasiun terdiri dari 3 silabel, yaitu sta, si dan yun.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 30
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mahasiswa mengenai materi yang dibahas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Dengan demikian, ciri dari asimilasi adalah?
Mahasiswa: Memiliki…..dst.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Dosen: Terjadi pada?
Mahasiswa: Proses silabel.
Dosen: Silabel saja? Terjadi pada silabel yang memiliki bunyi
konsonan.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas.
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang kuran jelas atau kurang informatif.
Implikatur:
Jawaban dari mahasiswa kurang informatif apabila hanya
menjawab proses silabel saja. Jawaban yang tepat atas pertanyaan
dosen adalah “Terjadi pada silabel yang memiliki bunyi
konsonan.”
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 31
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada semua mahasiswa mengenai materi di
kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Fisimilasi terjadi pada pada bentuk-bentuk kata , kata
kerja. Situasinya adalah kelas kata kerja. Terjadi pada kata-kata
ben?
Mahasiswa: Benda
Dosen: Bennn…tukan.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Indikator pelanggaran:
menyatakan sesuatru yang salah.
Implikatur:
Kelas kata kerja dalam proses fisimilasi terjadi pada kata-kata
bentukan, bukan terjadi pada kata-kata benda.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 32
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen sedang menjelaskan materi seputar proses zeroisasi dalam
kebahasaan.
Bentuk tuturan:
Dosen: Ada ciri lain yang perlu teman-teman ketahui, bahwa
zeroisasi adalah proses yang sangat dominan dalam penggunaan
bahasa Indonesia oleh penutur seperti teman-teman semuanya.
Kata-kata. Cirinya yaa.. kata-kata yang biasanya dikatakan dalam
percakapan sehari-hari itu pada umumnya adalah bentuk-bentuk
dari zeroisasi. Misalnya untuk menyatakan “SUDAH” biasanya
teman-teman lebih memilih menggunakan kata “UDAH”.
Mahasiswa: Su..su..
Dosen: Yaa.. itu yang special yaaa.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim cara
Indikator pelanggaran:
Menyatakan suatu kata yang bermakna rancu atau ambigu
Implikatur:
Maksud dari kata “Suu..Suu” di atas bukan untuk menyatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
bagian tubuh dari perempuan atau ingin menyatakan kata “Asu”
yang dalam bahasa Indonesia adalah “Anjing”. Namun, kata “
Su..Su..” di atas adalah kata yang biasa digunakan oleh
masyarakat bagian timur Indonesia untuk mengatakan kata “
SUDAH”.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 33
Waktu tuturan:
06 Mei 2019
Konteks:
Dosen meminta moderator untuk melanjutkan ke sesi tanya jawab
dalam proses perkuliahan, setelah kelompok presentasi selesai
menjelaskan materi.
Bentuk tuturan:
Dosen: Baik itu tadi adalah proses-proses perubahan fonem yang
kita bahas hari ini. Selanjutnya moderator bisa membuka termin
kedua, pembahasan dari kelompok pembahas.
Moderator: Baik teman-teman, selanjutnya kita masuk pada
termin kedua. Sebelumnya minta maaf atas ketidak tepatan waktu.
mengingat pembahasan oleh kelompok penyaji juga cukup banyak
dan perlunya penjelasan dari pak Danang. Langsung saja kita
masuk ke termin yang kedua yaitu pembahasan dari kelompok
pembahas.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang melebihi dari apa yang dibutuhkan oleh
mitra tutur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Implikatur:
Moderator ingin meminta pengertian dari teman-teman mahasiswa
atas keterlambatan waktu pada kegiatan pembelajaran di kelas.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 34
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen sedang menjelaskan materi kepada mahasiswa di kelas
mengenai HOT (High Other Thingking).
Bentuk tuturan:
Dosen: Nah yang ketiga, ketika KD indikator sudah HOT,
pembelajaran dirancang HOT, maka penilaiannya juga harus?
Mahasiswa: HOT
Dosen: Gitu. Maka penilaiannya juga harus?
