View
231
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SUSU UHT (Ultra High Temperature)
PADA PT. INDOLAKTO - SUKABUMI
Oleh : M I A W I D H I A S T U T I
A14102009
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2
RINGKASAN MIA WIDHI ASTUTI. Perencanaan Kebutuhan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu UHT (Ultra High Temprature) Pada PT. Indolakto-Sukabumi. (Di bawah bimbingan SRI HARTOYO)
Susu UHT merupakan hasil dari perkembangan teknologi pengolahan susu, yaitu melalui proses pengolahan pada suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-145 derajat Celsius) selama 2-5 detik (Amanatidis dalam Republika Juli 2005). Perkembangan teknologi susu khususnya untuk susu UHT mendapat perhatian yang serius dari pemerintah mengingat konsumsi susu cair masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, yaitu 62 juta liter per tahun. Oleh karena itu, pemerintah akan mengambil tanggung jawab untuk mengkampanyekan kebiasaan minum susu UHT. Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan susu menyebabkan persaingan semakin meningkat sehingga keunggulan kompetitif menjadi penting. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah pengembangan keragaan manajemen produksi dan operasi organisasi melalui manajemen produksi dan persediaan. PT. Indolakto merupakan salah satu produsen susu UHT yang sedang berkembang. Adanya perubahan permintaan konsumen terhadap susu UHT seringkali menuntut pihak perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap rencana produksinya (revisi rencana produksi). Selain itu, kebijakan perusahaan menyangkut perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku sering dihadapkan pada kendala investasi yang terlalu banyak atau menekan persediaan. Masing-masing akan memiliki konsekuensi terhadap biaya persediaan, kelancaran produksi dan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu, diperlukan sistem pengendalian persediaan yang optimal sehingga perusahaan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis sistem pengadaan dan pengendalian bahan baku susu UHT yang dilakukan perusahaan. (2) Mengetahui apakah ada suatu rencana yang lebih tepat untuk mengatasi adanya perubahan-perubahan permintaan konsumen terhadap produk susu UHT pada PT. Indolakto. (3) Mengetahui implikasi dari hasil perencanaan yang lebih tepat tersebut dalam menentukan alternatif tingkat persediaan bahan baku PT. Indolakto untuk periode selanjutnya. (4) Menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dilihat dari biaya persediaan.
Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari PT. Indolakto yang berlokasi di Jalan Raya Siliwangi, Cicurug, Sukabumi pada bulan April - Mei 2006 melalui hasil pengamatan dan wawancara dengan karyawan, manajer, dan kepala divisi yang berkaitan. Data sekunder diperoleh dari buku-buku, hasil laporan penelitian terkait, catatan perusahaan, literatur perusahaan dan instansi terkait serta literatur lainnya. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Minitab 14. Untuk menganalisis metode pengendalian persediaan bahan baku perusahaan di tahun 2005 akan digunakan model MRP teknik EOQ, dan PPB. Setelah itu dipilih satu model alternatif untuk digunakan dalam analisis pengendalian persediaan bahan baku di tahun 2006 berdasarkan perencanaan bahan baku hasil peramalan dekomposisi aditif.
3
Data produksi susu UHT PT. Indolakto (tahun 2000-2005) adalah tidak stasioner, memiliki unsur tren dan musiman. Hal ini ditunjukkan dari sebaran data produksi yang tidak berada disekitar garis lurus dan memiliki kecenderungan meningkat serta nilai koefisien autokorelasi yang membentuk suatu siklus yang memiliki titik tertinggi, terendah dan berulang setiap tahunnya. Metode peramalan yang digunakan adalah metode dekomposisi aditif. Model ramalan yang terbentuk adalah Ýt = 503951 + (23683.6 x t) + IMTt.
Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu sistem pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku susu UHT di PT. Indolakto belum optimal dari segi biaya persediaan. Hal ini ditunjukkan dari tingginya biaya persediaan yang dihasilkan perusahaan dibandingkan sistem pengendalian menggunakan metode MRP teknik EOQ dan PPB.
Rencana produksi susu UHT untuk periode tahun 2006 diperoleh dari pengurangan jumlah produksi hasil ramalan dan persediaan akhir (persediaan pengaman) dengan persediaan awal tahun 2006. Persediaan pengaman dihitung berdasarkan tingkat pelayanan perusahaan di tahun 2005 yaitu 102.97 persen. Perencanaan kebutuhan bahan baku SMP dan gula diturunkan dari rencana produksi susu UHT. Proporsi SMP dan gula dalam 1 kilogram susu UHT masing-masing sebesar 9 persen dan 6 persen.
Ada suatu rencana yang lebih tepat untuk mengatasi adanya perubahan-perubahan permintaan konsumen terhadap produk susu UHT pada PT. Indolakto, yaitu melalui metode peramalan dekomposisi aditif. Metode peramalan tersebut menghasilkan penyimpangan yang rendah. Perencanaan kebutuhan bahan baku susu UHT pada PT. Indolakto melalui proyeksi hasil peramalan dekomposisi aditif untuk periode tahun 2006 menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan bahan baku (SMP dan gula) akibat dari meningkatnya jumlah produksi susu UHT di tahun 2006. Total produksi susu UHT pada tahun 2006 diperkirakan naik 21.47 persen menjadi 27 983 916.89 kg. Produksi puncak perusahaan diperkirakan terjadi pada bulan September 2006.
Metode MRP teknik PPB merupakan model alternatif yang digunakan untuk menganalisis pengendalian persediaan bahan baku berdasarkan hasil ramalan tahun 2006 karena model tersebut terbukti menghasilkan penghematan terhadap biaya persediaan dan biaya pembelian perusahaan pada tahun 2005. Sementara hasil analisis pengendalian persediaan bahan baku pada tahun 2006 dengan metode PPB masih memberikan penghematan terhadap biaya persediaan dan biaya pembelian perusahaan Oleh karena itu metode MRP teknik PPB direkomendasikan sebagai model alternatif dalam sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dilihat dari biaya persediaan bahan bakunya. Penggunaan metode MRP teknik PPB dapat dijadikan alternatif bagi pengendalian persediaan perusahaan karena metode ini menghasilkan periode gabungan yang akan meminimumkan biaya persediaan (biaya pemesanan dan biaya penyimpanan). Metode ini lebih dinamis dalam menyeimbangkan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang dikeluarkan perusahaan. Selain itu, metode PPB dapat lebih fleksibel dalam penggabungan kebutuhan bersih SMP dan gula selama periode tertentu jika terjadi perubahan biaya persediaan. Metode PPB juga dapat menggabungkan periode gabungan lebih dari satu periode kebutuhan bersih bahan baku.
4
PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SUSU UHT (Ultra High Temperature)
PADA PT. INDOLAKTO - SUKABUMI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : M I A W I D H I A S T U T I
A14102009
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
5
Judul Skripsi : Perencanaan Kebutuhan dan Pengendalian Persediaan Bahan
Baku Susu UHT (Ultra High Temperature) Pada PT. Indolakto – Sukabumi
Nama : Mia Widhi Astuti NRP : A14102009
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir Sri Hartoyo, MS NIP. 131 124 021
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698
Tanggal lulus : ________________
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN
BAHAN BAKU SUSU ULTRA HIGH TEMPERATURE PADA PT.
INDOLAKTO-SUKABUMI” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA
PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK
TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA
MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA
SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH
DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI
BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Juni 2006
Mia Widhi Astuti. A14102009
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Mei 1984 di Praya, Lombok Tengah
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Penulis yang bernama lengkap Mia Widhi
Astuti adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan ayahanda I Made Subamia
dan ibunda Yuni Astuti.
Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 2 Sumbawa Besar tahun
1990 hingga tahun 1992, kemudian penulis pindah ke SDN 6 Sumbawa Besar
hingga tahun 1996. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan pada sekolah
menengah pertama di SLTP Negeri 1 Sumbawa Besar hingga tahun 1999. Pada
tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 1
Mataram, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program
Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan,
seperti Himpunan Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA)
periode 2003-2004 sebagai staf IT (Information Technology) Departemen
Informasi, Student Company Archipelago (GLOBE) UKM Century pada periode
2003-2004 sebagai staf divisi Finance, UKM Century periode 2004-2005 sebagai
ketua divisi IT, klub fotografi (LENSA) periode 2004-2005, Badan Eksekutif
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2004-2005 sebagai staf
Departemen Informasi dan Komunikasi, dan terakhir menjadi anggota Ikatan
Mahasiswa Masyarakat (IMMA) NTB-Bogor periode 2005-2006.
