View
227
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH MEDIA ONLINE, SENSITIVITAS
INDUSTRI DAN STRUKTUR CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP
KUALITAS ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia)
SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Arga Mustika Winarsih
NIM 72111411119
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
i
PENGARUH MEDIA ONLINE, SENSITIVITAS
INDUSTRI DAN STRUKTUR CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP
KUALITAS ENVIRONMENTAL DISCLOSURE (Studi pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia)
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Arga Mustika Winarsih
NIM 72111411119
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu
telah selesai dari urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang
lain (Q.S. Al-Insyirah: 6-7).
“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” (Andrea
Hirata)
PERSEMBAHAN :
Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa
mengiringi langkahku serta menyebut
namaku dalam doanya.
Adikku Dedy dan Prasetyo tersayang
yang selalu memberikan semangat dan
motivasi.
Mbak Uthe, Mbak Rida, Dwi, Mbak
Novi, Ghani, Kiki, Dhanu, Hendy dan
Mbak Ani yang selalu memberikan
semangat dan bantuan.
Dulur-dulur lanang (Abah Mansur, Roi,
Dedy, Bagus) dan sahabat tersayang Kak
Hesti, Kak Vira dan Kak Mekar.
Keluarga kecil di Beautiful House Kost.
Sahabat-sahabat Akuntansi B 2011.
vi
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
senantiasa melimpahkan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
yang berjudul “Pengaruh Media Online, Sensitivitas Industri dan Struktur Corporate
Governance Terhadap Kualitas Environmental Disclosure” dengan baik, untuk
memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
Dalam penulisan skripsi penulis banyak mendapat bantuan baik secara
langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak dalam hal membimbing,
mengumpulkan data, pengarahan dan saran-saran. Pada kesempatan ini penulis
menyatakan ucapan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di Universitas
Negeri Semarang.
2. Dr. Wahyono, M.M, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang yang memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti program
S1 di Fakultas Ekonomi
vii
3. Drs. Fachrurrozie, M.Si, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan
selama masa studi.
4. Bestari Dwi Handayani, SE, M.Si, selaku Dosen Wali Akuntansi B 2011 yang
telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi selama penulis menimba
ilmu di Universitas Negeri Semarang.
5. Badingatus Sholikhah, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing sekaligus Penguji 3
yang telah memberikan bimbingan, arahan dan nasihat kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
6. Dr. Agus Wahyudin, M.Si, selaku Penguji 1 yang telah memberikan masukan
dan penilaian terhadap penelitian ini.
7. Indah Anisykurlillah, SE, M.Si., Akt, CA, selaku Penguji 2 yang telah
memberikan masukan dan penilaian terhadap penelitian ini.
8. Nanik Sri Utaminingsih, SE, M.Si., Akt, selaku dosen akuntansi terima kasih
atas bimbingan, arahan dan masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.
9. Semua dosen dan staff tata usaha yang telah membantu kelancaran penulis
selama menuntut ilmu di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universtas
Negeri Semarang.
10. Seluruh kerabat, sahabat, teman dan pihak-pihak yang sudah membantu namun
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuan dan doanya.
viii
Penulis memohon maaf apabila dalam penyusunan maupun pembahasan
skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan
informasi bagi semua pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Semarang, 5 Februari 2015
Penulis
ix
SARI
Winarsih, Arga Mustika. 2015. “Pengaruh Media Online, Sensitivitas Industri dan
Struktur Corporate Governance Terhadap Kualitas Environmental Disclosure (Studi
pada Perusahaan High Profile di Bursa Efek Indonesia)”. Skripsi. Jurusan Akuntansi
S1. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Badingatus
Solikhah, S.E., M.Si.
Kata Kunci : Corporate Governance, Environmental Disclosure, Liputan Media
Online, Sensitivitas Industri.
Permasalahan tentang lingkungan dalam beberapa dekade menjadi perhatian
oleh sebagian besar perusahaan di tingkat nasional maupun internasional, sehingga
menyebabkan permintaan akan pengungkapan lingkungan semakin meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh environmental media,
sensitivitas industri dan struktur corporate governance terhadap kualitas
environmental disclosure.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan high profile industry
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011, 2012 dan 2013. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria: 1)
Merupakan perusahaan non keuangan; 2) Merupakan perusahaan high profile
industri yaitu pertambangan, energi, kimia, farmasi, kosmetik dan makanan dan
minuman; 3) Menerbitkan laporan tanggung jawab sosial. Jumlah sampel yang
diobservasi yaitu 129 data. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda
yang dikembangkan menjadi lima model. Pengembangan model tersebut didasarkan
pembagian tingkatan kualitas Environmental Disclosure, yaitu: Disclosure Quality
Compliance (DQ_COMP), Disclosure Quality Pollution Prevention
(DQ_POLLPREV), Disclosure Quality Product Stewardship (DQ_PRODSTEW),
Disclosure Quality Sustainable Development (DQ_SUSDEV) dan Disclosure
Quality Total (DQ_TOTAL).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas industri berpengaruh positif
signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi
(pollution prevention) dan pengembangan berkelanjutan (sustainable development).
Komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap kualitas
environmental disclosure di tingkat kepatuhan (compliance), pencengahan polusi
(pollution prevention), penanganan produk (product stewardship) dan secara total.
Keberagaman gender berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas environmental
disclosure di tingkat kepatuhan (compliance). Dewan komisaris yang mempunyai
pekerjaan lebih dari satu berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas
environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention) dan
total. Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas
environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention),
penanganan produk (product stewardship), pengembangan berkelanjutan
(sustainable development) dan secara total. Komite audit independen berpengaruh
negatif signifikan terhadap kualitas environmental disclosure di tingkat tingkat
x
pencengahan polusi (pollution prevention), penanganan produk (product
stewardship), pengembangan berkelanjutan (sustainable development) dan secara
total. Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas
environmental disclosure di tingkat pencengahan polusi (pollution prevention),
pengembangan berkelanjutan (sustainable development).
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1) environmental
disclosure di tingkat sustainable development merupakan pengungkapan yang paling
tinggi, sehingga perusahaan yang sudah mencapai di tingkat sustainable development
menunjukkan bahwa perusahaan sudah melakukan pengungkapan secara
berkelanjutan; 2) environmental disclosure perusahaan di Indonesia masih minim,
sehingga kualitas environmental disclosure masih bervariasi. Saran yang berkaitan
dengan hasil penelitian ini yaitu: 1) penelitian selanjutnya diharapkan menambah
kategori perusahaan dan jenis media online lain. 2) penelitian selanjutnya diharapkan
dapat meminimalisir unsur subjektivitas pada pengukuran kualitas environmental
disclosure
xi
ABSTRAK
Winarsih, Arga Mustika. 2015. “The Influence of Online Media, Sensitivity
Industrial and Corporate Governance Structure on the Quality of Environmental
Disclosure (Study on High Profile Company in Indonesia Stock Exchange)”. Final
Project. S1 Accounting Department. Faculty Of Economics. Semarang State
University. Advisor: Badingatus Solikhah, S.E., M.Si.
Keywords: Corporate Governance, Environmental Disclosure, Online Media,
Sensitivity Industry.
Environmental issues of concern in recent decades by the majority of
companies in the national and international levels, causing the demand for increased
environmental disclosure. This study aims to determine the influence of
environmental media, the sensitivity industry and the structure of corporate
governance on the environmental disclosures quality.
The population in this study are all high-profile industry companies listed in
Indonesia Stock Exchange in 2011, 2012 and 2013. The sampling method used in
this research is purposive sampling, with the following criteria: 1) Is a non-financial
company; 2) It is a high profile company is the mining industry, energy, chemical,
pharmaceutical, cosmetic and food and beverage; 3) publish social responsibility
reports. The number of samples was observed that 129 data. The analysis technique
used is multiple regression developed into five models. The model development is
based division of the Environmental Disclosure quality levels, namely: Disclosure
Quality Compliance (DQ_COMP), Disclosure Quality Pollution Prevention
(DQ_POLLPREV), Disclosure Quality Product Stewardship (DQ_PRODSTEW),
Disclosure Quality Sustainable Development (DQ_SUSDEV) and Disclosure Quality
Total (DQ_TOTAL).
The results showed that the sensitivity industry significant positive effect on
the environmental disclosure quality in level of pollution prevention and sustainable
development. Independent Commissioner significant negative effect on the
environmental disclosure quality in the level of compliance, pollution prevention,
product stewardship and in total. Gender diversity significant positive effect on the
environmental disclosure quality in the level of compliance. Commissioners who
have more work than one significant positive effect on the environmental disclosure
quality in level of pollution prevention and total. Board size significant positive
effect on the environmental disclosure quality in level of pollution prevention,
product stewardship, sustainable development and in total. Independent audit
committee significant negative effect on the environmental disclosure quality in level
of pollution prevention, product stewardship, sustainable development and in total.
Institutional ownership significant positive effect on the environmental disclosure
quality in level of pollution prevention, sustainable development.
Conclusions that can be drawn from this study are: 1) environmental
disclosure in the expression level of sustainable development of the most high, so
that the company has reached at the level of sustainable development shows that the
xii
company has been doing continuous disclosure; 2) disclosure of environment
companies in Indonesia is still low, so that the quality of environmental disclosures
varies. The advice relating to the results of this study are: 1) further research is
expected to add to the category of companies and other types of online media. 2)
further research is expected to minimize the element of subjectivity in the
measurement of the quality of environmental disclosure.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN .......................................................................... iii
PERNYATAAN ................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v
PRAKARTA ........................................................................................................ vi
SARI ..................................................................................................................... ix
ABSTRAK ........................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 13
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 14
1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Legitimasi .................................................................................... 16
2.2. Teori Agensi ......................................................................................... 18
xiv
2.3. Corporate Social Responsibility (CSR) ................................................ 19
2.4. Kinerja Lingkungan .............................................................................. 20
2.5. Kualitas Environmental Disclosure ...................................................... 21
2.6. Environmental Disclosure Index Scorecard..........................................25
2.7. Environmental Media ........................................................................... 27
2.8. Sensitivitas Industri............................................................................... 29
2.9. Corporate Governance ......................................................................... 30
2.9.1. Definisi dan Konsep Corporate Governance ............................. 30
2.9.2. Asas Corporate Governance ...................................................... 32
2.9.3. Struktur Corporate Governance ................................................. 33
2.10. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 41
2.11. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis .................. 45
2.11.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................... 45
2.11.2. Pengembangan Hipotesis ......................................................... 46
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Desain Penelitian................................................................... 56
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............................. 57
3.2.1. Populasi.......................................................................................57
3.2.2. Sampel.........................................................................................57
3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel.......................................................57
3.3. Variabel Penelitian...... .......................................................................... 58
3.3.1. Variabel Dependen ..................................................................... 58
3.3.2. Variabel Independen ................................................................... 59
xv
3.3.3. Variabel Kontrol ......................................................................... 62
3.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 66
3.5. Metode Analisis Data ............................................................................ 66
3.5.1. Analisis Deskriptif ...................................................................... 66
3.5.2. Uji Asumsi Klasik ...................................................................... 66
3.5.3. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) ....... 68
3.5.4. Uji Hipotesis ............................................................................... 70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ................................................................... 72
4.2. Statistik Deskriptif ................................................................................ 75
4.3. Uji Asumsi Klasik ................................................................................. 82
4.3.1. Uji Normalitas ............................................................................ 82
4.3.2. Uji Multikolinearitas .................................................................. 82
4.3.3. Uji Heteroskedastisitas ............................................................... 83
4.3.4. Uji Autokorelasi ......................................................................... 84
4.4. Uji Hipotesis ......................................................................................... 85
4.5. Uji Statistik t dan Model ....................................................................... 97
4.6. Uji Koefisien Determinasi (R2)........................................................... 104
4.7. Pembahasan ........................................................................................ 106
4.7.1. Pengaruh Environmental Media Terhadap Kualitas
Environmental Disclosure ....................................................... 106
4.7.2. Pengaruh Sensitivitas Industri Terhadap Kualitas
Environmental Disclosure ....................................................... 107
xvi
4.7.3. Karakteristik Dewan Komisaris ............................................... 108
4.7.4. Pengaruh Komite Audit Independen Terhadap Kualitas
Environmental Disclosure ....................................................... 115
4.7.5. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kualitas
Environmental Disclosure ....................................................... 116
4.7.6. Variabel Kontrol ....................................................................... 118
BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan ............................................................................................ 121
5.2. Keterbatasan........................................................................................ 123
5.3. Saran ................................................................................................... 123
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................125
LAMPIRAN.....................................................................................................131
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Indikator Lagging dan Leading Ukuran Kinerja Lingkungan ........ 21
Tabel 2.2 A Natural Resource-Based View: Conceptual Framework ............. 23
Tabel 2.3. Ringkasan Penelitian Terdahulu ..................................................... 44
Tabel 3.1. Definisi Variabel ............................................................................ 63
Tabel 4.1. Populasi dan Sampel ...................................................................... 73
Tabel 4.2. Daftar Sampel Perusahaan.............................................................. 73
Tabel 4.3. Statistik Deskriptif .......................................................................... 75
Tabel 4.4. Frekuensi Sensitivitas Industri (SEN_IND) ................................... 80
Tabel 4.5. Hasil Analisis Frekuensi Variabel Sensitivitas Industri ................. 80
Tabel 4.6. Statistik Non-Parametrik Kolmogorov-Smirnov (KS) .................... 82
Tabel 4.7. Uji Multikolinearitas ...................................................................... 83
Tabel 4.8. Uji Glejser ...................................................................................... 84
Tabel 4.9. Uji Run Test .................................................................................... 85
Tabel 4.10. Uji Hipotesis DQ_COMP ............................................................. 86
Tabel 4.11. Uji Hipotesis DQ_POLLPREV .................................................... 88
Tabel 4.12. Uji Hipotesis DQ_PRODSTEW .................................................. 90
Tabel 4.13. Uji Hipotesis DQ_SUSDDEV ..................................................... 92
Tabel 4.14. Uji Hipotesis DQ_TOTAL ........................................................... 95
Tabel 4.15. Uji Statistik t DQ_COMP ............................................................. 97
Tabel 4.16. Uji Statistik t DQ_POLLPREV .................................................... 99
Tabel 4.17. Uji Statistik t DQ_PRODSTEW ................................................ 100
xviii
Tabel 4.18. Uji Statistik t DQ_SUSDEV ...................................................... 101
Tabel 4.19. Uji Statistik t DQ_TOTAL ......................................................... 102
Tabel 4.20. Ringkasan Hasil Uji Regresi ...................................................... 103
Tabel 4.21. Hasil Uji Koefisien Determinasi ................................................. 104
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Perbandingan Jumlah Protes Lingkungan Hidup Satu Dekade. ..... 5
Gambar 1.2. Provisi Kasus Lingkungan Hidup Tahun 2013 .............................. 6
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir ........................................................................ 46
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Sampel Perusahaan ......................................................... 131
Lampiran 2 Kualitas Environmental Disclosure ............................................ 133
Lampiran 3 Environmental Disclosure Index Scorecard ............................... 137
Lampiran 4 Deskriptif Statistik ...................................................................... 146
Lampiran 5 Hasil Uji Asumsi Klasik dan Regresi ......................................... 147
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan pedoman pengungkapan lingkungan yang diterbitkan oleh
Global Reporting Initiative (GRI), perusahaan dituntut untuk tidak hanya
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dapat
membantu dalam memecahkan permasalahan terkait resiko dan ancaman terhadap
keberlanjutan (sustainability) dalam lingkup hubungan sosial, lingkungan dan
perekonomian (GRI, 2006). Menurut Elkington (1997), saat ini paradikma dan tujuan
bisnis tidak hanya mencari keuntungan (profit), tetapi juga bertanggung jawab
kepada masyarakat (people) dan bumi (planet). Paradigma bisnis inilah yang dikenal
dengan Triple–P Bottom Line (Profit, People, Planet).
Konsep Triple–P Bottom Line didasarkan pada konsep sustainability
development yaitu konsep pembangunan dimana untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia sekarang, tidak boleh mengurangi kemampuan generasi yang akan datang
dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka (GRI, 2006). Konsep bisnis ini dibuat
guna pemenuhan kesejahteraan masyarakat agar perusahaan turut berkontribusi
dalam menjaga kelestarian lingkungan. Itulah sebabnya mengapa perusahaan perlu
mengungkapkan informasi tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Informasi mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan ini dapat
diungkap melalui laporan keberlanjutan (sustainability report). Sustainability report
ini dapat disusun dengan pedoman (standar) Global Reporting Initiative yang telah
2
dikembangkan sejak tahun 1990 dan disusun tersendiri secara terpisah dari laporan
keuangan atau laporan tahunan. Laporan ini menyajikan nilai-nilai organisasi, model
pemerintahan dan menunjukkan hubungan antara strategi dan komitmennya untuk
ekonomi global yang berkelanjutan. Pelaporan informasi tanggung jawab sosial dan
lingkungan merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan dalam rangka
mendapatkan legitimasi serta perwujudan komitmennya kepada stakeholders.
Perusahaan harus memperhatikan kepentingan para stakeholder baik dari segi sosial,
lingkungan maupun ekonomi khususnya dalam hal lingkungan dan sosial.
Permasalahan tentang lingkungan telah menjadi perhatian oleh sebagian besar
perusahaan baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional. Permasalahan
tersebut timbul akibat aktivitas industri ekstraktif yang menyebabkan pencemaran
lingkungan mulai dari pengadaan bahan baku sampai proses produksi seperti:
kerusakan tanah, rusaknya ekosistem, polusi air, polusi udara dan polusi suara. Atas
dasar berbagai permasalahan lingkungan tersebut menyebabkan permintaan akan
pengungkapan lingkungan semakin meningkat.
Penelitian berbagai perusahaan yang dilakukan di Amerika Serikat
menunjukkan adanya peningkatan minat masyarakat terhadap pengungkapan
sukarela atas informasi lingkungan. Peningkatan tersebut terjadi setelah
diterbitkannya berbagai peraturan dan pedoman mengenai tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Peraturan dan pedoman tersebut diantaranya: Securities and Exchange
Commision (SEC) yang menerbitkan persyaratan yang berkaitan dengan resiko bisnis
dan perubahan iklim (SEC, 2010), GRI yang mengeluarkan pedoman pelaporan
pengungkapan lingkungan (GRI, 2006), International Organization for
3
Standardization (ISO) yang menetapkan ISO 14001 tentang sistem manajemen
lingkungan (ISO, 2004) dan United States Environmental Protection Agency (US
EPA) yang mengeluarkan data Toxics Release Inventory (TRI) (EPA, 2013).
Mengacu berbagai peraturan tersebut sebagian besar perusahaan berkeinginan untuk
mengungkapkan informasi lingkungannya dalam rangka mendapatkan legitimasi dari
para stakeholder dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas perusahaan.
Sejalan dengan perkembangan, berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, pelaporan tanggung jawab sosial dan lingkungan
bukan lagi bersifat sukarela bagi perusahaan dalam mempertanggungjawabkan
kegiatan perusahaannya. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 menyatakan :
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan. (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban
Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3)
Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pasal 66 ayat 2c mewajibkan
semua perseroan terbatas untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan
lingkungan dalam Laporan Tahunan. Dengan demikian, perusahaan atau perseroan di
bidang sumber daya alam harus melaporkan tanggung jawab sosial dan lingkungan
sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap masyarakat serta
lingkungan.
4
Berdasarkan data ISRA (Indonesia Sustainability Reporting Award) dalam
antaranews.com menyatakan bahwa pada tahun 2005 hanya ada 1 perusahaan yang
membuat laporan tanggung jawab sosial dan lingkungan secara terpisah. Selanjutnya
di tahun 2013 terdapat 42 perusahaan yang melaporkan seara terpisah. Data tersebut
menunjukkan ketika pelaporan sustainability report masih bersifat sukarela hanya
ada 1 perusahaan yang melaporkan. Peningkatan pengungkapan di tahun 2013,
terjadi setelah terdapat aturan tentang pelaporan sustainability report. Namun
peningkatan tersebut mengindikasikan masih minimnya perusahaan yang melakukan
pelaporan sustainability report, apabila dibandingkan dengan perusahaan publik di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013 yaitu kurang lebih terdapat 500 emiten.
