View
248
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
PENGUKURAN TINGKAT KESEHATAN BANK SYARIAH
TERHADAP POTENSI TERJADINYA FINANCIAL DISTRESS
DENGAN MENGGUNAKAN METODE RGEC
(Studi Kasus pada Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI
Syariah Tahun 2012-2016)
Tesis
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Master Ekonomi (M.E) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Magister Perbankan Syariah
Diajukan Oleh :
YUDNINA FALHANAWATI
21140850000019
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2017 M
v
Abstract
This study aims to measure the soundness of Islamic banking that consis of
three (3) component slm from company sources such as human capital (s, internal
variable), capital employed (l, external variable), structural capital (m, religiosity
variable) using RGEC method. As RGEC method, factors used in this study are
risk profile, good corporate government (GCG), earnings and capital. The data
used is secondary data which taken from annual triwulan of three of Islamic bank
from 2012 to 2016. This research used quantitative and descriptive approach to
analyse the data. Methods of data analysis used in this research is deskriptive
statistic, Kolmograv Smirnov and Mann Whitney Test. The results show that the
soundness level of PT BSM, PT BNI Syariah, PT. BRI Syariah, Tbk in 2012 until
2016 measured by RGEC approach was proved. And the results showusing the
CAR indicator, the author proved that the three of Islamic bank has good capital
factor, which is above Bank Indonesia provision that 8%.
Keyword : Level of Soundness, RGEC, NPF, FDR, ROA, NOM, CAR, Financial
Distress, internal (S), external (L), religiosity (M)
vi
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat kesehatan bank
syariah yang terdiri dari tiga (3) komponen slm dari sumber perusahaan yaitu
human capital (s, internal variable), capital employed (l, external variable),
structural capital (m, religiosity variable) dengan menggunakan metode RGEC.
Faktor-faktor yang dinilai RGEC adalah Risk Profile, GCG, earnings dan capital.
Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari laporan
keuangan triwulan tiga (3) bank umum syariah (BUS) pada tahun 2012-2016.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, Kolmograv-
Simirnov dan Mann-Whitney Test. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat
kesehatan BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah tahun2012-2016 yang diukur
menggunakan pendekatan RGEC secara keseluruhan dapat dikatakan bank sehat.
Dan hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dengan menggunakan indikator
CAR, peneliti membuktikan bahwa ketiga bank umum syariah memiliki faktor
Capital yang baik, yaitu diatas ketentuan Bank Indonesia sebesar 8%.
Kata Kunci : Tingkat Kesehatan, RGEC, NPF, FDR, ROA, NOM, CAR,
Financial Distress, internal (S), eksternal (L), religiosity (M)
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang
mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang
ini. Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat
guna mencapai gelar Magister Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (UIN) Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Kedua orang tua, My Daddy, My Proud (Alm) Drs.H.Abdurahim
Hidayat,MM and My Mama Hj.Siti Hafsah (you’ll always be the best parent
for me, i love you till forever ends) yang telah memberikan dukungan baik
moril maupun materil serta do’a yang tiada henti-hentinya kepada penulis
dan tak lupa pula do’a indah untuk Papa tersayang selalu ananda kirimkan
walaupun secara Jasadiyah terpisah namun ikatan Ruhiyah ini begitu dekat,
Love youuuu, Papa is the best.
2. Segenap keluarga, khususnya to all my sista’, thank you for your support
“Ceu’Ina, Ceu’Elly, Ceu’Pipin, and Ceu’Azna” ^_^ dan tak lupa juga kakak
ipar ku “Dr. Suhendra, MM , Dr. Nawiruddin, M.Ag , Yogi Anantha Aji
S.Tpi dan Chairul Umar S.Kom yang selalu mensupport dan tak pernah bosan
mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan tesis dan memberikan
nasehat-nasehat lainnya, dan juga untuk semua ponakan (Amel, Dinda,
Zayyan, Gibran, Delia, Arisya, Zaidan, Naurah, Rafa) , terima kasih atas doa
dan semangatnya yang selalu mengibur penulisselama menyelesaikan tesis
thanks so much.
3. Bapak Dr.M.Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Bapak Dr. Indoyama Nasarudin, MAB, selaku dosen Pembimbing Tesis yang
telah berkenan memberikan tambahan ilmu dan solusi pada setiap
permasalahan atas kesulitan dalam penulisan tesis ini. Bimbingan dan arahan
untuk membimbing penulis selama menyusun tesis agar tesis ini bisa
terselesaikan dengan baik.
5. Bapak Dr. Herni Ali, HT,SE.,MM, selaku Ketua Magister Perbankan Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Ade Suherlan, MBA,.MM, selaku Sekretaris Magister Perbankan
Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan MA. MM. HAH. SLM sebagai penemu teori H
bahwa petunjuk jalan lurus manusia ke Allah denga ibadah dan parameter
H=a+h+S+L+M serta dosen penguji tesis yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan dan memotivasi penulis agar tesis ini bisa
terselesaikan dengan baik.
8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Magister Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan
Bisnis yang telah memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat selama
masa perkuliahan hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Seluruh teman-teman Magister Perbankan Syariah Angkatan 2014 yang
selalu menemani dari semester 1 sampai penulisan tesis ini. (Mr.Olimov, Pa
Kuntum, Pa Sandy, Bu Iffah, Ka Risna, Ka Rahayu, Shabrina, Yana, Elman,
Yudha, Dio, Arya, Yudhi, dan Affandi -- I’ll miss you forever and always,
please just remember even if i’m not there, I’ll always miss you forever and
always)
10. Kepada seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang
telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga tesis ini bisa diselesaikan
dengan baik.
ix
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan semua pihak khususnya dalam bidang manajemen perbankan
syariah.
Jakarta, 22 September 2017
Penulis,
Yudnina Falhanawati
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS ................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN TESIS .................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iv
ABSTRACT . ..................................................................................................... v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Masalah Penelitian .................................................................... 21
1.2.1 Identifikasi Masalah .......................................................... 21
1.2.2 Pembatasan Masalah ......................................................... 22
1.2.3 Rumusan Masalah ............................................................. 23
1.3 TujuanPenelitian .................................................................... 23
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 26
2.1 Filosofi Ekonomi Islam ............................................................. 26
2.1.1 Faktor Internal ................................................................... 30
2.1.2 Faktor Eksternal ................................................................ 31
2.1.3 Faktor Religiusitas ............................................................ 31
2.1.4 Teori Hahslm ..................................................................... 32
2.2 Manajemen Keuangan dalam Ekonomi Islam .......................... 45
2.3 Landasan Teori ........................................................................... 54
2.3.1 Kesehatan Bank.................................................................. 54
2.4 Kesulitan Keuangan (Financial Distress) .................................. 55
2.4.1 Penyebab Terjadinya Financial Distress ........................... 57
xi
2.4.2 Penyelesaian Financial Distress......................................... 58
2.4.3 Kinerja Bank ...................................................................... 61
2.5 Perkembangan Metode Penilaian Kesehatan Bank ................... 64
2.6 Analisis Tingkat Kesehatan Bank dengan Metode RGEC ......... 65
2.7 Peringkat Komposit ................................................................... 78
2.7.1 Menetapkan Bobot Peringkat Komposit ........................... 79
2.7.2 Peringkat Kesehatan Bank ................................................ 80
2.8 Penelitian Terdahulu .................................................................. 81
2.9 Kerangka Pemikiran ................................................................... 88
2.10 Hipotesis ........................................................................................... 89
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 95
3.1 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 95
3.2 Metode Penentuan Sampel ......................................................... 96
3.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 97
3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian .................................. 98
3.5 Kriteria Penilaian Variabel Penelitian ....................................... 103
3.6 Metode Analisis Data ................................................................ 108
3.6.1 Analisis Data Deskriptif .................................................. 108
3.6.2 Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test) ................... 109
3.6.3 Uji Beda Mann Whitney U Test ....................................... 109
3.6.4 Uji H ............................................................................... 110
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ................................................. 113
4.1 Deskripsi Objek Penelitan .......................................................... 113
4.1.1 Deskripsi Bank Syariah Mandiri (BSM) ......................... 113
4.1.2 Deskripsi BNI Syariah .................................................... 117
4.1.3 Deskripsi BRI Syariah ..................................................... 122
4.2 Analisa dan Pembahasan Data Penelitian .................................. 125
4.2.1 Hasil Perhitungan dan Analisis Tingkat Kesehatan
Bank Syariah Mandiri (BSM) 2012-2016 ....................... 126
4.2.2 Hasil Perhitungan dan Analisis Tingkat Kesehatan
BNI Syariah 2012-2016 ................................................... 144
xii
4.2.3 Hasil Perhitungan dan Analisis Tingkat Kesehatan
BRI Syariah 2012-2016 .................................................. 153
4.3 Perbandingan Tingkat Kesehatan Bank Syariah Mandiri
(BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah terhadap
terjadinya financial distress Tahun 2012-2016 ......................... 168
4.3.1 Hasil Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov Test) .......... 168
4.3.2 Hasil Uji Beda Mann-Whitney U Test .............................. 171
4.3.3 Uji H ................................................................................ 180
4.4 Ringkasan Tingkat Kesehatan Bank Syariah ............................ 183
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 185
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 185
5.2 Saran ......................................................................................... 187
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 191
LAMPIRAN ....................................................................................................... 204
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Laba, NPF, BOPO, CAR dan SBIS ...................... 8
Tabel 3.1 Aspek Penilaian Good Corporate Governance (GCG) ................. 100
Tabel 3.2 Hasil Penilaian Self Assessment GCG ........................................... 101
Tabel 3.3 Indikator Penilaian Operasional Variabel Independen .................. 102
Tabel 3.4 Indikator Penilaian Operasional Variabel Dependen .................... 103
Tabel 3.5 Pengukuran Tingkat Skor Penilaian Tingkat Kesehatan Bank..... 103
Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Tingkat NPF ..................................................... 105
Tabel 3.7 Kriteria Penilaian Tingkat FDR .................................................... 106
Tabel 3.8 Kriteria Penilaian Tingkat GCG .................................................... 106
Tabel 3.9 Kriteria Penilaian Tingkat ROA .................................................... 107
Tabel 3.10 Kriteria Penilaian Tingkat CAR .................................................... 108
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Rasio-rasio BSM ............................................. 127
Tabel 4.2 Hasil Parameter Penilaian Self Assessment ……………………….. 136
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Komposit BSM Tahun 2012 ………...………. 137
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Komposit BSM Tahun 2013 …………...……. 138
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Rasio-rasio BNI Syariah .................................. 147
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Komposit BNI Syariah Tahun 2012 …...……. 153
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Rasio-rasio BRI Syariah .................................. 156
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Komposit BRI Syariah Tahun 20……………. 162
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Komposit BRI Syariah Tahun 20……………. 163
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Komposit BRI Syariah Tahun 2014 ………… 164
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Komposit BRI Syariah Tahun 2015 ………… 165
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Komposit BRI Syariah Tahun 2016 ………… 166
Tabel 4.13 Hasil Uji Kolmograv-Smirnov BSM 2012-2016 ……………….. 169
Tabel 4.14 Hasil Uji Kolmograv-Smirnov BNI Syariah 2012-2016 ……….. 170
Tabel 4.15 Hasil Uji Kolmograv-Smirnov BRI Syariah 2012-2016 ……….. 170
Tabel 4.16 Gabungan Hasil Uji Kolmograv-Smirnov 2012-2016 ………….. 171
Tabel 4.17 Hasil Uji Mann-Whitney Test BSM & BNIS 2012-2016 ………. 176
Tabel 4.18 Hasil Uji Mann-Whitney Test BSM & BRIS 2012-2016 ………. 178
Tabel 4.19 Hasil Uji Mann-Whitney Test BNIS & BRIS 2012-20………..... 180
Tabel 4.21 Ringkasan Predikat Kesehatan BSM, BNIS dan BRIS 2012-2…. 184
xiv
DAFTAR GAMBAR
2.1 Tulisan Islam Dalam Tangan Manusia........................................................... 37
2.2 Model Dasar Islam Kaffah ............................................................................. 38
2.3 Diagram Kaffah Thinking Dalam Islam ........................................................ 96
2.4 Siklus Perubahan Metode Penilaian Kesehatan Bank .................................. 117
2.5 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 138
2.6 Kerangka Penelitian ..................................................................................... 141
4.20 Gambar Teori H ......................................................................................... 235
xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Yudnina Falhanawati
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 13 Juni 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Belum Kawin
Alamat Asal : Jl. Swadarma Raya Gg. Perdana No.44 Rt.018
Rw.003 Kelurahan Ulujami Kecamatan
Pesanggrahan, Jakarta Selatan 12250
E-mail : yudnina13@gmail.com
Nomor Telepon : 087882424368
PENDIDIKAN FORMAL
2014-2017 Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2009-2013 Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2006-2009 SMA Darunnajah Ulujami-Jakarta
2003-2006 MTs Darunnajah Ulujami-Jakarta
2000-2006 MI Darunnajah-Jakarta
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam rangka mencapai sistem perbankan yang kuat, sehat serta
efisien maka Bank Indonesia melakukan proses konsolidasi terhadap
Perbankan Indonesia. Proses konsolidasi perbankan tersebut semakin
dipercepat oleh Bank Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan
ketahanan dan kesehatan perbankan dalam jangka panjang, menciptakan
kestabilan sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional yang berkesinambungan, juga untuk meningkatkan perlindungan
terhadap masyarakat mengingat peran bank sebagai salah satu lembaga
kepercayaan. Kinerja yang baik suatu bank diharapkan mampu meraih
kembali kepercayaan masyarakat terhadap bank itu sendiri atau sistem
perbankan secara keseluruhan. Pada sisi lain, kinerja bank dapat dijadikan
tolak ukur kesehatan bank tersebut.
Bank adalah suatu lembaga yang lahir karena fungsinya sebagai
agent of trust dan agent of development. Yang dimaksud sebagai agent of
trust adalah suatu lembaga perantara (intermediary) yang dipercaya untuk
melayani segala kebutuhan keuangan dari dan untuk masyarakat.
Sedangkan sebagai agent of development, bank adalah suatu lembaga
perantara yang dapat mendorong kemajuan pembangunan dengan
2
berbagai fasilitas bank dan kemudahan-kemudahan pembayaran dan
penarikan dalam proses transaksi yang dilakukan oleh para pelaku
ekonomi. Lebih lanjut, pemerintah juga telah mengeluarkan regulasi
terbaru yang mengatur secara khusus perbankan syariah, yaitu melalui
UU No.21 tahun 2008.
Perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan nasional
mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Peranan perbankan
syariah dalam aktivitas ekonomi tidak jauh berbeda dengan perbankan
konvensional. Keberadaan perbankan syariah dalam sistem perbankan
nasional di Indonesia diharapkan dapat mendorong perkembangan
perekonomian nasional. Perbedaan mendasar antara perbankan syariah
dan konvensional terletak pada prinsip-prinsip dalam transaksi keuangan
dan operasional. Tujuan dan fungsi perbankan syariah dalam
perekonomian adalah : 1) kemakmuran ekonomi yang meluas, tingkat
kerja yang penuh dan tingkat pertumbuhan yang optimum, 2) keadilan
sosial ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang merata, 3)
stabilitas mata uang, 4) mobilisasi dan investasi tabungan yang menjamin
adanya pengembalian yang adil, dan 5) pelayanan yang efektif (Setiawan,
2006).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh
keberadaan umat muslim di Indonesia yang menjadi mayoritas populasi
secara nasional, sehingga fungsi perbankan syariah memberikan
kemakmuran ekonomi sangat dikontribusikan oleh masyarakat muslim
3
yang direpresentasikan oleh Islamic bankers di lingkungan perbankan
syariah. Hal ini menjadi nilai intangibilitas yang lebih kuat. Semakin
banyak SDM di lingkungan perbankan syariah semakin religiuslah
perekonomian di Indonesia. (Aziz, 2016).
Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi sektor
keuangan, melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan menghimpun
dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali kepada
masyarakat melalui pembayaran. Dana yang dihimpun dari masyarakat
disimpan dalam bentuk giro, tabungan dan deposito baik dengan prinsip
wadi‟ah maupun prinsip mudharabah. Sedangkan penyaluran dana
dilakukan oleh bank syariah melalui pembiayaan dengan empat pola
penyaluran yaitu prinsip jual beli, bagi hasil, ujroh dan akad pelengkap
(Karim, 2008).
Hal tersebut sejalan dengan Institute Bankir Indonesia yang
menyebutkan bahwa tujuan perbankan syariah yaitu mendorong dan
mempercepat laju perekonomian masyarakat melalui aktifitas perbankan,
financial, komersial, investasi sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan kesempatan kerja sesuai dengan syariat Islam.
Hal tersebut sesuai dengan kebijakan Bank Indonesia di tahun 2011 agar
perbankan syariah dapat berkembang di pasar yaitu memperluas jaringan
layanan dan lebih meningkatkan kualitas layanan bank syariah. Hal ini
menegaskan bahwa Bank Indonesia mendorong kerja sama sinergi antara
bank syariah dan bank konvensional yang merupakan induk. Bank induk
4
harus berkomitmen dalam mengembangkan bisnis syariahnya (Laporan
Pengawasan Perbankan, 2011).
Eksistensi bank syariah saat ini kiat pesat, antusiasme masyarakat
terhadap lembaga keuangan yang terbilang baru dalam kancah
perekonomian Indonesia ini semakin meningkat termasuk juga di
kalangan pebisnis. Sebagai lembaga keuangan yang memiliki wewenang
melakukan banyak aktivitas, bank syariah dihadapkan pada berbagai
macam risiko, risiko yang mungkin terjadi dapat menimbulkan kerugian
bagi bank jika tidak dideteksi dan dikelola sedini mungkin. Berbagai
eksposur risiko tersebut bisa berupa penurunan tingkat kesehatan bank
hingga risiko kebangkrutan. Salah satu contoh kasus mengenai risiko
yang dihadapi perbankan adalah krisis moneter tahun 1997. Krisis
moneter telah menghilangkan sendi-sendi perekonomian yang kemudian
bertransformasi menjadi krisis ekonomi berkepanjangan yang
memberikan efek negatif terhadap kinerja perekonomian Indonesia.
Kondisi tersebut tercermin dari banyaknya sejumlah yang collapse karena
dianggap tidak mampu lagi mempertahankan going concern-nya sehingga
terpaksa dilikuidasi.
Selama krisis ekonomi tersebut, perbankan syariah masih dapat
memenuhi kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan perbankan
konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif rendahnya penyaluran
pembiayaan yang bermasalah pada perbankan syariah dan tidak
terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut
5
dapat dipahami, mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak
mengacu pada tingkat suku bunga yang berlaku tetapi menurut prinsip
bagi hasil. Sehingga bank syariah dapat menjalankan kegiatannya tanpa
terganggu dengan kenaikan tingkat suku bunga yang terjadi, sehingga
perbankan syariah mampu menyediakan modal investasi dengan biaya
modal yang relatif lebih rendah dari bank konvensional kepada
masyarakat.
Pemahaman sistem ekonomi yang Islami senantiasa mengacu
pada konsep Islam yang menyeluruh atau kaffah. Pendekatan Islam
kaffah ini mengandung makna adanya ekspos mengenai Iman, Islam dan
Ihsan. Tiga (3) hal diskursus ini diperkuat oleh rukun Islam yaitu : 1)
Syahadat, 2) Shalat, 3) Zakat, 4) Puasa dan 5) Haji.
Resultan dari 3 pilar dalam Islam ini terjawantahkan pada teori
dasar ekonomi Islam yang terdiri dari : 1) Tauhid, 2) Teori Ibadah, 3)
Teori Maslahah. Implementasi dari pilar utama ekonomi ini sejalan
dengan perkembangan perusahaan dengan perspektif Islam yang ada di
Indonesia (Aziz, 2016).
Secara prinsip bank syariah mempunyai kemampuan bersaing
dalam memproses informasi tentang risiko dan tingkat pengembalian
suatu investasi. Hal ini juga diikuti dengan tingkat kepatuhan bank
syariah terhadap prinsip-prinsip syariah dalam melaksanakan operasional
perbankan. Kemampuan memproses informasi tentang risiko dan
6
pengembalian yang baik diharapkan dapat menghasilkan keputusan untuk
mengalokasikan modal secara efisien.
Bank merupakan industri yang dalam kegiatan usahanya
mengandalkan kepercayaan masyarakat. Bank dianggap sebagai tempat
kepercayaan nasabah untuk mengelola dananya. Bank dengan manajemen
yang baik harus bisa menjaga kepercayaan nasabah, kesehatan bank
dilakukan dengan tetap menjaga likuiditas sehingga bank dapat
memenuhi kewajibannya dan menjaga kinerjanya agar bank selalu
memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Kepercayaan masyarakat
terhadap bank akan terwujud apabila bank mampu meningkatkan
kinerjanya yang optimal.
Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsinya
dengan baik, dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat
menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan
fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran
serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai
kebijakannya, terutama kebijakan moneter (Permana, 2012:2). Perbankan
harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap baik dalam melayani para
nasabahnya. Bank yang tidak sehat, bukan hanya membahayakan
perbankan saja, akan tetapi pihak lain. Untuk menilai suatu kesehatan
bank dapat dilihat dari berbagai segi penilaian yang bertujuan untuk
menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sangat sehat, sehat,
cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat.
7
Kesehatan bank merupakan hasil dari penilaian kualitas atas
berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi kinerja suatu bank.
Upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dunia
perbankan diperlukan suatu penilaian tingkat kesehatan bank, penilaian
tingkat kesehatan bank dilakukan untuk mengetahui kredibilitas suatu
bank dan salah satu indikator penilaian kinerja manajemen perbankan.
Hal tersebut harus dilakukan agar dapat memberi gambaran yang lebih
tepat mengenai kondisi saat ini dan mendatang.
Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penilaian
kesehatan adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Dalam
Kasmir (2012:68), laporan keuangan bank menunjukkan kondisi
keuangan bank secara keseluruhan. Dari laporan keuangan akan terlihat
dan terbaca bagaimana kondisi bank yang sesungguhnya. Berdasarkan
laporan keuangan akan dapat dihitung sejumlah rasio yang lazim
dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank.
Jika diamati, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia
memang cukup mengesankan dibandingkan sejak awal berdirinya bank
syariah pertama di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator
yaitu Laba, NPF, BOPO, CAR dan SBIS berdasarkan data Bank
Indonesia pada periode Januari 2010 sampai dengan Desember 2016
perkembangan instrumen laba perbankan syariah mengalami peningkatan
setiap tahunnya dan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
8
Tabel 1.1
Perkembangan Laba, Non Performing Financing (NPF),
Biaya OperasionalTerhadap Pendapatan Operasional (BOPO),
Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) Periode Januari 2010–Desember 2016
Tahun Laba
(Miliar Rp)
NPF
(%)
BOPO
(%)
CAR
(%)
SBIS
(Miliar Rp)
2010 791 1,68 99,52 35,91 3.076
2011 1.051 1,53 87,27 31,52 5.408
2012 1.475 1,93 84,49 23,65 9.244
2013 2.645 1,89 89,39 20,51 4.993
2014 1.227 3,19 95,42 21,28 6.699
2015 1.324 3,23 97,41 23,02 8.858
2016 1.529 3,49 99,85 25,95 8.943
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Dapat dilihat dari tabel 1.1 diatas perkembangan laba bank syariah
di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya walaupun
masih tidak signifikan. Hal ini menunjukkan indikasi positif yang ditinjau
dari kemajuan pencapaian visi pengembangan yang ditetapkan Bank
Indonesia. Sehingga percepatan peningkatan laba bank syariah akan lebih
mudah untuk tercapai. Kemudian perkembangan laba yang cukup stabil
dengan pola kenaikan yang konsisten menunjukkan perkembangan laba
bank syariah merupakan keunggulan bagi performa bank syariah di
Indonesia.
Jika dilihat, pada tahun 2009 merupakan tahun yang penuh
tantangan bagi perbankan syariah akibat dampak dari kenaikan harga
minyak dunia serta krisis keuangan yang bermula dari permasalahan
subrime mortgage telah mengganggu stabilitas keuangan, baik di Negara-
negaramaju maupun negara berkembang yang terjadi di tahun 2008.
9
Oleh karena itu, kondisi tersebut telah memberikan imbas terhadap
ketahanan sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi, Indonesia juga
mempengaruhi industri perkembangan syariah. Disamping itu, industri
perkembangan syariah dapat menghadapi tekanan yang cukup berarti
dengan daya tahan sangat baik hingga dapat meningkatkan fungsi
intermediasi perbankan syariah yang terus berjalan efektif. Terbukti dari
kenaikan laba perbankan syariah yang terus meningkat dari tahun ke
tahun. Dari akhir tahun 2010 dimana laba perbankan syariah dari 791
milyar rupiah hingga mencapai 1.475 milyar rupiah pada tahun 2012.
Pada tahun 2015, laba perbankan syariah meningkat menjadi 3.293
milyar rupiah. Hal ini disebabkan oleh kinerja sektor riil yang membaik
dan aktivitas industri perbankan syariah yang semakin meningkat. Selain
itu dengan mulai ekspansinya bank umum syariah baru yang berdiri
ditahun sebelumnya.
Rasio BOPO perbankan syariah berada dikisaran 70% - 80%.
Namun diperiode 2012 sampai 2015 BOPO perbankan syariah mengalami
kenaikan yang cukup tinggi dan puncaknya pada tahun 2015 dengan nilai
BOPO sebesar 90%. Tingginya nilai BOPO menunjukan kurang efisiennya
perbankan syariah dalam mengelola biaya terhadap pendapatan yang
diperoleh. Tidak efisien dalam mengelola biaya akan menggerus laba yang
diperoleh. Tingginya nilai BOPO bank syariah merupakan efek dari
tingginya pembiayan macet, sehingga meningkatkan biaya dan menggerus
laba.
10
Kondisi permodalan perbankan syariah masih terhitung sangat
terbatas. Keterbatasan permodalan yang menjadi faktor rendahnya
ekspansi aset perbankan syariah. Selain itu, agregat CAR perbankan
syariah tahun 2015 hanya 15,02% atau lebih rendah dari CAR perbankan
syariah. Dampak dari minimnya permodalan adalah kurang leluasanya
bank syariah dalam membuka kantor cabang, mengembangkan
infrastruktur, dan mengembangkan segmen layanan yang memiliki
karakteristik risiko lebih bervariasi. Keterbatasan dalam pengembangan
usaha tersebut mengakibatkan perbankan syariah kesulitan dalam
meningkatkan tingkat efisiensi operasionalnya.
Untuk membuktikan laporan keuangan bermanfaat maka dilakukan
penelitian mengenai manfaat laporan keuangan. Salah satu bentuk
penelitian yang menggunakan rasio-rasio keuangan yaitu penelitian-
penelitian yang berkaitan dengan manfaat laporan keuangan untuk
bertujuan memprediksi kinerja perusahaan seperti kebangkrutan dan
financial distress. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model
financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui
kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat
dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada
kebangkrutan.
Dalam peraturan Bank Indonesia No. 13/I/PBI/2011 tentang
penilaian tingkat kesehatan bank umum menyebutkan bahwa kesehatan
bank merupakan sarana otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan
11
fokus pengawasan terhadap bank. Tingkat kesehatan bank merupakan
aspek penting yang harus diketahui oleh stakeholders. Penilaian kesehatan
bank akan berguna dalam menerapkan GCG dan untuk menghadapi risiko
di masa yang akan datang.
Adapun manfaat penerapan tata kelola perusahaan (Good
Corporate Governance) yakni membantu perusahaan untuk tetap fokus
pada peningkatan kinerja sekaligus meminimalisir risiko, maka bank
syariah dituntut untuk menjalankan kegiatan usahanya dengan berpedoman
padap rinsip-prinsip Tata Kelola atau Good CorporateGovernance (GCG)
demi melindungi kepentingan stakeholder-nya. Regulasi mengenai tata
kelola telah diresmikan oleh Bank Indonesia (BI), sebagaimana diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/33/PBI/2009 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah
(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) serta Surat Edaran Bank Indonesia
(SEBI) No. 12/13/DPbS tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).
Pratiwi (2013) melakukan penelitian Kualitas Penerapan GCG serta
Pengaruhnya terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa secara parsial (uji t) menunjukkan bahwa
variabel kualitas penerapan GCG berpengaruh positif dan signifikan
terhadap rasio CAR, FDR dan BOPO. Sedangkan kualitas penerapan GCG
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio ROA dan ROE, namun
tidak berpengaruh terhadap rasio NPF dan NIM.
12
Sebagai contoh penerapan corporate governance adalah adanya
dewan komisaris yang bisa mengawasi jalannya operasional perusahaan
dan segera menangani jika terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam
perusahaan yang sekiranya akan membawa dampak buruk bagi
perusahaan. Kehadiran dewan komisaris bisa menjadi alat monitor internal
yang terkuat untuk memonitor top management karena dewan komisaris
memiliki hak untuk mengangkat, atau memberhentikan seorang manajer
perusahaan.
Menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah,
bank wajib memelihara tingkat kesehatannya. Kesehatan bank harus
dipelihara dan/atau ditingkatkan agar kepercayaan masyarakat terhadap
bank dapat tetap terjaga. Selain itu, tingkat kesehatan bank digunakan
sebagai salah satu sarana dalam melakukan evaluasi terhadap kondisi dan
permasalahan yang dihadapi bank serta menentukan tindak lanjut untuk
mengatasi kelemahan atau permasalahan bank, baik berupa corrective
action oleh bank maupun supervisory action oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Kesehatan bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja
bank merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi
dan fokus pengawasan terhadap bank. Selain itu, kesehatan bank juga
menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola
(manajemen) dan masyarakat pengguna jasa bank (Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 8/POJK.03/2014). Kebijakan tersebut pada dasarnya
ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan bank. Kesehatan
13
atau kondisi keuangan dan keuangan non-bank merupakan kepentingan
semua pihak terkait tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam
menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang
berlaku dan manajemen risiko.
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral Republik Indonesia (RI)
yang berwenang untuk mengatur dan mengawasi bank-bank yang
beroperasi di Indonesia mengeluarkan peraturan yaitu penilaian kesehatan
menurut Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan SE BI No.6/23/DPNP
tanggal 31 Mei 2004 perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Umum dengan Metode CAMELS.
Metode CAMELS mencakup faktor-faktor Capital (permodalan),
Asset (kualitas aset), Management (manajemen), Earning (rentabilitas),
Liquidity (likuiditas) dan Sensitivity to Market Risk (penilaian terhadap
risiko pasar). Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan secara
kuantitatif dengan memperhatikan unsur judgement yang didasarkan atas
materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta faktor-faktor
lainnya.
Seiring berjalannya waktu dan perubahan dibidang perbankan,
pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia menciptakan metode baru untuk
menilai kesehatan bank, dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/I/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang
14
menyebutkan bahwa kesehatan bank merupakan sarana otoritas pengawas
dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap bank. Untuk
meningkatkan efektivitas penilaian tingkat kesehatan bank diperlukan
penyempurnaan penilaian tingkat kesehatan bank dengan pendekatan
berdasarkan risiko atua Risk Based Bank Rating yang dikenal dengan
istilah RGEC, yang merupakan singkatan dari Risk Profile, Good
Corporate Governance, Earnings dan Capital. Penilaian kinerja bank
dengan RGEC merupakan penyempurnaan dari CAMELS. Dengan sistem
penilaian yang baru ini, diharapkan bank mampu mengidentifikasi masalah
sejak dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang sesuai dan lebih cepat
serta menerapkan good corporate governance dan manajemen risiko yang
lebih baik (Astutik, 2014).
Dalam metode RGEC, kualitas manajemen merupakan pilar
penting. Kualitas manajemen yang baik dapat diketahui dari hasil
penerapan manajemen risiko dan GCG di bank tersebut. Dengan kata lain,
penilaian faktor rentabilitas dan permodalan hanya merupakan dampak
dari strategi yang dilakukan oleh manajemen (Permana, 2012).
Penilaian GCG dalam tata cara penilaian kesehatan bank secara
umum bersifat kualitatif dengan mengacu kepada penilaian pada Surat
Edaran Bank Indonesia No.15/15/DPNP tanggal 29 April Tahun 2013
perihal Pelaksanaan GCG bagi bank umum. Latar belakang dilakukannya
penyempurnaan Surat Edaran tersebut adalah terbitnya ketentuan mengenai
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum berdasarkan Risiko (Risk Based
15
Bank Rating) yang menetapkan GCG sebagai salah satu faktor dalam
penilaian tingkat kesehatan Bank umum, sehingga perlu dilakukan
penyesuaian dan keselarasan dengan ketentuan mengenai GCG yang telah
ada sebelumnya. Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah berdasarkan dalam PBI No.11/33/PBI/2009.
Dengan menggunakan metode RGEC, diharapkan bank mampu
mengidenntifikasi permasalahan secara lebih dini, melakukan tindak lanjut
perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, serta menerapkan Good Corporate
Governance (GCG) dan manajemen risiko yang lebih baik sehingga bank
lebih tahan dalam mengahadapi krisis.
RGEC muncul di industri perbankan konvensional, sedangkan
kekhususan pada industri perbankan syariah adalah adanya intangible
value yang sering muncul dan menjadi fenomena pembeda dengan industri
eksisting. Studi fungsi intangible value dalam industri perbankan syariah
sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. RGEC menjadi sebuah
tolok ukur baru seperti akuarium besar konvensional yang di dalamnya
terdapat market share perbankan syariah dan eksisting. Tolok ukur
universal ini belum mengakomodir tutup dasar akuarium besar itu,
sehingga industri yang berada di dalamnya hanya mengkover nilai
konvensional tanpa syariah. Sisa tutup Financial Distress ini hanya tinggal
nilai Islam yang memberikan makna signifikan bahwa tanpa tutup tersebut
maka isi air akuarium RGEC tersebut akan tersedot dan kemudian hilang
tanpa makna. Dan tutup nilai Islam inilah yang akan menyelamatkan
16
akuarium RGEC ini menjadi memiliki nilai manfaat yang lebih baik dan
berkelanjutan (Aziz, 2017).
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan tentang
implementasi RGEC (Risk, Good Corporate Governance, Earning,
Capital) terkait dengan pengukuran kinerja keuangan bank syariah, adalah:
Penelitian oleh Thomas S. Kaihatu (2006) Good Corporate Governance
dan Penerapannya di Indonesia, hasil penelitiannya adalah GCG
merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna
menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua shareholder. Konsep
ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang
saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya dan, kedua kewajiban perusahaan untuk melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap
semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder.
