View
241
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
PENGEMBANGAN MODEL KURSI BAGI IBU MENYUSUI YANG
ERGONOMIS BERDASARKAN UKURAN ANTROPOMETRI (UJI COBA DI
KELURAHAN PISANGAN CIPUTAT TIMUR) TAHUN 2013
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
MUHAMMAD IQBAL
NIM: 108101000046
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H/2013 M
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Mei 2013
Muhammad Iqbal, NIM: 108101000046
Pengembangan Model Kursi Bagi Ibu Menyusui Yang Ergonomis Berdasarkan
Ukuran Antropometri (Uji Coba Di Kelurahan Pisangan Ciputat Timur) 2013
xvii + 107 halaman, 8 tabel, 1 bagan, 31 gambar, 4 lampiran
ABSTRAK
Sebagian besar kursi di pasaran tidak menerapkan prinsip ergonomis. Hal
tersebut dikarenakan kursi-kursi di pasaran tidak melakukan pengukuran terhadap
ukuran tubuh untuk para konsumennya, sehingga banyak orang mengalami pegal-pegal
pada leher, punggung, pinggang, dan tangan akibat terlalu lama duduk di kursi yang
tidak nyaman. Dalam merancang kursi yang ergonomis perancangannya dapat dilakukan
dengan melakukan pengukuran antropometri. Hasil dari studi pendahuluan yang
dilakukan pada 10 orang ibu didapatkan bahwa yang mengeluhkan tentang MSDs
sebanyak 90%, kelelahan ringan 80% dan kelelahan menengah sebanyak 20%,
ketidaknyamanan sebanyak 75%
Penelitian ini bertujuan untuk pengembangan model kursi yang ergonomis untuk
ibu menyusui melalui perhitungan antropometri di kelurahan Pisangan Ciputat Timur
tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium dengan melakukan
langkah-langkah rancang bangun yang dilakukan pada bulan Juli sampai Februari 2013.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 15 responden untuk dilakukan perbandingan
data antara data nasional dengan data di kelurahan Pisangan.
Berdasarkan hasil penelitian, setelah data antropometri ibu menyusui Indonesia
dan data antropometri ibu di kelurahan Pisangan di bandingkan. Diketahui hasil dari uji
coba tersebut, bahwa ukuran untuk dimensi rancangan kursi ini adalah untuk lebar
sandaran yaitu 53 cm, panjang sandaran tangan yaitu 43 cm, tinggi sandaran yaitu 90
cm, tinggi sandaran tangan yaitu 19 cm, lebar alas kursi yaitu 49 cm, panjang kedalaman
kursi 43 cm, tinggi alas kursi yaitu 38 cm, sudut sandaran kursi yaitu >100 derajat
karena adjustable, untuk sudut alas kursi yaitu 10 derajat, dan ketebalan bantalan 4 cm.
Oleh karena itu, disarankan kepada para ibu menyusui untuk sebisa mungkin
menggunakan kursi saat menyusui agar dapat menopang tubuh ibu agar terhindar dari
bahaya kesehatan dan apabila ibu tidak memiliki kursi usahakan memakai benda lain
yang empuk untuk menopang tubuh ibu..
Daftar Bacaan : 37 (1988 – 2011)
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF SAFETY AND OCCUPATIONAL HEALTH
Thesis, Mei 2013
Muhammad Iqbal, NIM: 108101000046
Model Development Chair For Nursing Mothers The Ergonomics Based
Anthropometric Dimensions (Trial In Kelurahan Pisangan Ciputat Timur) 2013
xvii + 107 pages, 8 tables, 1 bagan, 31 images, 4 attachment
ABSTRAK
Most of the seats on the market do not apply ergonomic principles. That is
because the chairs on the market did not take measurements of body size for its
customers, so many people experiencing stiffness of the neck, back, waist, and hands
from too long sitting in uncomfortable chairs. In designing the ergonomic chair design
can be done by performing anthropometric measurements. Results of a preliminary
study conducted on 10 mothers found that MSDs are complaining about as much as
90%, fatigue 80% lighter and 20% intermediate fatigue, discomfort as much as 75%
This study aims to develop a model of ergonomic chair for nursing mothers in
the villages through anthropometric calculations Pisangan Ciputat Timur in 2013. This
research was a laboratory by performing design steps undertaken from July 2012 to
February 2013. The number of samples in this study were 15 respondents for the
comparison of data between national data with the data in the sub Pisangan.
Based on the results of the study, after Indonesia anthropometric data
breastfeeding mothers and mothers in the village anthropometric data Pisangan compare.
Known results of the trial, that the dimensional size of this seat design is for the backrest
width 53 cm, armrest length is 43 cm, backrest height is 90 cm, the armrest height 19
cm, seat width is 49 cm, long seat depth 43 cm, seat height 38 cm, the seat backrest
angle > 100 degrees for adjustable, for seat angle is 10 degrees, and a thickness of 4 cm
pads.
Therefore, it is suggested to the nursing mother to use the seat as much as
possible in order to support the breastfeeding mother's body in order to avoid health
hazards and if the mother does not have a seat try to use other objects to prop up the
mother's body cushioned.
References : 37 (1988 – 2011)
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Data Diri
Nama Lengkap : Muhammad Iqbal
TTL : Jakarta, 12 Agustus 1990
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Telepon : 085697104359
Email : Kubilvildag@yahoo.co.id
Alamat : Vila Dago tol Blok D16 No 08 Serua Ciputat Tangerang Selatan
15414
RIWAYAT PENDIDIKAN
Tahun
1996 – 2002 SD Negeri Gintung 2
2002 – 2005 SMP Negeri 2 Ciputat
2005 – 2008 SMA Negeri 1 Ciputat
2008 – sekarang S1 – Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2009 – Sekarang Kepala divisi penelitian dan pengembangan wacana Suara Kreasi
anak bangsa Dewan Pimpinan Cabang Tangerang Selatan
2010 – 2012 Menteri seni budaya dan olahraga Bem jurusan Kesehatan
masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang maha segalanya, syukur penulis ucapkan
padamu ya Rabb, karena akhirnya penyusunan laporan magang ini selesai. Tak lupa
penulis haturkan Shalawat dan salam kepada baginda Rasulallah SAW yang membawa
umatnya dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang. Dengan penuh
kesadaran penyusun yakin bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi
Tentang “Pengembangan model kursi menyusui yang ergonomis berdasarkan ukuran
antropometri (uji coba di kelurahan Pisangan Ciputat Timur) 2013” .
Penyelesaian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penyusun, melainkan
banyak pihak yang memberikan bantuan baik moril maupun materil, sekiranya patutlah
bagi penyusun untuk berterima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Allah SWT, Tuhan semesta alam yang kasih sayangnya tak pernah ada habis-
habisnya dalam memberikan nikmatnya kepada manusia.
2. Nabi tercinta, Muhammad SAW yang selalu berjuang tak pernah henti
membela kebenaran islam walaupun banyak rintangan dan halangan.
3. Kepada bapak, mama dan adikku tercinta yang memberikan doa dan ketulusan
serta rasa saying yang tak terbatas terhadap diriku.
4. Kepala Jurusan Kesehatan Masyarakat ibu Febrianti, SP, M, Si yang selalu
berusaha dengan keikhlasannya memajukan jurusan kesehatan masyarakat
agar bisa berdiri diatas dari jurusan-jurusan lain.
5. Dosen Pembimbing Skripsi ibu Yuli Amran, MKM dan dr.Yuli Satar
Prapanca, MARS yang selalu memberikan motivasi dan arahan kepada saya
untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.
6. Dosen penguji ibu Iting Shofwati, ST, MKKK yang telah menguji skripsi saya
dengan penuh kebijaksanaan.
7. Bapak Ghazali yang selalu membuatkan surat-surat untuk kepentingan skripsi
saya semoga atas keikhlasannya mendapat balasan dari Allah SWT.
8. Kawan-kawan tim penelitian kursi ergonomis yang telah menemani saya
selama penelitian yang hampir setengah tahun ini ; Liadzul Khalifah, Lilis,
Nadya Hanifa, Dhevy Eka Rusdiana, Titi Rachmawati.
9. Sahabat-sahabat tercinta di Kesehatan Masyarakat 2008 dan adik kelas 2009,
2010, dan 2011 yang selalu mendukung dan memotivasi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada kak Yuni Ristiani, Tamalia Rachmi, Siska Yuniati, Pipit
Bhayangkari, Muhammad Arbi, Septi Hervita yang memotivasi saya juga
untuk cepat-cepat lulus.
11. Kepada Saffira Anindita yang selalu memberikan dorongan dan semangat
untuk cepat menyelesaikan revision skripsi ini
Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penyusun berharap semua
kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
Terakhir penyusun berharap semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penyusun dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................................. ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii
Daftar Tabel ............................................................................................................... xi
Daftar Bagan ............................................................................................................. xii
Daftar Gambar .......................................................................................................... xiii
Daftar Lampiran ....................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 9
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................. 10
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 10
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................ ..... 10
1.4.2 Tujuan khusus ........................................................................................ ..... 10
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menyusui ............................................................................................................... 11
2.1.1 Pengertian dan Definisi ..................................................................... 11
2.1.2 Air Susu Ibu (ASI) ............................................................................ 11
2.1.3 Posisi Menyusui ................................................................................ 13
2.2 Ergonomi ................................................................................................................ 25
2.2.1 Pengertian Ergonomi ......................................................................... 25
2.2.2 Prinsip Ergonomi ............................................................................... 27
2.3 Kenyamanan ........................................................................................................... 29
2.3.1 Pengertian ...................................................................................... 29
2.4 Kelelahan ............................................................................................................. 31
2.4.1 Pengertian ....................................................................................... 31
2.5 Musculoskeletal Disorders (MSDS) .................................................................... 33
2.5.1 Pengertian ........................................................................................ 33
2.6 Tempat Duduk ...................................................................................................... 34
2.6.1 Dasar-dasar Tempat Duduk .............................................................. 34
2.6.2 Tulang Belakang Saat Duduk ........................................................... 36
2.7 Antropometri ......................................................................................................... 41
2.7.1 Nilai Percentile ................................................................................. 41
2.7.2 Desain Kursi ..................................................................................... 43
2.7.3 Dimensi Kursi .................................................................................. 46
BAB III ALUR PIKIR PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................... 56
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................... 57
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Metodologi Penelitian ........................................................................................... 59
4.1.1 Langkah-langkah Rancang bangun .................................................. 59
4.1.2 Diagram Alir Rancang Bangun ....................................................... 61
4.2 Sampel Penelitian .................................................................................................. 62
4.3 Desain Penelitian .................................................................................................. 64
4.4 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................................... 64
4.5 Instrumen Penelitian dan Sumber Data ................................................................. 64
4.6 Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 64
4.7 Pengolahan Data ................................................................................................... 65
4.8 Analisis Data ......................................................................................................... 65
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Data Antropometri ....................................................................................... 66
5.1.1 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Indonesia tahun 2010 ............ 66
5.1.2 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita di Kelurahan
Pisangan tahun 2013 ........................................................................ 67
5.1.3 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Indonesia tahun 2010
dan kelurahan Pisangan tahun 2013 dalam percentile ..................... 69
5.1.4 Dimensi Kursi Pendukung Rancangan Kursi ................................... 78
5.1.5 Gambar Rancangan Kursi Ergonomi ............................................... 79
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 82
6.2 Rancangan Kursi ................................................................................................... 82
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 91
7.2 Saran ..................................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Daftar Tabel Halaman
2.1 Faktor yang mempengaruhi kenyamanan duduk 36
2.2 Values of z for selected percentile (p) 42
2.3 Data Antropometri Wanita Indonesia tahun 2010 55
3.1 Definisi Operasional 57
5.1 Data Antropometri Wanita Indonesia 2010 53
5.2 Data Antropometri Wanita Di Kelurahan Pisangan 2013 67
5.3 Data Percentile Anntropometri Wanita Indonesia 2010 dan
Kelurahan Pisangan tahun 2013
69
5.4 Dimensi Kursi Pendukung Rancangan Kursi 78
DAFTAR BAGAN
Daftar bagan Halaman
3.1 Kerangka Konsep 56
DAFTAR GAMBAR
Daftar Gambar Halaman
2.1 Posisi menyusui dengan berdiri yang benar 13
2.2 Posisi menyusui dengan duduk yang benar 13
2.3 Posisi Menyusui dengan rebahan yang benar 14
2.4 Posisi Cradle Hold 17
2.5 Posisi Cross Cradle 17
2.6 Posisi Football Hold 17
2.7 Posisi menyusui balita pada kondisi normal 18
2.8 Posisi menyusui bayi baru lahir yang benar di ruang perawatan 18
2.9 Menyusui bayi baru lahir dengan posisi berbaring miring 18
2.10 Posisi menyusui bayi bila ASI penuh 18
2.11 Posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan 18
2.12 Cara meletakkan bayi 20
2.13 Cara memegang payudara 20
2.14 Cara merangsang mulut bayi 20
2.15 Perlekatan yang benar 21
2.16 Perlekatan yang salah 21
2.17 Posisi tulang belakang saat keadaan duduk 38
2.18 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Tinggi 44
2.19 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Rendah 45
2.20 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Panjang 45
2.21 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Pendek 46
2.22 Dimensi Kursi 48
2.23 Sandaran Kursi Yang Benar dan Sandaran Kursi Yang Salah 52
2.24 Sudut Sandaran kursi dan Alas kursi 53
4.1 Diagram Alir Metode Perancangan Produk 61
5.1 Dimensi Tubuh Saat Duduk 70
5.2 Dimensi Tubuh Saat Duduk 73
5.3 Dimensi Tubuh Saat Duduk 75
5.4 Dimensi Tubuh Saat Duduk 77
5.5 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak Kiri 80
5.6 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak Kanan 80
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
Lampiran 1 Lembar Observasi Data Antropometri Ibu Menyusui
Lampran 2 Gambar Rancangan Kursi Ergonomi
Lampran 3 Data Antropometri Ibu Menyusui Di Kelurahan Pisangan tahun
2013
Lampiran 4 Data Output Antropometri Ibu Menyusui Di Kelurahan Pisangan
Tahun 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi saat ini sudah begitu pesatnya, sehingga peralatan
sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya
peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Pada masa kini dalam
melakukan pekerjaan dibutuhkan peralatan yang dapat membantu manusia dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Dalam menggunakan alat untuk melakukan suatu
pekerjaan harus diperhatikan beberapa hal contohnya yaitu desain dari alat tersebut,
apakah desain alat tersebut sesuai atau tidak dengan pekerjaan tersebut. Bila alat itu
tidak sesuai dengan pekerjaan tersebut maka dapat muncul resiko yang dapat
membahayakan manusia yang melakukan pekerjaan. Desain alat sangat penting
dalam menentukan keselamatan dan kesehatan dari para pekerja (Puskesja Depkes,
2004).
Desain yang baik berarti mempunyai kualitas fungsi yang baik, tergantung
pada sasaran mendesain pada umumnya, bahwa sasaran berbeda menurut kebutuhan
dan kepentingannya. Kepentingan desain dalam aspek kesehatan dan keselamatan
kerja adalah untuk menjamin kesehatan dan keselamatan bagi pekerja, maka dari itu
diperlukan penyesuaian alat dengan proses kerja yang dilakukan oleh para pekerja
yang melakukan pekerjaanya. Penyesuaian antara pekerjaan yang dilakukan dengan
alat yang digunakan dan juga antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja di
kenal dengan pendekatan ergonomi.
Ergonomi adalah ilmu tentang kerja, dimana mempertimbangkan faktor
manusia sebagai pelaku pekerjaan, bagaimana cara melakukan pekerjaan tersebut,
peralatan yang digunakan, tempat dilakukannya pekerjaan, dan aspek psikososial
dari situasi pekerjaan (Pheasant, 2003). Esensi dasar dari ergonomi dalam proses
perancangan desain adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan
manusia agar bisa terakomodasi dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah “man
made object” (Sritomo, 2000). Fokus perhatian dari sebuah kajian ergonomis akan
mengarah ke upaya pencapaian penyesuaian antara pekerjaan dan alat yang
digunakan agar dapat memenuhi kepentingan manusia yakni perihal keselamatan,
kesehatan, keamanan maupun kenyamanan.
Menurut Suma‟mur (1996), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kesehatan kerja adalah yang berhubungan dengan ergonomi yaitu sikap dan cara
kerja (postur tubuh), beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam
kerja yang tidak sesuai, dan kerja yang berulang-ulang. Awal dari efek pengaruh-
pengaruh tersebut adalah akan terjadinya ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan ini
dapat terjadi karena prinsip ergonomi belum diterapkan dalam hal melakukan
pekerjaan. Setelah terjadi ketidaknyamanan maka tubuh akan mengalami perasaan
lelah. Grandjen (1988) dalam Pheasant (2003) mengatakan bahwasanya faktor yang
mempengaruhi kelelahan adalah intensitas lamanya pembebanan fisik (masa kerja)
dan mental.
Proses kerja atau pekerjaan yang dilakukan manusia sangat banyak sekali,
salah satunya adalah menyusui. Ibu menyusui melakukan pekerjaan menyusui
secara rutin untuk bayi pada enam bulan pertama. Pentingnya pemberian ASI pada
6 bulan pertama tertuang pada ketetapan di dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2013 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
eksklusif, ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan
selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain.
Menyusui dilakukan selama bayi mau, rata-rata 15 sampai 30 menit pada
beberapa minggu pertama (Fredregill, 2010). Sutjiningsih (1997) menyatakan bahwa
setelah produksi ASI cukup, bayi dapat disusukan pada kedua buah payudara secara
bergantian, tiap payudara sekitar 10-15 menit (tidak boleh lebih dari 20 menit) dan
Fredregill (2010) menyatakan bahwa untuk menggunakan payudara, sangat jarang
dibutuhkan waktu lebih dari 20 menit per payudara. Semakin sering menyusui, selain
kebutuhan ASI bayi terpenuhi, juga untuk memberikan isyarat kepada tubuh ibu
untuk memproduksi ASI lebih banyak sebagai persiapan kebutuhan pertumbuhan
bayi. (Fredregill, 2010)
Setiap ibu yang menyusui harus berada pada posisi yang tepat dan dalam
kondisi nyaman karena hal ini akan mempengaruhi proses laktasi (Roesli, 2009). Hal
ini diperkuat dengan pernyataan Behrman (2000) dalam Rahayu dan Sudarmiati
(2012) bahwa kegagalan dalam menyusui seringkali disebabkan oleh kesalahan
posisi menyusui sehingga menyebabkan puting ibu lecet lalu ibu enggan untuk
menyusui yang dapat berakibat produksi ASI menurun dan bayi tidak puas menyusu.
