View
12
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENGARUH SELF CONTROL, LEISURE BOREDOM
DAN SMARTPHONE USAGE TERHADAP KECANDUAN
SMARTPHONE PADA REMAJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh :
Nur Khimas Viviyanti
1113070000039
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H / 2019 M
v
MOTTO
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah
kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
Surah Al-Baqarah: 152
BERDOA, BERUSAHA, BERSYUKUR
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua, keluarga dan
sahabat-sahabat yang selalu mendukung dan selalu menjadi motivasi
penulis
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Oktober 2018
C) Nur Khimas Viviyanti
D) Pengaruh self control, leisure boredom, dan smartphone usage terhadap
kecanduan smartphone pada remaja
E) xiv + 81 + lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh self control, leisure
boredom, dan smartphone usage terhadap kecanduan smartphone pada remaja.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah self control, leisure boredom, dan
smartphone usage mempengaruhi kecanduan smartphone.
Adapun sampel pada penelitian berjumlah 214 remaja pengguna smartphone yang
bersekolah tingkat SMA/sederajat yang berada di wilayah Tangerang Selatan.
Sampel diambil dengan menggunakan metode nonprobability sampling. Penulis
menggunakan alat ukur Smartphone Addiction Scale (SAS) yang dikembangkan
oleh Kwon dkk (2013), Self Control Scale dari Averill (1973), Leisure Boredom
Scale (LBS) milik Iso-Ahola dan Weissinger (1990) dan Smartphone Usage milik
Bian dan Leung (2014). Uji validitas alat ukur menggunakan confirmatory factor
analysis (CFA). Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda
(multiple regression).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan dari variabel self
control, leisure boredom, dan smartphone usage terhadap kecanduan smartphone.
Terdapat lima dimensi yang signifikan pengaruhnya terhadap kecanduan
smartphone, yaitu behavioral control, cognitive control, decisional control,
leisure boredom, dan fun seeking sedangkan information seeking, utility, dan
sociability tidak berpengaruh terhadap kecanduan smartphone pada remaja.
Besarnya proporsi varians kecanduan smartphone dari seluruh independent
variable adalah sebesar 46.3% sedangkan sisanya sebesar 53.7% dipengaruhi
variabel lain di luar penelitian ini.
Diharapkan implikasi dari penelitian ini dapat dikaji kembali dan dikembangkan
pada penelitian selanjutnya. Diantaranya, dengan menambah variabel lain yang
terkait kecanduan smartphone yang dapat dianalisis sebagai variabel bebas yang
mungkin mempunyai pengaruh besar terhadap kecanduan smartphone pada
remaja.
G) Bahan Bacaan: 34; buku; 4 + jurnal; 20 + artikel; 9 + skripsi; 1
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) October 2018
C) Nur Khimas Viviyanti
D) The influence of self control, leisure boredom, and smartphone usage on
smartphone addiction in adolescents
E) xiv + 81 pages + appendix
F) This research was conducted to determine the effect of self control, leisure
boredom, and smartphone usage on smartphone addiction in adolescents. The
hypothesis in this study is that self control, leisure boredom, and smartphone
usage affect smartphone addiction.
The sample in the study amounted to 214 adolescent smartphone users who attend
high school / equivalent level in the South Tangerang area. Samples were taken
using nonprobability sampling method. The author uses Smartphone Addiction
Scale (SAS) measuring instruments developed by Kwon et al (2013), Self Control
Scale from Averill (1973), Leisure Boredom Scale (LBS) by Iso-Ahola and
Weissinger (1990) and Smartphone Usage from Bian and Leung (2014). Test the
validity of measuring instruments using confirmatory factor analysis (CFA). Data
analysis uses multiple regression analysis techniques.
The results of this study indicate that there are significant influences of self
control, leisure boredom, and smartphone usage variables on smartphone
addiction. There are five dimensions that significantly affect smartphone
addiction, namely behavioral control, cognitive control, decisional control, leisure
boredom, and fun seeking while information seeking, utility, and sociability do
not affect smartphone addiction in adolescents. The large proportion of
smartphone addiction variance from all independent variables is 46.3% while the
remaining 53.7% is influenced by other variables outside this study.
The author hopes that the implications of this research can be reviewed and
developed in future research. Among them, by adding other variables related to
smartphone addiction that can be analyzed as independent variables that may have
a major influence on smartphone addiction in adolescents.
G) References: 34; Book; 4 + journals; 20 + articles; 9 + thesis; 1
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini penulis dibantu oleh berbagai pihak oleh karena itu,
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Ibu Zulfa Indira Wahyuni M.Psi, dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran
serta ide dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi dan Ibu Mulia Sari Dewi, M.Si. Psikolog
selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak bantuan berupa saran, kritik
serta kemudahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Dr.Risatianti Kolopaking M.Si, dosen pembimbing akademik. Terima kasih
telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selama
ini memberikan ilmu, wawasan, serta para staf Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
6. Seluruh responden penelitian yang bersedia meluangkan waktunya untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
ix
7. Kepada kedua orangtua penulis, Bapak dan Mama yang selalu memberikan
dukungan moril maupun materil serta doa-doa yang selalu dipanjatkan agar
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Kepada adik Maulana Irawan
teima kasih atas perhatian dan semangat yang selalu diberikan.
8. Untuk Arman Maulana dan sahabatku PICCIONE (Dian, Bella, Nurma, Naomi,
Putri, dan Tyas) terimakasih sudah selalu memberi semangat, saran, kritik,
motivasi, selalu mendukung dan menemani penulis dalam setiap keadaan.
9. Firli Sucia Sari, Ellyzar Anggi, Raiza Gumala, my tuing Rahma Lyanti, Sri Ratna
Dani, Sheila Fitri Mayasyitha, dan Amalia Muslimah terimakasih sudah
membantu penulis mengerjakan penelitian ini memberikan saran pada penulis,
memberikan tumpangan, dan tidak bosan mendengarkan keluh kesah penulis.
10. Teman teman angkatan 2013 Aulia Devira, Amelia Suci, Mega, Uyun, Amal.
Khususnya kelas B, Shofi, Dona, Amalia Tamimi, Rika Meidy, Barley, Farhan
terimakasih telah membantu dan mendukung penulis selama kuliah.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk
segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan agar dapat terselesaikannya
penelitian ini.
Akhir kata sangat besar harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat
untuk saat ini ataupun masa yang akan datang, khususnya bagi penulis dan bagi siapa
saja yang membaca serta berkeinginan untuk mengeksplorasinya lebih lanjut.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................................... 11
1.2.1 Pembatasan Masalah ............................................................................. 11
1.2.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 13
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 13
1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 14
BAB 2 LANDASAN TEORI .............................................................................. 14
2.1 Kecanduan Smartphone ............................................................................... 14
2.1.1 Definisi Kecanduan Smartphone .......................................................... 14
2.1.2 Dimensi Kecanduan Smartphone.......................................................... 16
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kecanduan Smartphone .......................... 17
2.1.4 Alat Ukur Kecanduan Smartphone ....................................................... 19
2.2 Self Control .................................................................................................. 20
2.2.1 Definisi Self Control ............................................................................. 20
2.2.2 Dimensi Self Control ............................................................................ 22
2.2.3 Alat Ukur Self Control .......................................................................... 23
2.3 Leisure Boredom ......................................................................................... 24
2.3.1 Definisi Leisure Boredom ..................................................................... 24
2.3.2 Dimensi Leisure Boredom .................................................................... 26
2.2.3 Alat Ukur Leisure Boredom .................................................................. 27
2.4 Smartphone Usage ...................................................................................... 27
2.4.1 Definisi Smartphone Usage .................................................................. 27
2.4.2 Dimensi Smartphone Usage ................................................................. 29
2.4.3 Alat Ukur Smartphone Usage ............................................................... 30
2.5 Kerangka Berfikir ........................................................................................ 31
2.6 Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 34
xi
BAB 3 METODE PENELITIAN ....................................................................... 35
3.1 Populasi Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .................................... 35
3.2 Variabel Penelitian ...................................................................................... 36
3.2.1 Definisi Operasional ............................................................................. 36
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ..................................................................... 39
3.4 Uji Validitas Konstruk ................................................................................. 42
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Kecanduan Smartphone ................................... 44
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Self Control...................................................... 46
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Leisure Boredom ............................................. 49
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Smartphone Usage .......................................... 51
3.5 Teknik Analisis Data ................................................................................... 55
BAB 4 HASIL PENELITIAN ............................................................................ 58
4.1 Subjek Penelitian ......................................................................................... 58
4.2 Analisis Deskriptif ....................................................................................... 60
4.3 Kategorisasi Skor ........................................................................................ 61
4.4 Hasil Uji Hipotesis ...................................................................................... 63
4.5 Proporsi Varian Masing-Masing Independen Variabel ............................... 68
BAB 5 KESIMPULAN ....................................................................................... 70
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 70
5.2 Diskusi ......................................................................................................... 70
5.3 Saran ............................................................................................................ 76
5.3.1 Saran Metodologis ................................................................................ 76
5.3.2 Saran Praktis ......................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 79
LAMPIRAN ......................................................................................................... 82
xii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Skor Pengukuran Skala ................................................................. 39
Tabel 3.2 Blueprint Alat Ukur Kecanduan Smartphone ............................... 40
Tabel 3.3 Blueprint Alat Ukur Self Control .................................................. 41
Tabel 3.4 Blueprint Alat Ukur Leisure Boredom .......................................... 41
Tabel 3.5 Blueprint Alat Ukur Smartphone Usage ....................................... 42
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Kecanduan Smartphone ............................... 45
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Behavior Control .......................................... 47
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Cognitive Control ......................................... 48
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Decision Control .......................................... 49
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Leisure Boredom ........................................ 50
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Information Seeking ................................... 52
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Utility .......................................................... 53
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Fun Seeking ................................................ 54
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Sociability ................................................... 55
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ......................................................... 59
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif Penelitian ....................................................... 60
Tabel 4.3 Norma Skor ................................................................................... 61
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ........................................................... 62
Tabel 4.5 Model Summary ............................................................................ 64
Tabel 4.6 Anova ............................................................................................ 64
Tabel 4.7 Koefisien Regresi .......................................................................... 65
Tabel 4.8 Proposi Varians Masing-Masing Variabel .................................... 68
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir ......................................................... 33
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat Ukur Penelitian .................................................................. 83
Lampiran 2 Path Diagram dan Syntax .......................................................... 91
Lampiran 3 Output Statistik Hasil Regresi ................................................. 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan teknologi dan informasi saat ini semakin pesat dan
berpengaruh terhadap gaya hidup, pola interaksi serta komunikasi. Salah satu
perangkat teknologi komunikasi yang berkembang sangat cepat adalah ponsel atau
telepon genggam. Ponsel semakin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari
karena memiliki beragam manfaat yang memudahkan aktivitas manusia. Inovasi yang
terus di kembangkan pada era modern ini menghasilkan ponsel yang lebih canggih,
yaitu ponsel pintar atau smartphone.
Penggunaan smartphone semakin beragam, selain melakukan panggilan suara
dan mengirim pesan teks singkat smartphone dapat digunakan untuk bermain game,
menampilkan dan mengedit dokumen, mendengarkan musik, memutar video,
mengambil foto serta video, dan sebagai Global Positioning System (GPS). Adanya
akses internet yang terdapat pada smartphone juga dapat digunakan untuk melakukan
percakapan dengan berbagai aplikasi chatting, sosial media, mengakses berita dan
informasi, dan melakukan transaksi jual beli online.
Kemudahan yang didapat dari penggunaan smartphone itu membuat
penggunaan smartphone semakin meningkat. Pada tahun 2012, jumlah penjualan
smartphone di pasar dunia mencapai 700 juta dan menyumbang 40% dari total
penjualan semua ponsel, meningkat 43% dari tahun lalu (Rivera dalam Bian &
Leung, 2014). RapidValue Solutions melakukan survei yang dipublikasikan pada
2
2014 yang menyatakan bahwa Indonesia berada di peringkat pertama pengguna
smartphone di Asia Tenggara dengan jumlah pengguna mencapai 57.5 juta. Jumlah
presentase kepemilikan smartphone di Indonesia pada tahun 2017 berdasarkan hasil
survey yang dilakukan APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia)
sebanyak 50,08% dari total populasi 262 juta orang penduduk Indonesia.
Penggunaan smartphone yang meningkat telah membuat smartphone menjadi
kebutuhan utama karena banyaknya layanan yang bisa digunakan untuk berbagai
keperluan selain untuk menelepon atau berkirim pesan seperti mencari informasi,
hiburan, dan untuk memudahkan aktivitas sehari-hari lainnya yang mudah di bawa
kemana-mana. Terlalu seringnya menggunakan smartphone membuat perangkat
komunikasi tersebut tidak pernah lepas dari genggaman para penggunanya.
Penelitian di Inggris mengungkapkan bahwa seperlima warga Inggris saat ini
begitu terobsesi dengan smartphone mereka. Hal ini dibuktikan dengan fakta mereka
menggunakan smartphone ketika berada di toilet, hampir sepertiga atau 29%
memeriksa ponsel merupakan hal terakhir yang mereka lakukan sebelum mereka
tidur, sementara 18% memeriksa ponsel segera setelah mereka bangun dan 14% akan
melihat ponsel jika mereka terbangun di malam hari (Tim Internet Sehat, 2015).
Berdasarkan data dari GFK (Gesellschaft für Konsumforschung), salah satu
perusahaan riset pemasaran dunia, yang meluncurkan crossmedia link produk untuk
mengukur perilaku konsumsi konsumen di pasar Indonesia secara efektif mencatat
sebanyak 61% warga di kota Jakarta, Bodetabek, Bandung, Semarang, dan Surabaya,
3
memiliki ponsel pintar. Rata-rata pemakaian ponsel pintar selama 5,5 jam per hari
dan puncaknya terjadi pada malam hari (Iskandar, 2015).
Dalam hal ini, yang menjadi masalah adalah ketika penggunaan smartphone
yang terus-menerus tanpa bisa dikontrol tersebut dapat menyebabkan ketergantungan
atau kecanduan smartphone. Kecanduan smartphone adalah penggunaan ponsel yang
adiktif atau berlebihan dapat dianggap sebagai gangguan kontrol implus (Park & Lee
dalam Bian & Leung, 2014). Individu yang mengalami kecanduan smartphone secara
bertahap akan meningkatkan waktu penggunaan smartphone dan merasa cemas dan
gugup ketika tanpa smartphone miliknya (Yoon et.al dalam Lee & Cho, 2015).
Kecanduan smartphone sebagai perilaku keterikatan atau kecanduan terhadap
smartphone yang memungkinkan menjadi masalah sosial seperti halnya menarik diri,
dan kesulitan dalam performa aktivitas sehari-hari atau sebagai gangguan kontrol
impuls terhadap diri individu (Kwon et.al, 2013).
Pada dasarnya kecanduan smartphone dapat dialami oleh siapa saja, terutama
oleh remaja yang menurut Erikson (dalam Santrock 2012) masih melakukan
pencarian identitas yang juga disertai oleh berlangsungnya moratorium psikososial
yaitu, kesenjangan antara keamanan kanak-kanak dan remaja bebas dari tanggung
jawab dan bebas mencoba berbagi identitas sehingga memiliki emosi yang belum
stabil. Remaja juga cenderung berkelompok pada teman seusianya dan pada masa
remaja biasanya akan selalu mengikuti tren dan teknologi yang sedang berkembang
saat ini.
4
Survei yang dilakukan Pew Research Center pada tahun 2014 menyatakan
satu dari empat remaja di dunia telah kecanduan smartphone. Survei yang dilakukan
pada 1.060 remaja di Amerika Serikat dan Inggris yang berusia 13 sampai 17 tahun
yang bercerita mengenai kebiasaan mereka menggunakan smarphone. Hasilnya 24
persen remaja usia 13 sampai 17 tahun mengakui mereka terus-menerus membuka
dan memeriksa smartphone mereka, bahkan ketika berada di sekolah. Hanya 12
persen remaja yang mengaku menggunakan ponsel mereka satu kali sehari dan 6
persen yang online dengan ponsel satu kali seminggu. Amanda Lenhart yang
merupakan direktur penelitian Pew Research Center mengatakan bahwa Pengguna
smartphone memeriksa perangkat mereka rata-rata 150 kali sehari karena mereka
tidak tahan terpisah dari smartphone miliknya (dalam Alamsyah, 2015). Penelitian
sebelumnya pernah mensurvei hampir 1000 pelajar di Korea Selatan, dimana 72
persen dari subyek penelitian tersebut memiliki rata-rata usia 11 sampai 12 tahun
yang menggunakan smartphone menghabiskan waktu mereka rata-rata 4-5 jam per
hari dengan smartphonenya. Hasil survei menyatakan bahwa 25 persen subyek
penelitian terbukti kecanduan smartphone.
Begitu juga penggunaan smartphone oleh pelajar di beberapa SMA di
Tangerang Selatan. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa pelajar
SMA, responden mengungkapkan tidak dapat lepas dari smartphone karena dengan
smartphone dapat mempermudah komunikasi melalui media sosial, menunjang
kegiatan sekolah dalam mempermudah mencari infomasi untuk mengerjakan tugas
sekolah, mengatur jadwal melalui smartphone, dan bagi para pelajar penggunaan
5
smartphone tidak mengganggu proses belajar mengajar. Namun beberapa responden
mengaku bahwa mereka menggunakan smartphone sebagai penghilang kebosanan
saat proses belajar mengajar sedang berlangsung.
Sedangkan hasil wawancara kepada beberapa guru, mereka mengatakan
bahwa penggunaan smartphone sangat mengganggu proses belajar mengajar karena
siswa menjadi tidak berkonsentrasi dalam pelajaran, walaupun guru sudah menegur
siswa untuk tidak bermain smartphone tetapi siswa tetap menggunakan smartphone
secara diam diam, hal itu juga mengakibatkan terganggunya konsentrasi guru dalam
menerangkan pelajaran.