Penelitian oleh Hurriyatul Akmal (2008) tentang Good Corporate
Governance dan manajemen risiko, menunjukkan hasil bahwa manajemen
risiko dan GCG adalah hal yang paling diperhatikan dalam perbankan,
prinsip dasar GCG adalah prinsip yang juga harus diterapkan dalam
manajemen risiko dan risiko terbesar yang dihadapi oleh bank syariah
adalah risiko reputasi dan operasional, kedua risiko ini membutuhkan
komitmen yang tinggi.
17
Mulyani (2009) meneliti implementasi manajemen risiko dalam
upaya menjaga likuiditas bank syariah mandiri (BSM). Hasil penelitian ini
menyimpulkan, bahwa pengelolaan risiko pembiayaan di BSM cabang
Malang berjalan secara efektif sesuai dengan arahan, pedoman dan
kebijakan dari BSM Pusat. Dengan pola pengelolaan risiko tersebut
PT.BSM mampu menjaga likuiditasnya dalam batas yang aman. Hal ini
terlihat meskipun ditengah pertumbuhan pembiayaan yang tinggi dengan
tingkat FDR tahun 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 90,21% dan
92,96% namun NPF dapat ditekan dibawah 5% yaitu NPF PT BSM cabang
Malang tahun 2008 sebesar 0,04% dan secara konsolidasi NPF PT BSM
pada tahun 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 4,64% dan 3,39%.
Penelitian oleh Isniar Budiarti (2011) tentang Penerapan Prinsip-
Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Pada Dunia Perbankan, hasil
penelitian tersebut adalah Tata Kelola yang efektif ditetapkan dengan
menekankan pada pemahaman risiko dan kemampuan manajemen risiko.
Penelitian oleh Taufiq Naja (2012) tentang Pengaruh Mekanisme
Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan Nasional, hasil
penelitian tersebut menunjukkan Mekanisme Pemantauan (GCG) Tata
Kelola Yang Baik masih menjadi masalah dalam rangka meningkatkan
tujuan yang ingin dicapai oleh shareholders.
Selanjutnya adalah penelitian oleh Yusri Putri (2012) Implementasi
Good Corporate Governance (GCG) untuk Mengelola Risiko Perbankan
18
(Pada PT. BSM Cabang Makassar), hasil penelitian ini adalah dalam
aktivitas perbankan, risiko merupakan suatu kejadian yang tidak dapat
dihindari, namun risiko tersebut dapat diminimalisir.
Sementara Pratiwi (2013) melakukan penelitian Kualitas Penerapan
GCG serta Pengaruhnya terhadap Kinerja Keuangan pada Bank Umum
Syariah (BUS). Hasil penelitian menyimpulkan, bahwa secara parsial (uji
t) menunjukkan bahwa variabel kualitas penerapan GCG berpengaruh
positif dan signifikan terhadap rasio CAR, FDR dan BOPO. Sedangkan
kualitas penerapan GCG berpengaruh negatif dan signifikan terhadap rasio
ROA dan ROE, namun tidak berpengaruh terhadap rasio NPF dan NIM.
Nathan, Mansor dan Entebang (2014) melakukan penelitian
mengenai Loan to Deposit Ratio, hasil menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah. Penelitian tersebut
dilakukan pada 7 bank di Malaysia (2 bank syariah dan 5 bank
konvensional). Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Thamrin,
Liviawati dan Wiyati (2011).
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep
Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability,
dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan
prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat
meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi
19
penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan
keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Mengacu dari beberapa hasil penelitian terdahulu diatas dimana
Good Corporate Governance memang penting diterapkan pada semua
perusahaan tidak terkecuali pada perusahaan yang bergerak dalam sektor
keuangan, perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya
adalah, (1) penelitian sebelumnya membahas tentang kualitas kinerja pada
perbankan nasional, dalam bahasan pada penelitian ini akan mengerucut
pada perbankan syariah. (2) objek dalam penelitian ini adalah Bank
Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRISyariah dimana pada
penelitian sebelumnya belum diteliti khususnya pada tata kelola
perusahaannya (3) dalam penelitian ini akan membahas dan mengukur
kesehatan bank terhadap kinerja keuangan bank syariah dengan metode
RGEC, dalam penelitian sebelumnya membahas tentang implementasi
GCG untuk mengelola manajemen risiko.
Maka untuk mengantisipasi kejadian-kejadian yang kurang baik,
diperlukan suatu model analisis yang dapat memprediksi kemungkinan
terjadinya kebangkrutan pada perusahaan perbankan di masa yang akan
datang. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan, model financial
distress perlu untuk dikembangkan supaya mengetahui kondisi financial
distress perusahaan sejak dini, diharapkan dapat dilakukan tindakan-
tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan.
20
Bank-bank yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) akan
lebih tertekan jika sudah mengarah ke arah kebangkrutan karena adanya
biaya-biaya tambahan. Dalam upaya menekan biaya yang berkaitan dengan
kebangkrutan, para regulator dan para manajer perusahaan berupaya
bertindak cepat mencegah kebangkrutan atau menurunkan biaya kegagalan
tersebut. Tingkat kesehatan bank dapat dinilai menggunakan beberapa
indikator. Salah satu indikator utama yang sering dijadikan dasar penilaian
adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan.
Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio
keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank.
Analisis rasio keuangan memungkinkan pihak manajemen untuk
mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok pada trend jumlah, dan
hubungan serta alasan perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan
dapat membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci serta
kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai
potensi keberhasilan perusahaan di masa mendatang (Almilia dan
Herdiningtyas, 2005).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya dapat disimpulkan
pengukuran efisiensi dan analisa terhadap determinan atau faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat kesehatan bank syariah menjadi hal yang
sangat penting untuk mengevaluasi seberapa efisien operasional dari bank
syariah yang diteliti dengan pendekatan metode RGEC (risk profile, Good
21
Corporate Governance, Earning dan Capital). Untuk itu, penelitian kali ini
akan membahas tentang “Pengukuran Tingkat Kesehatan Bank Syariah
terhadap Potensi terjadinya Financial Distress dengan Menggunakan Metode
RGEC (Studi kasus pada Bank Mandiri Syariah, BNI Syariah dan BRI
Syariah Periode 2012-2016)”.
1.2 Masalah Penelitian
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas maka masalah–masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Perlunya penilaian terhadap tingkat kesehatan bank Syariah dalam
upaya mempertahankan loyalitas nasabah dan masyarakat, melalui
pendekatan Peraturan Nomor 8/POJK.03/2014 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang
tata cara penilaiannya diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 10/SEOJK.03/2014.
2. Mengingat Penilaian untuk mengetahui indikator financial distress
yang mengarah pada risiko kebangkrutan yang mungkin akan dihadapi
perusahaan dapat dilakukan dengan melihat perbandingan rasio-rasio
keuangan. Hal ini memungkinkan manajemen untuk
mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok pada tren jumlah dan
hubungan serta alasan perubahan tersebut, dan membantu
menginterprestasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan
22
yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi
keberhasilan perusahaan khususnya perbankan syariah di masa
mendatang.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank dalam
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mengikuti
cara–cara yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pengertian kesehatan
bank di atas merupakan suatu batasan yang sangat luas karena peniliaian
kesehatan bank mencakup seluruh kegiatan perbankan.
Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada penelitian terhadap
faktor Risk atau resiko (R),Good Corporate Governance (G), Earnings (E)
dan Capital (C). Untuk faktor Risk Profile pada penelitian ini yang
digunakan adalah risiko pembiayaan yaitu dengan menghitung NPF
(NonPerforming Finance) dan risiko likuiditas yaitu dengan menghitung
FDR (Financing to Deposit Ratio). Sedangkan yang faktor Earning
penilaian yang digunakan menggunakan rasio ROA (Return On Assets),
NOM (Net OperatingMargin). Untuk faktor Capital pada penelitian ini
yang digunakan adalah CAR (Capital Adequacy Ratio). Faktor–faktor
dalam analisis RGEC menjadi objek utama dalam penelitian ini karena
data–data untuk penilaian terhadap faktor–faktor sensitivitas terhadap
risiko pasar tidak didapatkan.
23
Penilaian kesehatan bank yang dilakukan oleh peneliti pada laporan
keuangan bank syariahada tiga (3) yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM),
BNI Syariah dan BRISyariah periode 2012–2016.
1.2.3 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana penerapan metode RGEC dalam mengukur tingkat
kesehatan pada Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI
Syariah periode 2012-2016 ?
2. Apakah penerapan metode RGEC dapat mengukur financial distress
pada Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRISyariah
periode 2012-2016 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian yang dilakukan adalah :
1. Mengetahui Penerapan RGEC dalam mengukur tingkat kesehatan pada
Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah periode
2012-2016.
2. Mengetahui Penerapan RGEC dalam mengantisipasi financial distress
sejak dini, dimana perusahaan/perbankan dapat memenuhi kewajiban-
kewajiban debitur khususnya pada Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI
Syariah dan BRISyariah periode 2012-2016.
24
1.4 Manfaat Penelitian
Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari
sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau
kelangsungan hidup perusahaan (Haryetti, 2010, hlm.27). Prediksi
kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan
pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya
kebangkrutan.
Penilaian untuk mengetahui indikator financial distress yang
mengarah pada risiko kebangkrutan yang mungkin akan dihadapi
perusahaan dapat dilakukan dengan melihat tiga (3) faktor utama yaitu
internal, eksternal dan religiusitas dalam laporan keuangan. Hal ini
memungkinkan manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan-
perubahan pokok pada tren jumlah, dan hubungan serta alasan perubahan
tersebut dan memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi
keberhasilan bank syariah di masa mendatang.
Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan manfaat untuk
semua pihak yang bersangkutan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dan
menambah referensi mengenai tingkat kesehatan bank syariah dan
financial distress. Serta untuk memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi.
25
2. Bagi Akademisi atau Penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi
dalam penelitian-penelitian selanjutnya dan memberikan informasi
tambahan bagi penelitian selanjutnya secara luas dan mendalam yang
berkaitan dengan penilaian tingkat kesehatan bank syariah dari tiga (3)
faktor utama yaitu internal, eksternal dan religiusitas dalam laporan
keuangan serta sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan guna
meningkatkan kinerja perbankan syariah.
3. Kontribusi Praktis
Sebagai sumber informasi dan referensi mengenai relevansi dalam
pengungkapan penilaian tingkat kesehatan bank syariah terhadap
potensi terjadinya financial distress dari tiga (3) faktor utama yaitu
internal, eksternal dan religiusitas dalam laporan keuangan serta
sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan guna meningkatkan
kinerja perbankan syariah.
26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Filosofi Ekonomi Islam
Kata “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2
kata yaitu “oikos” yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan “nomos”
yang berarti “praturan, hukum” kemudian bila digabung bermakna
“aturan rumah tangga”. Sedangkan kata “Islam” berasal dari bahasa Arab
yang terdiri dari 3 akar kata yaitu “sin” yang berarti “alam”, “lam” yang
berarti Allah, dan“mim” yang berarti ibadah, kemudian bila digabung
menjadi “sinlammim ” bermakna “alam diciptakan Allah untuk ibadah”.
QS Adz-Dzariat [51]: 56
Artinya: Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada- Ku.
Kata “Islam” terdapat dalam 4 ayat dalam 3 surat yang berbeda. Kata Islam
dapat ditemukan dalam beberapa urat di al-Quran.
QS. Ali Imran [3]: 19.
Inna dina indallahil Islam.
Sesungguhnya Din di sisi Allahadalah Islam.
Sedangkan berdasarkan kata jadian “salama” bermakna
“keselamatan, kedamaian”. Sehingga jika digabungkan maka kata
“Ekonomi Islam” secara harfiah berarti “aturan rumah tangga untuk
keselamatan”. Di dalam filosofinya Ekonomi Islam terkandung tiga hal
27
yaitu Ontologi Ekonomi Islam, Epistemologi Ekonomi Islam, dan
Aksologi Ekonomi Islam (Aziz, 2009).
Latar belakang keilmuan Ekonomi Islam disebut sebagai Ontologi
Ekonomi Islam yaitu berupa alasan mendasar adanya Ekonomi Islam.
Sesuai dengan sistem kehidupan yang ada pada diri manusia, keluarga,
lingkungan, dan alam semesta maka elemen dasar penciptaan terdiri dari 3
unsur yaitu manusia, Allah, dan ibadah. Kemudian perpaduan 3 hal ini
membentuk alasan besar penciptaan yaitu Islam, sehingga ontology dari
Ekonomi Islam adalah Islam.
QS. Ali-Imran [3]: 19.
Artinya: Sesungguhnya Din (sistem) di sisi Allah adalah Islam.
Sesuai dengan firman Allah tersebut bahwa sistem atau Din yang
diciptakan Allah itu hanya Islam. Sehingga sistem ekonomi yang ada
seharusnya juga mengikuti aturan dalam sistem Islam (Aziz, 2009).
Islam dalam Ekonomi Islam merupakan konsep besar sebagai suatu
sistem yang menyeluruh. Kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang
menjadi epistemology dari keilmuan Ekonomi Islam yang sedang
berkembang yaitu kafah. Ekonomi Islam yang kafah muncul sebagai
konsep dasar ekonomi dengan batasan Islam sebagai suatu sistem.
QS. Al-Baqarah [2]: 208.
Artinya: Wahai orang-orang beriman masuklah kalian ke dalam Islam
secara kafah.
28
Konsep Ekonomi Islam yang kafah didukung oleh Quran Surat Al-
Baqarah [2] ayat 208 bahwa tujuan dari Ekonomi Islam dapat dijalankan
oleh orang-orang yang beriman dan dilakukan secara sistematis dan
menyeluruh atau kafah yang berarti dimulai dari Islam sebagai kerangka
dasar kehidupan yang di dalamnya mengandung makna bahwa manusia
diciptakan Allah untuk ibadah. Kemudian dikembangkan ke berbagai
aspek termasuk ekonomi (Aziz, 2010).
Kerangka dasar Islam dari konsep yang menyeluruh berupa kafah
ini perlu diterjemahkan ke dalam penerapan berekonomi secara makro dan
mikro ekonomi. Implementasi dari kedua hal tersebut dijabarkan dalam
bentuk aksiologi yaitu keseimbangan sistem ekonomi yang terdiri dari 2
hal misalnya antara penawaran dan permintaan. Secara analogis, gambaran
tentang keseimbangan antara 2 hal dalam Al-Quran disebutkan sebagai
hubungan antara hal yang baik dan hal yang buruk (Aziz, 2010).
QS. Saba [34]: 28.
Artinya: dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan.
Kaffah Thinking adalah berfikir holistic dengan pendekatan akar kata
Islam berupa makna sinlamim (Roikhan, 2009). Berfikir kaffah berarti bahwa
sebuah sistem yang menyeluruh pastilah bernilai Islam , sehingga sebuah sistem
yang kaffah akan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu Tuhan, Alam dan Ibadah.
Tiga variable ini bermetamorfosis sesuai dengan parameter yang sedang diteliti.
29
Variabel utama ini disebut sebagai super variable yang terdiri dari variabel s,l,m
yang merupakan akar kata dari Islam itu sendiri (Roikhan, 2016).
2.2 God (Tuhan)
Merupakan pencipta alam semesta yang memiliki kekuasaan
tertinggi hanya milik Allah SWT. Semua kekayaan, hak milik dan sumber-
sumber pemasukan merupakan kepunyaan Allah. Allah mengatur semua ini
sesuai dengan cara yang dikehendakinya. Allah menegaskan bahwa
diantara kaum muslimin dilarang saling memakan harta sesesama muslimin
dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan. Batil yang
dimaksud disini adalah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syari‟ah
seperti riba maisyir, gharar. Dalam pengembangan muamalah ekonomi
disini memasukkan unsur tauhid yang diparameterkan dengan variabel L
atau Lam yang berarti Lillah atau ke Allah, bahwa pencipta tunggal dari
kehidupan ini hanyalah AllahSwt.
2.3 Human (manusia)
Kehidupan yang lebih baik bagi manusia dan alam, bentuk
kehidupan yang berpandu pada ketentuan-ketentuan Pencipta yaitu
keberangkatan dari kepercayaan akan adanya pencipta sebagai sebab
keterciptaannya sesuatu yang ada didunia, Tuhan semesta Alam dan
menempatkan diri sebagai pelayan Tuhan maksudnya hidup karena mencari
keridhaan Allah dan tidak lagi hidup untuk kepentingannya sendiri, karena
hanya dengan demikian pemeluk Islam dianggap kaffah dalam beragama.
Sementara itu manusia sebagai khalifah Allah tidak memiliki apapun, hak
manusia terbatas pada hak pemanfaatan dan pengurusan sesuai dengan
ketentuan yang telah digariskan Allah (Rozalinda, 2014). Makna khalifah
30
manusia pada umumnya yang diindikasikan sebagai wakil Allah di bumi
dalam menjalankan amanah dan menegakkan hukum-hukum Allah secara
kolektif (Rahim, 2012). Seperti pada kaitannya dengan ekonomi dengan
memasukan unsur kemanusiaan yang diparameterkan sebagai variabel S
atau Sin dalam ekonomi untuk sama-sama memberikan keuntungan pada
pihak terkait, tanpa merugikan salah satu pihak diantaranya dengan
memperhitungkan pertanggung jawaban dari ketetapanNya.
2.4 Pray (Ibadah)
Merupakan umpan balik yakni ibadah kita yang akan dikembalikan
lagi kepada Allah SWT yang telah memberikan kemaslahatan atau
manfaat kepada manusia. Tidak hanya diarahkan untuk dunia dan akhirat
saja melainkan berkaitan dengan kepentingan perorangan dan kepentingan
umum serta keseimbangan hak dan kewajiban (Rozalinda, 2014). Sebagai
investasi kehidupan selanjutnya yaitu dimasa ukhrawiah. Faktor ibadah
merupakan dimensi ketiga berupa parameter M atau Mim sebagai feedback
dari Tuhan dan manusia sebagai penyeimbang berupa nilai ibadah atau
imball hasil yang dicapai. Dengan peluang yang akan dihasilkan dari dari
sistem ekonomi yang terjadi.
2.1.1 Faktor Internal
Merupakan variabel yang dinilai dari perbankan syariah itu sendiri,
seperti manusia terhadap Allah. Sebagai variabel internalnya adalah
manusia. Pengujian internal perlu dilakukan karena sebelum melihat
permasalahan yang diluar, terlebih dahulu melihat permasalahan yang
terjadi di internal perbankan itu sendiri. Di dalam Islam selalu
31
mengajarkan untuk senantiasa mengintropeksi diri, sebelum yang Maha
Kuasa Mengintropeksi. Dalam hal perbankan syariah juga tidak jauh
berbeda, seperti sebelum Badan Pengawas Keuangan, Otoritas Jasa
Keuangan atau yang lainnya mengaudit, maka sudah sepantasnya
perbankan syariah mengaudit secara internal.
2.1.2 Faktor Eksternal
Merupakan variabel yang tidak bisa dihindarkan. Variabel ekternal bagaikan
Tuhannya terhadap manusia, walaupun tidak sama persis. Karena apa yang
dilakukan oleh manusia, harus melihat dan memperhatikan aturan atau syariat
yang ditentukan oleh Sang Penciptanya. Faktor eksternal merupakan kelompok
variabel dengan kriteria variabel- variabel yang ikut mempengaruhi sebuah
sistem ekonomi yang berasal dari luar variabel yang diteliti, seperti variabel
ekonomi makro.
2.1.3 Faktor Religiusitas.
Selain melihat faktor internal dan eksternal, kebijakan bank syariah juga perlu
memperhatikan faktor religiusitas seperti pelarangan riba, maisir, gharar. Selain
itu, perlu diingat oleh para peraktisi bank syariah mengenai hak orang lain yang
harus ditunaikan, dalam hal ini adalah zakat. Karena suatu pekerjaan tanpa
dilandasi dengan nilai ibadah menjadi hampa. Tidak terdapat ketenangan jiwa di
dalamnya. Selain itu, tujuan manusia diciptakan di muka bumi ini tidak lain
kecuali untuk beribadah kepada Robbnya. Faktor religiusitas muncul untuk
menyempurnakan dua faktor pertama yaitu internal dan eksternal. Dalam makna
Islam terkandung muatan tiga faktor utama yaitu s,l,m yang merupakan akar
kata dari Islam itu sendiri. Insial s merupakan singkatan dari sin atau manusia
yang bermakna sesuatu yang berada di dalam sebuah sistem atau disebut sebagai
32
faktor internal. Inisial l singkatan dari lam atau lillah yang bermakna ke Allah
atau kepada pencipta yang bermakna sesuatu yang berada di luar sebuah sistem
atau disebut sebagai faktor eksternal. Dan inisial m singkatan dari mim atau
masjid bermakna ibadah yang memiliki arti segala sesuatu yang memiliki nilai
intangible atau resultan dari internal dan eksternal. Bisa juga dideskripsikan
sebagai kaitan antara faktor luar terhadap internal melalui media yang
menghasilkan sesuatu yang kemudian disebut sebagai faktor religiusitas.
2.1.4 Teori Hahslm
Dasar pemikiran dari pendekatan Hahslm adalah bahwa dalam Islam
tentunya memiliki genuine standar metodologi yang berbeda dengan
pendekatan eksisting sekarang ini. Analisis ekonomi yang dilakukan
peneliti secara ilmiah dalam lingkungan formal seperti perguruan tinggi
atau lembaga penelitian maupun non formal seperti terbitan berkala
majalah mayoritas menggunakan alat analisis. Alat tersebut dipakai untuk
menajamkan analisis yang dilakukan dalam rangka mengejar tujuan
analisis yang dirumuskan. Tetapi dengan semakin kompleksnya
permasalahan ekonomi dan kehidupan, dirasakan perlu menanamkan
makna ibadah dalam proses alat analisis tersebut untuk menjadikan tujuan
analisis ekonomi memberikan manfaat ganda yaitu dunia dan akhirat.
Penelitian selama ini berbasiskan pola berpikir linier dari pendekatan
sekular yang memisahkan keilmuan dengan keagamaan, sehingga
otomatis makna ibadah di dalam proses berpikir tersebut tercerabut
dengan sendirinya. Sekarang scholar muslim melakukan pendekatan yang
genuine dari Islam dengan membenamkan proses alat analisis berupa
33
makna ibadah atau shalat.
Makna ibadah merupakan proses yang alami dalam setiap aktivitas
kehidupan termasuk ekonomi. Sesuai dengan Quran Surat Adz-Dzariyat
[51]: 56 yang berbunyi:
Artinya: Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
Petunjuk mengenai ibadah yang diberikan Allah Swt. berasal dari ayat
kauliyah yaitu Al-Quran dan As-Sunnah serta ayat kauniyah yaitu alam
semesta. Untuk itu scholar Islam wajib meyakini bahwa landasan berpikir
dalam analisis ekonomi terdiri dari dua (2) komponen yaitu ayat kauliyah
dan kauniyah. Pernyataan ini perlu dipertegas untuk tidak mengotakkan
umat Islam hanya membatasi pada ayat kauliyah saja.
Dalam ayat di atas dinyatakan bahwa ibadah yang dimaksud
termasuk yang prioritas adalah shalat dengan menghitung jumlah total
bilangan ayat tersebut 5+1+5+6 = 17 rakaat. Selain itu waktu shalat harus
sesuai dengan petunjuk ayat kauniyah berupa rotasi bumi terhadap
matahari maupun bulan yang mengelilingi bumi. Sehingga makna ibadah
di setiap lokasi akan berbeda waktunya sesuai dengan fenomena alam yang
ada.
Fenomena alam bumi, matahari, dan bulan sudah ada bahkan sejak
sebelum wahyu kauliyah diturunkan yaitu Al-Quran. Makna beribadah
pasti sudah bisa diejawantahkan oleh pendahulu umat sebelum umat Nabi
Muhammad, dengan memelajari ayat kauniyah yang terjadi dari fenomena
alam tersebut. Kemudian, pada era risalah Nabi Muhamad Saw oleh Allah
34
Swt fenomena alam tersebut dimodifikasikan serta diintegrasikan dalam
ayat kauliyah berupa Al-Quran maupun As-Sunnah. Untuk itu umat Islam
juga wajib meyakini adanya ayat kauniyah alam semesta ini. Karena
keterbatasan manusia untuk memahami ayat kauliyah Al-Quran, maka
umat Islam wajib merujuk ke ayat kauniyah, sehingga tidak hanya
membatasi pengetahuan pada ayat kauliyah Al-Quran semata.
Ayat kauliyah hanya memberikan inti dari modifikasi alam
semesta, sedangkan untuk detil penjabaran dari fenomena alam para
scholar muslim wajib untuk merujuk kepada sumber utamanya yaitu
kejadian alam itu sendiri.
Allah menegaskan bahwa penciptaan pasti mengandung makna
ibadah, maka menjadi kewajiban scholar muslim untuk menjadikan alat
analisis juga ada nilai ibadahnya. Selama ini keilmuan ekonomi Islam dan
perbankan syariah selalu menggunakan pendekatan eksisting. Hal tersebut
bukanlah berarti bahwa alat analisis tersebut tidak mengandung makna
ibadah, tetapi bisa jadi karena yang membangun software alat analisis
tersebut adalah kalangan barat yang selalu meniadakan faktor agama
dalam sains, maka probabilitas besar bahwa alat analisis yang ada
sekarang kurang memiliki makna nilai ibadah.
Alat analisis yang genuine dari scholar Islam perlu didorong secara
ilmiah, walaupun pada akhirnya nanti ternyata apa yang sudah ada
sekarang akan sama dengan yang akan dihasilkan oleh scholar Islam.
Tetapi makna dari konsep alat analisis tersebut akan berubah sesuai
35
dengan model berpikir yang Islami. Lebih signifikan lagi bila ternyata
hasil akhir dari scholar Islam tersebut memiliki disferensiasi dalam hal
motode maupun model, sehingga mampu memberikan benchmark yang
mutlak antara alat analisis dari keluaran sekular versus keluaran Islam.
Untuk sekarang ini, konsep dalam alat analisis memperoleh
apresiasi dari berbagai sudut pandang. Ada yang memulai dari filosofi
Tauhid, ada yang berangkat dari perspektif maslahah, dan ada pula yang
melihat dari makna ibadah. Pada metode penelitian ini menggunakan sudut
pandang yang terakhir yaitu dari makna ibadah.
Definisi Teori H dari kata Hahslm menurut Roikhan (2015) adalah:
1. Secara sempit Teori H diartikan sebagai teori pola dasar dari super factors
yang terdiri dari faktor internal, eksternal, dan religiusitas dengan differentiate
variables sebagai variabel pelindung dan variabel penolong.
2. Secara luas untuk penggunaan paling umum Teori H dapat diartikan sebagai
teori konsep dasar pola penciptaan dengan hubungan tertentu. H berasal dari
rumus Hahslm, quran surat Hijr, juga singkatan dari Huda.
Untuk mengetahui filosofi dari Teori H ini diperlukan
pendalaman mengenai ontologinya yang selalu dikaitkan dengan Islam
baik secara harfiah maupun secara maknawi. Selanjutnya pengembangan
secara epistemologi dalam institusi Islam yang Kaffah menghadirkan
terminologi baru menjadi suatu pendekatan lebih komprehensif. Secara
umum filosofi teori H bisa dilogikakan secara berurut bahwa latar
belakang teori ini adalah nilai Islam dengan konsep yang menyeluruh
melalui cara yang seimbang dengan mengejawantahkan makna ibadah
36
dalam kehidupan.
Hal ini sesuai dengan isi Al-Quran yang berbunyi „silmi kâffah‟,
dengan penjelasan bahwa kata „silmi‟ merupakan derivasi dari huruf sin
lam mim. Kata dasar sinlammim ini secara umum merupakan salah satu
solusi untuk menembus pengembangan konsep dalam rangka
memecahkan permasalahan yang mendasar. Hal ini dirasakan perlunya
suatu metode yang lebih baik untuk menjadi perimbangan dalam
mengatasi keterbatasan metodologi dalam studi Islam.
Gambar 2.1
Tulisan Islam Dalam Tangan
Manusia
Sumber: Lukisan, Aziz, 2006
Hal ini juga sejalan dengan perkembangan peradaban terakhir
yang menyatakan bahwa dirasakan perlu untuk mencari jalan tengah dari
permasalahan institusi peradaban yang ada dengan beralih ke hal-hal
yang berkaitan dengan spiritual. Semakin hari manusia semakin
menginginkan pemikiran yang lebih baik, lebih tajam, dan mampu
menjawab semua aspek. Hal ini akan menjadi dorongan pembuktian
bahwa Teori H adalah juga mencakup pencarian jati diri keilmuan Islam
yang paling sederhana yang dimulai dari tangan manusia.
37
Gambar berpikir kafah dalam Islam di atas bermakna bahwa
sebuah sistem yang menyeluruh pastilah bernilai Islam, sehingga sebuah
sistem yang kafah akan terdiri dari 3 bagian utama yaitu Tuhan Alam,
dan Ibadah. Tiga variabel ini akan bermetamorforsis sesuai dengan
konteks dari topik yang sedang difokuskan. Tetapi dasar pemikiran dari
sebuah sistem atau sub-sistem yang utuh haruslah terdiri dari 3 hal.
Pendekatan Teori H dapat dikembangkan dalam kehidupan seperti
pengembangan institusi ekonomi. Dengan merubah elemen pertama
Tuhan menjadi elemen ekonomi makro, kemudian elemen kedua adalah
alam yang bisa dikonversikan menjadi elemen ekonomi mikro, dan
feedbacknya adalah ibadah yang ditransformasikan menjadi peluang
kehidupan berekonomi.
Sesuai dengan kaidah Bahasa Arab, kata Islam berasal dari kata
dasar 3 huruf konsonan: sinlammim, kemudian mendapat awalan 1 huruf
konsonan alif (I), sehingga terbentuk kata dasar alif sinlammim (I).
Gambar 2.2
Model Dasar Islam Kaffah
Sumber: Aziz, 2009
Allah
Manusia
Ibadah
38
Bentuk kata dasar yang terdiri dari 4 huruf (3 huruf + 1 huruf)
tersebut menjadi kata dasar utama untuk membentuk kata Islam.
Kemudian bentukan kata dasar ini akan dituliskan dalam persamaan
sederhana yaitu: Islam adalah alif sinlammim.
Fungsi 1
Islam = Alif (Sin, Lam, Mim)
Dimana, Islam=I, Alif=A, Sin=S, Lam=L,
Mim=M. Rumus:
I = A (S,L,M) ……………………………………………………… (1)
Dari pernyataan di sisi Allah adalah Islam, diperoleh
persamaan yang dituliskan secara sederhana, tetapi sebenarnya bukan
persis mutlak sama, bahwa pendekatan persamaan hanya memberikan
kemudahan dalam pembacaan rumus, seperti Allah = Islam, yang
dibaca sebagai di sisi Allah adalah Islam. Analogi persamaan tersebut
dibuat garis minus tiga yang menyatakan tidak persis sama, karena
hanya untuk memudahkan pembacaan persamaan, yang sebenarnya
harus dituliskan lengkap bahwa „Dyn Di Sisi Allah = Islam‟.
Fungsi pertama di atas dapat dituliskan juga dalam persamaan
latin atau dalam Greek Alphabet.
Fungsi 2
I = A (S,L,M)
Iota = Alpha (Sigma, Lambda, Mu)
39
Sekarang dari kata Islam diperoleh 4 variabel yaitu alif, sin,
lam, mim. Empat variabel ini akan dijadikan tolok ukur bagi
pengembangan rumus lainnya. Ada ayat Quran Surat Al-Hijr [15]: 87
yang berbunyi:
Artinya: “Dan Aku berikanmu 7 diulang dan Quran agung” (Q.S. Al-
Hijr: 87).
Dari Teori H di atas didapatkan rumus mengenai adanya
dimensi waktu dan dimensi ruang. Secara implisit Allah Swt
menyebutkan 7 diulang, kemudian peradaban manusia
mengintepretasikannya 14 abad setelahnya sebagai simbol dari dimensi
waktu dengan argumentasi adanya kata matsani atau diulang. Menurut
Aziz (2015) dari ayat tersebut, didapatkan dua variabel utama, yaitu 7
(Tujuh) dan Al-Qur‟an. 7 (Tujuh) dianggap sebagai variabel mutlak,
dan Al-Qur‟an masih dapat dipecah menjadi 2,3,1,9. Jika dijumlahkan,
2x3x19 hasilnya adalah 114. Sehingga didapatkan lima angka, yaitu
7,2,3,1,9. Untuk memudahkan dalam membuat rumus, angka-angka
tersebut diubah, ke dalam huruf. Dalam tabel diatas dapat dilihat 7
menjadi A (Alif), 2 menjadi h (hanif), 3 menjadi S (Sin/Manusia), 1
menjadi L (Lam/Lillah) dan 9 menjadi M (Mim/Masjid). Sehingga
terbentuklah AhSLM. Untuk menjadikannya sebuah persamaan,
dibutuhkan variabel dependen.
Variabelnya yaitu H (Huda/petunjuk). Huda didapatkan dari angka 4.
40
Angka 4, berasal dari penjumlahan 7+2+3+1+9 = 22. (22) menjadi
2+2=4. Akhirnya, terbentuklah sebuah persamaan yaitu
H=A.h(S,L,M). Enam parameter ini dapat dideskripsikan sebagai
variabel dependen yaitu H, A sebagai konstanta, h sebagai tingkat
kesalahan atau error, sedangkan variabel S meupakan bagian dari
faktor internal, variabel L meupakan bagian dari faktor eksternal, dan
variabel M merupakan bagian dari faktor religiusitas. Jumlah variabel
tidak terbatas hanya tiga saja, dengan parameter ke-n bahwa variabel S
bisa berupa variabel S1, S2, S3...Sn, variabel L bisa berupa variabel L1,
L2, L3...Ln, dan variabel M bisa berupa variabel M1, M2,M3...Mn.
Perbedaan pendekatan antara rumus eksisting dengan rumus
beracuan kitab suci adalah adanya faktor bobot. Pada pendekatan
konvensional kategori hasil akan ditekankan dalam bentuk tangible
atau nilai fisik yang tampak. Sedangkan pada pendekatan agama akan
lebih menekankan intangibel atau perspektif yang lebih dari fisik yaitu
juga memasukkan nilai religiusitas atau ibadah. Walaupun jika
didampingkan akan terlihat rumus yang sama, tetapi ketika
implementasi terjadi deviasi hasil intepretasi. Keilmuan sekular akan
mendasari pada segmen data implementatif atau empirik. Sedangkan
keilmuan Islam akan senantiasa memasukkan tidak hanya empirik
tetapi juga besaran religiusitas atau intangible value.