8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
UCAPAN TERIMAKASIH.................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................... 1 Perumusan Masalah Penelitian ....................................................................... 4 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6 Kegunaan Penelitian........................................................................................ 7 Batasan Penelitian .......................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA Persediaan........................................................................................................ 9
2.1.1 Pengertian dan Peran Persediaan ................................................ 9 2.1.2 Bahan Baku ................................................................................ 9 2.1.3 Fungsi persediaan ....................................................................... 10 2.1.4 Jenis dan Tipe Persediaan .......................................................... 10 2.1.5 Biaya Persediaan ........................................................................ 11
Model Pengendalian Persediaan ..................................................................... 11 Perencanaan Kebutuhan Bahan ( MRP) ......................................................... 12
2.3.1 Economic Order Quantity (EOQ) .............................................. 14 2.3.2 Lot For Lot ................................................................................. 15 2.3.3 Part Periode Balancing (PPB) ................................................... 16
Peramalan dan Perencanaan ............................................................................ 17 2.4.1 Peran Peramalan .......................................................................... 17 2.4.2 Metode-metode Peramalan.......................................................... 18 2.4.3 Identifikasi Pola Data .................................................................. 19 2.4.4 Metode Kausal ............................................................................ 20 2.4.5 Metode Time Series .................................................................... 21 2.4.6 Pemilihan Metode Peramalan ...................................................... 22
Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................................ 22 Keunggulan Penelitian ................................................................................... 26 Kerangka Pemikiran Penelitian ...................................................................... 26
9
III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................... 32 Jenis dan Sumber Data ................................................................................... 32 Model Analisa Data ........................................................................................ 33
3.3.1 Identifikasi Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan ............................................................. 33
3.3.2 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku ........ 33 3.3.3 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan ........................ 37 3.3.4 Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan
Berdasarkan Data Historis .......................................................... 37 3.3.5 Peramalan Produksi .................................................................... 38 3.3.6 Metode Dekomposisi .................................................................. 38 3.3.7 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Berdasarkan Hasil Ramalan ....................................................... 39 3.4 Definisi Operasional ............................................................................. 40
IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Perkembangan Perusahaan ...................................................... 39 4.2 Lokasi Perusahaan dan Tata Letak Bangunan ...................................... 40
4.2.1 Lokasi Perusahaan ...................................................................... 41 4.2.2 Tata Letak Bangunan ................................................................. 41
4.3 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan .............................................. 42 4.3.1 Struktur Organisasi ................................................................... 43 4.3.2 Sistem Ketenagakerjaan ........................................................... 44
4.3.2.1 Tenaga Kerja .................................................................... 44 4.3.2.2 Strata Pendidikan Pekerja ................................................ 45 4.3.2.3 Waktu Kerja dan Sistem Intensif .................................... 45 4.3.2.4 Jaminan Kesejahteraan dan Masa Cuti ............................ 47
4.4 Proses Produksi ..................................................................................... 48
V. SISTEM PENGADAAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PERUSAHAAN 5.1 Penyimpanan dan Penggunaan Bahan ................................................. . 53 5.2 Jenis dan Asal Bahan Baku ................................................................. . 54 5.3 Biaya-biaya Persediaan ......................................................................... 58
5.3.1 Biaya Pemesanan ........................................................................ 58 5.3.2 Biaya Penyimpanan .................................................................... 60
5.4 Prosedur Pengadaan dan Penerimaan Bahan Baku ............................... 62 5.5 Pengendalian Kualitas Bahan Baku ...................................................... 65
VI. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PERUSAHAAN
Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan ........................................ 67 Metode Material Requirement Planning (MRP) ............................................ 71
6.2.1 Metode MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ) ........... 73 6.2.2 Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB) .................. 74
Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan .............................. 76
10
Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Data Historis Perusahaan Tahun 2005 ............................................ 78
VII. PERENCANAAN BAHAN BAKU Peramalan Produksi ........................................................................................ 80
7.1.1 Identifikasi Pola Data ................................................................. 80 7.1.2 Peramalan Produksi ………………………………………….... 82
Perencanaan Produksi .................................................................................... 86 Perencanaan Kebutuhan Bahan ..................................................................... 88 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode MRP Teknik PBB untuk Periode Selanjutnya .......................................................................... 90 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan.............................. 93 Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Periode Selanjutnya ................................................................................... 94
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan .......................................................................................... 96 8.2 Saran .................................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 98
LAMPIRAN ........................................................................................................100
11
DAFTAR TABEL
Nomor Hal
Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Susu (Indonesia) ............................................ 2
Tabel 2. Tabel Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP .................. 16
Tabel 3. Format Rencana MRP ......................................................................... 34
Tabel 4. Spesifikasi Fresh Milk yang diterima PT. Indolakto........................... 54
Tabel 5. Standar Mutu Skim Milk Powder (SMP) PT. Indolakto...................... 57
Tabel 6. Standar Mutu Gula PT. Indolakto ....................................................... 58
Tabel 7. Biaya Pemesanan Bahan Baku PT. Indolakto per Pesanan ................ 60
Tabel 8. Biaya Penyimpanan Bahan Baku PT. Indolakto per tahun ................. 62
Tabel 9. Persediaan Akhir Bahan Baku SMP dan Gula Selama Tahun 2005 ... 69
Tabel 10. Biaya Persediaan Bahan Baku per tahun periode 2005 menggunakan Metode perusahaan ..................................................... 70
Tabel 11. Biaya Pembelian SMP dan Gula dengan Metode Perusahaan Tahun 2005 ......................................................................................... 71
Tabel 12. Biaya Persediaan SMP dan Gula dengan Metode EOQ Tahun 2005 . 73
Tabel 13. Biaya Persediaan SMP dan Gula dengan Metode PPB Tahun 2005... 75
Tabel 14. Perbandingan Frekuensi, Biaya Persediaan Total SMP dan Gula Tahun 2005.......................................................................................... 77
Tabel 15. Penghematan Biaya Persediaan dengan Metode MRP Teknik EOQ dan PPB ...................................................................................... 77
Tabel 16. Hasil Peramalan Produksi Susu UHT Periode Tahun 2006 dengan Metode Dekomposisi Aditif ................................................... 83
Tabel 17. Perbandingan Hasil Ramalan dengan Data Aktual Produksi Susu UHT PT. Indolakto Bulan Januari - Maret 2006................................. 86
Tabel 18. Jumlah Penjualan, Produksi, Persediaan Pengaman, dan Rencana Produksi Susu UHT PT. Indolakto Tahun 2006 ................................. 87
Tabel 19. Rencana Produksi (kg) dan Rencana Kebutuhan Bahan Baku (kg) Hasil Proyeksi Bulanan Tahun 2006 ................................................... 89
12
Tabel 20. Biaya Persediaan SMP dan Gula dengan Metode MRP teknik PPB tahun 2006 ................................................................................... 92
Tabel 21. Biaya Pembelian SMP dan Gula dengan Metode PPB Tahun 2006 ... 92
Tabel 22. Perbandingan Biaya Persediaan Total SMP dan Gula Metode PPB Tahun 2006 dengan Metode Perusahaan Tahun 2005 ........................ 93