Smartphone memang sangat membantu dan menguntungkan dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi akan menimbulkan dampak negatif yang merugikan jika digunakan
secara berlebihan baik bagi fisik maupun psikis. Sebuah studi mengungkapkan bahwa
orang-orang yang menggunakan ponsel secara berlebihan cenderung mengalami
masalah kesehatan seperti sakit kepala, kelelahan, gangguan konsentrasi, insomnia,
dan masalah pendengaran (Darcin et.al, 2016). Radiasi gelombang elektromagnetik
ponsel juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi penggunanya. Fokus
pengguna smartphone dalam aktivitas juga menjadi berkurang karena lebih asik
sendiri bermain dengan smartphone miliknya.
Ketergantungan pada smartphone menjadikan penggunanya menciptakan
gangguan sosial seperti phubbing ketika sedang makan atau kumpul bersama dengan
keluarga, pasangan, sahabat dan teman. Karadag, et al (2015) menyebutkan bahwa
phubbing dapat digambarkan sebagai individu yang melihat telepon genggamnya saat
6
berbicara dengan orang lain, sibuk dengan smartphonenya dan mengabaikan
komunikasi interpersonalnya. Phubbing dianggap sebagai sesuatu hal yang negatif
karena manusia cenderung menyepelekan lawan bicara dan tidak memberikan
apresiasi, perilaku tersebut dianggap tidak sopan dan membuat lawan bicara
terganggu apalagi jika hal tersebut dilakukan sepanjang percakapan berlangsung.
Budaya menggunakan ponsel di tempat yang tidak tepat dengan sedikit rasa
hormat terhadap orang lain juga telah membuat beberapa pengguna menjadi tidak
aktif, tidak sopan, dan mengganggu (Rosen dalam Bian & Leung, 2014). Kecanduan
smartphone juga cenderung menimbulkan kecelakaan, terutama kecelakaan lalu lintas
karena penggunaan smartphone ketika mengemudi. Menurut studi di Amerika Serikat
yang dilakukan oleh asuransi mobil State Farm Mutual Automobile Insurance Co
pada tahun 2015, 36% dari orang yang disurvei mengaku mengirim dan membalas
pesan singkat atau SMS (Short Message Service) saat mengemudi, sedangkan 29%
mengaku melihat-lihat web atau browsing saat mengemudi (Meodia,2017).
Beberapa dampak dari kecanduan smartphone menurut Yuwanto (2010)
antara lain, pengguna menjadi konsumtif karena harus mengeluarkan biaya untuk
memanfaatkan fasilitas yang digunakan dalam smartphone. Secara psikologis
individu merasa tidak nyaman atau gelisah ketika tidak menggunakan atau tidak
membawa ponsel pintar. Kecanduan smartphone juga menyebabkan berkurangnya
interaksi secara langsung dengan orang lain. Berkurangnya waktu untuk mengerjakan
sesuatu yang penting atau berkurangnya produktivitas yang mengganggu akademis
dan pekerjaan.
7
Selain itu kecanduan smartphone juga berdapak terhadap gangguan emosi
pada remaja, di mana seperti dalam sebuah kasus yang dialami oleh dua pelajar dari
sebuah SMP dan SMA di Bondowoso yang dilansir dari liputan6.com mengalami
kecanduan smartphone tingkat akut. Keduanya bisa marah besar sampai membanting-
banting benda atau menyakiti diri sendiri jika diminta melepaskan smartphone dari
tangannya. Dua remaja tersebut mengalami perubahan kepribadian secara drastis,
mulai dari tidak mau sekolah, menjadi pemurung, mengurung diri dalam kamar, dan
menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk memegang smartphone (Sihombing,
2018).
Dapat disimpulkan bahwa smartphone yang semestinya memberikan banyak
manfaat dan dampak positif bagi remaja, ternyata juga menimbulkan dampak yang
negatif. Oleh sebab itu perlu diketahui hal-hal apa saja yang memengaruhi kecanduan
smartphone pada remaja agar dapat dilakukan langkah preventif kecanduan
smartphone pada remaja.
Perilaku kecanduan smartphone dapat disebabkan oleh banyak hal,
diantaranya kemampuan individu dalam mengontrol dirinya. Para remaja yang sudah
terlalu asyik menggunakan smartphone miliknya akan menjadi lupa waktu dan tidak
peka terhadap kondisi sekitar. Mereka tidak dapat mengendalikan atau mengontrol
dirinya dengan baik, padahal mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan dapat
merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Bahkan ketika muncul notifikasi di ponsel,
mereka tidak dapat menahan diri untuk tidak melihat smartphone dan membuka
notifikasi tersebut.
8
Mengontrol diri atau Self control didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengendalikan diri tanpa kekuatan dari luar untuk mencoba bertindak dengan
perilaku yang sesuai tanpa mencari kepuasan instan dan memikirkan masa depan
(Koo dalam Lee & Cho 2015). Chaplin (2011) mendefinisikan self control adalah
kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan
atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsive.
Self control berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta
dorongan dari dalam dirinya. Ketika beranjak remaja self control sangat diperlukan,
karena dorongan dan keinginan dalam diri remaja semakin bergejolak. Jika seorang
remaja tidak memiliki self control yang baik, maka akan dikuasai oleh dorongan-
dorongan dari dalam dirinya yang apabila negatif dapat merugikan dirinya.
Self control memainkan peran penting dalam kecanduan smartphone dan
pencegahannya. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa semakin rendah self
control, semakin tinggi ketergantungan smartphone (Lee & Moon dalam Lee & Cho,
2015). Dengan kata lain mereka yang memiliki self control tinggi, cenderung
memiliki kecanduan yang lebih rendah. Lee dan Park (dalam Lee & Cho, 2015) juga
menunjukkan bahwa kemampuan self control yang rendah meningkatkan
kemungkinan kecanduan smartphone pada remaja.
Remaja memiliki banyak waktu luang yang dapat digunakan untuk melakukan
berbagai macam aktivitas. Terkadang banyaknya waktu luang yang tersedia
menyebabkan remaja menjadi bosan karena tidak adanya kegiatan yang dapat di
lakukan. Kebosanan ketika tidak adanya kegiatan saat waktu luang di sebut dengan
9
leisure boredom. Iso-Ahola dan Weissinger (1990) mendefinisikan kebosanan waktu
luang (leisure boredom) sebagai suasana hati atau keadaan negatif yang
mencerminkan ketidakcocokan antara pengalaman optimal yang tersedia secara
perseptual bagi individu. Selain itu, individu yang tidak memiliki keterampilan saat
santai, tidak dapat mengatur waktu luang, atau tidak sadar bahwa waktu senggang
dapat bermanfaat secara psikologis akan lebih cenderung bosan saat senggang (Iso-
Ahola & Weissinger, 1990).
Selama beberapa dekade terakhir, para peneliti pada umumnya mengabaikan
faktor-faktor yang berhubungan dengan waktu luang karena berkorelasi dan
menyebabkan penggunaan adiktif, dan perilaku menyimpang lainnya dengan ponsel.
Semakin lama, ponsel ini memungkinkan remaja, untuk terlibat dalam sejumlah
aktivitas, seperti SMS, game, mengakses internet, membaca berita online, memotret
dan melihat gambar atau video, dan masih banyak lagi.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin lama leisure boredom
pada individu, semakin tinggi kemungkinan seseorang akan kecanduan pada
smartphone (Leung, 2007). Penelitian lain yang di lakukan oleh Lin dan Chiang pada
tahun 2017 mengidentifikasi leisure boredom sebagai atribut psikologis yang
signifikan secara positif dalam memengaruhi gejala kecanduan smartphone pada
remaja. Ketika remaja merasakan waktu luang yang melimpah untuk melakukan
sosialisasi, mereka cenderung merasakan tingkat kebosanan yang lebih tinggi,
sehingga faktor resiko untuk kecanduan lebih berat.
10
Remaja dan orang dewasa muda suka bereksperimen dengan peraturan, peran,
dan risiko seringkali untuk mengatasi kecemasan dan kebosanan mereka dengan
sengaja mencari kesenangan, variasi, dan stimulasi melalui penggunaan ponsel.
Banyaknya layanan yang bisa digunakan di smartphone membuat Individu
menggunakan ponsel cerdas untuk berbagai keperluan. Teknologi smartphone, serta
teknologi pada umumnya, dapat dicirikan dengan penggunaan seperti peningkatan
produktivitas (misalnya alarm dan e-mail), pencarian informasi (misalnya, surfing
web, browsing berita), informasi sosial dan relationship (misalnya, sosial media,
pesan). Penggunaan tambahan mencakup pengalihan perhatian dan relaksasi
(misalnya musik), hiburan (misalnya permainan, film), (Elhai et.al, 2017). Banyaknya
fitur atau layanan yang dapat digunakan individu di smartphone membuat tipe
penggunaan smartphone pada setiap individu menjadi berbeda beda yang disebut
dengan smartphone usage.
Tipe penggunaan smartphone pada setiap individu berbeda-beda. Ada
individu yang terus menerus menggunakan smartphone mereka untuk menelepon dan
SMS. Individu yang terus-menerus bermain game di smartphone mereka dapat
menjadi kecanduan pada smartphonenya. Individu yang menggunakan smartphone
untuk menonton video atau mendengarkan musik juga dapat berpotensi mengalami
kecanduan smartphone walalupun individu tersebut tidak menggunakan fitur lain di
smartphone miliknya
Tipe penggunaan fitur smartphone ini juga sangat berpengaruh terhadap
kecanduan smartphone pada individu. Penelitian yang dilakukan Bian dan Leung
11
(2014) mengungkapkan smartphone usage juga merupakan prediktor kuat dalam
kecanduan smartphone. Secara khusus, penggunaan smartphone secara berlebihan
untuk pencarian informasi, utility, dan fun seeking merupakan prediksi gejala seperti
keasyikan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan hasrat. Ini menunjukkan
bahwa fungsi yang sering digunakan ini kemungkinan besar menjadi penyebab
individu sibuk dengan smartphonenya dan perasaan tidak pernah menghabiskan
cukup waktu di smartphone.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penting untuk diteliti
mengenai pengaruh self control, leisure boredom, dan smartphone usage terhadap
kecanduan smartphone pada remaja.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar masalah yang diatasi dapat lebih terarah, maka penelitian dibatasi mengenai
pengaruh self control, leisure boredom, dan smartphone usage terhadap kecanduan
smartphone. Adapun batasan mengenai variabel yang digunakan adalah sebagai
berikut :
a. Kecanduan Smartphone yang dimaksud adalah penggunaan ponsel yang
berlebihan dapat di anggap sebagai gangguan kontrol implus yang serupa dengan
perjudian, secara bertahap meningkatkan waktu penggunaan smartphone dan
merasa cemas dan gugup ketika tanpa smartphone.
b. Self control yang dimaksud adalah kemampuan untuk mengendalikan diri tanpa
kekuatan dari luar untuk mencoba bertindak dengan perilaku yang sesuai,
12
berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari
dalam dirinya.
c. Leisure boredom yang dimaksud adalah tidak adanya kegiatan yang dapat
dilakukan ketika memiliki waktu luang.
d. Smartphone usage yang dimaksud adalah jenis penggunaan smartphone atau
fungsi apa yang digunakan individu dalam smartphone miliknya.
e. Subjek yang menjadi sample penelitian adalah remaja yang aktif menggunakan
smartphone
1.2.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan self control, leisure boredom, dan
smartphone usage terhadap kecanduan smartphone pada remaja?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan self control terhadap kecanduan
smartphone pada remaja?
3. Apakah ada pengaruh yang siginifikan leisure boredom terhadap kecanduan
smartphone pada remaja?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan smartphone usage terhadap kecanduan
smartphone?
5. Variable manakah yang memiliki pengaruh paling besar dan signifikan terhadap
kecanduan smartphone?
6. Seberapa besar proporsi varians kecanduan smartphone yang dijelaskan oleh
seluruh variable independent?
13
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh self control terhadap kecanduan smartphone pada remaja
2. Pengaruh leisure boredom terhadap kecanduan smartphone pada remaja.
3. Pengaruh smartphone usage terhadap kecanduan smartphone pada remaja.
4. Pengaruh self-control, leisure boredom, dan smartphone usage terhadap
kecanduan smartphone pada remaja.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan
psikologi, khususnya pada psikologi klinis, psikologi perkembangan psikologi sosial,
dan hubungan mengenai perkembangan teori psikoanalisis, kognitif, dan behavioral.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kecanduan
smartphone serta variabel apa saja yang dapat mempengaruhinya.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambahkan hasil-hasil penelitian tentang pengaruh
kontrol diri, leisure boredom, dan smartphone usage terhadap kecanduan
smartphone, dan juga dapat digunakan bagi pembaca dalam memahami lagi
mengenai kecanduan smartphone pada remaja, serta hal-hal apa saja yang dapat
mempengaruhi kecanduan smartphone sehingga dapat berguna nantinya untuk
mencegah terjadinya kecanduan smartphone pada remaja.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kecanduan Smartphone
2.1.1 Definisi Kecanduan Smartphone
Istilah kecanduan pernah terbatas pada obat-obatan atau zat, tetapi kini juga
diterapkan untuk perjudian, internet, gaming, penggunaan ponsel, dan kecanduan
perilaku lainnya (Kim, dalam kwon et.al, 2013).
Menurut Lin (2014), kecanduan smartphone bisa dianggap sebagai bentuk
kecanduan teknologi. Secara khusus, Griffiths (1996) mendefinisikan kecanduan
ini sebagai kecanduan perilaku non-kimia yang melibatkan interaksi antara
manusia dan mesin. Park & Lee (dalam Bian & Leung, 2014) menyebutkan
bahwa definisi kecanduan smartphone adalah penggunaan ponsel yang adiktif
atau berlebihan dapat dianggap sebagai gangguan kontrol implus.
Kecanduan smartphone adalah keterkaitan terhadap smartphone yang disertai
dengan kurangnya kontrol diri dan memiliki dampak negatif bagi individu
(Leung, 2007). Hampir sama dengan gangguan obsesif kompulsif dan gangguan
kecanduan lainnya, kecanduan smartphone meliputi stressor dari luar,
menghabiskan waktu dengan sia-sia, dan adanya perubahan yang signifikan di
rutinitas seseorang, seperti perubahan prestasi, aktivitas sosial atau bahkan suatu
ikatan atau hubungan dengan orang lain (Lin, 2014).
Menurut Griffiths (2011), kecanduan smartphone didefinisikan sebagai
terlalu lama menggunakan smartphone sehingga mengganggu kehidupan
15
pengguna sehari-hari. Selain itu, penggunaan berlebihan smartphone dapat
menyebabkan masalah mental atau perilaku. Hal ini dapat menyebabkan kelainan
perilaku maladaptif, mengganggu kinerja di sekolah atau pekerjaan, mengurangi
interaksi sosial di kehidupan nyata, pengabaian kehidupan pribadi, gangguan
mental, perubahan mood dan juga dapat menyebabkan gangguan hubungan
dengan orang lain.
Bianchi dan Phillips (2005) mendefinisikan kecanduan ponsel sebagai
pola maladaptif penggunaan perangkat seluler yang mengakibatkan gangguan
psikologis. Gejala kecanduan ponselnya meliputi ketidakmampuan untuk
mengendalikan keinginan, kehilangan produktivitas, merasa cemas, dan
melarikan diri. Terlalu sering menggunakan ponsel tidak hanya menimbulkan
masalah afektif dan sosial pengguna, tetapi juga menyebabkan masalah klinis ,
seperti tekanan psikologis.
Definisi kecanduan smartphone menurut Kwon et.al (2013) adalah
perilaku keterikatan atau kecanduan terhadap smartphone yang memungkinkan
menjadi masalah sosial seperti halnya menarik diri, dan kesulitan dalam performa
aktivitas sehari-hari atau sebagai gangguan kontrol impuls terhadap diri
seseorang.
Dari beberapa definisi yang disebutkan, digunakan definisi dari Kwon
et.al (2013) yang menyatakan bahwa kecanduan smartphone adalah perilaku
keterikatan atau kecanduan terhadap smartphone yang memungkinkan menjadi
masalah sosial seperti menarik diri dan kesulitan dalam performa aktivitas sehari-
16
hari atau sebagai gangguan kontrol impuls terhadap diri seseorang. Definisi
dipilih karena lebih menggambarkan komponen yang akan digunakan untuk
mengukur kecanduan smartphone pada remaja dalam penelitian ini.
2.1.2 Dimensi Kecanduan Smartphone
Kwon et.al (2013) telah menyantumkan enam dimensi untuk menentukan apakah
individu sudah digolongkan kecanduan smartphone. Dimensi tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Daily-life disturbance. Pengguna smartphone mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi pada pekerjaan mereka karena mereka tidak bisa mengeluarkan
smartphone dari pikiran mereka. Selanjutnya, mereka menghabiskan begitu
banyak waktu dengan menggunakan ponsel cerdas mereka sehingga mereka
merasakan sakit kepala ringan, penglihatan menjadi kabur, nyeri di
pergelangan tangan atau di belakang leher, dan sebagainya.
2. Positive anticipation. Digambarkan sebagai perasaan bersemangat untuk
menyingkirkan stres dengan penggunaan smartphone, dan merasa hampa
tanpa smartphone. Bagi kebanyakan pengguna smartphone, smartphone
bukan hanya perangkat pemanggil, konsol game, dan PDA tapi juga teman
karena membawa perasaan menyenangkan, mengurangi kelelahan dan
kecemasan mereka, dan membuat mereka merasa aman.
3. Withdrawal. Menggambarkan perasaan tidak sabar, resah, dan tak tertahankan
saat tidak ada smartphone. Terus-menerus memikirkan smartphone meskipun
sedang tidak menggunakannya. Tidak pernah berhenti menggunakan
17
smartphone, dan menjadi jengkel saat terganggu ketika menggunakan
smartphone
4. Cyberspace-oriented relationship. Perasaan bahwa hubungan dengan teman
yang didapatnya melalui smartphone lebih intim daripada hubungannya
dengan teman kehidupannya yang nyata atau sebenarnya, mengalami perasaan
kehilangan yang tidak terkendali saat tidak dapat menggunakan smartphone,
dan akibatnya terus-menerus memeriksa smartphone miliknya. Bagi pengguna
smartphone, dunia smartphone adalah komunitas nyata atau masyarakat yang
dirampingkan yang dibentuk oleh situs Jaringan Sosial (SNS), seperti Twitter
atau Facebook.