Berbagai kasus lingkungan menjadi penyebab masih minimnya pelaporan
tanggung jawab sosial dan lingkungan di Indonesia. Kasus-kasus tersebut
diantaranya: kasus PT. Indah Kiat Pulp and Paper (PT. IKPP) Serang Banten yang
tidak memiliki sistem pengolahan limbah yang baik dengan membuang limbah ke
Sungai Ciujung yang mengakibatkan pencemaran dan berdampak pada menurunnya
kualitas sungai (WALHI, 2014). PT. Power Steel Mandiri (PT. PSM) yang berada di
Tangerang mengoperasikan empat dari sepuluh tungku pembakaran baja yang belum
mendapatkan izin Amdal dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten
Tangerang yang mencemari udara dengan bahan B3 yaitu Bahan Beracun dan
Berbahaya (WALHI, 2014). Selain itu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
menyebutkan terdapat 15 temuan yang dilakukan 22 perusahaan di empat provinsi
(Kalimantan Tengah, Riau, Maluku Utara dan Papua Barat) dimana menambang dan
mengeksplorasi di kawasan hutan tanpa izin (WALHI, 2014). Akibat berbagai
5
penyimpangan tersebut total kerugian negara mencapai Rp 100 miliar (WALHI,
2014).
Media lingkungan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)
menyatakan bahwa pada tahun 2011 terdapat kasus pelanggaran lingkungan hidup
sebanyak 107 kasus, tahun 2012 terdapat 118 kasus dan pada semester pertama di
tahun 2013 sebanyak 123 kasus. Kasus-kasus tersebut terkait dengan berbagai krisis
lingkungan dan pengambilan tanah-tanah rakyat untuk kepentingan investasi. Grafik
di bawah ini mengungkapkan protes lingkungan hidup akibat kurangnya kepedulian
terhadap lingkungan, sehingga permasalahan terkait pentingnya pengungkapan
lingkungan merupakan masalah yang harus diperhatikan di Indonesia.
Gambar 1.1. Perbandingan Jumlah Protes Lingkungan Hidup Satu Dekade
Sumber : Walhi 2014
Berdasarkan grafik di atas, kondisi lingkungan ekonomi mengalami
perubahan yang berdampak pada dunia industri. Pada semester pertama di tahun
2013 protes lingkungan hidup terbanyak terjadi di DKI Jakarta yaitu sebanyak 38
protes. Hal ini terjadi karena kondisi lahan di Jakarta banyak didirikan bangunan-
6
bangunan pabrik untuk kepentingan investasi. Akibatnya terjadi berbagai konflik
serta krisis lingkungan di daerah tersebut. Di tahun 2013, terdapat sedikitnya 40
kasus yang ditangani WALHI di berbagai daerah yang dibawa ke tingkat nasional.
Hal ini terkonfirmasi dalam analisa media di tahun 2013, sebagai berikut:
Gambar 1.2. Provinsi Kasus Lingkungan Hidup Tahun 2013
Sumber : Walhi 2014
Data di atas menjelaskan persentase kasus-kasus lingkungan hidup yang
terjadi di berbagai provinsi di Indonesia. Secara nasional terdapat 32,3% kasus
lingkungan hidup yang terjadi di tahun 2013. Kasus-kasus tersebut terkait dengan
beberapa sektor seperti hutan, perkebunan besar, pertambangan, kelautan dan pesisir,
serta kasus-kasus yang terkait dengan pencemaran dan tata ruang. Dari pengalaman
advokasi yang WALHI lakukan, khususnya di sepanjang tahun 2013, korporasi
menempati angka tertinggi sebagai aktor/pelaku perusakan dan pencemaran
lingkungan hidup, dengan prosentase 82,5%. Pada tahun 2013, sedikitnya ada 52
perusahaan yang menjadi pelaku berbagai konflik lingkungan, sumber daya alam dan
7
agraria. Angka-angka ini menunjukkan bahwa industri ekstrakif seperti tambang dan
perkebunan sawit skala besar merupakan predator puncak ekologis.
Dari berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi, perusahaan harus lebih
transparan dalam pelaporan informasi baik dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan
khususnya pengungkapan dalam hal lingkungan. Kondisi perusahaan yang besar
akan memberikan dampak yang besar pula terhadap lingkungan. Oleh karena itu
semakin besar perusahaan akan semakin berkepentingan untuk mengungkap
informasi yang lebih luas (Kristi, 2013). Hal ini disebabkan oleh kegiatan perusahaan
yang berpengaruh secara langsung dengan alam, sehingga berpotensi mencemari
lingkungan.
Pengungkapan informasi lingkungan memberikan beberapa keuntungan
kepada berbagai pihak, diantaranya ketertarikan pemegang saham dan stakeholders
(Pflieger, et al., 2005 dalam Suhardjanto, 2010). Perusahaan yang memberikan lebih
banyak informasi terhadap lingkungan, akan memberikan citra positif di mata
masyarakat. Dengan mengungkapkan informasi lingkungan, perusahaan akan
berkontribusi positif dan negatif dalam kelangsungan hidup manusia dan lingkungan.
Pengungkapan dan pelaporan lingkungan di Amerika Serikat sebagian besar
ditujukan kepada board of director dan shareholder (Millstein, 1991 dalam Rupley,
et al., 2012). Dalam Two Tier Board System, board of director dibagi menjadi dua
badan yang terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan komisaris) dan Dewan
Manajemen (Dewan direksi). Negara-negara dengan Two Tier System antara lain:
Denmark, Jerman, Belanda dan Jepang (Saptono, 2014). Termasuk Indonesia dalam
hal ini menganut Two Tier Board System karena sistem hukum Indonesia yang
8
berasal dari sistem hukum Belanda. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di
Indonesia mempunyai dua badan yang terpisah yaitu dewan komisaris dan dewan
direksi.
Dewan Komisaris merupakan salah satu organ khusus yang terdapat dalam
Corporate Governance. Tugas utama dewan komisaris adalah bertanggung jawab
untuk mengawasi tugas-tugas manajemen (dewan direksi). Corporate Governance
mencakup berbagai mekanisme dalam board of directors guna menjalankan kontrol
atas manajemen, dalam rangka melindungi kepentingan stakeholder dan
meningkatkan transparansi (Ingley dan Vander Walt, 2004 dalam Rupley, et al.,
2012). Teori agensi juga menyatakan bahwa di dalamnya terdapat dua sisi
kepentingan yang berbeda yaitu pihak agen (manajemen) dan pihak prinsipal
(pemegang saham). Untuk memberikan bentuk pertanggungjawaban perusahaan
terhadap dua kepentingan tersebut salah satu cara yang dilakukan perusahaan adalah
dengan menggunakan sistem tata kelola perusahaan (corporate governance), dimana
didalamnya terdapat Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bentuk
kepedulian perusahaan terhadap lingkungan.
Berdasarkan penelitian Gillan (2006); Suchman (1995) dalam Rupley, et al.
(2012), selain dewan komisaris terdapat stakeholders lainnya seperti institusional
investors, lenders, regulators, governmental agencies, non-governmental
organizations, business associations, customers dan suppliers semua berpengaruh
atas keputusan manajemen. Stakeholder disini dibagi menjadi dua yaitu shareholder
dan non-shareholder. Tugas utama shareholder berkaitan dengan keberhasilan
keuangan perusahaan, sedangkan non-shareholder berhubungan dengan keuangan
9
perusahaan yaitu kepedulian terhadap lingkungan (environmental stewardship),
kemitraan perusahaan (company partnerships), dll).
Keberadaan dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya di perusahaan
Indonesia belum memadai. Untuk itu diperlukan suatu komite guna membantu
dewan komisaris dalam memenuhi tugas dan fungsinya. Komite ini sering disebut
komite audit. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep-29/PM/2004 Pasal 2 yang mewajibkan emiten
atau perusahaan publik membentuk komite audit. Komite ini diwajibkan
beranggotakan minimal tiga orang independen dan salah satu diantaranya berasal
dari komisaris independen yang merangkap sebagai ketua komite audit. McMullen
(1996) dikutip oleh Suhardjanto (2010) menyatakan keberadaan anggota komite
audit independen dalam komite audit akan meningkatkan transparansi komite audit
dalam menjalankan tugasnya.
Ashforth dan Gibbs (1990) dalam Rupley, et al. (2012) menyatakan bahwa
teori legitimasi akan menyampaikan informasi perusahaan kepada berbagai pihak
agar sesuai dengan harapan masyarakat (stakeholder). Legitimasi lingkungan
(environmnetal legitimacy) sebagai atribut eksternal yang diamati suatu perusahaan,
dapat mempengaruhi bagaimana perusahaan memilih untuk mengungkapkan
komitmen lingkungannya (Aerts dan Cormier, 2009 dalam Rupley, et al., 2012).
Berdasarkan Bansal dan Clelland (2004) dalam Rupley, et al. (2012),
mempertimbangkan legitimasi lingkungan perusahaan berdasarkan liputan media
tentang isu-isu lingkungan hidup, sebagai potensi mekanisme governance. Media
10
digunakan sebagai proxy untuk menangkap beberapa aspek dalam non-shareholder
dan memeriksa hubungannya dengan kualitas environmental disclosure (ED).
Hasil penelitian yang dilakukan Gamerschlag et al. (2011) mengenai
hubungan antara karakteristik perusahaan dengan pengungkapan sosial dan
lingkungan sosial pada perusahaan-perusahaan di Jerman menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan dan industri berhubungan dengan jumlah pengungkapan. Menurut
Utomo (2000), para peneliti akuntansi sosial tertarik untuk menguji pengungkapan
sosial pada berbagai perusahaan yang memiliki perbedaan karakteristik. Salah satu
perbedaan karakteristik yang menjadi perhatian adalah tipe industri, yaitu industri
yang high profile dan low profile. Sedangkan fokus perusahaan yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini hanya perusahaan dalam kategori high profile.
Perusahaan yang termasuk dalam tipe industri high profile merupakan perusahaan
yang mempunyai tingkat sensitivitas tinggi terhadap lingkungan, tingkat risiko
politik yang tinggi, atau tingkat kompetisi yang kuat (Robert, 1992 dalam Utomo,
2000).
Penelitian Reverte (2009) dikutip oleh Kristi (2013) melakukan penelitian
terhadap 46 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Spanyol pada tahun 2008. Dalam
penelitiannya menggunakan 7 variabel yaitu, ukuran perusahaan, sensitivitas industri,
profitabilitas perusahaan, struktur kepemilikan perusahaan, media exposure,
international listing, leverage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran
perusahaan, sensitivitas industri, media exposure, berpengaruh positif terhadap
indeks pengungkapan CSR perusahaan. Dengan mengukur pengaruh sensitivitas
industri terhadap pengungkapan CSR, dimungkinkan perusahaan yang memiliki
11
dampak yang besar terhadap lingkungan dan masyarakat akan mengungkapkan lebih
banyak informasi sosial. Dalam hal ini, berdasarkan teori legitimasi pengungkapan
informasi sosial yang dilakukan perusahaan bertujuan untuk melegitimasi kegiatan
operasinya dan menurunkan tekanan dari para stakeholder.
Pengujian pengaruh stakeholder, manajemen menggunakan dewan komisaris,
komite audit independen dan atribut investor institusional terhadap kualitas
environmental disclosure. Sementara beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa corporate governance perusahaan yang memandu tingkat dan metode
pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan. Ajinkya, et al. (2005)
dikutip oleh Prasetianti (2014) menemukan bukti yang konsisten dengan governance
yang lebih kuat (misalnya board independence dan institutional ownership)
menyebabkan pengungkapan sukarela lebih transparan.
Penelitian ini didasarkan pada penelitian terdahulu yang mengungkapan
Corporate Social Responsibility (CSR), khususnya dalam pengungkapan lingkungan
(environmental disclosure). Berthelot et al. (2003), hal. 1 dalam Rupley, et al.
(2012), mendefinisikan environmental disclosure perusahaan sebagai set item
informasi yang berhubungan dengan masa lalu perusahaan, kegiatan pengelolaan
lingkungan saat ini dan masa depan serta kinerja masa lalu, implikasi keuangan saat
ini dan mendatang yang timbul dari keputusan manajemen lingkungan suatu
perusahaan atau tindakan.
Penelitian Rupley, et al. (2012), memberikan bukti dampak pemerintahan
multi-stakeholder dalam kualitas environmental disclosure. Variabel dependen yang
digunakan adalah kualitas environmental disclosure. Sedangkan variabel independen
12
menggunakan atribut media, board of directors dan institusional investor. Hasil
menunjukkan adanya liputan media lingkungan dikaitkan dengan kualitas
environmental disclosure, sejalan dengan gagasan bahwa stakeholder memiliki
pengetahuan tentang masalah lingkungan. Penelitian ini konsisten dengan
perusahaan-perusahaan yang berusaha untuk mengubah persepsi masyarakat melalui
peningkatan environmental disclosure, yang menunjukkan bahwa atribut board of
director termasuk independence, diversity dan multiple directorship berpengaruh
terhadap kualitas environmental disclosures. Hasil ini sesuai dengan pernyataan
bahwa pemerintahan yang baik mengarah pada peningkatan transparansi.
Penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012), terdapat empat kategori
yang digunakan dalam mengukur variabel dependen yaitu Compliance (kepatuhan),
yang menunjukkan tingkat kepatuhan perusahaan dalam mengungkapkan tanggung
jawab lingkungan perusahaan. Pollution Prevention (pencegahan polusi),
menunjukkan tingkat pencegahan polusi perusahaan terhadap lingkungan. Product
Stewardship (penanganan produk), dimana perusahaan mulai melakukan pengawasan
terhadap produk mulai dari menggunakan bahan-bahan produk yang ramah
lingkungan sampai adanya proses daur ulang atas produk yang telah diproduksi.
Sustainable Development (pengembangan berkelanjutan) merupakan kategori paling
baik, pada tahap ini perusahaan telah melakukan ketiga kategori sebelumnya dan
sudah melakukan tanggung jawab lingkungan secara berkelanjutan. Oleh karena itu
kualitas environmental disclosure menjadi variabel dependen dalam penelitian ini.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al.
(2012), yang meneliti tentang pengaruh governance, media dan quality of
13
environmental disclosure terhadap perusahaan-perusahaan yang terdapat di Amerika
Serikat dan disesuaikan dengan kondisi perusahaan yang berada di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012) dalam meneliti environmental
disclosure menggunakan environmental disclosure index scorecard yang lebih
menunjukkan kualitas environmental disclosure daripada menggunakan pengukuran
secara dummy.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas peneliti bermaksud mengadakan
penelitian mengenai pengaruh environmental media, sensitivitas industri dan struktur
corporate governance terhadap kualitas environmental disclosure dengan
environmental disclosure index scorecard sebagai alat ukur kualitas environmental
disclosure serta ukuran perusahaan (firm size) dan profitabilitas sebagai variabel
kontrol.
1.2. Rumusan Masalah
Pengungkapan lingkungan sekarang ini bukan menjadi fenomena baru lagi,
akan tetapi isu mengenai pengungkapan lingkungan atau yang sering disebut
environmental disclosure masih menjadi topik yang sering diperbincangkan.
Environmental disclosure merupakan pengungkapan informasi perusahaan yang
berkaitan dengan lingkungan hidup, dimana bentuk pertanggungjawaban sosial dan
lingkungan perusahaan terhadap masyarakat. Dengan pengungkapan environmental
disclosure yang berkualitas, perusahaan akan memperoleh perhatian, kepercayaan
dan dukungan dari masyarakat sehingga perusahaan dapat tetap eksis.
Dari uraian latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah tentang pengaruh environmental media, sensitivitas industri dan
14
struktur corporate governance terhadap kualitas environmental disclosure. Sehingga
rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Seberapakah luas environmental disclosure yang dilakukan perusahaan?
2. Apakah keberadaan environmental media berpengaruh terhadap kualitas
environmental disclosure?
3. Apakah sensitivitas industri berpengaruh terhadap kualitas environmental
disclosure?
4. Apakah karakteristik dewan komisaris berpengaruh terhadap kualitas
environmental disclosure?
5. Apakah komite audit independen berpengaruh terhadap kualitas environmental
disclosure?
6. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kualitas environmental
disclosure?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas environmental disclosure yang
dilakukan perusahaan high profile di Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk memperoleh bukti empiris apakah terdapat pengaruh antara
environmental media, sensitivitas industri, karakteristik dewan komisaris,
komite audit independen dan kepemilikan institusional terhadap kualitas
environmental disclosure.
15
1.4. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Akademisi dan Perguruan Tinggi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk mengetahui
variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi kualitas environmental
disclosure, serta dapat memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu
khususnya di bidang kualitas environmental disclosure.
2. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan bagi perusahaan- perusahaan
dalam melakukan pertimbangan dan pengambilan keputusan yang nantinya akan
bermanfaat dalam memberikan nilai tambah perusahaan. Selanjutnya merupakan
wujud tanggung jawab perusahaan dalam memberikan transparansi kepada para
stakeholder terkait masalah lingkungan sosial.
3. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan para investor sebagai dasar
penentuan serta pertimbangan dalam membuat keputusan untuk berinvestasi,
kepada perusahaan mana yang mempunyai kinerja perusahaan yang baik serta
memiliki prospek yang bisa dipertanggungjawabkan dalam jangka panjang.
4. Bagi Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman serta acuan kinerja pemerintah
dalam menentukan kebijakan dan standar dalam mengatur praktik environmental
disclosure di Indonesia.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Legitimasi
Beberapa studi tentang pengungkapan sosial lingkungan telah menggunakan
teori legitimasi sebagai basis dalam menjelaskan basisnya (Ghozali dan Chariri,
2007). Teori legitimasi menjelaskan bahwa perusahaan beroperasi dalam lingkungan
eksternal yang berubah secara konstan dan mereka berusaha meyakinkan bahwa
perilaku mereka sesuai dengan batas-batas dan norma masyarakat (Brown dan
Deegan, 1998). Teori legitimasi memfokuskan pada interaksi antara perusahaan
dengan masyarakat (Ulman, 1982; dalam Ghozali dan Chariri, 2007).
Dowling dan Pfeffer (1975) p. 131 dikutip oleh Ghozali dan Chariri (2007)
menjelaskan bahwa teori legitimasi sangat bermanfaat dalam menganalisis perilaku
organisasi. Mereka mengatakan :
“Karena legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan
yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial dan reaksi terhadap
batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan
memperhatikan lingkungan”.
Legitimasi suatu perusahaan dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan
masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan
dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi dapat katakan sebagai manfaat atau
sumber potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (Ashforth dan Gibbs, 1990
17
dalam Rupley, et al., 2012) dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
melanjutkan kegiatan usahanya yang akan mengancam keberlangsungan perusahaan.
Perusahaan harus memperdulikan keadaan sosial lingkungan disekitarnya,
karena dengan kepedulian tersebut perusahaan akan mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat. Perusahaan harus menyelaraskan aktivitas perusahaan dan harapan
masyarakat dengan melakukan aktivitas perusahaan sesuai dengan norma-norma
masyarakat agar tidak terjadi legitimacy gap. Legitimacy gap dapat terjadi karena
karena tiga (3) alasan (Warticl dan Mahon, 1994 dalam Chariri, 2008):
1. Ada perubahan dalam kinerja perusahaan tetapi harapan masyarakat terhadap
kinerja perusahaan tidak berubah.
2. Kinerja perusahaan tidak berubah tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja
perusahaan telah berubah.
3. Kinerja perusahaan dan harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan
berubah ke arah yang berbeda, atau ke arah yang sama tetapi waktunya berbeda.
Keberadaan dan besarnya legitimacy gap bukanlah hal yang mudah untuk
ditentukan, karena yang terpenting adalah bagaimana perusahaan berusaha
memonitor nilai-nilai perusahaan dan sosial masyarakat serta mengidentifikasi
kemungkinan munculnya gap tersebut. Jadi, untuk mengurangi legitimacy gap,
perusahaan harus mengidentifikasi aktivitas yang berada dalam kendalinya dan
mengidentifikasi publik yang memiliki power sehingga mampu memberikan
legitimacy kepada perusahaan (Neu, et al., 1998 dalam Chariri, 2008). Legitimasi
dapat dilihat sebagai diskursif masalah terfokus interaksi antara perusahaan dan
pemangku kepentingan utamanya, dimana perusahaan mencoba untuk menggunakan
18
perilaku mengurangi risiko yang mendukung stabilitas jangka panjang dengan
memenuhi harapan sosial para stakeholders (Suchman, 1995; Zucker, 1977, dalam
Rupley, et al., 2012).
Berdasarkan teori legitimasi yang dijelaskan diatas, mengindikasikan bahwa
perusahaan harus bertindak seminimal mungkin sesuai dengan aturan-aturan serta
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Environmental disclosure yang dilakukan
perusahaan seharusnya menjadi prioritas strategi perusahaan agar mendapatkan
legitimasi dari masyarakat. Dengan adanya struktur governance yang baik
merupakan kontrol bagi perusahaan supaya manajemen perusahaan dapat
menjalankan tugas serta tanggungjawabnya terhadap para stakeholder.