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor Hal
Gambar 1. .................................................................................................................. Biaya Persediaan ........................................................................................................................13
Gambar 2. .................................................................................................................. Penggunaan Peramalan Permintaan dalam Subsistem Produksi Operasi .............................................................................................. 18
Gambar 3. .................................................................................................................. Pola Permintaan terhadap Suatu Barang atau Jasa .............................. 19
Gambar 4. .................................................................................................................. Bagan Kerangka Pemikiran ................................................................. 27
Gambar 5. .................................................................................................................. Bagan Kerangka Operasional Penelitian ............................................. 31
Gambar 6. .................................................................................................................. Plot Data Produksi Susu UHT PT. Indolakto Periode 2000-2005 ...... 80
Gambar 7. Plot Data Hasil Peramalan Produksi Susu UHT PT. Indolakto Periode Tahun 2006 .......................................................................... 84
Gambar 8. .................................................................................................................. Plot Data Aktual, Ramalan dan Error dari Data Produksi Susu UHT PT. Indolakto Periode Tahun 2000-2005 ................................. 85
14
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Hal
Lampiran 1. Denah Lokasi Pabrik PT. Indolakto ............................................. 100
Lampiran 2. Denah Tata Letak Pabrik PT. Indolakto ........................................ 101
Lampiran 3. Bagan Struktur Organisasi PT. Indolakto ..................................... 102
Lampiran 4. Diagram Alir Proses Pengolahan Susu UHT ................................ 103
Lampiran 5. Bagan Alir Prosedur Penerimaan Bahan Baku di Warehouse Raw Material ................................................................................. 104
Lampiran 6. Perbandingan Antara Merode Pengendalian Persediaan Pada Keseluruhan Persediaan SMP dan Gula Tahun 2005.................... 105
Lampiran 7. Data Produksi Bulanan Susu UHT PT. Indolakto Tahun 2000-2005 ............................................................................................... 106
Lampiran 8. Plot Autokorelasi (ACF) dan Autokorelasi Parsial (PACF) Produksi Susu UHT....................................................................... 108
Lampiran 9. Hasil Differensing pertama Autokorelasi (ACF d1) dan Autokorelasi Parsial (PACF d1).................................................... 109
Lampiran 10. Perbandingan Nilai MSE dari Beberapa Model Time Series yang Diujikan ................................................................................ 110
Lampiran 11. Suku Bunga Simpanan Berjangka Rupiah Bank Umum (12 Bulan) Tahun 2005 ................................................................. 110
Lampiran 12. Metode Dekomposisi Model Aditif (L= 12) ................................. 111
Lampiran 13. Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP untuk Bahan Baku SMP Tahun 2005 ................................................................. 116
Lampiran 14. Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP untuk Bahan Baku Gula...................................................................................... 116
Lampiran 15. MRP untuk Bahan Baku SMP dengan Teknik EOQ Tahun 2005 (EOQ SMP = 36 199.35 kg) (buffer stock = 86 389.30 kg) ................. 117
Lampiran 16. MRP untuk Bahan Baku Gula dengan Teknik EOQ Tahun 2005 (EOQ Gula = 51 683.53 kg) (buffer stock = 28 796.43 kg) .................. 117
Lampiran 17. Biaya Pembelian SMP dan Gula dengan Metode EOQ Tahun 2005
15
Lampiran 18. MRP Teknik PPB yang disesuaikan untuk Bahan Baku SMP Tahun 2005 dengan sediaan pengaman 50% ................................................ 118
Lampiran 19. MRP Teknik PPB yang disesuaikan untuk Bahan Baku Gula Tahun 2005 (buffer 25%) ........................................................................... 118
Lampiran 20. Biaya Pembelian SMP dan Gula dengan Metode PPB Tahun 2005 ............................................................................................... 118
Lampiran 21. Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP untuk Bahan Baku SMP Tahun 2006 ................................................................. 119
Lampiran 22. Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP untuk Bahan Baku Gula Tahun 2006 ................................................................. 119
Lampiran 23. MRP Teknik PPB yang disesuaikan untuk Bahan Baku SMP Tahun 2006 dengan sediaan pengaman 50% ................................ 120
Lampiran 24. MRP Teknik PPB yang disesuaikan untuk Bahan Baku Gula Tahun 2006 (buffer 25%) .............................................................. 120
16
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Susu merupakan bahan pangan yang banyak mengandung unsur-unsur
penting yang diperlukan tubuh seperti: protein, lemak, karbohidrat, mineral,
vitamin dan unsur penting lainnya. Mengkonsumsi susu memberikan banyak
manfaat, diantaranya mengurangi resiko kanker usus dan rectum (hasil penelitian
di Harvard School of Public Health and Women), mencegah osteoporosis,
hipertensi dan dianjurkan dalam DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension)1, mempunyai kemampuan untuk mengikat polutan yang membantu
mengurangi dampak buruk polusi, serta mampu meningkatkan tubuh
memproduksi melatonin di malam hari yang berfungsi sebagai hormon sekaligus
antioksidan yang membuat tubuh bisa beristirahat. Upaya penggalakan minum
susu dirintis oleh Prof. Poorwo Sudarmo (Bapak Gizi Indonesia) yang
mencetuskan Empat Sehat Lima Sempurna pada tahun 1950-an.
Berdasarkan jenisnya, susu yang kini beredar meliputi susu bubuk, susu
kental manis, susu pasteur isasi dan susu Ultra Hight Temperature (UHT). Susu
UHT merupakan hasil dari perkembangan teknologi pengolahan susu, yaitu
melalui proses pengolahan pada suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-
145 derajat Celsius) selama 2-5 detik1. Susu UHT memiliki keunggulan dalam hal
penyimpanan yang lebih tahan lama (lebih dari 6 bulan tanpa disimpan dalam
mesin pendingin), berkualitas tinggi, bebas dari mikroorganisme, dan adanya
pengurangan waktu produksi, serta meminimalisasi jeda waktu antara pengiriman
dan pendinginan. Susu UHT biasanya dikemas dengan kemasan aseptik yang
1 Republika,19 Juli 2005
17
membuat susu dapat dikonsumsi kapan saja tanpa memerlukan alat pendingin
khusus. Perkembangan teknologi susu khususnya untuk susu UHT mendapat
perhatian yang serius dari pemerintah. Pemerintah akan mengambil tanggung
jawab untuk mengkampanyekan kebiasaan minum susu UHT2).
Mengingat pentingnya manfaat dan kegunaan dari susu dalam kehidupan
sehari-hari, maka peluang dalam agroindustri susu masih terbuka lebar. Hal ini
juga didukung oleh jumlah konsumsi susu nasional pada Tabel 1 yang
menunjukkan peningkatan meskipun pada tahun 1996, 1997, 1998, dan 2001
mengalami penurunan. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 1998, yaitu 219 100
ton dari konsumsi tahun 1997 yang dipengaruhi oleh terjadinya krisis moneter.
Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Susu (Indonesia) Tahun 1994-2004 (000 ton) Tahun Produksi Nasional Impor Ekspor Konsumsi Nasional 1995 433.4 974.7 0.0 1 408.1 1996 441.2 739.4 0.0 1 180.6 1997 423.7 692.8 0.0 1 116.5 1998 375.4 588.0 66.0 897.4 1999 436.0 822.0 142.0 1 116.0 2000 495.7 1 479.8 575.5 1 400.0 2001 479.9 1 476.0 693.0 1 262.9 2002 493.4 1 382.6 609.6 1 266.4 2003 553.4 1 425.2 461.2 1 517.4
2004* 596.3 1 425.2 461.2 1 560.3 Sumber : Deptan, 2004 Keterangan : * Angka sementara 2004
Produksi susu nasional juga mengalami peningkatan meskipun beberapa
tahun tertentu mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan. Berdasarkan
Tabel 1 terlihat bahwa impor susu Indonesia masih terus meningkat. Dengan kata
lain, produksi susu dalam negeri masih belum dapat memenuhi konsumsi dalam
negeri itu sendiri sehingga masih terbuka peluang untuk mengembangkan usaha
pengolahan susu di Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih memilih
mengkonsumsi susu olahan. Selain itu, berdasarkan hasil survei perusahaan riset
2 Kompas, 19 April 2004
18
pasar global Canadean pada tahun 20043), konsumsi susu cair penduduk Indonesia
baru mencapai 62 juta liter per tahun. Sementara Amerika Serikat (AS) mencapai
22 350 juta liter, India 42 001 juta liter, Cina 6 345 juta liter, Pakistan 28 671 juta
liter, Spanyol 4 577 juta liter. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi susu cair
masyarakat Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain.
Seiring dengan berkembangnya perusahaan pengolahan susu
menyebabkan persaingan dalam industri tersebut semakin meningkat. Keunggulan
kompetitif perusahaan akan menjadi penting untuk dapat bertahan dalam industri
tersebut. Salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk mendapatkan keuntungan
dari pengembangan organisasi dalam globalisasi adalah pengembangan keragaan
manajemen produksi dan operasi organisasi. Manajemen produksi dan persediaan
sangat memainkan peranan penting dalam penciptaan keunggulan kompetitif dari
industri karena mempengaruhi formulasi dari strategi-strategi bisnis industri.
Pengendalian persediaan bahan baku merupakan bagian dari manajemen
produksi dalam rangka memenuhi jumlah persediaan bahan baku, waktu, dan
kualitas yang tepat. Bahan baku industri merupakan sumberdaya yang dapat
memberikan value added komoditas/produk bila dipergunakan secara efisien dan
efektif. Bahan baku membentuk bagian menyeluruh dari produk jadi sehingga
ketersediaan bahan baku sangat menunjang dalam menghasilkan produk jadi.