Selama kegiatan menyusui berlangsung, ibu dipaksa untuk memposisikan diri dan
bayi secara tepat agar proses menyusui dapat berjalan lancar. Ibu akan berada pada
posisi tertentu selama 20-30 menit (jika rentang waktu menyusui 10-15 menit per
payudara) dan berkali-kali (sesering mungkin, sesuai dengan permintaan bayi) setiap
harinya hingga beberapa bulan selama masa pemberian ASI. Menurut Widodo
(2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu saat menyusui terutama pada masa-
masa awal menyusui adalah posisi duduk berupa posisi cradle hold, cross cradle,
dan football hold.
Posisi ibu selama menyusui menentukan bagaimana postur tubuh ibu selama
kegiatan menyusui berlangsung. Edy dan Samad (2011) menyebutkan bahwa postur
tubuh merupakan salah satu dari hal yang paling sering dihubungkan dengan faktor
risiko ergonomi. Suryana (2001) dalam Rahmawati dan Sugiharto (2011)
menyatakan bahwa seorang pekerja bila bekerja tidak pada posisi ergonomis, maka
akan cepat merasa lelah, sering mengeluh sakit leher, sakit pinggang, rasa semutan,
pegal-pegal di lengan dan tungkai serta gangguan kesehatan lainnya
Kegiatan menyusui tersebut dilakukan berulang-ulang dalam satu siklus,
sehingga sangat rentan bagi ibu mengalami gangguan MSDs. Gangguan MSDs ini
biasanya terjadi bukan hanya karena jenis pekerjaannya yang berulang, tetapi juga
banyak faktor lainnya yang menyebabkan hal ini seperti cara kerja, kondisi tempat
kerja dan peralatan yang tidak ergonomis. Menurut Roberts (2011), terjadinya
MSDs ini dikarenakan oleh masalah psikologis, perubahan posisi dan kegiatan fisik
yang menempatkan wanita menyusui dalam resiko gejala MSDs. Menurut Borg-
Stein dan Dugan (2007) dalam Roberts (2011) setelah dilakukan pengestimasian
secara virtual kepada seluruh wanita yang melakukan menyusui Sakit pada
punggung adalah kejadian paling umum yang dikeluhkan oleh ibu menyusui dengan
presentase sebesar 50%. Untuk permasalahan ibu menyusui ini diperlukan alat
untuk membantu ibu terhindar dari resiko-resiko ini yaitu kursi ergonomis.
Kursi merupakan salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang
baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu
menghindari ke tidak nyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan
memiliki penyangga punggung (Wasi W, 2005). Rancangan sebuah kursi kerja
harus didasarkan pada data antropometrik yang dipilih dengan tepat, karena jika
tidak maka akan muncul keraguan bahwa hasil rancangan tersebut akan dapat
menciptakan kenyamanan bagi pemakainya. Saat menentukan ukuran kursi, aspek-
aspek antropometri harus dihubungkan dengan kebutuhan biomekanika yang
terlibat. Stabilisasi tubuh bukan hanya melibatkan landasan duduk saja, tetapi juga
kaki, telapak kaki, punggung yang juga bersandar pada bagian lain permukaan
kursi. Jika karena perancangan antropemetrik yang tidak tepat dan terbentuk suatu
kursi yang tidak memungkinkan pemakainya untuk menyandarkan punggung atau
kakinya pada permukaan, maka ketidakstabilan tubuh akan meningkat dan tenaga
otot tambahan akan diperlukan untuk menjaga keseimbangan. Makin besar tingkat
tenaga atau kontrol otot yang diperlukan, makin besar pula kelelahan fisik dan
ketidaknyamananan yang ditimbulkan. (Panero, dkk, 2003 dalam Fahma, dkk,
2010).
Sebagian besar kursi di pasaran tidak menerapkan prinsip ergonomi. Kursi-
kursi yang ada di pasaran kebanyakan tidak sesuai dengan postur tubuh kita. Hal
tersebut di karenakan kursi-kursi di pasaran tidak melakukan pengukuran terhadap
ukuran tubuh untuk para konsumennya. Sehingga banyak orang-orang mengalami
pegal-pegal leher, punggung, pinggang, tangan, dan kaki akibat terlalu lama duduk
di kursi yang tidak ergonomis. Ada banyak penelitian telah dilakukan dalam
merancang kursi dengan pendekatan ergonomis, tetapi belum ada kursi yang cocok
untuk aplikasi ibu menyusui. Hal tersebut di karenakan masih tidak
dipertimbangkannya sebuah kursi ergonomis bagi ibu menyusui untuk mengurangi
rasa sakit yang dihadapi oleh ibu dan juga mempertimbangkan kenyamanan bayi.
Saat merancang kursi yang ergonomis, perancangannya dapat dilakukan dengan
melakukan pengukuran antropometri. Antropometri sendiri adalah ilmu yang
berkaitan dengan pengukuran dimensi dan cara untuk mengaplikasikan karakteristik
tertentu dari tubuh manusia (Roebuck, 1994) dalam Wardani (2004). Menurut
Pheasant (1988) Anthropometri dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang secara
khusus berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia yang digunakan untuk
menentukan perbedaan pada individu, kelompok, dan sebagainya. Perbandingan
fungsional individual orang dewasa dan anak-anak dapat diketahui dengan system
proporsi anthromorfis didasarkan pada dimensi-dimensi tubuh manusia. Salah satu
caranya adalah dengan mengukur tubuh dalam berbagai posisi standard dan tidak
bergerak (static anthropometry), serta saat melakukan gerakan tertentu yang
berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan (dynamic anthropometry). Salah
satu tujuan dalam pengukuran ini adalah untuk memberikan posisi yang nyaman
saat ibu menyusui anaknya.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada ibu menyusui yang
dilaksanakan di kelurahan Pisangan Ciputat Timur pada bulan Juli 2013 dengan cara
mengobservasi tentang MSDs, kelelahan, dan kenyamanan. Adapun hasil studi
pendahuluan mengenai MSDs diketahui dari 10 responden yang mengeluhkan
MSDs sebanyak 90% (9 orang). Dengan rincian keluhan berdasarkan area tubuh
sebagai berikut pada bagian leher sebesar 40%, bagian bahu sebesar 70%, bagian
lengan atas dan bawah sebesar 70%, bagian pergelangan tangan sebesar 40%,
bagian tangan sebesar 30%, bagian punggung sebesar 70%, bagian pinggang
sebesar 50%, bagian bokong sebesar 40%, bagian pantat sebesar 50%, bagian paha
sebesar 20%, bagian lutut sebesar 40%, bagian betis sebesar 40%, pergelangan kaki
sebesar 40%, bagian kaki sebesar 70%.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan mengenai kelelahan adalah sebagai
berikut pada 10 ibu menyusui dibawah 6 bulan diketahui rata-rata ibu menyusui
mengalami kelelahan ringan 80% dan kelelahan menengah 20% Artinya, dari 10
orang yang diwawancarai diketahui seluruh ibu menyusui mengalami kelelahan
dalam meyusui. Meskipun tingkat kelelahannya berbeda-beda namun jika terjadi
secara berulang-ulang berakibat kepada kelelahan kronis yang mampu
mempengaruhi pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh dan jika
dipaksakan terus menerus kelelahan akan bertambah dan sangat menganggu hingga
menyebabkan kelelahan klinis yang berdampak pada peningkatan angka sakit
(Suma‟mur, 1986).
Hasil studi pendahuluan mengenai ketidaknyamanan menunjukkan bahwa ada
dua macam sikap duduk ibu saat menyusui, yaitu duduk di atas kursi sofa (25%) dan
duduk tanpa menggunakan kursi yaitu duduk di atas lantai dengan dan/atau tanpa
alas duduk (75%). Berdasarkan hasil observasi ditemukan bahwa postur tubuh ibu
saat menyusui dengan duduk tersebut tidak berada pada postur duduk yang baik,
yaitu ibu agak membungkuk, pandangan ibu mengarah ke bayi sehingga ibu
menekukkan kepala dan membengkokkan leher, lengan atas dan lengan bawah ibu
menyangga beban bayi yang rata-rata lebih dari 4,5 kg sehingga hal ini
menyebabkan juga bahu ibu tidak relaks. Ibu yang duduk dengan menggunakan
kursi saat menyusui, tidak menggunakan sandaran punggung, tinggi sandaran, dan
sandaran tangan yang ada. Berdasarkan kuesioner Body Part Discomfort Scale, dari
80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu mengalami ketidaknyamanan pada
beberapa bagian tubuh, yaitu leher (23%), punggung bagian atas (23%), punggung
bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan tangan (10%), bahu (10%),
dan pinggul (5%).
Kursi yang digunakan oleh ibu saat menyusui ini saat diukur ternyata ada
beberapa dimensi kursi yang kurang sesuai dengan antropometri ibu. Dimensi kursi
yang kurang sesuai ini adalah kedalaman alas kursi dan tinggi sandaran kursi. Untuk
kedalaman alas kursi yang ukurannya 56 cm ternyata ukuran antropometri tubuh ibu
untuk dimensi kedalaman alas kursi ini sebesar 46,7 cm. Bila dilihat dari ukuran itu
ada perbedaan 9-10 cm, sehingga ibu berpeluang tidak menggunakan sandaran kursi
tersebut untuk posisi yang relaks dan akan memposisikan punggung agak
membungkuk kedepan dan bagian alas kursi akan menekan daerah tepat dibelakang
lutut, hal ini dapat menghambat aliran darah kekaki dan menimbulkan
ketidaknyamanan.
Berdasarkan studi pendahuluan di atas, maka saya bermaksud untuk
melakukan pengembangan model kursi ergonomis bagi ibu menyusui untuk dapat
membuat ibu merasa nyaman, tidak merasa lelah dan terhindar dari keluhan dan
gangguan MSDs dengan bantuan kursi ergonomis ini. Penelitian ini merupakan
ruang lingkup penelitian Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dimana kajian
penelitian ini mencakup masalah ergonomi yang masih termasuk cakupan kajian
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Juli 2013
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur 2013. Adapun hasil studi pendahuluan mengenai
MSDs diketahui dari 10 responden yang mengeluhkan MSDs sebanyak 90% (9
orang). Dengan keluhan paling sering berdasarkan area tubuh sebagai adalah pada
bagian bahu, bagian lengan atas, lengan bawah dan bagian punggung sebesar 70%.
Mengenai tentang kelelahan, pada 10 ibu menyusui dibawah 6 bulan diketahui
rata-rata ibu menyusui mengalami kelelahan ringan 80% dan kelelahan menengah
20% Artinya, dari 10 orang yang diwawancarai diketahui seluruh ibu menyusui
mengalami kelelahan dalam menyusui.
Mengenai tentang ketidaknyamanan, Berdasarkan kuesioner Body Part
Discomfort Scale, dari 80% ibu yang menyusui dengan duduk, 75% ibu mengalami
ketidaknyamanan pada beberapa bagian tubuh, yaitu leher (23%), punggung bagian
atas (23%), punggung bagian bawah (17%), lengan bawah (12%), pergelangan
tangan (10%), bahu (10%), dan pinggul (5%). Hal ini disebabkan sebagian besar
karena tidak adanya alat bantu untuk membantu menopang postur tubuh ibu saat
menyusui, sehingga banyak posisi-posisi ibu yang membuat tubuh menjadi tidak
nyaman. Berdasarkan permasalahan ini peneliti ingin membuat sebuah rancangan
kursi yang ergonomis untuk membantu ibu saat menyusui bayinya.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana hasil pengukuran antropometri pada ibu menyusui?
2. Bagaimana rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui??
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk pengembangan model kursi yang ergonomis untuk ibu menyusui
melalui perhitungan antropometri di kelurahan Pisangan Ciputat Timur 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diperolehnya informasi ukuran antropometri wanita nasional dan
kelurahan Pisangan Ciputat Timur tahun 2013.
2. Diperolehnya rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui berdasarkan
ukuran antropometri wanita nasional dan kelurahan Pisangan Ciputat
Timur tahun 2013.
3.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Ibu Menyusui
Hasil Penelitian ini yang berupa produk kursi ergonomis ini dapat
menjadi salah satu solusi ibu menyusui dalam menyelesaikan salah satu resiko
kesehatan seperti MSDs.
1.5.2 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain untuk
melakukan perancangan kursi ergonomis bagi ibu menyusui.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kesehatan dan keselamatan kerja yang
dilaksanakan oleh mahasiswa Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program
Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang dilakukan pada bulan Juni sampai September 2013. Adapun lokasinya di
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Peneliti akan melakukan perancangan dengan
menggunakan dua data yaitu data ukuran antropometri wanita Indonesia tahun 2010
yang didapatkan dengan melakukan studi literature dan data ukuran antropometri
wanita di kelurahan Pisangan tahun 2013 dengan melakukan pengukuran langsung
dengan menggunakan alat. Kedua data tersebut akan dibandingkan untuk
mendapatkan suatu ukuran untuk membuat rancangan kursi. Setelah peneliti
mendapatkan data-data tersebut, peneliti akan memulai membuat rancangan dengan
hasil akhir sebuah prototype dari kursi ergonomis tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menyusui
2.1.1 Pengertian dan Definisi
Menyusui adalah proses pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi,
dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan
ASI. Menyusui merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak
diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal namun membutuhkan
kesabaran, waktu, dan pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari
lingkungan keluarga terutama suami ( Roesli, 2000), Lawrence (1994) dalam
Roesli (2001), menyatakan bahwa menyusui adalah pemberian sangat
berharga yang dapat diberikan seorang ibu pada bayinya. Dalam keadaan
miskin, sakit atau kurang gizi, menyusui merupakan pemberian yang dapat
menyelamatkan kehidupan bayi. Hal tersebut sejalan dengan Suryaatmaja
dalam Soetjiningsih (1997), yang mengatakan menyusui adalah realisasi dari
tugas yang wajar dan mulia seorang ibu.
2.1.2 Air Susu Ibu (ASI)
ASI adalah makanan terbaik yang dapat diberikan ibu kepada anaknya
yang baru dilahirkannya. Komposisi ASI berubah setiap saat sesuai dengan
kebutuhan bayi dan bila diberikan dengan baik dan benar dapat memenuhi
kebutuhan untuk tumbuh kembang bayi secara optimal sampai 6 (enam)
bulan. Selain itu ASI mengandung makrofag, limfosit dan antibodi yang dapat
mencegah bayi terinfeksi dengan penyakit tertentu. Pemberian ASI
mempunyai pengaruh biologis dan emosional yang luar biasa terhadap
kesehatan ibu dan anak serta terdapatnya hubungan yang erat antara menyusui
ekslusif dan penjarangan kelahiran (Suradi, 2001). Hal yang sama juga
diunkapkan oleh Roesli (2000), ASI sebagai makanan tunggal yang akan
mencukupi kebutuhan tumbuh bayi sampai 6 bulan. Setelah usia 6 (enam)
bulan, bayi harus. mulai mendapatkan makanan padat, sedangkan pemberian
ASI dapat terus dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.
2.1.3 Posisi Menyusui
Terdapat berbagai macam posisi menyusui. Cara menyusui yang
tergolong biasa dilakukan adalah dengan duduk, berdiri, atau berbaring.
Gambar 2.1
Posisi Menyusui dengan Berdiri yang
Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha,
2009)
Gambar 2.2
Posisi Menyusui dengan Duduk yang
Benar (Perinasia, 1994 dalam Saleha,
2009)
Menurut Bahiyatun (2009), ada dua posisi ibu dan bayi yang benar saat
menyusui, yaitu:
a. Berbaring miring. Ini posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang
pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau merasa nyeri.
b. Duduk. Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung
ibu, dalam posisinya tegak lurus (90o) terhadap pangkuannya. Ini mungkin
dapat dilakukan dengan duduk bersila di atas tempat tidur atau di lantai atau
duduk di kursi.
Posisi berbaring miring atau duduk (dengan punggung dan kaki ditopang)
memaksimalkan bentuk payudaranya dan memberi ruang untuk menggerakkan
bayinya ke posisi yang baik. Badan bayi harus dihadapkan ke arah badan ibu dan
mulutnya dihadapkan pada puting susu ibu. Leher bayi harus sedikit
ditengadahkan. Bayi sebaiknya ditopang pada bahunya sehingga posisi kepala
Gambar 2.3
Posisi Menyusui dengan Rebahan yang Benar
(Perinasia, 1994 dalam Saleha, 2009)
yang agak tengadah dapat dipertahankan. Kepala dapat ditopang dengan jari-jari
tangan yang telentang atau pada lekukan siku ibunya.
Menurut Widodo (2011), posisi yang paling banyak digunakan ibu saat
menyusui terutama pada masa-masa awal menyusui adalah posisi duduk yang
berupa posisi cradle hold, cross cradle, dan football hold.
a. Cradle Hold
Posisi ini adalah yang paling banyak dipraktekkan ibu menyusui.
Posisi ini baik digunakan untuk wanita yang baru saja operasi Caesar, bayi
yang berusia satu bulan atau lebih, dan menyusui saat sedang bepergian
karena tidak terlalu memerlukan penyangga (lengan ibu sebagai penyangga).
Cara:
1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh
disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga agar
posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah.
2) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu.
Lengan yang digunakan adalah lengan pada sisi yang sama dengan
payudara yang akan digunakan untuk menyusui (lengan kanan saat akan
menyusui dengan payudara kanan).
3) Kepala dan leher bayi ditempatkan pada lekuk siku.
4) Dekatkan kepala (bibir) bayi pada payudara dengan mengangkat lengan
(bukan membungkuk).
b. Cross Cradle
Posisi ini baik digunakan pada hari-hari pertama setelah melahirkan,
ibu yang baru belajar menyusui, dan bayi prematur. Pada saat ibu berada
pada posisi ini, ibu sebaiknya duduk tegak dengan bayi didekatkan pada
payudara dan bukan ibu yang membungkuk untuk mendekatkan payudara ke
bayi.
Cara:
1) Ibu duduk pada kursi berlengan yang nyaman, punggung tegak (boleh
disangga dengan bantal agar dapat bersandar dengan nyaman). Jaga agar
posisi tidak membungkuk karena akan cepat lelah.
2) Tangan ibu pada sisi yang berseberangan dengan payudara yang
menyusui, memegang kepala dan leher bayi (tangan kanan digunakan bila
akan menyusui dengan payudara kiri, dan sebaliknya).