5. Overuse. Mengacu pada penggunaan smartphone yang tidak terkendali, lebih
memilih untuk melakukan pencarian menggunakan smartphone daripada
meminta bantuan dari orang lain, selalu menyiapkan pengisian daya, dan
merasakan dorongan untuk menggunakan smartphone lagi tepat setelah
berhenti menggunakannya.
6. Tolerance. Didefinisikan sebagai selalu berusaha mengendalikan penggunaan
smartphone namun selalu gagal melakukannya.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecanduan smartphone
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kecanduan smartphone
a. Self Control
Kontrol diri memainkan peran penting dalam kecanduan smartphone dan
pencegahannya (Jang & Park dalam Lee & Cho, 2015). Tidak bisa mengatur
18
waktu dan menahan diri dalam menggunakan smartphone dapat menjadi
penyebab individu mengalami kecanduan smartphone. Penelitian sebelumnya
mengungkapkan bahwa semakin rendah kontrol diri, semakin tinggi
ketergantungan smartphone (Lee & Moon dalam Lee & Cho, 2015).
b. Sensation seeking
Tingkat sensation seeking yang tinggi. Pada dasarnya sikap ini terbentuk
karena adanya aktifitas rutin yang menyebabkan kebosanan serta kebutuhan
untuk mencari perhatian orang lain atau membuat suasana menjadi gempar.
c. Faktor situasional
Menurut Yuwanto (dalam Iqbal & Nurdiani, 2016) faktor-faktor penyebab
yang mengarah pada penggunaan smartphone sebagai sarana membuat
individu merasa nyaman secara psikologis ketika menghadapi situasi yang
tidak nyaman. Tingkat yang tinggi dalam stres, kesedihan, kesepian,
kecemasan, kejenuhan belajar, dan leisure boredom dapat menjadi penyebab
kecanduan telepon genggam.
d. Leisure boredom
Penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Chiang pada tahun 2010
mengidentifikasi leisure boredom (kebosanan ketika tidak adanya kegiatan
saat waktu luang) sebagai atribut psikologis yang signifikan secara positif
dalam memengaruhi gejala kecanduan smartphone pada remaja. Ketika
remaja merasakan waktu luang yang melimpah untuk melakukan sosialisasi,
19
mereka cenderung merasakan tingkat kebosanan yang lebih tinggi, sehingga
faktor resiko untuk kecanduan lebih berat.
e. Smartphone usage
Penelitian yang dilakukan Bian dan Leung (2014) mengungkapkan
smartphone usage merupakan prediktor kuat dalam kecanduan smartphone.
Secara khusus, penggunaan smartphone secara berlebihan untuk pencarian
informasi, kegunaan (utility), dan Fun seeking merupakan prediksi gejala
seperti keasyikan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan hasrat. Ini
menunjukkan bahwa fungsi yang sering digunakan ini kemungkinan besar
menjadi penyebab disibukkan dan perasaan tidak pernah menghabiskan cukup
waktu di smartphone.
f. Faktor sosial
faktor penyebab kecanduan smartphone sebagai sarana berinteraksi dan
menjaga kontak dengan orang lain. Faktor ini terdiri atas mandatory behavior
dan connected presence yang tinggi (Yuwanto, 2010).
2.1.4 Alat ukur kecanduan smartphone
Dari beberapa kajian literatur yang telah ada, ditemukan beberapa instrumen
untuk mengukur kecanduan smartphone diantaranya, yaitu :
1. SAS (Smartphone Addiction Scale) yang dikembangkan oleh Kwon et.al pada
2013 yang memiliki dimensi daily life disturbance, positive anticipation,
20
withdrawal, cyberspace-oriented relationship, overuse, and tolerance. yang
terdiri dari 48 item dengan cronbach’s alpha sebesar 0.97.
2. Mobile Phone Addiction Index (MPAI) yang diadaptasi oleh Leung (2008)
yang terdiri dari 17 yang memiliki empat dimensi, yaitu inability to control
craving, feeling anxious and lost, withdrawal/escape, dan productivity loss.
Setelah satu item di drop karena muatan faktor loading di bawah 0,70,
konstruk keseluruhan Cronbach’s alpha (0,93) menunjukkan konsistensi
internal yang kuat.
3. MPAS (Mobile Phone Addiction Scale) disusun oleh Hong et al (2012). Skala
ini terdiri dari 11 item dengan tiga faktor dimasukkan untuk menilai secara
wajar tiga sifat psikologis berikut mengenai kecanduan smartphone, yaitu time
management and related problems (5 item), academic problems and
subsequent influences (3 item), substitute satisfaction (3 item), Skala likert
enam poin. Cronbach a dari semua item adalah 0,94.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah SAS (Smartphone
Addiction Scale) yang dikembangkan oleh Kwon et.al pada 2013 yang memiliki
dimensi daily life disturbance, positive anticipation, withdrawal, cyberspace-
oriented relationship, overuse, and tolerance.
2.2 Self Control
2.2.1 Definisi self control
Gailliot et.al (2007) mendefinisikan self control sebagai kemampuan
seseorang untuk mengendalikan atau mengesampingkan pikiran, emosi,
21
dorongan, dan perilaku. Penguasaan diri memungkinkan untuk fleksibilitas yang
di perlukan dalam pencapaian tujuan yang sukses, dan mengarahkan pada
kepatuhan terhadap moral, hukum, norma-norma sosial, dan peraturan lainnya.
Definisi yang hampir sama dikemukakan oleh Vohs et.al (2007) yang mengatakan
self control adalah kapasitas untuk mengubah tanggapan diri sendiri, terutama
untuk membawa mereka ke arah standar ideal, nilai, moral, dan harapan sosial
dan untuk mendukung mengejar tujuan jangka panjang.
Sementara Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) menjelaskan tentang self
control sebagai suatu kemampuan untuk mengesampingkan atau mengubah
respon dari dalam individu tertentu yang dapat membuat individu tersebut dapat
menahan diri dari kecenderungan terjadinya perilaku yang tidak sesuai yang
kemudian dapat berkontribusi dalam menghasilkan berbagai hal positif dalam
kehidupan sehari-hari. Milyavskaya dan Inzlicht (2018) mendefinisikan self
control sebagai penghambat upaya untuk segera memuaskan perilaku atau
dorongan hati.
Averill (1973) mengatakan bahwa self control adalah kemampuan individu
dalam mengelola emosi untuk membuat keputusan dalam mengekspresikan
perasaan-perasaan atau tindakan dalam lingkungan sosial. Averill (1973) juga
berpendapat bahwa self control merupakan variabel psikologis yang di dalamnya
tercakup tiga konsep yang berbeda tentang kemampuan mengontrol diri yaitu
kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, kemampuan individu dalam
mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi serta
22
kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan suatu yang
diyakininya.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan penelitian ini
menggunakan definisi dari Averill (1973) yang mengatakan bahwa self control
adalah kemampuan seseorang dalam mengelola emosi untuk membuat keputusan
dalam mengekspresikan perasaan-perasaan atau tindakan dalam lingkungan sosial
dan merupakan variabel psikologis yang di dalamnya tercakup tiga konsep yang
berbeda tentang kemampuan mengontrol diri yaitu kemampuan individu untuk
memodifikasi perilaku, kemampuan individu dalam mengelola informasi yang
tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi serta kemampuan individu untuk
memilih suatu tindakan berdasarkan suatu yang diyakininya.
3.2.2 Dimensi self control
Menurut Averill (1973) terdapat tiga jenis tipe mengontrol diri
1. Behavior control. Berkaitan dengan kemampuan untuk mengambil tindakan
yang konkret untuk mengurangi dampak stressor, mempengaruhi atau
memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan
mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen yaitu mengatur
pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi
stimulus (stimulus modifiability).
Regulated administration merupakan kemampuan individu untuk
menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri
atau sesuatu di luar dirinya. Sedangkan stimulus modifiability merupakan
23
kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang
tidak dikehendaki dihadapi.
2. Cognitive control. Merupakan kemampuan untuk menggunakan proses dan
strategi yang sudah dipikirkan untuk mengubah pengaruh stressor. Aspek ini
terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain),
dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki
mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan individu dapat
mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan
penilaian berati individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan
atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.
3. Decisional control. Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil
atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.
Terbagi menjadi dua aspek yaitu kemampuan mengantisipasi peristiwa dan
kemampuan menafsirkan peristiwa. Aspek ini merujuk pada kemampuan
individu dalam membuat pertimbangan dan menilai situasi terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan.
3.2.3 Alat ukur self control
Terdapat beberapa alat ukur self control diantaranya, yaitu :
1. Averill (1973) skala pengukuran terkait kontrol diri yang terdiri atas tiga
aspek didalamnya, antara lain behavioral control (adanya kontrol perilaku),
cognitive control (adanya kontrol kognitif / proses berfikir), decisional
control (adanya kontrol keputusan).
24
2. The Self Control Behavior Inventory, yaitu daftar periksa untuk penilaian
perilaku secara observasional melalui perilaku yang memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan tindakan self-report. Akan tetapi, ini jauh lebih
sulit untuk digunakan karena membutuhkan waktu pengamat yang terlatih
dan sampel perilaku yang representatif untuk observasi. (Tangney et.al,
2004)
3. Rosenbaum (1980) The Self Control Schedule, yaitu ditujukan secara khusus
dan digunakan pada sampel klinis yang berfokus kepada penggunaan strategi
seperti adanya self-diistraction dan reframing kognitif dalam memecahkan
masalah perilaku tertentu. (Tangney et.al, 2004)
Berdasarkan penjelasan beberapa alat ukur di atas, sesuai yang telah
digunakan dalam penelitian sebelumnya terkait dengan self control. Alat ukur
yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur yang dikembangkan dari
teori self control Averill (1973) yang memiliki dimensi Behavior control,
Cognitive control, Decisional control.
2.3 Leisure Boredom
2.3.1 Definisi Leisure Boredom
Literatur menunjukkan bahwa waktu luang (leisure) harus secara optimal
untuk membangkitkannya agar secara psikologis bermanfaat (Iso-Ahola, 1980).
Ini di dukung oleh Converse dan Rodger (1976) yang menyatakan bahwa perilaku
di waktu luang secara optimal timbul ketika individu merasa bahwa mereka
memiliki jumlah waktu yang tepat untuk kegiatan di waktu luang, tidak terlalu
25
sedikit atau terlalu banyak. Dengan demikian, leisure boredom dapat timbul dari
dua persepsi yang saling bertentangan, yaitu terlalu banyak waktu yang tersedia
dan terlalu sedikit kegiatan yang dapat dilakukan. Kedua persepsi ini saling
bergantung, dalam hal persepsi memiliki terlalu banyak pengaruh waktu yang
tersedia dan dipengaruhi oleh persepsi bahwa terlalu sedikit kegiatan yang
memuaskan tersedia.
Hill dan Perkins (1985) menyatakan bahwa boredom memiliki komponen
kognitif dan afektif yang spesifik. Komponen kognitif boredom berkaitan dengan
persepsi perilaku sebagai instrumen yang tidak memuaskan (yaitu, tidak
mengarah pada kepuasan kebutuhan yang menonjol), monoton, tidak
berdiferensiasi atau homogen. Hill dan Perkins berpendapat bahwa perilaku
monoton yang didefinisikan secara subyektif ini dapat menyebabkan kebosanan
(boredom) yang dirasakan, tetapi tidak harus demikian. Sebaliknya, perilaku
"membosankan" dibedakan dari perilaku tidak disukai oleh ada atau tidak adanya
komponen afektif, yang mereka sebut frustrasi. Dengan demikian, menurut Hill
dan Perkins, perilaku dipandang "menarik" ketika dianggap memuaskan secara
instrumen, berbeda dan heterogen, perilaku dipandang sebagai "tidak disukai"
ketika dianggap memiliki lebih sedikit sifat memuaskan secara instrumen tetapi
tingkat frustrasi yang rendah, dan perilaku dipandang sebagai "membosankan"
ketika dianggap memiliki tingkat monoton yang tinggi dan tingkat frustrasi yang
tinggi.
26
Leisure Boredom adalah persepsi subjektif bahwa pengalaman di waktu luang
yang tersedia tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan akan gairah yang optimal.
Persepsi terhadap waktu luang sebagai kebosanan dikaitkan dengan pengaruh
negatif, dan dapat dianggap sebagai keyakinan bahwa pengalaman rekreasi yang
tersedia tidak cukup sering, kurang melibatkan, mengasyikkan, beragam, atau
baru. Kebosanan waktu luang adalah ketidakcocokan antara karakteristik yang
membangkitkan gairah dari waktu luang, dan ketersediaan persepsi atau aktual
dari waktu luang tersebut, sehingga Iso-Ahola dan Weissinger (1990)
mendefinisikan leisure boredom sebagai suasana hati atau keadaan negatif yang
mencerminkan ketidakcocokan antara pengalaman optimal yang tersedia secara
perseptual bagi individu.
Berdasarkan definisi di atas, maka digunakan definisi dari Iso-Ahola dan
Weissinger (1990) yang mengungkapkan bahwa leisure boredom adalah suasana
hati atau keadaan negatif yang mencerminkan ketidakcocokan antara pengalaman
optimal yang tersedia secara perseptual bagi individu.
2.3.2 Dimensi Leisure Boredom
Dimensi leisure Boredom yang dikemukakan Iso-Ahola dan Weissinger (1990)
hanya terdiri dari satu dimensi yang memiliki karakteristik berupa perasaan
individu tentang waktu luang yang dimiliki, frekuensi partisipasi dalam kegiatan
atau aktivitas yang dilakukan saat waktu luang, dan keinginan sosial tentang
pengalaman waktu luang yang dimiliki.
27
2.3.3 Alat ukur leisure boredom
Terdapat beberapa alat ukur self control diantaranya, yaitu :
1. Leisure Boredom Scale (LBS) dikembangkan oleh Iso-Ahola dan Weissinger
(1990). Skala ini dikembangkan dengan membandingkan temuan alat ukur
yang berbeda dan menggunakan tiga kelompok sampel yang berbeda untuk
mengevaluasi persepsi kebosanan di waktu senggang. LBS memiliki struktur
satu dimensi dan terdiri dari enam belas item.
2. Leisure Experience Battery for Adolescents (LEBA) yang dikembangkan oleh
Caldwell et.al. (1992). Instrument ini mencakup empat dimensi waktu luang
yaitu, boredom, challenge, awareness, dan anxiety.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Leisure Boredom Scale
(LBS) yang dikembangkan oleh Iso-Ahola dan Weissinger (1990). LBS memiliki
struktur satu dimensi dan terdiri dari enam belas item.
2.4 Smartphone Usage
2.4.1 Definisi smartphone usage
Smartphone usage di sisi lain menyediakan lingkungan yang serupa dengan apa
yang disediakan oleh Internet. Ini karena smartphone tidak hanya memiliki fungsi
dan fitur seperti komunikasi verbal tetapi juga memiliki aplikasi lain seperti
mengirim pesan teks (misalnya WhatsApp, Line, WeChat), yang menyediakan
fungsi untuk jejaring sosial. Fungsi-fungsi ini memungkinkan orang menghindari
berkomunikasi dengan orang lain secara langsung atau bahkan dengan suara.
Selain itu, fungsi lain dari ponsel cerdas, yang memberi akses ke hiburan seperti
28
permainan atau memungkinkan individu untuk mendapatkan informasi dengan
berselancar di Internet, membantu orang-orang untuk melarikan diri dari situasi
yang tidak nyaman saat berada di depan umum dan menikmati lingkungan
komputasi mobile pribadi virtual (Bian &Leung, 2014).
Sehingga Bian dan Leung (2014) menyatakan smartphone usage adalah jenis
atau tipe penggunaan fitur smartphone yang dibagi menjadi empat fungsi yaitu
untuk Information seeking, utility, fun seeking, dan sociability.
Frekuensi penggunaan smartphone dapat melibatkan berbagai kegunaan dan
fitur. Teknologi smartphone secara umum dapat dikarakterisasi dengan
penggunaan seperti productivity enhancement (misalnya, reminders dan email),
information seeking (misalnya, penjelajahan web, penelusuran berita), dan social
information and relationship (misalnya, media sosial, pesan). Penggunaan
tambahan termasuk pengalihan dan relaxation (musik), entertainment (misalnya,
game, film), monetary compensation (misalnya, menemukan penawaran
konsumen) dan personal status (Elhai et.al, 2017).
Sehingga menurut Elhai et.al (2017) smartphone usage adalah penggunaan
smartphone yang dikarakterisasi dengan beberapa fungsi seperti productivity
enhancement, information seeking, social information and relationships, serta
penggunaan tambahan seperti pengalihan perhatian dan relaxation, entertainment,
monetary compensation, dan personal status.
Penggunaan fitur teknologi telah membedakan antara proses dan penggunaan
sosial (Song et.al, 2004), dan kategorisasi ini kemudian diterapkan pada
29
smartphone usage oleh Van Deursen et.al, 2015 (dalam Elhai et.al, 2017) yang
membagi smartphone usage menjadi dua kategori yaitu, social usage
didefinisikan sebagai penggunaan ponsel cerdas untuk tujuan sosial, seperti
jejaring sosial, pengiriman pesan, panggilan telepon, dan menjaga hubungan
sosial. Social usage adalah kategori penggunaan yang agak beragam, karena
panggilan telepon, misalnya, sangat berbeda dan lebih terbatas dalam luasnya
interaksi dibandingkan dengan sesi berinteraksi di media sosial dengan banyak
teman, seperti melalui Facebook. Sebaliknya, process usage didefinisikan sebagai
penggunaan smartphone untuk konsumsi berita, hiburan, relaksasi, dan tujuan
non-sosial lainnya.
Dari beberapa definisi di atas digunakan definisi dari Bian dan Leung (2014)
yang mengemukakan bahwa smartphone usage adalah jenis atau tipe penggunaan
fitur smartphone yang dibagi menjadi empat fungsi yaitu untuk Information
seeking, utility, fun seeking, dan sociability.