Kelebihan persediaan mengakibatkan adanya biaya ekstra dari sudut biaya
penyimpanan dan opportunity cost yang disebabkan nilai investasi pada
persediaan yang menganggur sebenarnya dapat dialokasikan untuk kepentingan
lain. Sebaliknya jika terjadi kekurangan persediaan dapat menghambat beberapa
3 Pikiran Rakyat, 30 April 2005
19
hal, diantaranya proses produksi, pemenuhan permintaan pelanggan, dan
peningkatan biaya pemesanan sejalan dengan meningkatnya frekuensi pembelian.
Dalam rangka menciptakan keunggulan kompetitif melalui manajemen
pengendalian persediaan, maka diperlukan suatu perencanaan yang tepat.
Perencanaan dan pengendalian untuk operasi menuntut penaksiran atas
permintaan akan produk atau jasa yang diharapkan akan disediakan organisasi di
masa mendatang (Buffa dan Sarin, 1996). Peramalan atau penaksiran bisnis
ekonomi akan sangat membantu manajer untuk pengambilan keputusan dalam
strategi bisnis. Kebutuhan akan peramalan meningkat sejalan dengan usaha
manajemen untuk mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang belum pasti.
Peramalan menjadi lebih ilmiah sifatnya dalam menghadapi lingkungan
manajemen, karena setiap bagian organisasi berkaitan satu sama lain, baik
buruknya ramalan dapat mempengaruhi seluruh bagian organisasi (Makridakis et
al, 1999).
Salah satu manfaat yang diperoleh melalui peramalan adalah manajer
dapat memperkirakan kebutuhan bahan baku untuk memenuhi permintaan dan
menentukan jumlah produksi berdasarkan hasil ramalan. Peningkatan efisiensi
produksi akan dapat tercapai ketika ramalan yang akurat diperoleh sehingga
pengalokasian biaya yang sia-sia dapat diminimalisir bahkan dihilangkan.
1.2 Perumusan masalah
PT. Indolakto merupakan salah satu produsen susu UHT yang sedang
berkembang. Untuk menghadapi persaingan dalam industri susu UHT,
PT. Indolakto merasa perlu menciptakan keunggulan kompetitif. Salah satunya
melalui manajemen produksi dan persediaan yang optimal, yaitu melalui
20
perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku susu UHT. Hal
ini didasari dari beberapa permasalahan dalam manajemen produksi dan
persediaan yang dihadapi PT. Indolakto, diantaranya: perubahan permintaan
konsumen akan produk susu UHT, kapasitas gudang bahan baku yang tidak dapat
menampung seluruh bahan baku yang diterima, dan keterlambatan kedatangan
bahan baku dari pemasok.
Ketersediaan bahan baku sangat menunjang kelancaran produksi
perusahaan, terlebih ketersediaan untuk bahan baku utama. Skim Milk Powder
(SMP) dan gula merupakan bahan baku utama dalam memproduksi susu UHT.
Pada waktu-waktu tertentu perusahaan mengalami keterlambatan kedatangan
bahan baku yang menghambat jalannya operasi dan di lain waktu, perusahaan
mengalami kelebihan bahan baku dan produk jadi susu UHT yang disimpan di
gudang sehingga mengakibatkan tingginya biaya penyimpanan perusahaan dan
berakibat pada berkurangnya keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena
itu, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem pengadaan
dan pengendalian persediaan bahan baku susu UHT yang dilakukan oleh PT.
Indolakto.
Pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku susu UHT yang baik
membutuhkan perencanaan yang tepat. Perencanaan kebutuhan bahan baku dapat
diturunkan dari perencanaan produksi produk jadi perusahaan. Adanya perubahan
permintaan konsumen yang cepat terhadap produk jadi susu UHT yang di
produksi oleh PT. Indolakto seringkali menuntut pihak perusahaan untuk
melakukan perubahan terhadap rencana produksinya (revisi rencana produksi).
Menghadapi kondisi perusahaan dengan perubahan-perubahan tersebut maka
21
dibutuhkan suatu metode peramalan yang akurat, yaitu metode peramalan yang
menghasilkan penyimpangan/selisih terkecil antara nilai ramalan dan nilai
aktualnya. Sehingga masalah berikutnya yang dikaji dalam penelitian ini adalah
adakah suatu rencana yang lebih tepat untuk mengatasi adanya perubahan-
perubahan permintaan konsumen terhadap produk susu UHT serta implikasi dari
hasil perencanaan tersebut dalam menentukan alternatif tingkat persediaan bahan
baku PT. Indolakto untuk periode selanjutnya.
Kebijakan perusahaan menyangkut perencanaan kebutuhan dan
pengendalian persediaan bahan baku sering kali dihadapkan pada dua kendala,
yaitu jika perusahaan menginvestasikan dana terlalu banyak dalam persediaan
bahan baku dengan tujuan memenuhi kepuasan konsumen, maka akan
menimbulkan biaya yang besar terutama biaya penyimpanan. Sebaliknya jika
perusahaan berupaya menekan persediaan dengan tujuan menurunkan biaya
produksi, maka akan menimbulkan risiko tidak tersedianya produk untuk
menjamin kelancaran produksi dan ketersediaan produk dalam memenuhi
kepuasan konsumen. Untuk itu, diperlukan sistem pengendalian persediaan yang
optimal dilihat dari biaya yang dikeluarkan karena adanya persediaan. Melalui
sistem pengendalian persediaan yang optimal tersebut diharapkan perusahaan
mampu meningkatkan efisiensi produksi dan meminimalkan biaya produksinya.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis sistem pengadaan dan pengendalian bahan baku susu UHT yang
dilakukan perusahaan.
22
2. Mengetahui apakah ada suatu rencana yang lebih tepat untuk mengatasi
adanya perubahan-perubahan permintaan konsumen terhadap produk susu
UHT pada PT. Indolakto.
3. Mengetahui implikasi dari hasil perencanaan yang lebih tepat tersebut dalam
menentukan alternatif tingkat persediaan bahan baku PT. Indolakto untuk
periode selanjutnya.
4. Menganalisis sistem pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dilihat
dari biaya persediaan.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perusahaan, penulis
maupun pembaca. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat membantu
manajer dalam memberikan alternatif metode peramalan produksi yang akurat
dan model pengendalian persediaan bahan baku yang optimal sehingga dapat
meminimumkan biaya produksi perusahaan. Bagi penulis, penelitian ini berguna
untuk menambah pengalaman dan sarana dalam menerapkan ilmu yang diperoleh
di bangku kuliah. Selain itu diharapkan penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi
pembaca sebagai sumber informasi mengenai peramalan produksi dan
pengendalian pesediaan bahan baku serta sebagai masukan bagi penelitian-
penelitian selanjutnya.
1.5 Batasan Penelitian
Secara umum, produk yang dihasilkan oleh PT. Indolakto adalah susu
kental manis (SKM) dan susu Ultra High Temperature (UHT). Penelitian ini
difokuskan pada produk susu UHT dengan formula recombined. Hal ini didasari
23
atas kecenderungan konsumsi masyarakat Indonesia yang meningkat terhadap
susu cair olahan, salah satunya adalah susu UHT. Kajian yang dibahas dalam
penelitian ini meliputi perencanaan kebutuhan dan pengendalian bahan baku
khususnya bahan baku skim milk powder (SMP) dan gula yang merupakan bahan
baku utama dalam memproduksi susu UHT dengan formula recombined.
24
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persediaan
2.1.1 Pengertian dan Peran Persediaan
Persediaan didefinisikan sebagai aktiva yang meliputi barang jadi, barang
dalam proses dan bahan baku yang digunakan untuk tujuan tertentu seperti untuk
proses produksi atau perakitan, untuk dijual, dan untuk suku cadang dari suatu
peralatan atau mesin (Assauri, 1999; Herjanto, 1999; Rangkuti, 2004). Persediaan
merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi perusahaan yang
secara kontinu diperoleh, diubah, yang kemudian dijual kembali (Assauri, 1999).
Dua alasan yang diutarakan Assauri (1999) mengenai perlunya persediaan
bagi suatu perusahaan pabrik yaitu (1) waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan operasi produksi dari suatu tingkat ke tingkat proses yang lain dan
(2) alasan organisasi perusahaan.