2.2. Teori Agensi
Teori agensi merupakan teori yang menjelaskan hubungan antara agen dan
prinsipal. Agen disini merupakan pihak manajemen perusahaan dan prinsipal
merupakan investor atau pemegang saham. Teori ini menyatakan bahwa hubungan
keagenan timbul ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk
melakukan beberapa jasa untuk kepentingannya yang melibatkan pendelegasian
beberapa otoritas pembuatan keputusan kepada agen (Jensen dan Mecking, 1976)
Teori ini menyatakan bahwa dengan adanya asimetri informasi, manajer
sebagai agen akan memilih kebijakan untuk memaksimalkan kepentingan para
prinsipal yaitu para pemilik perusahaan baik itu dalam jangka panjang maupun
jangka pendek. Selain itu manajer juga memiliki kepentingan untuk memaksimalkan
kesejahteraannya sendiri. Dengan adanya dua kepentingan ini mengindikasikan
19
manajer bertindak semaunya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan pihak
prinsipal. Untuk menghindari hal tersebut beberapa penelitian menyatakan teori
keagenan dapat dikurangi dengan meningkatkan pengungkapan. Ball (2006) dalam
Almilia (2008) menyatakan bahwa peningkatan transparansi dan pengungkapan akan
memberikan kontribusi untuk menyelaraskan kepentingan manajer dan pemegang
saham.
Corporate governance merupakan mekanisme pengelolaan yang didasarkan
pada teori agensi. Dengan adanya konsep corporate governance pihak manajemen
(agen) diharapkan dapat dipercaya dalam mengelola kekayaan pemilik (prinsipal),
dan pemilik juga yakin bahwa agen bertindak sewajarnya dan tidak melakukan
kecurangan untuk kepentingan agen sendiri sehingga dapat meminimalkan konflik
serta biaya keagenan.
2.3. Corporate Social Responsibility (CSR)
Konsep CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan
interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang
hukum (Darwin, 2004 dalam Anggraini, 2006).
Pengungkapan tanggung jawab sosial adalah proses pengkomunikasian efek-
efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara
keseluruhan (Gray et al., 1987 dalam Waryanto, 2010). Dengan mengungkapkan
informasi mengenai operasi perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan
perusahaan diharapkan bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Dalam
20
melaksanakan aktivitasnya, perusahaan tidak hanya berfokus pada keuntungan
semata melainkan perusahaan juga memperhatikan dampak yang ditimbulkan
terhadap lingkungan. Selain itu upaya perusahaan dalam rangka mengembangkan
potensi energi yang tidak diimbangi dengan upaya pemeliharaan lingkungan akan
berakibat pada keadaan yang merugikan bagi pihak terkait manapun.
2.4. Kinerja Lingkungan
Kinerja lingkungan perusahaan merupakan kinerja perusahaan dalam
menciptakan lingkungan yang baik sesuai dengan tujuan para stakeholders. Kinerja
lingkungan berfokus pada kegiatan perusahaan dalam melestarikan lingkungan serta
mengurangi dampak lingkungan seperti limbah hasil aktivitas perusahaan.
Pengkajian kinerja lingkungan didasarkan pada tiga aspek diantaranya kebijakan
lingkungan, sasaran lingkungan dan target lingkungan.
Kinerja lingkungan dibagi menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif.
Kinerja lingkungan secara kuantitatif adalah kinerja lingkungan yang hasilnya dapat
diukur dari sistem manajemen lingkungan terkait dengan kontrol aspek lingkungan
fisiknya. Sedangkan kinerja lingkungan secara kualitatif merupakan kinerja yang
hasilnya diukur dari hal-hal yang terkait dengan ukuran aset non fisik, misalnya:
prosedur, proses inovasi, motivasi dan semangat kerja yang dialami pelaku kegiatan,
dalam mewujudkan kebijakan lingkungan organisasi, sasaran dan targetnya.
Berdasarkan Global Enviromental Management Initiatives (GEMI) tahun
1998, jenis ukuran indikator kinerja lingkungan secara umum terdiri dari dua
indikator, yaitu :
21
1. Indikator lagging yaitu ukuran kinerja end-process, mengukur output hasil
proses seperti jumlah polutan dikeluarkan.
2. Indikator leading yaitu ukuran kinerja in-process guna mengukur faktor apa saja
yang dapat membawa perubahan bagi kinerja lingkungan perusahaan.
Tabel 2.1.
Indikator Lagging dan Leading Ukuran Kinerja Lingkungan
Tipe
Indikator
Indikator tertinggal (lagging) Indikator memimpin (leading)
Ukuran Indikator output/end-of-process Indikator manajemen / in-process
Fokus Hasil (output) Tingkat status aktifitas (input)
Pendekatan Kuantitatif Kuantitatif dan kualitatf
Contoh Jumlah kimia beracun dilepas
ke udara
Persen fasilitas berfungsi audit
lingkungan sendiri
Kekuatan Mudah menjumlahkan dan
dimengerti; umum disukai
publik dan pihak pemerintah
Merefleksikan tidak hanya kinerja
masa lalu, namun sekarang dan
masa depan.
Kelemahan Kesenjangan waktu dalam
lingkar umpan balik; akar
penyebab tidak teridentifikasi.
Lebih sulit dihitung dan
dievaluasi; sulit membangun
dukungan penggunaaan; tidak
mengarah pada semua perhatian
pemegang saham.
Sumber GEMI, 1998
2.5. Kualitas Environmental Disclosure
Environmental Disclosure merupakan pengungkapan informasi yang
berkaitan dengan lingkungan hidup. Kualitas environmental disclosure dalam
penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Rupley, et al. (2012).
Standar yang digunakan berdasarkan Global Reporting Indeks (GRI) masih terlalu
umum dan tidak mengidentifikasi langkah-langkah khusus yang mencerminkan
dampak lingkungan dari bisnis. Indeks dalam Rupley, et al. (2012) lebih operasional
dalam menangkap dampak bisnis terhadap lingkungan dan lebih deskriptif tentang
motif strategis yang mempengaruhi environmental disclosure. Indeks pengungkapan
22
mencakup beberapa karakteristik masing-masing indikator untuk meningkatkan
kemampuan guna menangkap kualitas. Karakteristik indikator ini didasarkan pada
implikasi strategi untuk perilaku lingkungan. Dalam penelitian Rupley, et al. (2012)
kualitas environmental disclosure dibagi menjadi empat tingkatan yaitu :
1. Compliance
2. Pollution Prevention
3. Product Stewardship
4. Sustainable Development
Perpindahan dari tingkat compliance sampai tingkat sustainable development
menyiratkan integrasi semakin holistik terhadap pengelolaan lingkungan ke dalam
organisasi proses, strategi dan budaya. Roome (1992) dalam Rupley, et al. (2012)
dan Hunt dan Auster (1990) telah menyarankan klasifikasi indikator pengungkapan
sehingga perusahaan proaktif dalam pengelolaan lingkungan. Roome (1992) dalam
Rupley et al. (2012) mengidentifikasi 5 (lima) strategi manajemen lingkungan yaitu :
1. Non-compliance
2. Compliance
3. Compliance plus
4. Commercial and environmental excellence
5. Leading edge
Non-compliance terjadi ketika beban sebuah perusahaan dibatasi dan tidak
bisa bereaksi atau memilih untuk tidak bereaksi terhadap perubahan standar
lingkungan. Compliance adalah posisi reaktif yang didorong oleh undang-undang.
Compliance tidak mungkin berada dalam posisi untuk menggunakan sikap
23
lingkungan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif. Compliance plus adalah
posisi reaktif dalam pengelolaan lingkungan. Sehubungan dengan compliance,
compliance plus menunjukkan kemauan pada bagian dari senior manajemen
perusahaan untuk menggunakan sistem manajemen dan kebijakan untuk mendorong
perubahan organisasi. Commercial and environmental excellence dan leading edge
menunjukkan pengelolaan manajemen lingkungan yang baik dan berusaha untuk
menjadi pemimpin lingkungan dalam industri mereka.
Dalam penelitian Hart (1995) terdapat kemungkinan bahwa strategi dan
keunggulan kompetitif dalam beberapa tahun mendatang akan berakar pada
kemampuan yang memfasilitasi lingkungan yang berkelanjutan adalah kegiatan
ekonomi berbasis sumber daya alam perusahaan. Hart (1995) memperkenalkan
conceptual framework yang terdiri dari tiga strategi yang saling berhubungan, yaitu :
pollution prevention, product stewardship dan sustainable development. Berikut
penjelasan dari ketiga strategi tersebut :
Tabel 2.2.
Sumber : Hart, 1995
Pollution prevention merupakan strategi pencegahan polusi yang berusaha
untuk mengurangi emisi dengan menggunakan perbaikan berkelanjutan yang
24
difokuskan pada tujuan lingkungan (Hart, 1995). Menurut Cairncross (1991) dalam
Hart (1995) pollution prevention dapat dicapai melalui dua cara utama :
1. Control : emisi dan limbah disimpan, dirawat dan dibuang menggunakan
peralatan pollution-control.
2. Prevention: emisi dan limbah berkurang, diubah atau dicegah melalui rumah
tangga yang lebih baik, substitusi bahan, daur ulang atau inovasi proses.
Melalui pollution prevention, perusahaan dapat mewujudkan penghematan
yang signifikan, sehingga keuntungan biaya relatif terhadap pesaing (Hart & Ahuja,
1994 dalam Hart 1995). Pollution prevention dapat menyimpan tidak hanya biaya
instalasi dan operasi perusahaan tetapi juga dapat meningkatkan produktivitas dan
efisiensi. Selain itu pollution prevention juga dapat mengurangi waktu siklus dengan
menyederhanakan atau menghapus langkah-langkah yang tidak perlu dilakukan
dalam operasi produksi. Pada akhirnya pollution prevention menawarkan potensi
untuk mengurangi emisi jauh di bawah tingkat yang diperlukan, mengurangi
kepatuhan perusahaan dan biaya kewajiban (Rooney, 1993). Dengan demikian,
strategi polusi pencegahan harus memfasilitasi biaya yang lebih rendah, yang pada
gilirannya, harus menghasilkan arus kas ditingkatkan dan profitabilitas bagi
perusahaan (Hart, 1995).
Strategi selanjutnya yaitu product stewardship dimana strategi sebelumnya
pollution prevention berfokus pada kemampuan dalam produksi dan operasi,
sedangkan product stewardship berfokus pada pengawasan produk, pengembangan
produk dan memandu dalam pemilihan bahan baku serta mendisiplinkan desain
produk dengan tujuan untuk meminimalkan dampak lingkungan.
25
Menurut Hart (1995) melalui strategi product stewardship perusahaan dapat :
1. Terhindar dari dampak lingkungan yang berbahaya.
2. Mendesain ulang sistem produk yang ada untuk mengurangi kewajiban.
3. Mengembangkan produk baru dengan biaya siklus hidup yang lebih rendah.
Strategi terakhir adalah sustainable development. Strategi ini merupakan
strategi yang paling baik, dimana perusahaan telah menghubungkan antara
lingkungan, bisnis dan kegiatan ekonomi perusahaan (Hart, 1995). Dengan
menerapkan sustainable development berarti perusahaan telah mampu
mengimplementasikan perkembangan substansial baru dan komitmen terhadap
perkembangan pasar dalam jangka panjang. Perusahaan yang mencapai strategi ini
dimungkinkan akan meningkatkan harapan perusahaan untuk kinerja masa depan
terhadap pesaing yang nantinya akan memberikan dampak positif dihadapan para
stakeholder.
2.6. Environmental Disclosure Index Scorecard
Environmental disclosure index scorecard dalam penelitian ini didasarkan
pada penelitian yang dilakukan Rupley, et al. (2012). Indikator kategori yang
digunakan untuk mengukur kualitas environmental disclosure menggunakan
environmental disclosure index scorecard berdasarkan kerangka global reporting
initiative (GRI). Indikator kategori tersebut dapat dilihat di lampiran 3.
Pelaporan mengenai lingkungan yang dibuat oleh Global Reporting Initiative
(GRI) dinamakan the sustainability reporting guidelines. Standar pelaporan ini
ditujukan sebagai sebuah standar pelaporan yang dapat diterima umum yang
26
digunakan oleh berbagai organisasi yang berbeda ukuran, sektor dan lokasinya (GRI,
2006). Standar pengungkapan yang harus dimasukkan dalam laporan keberlanjutan
terdiri dari tiga tipe yaitu :
1. Strategi dan Profil : Pengungkapan yang membentuk keseluruhan konteks untuk
dapat memahami kinerja organisasi, seperti strategi yang dimiliki, profil dan tata
kelola.
2. Pendekatan Manajemen : Pengungkapan yang mencakup mengenai bagaimana
sebuah organisasi menggunakan topik tertentu untuk memberikan konteks
dalam memahami kinerja pada sebuah bidang spesifik tertentu.
3. Indikator Kinerja : Indikator yang memberikan perbandingan informasi terkait
kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial dari organisasi.
Pelaporan yang dibuat GRI mengandung kandungan isi umum dan sektor secara
spesifik yang telah disetujui oleh berbagai stakeholders di seluruh dunia dan dapat
diaplikasikan secara umum dalam melaporkan kinerja keberlanjutan dari sebuah
organisasi.
Environmental disclosure index scorecard dalam penelitian Rupley, et al.
(2012), terdiri dari berbagai karakteristik dari setiap indikator untuk meningkatkan
kemampuan indeks dalam menggambarkan kualitas environmental disclosure.
Karakteristik indikator ini didasarkan pada implikasi strategi lingkungan. Strategi
lingkungan terdiri dari empat strategi yaitu compliance, pollution prevention, product
stewardship dan sustainable development. Selain keempat strategi tersebut,
penelitian ini juga mengukur jumlah total indikator untuk menjelaskan strategi
lingkungan secara keseluruhan.
27
Perpindahan dari tingkat kepatuhan ke tingkat pembangunan berkelanjutan
menyiratkan integrasi semakin holistik mengenai pengelolaan lingkungan ke dalam
proses organisasi, strategi dan budaya. Penelitian Rupley, et al. (2012) menggunakan
tingkat strategi ini dan pemahaman tentang kualitas pengungkapan penilaian, dengan
skema pengkodean yang dikembangkan dan diuji. Sebagai contoh, pengungkapan
konsumsi energi termasuk pengungkapan total konsumsi energi (compliance-level),
pengungkapan per-unit energi konsumsi (pollution prevention-level) dan
pengungkapan konsumsi energi terbarukan dari sumber daya (product stewardship-
level). Sebuah pengungkapan tingkat sustainable development adalah penyediaan
'Green' balanced score card.
2.7. Environmental Media
Ettredge et al. (2001) menjelaskan bahwa sebagian besar perusahaan yang
terdaftar di negara maju sekarang memiliki situs web internet dimana mereka
mempublikasikan informasi keuangan. Semakin banyak pengungkapan yang
dilakukan perusahaan memberikan dampak positif dalam mengubah persepsi
masyarakat khususnya pengungkapan dibidang lingkungan yang dalam hal ini
berkaitan langsung dengan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan masyarakat.
Dengan adanya media memungkinkan lebih fleksibel terhadap kemampuan dan
ketersediaan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan.
Allam dan Lymer (2002) meneliti jenis informasi yang tersedia di Internet
dari 50 perusahaan dari lima negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Kanada,
Australia dan Hong Kong. Relevansi khusus bagi penelitian ini adalah temuan dari
28
Amerika Serikat dan situs web perusahaan Australia. Dari 50 perusahaan yang
disurvei, hanya 23 (46 persen) dari situs web perusahaan AS memiliki informasi
lingkungan. Survei KPMG (2002) yang dikutip oleh Joshi dan Simon (2009), yang
terlihat pada praktek pelaporan dari 100 perusahaan di 19 negara, menemukan bahwa
72 persen perusahaan Jepang, 49 persen Perusahaan Inggris dan 36 persen dari
perusahaan-perusahaan AS mengeluarkan informasi lingkungan, sosial atau laporan
keberlanjutan, selain laporan keuangan mereka.
Pelaporan sukarela mengenai dampak lingkungan dan inisiatif dalam laporan
tahunan perusahaan telah meluas di kalangan organisasi yang menerima kewajiban
untuk memperpanjang tanggung jawab lingkungan di luar kepatuhan terhadap
peraturan (Brophy dan Starkey, 1996 dalam Joshi dan Simon, 2009). Rupley, et al.
(2012) dalam penelitiannya menunjukkan adanya liputan media lingkungan dikaitkan
dengan kualitas pengungkapan sukarela, kompatibel dengan gagasan bahwa
stakeholder memiliki pengetahuan tentang masalah environmental disclosure. Dalam
penelitiannya juga meneliti media yang negatif yang dikaitkan dengan kualitas
environmental disclosure. Temuan ini konsisten dengan perusahaan-perusahaan yang
berusaha untuk mengubah persepsi masyarakat melalui peningkatan environmental
disclosure.
Teori legitimasi (Ashforth dan Gibbs, 1990 dalam Rupley, et al., 2012)
menyatakan bahwa legitimasi sebuah perusahaan dapat diperoleh melalui berbagai
tindakan, termasuk mengkomunikasikan informasi perusahaan kepada stakeholder
yang relevan. Perusahaan dengan legitimasi lingkungan yang rendah lebih bertindak
proaktif untuk mengkomunikasikan informasi melalui media (Bansal dan Clelland,
29
2004 dalam Rupley, et al., 2012). Sehingga untuk mendapatkan kepercayaan serta
legitimasi dari masyarakat, perusahaan senantiasa berusaha dalam menjaga
reputasinya. Dengan demikian liputan media dapat membentuk kesadaran
masyarakat terkait isu-isu tertentu.
2.8. Sensitivitas Industri
Sensitivitas industri dapat diartikan sebagai seberapa besar pengaruh aktivitas
industri yang bersinggungan langsung dengan lingkungan. Pada umumnya
perusahaan dengan tingkat sensitivitas industri yang tinggi terhadap lingkungan akan
memperoleh perhatian yang tinggi pula dari masyarakat karena aktivitas operasinya
yang memiliki potensi mempengaruhi alam. Penelitian yang dilakukan Anggraini
(2006) menggambarkan perusahaan yang memiliki tingkat sensitivitas industri tinggi
akan memperoleh perhatian yang lebih dari masyarakat dan kepentingan lain karena
aktivitas industri yang berpotensi mempengaruhi kepentingan luas, baik dari segi
ekonomi, sosial dan lingkungan. Hasil penelitiannya menyatakan sensitivitas industri
berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
Perusahaan yang termasuk kategori sensitive industry merupakan perusahaan
tipe high profile. Umumnya perusahaan high profile merupakan perusahaan yang
memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasi perusahaan memiliki
potensi dan kemungkinan berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas
(Purwanto, 2011). Menurut Zuhroh dan Sukmawati (2003) perusahaan yang
tergolong dalam industri high profile memiliki karakteristik seperti memiliki jumlah
30
tenaga kerja yang besar dan dalam proses produksinya mengeluarkan residu, seperti
limbah dan polusi.
Penelitian ini mengukur kualitas environmental disclosure dengan jenis
industri high profile yang terbagi atas dua kelompok yaitu non sensitive industri dan
sensitive industri. Perusahaan yang terklasifikasi dalam kelompok non sensitive
industri pada penelitian ini antara lain: cosmetic and household, farmasi, kimia dan
makanan dan minuman. Sedangkan perusahaan yang terklasifikasi dalam kelompok
sensitive industri antara lain: energi dan pertambangan (batubara, batu-batuan, logam
dan mineral lainnya dan minyak dan gas bumi).
2.9. Corporate Governance
2.9.1. Definisi dan Konsep Corporate Governance
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)
dalam (Surya dan Yustivandana, 2006) bahwa corporate governance merupakan
sekumpulan hubungan antara perusahaan dan para stakeholder-nya (pemegang
saham dan pihak lain) yang terlibat dalam suatu perusahaan. Hubungan ini berkaitan
dengan tanggung jawab perusahaan terhadap para stakeholder. Tanggung jawab yang
dimiliki dapat diwujudkan melalui good corporate governance dan leading yang
seimbang antara asas dan realisasinya. Tanpa adanya corporate governance yang
baik perusahaan atau institusi apapun dapat terjebak dalam pola kerja yang
cenderung mengahalalkan segala cara dan tidak mampu untuk menjalankan
organisasi secara berkesinambungan (Setiawan, 2005).
31
Konsep Good Corporate Governance (GCG) semakin mendapatkan perhatian
di kalangan dunia usaha. Sejak era reformasi bergulir, masyarakat semakin kritis dan
mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Menurut Monks dan Minow,
(2001) dikutip oleh Dewi (2008), Good Corporate Governance (GCG) merupakan
tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam
perusahaan yang menentukan arah dan kinerja perusahaan. Implementasi Good
Corporate Governance dalam kinerja perusahaan merupakan kunci sukses untuk
memperoleh keuntungan dalam jangka panjang dan dapat bersaing dalam bisnis
global. Selain itu penerapan Good Corporate Governance berhubungan dengan
peningkatan citra perusahaan. Perusahaan yang menerapkan Good Corporate
Governance, akan mendapatkan citra positif dan peningkatan nilai perusahaan.