2.4.2 Dimensi smartphone usage
Dimensi smartphone usage menurut Bian dan Leung (2014)
1. Information seeking. Merupakan tipe penggunaan smartphone untuk
pencarian informasi seperi browsing di web, menggunakan search engine,
membaca berita, dan menggunakan aplikasi instant message.
2. Utility. Merupakan penggunaan smartphone seperti kamus, e-mail, dan
mengambil foto dan video.
30
3. Fun seeking. Merupakan tipe penggunaan fungsi smartphone untuk
pencarian kesenangan, seperti menonton video, mendengarkan musik,
membaca buku atau komik, dan bermain game.
4. Sociability. Merupakan tipe penggunaan smartphone untuk kegiatan
keramahan seperti melakukan panggilan telepon dan SMS.
2.4.3 Alat ukur smartphone usage
Terdapat beberapa alat ukur self control diantaranya, yaitu :
1. Smartphone usage oleh Bian dan Leung (2014), untuk menilai smartphone
usage responden ditanya seberapa sering 16 fungsi smartphone yang
digunakan menggunakan skala tipe likert 5 poin. Setelah analisis faktor
komponen utama diidentifikasikan empat fungsi utama, yaitu information
seeking (alpha = .79), utility (alpha = .68), fun seeking (alpha = .68), dan
sociability (alpha = .64).
2. Smartphone usage yang dikembangkan oleh Van Deursen et.al (2015)
menggunakan skala tipe likert 5 yang dikategorisasikan menjadi dua yaitu,
social usage dan process usage dengan koefisien alpha dari 0,89 untuk
process usage dan 0,73 untuk social usage.
Untuk mengukur smartphone usage pada penelitian ini penulis memodifikasi
alat ukur berdasarkan dimensi yang dikemukakan oleh Bian dan Leung (2014),
yaitu information seeking, utility, fun seeking, dan sociability.
31
2.5 Kerangka Berpikir
Smartphone memiliki banyak manfaat dan sudah menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari. Akan tetapi penggunaan yang berlebihan akan menyebabkan perilaku
kecanduan smartphone. Dalam penelitian ini faktor yang diduga mempengaruhi
kecanduan smartphone adalah self control, leisure boredom, dan smartphone
usage type .
Dalam menggunakan smartphone, individu harus bisa mengontrol dirinya
agar tidak berlebihan. Berdasarkan penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa
semakin rendah self control, semakin tinggi ketergantungan smartphone (Lee &
Moon dalam Lee & Cho, 2015). Lee dan Park (dalam Lee & Cho, 2015) juga
menunjukkan bahwa kemampuan self control yang rendah meningkatkan
kemungkinan kecanduan smartphone pada remaja. Setiap individu memiliki
mekanisme yang dapat mengatur dan mengarahkan perilaku, yaitu kontrol diri
atau self control. Self control adalah kemampuan untuk mengendalikan dorongan
dari dalam diri untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan yang dapat membawa
individu ke arah yang lebih positif. Self control ini meliputi Behavior control,
Cognitive control, dan Decisional control. Kontrol diri pada setiap individu
tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri tinggi ada juga individu
yang memiliki kontrol diri yang rendah.
Behavior control berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengontrol
dirinya dan mengendalikan situasi atau keadaan ketika sedang menggunakan
smartphone. Cognitive control berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
32
menilai dan menafsirkan penggunaan smartphone dengan cara
mempertimbangkan segi positif secara subjektif. Decisional control berkaitan
dengan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan
berdasarkan pada apa yang diyakininya.
Banyaknya waktu luang yang tersedia menyebabkan remaja menjadi bosan
karena tidak adanya kegiatan yang dapat di lakukan. Tidak adanya kegiatan saat
waktu luang disebut dengan leisure boredom. Leisure boredom dapat diartikan
sebagai suasana hati atau keadaan negatif yang mencerminkan ketidakcocokan
karena memiliki terlalu banyak waktu yang tersedia tetapi terlalu sedikit kegiatan
yang harus dilakukan. Untuk menghilangkan kebosanan saat waktu senggang
seringkali remaja mencari kesenangan dan kenyamanan melalui penggunaan
smartphone yang semakin lama akan membuat remaja menjadi kecanduan
smartphone. Penelitian sebelumnya mengidentifikasi leisure boredom sebagai
atribut psikologis yang signifikan secara positif dalam memengaruhi gejala
kecanduan smartphone pada remaja (Lin & Chiang, 2017).
Banyaknya fitur yang bisa digunakan di smartphone membuat Individu
menggunakan smartphone untuk berbagai keperluan. Layanan yang terdapat pada
smartphone menciptakan berbagai tipe penggunaan smartphone pada tiap
individu yang disebut smartphone usage. Penelitian yang dilakukan Bian dan
Leung (2014) mengungkapkan smartphone usage juga merupakan prediktor kuat
dalam kecanduan smartphone. Smartphone usage meliputi information seeking,
33
utility, fun seeking, dan sociability. Penggunaan smartphone secara berlebihan
untuk information seeking, utility, fun seeking, dan sociability membuat individu
merasa senang dan asik sendiri dan tidak mampu untuk mengendalikan hasrat
untuk menggunakan smartphone. Ini menunjukkan bahwa fitur yang sering
digunakan dalam smartphone menjadi penyebab individu disibukkan dengan
smartphone dan tidak dapat berhenti untuk menggunakannya yang dapat
menyebabkan kecanduan.
2.1 Skema kerangka berpikir
Self Control
Behavior Control
Cognitive Control
Decision Control
Leisure Boredom
Smartphone Usage
Information Seeking
Utility
Fun Seeking
Sociability
Kecanduan
Smartphone
34
2.6 Hipotesis Penelitian
2.6.1 Hipotesis Mayor
Ada pengaruh yang signifikan self-control (behavior control, cognitive control, dan
decision control), leisure boredom, dan smartphone usage (information seeking,
utility, fun seeking, dan sociability) terhadap kecanduan smartphone pada remaja.
2.6.2 Hipotesis Minor
Ha1: Ada pengaruh behavior control pada self control terhadap kecanduan
smartphone pada remaja.
Ha2: Ada pengaruh cognitive control pada self control terhadap kecanduan
smartphone pada remaja.
Ha3: Ada pengaruh decisional control pada self control terhadap kecanduan
smartphone pada remaja.
Ha4: Ada pengaruh leisure boredom terhadap kecanduan smartphone pada remaja.
Ha5: Ada pengaruh information seeking pada smartphone usage terhadap kecanduan
smartphone pada remaja.
Ha6: Ada pengaruh utility pada smartphone usage terhadap kecanduan smartphone
pada remaja.
Ha7: Ada pengaruh fun seeking pada smartphone usage terhadap kecanduan
smartphone pada remaja.
Ha8: Ada pengaruh sociability pada smartphone usage terhadap kecanduan
smartphone pada remaja.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambil Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang masih bersekolah tingkat SMA/
sederajat yang berada di wilayah Tangerang selatan yang aktif setiap hari
menggunakan smartphone. Pada bulan Maret 2018 penulis menyebar kuesioner
online menggunakan google form yang diisi oleh 151 responden dan offline disebar
sebanyak 90, sedangkan jumlah kuesioner offline yang kembali sebanyak 83
kuesioner. Kuesioner online yang dapat diolah sebanyak 131 karena sisanya tidak
memenuhi kriteria yang telah di tentukan dalam penelitian dan kuesioner offline yang
dapat diolah sebanyak 83. Sehingga total sampel dalam penelitian ini sebanyak 214
responden.
Dalam penelitian ini sampel diambil menggunakan teknik purposive sampling
dan metode non probability sampling yaitu tidak menjamin bahwa setiap elemen
dalam populasi memiliki peluang yang sama ke dalam sampel (Shaughnessy, 2007).
Sehingga sampel yang diambil adalah sampel yang telah memenuhi kriteria atau
tujuan yang telah ditentukan peneliti yaitu remaja yang bersekolah tingkat SMA /
sederajat yang berada di wilayah Tangerang selatan. Penetapan jumlah sampel
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan peneliti berdasarkan pertimbangan
waktu, dana, serta sampel yang diperlukan dalam penelitian. Waktu yang dihabiskan
penulis saat mencari sampel sekitar satu bulan.
36
3.2 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan satu variabel terikat dan tiga variabel bebas. Variabel
terikat pada penelitian ini adalah kecanduan smartphone sedangkan variabel bebas
pada penelitian ini adalah self control, leisure boredom, dan smartphone usage.
3.2.1 Definisi operasional
a. Kecanduan smartphone adalah penggunaan ponsel yang berlebihan yang dapat
dianggap sebagai gangguan kontrol implus yang memungkinkan menyebabkan
masalah sosial seperti menarik diri, dan kesulitan dalam aktivitas sehari-hari.
Dimensi kecanduan smartphone yaitu
a. Daily life disturbance. Pengguna smartphone mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi pada pekerjaan mereka karena mereka tidak bisa
mengeluarkan smartphone dari pikiran mereka. Selanjutnya, mereka
menghabiskan begitu banyak waktu dengan menggunakan ponsel mereka
sehingga mereka merasakan sakit kepala ringan, penglihatan menjadi kabur,
nyeri di pergelangan tangan atau di belakang leher.
b. Positive anticipation. Digambarkan sebagai perasaan bersemangat untuk
menyingkirkan stres dengan penggunaan smartphone, dan merasa hampa
tanpa smartphone. Bagi kebanyakan pengguna smartphone, smartphone
teman karena membawa perasaan menyenangkan, mengurangi kelelahan dan
kecemasan mereka, dan membuat mereka merasa aman.
c. Withdrawal. Menggambarkan perasaan tidak sabar, resah, dan tak
tertahankan saat tidak ada smartphone. Terus-menerus memikirkan
37
smartphone meskipun sedang tidak menggunakannya. Tidak pernah berhenti
menggunakan smartphone, dan menjadi jengkel saat terganggu ketika
menggunakan smartphone.
d. Cyberspace-oriented relationship. Perasaan bahwa hubungan dengan teman
yang didapatnya melalui smartphone lebih intim daripada hubungannya
dengan teman kehidupannya yang nyata atau sebenarnya, mengalami
perasaan kehilangan yang tidak terkendali saat tidak dapat menggunakan
smartphone, dan akibatnya terus-menerus memeriksa smartphone miliknya.
Bagi pengguna smartphone, dunia smartphone adalah komunitas nyata atau
masyarakat yang dirampingkan yang dibentuk oleh situs Jaringan Sosial
(SNS), seperti Twitter atau Facebook.
e. Overuse. Mengacu pada penggunaan smartphone yang tidak terkendali, lebih
memilih untuk melakukan pencarian menggunakan smartphone daripada
meminta bantuan dari orang lain, selalu menyiapkan pengisian daya, dan
merasakan dorongan untuk menggunakan smartphone lagi tepat setelah
berhenti menggunakannya.
f. Tolerance. Didefinisikan sebagai selalu berusaha mengendalikan penggunaan
smartphone namun selalu gagal melakukannya.
b. Self control adalah kemampuan individu dalam mengelola setiap stimulus yang
ada dari luar dirinya sehingga mampu menentukan perilaku yang sesuai. Dimensi
self control yaitu
38
a. Behavior control. Berkaitan dengan kemampuan untuk mengambil tindakan
yang konkret untuk mengurangi dampak stressor, mempengaruhi atau
memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
b. Cognitive control. Merupakan kemampuan untuk menggunakan proses dan
strategi yang sudah dipikirkan untuk mengubah pengaruh stressor yang
terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi, dan melakukan
penilaian.
c. Decisional control. Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil
atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau
disetujuinya.
c. Leisure Boredom adalah kebosanan ketika tidak adanya kegiatan yang dapat
dilakukan saat waktu luang. Leisure boredom terdiri dari satu dimensi yang
mengukur persepsi individu terhadap waktu luang yang dimilikinya.
d. Smartphone usage adalah bagaimana individu menggunakan ponsel mereka atau
penggunaan fitur pada smartphone. Dimensi smartphone usage yaitu
a. Information seeking. Merupakan tipe penggunaan smartphone untuk
pencarian informasi seperi browsing di web, menggunakan search engine,
membaca berita, dan menggunakan aplikasi instant message.
b. Utility. Merupakan penggunaan smartphone yang meliputi penggunaan
kamus, e-mail, mengambil foto dan video.
39
c. Fun seeking. Merupakan tipe penggunaan fungsi smartphone untuk
pencarian kesenangan, seperti menonton video, mendengarkan musik,
membaca buku atau komik, dan bermain game.
d. Sociability. Merupakan tipe penggunaan smartphone untuk kegiatan
keramahan seperti melakukan panggilan telepon dan SMS.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Metode yang akan digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Instrument pengumpulan data dengan
menggunakan skala. Skala disusun dalam bentuk pernyataan favorable atau
pernyataan yang mendukung dan bentuk pernyataan unfavorable atau pernyataan
yang tidak mendukung. Ada pun jenis skala yang digunakan adalah skala model
Likert. Subjek diminta untuk memilih pernyataan yang paling sesuai dan diberikan
empat pilihan dalam memberikan respon, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Nilai untuk keempat pilihan jawaban
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Skor Pengukuran Skala
Jawaban Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 1 4
Setuju (S) 2 3
Tidak Setuju (TS) 3 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 4 1
40
Terdapat empat alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat ukur
kecanduan smartphone, alat ukur self control, alat ukur leisure boredom, dan alat
ukur smartphone usage.
1. Alat ukur kecanduan smartphone dalam penelitian ini menggunakan Smartphone
Addiction Scale (SAS) yang dikembangkan oleh Kwon et.al (2013) yang
mengacu pada dimensi daily life disturbance, positive anticipation, withdrawal,
cyberspace-oriented relationship, overuse, and tolerance.
Tabel 3.2 Blue Print alat ukur kecanduan smartphone No Dimensi Indikator Nomor Item Jumlah
1. Daily life
disturbance
• Tidak dapat berkonsentrasi
• Mendominasi pikiran
• Menghabiskan banyak waktu
1,2,3,4,5 5
2. Positive
anticipation
• Merasa bersemangat dan
senang
• Merasa tenang dan nyaman
• Menyingkirkan stress
10,11,12,13,14,
16,17,18
8
3. Withdrawal • Merasa tidak tahan
• Merasa gelisah
• Mudah marah
19,20,21,22,23,
24
6
4. Cyberspace-
oriented
relationship
• Merasa senang berehubungan
dengan orang lain melalui
smartphone
• Merasa kehilangan saat tidak
menggunakan smartphone
30,31,32,33,34,
35,36
7
5 Overuse • Lebih memilih untuk
melakukan pencarian
menggunakan smartphone
• Selalu menyiapkan pengisian
daya
41,42,43,44 4
6 Tolernce • Intensitas bertambah
• Gagal menggunakan
penggunaan smartphone
45,46,47,8 4
Jumlah 34
41
2. Alat ukur self control menggunakan kuesioner yang penulis terjemahkan
berdasarkan dimensi dari Averill (1973), yaitu behavioral control, cognitive
control, dan decisional control. Adapun blue print skala self control.
Tabel 3.3 Blue print alat ukur self control
No Dimensi Indikator Nomor Item
Jumlah F Uf
1 Behavior
control
• Mampu mengontrol perilaku
• Mampu mengatur dan mengarahkan
stimulus yang ada
• Mampu memodifikasi stimulus yang ada,
dengan cara mencegah atau membatasi
intesitasnya
4, 7,
10
1,13,
16,1
9
7
2 Cognitive
control
• Mampu membuat rencana
• Mampu meminimalisir kemungkinan
adanya dampak negatif dari perilaku yang
akan dilakukan
• Menilai keadaan dari segi positif
2,8,1
4,17,
20
5, 11 7
3 Decision
control
• Mengambil keputusan sesuai apa yang
disetujui
• Mempertimbangkan setiap keputusan yang
diambil
3,6,1
2,18 9, 15 6
Jumlah 20
3. Leisure boredom di ukur menggunakan alat ukur Leisure Boredom Scale (LBS)
yang dikembangkan oleh Iso-Ahola dan Weissinger (1990). Alat ukur ini hanya
terdiri dari satu dimensi untuk mengetahui bagaimana perasaan individu tentang
waktu senggang yang dimiliki.
Tabel 3.4 Blue print alat ukur Leisure Boredom
Indikator Nomer Item
Jumlah Fav Unfav
Perasaan individu tentang waktu luang
yang dimiliki
3,6,14
7,9 5
Frekuensi partisipasi kegiatan atau
aktivitas di waktu luang
1,5,10,11,15 2,13,16 8
Keinginan sosial tentang pengalaman
waktu luang yang dimiliki
4,8,12 3
Jumlah 16
42
4. Alat ukur yang di gunakan peneliti untuk mengukur smartphone usage dengan
memodifikasi alat ukur dari Bian dan Leung (2014) . Dimensi yang di gunakan
adalah information seeking, utility, fun seeking, dan sociability.
Tabel 3.5 Blue print alat ukur smartphone usage
Dimensi Indikator No item Jumlah
Information Seeking • Menjelajah di Internet
• Menggunakan search engine
• Memeriksa informasi tentang
kehidupan sehari-hari
• Melihat berita
• Menggunakan instant message
• Menggunakan layanan jejaring
social
1,2,3,4,5,6 6
Utility • Fungsi yang berkaitan dengan
efisiensi
• Menggunakan Kamus
• Menggunakan E-mail
• Mengambil foto dan video
7,8,9,10 4
Fun seeking • Menonton video
• Mendengarkan musik
• Membaca e-book
• Bermain game
11,12,13,14 4
Sociability • Melakukan panggilan telepon
• Video call
• SMS
15,16, 17 3
Jumlah 17
3.4. Uji Validitas Konstruk
Semua instrument yang digunakan dalam penelitian ini di uji validitasnya. Uji
validitas dilakukan dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA)
menggunakan program Lisrel 8.70 sehingga dapat diketahui apakah masing masing
item pada instrument penelitian signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur
atau tidak. Menurut Umar (2014), langkah-langkah dalam menguji validitas dari
setiap alat ukur atau instrument dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
43
1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat dari chi-square yang
dihasilkan. Jika nilai chi-square tidak signifikan (p>0.05) berati semua item hanya
mengukur satu faktor saja. Namun, jika nilai chi-square yang di hasilkan
signifikan (p<0.05), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model. Dengan
cara memperbolehkan kesalahan pengukuran pada item-item yang saling
berkorelasi.