Pengembangan epistemologi Ekonomi Islam secara Kâffah untuk
ibadah dalam tiga dimensi menghadirkan terminologi baru seperti
41
metode Sinlammim. Hal ini sesuai dengan isi al-Quran yang berbunyi
„silmi kâffah‟, dengan penjelasan bahwa kata „silmi‟ merupakan
derivasi dari huruf sin lammim.
Pemaparan Kaffah Thinking dalam Ekonomi Kâffah atau Ekonomi
Tiga Dimensi atau Ekonomi Dinamis dapat mengambil analogi dari
System Thinking. Fungsi Ekonomi Dinamis di sini, untuk menjadi pilihan
konsep bila ternyata Ekonomi Kapitalis sudah terbukti tidak mampu
mengatasi masalah yang kompleks akhir-akhir ini. Sebagian ekonom barat
mulai memperbaiki sistem ekonomi kapitalis dengan pendekatan sistem
thinking. Dalam hal ini, Ekonomi Dinamis merupakan salah satu solusi
yang merupakan paradigma baru dari pertumbuhan pesat Ekonomi Islam.
Kehadiran Ekonomi Kâffah menjadi entitas yang berdiri sendiri, memiliki
diferensiasi, dan dasar yang kuat dari al-Quran (QS. AL-Baqarah [2]: 208),
tetapi dalam menjembatani pengembangan Ekonomi Kâffah dianalogikan
bersama System Thinking. Peradaban barat yang memiliki referensi yang
terstruktur, metodologi yang mendasar, dan yang paling penting sudah
merasuki setiap lembar pemikiran kaum intelektual dunia. Sehingga
dirasakan akan lebih sederhana dan logis bila Ekonomi Kâffah muncul
bersama konsep System Thinking.
Kekhususan yang dimiliki oleh Ekonomi Kâffah adalah penjabaran
dari metode Sinlammim. Hal ini sesuai dengan isi al-Quran yang berbunyi
„silmi kâffah‟, dengan penjelasan bahwa kata „silmi‟ merupakan derivasi
dari huruf sin lam mim.
43
Dalam teori Hahslm terdapat Metode Sinlammim dalam Ekonomi
Kâffah, juga menjadi metode yang baru bagi pengembangan epistemologi
sistem ekonomi Islam secara keseluruhan. Metode Sinlammim secara
umum merupakan salah satu solusi untuk menembus kebuntuan kehidupan
dalam rangka memecahkan permasalahan yang mendasar. Hal ini
dirasakan perlunya suatu metode yang lebih baik untuk menjadi
perimbangan dalam pendekatan metafisika.
Hal ini sejalan dengan perkembangan metodologi terakhir yang
menyatakan bahwa dirasakan perlu untuk mencari jalan tengah dari
permasalahan ekonomi yang ada dengan beralih ke hal-hal yang berkaitan
dengan spiritual. Salah satu contoh dari bukti metodologi metode
Sinlammim adalah pencarian jati diri dari tangan manusia. Yang semula
manusia beranggapan bahwa tangan ini atau jari-jari ini adalah giffen dari
Tuhan, maka dengan semakin kritisnya manusia mulai mencari tahu
adakah pola tertentu yang menjadi standar dari penciptaan jari-jari
manusia.
Pendekatan yang ada selama ini kurang mampu mengintegrasikan
sistem secara lebih diagonal atau transendental. Pendekatan dapat
dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan metode
sinlammim. Dengan pendekatan ini secara metodologis dapat sedikit
membuka tabir konsep bentuk jari-jari manusia yang terkait erat dengan
nilai spiritual yang ada dalam kitab suci.
Dengan metode sinlammim ini, manusia mencoba membuktikan
44
bahwa model sinlammim ini „mampu atau tidak‟ menjadi benchmark bagi
setiap penciptaan yang ada di alam semesta ini. Jika dianggap bahwa
dengan pendekatan ini dapat dibuat uraian tentang penciptaan jari-jari
manusia, maka selanjutnya dapat dilakukan analogy dalam sistem
ekonomi.
Pembuktian valid/sahih dan tidaknya Sinlammim sebagai salah
satu metode pendekatan dapat dilakukan dengan berbagai percobaan, trial
and error, pengamatan dan penelitian yang dilakukan selayaknya oleh
umat muslim sebagai pemilik dari model sinlammim ini. Kajian yang
dilakukan sebenarnya tidak membatasi sistem tetapi sekiranya metode ini
mampu menghadirkan buah karya dari umat Islam sendiri, mengapa tidak
umat muslim yang mengembang secara proaktif pada metode Sinlammim
ini. Untuk metode Sinlammim, Elemen pertama adalah Tuhan, kemudian
elemen kedua adalah alam, dan feedbacknya adalah ibadah.
Gambar 2.3
Diagram Kaffah Thinking Dalam
Islam
2. Rumus: Kaffah = Tuhan ; Alam ; Ibadah
Rumus: Ekonomi = Eksternal ; Internal ; Religiusitas
Kaffah Thinking Ekonomi
Tuhan
Ibadah
Eksternal
Religiusitas
45
3. Penjelasan: Dalam ekonomi ada faktor eksternal yang
menjadi inflow bagi transmisi ekonomi ke faktor internal kemudian
melalui faktor religiusitas transmisi ekonomi ini dilakukan untuk
terjadinya keberlanjutan ekonomi yang lebih baik dan terus
bertumbuh.
Sinlammim merupakan akar dalam huruf. Selain huruf, dalam
bahasa Arab ada juga angka. Angka sudah digunakan dalam kehidupan
manusia sejak awal zaman sebagai simbol dasar untuk berkomunikasi
secara universal.
2.2 Manajemen Keuangan Dalam Ekonomi Islam
Manajemen sebagai suatu alat dan cara berpikir sesungguhnya dapat
diterapkan di berbagai bentuk institusi termasuk perbankan. Adapun hal yang
membedakan adalah pada proses pendefinisian serta penekanan dari masing-
masing fungsi dan proses manajemen mengingat setiap jenis institusi memiliki
karakteristik yang berbeda satu dengan lainnya. Sebagaimana telah diketahui,
lembaga perbankan adalah lembaga intermediasi keuangan yang dalam
kegiatan operasionalnya sangat bergantung pada tingkat kepercayaan
masyarakat.
Manajemen yang baik harus memenuhi syarat-syarat yang tidak
boleh dtinggalkan demi mencapai hasil tugas yang baik. Oleh karena itu,
para penguasa atau pengusaha wajib mempelajari ilmu manajemen dengan
prinsip atau teknik manajemen yang diisyaratkan dalam Al-Qur‟an dan
46
Hadits. Adapun beberapa prinsip atau kaidah dan teknik manajemen yang
ada relevansinya dengan Al-Qur‟an atau Hadits antara lain sebagai berikut:
1. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Setiap muslim wajib melakukan perbuatan yang ma‟ruf, yaitu
perbuatan yang baik dan terpuji seperti perbuatan tolong-menolong
(ta’awun), menegakkan keadilan di antara manusia, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, mempertinggi efisiensi dan lain-lain.
Sedangkan perbuatan munkar (keji) seperti korupsi, suap, pemborosan
dan sebagainya harus dijauhi dan bahkan harus diberantas. Untuk
melaksanakan prinsip tersebut, ilmu manajemen harus dipelajari dan
dilaksanakan secara sehat, baik secara bijak maupun secara ilmiah.
2. Kewajiban Menegakkan Kebenaran dan Keadilan
Ajaran Islam adalah metode Ilahi untuk menegakkan kebenaran dan
menghapuskan kebatilan dan untuk menciptakan masyarakat yang adil,
sejahtera serta diridhoi Tuhan. Kebenaran (haq) menurut ukuran dan
norma Islam, antara lain tersirat di dalam firman Allah Surah Al-
Isra‟(17) ayat 81 :
Dan katakanlah : “Yang benar telah datang dan yang batil telah
lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti
lenyap.
Manajemen sebagai suatu metode pengelolaan yang baik dan benar,
untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan dan menegakkan
kebenaran. Menegakkan kebenaran adalah metode Allah yang harus
47
ditaati oleh manusia. Dengan demikian manajemen yang disusun oleh
manusia untuk menegakkan kebenaran itu menjadi wajib.
Beberapa faktor strategis dan fundamental harus dipertimbangkan
dalam menentukan penilaian dasar dan tujuan manajemen, yaitu :
1. Hak Asasi Manusia bahwa manusia adalah makhluk termulia yang
diciptakan Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-
Isra‟ (17) ayat 70 :
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Maksud ayat di atas adalah Allah memudahkan bagi anak Adam
pengangkutan-pengangkutan di daratan dan lautan untuk
memperoleh penghidupan. Oleh karena itu semua kegiatan manusia
haruslah dalam rangka memelihara nilai kemuliaan itu. Manajemen
harus bertolak dari prinsip memelihara nilai-nilai kemuliaan
manusia, yang telah diberikan. Nilai-nilai serta hakekat dari manusia
tidak boleh dikurangi atau diabaikan dalam pelaksanaan manajemen
karena semua yang ada di permukaan bumi ini disediakan untuk
manusia bukan sebaliknya. Manusia juga tidak boleh menyembah
seorang oknum, betapapun besarnya kekuasaan dan kekayaannya.
48
Manusia hanya wajib menyembah Allah. Inilah hakekat hak asasi
manusia yang harus dianut pula dalam manajemen.
2. Hak dan Kewajiban bekerja Ajaran Islam tidak mengenal kelas
dalam masyarakat yang membagi manusia menurut tingkat-tingkat
yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Ajaran Islam juga tidak
mengenal adanya kelas manajer, karena adanya sekolompok orang
yang berfungsi sebagai manajer hanya dapat dilihat dari pembagian
kerja, atas dasar persetujuan bersama atau atas dasar kemampuan
manajerial semata.
3. Akhlaqul Karimah, ajaran Islam didasarkan dan ditujukan untuk
membentuk akhlak yang luhur. Dengan akhlak yang luhur manusia
diharapkan melakukan perbuatan yang baik, indah, serasi dan
harmonis. Dengan demikian, prinisp manajemen dan pelaksanaannya
wajib dijiwai, dipimpin dan diarahkan untuk mencapai kebaikan
(maslahat), berdasarkan konsepsi dan norma-norma yang ditetapkan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Konsep ajaran akhlak menuju perbuatan
baik dan terpuji (amal sholeh), berfaedah dan indah untuk mencapai
kebahagian dunia dan akhirat yang diridhai Allah SWT. Konsep
amal sholeh menjadi inti ajaran Islam yang harus diterapkan dan
untuk melatarbelakangi manajemen, baik dalam konsepsi, struktur
maupun operasinya.
49
Adapun unsur-unsur manajemen dalam bank syariah, terdiri dari beberapa
penjelasan di bawah ini, antara lain :
1. Perencanaan
Semua dasar dan tujuan manajemen seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, haruslah terintegrasi, konsisten dan saling menunjang satu
sama lain. Untuk menjaga konsistensi kearah pencapaian tujuan
manajemen maka setiap usaha itu harus didahului oleh proses
perencanaan yang baik. Allah berfirman dalam Surah Al-Hasyr (59)
ayat 18 :
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat) dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Suatu perencanaan yang baik dilakukan melalui berbagai proses
kegiatan yang meliputi forecasting, objective, policies, programes,
procedure dan budget.
2. Forecasting
Forecasting adalah suatu peramalan atau penaksiran usaha yang
sistematis yang paling mungkin memperoleh sesuatu di masa yang
akan datang, dengan dasar penaksiran dan menggunakan perhitungan
yang rasional atas fakta yang ada. Fungsi tersebut untuk memberi
informasi sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh manajemen bank adalah
50
melakukan peramalan usaha dengan melihat kondisi internal dan
eksternal dalam rangka perumusan kebijakan dasar.
3. Objective
Objective atau tujuan adalah nilai yang akan dicapai atau diinginkan
oleh seseorang atau badan usaha. Tujuan suatu organisasi harus
dirumuskan dengan jelas, realistis dan dapat diketahui oleh semua
orang yang terlibat dalam organisasi, agar dapat berpartisipasi dengan
penuh kesadaran. Tujuan manajemen bank syariah tidak saja
meningkatkan kesejahteraan bagi para stakeholders, tetapi juga harus
mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip
syariah. Oleh karena itu aktivitas perencanaan tujuan masa depan harus
dilakukan dengan baik, teliti, lengkap dan rinci dan perumusan
kebijakan tersebut haruslah disusun bersama oleh Direksi, Dewan
Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah.
4. Policies
Policies berarti rencana kegiatan atau juga dapat diartikan sebagai
suatu pedoman pokok yang diadakan oleh suatu badan usaha atau
organisasi untuk menentukan kegiatan yang berulang-ulang. Policies
merupakan prinsip yang menjadi aturan dalam kegiatan yang terus-
menerus, selama jangka waktu pelaksanaan rencana suatu organisasi.
Para manajer bertanggung jawab untuk menafsirkan, menjelaskan dan
menjamin pelaksanaan policies tersebut.
51
Pengelolaan Manajemen Keuangan Secara Islam
“…Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti
apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat
mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Luqman :34).
Pada masa sekarang ini manusia kurang sadar atau tidak mau sadar
saat ini manusia pada umumnya sudah terjebak dalam perekonomian
kapitalis dan jika hendak melepaskan diri adalah sukar. Mereka ini terdiri
dari golongan manusia yang memberikan hak kekuasaan (imperialisme)
kepada modal (kapitalisme), dalam arti yang tidak terbatas. Banyak sekali
yang membenci dan menentang imperialisme dan kapitalisme tetapi dalam
soal ekonomi ini tidak menolak atau pura-pura tidak menolak. Contohnya
adalah dengan memakai salah satu alat dalam sistem ekonomi kapitalis
yaitu sistem bunga (riba).
Sistem bunga (riba) bukan dari sistem Islam, tetapi dari sistem
jahiliyah baik yang dahulu ataupun kontemporer-konvensional. Sistem
bunga (riba) bukan timbul dari ajaran Wahyu yang bersumber dari Allah
Ta‟ala. Sistem bunga (riba) jelas haram, diperangi Allah Ta‟ala dan Rasul-
Nya dan pendapatan yang diperoleh darinya tidak berkah dan dilaknat
Allah Ta‟ala. Terbukti bahwa individu atau kelompok atau negara yang
mendapat penghasilan atau membangun dengan menggunakan uang riba
ternyata selalu dirundung nestapa dan duka yang tiada hentinya.
52
Sebagaimana diketahui saat krisis moneter tahun 1997-1998 yang
berimbas kepada krisis perbankan melanda tanah air, suku bunga
perbankan mencapai 70%. Walaupun suku bunga sudah mencapai setinggi
itu, tetap saja waktu itu para nasabah bank konvensional banyak yang
ingin melakukan penarikan dana tabungan besar-besaran dari perbankan.
Kalau pemerintah waktu itu tidak turun tangan memulihkan kepercayaan
terhadap perbankan nasional dengan memberikan bantuan finansial seperti
program BLBI dan program Rekapitalisasi , niscaya semua nasabah
perbankan konvensional tersebut tidak akan bisa menarik dananya kembali
dari perbankan karena perbankan nasional waktu itu banyak yang
mengalami kondisi negative spread yaitu suatu kondisi di mana
pendapatan bunga dari peminjam lebih kecil daripada beban bunga yang
harus dibayarkan kepada nasabah penabung.
Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur‟an :
“…Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang
akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal”. (Luqman :34)
Firman Allah,SWT dalam ayat lain :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr ayat 18).
53
Bila melihat kenyataan dan memperhatikan firman Allah SWT di
atas, sebagai makhluk ciptaan Allah, tidak bisa memastikan apa yang akan
terjadi esok, apakah krisis jilid ke dua (2) bisa terjadi lagi atau tidak, yang
jelas adalah Allah SWT telah memerintahkan untuk berusaha semaksimal
mungkin agar tidak mengalami kerugian di dunia maupun di akhirat kelak.
Oleh karena itu sudah saatnya mulai sekarang bila tidak ingin rugi
dunia dan akhirat, dalam me-manage keuangan pribadi maupun
perusahaan lebih baik tidak hanya melihat tingginya tingkat suku bunga
perbankan jika menginvestasikan dana ke perbankan , ataupun tingginya
tingkat return hasil apabila dana diinvestasikan bukan di perbankan.
Tetapi lebih melihat kepada tingkat amannya yakni apakah dana yang
diinvestasikan bisa ditarik kembali jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Dan
tingkat aman yang ideal hanya bisa dicapai apabila dalam me-manage
keuangan memakai manajemen keuangan Islami yakni me-manage
keuangan yang sesuai dengan Al-Qur‟an dan Sunnah.
Banyak ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengajarkan bagaimana me-manage
keuangan secara islami, antara lain :
1. Meninggalkan riba (sistem bunga) dan kembali kepada sistem ekonomi
syariah (Al-Baqarah : 275-278).
2. Meninggalkan segala bentuk pemborosan harta (Al-Isra: 26-27).
3. Meninggalkan segala bentuk usaha yang batil dalam mencari
penghasilan (An-Nisa :29).
54
4. Meninggalkan segala bentuk usaha yang spekulatif /perjudian. (Al-
Maidah :90).
5. Memperbanyak amal/meninggalkan sifat kikir terhadap harta (Al-Isra-
29).
2.3 Landasan Teori
2.3.1 Kesehatan Bank
Tingkat kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk
melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu
memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai
dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank dapat diartikan
sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional
perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya
dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan
yang berlaku. Bagi perbankan hasil akhir penilaian kesehatan perbankan
tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan
strategi uasaha di waktu yang akan datang, sedangkan bagi Bank Indonesia
hasil dari penilaian kesehatan perbankan digunakan sebagai sarana
penetapan dan implememtasi strategi pengawasan bank oleh Bank
Indonesia.
Tinjauan Tentang Kesehatan Bank Berdasarkan Pasal 29 UU No. 7
Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, bank wajib memelihara tingkat kesehatannya sesuai
55
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas, serta aspek lain yang berkaitan
dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan
prinsip kehati-hatian.Menurut Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor:13/24/DPNP tahun 2011, penilaian tingkat kesehatan bank
merupakan penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian tingkat
kesehatan, Risk profile, Good Corporate Governance, Earnings, Capital.
Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian
kuantitatif dan kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang
didasarkan atas meterialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian
serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan
perekonomian nasional. Penggolongan tingkat kesehatan bank dibagi
dalam empat kategori yaitu: sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak
sehat.
2.4 Kesulitan Keuangan (Financial Distress)
Kesulitan keuangan (Financial Distress) merupakan tahap awal
sebelum terjadinya kebangkrutan suatu perusahaan. Financial distress juga
dapat didefinisikan suatu kondisi keuangan perusahaan yang mengalami
kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu
menjalankan operasi dengan baik. Definisi dari financial distress sering
kali dikaitkan dengan kebangkrutan. Kebangkrutan biasanya diartikan
56
dengan kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya
untuk menghasilkan laba dan kegagalan dalam membayar kewajiban.
Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau penutupan perusahaan atau
insolvabilitas.
Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan
dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum
kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri biasanya diartikan sebagai suatu
keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi
memenuhi kewajiban-kewajiban debitur karena perusahaan mengalami
kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan
usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan
dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan
bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, bisa membiayai operasi
perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup
dengan laba atau aktiva yang dimiliki. Model financial distress perlu untuk
dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress
perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk
mengantisipasi yang mengarah kepada kebangkrutan.
Dari penjelasan tentang kesulitan keuangan (financial distress) di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa Financial Distress dapat
memprediksi apakah perusahaan akan mengalami kebangkrutan atau tidak,
dan juga dapat digunakan sebagai persiapan untuk menentukan tindakan
57
apa yang harus dilakukan oleh pihak manajemen dalam mengembalikan
kondisi keuangan perusahaannya agar dapat mempertahankan eksistensi
perusahaan di masa yang akan datang. Perusahaan mulai mengalami
kondisi financial distress ketika arus kas operasi perusahaan tidak
mencukupi dalam memenuhi kewajiban jangka pendek, seperti :
pembayaran bunga kredit yang telah jatuh tempo.
2.4.1 Penyebab Terjadinya Financial Distress
Financial distress (kesulitan keuangan) dapat diakibatkan oleh
beberapa penyebab yang bermacam-macam. Awal terjadinya financial
distress dapat bermula pada saat arus kas yang dimiliki perusahaan lebih
kecil dari jumlah utang jangka panjang yang telah jatuh tempo. Hal ini
mencerminkan bahwa perusahaan tersebut tidak mampu untuk memenuhi
pembayaran kewajiban yang seharusnya dibayar pada saat itu juga.
Penyebab terjadinya kesulitan keuangan (financial distress) yang
dinyatakan oleh Sudana (2011:249) sebagai berikut :
“Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan perusahaan mengalami
kegagalan, diantaranya adalah faktor ekonomi, kesalahan dalam
manajemen, dan bencana alam. Perusahaan yang mengalami kegagalan
dalam operasinya akan berdampak pada kesulitan keuangan. Tapi
kebanyakan penyebab terjadinya financial distress baik secara langsung
maupun tidak langsung adalah karena kesalahan manajemen yang terjadi
berulang-ulang.”
58
Pada dasarnya, kegiatan usaha dalam sebuah perusahaan dapat
dianggap sebagai suatu proses arus dana. Tahapannya dimulai dari proses
penarikan dana dari berbagai sumber, tahap berikutnya melakukan
pembelanjaan dana tersebut pada aktiva perusahaan, dan dilanjutkan
dengan re-investasi dana yang diperoleh dari operasi perusahaan, dan tahap
terakhir yaitu pengembalian dana. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya financial distress
yaitu hasil dari keburukan kinerja manajemen dalam mengelola kegiatan
usaha perusahaan tersebut.
2.4.2 Penyelesaian Financial Distress
Menurut Sjahrial (2011), menyatakan bahwa ada tiga pola
penyelesaian kesulitan keuangan (financial distress) yang terjadi pada
perusahaan, antara lain:
a. Restrukturisasi atau Reorganisasi
Pada umumnya istilah restrukturisasi digunakan jika perusahaan ingin
melakukan perbaikan secara menyeluruh, dan tujuannya adalah untuk
memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perusahaan. Bagi perusahaan
yang go public, maksimilisasi nilai perusahaan ditandai dengan tingginya
harga saham perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan yang belum go
public, maksimilisasi nilai perusahaan dicerminkan pada harga jual
perusahaan tersebut. Baik harga saham maupun harga jual merupakan
ekspektasi investor atas kinerja perusahaan.
59
Oleh karena itu, banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi
atau reorganisasi saat mengalami kondisi financial distress. Restrukturisasi
atau 16 reorganisasi pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi :
1) Restrukturisasi Bisnis ; penataan kembali rantai bisnis dengan tujuan
untuk meningkatkankeunggulan daya saing (competitive advantage)
perusahaan. Restrukturisasi ini dapat ditempuh melalui pemecahan
bisnis ke dalam unit usaha atau dikenal dengan Strategic Business Unit,
divestasi, dan likuidasi.
2) Restrukturisasi Keuangan ; penataan kembali struktur keuangan untuk
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Rstrukturisasi keuangan
dapat dilakukan dengan cara penjadwalan kembali pembayaran bunga
dan pokok pinjaman, serta dapat dilakukan dengan cara penjualan
saham kepada publik bagi perusahaan yang go public.
3) Restrukturisasi Manajemen ; proses penataan ulang secara radikal
manajemen dan bisnis perusahaan. Dalam hal ini radikal yang dimaksud
adalah melakukan perombakan total. Restrukturisasi ini dapat
dijalankan melalui pengurangan lapisan / tingkatan dalam struktur
organisasi pada perusahaan. Dengan kata lain perusahaan melakukan
pengurangan karyawan (Downsizing) dan pengecilan bisnis
(Downscoping) melalui pengurangan unit – unit yang tidak penting dan
hanya mempertahankan bisnis inti / utamanya saja.
60
4) Restrukturisasi Organisasi ; penataan ulang organisasi perusahaan yang
dapat dilakukan baik dengan cara mengubah kembali struktur
manajemen termasuk dewan komisarisnya maupun menyangkut status
perusahaan. Pada umumnya, restrukturisasi organisasi ini dilakukan
dengan cara konsolidasi internal, misalnya penciutan jumlah cabang,
kantor wilayah 17 atau jaringan distribusi.
b. Penggabungan Diri dengan Perusahaan yang Lain
Alternatif kedua yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan kondisi
kesulitan keuangan (financial distress) yaitu penggabungan diri dengan
perusahaan yang lain. Adapun jenis penggabungan dengan perusahaan
lain, yaitu :
1) Merger ; suatu penggabungan antara badan usaha yang sejenis dengan
tujuan memperkuat kedudukan perusahaan. Hasil penggabungan dari
beberapa badan usaha ini akan membentuk perusahaan baru dan nama
dari perusahaan yang beru tersebut juga cenderung baru.
2) Akuisisi ; upaya untuk memperbesar badan usaha dengan cara memiliki
badan usaha lain atau memindahkan kepemilikan asal badan usaha lain.
Tindakan mengakuisisi dapat dilakukan oleh suatu badan usaha atau
perorangan untuk mengambil alih, baik seluruh maupun sebagian besar
saham dari badan usaha lain sehingga pengendalian terhadap
perusahaan tersebut dapat beralih.
61
c. Penyelesaian Melalui Jalur Hukum, Pengadilan atau Arbitrage
Dalam hal ini perusahaan sebagai debitur diserahkan kepada pihak
ketiga. Pada umumnya, permasalahan mengenai pinjaman atau hutang
yang melibatkan peranan pihak ketiga (penegak hukum), menunjukkan
bahwa tidak adanya keepakatan antara debitur dengan kreditur.
Peranan pihak ketiga hanya sebagai penengah antara kedua belah pihak
yang berselisih. Pengadilan atau arbitrage merupakan pihak ketiga yang
independen dalam menengahi permasalahan dengan menggunakan
keahlian yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Di samping itu,
pihak penengah juga yang akan melikuidasi seluruh aktiva perusahaan dan
mendistribusikannya berdasarkan pro rata kepada para kreditur yang
terdaftar secara resmi.
2.4.3 Kinerja Bank
Perbankan sebagai badan usaha yang bergerak di bidang keuangan
sangat membutuhkan kepercayaan dari para nasabah guna mendukung dan
memperlancar kegiatan yang dilakukannya. Oleh karena itu, bank harus
memiliki kinerja yang baik untuk memperoleh kepercayaan dari para
nasabah. Menurut Kartika dan Syaichu (2006) kinerja dapat didefinisikan
sebagai “seberapa baik hasil yang dicapai oleh perusahaan dalam
mencapai tujuan perekonomian, dimana tujuan perekonomian adalah
untuk memaksimumkan kesejahteraan ekonomi.”
62
Kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan
mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi dan kinerja keuangan di
masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi
keuangan dan kinerja perusahaan di masa depan (Esther dkk, 2011).
Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan,
karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam
mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.
Menurut Gilbert dalam Kartika dan Syaichu (2006) ukuran kinerja
perbankan yang paling tepat adalah dengan mengukur kemampuan
perbankan dalam menghasilkan laba atau profit dari berbagai kegiatan
yang dilakukannya. Salah satu ukuran untuk mengetahui seberapa jauh
keefisienan dan keefektifan yang dicapai adalah dengan melihat
profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi profitabilitas maka semakin
efektif dan efisien juga pengelolaan kegiatan perusahaan.
Menurut Dani dan Hasan (2011) rasio profitabilitas dapat diukur
dengan beberapa indikator, yaitu profit margin, ROA (return on assets),
ROE (return on equity), ROI (return on investment), dan EPS (earning per
share). Lebih khususnya, ukuran profitabilitas yang tepat dalam menilai
kinerja perbankan adalah ROA (Gilbert dalam Kartika dan Syaichu, 2006).
Penggunaan ROA sebagai indikator kinerja dikarenakan ROA lebih
memfokuskan pada kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning
dalam operasi perusahaan secara keseluruhan. Selain itu, Bank Indonesia
63
lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan
aset yang dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat,
sehingga ROA lebih mewakili dalam mengukur tingkat profitabilitas
perbankan (Listyorini, 2012).
ROA merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan
total aset. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan
(Dani dan Hasan, 2011). Semakin tinggi ROA maka semakin besar
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Sebaliknya, semakin
rendah ROA maka kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba juga
rendah.
2.5 Perkembangan Metode Penilaian Kesehatan Bank
Metode CAMEL pertama kali diperkenalkan di Indonesia sejak
dikeluarkannya pada bulan Februari 1991 mengenai sifat-sifat kehati-
hatian bank. Metode CAMEL tersebut dikeluarkan sebagai dampak
kebijakan paket kebijakan 27 oktober 1988. CAMEL berkembang menjadi
CAMELS pertama kali pada tanggal 1 Januari 1997 di Amerika. CAMELS
berkembang di Indonesia pada akhir tahuan 1997 sebagai dampak dari
krisis ekonomi dan moneter. Analisis CAMELS digunakan untuk
menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di
Indonesia. Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan
64
Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah. Kemudian dikeluarkan PBI No. 13/1/PBI/2011 dan SE BI No.
13/24/DPNP yang berlaku per Januari 2012 menggantikan cara lama
penilaian kesehatan bank dengan metode CAMELS dengan metode
RGEC. Metode CAMELS tersebut sudah diberlakukan selama hampir 8
tahun sejak terbitnya PBI No. 6/10/PBI/2004 dan SE No.6/23/DPNP.
Dengan terbitnya PBI dan SE terbaru, metode CAMELS dinyatakan tidak
berlaku lagi, diganti dengan model baru yang mewajibkan Bank Umum
untuk melakukan penilaian sendiri (self-assessment) Tingkat Kesehatan
Bank dengan menggunakan pendekatan risiko RBBR (Risk-based Bank
Rating) baik secara individual maupun secara konsolidasi.
Gambar 2.4
Siklus Perubahan Metode Penilaian Kesehatan Bank
Februari 1991
CAMEL
(mulai berlaku 1991)
CAMELS PBI
No.6/10/PBI/2004
berlaku 2004 SE No.6/23/DPNP
RGEC PBI No.13/1/PBI/2011
SE BI No.13/24/DPNP 2012-sekarang
65
2.6 Analisis Tingkat Kesehatan Bank dengan Metode RGEC
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.31/1/PBI/2011 dan SE
BI No.13/24/DPNP 2011, manajemen bank perlu memperhatikan prinsip-
prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam menilai tingkat kesehatan
bank.
1. Berorientasi risiko
Penilaian tingkat kesehatan didasarkan pada risiko-risiko bank dan
dampak yang ditimbulkan pada kinerja bank secara keseluruhan. Hal
ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor internal maupun
eksternal yang dapat meningkatkan risiko atau mempengaruhi kinerja
keuangan bank pada saat ini dan di masa yang akan datang. Dengan
demikian, bank diharapkan mampu mendeteksi secara lebih dini akar
permasalahan bank serta mengambil langkah-langkah pencegahan dan
perbaikan secara efektif dan efisien.
2. Proporsionalitas
Penggunaan parameter/indikator dalam tiap faktor penilaian tingkat
kesehatan bank dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan
kompleksitas usaha bank. Parameter/indikator penilaian tingkat
kesehatan bank dalam surat edaran ini merupakan standar minimum
yang wajib digunakan dalam menilai tingkat kesehatan bank. Namun
demikian, bank dapat menggunakan parameter/indikator tambahan
66
yang sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas usahanya dalam
menilai tingkat kesehatan bank sehingga dapat mencerminkan kondisi
bank dengan lebih baik.
3. Materialitas dan Signifikansi
Bank perlu memperhatikan materialitas atau signifikansi faktor
penilaian tingkat kesehatan bank, yaitu profil risiko, good corporate
governance, rentabilitas, dan permodalan serta signifikansi
parameter/indikator penilaian pada masing-masing faktor dalam
menyimpulkan hasil penilaian dan menetapkan peringkat faktor.
Penentuan materialitas dan signifikansi tersebut didasarkan pada
analisis yang didukung oleh data dan informasi yang memadai
mengenai risiko dan kinerja keuangan bank.
4. Komprehensif dan Terstruktur
Proses penilaian dilakukan secara menyeluruh dan sistematis serta
difokuskan pada permasalahan utama bank. Analisis dilakukan secara
terintegrasi, yaitu dengan mempertimbangkan keterkaitan antar risiko
dan antar faktor penilaian tingkat kesehatan bank serta perusahaan
anak yang wajib dikonsolidasikan. Analisis harus didukung oleh fakta-
fakta pokok dan rasio-rasio yang relevan untuk menunjukkan tingkat,
trend, dan tingkat permasalahan yang dihadapi oleh bank.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011,
mulai 1 Januari 2012, seluruh bank umum di Indonesia sudah harus
menggunakan pedoman penilaian tingkat kesehatan bank yang terbaru,
67
yaitu metode RGEC yang merupakan singkatan dari Risk Profile, Good
Corporate Governance, Earnings, dan Capital. Metode tersebut mulai
digunakan untuk menilai tingkat kesehatan bank posisi akhir bulan
Desember 2011. Peraturan Bank Indonesia tersebut menggantikan
peraturan terdahulu, yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004
tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan
metode CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earnings,
Liability, dan Sensitivity to Market Risk).
Perubahan peraturan tersebut merupakan langkah penyempurnaan
penilaian kesehatan bank yang dilatarbelakangi oleh perubahan
kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan pengawasan secara
konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian tingkat kesehatan bank.
Secara substantif memang ada beberapa perubahan faktor-faktor penilaian,
namun dari sisi prinsip dan proses perhitungan tingkat kesehatan, PBI
Nomor 13/1/PBI/2011 tidak jauh berbeda dengan PBI Nomor
6/10/PBI/2004. Faktor penilaian tingkat kesehatan bank yang diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011
antara lain mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut :
1. Risk Profile (Profil Risiko)
Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa
(events) tertentu (PBI No. 11/25/PBI/2009). Semakin kompleksnya
produk dan aktivitas bank maka risiko yang dihadapi bank akan
semakin meningkat. Untuk itu, bank perlu menerapkan manajemen
68
risiko yang memadai sehingga dapat mendukung efektivitas
pengawasan terhadap kegiatan operasional perbankan. Penilaian faktor
profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas
penerapan manajemen risiko dalam aktivitas operasional bank. Ada 8
(delapan) jenis risiko, yaitu (SE BI No. 13/24/DPNP):
a. Risiko Kredit (credit risk)
Merupakan risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko kredit pada
umumnya terdapat pada seluruh aktivitas bank yang kinerjanya
bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit
(issuer), atau kinerja peminjam dana (borrower).
b. Risiko Pasar (market risk)
Merupakan risiko pada posisi neraca dan rekening administratif
termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar,
termasuk risiko perubahan harga option. Risiko pasar meliputi
antara lain risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko ekuitas, dan
risiko komoditas.
c. Risiko Likuiditas (liquidity risk)
Merupakan risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas,
dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan,
tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko ini
disebut juga risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk).