Hasil survei yang dilakukan Mc Kinsey & Co. (2002) dalam Windah (2013)
mengatakan bahwa para investor cenderung menghindari perusahaan-perusahaan
dengan predikat buruk dalam Corporate Governance. Di era sekarang ini, investor
meyakini bahwa dalam menerapkan praktek GCG perusahaan telah berupaya
meminimalkan risiko keputusan yang akan menguntungkan diri sendiri. Sehingga
dapat meningkatkan kinerja perusahaan serta nilai perusahaan. Hal lain juga
diungkapkan oleh FGCI (2011) yang dikutip oleh Ratih (2011), yang menyatakan
bahwa ada empat manfaat dalam penerapan GCG yaitu, 1) lebih mudah untuk
meningkatkan modal (Easier to raise capital), 2) biaya yang lebih rendah dari modal
(Lower cost of capital), 3) memperbaiki kinerja usaha dan peningkatan kinerja
ekonomi (Improved business performance and improved economic performance), 4)
dampak yang baik pada harga saham (good impact on share price).
32
2.9.2. Asas Corporate Governance
Implementasi GCG sudah mulai banyak diterapkan di berbagai perusahaan-
perusahaan di Indonesia. Penerapan GCG di Indonesia berawal sejak
ditandatanganinya Letter Of Intent (LOI) yang bekerjasama dengan IMF, yang di
dalamnya terdapat pencantuman jadwal perbaikan pengelolaan perusahaan-
perusahaan di Indonesia. Selain itu Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance (KNKG) (2006), berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di
Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan standar GCG yang telah
diterapkan di tingkat Internasional.
Menurut KNKG terdapat lima asas dalam GCG yaitu :
1. Transparansi (Transparency)
Perusahaan harus menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, serta
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan
dan wajar.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan
tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.
33
4. Independensi (Independency)
Perusahaan harus dikelola secara independen, sehingga masing-masing organ
perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak
lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness).
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan
asas kewajaran dan kesetaraan.
Kelima asas tersebut harus dilaksanakan secara efektif, agar dalam penerapan
GCG dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan kepercayaan para stakeholder.
Dengan demikian, dengan sistem tata kelola perusahaan yang baik dapat
meningkatkan jumlah investasi oleh para investor.
2.9.3. Struktur Corporate Governance
1. Dewan Komisaris
Salah satu prinsip Corporate Governance menurut Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) adalah menyangkut peranan
dewan komisaris. Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal
perusahaan, memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan. Sistem hukum tentang
bentuk dewan komisaris yang dianut Indonesia menggunakan two tier board system.
Sistem ini sering dipakai di negara Eropa seperti Denmark, Jerman dan Belanda,
dimana memiliki dua badan yang terpisah yaitu dewan komisaris dan dewan direksi.
Dewan direksi berkewajiban mengelola dan mewakili perusahaan di bawah
pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Dalam sistem ini anggota dewan
34
direksi diangkat dan dapat diganti oleh dewan komisaris (Saptono, 2014). Sehingga
dewan komisaris terutama bertanggung jawab untuk mengawasi tugas-tugas
manajemen.
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 Bab 1 Pasal 1
ayat 6 menyatakan bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasehat kepada direksi. Berikut penjelasan secara spesifik mengenai
wewenang, tugas dan tanggung jawab dewan komisaris :
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya dan memberikan nasehat kepada direksi
(Pasal 108 dan Pasal 114).
b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat
4).
c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila
disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan
dan pemberi nasehat (Pasal 115).
d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk mendukung
tugas dewan komisaris.
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 Pasal 108 ayat (5)
menjelaskan bahwa bagi perusahaan Perseroan Terbatas wajib memiliki paling
sedikit 2 (dua) anggota dewan komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota dewan
35
komisaris di Indonesia bervariasi yang disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan
dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan teori agensi, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme
pengendalian intern tertinggi, yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan
manajemen (Waryanto, 2010). Dengan proses monitoring yang baik, maka
diharapkan pengungkapan informasi sosial dan lingkungan akan semakin luas dan
terjamin keandalannnya.
2. Komisaris Independen
Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan
langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu
perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan Yustivandana,
2006). Berdasarkan Kep-00001/BEI/01-2014, perusahaan yang listed di bursa harus
mempunyai komisaris independen minimal 30% dari jumlah anggota dewan
komisaris. Dengan makin besarnya proporsi komisaris independen maka proses
pengawasan yang dilakukan dewan ini makin berkualitas dengan makin banyaknya
pihak independen dalam perusahaan yang menuntut adanya transparansi dalam
pelaporan keuangan perusahaan (Nasution dan Setiawan, 2007).
Keberadaan dewan komisaris belum memberikan jaminan terlaksananya
prinsip-prinsip corporate governance. Khususnya mengenai perlindungan terhadap
investor. Untuk mendorong implementasi GCG, maka dibuatkan sebuat organ khusus
dalam struktur perseroan, diantaranya terdapat komisaris independen. Keberadaan
36
komisaris independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan
yang dibuat oleh direksi.
Berdasarkan peraturan BEJ tanggal 19 Juli 2004 yang dikutip oleh Surya dan
Yustivandana (2006), beberapa kriteria tentang dewan komisaris independen antara
lain :
a. Komisaris independen tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak
langsung pada emiten atau perusahaan publik.
b. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau
pemegang saham mayoritas dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.
c. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur dan/atau
komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan.
d. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
e. Komisaris independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik.
f. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal.
g. Komisaris independen diusulkan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang
bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).
Komisaris independen bersama dewan komisaris memiliki tugas-tugas utama
meliputi (Surya dan Yustivandana, 2006):
a. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja,
kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha;
37
menetapkan sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta
memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset. Tugas
ini terkait dengan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin
penyeimbangan kepentingan manajemen (accountability).
b. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian
anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan
direksi yang transparan (transparency) dan adil (fairness).
c. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat
manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk
penyalahgunaan aset dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas ini
memberikan perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham (fairness).
d. Memonitor pelaksanaan governace dan melakukan perubahan jika diperlukan.
e. Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam perusahaan.
3. Keberagaman Gender
Menurut Adams dan Ferreira (2004) dalam Prawinandi (2012) komisaris
wanita lebih rajin dalam menghadiri rapat dewan komisaris dibandingkan dengan
komisaris pria, dimana kehadiran dalam rapat ini penting karena rapat dewan
komisaris merupakan cara agar dewan komisaris memperoleh informasi penting
tentang perusahaan sebagai dasar untuk melakukan tugas mereka.
Huse dan Solberg (2006) dalam Rao, et al. (2011) menemukan bahwa
perempuan lebih berkomitmen dan terlibat, lebih siap, lebih rajin, mengajukan
pertanyaan dan akhirnya menciptakan suasana yang baik di dalam dewan komisaris.
Demikian pula Kusumastuti, et al. (2007) menyatakan komisaris wanita juga akan
38
meningkatkan monitoring terhadap kinerja perusahaan karena wanita memiliki sikap
kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko dan lebih teliti
dalam melakukan pengawasan dibandingkan pria.
4. Multiple-Directorship
Multiple-directorship merupakan anggota dewan komisaris yang bekerja di
perusahaan lain yang mendapatkan pengetahuan serta interaksi berbagai dewan
komisaris. Carter, et al. (2003) dalam Rupley, et al. (2012) memberikan bukti bahwa
keragaman pekerjaan meningkatkan efektivitas dewan dan nilai pemegang saham.
Anggota dewan yang bekerja di berbagai perusahaan cenderung memiliki
reputasi yang memiliki nilai tambah dari tipe anggota lain (Rupley, et al., 2012).
Namun terkadang manfaat atas representasi dari direktur eksternal diukur melalui
pengaruh dari interlocking directorship. Dalam environmental disclosure perusahaan
dengan anggota dewan yang melayani di beberapa perusahaan akan memiliki
kualitas environmental disclosure yang lebih tinggi karena telah melakukan
pelaporan lingkungan di perusahaan-perusahaan lain (Rupley, et al., 2012).
5. Komite Audit Independen
Komite audit adalah pihak yang bertanggung jawab melakukan pengawasan
dan pengendalian untuk menciptakan keadilan, transparansi, akuntabilitas dan
responsibilitas (Agustia, 2013). Bentuk pertanggungjawaban ini ditujukan kepada
dewan komisaris dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
perusahaan. Selain itu, dalam bekerja komite audit juga dituntut harus bersifat
independen sehingga kinerjanya dapat dipercaya. Untuk menjamin independensi
39
komite audit, Bapepam (2004) menetapkan persyaratan yang akan menjadi anggota
komite audit, yaitu :
a. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan
Hukum, atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit dan atau jasa
konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam
waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.
b. Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk
merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau perusahaan
publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris,
kecuali komisaris independen.
c. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten
atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham
akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan
setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
d. Tidak mempunyai:
1. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua,
baik secara horisontal maupun secara vertikal dengan komisaris, direksi,
atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.
2. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang
berkaitan dengan kegiatan emiten atau perusahaan publik.
Komite audit harus terdiri dari individu-individu yang mandiri dan tidak
terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan dan
memiliki pengalaman untuk melaksanakan fungsi pengawasan secara efektif
40
(Waryanto, 2010). Dengan dibentuknya komite audit yang bersifat independen
memastikan laporan keuangan yang disajikan akan berkualitas sehingga akan
menjadi kontrol perusahaan serta dapat meminimalisasi manajemen laba yang
dilakukan oleh manajemen.
6. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan proporsi saham yang beredar yang
dimiliki oleh institusi lain di luar perusahaan, seperti bank, perusahaan asuransi,
perusahaan investasi, dana pensiun dan lain-lain pada akhir tahun yang diukur dalam
prosentase (Wahidawati, 2001). Konsentrasi kepemilikan institusi merupakan saham
yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank,
perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Dari berbagai institusi atau
lembaga tersebut mempunyai tingkat kebutuhan yang berbeda-beda terhadap
environmental disclosure. Hal ini menyebabkan jenis pengungkapan yang diberikan
oleh perusahaan juga ikut bervariasi sesuai dengan kompleksitas perusahaan.
Scott (2000) yang dikutip oleh Dewi (2008) menyatakan tingkat saham
institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang lebih
intensif sehingga dapat membatasi perilaku opportunistic manager, yaitu manajer
melaporkan laba secara oportunis untuk memaksimalkan kepentingan pribadinya.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa dengan adanya
kepemilikan institusional yang semakin tinggi, menyebabkan kontrol eksternal
terhadap perusahaan semakin kuat, sehingga dapat mengurangi biaya keagenan
(agency cost).
41
Juniarti dan Sentosa (2009) menegaskan bahwa investor institusional
memiliki kemampuan yang lebih baik untuk memonitor tindakan manajemen
dibandingkan dengan investor individual dimana investor institusional tidak mudah
diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen. Selain itu,
investor institusional, yang umumnya juga berperan sebagai fidusiari, memiliki
insentif yang lebih besar untuk memantau tindakan manajemen dan kebijakan
perusahaan. Kondisi ini dapat menyebabkan berkurangnya perilaku oportunistik
manajemen yang mengarah pada biaya ekuitas yang lebih rendah. Selain itu investor
institusional sebagai pemegang saham mayoritas akan mengurangi efektivitas dewan
komisaris maupun manajemen perusahaan. Investor yang memiliki saham besar akan
mendominasi dan mempengaruhi keputusan manajemen sebagai imbalan atas saham
yang ditanamkan di perusahaan (Lau, et al., 2009 dalam Rao, et al., 2011).
2.10. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian mengenai kualitas environmental disclosure telah banyak
mengalami perkembangan. Mulai dari variasi jenis perusahaan yang berbeda-beda.
Dalam sub bab ini akan dijelaskan beberapa penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan oleh para peneliti yang berhubungan dengan media, corporate govenance
dan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Suhardjanto (2010) menguji pengaruh karakteristik perusahaan dan corporate
governance terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian ini menunjukkan
latar belakang etnic komisaris utama dan ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap environmental disclosure, leverage berpengaruh negatif signifikan terhadap
42
environmental disclosure. Sedangkan proporsi komisaris independen, jumlah rapat
dewan komisaris, proporsi auditor independen, jumlah rapat komite audit,
profitabilitas dan cakupan operasional perusahaan tidak berpengaruh terhadap
environmental disclosure.
Effendi, et al. (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh dewan komisaris
terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian menunjukkan leverage sebagai
variabel kontrol berpengaruh negatif signifikan terhadap environmental disclosure.
Variabel kontrol lain yaitu size juga berpengaruh signifikan. Sedangkan ukuran
dewan komisaris, proporsi dewan komisaris, latar belakang pendidikan presiden
komisaris dan jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap
environmental disclosure.
Ariani (2010) melakukan penelitian tentang corporate governance dan latar
belakang pendidikan terhadap environmental disclosure. Hasil penelitian
menunjukkan proporsi komisaris independen dan latar belakang pendidikan
komisaris berpengaruh terhadap environmental disclosure. Sedangkan jumlah rapat
dewan komisaris, jumlah komite audit dan jumlah rapat komite audit tidak
berengaruh terhadap environmental disclosure.
Handayani (2010) meneliti tentang environmental performance terhadap
environmental disclosure dan economic performance serta environmental disclosure
terhadap economic performance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
environmental performance tidak berpengaruh terhadap environmental disclosure
dan tidak berpengaruh pula terhadap economic performance. Serta environmental
disclosure juga tidak berpengaruh terhadap economic performance.
43
Deegan, et al. (2002) meneliti liputan media positif dan liputan negatif
terhadap environmental disclosure. Hasil dari penelitian ini menyatakan liputan
media positif berpengaruh positif terhadap environmental disclosure. Sedangkan
liputan media negatif berpengaruh lebih besar dibandingkan dengan liputan media
positif terhadap environmental disclosure.
Rupley, et al. (2012) melakukan penelitian tentang liputan media dan struktur
corporate governance terhadap kualitas voluntary environmental disclosure. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variabel liputan media yang terdiri dari keberadaan
liputan media dan liputan media negatif, variabel struktur corporate governance
terdiri dari karakteristik dewan komisaris dan investor institusional. variabel
karakteristik dewan komisaris terdiri dari dewan komisaris independen, keberagaman
gender, multiple-directorship, CEO duality dan keberadaan komite tanggung jawab
sosial perusahaan, variabel investor institusional terdiri dari variabel kepemilikan
institusi jangka panjang dan kepemilikan institusi jangka pendek, secara keseluruhan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keberadaan liputan media, liputan media
negatif, dewan komisaris independen dan multiple-directorship berpengaruh positif
terhadap kualitas environmental disclosure, sedangkan variabel lain tidak memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap kualitas environmental disclosure. Secara
ringkas penelitian-penelitian terdahulu disajikan dalam tabel berikut :
44
Tabel 2.3.
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti dan
Tahun
Variabel
Dependen
Metode
Analisis
Hasil
1. Suhardjanto,
Djoko (2010
Environmental
Disclosure
Analisis
Regresi
Berganda
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel
latar belakang etnic komisaris
utama dan ukuran perusahaan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
environmental disclosure serta
leverage berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap
environmental disclosure.
Sedangkan variabel proporsi
komisaris independen, jumlah
rapat dewan komisaris,
proporsi auditor independen,
jumlah rapat komite audit,
profitabilitas dan cakupan
operasional perusahaan tidak
berpengaruh terhadap
environmental disclosure. 2. Effendi,
Bahtiar., Lia
Uzliawati dan
Agus
Sholikhan
Yulianto
(2012)
Environmental
Disclosure
Analisis
Regresi
Linier
Berganda
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel
kontrol yaitu leverage
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
environmental disclosure
dan variabel kontrol size
berpengaruh signifikan
terhadap environmental
disclosure. Sedangkan variabel
ukuran dewan komisaris,
proporsi dewan komisaris, latar
belakang pendidikan presiden
komisaris dan jumlah rapat
dewan komisaris tidak
berpengaruh terhadap
environmental disclosure. 3. Ariyani, Eka
Wahyuni
(2013)
Environmental
Disclosure
Analisi
Regresi
Berganda
Hasil dari penelitian ini adalah
proporsi komisaris independen
dan latar belakang pendidikan
komisaris utama berpengaruh
45
terhadap environmental
disclosure. Sedangkan jumlah
rapat dewan komisaris, jumlah
komite audit dan jumlah rapat
komite audit tidak berpengaruh
terhadap environmental
disclosure.
4. Handayani,
Ari Retno
(2010)
Environmental
Disclosure
dan Economic
Performance
Analisis
Regresi
Hasil dari penelitian ini adalah
variabel environmental
performance tidak berpengaruh
terhadap environmental
disclosure dan tidak
berpengaruh pula terhadap
economic performance. Serta
variabel environmental
disclosure tidak berpengaruh
terhadap economic
performance.
5. Deegan,
Craig.,
Michaela
Rankin dan
John Tobin
(2002)
Environmental
Disclosure
Analisi
Regresi
Berganda
Hasil dari penelitian ini adalah
Liputan media positif
berpengaruh positif terhadap
environmental disclosure
Liputan media negatif
berpengaruh lebih besar
dibandingkan dengan liputan
media positif terhadap
environmental disclosure.
6. Rupley,
Kathleen
Hertz., Darrell
Brown, R.
Scott Marshall
(2012)
Kualitas
Environmental
Disclosure
Analisis
Regresi
Berganda
Keberadaan liputan media,
liputan media negatif,
dewan komisaris independen,
dan multiple-directorship
berpengaruh positif terhadap
kualitas environmental
disclosure.
2.11. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
2.11.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan telaah pustaka dan beberapa penelitian terdahulu yang menguji
Stuktur Corporate Governance, Media serta sensitivitas industri yang dapat
mempengaruhi Environmental Disclosure, oleh karena itu dapat digambarkan
46
kerangka pemikiran yang dapat memperlihatkan seberapa besar pengaruh antara
variabel-variabel mempengaruhi kualitas environmental disclosure sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
2.11.2. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh keberadaan liputan media tentang lingkungan terhadap
kualitas environmental disclosure.
Teori legitimasi didasarkan pada pengertian kontrak sosial yang
diimplikasikan antara institusi sosial dan masyarakat. Legitimasi dapat dilihat
sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang
diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Penelitian Ashforth dan Gibbs
(1990) dalam Rupley, et al. (2012) juga menyatakan bahwa legitimasi perusahaan
VARIABEL INDEPENDEN
ENVIRONMENTAL MEDIA
VARIABEL KONTROL
INDEPENDEN
GENDER
DIRECTORSHIP
BOARD SIZE
KOMITE AUDIT INDEPENDEN
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL
LN_SALES
ROA
SENSITIVITAS INDUSTRI
KUALITAS
ENVIRONMENTAL
DISCLOSURE
H1 (+)
H2 (+)
H3a (+)
H3b (+)
H3c (+)
H3d (+)
H4 (+)
H5 (+)
47
dapat diperoleh dengan berbagai macam cara, diantaranya melakukan komunikasi
dengan para stakeholder.
Keberadaan liputan media tentang lingkungan merupakan atribut eksternal
perusahaan yang dapat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap komitmen
perusahaan terhadap lingkungannya. Khususnya para non-shareholder, mereka akan
menilai baik buruknya reputasi perusahaan melalui media dibandingkan dengan
informasi keuangan yang disajikan perusahaan. Melalui media akan meningkatkan
reputasi perusahaan di mata masyarakat. Oleh karena itu liputan media akan
membentuk legitimasi stakeholders.
Penelitian Brosius dan Kepplinger (1990) dalam Deegan, et al. (2002)
menunjukkan bahwa intensitas liputan media tentang isu-isu tertentu mempengaruhi
pengungkapan sukareka perusahaan. Penelitian Rupley, et al. (2012) juga
menunjukkan adanya hubungan positif liputan media tentang lingkungan terhadap
kualitas environmental disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis
penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H1 : Keberadaan Liputan media tentang lingkungan berpengaruh positif
terhadap kualitas environmental disclosure.
2. Pengaruh sensitivitas industri terhadap kualitas environmental disclosure.
Sensitivitas industri merupakan dampak dan pengaruh yang diciptakan
perusahaan yang berkaitan dengan bidang usaha, resiko usaha dan karyawan
terhadap lingkungan perusahaan (Adam et al., 1998 dalam Kristi, 2013).