Mahasiswa: HOT
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim cara
Indikator pelanggaran:
Mengatakan satu kata yang memiliki makna yang masih kabur
atau kurang jelas.
Implikatur:
Kata HOT pada percakapan di atas sebenarnya adalah
kepanjangan dari High Other Thingking, bukan daiartikan sebagai
kata “PANAS” apabila diartikan dari bahasa inggris.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 35
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen menjelaskan materi, kemudian memberikan contoh
pertanyaan kepada mahasiswa mengenai soal yang termasuk ke
dalam soal C1 pada mata kuliah kurikulum bahasa Indonesia.
Bentuk tuturan:
Dosen: Kalau mengingat itu berarti C1. Soalnya misalnya begini.
Berikut ini siapakah yang menjadi penulis layar terkembang?
A. Armin Pare
B. STA
C. Chairil Anwar
D. Hamka
Jawabannya apa?
Mahasiswa: Hamka
Dosen: Layar terkembang loo..
Mahasiswa: STA
Dosen: Iyaaa.. STA
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang salah
Implikatur:
Tidak benar bahwa penulis dari Layar Terkembang itu adalah
Hamka, melainkan STA.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 36
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Dosen menyuruh salah satu mahasiswa untuk membaca hasil
rangkuman yang merupakan tugas pada pertemuan sebelumnya.
Bentuk tuturan:
Dosen: Ya kamu bacakan yang belum. Nanti saya tambahkan.
Sudah merangkum belum?
Mahasiswa: Sudah pak. Saya bacakan pak?
Dosen: Ya dibacakan. Membaca saja kok susah. Apa lagi kan
tidak dibaca, disuruh bicara.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Mengatakan sesuatu yang tidak dibutuhkan oleh lawan bicara.
Implikatur:
Menyinggung mahasiswa yang takut kalau disuruh membacakan
hasil kerjanya.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 37
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Seoarang mahasiswa bertanya kepada teman sebangkunya
mengenai materi yang dipelajari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Bentuk tuturan:
Mahasiswa 1: Ayass.. Ayass…Aayasssss.. ini kan kita disuruh ini
too. Ini masuknya kemana?
Mahasiswa 2: Tunggu tungguu.. gimana?
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi
Indikator pelanggaran:
Jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan pertanyaan yang
diberikan oleh lawan bicara.
Implikatur:
Mahasiswa2 yang ditanya oleh teman sebangkunya sedang ada
kegiatan yang lain, sehingga tidak bisa langsung menjawab
pertnayaan dari temannya. Kemudian, mahasiswa2 tersebut
meminta temannya untuk mengulang pertanyaan, karena
pertanyaannya kurang bisa ditangkap dengan baik olehnya.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 38
Waktu tuturan:
09 Mei 2019
Konteks:
Seorang mahasiswa mencoba menjelaskan dari pertanyaan teman
sebangkunya.
Bentuk tuturan:
Mahasiswa 1: Nah ini LOT apa HOT?
Mahasiswa 2: LOT
Mahasiswa 1: Yaaa.. trus bikin indikator.
Mahasiswa 2: Indikatornya yang mana?
Mahasiswa 1: Indikatornya yang ini. Kayak C3. C3 tadi?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Mengidentifikasi. Perintahnya apa? Perintahnya, menenyukan
misalnya yaaa.. menentukan apa? Gitu looo..
Mahasiswa 2: Ooooo..
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Memberikan informasi yang melebihi dari yang dibutuhkan mitra
tutur.
Implikatur:
Mahasiswa1 berusaha menjelaskan kepada Mahasiswa2 agar
Mahasiswa2 bisa memahami dengan jelas materi yang sedang
dibahas pada mata kuliah tersebut.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 39
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mahasiswa yang sedang mepresentasikan
materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Silahkan sebutkan cirinya. Diftongisasi cirinya adalah
yang pertama?
Mahasiswa: Untuk diftongisasi, cirinya adalah yamg tadinya
hanya satu huruf, satu vokal saja itu menjadi dua. Seperti itu
teman-teman.