69
Risiko likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan bank
melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak
adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market
discruption) yang parah. Risiko ini disebut sebagai risiko likuiditas
pasar (market liquidity risk).
d. Risiko Operasional (operational risk)
Merupakan risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem,
dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi
operasional bank. Risiko operasional dapat bersumber dari sumber
daya manusia, proses, sistem, dan kejadian eksternal.
e. Risiko Hukum (legal risk)
Merupakan risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau
kelemahan aspek yuridis. Risiko ini juga dapat timbul antara lain
karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendasari
atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya
kontrak atau agunan yang tidak memadai.
f. Risiko Stratejik (strategic risk)
Merupakan risiko akibat ketidaktepatan bank dalam mengambil
keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta
kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
Risiko stratejik ditimbulkan dari kelemahan dalam proses formulasi
strategi dan ketidaktepatan dalam perumusan strategi,
70
ketidaktepatan dalam implementasi strategi, dan kegagalan
mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.
g. Risiko Kepatuhan (compliance risk)
Merupakan risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau
tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
yang berlaku. Risiko kepatuhan timbul karena kurangnya
pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun
standar bisnis yang berlaku umum.
h. Risiko Reputasi (reputation risk)
Merupakan risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan
stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank.
2. Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)
Forum Corporate Governance Indonesia (FCGI) mendefinisikan
corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan
hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta peran pemegang kepentingan intern atau ekstern lainnya
sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain
sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (Rahmawati,
2012). Arief (2009) mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai
suatu sistem pengendalian internal perusahaan yang memiliki tujuan utama
mengelola risiko yang signifikan guna memenuhi tujuan bisnisnya melalui
71
pengamanan aset perusahaan dan meningkatkan nilai investasi pemegang
saham dalam jangka panjang.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum, GCG adalah
“suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan
(transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), independensi (independency) dan kewajaran (fairness).”
Good corporate governance mempunyai 5 (lima) tujuan utama, yaitu
sebagai berikut :
a. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
b. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non
pemegang saham.
c. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus
atau Board of Directors dan manajemen perusahaan.
e. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan
manajemen senior perusahaan.
Penerapan GCG dalam kinerja perusahaan merupakan kunci sukses
bagi perusahaan untuk memperoleh keuntungan dalam jangka panjang dan
dapat bersaing dengan baik dalam bisnis global (Gabriela dan Fidelis,
2013). Peningkatan kualitas pelaksanaan GCG perlu dilaksanakan karena
risiko dan tantangan yang dihadapi bank baik dari intern maupun ekstern
semakin banyak dan kompleks. Secara internal, dewan Komisaris dan
72
Direksi diharapkan mampu bertindak sebagai panutan (role model) dan
motor penggerak agar bank secara keseluruhan menerapkan prinsip-prinsip
GCG secara optimal.
Perhatian yang diberikan investor terhadap GCG sama besarnya
dengan perhatian terhadap kinerja perusahaan. Mereka yakin bahwa
perusahaan yang menerapkan praktik GCG telah berupaya meminimalkan
risiko keputusan yang akan menguntungkan diri sendiri, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan. Pelaksanaan GCG pada
industri perbankan berlandaskan pada 5 (lima) prinsip dasar, yaitu sebagai
berikut (SE BI No. 15/15/DPNP tanggal 29 April 2013):
a. Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam
mengemukakan informasi yang material dan relevan serta
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan
keputusan.
b. Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan
pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga
pengelolaannya berjalan secara efektif.
c. Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian
pengelolaan bank dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip pengelolaan bank yang sehat.
d. Independensi (independency), yaitu pengelolaan bank secara
profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
73
e. Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan dalam
memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip-prinsip tersebut pada dasarnya memiliki tujuan untuk
memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan, salah satunya
adalah profitabilitas perusahaan (Dani dan Hasan, 2011). Untuk
memastikan penerapan prinsip-prinsip tersebut, bank harus melakukan
penilaian sendiri (self assessment) atas komponen-komponen yang menjadi
faktor penilaian pelaksanaan GCG.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/12/DPNP
tanggal 30 Mei 2007 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance
bagi Bank Umum, ada 11 (sebelas) faktor penilaian pelaksanaan GCG
yaitu:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
c. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite;
d. Penanganan benturan kepentingan;
e. Penerapan fungsi kepatuhan;
f. Penerapan fungsi audit intern;
g. Penerapan fungsi audit ekstern;
h. Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian
intern;
74
i. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan
penyediaan dana besar (large exposures);
j. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank, laporan
pelaksanaan GCG dan pelaporan internal; dan
k. Rencana strategis bank.
Sesuai dengan SE BI tersebut, penilaian sendiri (self assessment)
atas sebelas faktor tersebut dilakukan dengan menggunakan Kertas Kerja
Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan GCG yang telah disiapkan
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
Dalam melakukan self assessment, bank terlebih dahulu harus
memahami tujuan penilaian pelaksanaan GCG yang mencakup 3 (tiga)
aspek governance, serta kriteria/indikator pada setiap faktor penilaian.
Adapun ketiga aspek governance tersebut antara lain:
a. Governance structure, bertujuan untuk menilai kecukupan struktur dan
infrastruktur tata kelola bank agar proses pelaksanaan prinsip GCG
menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan stakeholder bank.
b. Governance process, bertujuan untuk menilai efektivitas proses
pelaksanaan prinsip GCG yang didukung oleh kecukupan struktur dan
infrastruktur tata kelola bank sehingga menghasilkan outcome yang
sesuai dengan harapan stakeholders bank.
c. Governance outcome, bertujuan untuk menilai kualitas outcome yang
memenuhi harapan stakeholders bank yang merupakan hasil proses
75
pelaksanaan prinsip GCG yang didukung oleh kecukupan struktur dan
infrastruktur tata kelola bank.
Setelah bank memahami ketiga aspek tersebut, bank menyusun
analisis kecukupan pelaksanaan GCG dengan cara sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data dan informasi yang relevan, seperti data
kepengurusan, kepemilikan, struktur kelompok usaha, laporan tahunan,
laporan berkala dan laporan khusus Direktur Kepatuhan, laporan yang
berkaitan dengan tugas Satuan Kerja Audit Intern, laporan akuntan
publik, laporan profil risiko, hasil penilaian kesehatan bank, dokumen
rencana korporasi, rencana dan realisasi rencana bisnis, laporan-
laporan Dewan Komisaris dan laporan lain yang terkait dengan faktor
penilaian pelaksanaan GCG.
b. Membandingkan pemenuhan setiap kriteria/indikator per sub
faktor/faktor penilaian dengan pelaksanaan GCG sesuai kondisi,
permasalahan dan kekuatan yang dimiliki bank, kemudian menyusun
analisis pelaksanaan GCG terkait hal tersebut.
Dari hasil analisis self assessment tersebut, bank dapat mengambil
kesimpulan melalui penetapan peringkat (Peringkat 1, 2, 3, 4, atau 5)
pada setiap faktor beserta penjelasannya sesuai dengan kondisi bank
yang sebenarnya dengan berpedoman pada kriteria masing-masing
peringkat yang telah ditetapkan Bank Indonesia, dimana Peringkat 1
merupakan peringkat tertinggi dan Peringkat 5 merupakan peringkat
terendah.
76
Kemudian bank membuat kesimpulan yang berisi peringkat
masing-masing faktor, identifikasi permasalahan, rencana tindak
(action plan) yang merupakan tindakan korektif (corrective action)
secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu
pelaksanaannya.
3. Earnings (Rentabilitas)
Earnings atau rentabilitas adalah kemampuan bank dalam
meningkatkan keuntungan, efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai
bank bersangkutan. Rentabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan
bank dalam menghasilkan laba, serta mengukur tingkat efektifitas
manajemen dalam menjalankan kegiatan operasional perusahaan.
Penilaian faktor rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja
rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan (sustainability)
rentabilitas, dan manajemen rentabilitas. Penilaian dilakukan dengan
mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas rentabilitas bank, dan
perbandingan kinerja bank dengan kinerja peer group, baik melalui
analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif (SE BI No. 13/24/DPNP
tanggal 25 Oktober 2011).
Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen : (Kasmir, 2007)
a. Pencapaian return on assets (ROA), return on equity (ROE), net
interestmargin (NIM), dan tingkat efisiensi bank;
77
b. Perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan
prinsipakuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek
labaoperasional.
4. Capital (Permodalan)
Penilaian faktor permodalan dilakukan dengan menggunakan
parameter/indikator kuantitatif maupun kualitatif. Parameter/indikator
dalam menilai permodalan meliputi (SE BI No. 13/24/DPNP):
a. Kecukupan modal bank, minimal mencakup:
1) tingkat, trend, dan komposisi modal bank;
2) rasio KPMM dengan memperhitungkan risiko kredit, risiko
pasar, dan risiko operasional; dan
3) kecukupan modal bank dikaitkan dengan profil risiko.
b. Pengelolaan permodalan bank, meliputi manajemen permodalan dan
kemampuan akses permodalan.
Penilaian atas faktor permodalan meliputi evaluasi terhadap
kecukupan permodalan dan kecukupan pengelolaan permodalan. Dalam
melakukan perhitungan permodalan, bank wajib mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum bagi bank umum. Selain itu, dalam
melakukan penilaian kecukupan permodalan, bank juga harus
mengaitkan kecukupan modal dengan profil risiko bank. Semakin tinggi
risiko bank, semakin besar modal yang harus disediakan untuk
mengantisipasi risiko tersebut.
78
Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, baik
secara individual maupun secara konsolidasi.
Penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah sebagai
berikut:
1. 8% dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko peringkat 1;
2. 9% ≤ 10% dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko
peringkat 2 ;
3. 10% ≤ 11% dariATMR, untuk Bank dengan profil risiko
peringkat 3 ;
4. 11% ≥ 14% dari ATMR,untuk Bank dengan profil risiko
peringkat 4 atau peringkat 5.
2.7 Peringkat Komposit
Berdasarkan hasil penetapan PBI No. 13/1/PBI/2011 peringkat
setiap faktor yangditetapkan Peringkat Komposit (composite rating),
sebagai berikut :
1. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan kondisi bank yang secara
umum sangat sehat, sehingga dinilai sangat mampu menghadapi
pengaruh negatifyang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya.
2. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan kondisi bank yang secara
umum sehat, sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif
yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal
lainnya.
79
3. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan kondisi bank yang secara
umum cukup sehat, sehingga dinilai cukup mampu menghadapi
pengaruh negatifyang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya.
4. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan kondisi bank yang secara
umum kurang sehat, sehingga dinilai kurang mampu menghadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya.
5. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan kondisi bank yang secara
umum tidak sehat, sehingga dinilai tidak mampu menghadapi
pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan kondisi bisnis dan
faktor eksternal lainnya.
2.7.1 Menetapkan Bobot Peringkat Komposit
Menurut Rini Rachmaningsih (2009) yang mengacu pada
pedoman Kodifikasi Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Peraturan Bank Indonesia, penetapan peringkat komposit dilakukan
dengan melakukan pembobotan atas penilaian peringkat faktor risk
profile, Good corporate governance, Earnings dan capital terhadap
resiko dilakukan dengan memberikan nilai pada peringkat komponen
dan bobot berpedoman pada kriteria berikut:
80
Bobot peringkat komponen: Bobot peringkat komposit:
Peringkat 1 = nilai 5 Peringkat 5 nilai 1 = >90-100 : 100
Peringkat 2 = nilai 4 Peringkat 4 nilai 2 = 74-90 : 80
Peringkat 3 = nilai 3 Peringkat 3 nilai 3 = 55-74 : 60
Peringkat 4 = nilai 2 Peringkat 2 nilai 4 = 35-54 : 40
Peringkat 5 = nilai 1 Peringkat 1 nilai 5 = <35 : 20
2.7.2 Peringkat Kesehatan Bank
Predikat Tingkat kesehatan Bank disesuaikan dengan ketentuan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP sebagai berikut :
1. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Sehat” dipersamakan dengan
Peringkat Komposit 1 (PK-1) atau Peringkat Komposit 2 (PK-2);
2. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Cukup Sehat” dipersamakan
denganPeringkat Komposit 3 (PK-3);
3. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Kurang Sehat” dipersamakan
denganPeringkat Komposit 4 (PK-4);
4. Untuk predikat Tingkat Kesehatan “Tidak Sehat” dipersamakan
denganPeringkat Komposit 5 (PK-5).
81
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang analisis kesehatan bank syariah serta
pengaruhnya terhadap kinerja telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya,
namun menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Adapun ringkasan penelitian
terdahulu ditunjukkan dalam tabel berikut:
1. AlFajar, (2014) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana
kinerjakeuangan bank syariah dan non devisa dengan menggunakan
metode penilaianRisk Profile, Good corporate governance, Earnings
dan Capital (RGEC).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja bank syariah devisa
yang dibandingkan dengan kinerja bank syariah non devisa. Dalam
menganalisis kinerja bank syariah, Data yang digunakan pada
penelitian ini adalah data tahunan yang diambil dari berbagai sumber.
Penelitian ini menggunakan metode analisis statistik Mann-Whitney
dengan menggunakan program computer SPSS versi 17.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini diketahui bahwa ada perbedaan
tingkat kesehatan bank syariah devisa dan bank syariah non devisa
dilihat dari variabel earnings karena signifikan. Sedangkan dilihat dari
variabel risk profil, good corporate governance, dan capital tidak
terdapat perbedaan karena tidak signifikan.
2. Permana (2011) meneliti tentang Analisis Tingkat Kesehatan Bank
Berdasarkan Metode CAMELS dan Metode RGEC, Hasil dari
82
penelitian tersebut adalahMetode CAMELS sebenarnya telah
memberikan gambaran tingkat kesehatanbank yang efektif akan tetapi
metode CAMELS tidak memberikan suatukesimpulan yang
mengarahkan ke satu penilaian. Antar faktor memberikanpenilaian
yang sifatnya bisa berbeda. Sedangkan metode RGEC
lebihmenekankan akan pentingnya kualitas manajemen. Manajemen
yang berkualitastentunya akan mengangkat faktor pendapatan dan juga
faktor permodalan secaralangsung maupun tidak langsung.
3. Putri (2013) meneliti tentang Analisis Perbedaan tingkat kesehatan
BankBerdasarkan RGEC pada perusahaan Perbankan besar dan kecil.
Hasil daripenelitian tersebut adalah Teknik analisis data yang
digunakan adalah uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan tingkatkesehatan antara bank besar dan
bank kecil. Secara parsial faktor profil risiko danGCG menunjukkan
adanya signifikansi antara bank besar dan kecil. Sedangkanfaktor
rentabilitas dan permodalan menunjukkan hasil yang sebaliknya.
Proksiyang beragam dan jangka waktu yang diperpanjang berpotensi
akan memberikanhasil yang lebih baik dalam penelitian.
4. Firmansyah (2012) melakukan penelitian yang berjudul Analisis
Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Muamalat Indonesia dengan
Bank Syariah Mandiri dimana penelitian ini menggunakan metode
analisis deskriptif untuk membandingkan kinerja Bank Muamalat
Indonesia dan Bank Syariah Mandiri yaitu periode 2007 sampai
83
dengan 2011. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada rasio CAR
BSM lebih tinggi yaitu sebesar 12,53 persen sedangkan CAR BMI
sebesar 11,52 persen, pada rasio NPF BSM memiliki rata-rata sebesar
1,86 persen sedangkan NPF BMI sebesar 2,91 persen, untuk rasio FDR
BSM terendah sebesar 82,54 persen sedangkan FDR BMI terendah
sebesar 85,18 persen, pada rasio ROA BMIterkecil sebesar 0,45 persen
sedangkan ROA BSM terkecil sebesar 1,53 persen.
5. Widianingrum (2014) meneliti tentang “Analisis tingkat kesehatan
bank denganmenggunakan metode Risk Based Bank Rating (RBBR)
Studi pada bank yangterdaftar di Bursa Efek Indonesia sub-sektor
perbankan tahun 2012. Jenis penelitianyang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian desktiptif denganpendekatan kuantitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh dari Return On Asset menunjukkan
masih terdapat bank yang tidak sehat dengan nilai Return On Assetdi
bawah 1,25%. Penilaian Net Interest Margin menunjukkan keseluruhan
bankyang menjadi sampel penelitian dapat digolongkan ke dalam bank
sehat. Penilaianterhadap faktor capital dengan rasio Capital Adequacy
Ratio menunjukkan hasilyang positif pada setiap bank, secara
keseluruhan setiap bank memiliki nilaiCapital Adequacy Ratio di atas
10% sehingga masuk ke dalam bank sehat.
6. Arifin, et al. (2014) Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi dan menganalisis tingkat kesehatan PT Bank Rakyat
Indonesia Tbk yang diukur dengan pendekatan RGEC pada tahun
84
2011-2013. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang bersifat
kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rasio NPL,
IRR, LDR, LAR, dan CR yang termasuk dalam faktor Risk Profile
bekerja dengan baik dalam pelaksanaan manajemen risiko. Bank BRI
juga menunjukan telah mengaplikasikan GCG dengan baik dan
maksimal. Rasio ROA dan NIM yang baik memperlihatkan bahwa
faktor rentabilitas BRI bekerja dengan baik. Hal ini diperkuat oleh total
asset dan pertumbuhan laba yang selalu meningkat setiap tahunnya.
Dengan menggunakan rasio CAR, BRI dianggap mempunyai sistem
permodalan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan angka rasio CAR
yang selalu berada di atas 8% sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia.
7. Penelitian lain dilakukan oleh Sugari et al., (2015) tentang Analisis
Perbandingan Tingkat Kesehatan Bank Syariah dan Konvensional
Dengan Menggunakan Metode RGEC (Risk Profile, Good Corporate
Governance, Earnings, dan Capital). Bank yang dijadikan sampel
dalam penelitian ini adalah bank umum, persero maupun swasta di
Indonesia. Teknik analisis data adalah dengan uji Mann-Whitney. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan
analisis tingkat kesehatan bank syariah dan konvensional dengan
metode RGEC terutama pada Earnings dan Capital. Perbedaan hanya
pada risk profile dan GCG.
85
Tabel 2.5
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Variabel yang digunakan Hasil Penelitian
1 Muhammad
Rasyad Al Fajar
(2014)
Analisis Kinerja
Keuangan Bank
Syariah Devisa dan
Non Devisa Dengan
Metode RGEC
Risk Profile, Good Corporate
Governance, Earnings,
Capital
Adanya perbedaan
tingkat kesehatan bank
syariah devisa dan bank
syariah non devisa dilihat
dari variabel earnings
karena signifikan.
Sedangkan dilihat dari
variabel risk profil, good
corporate governance,
dan capital tidak terdapat
perbedaan karena tidak
signifikan.
2 Bayu Aji
Pramana (2011)
Analisis Tingkat
Kesehatan Bank
Berdasarkan
Metode CAMELS
dan RGEC
CAMELS : permodalan,
kualitas asset, manajemen,
pendapatan, likuiditas, dan
sensitivitas pasar RGEC :
risiko profile, Good
Corporate Governance,
pendapatan, dan permodalan.
Metode CAMELS
sebenarnya telah
memberikan gambaran
tingkat kesehatan bank
yang efektif akan tetapi
metode CAMELS tidak
memberikan suatu
kesimpulan yang
mengarahkan ke satu
penilaian. Antar faktor
memberikan penilaian
yang sifatnya bisa
berbeda. Sedangkan
metode RGEC lebih
menekankan akan
pentingya kualitas
manajemen. Manajemen
yang berkualitas tentunya
akan mengangkat faktor
pendapatan dan juga
faktor permodalan secara
langsung maupun tidak
langsung.
3 I Dewa Ayu Diah
Esti Putri dan I
Gst. Ayu Eka
Damayanthi
(2013)
ANALISIS
PERBEDAAN
TINGKAT
KESEHATAN
BANK
BERDASARKAN
RGEC PADA
PERUSAHAAN
PERBANKAN
BESAR DAN
KECIL
Risk Profile, Good Corporate
Governance, Earnings,
Capital
Tidak terdapat perbedaan
tingkat kesehatan antara
bank besar dan bank
kecil. Secara parsial
faktor profil risiko dan
GCG menunjukkan
adanya signifikansi
antara bank besar dan
kecil. Sedangkan faktor
rentabilitas dan
permodalan
menunjukkan hasil yang
sebaliknya. Proksi yang
beragam dan jangka
86
waktu yang diperpanjang
berpotensi akan
memberikan hasil yang
lebih baik dalam
penelitian.
4 Irman
Firmansyah
(2012)
ANALISIS
PERBANDINGAN
KINERJA
KEUANGAN
BANK
MUAMALAT
INDONESIA
DENGAN BANK
SYARIAH
MANDIRI
Rasio CAR, NPF, FDR dan
ROA selama periode tahun
2007 sampai 2011
Menunjukkan bahwa
pada rasio CAR BSM
lebih tinggi yaitu sebesar
12,53 persen sedangkan
CAR BMI sebesar 11,52
persen, pada rasio NPF
BSM memiliki rata-rata
sebesar 1,86 persen
sedangkan NPF BMI
sebesar 2,91 persen,
untuk rasio FDR BSM
terendah sebesar 82,54
persen sedangkan FDR
BMI terendah sebesar
85,18 persen, pada rasio
ROA BMIterkecil
sebesar 0,45 persen
sedangkan ROA BSM
terkecil sebesar 1,53
persen.
5 Elvis Ronald
Sumanti dan
Agus Tony
Paputra (2012)
Analisis Kualitas
Penerapan Good
Corporate
Governance dan
Kinerja PT. Bank
Mandiri (Persero)
Tbk
Rasio ROE, GCG, ROA dan
LDR (Independent) dan
Tingkat Kinerja Bank
(Dependent)
Penerapan GCG pada
Kinerja sangat baik
meskipun mengalami
penurunan 2011, Capital
Quality meningkat, Asset
Quality baik,
Management Quality
efisien, Earnings Quality
meningkat, Liquidity
terganggu.
6 Dwi S. Muniroh
(2014)
Analisis Kinerja
Keuangan
Menggunakan
Metode RGEC
(Risk, GCG,
Earning, Capital)
Pada Sektor
Keuangan
Perbankan
Rasio NPL, BOPO, CAR dan
LDR
Rasio NPL dan BOPO
berpengaruh negative
terhadap kinerja
keuangan, proporsi
komisaris independen,
komite audit,
kepemilikan
Institusional, CAR, dan
lDR tidak berpengaruh
terhadap kinerja.
7 Fitria Daniswara,
(2016)
Analisis
perbandingan
kinerja keangan
berdasarkan metode
RGEC pada bank
umum
konvensional dan
bank umum syariah
periode 2011-2014
Rasio NPL, NOP, LDR, GCG,
ROA, CAR.
Terdapat perbedaan NPL,
NOP, LDR, ROA, dan
CAR antara bank syariah
dan konvensional
sedangkan untuk GCG
tidak terdapat perbedaan.
87
8 Heidy Arrvida,
Lasta Zainul
Arifin, dan Nila
Firdausi Nuzula
ANALISIS
TINGKAT
KESEHATAN
BANK DENGAN
MENGGUNAKAN
PENDEKATAN
RGEC (RISK
PROFILE, GOOD
CORPORATE
GOVERNANCE,
EARNINGS,
CAPITAL) (Studi
pada PT BANK
RAKYAT
INDONESIA,Tbk
Periode 2011-2013)
Rasio NPL, IRR, LDR, LAR,
Cash Ratio, ROA, NIM dan
CAR
Menunjukan bahwa rasio
NPL, IRR, LDR, LAR,
dan CR yang termasuk
dalam faktor Risk Profile
bekerja dengan baik
dalam pelaksanaan
manajemen risiko. Bank
BRI juga menunjukan
telah mengaplikasikan
GCG dengan baik dan
maksimal. Rasio ROA
dan NIM yang baik
memperlihatkan bahwa
faktor rentabilitas BRI
bekerja dengan baik. Hal
ini diperkuat oleh total
asset dan pertumbuhan
laba yang selalu
meningkat setiap
tahunnya. Dengan
menggunakan rasio
CAR, BRI dianggap
mempunyai sistem
permodalan yang baik.
9 Bella Puspita
Sugari, Bambang
Sunarko dan
Yayat Giyatno
(2015)
Analisis
Perbandingan
Tingkat Kesehatan
Bank Syariah dan
Bank Konvensional
Dengan
Menggunakan
Metode RGEC
Risk Profile, Good Corporate
Governance, Earnings, Capital
Menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan
signifikan analisis tingkat
kesehatan bank syariah
dan konvensional dengan
metode RGEC terutama
pada Earnings dan
Capital. Perbedaan hanya
pada risk profile dan
GCG.
10 Al-Deehani, Talla
M, Hasan Mounir
El-Deehani. 2015
Performance of
Islamic Banks and
Conventional
Banks Before
During Economic
Downtrurn.
Variabel yang diteliti Inv/A,
Loans/A, Deposits/A, ROA,
ROE and Payout Ratio
Terdapat perbedaan Pada
rasio ROA antara bank
syariah dan bank
konvensional.
88
2.9 Kerangka Penelitian
Gambar 2.6 Kerangka Penelitian
Bank Syariah
(BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah)
Laporan Keuangan 2012-2016
Metode RGEC
(PBI No.13/1/PBI/2011)
Uji Kolmograv-Smoirnov
Hasil Interprestasi Data Keuangan
Uji Man-Whitney Test
Analisis Data Keuangan
Kesehatan Bank :
Sangat Sehat/Sehat/Cukup Sehat
Kurang Sehat/Tidak Sehat
Risk Profile Good Corporate
Governance (GCG) Earnings Capital
NPF Self Assesment Bank
ROA CAR
FDR
89
2.10 Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji dan memberikan
bukti yang meyakinkan terhadap hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini. Pengujian hipotesis menggunakan alat uji hipotesis Mann-Withney
Test dengan dua sampel independen. Indikator untuk Uji Mann-whitney
test ditentukan dengan:
a. Asymp. Sig lebih besar atau sama dengan dari 0.05 (Sig.> 0.05) atau Z
hitung lebih besar atau sama dengan Z tabel atau H1 ditolak.
b. Asympg. Sig lebih kecil dari 0.05 (Sig.< 0.05) atau Z hitung lebih kecil
dari Z tabel atau H1 diterima.
1. Pengaruh NPF (Non Performing Finance) terhadap financial
distress Perbankan Syariah
Rasio NPF digunakan untuk menunjukkan kemampuan manajemen
bank untuk mengelola pembiayaan bermasalah. Pembiayaan
bermasalah terdiri dari kurang lancar, diragukan dan macet.
Pembiayaan yang diberikan pihak bank kepada debitur, namun debitur
tidak dapat mengembalikan dana yang telah dipinjam, dapat
mengakibatkan pembiayaan bermasalah sehingga kemungkinan besar
bank mengalami kesulitan keuangan atau financial distress. Risiko
pembiayaan yang tinggi menunjukkan kesehatan bank yang rendah
dikarenakan terjadi pembiayaan bermasalah untuk kegiatan bank.
90
Kesimpulan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Emil dan
Luciana (2014) menunjukkan bahwa Non Performing Loan (NPL)
yang digunakan untuk mengukur risiko kredit pada bank, signifikan
untuk menentukan kesulitan keuangan bank. Namun berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Christina (2013), yang menunjukkan bahwa
NPL tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress bank.
2. Pengaruh FDR (Finance to Deposit Ratio) terhadap financial
distress Perbankan Syariah
Rasio FDR (Finance to Deposit Ratio) menyatakan seberapa jauh
kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh
pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban
bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik
kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan
kredit (Farah, 2007:60). Semakin tinggi rasio FDR memberikan
indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan
untuk membiayai kredit (pembiayaan) semakin besar (Farah, 2007:60).
Semakin tinggi rasio FDR bank syariah, maka semakin besar
kemungkin bank untuk kondisi bermasalah atau financial distress.
91
Kesimpulan ini didukung oleh penelitian Christina dan Imam (2013)
yang menyatakan LDR mempunyai pengaruh terhadap financial
distress. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Emil dan
Luciana (2014) menunjukkan bahwa LDR tidak signifikan untuk
menentukan kesulitan keuangan bank.
3. Pengaruh GCG (Good Corporate Governance) terhadap financial
distress Perbankan Syariah
Pelaksanaan GCG dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan-
kesalahan yang besar untuk strategi perusahaan dan untuk memastikan
jika kesalahan itu terjadi maka dapat diperbaiki dengan segera. GCG
perlu dilakukan untuk mengantisipasi risiko-risiko yang mungkin
dihadapi bank yang berdampak buruk bagi bank tersebut. GCG juga
digunakan sebagai indikator bahwa bank yang menerapkan GCG dapat
dikatakan sehat dari segi pengelolaannya. Penelitian yang dilakukan
N.Hisamuddin dan M. Yayang (2012), menyatakan bahwa terdapat
pengaruh yang positif antara Good Corporate Governance dengan
kinerja keuangan Bank Umum Syariah. Hal ini menunjukkan bahwa
GCG yang semakin efektif akan meningkatkan kinerja keuangan Bank
Umum Syariah dan mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh
Dewan dengan keputusan yang menguntungkan diri sendiri.
92
Meningkatnya kinerja keuangan mengindikasikan Bank untuk keadaan
sehat, sehingga kecil kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan
keuangan. Kesimpulan yang diperoleh semakin baik Good Corporate
Governance maka semakin kecil berpengaruh terhadap financial
distress. Berbeda dengan hasil dari penelitian Elen dan Juniarti (2013),
menyatakan bahwa GCG tidak mampu memprediksi financial distress.
Hal ini dibuktikan dengan tidak ada perbedaan rata-rata GCG score
dari perusahaan yang mengalami financial distress dengan perusahaan
yang tidak mengalami financial distress.
4. Pengaruh ROA (Return on Assets) terhadap financial distress
Perbankan Syariah
ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank untuk
memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar
ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang
dicapai bank dan semakin baik posisi bank dari segi penggunaan aset
(Farah, 2007:61), sehingga ketika ROA bank syariah tinggi, maka
kemungkinan terjadi kondisi bermasalah atau financial distress
semakin kecil. Kesimpulan ini didukung oleh penelitian Emil dan
Luciana (2014) menunjukkan berpengaruh signifikan untuk
memprediksi kondisi financial distress, yang dibuktikan dengan hasil
uji hipotesis yang menyatakan ROA berpengaruh negatif, yang berarti
semakin tinggi ROA suatu bank maka semakin kecil kemungkinan
93
bank untuk kondisi financial distress. Penelitian yang dilakukan oleh
Luciana dan Winny (2006), menunjukkan hasil yang berbeda yaitu,
Return On Asset (ROA) tidak signifikan terhadap kondisi bermasalah.
5. Pengaruh NOM (Net Operating Margin) terhadap financial distress
Perbankan Syariah
Rasio NOM digunakan untuk mengetahui kemampuan aktiva produktif
untuk menghasilkan laba. Semakin besar rasio NOM, maka laba atas
aktiva produktif yang dikelola bank semakin meningkat, sehingga
kemungkinan terjadi financial distress pada bank sangat kecil.
Kesimpulan ini didukung penelitian Adhistya Rizky Bhadestari dan
Abdul Rohman (2013) yang menyatakan NIM berpengaruh terhadap
financial distress. Namun penelitian Luciana dan Winny (2006)
menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu NIM tidak berpengaruh
signifikan terhadap kondisi bermasalah.
6. Pengaruh CAR (Capital Adequacy Ratio) terhadap financial
distress Bank Syariah Perbankan Syariah
Capital adequacy ratio adalah rasio yang digunakan untuk melihat
berapa jumlah aktiva bank yang mengandung risiko yang juga dibiayai
dari modal sendiri. Perhitungan modal dan aktiva tertimbang menurut
risiko dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban penyediaan modal
minimum yang berlaku.
94
Peningkatan rasio CAR maka mengindikasikan semakin baik
kemampuan suatu bank untuk menanggung risiko dari setiap aktiva
produktif yang berisiko, sehingga semakin kecil untuk mengalami
financial distress. Kesimpulan ini didukung oleh penelitian Luciana
dan Winny (2005), yang menyatakan rasio CAR memiliki pengaruh
negatif signifikan terhadap prediksi yang signifikan terhadap prediksi
bermasalah bank. Berbeda dengan menurut Christina dan Imam (2013)
CAR, tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress
perbankan Indonesia. Hal ini dikarenakan, rasio CAR yang tinggi tidak
selalu memberikan hasil yang baik bagi kesehatan bank, karena
menunjukkan bank tidak cukup ekspansif untuk melakukan investasi
pada aktiva yang berisiko untuk memperoleh pendapatan bagi bank
(Christina dan Ghozali 2013).
95
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif, Penelitian
kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang
diolah dengan metode statistik. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh
signifikan perbedaan kelompok atau signifikan hubungan antar variabel
yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kesehatan bank
syariah dari tiga faktor utama yaitu internal, eksternal dan religiusitas
dalam variabel independen, yaitu Risk Profile, Risiko Likuiditas, Good
Corporate Governance, Rentabilitas (Earning), dan Permodalan(Capital)
sebagai faktor internal (S), Surat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai
faktor eksternal (L) dan kesehatan bank syariah sebagai faktor religiusitas
(M) terhadap variabel dependen, yaitu potensi terjadinya financial distress.
Penelitian ini diawali dengan studi literatur yang mencakup kajian teori,
penelitian empiris sebelumnya dan model yang relevan dengan masalah
penelitian. Penelitian ini juga menggunakan metode data sekunder, data
yang diperoleh secara tidak langsung, laporan keuangan perbankan syariah
yang dipublikasikan di www.ojk.go.id periode 2012-2016.
96
3.2 Metode Penentuan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti. Penelitian ini
menggunakan laporan Triwulan Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI
Syariah dan BRI Syariah dari periode 2012-2016.
3.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu.Pengambilan sampel menggunakan metode purposive
sampling dengantujuan untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan
kriteria yangditentukan. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Bank Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia.
2. Mempublikasikan annual report periode 2012-2016.
3. Melakukan self assessment terkait good corporate governance (GCG)
periode 2012-2016.