Berdasarkan teori legitimasi perusahaan yang memberikan dampak yang besar
terhadap lingkungan dan para stakeholder, akan lebih banyak mengungkapkan
48
informasi lingkungan. Dengan kondisi perusahaan yang besar, dengan jumlah tenaga
kerja yang besar dan dalam aktivitas industrinya menghasilkan residu berupa limbah
dan polusi serta berpotensi mempengaruhi kepentingan luas, baik dari segi ekonomi,
sosial dan lingkungan menyebabkan environmental disclosure yang dilakukan
perusahaan bertujuan agar mendapatkan legitimasi oleh para stakeholder demi
keberlangsungan usahanya.
Penelitian yang dilakukan Zaleha (2005) menyatakan sensitivitas industri
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Hal ini
dikarenakan perusahaan tersebut mempunyai dampak potensi yang lebih tinggi
dalam mempengaruhi kondisi serta keberadaan lingkungan tersebut. Penelitian ini
mengukur sensitivitas industri dengan variabel dummy, yaitu dengan memberikan
nilai 1 untuk kategori perusahaan sensitive industri dan 0 untuk kategori perusahaan
non sensitive industri. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
H2 : Sensitivitas industri berpengaruh positif terhadap kualitas
environmental disclosure.
3. Karateristik Dewan Komisaris
a. Pengaruh komisaris independen terhadap kualitas environmental
disclosure
Komisaris Independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak
terafiliasi. Maksud dari pihak tidak terafiliasi adalah pihak yang tidak mempunyai
hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang dalam pengendali, anggota
direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri.
49
Komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang
berhubungan dengan kandungan informasi laba (Utami, 2011). Melalui perannya
sebagai fungsi pengawasan dewan komisaris memberikan dampak terhadap kinerja
manajemen agar tidak merugikan kepentingan stakeholders. Dengan demikian,
keberadaan dewan komisaris independen harus bersikap netral terhadap segala
kebijakan yang dibuat oleh direksi. Termasuk dalam melakukan pengawasan atas
pelaporan environmental disclosure, karena semakin besar proporsi dewan komisaris
independen, maka akan semakin mendukung pula prinsip responsibilitas dalam
penerapan corporate govenance bagi perusahaan terhadap pertanggungjawabannya
kepada stakeholders.
Penelitian Chen dan Jaggi (2000), menyatakan bahwa proporsi komisaris
independen berpengaruh positif terhadap environmental disclosure. Penelitian
Rupley, et al. (2012) menunjukkan hubungan yang positif antara independensi
dewan komisaris dengan kualitas environmental disclosure. Rao, et al. (2011) juga
menyatakan hal yang sama yaitu terdapat pengaruh positif signifikan antara proporsi
komisaris independen terhadap environmental disclosure. Berdasarkan uraian di atas,
maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H3a : Komisaris independen berpengaruh positif terhadap kualitas
environmental disclosure.
b. Pengaruh keragaman gender terhadap kualitas environmental
disclosure.
Menurut Adams dan Ferreira (2004) dalam Rao, et al. (2011) komisaris
wanita lebih rajin dalam menghadiri rapat dewan komisaris dibandingkan dengan
50
komisaris pria, dimana kehadiran dalam rapat ini penting karena rapat dewan
komisaris merupakan cara agar dewan komisaris memperoleh informasi penting
tentang perusahaan sebagai dasar untuk melakukan tugas mereka.
Dewan komisaris perempuan lebih banyak memiliki pengaruh positif
terhadap pengungkapan baik finansial maupun non finansial. Penambahan dewan
komisaris perempuan memiliki sinyal yang positif pada stakeholder (Huse dan
Solberg, 2006 dalam Rao, et al., 2011). Komisaris wanita juga akan meningkatkan
monitoring terhadap kinerja perusahaan karena wanita memiliki sikap kehati-hatian
yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko dan lebih teliti dalam melakukan
pengawasan dibandingkan pria (Kusumastuti, et al., 2007).
Beberapa penelitian di atas menunjukkan terdapat pengaruh positif dewan
komisaris perempuan terhadap environmental disclosure. Dewan komisaris
perempuan mempunyai keterlibatan aktif, persiapan yang lebih baik, kemandirian
dan kualitas lainnya, yang memungkinkan mereka untuk berkontribusi secara
maksimal terhadap pengambilan keputusan terkait dengan environmental disclosure
(Rao, et al., 2011). Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
H3b : Keragaman gender berpengaruh positif terhadap kualitas environmental
disclosure.
c. Pengaruh multiple directorships terhadap kualitas environmental
disclosure.
Multiple-directorship merupakan anggota dewan komisaris yang bekerja di
perusahaan lain yang mendapatkan pengetahuan serta interaksi berbagai dewan
51
komisaris. Rupley, et al. (2012) menyatakan dewan komisaris yang bekerja di
perusahaan lain akan mendapatkan pengetahuan dari interaksi anggota dewan lainnya
jika bekerja di perusahaan lain. Hal ini juga didukung oleh penelitian Fama dan
Jensen (1983) dalam Rupley, et al. (2012) bahwa dewan komisaris akan
menunjukkan keahliannya dengan bekerja di perusahaan lain.
Anggota dewan yang bekerja di beberapa perusahaan cenderung memiliki
reputasi sebagai anggota yang memiliki nilai tambah daripada anggota lain Rupley,
et al. (2012). Berkaitan dengan environmental disclosure, perusahaan dengan
anggota dewan komisaris yang bekerja di beberapa perusahaan akan memiliki
kualitas environmental disclosure lebih tinggi jika dibandingkan dengan anggota
dewan komisaris yang hanya bekerja di satu perusahaan, karena anggota dewan
komisaris telah melakukan pelaporan lingkungan di perusahaan-perusahaan lain
dimana mereka bekerja.
Berdasarkan penelitian Rupley, et al. (2012) menunjukkan adanya pengaruh
antara multiple-directorship terhadap kualitas environmental disclosure. Dewan
komisaris yang mempunyai pekerjaan di perusahaan lain atau dengan kata lain
mempunyai pekerjaan lebih dari satu akan membawa dampak positif bagi
perusahaan, karena dewan komisaris akan melakukan pengawasan secara maksimal
demi kepentingan stakeholders. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian
yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H3c : Multiple directorships berpengaruh positif terhadap kualitas
environmental disclosure.
52
d. Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kualitas environmental
disclosure.
Inti dari corporate governance di Indonesia ada pada dewan komisaris karena
tugas utama dewan komisaris adalah mengawasi dan mengevaluasi pembuatan
kebijakan dan pelaksanaan kebijakan tersebut oleh dewan direksi serta memberi
nasehat kepada dewan direksi (Muntoro, 2005). Teori agensi juga menyatakan bahwa
dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme pengendalian intern tertinggi, yang
bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak (Sembiring,
2005).
Keberadaan dewan komisaris dalam suatu perusahaan dapat memberikan
pengaruh yang cukup kuat untuk menekan manajemen guna mengungkapkan
informasi yang luas. Sehingga, semakin besar jumlah anggota dewan komisaris,
maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang
dilakukan akan semakin efektif (Sembiring, 2005). Selain itu, dengan semakin
banyak proporsi dewan komisaris dalam suatu perusahaan, maka environmental
disclosure juga akan semakin luas dan terjamin keandalannya karena adanya proses
monitoring yang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang positif signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan Corporate
Social Responsibility (CSR). Hasil yang sama juga diperoleh dalam penelitian (Rao,
et al., 2011) bahwa ukuran dewan komisaris berhubungan positif terhadap
environmental disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
53
H3d : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kualitas
environmental disclosure.
4. Pengaruh komite audit independen terhadap kualitas environmental
disclosure.
Komite audit merupakan pihak yang berfungsi membantu komisaris dalam
meningkatkan kualitas laporan keuangan dan sebagai sistem pengendalian (Collier,
1993 dikutip oleh Suhardjanto 2010). Dengan adanya komite audit dapat menjamin
transparansi, keterbukaan laporan keuangan dan keadilan. Kehadiran komite audit
membantu dewan komisaris untuk mengawasi manajemen dalam penyusunan
laporan keuangan. Hal ini menjadikan komite audit untuk bersikap independen dan
tidak berperilaku oportunistik (earning management) terhadap laporan keuangan.
Konflik keagenan muncul ketika manajer berperilaku oportunis terhadap
laporan keuangan dengan cenderung memanipulasi laporan keuangan demi
kepentingan dirinya sendiri. Perilaku ini akan menyebabkan agency cost sehingga
merugikan perusahaan. Dengan adanya komite audit independen manajer dapat
bersikap obyektif dalam pelaporan laporan keuangan sehingga tidak terjadi konflik
keagenan dan dapat meminimalkan agency cost.
Mayangsari dan Murtanto (2002) menyatakan bahwa pengumuman
pembentukan komite audit merupakan hal penting dalam Corporate Governance.
Dengan dibentuknya komite audit perusahaan dianggap memiliki informasi yang
menarik bagi para investor. Keberadaan komite audit dapat mempengaruhi
pengungkapan yang dilakukan perusahaan secara signifikan (Ho dan Wong, 2001
dalam Waryanto, 2010). Selain itu perusahaan juga akan memiliki sistem
54
pengawasan yang dapat membantu dewan komisaris dalam rangka peningkatan
kualitas laporan keuangan.
Focker (1992) dalam Zulaikha (2012) menyebutkan bahwa Komite Audit
dianggap sebagai alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan,
sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas pengungkapan
informasi perusahaan. Dengan dibentuknya komite audit dapat membantu dalam
menjamin pengungkapan dan sistem pengendalian akan berjalan dengan baik
(Collier, 1993 dalam Waryanto, 2010). Hal ini didukung penelitian yang dilakukan
Simon (2001) dikutip oleh Suhardjanto (2010) bahwa komite audit independen
berpengaruh positif terhadap luasnya disclosure. Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H4 : Komite audit independen berpengaruh positif terhadap kualitas
environmental disclosure
5. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kualitas environmental
disclosure.
Teory agency memunculkan pendapat tentang adanya perbedaan kepentingan
antar pemilik yaitu pemegang saham dengan manajer. Perbedaan kepentingan ini
dapat diminimalkan dengan suatu sistem pengawasan yang dapat menyeimbangkan
kepentingan-kepentingan kedua pihak tersebut. Namun dalam proses pengawasan
menyebabkan timbulnya biaya yaitu biaya keagenan (agency cost). Agency cost
dapat dikurangi dengan kepemilikan institusional dengan cara mengaktifkan
pengawasan melalui investor-investor institusional.
55
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang
terjadi antara manajer dan pemegang saham. Dengan demikian kepemilikan
institusional dapat dijadikan upaya mengurangi masalah agensi melalui monitoring.
Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring
yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Monitoring yang
dilakukan pihak institusi tentu lebih efektif dibandingkan oleh pihak individu karena
institusi memiliki sumber daya dan kemampuan yang lebih besar sehingga mampu
melakukan monitoring yang lebih kuat (Utami, 2011).
Rupley, et al. (2012) menunjukkan investor institusional berpengaruh negatif
terhadap kualitas voluntary environmental disclosure. Sejalan dengan penelitian
Rupley, et al. (2012), penelitian (Rao, et al., 2011) juga menyatakan adanya
pengaruh negatif dari kepemilikan institusional terhadap environmental disclosure.
Semakin besar kepemilikan institusi yang dimiliki, perusahaan akan mengungkapkan
informasi lebih banyak. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
H5 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas
environmental disclosure
56
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini merupakan
penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang
diangkakan. Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena
empiris yang disertai data statistik, karakteristik dan pola hubungan antar variabel.
Data yang digunakan merupakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari
annual report dan laporan keberlanjutan seluruh perusahaan high profile yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 sampai dengan 2013 dari situs
www.idx.co.id.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari
environmental media, sensitivitas industri dan struktur corporate governance
terhadap kualitas environmental disclosure yang dikembangkan menjadi lima (5)
model regresi. Lima (5) model ini meliputi 1) Disclosure Quality (DQ) Compliance
(Kepatuhan); dimana perusahaan hanya sebatas patuh dalam memenuhi persyaratan
aturan tentang environmental disclosure. 2) DQ Pollution Prevention (Pencegahan
Polusi); environmental disclosure perusahaan sudah sampai pada tahap
meminimalkan emisi, limbah, dan sampah. 3) DQ Product Stewardship (Penanganan
Produk); environmental disclosure perusahaan sudah sampai pada tahap
meminimalkan biaya dengan daur ulang produk. 4) DQ Sustainable Development
(Pengembangan Berkelanjutan); environmental disclosure perusahaan sudah sampai
57
pada tahap meminimalkan kerugian lingkungan untuk pertumbuhan perusahaan. 5)
DQ Total; menjelaskan seluruh strategi (compliance, pollution prevention, product
stewardship dan sustainable development) secara keseluruhan yang diungkapkan
perusahaan.
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan high
profile industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013.
3.2.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam
penelitian ini perusahaan non-keuangan yang termasuk dalam perusahaan high
profile industry. Hal ini dikarenakan perusahaan high profile industry melakukan
pengolahan produk yang berhubungan langsung dengan alam, sehingga berdampak
terhadap kerusakan lingkungan yang menyebabkan permintaan environmental
disclosure akan semakin banyak.
3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan berdasarkan
kriteria-kriteria tertentu yang sesuai dengan penelitian ini. Dengan kriteria
pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan publik non-keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari
tahun 2011-2013.
58
2. Perusahaan high profile industry menurut Rupley, et al. (2012) yaitu :
Pertambangan, Energi, Kimia, Farmasi, Kosmetik dan Makanan dan Minuman.
3. Perusahaan publik yang membuat dan menerbitkan laporan tanggung jawab
sosial baik dalam annual report maupun laporan berkelanjutan yang beroperasi
dari tahun 2011-2013.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini menggunakan 3 (tiga) variabel yaitu Variabel
Dependen, Variabel Independen, dan Variabel Kontrol.
3.3.1. Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas
environmental disclosure yang dilambangkan dengan ED. ED merupakan informasi
yang diungkapkan perusahaan yang berkaitan dengan aktivitas lingkungan
perusahaan. Informasi lingkungan perusahaan tersebut dapat diperoleh dalam annual
report maupun laporan keberlanjutan atau laporan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pengukuran ED menggunakan indeks berdasarkan Rupley, et al. (2012) yaitu
menggunakan environmental disclosure index scorecard yang disajikan dalam
lampiran 3. Environmental disclosure index scorecard ini terdiri dari 60 item
pengukuran untuk mengukur kualitas environmental disclosure perusahaan.
Berdasarkan beberapa literatur penelitian manajemen lingkungan, kualitas
environmental disclosure dibagi menjadi 4 tingkatan kelompok strategi yaitu
compliance, pollution prevention, product stewardship dan sustainable development,
dimana setiap perubahan dari tingkat compliance ke tingkat sustainable development
59
menggambarkan peningkatan dari pengelolaan lingkungan ke dalam proses
organisasi, strategi dan budaya ke arah yang lebih baik.
3.3.2. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari environmental media,
sensitivitas industri, karakteristik dewan komisaris, komite audit independen dan
kepemilikan institusional.
1. Environmental Media
Bansal dan Clelland (2004) dalam Rupley, et al. (2012) menyatakan bahwa,
untuk mengukur environmental legitimacy menggunakan media sebagai alat ukur
berdasarkan pengembangan metode. Environmental media ini merupakan
environmental disclosure yang dipublikasikan secara luas oleh perusahaan secara
online. Media yang digunakan untuk mengukur proksi ini adalah surat kabar yang
dipublikasi secara online, yaitu media kompas.com, antaranews, kontan.com, walhi
nasional dan liputan media yang berasal dari web perusahaan itu sendiri. Kata kunci
yang digunakan untuk mencari artikel tentang environmental disclosure yaitu
“lingkungan”, “polusi”, “limbah”, “green”, “sustainable” dan “CSR”.
Model untuk proksi media menggunakan eksistensi atau keberadaan liputan
media. Pengukuran eksistensi media menggunakan variabel MEDIA_EXIST, yang
diukur dengan menjumlahkan seberapa banyak artikel positif, seberapa banyak
artikel negatif dan seberapa banyak artikel netral dengan menggunakan Janis-Fadner
coefficient of imbalance (Janis dan Fadner 1995; Bansal dan Clelland, 2004 dalam
Rupley, et al., 2012) sebagai berikut :
60
Koefisien Janis- Fadner
Dimana :
e adalah menggambarkan jumlah artikel lingkungan yang positif
c adalah jumlah artikel lingkungan yang negatif dan
t adalah sama dengan e +c
* jika artikel positif lebih banyak dari artikel negatif maka menggunakan rumus
pertama.
** jika artikel negatif lebih banyak dari artikel positif maka menggunakan rumus
kedua.
*** jika artikel bersifat netral, tidak ada pengungkapan atau jumlah antara artikel
positif dan negatif sama maka langsung dihitung dengan nominal 0.
2. Sensitifitas Industri
Sensitivitas industri ini berkaitan dengan pengaruh aktivitas perusahaan
terhadap lingkungan. Perusahaan yang memiliki tingkat sensitivitas industri yang
tinggi cenderung mendapatkan sorotan oleh masyarakat karena aktivitasnya yang
bersinggungan secara langsung dengan alam. Sensitivitas industri (SEN_IND) diukur
menggunakan variabel dummy.
1 jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan tambang dan energi.
0 jika perusahaan selain tambang dan energi.
61
3. Karakteristik Dewan Komisaris
Karakteristik dewan komisaris diukur dengan menggunakan 4 variabel
indikator yaitu dewan komisaris independen, keberagaman gender, multiple-
directorship dan ukuran dewan komisaris (board size).
a. Dewan komisaris independen merupakan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan dengan tidak memiliki hubungan dengan perusahaan serta secara
independen melakukan pengawasan terhadap perusahaan. Dewan komisaris
independen dilambangkan dengan “IND”.
IND = Jumlah anggota dewan komisaris independen yang dimiliki perusahaan.
b. Keberagaman gender merupakan dewan komisaris wanita yang berada di
perusahaan. Dengan adanya dewan komisaris wanita di perusahaan akan
cenderung bertindak lebih hati-hati, teliti dalam melakukan pengawasan
daripada komisaris laki-laki. Keberagaman gender dilambangkan dengan
“GENDER”.
GENDER = Jumlah anggota dewan komisaris perempuan yang dimiliki
perusahaan.
c. Multiple-Directorship merupakan anggota dewan komisaris yang mempunyai
pekerjaan lebih dari satu. Variabel multiple-directorship dilambangkan dengan
“DIRECTORSHIP”
DIRECTORSHIP = Jumlah anggota dewan komisaris yang memiliki pekerjaan
lebih dari satu.
62
d. Ukuran dewan komisaris (board size) merupakan jumlah dewan komisaris yang
berada di perusahaan. Variabel Board Size dilambangkan dengan “BS”.
BS = Jumlah anggota dewan komisaris yang berada di perusahaan
4. Komite Audit Independen
Komite audit independen merupakan pihak yang melakukan pengawasan serta
pengendalian yang ditujukan kepada dewan komisaris dalam rangka meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi perusahaan. Variabel komite audit independen
dilambangkan dengan “KAI”
KAI = Jumlah anggota komite audit independen yang berada di perusahaan.
5. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusi merupakan saham yang dimiliki oleh institusi di
perusahaan. Kepemilikan institusional diukur dengan menggunakan presentase
kepemilikan institusional mayoritas dibandingkan dengan total saham. Kepemilikan
saham perusahaan penelitian ini seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun dan
investment banking. Kepemilikan institusional dilambangkan dengan simbol “KI”.
KI =
3.3.3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol merupakan variabel yang dikendalikan sehingga pengaruh
variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat) tidak dapat
63
dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel kontrol dalam penelitian ini
antara lain :
a. Ukuran Perusahaan (Firm Size)
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata
total aktiva (Feery dan Jones dalam Widianto, 2011). Dalam penelitian ini ukuran
perusahaan diproksikan dengan log natural sales (total penjualan). Ukuran
perusahaan dilambangkan dengan Ln_SALES yang merupakan logaritma natural
dari total penjualan untuk menilai ukuran perusahaan.
b. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba. Profitabilitas diproksikan dengan ukuran ROA dan dilambangkan
dengan ROA. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Laba Bersih
Total Aset
Tabel 3.1.
Definisi Variabel
Variabel Definisi Pengukuran Literatur
Variabel Dependen (Kualitas Environmental Disclosure)
Disclosure
Quality_Compliance
(Kepatuhan)
(DQ_COMP)
Dimana perusahaan hanya sebatas
patuh dalam memenuhi persyaratan
aturan tentang environmental
disclosure.
Jumlah indikator
compliance dalam
sustainability report atau
annual report
Rupley, et al.
(2012)
Disclosure
Quality_Pollution
Prevention
(Pencegahan Polusi)
(DQ_POLLPREV)
Environmental disclosure
perusahaan sudah sampai pada tahap
meminimalkan emisi, limbah dan
sampah.
Jumlah indikator pollution
prevention dalam
sustainability report atau
annual report
Rupley, et al.