2. Tahap kedua, apabila model dikatakan tidak fit dengan data maka diperlukan
modifikasi dengan cara mengestimasi antar kesalahan pengukuran pada beberapa
item yang mungkin bersifat multidimensional. Hal ini berati bahwa selain
mengukur yang seharusnya diukur juga mengukur hal yang lain (mengukur lebih
dari satu hal). jika setelah beberapa kesalahan pengukuran dibebaskan untuk
saling berkorelasi dan akhirnya diperoleh model fit, maka model terakhir inilah
yang digunakan pada langkah selanjutnya.
3. Tahap ketiga, setelah diperoleh model fit maka peneliti menentukan item mana
yang valid dan item mana yang tidak valid. Adapun kriteria item valid
menggunakan CFA yaitu a) factor loading setiap item harus bernilai positif dan b)
item memiliki nilai t-value >1,96. Jika nila T<1.96, maka item tersebut akan
didrop, karena dianggap tidak signifikan sumbangannya terhadap pengukuran
yang sedang dilakukan. Apabila kedua kriteria tersebut terpenuhi, maka item
dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk analisis penelitian selanjutnya yaitu
regresi berganda (multiple regression).
44
3.4.1. Uji Validitas Konstruk Kecanduan Smartphone
Pada skala kecanduan smartphone ini terdapat 34 item yang terdiri dari enam dimensi
yaitu daily life disturbance, positive anticipation, withdrawal, cyberspace-oriented
relationship, overuse, dan tolerance, dengan penjelasan uji validitas sebagai berikut:
Penulis menguji apakah 34 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
mengukur kecanduan smartphone. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan chi-square = 2480.34, df = 527, p-
value = 0.00000, RMSEA = 0.132. oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi
terhadap model sebanyak 120 kali dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, sehingga diperoleh model fit.
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model maka menghasilkan nilai chi-square
= 571,28, df = 406, p-value = 0,00000, RMSEA = 0,044. Jika dilihat dari nilai chi-
square yang menghasilkan p-value <0,05, model ini belum fit tetapi jika dilihat dari
RMSEA model ini telah fit dengan data. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan
model ini fit dengan data.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor, jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item kecanduan smartphone disajikan
pada tabel 3.6.
45
Tabel 3.6 Muatan faktor item kecanduan smartphone
Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.45 0.07 6.77
2 0.47 0.07 7.25
3 0.46 0.07 6.97
4 0.18 0.07 2.60
5 0.42 0.07 6.17
6 0.36 0.07 5.32
7 0.62 0.06 9.85
8 0.64 0.06 10.02
9 0.60 0.06 9.48
10 0.77 0.06 13.05
11 0.63 0.06 10.01
12 0.69 0.06 11.00
13 0.68 0.06 11.16
14 0.60 0.07 9.20
15 0.71 0.06 11.81
16 0.73 0.06 12.09
17 0.73 0.06 12.08
18 0.69 0.06 11.53
19 0.49 0.06 7.59
20 0.55 0.06 8.53
21 0.40 0.07 5.99
22 0.36 0.07 5.39
23 0.34 0.07 5.03
24 0.48 0.06 7.55
25 0.58 0.06 9.00
26 0.45 0.07 6.92
27 0.67 0.06 10.97
28 0.53 0.06 8.48
29 0.39 0.07 5.80
30 0.30 0.07 4.48
31 0.51 0.07 7.88
32 0.46 0.07 6.78
33 0.03 0.07 0.46 X
34 0.51 0.07 7.76
Keterangan: tanda = signifikan (t-value >1,96); X = tidak signifikan
Dari table di atas dapat dilihat bahwa ada 33 item yang signifikan (t-value >1,96)
dan 1 item yang tidak signifikan (t-value <1,96) yaitu item nomor 33. Dengan
demikian item nomor 33 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut
dianalisis dalam analisis regresi.
46
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Self Control
Pada skala self control ini terdapat 20 item yang terdiri dari tiga dimensi yaitu dengan
penjelasan uji validitas sebagai berikut:
1. Dimensi Behavior Control
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
mengukur behavior control. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan model satu
faktor tidak fit dengan chi-square = 123,82, df = 14, p-value = 0,00000, RMSEA
=0,129. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 4
kali dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu
sama lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 12,66, df = 10,
p-value = 0,24359, RMSEA = 0,035. Nilai chi-square menghasilkan p-value >0,05,
yang artinya model dengan satu faktor dapat diterima, maka seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu behavior control.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor, jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item behavior control disajikan pada tabel
berikut ini.
47
Tabel 3.7
Muatan faktor item behavior control
Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.67 0.07 9.92
2 0.43 0.07 6.12
3 0.32 0.08 4.02
4 0.52 0.07 7.38
5 0.74 0.06 11.55
6 0.73 0.07 11.09
7 0.62 0.07 9.15
Keterangan: tanda = signifikan (t-value >1,96); X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 7 item yang signifikan (t-value >1,96)
dan artinya tidak ada item yang tidak signifikan (t-value <1,96). Dengan demikian
tidak ada item yang di drop, sehingga semua item akan digunakan untuk menghitung
faktor skor.
2. Dimensi Cognitive Control
Penulis menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
mengukur cognitive control. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan model satu
faktor tidak fit dengan chi-square = 107.43, df = 14, p-value = 0.00000, RMSEA =
0.177. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 4 kali
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 14.81, df = 10, p-
value = 0.13909, RMSEA = 0.048. Nilai chi-square menghasilkan p-value >0,05,
yang artinya model dengan satu faktor dapat diterima, maka seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu cognitive control.
48
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor, jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item cognitive control disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 3.8 Muatan faktor item cognitive control
Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.12 0.06 1.98 2 -0.07 0.06 -1.20 X
3 1.06 0.14 7.61
4 0.27 0.07 3.75
5 0.23 0.07 3.45
6 0.83 0.16 5.04
7 0.50 0.09 5.72
Keterangan: tanda = signifikan (t-value >1,96); X = tidak signifikan
Dari table di atas dapat dilihat bahwa ada 6 item yang signifikan (t-value >1,96)
dan 1 item yang tidak signifikan (t-value <1,96) yaitu item nomor 2. Dengan
demikian item nomor 2 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut
dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
3. Dimensi decision control
Penulis menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
mengukur decision control. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor
fit dengan chi-square = 14.39, df = 9, p-value = 0.10921, RMSEA = 0.053. Nilai chi-
square menghasilkan p-value >0,05, yang artinya model dengan satu faktor dapat
diterima, maka seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu decision control.
49
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor, jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item decision control disajikan pada tabel
3.9.
Tabel 3.9 Muatan faktor item decision control
Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.48 0.08 6.05
2 0.65 0.08 8.15
3 0.59 0.08 7.44
4 0.24 0.08 2.94 5 -0.22 0.08 -2.66 X
6 0.57 0.08 7.17
Keterangan: tanda = signifikan (t-value >1,96); X = tidak signifikan
Dari table di atas dapat dilihat bahwa ada 5 item yang signifikan (t-value
>1,96) dan 1 item yang tidak signifikan (t-value <1,96) yaitu item nomor 5. Dengan
demikian item nomor 5 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut
dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Leisure Boredom
Penulis menguji apakah 16 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
mengukur leisure boredom. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan model satu
faktor tidak fit dengan chi-square = 608.06, df = 104, p-value = 0.00000, RMSEA =
0.151. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 32
kali dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu
50
sama lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 87.49, df = 72,
p-value = 0.10332, RMSEA = 0.032. Nilai chi-square menghasilkan p-value >0,05,
yang artinya model dengan satu faktor dapat diterima, maka seluruh item mengukur
satu faktor saja yaitu leisure boredom.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor, jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item leisure boredom disajikan pada tabel
3.10.
Tabel 3.10 Muatan faktor item leisure boredom
Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.36 0.07 5.15
2 0.17 0.07 2.32
3 0.47 0.07 6.86 4 -0.13 0.08 -1.60 X
5 0.32 0.07 4.43
6 0.63 0.07 9.30 7 0.12 0.08 1.55 X
8 0.33 0.07 4.61
9 0.15 0.07 2.12
10 0.64 0.07 9.68
11 0.40 0.07 5.66 12 0.07 0.07 0.96 X
13 0.59 0.07 8.46
14 0.65 0.07 9.88
15 0.79 0.06 12.45
16 0.52 0.07 7.78
Keterangan: tanda = signifikan (t-value >1,96); X = tidak signifikan
Dari table 3.10 dapat dilihat bahwa ada 16 item yang signifikan (t-value >1,96)
dan 3 item yang tidak signifikan (t-value <1,96) yaitu item nomor 4, 7, dan 12.
51
Dengan demikian item nomor 4, 7, dan 12 akan di drop yang berarti item tersebut
tidak akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Smartphone Usage
Pada skala smartphone usage ini terdapat 17 item yang terdiri dari empat dimensi
yaitu, information seeking, utility, fun seeking, dan sociability dengan penjelasan uji
validitas sebagai berikut:
1. Dimensi Information Seeking
Penulis menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
mengukur information seeking. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan model
satu faktor tidak fit dengan chi-square = 97.43, df = 9, p-value = 0.00000, RMSEA =
0.215. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 3 kali
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 5.30, df = 6, p-value
= 0.50539, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan p-value >0,05, yang
artinya model dengan satu faktor dapat diterima, maka seluruh item mengukur satu
faktor saja yaitu information seeking.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor, jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item information seeking disajikan pada
tabel 3.11.
52
Tabel 3.11 Muatan faktor item information seeking
Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.78 0.07 11.88
2 0.81 0.07 12.03
3 0.61 0.07 9.07
4 0.29 0.07 3.93
5 0.55 0.08 7.27
6 0.33 30.07 4.53
Keterangan: tanda = signifikan (t-value >1,96); X = tidak signifikan
Dari table 3.11 dapat dilihat bahwa ada 6 item yang signifikan (t-value >1,96) dan
artinya tidak ada item yang tidak signifikan (t-value <1,96). Dengan demikian tidak
ada item yang di drop, sehingga semua item akan digunakan untuk menghitung faktor
skor.
2. Dimensi Utility
Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
mengukur utility. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan model satu faktor
tidak fit dengan chi-square = 1.77, df = 2, p-value = 0.41174, RMSEA = 0.000. Oleh
sebab itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 0.12, df=1, p-value =
0.72768, RMSEA = 0.000. Nilai chi-square menghasilkan p-value >0,05, yang
artinya model dengan satu faktor dapat diterima, maka seluruh item mengukur satu
faktor saja yaitu utility.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
53
muatan faktor, jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item utility disajikan pada tabel 3.12.
Tabel 3.12 Muatan faktor item utility
Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.55 0.08 6.77
2 0.74 0.09 8.13
3 0.59 0.08 7.07
4 0.20 0.09 2.36
Keterangan: tanda = signifikan (t-value >1,96); X = tidak signifikan
Dari table 3.12 dapat dilihat bahwa ada 4 item yang signifikan (t-value >1,96) dan
artinya tidak ada item yang tidak signifikan (t-value <1,96). Dengan demikian tidak
ada item yang di drop, sehingga semua item akan digunakan untuk menghitung faktor
skor.
3. Dimensi fun seeking
Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
mengukur fun seeking. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor fit
dengan chi-square = 0.31, df = 2, p-value = 0.85700, RMSEA = 0.000. Nilai chi-
square menghasilkan p-value >0,05, yang artinya model dengan satu faktor dapat
diterima, maka seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu fun seeking.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor, jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item fun seeking disajikan pada tabel 3.13.
54
Tabel 3.13 Muatan faktor item fun seeking
Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.53 0.10 5.23
2 0.65 0.11 5.71 3 0.04 0.09 0.41 X
4 0.45 0.09 4.82
Keterangan: tanda = signifikan (t-value >1,96); X = tidak signifikan
Dari table 3.13 dapat dilihat bahwa ada 3 item yang signifikan (t-value >1,96) dan
1 item yang tidak signifikan (t-value <1,96) yaitu item nomor 13. Dengan demikian
item nomor 13 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis
dalam penghitungan faktor skor.
4. Dimensi sociability
Penulis menguji apakah 3 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
mengukur sociability. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan model satu faktor fit
dengan chi-square = 0.00, df = 0, p-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai chi-
square menghasilkan p-value >0,05, yang artinya model dengan satu faktor dapat
diterima, maka seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu sociability.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu
di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien
muatan faktor, jika nilai t >1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item sociability disajikan pada tabel 3.14.
55
Tabel 3.14 Muatan faktor item sociability
Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.57 0.24 2.33 2 0.13 0.09 1.46 X
3 0.90 0.38 2.39
Keterangan: tanda = signifikan (t-value >1,96); X = tidak signifikan
Dari table 3.14 dapat dilihat bahwa ada 2 item yang signifikan (t-value >1,96) dan
1 item yang tidak signifikan (t-value <1,96) yaitu item nomor 16. Dengan demikian
item nomor 16 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis
dalam penghitungan faktor skor.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana pengaruh self
control, leisure boredom dan smartphone usage terhadap kecanduan smartphone dan
seberapa besar kontribusi dari variabel-variabel self control, leisure boredom dan
smartphone usage terhadap kecanduan smartphone, maka analisis dalam penelitian
ini menggunakan model statistika. Hal ini dikarenakan data dalam penelitian ini
berupa data kuantitatif yang terdiri dari angka-angka.
Berdasarkan hipotesis yang akan diukur penulis menggunakan teknik analisis
regresi berganda (multiple regression analysis) untuk mengetahui pengaruh antara IV
terhadap DV. Dalam analisis regresi berganda ini penulis menggunakan software
SPSS 16.0. Adapun persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Y’ = Kecanduan Smartphone
Y’ = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 +b7X7 + b8X8 + e
56
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
X1 = Behavior Control
X2 = Cognitive Control
X3 = Decision Control
X4 = Leisure Boredom
X5 = Information Seeking
X6 = Utility
X7 = Fun Seeking
X8 = Sociability
E = Residu
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi
berganda antara kecanduan smartphone (DV) dengan independent variabel (IV)
behavior control, cognitive control, decision control, leisure boredom, information
seeking, utility, fun seeking, dan sociability. Besarnya nilai DV yang disebabkan IV
yang telah disebutkan ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2.
Pertama, penulis melakukan analisis regresi berganda dengan melihat R2.
Besarnya R2 digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan
seluruh IV terhadap DV. Adapun rumus untuk mendapatkan nilai R2 sebagai berikut:
𝑹𝟐 =𝑺𝑺𝒓𝒆𝒈
𝑺𝑺𝒚
Keterangan:
R2 = Proporsi varians
SSreg = Sum of Square Regression (jumlah kuadrat regresi)
SSy = Sum of Square Y (jumlah kuadrat Y)
57
Selanjutnya untuk melihat signifikansi analisis regresi berganda antara IV
terhadap DV maka dilakukan uji F. Adapun rumus uji F sebagai berikut:
𝑭 =𝑹𝟐/𝑲
(𝟏 − 𝑹𝟐)/(𝑵 − 𝒌 − 𝟏)
Keterangan:
F = Taraf signifikans
R2 = Proporsi varians
k = Jumlah independent variable
N = Jumlah sampel
Kemudian selanjutnya dilakukan uji koefisien regresi dari setiap independent
variable yang dianalisis. Uji tersebut digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang
diberikan independent variable signifikan terhadap dependent variable secara sendiri
sendiri atau persial.
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian dapat dilihat dari tabel 4.1 di bawah ini, bahwa jumlah perempuan
lebih banyak daripada jumlah laki-laki. Jumlah laki-laki sebanyak 67 orang (31.3%),
sementara jumlah perempuan sebanyak 147 orang (68.7%). dapat dilihat bahwa
frekuensi waktu penggunaan smartphone dalam sehari, responden yang menggunakan
smartphone < 3 jam sebanyak 18 orang (8.4%), 3 jam sebanyak 15 orang (7%), 4 jam
50 orang (23.4%), 5 jam sebanyak 20 orang (9.3%) dan > 5 jam sebanyak 111 orang
(51.9%).
Dalam tabel 4.1 juga dapat dilihat fitur yang paling sering digunakan di
smartphone adalah sosial media sebanyak 177 orang (82.8%) yang di dalamnya
terdapat aplikasi yang sering digunakan adalah instagram sebanyak 56 orang (26.2%),
whatsapp sebanyak 49 orang (22.9%), line sebanyak 44 orang (20.6%), youtube
sebanyak 9 orang (4.2%) dan 19 orang lainnya (8.4%) menggunakan aplikasi sosial
media lain. Sedangkan fitur yang paling sering digunakan selain sosial media adalah
kamera sebanyak 13 orang (6.1%) dan browser sebanyak 6 orang (2.8%). Akses
internet yang banyak digunakan adalah paket data internet (kuota) sebanyak 136
orang (63.6%). Waktu atau jam sekolah terbanyak adalah 8 jam yaitu 133 orang
(62.1%). Aktivitas lain setelah sekolah terbanyak adalah kerja kelompok atau
mengerjakan tugas bersama sebanyak 56 orang (26.2%).
59
Tabel 4.1 Gambaran subjek penelitian
Karakteristik Responden Jumlah (N=214) Persentase
Usia
15 Tahun
16 Tahun
17 Tahun
18 Tahun
18
67
94
35
8.4%
31.3%
43.9%
16.4%
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
67
147
31.3%
68.7%
Frekuensi penggunaan smartphone perhari
< 3 Jam
3 Jam
4 Jam
5 Jam
>5 Jam
18
15
50
20
111
8.4%
7%
23.4%
9.3%
51.9%
Fitur yang paling sering di gunakan
Sosial media
-Line
-Youtube
Game
Browser
Kamera
177
56
49
44
9
18
6
13
82.8%
26.2%
22.9%
20.6%
4.2%
8.4%
2.8%
6.1%
Akses internet
Wifi
Paket data internet (kuota)
Hotspot/Tethering
72
136
6
33.6%
63.6%
2.8%
Waktu sekolah
<7 jam
7 jam
8 jam
9 jam
>9 jam
21
33
133
19
8
9.8%
15.4%
62.1%
8.9%
3.8%
Aktivitas lain setelah sekolah
Les
Kerja kelompok/mengerjakan tugas bersama
Ekskul
Organisasi
Les, kerja kelompok, ekskul, dan organisasi
Main game/nongkrong
Olahraga
Bekerja
Mengaji
Tidak ada/ Tidur
38
56
47
35
5
8
3
4
12
6
17.8%
26.2%
22%
16.4%
2.3%
3.7%
1.4%
1.9%
5.6%
2.8%
60
4.2 Analisis Deskriptif
Skor yang digunakan dalam analisis statistik pada penelitian ini adalah skor murni
(true score) yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini
dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan perbandingan antar skor hasil
penelitian variabel yang diteliti, dengan demikian semua raw score harus diletakkan
pada skala yang sama. Hal ini dilakukan dengan mentransformasikan raw score
menjadi z-score, agar nilai z-score menjadi positif perlu dilakukan perhitungan t-
score = (10*factor score)+50.