4. Laporan keuangan sudah diaudit oleh lembaga independen.
Didapat 3 bank syariah yang akan dijadikan sebagai sampel dalam
penelitian ini, diantaranya :
1. Bank Mandiri Syariah (BSM)
2. BNI Syariah
3. BRI Syariah
97
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan data-data
antara lain :
a. Teknik Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data pokok secara tertulis dengan cara
melihat catatan atau arsip yang ada pada perusahaan. Pengumpulan
data yang dilakukan penulis dengan melihat dan mencatat data yang
bersumber dari laporan publikasi perbankan Indonesia di internet.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data yang berasal dari
laporan keuangan triwulan dan laporan pelaksanaan GCG Bank
Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRIS yariah tahun 2012,
2013, 2014, 2015 dan 2016.
b. Teknik Pustaka
Teknik pustaka ini dilakukan untuk memperoleh landasan teori yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dasar-dasar teoritis ini
diperoleh dari literatur-literatur, majalah-majalah maupun tulisan-
tulisan lainnya yang berhubungan dengan tingkat kesehatan bank
syariah.
98
3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel
independen dan variabel dependen.
1. Variabel Independen
Menurut Sugiyono (2014: 59), variabel independen adalah: “... variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat)”. Dalam penelitian ini terdapat
lima (5) variabel independen yang diteliti yaitu Risk Profile, Risiko
Likuiditas, Good Corporate Governance, Rentabilitas(Earning), dan
Permodalan(Capital) yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Risk Profile
a. Risiko Kredit, bertujuan mengukur tingkat permasalahan
pembiayaan yang dihadapi bank. Semakin tinggi rasio ini semakin
buruk kualitas pembiayaan.
NPF = Pembiayaan Bermasalah
X 100% Total Pembiayaan
b. Rasio Likuiditas, bertujuan mengukur tingkat kemampuan bank
dalam menyalurkan dana pihak ketiga yang dapat dihimpun oleh
bank sampel memenuhi standar bank. Semakin rendah nilai
likuiditas, maka semakin baik.
FDR= Total Pembiayaan
x 100% Total DPK
99
2. Good Corporate Governance
Menurut Zarkasyi (2008:35), Good Corporate Governance adalah:
“...prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar
mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan
dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders
khususnya dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini
dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang
saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan
perusahaan di lingkungan tertentu.” Adapun indikator yang penulis
gunakan untuk mengukur variabel ini adalah :
Tabel 3.1
Aspek Penilaian Good Corporate Governance (GCG)
No Aspek yang dinilai Bobot
1 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris 10%
2 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi 20%
3 Kelengkapan dan Pelaksanaan tugas Komite 10%
4 Penanganan Benturan Kepentingan 10%
5 Penerapan fungsi kepatuhan Bank 5%
6 Penerapan fungsi audit intern 5%
7 Penerapan fungsi audit ekstern 5%
8 Penerapan fungsi manajemen risiko dan pengendalian
intern 7,5%
9 Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan
debitur besar (large exposures) 7,5%
10 Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan,
laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal 15%
11 Rencana Strategis Bank 5%
Nilai Komposit 100% Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No.9/12/DPNP
100
Penilaian terhadap faktor GCG menggunakan sistem self
assessmentdimana masing-masing Bank Syariah menghitung sendiri
komponen GCG.Adapun kriteria yang digunakan dengan nilai
komposit, yaitu :
Tabel 3.2
Hasil Penilaian Self Assessment Atas Pelaksanaan Good
Corporate Governance
Nilai Komposit Predikat Komposit
Nilai Komposit < 1,5 Sangat Baik
1,5 < Nilai Komposit < 2,5 Baik
2,5 < Nilai Komposit < 3,5 Cukup Baik
3,5 < Nilai Komposit < 4,5 Kurang Baik
4,5 < Nilai Komposit < 5 Tidak Baik
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia No.15/15/DPNP Tahun 2013
3. Rentabilitas (Earnings)
Menurut Frianto Pandia (2012:65), rentabilitas (earnings)
adalah:“...suatu alat untuk mengukur kemampuan bank dalam
menghasilkan laba dengan membandingkan laba dengan aktiva atau
modal dalam periode tertentu. rentabilitas juga menunjukkan
bagaimana manajemen perusahaan mempertanggungjawabkan modal
yang diserahkan pemilik modal kepadanya, hal itu ditunjukkan dengan
berapa besarnya dividen”.
Semakin kecil rasio rentabilitas, mengindikasikan kurangnya
kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola aset untuk
meningkatkan pendapatan dan menekan biaya.
101
ROA= Laba sebelum Pajak
x 100% Total Asset
4. Permodalan (Capital)
Variabel CAR (Capital Adequecy Rasio), yaitu rasio yang digunakan
untuk melihat atau mengukur kecukupan modal suatu perusahaan.
CAR= Modal
x 100% Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
Tabel 3.3
Indikator Penilaian Operasional Variabel Independen
Variabel Indikator Penilaian
Risk Profile
Risiko Kredit
NPF = Pembiayaan Bermasalah
X 100% Total Pembiayaan
Risiko Likuiditas
FDR : Total Pembiayaan
X 100% Total dana pihak ketiga
GCG
Hasil pelaksanaan prinsip-prinsip GCG Bank
sebagaimana diatur dalam ketentuan BI
mengenai GCG bagi Bank Umum yang
dilakukan secara self assessment oleh pihak
bank yang bersangkutan
Earnings ROA
NOM
Capital CAR
2. Variabel Dependen
Menurut Sugiyono (2016: 61) variabel dependen adalah: “... variabel
yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
bebas”. Dalam penelitian ini variabel dependen yang digunakan yaitu
Financial Distress, yaitu tahap penurunan kondisi keuangan yang
terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.
102
Tabel 3.4
Kriteria Operasional Variabel Dependen
Faktor Rasio Peringkat
1 2 3 4 5
Risk Profile
NPF
(X1) NPF<2% 2%< NPF<5% 5%< NPF<8%
8%< NPF<
12% >12%
FDR
(X2) 50%<FDR≤
85%
75%<FDR≤85
%
85%<FDR≤10
0%
100%<FDR≤1
20% >120%
Good
Corporate
Governance
GCG
(X3) GCG <
1,50%
1,50% ≥ GCG
< 2,50%
2,50% ≥ GCG
< 3,50%
3,50% ≥ GCG
< 4,50%
4,50% ≥ GCG
< 5,00%
Earnings ROA
(X4) ROA >
1,5%
1,25% < ROA
≤ 1,5%
0,5% < ROA
≤ 1,25%
0% < ROA ≤
0,5% ROA ≤ 0%
Capital CAR
(X5) CAR ≥
12%
9% ≤ CAR<
12%
8% ≤ CAR<
9%
6% < CAR<
8% ≤ 6%
Sumber : Olah data penulis, 2017
Tabel 3.5
Pengukuran Tingkat Skor
Penilaian Tingkat KesehatanBank
Peringkat Skor
1 5
2 4
3 3
4 2
5 1
103
3.5 Kriteria Penilaian Variabel Penelitian
1. Kriteria Penilaian Profil Risiko
Untuk dapat melihat peniliaian atas variabel tersebut, dapat dibuat
dengan tabel distribusi di bawah ini. Berikut langkah-langkahnya :
a. Menentukan pembiayaan bermasalah pada laporan keuangan di
perbankan syariah yang diteliti.
b. Menentukan total pembiayaan pada laporan keuangan di perbankan
syariah yang diteliti.
c. Menghitung non performing financing dengan cara membagi
pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan.
d. Menentukan jumlah kriteria, yaitu 5 kriteria
e. Menghitung nilai rata-rata (mean) perubahan dari variabel penelitian
tersebut.
f. Menentukan nilai maksimum dan nilai minimun pada variabel penelitian
tersebut.
g. Mencari range (jarak interval kelas) dengan cara menghitung selisih
nilai maksimum dan minimum kemudian dibagi 5 kriteria.
h. Kesimpulan.
104
Tabel 3.6
Kriteria Penilaian Non Performing Financing (NPF)
Interval Kriteria
NPF < 2% Sangat sehat
2% ≤ NPF < 5% Sehat
5% ≤ NPF < 8% Cukup sehat
8% ≤ NPF 12% Kurang sehat
NPF ≥ 12% Tidak sehat Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia
2. Kriteria Penilaian Likuiditas
Untuk dapat melihat peniliaian atas variabel tersebut, dapat dibuat
dengan tabel distribusi di bawah ini. Berikut langkah-langkahnya:
a. Menentukan total pembiayaan pada laporan keuangan di perbankan
syariah yang diteliti.
b. Menentukan total dana pihak ketiga pada laporan keuangan di
perbankan syariah yang diteliti.
c. Menghitung financing to deposit ratio dengan cara membagi total
pembiayaan dengan total dana pihak ketiga.
d. Menentukan jumlah kriteria, yaitu 5 kriteria.
e. Menghitung nilai rata-rata (mean) perubahan dari variabel penelitian
tersebut.
f. Menentukan nilai maksimum dan nilai minimun pada variabel penelitian
tersebut.
g. Mencari range (jarak interval kelas) dengan cara menghitung selisih
nilai maksimum dan minimum kemudian dibagi 5 kriteria.
h. Kesimpulan.
105
Tabel 3.7
Kriteria Penilaian Financing to Deposit
Ratio (FDR)
Interval Kriteria
FDR ≤ 75% Sangat sehat
75% < FDR ≤ 85% Sehat
85% < FDR ≤ 100% Cukup sehat
100% < FDR ≤ 120% Kurang sehat
FDR > 120% Tidak sehat
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia
3. Kriteria Penilaian Good Corporate Governance
Untuk dapat melihat peniliaian atas variabel tersebut, dapat dibuat
dengan tabel distribusi di bawah ini. Berikut langkah-langkahnya:
a. Menentukan hasil penilaian self assessmentatas pelaksanaan Good
Corporate Governance pada perusahaan selama periode yang diteliti.
b. Menentukan kriteria kesimpulan yang diperoleh dari hasil penilaian self
assessment atas pelaksanaan Good Corporate Governance, kriteria
ditentukan menurut PBI NO. 13/1/PBI/2011
c. Kesimpulan.
Tabel 3.8
Kriteria Penilaian Good Corporate Governance
(GCG)
Interval Kriteria
Nilai komposit < 1,5 Sangat sehat
1,5 < nilai komposit < 2,5 Sehat
2,5 < nilai komposit < 3,5 Cukup sehat
3,5 < nilai komposit < 4,5 Kurang sehat
4,5 < nilai komposit < 5 Tidak sehat
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia
106
4. Kriteria Penilaian Earnings
Untuk dapat melihat peniliaian atas variabel tersebut, dapat dibuat
dengan tabel distribusi di bawah ini. Berikut langkah-langkahnya:
a. Menentukan laba setelah pajak pada laporan keuangan di perbankan
syariah yang diteliti.
b. Menentukan total assets pada laporan keuangan di perbankan syariah
yang diteliti.
c. Menghitung return on assets dengan cara membagi laba setelah pajak
dengan total assets.
d. Menentukan jumlah kriteria, yaitu 5 kriteria.
e. Menghitung nilai rata-rata (mean) perubahan dari variabel penelitian
tersebut.
f. Menentukan nilai maksimum dan nilai minimun pada variabel penelitian
tersebut.
g. Mencari range (jarak interval kelas) dengan cara menghitung selisih
nilai maksimum dan minimum kemudian dibagi 5 kriteria.
h. Kesimpulan.
Tabel 3.9
Kriteria Penilaian Return on Assets
(ROA)
Interval Kriteria
ROA > 1,5% Sangat sehat
1.25% < ROA ≤ 1,5% Sehat
0,5% < ROA ≤ 1,25% Cukup sehat
0% < ROA ≤ 0,5% Kurang sehat
ROA ≤ 0% Tidak sehat
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia
107
5. Kriteria Penilaian Capital
Untuk dapat melihat peniliaian atas variabel tersebut, dapat dibuat
dengan tabel distribusi di bawah ini. Berikut langkah-langkahnya:
a. Menentukan modal pada laporan keuangan di perbankan syariah yang
diteliti.
b. Menentukan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) pada laporan
keuangan di perbankan syariah yang diteliti.
c. Menghitung capital adequacy ratio dengan cara membagi modal
dengan ATMR.
d. Menentukan jumlah kriteria, yaitu 5 kriteria.
e. Menghitung nilai rata-rata (mean) perubahan dari variabel penelitian
tersebut.
f. Menentukan nilai maksimum dan nilai minimun pada variabel
penelitian tersebut.
g. Mencari range (jarak interval kelas) dengan cara menghitung selisih
nilai maksimum dan minimum kemudian dibagi 5 kriteria.
h. Kesimpulan.
Tabel 3.10
Kriteria Penilaian Capital
Adequacy Ratio (CAR)
Interval Kriteria
CAR > 12% Sangat sehat
9% ≤ CAR < 12% Sehat
8% ≤ CAR < 9% Cukup sehat
6% < CAR < 8% Kurang sehat
CAR ≤ 6% Tidak sehat
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia
108
Pada perbankan syariah selain Financial Distress dari ukuran
RGEC adalah intangible value (nilai intangibilitas) yang bermakna nilai
ibadah dalam perspektif Islam.
3.6 Metode Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisisrasio keuangan (Financial Ratio Analysis). Analisis rasio keuangan
denganpenilaian kinerja keuangan perusahaan atau bank. Analisis ini
didasarkanpada data yang bersifat kuantitatif, yaitu data-data yang berupa
angka-angkayang terdapat pada laporan keuangan perusahaan. Analisis
rasio keuanganyang digunakan adalah Risk Profile, Good Corporate
Governance, Earningsdan Capital.
Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengolah hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 22.
Hubungan yang rumit tersebut dapat diartikan sebagai rangkaian hubungan
yang dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen atau beberapa
variabel independen. Analisis ini dilakukan dalam empat tahap sebagai
berikut :
1. Analisis Deskriptif Statistik
Statistik deskriptif akan memberi gambaran atau deskripsi suatu data
yang diperoleh dari nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum,
minimum, sum, range, kurtosis dan skewness.
109
2. Uji Mann-Whitney Test
Uji Mann-Whitney Test merupakan metode statistika nonparametrik
yang digunakan untuk pengujian hipotesis komparatif dua sampel
independen bila datanya ordinal. Uji ini untuk menentukan apakah
terdapat perbedaan dari dua populasi data yang saling independen.
Indikator untuk Uji Mann-whitney test ditentukan dengan:
a. Asymp. Sig lebih besar atau sama dengan dari 0.05 (Sig.> 0.05) atau
Z hitung lebih besar atau sama dengan Z tabel atau H1 ditolak.
b. Asympg. Sig lebih kecil dari 0.05 (Sig.< 0.05) atau Z hitung lebih
kecil dari Z tabel atau H1 diterima.
3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh yang signifikan antara variabel independen kepada variabel
dependen. Dengan pengujian hipotesis ini, penulis menetapkan dengan
menggunakan uji signifikan, dengan penetapan hipotesis nol (Ho) dan
hipotesis alternatif (Ha).
Hipotesis nol (Ho) adalah suatu hipotesis yang menyatakan bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan
variabel dependen.
Sedangkan hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan
bahwa variabel-variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen.
110
Kriteria untuk penerimaan atau penolakan hipotesis nol (Ho) yang
digunakan adalah sebagai berikut:
H0 diterima apabila : H0 : β = 0
H0 ditolak apabila : H1 : β ≠ 0
Apabila Ho diterima, maka hal ini diartikan bahwa pengaruh variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen dinilai tidak
signifikan dan sebaliknya apabila Ho ditolak, maka hal ini diartikan
bahwa pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel
dependen dinilai berpengaruh secara signifikan.
3.6.4 Uji H
Metodologi memiliki fleksibilitas dalam penentuan variabel yang
akan diuji. Hal ini untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi
intepretasi dari hasil olah data yang dilakukan.
Secara prosedural proses rekayasa metodologi H ini dilakukan dari
pengumpulan data dari obyek yang dijadikan sampel dalam
implementasi teori ini (Aziz, 2015).
1. Pertama melakukan pendataan untuk memperoleh besaran dari
obyek yang akan ditinjau dalam nilai, harga, indeks, persentase,
atau nominal yaitu dalam bentuk harga asli.
2. Kedua meninjau laju besaran dari obyek yang akan dihitung
dalam skala persentase berupa selisih dari harga awal dengan
harga berikutnya atau perbedaan dari besaran pertama dengan
111
besaran kedua dan selanjutnya.
3. Ketiga membuat pola rata-rata dari obyek yang akan ditinjau
dengan perspektif teori ini dibandingkan dengan obyek-obyek lain
yang sejenis atau meninjau posisi obyek dikomparasi dengan rata-
rata obyek yang sejenis.
4. Setelah memperoleh nominal, laju, dan rata-rata laju, selanjutnya
dibutuhkan data lain dari obyek yang sama berupa data yang
bersifat intangible atau berkaitan dengan nilai religiusitas untuk
didapatkan besaran bobotnya dibandingkan dengan obyek lain.
Cara melakukan nilai bobot yaitu:
a. Membuat rasio bobot berdasarkan data lain dari obyek
yang sama kemudian dibandingkan dengan bobot dari
obyek lain dengan data yang untuk diperoleh ranking atau
urutan bobot antara obyek utama dengan obyek
pembanding yang lain.
b. Selain menggunakan sumber data dari obyek yang diteliti,
dikombinasikan dengan expert adjustment / wawancara
terstruktur dengan pakar sains yang memiliki otoritas
untuk menilai bobot suatu obyek.
112
c. Kemudian melakukan perangkingan obyek berdasarkan
bobot yang diperoleh dari berbagai sumber data
tersebut, sehingga urutan tersebut juga merepresentasikan
besaran bobot dari obyek yang diteliti tersebut.
5. Selanjutnya setelah diperoleh data nominal, laju dan bobot maka
dilakukan penghitungan berupa perkalian dari data obyek tersebut
berupa : nominal x laju x bobot.
6. Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan dari obyek yang
diteliti maka dilakukan perlakuan matriks untuk memperoleh
kategori hasil sesuai format dalam hal ini obyek akan
dikategorikan dalam formasi straight, loads dan impact :
a. Jika hasil positif adalah straight (jika minus adalah turn)
b. Jika hasil lebih besar dari 0,1 adalah load
c. Jika hasil lebih besar dari rata-rata nilai berarti impact
113
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Didalam pemilihan sampel penelitian ini menggunakan 3 (tiga) bank
syariah, yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah
periode 2012-2016. Adapun rasio-rasio masing-masing ketiga bank
syariah, adalah sebagai berikut :
4.1.1 Deskripsi Bank Syariah Mandiri (BSM)
a. Sejarah Bank Syariah Mandiri
Krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997, yang disusul dengan
krisis politik nasional telah membawa dampak besar dalam perekonomian
nasional. Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang
didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami kesulitan yang sangat
parah. Keadaan tersebut menyebabkan pemerintah Indonesia terpaksa
mengambil tindakan untuk merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian
bank-bank di Indonesia.
Lahirnya Undang-undang No. 10 tahun 1998, tentang perubahan atas
Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, pada bulan
November 1998 telah memberi peluang yang sangat baik bagi tumbuhnya
bank-bank syariah di Indonesia. Undang-undang tersebut memungkinkan
114
bank beroperasi sepenuhnya secara syariah atau dengan membuka cabang
khusus syariah.
PT. Bank Susila Bakti (PT Bank Susila Bakti) yang dimiliki oleh
Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT
Mahkota Prestasi berupaya keluar dari krisis 1 997-1999 dengan berbagai
cara. Mulai dari langkah-langkah menuju merger sampai pada akhirnya
memilih konversi menjadi bank syariah dengan suntikan modal dari
pemilik.
Dengan terjadinya merger empat bank (Bank Dagang Negara, Bank
Bumi Daya, Bank Exim dan Bapindo) ke dalam PT Bank Mandiri
(Persero) pada tanggal 31 Juli 1999, rencana perubahan PT Bank Susila
Bakti menjadi bank syariah (dengan nama Bank Syariah Sakinah) diambil
alih oleh PT Bank Syariah Mandiri (Persero).
PT Bank Mandiri (Persero) selaku pemilik baru mendukung
sepenuhnya dan melanjutkan rencana perubahan PT Bank Susila Bakti
menjadi bank syariah.langkah awal dengan merubah Anggaran Dasar
tentang nama PT Bank Susila Bakti menjadi PT Bank Syariah Sakinah
berdasarkan Akta Notaris: Ny. Machrani M.S. SH, No. 29 pada tanggal 19
Mei 1999. Kemudian melalui Akta No. 23 tanggal 8 September 1999
Notaris: Sutjipto, SH nama PT Bank Syariah Sakinah Mandiri diubah
menjadi PT Bank Syariah Mandiri.
Pada tanggal 25 Oktober 1999, Bank Indonesia melalui Surat
Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 1/24/KEP. BI/1999 telah
115
memberikan ijin perubahan kegiatan usaha konvensional menjadi kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah kepada PT Bank Susila Bakti.
Selanjutnya dengan Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank
Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/1999 tanggal 25 Oktober, Bank Indonesia
telah menyetujui perubahan nama PT Bank Susila Bakti menjadi PT Bank
Syariah Mandiri.
Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999
merupakan hari pertama beroperasinya PT Bank Syariah Mandiri.
Kelahiran Bank Syariah Mandiri merupakan buah usaha bersama dari para
perintis bank syariah di PT Bank Susila Bakti dan Manajemen PT Bank
Mandiri yang memandang pentingnya kehadiran bank syariah
dilingkungan PT Bank Mandiri (Persero).
PT Bank Syariah Mandiri hadir sebagai bank yang
mengkombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang
melandasi operasinya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai
rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan PT Bank Syariah
Mandiri sebagai alternatif jasa perbankan di Indonesia.
b.Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri (BSM)
Bank Syariah Mandiri mempunyai visi yaitu menjadi bank syariah
tepercaya pilihan mitra usaha. Sedangkan misi Bank Syariah Mandiri
antara lain :
116
a. Menciptakan suasana pasar perbankan syariah agar dapat berkembang
dengan mendorong terciptanya sarikat dagang yang terkoordinasi
dengan baik.
b. Mencapai pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan
melalui sinergi dengan mitra strategis agar menjadi bank syariah
terkemuka di Indonesia yang mampu meningkatkan nilai bagi para
pemegang saham dan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat luas.
c. Mempekerjakan pegawai yang profesional dan sepenuhnya mengerti
operasional perbankan syariah.
d. Menunjukkan komitmen terhadap standar kinerja operasional
perbankan dengan pemanfaatan teknologi mutakhir, serta memegang
teguh prinsip keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian.
e. Mengutamakan mobilisasi pendanaan dari golongan masyarakat
menengah dan ritel, memperbesar portofolio pembiayaan untuk skala
menengah dan kecil, serta mendorong terwujudnya manajemen zakat,
infak dan shadaqah yang lebih efektif sebagai cerminan kepedulian
sosial.
f. Meningkatkan permodalan sendiri dengan mengundang perbankan lain,
segenap lapisan masyarakat dan investor asing.
117
4.1.2 Deskripsi BNI Syariah
a. Sejarah BNI Syariah
Didirikan pada tanggal 5 Juli 1946, PT Bank Negara Indonesia
(persero) Tbk atau BNI menjadi bank pertama milik negara yang lahir
setelah kemerdekaan Indonesia. Lahir pada masa perjuangan kemerdekaan
Republik Indonesia, BNI sempat berfungsi sebagai bank sentral dan bank
umum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 2/1946, sebelum akhirnya beroperasi sebagai bank
komersial sejak tahun 1955. Oeang Republik Indonesia atau ORI sebagai
alat pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia
pada tanggal 30 Oktober 1946 dicetak dan diedarkan oleh Bank Negara
Indonesia.
Menyusul penunjukan De Javache Bank yang merupakan warisan
dari Pemerintah Belanda sebagai bank sentral pada tahun 1949, Pemerintah
membatasi peran BNI sebagai bank sentral. BNI lalu ditetapkan sebagai
bank pembangunan dan diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa
pada tahun 1950 dengan akses langsung untuk transaksi luar negeri.
Kantor cabang BNI pertama di luar negeri dibuka di Singapura pada tahun
1955.
Peranan BNI untuk mendukung perekonomian Indonesia semakin
strategis dengan munculnya inisiatif untuk melayani seluruh lapisan
masyarakat dari Sabang sampai Merauke pada tahun 1960-an dengan
memperkenalkan berbagai layanan perbankan seperti Bank Terapung,
118
Bank Keliling, Bank Bocah dan Bank Sarinah. Tujuan utama dari
pembentukan Bank Terapung adalah untuk melayani masyarakat yang
tinggal di kepulauan seperti di Kepulauan Riau atau daerah yang sulit
dijangkau dengan transportasi darat seperti Kalimantan. BNI juga
meluncurkan Bank Keliling, yaitu jasa layanan perbankan di mobil keliling
sebagai upaya proaktif untuk mendorong masyarakat menabung.
Sesuai dengan UU No.17 Tahun 1968 sebagai bank umum dengan
nama Bank Negara Indonesia 1946, BNI bertugas memperbaiki ekonomi
rakyat dan berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Segmentasi nasabah juga telah dibidik BNI sejak awal dengan
dirintisnya bank yang melayani khusus nasabah wanita yaitu Bank Sarinah
di mana seluruh petugas bank adalah perempuan dan Bank Bocah yang
memberikan edukasi kepada anak-anak agar memiliki kebiasaan
menabung sejak dini. Pelayanan Bank Bocah dilakukan juga oleh anak-
anak. Bahkan sejak 1963, BNI telah merintis layanan perbankan
diperguruan tinggi saat membuka Kantor Kas Pembantu di Universitas
Sumatera Utara (USU) di Medan. Saat ini BNI telah memiliki kantor
layanan hampir di seluruh perguruan tinggi negeri maupun swasta
terkemuka di Indonesia.
Dalam masa perjalanannya, BNI telah mereposisi identitas
korporatnya untuk menyesuaikan dengan pasar keuangan yang dinamis.
Identitas pertama sejak BNI berdiri berupa lingkaran warna merah dengan
tulisan BNI 1946 berwarna emas melambangkan persatuan, keberanian,
119
dan patriotisme yang memang merefleksikan semangat BNI sebagai bank
perjuangan. Pada tahun 1988, identitas korporat berubah menjadi logo
layar kapal & gelombang untuk merepresentasikan posisi BNI sebagai
Bank Pemerintah Indonesia yang siap memasuki pasar keuangan dunia
dengan memiliki kantor cabang di luar negeri. Gelombang mencerminkan
gerak maju BNI yang dinamis sebagai bank komersial Negara yang
berorientasi pada pasar.
Setelah krisis keuangan melanda Asia tahun 1998 yang
mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, BNI
melakukan program restrukturisasi termasuk diantaranya melakukan
rebranding untuk membangun & memperkuat reputasi BNI. Identitas baru
ini dengan menempatkan angka „46‟ di depan kata „BNI‟. Kata „BNI‟
berwarna tosca yang mencerminkan kekuatan, keunikan, dan kekokohan.
Sementara angka ”46” dalam kotak orange diletakkan secara diagonal
untuk menggambarkan BNI baru yang modern.
Tempaan krisis moneter tahun 1998 membuktikan ketangguhan
sistem perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu
adil, transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat
terhadap sistem perbankan yang lebih adil. Dengan berlandaskan pada
Undangundang No.10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April 2000
didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI dengan 5 kantor cabang di
Yogyakarta, Malang, Pekalongan, Jepara dan Banjarmasin. Selanjutnya
120
UUS BNI terus berkembang menjadi 28 Kantor Cabang dan 31 Kantor
Cabang Pembantu.
Disamping itu nasabah juga dapat menikmati layanan syariah di
Kantor Cabang BNI Konvensional (office channelling) dengan lebih
kurang 1500 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam
pelaksanaan operasional perbankan, BNI Syariah tetap memperhatikan
kepatuhan terhadap aspek syariah. Dengan Dewan Pengawas Syariah
(DPS) yang saat ini diketuai oleh KH.Ma‟ruf Amin, semua produk BNI
Syariah telah melalui pengujian dari DPS sehingga telah memenuhi aturan
syariah.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor
12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin usaha
kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI
tahun 2000 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan
dilakukan spin off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana pada tanggal
19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum
Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari
faktor eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan
diterbitkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap pengembangan perbankan
syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk
perbankan syariah juga semakin meningkat.
121
b. Visi dan Misi BNI Syariah
BNI Syariah mempunyai visi untuk menjadi bank syariah pilihan
masyarakat yang unggul dalam layanan dan kinerja. Untuk mencapai visi
tersebut, BNI Syariah mempunyai misi sebagai berikut:
a. Memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan peduli pada
kelestarian lingkungan.
b. Memberikan solusi bagi masyarakat untuk kebutuhan jasa perbankan
syariah.
c. Memberikan nilai investasi yang optimal bagi investor.
d. Menciptakan wahana terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk
berkarya dan berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan ibadah.
e. Menjadi acuan tata kelola perusahaan yang amanah.
Bank syariah ini memiliki nilai intangibilitas yang menjadi
diferensiasi bagi perkembangan industri perbankan syariah yang selain
memiliki visi misi meningkatkan kinerja keuangan juga memberikan nilai
tambah pada model bisnisnya. Nilai intangibilitas ini diantaranya
memberikan kesempatan kepada Sumber Daya Insani perbankan untuk
melaksanakan ibadah shalat tepat waktu dan menghentikan sementara
transaksi perbankan selama beberapa menit. Program ibadah ini memberi
makna bahwa SDI di bank selain berkinerja tinggi juga tepat waktu untuk
beribadah. Sehingga akumulasi dari penilaian di industri syariah tidak
hanya bernilai keuangan saja tetapi juga memasukkan multiplier effect dari
122
nilai intangibilitas yang sesuai dengan rukun Islam yang diyakini oleh SDI
perbankan syariah (Aziz, 2017).
4.1.3 Deskripsi Umum PT. BRI Syariah
a. Sejarah PT. BRI Syariah
Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.,
terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan
izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya
No.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT.
BRI Syariah secara resmi beroperasi. Kemudia PT. Bank BRI Syariah
merubah kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional,
kemudia diubah menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah
Islam.
Dua tahun lebih PT. BRI Syariah hadir mempersembahkan sebuah
bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan
nasabah dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna.
Melayani nasabah dengan pelayanan prima (service excellence) dan
menawarkan beragam produk yang sesuai harapan nasabah dengan prinsip
syariah.
Kehadiran PT. BRI Syariah di tengah-tengah industri perbankan
nasional dipertegas oleh makna pendar cahaya yang mengikuti logo
perusahaan. Logo ini menggambarkan keinginan dan tuntutan masyarakat
terhadap sebuah bank modern sekelas PT. BRI Syariah yang mampu
123
melayani masyarakat dalam kehidupan modern. Kombinasi warna yang
digunakan merupakan turunan dari warna biru dan putih sebagai benang
merah dengan brand PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk,.
Aktivitas PT BRI Syariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember
2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT Bank Rakyat
Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT. Bank BRI Syariah
(proses spin-off) yang berlaku efektif pada 1 Januari 2009.
Penandatanganan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur
Utama PT. BRI Persero, Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur
Utama PT. Bank BRI Syariah.
Saat ini PT. BRI Syariah menjadi bank syariah ketiga terbesar
berdasarkan aset. PT. BRI Syariah tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset,
jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga. Dengan berfokus
pada segmen menengah bawah, PT. BRI Syariah menargetkan menjadi
bank ritel modern terkemuka dengan berbagai ragam produk dan layanan
perbankan.
Sesuai dengan visinya, saat ini PT. BRI Syariah merintis sinergi
dengan PT. BRI Persero, Tbk., dengan memanfaatkan jaringan kerja PT.
BRI Persero, Tbk., sebagai kantor layanan syariah dalam mengembangkan
bisnis yang berfokus kepada kegiatan penghimpunan dana masyarakat dan
kegiatan konsumer berdasarkan prinsip syariah.
124
b. Visi dan Misi BRI Syariah
Visi
Menjadi bank ritel modern terkemuka dengan ragam layanan finansial
sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah untuk kehidupan
lebih bermakna.
Misi
1) Memahami keragaman individu dan mengakomodasi beragam
kebutuhan finansial nasabah.
2) Menyediakan produk dan layanan yang mengedepankan etika sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah.
3) Menyediakan akses ternyaman melalui berbagai sarana kapan pun
dan dimana pun.
4) Memungkinkan setiap individu untuk meningkatkan kualitas hidup
dan menghadirkan ketenteraman pikiran.
125
4.2 Analisis Data Penelitian
1. Uji Statistik Deskriptif
a. PT. Bank Syariah Mandiri Tbk
Adapun data rata-rata pergerakan rasio non performing finance (NPF),
financing to deposit ratio (FDR), return on asset (ROA), net operating
margin (NOM) dan capital adequacy ratio (CAR) pada masing-masing
Triwulan periode 2012-2016, sebagai berikut :
i. Risk Profile
Berikut adalah identifikasifinancial distress masing-masing variabel
risiko bank syariah mandiri (BSM) yang ditunjukkan dari 2 (dua) kinerja
risiko kredit dan risiko likuiditas.
Risiko Kredit
Dalam mengukur identifikasi financial risiko kredit yang digunakan adalah
rasio NPF. Rasio ini mengukur pembiayaan bermasalah kurang lancar
(KL), diragukan (D) dan macet (M) per total pembiayaan.
Risiko Likuiditas
Dalam mengukur identifikasi financial risiko likuiditas yang digunakan
adalah rasio FDR. Rasio ini mengukur perbandingan antara pembiayaan
yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga (DPK).
ii. Earning (Rentabilitas)
Berikut adalah identifikasi financial distress masing-masing rasio
ROA dan NOM.
126
ROA (Return on Assets)
Dalam mengukur identifikasi potensi financial distress ROA merupakan
salah satu rasio utama dalam mengukur kinerja earnings.
NOM (Net Operating Margin)
Dalam mengukur identifikasi potensi financial distress NOM merupakan
salah satu rasio dalam mengukur kinerja earnings.
iii. Capital (Permodalan)
Dalam mengukur identifikasi financial distresscapital yang digunakan
adalah rasio CAR. Rasio ini mengukur perbandingan modal terhadap total
aktiva menurut risiko.
CAR (Capital Adequacy Ratio)
Capital berfungsi untuk menjaga kepercayaan masyarakat/nasabah
terhadap kemampuan bank dalam menjalankan fungsinya sebaga lembaga
intermediasi. Sebagai salah satu aspek yang paling mendasar dalam
pelaksanaan prinsip kehati-hatian, bank harus mencukupi kebutuhan
permodalan.