2.1.2 Bahan Baku
Pengertian dari bahan baku meliputi semua bahan yang dipergunakan
dalam perusahaan pabrik, kecuali terdapat bahan-bahan yang secara fisik akan
digabungkan dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan pabrik tersebut
(Assauri, 1999). Perusahaan yang memiliki penguasaan atas produksi bahan baku
sendiri dapat lebih menjamin ketersediaan bahan baku dibandingkan bila
pengadaan bahan baku tersebut dilakukan melalui pembelian. Namun bagi
perusahaan yang pengadaan bahan bakunya berasal dari pembelian, maka
kegiatan pembelian mempunyai peran yang sangat penting. Pembelian merupakan
kegiatan yang penting bagi perusahaan karena berkaitan dengan penjadwalan dan
pengendalian pemasok (Gaspersz, 2002).
25
2.1.3 Fungsi persediaan
Efisiensi operasional organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi
penting persediaan. Menurut Handoko (2000) dan Rangkuti (2004) serta Heizer
and Render (2004), fungsi persediaan terdiri atas (1) fungsi decoupling, dimana
adanya kebebasan dalam operasi internal dan eksternal perusahaan; (2) fungsi
economic lot sizing, dimana mempertimbangkan penghematan atau potongan
pembelian; (3) fungsi antisipasi, diperlukan dalam menghadapi ketidakpastian
jangka waktu pengiriman dan permintaan barang-barang selama periode
pemesanan.
2.1.4 Jenis dan Tipe Persediaan
Persediaan dapat dikelompokkan berdasarkan jenis dan posisi barang
tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu (1) persediaan bahan baku (Raw
materials stock), yaitu barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses
produksi, (2) persediaan bagian produk atau parts yang dibeli (purchased
parts/komponents stock) yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan
lain, (3) persediaan barang-barang pelengkap (supplies stock) atau bahan
penolong yang diperlukan dalam proses produksi, (4) persediaan barang setengah
jadi atau barang dalam proses (work in process/progress stock) yang keluar dari
tiap-tiap bagian dalam satu pabrik, dan (5) persediaan barang jadi (finished goods
stock) yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual
kepada pelanggan atau perusahaan lain (Assauri, 1999; Handoko 2000 dan
Rangkuti 2004).
26
2.1.5 Biaya Persediaan
Menurut Handoko (2000) dan Rangkuti (2004), ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel yaitu (1) biaya penyimpanan
(holding cost/carrying cost) yang terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara
langsung dengan kuantitas persediaan, (2) biaya pemesanan atau pembelian
(ordering costs/procurement cost) meliputi proses pesanan dan biaya ekspedisi,
upah, biaya telepon, pengeluaran surat-menyurat, biaya pengepakan dan
penimbangan, biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, biaya pengiriman ke
gudang, biaya utang lancar dan sebagainya, (3) biaya penyiapan (manufacturing)
atau set-up cost yang tediri dari biaya mesin-mesin menganggur, biaya persediaan
tenaga kerja langsung, biaya penjadwalan, biaya ekspedisi dan sebagainya, dan
(4) biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage cost) yang timbul apabila
persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan dan termasuk biaya
kekurangan bahan adalah kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan, biaya
pemesanan khusus, biaya ekspedisi, selisih harga, terganggunya operasi,
tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya
2.2 Model Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting
karena melibatkan sejumlah investasi yang besar. Tujuan pengendalian persediaan
yaitu meminimalkan investasi dalam sediaan, namun tetap konsisten dengan
penyediaan tingkat layanan yang diminta (Harding, 2001). Untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan model pengendalian persediaan yang tepat. Dalam model
pengendalian persediaan perlu diketahui mengenai sifat dari permintaan untuk
27
suatu barang. Permintaan tersebut dapat bersifat independent (bebas) atau
dependen (terikat). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005), permintaan
independent atas persediaan adalah untuk jenis barang-barang akhir dan
permintaannya tidak tegantung (bebas) dari permintaan akan barang lainnya.
Sedangkan permintaan dependent atas persediaan adalah untuk jenis-jenis
persediaan komponen, bahan baku, dan barang dalam proses yang digunakan
dalam produksi untuk menghasilkan barang jadi. Permintaan untuk jenis barang
dengan permintaan terikat ini sangat tergantung dari permintaan jenis barang
dengan permintaan bebas.
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005), model yang digunakan untuk
analisis pengendalian persediaan pada barang dengan sifat permintaan
independent adalah model perhitungan jumlah pemesanan kembali seperti sistem
pemesanan tetap, sistem produksi tumpukan (batch), sistem periodik tetap, dan
sistem minimum-maksimum. Sedangkan model pengendalian barang dengan sifat
permintaan dependent menggunakan Material Requirement Planning (MRP).
Beberapa model yang banyak digunakan dalam penentuan lot dalam MRP adalah
model Economic Order Quantity (EOQ), Lot For Lot, dan Part Periode
Balancing (PPB).
2.3 Perencanaan Kebutuhan Bahan (MRP)
Menurut Buffa (1996), Herjanto (1999), Rangkuti (2004), Indrajit dan
Djokopranoto (2005), MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian
pesanan dan persediaan untuk barang-barang dengan sifat permintaan dependent
(terikat) dimana permintaan cenderung tidak berlanjut ke permintaan barang lain
dan jumlahnya tertentu pada satuan waktu tertentu pula. Sasaran manajerial dalam
28
menggunakan MRP adalah menghindari kehabisan sediaan sehingga produksi
berjalan mulus, sesuai rencana, dan menekan investasi sediaan bahan baku dan
barang setengah jadi (Buffa, 1996). Jenis-jenis barang yang cocok untuk MRP
adalah komponen produk yang tercantum dalam daftar bahan produk (product’s
bill of materials) yang menunjukkan kebergantungan dari komponen-komponen
sub rakitan terhadap produk akhir (Buffa, 1996 dan Rangkuti, 2004).
MRP merupakan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan produk
akhir, kemudian dikerjakan mundur yaitu menuju bahan baku melalui berbagai
tingkat pabrikan dan pabrikasi. MRP memiliki banyak kelebihan dibandingkan
dengan sistem ukuran pesanan tetap untuk pengendalian barang-barang produksi.
Kelebihan tersebut antara lain dapat mengurangi persediaan dan biaya
gabungannya (inventory holding cost) karena biaya itu hanya sebesar materi dan
komponen yang dibutuhkan (Rangkuti, 2004). Selain itu, kelebihan MRP dalam
menangani barang-barang dengan permintaan terikat (Heizer and Render, 2004)
adalah (1) meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan, (2) meningkatkan
kegunaan fasilitas dan tenaga kerja, (3) perencanaan dan penjadwalan persediaan
yang lebih baik, (4) respon lebih cepat terhadap perubahan pasar, dan (5)
mengurangi tingkat persediaan tanpa mengurangi pelayanan kepada pelanggan.
Lebih lanjut Heizer and Render (2004) menegaskan beberapa hal yang
harus diketahui manajer dalam merancang model persediaan terikat yang efektif
yaitu (1) jadwal produksi induk/master production schedule (MPS) yang
berkaitan dengan apa yang harus dibuat dan kapan, (2) spesifikasi daftar
bahan/bill of materials (BOM) yang berkaitan dengan kebutuhan produk,
(3) persediaan yang tersedia/inventory availibility, (4) perjanjian pesanan
29
pembelian/purchase orders outstanding, (5) waktu ancang-ancang (lead time),
yang dibutuhkan untuk memperoleh barang.
2.3.1 Economic Order Quantity (EOQ)
Model EOQ merupakan teknik pengendalian persediaan tertua dan paling
umum dikenal (Herjanto, 1999). Teknik ini sering digunakan dalam persediaan
barang-barang bebas dan dapat juga digunakan dalam teknik penentuan lot.
Menurut Heizer dan Render (2004), beberapa asumsi yang digunakan
dalam teknik EOQ antara lain (1) diketahuinya tingkat permintaan dan bersifat
konstan, (2) waktu tenggang (lead time) bersifat konstan, (3) persediaan diterima
dengan segera dalam bentuk kumpulan produk pada satu waktu, (4) diskon tidak
diberikan, (5) biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau
pemesanan dan biaya penahanan atau penyimpanan persediaan, dan (6) keadaan
kehabisan stok (kekurangan) dapat dihindari sama sekali bila pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat.