Selanjutnya untuk menjelaskan gambaran umum tentang statistic deskriptif
dari variabel-variabel dalam penelitian ini, indeks yang dijadikan acuan adalah nilai
mean, standar deviasi, nilai minimum dan maksimum dari setiap variabel penelitian.
Skor tersebut disajikan dalam table berikut ini.
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif Penelitian
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa skor kecanduan smartphone, behavior control,
cognitive control, decision control, leisure boredom, information seeking, utility, fun
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kecanduan Smartphone 214 12,86 78,46 50,0000 10,00000
Behavior control 214 20,67 78,45 50,0000 10,00000
Cognitive control 214 20,59 81,70 50,0000 10,00000
Decision control 214 27,67 93,26 50,0000 10,00000
Leisure Boredom 214 23,32 77,24 50,0000 10,00000
Information seeking 214 31,77 85,53 50,0000 10,00000
Utility 214 26,96 84,07 50,0000 10,00000
Fun seeking 214 33,14 79,80 50,0000 10,00000
Sociability 214 21,60 68,05 50,0000 10,00000
Valid N (listwise) 214
61
seeking, dan sociability diletakkan pada skala yang sama dengan mean 50 dan standar
deviasi 10.
Dari tabel 4.2 juga dapat di ketahui skor terendah kecanduan smartphone adalah
12.86 dan skor tertinggi adalah 78.46. Pada variabel behavior control skor terendah
yaitu 20.67 dan skor tertinggi 78.45. Pada variabel cognitive control, skor terendah
yaitu 20.59 dan skor tertinggi 81.70. Pada variabel decision control, skor terendah
yaitu 27.67 dan skor tertinggi 93.26. Pada variabel leisure boredom skor terendah
adalah 23.32 dan skor tertinggi 77.24. Pada variabel information seeking skor
terendah adalah 31.77 dan tertinggi 85.53. Pada variabel utility skor terendah yaitu
26.96 dan tertinggi 84.07. Pada variabel fun seeking skor terendah adalah 33.14 dan
skor tertinggi 79.80. Pada variabel sociability, skor terendah yaitu 21.60 dan skor
tertinggi3 68.05.
4.3 Kategorisasi Skor
Penelitian ini menetapkan norma dari skor dengan menggunakan nilai mean dan
standar deviasi yang terdapat pada tabel deskripsi statistik variabel penelitian.
Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang
dan rendah. Dalam hal ini ditetapkan norma sebagai berikut:
Tabel 4.3 Norma Skor
Kategori Rumus
Rendah X < Mean – 1SD
Sedang M – 1SD ≤ X ≤ M + 1SD
Tinggi X > Mean + 1SD
62
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi dan
rendahnya variabel yang digunakan dalam penelitian ini akan disajikan pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Rendah % Sedang % Tinggi %
Kecanduan Smartphone 31 14.5% 163 76.2% 20 9.3%
Behavior control 25 11.7% 166 77.6% 23 10.7%
Cognitive control 31 14.5% 166 77.6% 17 7.9%
Decision control 20 9.3% 170 79.4% 24 11.2%
Leisure Boredom 28 13.1% 159 74.3% 27 12.6%
Information seeking 39 18.2% 152 71% 23 10.7%
Utility 21 9.8% 177 82.7% 16 7.5%
Fun seeking 17 7.9% 179 83.6% 18 8.4%
Sociability 40 18.7% 129 60.3% 45 21%
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor kecanduan
smartphone yang berkategori rendah sebanyak 31 orang (14.5%) dan responden yang
memiliki skor kecanduan smartphone dengan kategori tinggi sebanyak 20 orang
(9.3%). Untuk variabel behavior control dapat dilihat bahwa responden yang
memiliki skor behavior control yang berkategori rendah sebanyak 25 orang (11.7%)
sedangkan 23 orang (10.7%) berada di kategori tinggi. Untuk variabel cognitive
control dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor cognitive control yang
berkategori rendah sebanyak 31 orang (14.5%) dan 17 orang (7.9%) berada di
kategori tinggi. Untuk variabel decision control dapat dilihat bahwa responden yang
memiliki skor decision control yang berkaregori rendah sebanyak 20 orang (9.3%)
sedangkan 24 orang (11.3%) berada di kategori tinggi.
63
Untuk variabel leisure boredom dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
skor leisure boredom yang berkaregori rendah sebanyak 28 orang (13.1%) dan 27
orang (12.6%) berada di kategori tinggi. Untuk variabel information seeking dapat
dilihat bahwa responden yang memiliki skor information seeking yang berkaregori
rendah sebanyak 39 orang (18.2%) dan sebanyak 23 orang (10.7%) berada di kategori
tinggi. Untuk variabel utility dapat dilihat bahwa responden yang memiliki skor utility
yang berkaregori rendah sebanyak 21 orang (9.8%) sedangkan sebanyak 16 orang
(7.5%) berada di kategori tinggi. Untuk variabel fun seeking dapat dilihat bahwa
responden yang memiliki skor fun seeking yang berkaregori rendah sebanyak 17
orang (7.9%) dan sebanyak 18 orang (8.4%) berada di kategori tinggi. Terakhir,
untuk variabel sociability terlihat bahwa responden yang memiliki skor sociability
dengan kategori rendah sebanyak 40 orang (18.7%) dan 45 orang (21%) berada di
kategori tinggi.
4.4 Hasil Uji Hipotesis
Pada tahap uji hipotesis penelitian, digunakan teknik analisis regresi berganda. Tahap
ini digunakan untuk mengetahui besar pengaruh independent variable terhadap
dependent variable. Pada tahap ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis
regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 16.0. Terdapat tiga hal yang
dapat dilihat dalam melakukan analisis regresi. Pertama, dapat diketahui seberapa
besar (%) pengaruh yang di berikan independent variable terhadap dependent variable
dengan melihat niali R-square. Kedua, diketahui apakah seluruh independent variable
64
yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap dependent variable. Ketiga, dapat
diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari setiap independen variabel.
Langkah pertama, untuk mengetahui seberapa besar independen variabel
berpengaruh terhadap dependen variabel dengan melihat besaran R-square. Adapun
besaran R-square dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .680a .463 .442 7.47114
Berdasarkan tabel 4.5 analisis regresi menghasilkan nilai R-square sebesar 0.463
atau 46.3%. Dengan demikian besarnya pengaruh seluruh independen variabel self
control (behavior control, cognitive control, decision control), leisure boredom dan
smartphone usage (information seeking, utility, fun seeking, sociability) terhadap
kecanduan smartphone adalah 46.3%, sedangkan sisanya 53.7% dipengaruhi oleh
variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua adalah menganalisis tingkat signifikan pengaruh dari seluruh
independen variabel terhadap kecanduan smartphone. Adapun hasil uji F dapat dilihat
pada tabel 4.6
Tabel 4.6 ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 9857.321 8 1232.165 22.075 .000a
Residual 11442.679 205 55.818
Total 21300.000 213
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa taraf signifikan (p) pada penelitian ini
sebesar 0,000 (p < 0,05). Hal ini berati hipotesis nihil mayor yang menyatakan tidak
65
ada pengaruh signifikan dari seluruh independen variabel terhadap kecanduan
smartphone, ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan ada pengaruh yang
signifikan dari variabel behavior control, cognitive control, decision control, leisure
boredom, information seeking, utility, fun seeking, dan sociability terhadap
kecanduan smartphone pada remaja.
Langkah terakhir, yaitu melihat koefisien regresi dari masing-masing independen
variabel. Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, dapat dilihat melalui kolom Sig (kolom keenam). Jika Sig, <0,05 maka
koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap kecanduan
smartphone, begitupun sebaliknya. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-
masing independen variabel terhadap kecanduan smartphone dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.7 Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 44.261 6.573 6.733 .000
Behavior control -.437 .074 -.437 -5.900 .000*
Cognitive control .314 .054 .314 5.803 .000*
Decision control -.151 .067 -.151 -2.264 .025*
Leisure boredom .136 .056 .136 2.419 .016*
Information seeking .078 .063 .078 1.245 .215
Utility -.046 .064 -.046 -.724 .470
Fun seeking .121 .059 .121 2.070 .040*
Sociability .100 .054 .100 1.846 .066
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7 dapat disampaikan persamaan regresi
sebagai berikut
66
Kecanduan smartphone = 44.261 – 0.437 (behavior control)* + 0.314 (cognitive
control)* - 0.151 (decision control)* + 0.136 (leisure boredom)* + 0.078
(information seeking) – 0.046 (utility) + 0.121 (fun seeking)* + 0.100 (sociability)
Dari hasil koefisien regresi di atas terdapat lima independen variabel yang
signifikan pengaruhnya terhadap kecanduan smartphone, yaitu behavior control,
cognitive control, decision control, leisure boredom, dan fun seeking. Penjelasan dari
masing-masing koefisien regresi yang diperoleh masing-masing independen variabel
sebagai berikut:
1) Variabel behavior control: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.437
dengan signifikansi 0.000 (sig < 0.05) sehingga H0 ditolak. Artinya, ada
pengaruh yang signifikan variabel behavior control terhadap kecanduan
smartphone. Tanda pada koefisien adalah negatif, artinya semakin tinggi nilai
behavior control, maka semakin rendah kecanduan smartphone pada remaja.
2) Variabel cognitive control: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.314 dengan
signifikansi 0.000 (sig < 0.05) sehingga H0 ditolak. Artinya, ada pengaruh yang
signifikan variabel cognitive control terhadap kecanduan smartphone. Tanda
pada koefisien adalah positif, artinya semakin tinggi nilai cognitive control,
maka semakin tinggi kecanduan smartphone pada remaja.
3) Variabel decision control: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.151 dengan
signifikansi 0.025 (sig < 0.05) sehingga H0 ditolak. Artinya, ada pengaruh yang
signifikan variabel decision control terhadap kecanduan smartphone. Tanda pada
67
koefisien adalah negatif, artinya semakin tinggi nilai decision control, maka
semakin rendah kecanduan smartphone pada remaja.
4) Variabel leisure boredom: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.136 dengan
signifikansi 0.016 (sig < 0.05) sehingga H0 ditolak. Artinya, ada pengaruh yang
signifikan variabel leisure boredom terhadap kecanduan smartphone. Tanda pada
koefisien adalah negatif, artinya semakin tinggi nilai leisure boredom, maka
semakin tinggi kecanduan smartphone pada remaja.
5) Variabel information seeking: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.078
dengan signifikansi 0.215 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya, variabel
information seeking tidak berpengaruh signifikan terhadap kecanduan
smartphone pada remaja.
6) Variabel utility: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.046 dengan
signifikansi 0.470 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya, variabel utility
tidak berpengaruh signifikan terhadap kecanduan smartphone.
7) Variabel fun seeking: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.121 dengan
signifikansi 0.040 (sig < 0.05) sehingga H0 ditolak. Artinya, ada pengaruh yang
signifikan variabel fun seeking terhadap kecanduan smartphone. Tanda pada
koefisien adalah positif, artinya semakin tinggi nilai fun seeking, maka semakin
tinggi kecanduan smartphone pada remaja.
8) Variabel sociability: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.100 dengan
signifikansi 0.066 (sig > 0.05) sehingga H0 diterima. Artinya, variabel
68
sociability tidak berpengaruh signifikan terhadap kecanduan smartphone pada
remaja.
4.5 Pengujian proporsi varians masing-masing independen variabel
Selanjutnya adalah melihat proposi varians untuk masing-masing independen
variabel. Untuk mengetahui proposi varians dari masing-masing independen variabel,
dilakukan perhitungan niali R2 change dengan cara melakukan analisis regresi satu
per satu, langkah ini dilakukan untuk mengetahui besarnya R2 change setiap kali
menambahkan independen variabel kedalam analisis regresi. Adapun besar R2 change
untuk masing-masing independen variabel penelitian ini dapat dilihat di tabel 4.8.
Tabel 4.8 Proposi varians masing-masing variabel
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .561a .314 .311 8.29901 .314 97.263 1 212 .000
2 .640b .410 .404 7.71863 .095 34.080 1 211 .000
3 .644c .415 .407 7.70239 .005 1.890 1 210 .171
4 .658d .433 .422 7.59972 .018 6.713 1 209 .010
5 .662e .438 .425 7.58309 .005 1.918 1 208 .168
6 .662f .439 .422 7.60088 .000 .027 1 207 .869
7 .674g .454 .435 7.51467 .015 5.777 1 206 .017
8 .680h .463 .442 7.47114 .009 3.407 1 205 .066
Dari tabel 4.8, dapat dijelaskan informasi sebagai berikut:
1. Variabel behavior control memberikan sumbangan sebesar 0.314 atau 31.4%
dalam varians kecanduan smartphone. Sumbangan ini signifikan secara statistik
karena nilai signifikan F change sebesar 0.000 (sig < 0.05).
69
2. Variabel cognitive control memberikan sumbangan sebesar 0.095 atau 9.5%
dalam varians kecanduan smartphone. Sumbangan ini signifikan secara statistik
karena nilai signifikan F change sebesar 0.000 (sig < 0.05).
3. Variabel decision control memberikan sumbangan sebesar 0.005 atau 0.5% dalam
varians kecanduan smartphone. Namun sumbangan yang diberikan tidak
signifikan karena nilai signifikan F change sebesar 0.171 (sig > 0.05).
4. Variabel leisure boredom memberikan sumbangan sebesar 0.018 atau 1.8% dalam
varians kecanduan smartphone. Sumbangan ini signifikan secara statistik karena
nilai signifikan F change sebesar 0.010 (sig < 0.05).
5. Variabel information seeking memberikan sumbangan sebesar 0.005 atau 0.5%
dalam varians kecanduan smartphone. Namun sumbangan yang diberikan tidak
signifikan karena nilai signifikan F change sebesar 0.168 (sig > 0.05).
6. Variabel utility memberikan sumbangan sebesar 0.000 atau 0% dalam varians
kecanduan smartphone dan sumbangan yang diberikan tidak signifikan karena
nilai signifikan F change sebesar 0.869 (sig > 0.05).
7. Variabel fun seeking memberikan sumbangan sebesar 0.015 atau 1.5% dalam
varians kecanduan smartphone. Sumbangan ini signifikan secara statistik karena
nilai signifikan F change sebesar 0.017 (sig < 0.05).
8. Variabel sociability memberikan sumbangan sebesar 0.009 atau 0.9% dalam
varians kecanduan smartphone. Namun sumbangan yang diberikan tidak
signifikan karena signifikan F change sebesar 0.066 (sig > 0.05).
70
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian serta pengujian hipotesis yang telah
dikemukakan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah: “Ada pengaruh yang signifikan dari self control, leisure
boredom dan smartphone usage terhadap kecanduan smartphone pada remaja”.
Variabel-variabel self control, leisure boredom dan smartphone usage
mempengaruhi kecanduan smartphone sebesar 46,3% dan sisanya dipengaruhi
variabel lain. Selanjutnya, berdasarkan hasil uji hipotesis minor, dari delapan variabel
yang diuji diperoleh lima variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
kecanduan smarphone, yaitu behavior control, cognitive control, decision control,
leisure boredom, dan fun seeking.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
behavior control, cognitive control, decision control, leisure boredom dan fun
seeking terhadap kecanduan smartphone pada remaja. Penulis menyimpulkan bahwa
kecanduan smartphone secara signifikan dipengaruhi oleh behavior control, cognitive
control, decision control, leisure boredom dan fun seeking.
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil uji hipotesis, didapatkan kesimpulan bahwa pengaruh self control,
leisure boredom, dan smartphone usage terhadap kecanduan smartphone pada
remaja yang dilakukan menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari
71
seluruh independen variabel terhadap kecanduan smartphone pada remaja.
Berdasarkan koefisien regresi dan signifikansi hasil dari uji hipotesis, dari delapan
variabel independen yang diujikan terdapat lima variabel yang signifikan terhadap
kecanduan smartphone yaitu behavior control, cognitive control, decision control,
leisure boredom dan fun seeking.
Variabel pertama yang berpengaruh secara signifikan dalam mempengaruhi
kecanduan smartphone adalah behavior control. Variabel ini memiliki pengaruh
yang negatif terhadap kecanduan smartphone, artinya semakin tinggi behavior
control maka semakin rendah kecanduan smartphone yang dialami orang tersebut.
Hal tersebut sesuai dengan teori Averill (1973) yang menyatakan bahwa behavior
control adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan situasi atau keadaan
yang terjadi di dalam dirinya atau diluar dirinya dengan memodifikasi stimulus yang
tidak diinginkan. Sehingga individu yang tidak dapat mengendalikan perilakunya
akan terus menerus asik dengan smartphonenya.