Tabel 4.1
Perhitungan Rasio-rasio NPF, FDR, ROA, NOM dan CAR Triwulanan Bank
Syariah Mandiri 2012-2016
Komp
onen 2012 2013 2014 2015 2016
NPF
Mare
t 0,86 1,55 2,65 4,41 4,32
Juni 1,41 1,1 3,9 4,7 3,74
Sept 1,55 1,59 4,23 4,34 3,63
Des 1,14 2,29 4,29 4,05 3,13
Total 4,96 6,53 15,07 17,5 14,82
127
Rata-
rata 1,24 1,63 3,77 4,38 3,7
Standar BI NPF ≤ 7% NPF ≤ 7% NPF ≤ 7% NPF ≤ 7% NPF ≤ 7%
Predikat
Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Rasio Rata-rata
2012-2016 2,94% (Predikat 1) Sangat Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
FDR
Mare
t 87,25 95,61 90,34 81,67 80,16
Juni 92,21 94,22 89,91 85,01 82,31
Sept 93,9 91,29 85,68 84,49 80,4
Des 94,4 89,37 82,13 81,99 79,19
Total 367,76 370,49 348,06 333,16 322,06
Rata-
rata 91,94 92,62 87,01 83,29 80,51
Standar BI 85%<LDR
≤100%
85%<LDR
≤100%
85%<LDR≤
100%
75%<LDR≤
85%
75%<LDR≤
85%
Predikat Cukup
Sehat (3)
Cukup
Sehat (3)
Cukup
Sehat (3) Sehat (2) Sehat (2)
Rasio Rata-rata
2012-2016 87,07 (Predikat 3) Cukup Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
ROA
Mare
t 2,17 2,56 1,77 0,81 0,56
Juni 2,25 1,79 0,66 0,55 0,62
Sept 2,22 1,51 0,8 0,42 0,6
Des 2,25 1,53 0,17 0,56 0,59
Total 8,89 7,39 3,4 2,34 2,37
Rata-
rata 2,22 1,85 0,85 0,58 0,59
Standar BI ROA
˃1,5%
ROA
˃1,5%
1,25%<RO
A≤1,5%
0,5%<ROA
≤1,25%
0,5%<ROA
≤1,25%
Predikat Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1) Sehat (2) Cukup
Sehat (3)
Cukup
Sehat (3)
Rasio Rata-rata
2012-2016 1,22% (Predikat 2) Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
NOM
Mare
t 6,88 7,09 6,39 6,31 0,6
Juni 6,8 7,31 6,2 0,59 0,67
Sept 7 7,23 6,04 0,45 0,65
Des 7,25 7,25 6,19 0,58 0,64
Total 27,93 28,88 24,82 7,93 2,56
128
Rata-
rata 6,98 7,22 6,21 1,98 0,64
Standar BI NIM˃3% NIM˃3% NIM˃3% 1,98%<NI
M≤2% NIM≤1%
Predikat Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Cukup
Sehat (3)
Tidak Sehat
(5)
Rasio Rata-rata
2012-2016 4,61% (Predikat 1) Sangat Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
CAR
Mare
t 13,97 15,29 14,9 15,12 13,39
Juni 13,7 14,24 14,94 11,97 13,69
Sept 13,2 14,42 15,63 11,84 13,5
Des 13,88 14,12 14,81 12,85 14,01
Total 54,75 58,07 60,28 51,78 54,59
Rata-
rata 13,69 14,52 15,07 12,95 13,65
Standar BI CAR≥11% CAR≥11% CAR≥11% CAR≥11% CAR≥11%
Predikat Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Sangat
Sehat (1)
Rasio Rata-rata
2012-2016 13,97% (Predikat 1) Sangat Sehat
Sumber : Data diolah, 2017
Dari Tabel 4.1 diatas terlihat bahwa NPF (Net Performing Finance)
Bank Syariah Mandiri (BSM) dari tahun ke tahun mengalami
perkembangan fluktuatif. Tahun 2012 diperoleh NPF sebesar 1,24% berarti
tingkat rasio pembiayaan dari rata-rata dianggap efektif dan tidak
bermasalah. Begitupun tahun 2013 NPF sebesar 1,63% , tahun 2014
sebesar 3,77%, tahun 2015 NPF sebesar 4,38 dan tahun 2016 sebesar
3,70%. Semakin rendah persentase menunjukkan jika bank dalam keadaan
baik dalam menyeleksi calon peminjam, sebaliknya semakin tinggi
persentase menunjukkan jika bank kurang baik dalam menyeleksi calon
peminjam. Memiliki nilai NPF sebesar 2,94% dari tahun 2012-2016 dari
129
rata-rata total rasio pembiayaan, termasuk dalam predikat Sangat Sehat
atau tingkat komposit I karena tidak melebihi batas maksimal 7%.
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehatan dengan mengukur
faktor risk profile dari risiko kredit yaitu rasio NPF berdasarkan SEBI
No.9/24/DPNP tahun 2007 dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa bank
syariah mandiri (BSM) dari tahun 2012-2016 dapat menjaga kinerja rasio
NPF berada di level NPF ≤7%. Hal ini menunjukkan bahwa bank syariah
mandiri (BSM) mendapatkan potensi low financial distress.
Dari Tabel 4.1 Tahun 2012 diperoleh FDR (Financing to Deposit
Ratio) BSM sebesar 91,94% berarti setiap dana yang dihimpun BSM dapat
mendukung pinjaman yang diberikan sebesar 91,94% dari total
pembiayaan yang diberikan, dalam hal ini BSM dapat mengelola simpanan
dalam bentuk pembiayaan hingga 91,94%. Sehingga kemampuan
menghasilkan laba suatu bank akan meningkat seiring peningkatan
pemberian pembiayaan. Memiliki nilai FDR sebesar 91,94% di tahun
2012, sama halnya di tahun 2013 nilai FDR sebesar 92,62% dan tahun
2014 nilai FDR sebesar 87,01%, termasuk dalam predikat Cukup Sehat
atau Tingkat Komposit 3 karena melebihi batas maksimal 100% dan
menunjukkan telah mengalami potensi high financial distress.
Lain hal pada tahun 2015 diperoleh FDR (Financing to Deposit
Ratio) BSM sebesar 83,29% berarti setiap dana yang dihimpun BSM dapat
mendukung pinjaman yang diberikan sebesar 83,29% dari total
pembiayaan yang diberikan, dalam hal ini BSM dapat mengelola simpanan
130
dalam bentuk pembiayaan hingga mencapai 83,29%. Sehingga
kemampuan menghasilkan laba suatu bank akan meningkat seiring
peningkatan pemberian pembiayaan. Pada tahun 2015 BSM mengalami
peningkatan dalam hal pemberian pembiayaan dari tahun-tahun
sebelumnya yang mencapai 83,29% dari 91,94% di tahun 2012, meningkat
menjadi 80,51% pada tahun 2016. Memiliki nilai FDR sebesar 83,29% di
tahun 2015 dan nilai FDR sebesar 80,51% di tahun 2016 termasuk dalam
predikat Sehat atau nilai Komposit 2 karena tidak melebihi batas maksimal
85%. Dengan demikian, dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada tahun
2015 dan 2016 bank syariah mandiri (BSM) dapat menjaga kinerja rasio
FDR berada di level 75% < FDR ≤ 85% karena masing-masing rasio
mendapatkan kriteria Sehat dan mendapatkan potensi low financial
distress.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa potensi high financial
distress dialami oleh BSM di tahun 2012, 2013 dan 2014. Sedangkan di
tahun 2015 dan 2016 BSM mendapatkan potensi low financial distress.
Dari Tabel 4.1 Tahun 2012 diperoleh ROA (Return on Asset) BSM
sebesar 2,22% dan 1,85% di tahun 2013 berarti tingkat produktivitas asset
dari rata-rata total asset yang digunakan mampu menghasilkan laba sebesar
2,22 di tahun 2012 dan sebesar 1,85% di tahun 2014. Semakin tinggi
persentase maka tingkat produktivitasnya semakin meningkat. Memiliki
nilai ROA sebesar 2,22% ditahun 2012 dan sebesar 1,85% di tahun 2013
termasuk dalam predikat Sangat Sehat atau Nilai Komposit 1 karena
131
melebihi batas maksimal 1,5%. Tahun 2014 diperoleh ROA BSM sebesar
0,85% termasuk dalam Predikat Sehat atau Nilai Komposit 2 karena tidak
melebihi batas maksimal 1,5%.
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehatan bank dengan penilaian
faktor earning dengan mengukur tingkat kesehatan dari rasio ROA
berdasarkan SEBI No.13/24/DPNP/2011 dari tabel 4.1 menunjukkan
bahwa bank syariah mandiri (BSM) di tahun 2012, 2013 dan 2014
mendapatkan potensi low financial distress.
Di tahun 2015 diperoleh ROA sebesar 0,58% dan sebesar 0,59% di
tahun 2016 dan keduanya termasuk dalam Predikat Cukup Sehat atau Nilai
Komposit 3 karena 0,5% <ROA≤1,25% sehingga teridentifikasi potensi
high financial distress.
Dari Tabel 4.1 Tahun 2012 diperoleh NOM sebesar 6,98% , tahun
2013 diperoleh NOM sebesar 7,22% dan sebesar 6,21% NOM diperoleh
tahun 2014 berarti termasuk dalam Predikat Sangat Sehat atau Nilai
Komposit 1 karena melebihi batas maksimal 3%. Semakin tinggi
persentase maka semakin tinggi kemampuan bank dalam menghasilkan
pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Sedangkan
pada tahun 2015 nilai NOM mengalami penurunan sebesar 1,98% yang
berarti termasuk dalam Predikat Cukup Sehat atau Nilai Komposit 3
karena tidak melebihi batas 2%. Tahun 2016 diperoleh NOM sebesar
0,64% mengalami penurunan drastis karena termasuk dalam Predikat
Tidak Sehat atau tingkat Komposit 5 , mengindikasikan ketidakmampuan
132
bank dalam menghasilkan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata
aktiva produktif.
Oleh karena itu dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan perhitungan
tingkat kesehatan dengan mengukur rasio NOM dari tabel 4.1
menunjukkan bahwa pada tahun 2012, 2013 dan 2014 tidak teridentifikasi
terjadinya potensi high financial distress karena dapat menjaga kinerja
rasio efisiensi NOM berada di level NOM ˃ 3%. Sedangkan di tahun 2015
dan 2016 bank syariah mandiri teridentifikasi terjadinya potensi high
financial distress karena berada di level 1,98% < NOM ≤ 2% dan NOM ≤
1%.
Dari Tabel 4.1 Tahun 2012 diperoleh CAR (Capital Adequacy
Ratio) BSM sebesar 13,69% yang berarti dalam seluruh permodalan yang
dimiliki BSM tersebut dapat mengantisipasi kemungkinan risiko
pembiayaan sebesar 13,69%. Semakin tinggi perentase maka semakin
baik, karena persentase CAR menunjukkan kemampuan permodalan untuk
menutupi kemungkinan kegagalan dalam hal pembiayaan. Memiliki CAR
sebesar 13,69% termasuk dalam Predikat Sangat Sehat atau tingkat
Komposit 1 karena melebihi batas maksimal 11%. Sama halnya dengan
tahun 2013 diperoleh CAR sebesar 14,52%, 2014 sebesar 15,07%, 2015
sebesar 12,95% dan 2016 sebesar 13,65% yang berarti termasuk dalam
Predikat Sangat Sehat atau tingkat Komposit 1 karena melebihi batas
maksimal 11%.
133
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehatan dengan metode RGEC
dengan mengukur tingkat kesehatan rasio CAR berdasarkan SEBI
No.9/24/DPNP tahun 2007 dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa bank
syariah mandiri (BSM) dari tahun 2012 hingga 2016 tidak teridentifikasi
terjadinya potensi high financial distress karena dapat menjaga kinerja
rasio CAR berada di level CAR ≥ 11%.
iv. Good Corporate Governance (GCG)
Pelaksanaan tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance)
yang baik secara berkesinambungan merupakan salah satu kunci dapat
bertahannya perusahaan dalam menghadapi persaingan. Pelaksanaan tata
kelola perusahaan (Good Corporate Governance) di bank syariah mandiri
(BSM) diterapkan secara menyeluruh di berbagai lapisan organisasi.
Manajemen bank memberikan semangat dalam menginternalisasikan
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG), dengan
berbagai upaya meningkatkan awareness jajaran bank terhadap prinsip-
prinsip GCG.
Penerapan GCG secara konsisten akan memperkuat posisi daya
saing perusahaan, memaksimalkan nilai perusahaan, mengelola
sumberdaya dan risiko secara lebih efisien dan efektif, yang pada akhirnya
akan memperkokoh kepercayaan pemegang saham dan stakeholders,
sehingga Bank Syariah Mandiri (BSM) dapat beroperasi dan tumbuh
secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Bank Syariah Mandiri (BSM)
134
berkomitmen penuh melaksanakan GCG di seluruh tingkatan dan jenjang
organisasi dengan berpedoman pada berbagai ketentuan dan persyaratan
terkait dengan pelaksanaan GCG.
Implementasi pelaksanaan GCG di BSM mengacu pada Peraturan
Bank Indonesia No.11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 dan SEBI
No.12/13/DPbs tanggal 30 April 2010 tentang pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi BUS dan UUS yaitu penerapan 5 prinsip dasar
Keterbukaan(Transparency), Akuntabilitas (Accountability),
Pertanggungjawaban (Responsibility), Profesional (Professional) dan
Kewajaran (Fairness).
Prinsip Good Corporate Governance di PT Bank Syariah Mandiri
Transparency (Keterbukaan Informasi), Bank Syariah Mandiri
mengungkapkan informasi yang meliputi tetapi tidak terbatas pada
visi, misi, sasaran usaha, strategi Bank, kondisi keuangan dan non
keuangan Bank, susunan direksi dan dewan komisaris, kepemilikan
saham, remunerasi dan fasilitas lain bagi direksi dan dewan komisaris.
Accountability (Akuntabilitas), Bank Syariah Mandiri menetapkan
sasaran usaha dan strategi untuk dapat di pertangungjawabkan
kepada stakeholders.
Responsibility (Pertanggungjawaban), Bank Syariah Mandiri
menjamin kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dan Bank
135
syariah Mandiri sebagai good corporatepeduli terhadap lingkungan
dan melaksanakan tanggung jawab sosial secara wajar.
Independency (Kemandirian), Bank Syariah Mandiri menghindari
terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholders manapun dan
tidak terpengaruhi oleh kepentingan sepihak serta terbebas dari
benturan kepentingan (conflict of interest).
Fairness (Kewajaran atau Keadilan), Bank Syariah Mandiri
memperhatikan kepentingan seluruhstakeholders berdasarkan asas
kesetaraan dan kewajaran (equaltreatment).
Berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia nilai komposit hasil
self assessment pelaksanaan GCG BSM tahun 2012 sebesar 2,25 (Baik)
atau meningkat 0,10 dibandingkan dengan nilai komposit tahun 2011
sebesar 2,35 (nilai semakin rendah semakin baik).
Tabel 4.2
Parameter Penilaian Self Assessment
Nilai Komposit Predikat Komposit
Nilai Komposit < 2,5 Sangat Baik (SB)
1,5 ≤ Nilai Komposit < 2,5 Baik (B)
2,5 ≤ Nilai Komposit < 3,5 Cukup Baik (CB)
3,5 ≤ Nilai Komposit < 4,5 Kurang Baik (KB)
4,5 ≤ Nilai Komposit < 5 Tidak Baik (TB)
136
Tabel 4.3
Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit Bank Syariah Mandiri (BSM)
Berdasarkan Penilaian Bank Indonesia Tahun 2012
No Faktor Peringkat (a) Bobot (b) Nilai (a) x (b)
1 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan
Direksi 3 12,50% 0,375
2 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi 3 17,50% 0,525
3 Kelengkapan dan Pelaksanaan
Komite 2 10,00% 0,2
4 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan
Pengawas Syariah
2 10,00% 0,2
5 Pelaksanaan prinsip syariah
dalam kegiatan
penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta
pelayanan jasa
2 5,00% 0,1
6 Penanganan benturan
kepentingan 2 10,00% 0,2
7 Penerapan fungsi kepatuhan
Bank 2 5,00% 0,1
8 Penerapan fungsi audit intern 2 5,00% 0,1
9
Penerapan fungsi audit
ekstern 1 5,00% 0,05
10 Batas Maksimum Penyaluran
Dana 1 5,00% 0,05
11 Transparansi kondisi
keuangan dan non-keuangan,
laporan pelaksanaan GCG dan
pelaporan internal
2 15,00% 0,3
Nilai Komposit 100% 2,25
Predikat : Baik (B)
Sumber : www.syariahmandiri.co.id
137
Tabel 4.4
Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit Bank Syariah Mandiri (BSM)
Berdasarkan Penilaian Bank Indonesia Tahun 2013
No Faktor Predikat
(a)
Bobot
(b) Nilai (axb)
1 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Direksi 2 12,50% 0,25
2 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Direksi 2 17,50% 0,35
3 Kelengkapan dan Pelaksanaan
Tugas Komite 2 10,00% 0,2
4 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Pengawas Syariah 2 10,00% 0,2
5 Pelaksanaan prinsip syariah
dalam kegiatan penghimpunan
dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa 2 5,00% 0,1
6 Penanganan benturan kepentingan 3 10,00% 0,3
7 Penerapan fungsi kepatuhan
Bank 2 5,00% 0,1
8 Penerapan fungsi audit intern 2 5,00% 0,1
9 Penerapan fungsi audit ekstern 1 5,00% 0,05
10 Batas Maksimum Penyaluran
Dana 1 5,00% 0,05
11 Transparansi kondisi keuangan
dan non-keuangan, laporan
pelaksanaan GCG dan pelaporan
internal 1 15,00% 0,15
Nilai Komposit 100% 1,85
Predikat Baik
Sumber:www.syariahmandiri.co.id
138
Adapun nilai komposit rata-rata pelaksanaan GCG Bank Syariah
Mandiri di tahun 2014 adalah sebagai berikut :
Periode Nilai Komposit Predikat
Semester I 2,09 Baik
Semester II 2,12 Baik
Manajemen Bank telah melakukan penerapan Good Corporate
Governance yang secara umum baik. Hal ini tercermin dari pemenuhan
yang memadai atas prinsip-prinsip GCG. Apabila terdapat kelemahan
dalam penerapan prinsip-prinsip GCG, maka secara umum kelemahan
tersebut kurang siginifikan dan dapat diselesaikan dengan tindakan normal
oleh manajemen bank.
a. Governance Structure
1. Faktor-faktor positif :
Struktur organisasi BSM telah lengkap, komposisi Dewan
Komisaris dan Direksi BSM telah sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan telah mendapatkan surat keputusan lulus fit
and proper test dari OJK.
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, DPS dan anggota Komite
Eksekutif (komite audit, komite pemantau risiko dan komite
remunerasi dan nominasi) memiliki kompetensi yang memadai
dan relevan dengan jabatannya untuk menjalankan tugas dan
139
tanggung jawabnya serta mampu mengimplementasikan
kompetensi yang dimilikinya dalam pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya.
BSM telah memiliki infrastruktur peraturan dan kebijakan
internal yang memadai dalam mendukung kegiatan bank.
2. Faktor-faktor negatif :
Mayoritas anggota Dewan Komisaris dan Direksi baru masih
belum lulus fit dan proper test, setelah dinyatakan efektif
berdasarkan surat keputusan fit and proper test pada bulan
Agustus dan Oktober 2014 maka pelaksanaan fungsi tugas dan
tanggung jawab dapat berjalan optimal.
Business intelligence dashboard sebagai tools penyediaan
laporan untuk kebutuhan manajemen masih terus dilakukan
pengembangan untuk mendukung SDM sesuai kebutuhan
manajemen.
Peraturan code of conduct bank sebagai dasar yang mengatur
benturan kepentingan bank masih dalam proses pengkinian
atau finalisasi.
b. Governance Process
1. Faktor-faktor positif :
Kebijakan dan keputusan strategis yang diambil oleh Dewan
Komisaris dan Direksi telah dilakukan melalui mekanisme
rapat berdasarkan musyawarah mufakat.
140
Pemilik tidak melakukan intervensi terhadap pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi yang dapat
mengganggu kegiatan operasional bank.
2. Faktor-faktor negatif :
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan
Direksi belum dapat berjalan efektif dikarenakan masih adanya
Dewan Komisaris dan Direksi yang belum lulus fit and proper
testdan Tindak Lanjut terhadap pemenuhan hasil temuan audit
yang belum optimal.
c. Governance Outcome
1. Faktor-faktor positif :
BSM telah mentransparansikan kondisi keuangan dan non-
keuangan kepada stakeholders.
BSM telah menyampaikan laporan keuangan dan non-
keuangan secara tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
2. Faktor-faktor negatif :
Masih terdapat benturan kepentingan yang mengakibatkan
pelanggaran peraturan-peraturan internal bank.
141
Adapun nilai komposit rata-rata pelaksanaan GCG Bank
Syariah Mandiri di tahun 2015 adalah sebagai berikut :
Periode Nilai Komposit Predikat
Semester I 1,09 Sangat Baik
Semester II 2,12 Baik
1) Faktor :
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Indikator Faktor Penguat :
Dewan Komisaris telah menyediakan waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara
optimal.
Dewan Komisaris telah memastikan bahwa Komite yang
dibentuk telah menjalankan tugasnya secara efektif.
2) Faktor :
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
Indikator Faktor Penguat :
Anggota Direksi membudayakan pembelajaran secara
berkelanjutan dalam rangka peningkatan pengetahuan
tentang perbankan dan perkembangan terkini terkait bidang
keuangan/lainnya yang mendukung pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya pada seluruh tingkatan atau jenjang
organisasi.
142
Direksi telah mengembangkan Budaya Manajemen Risiko
pada seluruh jenjang organisasi melalui program Pembuatan
Profil Risiko Operasional Cabang. Program untuk
meningkatkan risk culture/awareness terus berlanjut dengan
sebutan ALERT (awereness leveling of risk, effective
mitigation, risk forum, training and refreshment).
3) Faktor :
Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite
Indikator dan Faktor Penguat :
Rapat Komite diselenggarakan sesuai kebutuhan bank dan
hasil rapat Komite merupakan rekomendasi yang dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh Dewan Direksi.
Adapun nilai komposit rata-rata pelaksanaan GCG Bank
Syariah Mandiri di tahun 2016 adalah sebagai berikut :
Periode Nilai Komposit Predikat
Semester I 1,34 Sangat Baik
Semester II 1,45 Sangat Baik
143
1) Faktor :
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris
Indikator Faktor Penguat :
Dewan Komisaris telah menyediakan waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara
optimal.
Dewan Komisaris telah membentuk Komite Audit, Komite
Pemantau Risiko, Komite Remunerasi dan Nominasi.
Dewan Komisaris telah memastikan bahwa Komite yang
dibentuk telah menjalankan tugasnya secara efektif.
2) Faktor :
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Direksi
Indikator Faktor Penguat :
Anggota Direksi memiliki kemauan dan kemampuan untuk
melakukan pembelajaran secara berkelanjutan dalam rangka
peningkatan pengetahuan tentang perbankan dan
perkembangan terkini terkait bidang keuangan/lainnya yang
mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya pada
seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Direksi telah mengungkapkan kebijakan-kebijakan Bank
yang bersifat strategis di bidang kepegawaian kepada
pegawai dengan media yang mudah diakses pegawai.
144
3) Faktor :
Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite
Indikator dan Faktor Penguat :
Rapat Komite diselenggarakan sesuai kebutuhan bank dan
hasil rapat Komite merupakan rekomendasi yang dapat
dimanfaatkan secara optimal oleh Dewan Direksi.
b. PT. BNI Syariah Tbk
Adapun data rata-rata pergerakan rasio non performing finance (NPF),
financing to deposit ratio (FDR), return on asset (ROA), net operating
margin (NOM) dan capital adequacy ratio (CAR) pada masing-masing
Triwulan periode 2012-2016, sebagai berikut :
i. Risk Profile
Berikut adalah identifikasi financial distress masing-masing variabel
profil risiko BNI Syariah yang ditunjukkan dari 2 (dua) kinerja risiko
kredit dan risiko likuiditas.
Risiko Kredit
Dalam mengukur identifikasi financial distress risiko kredit yang
digunakan adalah rasio NPF. Rasio ini mengukur pembiayaan bermasalah
kurang lancar (KL), diragukan (D) dan macet (M) per total pembiayaan.
145
Risiko Likuiditas
Dalam mengukur identifikasi financial distress risiko likuiditas
yang digunakan adalah rasio FDR. Rasio ini mengukur perbandingan
antara pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga
(DPK).
ii. Earnings (Rentabilitas)
Berikut adalah identifikasi financial distress masing-masing variabel
earnings risiko BNI Syariah yang ditunjukkan dari rasio ROA dan NOM.
ROA (Return on Assets)
Dalam mengukur identifikasi potensi financial distress ROA merupakan
salah satu rasio utama dalam mengukur kinerja earnings.
NOM (Net Operating Margin)
Dalam mengukur identifikasi potensi financial distress NOM merupakan
salah satu rasio dalam mengukur kinerja earnings.
iii. Capital (Permodalan)
Dalam mengukur identifikasi financial distresscapital yang
digunakan adalah rasio CAR. Rasio ini mengukur perbandingan modal
terhadap total aktiva menurut risiko.
CAR (Capital Adequacy Ratio)
Capital berfungsi untuk menjaga kepercayaan masyarakat/nasabah
terhadap kemampuan bank dalam menjalankan fungsinya sebaga lembaga
146
intermediasi. Sebagai salah satu aspek yang paling mendasar dalam
pelaksanaan prinsip kehati-hatian, bank harus mencukupi kebutuhan
permodalan.
Tabel 4.5
Perhitungan Rasio-rasio NPF, FDR, ROA, NOM dan CAR Triwulanan BNI Syariah
2012-2016
Komponen 2012 2013 2014 2015 2016
NPF
Maret 2,77 0,97 1,27 1,3 1,59
Juni 1,75 1,54 1,35 1,38 1,5
Sept 1,62 1,49 1,51 1,33 1,41
Des 1,42 1,13 1,04 1,46 1,64
Total 7,56 5,13 5,17 5,47 6,14
Rata-
rata 1,89 1,28 1,29 1,37 1,54
Standar BI
NPF ≤
7% NPF ≤ 7% NPF ≤ 7% NPF ≤ 7% NPF ≤ 7%
Predikat
Sangat
Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat
Sehat (1)
Rasio Rata-rata
2012-2016 1,47% (Predikat 1) Sangat Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
FDR
Maret 78,78 80,11 96,67 90,1 86,26
Juni 80,94 92,13 98,96 96,65 86,92
Sept 85,36 96,37 94,29 89,65 85,79
Des 84,99 97,86 92,58 91,94 84,57
Total 330,07 366,47 382,5 368,34 343,54
Rata-
rata 82,52 91,62 95,63 92,09 85,89
Standar BI
75%<L
DR≤85
%
85%<LDR≤
100%
85%<LDR≤
100%
85%<LDR≤
100%
85%<LDR
≤100%
Predikat Sehat
(2)
Cukup Sehat
(3)
Cukup Sehat
(3)
Cukup Sehat
(3)
Cukup
Sehat (3)
Rasio Rata-rata
2012-2016 89,55 (Predikat 3) Cukup Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
ROA
Maret 0,63 1,62 1,22 1,2 1,65
Juni 0,65 1,24 1,11 1,3 1,59
Sept 1,31 1,22 1,11 1,32 1,53
Des 1,48 1,37 1,27 1,43 1,44
Total 4,07 5,45 4,71 5,25 6,21
Rata-
rata 1,02 1,36 1,18 1,31 1,55
147
Standar BI
0,5%<R
OA≤1,2
5%
1,25%<ROA
≤1,5%
0,5%<ROA
≤1,25%
1,25%<ROA
≤1,5%
ROA˃1,5%
Predikat
Cukup
Sehat
(3)
Sehat (2) Cukup Sehat
(3)
Sehat (2) Sangat
Sehat (1)
Rasio Rata-rata
2012-2016 1,28% (Predikat 2) Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
NOM
Maret 7,92 10,28 8,47 0,52 1,3
Juni 9,97 9,07 8,22 0,61 1,18
Sept 9,97 9,22 8,21 0,43 1,03
Des 11,03 9,51 9,04 0,67 0,9
Total 38,89 38,08 33,94 2,23 4,41
Rata-
rata 9,72 9,52 8,49 0,56 1,10
Standar BI NIM˃3
% NIM˃3% NIM˃3% NIM≤1%
1%<NIM≤
1,5%
Predikat
Sangat
Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Tidak Sehat
(5)
Kurang
Sehat (4)
Rasio Rata-rata
2012-2016 5,88% (Predikat 1) Sangat Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
CAR
Maret 19,1 14,14 15,89 15,4 15,85
Juni 17,67 19,12 14,68 15,11 15,56
Sept 16,68 16,84 19,57 15,38 15,82
Des 14,22 16,54 18,76 15,48 14,92
Total 67,67 66,64 68,9 61,37 62,15
Rata-
rata 16,92 16,66 17,23 15,34 15,54
Standar BI CAR≥1
1% CAR≥11% CAR≥11% CAR≥11%
CAR≥11%
Predikat
Sangat
Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat
Sehat (1)
Rasio Rata-rata
2012-2016 16,34% (Predikat 1) Sangat Sehat
Sumber : Data diolah, 2017
Dari Tabel 4.5 diatas terlihat bahwa NPF (Net Performing Finance)
BNI Syariah dari tahun ke tahun mengalami perkembangan fluktuatif.
Tahun 2012 diperoleh NPF sebesar 1,89% berarti tingkat rasio pembiayaan
148
dari rata-rata dianggap efektif dan tidak bermasalah. Begitupun tahun 2013
NPF sebesar 1,28% , tahun 2014 sebesar 1,29%, tahun 2015 NPF sebesar
1,37 dan tahun 2016 sebesar 1,54%. Semakin rendah persentase
menunjukkan jika bank dalam keadaan baik dalam menyeleksi calon
peminjam, sebaliknya semakin tinggi persentase menunjukkan jika bank
kurang baik dalam menyeleksi calon peminjam. Memiliki nilai NPF
sebesar 1,47% dari tahun 2012-2016 dari rata-rata total rasio pembiayaan,
termasuk dalam predikat Sangat Sehat atau tingkat komposit I karena tidak
melebihi batas maksimal 7%.
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehtan dengan mengukur faktor
risk profile dari risiko kredit yaitu rasio NPF berdasarkan SEBI
No.9/24/DPbs tahun 2007 dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa BNI Syariah
dari tahun 2012 hingga 2016 dapat menjaga kinerja rasio NPF berada di
level NPF ≤ 7%, hal ini menunjukkan BNI Syariah mendapatkan potensi
low financial distress.
Dari Tabel 4.5 Tahun 2012 diperoleh FDR (Financing to Deposit
Ratio) BNI Syariah sebesar 82,52% berarti setiap dana yang dihimpun BNI
Syariah dapat mendukung pinjaman yang diberikan sebesar 85,52% dari
total pembiayaan yang diberikan, dalam hal ini BNI Syariah dapat
mengelola simpanan dalam bentuk pembiayaan hingga 85,52%. Sehingga
kemampuan menghasilkan laba suatu bank akan meningkat seiring
peningkatan pemberian pembiayaan. Memiliki nilai FDR sebesar 82,52%
149
di tahun 2012 termasuk dalam predikat Sehat atau Tingkat Komposit 2
karena melebihi batas maksimal 50%.
Tahun 2013 nilai FDR sebesar 91,62% , 2014 nilai FDR sebesar
95,63% kemudian tahun 2015 FDR sebesar 92,09% dan sebesar 85,89%
tahun 2016 berarti setiap dana yang dihimpun BNI Syariah dapat
mendukung pinjaman yang diberikan hingga sebesar 95,63% dari total
pembiayaan yang diberikan. Sehingga kemampuan menghasilkan laba
suatu bank akan meningkat seiring peningkatan pemberian pembiayaan.
Pada tahun 2016 BNI Syariah mengalami peningkatan dalam hal
pemberian pembiayaan dari tahun-tahun sebelumnya mencapai 85,89%
dari 95,63% di tahun 2014. Memiliki nilai FDR sebesar 92,09% di tahun
2015 dan nilai FDR sebesar 85,89% di tahun 2016 termasuk dalam
predikat Cukup Sehat atau nilai Komposit 3 karena melebihi batas
maksimal 50%.
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehatan dengan penilaian
faktor-faktor risk profile dengan mengukur tingkat kesehatan risiko
likuiditas dari rasio FDR berdasarkan PBI No.12/19/PBI/2010 dari tabel
4.5 menunjukkan bahwa BNI Syariah di tahun 2012 mendapatkan potensi
low financial distress. Sedangkan pada tahun 2013, 2014, 2015 dan 2016
rasio FDR BNI Syariah berada di level 85% < FDR ≤ 100% yang berarti
cukup sehat sehingga teridentifikasi high financial distress.
Tahun 2013 diperoleh ROA (Return on Asset) BNI Syariah sebesar
1,36% dan 1,31% di tahun 2015 berarti tingkat produktivitas asset dari
150
rata-rata total asset yang digunakan mampu menghasilkan laba sebesar
1,36% di tahun 2013 dan sebesar 1,31% di tahun 2015. Semakin tinggi
persentase maka tingkat produktivitasnya semakin meningkat. Memiliki
nilai ROA sebesar 1,36% ditahun 2013 dan sebesar 1,31% di tahun 2015
termasuk dalam predikat Sehat atau Nilai Komposit 2 karena melebihi
batas minimal 1,5%. Tahun 2012 diperoleh ROA sebesar 1,02% termasuk
dalam Predikat Cukup Sehat atau Nilai Komposit 3 karena tidak melebihi
batas minimal 1,5%. Tahun 2014 diperoleh ROA sebesar 1,18% dan
sebesar 1,55% di tahun 2016 termasuk dalam Predikat Sangat Sehat atau
Nilai Komposit 1 karena melebihi batas minimal 1,5%.
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehatan dengan penilaian faktor
earnings dengan mengukur tingkat kesehatan dari rasio ROA berdasarkan
SEBI No.13/24/DPNP/2011 dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada tahun
2012 dan 2014 BNI Syariah mendapatkan potensi high financial distress.
Rasio ROA BNI Syariah tahun 2013 dan 2015 berada di level
1,25% < ROA ≤ 1,5% yang berarti di level sehat sehingga teridentifikasi
potensi low financial distress. Di tahun 2016 BNI Syariah berpotensi low
financial distress karena dapat menjaga rasio ROA berada di level sangat
sehat yaitu di level ROA ˃ 1,5%.