Dosen: Satu huruf atau satu bunyi?
Mahasiswa: Satu bunyi. Menjadi dua bunyi yaitu A dan U,
bacanya AU.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas dan maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Mengatakan sesuatu yang salah dan memberikan informasi
melebihi yang dibutuhkan oleh mitra tutur.
Implikatur:
Ciri dari diftongisasi adalah perubahan bunyi yang awalnya satu
bunyi menjadi dua bunyi, bukan satu huruf menjadi hurup seperti
yang dijelaskan oleh mahasiswa yang sedang mempresentasikan
materi di kelas. kemudian, mahasiswa meberikan informasi
melebihi dari yang dibutuhkan mitrab tutur dengan maksud untuk
memperjelas maksud dari jawaban yang diberikan.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 40
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mahasiswa yang mempresentasikan materi
di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Mas Farhan dan teman-teman, contoh yang ketiga tentang
“TELADAN” ya. Menjadi TAU? TAULADAN. Dari mana anda
dapat bunyi “O” dari sini?
Mahasiswa: Bunyi “O” itu didapat dari “AU” yang “O” ini
didapat dari vokal “A” dan “U”. Oiya ini adalah contoh yang salah
ya teman-teman. Salah ketik. Mohon maaf. Soalnya di buku juga
tidak ada.
Pelanggaran maksim:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Menyampaikan sesuatu yang tidak dibutuhkan oleh mitra tutur
Implikatur:
Salah satu mahasiswa yang sedang mempresentasikan materi ingin
menyampaikan bahwa ada salah satu contoh yang keliru akibat
dari kesalahan dari pengetikan, agar tidak diikuti oleh mahasiswa
lainnya yang menjadi audience.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 41
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mahasiswa seputar materi yang dibahas di
kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Yang ditambahkan itu bunyi atau silabel?
Mahasiswa: Silabel
Dosen: Yang ditambahkan bunyi atau silabel?
Mahasiswa: Silabel
Dosen: Yang ditambahkan adalah bu? Bunyi yaaa..
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang salah.
Implikatur:
Tidak benar bahwa yang ditambahkan atas pertanyaan dosen
tersebut adalah silabel, tetapi yang ditambahkan adalah bunyi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 42
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Baik Asumta, selanjutnya ya. Di dalam kata “PUTRI”
terdiri dari berapa silabel Asumta?
Mahasiswa: Dua
Dosen: Dua, yaitu?
Mahasiswa: U dan T
Dosen: U dan T? Salah.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kualitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang salah
Implikatur:
Tidak benar bahwa dalam kata “PUTRI” terdapat silabel “U” dan
“T”.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 43
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada asalah satu mahasiswa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Baik saya ulangi. Asumta, di dalam kata “ PUTRI” ini
terdiri atas bunyi vokal dan konsonan. Coba tolong sebutkan bunyi
vokal dari kata “ PUTRI”.
Mahasiswa: U
Dosen: U saja? U dan? U dan I
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Informasi yagn diberikan tidak seinformatif yang dibutuhkan mitra
tutur.
Implikatur:
Bunyi vokal dalam kata “PUTRI” tidak hanya “U” saja melainkan
ada vokal “U” dan “I”.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 44
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
dosen bertanya kepada asalah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Baik selanjutnya bunyi konsonannya antara lain?
Mahasiswa: T dan U. Ehhh
Dosen: Kalau tidak bisa menyebutkan ngulang satu semester lagi
ya Asumta.
Pelanggaran maksim:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Pelanggaran maksim relevansi
Indikator pelanggaran:
Tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan topik pembahasan.
Implikatur:
Dosen ingin memperingati mahasiswa yang tidak bisa menguasai
materi untuk mengulang mata kuliah yang sama pada semester
berikutnya.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 45
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa yang
mempresentasikan materi di kelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Baik Asumta, tolong sebutkan dan diulang apa ciri khusus
dari proses anaftiksis? Cirinya adalah?
Mahasiswa: Cirinya adalah penambahan bunyi vokal dan
konsonan.