Gambar 1. Biaya Persediaan Sumber: Rangkuti, 2004
Metode EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan
yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya
EOQ Q (kuantitas)
Biaya Total
Biaya Penyimpanan
Biaya Pemesanan
Biaya Total
30
kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan (Handoko, 2000).
Meminimumkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, dapat berarti
meminimumkan biaya total. Gambar 1 menunjukkan hubungan antara biaya
penyimpanan (holding/carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering atau set up
cost), dalam bentuk grafik.
Kuantitas pesanan tetap yang meminimumkan biaya tersebut terjadi pada
saat kurva biaya pemesanan dan kurva biaya penyimpanan berpotongan, yaitu
pada saat total biaya pemesanan sama dengan total biaya penyimpanan. Ukuran
lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama dari biaya total
terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan nol (Buffa, 1996; Herjanto, 1999;
Rangkuti, 2004).
2.3.2 Lot For Lot
Dalam teknik ini, ukuran satu batch yang dipilih untuk memenuhi
kebutuhan bersih satu periode tunggal. Kebijakan Lot For Lot hanya efektif,
bilamana biaya awal (penyetelan) sangat kecil dibandingkan dengan biaya
penyimpanan (Buffa, 1996). Pemesanan dilakukan tepat sebesar yang dibutuhkan,
tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut.
Prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala,
persediaan tepat waktu rendah, dan permintaan terikat (Heizer dan Render, 2004).
Teknik Lot For Lot berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas
persediaan yang dipegang melewati suatu persediaan. Menurut Herjanto, 1999
biaya yang ditanamkan dalam persediaan barang terikat dapat ditekan dengan
teknik ini, apabila perusahaan mampu memiliki persediaan dengan kondisi dan
31
sifat yang sesuai. Teknik ini tidak dapat mengambil keuntungan ekonomis yang
berhubungan dengan ukuran pesanan tetap.
2.3.3 Part Periode Balancing (PPB)
Teknik penyeimbangan bagian periode merupakan pendekatan yang lebih
dinamis yaitu menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Menurut Herjanto (1999), metode PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan
sampai nilai bagian periode mencapai Economic Part Period (EPP), yang
merupakan rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan.
Prinsip dari teknik ini adalah mencoba menggabungkan suatu periode
dengan periode berikutnya kemudian menghitung kumulatif bersih dari periode
gabungan tersebut serta kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode
diperoleh dengan mengakumulasikan perkalian kebutuhan suatu periode dengan
periode tambahan yang ditanggung. Tabel 2. menunjukkan penentuan ukuran lot
dengan menggunakan EPP.
Bagian periode yang paling mendekati nilai EPP merupakan gabungan
periode yang dipilih (Herjanto, 1999). Besar pesanan adalah sebesar kebutuhan
bersih kumulatif yang dilakukan sebelum kebutuhan tersebut terjadi, dengan
harapan akan diterima tepat pada awal periode gabungan tersebut dan akan
digunakan selama periode gabungan.
Tabel 2. Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP Periode Kebutuhan Lama Penyimpanan
(Periode) Periode- bagian
Akumulasi periode-bagian
1 1, 2
1, 2, 3
A B C
0 1 2
A x (0) B x (1) C x (2)
A x (0) A x (0) + B x (1)
A x (0) + B x (1) + C x (2) Sumber: Herjanto, 1999
32
2.4 Peramalan dan Perencanaan
Pengertian peramalan menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005) adalah
kegiatan yang berhubungan dengan meramalkan atau memproyeksikan hal-hal
yang terjadi di masa lampau ke masa depan. Menurut Sugiarto (2000) peramalan
merupakan studi terhadap data historis untuk menemukan hubungan,
kecenderungan dan pola sistematis. Peramalan merupakan seni dan ilmu dalam
memprediksi kejadian yang mungkin dihadapi pada masa yang akan datang dan
menjadi dasar dalam penyusunan rencana (Assauri, 1999).
2.4.1 Peran Peramalan
Dalam dunia bisnis, hasil peramalan mampu memberikan gambaran
tentang masa depan perusahaan yang memungkinkan manajemen membuat
perencanaan, menciptakan peluang bisnis maupun mengatur pola investasi mereka
(Sugiarto et al, 2000). Salah satu peran peramalan adalah penyusunan rencana,
dimana perencanaan yang dibuat oleh perusahaan salah satunya adalah
perencanaan produksi. Menurut Assauri (1999), dalam menentukan atau
merencanakan jumlah hasil yang akan diproduksi umumnya sangat ditentukan
oleh jumlah atau besarnya permintaan akan produk tersebut. Oleh karena itu
setiap perusahaan selalu memperkirakan atau meramalkan jumlah permintaan dari
produknya. Berdasarkan jumlah permintaan yang diramalkan untuk operasi, maka
subsistem produksi operasi merencanakan dan merancang sistem, menjadwalkan
sistem dan mengendalikan sistem tersebut yang pada akhirnya akan menentukan
hasil keluaran berupa barang dan jasa (Gambar 2).
33
Gambar 2. Penggunaan Peramalan Permintaan dalam Subsistem Produksi Operasi
Sumber: Assauri, 1999
2.4.2 Metode – metode Peramalan
Secara umum terdapat dua macam metode peramalan menurut Gaynor dan
Kirkpatrick (1994), yaitu: (1) Peramalan kualitatif, didasarkan pada intuisi atau
pengalaman empiris dari perencana atau pengambil keputusan, sehingga relatif
bersifat subjektif. Kelemahan metode ini adalah dapat memberikan hasil yang
tidak baik ketika beberapa individu tertentu mendominasi proses peramalan
melalui reputasi, kekuatan pribadi, atau posisi strategis dalam organisasi.
Biasanya peramalan secara kualitatif didasarkan atas hasil penyelidikan seperti:
Delphi, S Curve, Analogies dan penelitian bentuk Morphological research, atau
didasarkan atas ciri-ciri normatif seperti decision matrices atau decisions trees.
(2) Peramalan kuantitatif, didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu,
sehingga lebih bersifat objektif. Kualitas hasil ramalan sangat bergantung pada
kualitas data dan metode yang digunakan, yaitu sangat ditentukan oleh perbedaan
atau penyimpangan antara hasil ramalan dengan kenyataan yang terjadi. Metode
Informasi tentang permintaan yang ada dan produksi
Peramalan Permintaan untuk Operasi
Keluaran Berupa Barang atau jasa
Perencanaan/Perancangan Sistem
Perancangan produk Perancangan proses
Investasi & penggantian peralatan
Perencanaan kapasitas
Penjadwalan Sistem
Perencanaan produksi agregat Penjadwalan operasi
Pengendalian Sistem
Pengendalian produksi Pengendalian persediaan
Pengendalian tenaga kerja Pengendalian biaya
34
yang baik adalah metode yang memberikan nilai-nilai perbedaan atau
penyimpangan serendah mungkin.
Menurut Makridakis et al (1999), syarat-syarat kondisi penerapan
peramalan kuantitatif yaitu (1) tersedia informasi masa lalu, (2) informasi tersebut
dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik, dan (3) pola data masa lalu
akan berkelanjutan pada masa yang akan datang.
2.4.3 Identifikasi Pola Data
Menurut Assauri (1999), prakiraan atau peramalan permintaan suatu
barang atau jasa membutuhkan informasi tentang pola permintaan terhadap barang
atau jasa tersebut. Pola permintaan terhadap suatu barang atau jasa dapat
berbentuk garis trend linear sesuai dengan perkembangan waktu, dan dapat
berbentuk musiman atau tetap selalu konstan (Gambar 3). Untuk melihat pola
permintaan terhadap barang atau jasa tersebut, maka dibutuhkan informasi tentang
permintaan akan barang atau jasa tersebut selama ini.
Gambar 3. Pola Permintaan terhadap suatu barang atau jasa Sumber: Assauri (1999)
Identifikasi pola data dilakukan untuk memahami perilaku data time series
dan membantu dalam penentuan metode peramalan yang terbaik. Menurut
Makridakis (1999), pola data kuantitas memiliki empat unsur, yaitu (1) pola
horizontal/konstan, terjadi bila nilai data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yang
konstan; (2) pola musiman, terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor
Permintaan Produk
Waktu
Konstan
Musiman Trend Linear
35
musiman (kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu);
(3) pola siklis, terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang
seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis; dan (4) pola trend, terjadi
bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data.