3) Punggung dan bokong bayi disangga dengan lengan bawah ibu pada
tangan yang sama.
4) Tangan dapat digunakan untuk mengarahkan bayi ke payudara.
c. Football Hold
Dinamakan football karena Anda memegang bayi seperti memegang
bola football pada sisi tubuh (di bawah ketiak). Posisi ini baik untuk ibu yang
baru menjalani operasi Caesar (yang sudah boleh duduk), bayi kembar, dan
untuk ibu yang memiliki ukuran payudara sangat besar.
Cara:
1) Punggung hingga bokong bayi ditempatkan pada lengan bawah ibu,
dengan daerah bokong pada lipat siku ibu. Lengan yang digunakan adalah
lengan pada sisi yang sama dengan payudara yang akan digunakan untuk
menyusui (lengan kanan saat akan menyusui dengan payudara kanan).
2) Lengan ibu tidak ditempatkan di depan tubuh, namun di samping (seperti
mengapit tas).
3) Telapak tangan ibu menyangga kepala dan leher bayi, seluruh tubuh bayi
menghadap ke payudara (sisi tubuh) ibu.
4) Letakkan penyangga (bantal atau bantal menyusui) pada sisi tubuh yang
digunakan, di bawah lengan ibu dan tubuh bayi.
Tanda bayi telah berada dalam posisi menyusu yang baik: (Bahiyatun, 2009)
a. Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu.
b. Mulut dan dagunya berdekatan dengan payudara.
Gambar 2.4
Posisi Cradle Hold
Gambar 2.5
Posisi Cross Cradle
Gambar 2.6
Posisi Football Hold
c. Areola tidak terlihat dengan jelas.
d. Bayi terlihat melakukan isapan yang lamban dan dalam serta menelan ASI-
nya.
e. Bayi terlihat tenang dan senang.
f. Ibu tidak merasakan adanya nyeri pada puting susu.
Ada situasi khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu, seperti ibu
pascaoperasi caesar. Bayi diletakkan di samping kepala ibu dengan posisi kaki di
atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara seperti memegang bola bila
disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan kanan. Pada ASI yang memancar
(penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala
bayi, sehingga dengan posisi ini bayi tidak tersedak. (Saleha,
2009).
Gambar 2.7
Posisi Menyusui Balita pada
Kondisi Normal (Perinasia, 1994 dalam
Saleha, 2009)
Gambar 2.8
Posisi Menyusui Bayi Baru Lahir yang
Benar di Ruang Perawatan
(Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.9
Menyusui Bayi Baru Lahir dengan Posisi Berbaring Miring
(Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
1. Langkah-langkah Menyusui yang Benar
a. Langkah-langkah menyusui yang benar menurut Bahiyatun (2009) adalah
sebagai berikut:
1) Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada
puting dan areola payudara. Cara ini mempunyai manfaat sebagai
desinfeksi dan menjaga kelembaban puting susu.
2) Bayi diposisikan menghadap perut atau payudara ibu.
3) Ibu duduk atau berbaring dengan santai. Bila duduk, lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (agar kaki tidak menggantung) dan
punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.
Gambar 2.10
Posisi Menyusui Bayi Bila ASI Penuh
(Perinasia, 2004 dalam Saleha, 2009)
Gambar 2.11
Posisi Menyusui Bayi Kembar secara
Bersamaan (Perinasia, 2004 dalam Saleha,
2009)
4) Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi
terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah dan
bokong bayi disokong dengan telapak tangan).
5) Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang lain di
depan.
6) Perut bayi menempel pada badan ibu dan kepala bayi menghadap
payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).
7) Telinga dan lengan bayi terletak pada suatu garis lurus.
8) Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
9) Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari lain menopang di
bawah. Jangan menekan puting susu atau areola saja.
10) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (refleks rooting) dengan
cara menyentuh pipi dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi
dengan jari. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi
didekatkan ke payudara ibu dan puting serta areola payudara dimasukkan
ke mulut bayi.
11) Usahakan sebagian besar areola payudara dapat masuk ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan
menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di
bawah areola payudara. Posisi yang salah, yaitu bila bayi hanya mengisap
puting susu saja, yang akan mengakibatkan masukan ASI yang tidak
adekuat dan puting susu lecet.
12) Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau
disangga lagi.
\
Apabila bayi telah menyusu dengan benar, maka akan
memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Bayi tampak tenang.
Gambar 2.12
Cara Meletakkan Bayi
Gambar 2.13
Cara Memegang Payudara
Gambar 2.14
Cara Merangsang Mulut Bayi
Gambar 2.15
Perlekatan yang Benar
Gambar 2.16
Perlekatan yang Salah
2) Badan bayi menempel pada perut ibu.
3) Mulut bayi terbuka lebar.
4) Dagu bayi menempel pada payudara ibu.
5) Sebagian areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bawah lebih banyak
yang masuk.
6) Bayi nampak mengisap dengan ritme perlahan-lahan.
7) Puting susu tidak terasa nyeri.
8) Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.
9) Kepala bayi agak menengadah.
a. Latch-On
Posisi yang tepat (latch-on) adalah elemen kunci dalam kesuksesan
proses menyusui. Proses menyusui dapat ditingkatkan dengan menempelkan
payudara ke tengah-tengah bibir bayi. Ini akan menstimulasi bayi untuk
membuka mulutnya lebar-lebar. Saat hal ini muncul, dorong bayi lurus ke
depan menuju puting susu (nipple) dan areola (lingkaran coklat/gelap di
sekeliling puting susu). Saat posisi bayi sudah tepat (latch-on), puting susu
dan sebagian besar dari areola akan masuk di dalam mulut bayi.
Bibir bayi dan gusinya harus berada di sekeliling areola payudara,
tidak hanya pada puting susu saja. Oleh karena itu, penting untuk membuat
mulut bayi terbuka lebar sebelumnya.
Ibu dapat membantu bayi untuk latch-on dengan
memegang/menyangga payudara menggunakan tangan dalam posisi bebas
(tidak sedang dalam posisi menggendong bayi). Tempatkan jari-jari ibu di
bawah payudara dan letakkan ibu jari pada bagian atas (di belakang areola).
Pastikan bayi berada setinggi payudara dan pastikan juga tangan ibu yang
memegang payudara berada di belakang areola, sehingga tidak mengganggu
mulut bayi.
Saat bayi pertama kali menyusu akan ada sensasi/perasaan
tersedot/tertarik (tugging sensation). Jika proses latch-on menimbulkan rasa
sakit, maka ada kemungkinan proses latch-on belum tepat. Hentikan
sementara proses latch-on dengan cara memasukkan jari ibu kemudian
susupkan jari ibu ke arah sudut dari mulut bayi, reposisi ulang, dan coba lagi.
Hal ini dilakukan agar:
1) Aliran ASI lebih lancar.
2) Mencegah lecet pada puting susu ibu.
3) Menjaga bayi agar puas dalam menyusui.
4) Menstimulasi produksi ASI yang kuat.
5) Menjaga agar tidak terjadi pembengkakan payudara.
Bayi menggunakan bibir, gusi, dan lidah untuk mengisap ASI dari
payudara. Proses mengisap puting susu yang sederhana (simple suckling)
tidak akan mengeluarkan ASI, tetapi malah akan melukai puting susu. Proses
mengisap yang baik ditandai dengan ciri-ciri berikut:
1) Lidah bayi berada di bawah puting susu.
2) Periode jeda dalam proses mengisap dengan ditandai dengan adanya
proses menelan yang dapat dilihat dan didengar.
3) Pergerakan sendi rahang (temporomandibular joint) yang aktif terlihat
selama proses menyusui berlangsung.
Sebagian besar bayi akan aktif menyusu dalam keadaan lapar dan
dalam posisi yang tepat. Pada periode minggu pertama setelah melahirkan
sampai menyusu berjalan dengan lancar, bayi tidak perlu diberikan suplemen
apapun (air gula, formula, dan lain-lain) kecuali dengan alasan medis. Bayi
yang mendapat ASI secara teratur dan efektif akan mendapat asupan air dan
nutrisi yang dibutuhkan. Perkenalan botol susu dan puting buatan dapat
menimbulkan “bingung puting” pada bayi dan mengakibatkan gangguan
dalam proses menyusui. (Saleha, 2009).
b. Let-Down
Tanda-tanda dari refleks let-down berbeda antara satu wanita dengan
wanita lainnya. Saat bayi menyusu, ibu dapat merasakan rasa geli atau sedikit
nyeri pada payudara ibu atau ASI mulai keluar dari payudara yang tidak
digunakan untuk menyusui. Perasaan dan keluarnya ASI ini merupakan tanda
dari refleks let-down.
Ibu juga dapat merasakan kram/kontraksi pada rahim (uterus), karena
hormon dalam refleks let-down berupa oksitosin, selain menstimulasi aliran
ASI juga menyebabkan kontraksi otot-otot rahim. Untuk itu, proses menyusui
membantu rahim ibu untuk kembali ke ukuran awal sebelum melahirkan.
Proses kram ini merupakan proses normal dan salah satu tanda berhasilnya
proses menyusui. Rasa kram ini akan hilang dalam satu minggu dan
selanjutnya. (Saleha, 2009)
Untuk membantu proses let-down, dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut: (Saleha, 2009)
1) Duduk menggunakan kursi yang nyaman, sehingga dapat menyokong
punggung dan lengan ibu.
2) Pastikan bayi dalam posisi yang tepat (latch-on).
3) Dengarkan musik yang menenangkan dan siapkan minuman bergizi
untuk ibu selama proses menyusui.
4) Gunakan bra untuk menyusui dan pakaian yang memudahkan ibu dalam
proses menyusui.
Pastikan ibu berada di tempat yang tenang dan tidak ada gangguan selama
proses menyusui berlangsung. Menurut Saleha (2009), terdapat berbagai
menyusui. Cara menyusui yang tergolong biasa dilakukan adalah duduk,
berdiri, atau berbaring. Ada posisi khusus yang berkaitan dengan situasi
tertentu, seperti ibu pascaoperasi Caesar. Bayi diletakan di samping kepala ibu
dengan posisi kaki di atas. Menyusui bayi kembar dilakukan dengan cara
seperti memegang bola bila disusui bersamaan, yaitu di payudara kiri dan
kanan. Pada ASI yang memancar (penuh), bayi ditengkurapkan di atas dada
ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, sehingga dengan posisi ini bayi
tidak tersedak. Menurut Dewi (2012) posisi cradle (klasik) dan posisi cross
cradle adalah posisi yang nyaman untuk menyusui bagi ibu saat ibu sedang
santai dan posisi duduk ini dapat dilakukan dengan posisi ibu sedang duduk.
Posisi ini mengharuskan ibu menyusui pada kursi yang berlengan agar ibu
dapat menyangga bayi dan siku ibu pada lengan kursi agar ibu dan bayi
merasa nyaman.
2.2 Ergonomi
2.2.1 Pengertian Ergonomi
Kata ergonomis berasal dari kata Yunani ergon (kerja) dan nomos
(hukum). Di beberapa negara, faktor manusia Istilah ini juga digunakan.
Sebuah definisi singkat mengatakan bahwa ergonomi bertujuan untuk desain
peralatan, sebuah sistem teknis dan suatu tugas untuk meningkatkan
keselamatan, kesehatan manusia, kenyamanan dan kinerja. Sebuah definisi
formal tentang ergonomi yang distujui oleh IEA, berbunyi sebagai berikut:
Ergonomi (atau faktor manusia) adalah disiplin ilmu yang bersangkutan
dengan pemahaman tentang interaksi antara manusia dan elemen lain dari
sistem, dan profesi yang berlaku teori, prinsip, data dan metode untuk
merancang, dalam rangka mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja
sistem secara keseluruhan (Dul and Weerdmeester, 2008). Menurut Bennet
dan Rumondang (1995) dalam Romadhona (2010), ergonomi adalah ilmu
penyesuaian peralatan dan perlengkapan kerja dengan kemampuan esensial
manusia untuk memperoleh keluaran yang optimum. Jika seluruh peralatan
dan perlengkapan dijadikan sub-sistem lain, maka ergonomi bertujuan untuk
menciptakan satu kombinasi yang paling serasi antara sub-sistem pertama
dengan sub-sistem kedua. Sub-sistem pertama dinamakan “tekno-struktural,
dan yang kedua “sosio-prosesual.
Menurut Dul dan Weerdmeester (2008) dalam desain situasi kerja dan
kehidupan sehari-hari, fokus dari ergonomi adalah manusia. Tidak aman, tidak
sehat, tidak nyaman atau tidak efisiennya situasi di tempat kerja atau dalam
sehari-hari kehidupan dapat dihindari dengan memperhitungkan kemampuan
fisik dan psikologis dan keterbatasan manusia. Sejumlah besar faktor
memainkan peran dalam ergonomi; termasuk postur tubuh dan gerakan
(duduk, berdiri, mengangkat, menarik dan mendorong), faktor lingkungan
(kebisingan, getaran, pencahayaan, iklim, zat kimia), informasi dan operasi
(memperoleh informasi visual atau melalui cara yang lain, hubungan antara
tampilan dan kontrol), serta organisasi kerja (tugas yang sesuai). Faktor ini
yang sebagian besar dapat menentukan keselamatan, kesehatan, kenyamanan
dan efisien kinerja di tempat kerja dan dalam kehidupan sehari-hari.
Fokus ergonomi adalah manusia, hal ini didukung oleh Dul dan
Weerdmeester (2001) yaitu ergonomi (atau faktor manusia) adalah disiplin
ilmu berkaitan dengan pemahaman dari interaksi antar manusia dan unsur-
unsur lain dari sistem, dan profesi yang berlaku teori, prinsip, data dan metode
untuk merancang dan mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan
keseluruhan kinerja sistem.
2.2.2 Prinsip Ergonomi
Selama beberapa dekade terakhir sejumlah prinsip-prinsip dasar telah
muncul dari bidang ergonomi. Sementara banyak dari prinsip-prinsip ini
mungkin tampak sederhana, seseorang tidak seharusnya meremehkan
kekuatan ide-ide dasar baru diterapkan secara sistematis. Dalam ide dasar
yang mereka bentuk, prinsip-prinsip ini harus mengikuti agar karya desain
bisa fit untuk pekerja. Prinsip-prinsipnya adalah kenyamanan, keamanan,
kemudahan penggunaan, estetika dan produktivitas / kinerja (Dul dan
Weerdmesster, 2001)
Menurut Dul dan Weerdmeester (2001) prinsip pertama dari ergonomi
adalah kenyamanan. Ini dikenal sebagai salah satu kriteria yang diinginkan
dalam merancang sebuah produk. Orang-orang di dunia saat ini selalu ingin
nyaman di semua hal. Ini menjadi elemen pertama ketika mereka ingin
memilih sesuatu yang berhubungan dengan tubuh mereka. Prinsip berikutnya
adalah keamanan. Keamanan sangat penting karena merupakan elemen yang
semua orang perhatikan saat melakukan tugas. Ergonomi mempromosikan
keselamatan dalam merancang tugas bagi para pekerja. Pekerjaan yang aman
sangat relevan dan praktis untuk digunakan di seluruh dunia. Keselamatan
juga mencakup lingkungan kerja dan juga alat-alat kerja.
Prinsip-prinsip lainnya adalah kemudahan dalam menggunakan. Prinsip-
prinsip dasarnya terkait dengan aksesoris dan peralatan kerja. Untuk
memudahkan, kita harus menjaga alat atau semuanya agar mudah dijangkau.
Jangkauan yang sulit di jangkau dapat menyulitkan tubuh dan membuat
pekerjaan lebih sulit, ditambah membuang-buang waktu. Satu hal yang harus
dipertimbangkan dan hampir sama untuk semua alat adalah alat-alat itu perlu
kemudahan penggunaan.
Prinsip-prinsip keempat estetika. Keindahan estetika umumnya tentang
hal-hal seperti pakaian, mobil, rumah, dan banyak lagi. Semua orang
menyukai hal-hal tentang kecantikan dan keindahan. Sesuatu yang memiliki
unsur-unsur keindahan yang orang suka. Elemen itu akan membuat orang
merasa nyaman dan cocok untuk menggunakannya. Bahkan kursi perlu
estetika dalam rangka untuk meningkatkan daya jual. Membuat tempat kerja
penuh dengan nilai estetika akan membuat pekerja berkurang rasa stressnya
ketika melakukan pekerjaan.
Prinsip terakhir adalah produktivitas, dan kinerja juga salah satu dari
prinsip ergonomi. Produktivitas yang berkorelasi dengan kinerja. Kita dapat
mengatakan bahwa kinerja berbanding lurus dengan produktivitas. Kinerja
pekerja terletak dalam aspek kerja termasuk ergonomi itu sendiri. Untuk
menghasilkan produktivitas dan kinerja, ergonomi akan merancang pekerjaan
yang akan cocok untuk para pekerja sesuai dengan kebutuhan dasar para
pekerja.
2.3 Kenyamanan
2.3.1 Pengertian
Kenyamanan dalam bahasa inggris kontemporer memiliki empat makna.
Makna pertama adalah kenyamanan sebagai akibat dari terbebasnya atau tidak
adanya ketidaknyamanan atau akibat dari keadaan nyaman (comfort as a
cause of relief from discomfort and/or a cause of the state of comfort). Makna
ini memiliki arti yang sama dengan “ukuran kenyamanan” karena itu
menunjukan penyebab dari kenyamanan. Makna yang kedua dari kenyamanan
adalah keadaan kemudahan, ketenangan, dan kepuasan (comfort is a state of
ease and peaceful contentment). Makna yang ketiga adalah terbebas dari
ketidaknyamanan (comfort is relief from discomfort). Sedangkan makna yang
keempat adalah segala sesuatu yang membuat hidup lebih mudah dan nyaman
(comfort is whatever makes life easy or comfortable) (Kolcaba, 1991).
Kenyamanan secara teoritis didefinisikan sebagai kondisi telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia dalam kesenangan, ketentraman, dan kebebasan (the
state of having met basic human needs for ease, relief, dan transcendence)
(Kolcaba, 2001).
Secara fisiologis kenyamanan adalah tidak adanya ketidaknyamanan.
Kenyamanan adalah keadaan pikiran yang dihasilkan dari adanya sensasi
tubuh tidak menyenangkan (Pheasant, 2003). Pinneau (1982) dalam Kolcaba
(1992) menyatakan bahwa kenyamanan berhubungan dengan pengalaman
individu, yang mengindikasikan kebutuha untuk konsep kenyamanan yang
kompleks secara umum (Kolcaba, 1992).
Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan,
terutama dikarenakan konsep ini lebih merupakan penilaian respondentif
individu (Oborne, 1995). Seseorang tidak dapat mendefinisikan atau
mengukur kenyamanan secara pasti. Kita cenderung mengukur kenyamanan
berdasarkan tingkat keridanyamanan (Oborne, 1995). Branton dalam Osborne,
1995) untuk pertama kalinya mendefinisikan istilah kenyamanan sebagai the
absence of dis comfort. Sementarta itu, Branton (dalam Oborne, 1995)
mengutarakan bahwa kenyamanan itu lebih baik dari ketidakhadiran perasaan
tidak nyaman yang dalam kalimatnya.
Kenyamanan bukan merupakan suatu kontinium perasaan dari paling
senang sampai paling menderita, juga bukan merupakan perasaan bersifat
sesaat, tetapi kenyamanan merupakan suatu kontinium dari hilanhnya
perasaan tidak nyaman sampai dengan penderitaaan yang tertahankan
(Ardiana, 2007).
Sanders dan McCormick (1993) dalam Ardiana (2007) juga
mengambarkan konsep kenyamanan yang kurang lebih sama dengan Branton,
yaitu:
Kenyamanan adalah suatu kondisi perasaan dan sangat bergantung pada
orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak dapat mengetahui tingkat
kenyamanan yang dirasakan oleh orang lain secara langsung atau dengan
observvasi; kita harus menanyakan pada orang tersebut untuk
memberitahukan pada kita seberapa nyaman diri mereka, biasanya dengan
menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman, mengganggu, sangat
tidak nyaman atau mengkhawatirkan (Ardiana, 2007).
2.4 Kelelahan
2.4.1 Pengertian
Lelah bagi setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan tentu saja
subyektif sifatnya. Lelah merupakan suatu perasaan. Kelelahan disini adalah
aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanna dalam
bekerja. Kelelahan dengan turunnya efisiensi dan ketahanan dalam bekerja
meliputi segenap kelelahan tanpa pandangan apapun sebabnya . kelelahan
adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari
kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan
(Suma‟mur, 1989).
Menurut Tarwaka (2004) kelelahan merupakan suatu mekanisme
perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan
demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan merupakan suatu
perasaan yang subyekktif. Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai
penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Budiono, 2003). Kelelahan
kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja.
Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya
kecelakaan kerja dalam industry. Selain itu karakteristik kelelahan akan
meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan. Pendapat lain
mengatakan bahwasanya kelelahan dapat menurunkan kapasitas kerja dan
ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivasis
menurun (Rizeddin, 2000 dalam Noval, 2010).
Pada umumnya orang yang lelah akan menunjukan tanda-tanda sebagai
berikut:
a. Penurunan perhatian
b. Perlambatan dan hambatan persepsi
c. Lamban dan sukar berfikir
d. Penurunan kemampuan atau dorongan untuk bekerja
e. Kurangnya efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental
Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan
efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya
timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak
masuk kerja (Budiono, dkk.2003).
Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh :
a. Kelelahan sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual).
b. Kelelahan fisik umum.
c. Kelelahan syaraf.
d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton.
e. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus menerus sebagai faktor secara
menetap (Suma‟mur, 1989).
2.5 Musculoskeletal Disorders (MSDs)
2.5.1 Pengertian
Istilah Musculoskeletal disorders (MSDs) pada beberapa Negara
memiliki sebutan berbeda, misalnya di Amerika istilah ini dikenal dengan
nama Cumulative Trauma Disorders (CTD), sedangkan di Inggris dan
Australia istilah ini dikenal dengan Repetitive Strain Injury (RSI), dan istilah
lain yang sering beredar adalah Overuse Sindrome (Pheasant, 1991)
Definisi MSDs adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cidera atau
kerusakan kecil pada sistem musculoskeletal akibat trauma berulang yang
setiap kalinya tidak sempat sembuh secara sempurna, sehingga membentuk
kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit (Humantech, 1995
dalam Nur Jannah 2008).
Menurut Cohen et al (1997) MSDs merupakan kelainan pada jaringan
otot, sistem saraf, tendon, persendian tulang (ligament), tulang sendi, tulang
rawan (kartilago)dan cakram tulang belakang. Gangguan MSDs biasanya
merupakan suatu akumulasi dari benturan-benturan kecil atau besar, yang
terjadi dalam waktu yang bisa pendek dan bisa lama, dalam hitungan beberapa
hari akan terbentuk cedera cukup besar yang diekspresikan sebagai rasa sakit
atau kesemutan, nyeri tekan, pembengkakan dan gerakan yang terhambat atau
gerakan minim atau kelemahan pada jaringan anggota tubuh yang terkena
trauma (Humantech 1995 dalam Nur Jannah 2008).
Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau berulang-ulangnya proses
pengguna yang berlebih (over exertion), peregangan lebih (over streaching),
atau penekanan lebih (over compression) pada suatu jaringan. Jaringan yang
biasa terjadi kerusakan adalah otot, tendon, sarung tendon, ligament,
persendian, saraf, kartilago dan discus invertebralis. Sedangkan organ tubuh
manusia yang sering mengalami MSDs adalah bagian tulang belakang (batang
tubuh) leher, lengan atas, bahu, lengan bawah, siku dan pergelangan tangan
yang termasuk dalam ekstrimitas atas, serta lutut dan kaki yang termasuk
dalam ekstrimitas bawah.
Gejala MSDs biasanya sering di sertai dengan keluhan yang sifatnya
subjektif, sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan penyakit
tersebut. Menurut Humantech (1995) dalam Nur Jannah (2008), terdapat
beberapa tanda awal yang menunjukan terjadinya masalah musculoskeletal
yaitu : bengkak, gemetar, kesemutan, tidak nyaman, rasa terbakar, iritasi,
insomnia dan rasa kaku.Sedangkan menurut Dinardi (1997) dalam Nur Jannah
(2008) gejala yang biasanya dirasakan untuk MSDs antara lain kondisi nyeri,
mati rasa, perasaan geli, sendi kaku, susah gerak, nyeri pada punggung, otot
melemah, kelelahan, nyeri atau kram otot dan kadang-kadang kelumpuhan.
2.6 Tempat Duduk
2.6.1 Dasar-dasar tempat duduk
Menurut Pheasant (2003) Tujuan dari kursi adalah untuk memberikan
dukungan yang stabil pada tubuh yaitu:
1. Nyaman dalam periode tertentu
2. Fisiologis yang memuaskan
3. Sesuai dengan tugas atau kegiatan yang bersangkutan
Semua kursi tidaklah nyaman dalam jangka panjang, tetapi beberapa
kursi menjadi tidak nyaman lebih cepat dari yang lain, dan di kursi tertentu,
beberapa orang akan lebih tidak nyaman daripada yang lain. Kenyamanan
juga dapat dipengaruhi oleh tugas atau kegiatan bahwa pengguna bergerak
dalam pada saat itu. Dengan kata lain, kenyamanan (atau lebih tepat laju
timbulnya rasa tidak nyaman) akan tergantung pada interaksi karakteristik
kursi, karakteristik pengguna, dan karakteristik tugas (Tabel 4.1). Dalam
pencocokan kursi kepada pengguna, faktor antropometri adalah hal yang
sangat penting, tetapi tidak berarti terlalu unik begitu. Sebuah perbandingan
yang tepat antara dimensi kursi dan para penggunanya diperlukan untuk
kenyamanan, tetapi tidak cukup. Kita akan kembali ke aspek antropometrik
tempat duduk.
Secara umum, tempat duduk yang nyaman dalam jangka (relatif) panjang
akan membuat aspek fisiologis memuaskan. Di satu sisi sulit untuk melihat
bagaimana ini tidak bisa menjadi kasus, mengingat tanda dari syaraf kita saat
memberitahu kita bahwa kita 'tidak nyaman' mungkin dalam aspek fisiologis
dianggap sebagai tanda-tanda peringatan kerusakan jaringan yang akan
datang. Kita mungkin mengira karena hal tersebut, bahwa dengan tidak
adanya peringatan seperti itu, tidak ada kerusakan. Ini mungkin tidak
sesederhana ini, namun ada orang yang percaya bahwa rahasia kerusakan
yang luas karena “postur duduk yang tidak benar” dapat terjadi tanpa adanya
rasa ketidaknyamanan. Ini sebenarnya adalah argumen yang sangat sulit untuk
diselesaikan dengan cara yang baik. Untuk mendapatkan beberapa wawasan
lebih lanjut ke masalah ini, sekarang kita beralih ke pertimbangan fisiologi
dan biomekanik dari posisi duduk, dengan referensi khusus pada struktur dan
fungsi tulang belakang lumbal (pinggang).
Tabel 2.1
Faktor yang mempengaruhi kenyamanan duduk
No Karakteristik kursi
Karakteristik
pengguna
Karakteristik beban kerja
1 Dimensi kursi Durasi Dimensi tubuh
2 Sudut kursi
Tuntutan fisik
a. Tangan
b. Kaki
Keadaan pikiran
3 Jenis kursi Tuntutan visual Sirkulasi
4 Kain pelapis Tuntutan mental Nyeri tubuh dan kesakitan
Sumber:Pheasant Bodyspace Second Edition 2003
2.6.2 Tulang belakang saat keadaan duduk
Kolom vertebra manusia (tulang punggung) terdiri dari dua puluh empat
tulang vertebrae yang dapat bergerak dipisahkan dengan bantalan hidrolik
deformasi dari fibrocartilage dikenal sebagai intervertebralis disk. (Hingga
10% orang memiliki sejumlah besar atau lebih kecil dari vertebra tetapi
'anomali' tampaknya memiliki sedikit konsekuensi fungsional.). Kolom ini
diatasi oleh tengkorak, dan bersandar pada sakrum yang tegas terikat ke tulang
pinggul pada sendi sakro-iliaka. Tulang belakang dapat dikelompokkan secara
alami dalam tujuh cervical (di dalam leher), dada dua belas (tulang rusuk yang
melekat) dan lima lumbal (di punggung, di antara tulang rusuk dan panggul).
Tulang belakang adalah struktur yang fleksibel, dengan konfigurasi yang
dikendalikan oleh banyak otot dan ligament (Pheasant, 2003).
Dalam posisi Anda melenturkan lutut anda dengan sudut 90 ° dan
membuat sudut 90 ° lain antara paha dan punggung. Sebagian besar berat
badan anda akan membebani tulang duduk dua prominences iskia tulang yang
dapat anda rasakan dalam jaringan lunak dari pantat anda jika anda dalam
posisi duduk. Bagian dari sudut yang tepat antara paha dan punggung dicapai
dengan fleksi di sendi panggul. Setelah sudut 60 ° tercapai gerakan ini akan
menjadi masalah, kecuali orang tersebut sangat fleksibel, oleh kelenturan otot
hamstring (terletak di bagian belakang paha) maka kita cenderung untuk
mengatasi masalah ini dengan melakukan gerakan rotasi mundur dari pelvis
30 ° atau lebih.
Rotasi mundur ini harus dikompensasi dengan sudut derajat yang setara
dengan fleksi lumbal pada tulang belakang, jika garis keseluruhan batang
tulang adalah untuk tetap vertikal. Oleh karena itu dalam duduk kita
cenderung untuk meratakan bagian yang cekung (lordosis) dari wilayah
lumbal.
Kalau duduk tidak secara rileks, lumbal tulang belakang mungkin akan
tertekuk dengan membatasi jangkauan gerak. Dalam posisi ini, otot-otot akan
santai, karena berat tulang akan didukung oleh ketegangan dalam struktur
pasif seperti ligamen. Hal ini dapat dicapai, namun dengan mengorbankan
sudut derajat yang deformasi dari diskus intervertebralis, bantalan dari
fibrocartilage atau tulang 'rawan' yang memisahkan tulang vertebra. Ini secara
luas dianggap sebagai hal yang buruk bagi lumbal tulang belakang.
Gambar 2.17 Dalam duduk santai (kiri) panggul berputar ke belakang dan tulang
belakang tertekuk. Untuk duduk lurus (benar) membutuhkan tenaga untuk menarik otot
panggul ke depan. Para iskia tuberositas (TI) bertindak sebagai titik tumpu
Untuk 'duduk tegak dan mendapatkan kembali lordosis kita yang hilang
kita harus membuat otot supaya untuk mengatasi ketegangan di paha
belakang. (Upaya mungkin berasal dari otot di dalam panggul yang disebut
iliopsoas.) Kita tidak bisa hanya mengendurkan paha belakang karena
ketegangan mereka adalah pasif, yang disebabkan oleh peregangan jaringan
(hanya seperti sebuah benda elastic) bukan oleh kontraksi otot yang
sebenarnya. Kita mungkin juga perlu mengaktifkan otot punggung kita untuk
mendukung berat tubuh kita. Jika ini berkepanjangan, beban otot statis ini
dapat menjadi sumber utama postural ketidaknyamanan, terutama seseorang
yang memiliki kecenderungan yang memiliki riwayat keluhan sebelumnya.
Oleh karena itu dalam merancang tempat duduk, tujuannya adalah untuk
mendukung lumbal tulang belakang dalam posisi normal (yaitu dengan tingkat
sederhana lordosis) tanpa perlu otot untuk berusaha, sehingga memungkinkan
pengguna untuk mengadopsi posisi yang bersifat fisiologis memuaskan dan
nyaman santai. Secara umum ini akan dicapai dengan:
1. posisi duduk setengah berbaring (sejauh ini diizinkan oleh tuntutan tugas
kerja)
2. kursi yang bukan lebih rendah atau lebih dalam dari yang diperlukan (lihat
di bawah)
3. sandaran yang membuat sudut tumpul pada permukaan tempat duduk
(sehingga meminimalkan butuhkan untuk fleksi panggul) dan berkontur
dengan bentuk tulang belakang lumbal pengguna
Sejauh mana sandaran kursi mendukung berat tulang (dan dengan
demikian mengurangi beban mekanis pada lumbal tulang belakang) adalah
fungsi langsung dari sudut inklinasi ke vertikal. Ini dapat diperkirakan secara
teoritis (seperti masalah sederhana dari cosinus) dan telah dikonfirmasi oleh
Andersson dkk (1974) dalam Pheasent (2003), di dalam serangkaian
eksperimental studi dimana tekanan hidrostatik dalam nucleus pulposus
diukur langsung dengan menggunakan jarum mount transduser. Andersson
dkk. (1974) dalam Pheasent (2003) juga menemukan bahwa untuk setiap
sudut kemiringan sandaran cenderung diberikan tekanan intra discal adalah
kurang terukur jika sandaran itu berkontur dengan bentuk dari lumbal tulang
belakang.
Grandjean (1988) dalam Pheasent (2003) melaporkan hasil serangkaian
uji coba menggunakan apa yang disebut 'mesin duduk'. Ini merupakan rig tes
disesuaikan dengan cara yang itu mungkin untuk menentukan profil pilihan
kursi subyek eksperimen (atau lebih khusus, profil yang diminimalkan
dilaporkan sakit dan nyeri selama duduk).
Pengukuran tekanan Anderson dan uji coba Grandjean telah dikonfirmasi
bahwa tempat duduk yang memungkinkan pengguna untuk mengadopsi posisi
setengah berbaring dan memiliki sandaran yang berkontur dengan bentuk dari
lumbal tulang belakang akan baik meminimalkan beban mekanis pada lumbal
tulang belakang dan memaksimalkan keseluruhan tingkat kenyamanan yang
dilaporkan (baik untuk pengguna yang menderita masalah kembali dan untuk
mereka yang tidak). Sebuah masalah timbul, namun, dalam tugas-tugas seperti
menulis yang juga dilakukan dengan condong ke depan dan di mana
dukungan dari sandaran akan cenderung hilang. Sandaran tetap penting dalam
kegiatan tersebut, namun, selama istirahat jeda. Grandjean (1988) dalam
Pheasent (2003) menjelaskan penelitian terhadap pekerja kantor menggunakan
selang waktu fotografi, yang menunjukkan mereka berada di kontak dengan
sandaran untuk 42% dari waktu tersebut.
2.7 Antropometri
Antropometri adalah ilmu yang berkaitan dengan pengukuran dimensi dan cara
untuk mengaplikasikan karakteristik tertentu dari tubuh manusia (Roebuck, 1994
dalam Wardani, 2004). Antropometri berasal dari kata antropos yang berarti
manusia, dan metrikos yang berarti pengukuran. Sehingga antropometri diartikan
sebagai suatu ilmu yang secara khusus berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia
yang digunakan untuk menentukan perbedaan pada individu, kelompok, dan
sebagainya (Pheasant, 1988). Menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (2004),
antropometri adalah suatu kumpulan data numeric yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari
data tersebut untuk penanganan masalah desain.
Perbandingan fungsional individual orang dewasa dan anak-anak dapat diketahui
dengan sistem proporsi antromorfis didasarkan dimensi-dimensi tubuh manusia.
Salah satu caranya adalah dengan mengukur tubuh dalam berbagai posisi standard
dan tidak bergerak, serta saat melakukan gerakan tertentu yang berkaitan dengan
kegiatan yang harus diselesaikan. Misalnya, perancangan kursi mobil (gerakan
mengoperasikan kemudi, pedal, tangkai pemindah gigi). Gerakan yang biasa
dilakukan anggota tubuh dapat dibagi dalam bentuk rentangan gerakan, kekuatan,
ketahanan, kecepatan, dan ketelitian (Sritomo, 2000 dalam Wardani, 2004).
2.7.1 Nilai Percentile
Menurut Pheasant (2003), nilai percentile adalah nilai sebuah variable
yang menggambarkan batas nilai dari jumlah persentase di bawahnya.
Persentil ke 95 (95th
percentile) maksudnya adalah ada 95% jumlah orang
yang dapat menggunakan ukuran di bawah nilai ini. Data yang berdistribusi
normal di sini sangat dipengaruhi oleh nilai mean dan SD (standard
deviation). Data percentile ini bisa di dapat dengan rumus dibawah ini :
Nilai z di sini adalah tetap untuk nilai percentile ini.Berikut adalah tabel
rincian nilai antara p (percentile) dan nilai z.