Variabel cognitive control memiliki pengaruh yang signifikan dan secara positif
mempengaruhi kecanduan smartphone. artinya semakin tinggi cognitive control maka
semakin tinggi juga kecanduan smartphone yang dialami individu tersebut. Hal
seperti ini terjadi juga pada penelitian yang dilakukan oleh Hanifa (2013) yang
mengasumsikan bahwa individu yang mempunyai pengetahuan lebih dapat dengan
mudah mengontrol perilakunya agar terhindar dari peristiwa tidak menyenangkan
dalam kasus ini kecanduan smartphone, selain itu individu akan merasa cemas ketika
berada dalam keadaan tidak menyenangkan tersebut. Namun, bagi individu yang
72
telah mengalami kecanduan tidak akan merasa cemas lagi ketika mengakses internet
dengan smartphone, bahkan individu akan lebih sering lagi melakukan kegiatan
tersebut dibandingkan individu lain yang memiliki kecemasan atau pengetahuan lebih
mengenai kecanduan internet pada smartphone. Sehingga ketika individu terus
mengantisipasi untuk menggunakan smartphone, menganggap dirinya tidak bisa
lepas atau ketergantungan dengan smartphone. Young (2007) berpendapat bahwa
individu yang memiliki keyakinan “hanya beberapa menit lagi tidak akan merugikan”
yang justru akan membuat individu terus menerus menggunakan smartphonenya.
Sedangkan menurut teori psikoanalisa, id atau dorongan untuk pemuasan kebutuhan
menggunakan smartphone lebih dominan di banding superegonya sehingga cognitive
control sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan akan melakukan
penilaian dengan memperhatikan segi positif dari penggunaan smartphone maka dari
sinilah ego mengambil keputusan untuk tetap menggunakan smartphone terus
menerus.
Decisional control dalam penelitian ini juga memiliki pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap kecanduan smartphone. Hal ini berati bahwa semakin tinggi
decisional control individu, maka akan semakin rendah kecanduan smartphone yang
di alami. Sesuai dengan teori Averill (1973) yang menyatakan bahwa individu
mampu memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakininya
atau disetujuinya. Artinya individu yang memiliki smartphone menentukan keputusan
sendiri akan bergantung dengan smartphonenya atau tidak. Jika individu memilih
keputusan untuk terus menggunakan smartphone dalam aktifitas keseharian sekaligus
73
secara tidak langsung menunjukkan sikap tidak bisa terlepas dari smartphone maka
akan semakin tinggi mengalami kecanduan smartphone. Decisional control berguna
dalam membuat pertimbangan terhadap tindakan yang dilakukan. Hasil ini
menunjukkan bahwa peningkatan decisional control memungkinkan individu untuk
mengontrol penggunan smartphone ke tingkat yang wajar, sehingga mencegah
potensi kecanduan.
Variabel leisure boredom juga memiliki pengaruh yang signifikan dan secara
positif mempengaruhi kecanduan smartphone, artinya semakin tinggi leisure
boredom maka semakin tinggi juga kecanduan smartphone yang dialami individu
tersebut. Sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Lin dan Chiang (2010) yang
mengidentifikasi leisure boredom sebagai atribut psikologis yang signifikan secara
positif dalam mempengaruhi gejala kecanduan smartphone pada remaja. Ketika
remaja merasakan waktu luang yang melimpah untuk melakukan sosialisasi, mereka
cenderung merasakan tingkat kebosanan yang lebih tinggi, sehingga faktor resiko
untuk kecanduan lebih besar. Hal ini juga sejalan dengan teori behaviorisme yang
menyatakan bahwa semua bentuk tingkah laku merupakan hasil dari rangsangan yang
berasal dari pengaruh eksternal yang dalam hal ini adalah leisure boredom, sehingga
ketika terdapat stimulus berupa tidak adanya kegiatan yang dapat dilakukan saat
waktu luang maka remaja akan merespon stimulus tersebut dengan menggunakan
atau bermain smartphone yang berpotensi menyebabkan kecanduan smartphone.
74
Variabel information seeking pada penelitian ini tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kecanduan smartphone. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
yang di lakukan Bian dan Leung (2014) yang menyatakan bahwa semakin banyak
individu menggunakan smartphone untuk mencari informasi, semakin tinggi
kemungkinan bahwa individu akan menunjukkan gejala-gejala kecanduan, seperti
keasyikan dan ketidakmampuan untuk mengendalikan keinginan. Asumsi penulis
tentang perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
disebabkan karena individu yang menggunakan smartphone untuk mencari informasi
akan berhenti ketika informasi yang ingin dicari sudah didapatkan, sehingga tidak
menimbulkan gejalan kecanduan.
Variabel utility juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kecanduan
smartphone pada penelitian ini. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang di
lakukan Bian dan Leung (2014) yang menyatakan bahwa semakin banyak individu
menggunakan smartphone untuk utilitas, semakin tinggi kemungkinan bahwa
individu akan menunjukkan gejala-gejala kecanduan seperti keasyikan dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan keinginan. Penulis mengasumsikan
perbedaan hasil penelitian tersebut karena ketika individu menggunakan smartphone
untuk utilitas seperti mengirim dan membaca e-mail, membuka kamus, dan
menggunakan fungsi yang berkaitan dengan efisiensi (maps, senter, stopwatch,
alarm, dan sebagainya) sudah selesai atau terpenuhi maka individu akan berhenti
menggunakan smartphone.
75
Variabel kelima yang berpengaruh secara signifikan dalam mempengaruhi
kecanduan smartphone adalah fun seeking. Variabel ini memiliki pengaruh positif
terhadap kecanduan smartphone, artinya semakin tinggi fun seeking maka semakin
tinggi kecanduan smartphone. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Leung (2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak remaja menggunakan
smartphone untuk mencari kesenangan (fun seeking), maka semakin tinggi
kemungkinan mereka menunjukan gejala kecanduan seperti mengabaikan hal yang
berbahaya, merasa asik sendiri, tidak mampu untuk mengendalikan keinginan, merasa
cemas dan hampa ketika tidak menggunakan smartphone. Ini mungkin karena dengan
beragam aplikasi dan fungsi hiburan seperti game online dan layanan menonton video
seperti youtube dan viu sehingga tak terhindarkan untuk membuat remaja
menghabiskan waktu berjam-jam dengan smartphone miliknya. Berdasarkan survey
yang di lakukan APJII (Asosiasi Penyedia Jasa Layanan Internet Indonesia) pada
tahun 2017 sebanyak 54,13% menggunakan internet untuk bermain game, 70,23%
untuk nonton film, dan 71,10% untuk download musik, sebanyak 44,16%
menggunakan smartphone untuk mengakses internet dan penetrasi pengguna internet
tertinggi (75,50%) berada di usia 13-18 tahun.
Sociability pada variabel smartphone usage tidak memiliki pengaruh yang
signifikan dalam mempengaruhi kecanduan smartphone pada remaja. Hal ini sejalan
dengan penelitian Bian dan Leung (2014) yang menyatakan bahwa sociability
(melakukan panggilan telepon, video call dan SMS) tidak membuat individu menjadi
kecanduan smartphone. Hal itu terjadi karna remaja saat ini sudah sangat jarang
76
menggunakan SMS dan panggilan telepon menggunakan pulsa untuk melakukan
komunikasi dengan smartphonenya.
5.3 Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh
karena itu penulis membagi saran menjadi dua yaitu saran metodologis dan saran
praktis. Saran metodologis sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain yang
akan meneliti variabel dependen yang sama dan saran praktis sebagai bagian dari
kesimpulan dan masukan bagi individu-individu baik yang secara langsung terkait
dengan penelitian ini, maupun individu yang dapat menarik manfaat dari penelitian
ini.
5.3.1 Saran Metodologis
1. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan untuk memperhatikan antara
penggunaan variabel self control dengan kecanduan.
2. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk dapat menambah variabel lain
yang dapat mempengaruhi kecanduan smartphone selain yang ada pada penelitian
ini. Seperti social skill, konformitas, stress, anxiety dan melakukan
pengembangan teori psikologi berdasarkan hasil penelitian.
3. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan alat ukur yang tidak
tumpang tindih antara independen variabel dengan dependen variabel dan
menggunakan alat ukur yang lebih update (terbaru).
4. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan agar menggunkan sampel yang lebih
sesuai terhadap penelitian mengenai kecanduan.
77
5.3.2 Saran Praktis
1. Untuk menghindari atau mengurangi diri dari kecanduan smartphone maka
penting untuk meningkatkan self-control. Mereka bisa menggali informasi
mengenai keuntungan dan kerugian atau sisi positif dan negatif yang ditimbulkan
oleh kecanggihan smartphone sehingga individu dapat mengantisipasi diri dengan
berbagai pertimbangan dari keadaan yang akan timbul dari penggunaan
smartphone yang berlebihan.
2. Bagi individu yang telah mengalami kecanduan smartphone sebaiknya
melakukan beberapa teknik, seperti berlatih dalam mengurangi penggunaan
smartphone yang berlebihan, mengatur tujuan ketika menggunakan smartphone,
dan meminta bantuan teman atau keluarga untuk mengingatkan ketika berlebihan
dalam menggunakan smartphone. Individu juga dapat menginstall aplikasi
pengingat sudah berapa lama dalam sehari menggunakan smartphone yang dapat
membantu untuk membatasi penggunaan smartphone yang berlebihan.
3. Untuk remaja yang memiliki banyak waktu luang disarankan untuk melakukan
atau mengikuti kegiatan yang lebih bermanfaat dan mengatur waktu agar tidak
banyak memiliki waktu luang yang dapat menjadikan smartphone sebagai
pelampiasan untuk mengisi waktu luang dan lebih banyak menjalin kontak
langsung dengan orang lain.
4. Bagi orang tua sebaiknya tidak memberikan smartphone kepada anak-anak terlalu
dini, apabila sudah terlanjur memberikan smartphone agar tetap mengawasi
penggunaan smartphone pada anak-anaknya dan menegur apabila penggunaan
78
smartphone sudah berlebihan. Bagi pihak sekolah juga sebaiknya membuat
peraturan tegas terhadap penggunaan smartphone di lingkungan sekolah seperti
mengumpulkan smartphone di depan kelas saat jam pelajaran sedang
berlangsung. Dan bagi pemerintah dapat membuat peraturan berupa pembatasan
usia minimum kepemilikan smartphone pada anak-anak.
5. Berdasarkan hasil penelitian variabel fun seeking memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap kecanduan smartphone. Untuk mengurangi kecanduan ada
baiknya bagi remaja untuk membatasi diri dari aplikasi tertentu yang membuat
ketagihan seperti game dan aplikasi video seperti youtube dan viu yang dapat
menimbulkan rasa senang dan asik sendiri sehingga ingin terus menerus untuk
menggunakannya.
79
Daftar Pustaka
Alamsyah, I.E. (2015). Satu dari emapat remaja dunia kecanduan smartphone.
Diakses dari https://www.republika.co.id/berita/trendtek/gadget/15/04/15 pada
tanggal tanggal 23 Juli 2017
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), (2017). Penetrasi dan
perilaku pengguna internet Indonesia.
Averill. (1973). Personal control over aversive stimuli and its relationship to stress.
Psychological Bulletin, 80(4), 286-303.
Bian, M., & Leung, L. (2014). Linking Loneliness, Shyness, Smartphone Addiction
Symptoms, and Patterns of Smartphone Use to Social Capital. Social Science
Computer Review, 33(1), 61–79. doi:10.1177/0894439314528779
Bianchi, A., & Phillips, J. G. (2005). Psychological Predictors of Problem Mobile
Phone Use. CyberPsychology & Behavior, 8(1), 39-51.
Chaplin, J.P. (2011). Kamus lengkap psikologi. Dictionary of psychology. Kartini
Kartono. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Darcin, A.E., Kose, S., Noyan, C. O., Nurmedov, S., Yılmaz, O., & Dilbaz, N.
(2016). Smartphone addiction and its relationship with social anxiety and
loneliness. Behaviour & Information Technology, 35(7), 520–525.
doi:10.1080/0144929x.2016.1158319
Elhai, J. D., Hall, B. J., Levine, J. C., & Dvorak, R. D. (2017). Types of smartphone
usage and relations with problematic smartphone behaviors: The role of
content consumption vs. social smartphone use. Cyberpsychology: Journal of
Psychosocial Research on Cyberspace, 11(2), article 3.
Gailliot, M. T., Baumeister, R. F., DeWall, C. N., Maner, J. K., Plant, E. A., Tice, D.
M., … Schmeichel, B. J. (2007). Self-control relies on glucose as a limited
energy source: Willpower is more than a metaphor. Journal of Personality
and Social Psychology, 92(2), 325–336.
Griffiths, M. (1996). Gambling on the internet: A brief note. Journal of Garabling
Studies, 12(4), 471-473. doi:10.1007/bf01539190
80
Hanifa, F. H. (2013). Pengaruh self-control, komunikasi interpersonal terhadap
kecanduan internet pada pengguna smartphone. Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Hill, A. B., & Perkins, R. E. (1985). Towards a model of boredom. British Journal of
Psychology, 76(2), 235–240. doi.org/10.1111/j.2044-8295.1985.tb01947.x
Iqbal, M., & Nurdiani, G. (2016). Is smartphone addiction related to loneliness?.
Specialty Journal of Psychology and Management. Vol, 2 (2), 1-6.
Iskandar (2015). Orang Indonesia Pakai Smartphone 5,5 Jam Per Hari. Diakses dari
https://www.liputan6.com/tekno/read/2324125/orang-indonesia-pakai-
smartphone-55-jam-per-hari pada tanggal tanggal 28 Desember 2018
Iso-Ahola, SE, & Weissinger, E. (1990). Perceptions of boredom in leisure:
Conceptualization, reliability and validity of the leisure boredom scale.
Journal of Leisure Research, 22(1), 1–17.
Kang, J.-M., Seo, S., & Hong, J. W.-K. (2011). Usage pattern analysis of
smartphones. 2011 13th Asia-Pacific Network Operations and Management
Symposium. doi: 10.1109/APNOMS.2011.6077030
Karadag, E., Tosuntas, Ş. B., Erzen, E., Duru, P., Bostan, N., Şahin, B. M., Babadağ,
B. (2015). Determinants of phubbing, which is the sum of many virtual
addictions: A structural equation model. Journal of Behavioral Addictions,
4(2), 60–74. doi:10.1556/2006.4.2015.005
Kwon M, Lee J-Y, Won W-Y, Park J-W, Min J-A, et al. (2013). Development and
Validation of a Smartphone Addiction Scale (SAS). PLoS ONE 8(2): e56936.
doi:10.1371/journal.pone.0056936.
Lee, J., & Cho, B. (2015). Effects of Self-Control and School Adjustment on
Smartphone Addiction among Elementary School Students. International
Journal of Contents, 11(3). doi.org/10.5392/IJoC.2015.11.3.001.
Leung, L. (2007). Leisure boredom, sensation seeking, self-esteem, addiction
symptoms and patterns of mobile phone use. In E. Korini, S. Utz, M. Tanis, &
S. Barnes (Eds.), Mediated interpersonal communication. New York:
Routledge.
81
Lin, Y.-H., Chang, L.-R., Lee, Y.-H., Tseng, H.-W., Kuo, T. B. J., & Chen, S.-H.
(2014). Development and Validation of the Smartphone Addiction Inventory
(SPAI). PLoS ONE, 9(6), e98312. doi:10.1371/journal.pone.0098312
Lin, T. T. C., & Chiang, Y. H. (2017). Investigating predictors of smartphone
dependency symptoms and effects on academic performance, improper phone
use and perceived sociability. International Journal of Mobile
Communications, 15(6), 655. doi:10.1504/ijmc.2017.086881
Milyavskaya, M., & Inzlicht, M. (2018). Attentional and motivational mechanisms of
self-control. Dalam Denise de Ridder, Marieke Adriaanse, & Kentaro Fujita
(ed). The Routledge International Handbook of Self-Control in Health and
Well-Being. (11). New York: Routledge.
Moedia, A. (2017). Angka kecelakaan lalu lintas di AS naik gara-gara smartphone.
Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/613921 pada tanggal 18 Juli
2017
RapidValue Solution. Internet, Smartphone & Social Media Usage Statistic. 2014;
Diakses melalui http://www.rapidvaluesolutions.com/wpcontent/uploads
/2014/11/Internet-Smartphone-and-Social-Media-Usage-Statistics-by-
RapidValueSolutions.pdf.
Santrock, J.W. (2012). Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup. Edisi
Ke-13. Jakarta: Erlangga.
Shaughnessy, J.J. (2007). Metodologi penelitian psikologi. Edisi Ke-7. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Sihombing, R. A. (2018). Kecanduan Smartphone, 2 Pelajar di Bondowoso Alami
Gangguan Jiwa liputan6.com. diakses tanggal 26 Oktober 2018 dari
https://www.liputan6.com/news/read/3230086
Tangney, J. P., Baumeister, R. F., & Boone, A. L. (2004). High self-control predicts
good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success.
Journal of Personality, 271-324.
Tim Internet Sehat, (2015). kecanduan terhadap ponsel makin mengkhawatirkan.
Diakses tanggal 18 Juli 2017 dari http://internetsehat.id/2015/05/kecanduan-
terhadap-ponsel-makin-mengkhawatirkan/
82
Van Deursen, A. J. A. M., Bolle, C.L., Hegner, S. M., & Kommers, P.A.M. (2015).
Modeling habitual and addictive smartphone usage types, emotional
intelligence, social stress, self-regulation, age, and gender. Computers in
Human Behavior, 45, 411-420. http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2014.12.039.
Vohs, K. D., Baumeister, R. F., Schmeichel, B. J., Twenge, J. M., Nelson, N. M., &
Tice, D. M. (2008). Making choices impairs subsequent self-control: A
limited-resource account of decision making, self-regulation, and active
initiative. Journal of Personality and Social Psychology, 94(5), 883–
898. doi:10.1037/0022-3514.94.5.883
Young, K. S. (2007). Cognitive Behavior Therapy with Internet Addicts: Treatment
Outcomes and Implications. CyberPsychology & Behavior, 10(5), 671–679.
doi: 10.1089/cpb.2007.9971
Yuwanto, L. (2010). Mobile Phone Addict. Universitas Surabaya
http://www.ubaya.ac.id/2014/content/articles_detail/10/Mobile-Phone-
Addict.html
83
LAMPIRAN
84
LAMPIRAN 1 -- ALAT UKUR PENELITIAN
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum. Wr.Wb
Saya Nur Khimas Viviyanti Mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian dalam
rangka menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Oleh
karena itu, saya memohon kesediaan Anda untuk menjadi responden dengan mengisi
kuesioner dalam penelitian ini.