2.4.4 Metode Kausal
Menurut Makridakis (1999), metode ini mencoba mengajukan variabel
lain yang berkaitan dengan rangkaian data dan mengembangkan suatu model yang
menyatakan adanya saling ketergantungan fungsional diantara semua variabel
terebut. Metode peramalan kausal/sebab-akibat juga didasarkan dari data yang
lalu, tetapi menggunakan data dari variabel yang lain yang menentukan atau
mempengaruhi pada masa depan (Assauri, 1984).
Metode kausal yang dapat digunakan dapat berupa : (1) Metode regresi,
yaitu mencoba memperkirakan keadaan di masa yang akan datang dengan
menemukan dan mengukur beberapa faktor bebas (independen) yang penting
beserta pengaruh mereka terhadap variabel tidak bebas (dependen) yang akan
diramalkan (Makridakis et al, 1999). Metode ini banyak digunakan untuk
meramalkan penjualan, perencanaan keuntungan, peramalan permintaan dan
peramalan keadaan ekonomi. (2) Metode ekonometri, yaitu menggabungkan teori
ekonomi dengan alat-alat matematis dan statistik untuk menganalisis hubungan
ekonomi (Pappas & Hirschey, 1995). Menurut Assauri (1999) metode ekonometri
didasarkan atas peramalan pada sistem persamaan regresi yang diestimasi secara
simultan. Metode ini memiliki variabel eksogen dan variabel endogen. Metode ini
juga dipergunakan untuk peramalan penjualan menurut kelas produk, atau
peramalan keadaan ekonomi masyarakat, seperti permintaan, harga dan
36
penawaran. (3) Metode Input – Output, yaitu menganalisis arus barang dan jasa
antar industri dalam perekonomian atau antar departemen dari suatu organisasi
besar yang ditunjukkan oleh tabel input-output. Menurut Assauri (1984) metode
ini dipergunakan untuk menyusun proyeksi trend ekonomi jangka panjang.
Metode ini banyak dipergunakan untuk peramalan penjualan perusahaan,
penjualan sektor industri dan subsektor industri.
2.4.5 Metode Time Series
Metode peramalan time series merupakan bagian dari peramalan
kuantitatif dengan menggunakan data-data masa lalu dalam membuat ramalan
untuk masa depan dengan mengidentifikasikan pola data historis dan
mengekstrapolasi pola tersebut untuk masa mendatang (Buffa et al, 1996).
Menurut Sugiarto et al (2000), beberapa asumsi penting yang mendasari
penggunaan metode time series antara lain (1) adanya ketergantungan kejadian
masa yang akan datang dengan masa sebelumnya, (2) aktivitas di masa yang akan
datang mengikuti pola yang terjadi di masa lalu, (3) hubungan atau keterkaitan
masa lalu dan masa kini dapat ditentukan dengan observasi atau penelitian.
Beberapa metode time series adalah metode naïve, metode rata-rata
sederhana/simple average, metode rata-rata bergerak sederhana/simple moving
average, metode rata-rata bergerak ganda/double moving average, metode
pemulusan eksponensial/exponential smoothing, pemulusan eksponensial
tunggal/single exponential smoothing, pemulusan eksponensial tunggal:
pendekatan adaptif, double exponential smoothing: metode linear satu-parameter
dari Brown, pemulusan eksponensial ganda: metode dua parameter dari Holt,
pemulusan eksponensial tripel: metode kuadratik satu-parameter dari Brown,
37
triple Exponential Smoothing (Winters), metode dekomposisi, model
Autoregresisve Integrated Moving Average (ARIMA).
2.4.6 Pemilihan Metode Peramalan
Penggunaan peramalan dalam pengambilan keputusan merupakan hal
yang sangat penting sehingga pemilihan teknik dan metode peramalan yang tepat
sangat diperlukan untuk pemecahan suatu masalah atau keadaan tertentu. Ada
enam faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode peramalan
(Assauri, 1984), yaitu : (1) Horison waktu, (2) Pola data, (3) Jenis dari model,
(4) Biaya, (5) Ketepatan (accuracy), (6) Mudah tidaknya penggunaan atau
aplikasinya.
Ukuran-ukuran akurasi model peramalan dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian besar (Aritonang, 2002), yaitu: ukuran yang bersifat mutlak, terdiri
atas mean error (ME), mean absolute error (MAE), mean squared error (MSE)
dan ukuran yang bersifat relatif terdiri dari mean percentage error (MPE), mean
absolute percentage error (MAPE), U dari Theil dan McLaughlin Batting
Average (MBA). Dari semua ukuran tersebut ukuran yang lebih lazim digunakan
adalah MSE, dengan pedoman bahwa semakin kecil nilai MSE berarti model itu
semakin tepat untuk digunakan.
2.5 Hasil penelitian yang relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
Widyastuti (2001) dengan judul Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Susu Kental Manis, studi kasus PT. Indolakto, Sukabumi. Penelitian tersebut
menggunakan analisis EOQ, persediaan pengaman (safety stock), dan titik
38
pemesanan kembali (reorder point). Bahan baku yang menjadi fokus dalam
penelitian tersebut adalah susu segar, gula, skimmed milk powder (SMP). Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa kebijakan perusahaan terhadap pengendalian
persediaan belum optimal dan perusahaan perlu mengurangi persediaan pengaman
untuk ketiga bahan baku tersebut.
Astuti (2002), menganalisis pengendalian persediaan bahan baku susu
bubuk, studi kasus: PT. Mirota KSM Inc., Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta menggunakan metode EOQ dan model persediaan
probabilistik (persediaan pengaman dan titik pemesanan kembali). Bahan baku
yang menjadi fokus penelitian adalah Full Cream Milk Powder (FCMP) dan
Skimmed Milk Powder (SMP) yang masing-masing didatangkan dari Australia
dan New Zealand. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan metode EOQ
jumlah pemesanan bahan baku memiliki kuantitas yang lebih kecil dengan
frekuensi pemesanan optimal yang lebih sering dibanding jumlah dan frekuensi
pemesanan bahan baku yang dilakukan perusahaan. Jika perusahaan mengadakan
persediaan pengaman (dengan perhitungan metode EOQ) maka persediaan
pengaman yang optimal bagi perusahaan adalah 41 255.4 kg untuk FCMP dan
19 834 kg untuk SMP asal New Zealand. Sedangkan FCMP dan SPM asal
Australia masing-masing 38 270 Kg dan 21 261 Kg. Pemesanan kembali kepada
pemasok di New Zealand dilakukan pada saat FCMP dan SMP asal New Zealand
di gudang masing-masing berjumlah 169 304.8 Kg dan 90 972.5 Kg. Sedangkan
pemesanan kembali kepada pemasok di Australia terjadi saat FCMP dan SMP asal
Australia di gudang masing-masing berjumlah 220 804.4 Kg dan 122 669 Kg.
39
Rajagukguk (2004), menganalisis pengadaan dan pengendalian persediaan
bahan baku susu olahan (studi kasus di PT. Indomilk). Penelitian tersebut
bertujuan mengetahui pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku susu
olahan yang dilakukan di PT. Indomilk, kemudian menganalisis besarnya biaya
yang dikeluarkan dalam rangka pengadaan dan pengendalian persediaan bahan
baku dengan metode MRP teknik EOQ dan Part Period Balancing (PPB) serta
membandingkan model aternalif pengendalian persediaan bahan baku yang efektif
dan efisien pada perusahaan. Teknik Lot For Lot yang prinsipnya tidak
memerlukan adanya persediaan di gudang tiap periodenya tidak digunakan dalam
penelitian tersebut karena kebijakan PT. Indomilk menginginkan adanya
persediaan pengaman dalam pelaksanaan proses produksinya. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa metode MRP memberikan penghematan yang cukup
besar terutama dengan teknik EOQ jika dibandingkan dengan metode yang
digunakan perusahaan selama ini.
Sary (2004), menganalisis mengenai peramalan produksi dan pengendalian
persediaan bahan baku kelapa pada PT. Riau Sakti United Plantations. Penelitian
tersebut memperkirakan kebutuhan bahan baku kelapa yang diturunkan dari hasil
peramalan produksi perusahaan tahun 2004 dengan metode ARIMA sehingga
perusahaan dapat menentukan persediaan bahan baku yang optimal. Metode
pengendalian persediaan yang digunakan adalah metode Material Requirement
Planning (MRP) dengan teknik EOQ, Lot For Lot, dan PPB. Teknik pengendalian
persediaan kelapa yang dilakukan perusahaan selama ini adalah menggunakan
teknik Lot For Lot. Total biaya persediaan terendah diperoleh dengan metode PPB
yaitu sebesar 1.2 miliyar rupiah. Dengan menggunakan metode PBB, perusahaan
40
dapat menghemat biaya persediaan sebesar 6.8 persen yaitu dari 1.271 miliyar
rupiah menjadi 1.18 miliyar rupiah.