Tabel 2.2
Values of z for selected percentiles (p)
Percentile (p) Nilai z
1 -2,33
2,5 -1,96
5 -1,64
10 -1,28
25 -0,67
50 0
75 2,67
90 1,28
95 1,64
97,5 1,96
99 2,33
Sumber: Pheasant Bodyspace Second Edition 2003
Berikut adalah contoh bagaimana cara menentukan dimensi ukuran
berdasarkan ukuran percentilenya (Pheasant, 2003). Misalkan kita ingin
hitung 90th
Percentile dari penduduk laki-laki dewasa dengan nilai means
adalah 1740 mm dengan standar deviasi 70 mm. Dari tabel 2.2 kita melihat
bahwa p = 90, z = 1,28. Oleh karena itu , maka nilai 90th
percentilenya adalah
= 1740 + 70 x 1,28 = 1829,6 mm.
2.7.2 Desain Kursi
Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja. Kursi yang baik akan
mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan membantu
menghindari ketidaknyamanan. Pilihan kursi yang nyaman dapat diatur dan
memiliki penyangga punggung (Wasi W, 2005 dalam Pratomo, 2007).Tinggi
bangku dirumitkan oleh interaksi dengan tinggi tempat duduk. Desain kursi
sesuai dengan criteria agar permukaan kerja tetap dibawah siku seperti bagian
sebelumnya (Nurmianto, 2003 dalam Pratomo 2007).
Untuk mendesain peralatan secara ergonomis yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari atau mendesain peralatan yang ada pada lingkungan
seharusnya disesuaikan dengan manusia lingkungan tersebut. Apabila tidak
ergonomis akan dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada manusia
tersebut. Dampak negatif bagi manusia tersebut akan terjadi baik dalam waktu
jangka pendek maupun jangka panjang. Bekerja pada kondisi yang tidak
ergonomis dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain: nyeri, kelelahan,
bahkan kecelakaan kerja (Nurmianto, 2004).
Perancangan tempat kerja untuk pekerjaan duduk lebih sulit, karena
dalam perancangan ini selain harus memperhitungkan tinggi bangku (meja)
kerja juga interaksinya dengan tinggi tempat duduk. Misalnya jika kita
merancang dengan kriteria agar permukaan tempat kerja tetap dibawah siku,
maka sering kali rancangan tersebut tidak nyaman pada ruang untuk lutut.
Untuk menjamin cukupnya ruang bagi lutut orang dewasa, maka
direkomendasikan mengambil presentil 95 dari ukuran-ukuran telapak kaki
sampai puncak lutut dan menambahkan dengan kelonggaran-kelonggarannya
(Purnomo, 2003 dalam Pratomo 2007).
Menurut Panero dan Zelnik (2003) perancangan yang salah akan
menyebabkan posisi duduk yang salah dan dapat mengakibatkan dampak
negative, serta akan berpengaruh buruk pada kenyamanan seseorang seperti:
1. Jika tinggi alas kursi terlalu tinggi dari lantai maka menyebabkan bagian
tubuh paha akan tertekan. Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan
dan peredaran darah terhambat. Selain itu juga menyebabkan telapak kaki
tidak dapat menapak dengan baik di lantai, sehingga menyebabkan
melemahnya stabilitas tubuh, seperti ditunjukan pada gambar 2.18
Gambar 2.18 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Tinggi
Sebaliknya jika tinggi alas kursi terlalu rendah dari lantai maka dapat
menyebabkan kaki condong terjulur ke depan, menjauhkan punggung dari
sandaran sehingga penopangan lumbal tidak terjaga dengan tepat, seperti di
tunjukan gambar 2.19
Gambar 2.19 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Rendah
2. Panjang alas kursi (kedalaman kursi) juga faktor penting yang
menimbulkan ketidaknyamanan duduk seseorang. Bila alas kursi terlalu
panjang maka bagian ujung dari alas kursi menekan daerah tepat
dibelakang lutut (popliteal), hal ini akan menghambat aliran darah ke kaki
sehingga timbul ketidaknyamanan, seperti pada gambar 2.20
Gambar 2.20 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Panjang
Panjang alas kursi yang terlalu pendek juga tidak baik karena seseorang
cenderung merasa akan jatuh ke depan, disebabkan kecilnya daerah pada
bagian bawah paha. Akibat yang lain, alas kursi yang terlalu pendek akan
menimbulkan tekanan pada pertengahan paha, seperti ditunjukan pada
gambar 2.21
Gambar 2.21 Akibat Alas Kursi Yang Terlalu Pendek
2.7.3 Dimensi Kursi
Menurut Pheasant (2003) ada beberapa aspek yang mesti diperhatikan
dalam mendesain kursi. Kita harus mengukur dimensi kursi untuk dapat
menentukan ukuran yang sesuai untuk pengguna kursi tersebut. Pengukuran
dimensi kursi ini merujuk pada pengukuran antropometri tubuh dari pengguna
kursi. Berikut adalah dimensi yang harus di perhatikan dalam mendesain
kursi:
1. Ketinggian kursi
Bila ketinggian kursi meningkat, melampui ketinggian popliteal dari
pengguna, tekanan akan dirasakan pada bagian bawah paha. Penurunan
yang dihasilkan dari sirkulasi untuk ekstremitas bawah dapat menyebabkan
kaki bengkak dan ketidaknyamanan. Bila ketinggian kursi menurun
pengguna akan merasakan hal sebagai berikut:
a. Cenderung lebih sering melenturkan tulang belakang (karena kebutuhan
untuk mencapai sudut lancip antara paha dan kaki).
b. Menjadi masalah besar saat berdiri dan duduk, karena jarak yang dilalui
pusat gravitasi yang bergerak.
c. Memerlukan ruang kaki yang lebih besar.
Secara umum, ketinggian kursi yang optimal untuk berbagai tujuan
harus dekat dengan tinggi popliteal pengguna, dan dimana hal ini tidak
dapat dicapai, jika kursi yang terlalu rendah diperuntukkan untuk pengguna
yang lebih tinggi. Untuk kepentingan dan berbagai tujuan, maka 5th
percentile tinggi popliteal perempuan merupakan ukuran yang terbaik. Jika
diperlukan untuk membuat kursi yang lebih tinggi dari ini (misalnya untuk
mencocokkan meja atau karena ruang kaki yang terbatas), efek buruk
mungkin diatasi dengan memperpendek kursi dan pembulatan tepi depan
dalam rangka untuk meminimalkan tekanan di bawah paha. Hal ini penting
bahwa tinggi kursi harus sesuai dengan meja yang terkait.
Gambar 2.22 Dimensi Kursi
2. Kedalaman Kursi
Jika kedalaman kursi terlalu panjang melampui panjang bokong
popliteal (5th
percentile wanita), pengguna tidak akan dapat menggunakan
sandaran secara efektif tanpa mengurangi tekanan pada bagian punggung
lutut. Selain itu, semakin dalam kursi semakin besar masalah yang
ditimbulkan saat berdiri dan duduk. Batasan minimal kedalaman kursi
tidak mudah untuk di tentukan. Orang tinggi kadang-kadang mengeluh
bahwa kursi terlalu pendek. Sandaran kursi mungkin menjadi penyebabnya.
3. Lebar Kursi
Untuk tujuan mendukung lebar kursi yang baik kurangi 25 mm pada
kedua sisi dari luas maksimum pinggul yang dibutuhkan,. Namun, jarak
antara lengan kursi harus cukup untuk pengguna yang memiliki pinggul
yang besar. Luas pinggul wanita 95th
percentile ukuran yang cocok.
4. Dimensi Sandaran
Semakin tinggi sandaran, semakin efektif dalam mendukuing berat
tubuh. Hal ini selalu diinginkan tetapi dalam beberapa keadaan persyaratan
lain seperti mobilitas bahu mungkin lebih penting. Kita dapat membedakan
tiga varietas sandaran, masing-masing yang mungkin sesuai dalam keadaan
tertentu : sandaran tingkat rendah, sandaran tingkat menengah, dan
sandaran tingkat tinggi. Sandaran tingkat rendah menyediakan dukungan
untuk lumbal dan wilayah rendah toraks dan selesai di bawah tingkat
tulang belikat, sehingga memungkinkan kebebasan gerakan untuk bahu dan
lengan. Kursi kuno juru ketik‟umumnya memiliki sandaran, seperti halnya
banyaknya tujuan umum kursi. Untuk mendukung punggung bagian bawah
dan meninggalkan daerah bahu, tiinggi keseluruhan sandaran sekitar 400
mm yang diperlukan.
Sandaran tingkat menengah juga mendukung punggung atas dan
daerah bahu. Kursi kantor yang paling modern masuk ke dalam kategori
ini, seperti hal kursi auditorium, dll.
Sandaran tingkat tinggi memberikan dukungan pada kepala secara
penuh dan dukungan pada leher. Apapun ketinggiannya, umumnya akan
disukai dan kadang-kadang sandaran itu penting untuk berkontur dengan
bentuk tulang belakang, dan khususnya untuk memberikan „dukungan
positif‟ ke daerah lumbal dalam bentuk konveksitas.
Untuk mencapai posisi ini, sandaran harus mendukung tubuh anda di
tempat yang sama seperti anda akan mendukung diri anda dengan tangan
anda untuk meringankan sakit. Untuk menggunakan menyangga lumbal
untuk mencapai posisi yang menguntungkan bagi tubuh anda, juga perlu
untuk memberikan jarak untuk bokong sehingga dalam beberapa jenis kursi
(termasuk kursi kerja) mungkin tepat untuk meninggalkan kesenjangan
antara permukaan kursi dan tepi bawah sandaran. Untuk kursi kerja
sandaran biasanya disesuaikan dengan keinginan dan dalam beberapa
konteks penting.
Sebuah sandaran tingkat menengah atau tinggi harus datar atau
sediking cekung di atas tingkat pada lumbal. Namun permukaan dari
sandaran tidak boleh terlalu cekung atau jangan sampai tidak ada bentuk
cekung mungkin dapat memperburuk desain. Anderson at al (1974) dalam
Pheasant (2003) menemukan bahwa lumbal yang menjorok 40 mm dari
sandaran pada titik maksimum akan mendukung kembali dalam posisi yang
mendekati saat posisi berdiri normal
5. Sudut Sandaran
Dengan meningkatnya sudut sandaran, proporsi yang lebih besar dari
berat tubuh yang didukung, maka gaya tekan antara tubuh dan panggul
berkurang. Selain itu, meningkatkan sudut antara tubuh dna paha
meningkatkan lordosis. Namun, komponen horizontal dari kekuatan
tekanan akan meningkat. Hal ini akan cenderung mendorong bokong maju
dan orang tersebut akan jatuh dari kursi kecuali:
a. Kemiringan kursi yang memadai.
b. Tinggi gesekan alas kursi, atau.
c. Otot dari subjek.
Meningkatkan sudut sandaran juga menyebabkan kesulitan untuk
berdiri dan tindakan duduk.
Interaksi dari faktor-faktor ini, bersama-sama dengan pertimbangan
tuntutan tugas, akan menentukan sudut sandaran optimal yang umumnya
akan berada di antara 100 derajat dan 110 derajat. Sudut sandaran
(misalnya lebih besar dari 110 derajat) tidak kompatibel dengan sandaran
tingkat rendah atau sandaran tingkat menengah karena bagian atas tubuh
menjadi sangat tidak stabil.
6. Sandaran Tangan
Sandaran tangan dapat memberikan dukungan postur tambahan dan
menjadi bantuan untuk kita berdiri dan duduk. Sandaran tangan harus
mendukung bagian berdaging dari lengan bawah, tetapi sangat baik jika
bahan pelapis berbahan empuk, sehingga mereka tidak harus melibatkan
bagian-bagian tulang siku di mana saraf ulnar sangat sensitive. Jika kursi
tersebut akan digunakan dengan sandaran tangan harus tidak membatasi
akses, karena lengan kursi tidak boleh dalam keadaan lebih panjang di
depan sandaran kursi. Sebuah sandaran siku yang agak lebih rendah
daripada tinggi dudukan siku mungkin lebih baik untuk pengguna yang
berbadan lebih tinggi sehingga pengguna yang berbadan lebih rendah juga
dapat menggunakannya.
Gambar 2.23 Sandaran tangan kursi yang benar dan sandaran tangan kursi
yang salah
7. Sudut Alas Kursi (b)
Sebuah sudut kursi yang benar membantu pengguna untuk
mempertahankan interaksi yang baik dengan sandaran dan membantu
untuk melawan setiap kecenderungan tubuh untuk dapat jatuh dari kursi.
Kemiringan yang berlebihan dapat mengurangi pinggul/ sudut tubuh dan
membantu kemudahan berdiri dan duduk. Untuk sebagian besar
rekomendasi untuk sudut kemiringan alas kursi ini adalah 5-10 derajat
sudah dianggap cocok.
Gambar 2.24 Sudut Sandaran kursi dan Alas kursi
2.7.4 Data Antropometri Indonesia
Tabel 2.3
Data antropometri wanita Indonesia tahun 2010 (dalam cm)
No Dimensi Tubuh 5th
50th
95th
SD
1 Tinggi posisi duduk 78 83 90 4.7
2 Tinggi siku dalam
posisi duduk 19 25 32 5.19
3 Panjang pantat hingga
lipatan dalam lutut 37 43 51 4.21
4 Tinggi lipatan dalam
lutut 38 44 50 3.92
5 Lebar bahu (Bideltoid) 37 43 53 5.43
6 Panjang jari tangan
hingga siku 37 43 50 4.27
7 Lebar pinggul 29 35 45 7.22
Sumber: Sumber: Tan Kay Chuan, Markus Hartono, Naresh Kumar Antropometry of
Singaporean and Indonesian Populations 2010
Data diatas merupakan data yang akan jadi acuan pembuatan kursi ergonomis
untuk ibu menyusui. Data diatas merupakan data wanita nasional pada tahun 2010,
akan tetapi data ini menurut jurnal Antropometry of Singaporean and Indonesian
Population 2010 dibedakan menjadi data antropometri dari penduduk keturunan
Cina dan data antropometri dari penduduk lokal. Data diatas merupakan data
antropometri dari penduduk lokal, karena ada beberapa ukuran antropometri
penduduk lokal memliki perbedaan dibandingkan dengan data antropometri dari
penduduk keturunan Cina. Hal yang membedakan misalkan keturunan Cina memiliki
ukuran tulang pinggul yang lebih kecil daripada penduduk lokal.
BAB III
ALUR PIKIR PENELITIAN
3.1 Kerangka konsep
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk pengembangan model kursi yang
ergonomis untuk ibu menyusui melalui perhitungan antropometri di kelurahan
Ciputat Timur. Alur pikir penelitian ini terdiri dari langkah-langkah dalam
perancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui. Langkah yang pertama
dengan melakukan analisis postur tubuh ibu menyusui, lalu dilanjutkan dengan
melakukan pengukuran antropometri pada ibu menyusui untuk mendapatkan
ukuran antropometri yang akan digunakan dalam merancang kursi dan terakhir
dilakukan perancangan kursi ergonominya.
Berikut ini adalah bagan kerangka konsep:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Perancangan Kursi
Ergonomi untuk ibu
menyusui
Pengukuran
antropometri ibu
menyusui
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Antropometri Ilmu yang berkaitan
dengan pengukuran
dimensi tubuh
manusia dan cara
mengaplikasikan
karakteristik tertentu
dari tubuh
manusia.(Roebuck,
1994 dalam Wardani,
2004)
- Observasi Body
Measuremant
Instrument,
Meteran jahit,
lembar
observasi
Ukuran
antropometr
i
Ratio
2 Tinggi posisi
duduk
Jarak vertikal dari
permukaan duduk
sampai ujung kepala
(Pheasant, 2003)
- Observasi Body
Measuremant
Instrument,lem
bar observasi
Ukuran
antropometr
i
Ratio
3 Tinggi siku pada
posisi duduk
Jarak vertikal dari
permukaan alas duduk
sampai ujung bawah
siku (Pheasant, 2003)
- Observasi Meteran jahit,
lembar
observasi
Ukuran
antropometr
i
Ratio
4 Panjang pantat
hingga lipatan
dalam lutut
Jarak horizontal dari
permukaan terluar
pantat hingga bagian
belakang kaki bagian
bawah (Pheasant,
2003)
- Observasi Meteran jahit,
lembar
observasi
Ukuran
antropometr
i
Ratio
5 Tinggi bagian
dalam lutut
Jarak vertikal dari
permukaan lantai
sampai sudut bagian
dalam lutut (Pheasant,
2003)
- Observasi Body
Measuremant
Instrument,
lembar
observasi
Ukuran
antropometr
i
Ratio
6 Lebar bahu
(Bideltoid)
Jarak horizontal dari
lebar maksimum lebar
bahu, diukur dari
bagian terluar bahu
sebelah kanan hingga
bagian terluar bahu
sebelah kiri (Pheasant,
2003)
- Observasi Meteran jahit,
lembar
observasi
Ukuran
antropometr
i
Ratio
7 Jarak jari tangan
hingga siku
Jarak dari siku bagian
belakang sampai jari
tangan bagian tengah
(Pheasant, 2003)
- Observasi Meteran jahit,
lembar
observasi
Ukuran
antropometr
i
Ratio
8 Lebar pinggul Jarak horizontal dari
lebar maksimum
pinggul, diukur dari
bagian terluar pantat
sebelah kanan hingga
bagian terluar pantat
sebelah kiri (Pheasant,
2003)
- Observasi Meteran jahit,
lembar
observasi
Ukuran
antropometr
i
Ratio
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Metodologi Penelitian
Pada metodologi penelitian ini akan ditentukan langkah-langkah yang
digunakan untuk membuat kursi ergono
mis dari awal sampai pembuatan prototype kursi ergonomis pada ibu menyusui.
Selanjutnya akan ditentukan juga langkah-langkah yang dilakukan untuk modifikasi
model kursi untuk ibu menyusui.
4.1.1 Langkah-langkah Rancang Bangun
Perancangan dan membangun kursi ergonomis untuk ibu menyusui harus
sesuai dengan fungsi dan material yang tepat, maka langkah-langkah yang
perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Studi Literatur
Pada tahap ini seluruh referensi dipelajari untuk dapat membuat kursi
ergonomis yang tepat untuk ibu menyusui. Dari mulai menentukan postur
yang ideal bagi ibu menyusui, ukuran dimensi kursi, sampai merancang
kursi agar dapat sesuai dengan fungsi untuk ibu menyusui.
b. Penyusunan konsep dan seleksi konsep
Konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan mengenai
teknologi, prinsip kerja dan bentuk kerja. Sebuah konsep biasanya
diekspresikan sebagai sebuah sketsa atau sebagai sebuah model 3 dimensi
secara garis besar dan seringkali disertai oleh sebuah uraian gambar.