Pada Tabel 4.5 di tahun 2012 diperoleh NOM sebesar 9,72% ,
tahun 2013 diperoleh NOM sebesar 9,52% dan sebesar 8,49% NOM
diperoleh tahun 2014 berarti termasuk dalam Predikat Sangat Sehat atau
Nilai Komposit 1 karena melebihi batas minimal 3%. Semakin tinggi
151
persentase maka semakin tinggi kemampuan bank dalam menghasilkan
pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Sedangkan
pada tahun 2015 nilai NOM mengalami penurunan sebesar 0,56% yang
berarti termasuk dalam Predikat Tidak Sehat atau Nilai Komposit 5 karena
tidak melebihi batas minimal 3% sehingga mengindikasikan
ketidakmampuan bank dalam menghasilkan pendapatan operasi bersih
terhadap rata-rata aktiva produktif. Tahun 2016 diperoleh NOM sebesar
1,10% termasuk dalam Predikat Kurang Sehat atau tingkat Komposit 4
karena tidak melebihi batas minimal 3%.
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehatan dengan metode RGEC
pada rasio NOM berdasarkan SEBI No.9/24/DPbs tahun 2007 dari tabel
4.5 menunjukkan bahwa BNI Syariah dari tahun 2012 hingga 2014
teridentifikasi terjadinya low financial distress karena dapat menjaga
kinerja rasio efisiensi NOM berada di level NOM ˃ 3%.
Tahun 2012 diperoleh CAR (Capital Adequacy Ratio) BNI Syariah
sebesar 16,92% yang berarti dalam seluruh permodalan yang dimiliki BNI
Syariah tersebut dapat mengantisipasi kemungkinan risiko pembiayaan
sebesar 16,92%. Semakin tinggi perentase maka semakin baik, karena
persentase CAR menunjukkan kemampuan permodalan untuk menutupi
kemungkinan kegagalan dalam hal pembiayaan. Memiliki CAR sebesar
16,92% termasuk dalam Predikat Sangat Sehat atau tingkat Komposit 1
karena melebihi batas minimal 11%. Sama halnya dengan tahun 2013
diperoleh CAR sebesar 16,66%, 2014 sebesar 17,23%, 2015 sebesar
152
15,34% dan 2016 sebesar 15,54% yang berarti termasuk dalam Predikat
Sangat Sehat atau tingkat Komposit 1 karena melebihi batas minimal 11%.
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehatan dengan mengukur
faktor capital dari rasio CAR berdasarkan SEBI No.9/24/DPbs tahun 2007
dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa BNI Syariah dari tahun 2012 hingga
2016 dapat menjaga kinerja rasio CAR berada di level CAR ≥ 11%
sehingga berpotensi low financial distress (rendah).
iv. Good Corporate Governance (GCG)
Tabel 4.6
Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit Bank BNI Syariah Berdasarkan
Penilaian Bank Indonesia Tahun 2013
No Faktor Predikat (a) Bobot (b) Nilai (axb)
1 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan
Direksi 1 12,50% 0,125
2 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi 1 17,50% 0,175
3 Kelengkapan dan
Pelaksanaan Tugas
Komite 1 10% 0,1
4 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan
Pengawas Syariah 2 10% 0,2
5 Pelaksanaan prinsip syariah
dalam kegiatan
penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta
pelayanan jasa
2 5% 0,1
6 Penanganan benturan
kepentingan 2
10% 0,2
153
7 Penerapan fungsi
kepatuhan Bank 1 5% 0,5
8 Penerapan fungsi audit
intern 1 5% 0,05
9 Penerapan fungsi audit
ekstern 1 5% 0,5
10 Batas Maksimum
Penyaluran Dana 2 5% 0,1
11 Transparansi kondisi
keuangan dan non-
keuangan, laporan
pelaksanaan GCG dan
pelaporan internal
1 15% 0,15
Nilai Komposit 100% 1,3
Predikat Sangat Baik
c. PT. BRI Syariah Tbk
Adapun data rata-rata pergerakan rasio non performing finance (NPF),
financing to deposit ratio (FDR), return on asset (ROA), net operating
margin (NOM) dan capital adequacy ratio (CAR) pada masing-masing
Triwulan periode 2012-2016, sebagai berikut :
i. Risk Profile
Berikut adalah identifikasi financial distress masing-masing variabel
profil risiko BRI Syariah yang ditunjukkan dari 3 (tiga) kinerja risiko
kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas.
Risiko Kredit
Dalam mengukur identifikasi financial distress risiko kredit yang
digunakan adalah rasio NPF. Rasio ini mengukur pembiayaan bermasalah
kurang lancar (KL), diragukan (D) dan macet (M) per total pembiayaan.
154
Rasio Likuiditas
Dalam mengukur identifikasi financial distress risiko likuiditas yang
digunakan adalah rasio FDR. Rasio ini mengukur perbandingan antara
pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga.
ii. Earnings (Rentabilitas)
Berikut adalah identifikasi financial distress masing-masing variabel
earning risiko BRI Syariah yang ditunjukkan dari rasio ROA dan NOM.
ROA (Return on Assets)
Dalam mengukur identifikasi potensi financial distress ROA merupakan
salah satu rasio utama dalam mengukur kinerja earning.
NOM (Net Operating Margin)
Dalam mengukur identifikasi potensi financial distress NOM merupakan
salah satu rasio dalam mengukur kinerja earnings.
iii. Capital (Permodalan)
Dalam mengukur identifikasi potensi financial distress capital yang
digunakan adalah rasio CAR. Rasio ini mengukur perbandingan modal
terhadap total aktiva menurut risiko.
155
Tabel 4.7
Perhitungan Rasio-rasio NPF, FDR, ROA, NOM dan CAR Triwulanan BRI Syariah
2012-2016
Komponen 2012 2013 2014 2015 2016
NPF
Maret 2,4 2,01 3,36 3,96 3,9
Juni 2,15 1,94 3,61 4,38 3,83
Sept 1,89 2,14 4,19 3,86 3,89
Des 1,84 3,26 3,65 3,89 3,19
Total 8,28 9,35 14,81 16,09 14,81
Rata-
rata 2,07 2,34 3,70 4,02 3,70
Standar BI
NPF ≤
7% NPF ≤ 7% NPF ≤ 7% NPF ≤ 7% NPF ≤ 7%
Predikat
Sangat
Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat
Sehat (1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Rasio Rata-rata
2012-2016 3,17% (Predikat 1) Sangat Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
FDR
Maret 101,76 100,9 102,13 88,24 82,73
Juni 102,77 103,67 95,14 92,05 87,92
Sept 99,99 105,61 94,85 86,61 83,98
Des 100,2 102,7 93,9 84,16 81,42
Total 404,72 412,88 386,02 351,06 336,05
Rata-
rata 101,18 103,22 96,51 87,77 84,01
Standar BI
100%<
LDR≤1
20%
100%<LDR
≤120%
85%<LDR
≤100%
85%<LDR≤
100%
85%<LDR≤
100%
Predikat
Kurang
Sehat
(4)
Kurang
Sehat (4)
Cukup
Sehat (3)
Cukup Sehat
(3)
Cukup Sehat
(3)
Rasio Rata-rata
2012-2016 94,54 (Predikat 3) Cukup Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
ROA
Maret 0,17 1,71 0,46 0,53 0,99
Juni 1,21 1,41 0,03 0,78 1,03
Sept 1,34 1,36 0,2 0,8 0,98
Des 1,19 1,15 0,08 0,76 0,95
Total 3,91 5,63 0,77 2,87 3,95
Rata-
rata 0,98 1,41 0,19 0,72 0,99
Standar BI
0,5%<R
OA≤1,2
5%
1,25%<RO
A≤1,5%
0%<ROA≤
0,5%
0,5%<ROA
≤1,25%
0,5%<ROA
≤1,25%
156
Predikat
Cukup
Sehat
(3)
Sehat (2) Kurang
Sehat (4)
Cukup Sehat
(3)
Cukup Sehat
(3)
Rasio Rata-rata
2012-2016 0,86% (Predikat 3) Cukup Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
NOM
Maret 7,7 6,61 6,09 7 0,44
Juni 7,68 6,57 5,97 1,67 0,51
Sept 8,36 7,48 5,9 1,51 0,45
Des 7,15 6,27 6,04 1,81 0,39
Total 30,89 26,93 24 11,99 1,79
Rata-
rata 7,72 6,73 6,00 3,00 0,45
Standar BI NIM˃3
% NIM˃3% NIM˃3%
2%<NIM≤3
% NIM≤1%
Predikat
Sangat
Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat
Sehat (1) Sehat (2)
Tidak Sehat
(5)
Rasio Rata-rata
2012-2016 4,78% (Predikat 1) Sangat Sehat
2012 2013 2014 2015 2016
CAR
Maret 14,34 11,81 14,15 13,22 14,66
Juni 13,59 15 13,99 11,03 14,06
Sept 12,92 14,66 13,86 13,82 14,3
Des 11,35 14,49 12,89 13,94 20,63
Total 52,2 55,96 54,89 52,01 63,65
Rata-
rata 13,05 13,99 13,72 13,00 15,91
Standar BI CAR≥1
1% CAR≥11% CAR≥11% CAR≥11% CAR≥11%
Predikat
Sangat
Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat
Sehat (1)
Sangat Sehat
(1)
Sangat Sehat
(1)
Rasio Rata-rata
2012-2016 13,94% (Predikat 1) Sangat Sehat
Sumber : Data diolah, 2017
Dari Tabel 4.7 diatas terlihat bahwa NPF (Net Performing Finance)
BRI Syariah dari tahun ke tahun mengalami perkembangan fluktuatif.
Tahun 2012 diperoleh NPF sebesar 2,07% berarti tingkat rasio pembiayaan
157
dari rata-rata dianggap efektif dan tidak bermasalah. Begitupun tahun 2013
NPF sebesar 2,34% , tahun 2014 sebesar 3,70%, tahun 2015 NPF
mengalami peningkatan persentase sebesar 4,02 dan tahun 2016 sebesar
3,70%. Semakin rendah persentase menunjukkan jika bank dalam keadaan
baik dalam menyeleksi calon peminjam, sebaliknya semakin tinggi
persentase menunjukkan jika bank kurang baik dalam menyeleksi calon
peminjam. Memiliki nilai NPF sebesar 3,17% dari tahun 2012-2016 dari
rata-rata total rasio pembiayaan, termasuk dalam predikat Sangat Sehat
atau tingkat komposit I karena tidak melebihi batas maksimal 7%. Hal ini
menunjukkan bahwa BRI Syariah dari tahun 2012-2016 dapat menjaga
kinerja rasio NPF dan mendapatkan potensi low financial distress.
Dari Tabel 4.7 terlihat perolehan FDR (Financing to Deposit Ratio)
BRI Syariah tahun 2012 sebesar 101,18% berarti setiap dana yang
dihimpun BRI Syariah dapat mendukung pinjaman yang diberikan sebesar
101,18% dari total pembiayaan yang diberikan, dalam hal ini BRI Syariah
dapat mengelola simpanan dalam bentuk pembiayaan hingga 101,18%.
Sehingga kemampuan menghasilkan laba suatu bank akan meningkat
seiring peningkatan pemberian pembiayaan. Memiliki nilai FDR sebesar
103,22% di tahun 2013 termasuk dalam predikat Kurang Sehat atau
Tingkat Komposit 3 karena melebihi batas maksimal 50%.
Selanjutnya Tahun 2014 diperoleh nilai FDR sebesar 96,51% ,
sebesar 87,77% di Tahun 2015, kemudian di tahun 2016 FDR mengalami
peningkatan sebesar 84,01% berarti setiap dana yang dihimpun BRI
158
Syariah dapat mendukung pinjaman yang diberikan. Sehingga kemampuan
menghasilkan laba suatu bank akan meningkat seiring peningkatan
pemberian pembiayaan dan termasuk dalam predikat Cukup Sehat atau
nilai Komposit 3 karena melebihi batas maksimal 50%.
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehatan dengan mengukur
tingkat kesehatan rasio likuiditas berdasarkan PBI No.12/19/PBI/2010 dari
tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari tahun 2012-2016 BRI Syariah
mendapatkan potensi high financial distress.
Dari Tabel 4.7 tahun 2013 terlihat nilai ROA (Return on Asset) BRI
Syariah sebesar 1,41% berarti tingkat produktivitas asset dari rata-rata total
asset yang digunakan mampu menghasilkan laba sebesar 1,41%. Semakin
tinggi persentase maka tingkat produktivitasnya semakin meningkat.
Memiliki nilai ROA sebesar 1,41% ditahun 2013 termasuk dalam predikat
Sehat atau Nilai Komposit 2 karena tidak melebihi batas minimal 1,5%.
Tahun 2012 diperoleh ROA sebesar 0,98%; sebesar 0,72% di tahun 2015
dan 0,99% di tahun 2016 termasuk dalam Predikat Cukup Sehat atau Nilai
Komposit 3 karena tidak melebihi batas minimal 1,5%. Tahun 2014 ROA
mengalami penurunan sebesar 0,19% termasuk dalam Predikat Kurang
Sehat atau Nilai Komposit 3 karena tidak melebihi batas minimal 1,5%.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa potensi high financial
distress dialami oleh BRI Syariah dalam rasio ROA di tahun 2012, 2014,
2015 dan 2016. Sedangkan di tahun 2013 BRI Syariah mengalami potensi
low financial distress.
159
Dari Tabel 4.7 Tahun 2012 diperoleh NOM sebesar 7,72% , tahun
2013 diperoleh NOM sebesar 6,73% dan sebesar 6,00% NOM diperoleh
tahun 2014 berarti termasuk dalam Predikat Sangat Sehat atau Nilai
Komposit 1 karena melebihi batas minimal 3%. Semakin tinggi persentase
maka semakin tinggi kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan
operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Sedangkan pada tahun
2016 nilai NOM mengalami penurunan sebesar 0,45% yang berarti
termasuk dalam Predikat Tidak Sehat atau Nilai Komposit 5 karena tidak
melebihi batas minimal 3% sehingga mengindikasikan ketidakmampuan
bank dalam menghasilkan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata
aktiva produktif. Sedangkan tahun 2015 diperoleh NOM sebesar 3,00%
berarti termasuk dalam Predikat Sehat atau tingkat Komposit 2 karena
tidak melebihi batas minimal 3%.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa potensi low financial
distress dialami oleh BRI Syariah dalam rasio NOM di tahun 2012, 2013,
2014 dan 2015. Sedangkan di tahun 2016 BRI Syariah mengalami potensi
high financial distress.
Dari Tabel 4.7 Tahun 2012 diperoleh CAR (Capital Adequacy
Ratio) BRI Syariah sebesar 13,05% yang berarti dalam seluruh permodalan
yang dimiliki BRI Syariah tersebut dapat mengantisipasi kemungkinan
risiko pembiayaan sebesar 13,05%. Semakin tinggi perentase maka
semakin baik, karena persentase CAR menunjukkan kemampuan
permodalan untuk menutupi kemungkinan kegagalan dalam hal
160
pembiayaan. Memiliki CAR sebesar 13,05% termasuk dalam Predikat
Sangat Sehat atau tingkat Komposit 1 karena melebihi batas minimal 11%.
Sama halnya dengan tahun 2013 diperoleh CAR sebesar 13,99%, 2014
sebesar 13,72%, 2015 sebesar 13,00% dan tahun 2016 nilai CAR
mengalami peningkatan sebesar 15,91% yang berarti termasuk dalam
Predikat Sangat Sehat atau tingkat Komposit 1 karena melebihi batas
minimal 11%.
Berdasarkan perhitungan tingkat kesehatan dengan mengukur
faktor capital dari rasio CAR menunjukkan bahwa dari tahun 2012 hingga
2016 BRI Syariah dapat menjaga kinerja rasio CAR berada di level CAR ≥
11% sehingga mendapatkan potensi low financial distress.
161
iv. Good Corporate Governance (GCG)
Tabel 4.8
Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit BRI Syariah Berdasarkan
Penilaian Bank Indonesia Tahun 2012
No Faktor Predikat (a) Bobot (b) Nilai (axb)
1 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan
Direksi 1 12,50% 0,125
2 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi 1 17,50% 0,175
3 Kelengkapan dan
Pelaksanaan Tugas
Komite 2 10% 0,1
4 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan
Pengawas Syariah 1 10% 0,2
5 Pelaksanaan prinsip
syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta
pelayanan jasa
2 5% 0,1
6 Penanganan benturan
kepentingan 1 10% 0,1
7 Penerapan fungsi
kepatuhan Bank 1 5% 0,05
8 Penerapan fungsi audit
intern 2 5% 0,1
9 Penerapan fungsi audit
ekstern 1 5% 0,05
10 Batas Maksimum
Penyaluran Dana 2 5% 0,1
11 Transparansi kondisi
keuangan dan non-
keuangan, laporan
pelaksanaan GCG dan
pelaporan internal
2 15% 0,3
Nilai Komposit 100% 1,3
Predikat Sangat Baik
162
Tabel 4.9
Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit BRI Syariah Berdasarkan
Penilaian Bank Indonesia Tahun 2013
No Faktor Predikat (a) Bobot (b) Nilai (axb)
1 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan
Direksi 1 12,50% 0,125
2 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Direksi 1 17,50% 0,175
3 Kelengkapan dan
Pelaksanaan Tugas
Komite 2 10% 0,1
4 Pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Dewan
Pengawas Syariah 1 10% 0,2
5 Pelaksanaan prinsip
syariah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta
pelayanan jasa
2 5% 0,1
6 Penanganan benturan
kepentingan 1 10% 0,1
7 Penerapan fungsi
kepatuhan Bank 1 5% 0,05
8 Penerapan fungsi audit
intern 2 5% 0,1
9 Penerapan fungsi audit
ekstern 1 5% 0,05
10 Batas Maksimum
Penyaluran Dana 1 5% 0,05
11 Transparansi kondisi
keuangan dan non-
keuangan, laporan
pelaksanaan GCG dan
pelaporan internal
2 15% 0,3
Nilai Komposit 100% 1,35
Predikat Sangat Baik
163
Tabel 4.10
Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit BRI Syariah Berdasarkan Penilaian Bank
Indonesia Tahun 2014
No Faktor Structure Process Outcome
1 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Direksi 1,29 1,55 2,38
2 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Direksi 1,13 1,72 2,29
3 Kelengkapan dan Pelaksanaan
Tugas Komite 1,2 1,86 2
4 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Pengawas Syariah 1,13 1,55 1,6
5 Pelaksanaan prinsip syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa 2,17 2,5 2
6 Penanganan benturan kepentingan 2 2 1
7 Penerapan fungsi kepatuhan
Bank 2 2 1,5
8 Penerapan fungsi audit intern 2,25 2,36 2,25
9 Penerapan fungsi audit ekstern 1 1 1
10 Batas Maksimum Penyaluran
Dana 2 1,67 2
164
11
Transparansi kondisi keuangan dan
non-keuangan, laporan
pelaksanaan GCG dan pelaporan
internal
2 1,57 1,86
Total Nilai Parameter 1,65 1,8 1,81
Bobot Penilaian Parameter 40% 30% 30%
Nilai Per Parameter setelah bobot 0,66 0,54 0,54
Nilai Penilaian GCG Akhir 1,74
Predikat Baik
Tabel 4.11
Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit BRI Syariah Berdasarkan Penilaian Bank
Indonesia Tahun 2015
No Faktor Structure Process Outcome
1 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Direksi 1,21 1,3 1,75
2 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Direksi 1,07 1,52 1,71
3 Kelengkapan dan Pelaksanaan
Tugas Komite 1,1 1,71 2
4 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Pengawas Syariah 1,13 1,55 1,6
5 Pelaksanaan prinsip syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa 2,17 2,5 2
6 Penanganan benturan kepentingan 2 2 1
7 Penerapan fungsi kepatuhan Bank 1,67 1,75 1,5
165
8 Penerapan fungsi audit intern 2 2,18 2,25
9 Penerapan fungsi audit ekstern 1 1 1
10 Batas Maksimum Penyaluran Dana 2 1 1
11 Transparansi kondisi keuangan dan
non-keuangan, laporan pelaksanaan
GCG dan pelaporan internal 2 1,57 1,86
Total Nilai Parameter 1,58 1,64 1,61
Bobot Penilaian Parameter 40% 30% 30%
Nilai Per Parameter setelah bobot 0,63 0,49 0,48
Nilai Penilaian GCG Akhir 1,61
Predikat Baik
Tabel 4.12
Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit BRI Syariah Berdasarkan Penilaian Bank
Indonesia Tahun 2016
No Faktor Structure Process Outcome
1 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Direksi 1,07 1,3 1,63
2 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Direksi 1,07 1,52 1,64
3 Kelengkapan dan Pelaksanaan
Tugas Komite 1,1 1,71 2
4 Pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Pengawas Syariah 1,13 1,55 1,6
5 Pelaksanaan prinsip syariah dalam
kegiatan penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa 2 2,5 2
166
6 Penanganan benturan kepentingan 2 2 1,33
7 Penerapan fungsi kepatuhan Bank 1,67 1,75 1,5
8 Penerapan fungsi audit intern 2 2,18 2,25
9 Penerapan fungsi audit ekstern 1 1 1
10 Batas Maksimum Penyaluran Dana 2 1 1
11 Transparansi kondisi keuangan dan
non-keuangan, laporan pelaksanaan
GCG dan pelaporan internal 2 1,57 1,86
Total Nilai Parameter 1,55 1,64 1,62
Bobot Penilaian Parameter 40% 30% 30%
Nilai Per Parameter setelah bobot 0,62 0,49 0,49
Nilai Penilaian GCG Akhir 1,6
Predikat Baik
Dari hasil assesment terhadap seluruh faktor pelaksanaan GCG
tersebut di atas, nilai komposit dan predikat pelaksanaan tata kelola
perusahaan yang dilakukan BRI Syariah adalah Sangat Baik, berdasarkan
pemeringkatan nilai komposit yang ditetapkan BI.
Adapun kelemahan dan kekuatan pelaksanaan GCG secara umum,
perkembangan bisnis dan perluasan pasar yang sangat cepat serta
perubahan kondisi makro ekonomi yang dinamis pada periode laporan
GCG menjadi tantangan tersendiri, khususnya agar seluruh jajaran BRI
Syariah pada semua level dapat segera melakukan peningkatan
pelaksanaan GCG principle dari periode sebelumnya, sehingga kegiatan
167
bisnis dan operasional bank senantiasa sejalan dengan ketentuan dari
perundangan yang berlaku.
Namun, dinamika internal dan eksternal dapat membawa dampak berupa
tingginya risiko dan besarnya tantangan dalam pelaksanaan GCG BRI
Syariah. Namun dengan komitmen aktif dari Direksi, Dewan Komisaris
dan DPS beserta seluruh stakeholders BRI Syariah lainnya menjadi modal
penting untuk terus meningkatkan pelaksanaan GCG dari waktu ke waktu.
Penerapan Tata Kelola Perusahaan (GCG) tidak lepas dari suatu
proses yang berkesinambungan untuk memberikan pemahaman dan
pengertian yang sama di setiap jenjang organisasi. Karena itu, penerapan
GCG harus diupayakan melebur dalam budaya perusahaan (corporate
culture) yang menjadi jiwa bagi seluruh pihak di BRI Syariah.
BRI Syariah secara konsisten akan terus memperbaiki dan
mengembangkan tata kelola perusahaan yang baik sehingga dapat
memberikan manfaat pertumbuhan yang berkesinambungan (sustainable
growth) dan return yang optimal sebagaimana yang diharapkan oleh
seluruh stakeholders BRI Syariah melalui pengelolaan usaha yang
berpegang pada prinsip-prinsip GCG : Transparansi (Transparancy),
Akuntabilitas (Accountability), Tanggung Jawab (Responsibility),
Independen (Independent) dan Kesetaraan (Fairness).
168
2. Perbandingan Tingkat Kesehatan Bank Syariah
a. Uji Normalitas Data (Uji Kolmograv-Smirnov)
Sebelum dilakukan uji beda terlebih dahulu dilakukan pengujian
Kolmogrov-Smirnov test yang bertujuan untuk mengetahui
keselarasan/kesesuaian data dengan distribusi normal atau tidak. Jika nilai
Asymp Sig. (2-tailed) > 0,05 maka normalitas data terpenuhi dan jika nilai
Asymp Sig. (2-tailed) < 0,05 maka normalitas data tidak terpenuhi. Jika
data berdistribusi normal, tahap selanjutnya akan dilakukan metode
parametric Indepedent Sample t-test. Sedangkan jika data tidak
berdistribusi normal, tahap selanjutnya menggunakan metode non
parametric Mann Whitney test. Berikut ini merupakan tabel yang
menunjukkan hasil uji normalitas data (Uji Kolmogorov- Smirnov).
Tabel 4.13
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Bank Syariah Mandiri (BSM) Periode 2012-2016
NPF FDR ROA NOM CAR
N 20 20 20 20 20
Normal Parametersa,b
Mean 2,9440 87,0765 1,2195 4,6060 13,9735
Std. Deviation 1,36500 5,43832 ,77763 3,04169 1,01908
Most Extreme Differences Absolute ,192 ,160 ,251 ,331 ,094
Positive ,189 ,160 ,251 ,252 ,075
Negative -,192 -,113 -,139 -,331 -,094
Test Statistic ,192 ,160 ,251 ,331 ,094
Asymp. Sig. (2-tailed) ,051c ,196
c ,002
c ,000
c ,200
c,d
Sumber : Data diolah SPSS, 2017
169
Tabel 4.14
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
BNI Syariah Periode 2012-2016
NPF FDR ROA NOM CAR
N 20 20 20 20 20
Normal Parametersa,b
Mean 1,4735 89,5460 1,2845 5,8775 16,3365
Std. Deviation ,36342 6,17217 ,27167 4,29409 1,67481
Most Extreme Differences Absolute ,223 ,116 ,178 ,283 ,205
Positive ,223 ,115 ,090 ,257 ,205
Negative -,138 -,116 -,178 -,283 -,126
Test Statistic ,223 ,116 ,178 ,283 ,205
Asymp. Sig. (2-tailed) ,010c ,200
c,d ,097
c ,000
c ,027
c
Sumber : Data diolah SPSS, 2017
Tabel 4.15
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
BRI Syariah Periode 2012-2016
NPF FDR ROA NOM CAR
N 20 20 20 20 20
Normal Parametersa,b
Mean 3,1670 94,5365 ,8565 4,7800 13,9355
Std. Deviation ,88966 8,06708 ,48051 2,96125 1,92062
Most Extreme Differences Absolute ,191 ,200 ,127 ,297 ,253
Positive ,174 ,132 ,114 ,192 ,253
Negative -,191 -,200 -,127 -,297 -,143
Test Statistic ,191 ,200 ,127 ,297 ,253
Asymp. Sig. (2-tailed) ,055c ,034
c ,200
c,d ,000
c ,002
c
170
Berdasarkan hasil penelitian Tabel 4.13, 4.14 dan 4.15diatas dapat
disimpulkan, sebagai berikut :
Tabel 4.16
Hasil Uji Normalitas data (Uji K-S)
Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI
Syariah 2012-2016
Variabel Bank Signifikasi Uji-K S Keterangan
NPF BSM 0,051 Normal
BNIS 0,100 Normal
BRIS 0,550 Normal
FDR BSM 0,196 Normal
BNIS 0,200 Normal
BRIS 0,034 Tidak Normal
ROA BSM 0,002 Tidak Normal
BNIS 0,097 Normal
BRIS 0,200 Normal
NOM BSM 0,000 Tidak Normal
BNIS 0,000 Tidak Normal
BRIS 0,000 Tidak Normal
CAR BSM 0,200 Normal
BNIS 0,027 Tidak Normal
BRIS 0,002 Tidak Normal
Sumber : Data diolah SPSS, 2017
Berdasarkan kesimpulan yang dapat diambil dari hasil uji
normalitas data dengan Kolmogorov Smirnov untuk kelima variabel
diatas ada beberapa variabel yang tidak normal, atau tidak memenuhi
persyaratan uji normalitas.
171
b. Uji Mann Whitney Test
Berdasarkan hasil uji normalitas data (Uji Kolomogrov-Smirnov),
pada kelima variabel data tersebut ada beberapa variabel berdistribusi
tidak normal sehingga untuk tahap selanjutnya akan dilakukan uji Mann
Whitney Test untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata
antara dua kelompok sampel yang tidak berhubungan dimana signifikasi
> 0,05 maka Ho diterima dan jika signifikasi <0,05 maka Ho ditolak.
1. Analisis Pengujian Hipotesis (Risk Profile)
Ho = Tidak terdapat pengaruh signifikan antara perbedaan tingkat
kesehatan Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI
Syariah dalam aspek Risk Profile,
H1= Terdapat pengaruh signifikan antara perbedaan tingkat kesehatan
Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah dalam
aspek Risk Profile.
a. Non Performing Finance (NPF)
Berdasarkan hasil penelitian keseluruhan dari ketiga bank yang
diteliti BRI Syariah mempunyai rata-rata (mean) rasio NPF sebesar
3,167%, lebih kecil dibandingkan mean rasio NPF Bank Syariah
Mandiri (BSM) yang sebesar 2,944%. Selanjutnya, rata-rata
(mean) tertinggi diperoleh BNI Syariah sebesar 1,473%. Hal ini
menunjukkan bahwa selama periode 2012-2016 Bank Syariah
Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah sama-sama
172
mempunyai NPF yang baik, karena jika mengacu pada ketentuan
BI yang menyatakan bahwa standar terbaik NPL adalah dibawah
5%, maka Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI
Syariah masih berada pada kondisi ideal karena memiliki nilai NPF
dibawah ketentuan BI.
b. Financing to Deposit Ratio (FDR)
BSM Syariah mempunyai rata-rata (mean) rasio FDR sebesar
87,076%, lebih kecil dibandingkan mean rasio FDR BNI Syariah
yang sebesar 89,546%. Dilanjutkan dengan rata-rata (mean) rasio
FDR BRI Syariah sebesar 94,536%. Selain itu, jika mengacu pada
ketentuan BI yang menyatakan bahwa standart terbaik FDR adalah
85%-110%, maka Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan
BRI Syariah berada pada kondisi ideal.
2. Analisis Pengujian Hipotesis (Earnings)
Ho = Tidak terdapat pengaruh signifikan antara perbedaan tingkat
kesehatan Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI
Syariah dalam aspek Earnings,
H1= Terdapat pengaruh signifikan antara perbedaantingkat kesehatan
Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah dalam
aspek Earnings
173
b. Return On Asset (ROA)
BNI Syariah mempunyai rata-rata (mean) rasio ROA sebesar
1,284%, lebih besar dibandingkan mean rasio ROA Bank Syariah
Mandiri (BSM) yang sebesar 1,219 %. Adapula mean rasio ROA
BRI Syariah lebih kecil hanya 0,856%. Halini berarti bahwa selama
periode 2012-2016 BNI Syariah mempunyai ROA lebih baik
dibandingkan dengan Bank Syariah Mandiri (BSM) dan BRI
Syariah, karena semakin tinggi nilai ROA maka semakin bagus
kualitas bank tersebut.
c. Net Operating Margin (NOM)
Berdasarkan statistik deskriptif dan pengujian nilai rata-rata atau uji
beda menunjukkan bahwa, nilai NOM dari BNI Syariah sebesar
5,877% lebih besar dari rata-rata NOM BRI Syariah sebesar
4,780%, sedangkan NOM Bank Syariah Mandiri (BSM)
menunjukkan nilai sebesar4,606%. Hal ini menunjukkan bahwa
selama periode 2012-2016 Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI
Syariah dan BRI Syariah sama-sama mempunyai NOM yang baik,
karena jika mengacu pada ketentuan BI yang menyatakan bahwa
standar terbaik NOM adalah diatas3%, maka Bank Syariah Mandiri
(BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah masih berada pada kondisi
ideal karena memiliki nilai NOM dibawah ketentuan BI.
174
3. Analisis Pengujian Hipotesis (Capital)
Ho = Tidak terdapat pengaruh signifikan antara perbedaan tingkat
kesehatan Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI
Syariah dalam aspek Capital.
H1= Terdapat pengaruh signifikan antara perbedaantingkat
kesehatan Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI
Syariah dalam aspek Capital.
d. Capital Adequacy Ratio (CAR)
BRI Syariah mempunyai rata-rata (mean) rasio CAR sebesar
13,935%, lebih kecil dibandingkan mean rasio CAR Bank Syariah
Mandiri (BSM) yang sebesar 13,973%. Akan tetapi, BNI Syariah
mempunyai rata-rata (mean) rasio CAR lebih besar yakni sebesar
16,336%. Hal ini berarti bahwa selama periode 2012-2016 BNI
Syariah mempunyai CAR lebih baik dibanding dengan Bank
Syariah Mandiri (BSM) dan BRI Syariah, karena semakin tinggi
nilai CAR maka semakin bagus kualitas bank tersebut.
175
Tabel 4.17
Test StatisticsaHasil Uji Mann-Whitney
BSM & BNISyariah Periode 2012-2016
NPF FDR ROA NOM CAR
Mann-Whitney U 83,000 152,000 178,500 120,500 33,000
Wilcoxon W 293,000 362,000 388,500 330,500 243,000
Z -3,165 -1,298 -,582 -2,151 -4,517
Asymp. Sig. (2-tailed) ,002 ,194 ,561 ,031 ,000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,001b ,201
b ,565
b ,030
b ,000
b
Dari tabel 4.17 diatas, terlihat bahwa Nilai Mann-Whitney
U NPF adalah 83.000 dengan probabilitas 0,002. Oleh karena
probabilitas < 0,05dapatdisimpulkan Ho Ditolak, atau dapat
dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja
Bank Syariah Mandiri (BSM) dengan kinerja BNI Syariah.
Disamping itu terlihat pada tabel 4.17 bahwa hasil statistik
Mann Whitney U untuk FDR adalah 152.000 dengan probabilitas
0,194. Maka, probabilitas > 0,05 dapat dinyatakan bahwa Ho
diterima atau dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
siginifikan kinerja tingkat kesehatan Bank Syariah Mandiri (BSM)
dengan BNI Syariah.
Berikutnya, pada tabel 4.17 bahwa hasil statistik Mann
Whitney U untuk ROA adalah 178.500 dengan probabilitas 0,561.
Maka, probabilitas > 0,05 dapat dinyatakan bahwa Ho diterima
atau dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
176
siginifikan kinerja tingkat kesehatan Bank Syariah Mandiri (BSM)
dengan BNI Syariah.