(2012)
Disclosure
Quality_Product
Stewardship
Environmental disclosure
perusahaan sudah sampai pada tahap
meminimalkan biaya dengan daur
Jumlah indikator product
stewardship dalam
sustainability report atau
Rupley, et al.
(2012)
64
(Penanganan Produk)
(DQ_PRODSTEW)
ulang produk. annual report
Disclosure
Quality_Sustainable
Development
(Pengembangan
Berkelanjutan)
(DQ_SUSTDEV)
Environmental disclosure
perusahaan sudah sampai pada tahap
meminimalkan kerugian lingkungan
untuk pertumbuhan perusahaan.
Jumlah indikator
sustainable development
dalam sustainability report
atau annual report
Rupley, et al.
(2012)
Disclosure
Quality_Total
(DQ_TOTAL)
Menjelaskan seluruh strategi
(compliance, pollution prevention,
product stewardship dan sustainable
development) secara keseluruhan
yang diungkapkan perusahaan.
Jumlah total indikator
environmental disclosure
(compliance, pollution
prevention, product
stewardship dan
sustainable development)
dalam sustainability report
atau annual report
Rupley, et al.
(2012)
Variabel independen
Enviromental Media
Janis-Fadner coefficient Koefisien Janis-fadner mengukur
jumlah negatif dan positif
referensi media dalam media
online nasional yang
berhubungan dalam isu
lingkungan.
Keberadaan liputan
media
(MEDIA_EXIST)
Environmental disclosure yang
dipublikasikan secara luas oleh
perusahaan secara online
Janis-Fadner
coefficient =
Dimana e adalah
jumlah artikel positif
tentang lingkungan,
c adalah jumlah
tentang artikel negatif
tentang lingkungan
dan
t adalah jumlah e +c
Janis dan Fadner
1995; Bansal dan
Clelland, 2004
Sensitivitas Industri
Sensitivitas Industri
(SEN_IND)
Pengaruh aktivitas perusahaan
terhadap lingkungan
1 jika perusahaan
merupakan industri
pertambangan dan
65
energi
0 perusahaan yang
lainnya
Karakteristik Dewan Komisaris
Independen
(IND)
Komisaris yang berasal dari luar
perusahaan dengan tidak
memiliki hubungan dengan
perusahaan serta secara
independent melakukan
pengawasan terhadap perusahaan
IND = Jumlah anggota
dewan komisaris
independen yang
dimiliki perusahaan.
Ratnasari, 2011
Keberagaman Gender
(GENDER)
Dewan komisaris wanita yang
berada di perusahaan
GENDER = Jumlah
anggota dewan
komisaris perempuan
yang dimiliki
perusahaan.
Prasetianti, 2014
DIRECTORSHIP Anggota dewan komisaris yang
mempunyai pekerjaan lebih dari
satu
DIRECTORSHIP =
Jumlah anggota
dewan komisaris yang
memiliki pekerjaan
lebih dari satu.
Prasetianti, 2014
Board Size (BS) Jumlah dewan komisaris yang
berada di perusahaan.
BS = Jumlah anggota
dewan komisaris yang
berada di perusahaan
Prawinandi, 2012
Komite Audit Independen
Komite Audit
Independen (KAI)
Pihak yang melakukan
pengawasan serta pengendalian
yang ditujukan kepada dewan
komisaris.
KAI = Jumlah Komite
Audit Independen di
Perusahaan
Ratnasari, 2011
Shareholders
Kepemilikan Institusional
(KI)
Institusi yang memiliki saham di
dalam perusahaan.
Waryanto, 2010
Kontrol
Ukuran Perusahaan (Firm
Size)
Besar kecilnya suatu perusahaan
yang ditunjukkan oleh total
aktiva, jumlah penjualan, rata-
rata total penjualan dan rata-rata
total aktiva.
Log Natural dari Total
Aset (Ln_Sales)
Widianto, 2011
Profitabilitas (ROA) Kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba.
Widianto, 2011
66
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan metode
dokumentasi berupa pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan
dengan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan yang meliputi annual report
maupun laporan berkelanjutan dan laporan tangung jawab sosial yang diperoleh dari
website resmi BEI www.idx.co.id dan data pendukung dari Indonesia Sustainability
Reporting Award (ISRA) serta sumber data dari surat kabar nasional yang
dipublikasikan secara online, yaitu media kompas.com, antaranews, kontan.com,
walhi nasional dan liputan media yang berasal dari web perusahaan itu sendiri.
3.5. Metode Analisis Data
3.5.1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan gambaran
atau informasi data yang dilihat dari nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata
(mean) dan standar deviasi. Hal ini dilakukan untuk melihat gambaran keseluruhan
dari sampel yang berhasil dikumpulkan dan memenuhi syarat untuk dijadikan
sampel penelitian. Variabel yang digunakan dalam perhitungan statistik deskriptif ini
antara lain: ukuran kualitas environmental disclosure yang terdiri dari DQ_COMP,
DQ_POLLPREV, DQ_PRODSTEW, DQ_SUSDEV dan DQ_TOTAL,
MEDIA_EXIS (keberadaan liputan media), SEN_IND (sensitivitas industri), variabel
struktur corporate governance yang terdiri dari IND (komisaris independen),
GENDER (komisaris perempuan), DIRECTORSHIP (dewan komisaris yang
memiliki pekerjaan lebih dari satu), BS (Board Size) yaitu ukuran dewan komisaris,
67
KAI (Komite Audit Independen), KI (Kepemilikan Institusional), serta variabel
kontrol yaitu Ln_SALES (logaritma natural dari total sales) dan ROA (Return On
Asset)
3.5.2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik bertujuan untuk menghilangkan penyimpangan-
penyimpangan yang mungkin terjadi dengan terpenuhinya asumsi tersebut, maka
hasil yang diperoleh dapat lebih akurat dan mendekati atau sama dengan kenyataan
(Ghozali, 2011). Pengujian dalam uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji
normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroskedasitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki ditribusi normal. Pengujian normalitas data
dalam penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogrov-Smirnov
(K-S). Jika hasil Kolmogrov-Smirnov menunjukkan nilai signifikan di atas 0,05 maka
data residual terdistribusi dengan normal. Sedangkan jika hasil Kolmogrov-Smirnov
menunjukkan nilai signifikan di bawah 0,05 maka data residual terdistribusi tidak
normal (Ghozali, 2011).
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2011). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antar variabel independen. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas pada model regresi dapat dilihat dari
68
tolerance value atau variance inflation factor (VIF). Berikut ini adalah dasar
acuannya:
a. Jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
b. Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada
multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi linear
terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi autokorelasi berarti terdapat masalah
autokorelasi. Untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan uji statistik melalui uji
run tes. Run tes digunakan sebagai bagian dari statistik non-parametrik dan dapat
pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi.
Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual
adalah acak atau random (Ghozali, 2011). Model regresi dikatakan tidak terjadi
autokorelasi jika nilai signifikansi lebih dari 0,05.
4. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali (2011), uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Ghozali (2011) juga menyatakan bahwa model
regresi yang baik adalah model regresi yang terjadi homokedastisitas. Untuk
mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan uji glejser.
Dalam uji glejser, apabila variabel independen signifikan secara statistik
69
mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedasitisitas. Hal
tersebut, diamati dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%
(Ghozali, 2011).
3.5.3. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis)
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara
lebih dari satu variabel prediktor (variabel bebas) terhadap variabel terikat.
Persamaan regresi berganda yang digunakan dalam penelitian ini dapat diringkas
sebagai berikut :
DQ_QUALITY = α + β1MEDIA_EXIST + β2SEN_IND + β3IND + β4GENDER +
β5DIRECTORSHIPS + β6BS + β7KAI + β8KI + β9Ln_SALES +
β10ROA + e
DQ_QUALITY terdiri dari lima variabel dependen yaitu DQ_TOTAL, DQ_COMP,
DQ_POLLPREV, DQ_PRODSTEW dan DQ_SUSDEV.
Keterangan :
DQ_QUALITY (DQ_COMP, DQ_POLLPREV, DQ_PRODSTEW, DQ_SUSDEV
dan DQ_TOTAL)
DQ_COMP : Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat
compliance
DQ_POLLPREV : Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat
pollution prevention
DQ_PRODSTEW : Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat
product stewardship
DQ_SUSDEV : Jumlah kualitas environmental disclosure pada tingkat
sustainable development
DQ_TOTAL : Jumlah kualitas environmental disclosure secara keseluruhan
MEDIA_EXIST : Keberadaan liputan media
70
SES_IND : sensitivitas industri
IND : Jumlah dewan komisaris independen
GENDER : Jumlah dewan komisaris perempuan
DIRECTORSHIP : Jumlah dewan komisaris yang memiliki pekerjaan lebih dari
satu
BS : Jumlah anggota dewan komisaris (Board Size)
KI : Proporsi kepemilikan saham institusi keuangan (kepemilikan
institusional)
Ln_SALES : logaritma natural total penjualan
ROA : return on asset
α : konstanta (intercept)
β1 - β12 : koefisien regresi
e : eror
3.5.4. Uji Hipotesis
1. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t)
T-test digunakan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen. Pengujian ini pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen
(Ghozali, 2011). Dengan tingkat signifikansi 0,05 (α=5%). kriteria pengujian dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Apabila nilai signifikan α < 0,05, maka hipotesis diterima, artinya terdapat
pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel
dependen.
71
b. Apabila nilai signifikansi α > 0,05, atau = 0, maka hipotesis ditolak, artinya
tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2011).
2. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model regresi dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen (Ghozali, 2011).
Fungsi dari r Square (r2) adalah mencari besarnya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara individual. Apabila r2 mendekati 1,
maka variabel independen berpengaruh kuat terhadap variabel dependen dan apabila
r2 (r square) mendekati angka nol, maka variabel independen berpengaruh tidak
nyata terhadap variabel dependen. Jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R2
negatif, maka dianggap bernilai nol. Secara matematis jika nilai R2 = 1, maka
adjusted R2 = 1 sedangkan jika nilai R
2 = 0, maka adjusted R2 = (1-k) / (k-n). Jika K
> 1, maka adjusted R2
akan bernilai negatif (Ghozali, 2011).
121
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari
environmental media dan karakteristik struktur corporate governance terhadap
kualitas environmental disclosure yang dikembangkan menjadi 5 model regresi yaitu
1) Disclosure Quality (DQ) Compliance (Kepatuhan), 2) DQ Pollution Prevention
(Pencegahan Polusi), 3) DQ Product Stewardship (Penanganan Produk), 4) DQ
Sustainable Development (Pengembangan Berkelanjutan) dan 5) DQ Total.
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Environmental disclosure di tingkat sustainable development merupakan
pengungkapan yang paling tinggi, sehingga perusahaan yang sudah mencapai di
tingkat sustainable development menunjukkan bahwa perusahaan sudah
melakukan pengungkapan secara berkelanjutan.
2. Pengujian hipotesis pertama (H1) menunjukkan bahwa keberadaan liputan
media tentang lingkungan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas
environmental disclosure pada semua tingkat pengungkapan dalam lima model.
3. Pengujian hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa sensitivitas industri
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure
pada tingkat sustainable development dalam model kedua (DQ_POLLPREV)
dan keempat (DQ_SUSDEV).
122
4. Pengujian hipotesis ketiga a (H3a) menunjukkan bahwa komisaris independen
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure
pada semua tingkat pengungkapan kecuali di tingkat sustainable development
dalam model keempat (DQ_SUSDEV).
5. Pengujian hipotesis ketiga b (H3b) menunjukkan bahwa keberagaman gender
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure
pada tingkat compliance dalam model pertama (DQ_COMP).
6. Pengujian hipotesis ketiga c (H3c) menunjukkan bahwa multiple directorship
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure
pada tingkat pollution prevention dan tingkat secara total yaitu dalam model
kedua (DQ_POLLPREV) dan kelima (DQ_TOTAL).
7. Pengujian hipotesis ketiga d (H3d) menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure
pada semua tingkat pengungkapan kecuali pada tingkat compliance yaitu dalam
model pertama (DQ_COMP).
8. Pengujian hipotesis keempat (H4) menunjukkan bahwa komite audit independen
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure
pada semua tingkat pengungkapan kecuali dalam model petama (DQ_COMP).
9. Pengujian hipotesis kelima (H5) menunjukkan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas environmental disclosure
pada tingkat pollution prevention dalam model ketiga (DQ_POLLPREV) dan
pada tingkat sustainable development dalam model keempat (DQ_SUSDEV).
123
5.2. Keterbatasan
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Adapun keterbatasan
dalam penelitian ini adalah:
1. Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian hanya perusahaan
pertambangan, energi, kimia, farmasi, kosmetik dan makanan dan minuman
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013 sehingga kurang
mewakili seluruh perusahaan di Indonesia.
2. Terdapat unsur subjektivitas dalam menentukan indeks environmental
disclosure. Hal ini disebabkan oleh perbedaan maksud peneliti dalam
menganalisa dan mengidentifikasi item environmental disclosure yang
dipublikasikan baik dalam laporan keberlanjutan maupun dalam annual
report.
3. Terdapat unsur subjektivitas dalam mengukur jenis liputan media. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan maksud peneliti dalam menganalisa dan
mengidentifikasi sifat liputan media positif, negatif dan netral.
4. Terbatasnya media online yang dijadikan sumber dalam mengukur variabel
environmental media yaitu media kompas.com, antaranews, kontan.com,
walhi nasional dan liputan media yang berasal dari web perusahaan itu sendiri.
5. Minimnya environmental disclosure perusahaan di Indonesia menyebabkan
kualitas environmental disclosure masih bervariasi.
5.3. Saran
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:
1. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah kategori perusahaan, sehingga
124
tidak hanya perusahaan high profile industry.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan menambah sumber media online lain yang
mempublikasikan environmental disclosure perusahaan.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meminimalisir unsur subjektivitas
pada pengukuran kualitas environmental disclosure dengan menggunakan
skala pembobotan yang lebih valid daripada menggunakan skala 0 dan 1.
125
DAFTAR PUSTAKA
Agustia, Dian. 2013. “Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash
Flow, dan Leverage terhadap Manajemen Laba”. Dalam Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Vol. 15 No. 1 Mei 2013 Hal. 27-42 Surabaya: Universitas
Airlangga.
Allam, A. and Lymer, A. 2002, “Benchmarking Financial Reporting Online: The
2001 Review”, University of Birmingham Working Paper Birmingham:
University of Birmingham.
Almilia, Luciana Spica. 2008. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan
Sukarela “Internet Financial and Sustainability Reporting”. Dalam Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia.Vol. 12 No. 2 (Desember 2008) Surabaya:
STIE Perbanas Surabaya.
Anggraini, Fr. RR. 2006. “Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan
Tahunan”. (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar pada
Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, 23-26 Agustus.
Ariyani, Eka W. 2013. “Pengaruh Corporate Governance dan Latar Belakang
Pendidikan terhadap Environmental Disclosure (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2011)”. Skripsi.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
http:/eprints.uns.ac.id/16097/1/351210703201407421.pdf. (2 November 2014)
BAPEPAM, 2004. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. No.: Kep-
29/PM/2004. Tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite
Audit Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. Departemen Keuangan Republik
Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal.http://www.bapepam.go.id/. (5
November 2014)
Brown, N., Deegan, C., 1998. “The Public Disclosure of Environmental Performance
Information - A Dual Test of Media Agenda Setting Theory and Legitimacy
Theory”. Accounting and Business Research Vol. 29 No.1 Hal. 21-41.
Chariri, Anis. 2008. “Kritik Sosial Atas Pemakaian Teori dalam Penelitian
Pengungkapan Sosial dan Lingkungan”, Dalam Jurnal Maksi Vol. 8 No. 2
Hal. 151-169.
126
Chen, C.J.P. dan Jaggi, B. 2000. “Association Between Independent Non-Executive
Directors, Family Control and Financial Disclosures in Hong Kong”. Journal of Accounting and Public Policy. Vol. 19 Hal. 285–310.
Deegan, Craig, Michaela Rankin dan John Tobin. 2002. “An Examination of The
Corporate Social and Environmental Disclosure of BHP from 1983-1997”. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol.15.
Dewi, Sisca Christianty, 2008. “Pengaruh Kepemilikan Managerial, Kepemilikan
Institusional, Kebijakan Hutang, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan
terhadap Kebijakan Deviden”. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 10 No. 1
April 2008 Hal. 47-58.
Effendi, Bahtiar., Lia Uzliawati dan Agus Sholikhan Yulianto. 2012. “Pengaruh
Dewan Komisaris terhadap Environmental Disclosure pada Perusahaan
Manufaktur yang Listing di BEI Tahun 2008-2011”. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Elkington, John. 1997. Cannibals With Forks The Triple Bottom Line of Twentieth
Century Business. Capstone Publishing Ltd, Oxford.
EPA, 2013. The Toxics Release Inventory in Action: Media, Government, Business,
Community and Academic Uses of TRI Data. www2.epa.gov. (23 Oktober
2014)
Ettredge, M., Richardson, V.J. and Scolz, S. (2001), “The Presentation of Financial
Information at Corporate Web Sites”, International Journal of Accounting
Information Systems, Vol. 2 pp. 149-68
Gamerschlag, R., Moller, K., & Verbeeten, F. (2011). “Determinants of Voluntary
CSR Disclosure: Empirical Evidence from Germany”. Jurnal of Management
Science 5, 233-262.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Global Environmental Management Initiatives (GEMI). 1998. Measuring
Environmental Performance: The Primer and Survey of Metric In Use,
Washington DC.
127
Global Reporting Initiative 2000-2006. 2006. “Pedoman Laporan Keberlanjutan”, http://www.globalreporting.org. (23 Oktober 2014)
Handayani, Ari Retno. 2010. “Pengaruh Environmental Performance terhadap
Environmental Disclosure dan Economic Performance serta Environmental
Disclosure terhadap Economic Performance”. Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Hart, S.L. 1995. “A Natural Resource Based View of The Firm”. Academy of
Management Journal, Vol. 37.
http://www.antaranews.com/ (4 Oktober 2014)
http://www.idx.co.id/ (19 Oktober 2014)
http://isra.ncsr-id.org/ (20 Oktober 2014)
http://news.kompas.com/ (10 Oktober 2014)
http://www.kontan.com/ (28 Oktober 2014)
Hunt, G.B.,& Auster,E.R.1990. “Proactive Environmental Management: Avoiding
The Toxic Trap”. Sloan Management Review, Vol. 31 No. 2 Hal. 7-18.
ISO, 2004. ISO 14001: Environmental Management System-Requirements With
Guidance for Use, Switzerland, 2004.
Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial
Economics.
Joshi, Prem Lal dan Simon S. Gao. 2009. “Multinational Corporations’ Corporate
Sosial and Environmental Disclosures (CSED) on Web Sites”. Dalam
International Journal of Commerce and Management, Vol. 19 No. 1 pp. 27-
44.
Juniarti dan A. A. Sentosa. 2009. “Pengaruh Good Corporate Governance,
Voluntary Disclosure terhadap Biaya Utang (Cost of Debt)”. Jurnal Akuntansi
Keuangan, Vol. 11 No. 2 November 2009 Hal. 88-100.
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good
Corporate Governance Indonesia. http:/hvww.gooftle.com. (27 Oktober
2014)
128
Kristi, Agatha Aprinda. 2013. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan
Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Publik di Indonesia”. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa FEB. http://jimfeb.ub.ac.id. (22 Desember 2014)
Kusumastuti, S., Supatmi dan P. Sastra. 2007. “Pengaruh Board Diversity terhadap
Nilai Perusahaan dalam Perspektif Corporate Governance”. Jurnal Akuntansi
dan Keuangan Vol. 9 No. 2 Hal. 88-98.
Luthfia, Khaula. 2011. “Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan, Struktur
Modal, dan Corporate Governance terhadap Publikasi Sustainability Report”. Skripsi.Semarang: Universitas Diponegoro. http:/eprints.undip.ac.id/35636/1/.
(13 Agustus 2014)
Mayangsari, Sekar dan Murtanto. 2002. “Reaksi Pasar Modal Indonesia terhadap
Pembentukan Komite Audit”. Proceeding Simposium Surviving Strategies to
Cope With the Future. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.
Muntoro, R. K. 2005. Membangun Dewan Komisaris yang Efektif. Majalah
Usahawan Indonesia No.11 Tahun XXXVI.
Nasution, M. dan D. Setiawan. 2007. “Pengaruh Corporate Governance terhadap
Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia”. Simposium Nasional
Akuntansi X Makassar: 1-26.
Prasetianti, Nurani. 2014. “Pengaruh Media dan Struktur Corporate Governance
terhadap Kualitas Environmental Disclosure”. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Prawinandi, Wardani 2012. “Peran Struktur Corporate Governance dalam Tingkat
Kepatuhan Mandatory Disclosure Konvergensi IFRS”. Skripsi. Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Surakarta.