Proses penyusunan konsep dimulai dengan serangkaian kebutuhan
pelanggan dan spesifikasi target dan diakhiri dengan terciptanya beberapa
konsep produk sebagai sebuah pilihan akhir.
c. Pengujian konsep
Pengujian konsep merupakan tahapan dalam perancangan produk.
Dari hasil konsep yang didapat melalui seleksi konsep, selanjutnya
dilakukan pengujian. Konsep yang terpilih diuji dengan perhitungan
kekuatan, ergonomic, estetika, proses manufaktur dan proses assembly.
d. Membuat Prototipe
Pembuatan prototipe merupakan tahapan menuju akhir dari
sebuah perancangan, oleh sebab itu pembuatan prototype bisa dilakukan
dengan tujuan pembelajaran, komunikasi, dan penggabungan. Setelah
menentukan tujuan dari pembuatan prototype, maka selanjutnya
dilakukan pembuatan prototipe dengan membuat alat tersebut.
4.1.2 Diagram Alir Rancang Bangun
Gambar 4.1 Diagram Alir Metode Perancangan Produk
STUDI LITERATUR
MEMBUAT RANCANGAN
KURSI ERGONOMIS IBU
MENYUSUI
ANALISIS RANCANGAN
YAITU ANALISIS
ERGONOMIC
PEMBUATAN PROTOTYPE
YA
TIDAK
TIDAK
START
SESUAI DENGAN
ANTROPOMETRI TUBUH IBU MENYUSUI ?
APAKAH SESUAI
ANALISIS
RANCANGAN ?
YA
1. Studi literature dilakukan untuk memperdalam wawasan peneliti dalam
merancang kursi ergonomi ini.
2. Proses membuat rancangan meliputi pemilihan konsep yang sesuai dan tepat
sasaran yaitu sesuai dengan ukuran antropometri tubuh ibu menyusui.
3. Analisis rancangan meliputi:
a. Analisis teknis dilakukan dengan menghitung bagaimana kekuatan
beberapa komponen pendukung sehingga komponen yang ada kuat
terhadap pembebanan yang mungkin terjadi
b. Analisis bahan, pemilihan bahan yang tepat tidak hanya untuk keamanan
pemakai saja namun juga dapat mempengaruhi proses dan biaya
c. Analisis ergonomic, analisis ini dilakukan dengan melakukan riset dengan
mengukur antropometri tubuh ibu menyusui.
4. Pembuatan prototipe
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah ibu menyusui yang ada di sekitar
kelurahan Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan yang berjumlah 228
orang. Sedangkan sampel yang diambil adalah ibu menyusui yang mewakili
populasi. Sampel penelitian ini bertujuan untuk membandingkan data yang
diperoleh dari data ukuran antropometri nasional dengan data ukuran
antropometri Kelurahan Pisangan. Pengambilan sampel dilakukan dengan
melakukan estimasi rata-rata pada sampel acak dengan menggunakan rumus
dibawah ini:
( )
Keterangan :
n : Besar sampel
Z2
1-/2 : pada uji dua sisi (two tail), = 5%
d : Nilai presisi
: Standar deviasi
N : Jumlah Populasi
Bersadarkan rumus di atas, maka besar sampel yang dibutuhkan adalah
( )
= 7,61 = 8 orang
Berdasarkan perhitungan statistik menggunakan estimasi rata-rata di atas,
diperoleh besar sampel adalah sebesar 8 orang. Maka, sampel yang digunakan
untuk membandingkan data ukuran antropometri ini minimal adalah 8 orang.
4.3 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium karena pengukuran
ukuran antropometri tubuh dilakukan dengan menggunakan alat Body
Measuremant Instrument dan merancang kursi di dalam laboratorium
4.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 - Februari 2013 di
kelurahan Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
4.5 Instrumen Penelitian dan Sumber Data
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah Body Measuremant
Instrument, lembar observasi dan dikombinasikan dengan meteran jahit untuk
mengukur ukuran dimensi tubuh ibu menyusui. Data yang digunakan adalah data
antropometri ibu menyusui. Data ini didapatkan dengan melakukan pengukuran
dimensi-dimensi tubuh pada ibu menyusui saat dalam posisi duduk. Data dimensi
tubuh ini yang akan menjadi ukuran-ukuran dalam perancangan kursi ergonomis
atau data ini yang akan diaplikasikan pada ukuran dalam mendesain kursi
ergonomis ini, misalkan untuk ukuran tinggi sandaran kursi.
4.6 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu data primer dan
data sekunder. Hal ini dilakukan untuk melakukan perbandingan data yang akan
digunakan antara data ukuran antropometri wanita nasional dan data ukuran
antropometri di kelurahan Pisangan.
1. Data primer yaitu data dimensi tubuh atau ukuran tubuh yang diperoleh
secara langsung dari ibu menyusui setelah dilakukan pengukuran dengan alat
Body Measurement Instrument.
2. Data sekunder yaitu data dimensi tubuh yang diperoleh dari literature yaitu
data antropometri tubuh wanita Indonesia.
4.7 Pengolahan data
Seluruh data yang terkumpul baik data primer dan data sekunder akan
diolah dengan memeriksa kembali kelengkapan dan ketetapan pengisian lembar
observasi. Setelah itu dilakukan pengelompokan data dimensi tubuh dan data di
masukan ke dalam program excel. Kemudian, dihitung rata-rata mean dari setiap
ukuran dimensi tubuh agar dapat tentukan ukuran percentilenya.
4.8 Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah dengan menganalisis data
antropometri tubuh ibu menyusui dengan cara menentukan ukuran percentile
yang akan digunakan pada rancangan kursi ibu menyusui. Ukuran percentile ini
yang akan menjadi pertimbangan dalam menentukan ukuran-ukuran yang akan
dirancang di dalam membuat kursi ergonomis ini.
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Data Antropometri
5.1.1 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Indonesia 2010
Tabel 5.1
Data antropometri wanita Indonesia tahun 2010 (dalam cm)
Dimensi Tubuh Mean 5th
50th
95th
SD
Tinggi posisi duduk 83 78 83 90 4.7
Tinggi siku pada posisi duduk 25 19 25 32 5.19
Panjang pantat hingga lipatan
dalam lutut
43 37 43 53 4.12
Tinggi lipatan dalam lutut 44 38 44 50 3.92
Lebar bahu 43 37 43 53 5.43
Panjang jari tangan hingga siku 43 37 43 50 4.27
Lebar pinggul 35 29 35 45 7.22
Sumber: Tan Kay Chuan, Markus Hartono, Naresh Kumar Antropometry of
Singaporean and Indonesian Populations 2010
Data pada tabel diatas didapatkan dari sebuah hasil pengukuran
antropometri wanita di Indonesia. Data ini digunakan untuk dijadikan
perbandingan antara data antropometri wanita skala nasional dengan data
antropometri wanita di kelurahan Pisangan. Tujuan dilakukan perbandingan
data ini adalah untuk melihat apakah data ukuran antropometri wanita
nasional ini masih sesuai dengan data ukuran antropometri wanita yang ada di
kelurahan Pisanganyang menjadi tempat penelitian dari peneliti.
5.1.2 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Di Kelurahan Pisangan 2013
Tabel 5.2
Data antropometri wanita di kelurahan Pisangan tahun 2013 (dalam cm)
Dimensi Tubuh Mean Median SD Min-Max CI 95
Tinggi posisi duduk 78.48 78.50 2.184 74.40-82.40 77.27-79.69
Tinggi siku pada posisi
duduk
22.83 22.40 2.806 18.5-27.5 21.27-24.38
Panjang pantat hingga
lipatan dalam lutut
44.45 44.5 1.751 41.7-47.1 43.48-45.42
Tinggi lipatan dalam
lutut
41.43 41.7 1.652 38.0-45.0 40.51-42.34
Lebar bahu 46.13 46.0 5.969` 38.0-56.0 42.83-49.44
Panjang jari tangan
hingga siku
41.98 42.0 1.471 38.8-44.0 41.16-42.79
Lebar pinggul 39.12 37.5 6.163 31.2-49.1 35.70-42.53
Data antropometri wanita di kelurahan Pisangan ini didapatkan dengan
melakukan pengukuran langsung kepada ibu menyusui yang ada di kelurahan
Pisangan. Data ini didapatkan dengan melakukan pengukuran melalui alat
Body Measuremant Instrument, dan meteran jahit sebagai alat bantu karena
ada beberapa dimensi tubuh yang tidak bisa diukur dengan alat Body
Measurement Instrument karena keterbatasan alat. Dimensi tubuh yang dapat
diukur dengan alat Body measurement Instrument adalah tinggi posisi duduk,
Jarak dari pantat hingga lipatan dalam lutut, dan tinggi lipatan dalam
lutut.Dimensi tubuh yang tidak dapat diukur adalah tinggi siku pada posisi
duduk, lebar bahu, lebar pinggul, dan rentang jari tangan hingga siku.
Dimensi tubuh yang tidak dapat diukur oleh alat Body Measurement
Instrument diukur dengan menggunakan alat meteran jahit, walaupun tingkat
ketelitian dari meteran jahit masih kurang dibandingkan dengan alat Body
Measurement Instrument, tetapi meteran jahit ini dapat membantu mengukur
dimensi tubuh seperti tinggi siku pada posisi duduk, lebar bahu, lebar pinggul,
dan rentang jari tangan hingga siku agar didapatkannya data dimensi tersebut.
Data ukuran antropometri wanita nasional dan data antropometri wanita
di kelurahan Pisangan akan menjadi dasar untuk pembuatan rancangan kursi
ergonomis untuk ibu menyusui. Data antropometri wanita di kelurahan
Pisangan ini hanya digunakan untuk uji coba apakah data ukuran antropometri
wanita nasional masih bisa dipakai dan data nasional ini masih bisa dijadikan
acuan untuk membuat rancangan kursi ergonomis sesuai ukuran wanita
Indonesia.
5.1.3 Ukuran Antropometri Tubuh Wanita Indonesia 2010 dan Kelurahan
Pisangan 2013 dalam Percentile
Tabel 5.3
Data percentile antropometri wanita Indonesia 2010 dan kelurahan Pisangan
tahun 2013 (dalam cm)
No Dimensi Tubuh Data nasional Kelurahan Pisangan
5th 50th 95th 5th 50th 95th
1 Tinggi posisi duduk 78 83 90 74.9 78.48 82.06
2 Tinggi siku pada posisi duduk 19 25 32 18.23 22.83 27.43
3 panjang pantat hingga lipatan
dalam lutut
37 43 53 41.58 44.45 47.32
4 Tinggi lipatan dalam lutut 38 44 50 38.72 41.43 44.14
5 Lebar bahu 37 43 53 36.34 46.13 55.92
6 Panjang jari tangan hingga
siku
37 43 50 39.57 41.98 44.39
7 Lebar pinggul 29 35 45 29.01 39.12 49.23
Tabel di atas menampilkan perbandingan data antara ukuran antropometri
wanita nasional dan data ukuran antropometri wanita di kelurahan Pisangan.
Di antara dua data tersebut, data nasional yang akan dijadikan ukuran dimensi
rancangan kursi yang akan dibuat prototipenya. Penjelasan tentang ukuran
bagian tubuh yang diukur untuk gambaran antropometri berdasarkan data
tabel diatas akan dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 5.1 Dimensi Tubuh Saat Duduk
1. Tinggi posisi duduk ( nomor 8 )
Dimensi tubuh ini diukur secara vertikal dari permukaan duduk
sampai ujung kepala. Pada gambar terdapat pada nomor delapan. Dimensi
tubuh ini digunakan untuk menentukan tinggi sandaran kursi. Dimensi
tubuh ini diukur menggunakan alat Body Measurement Instrumen. Nilai
percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada
tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya :
Nilai mean dari tinggi posisi duduk adalah 78.48
5th
= 78.48 + 2.184 (-1.64)
= 78.48 + (-3.58176)
= 74.89 cm (data kelurahan Pisangan) : 78 cm (data nasional)
95th
= 78.48 + 2.184 x 1.64
= 78.48 + 3.58176
= 82.06 cm (data kelurahan Pisangan) : 90 cm (data nasional)
Tinggi posisi duduk ukuran yang digunakan adalah 95th
percentile. Hal
ini agar seluruh populasi ibu yang berbadan tinggi dan pendek dapat
menggunakan sandaran ini. Ukuran ini menggunakan data nasional sebesar
90 cm.
2. Tinggi siku pada posisi duduk (nomor 11)
Dimensi tubuh ini diukur secara vertikal dari permukaan alas duduk
sampai ujung bawah siku tangan.Pada gambar 5.1 terdapat pada nomor
sebelas. Dimensi tubuh ini digunakan untuk menentukan tinggi dudukan
tangan kursi dan alat yang digunakan untuk mendapatkan data dimensi
tubuh ini adalah meteran jahit untuk mengukur tinggi dari siku pada posisi
duduk. Nilai percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang
terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya :
Nilai mean dari tinggi siku pada posisi duduk adalah 22.83
5th
= 22.83 + 2.806 (-1.64)
= 22.83 + (-4.60184)
= 18.23 cm (data kelurahan Pisangan) : 19 cm (data nasional)
95th
= 22.83 + 2.806 x 1.64
= 22.83 + 4.60184
= 27.43 cm (data kelurahan Pisangan) : 32 cm (data nasional)
Tinggi siku pada posisi duduk ukuran yang digunakan adalah 5th
percentile. Hal ini agar ibu yang ukuran tinggi siku pada posisi duduknya
rendah bisa menggunakan ukuran ini. Ibu yang memiliki ukuran tinggi siku
pada posisi duduknya yang tinggi dapat juga menggunakan ukuran ini,
karena ibu tersebut bisa mencapai ukuran 5th
percentile tersebut. Bila
menggunakan ukuran diatas 5th
percentile maka ibu yang memiliki tinggi
siku yang rendah tidak akan dapat menggunakan dudukan tangan ini.
Ukuran ini menggunakan data nasional sebesar 19 cm.
3. Tinggi lipatan dalam lutut (nomor 16)
Dimensi tubuh ini diukur secara vertikal dari lantai hingga bagian
dibelakang lutut dalam posisi duduk tegak, dalam keadaan lutut dan
pergelangan kaki dalam posisi tegak lurus, dengan bagian bawah paha dan
bagian bawah lutut langsung menyentuh permukaan tempat duduk.Pada
gambar 5.1 terdapat pada nomor enam belas. Dimensi tubuh ini digunakan
untuk menentukan tinggi alas kursi dan alat yang digunakan untuk
mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah Body Measurement Instrument.
Nilai percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat
pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya :
Nilai mean dari tinggi lipatan dalam lutut adalah 41.43
5th
= 41.43 + 1.652 (-1.64)
= 41.43 + (-2.70928)
= 38.72 cm (data kelurahan Pisangan) : 38 cm (data nasional)
95th
= 41.43 + 1.652 x 1.64
= 41.43 + 2.70928
= 44.14 cm (data kelurahan Pisangan) : 50 cm (data nasional)
Tinggi lipatan dalam lutut ukuran yang digunakan adalah 5th
percentile. Hal ini menurut Pheasant (2003) merupakan ukuran yang
terbaik. Ukuran ini dikhususkan untuk ibu yang memiliki tinggi badannya
pendek. Ibu yang memiliki tinggi badannya tinggi dapat menggunakan
ukuran tinggi lipatan dalam lutut ini dengan mengkombinasikan dari
ukuran panjang pantat hingga lipatan dalam lutut. Perancang tidak ingin
tinggi alas kursi ini terlalu tinggi dari lantai karena akan menyebabkan
bagian paha akan tertekan. Ukuran ini menggunakan data nasional sebesar
38 cm.
Gambar 5.2 Dimensi Tubuh Saat Duduk
4. Panjang pantat hingga lipatan dalam lutut (nomor 14)
Dimensi tubuh ini diukur secara horizontal dari permukaan terluar
pantat hingga bagian belakang kaki bagian bawah. Pada gambar 5.2
terdapat pada nomor empat belas. Dimensi tubuh ini digunakan untuk
menentukan kedalaman alas kursi dan alat yang digunakan untuk
mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah meteran jahit untuk mengukur
panjang pantat hingga lipatan dalam lutut. Nilai percentile di atas
didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada tinjauan pustaka
dan berikut adalah perhitungannya :
Nilai mean dari panjang pantat hingga lipatan dalam lutut adalah
44.45
5th
= 44.45 + 1.751 (-1.64)
= 44.45 + (-2.87164)
= 41.58 cm (data kelurahan Pisangan) : 37 cm (data nasional)
95th
= 44.45 + 1.751 x 1.64
= 44.45 + 2.87164
= 47.32 cm (data kelurahan Pisangan) : 53 cm (data nasional)
Panjang pantat hingga lipatan dalam lutut ukuran yang digunakan
adalah 50th
percentile. Menurut Pheasant (2003) batasan minimal ukuran
ini tidak mudah ditentukan, maka perancang menggunakan ukuran 50th
ini
agar kursi bisa digunakan oleh seluruh populasi. Bila penentuan panjang
pantat hingga lipatan dalam lutut ini terlalu panjang, maka bagian ujung
kursi dapat menekan daerah tepat dibelakang lutut. Sebaliknya bila ukuran
ini terlalu pendek akan menimbulkan tekanan pada bagian tengah paha,
oleh sebab itu pengambilan ukuran 50th
ini menurut saya sangat tepat
karena perancang tidak ingin kursi ini terlalu panjang atau terlalu pendek
untuk pengguna kursi ini. Ukuran ini menggunakan data nasional sebesar
43 cm
Gambar 5.3 Dimensi tubuh Saat Duduk
5. Lebar Bahu (nomor 17)
Dimensi tubuh ini diukur secara horizontal antara kedua lengan atas
dari lengan terluar sebelah kiri hingga lengan terluar sebelah kanan. Pada
gambar 5.3 terdapat pada nomor tujuh belas.Dimensi tubuh ini digunakan
untuk menentukan lebar sandaran dan alat yang digunakan untuk
mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah meteran jahit untuk mengukur
lebar bahu. Nilai percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan
yang terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya :
Nilai mean dari lebar bahu adalah 46.13
5th
= 46.13 + 5.969 (-1.64)
= 46.13 + (-9.78916)
= 36.34 cm (data kelurahan Pisangan) : 37 cm (data nasional)
95th
= 46.13 + 5.969 x 1.64
= 46.13 + 9.78916
= 55.92 cm (data kelurahan Pisangan) : 53 cm (data nasional)
Lebar bahu ukuran yang digunakan adalah 95th
percentile. Ukuran
maksimum ini digunakan agar pengguna yang memiliki lebar yang bahu
kecil dan lebar bisa dengan nyaman menggunakannya. Ukuran ini
menggunakan data nasional sebesar 53 cm
6. Lebar pinggul (nomor 19)
Dimensi tubuh ini diukur secara horizontal dari tubuh yang diukur
melintasi bagian terbesar dari pinggul dari kiri hinga ke kanan pinggul.