Berdasarkan uji beda, uji Mann Whitney U menunjukkan
nilai signifikansi sebesar 120.500 dengan probabilitas sebesar
0,031 yang berarti dapat disimpulkan bahwa uji perbedaa nilai rata-
rata menunjukkan hasil siginifikan < 0,05 dan dapat disimpulkan
terdapat perbedaan siginifikan terhadap kinerja Bank Syariah
Mandiri (BSM) dengan BNI Syariah (dalam hal ini Ho ditolak).
Jika mengacu pada ketentuan BI, maka BSM dan BNI
Syariah masih berada pada kondisi dibawah ideal kurang dari 8%.
Dari tabel 4.17 terlihat bahwa nilai hitung sebesar 33.000 dengan
probabilitas 0,000. Oleh karena probabilitas < 0,05 maka Ho
ditolah atau dapat dikatakan terdapat perbedaan siginifikan antara
kinerja Bank Syariah Mandiri (BSM) dengan kinerja BNI Syariah.
177
Tabel 4.18
Test Statisticsa Hasil Uji Mann Whitney
BSM & BRISyariah Periode 2012-2016
NPF FDR ROA NOM CAR
Mann-Whitney U 193,500 94,500 156,000 196,500 179,000
Wilcoxon W 403,500 304,500 366,000 406,500 389,000
Z -,176 -2,854 -1,190 -,095 -,568
Asymp. Sig. (2-tailed) ,860 ,004 ,234 ,925 ,570
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,862b ,004
b ,242
b ,925
b ,583
b
Dari tabel 4.18 diatas, terlihat bahwa Nilai Mann-Whitney
U NPF adalah 193.500 dengan probabilitas 0,860. Oleh karena
probabilitas ˃ 0,05dapatdisimpulkan Ho Diterima, atau dapat
dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
kinerja Bank Syariah Mandiri (BSM) dengan kinerja BRI Syariah.
Terlihat bahwa hasil statistik Mann Whitney U untuk FDR
adalah 94.500 dengan probabilitas 0,004. Maka probabilitas < 0,05
dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak atau dapat disimpulkan terdapat
perbedaan yang signifikan antara kinerja tingkat kesehatan Bank
Syariah Mandiri (BSM) dengan BRI Syariah.
Pada tabel 4.18 nilai Mann Whitney U untuk ROA adalah
156.000 dengan probabilitas 0,234. Oleh karena probabilitas > 0,05
maka Ho diterima dan dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kinerja Bank Syariah Mandiri
(BSM) dengan kinerja BRI Syariah.
178
Berdasarkan uji Mann Whitney U menunjukkan nilai
signifkansi sebesar 196.500 dengan probabilitas sebesar 0,925 yang
berarti tidak terdapat perbedaan nilai NOM yang signifikan antara
kinerja Bank Syariah Mandiri (BSM) dengan kinerja BRI Syariah.
Dengan demikian Ho diterima karena > 0,05.
Jika mengacu pada ketentuan BI maka nilai CAR pada
BSM dan BRI Syariah pada kondisi yang ideal karena memiliki
nilai CAR standar BI 8%. Dari tabel 4.18 terlihat bahwa nilai
hitung sebesar 179.000 dengan probabilitas 0,570. Oleh karena
probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan dapat dikatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang siginifikan antara kinerja Bank
Syariah Mandiri (BSM) dengan kinerja BRI Syariah.
179
Tabel 4.19
Test StatisticsaHasil Uji Mann Whitney
BNIS& BRIS Periode 2012-2016
NPF FDR ROA NOM CAR
Mann-Whitney U 7,000 126,000 84,000 134,000 35,000
Wilcoxon W 217,000 336,000 294,000 344,000 245,000
Z -5,221 -2,002 -3,138 -1,785 -4,463
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,045 ,002 ,074 ,000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,000b ,046
b ,001
b ,076
b ,000
b
Dari tabel 4.19 diatas, terlihat bahwa Nilai Mann-Whitney
U NPF adalah 7.000 dengan probabilitas 0,000. Oleh karena
probabilitas < 0,05dapatdisimpulkan Ho Ditolak, atau dapat
dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja
BNI Syariah dengan kinerja BRI Syariah.
Terlihat bahwa hasil statistik Mann Whitney U untuk FDR
adalah 126.000 dengan probabilitas 0,45. Maka, probabilitas < 0,05
dapat dinyatakan bahwa, maka Ho ditolak atau dapat dikatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antaratingkat kesehatan
BNI Syariah dengan BRI Syariah.
Terlihat bahwa pada tabel 4.50 Nilai Mann-Whitney U
untuk ROA adalah 84.000 dengan probabilitas 0,002. Oleh karena
probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak atau dapat dikatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja BNI Syariah
dengan kinerja BRI Syariah.
180
Berdasarkan uji beda, uji Mann Whitney U menunjukkan
nilai signifikansi sebesar 134.000 dengan probabilitas sebesar
0,074 yang berarti dapat disimpulkan bahwa uji perbedaan nilai
rata-rata menunjukkan hasil signifikan ˃ 5% dan dapat disimpulkan
bahwa, perbedaan nilai NOM antara BNISyariah dan BRI Syariah
adalah tidak terdapat perbedaan secara signifikan (dalam hal ini Ho
diterima).
Jika mengacu pada ketentuan BI yang menyatakan bahwa
standar terbaik CAR adalah 8%, maka BNI Syariah dan BRI
Syariah masih berada jauh pada kondisi ideal karena memiliki nilai
CAR dibawah ketentuan BI. Dari tabel diatas, terlihat bahwa nilai
hitung adalah 35.000 dengan probabilitas 0,000. Oleh karena
probabilitas< 0,05, maka Ho ditolak atau dapat dikatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja BNI Syariah
dengan kinerja BRI Syariah.
c. Uji H
H merupakan variabel dependen dari singkatan Huda atau
petunjuk dalam hal ini adalah ROA. Sedangkan a merupakan
konstanta yang menjadi variabel pembeda (differentiate variable)
atau disebut sebagai varians, yang dalam th memiliki arti jalan dari
singkatan alif. Untuk variabel utamanya atau super variable
merupakan terjemahan dari S atau Sin yang berarti Manusia atau
181
variabel internal, kemudian L atau Lam singkatan dari Lillah yang
berarti ke Allah atau variabel eksternal serta M atau Mim singkatan
dari Masjid yang berarti ibadah.
Dari penelitian diatas dapat kita ketahui hasil uji H :
Y = a + e + 𝛽1x1+ 𝛽2x1 + 𝛽3x3
H = A + h + a1S + a2L + a3M
Kesehatan Bank Syariah = a+e+RGEC+SBIS+Financial Distress
Dimana:
Variabel Internal (S) adalah RGEC
Variabel Eksternal (L) adalah SBIS
Variabel Religiusitas (M) adalah Financial Distress
Pengukuran Tingkat Kesehatan Bank Syariah Terhadap Potensi
Terjadinya Financial Distress dengan Menggunakan Metode RGEC
(studi kasus pada BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah tahun 2012-
2016) = Metode RGEC + SDI Bank Syariah + Kesehatan Kinerja
Keuangan Bank Syariah.
Dan dapat diinterpretasikan bahwa metode RGEC disertai sumber
daya insani yang mumpuni mendukung terciptanya kesehatan kinerja
keuangan bank syariah agar tidak berpotensi terjadinya financial
distress.
182
Gambar 4.20
Gambar Teori H
Sumber : Data diolah, 2017
Teori H memiliki diferensiasi dalam Causal Loop Diagram yang
terdiri dari 3 (tiga) elemen dasar yaitu elemen eksternal yang mengarah ke
elemen internal yang menuju ke elemen religiusitas kemudian kembali ke
elemen eksternal. Interaksi ketiga elemen ini menjadikan jalan lurus bagi
karyawan untuk mengeksplorasikan RGECnya di perusahaan. Sehingga
terjadi peningkatan kinerja perusahaan yang sesuai dengan paramater yang
dibebankan pada sistem perusahaan.
Pengukuran Tingkat Kesehatan Bank
Syariah Terhadap Potensi Terjadinya
Financial Distress Dengan
Menggunakan Metode RGEC (studi
kasus pada BSM, BNI Syariah dan
BRI Syariah tahun 2012-2016)
X2 SBIS
Variabel Eksternal
Eksogen Independen
X1 RGEC (Risk Profile,
GCG, Earning, Capital)
Variabel Internal
Eksogen Independen
X3 financial distress
Variabel Religiusitas
Eksogen Independen
SDI
Kinerja
Kesehatan
BS
183
5. Ringkasan Tingkat Kesehatan Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah 2012-2016
Tabel 4.21
Ringkasan Predikat Kesehatan BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah Tahun 2012-2016
Tahun
Risk Profile (NPF)
BSM BNI Syariah BRI Syariah
Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat Financial Distress
2012 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2013 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2014 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2015 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2016 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
Tahun
Risk Profile (FDR)
BSM BNI Syariah BRI Syariah
Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat Financial Distress
2012 3 Cukup Sehat High 2 Sehat Low 4 Kurang Sehat High
2013 3 Cukup Sehat High 3 Cukup Sehat High 4 Kurang Sehat High
2014 3 Cukup Sehat High 3 Cukup Sehat High 3 Cukup Sehat High
2015 2 Sehat Low 3 Cukup Sehat High 3 Cukup Sehat High
2016
2 Sehat Low 3 Cukup Sehat High 3 Cukup Sehat High
Tahun
Earning (NOM)
BSM BNI Syariah BRI Syariah
Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat Financial Distress
2012 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2013 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2014 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
184
2015 3 Cukup Sehat High 5 Tidak Sehat High 2 Sehat Low
2016 5 Tidak Sehat High 4 Cukup Sehat High 5 Tidak Sehat High
Tahun
Earning (ROA)
BSM BNI Syariah BRI Syariah
Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat Financial Distress
2012 1 Sangat Sehat Low 3 Cukup Sehat High 3 Cukup Sehat High
2013 1 Sangat Sehat Low 2 Sehat Low 2 Sehat Low
2014 2 Sehat Low 3 Cukup Sehat High 4 Kurang Sehat High
2015 3 Cukup Sehat High 2 Sehat Low 3 Cukup Sehat High
2016 3 Cukup Sehat High 1 Sangat Sehat Low 3 Cukup Sehat High
Tahun
Capital (CAR)
BSM BNI Syariah BRI Syariah
Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat
Financial
Distress Peringkat Predikat Financial Distress
2012 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2013 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2014 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2015 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
2016 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low 1 Sangat Sehat Low
Sumber : Data diolah, 2017
185
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, pembahasan yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesehatan Bank Syariah
Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah periode 2012-2016 dengan
menggunakan metode RGEC adalah sebagai berikut:
1. Hasil penilaian Profil Risiko (Risk Profile) Bank Syariah dengan
menggunakan dua indikator yaitu faktor risiko kredit menggunakan
rasio NPF dan risiko likuiditas dengan rasio FDR adalah, untuk rasio
NPF selama tahun 2012-2016 secara umum ke tiga Bank Syariah
berada dalam kondisi yang sehat, dimana selama periode tersebut rata-
rata NPF terbaik diperoleh oleh Bank BNI Syariah diperoleh Rasio
rata-rata sebesar 1,47% selama periode 2012-2016 dengan predikat
„Sangat Sehat‟ dan tidak berpotensi terjadinya financial distress.
Sedangkan rasio FDR berada pada kondisi sehat, dimana nilai ratarata
FDR terbaik selama periode tersebut diperoleh oleh Bank Syariah
Mandiri tahun 2016 diperoleh FDR sebesar 80,51% dengan predikat
„Sehat‟ dan tidak berpotensi terjadinya financial distress.
186
Hasil Penilaian Good Corporate Governance (GCG) ke tiga Bank
Syariah selama tahun 2012-2016 menggunakan Self assesment secara
umum berada pada kondisi yang aman, dimana rata-rata nilai GCG
terbaik diperoleh oleh Bank BRI Syariah.
Hasil penilaian Rentabilitas (Earnings) ke tiga bank Syariah selama
tahun 2012-2016 dengan menggunakan dua rasio yaitu ROA dan
NOM adalah, NOM untuk tahun 2012-2014 pada tiga bank syariah
yang diteliti berada dalam kondisi „Sangat Sehat‟ sedangkan dua tahun
setelahnya yaitu 2015-2016 berada dalam kondisi cukup sehat. Rata-
rata rasio NOM terbesar diperoleh oleh Bank BNI Syariah. Sedangkan
rata-rata rasio ROA selama tahun 2012-2016 berada pada kondisi yang
cukup sehat, dimana rata-rata rasio ROA terbesar diperoleh oleh Bank
Syariah Mandiri (BSM) dan tidak berpotensi terjadinya financial
distress.
Hasil penilaian permodalan (Capital) ke tiga Bank Syariah selama
tahun 2012-2016 berada dalam kondisi yang sangat sehat. Rata-rata
nilai CAR terbesar diperoleh Bank BNI Syariah, diperoleh Rasio CAR
rata-rata sebesar 16,34% dengan predikat „Sangat Sehat‟ dan tidak
berpotensi terjadinya financial distress.
187
2. Hasil penilaian mengenai potensi terjadinya financial distress pada
ketiga bank syariah yang diteliti, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut : Bank Syariah Mandiri (BSM), BNI Syariah dan BRI Syariah
dari tahun 2012-2016 dengan menggunakan pendekatan RGEC
mengalami tingkat kesehatan yang sehat dan tidak mengalami potensi
high financial distress.
Hasil penilaian tingkat kesehatan masing-masing ke tiga Bank Syariah
dilihat dari pendekatan RGEC selama periode 2012-2016 terdapat satu
Bank yang berada pada Peringkat Komposit 2 (PK-2) yaitu Bank BNI
Syariah, dimana hal tersebut menunjukkan bahwa bank tersebut
merupakan bank yang paling sehat dari yang lainnya, kemudian dua
bank lainnya berada pada Peringkat Komposit 3 (PK-3), yakni Bank
Syariah Mandiri (BSM) dan BRI Syariah.
5.2 Saran
Dengan berbagai telaah dan analisa yang dilakukan serta
berdasarkan keterbatasan-keterbatasan penelitian, maka dapat diberikan
saran sebagai berikut :
1. Membentuk SDI berkualitas, hal ini merupakan peluang yang sangat
prospektif sekaligus tantangan bagi kalangan akademisi dan dunia
pendidikan untuk menyiapkan Sumber Daya Insani (SDI) yang
berkualitas yang ahli di bidang ekonomi syariah. Tingginya kebutuhan
SDI bank syariah menunjukkan bahwa sistem ekonomi syariah
188
semakin dibutuhkan dalam dunia industri manapun termasuk
perbankan syariah.
Peningkatan kuantitas jumlah bank syariah yang cepat tanpa diiringi
dengan peningkatan kualitas SDI syariah hanya akan bersifat
fatamorgana dan artifisial. Hal ini perlu diperhatikan dalam
pengembangan bank syariah. Seringkali perbankan syariah
mengadakan pelatihan seperti MODP kurang lebih selama 1 bulan,
seringkali training tersebut kurang memadai karena yang perlu di
upgrade bukan hanya knowledge semata, tetapi juga paradigma
syariah, visi dan misi serta kepribadian syariah bahkan sampai kepada
membangun militansi syariah.
2. Data keuangan perbankan yang dijadikan sebagai indikator penilaian
tingkat kesehatan bank tidak sepenuhnya tercantum dalam laporan
keuangan yang dipublikasikan bank, sehingga ada beberapa indikator
yang belum dapat dinilai antara lain faktor risiko pasar, risiko
operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan dan risiko
reputasi.
3. Dalam faktor risk profile tidak semua indikator dinilai hanya risiko
kredit dan risiko likuiditas saja yang dinilai karena keterbatasan
informasi yang didapat pada bank yang diteliti.
189
Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka beberapa saran dapat
ditemukan sebagai berikut:
1. Bagi Pihak Bank
a. Penilaian faktor Profil risiko (Risk Profile), dari aspek risiko
kredit sebaiknya pihak manajemen bank lebih selektif dan hati-
hati dalam pemberian pembiayaan terhadap nasabah dan
mengikuti peraturan-peraturan perkreditan oleh Bank Indonesia
dan Otoritas Jasa Keuangan sehingga menghindari terjadinya
pembiayaan kurang lancar.
b. Penilaian faktor profil risiko (Risk Profile), dari aspek risiko
likuiditas sebaiknya Bank BRI Syariah sebagai Bank Syariah
yang memiliki rata-rata rasio FDR sebesar 94,54% yang hampir
melebihi batas standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
untuk lebih memperhatikan seluruh kewajiban-kewajiban
terlebih khusus kewajiban jangka pendek dan berusaha untuk
menyeimbangkan antara penyaluran pembiayaan dengan banyak
dana yang akan diterima dari pihak ketiga agar likuiditas bank
tetap terjaga.
c. Untuk bank yang dinilai masih aman, agar dapat
mempertahankan dan meningkatkan kinerja yang lebih baik
demi kelangsungan usaha serta menjaga kepercayaan nasabah
dan stakeholder..
190
3. Bagi penelitian selanjutnya :
a. Peneliti selanjutnya disarankan untuk memperluas cakupan
penelitian tentang penilaian kesehatan bank syariah dengan
menghitung 10 (sepuluh) indikator profil risiko antara lain : risiko
kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko operasional, risiko
hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan dan risiko reputasi serta
risiko profitabilitas maupun risiko intangiblitas.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan menambah periode tahun
penelitian sesuai dengan tahun pergantian dan objek penelitian.
Penambahan tahun dan objek penelitian berpotensi akan
memberikan hasil yang lebih baik.
c. Selain RGEC standar yang sudah berlaku global, penelitian
ekonomi Islam atau perbank syariah perlu dilengkapi dengan nilai
Islam sehingga menjadi RGECI dimana nilai Islam menjadi satu
kesatuan dengan RGEC walaupun penjelasannya akan menjadi
bagian integral yang dikombinasikan.
191
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Habib (2006a), “Withdrawal Risk, Market Discipline and Efficiency in
Islamic Banking”, in Tariqullah Khan and Dadang Muljawan (Eds.),
Islamic Banking Stability : The Role of Risk Management, Regulation and
Supervision, Islamic Research and Training Institute, Islamic
Development Bank, Jeddah.
Ahmed, Habib (2006), “Risk Management Assessment Systems : An Application
to Islamic Banks”. Islamic Economic Studies, Vol. 19 No.1.
Anwar, M., Song, L., dan Wu, Q., 2011. Do Islamic Banks Employ Less Earnings
Management. ERF 17 th Annual Conference.
Astutik, Puji 2014. “Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Menurut Risk Based Bank
Rating terhadap Kinerja Keuangan (Studi pada Bank Umum Syariah di
Indonesia)”. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2004. Islamic Micro Macro Economics. Module 1,
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2005. Sinlammim Kode Tuhan. Esa Alam, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2006. Jejak Islam Yang Hilang. Sinlammim, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2008. Analisis Pemodelan Sukuk Indonesia Malaysia
Dengan System Dynamics. Disertasi, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. January-April 2008. Comparative Study of Islamic
Bonds in Indonesia and Malaysia on System Dynamics Approach. Jurnal
Ekonomi Kemasyarakatan Equilibirium, Vol,5, No. 2 Jakarta.
http://www.stiead.ac.id.
192
Aziz, Roikhan Mochamad. August 2008. Kaffah Approach In Islamic Economics
Theory. Journal. University Islamic Indonesia (UII), Jogjakarta, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. August 2008. Holistic Thinking To Develop Islamic
Bonds In Indonesia. Proceeding. IAEI – University Airlangga (Unair),
Surabaya, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. September 2008. Sukuk Dynamics In System Thinking.
School Of Business (SBM), Institute Technology Bandung (ITB),
Bandung, Indonesia.
azziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Application Of Mathematics In
Information System Based On Al-Quran. Working Paper, Studium
General, State Islamic University (UIN) Jakarta, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Assimilation of Sinlammim Into
System Thinking In The Quantitative Method With Modeling On Sukuk As
Islamic Economic Instrument. Proceeding. University of Malahayati,
Lampung, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Future of Sukuk Between Malaysia
and Indonesia Based on System Thinking. Proceeding. Monash University,
Sunway Campus, Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Mistery of Digital Root Based On
Sinlammim Method. Proceeding. Institut Teknologi Bandung (ITB).
Bandung, Indonesia.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2008. The Root Of Mathematics And Science
Is level Compared With Religious Thinking. Proceeding. State Islamic
University (UIN) Jakarta, Indonesia.
193
Aziz, Roikhan Mochamad. November 2008. The Sukuk Competition Between
Indonesia and Malaysia With System Dynamics. Proceeding. University
Malaysia Sabah, Labuan, Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Kaffah Thinking on Sinlammim Method Through
Digital Root. Proceeding, ISOIT International Seminar on Islamic
Thought, UKM, Bangi, Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Education on Root Of Islam. Proceeding,
International Seminar On Islamic Education. UNJ, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Pasar Modal Syariah. Modul Kuliah, Fakultas
Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Moneter Syariah. Modul Kuliah, Fakultas
Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Perekonomian Indonesia. Modul Kuliah,
Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. Ekonomi Makromikro Syariah. Modul Kuliah,
Pasca Sarjana, Institut Agama Islam Negeri Raden Intan, Lampung.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2009. New Paradigm on Sinlammim Kaffah In Islamic
Economics. Jurnal Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. March 2009. The Application of Kaffah Economics on
Sukuk As Islamic Economic Instrument In OIC Countries. IRTI-IDB,
IIUM, Kuala Lumpur, Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. April 2009. Pemodelan Institusi Keuangan Islam
Berbasis Metode Sinlammim Kaffah (Studi Kelayakan Pada Bofsa), UII,
Jogjakarta.
194
Aziz, Roikhan Mochamad. August 2009. Islamic Principle and Financial Aspect
in Sukuk on Asset Becked securities. IALE Hukumonline.com, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. October 2009. Kaffah Thinking on Sinlammim Method
Through Digital Root. Proceeding, UKM Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Ekonomi Makro Islam Tuga Dimensi. Modul
Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain. Modul
Kuliah, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Islamic Civilization Versus western System.
Proceeding. International Conference on Islamic Civilization. Kahorem
Pakistam.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Ekonomi Moneter Tiga Dimensi. Modul Kuliah,
Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Perbankan Syariah. Modul Kuliah, Fakultas
Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Ekonomi Islam Tiga Dimensi. Modul Kuliah,
Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. The Prospect Of Islamic Revival In Indonesia
2015 Based on Development of Sukuk The Sukuk Through Sinlammim
Kaffah Method. Approved Paper For Seminar Sharia Economics Days
(Second), UI, Depok.
195
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. New Paradigm in On Sinlammim Kaffah In
Islamic Economics. Jurnal Signifikan, Vol. 9, No.2, Mei-Agustus, Jakarta.
http://www.uinjkt.ac.id.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Academic Literature, Haji Finance
Management, Ministerial of Religious, Affair. Directorate General of Haji,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2010. Education on Root of Islam. Proceeding
International Seminar Islam's Contribution in Education to Empower
Human Resources.
Aziz, Roikhan Mochamad. April 2010. The prospect of IslamicRevival in
Indonesia 2015 Based on Development of Sukuk The Skuk Through
Sinlamim Kaffaf Method. Approved Paper For Seminar Sharia Economics
Days (Second), UI, Depok.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2011. New Paradigm on System Thinking. Jurnal
Ekonotika. Fakultas Ekonomi Bisnis, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi
Pembangunan (IESP), Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2011. Draft regulation Act of Haji Finance
Management, Ministerial of Religious, Affair. Directorate General of Haji,
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Sinlamim: Kode Tuhan, Esa Alam, Jakarta.
Http://www.tokogunungagung.co.id
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Information System on Islam. Book Of MIS
Project Vol 1, Vol 2, Vol 3, Vol 4, Computer Comunication Information
Techonology, Faculty of Techniquem University of Indonesia, Depok.
196
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Five Pillars of Economy, Economy Development
In Islamic Perspective. Book of Journal, Development Studdies, Fauculty
Economics Bussiniess, State Islamic University. Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Islamic Economic. Book of Article, University
Of Islam Riau (UIR).
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. Keterkaitan Indikator Moneter Syariah
Terhadap Pendapatan Domestik Bruto. Jurnal Signifikan Vol. 1 No. 1.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2012. New Paradigm on Islamic Kafah in Islamic
Economics. Jurnal Signifikan Vol. 1 No. 2.
Aziz, Roikhan Mochamad. April 2012. Islamic Micro Economy. Book of Article,
IESP Program FEB, UIN Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. May 2012. Macro Economy in Islam. Book of Article
Accounting Program FEB, UIN Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. June 2012. Islamic Economic. Book of Article,
University of Islam Riau (UIR).
Azis, Roikhan Mochamad. Oktober 2012. Five Pillars of Economy. Economy
Press. Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. November 2012. Information System on Islam. Book
Of MIS Project Vol 1, Vol 2, Vol 3, Vol 4, Computer
Communication Information Technology, Faculty Of Techniquem
University Of Indonesia, Depok.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. Pemodalan Lembaga Keuangan Syariah Non
Bank Dengan Metode Islam. Jurnal Ekonomi Umat. Vol 7 No.2, Jakarta.
http://www.uhamka.ac.id.
197
Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. Islamic Monetary Based On Method. Book of
Journal. Islamic Monetary Program State Islamic University, Faculty of
Economics Bussiness.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. The Simulation of Islamic Economic Instrument
as Sukuk. Jurnal Nalar Fiqh Vol. 8 No. 2.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2013. Determinan Tabungan Mudharabah di
Indonesia. Jurnal Signifikan Vol. 2 No. 2. Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. Januari 2013. Islamic Monetary Based On Method.
Book of Islam. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. UIN
Press, Jakarta.
Azis, Roikhan Mochamad. Januari – April 2013. Pemodelan Lembaga Keuangan
Syariah Non Bank Dengan Metode Islam. Jurnal Ekonomi Umat. Vol 7
No.2, Jakarta http://www.uhamka.ac.id.\
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Integrasi Ilmu Ekonomi Islam: Pendekatan
Filosofis dan Simbolik. Integrasi Keilmuan. UIN Press, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Dida dan Kada dalam Bahasa, Agama, serta
Keragaman Budaya. Dialektika, Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Vol. 1 No. 1.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Economic is Universal Compliance. The 1st
International Conference on Thoughts on Human Science in Islam (IC-
ThuSI) Sadra International Institute & STFI Sadra Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Islamic Physics. Proceeding of Islam, Science,
and Civilization UIN Walisongo dan Universitas Teknologi Malaysia.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2014. Peran Kata Ganti Dalam Membangun Karakter
Generasi Muda. Prosiding Seminar Nasional STKIP Siliwangi Bandung.
198
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Bahan Ajar (Diktat) Mata Kuliah: Investasi
Pasar Modal Syariah. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah. UIN Press, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Bahan Ajar (Diktat) Mata Kuliah: Ekonomi
Makro Mikro Dalam Prespektif Islam. Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah. UIN Press, Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Teori H dalam Islam Sebagai Wahyu dan
Turats. Jurnal UIN Syarif Hidayatullah.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Schumpeter Thought and Islamic Worldview.
Proceedings of International Seminar on Islamic Economics FEB UIN
Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Hahslm Islamic Economic Methodology.
Proceeding ICOSEC: Developing Countries Readiness Toward Global
Universitas Negri Solo, Surakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. The Influence of Household's Income, Price and
Religiosity Towards Consumption of Halal Product. Proceeding of Call
For Paper And International Seminar on Thoughts of Schumpeter and
Islamic Economics Jakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Hahslm Psychology in Family System. Book of
Abstract International Conference on Islamic Psychology (ICONYPSY).
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Rumus Tuhan Hahslm Dalam Ekonomi. Buku
Program Seminar Nasional Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2015. Peer Review of Teaching as an Integral Part of
The Programme Accreditation Self Evaluation in FEB SIU Jakarta.
International Collaborative Research antara FEB UIN Jakarta dengan
199
University of Graz (Austria), University of Applied Sciences Wurzburg-
Schweinfurt (Jerman), dan University of Rhein Waal (Jerman).
Aziz, Roikhan Mochamad. Agustus 2015. Rumus Tuhan Hahslm Dalam Berpikir
Menyeluruh Sebagai Metedologi Ekonomi Islam. Procedding ICIEF15:
Strengthning Islamic Economics and Financial Institution for Financial
Institution for the Welfare of Ummah. Universitas Mataram, Lombok.
Aziz, Roikhan Mochamad. September 2015. Hahslm Islamic Economics
Methodology. Proceeding ICOSEC: Developing Countries Readiness
Toward Global Universitas Negeri Solo, Surakarta.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Teori H Sebagai Wahyu Dan Turats Dalam
Islam. Jurnal Ushuluddin Vol 24 No 1. Universitas Islam Negeri Riau.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Gold Pawn in Indonesian Islamic Banks and
Pawnshop for Asset Growth of Islamic Pawnshop. The 3rd
Sebelas Maret
International Conference on Business, Economics and Social Science
Solo.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Factors of Internal, External And Religiosity To
Influence Lecture Performance By Peer Review Teaching on HAHSLM
Approach. The 3rd International Conference on Socio-Cultural
Relationship and Education Pedagogy Learning Science Bali.
Aziz, Roikhan Mochamad. 2016. Bazis Scholarship Funds And Student
Achievement. Jurnal Shirkah Vol. 1 No. 2.
Bank Indonesia, Lampiran Surat Edaran No.9/24/2007 DPbs Tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
Bank Indonesia. 2004. PBI Nomor 6/10/PBI/2004 Tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum. (www.bi.go.id diakses tanggal 13 Juni
2017).
200
_____________. 2007. PBI Nomor 9/1/PBI/2007 Perihal Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
(www.bi.go.id diakses tanggal 13 Juni 2017).
Bank Indonesia. 2013. Statistik Perbankan Indonesia. Direktorat Perizinan dan
Informasi Perbankan. 9 No 1 2010.
BAPEPAM. 2004. Peraturan No IX.5: Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan
kerja Komite Audit. Jakarta
Fitriana, Nur dkk. 2015. “Tingkat Kesehatan BUMN Syariah dengan BUMN
Konvensional : Metode RGEC (Risk Profile, Good Corporate Governance,
Earnings dan Capital)”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis (JEBI) Vol. 17 No.02
September 2015. STAIN Pekalongan.
Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Hussain, H.A.; dan Jasim Al-Ajmi. (2012). Risk Management Practices of
Conventional and Islamic Banks in Bahrain. The Journal of Risk Finance,
13 (3): 215-239.
Jensen, M.C., dan Meckling, W.H., 1976. Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics, 3. pp.305-360.
M, Muhamad Ibadil. (2013). Analisis Pengaruh Risiko, Tingkat Efisiensi, dan
Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan
(tidak dipublikasikan).
Maghyereh, Akhtam I.; dan Basel Awartani. (2014). The Effect of Market
Structure, Regulation, and Risk on Banks Efficiency. Journal of Economic
Studies, 41(3): 405-430.
201
Mokni, Rim Ben Selma et al. (2014). Risk Management Tools Practiced in
Islamic Banks: Evidence in MENA Region. Journal of Islamic Accounting
and Business Research, 5 (1): 77-97.
Mutia, Noor. 2014. “Penilaian Tingkat Kesehatan Bank : CAMEL dan RGEC”.
Noormutia.blogspot.com/2014/04/blk5.html diakses 13 Januari 2017.
Otoritas Jasa Keuangan.2014.POJK Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Penilaian
Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. (www.ojk.go.id
diakses tanggal 22 Agustus 2017)
Permana, Bayu Aji.2012. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Metode
CAMELS dan Metode RGEC. Jurnal Akuntansi UNESA, Vol.1 No.1.
Permatasari, Ika; dan Novitasary. (2014). Pengaruh Implementasi Good Corporate
Governance terhadap Permodalan dan Kinerja Perbankan di Indonesia:
Manajemen Risiko Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Ekonomi
Kuantitatif Terapan, 7(1):52-59.
Poudel, Ravi Prakash Sharma. (2012). The Impact of Credit Risk Management on
Financial Performance of Commercial Banks in Nepal. International
Journal of Arts and Commerce, 1(5): 10-15.
Prasetyia, Ferry; dan Kanda Diendtara. (2011). Pengukuran Efisiensi Perbankan
Syariah Berbasis Manajemen Risiko. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 15
(1): 119-129.
Purnamasari, K.; Irene H.; dan Evelyn S. (2012). Financial Risks, Growth,
Earnings, and Stock Returns Relationship: The Case of Indonesia.
International Review of Business Research Papers, 8(7): 79-93.
Rahman, Abdul; dan Baldric Siregar. (2012). Kecenderungan Penerimaan Opini
Audit Going Concern: Studi Empiris di Bursa Efek Indonesia. JRAK, 8(2):
91-112.
202
Ramadhany, Adinda Putri,dkk. 2015. Analisis Perbandingan Tingkat Kesehatan
Bank Berdasarkan Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings
dan Capital (RGEC) pada Bank Konvensional BUMN dan Swasta (Studi
pada BUMN dan Bank Swasta Nasional Devisa yang terdaftar di BEI
Periode 2011-2013)”. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol.23 No.1 Juni
2015. Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya:Malang.
Rodoni, Ahmad; dan Herni Ali. (2014). Manajemen Keuangan Modern. Penerbit
Mitra Wacana Media, Jakarta.
Sekaran, Uma. (2014). Research Methods for Business. Jakarta: Salemba Empat.
Shen, Xuan; dan Valentina Hartarska. (2013). Derivatives as Risk Management
and Performance of Agricultural Banks. Agricultural Finance Review,
73(2): 290 -309.
Sutawijaya, Adrian; dan Etty Puji Lestari. (2009). “Efisiensi Teknik Perbankan
Indonesia Pascakrisis Ekonomi: Sebuah Studi Empiris Penerapan Model
DEA”. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 2 (1): 49-67.
Tiby, Amr Mohamed El. 2011. Islamic Banking : How to Manage Risk and
Improve Profitability. New Jersey : John Wiley & Son.
Umiyati; dan Queenindya Permata Faly. (2015). Pengukuran Kinerja Bank
Syariah dengan Metode RGEC. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Islam
Vol.2, No.2.
Wahyuni, Sri; dan Iwan Fakhruddin. (2014). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Sustainability Ratio Perbankan Syariah di Indonesia.
Seminar Nasional dan Call For Paper Program Studi Akuntansi-FEB
UMS (pp 113-128).
203
Wasiuzzaman, Shaista; dan Umadevi Nair Gunasegavan. (2013). Comparative
Study of the Performance of Islamic and Conventional Banks.
Humanomics, 29(1): 43-60.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/POJK.03/2014
Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP
Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP
Recommended