PT Bursa Efek Indonesia 2014. Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor:
Kep-00001/BEI/01/2014 Tentang Perubahan Peraturan Nomor I-A Tentang
Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain yang Diterbitkan oleh
Perusahaan Tercatat. http://www.idx.co.id/. (10 November 2014)
Purwanto, Agus. 2011. “Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas
terhadap Corporate Social Responsibility”. Jurnal Akuntansi dan Auditing.
Vol. 8 No. 1 November 2011 Hal. 1-94. Semarang: Universitas Diponegoro.
Rao, Kathyayini Kathy, Carol A. Tilt dan Laurance H. Lester. 2011. “Corporate
Governance and Environmental Reporting”. An Australian Study. Corporate
Governance, Vol. 12.
129
Ratih, Suklimah. 2011. “Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Nilai
Perusahaan dengan Kinerja Keuangan sebagai Variabel Intervening pada
Perusahaan Peraih The Indonesia Most Trusted Company-CGPI”. Jurnal
Kewirausahaan Vol. 5 No. 2 Desember 2011.
Ratnasari, Yunita. 2011. “Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Dalam Sustainability
Report”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Rooney, C. 1993. Economics of Pollution Prevention: How Waste Reduction Pays.
Pollution Prevention Review. 3 (Summer): 261-276.
Rupley, Kathleen Hertz, Darrell Brown dan R. Scott Marshall. 2012. “Governance,
Media, and Quality of Environmental Disclosure”. Journal Accounting Public
Policy, Vol. 31.
Saptono, Agus. 2014. “Board - CEO Relationship (One Tier System - Anglo Saxon)
Hubungan Dewan Komisaris-Dewan Direksi (Two Tier System Continental)”. Dalam Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi Vo. 10, No. 1, April
2014: 63-75. Magister Akuntansi FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta.
SEC. 2010. SEC Issues Interpretive Guidance on Disclosurem Related to Bussiness
or Legal Developments Regarding Climate Change. United Stated: Securities
Exchange Comission. http://www.sec.gov/news/press/2010/2010-15.htm. (22
November 2014)
Sembiring, Eddy Rismanda 2005. “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial : Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di
Bursa Efek Jakarta”. SNA VIII Solo, 15-16 September 2005.
Setiawan, Maman. 2005. “Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik Perusahaan,
dan Karakteristik Tata Kelola Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan”. Dalam Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.
Sudarno, 2013. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, dan
Kepemilikan Asing terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report”. Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 2 No. 1 Hal. 1-14 (2013).
Suhardjanto, Djoko. 2010. “Corporate Goverance, Karakteristik Perusahaan dan
Environmental Disclosure”. Prestasi Vol. 6 No. 1-Juni 2010. ISSN 141-1497.
Surya, Indra dan Ivan Yustivandana. 2006. Penerapan Good Corporate Governance.
Jakarta: Kencana.
130
Undang-undang Republik Indonesia tentang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007.
Utami, Anindyati Sarwindah, 2011. “Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai
Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility dan Good
Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi”. Skripsi. Surabaya:
Universitas Jember.
Utomo, Muhammad Muslim. 2000. “Praktek Pengungkapan Sosial Pada Laporan
Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan Antara Perusahaan-
Perusahaan High Profile dan Low Profile)”. Simposium Nasional Akuntansi III.
Jakarta.
Wahidawati. 2001. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan
Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory
Agency”. Simposium Akuntansi Nasional IV. Bandung.
Walhi, 2014. Tinjauan Lingkungan Hidup WALHI 2014. Politik 2014: Utamakan
Keadilan Ekologis. http://chirpstory.com/li/67594. (7 November 2014)
Waryanto. 2010. “Pengaruh Karakteristik Good Corporate Govenance (GCG)
terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) di
Indonesia”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Widianto, Hari Suryono. 2011. “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage,
Aktivitas, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance terhadap Praktik
Pengungkapan Sustainability Report.” Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Windah, Gabriela Cynthia dan Fidelis Arastyo Andono. 2013. “Pengaruh Penerapan
Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Hasil Survei
The Indonesian Institute Perception Govenance (IICG) Periode 2008-2011”. Dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol. 2 No. 1 (2013).
Zaleha, S. 2005. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Sosial
dalam Laporan Tahunan Perusahaan Go Public di BEJ Tahun 2003”. Skripsi.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Zuhroh, Diana dan I Putu Pande Heri Sukmawati. 2003. “Analisis Pengaruh Luas
Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi
Investor”. Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.
Zulaikha, Benny Setyawan. 2012. “Analisis Pengaruh Praktik Good Corporate
Governance dan Manajemen Laba terhadap Corporate Environmental
Disclosure”. Dalam Jurnal Akuntansi Universitas Diponegoro. Vol. 1 No. 1
Tahun 2012, Hal. 1-13.
131
LAMPIRAN 1
DAFTAR SAMPEL PERUSAHAAN
No. Nama Perusahaan Kode
1. PT. Aneka Tambang Tbk. ANTM
2. PT. Timah Tbk. TINS
3. PT. Vale Indonesia Tbk.. INCO
4. PT. Benekat Petroleum Tbk. BIPI
5. PT. Elnusa Tbk. ELSA
6. PT. Energy Mega Persada Tbk. ENRG
7. PT. Medco Energy Internasional Tbk. MEDC
8. PT. Ratu Prabu Energy Tbk. ARTI
9. PT. Citatah Tbk. CTTH
10. PT. Mitra Investindo Tbk. MITI
11. PT. Adaro Energy Tbk. ADRO
12. PT. ATPK Resources Tbk. ATPK
13. PT. Bayan Resources Tbk. BYAN
14. PT. Berau Coal Energy Tbk. BRAU
15. PT. Bukit Asam Tbk. PTBA
16. PT. Bumi Resources Tbk. BUMI
17. PT. Darma Henwa Tbk. DEWA
18. PT. Delta Dunia Makmur Tbk. DOID
19. PT. Garda Tujuh Buana Tbk. GTBO
20. PT. Harum Energy Tbk. HRUM
21. PT. Indo Tambangraya Megah Tbk. ITMG
22. PT. Petrosena Tbk. PTRO
23. PT. Resource Alam Indonesia Tbk. KKGI
24. PT. Perusahaan Gas Negara Tbk. PGAS
25. PT. Leyand Internasional Tbk. LAPD
26. PT. Budi Acid Jaya Tbk. BUDI
27. PT. Chandra Asri Petrochemical Tbk. TPIA
28. PT. Ekadharma Internasional Tbk. EKAD
29. PT. Eterindo Wahanatama ETWA
30. PT. Indo Acidatama Tbk. SRSN
31. PT. Intan Wijaya Internasional Tbk. INCI
32. PT. Unggul Indah Cahaya Tbk. UNIC
33. PT. Madom Indonesia Tbk. TCID
34. PT. Martina Berto Tbk. MBTO
35. PT. Unilever Indonesia Tbk. UNVR
36. PT. Darya Varia Laboratoria Tbk. DVLA
37. PT. Indofarma Tbk. INAF
38. PT. Kalbe Farma Tbk. KLBF
132
39. PT. Kimia Farma Tbk. KAEF
40. PT. Merk Tbk. MERK
41. PT. Pyridam Farma Tbk. PYFA
42. PT. Tempo Scan Pasifik Tbk. TSPC
43. PT. Akasha Wira Internasional Tbk. ADES
44. PT. Delta Djakarta Tbk. DLTA
45. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. ICBP
46. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. INDF
47. PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. MLBI
48. PT. Prashida Aneka Niaga Tbk. PSDN
49. PT. Tiga Pilar Sejahtera Tbk. AISA
50. PT. Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk. ULTJ
133
LAMPIRAN 2
Kualitas Environmental Disclosure
No Tahun Kode Variabel Dependen (Kualitas Environmental Disclosure)
DQ_
COMP
DQ_
POLLPREV
DQ_
PRODSTEW
DQ_
SUSDEV
DQ_
TOTAL
1 2013 ANTM 10 24 20 4 58
2 2013 TINS 2 33 18 4 57
3 2013 INCO 11 9 12 1 33
4 2013 BIPI 9 4 7 0 20
5 2013 ELSA 12 10 10 1 33
6 2013 ENRG 15 5 8 0 28
7 2013 MEDC 12 9 10 0 31
8 2013 ARTI 10 4 3 0 17
9 2013 CTTH 6 3 4 0 13
10 2013 MITI 7 5 6 1 19
11 2013 ADRO 18 13 15 3 49
12 2013 ATPK 9 2 4 0 15
13 2013 BYAN 10 5 7 1 23
14 2013 BRAU 12 8 9 1 30
15 2013 PTBA 20 10 17 3 50
16 2013 BUMI 16 11 17 3 47
17 2013 DEWA 9 7 8 0 24
18 2013 DOID 11 4 8 0 23
19 2013 GTBO 9 3 10 0 22
20 2013 HRUM 10 7 8 1 26
21 2013 ITMG 11 6 11 1 29
22 2013 PTRO 12 6 9 0 27
23 2013 KKGI 13 5 9 1 28
24 2013 PGAS 15 10 14 2 41
25 2013 LAPD 10 3 5 0 18
26 2013 BUDI 11 7 10 0 28
27 2013 TPIA 14 3 11 0 28
28 2013 EKAD 11 3 8 0 22
29 2013 ETWA 11 10 10 1 32
30 2013 SRSN 10 5 11 0 26
31 2013 INCI 13 3 7 0 23
32 2013 UNIC 9 5 10 0 24
33 2013 TCID 16 8 13 0 37
134
34 2013 MBTO 15 7 10 0 32
35 2013 UNVR 11 21 18 4 54
36 2013 DVLA 12 4 6 0 22
37 2013 INAF 15 8 9 0 32
38 2013 KLBF 17 7 11 0 35
39 2013 KAEF 18 5 10 0 33
40 2013 MERK 14 2 6 0 22
41 2013 PYFA 13 4 7 0 24
42 2013 TSPC 13 1 5 0 19
43 2013 ADES 15 5 10 0 30
44 2013 DLTA 10 2 8 0 20
45 2013 ICBP 20 8 11 0 39
46 2013 INDF 19 8 15 2 44
47 2013 MLBI 12 3 7 0 22
48 2013 PSDN 13 1 5 0 19
49 2013 AISA 15 4 8 0 27
50 2013 ULTJ 15 4 7 0 26
51 2012 ANTM 11 22 20 4 57
52 2012 TINS 7 28 18 4 57
53 2012 INCO 12 10 13 0 35
54 2012 BIPI 10 4 7 0 21
55 2012 ELSA 14 9 10 0 33
56 2012 ENRG 15 4 8 0 27
57 2012 MEDC 17 9 9 0 35
58 2012 ARTI 10 4 5 0 19
59 2012 CTTH 6 2 4 0 12
60 2012 MITI 9 5 6 0 20
61 2012 ADRO 17 12 15 3 47
62 2012 ATPK 10 3 6 0 19
63 2012 BYAN 14 11 12 2 39
64 2012 BRAU 13 12 11 3 39
65 2012 PTBA 12 20 17 4 53
66 2012 BUMI 14 15 20 3 52
67 2012 DEWA 13 8 9 1 31
68 2012 DOID 13 5 6 0 24
69 2012 GTBO 13 2 8 0 23
70 2012 HRUM 14 7 8 0 29
71 2012 ITMG 16 8 11 2 37
72 2012 PTRO 15 7 8 0 30
135
73 2012 KKGI 13 5 7 0 25
74 2012 PGAS 13 19 17 3 52
75 2012 LAPD 10 3 5 0 18
76 2012 BUDI 20 9 15 1 45
77 2012 TPIA 13 10 10 0 33
78 2012 EKAD 13 3 8 0 24
79 2012 ETWA 14 8 8 0 30
80 2012 SRSN 13 7 8 0 28
81 2012 INCI 16 2 4 0 22
82 2012 UNIC 14 5 9 0 28
83 2012 TCID 17 8 12 0 37
84 2012 MBTO 15 6 9 0 30
85 2012 UNVR 10 21 20 4 55
86 2012 DVLA 12 4 5 0 21
87 2012 INAF 17 8 10 0 35
88 2012 KLBF 17 10 11 0 38
89 2012 KAEF 18 5 9 0 32
90 2012 MERK 14 2 5 0 21
91 2012 PYFA 14 3 6 0 23
92 2012 TSPC 13 1 5 0 19
93 2012 ADES 15 5 10 0 30
94 2012 DLTA 10 2 6 0 18
95 2012 ICBP 20 8 12 1 41
96 2012 INDF 20 9 14 2 45
97 2012 MLBI 12 2 6 0 20
98 2012 PSDN 13 2 5 0 20
99 2012 AISA 15 4 7 0 26
100 2012 ULTJ 16 4 8 0 28
101 2011 ANTM 11 22 18 4 55
102 2011 TINS 7 24 18 4 53
103 2011 INCO 15 10 11 0 36
104 2011 BIPI 14 4 7 0 25
105 2011 ELSA 16 9 10 0 35
106 2011 ENRG 14 3 8 0 25
107 2011 MEDC 18 9 10 0 25
108 2011 ARTI 9 2 4 0 37
109 2011 CTTH 7 3 4 0 15
110 2011 MITI 10 4 6 0 20
111 2011 ADRO 18 13 15 4 50
136
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
112 2011 ATPK 9 1 4 0 14
113 2011 BYAN 12 11 12 2 37
114 2011 BRAU 15 12 11 3 41
115 2011 PTBA 14 17 18 4 53
116 2011 BUMI 13 15 19 4 51
117 2011 DEWA 15 7 7 1 30
118 2011 DOID 12 5 6 0 23
119 2011 GTBO 11 4 6 0 21
120 2011 HRUM 15 6 7 0 28
121 2011 ITMG 14 7 7 2 30
122 2011 PTRO 20 10 16 4 50
123 2011 KKGI 11 3 6 0 20
124 2011 PGAS 14 19 17 3 53
125 2011 LAPD 10 3 5 0 18
126 2011 BUDI 20 9 14 1 44
127 2011 TPIA 13 9 9 0 31
128 2011 EKAD 12 1 4 0 17
129 2011 ETWA 13 8 7 0 28
130 2011 SRSN 13 3 5 0 21
131 2011 INCI 16 2 5 0 23
132 2011 UNIC 14 5 9 0 28
133 2011 TCID 17 7 8 0 32
134 2011 MBTO 18 8 8 0 34
135 2011 UNVR 11 21 20 4 56
136 2011 DVLA 11 4 5 0 20
137 2011 INAF 16 8 9 0 33
138 2011 KLBF 19 9 10 0 38
139 2011 KAEF 17 5 9 0 31
140 2011 MERK 13 2 5 0 20
141 2011 PYFA 12 3 6 0 21
142 2011 TSPC 12 1 5 0 18
143 2011 ADES 14 2 9 0 25
144 2011 DLTA 10 2 5 0 17
145 2011 ICBP 20 8 12 1 41
146 2011 INDF 19 9 12 2 42
147 2011 MLBI 11 2 6 0 19
148 2011 PSDN 13 1 5 0 19
149 2011 AISA 13 4 7 0 24
150 2011 ULTJ 16 4 7 0 27
137
LAMPIRAN 3
Environmental Disclosure Index Scorecard
Kategori Kualitas Pengungkapan (Disclosure)
Berdasarkan pada Roome (1992); Henriques dan Sandorsky (1999) dalam Rupley, et al. (2012)
1. Compliance (Kepatuhan) / End of Pipe ( C ) : kata kunci: memenuhi persyaratan aturan; Sumber utama: pengetahuan tentang
regulasi; Competitive adavantage: meminimalkan biaya kepatuhan.
Berdasarkan Hart (1995)
2. Pollution Prevention (Pencegahan Polusi) (PP) : kata kunci : meminimalisasi emisi, limbah, dan sampah; Sumber utama: peningkatan
keberlanjutan; Competitive advantage: biaya lebih rendah.
3. Product Stewardship (Penanganan Produk) (PS) : kata kunci: meminimalisasi biaya dengan daur ulang produk; Sumber
utama:integrasi stakeholder; Competitive advantage: mendahului persaing.
4. Sustainable Development (Pengembangan Berkelanjutan) (SD) : kata kunci: meminimalisasi kerugian lingkungan untuk pertumbuhan
perusahaan; Sumber utama: kesamaan visi; Competitive advantage : posisi masa depan.