Pada gambar 5.3 terdapat pada nomor sembilan belas.Dimensi tubuh ini
digunakan untuk menentukan lebar alas kursi dan alat yang digunakan
untuk mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah meteran jahit untuk
mengukur lebar bahu. Ukuran dimensi ini tidak ada perubahan setelah
melihat perbandingan data antara data wanita Indonesia tahun 2010 dengan
data wanita di kelurahan Pisangan 2013. Nilai percentile di atas didapatkan
dengan cara perhitungan yang terdapat pada tinjauan pustaka dan berikut
adalah perhitungannya :
Nilai mean dari lebar pinggul adalah 39.12
5th
= 39.12 + 6.163 (-1.64)
= 39.12 + (-10.10732)
= 29.01 cm (data kelurahan Pisangan) : 29 cm (data nasional)
95th
= 39.12 + 6.163 x 1.64
= 39.12 + 10.10732
= 49.23 cm (data kelurahan Pisangan) : 45 cm (data nasional)
Ukuran lebar pinggul yang digunakan adalah 95th
percentile. Hal ini
bertujuan agar pengguna yang memiliki lebar pinggul yang kecil dan lebar
bisa dengan nyaman menggunakan ukuran ini. Ukuran ini menggunakan
data kelurahan Pisangan sebesar 49 cm.
Gambar 5.4 Dimensi tubuh Saat Duduk
7. Panjang jari tangan hingga siku (nomor 23)
Dimensi tubuh ini diukur secara horizontal dari ujung jari tangan
hingga siku. Pada gambar 5.4 terdapat pada nomor sembilan belas.Dimensi
tubuh ini digunakan untuk menentukan panjang dudukan tangan kursi dan
alat yang digunakan untuk mendapatkan data dimensi tubuh ini adalah
meteran jahit untuk mengukur panjang jari tangan hingga siku. Nilai
percentile di atas didapatkan dengan cara perhitungan yang terdapat pada
tinjauan pustaka dan berikut adalah perhitungannya :
Nilai mean dari panjang jari tangan hingga siku adalah 41.98
5th
= 41.98 + 1.471 (-1.64)
= 41.98 + (-2.41244)
= 39.57 cm (data kelurahan Pisangan) : 37 cm (data nasional)
95th
= 41.98 + 1.471 x 1.64
= 41.98 + 2.41244
= 44.39 cm (data kelurahan Pisangan) : 50 cm (data nasional)
Ukuran Panjang jari tangan hingga siku yang digunakan adalah 50th
percentile. Hal ini agar pengguna yang berlengan pendek dan panjang
dapat dengan nyaman menggunakan ukuran ini.
5.1.4 Dimensi Kursi Pendukung Rancangan Kursi
Tabel 5.4
Dimensi Kursi Pendukung Rancangan Kursi
No Dimensi Kursi Ukuran
1 Sudut Sandaran Kursi >100 derajat
2 Sudut Alas Kursi 10 derajat
3 Ketebalan Bantalan 4 cm
Sumber :Pheasant Bodyspace Second Edition 2003
1. Sudut Sandaran Kursi
Sudut sandaran kursi yang digunakan adalah lebih dari derajat.,
dikarenakan rancangan sandaran kursi yang akan dibuat dapat disetel sudut
kemiringannya sehingga lebih adjustable, sehingga jenis sandaran kursi
tingkat atas yang cocok adalah menggunakan sudut sandaran yang lebih
dari . Sudut sandaran ini berdasarkan dari rekomendasi Pheasant
(2003) untuk memberikan kenyamanan pada ibu saat menyusui. Karena
pada saat menyusui ibu harus berada pada posisi nyaman dan bersender
pada suatu benda untuk menopang badan ibu seperti pada gambar 2.4.
2. Sudut Alas Kursi
Sudut alas kursi yang digunakan adalah derajat. Hal ini untuk
membuat pengguna dapat menggunakan sandaran secara efektif.
3. Ketebalan Bantalan
Bantalan atau pelapis digunakan untuk memberikan kenyamanan
pada pengguna kursi agar mengurangi tekanan yang terjadi antara tubuh
dengan kursi. Ketebalan bantalan ini setebal 4 cm agar pengguna nyaman
saat duduk.Bantalan ini melapisi bagian alas kursi dan sandaran kursi.
5.1.5 Gambar Rancangan Kursi Ergonomi
Setelah perancang melakukan pengukuran dan perhitungan secara
keseluruhan, dilanjutkan dengan membuat rancangan berupa gambar
rancangan 3D kursi ergonomis tersebut dibuat menggunakan software
3dsmax 2011 dengan penggambaran dari tampak samping kanan dan
samping kiri.Gambar rancangan dapat dilihat pada gambar 5.5 dan 5.6 di
bawah ini.
Gambar 5.5 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak kiri dengan rincian:
a.lebar sandaran, b. panjang sandaran tangan, c. tinggi sandaran, d. tinggi sandaran
tangan, e. lebar alas kursi, f.panjang kedalaman alas kursi, g. tinggi alas kursi.
Gambar 5.6 Gambar Rancangan Kursi Ergonomis Tampak kanan dengan rincian:
a.lebar sandaran, b. panjang sandaran tangan, c. tinggi sandaran, d. tinggi sandaran
tangan, e. lebar alas kursi, f.panjang kedalaman alas kursi, g. tinggi alas kursi
Gambar diatas merupakan gambar rancangan kursi yang akan dibuat oleh
perancang. Ukuran dimensi kursi diatas sudah memakai hasil perbandingan data
antara data nasional dengan data yang ada di kelurahan Pisangan.Gambar diatas
merupakan gambar tampak samping kiri dan kanan.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Saat pengukuran berlangsung ada beberapa ibu yang tidak bisa melepas bayinya
sehingga saat pengukuran ada kemungkinan adanya ketidaktepatan ukuran
dimensi tubuh yang diukur.
2. Desain kursi yang dibuat perancang tidak dapat secara teliti membuat nyaman
sebanyak 100 % pada pengguna saat menggunakan kursi ini. Hal ini dikarenakan
banyaknya variasi ukuran pada tiap manusia.
3. Pengukuran dimensi tubuh pada ibu menyusui ini menggunakan beberapa alat,
salah satunya adalah meteran jahit. Meteran jahit ini ketepatan presisinya agak
kurang akurat sehingga kemungkinan ukuran dimensi tubuh pada ibu menyusui
ini menjadi kurang keakuratannya.
4. Responden yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 orang, dan tujuan
pembuatan kursi ini di desain untuk ukuran nasional, sehingga pengambilan
responden sebanyak 15 orang ini untuk uji coba kursi kurang mewakili untuk
keseluruhan populasi Indonesia.
6.2 Rancangan Kursi
1. Sandaran Kursi (Backrest)
Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi
ukuran Tinggi posisi duduk. Ukuran yang digunakan adalah ukuran tinggi posisi
duduk 95th
percentile dari data nasional yaitu 90 cm. Secara statistik, untuk
ukuran 90 cm dari data nasional ini, semua ibu yang dijadikan sampel 100 %
sudah terwakili, karena untuk dimensi tinggi posisi duduk ibu di kelurahan
Pisangan ini tidak ada yang melebihi 90 cm. Hal ini digunakan agar tinggi
sandaran menjadi golongan sandaran tipe tinggi dan seluruh populasi dapat
menggunakan sandaran ini.
Menurut Pheasant (2003) penggunaan sandaran bertipe tinggi ini dapat
memberikan dukungan pada kepala secara penuh dan juga pada leher. Hal ini
sejalan dengan perancangan kursi ini karena target pengguna kursi ini adalah ibu
menyusui yang membutuhkan kenyamanan saat menyusui dengan adanya
dukungan pada anggota tubuh bagian kepala dan leher. Pada desain juga dapat
dilihat pada bagian bawah sandaran didesain bentuknya agak sedikit cekung. Bila
tidak dibentuk cekung maka pengguna tidak dapat memaksimalkan penggunaan
sandaran kursi ini.
Menurut Anderson at al (1974) dalam Pheasant (2003) desain yang cekung
pada sandaran dekat tulang lumbal akan mendukung posisi duduk ibu agar
membantu ibu saat ingin berdiri normal dari kursi. Dari segi perancangannya
kursi ini didesain agar dapat mengurangi gangguan kesehatan saat memposisikan
tubuh saat ibu menyusui.
Menurut Bahiyatun (2009) untuk membantu posisi ibu saat menyusui yang
benar saat duduk adalah dengan memberikan topangan atau sandaran pada
punggung ibu. Hal ini agar posisi ibu tidak membungkuk karena akan cepat
lelah. Posisi ibu menyusui yang banyak dipakai ibu salah satunya adalah cradle
hold yang harus menggunakan sandaran punggung untuk menopang ibu. Posisi
tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4.
2. Sandaran Tangan (Armrest)
Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi
ukuran tinggi siku dalam posisi duduk. Ukuran yang digunakan adalah 5th
dari
data nasional yaitu 19 cm. Ukuran terkecil ini diambil karena menurut Pheasant
(2003) sebuah tinggi dudukan siku yang agak lebih rendah lebih baik untuk
pengguna yang berbadan lebih tinggi dan untuk pengguna yang berbadan lebih
rendah juga dapat menggunakannya. Secara statistik untuk ukuran 19 cm dari
data nasional ini ada 94 % ibu yang sudah terwakili untuk ukuran tinggi siku
dalam posisi duduknya, sehingga bisa dikatakan ukuran ini sudah nyaman
digunakan pada ibu di kelurahan Pisangan.
Dudukan siku berguna untuk menopang bayi saat ibu sedang menyusui
sehingga tekanan akibat beban bayi yang terjadi pada ibu dapat dikurangi.
Menurut Pheasant (2003) sandaran tangan harus mendukung bagian berdaging
dari lengan bawah. Sangat baik jika bahan pelapis berbahan empuk. Pada
dudukan siku ini akan dilapisi oleh pelapis seperti busa yang berbahan empuk.
Bila dudukan siku ini tidak dilapisi dengan pelapis akan menimbulkan
ketidaknyamanan pada pengguna yang menggunakan dudukan siku ini. Hal itu
dikarenakan pada bagian tulang-tulang siku banyak saraf-saraf ulnar yang sangat
sensitif sehingga bagian ini dilapisi oleh bahan busa untuk memberikan
kenyamanan pengguna.
Pada posisi menyusui cradle hold ibu disarankan duduk pada kursi
berlengan yang nyaman untuk membantu ibu menopang badan bayi saat
menyusui. Posisi ini dapat dilihat pada gambar 2.4. Dudukan tangan ini bila
digunakan paling baik digunakan pada saat menyusui bayi yang berumur 1-6
bulan, karena beban bayi masih belum terlalu berat untuk sang ibu. Bila umur
bayi sudah lebih dari 6 bulan dianjurkan dapat menambahkan bantal sebagai
ganjalan tangan ibu saat menopang sang bayi.
3. Kedalaman Alas Kursi (Seat Depth)
Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi
ukuran panjang pantat hingga lipatan dalam lutut. Ukuran yang digunakan adalah
50th
dari data nasional yaitu 43 cm. Hal ini agar dapat disesuaikan dengan
pengguna yang memiliki tinggi badan tinggi dan tinggi badan yang rendah.
Melihat dari data statistik terdapat 60 % yang tidak terwakili dari ukuran ini
karena ada ukuran ibu yang panjangnya di atas 43 cm.
Menurut Pheasant (2003) batasan minimal kedalaman kursi ini tidak
mudah untuk ditentukan maka perancang menggunakan ukuran 50th
ini agar
kursi bisa disesuaikan dengan ukuran para pengguna. Menurut Panero dan Zelnik
(2003) faktor penting yang menimbulkan kenyamanan duduk seseorang adalah
kedalaman kursi ini. Bila kedalaman kursi terlalu panjang maka bagian ujung
dari alas kursi dapat menekan daerah tepat dibelakang lutu, hal ini akan
menghambat aliran darah ke kaki sehingga menimbulkan ketidaknyamanan.
Sebaliknya Panjang alas kursi yang terlalu pendek juga tidak baik karena
seseorang cenderung merasa akan jatuh ke depan, disebabkan karena kecilnya
daerah pada bawah paha. Akibat yang lain, kedalaman kursi yang terlalu pendek
akan menimbulkan tekanan pada bagian tengah paha. Maka dari pertimbangan
hal itu perancang memilih menggunakan ukuran 50th
agar ukuran dapat
disesuaikan pada seluruh pengguna.
4. Ketinggian Alas Kursi (Seat Height)
Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi
ukuran Tinggi lipatan dalam lutut. Ukuran yang digunakan adalah 5th
dari data
nasional yaitu 38 cm. Menurut Pheasant (2003) ukuran 5th
adalah ukuran yang
terbaik agar ketinggian kursi secara optimal dapat digunakan untuk berbagai
tujuan dan harus dekat dengan tinggi lipatan dalam lutut pengguna. Dalam data
frekuensi ukuran antropometri ibu menyusui di kelurahan Pisangan, terdapat
ukuran ibu yang jarak perbedaan ukurannya dengan ukuran yang disarankan
berjarak 5-7 cm. Perbedaan yang agak besar tersebut dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada pengguna, sehingga dapat dikatakan sebanyak 87 % ibu
sudah terwakili dengan ukuran ini..
Pemilihan 5th
dikarenakan saat melihat perbandingan data nasional dengan
data subjek di kelurahan Pisangan ukuran ini yang paling mendekati antara kedua
data ini. Desain ini juga disesuaikan menurut Panero dan Zelnik (2003) yaitu bila
tinggi alas kursi terlalu tinggi dari lantai akan menyebabkan bagian paha akan
tertekan. Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan peredaran darah
terhambat. Selain itu juga dapat menyebabkan telapak kaki tidak dapat menapak
dengan baik di lantai, sehingga menyebabkan melemahnya stabilitas tubuh.
Sebaliknya jika tinggi alas kursi terlalu rendah dari lantai maka dapat
menyebabkan kaki condong terjulur ke depan, menjauhkan punggung dari
sandaran sehingga penopangan lumbal tidak terjaga dengan tepat.
Pada desain ini perancang mencoba membuat agar ketinggian kursi secara
tepat dapat digunakan oleh para ibu agar para ibu dapat menyusui secara nyaman
dan mengurangi resiko permasalahan kesehatan. Pada ujung alas kursi perancang
mendesain agar ujung tepi alas berbentuk membulat dalam rangka
meminimalkan tekanan di bawah paha.
5. Lebar Alas Kursi (Seat width)
Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi
ukuran lebar pinggul. Ukuran yang digunakan adalah 95th
dari data kelurahan
Pisangan yaitu 49 cm. Menurut Pheasant (2003) demi tujuan mendukung lebar
kursi yang baik untuk ukuran lebar kursi ini lebih baik digunakan ukuran yang
maksimum. Pada ukuran 49 cm ini ada beberapa ibu yang akan mengalami tidak
nyaman menggunakan kursi ini, karena ada sebesar 100 % ukuran ibu sudah
terwakili dengan ukuran ini, sehingga ibu dapat dengan nyaman menggunkan
dimensi ini.
Ukuran 95th
dari lebar pinggul perempuan dianggap cocok karena untuk
pengguna yang memiliki lebar pinggul lebih kecil dapat menggunakan secara
nyaman. Menurut Pheasant (2003) lebar kursi ini lebih baik kurangi 2,5 cm pada
kedua sisi dari luas maksimum pinggul. Hal tersebut dikarenakan untuk
mendukung lebar antara lengan kursi agar dapat digunakan untuk pengguna yang
memiliki pinggul yang besar.
6. Sudut Sandaran (Backrest angle)
Pada desain kursi ini perancang memberikan sudut miring untuk bagian
sandaran kursi sebesar 110 derajat. Hal ini sejalan menurut Pheasant (2003)
bahwa pemberian sudut sandaran pada kursi sangat diperlukan untuk menambah
tipe kenyamanan, tetapi pemberian sudut sandaran yang terlalu besar dapat
menyebabkan kesulitan untuk berdiri. Penentuan sudut sandaran yang optimal
sangat diperlukan agar dapat mendukung posisi tubuh pengguna lebih nyaman.
Pheasant (2003) merekomendasikan antara 100 sampai 110 derajat merupakan
ukuran sudut yang optimal yang dapat digunakan. Perancang menggunakan sudut
sebesar 110 karena pada tipe sandaran yang dirancang merupakan tipe sandaran
tinggi yang hanya cocok dengan sandaran sebesar 110 derajat atau lebih.
Pemberian sudut inipun menurut Bahiyatun (2009) dapat memaksimalkan
bentuk payudara ibu dan memberi ruang untuk menggerakkan bayinya ke posisi
yang baik. Sudut sandaran ini dapat mencegah ibu untuk membungkuk saat
menyusui, karena saat menyusui kalau ibu membungkuk akan membuat leher
dan punggung ibu mengalami kelelahan sehingga pemberian sudut ini dapat
meminimalisir kelelahan pada bagian punggung dan leher ibu saat menyusui.
7. Sudut Alas Kursi (Seat angle)
Pada rancangan kursi ini perancang juga menggunakan sudut alas kursi.
Sudut alas kursi ini menurut Pheasant (2003) berguna untuk mempertahankan
interaksi yang baik dengan sandaran dan membantu untuk melawan setiap
kecenderungan tubuh untuk dapat jatuh dari kursi. Kemiringan yang berlebihan
dapat mengurangi pengguna dalam hal berdiri dan posisi akan duduk. Sudut yang
optimal menurut Pheasant (2003) adalah 10 derajat. Perancang menggunakan
sudut alas kursi ini agar tubuh dapat memaksimalkan fungsi sandaran kursi yaitu
menopang tubuh pengguna agar pengguna bisa nyaman duduk untuk waktu yang
cukup lama.