Dosen: Baik terima kasih. Selanjutnya kontraksi. Saya ingatkan
ya. Kalau ada yang masih rancu, apa itu konsonan, apan itu vokal,
apa itu silabel, apa itu flaster, apa itu diftong, maka kemungkinan
itu nanti akan tinggal kelas. silahkan mengulang lagi untuk mata
kuliah fonologi.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas dan relevansi
Indikator pelanggaran:
Memberikan informasi melebihi dari yang dibutuhkan oleh mitra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
tutur, serta tidak relevan dengan topik pembicaraan.
Implikatur:
Dosen ingin memperingati mahasiswa yang tidak bisa menguasai
materi pada mata kuliah fonologi untuk mengulang pada semester
berikutnya.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 46
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada salah satu mahasiswa apakah penjelasan
dari salah satu mahasiswa yang mempresentasikan materi sudah
jelas atau tidak. Karena suara dari mahasiswa yang
mempresentasikan materi kurang keras, sehingga kurang terdengar
dengan jelas.
Bentuk tuturan:
Dosen: Mba Septa, jelaskah apa yang dijelaskan oleh mas Mario?
Mahasiswa: Kurang jelas pak. Suaranya kurang terdengar. Jadi
gak tau dia ngomong apa.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Informasi yang diberikan melebihi dari yang dibutuhkan mitra
tutur
Implikatur:
Mahasiswa tersebut ingin menegaskan bahwa ketidakjelasan
penjelasan dari mahasiswa yang mempresentasikan materi
dikarenakan suaranya yang kurang terdengar dengan jalas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 47
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mahasiswa yang mempresentasikan materi
di kelas.fonologi.
Bentuk tuturan:
Dosen: Baik mas Mario ciri apa yang bisa kita ketahui dari proses
perubahan ini?
Mahasiswa: Yang pertama menghilangkan silabel.
Dosen: Menjadi bentuk yagn lebih?
Mahasiswa: Sempurna
Dosen: Sempurna atau singkat?
Mahasiswa: Yang lebih singkat.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran kualitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu yang salah.
Implikatur:
Tidak benar bahwa menghilangkan silabel menjadikan bentuk
lebih sempurna, melainkan lebih singkat.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 48
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Mahasiswa yang menjadi moderator pada kegiatan pembelajaran
di kelas membacakan kembali pertanyaan yang diberikan oleh
salah satu kelompok pembahas kepada kelompok presentasi.
Bentuk tuturan:
Moderator: Lalu yang terakhir itu apakah perubahan bunyi itu
dapat menghilangkan bunyi aslinya atau bunyi aslinya itu dapat
transformasi menjadi bunyi baru. Kepada kelompok penyaji
dipersilahkan untuk menjawab.
Kelompok penyaji: Baik, kami akan menjawab pertnyaan dari
kelompok pembahas.
Moderator: Diharapakan kepada audience untuk menjaga
kekondusifan diskusi kita saaat ini.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim relevansi
Indikator pelanggaran:
Mengatakan sesuatu yang diluar konteks pembicaraan.
Implikatur:
Moderator ingin memperingati mahasiswa yang menjadi audience
untuk tidak berbicara sendiri ketika kelompok presentasi ingin
menjelaskan.
DATA TUTURAN
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data: 49
Waktu tuturan:
13 Mei 2019
Konteks:
Dosen bertanya kepada mahasiswa yang menjadi moderator
berapa sisa pertanyaan yang belum dijawab oleh kelompok
presentasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Bentuk tuturan:
Dosen: Sampai dimana pembahasan tadi?
Moderator: Pertanyaan ketiga pak.
Dosen: Masih ada berapa pertanyaan?
Moderator: Tiga pertanyaan lagi, dan waktu menjawab tersisa 5
menit.
Pelanggaran maksim:
Pelanggaran maksim kuantitas
Indikator pelanggaran:
Menyatakan sesuatu melebihi dari yagn dibutuhkan mitra tutur.
Implikatur:
Moderator ingin mengingatkan bahwa waktu presentasi tersisa
lima menit lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Recommended