138
No Pengukuran Map to
GRI
Jumlah
Absolut
Periode
Sekarang
Pengungkapan
berhubungan
dengan
produksi atau
penjualan
Historical Target Perbandingan
dengan target
sebelumnya Single
Year
Multiple
Year
Single
Year
Multiple
Year
A B C D E F G
Bahan
1 Bahan yang digunakan ke dalam
proses produksi
EN1 C PP C PP PP PP PP
2 Bahan yang digunakan ke dalam
proses produksi dari bahan daur
ulang yang disediakan
EN2 PS PS PS PS PS PS PS
3 Penjualan bahan diabaikan EN2 PS PS PS PS PS PS PS
Energi
4 Konsumsi energi (joules, BTUs,
atau yang lain)
EN3 C PP C PP PP PP PP
5 Konsumsi energi dari sumber yang
diperbaharui
EN3 PS PS PS PS PS PS PS
6 Konsumsi energi dari sumber yang
diperbaharui, khususnya
Hydropower
EN8,
EN3,
EN4
PS PS PS PS PS PS PS
Air
7 Penggunaan Air EN8 C PP C PP PP PP PP
8 Rehabilitasi air, dimasukkan
kembali ke daerah aliran sungai
(watershed)
EN21 PP PP PP PP PP PP PP
139
9 Air digunakan kembali, untuk
proses tambahan
EN8 PP PP PP PP PP PP PP
Emisi atmosfer
10 Emisi gas rumah kaca EN16,
17
C PP C PP PP PP PP
11 Emisi bahan perusak ozon EN19 C PP C PP PP PP PP
12 Emisigas lain yang signifikan EN20 C PP C PP PP PP PP
13 Penyeimbang karbon EN18 PS PS PS PS PS PS PS
Jumlah Limbah
14 Jumlah limbah yang dibuat
dan/atau dibuang, limbah tidak
dirinci atau seluruh limbah
dikumpulkan
EN22,
21
C PP C PP PP PP PP
15 Total limbah yang dibuang dari satu
limbah yang terperinci/spesifik
EN22 C PP C PP PP PP PP
16 Total limbah yang dibuang dari dua
limbah yang terperinci/spesifik
EN22 C PP C PP PP PP PP
17 Total limbah yang dibuang dari tiga
limbah yang terperinci/spesifik
EN22 C PP C PP PP PP PP
18 Total limbah yang dirawat, di daur
ulang, dan/ atau digunakan kembali
EN24 PS PS PS PS PS PS PS
Limbah Berbahaya/Beracun
19 Total limbah berbahaya/beracun
yang dibuat dan/atau dibuang,
limbah tidak dirinci atau seluruh
limbah dikumpulkan
EN22 C PP C PP PP PP PP
20 Total limbah berbahaya yang
dibuang dari satu limbah yang
terperinci atau spesifik
EN22 C PP C PP PP PP PP
140
21 Total limbah berbahaya yang
dibuang dari dua limbah yang
terperinci atau spesifik
EN22 C PP C PP PP PP PP
22 Total limbah berbahaya yang
dibuang dari tiga limbah yang
terperinci atau spesifik
EN22 C PP C PP PP PP PP
23 Total limbah berbahaya yang
dirawat, di daur ulang, dan / atau
digunakan kembali
EN24 PS PS PS PS PS PS PS
Limbah Radioaktif
24 Total limbah radioaktif yang dibuat
dan/atau dibuang, limbah tidak
dirinci atau seluruh limbah
dikumpulkan
EN22 C PP C PP PP PP PP
25 Total limbah radioaktif dari satu
limbah yang terperinci atau spesifik
EN22 C PP C PP PP PP PP
26 Total limbah radioaktif dari dua
limbah yang terperinci atau spesifik
EN22 C PP C PP PP PP PP
27 Total limbah radioaktif dari tiga
limbah yang terperinci atau spesifik
EN22 C PP C PP PP PP PP
Tumpahan Polutan
28 Jumlah polutan, kimia, minyak atau
bahan bakar
EN23 C PP C PP PP PP PP
29 Volume polutan, kimia, minyak
atau bahan bakar
EN23 C PP C PP PP PP PP
141
No Pengukuran Map to GRI Dampak Terperinci Dampak Kuantitatif
A B
Biodiversitas
30 Tanah sensitif terkenan dampak kegiatan dan operasi perusahaan EN 11, 13 PP PP
31 Dampak terhadap spesies yang terancam punah akibat kegiatan
dan operasi perusahaan
EN 12, 15 PP PP
No Pengukuran Map to
GRI
Identifikasi
produk
secara rinci
Jumlah
Absolut
Periode
Sekarang
Pengungkapan
berhubungan
dengan
produksi atau
penjualan
Historical Target Perbandingan
dengan target
sebelumnya Single
Year
Multiple
Year
Single
Year
Multiple
Year
A B C D E F G H
Produk
32 Produk atau komponen diambil
kembali atau di reklamasi
EN26,
27
PS PS PS PS PS PS PS PS
33 Green product EN27 PS PS PS PS PS PS PS PS
34 Dampak lingkungan akibat
penggunaan green product yang
dipakai oleh perusahaan
EN26 PS PS
142
No Pengukuran Diidentifikasi sebagai
perangkat perusahaan
Deskripsi
pengimplementasian
konsep secara terperinci
Contoh
A B C
35 Analisis daur ulang (LCA) SD SD SD
36 Desain untuk lingkungan(DfE) SD SD SD
37 Sistem manajemen lingkungan (EMS) PP PP PP
No Pengukuran Map to
GRI
Jumlah
Absolut
Pengungkapan
berhubungan
dengan
produksi atau
penjualan
Historical Target Perbandingan
dengan target
sebelumnya Single
Year
Multiple
Year
Single
Year
Multiple
Year
A B C D E F G
Kepatuhan
38 Kecelakaan (incidents) SO8,
EN28
C PP C PP PP PP PP
39 Denda (fines) SO8,
EN28
C PP C PP PP PP PP
Beban Lingkungan
40 Total beban lingkungan EC1 C PP C PP PP PP PP
41 Tipe beban lingkungan EC1 C PP C PP PP PP PP
143
No Pengukuran Mengungkapkan
(Provided)
Deskripsi secara
rinci
A B
Akuntansi atau Sistem Penilaian
42 Akuntansi lingkungan SD SD
43 Green Balanced Score Card SD SD
No Pengukuran Map to
GRI
Jumlah
Absolut
Pengungkapan
berhubungan
dengan
produksi atau
penjualan
Historical Target Perbandingan
dengan target
sebelumnya Single
Year
Multiple
Year
Single
Year
Multiple
Year
A B C D E F G
Pelatihan Pekerja
44 Pelatihan lingkungan, jam LA10 C PP C PP PP PP PP
45 Pelatihan lingkungan, Rupiah LA10 C PP C PP PP PP PP
46 Presentase dari pelatihan
lingkungan
LA10 C PP C PP PP PP PP
144
No Pengukuran Map to
GRI
Diterima
(Received)
Jumlah
absolut atau
presentase
Historical Target Perbandingan
dengan target
sebelumnya Single
Year
Multiple
Year
Single
Year
Multiple
Year
A B C D E F G
Sertifikat (Certification)
47 Sertifikasi proses lingkungan 4.12 PS PS PS PS PS PS PS
48 Sertifikasi produk lingkungan 4.12 PS PS PS PS PS PS PS
No Pengukuran MAP to
GRI
Identifikasi
Stakeholder
Deskripsi secara rinci
Pembahasan Proses
Perikatan
Contoh dengan
Fokus Proses
Contoh dengan
Fokus Produk
A B C D
Perikatan stakeholder
49 Perikatan stakeholder – komunitas 4.14,4.16 PS PS PS PS
50 Perikatan stakeholder- NGOs 4.14,4.16 PS PS PS PS
51 Perikatan stakeholder- pemerintah 4.14,4.16 PS PS PS PS
52 Perikatan stakeholder- konsumen 4.14,4.16 PS PS PS PS
53 Perikatan stakeholder- pekerja 4.14,4.16 PS PS PS PS
54 Perikatan stakeholder- supplier 4.14,4.16 PS PS PS PS
55 Perikatan stakeholder- shareholder 4.14,4.16 PS PS PS PS
145
No Pengukuran Pernyataan kebijakan
lingkungan dengan
penjelasan secara rinci
Target kuantitatif dan/ atau
rencana mengenai
pengembangan pernyataan
kebijakan lingkungan
A B
Kebijakan Lingkungan
56 Kebijakan lingkungan PP PP Internal 3rd party
57 Kebijakan lingkungan atau program audit PP PP Indentifikasi secara individu Identifikasi pada struktur perusahaan
58 Struktur tanggung jawab lingkungan PP PP Tersedianya kerangka standar Deskripsi standar disediakan
Pelaporan
59 Menerbitkan laporan keberlanjutan merupakan
standar yang dibentuk
PS PS Internal 3rd party
60 Verifikasi pelaporan PS PS
Catatan : Indeks ini dikembangkan untuk menentukan pengukuran variabel dependen untuk mengukur kualitas environmental
disclosure: compliance ( C ), pollution prevention (PP), product stewardship (PS), dan sustainable development (SD).
Perkembangan dari satu tingkat ke tingkat yang lainnya memerlukan pendekatan yang signifikan terhadap
perkembangan lingkungan (Rupley, et al.,2012).
146
LAMPIRAN 4
STATISTIK DESKRIPTIF
Descriptives
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DQ_COMP 129 ,03 ,33 ,2194 ,05359
DQ_POLLPREV 129 ,02 ,55 ,1110 ,08843
DQ_PRODSTEW 129 ,05 ,33 ,1508 ,06672
DQ_SUSDEV 129 ,00 ,07 ,0101 ,02014
DQ_TOTAL 129 ,20 ,97 ,4912 ,18102
MEDIA_EXIS 129 -4,29 3,00 ,6357 1,19020
IND 129 ,00 ,75 ,3836 ,09572
GENDER 129 ,00 ,75 ,0945 ,18844
DIRECTORSHIP 129 ,00 1,00 ,6846 ,28240
BS 129 2,00 13,00 5,0078 1,95455
KAI 129 ,20 1,00 ,7918 ,24761
KI 129 ,00% 95,34% 54,0861% 28,16416%
Ln_SALES 129 20,62 31,69 28,4353 1,98976
ROA 129 ,00 1,68 ,1150 ,18676
Valid N (listwise) 129
Frekuensi Sensitivitas Industri (SEN_IND)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ,00 64 49,6 49,6 49,6
1,00 65 50,4 50,4 100,0
Total 129 100,0 100,0
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Hasil Analisis Frekuensi Variabel Sensitivitas Industri
No. Kode Kriteria Frekuensi Persentase
1. 0 Perusahaan selain tambang dan energi 64 49,6%
2. 1 Perusahaan tambang dan energi 65 50,4%
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
148
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 129
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,03965501
Most Extreme
Differences
Absolute ,089
Positive ,056
Negative -,089
Kolmogorov-Smirnov Z 1,012
Asymp. Sig. (2-tailed) ,258
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
MEDIA_EXIS ,810 1,234
SEN_IND ,671 1,490
IND ,877 1,140
GENDER ,784 1,276
DIRECTORSHIP ,852 1,174
BS ,743 1,347
KAI ,692 1,445
KI ,702 1,424
Ln_SALES ,738 1,354
ROA ,892 1,122
a. Dependent Variable: DQ_COMP
149
c. Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,003 ,030 ,107 ,915
MEDIA_EXIS ,001 ,002 ,040 ,405 ,686
SEN_IND -,004 ,005 -,090 -,827 ,410
IND ,000 ,019 ,002 ,017 ,986
GENDER -,015 ,012 -,123 -1,230 ,221
DIRECTORSHIP -,005 ,008 -,058 -,607 ,545
BS ,001 ,001 ,078 ,761 ,448
KAI ,005 ,010 ,051 ,479 ,633
KI ,001 ,000 ,002 ,014 ,989
Ln_SALES ,001 ,001 ,115 1,117 ,266
ROA -,030 ,016 -,172 -1,827 ,070
a. Dependent Variable: ABS_COMP
d. Uji Autokorelasi
NPar Tests
Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea -,00164
Cases < Test Value 64
Cases >= Test Value 65
Total Cases 129
Number of Runs 64
Z -,265
Asymp. Sig. (2-tailed) ,791
a. Median
150
e. Uji Regresi
Regression
Variables Entered/Removedba
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 ROA, Ln_SALES,
IND, GENDER,
MEDIA_EXIS,
DIRECTORSHIP,
KI, KAI, BS,
SEN_IND
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: DQ_COMP
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,595a ,354 ,299 ,04130 1,806
a. Predictors: (Constant), ROA, Ln_SALES, IND, GENDER,
MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KI, KAI, BS, SEN_IND
b. Dependent Variable: DQ_COMP
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression ,110 10 ,011 6,464 ,000a
Residual ,201 118 ,002
Total ,312 128
a. Predictors: (Constant), ROA, Ln_SALES, IND, GENDER, MEDIA_EXIS,
DIRECTORSHIP, KI, KAI, BS, SEN_IND
b. Dependent Variable: DQ_COMP
151
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -,023 ,056 -,421 ,674
MEDIA_EXIS ,000 ,003 -,005 -,057 ,955
SEN_IND -,036 ,009 -,370 -4,099 ,000
IND -,070 ,034 -,162 -2,051 ,042
GENDER ,049 ,023 ,178 2,134 ,035
DIRECTORSHIP ,014 ,014 ,082 1,028 ,306
BS ,002 ,002 ,069 ,808 ,421
KAI ,004 ,019 ,021 ,235 ,815
KI -,068 ,000 -,038 -,434 ,665
Ln_SALES ,009 ,002 ,399 4,637 ,000
ROA -,031 ,030 -,081 -1,036 ,302
a. Dependent Variable: DQ_COMP
153
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 129
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,03629439
Most Extreme
Differences
Absolute ,048
Positive ,048
Negative -,037
Kolmogorov-Smirnov Z ,542
Asymp. Sig. (2-tailed) ,931
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas
Coefficients a
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
MEDIA_EXIS ,847 1,180
SEN_IND ,686 1,458
IND ,860 1,162
GENDER ,844 1,185
DIRECTORSHIP ,821 1,218
BS ,666 1,503
KAI ,640 1,563
KI ,713 1,403
Ln_SALES ,691 1,448
ROA ,925 1,081
a. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
154
c. Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
a. Dependent Variable: ABS_POLLPREV
d. Uji Autokorelasi
NPar Tests
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea ,00035
Cases < Test Value 64
Cases >= Test Value 65
Total Cases 129
Number of Runs 62
Z -,618
Asymp. Sig. (2-tailed) ,537
a. Median
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,006 ,036 ,174 ,862
MEDIA_EXIS ,002 ,002 ,085 ,886 ,377
SEN_IND ,002 ,005 ,034 ,320 ,749
IND -,039 ,025 -,145 -1,524 ,130
GENDER ,005 ,014 ,036 ,377 ,707
DIRECTORSHIP ,004 ,008 ,053 ,544 ,588
BS -,025 ,001 -,002 -,019 ,984
KAI -,010 ,011 -,094 -,849 ,397
KI ,065 ,000 ,064 ,616 ,539
Ln_SALES ,001 ,001 ,121 1,143 ,255
ROA ,021 ,012 ,164 1,789 ,076
155
e. Uji Regresi
Regression
Variables Entered/Removedb
Mode
l Variables Entered
Variables
Removed Method
1 ROA, IND,
MEDIA_EXIS,
GENDER,
Ln_SALES,
DIRECTORSHIP,
SEN_IND, KI, BS,
KAI
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
Model Summaryb
Mode
l R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,731a ,534 ,495 ,03780 1,893
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, GENDER,
Ln_SALES, DIRECTORSHIP, SEN_IND, KI, BS, KAI
b. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression ,193 10 ,019 13,528 ,000a
Residual ,169 118 ,001
Total ,362 128
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, GENDER, Ln_SALES,
DIRECTORSHIP, SEN_IND, KI, BS, KAI
b. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
156
Coefficientsa
a. Dependent Variable: DQ_POLLPREV
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -,214 ,057 -3,762 ,000
MEDIA_EXIS ,001 ,003 ,015 ,216 ,829
SEN_IND ,023 ,008 ,214 2,823 ,006
IND -,134 ,040 -,226 -3,338 ,001
GENDER ,025 ,021 ,081 1,178 ,241
DIRECTORSHIP ,035 ,013 ,189 2,729 ,007
BS ,006 ,002 ,250 3,243 ,002
KAI -,042 ,018 -,182 -2,319 ,022
KI ,000 ,000 -,204 -2,740 ,007
Ln_SALES ,012 ,002 ,461 6,103 ,000
ROA -,010 ,019 -,036 -,554 ,581
158
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 129
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,03303327
Most Extreme
Differences
Absolute ,085
Positive ,085
Negative -,048
Kolmogorov-Smirnov Z ,968
Asymp. Sig. (2-tailed) ,306
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
MEDIA_EXIS ,843 1,186
SEN_IND ,672 1,487
IND ,883 1,132
GENDER ,811 1,234
DIRECTORSHIP ,865 1,156
BS ,652 1,535
KAI ,678 1,476
KI ,786 1,272
Ln_SALES ,675 1,483
ROA ,917 1,090
a. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
159
c. Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,021 ,029 ,721 ,472
MEDIA_EXIS ,002 ,002 ,122 1,260 ,210
SEN_IND ,003 ,004 ,065 ,597 ,552
IND ,015 ,019 ,072 ,762 ,447
GENDER ,005 ,010 ,046 ,464 ,643
DIRECTORSHIP ,010 ,006 ,142 1,490 ,139
BS ,001 ,001 ,109 ,991 ,324
KAI -,005 ,009 -,058 -,537 ,592
KI ,041 ,000 ,053 ,529 ,598
Ln_SALES ,000 ,001 -,039 -,360 ,719
ROA ,009 ,010 ,082 ,881 ,380
a. Dependent Variable: ABS_PRODSTEW
d. Uji Autokorelasi
NPar Tests
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -,00542
Cases < Test Value 64
Cases >= Test Value 65
Total Cases 129
Number of Runs 65
Z -,088
Asymp. Sig. (2-tailed) ,930
a. Median
160
e. Uji Regresi
Regression
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 ROA, IND,
MEDIA_EXIS,
Ln_SALES, GENDER,
DIRECTORSHIP, KI,
SEN_IND, KAI, BS
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,788a ,621 ,589 ,03440 1,994
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, Ln_SALES,
GENDER, DIRECTORSHIP, KI, SEN_IND, KAI, BS
b. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression ,229 10 ,023 19,322 ,000a
Residual ,140 118 ,001
Total ,368 128
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, MEDIA_EXIS, Ln_SALES, GENDER,
DIRECTORSHIP, KI, SEN_IND, KAI, BS
b. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
161
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -,237 ,050 -4,764 ,000
MEDIA_EXIS ,005 ,003 ,105 1,696 ,093
SEN_IND ,011 ,007 ,100 1,453 ,149
IND -,108 ,034 -,194 -3,218 ,002
GENDER ,013 ,018 ,044 ,706 ,482
DIRECTORSHIP ,016 ,011 ,088 1,438 ,153
BS ,008 ,002 ,307 4,366 ,000
KAI -,036 ,015 -,161 -2,342 ,021
KI ,000 ,000 -,125 -1,955 ,053
Ln_SALES ,014 ,002 ,527 7,629 ,000
ROA -,011 ,017 -,040 -,672 ,503
a. Dependent Variable: DQ_PRODSTEW
163
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 129
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,01372300
Most Extreme
Differences
Absolute ,055
Positive ,055
Negative -,037
Kolmogorov-Smirnov Z ,625
Asymp. Sig. (2-tailed) ,830
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
MEDIA_EXIS ,795 1,258
SEN_IND ,647 1,546
IND ,889 1,124
GENDER ,795 1,257
DIRECTORSHIP ,874 1,144
BS ,672 1,487
KAI ,709 1,410
KI ,715 1,398
Ln_SALES ,654 1,530
ROA ,922 1,084
a. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
164
c. Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,002 ,018 ,115 ,909
MEDIA_EXIS ,000 ,001 ,030 ,303 ,762
SEN_IND ,004 ,003 ,175 1,609 ,110
IND -,021 ,012 -,165 -1,772 ,079
GENDER ,001 ,006 ,022 ,224 ,823
DIRECTORSHIP -,001 ,004 -,024 -,254 ,800
BS ,091 ,001 ,014 ,135 ,893
KAI -,001 ,005 -,023 -,219 ,827
KI -,030 ,000 -,068 -,654 ,514
Ln_SALES ,001 ,001 ,123 1,138 ,257
ROA -,002 ,006 -,031 -,341 ,733
a. Dependent Variable: ABS_SUSDEV
d. Uji Autokorelasi
NPar Tests
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea ,00042
Cases < Test Value 64
Cases >= Test Value 65
Total Cases 129
Number of Runs 58
Z -1,325
Asymp. Sig. (2-tailed) ,185
a. Median
165
e. Uji Regresi
Regression
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 ROA, IND,
Ln_SALES,
GENDER,
MEDIA_EXIS,
DIRECTORSHIP
, KAI, KI, BS,
SEN_IND
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression ,028 10 ,003 13,618 ,000a
Residual ,024 118 ,000
Total ,052 128
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS,
DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND
b. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 ,732a ,536 ,496 ,01429 1,739
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS,
DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND
b. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
166
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -,074 ,021 -3,573 ,001
MEDIA_EXIS ,001 ,001 ,083 1,175 ,242
SEN_IND ,012 ,003 ,292 3,738 ,000
IND -,015 ,014 -,073 -1,096 ,275
GENDER -,004 ,008 -,035 -,504 ,615
DIRECTORSHIP ,006 ,005 ,082 1,224 ,223
BS ,002 ,001 ,184 2,401 ,018
KAI -,016 ,006 -,195 -2,624 ,010
KI ,000 ,000 -,311 -4,198 ,000
Ln_SALES ,003 ,001 ,330 4,256 ,000
ROA -,001 ,007 -,013 -,193 ,847
a. Dependent Variable: DQ_SUSDEV
168
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 129
Normal Parametersa,b
Mean ,0000000
Std. Deviation ,10312751
Most Extreme
Differences
Absolute ,083
Positive ,083
Negative -,078
Kolmogorov-Smirnov Z ,945
Asymp. Sig. (2-tailed) ,333
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
b. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
MEDIA_EXIS ,795 1,258
SEN_IND ,647 1,546
IND ,889 1,124
GENDER ,795 1,257
DIRECTORSHIP ,874 1,144
BS ,672 1,487
KAI ,709 1,410
KI ,715 1,398
Ln_SALES ,654 1,530
ROA ,922 1,084
a. Dependent Variable: DQ_TOTAL
169
c. Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
a. Dependent Variable: ABS_TOTAL
d. Uji Autokorelasi
NPar Tests
Runs Test
Unstandardized
Residual
Test Valuea -,01746
Cases < Test Value 64
Cases >= Test Value 65
Total Cases 129
Number of Runs 74
Z 1,503
Asymp. Sig. (2-tailed) ,133
a. Median
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,138 ,074 1,858 ,066
MEDIA_EXIS ,003 ,004 ,075 ,748 ,456
SEN_IND ,020 ,011 ,198 1,794 ,075
IND -,041 ,050 -,077 -,819 ,415
GENDER -,023 ,027 -,084 -,841 ,402
DIRECTORSHIP ,021 ,017 ,114 1,202 ,232
BS ,000 ,003 -,018 -,169 ,866
KAI -,039 ,022 -,189 -1,788 ,076
KI ,000 ,000 ,091 ,867 ,388
Ln_SALES -,001 ,003 -,021 -,195 ,846
ROA ,002 ,025 ,008 ,085 ,932
170
e. Uji Regresi
Regression
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 ROA, IND,
Ln_SALES,
GENDER,
MEDIA_EXIS,
DIRECTORSHIP
, KAI, KI, BS,
SEN_IND
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: DQ_TOTAL
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,822a ,675 ,648 ,10741 2,126
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER,
MEDIA_EXIS, DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND
b. Dependent Variable: DQ_TOTAL
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 2,833 10 ,283 24,558 ,000a
Residual 1,361 118 ,012
Total 4,195 128
a. Predictors: (Constant), ROA, IND, Ln_SALES, GENDER, MEDIA_EXIS,
DIRECTORSHIP, KAI, KI, BS, SEN_IND
b. Dependent Variable: DQ_TOTAL
171
Coefficientsa
a. Dependent Variable: DQ_TOTAL
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -,668 ,156 -4,280 ,000
MEDIA_EXIS ,011 ,009 ,074 1,260 ,210
SEN_IND ,042 ,024 ,117 1,798 ,075
IND -,325 ,105 -,172 -3,088 ,003
GENDER ,053 ,056 ,055 ,933 ,353
DIRECTORSHIP ,072 ,036 ,112 2,000 ,048
BS ,022 ,006 ,235 3,681 ,000
KAI -,186 ,046 -,254 -4,086 ,000
KI -,002 ,000 -,291 -4,694 ,000
Ln_SALES ,047 ,006 ,518 7,987 ,000
ROA ,001 ,053 ,001 ,023 ,982
Recommended