8. Panjang Sandaran Tangan (Armrest Length)
Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi
ukuran yaitu panjang jari tangan hingga siku. Ukuran yang digunakan adalah 50th
dari data nasional yaitu 43 cm. Sebenarnya kegunaan dimensi kursi ini bagi ibu
menyusui adalah untuk menopang tangan ibu saat menyusui. Ukuran ini
mengambil ukuran yang dapat disesuaikan untuk semua ukuran, maka dapat
dikatakan 100 % ibu sudah terwakili dengan ukuran ini dan ibu dapat dengan
nyaman menggunakan kursi ini.
Menurut Pheasant (2003) panjang sandaran tangan ini tidak boleh
membatasi akses tangan, karena lengan kursi tidak boleh lebih panjang di depan
sandaran kursi, maka dari itu perancang membuat ukuran 50th
agar bisa
disesuaikan ke semua populasi ibu yang memiliki lengan yang pendek dan
populasi ibu yang memiliki lengan yang panjang.
9. Lebar Sandaran Kursi (Backrest Breadth)
Untuk dimensi tubuh yang digunakan pada bagian ini adalah dimensi
ukuran yaitu lebar bahu (Bideltoid). Ukuran yang digunakan adalah 95th
dari data
nasional yaitu 53 cm. Pada data ukuran antropometri ibu menyusui di kelurahan
Pisangan ini terdapat 2 ibu yang ukuran bahunya melebihi ukuran yang
disarankan, sehingga kemungkinan terdapat 87 % ibu yang sudah terwakili
dengan ukuran ini dan nyaman dalam menggunakan dimensi kursi ini.
Pada ukuran 95th
ini diharapkan kursi dapat digunakan untuk seluruh
populasi. Ukuran maksimum ini digunakan agar pengguna yang memliki lebar
bahu yang kecil bisa menggunakannya. Menurut Pheasant (2003) ukuran ini
harus diperhatikan agar mobilitas bahu pengguna bisa secara bebas digerakkan.
Pada saat menyusui ibu bisa leluasa menggunakan bahu bila lebar sandaran kursi
ini lebih lebar dari bahu ibu, sehingga ibu bisa secara nyaman saat posisi
menyusui menggunakan sandaran kursi ini.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Informasi ukuran antropometri wanita Indonesia tahun 2010 dan ukuran
antopometri wanita di kelurahan Pisangan 2013
a. Ukuran data antropometri wanita Indonesia tahun 2010
1) Ukuran sitting height dengan rata-rata 83 cm, dengan 5th
adalah 78
cm, dan 95th
adalah 90 cm.
2) Ukuran sitting elbow height dengan rata-rata 25 cm, dengan 5th
adalah 19 cm, dan 95th
adalah 32 cm.
3) Ukuran buttock popliteal length dengan rata-rata 43 cm, dengan 5th
adalah 37 cm, dan 95th
adalah 53 cm
4) Ukuran popliteal height dengan rata-rata 44 cm, dengan 5th
adalah
38 cm, dan 95th
adalah 50 cm
5) Ukuran shoulder breadth dengan rata-rata 43 cm, dengan 5th
adalah
37 cm, dan 95th
adalah 53 cm
6) Ukuran elbow fingertip length dengan rata-rata 43 cm, dengan 5th
adalah 37 cm, dan 95th
adalah 50 cm
7) Ukuran hip breadth dengan rata-rata 35 cm, dengan 5th
adalah 29
cm, dan 95th
adalah 45 cm
b. Ukuran data antropometri wanita di kelurahan Pisangan 2013
1) Ukuran sitting height dengan rata-rata 78,48 cm, dengan 5th
adalah
74,9 cm, dan 95th
adalah 82,06 cm.
2) Ukuran sitting elbow height dengan rata-rata 22,83 cm, dengan 5th
adalah 18,23 cm, dan 95th
adalah 27,43 cm.
3) Ukuran buttock popliteal length dengan rata-rata 44,45 cm, dengan
5th
adalah 41,58 cm, dan 95th
adalah 47,32 cm
4) Ukuran popliteal height dengan rata-rata 41,43 cm, dengan 5th
adalah 38,72 cm, dan 95th
adalah 44,14 cm
5) Ukuran shoulder breadth dengan rata-rata 46,13 cm, dengan 5th
adalah 36,34 cm, dan 95th
adalah 55,92 cm
6) Ukuran elbow fingertip length dengan rata-rata 41,98 cm, dengan
5th
adalah 39,57 cm, dan 95th
adalah 44,39 cm
7) Ukuran hip breadth dengan rata-rata 39,12 cm, dengan 5th
adalah
29,01 cm, dan 95th
adalah 49,23 cm
2. Dimensi rancangan kursi ergonomis untuk ibu menyusui berdasarkan
ukuran antropometri wanita Indonesia tahun 2010 dan wanita di
kelurahan Pisangan 2013
1) Ukuran tinggi sandaran kursi adalah 90 cm.
2) Ukuran tinggi sandaran tangan adalah 19 cm.
3) Ukuran kedalaman alas kursi adalah 43 cm.
4) Ukuran tinggi alas kursi adalah 38 cm.
5) Ukuran lebar sandaran kursi adalah 53 cm
6) Ukuran panjang sandaran tangan adalah 43 cm
7) Ukuran lebar alas kursi adalah 49 cm.
7.2 Saran
1. Saran Bagi Ibu Menyusui
a. Saat ibu menyusui selalu menggunakan kursi untuk menopang tubuh ibu
agar dapat terhindar dari bahaya kesehatan.
b. Saat ibu menyusui dan ibu tidak memiliki kursi usahakan memakai benda
lain yang empuk untuk menopang bagian belakang tubuh sang ibu.
2. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti lain dapat
menggembangkan pembuatan rancangan kursi untuk ibu menyusui yang
dapat di setel ketinggian kursi, tinggi sandaran tangan, sudut sandaran
tangan.
b. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti lain dapat memperhatikan
rancangan melalui pemilihan bahan yang akan digunakan agar bisa lebih
terperinci.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiana, Lintang. 2007. Persepsi Ketidaknyamanan Lingkungan di Kehidupan
Perkotaan. Available: http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/124448-
155.942%20ARD%20p%20-%20Persepsi%20ketidaknyamanan-Literatur.pdf di
akses pada tanggal 30 Oktober 2012 pukul 12.54 Wib
Bahiyatun, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
Budiono, Sugeng, A.M. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan
penerbit UNDIP
Cohen, Alexander L. et al. 1997. Elements of Ergonomics Programs. A Primer Based on
Workplace Evaluations of Musculosceletal Disorders. America: U.S.
Departement of Health and Human Services. NIOSH
Dul, Jan. Weerdmeester, B. 2001. Ergonomics for Beginner. 2nd
Edition. New York:
Taylor & Francis Inc
Dul, Jan. Weerdmeester, B. 2008. Ergonomics for Beginner. 3rd
Edition. London: CRC
Press
Edy, Sarwo dan Rasmidar Samad. 2011. Aplikasi Postur yang Ergonomi Dokter Gigi
Selama Perawatan Klinis di Kota Makassar. Departemen Ilmu Kesehatan Gigi
Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar
Fahma, Fakhrina, dkk. 2010. Perancangan kursi untuk ibu menyusui berdasarkan
pendekatan antropometri (studi kasus: Diruang laktasi rumah sakit XYZ).
National conference on Applied ergonomics. 2010
Fredregill, Suzanne dan Ray Fredregill. 2010. The Everything Breastfeeding Book.
Second Edition. U.S.A: F+W Media Inc
Jannah, Nur. 2008. Analisa Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja
Divisi Kasir, Grocery, Dan Receiving Giant Hypermarket Cimanggis Tahun
2008. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Uin Syarif
Hidayatullah.
Kolcaba, Katharine. 1991. A Taxonomic Structure for The Concept Comfort. IMAGE:
Journal of Nursing Scholarship Vol. 23, No. 4.
Kolcaba, Katharine. 1992. Holistic comfort: Operationalizing The Construct as A Nurse-
Sensitive Outcome. Advance in Nursing Science
Kolcaba, Katharine. 2001. Evolution of the mid range theory of comfort for outcomes
research, Nursing Outlook 2001 volume 49
Mauludi, noval, (2010). Factor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kelelahan Pada
Pekerja Diproses Produksi Kantong Semen PBD (Paper Bag Devision)
PT.INDOCEMENT TUNGGAL PRAKASA TBK CITEUREUP BOGOR. UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi ke 2. Surabaya:
Guna Widya
Panero, Julius, Zelnik, Martin. 2003. Dimensi Manusia dan Ruang interior. Jakarta:
Erlangga.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian
Air Susu Ibu Ekslusif
Pheasant, S., 1988. Anthropometry Ergonomics and Design. London : Taylor and
Francis inc,
Pheasant, S., 2003. Bodyspace: Anthropometry, Ergonomics and Design of Work. 2nd
Edition London: Taylor & Francis,
Pratomo, Aji Wiro. 2007. Hubungan antara kursi kerja dengan timbulnya keluhan Nyeri
pinggang pada pekerja tenun kain sarung di java Atbm (alat tenun bukan mesin)
desa kebunan kecamatan Taman kabupaten pemalang tahun 2006. Skripsi.
Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Univ Negeri Semarang.
Pusat Kesehatan Kerja. 2004. Ergonomi. Jakarta: Depkes Rahayu, Rizka Yulianti dan
Sari Sudarmiati. 2012. Pengetahuan Ibu Primipara tentang Faktor-
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Produksi ASI. Jurnal Nursing Studies Vol. 1
No. 1. Available on: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnursing
Rahmawati, Yulita dan Sugiharto. Hubungan Sikap Kerja Duduk dengan Kejadian
Cumulative Trauma Disorder Pekerja Pengamplasan. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Vol. 7 No. 1. Available on:
http://journal.unnes.ac.id/index.php/kemas
Roberts, Debbie. 2011. Preventing Musculoskeletal Pain In Mothers. United States
Lactation Consultant Association : Clinical Lactation, vol 2-4, No 13-20
Roesli, Utami. 2009. Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Pustaka Bunda. Cet. I
Roesli.2000, Mengenal ASI Eksklusif. Tubhus Agrimidya
Romadhona, Andri. 2010. Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Pada Aktivitas Mengangkat
Dan Mendorong Pasien Pada Perawat IGD RSUD DR Adjidarmo Rangkas
Bitung Tahun 2010. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Uin Syarif Hidayatullah.
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Sigit Wasi W.2005. Bekerja Dengan Komputer secara ergonomis dan sehat.
www.wahanako.com
Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik, ASI:Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Cetakan I (Ed)
Suma‟mur, 1989 Ergonomi Untuk Produktifitas Kerja. CV Haji Masaagung
Suma‟mur. 1996. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung.
Suradi, Rulina. 2001. Bahan Bacaan manajemen Laktasi, cetakan ke-1. Jakarta:
Perkumpulan Perinatologi Indonesia
Stevenson, M.G. 1989. Lecture notes on the principles of ergonomic, Sydney : Centre
for safety science Univ. of New South Wales.
Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi untuk keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktifitas,
Surakarta. UNIBA Press.
Wardani, Laksmi Kusuma. 2004. Evaluasi Ergonomi Dalam Perancangan Desain.
Surabaya: Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra Surabaya.
Widodo, Ariani Dewi. 2011. Posisi Menyusui yang Nyaman Bagi Ibu dan Buah Hati.
Available on: http://www.tanyadok.com/anak/posisi-menyusui-yang-nyaman-bagi-
ibu-dan-buah-hati. Diakses pada tanggal 5 Desember 2012 pukul 5.39
Wignjosoebroto, Sritomo. 2000, Ergonomi, Studi Gerak & Waktu (Teknik Analisa untuk
produktifitas kerja), Edisi kedua, Jakarta: PT. Guna Widya
Lampiran
LEMBAR OBSERVASI DATA ANTROPOMETRI TUBUH IBU
MENYUSUI
Data Antropometri Ibu Menyusui
No Nama Dimensi (cm)
1 2 3 4 5 6
1
2
3
4
5
Keterangan Dimensi pada tabel:
1. Sitting Height
2. Sitting Elbow Heigth
3. Buttock Popliteal Length
4. Popliteal Height
5. Shoulder Breadth
6. Elbow Fingertip Length
Keterangan dimensi pada gambar:
1. Sitting Height = no 8
2. Sitting Elbow Heigth = no 11
3. Buttock Popliteal Length = no 14
4. Popliteal Heigth = no 16
5. Shoulder Breadth = no 17
6. Elbow Fingertip Length = no 23
Lampiran
Lampiran
Data Antropometri Ibu Menyusui di Kelurahan Pisangan 2013
No Dimensi (cm)
1 2 3 4 5 6 7
1 79.80 22.30 43.50 40.70 38.50 40.50 31.50
2 78.90 18.50 46.00 41.90 48.40 43.90 42.40
3 78.20 22.80 47.10 41.20 49.50 40.50 40.50
4 79.70 22.50 46.70 41.90 48.50 43.50 41.00
5 74.40 19.50 43.50 39.70 39.70 38.80 31.20
6 82.40 26.00 43.00 41.70 45.70 43.50 37.20
7 78.50 21.50 44.20 45.00 41.00 41.80 49.10
8 79.80 27.50 45.80 42.50 55.00 41.00 47.00
9 82.10 22.00 44.50 39.60 52.50 44.00 46.30
10 79.00 22.40 41.70 42.40 46.00 42.00 34.50
11 76.30 19.00 42.20 41.10 40.10 41.50 35.60
12 77.60 25.00 46.60 38.00 50.50 43.20 34.50
13 77.10 26.00 44.70 41.70 38.00 41.20 31.50
14 75.60 21.00 45.20 43.30 56.00 42.00 47.00
15 77.80 26.40 45.00 40.70 42.60 42.30 37.50
Keterangan Dimensi pada tabel:
7. Sitting Height
8. Sitting Elbow Heigth
9. Buttock Popliteal Length
10. Popliteal Height
11. Shoulder Breadth
12. Elbow Fingertip Length
13. Hip Breadth
Keterangan dimensi pada gambar:
7. Sitting Height = no 8
8. Sitting Elbow Heigth = no 11
9. Buttock Popliteal Length = no 14
10. Popliteal Heigth = no 16
11. Shoulder Breadth = no 18
12. Elbow Fingertip Length = no 23
13. Hip Breadth = no 19
.Lampiran
Statistics
sit_height sitting_elbow butt_pop pop_height shoulder_br
eadth hip_breadth elbow_finger
N Valid 15 15 15 15 15 15 15
Missing 0 0 0 0 0 0 0
Mean 78.4800 22.8267 44.4467 41.4267 46.1333 39.1200 41.9800
Std. Deviation 2.18443 2.80623 1.75168 1.65291 5.96953 6.16316 1.47125
sit_height
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 74.4 1 6.7 6.7 6.7
75.6 1 6.7 6.7 13.3
76.3 1 6.7 6.7 20.0
77.1 1 6.7 6.7 26.7
77.6 1 6.7 6.7 33.3
77.8 1 6.7 6.7 40.0
78.2 1 6.7 6.7 46.7
78.5 1 6.7 6.7 53.3
78.9 1 6.7 6.7 60.0
79 1 6.7 6.7 66.7
79.7 1 6.7 6.7 73.3
79.8 2 13.3 13.3 86.7
82.1 1 6.7 6.7 93.3
82.4 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
sitting_elbow
Frequency Percent Valid
Percent Cumulative
Percent
Valid 18.5 1 6.7 6.7 6.7
19 1 6.7 6.7 13.3
19.5 1 6.7 6.7 20.0
21 1 6.7 6.7 26.7
21.5 1 6.7 6.7 33.3
22 1 6.7 6.7 40.0
22.3 1 6.7 6.7 46.7
22.4 1 6.7 6.7 53.3
22.5 1 6.7 6.7 60.0
22.8 1 6.7 6.7 66.7
25 1 6.7 6.7 73.3
26 2 13.3 13.3 86.7
26.4 1 6.7 6.7 93.3
27.5 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
butt_pop
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 41.7 1 6.7 6.7 6.7
42.2 2 13.3 13.3 20.0
43 1 6.7 6.7 26.7
43.5 2 13.3 13.3 40.0
44.2 1 6.7 6.7 46.7
44.5 1 6.7 6.7 53.3
44.7 1 6.7 6.7 60.0
45 1 6.7 6.7 66.7
45.8 1 6.7 6.7 73.3
46 1 6.7 6.7 80.0
46.6 1 6.7 6.7 86.7
46.7 1 6.7 6.7 93.3
47.1 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
pop_height
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 38 1 6.7 6.7 6.7
39.6 1 6.7 6.7 13.3
39.7 1 6.7 6.7 20.0
40.7 2 13.3 13.3 33.3
41.1 1 6.7 6.7 40.0
41.2 1 6.7 6.7 46.7
41.7 2 13.3 13.3 60.0
41.9 2 13.3 13.3 73.3
42.4 1 6.7 6.7 80.0
42.5 1 6.7 6.7 86.7
43.3 1 6.7 6.7 93.3
45 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
shoulder_breadth
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
38 1 6.7 6.7 6.7
38.5 1 6.7 6.7 13.3
39.7 1 6.7 6.7 20.0
40.1 1 6.7 6.7 26.7
41 1 6.7 6.7 33.3
42.6 1 6.7 6.7 40.0
45.7 1 6.7 6.7 46.7
46 1 6.7 6.7 53.3
48.4 1 6.7 6.7 60.0
48.5 1 6.7 6.7 66.7
49.5 1 6.7 6.7 73.3
50.5 1 6.7 6.7 80.0
52.5 1 6.7 6.7 86.7
55 1 6.7 6.7 93.3
56 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
hip_breadth
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 31.2 1 6.7 6.7 6.7
31.5 2 13.3 13.3 20.0
34.5 2 13.3 13.3 33.3
35.6 1 6.7 6.7 40.0
37.2 1 6.7 6.7 46.7
37.5 1 6.7 6.7 53.3
40.5 1 6.7 6.7 60.0
41 1 6.7 6.7 66.7
42.4 1 6.7 6.7 73.3
46.3 1 6.7 6.7 80.0
47 2 13.3 13.3 93.3
49.1 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
elbow_finger
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid 38.8 1 6.7 6.7 6.7
40.5 2 13.3 13.3 20.0
41 1 6.7 6.7 26.7
41.2 1 6.7 6.7 33.3
41.5 1 6.7 6.7 40.0
41.8 1 6.7 6.7 46.7
42 2 13.3 13.3 60.0
42.3 1 6.7 6.7 66.7
43.2 1 6.7 6.7 73.3
43.5 2 13.3 13.3 86.7
43.9 1 6.7 6.7 93.3
44 1 6.7 6.7 100.0
Total 15 100.0 100.0
Recommended