Silahkan anda mengisi kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk yang
diberikan dan TIDAK ADA JAWABAN SALAH dalam kuesioner ini. Oleh karena
itu, peneliti mengharapkan jawaban anda sejujur-jujurnya sesuai dengan keadaan
anda saat ini. Kuesioner ini digunakan hanya untuk tujuan penelitian dan setiap
jawaban yang anda berikan akan TERJAMIN KERAHASIAANNYA.
Bila Anda ingin menanyakan informasi terkait penelitian yang saya lakukan,
silahkan menghubungi ke 088212365733 atau email nurkhimasviviyanti@ymail.com.
Atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terimakasih.
Hormat Saya
Nur Khimas Viviyanti
85
IDENTITAS RESPONDEN
Nama/Inisial :
Kelas :
Usia :
Jenis kelamin : Perempuan Laki-laki
Berapa lama anda menggunakan smartphone dalam sehari
< 1 Jam 1 jam
2jam 3 jam
4 jam Lebih dari 4 jam, yaitu jam
Fitur apa yang paling sering anda gunakan di smartphone
Akses internet yang sering di gunakan di smartphone
Wifi
Paket data internet (kuota)
Hotspot/ Tethering
Jam sekolah dari jam sampai jam
Aktivitas lain setelah sekolah
Les
Kerja kelompok/ mengerjakan tugas bersama
Ekskul
Organisasi
Lainnya, yaitu
86
PETUNJUK PENGISIAN
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap
pernyataan. Anda diminta untuk memberikan salah satu tanda checklist () pada
kolom yang anda rasa paling sesuai dengan keadaan anda. Adapun pilihan jawaban
yang disediakan adalah :
SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
Contoh
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya senang menggunakan smartphone
Skala I
No Pernyataan SS S TS STS
1
Mengalami kesulitan berkonsentrasi di kelas, saat
mengerjakan tugas, atau saat beraktivitas karena ingin
segera menggunakan smartphone
2 Melalaikan pekerjaan yang direncanakan karena
penggunaan smartphone
3 Mengabaikan banyak hal selain bermain smartphone
meski ada banyak hal lain yang harus dilakukan
4 Mengalami pusing atau penglihatan kabur akibat
penggunaan smartphone yang berlebihan
5 Merasa sakit di pergelangan tangan atau di bagian
belakang leher saat menggunakan smartphone
6 Merasa lelah dan kurang tidur yang cukup karena
penggunaan smartphone yang berlebihan
7 Merasa menyenangkan atau bersemangat saat
menggunakan smartphone
8 Merasa tenang atau nyaman saat menggunakan
smartphone
9 Mampu menghilangkan stres dengan penggunaan
smartphone
10 Hidup saya akan hampa tanpa smartphone saya
87
11 Tidak ada yang lain selain bermain smartphone yang
menyenangkan untuk dilakukan dalam hidup saya
12 Menggunakan smartphone adalah hal yang paling
menyenangkan untuk dilakukan.
13 Merasa percaya diri saat menggunakan smartphone
14 Merasa sangat bebas saat menggunakan smartphone
15 Tidak akan mampu bertahan jika tidak memiliki
smartphone
16 Merasa tidak sabar dan resah saat tidak memegang
smartphone saya
17 Memikirkan smartphone saya bahkan ketika saya tidak
menggunakannya
18
Saya tidak akan pernah berhenti menggunakan
smartphone saya bahkan ketika kehidupan sehari-hari
saya sudah sangat terpengaruh olehnya
19 Membawa smartphone saya ke toilet bahkan ketika saya
sedang terburu-buru ingin ke toilet
20 Saya merasa kesal saat diganggu ketika sedang
menggunakan smartphone
21 Merasa senang bertemu banyak orang melalui
smartphone
22
Merasa hubungan saya dengan teman di smartphone
lebih intim daripada hubungan saya dengan teman di
kehidupan nyata saya
23
Merasa teman-teman di smartphone saya lebih
memahami saya daripada teman-teman kehidupan nyata
saya
24 Tidak bisa menggunakan smartphone akan sama
menyakitkannya dengan kehilangan teman
25
Terus-menerus memeriksa smartphone saya agar tidak
ketinggalan percakapan antara orang lain di jejaring
sosial
26 Memeriksa situs jejaring sosial seperti Twitter atau
Instagram tepat setelah bangun tidur
27 Menggunakan smartphone lebih lama dari yang saya
inginkan
88
28 Merasakan dorongan untuk menggunakan smartphone
saya lagi tepat setelah saya berhenti menggunakannya
29 Lebih suka mencari (searching) dari smartphone saya
daripada bertanya kepada orang lain
30 Baterai smartphone saya tidak bertahan selama satu hari
31
Saya selalu menyiapkan paket pengisian daya (charger)
untuk memastikan bahwa smartphone saya dapat diisi
setiap saat
32 Setelah mencoba berkali-kali untuk mempersingkat
waktu penggunaan smartphone namun selalu gagal
33 Selalu berpikir bahwa saya harus mempersingkat waktu
penggunaan smartphone saya
34 Orang-orang di sekitar saya mengatakan bahwa saya
menggunakan smartphone terlalu sering
Skala II
No Pernyataan SS S TS STS
1 Sebelum mengerjakan tugas, yang terlebih dahulu saya
lakukan adalah bermain smartphone
2 Saya dapat menahan diri ketika teman-teman saya
mengajak untuk bermain smartphone
3 Sebelum saya melangkah kemanapun, saya akan
membuat pertimbangan yang matang terlebih dahulu
4 Saya menyediakan waktu khusus untuk menggunakan
smartphone
5 Saya terus memikirkan smartphone saya. walaupun
sedang tidak menggunakannya
6 Saya lebih baik tidak bermain smartphone daripada
menunda mengerjakan tugas
7
Jika ada masalah, saya tidak akan langsung
melampiaskannya dengan cara menggunakan
smartphone
8
Apabila ada pikiran yang tidak menyenangkan
mengganggu saya, saya berusaha memikirkan sesuatu
yang menyenangkan
9 Saya lebih memilih menahan lapar daripada harus
89
meninggalkan smartphone
10 Saya membatasi waktu dalam menggunakan
smartphone
11 Jika saya merasa tertekan, saya malas untuk memikirkan
hal-hal yang menyenangkan
12 Saya cepat dalam mengambil keputusan
13 Saya lebih banyak menggunakan smartphone daripada
mengerjakan tugas
14 Menurut saya, bermain smartphone dapat
menghilangkan stress
15 Saya sering menyesal akibat terburu-buru dalam
mengambil keputusan
16 Saya mengabaikan banyak hal demi bermain
smartphone
17 Saya suka menggunakan smartphone untuk menambah
wawasan dalam diri saya
18 Saya lebih baik tidur daripada bermain smartphone
berjam-jam
19 Saya akan memaksakan diri untuk bermain smartphone
meskipun kondisi badan saya kurang sehat
20
Apabila saya berada pada suasana hati yang buruk, saya
berusaha untuk bergembira sehingga suasana hatipun
akan berubah
Skala III
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya memiliki waktu senggang yang sangat banyak
tanpa adanya kegiatan
2 Selama waktu senggang, saya menjadi sangat sibuk
dengan aktivitas yang saya lakukan
3 Waktu senggang membosankan
4
Jika saya bisa pensiun sekarang dengan penghasilan
yang nyaman, saya akan memiliki banyak hal menarik
untuk dilakukan sepanjang sisa hidup saya
5 Selama waktu senggang, saya merasa seperti hanya
"memutar roda"
90
6
Di waktu senggang, saya biasanya tidak menyukai apa
yang saya lakukan, tapi saya tidak tahu harus melakukan
apa lagi
7 Waktu senggang membuat saya semangat dan pergi
beraktivitas
8 Pengalaman/kegiatan di waktu senggang merupakan
bagian penting dari kualitas hidup saya
9 Saya senang dengan waktu senggang
10 Di waktu senggang, saya ingin melakukan sesuatu,
tetapi saya tidak tahu apa yang ingin saya lakukan
11 Saya menghabiskan waktu senggang saya hanya untuk
tidur
12 Saya ingin mencoba kegiatan rekreasi baru yang belum
pernah saya coba sebelumnya
13 Saya sangat aktif selama waktu senggang
14 Aktivitas di waktu senggang tidak membuat saya
bersemangat
15 Saya tidak memiliki banyak keterampilan untuk mengisi
waktu senggang
16 Selama waktu senggang, saya hampir selalu memiliki
sesuatu untuk dilakukan
Skala IV
Seberapa sering Anda menggunakan smartphone untuk…….
No Pernyataan SS S TS STS
1 Menjelajah di internet
2 Menggunakan search engine (Seperti Google, Yahoo,
Opera Mini, MSN, dan Bing)
3 Mencari berbagai informasi tentang kehidupan sehari-
hari
4 Melihat berita
5 Menggunakan instant message (Seperti Whatsapp, Line,
BBM, We-Chat, dan lain-lain)
6
Menggunakan layanan jejaring sosial (Seperti Facebook,
Twitter, Instagram, Path, Google+, Snapchat, dan lain-
lain)
91
7
Menggunakan fungsi yang berkaitan dengan efisiensi
untuk membuat hidup lebih praktis (Seperti Kalender,
membuat catatan/note, maps, perekam suara, senter,
stopwatch, alarm, dan lain-lain)
8 Menggunakan kamus
9 Membaca dan mengirim e-mail
10 Mengambil foto dan video
11 Menonton video (Seperti Youtube, Viu, Vidio.com,
Iflix, dan lain-lain)
12 Mendengarkan music
13 Membaca e-book
14 Bermain game
15 Menelepon
16 Video call
17 SMS
*Mohon periksa kembali jawaban anda, pastikan tidak ada nomer yang
terlewatkan.
Terima kasih
92
LAMPIRAN 2 – Path Diagram dan Syntax
1. Path Diagram Kecanduan Smartphone
93
UJI VALIDITAS SAS
DA NI=34 NO=214 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19
X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34
PM SY FI=SAS.COR
MO NX=34 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SAS
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX
11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1 LX 20 1
LX 21 1 LX 22 1 LX 23 1 LX 24 1 LX 25 1 LX 26 1 LX 27 1 LX 28 1 LX 29 1 LX
30 1 LX 31 1 LX 32 1 LX 33 1 LX 34 1
FR TD 24 23 TD 33 32 TD 13 6 TD 14 13 TD 12 11 TD 33 3 TD 28 10 TD 10 6 TD
24 22 TD 31 20 TD 31 29 TD 17 8 TD 24 15 TD 18 9 TD 28 26 TD 28 18 TD 17 10
TD 27 26 TD 20 9 TD 26 19 TD 23 11 TD 34 21 TD 23 21 TD 22 21 TD 27 24 TD
30 24 TD 32 23 TD 25 24 TD 32 15 TD 27 7 TD 31 21 TD 18 15 TD 30 2 TD 34 32
TD 34 33 TD 27 21 TD 2 1 TD 3 1 TD 6 4 TD 6 5 TD 19 5 TD 23 5 TD 11 4 TD 17
1 TD 25 15 TD 15 8 TD 16 9 TD 28 3 TD 16 5 TD 29 17 TD 17 6 TD 14 7 TD 20 4
TD 9 4 TD 30 3 TD 30 20 TD 19 15 TD 32 30 TD 20 14 TD 18 7 TD 9 8 TD 9 7 TD
26 6 TD 17 16 TD 4 2 TD 25 2 TD 25 22 TD 22 1 TD 14 12 TD 23 14 TD 32 14 TD
19 12 TD 12 5 TD 18 12 TD 28 12 TD 10 5 TD 26 1 TD 33 7 TD 34 25 TD 34 15
TD 32 8 TD 23 15 TD 19 14 TD 17 11 TD 20 13 TD 4 1 TD 24 11 TD 15 11 TD 32
27 TD 32 31 TD 29 26 TD 29 28 TD 29 5 TD 25 17 TD 17 9 TD 24 12 TD 24 13 TD
27 13 TD 27 5 TD 23 16 TD 21 14 TD 22 15 TD 31 1 TD 20 1 TD 25 1 TD 32 1 TD
15 1 TD 23 1 TD 16 15 TD 31 15 TD 16 12 TD 10 7 TD 31 3 TD 22 16 TD 29 27
TD 3 2 TD 8 7 TD 23 22 TD 28 27
PD
OU SS TV MI
94
2. Path Diagram Self Control
UJI VALIDITAS BEHAVIOR
DA NI=7 NO=214 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
PM SY FI=BEHAVIOR.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
BEHAVIOR
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1
FR TD 4 2 TD 4 3 TD 6 3 TD 3 1
PD
OU SS TV MI
95
UJI VALIDITAS COGNITIVE
DA NI=7 NO=214 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
PM SY FI=COGNITIVE.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
COGNITIVE
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1
FR TD 5 2 TD 6 4 TD 5 4 TD 6 3
PD
OU SS TV MI
96
UJI VALIDITAS DECISION
DA NI=6 NO=214 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=DECISION.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
DECISION
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1
PD
OU SS TV MI
97
3. Path Diagram Leisure Boredom
UJI VALIDITAS LB
DA NI=16 NO=214 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16
PM SY FI=LB.COR
MO NX=16 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
LB
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX
11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 14 1 LX 15 1 LX 16 1
FR TD 9 8 TD 8 5 TD 6 5 TD 12 10 TD 13 7 TD 5 3 TD 9 3 TD 9 4 TD 12 3 TD 8 7
TD 7 6 TD 12 7 TD 10 6 TD 12 6 TD 11 10 TD 14 8 TD 16 2 TD 9 7 TD 13 9 TD 11
8 TD 8 4 TD 10 8 TD 10 5 TD 10 4 TD 15 13 TD 15 4 TD 14 3 TD 3 1 TD 12 9 TD
12 8 TD 12 5 TD 12 4
PD
OU SS TV MI
98
4. Path Diagram Smartphone Usage
UJI VALIDITAS INFO
DA NI=6 NO=214 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=INFO.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
INFO
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1
FR TD 6 5 TD 4 3 TD 5 2
PD
OU SS TV MI
99
UJI VALIDITAS UTI
DA NI=4 NO=214 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=UTI.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
UTI
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
FR TD 4 3
PD
OU SS TV MI
100
UJI VALIDITAS FUN
DA NI=4 NO=214 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=FUN.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
FUN
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1
PD
OU SS TV MI
101
UJI VALIDITAS SOC
DA NI=3 NO=214 MA=PM
LA
X1 X2 X3
PM SY FI=SOC.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST
LK
SOC
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1
PD
OU SS TV MI
102
LAMPIRAN 3 – OUTPUT STATISTIK HASIL REGRESI
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 TSOC,
TCOGNITIVE,
TLBS,
TINFO,
TFUN,
TDECISION,
TUTI,
TBEHAVIORa
. Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: TSAS
Model Summary
Mod
el R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .680a .463 .442 7.47114 .463 22.075 8 205 .000
a. Predictors: (Constant), TSOC, TCOGNITIVE, TLBS, TINFO, TFUN,
TDECISION, TUTI, TBEHAVIOR
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9857.321 8 1232.165 22.075 .000a
Residual 11442.679 205 55.818
Total 21300.000 213
a. Predictors: (Constant), TSOC, TCOGNITIVE, TLBS, TINFO, TFUN, TDECISION, TUTI,
TBEHAVIOR
103
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 9857.321 8 1232.165 22.075 .000a
Residual 11442.679 205 55.818
Total 21300.000 213
a. Predictors: (Constant), TSOC, TCOGNITIVE, TLBS, TINFO, TFUN, TDECISION, TUTI,
TBEHAVIOR
b. Dependent Variable: TSAS
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 44.261 6.573 6.733 .000
TBEHAVIOR -.437 .074 -.437 -5.900 .000
TCOGNITIVE .314 .054 .314 5.803 .000
TDECISION -.151 .067 -.151 -2.264 .025
TLBS .136 .056 .136 2.419 .016
TINFO .078 .063 .078 1.245 .215
TUTI -.046 .064 -.046 -.724 .470
TFUN .121 .059 .121 2.070 .040
TSOC .100 .054 .100 1.846 .066
a. Dependent Variable: TSAS
104
Model Summary
Mode
l R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .561a .314 .311 8.29901 .314 97.263 1 212 .000
2 .640b .410 .404 7.71863 .095 34.080 1 211 .000
3 .644c .415 .407 7.70239 .005 1.890 1 210 .171
4 .658d .433 .422 7.59972 .018 6.713 1 209 .010
5 .662e .438 .425 7.58309 .005 1.918 1 208 .168
6 .662f .439 .422 7.60088 .000 .027 1 207 .869
7 .674g .454 .435 7.51467 .015 5.777 1 206 .017
8 .680h .463 .442 7.47114 .009 3.407 1 205 .066
a. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR
b. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE
c. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION
d. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS
e. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS, TINFO
f. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS, TINFO,
TUTI
g. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS, TINFO, TUTI, TFUN
h. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS, TINFO, TUTI, TFUN,
TSOC
ANOVAi
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6698.821 1 6698.821 97.263 .000a
Residual 14601.179 212 68.873
Total 21300.000 213
2 Regression 8729.216 2 4364.608 73.260 .000b
Residual 12570.784 211 59.577
105
Total 21300.000 213
3 Regression 8841.362 3 2947.121 49.676 .000c
Residual 12458.638 210 59.327
Total 21300.000 213
4 Regression 9229.054 4 2307.263 39.949 .000d
Residual 12070.946 209 57.756
Total 21300.000 213
5 Regression 9339.336 5 1867.867 32.483 .000e
Residual 11960.664 208 57.503
Total 21300.000 213
6 Regression 9340.913 6 1556.819 26.947 .000f
Residual 11959.087 207 57.773
Total 21300.000 213
7 Regression 9667.140 7 1381.020 24.456 .000g
Residual 11632.860 206 56.470
Total 21300.000 213
8 Regression 9857.321 8 1232.165 22.075 .000h
Residual 11442.679 205 55.818
Total 21300.000 213
a. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR
b. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE
c. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION
d. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS
e. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS, TINFO
f. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS, TINFO, TUTI
g. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS, TINFO, TUTI, TFUN
h. Predictors: (Constant), TBEHAVIOR, TCOGNITIVE, TDECISION, TLBS, TINFO, TUTI, TFUN, TSOC
i. Dependent Variable: TSAS
Recommended