Widowati (2004) dengan penelitiannya yang berjudul “Perencanaan
Kebutuhan dan Pengendalian Persediaan Benang Sebagai Bahan Baku Produk
Tekstil Pada PT. Asaputex Nusantara, Tegal, Jawa Tengah” menganalisis sistem
pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku perusahaan dalam rangka
memberikan model alternatif pengendalian persediaan bahan baku yang dapat
meminimumkan biaya persediaan dan pembelian bahan baku perusahaan dengan
analisis MRP teknik Lot For Lot, EOQ, dan PPB. Selain itu, penelitian tersebut
juga melakukan perencanaan produksi, perencanaan kebutuhan bahan baku dan
pengendalian persediaan bahan baku pada periode selanjutnya berdasarkan
peramalan penjualan dengan metode trend. Hasil penelitian tersebut menyebutkan
bahwa metode LFL dan PPB merupakan metode yang dapat direkomendasikan
sebagai alternatif alat pengendalian persediaan benang perusahaan untuk periode
operasi tahun 2004 karena memberikan penghematan terbesar yaitu 77.67 persen
terhadap biaya persediaan perusahaan dan 6.77 persen terhadap biaya pembelian.
Namun dalam pelaksanaannya, metode PPB lebih sesuai untuk diterapkan karena
lebih dinamis dalam menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
benang perusahaan. Selain itu, metode PPB lebih fleksibel dalam penggabungan
kebutuhan bersih benang selama periode tertentu jika terjadi perubahan biaya
persediaan yang diakibatkan oleh peningkatan biaya pemesanan benang.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai perencanaan
kebutuhan dan pengendalian persediaan bahan baku, dapat disimpulkan bahwa
umumnya model analisis untuk persediaan bahan baku adalah model MRP. Model
41
MRP teknik LFL cocok digunakan pada perusahaan yang melakukan pemesanan
hanya sejumlah kebutuhan bersihnya atau tanpa sediaan pengaman. Model MRP
teknik PPB lebih fleksibel dalam menggabungkan kebutuhan bersih selama
periode tertentu dan lebih dinamis dalam menyeimbangkan biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan.
2.6 Keunggulan Penelitian
Keunggulan penelitian ini, yaitu mengkaji sistem pengendalian persediaan
PT. Indolakto untuk periode tahun 2005 yang menjadi dasar dalam melakukan
perencanaan kebutuhan bahan baku dan pengendalian persediaan bahan baku
tersebut pada periode tahun 2006. Penelitian ini tidak hanya menganalisis
kebijakan pengendalian persediaan perusahaan juga melakukan perencanaan
terhadap kebutuhan bahan baku utama susu UHT dan menganalisis kembali
pengendalian persediaan bahan baku tersebut.
2.7 Kerangka Pemikiran Penelitian
Bahan baku merupakan unsur yang penting dalam proses produksi
perusahaan. Untuk menghasilkan produk susu UHT dibutuhkan beberapa bahan
baku utama diantaranya Skim Milk Powder (SMP) dan gula. Ketersediaan bahan
baku tersebut sangat menunjang dalam perencanaan produksi perusahaan.
Rencana produksi yang dibuat oleh perusahaan dihasilkan dari estimasi
permintaan konsumen akan susu UHT. Estimasi yang tidak tepat akan
menyebabkan perusahaan beroperasi secara tidak efisien. Oleh karena itu
dibutuhkan suatu estimasi yang menghasilkan penyimpangan terkecil.
42
Berdasarkan rencana produksi tersebut, perusahaan merencanakan kebutuhan
bahan baku SMP dan gula.
Dalam merencanakan kebutuhan bahan baku perusahaan sangat diperlukan
suatu sistem pengendalian persediaan bahan baku yang tepat agar aktivitas
produksi perusahaan berjalan dengan efisien. Sitem pengendalian persediaan
bahan baku tersebut dapat dianalisis dengan beberapa model-model system
pengendalian persediaan, diantaranya model EOQ dan MRP teknik PPB.
Berdasarkan model-model tersebut diharapkan dapat dihasilkan suatu model
alternative yang menghasilkan system pengendalian persediaan yang optimal.
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif sistem pengendalian
persediaan bahan baku susu UHT khususnya bahan baku SMP dan gula yang
optimal dilihat dari biaya yang dikeluarkan akibat adanya persediaan. Oleh karena
itu langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi
kebijakan perusahaan dalam perencanaan dan pengendalian persediaan bahan
Bahan Baku Susu UHT
SMP GULA
INPUT PROSES
Rencana Produksi UHT
Estimasi Permintaan Konsumen
Rencana Kebutuhan Bahan Baku
Model Sistem Pengendalian
Persediaan
EOQ
PPB
Sistem Model Pengendalian
Persediaan Optimal
OUTPUT
43
baku. Kegiatan yang termasuk di dalamnya adalah mengidentifikasi fasilitas
penyimpanan dan penanganan bahan baku, jenis dan asal bahan baku, biaya-biaya
persediaan, prosedur perolehan bahan baku, serta pengendalian kualitas bahan
baku.
Kebijakan perusahaan dalam perencanaan dan pengendalian persediaan
bahan baku susu UHT tidak terlepas dari perhitungan-perhitungan kuantitas dan
biaya. Perhitungan mengenai penentuan kuantitas pesanan dan frekuensi
pemesanan bahan baku yang optimal melibatkan berbagai jenis biaya yang
terkandung dalam persediaan. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi juga mengenai
komponen-komponen biaya persediaan yang terjadi. Biaya persediaan dalam
penelitian diasumsikan meliputi biaya pemesanan bahan baku dan biaya
penyimpanan bahan baku.
Langkah selanjutnya, kebijakan perusahaan dalam pengendalian bahan
baku selama tahun 2005 dianalisis dan dibandingkan dengan metode MRP sebagai
alternatif dalam pengendalian persediaan bahan baku khususnya SMP dan gula
yang ditujukan untuk produksi susu UHT. Metode MRP yang digunakan sebagai
perbandingan dengan metode yang digunakan perusahaan adalah metode MRP
teknik EOQ dan PPB. Komponen yang dibandingkan dalam analisis model
pengendalian persediaan bahan baku tersebut meliputi: frekuensi pemesanan,
biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan total biaya persediaan. Hasil analisis ini
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat persediaan dan kebijakan pengendalian
bahan baku yang optimal sehingga perusahaan dapat merumuskan suatu alternatif
strategi dalam pengendalian persediaan bahan baku yang digunakannya. Metode
terbaik dari beberapa metode yang dianalisis tersebut akan direkomendasikan
44
sebagai metode alternatif dalam pengendalian persediaan bahan baku dan akan
digunakan sebagai metode pengendalian persediaan bahan baku SMP dan gula
untuk periode tahun 2006 berdasarkan rencana produksi yang diramalkan.
Setelah itu dilakukan perencanaan bahan baku susu UHT yaitu SMP dan
gula yang didasarkan dari hasil peramalan produksi produk jadi susu UHT untuk
tahun 2006. Data produksi susu UHT selama beberapa tahun ke belakang (tahun
2000 – 2005) akan dianalisis dan diestimasi dengan metode peramalan time series.
Data-data produksi perusahaan selama beberapa tahun ke belakang (tahun 2000-
2005) tersebut perlu diidentifikasi terlebih dahulu pola datanya. Pola data yang
terjadi dapat berupa pola horizontal, trend, musiman, dan siklis. Pola horizontal
terjadi bilamana nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Pola
trend terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang
dalam data. Pola musiman terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor
musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu
tertentu). Pola siklis terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi
jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.
Setelah mengetahui pola data produksi tersebut, selanjutnya adalah
menentukan model peramalan dengan metode peramalan time series terbaik.
Metode yang memberikan hasil ramalan mendekati kenyataan yang terjadi atau
menghasilkan penyimpangan antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang
sekecil mungkin merupakan metode peramalan terbaik. Metode time series yang
digunakan untuk mengestimasi jumlah produksi susu UHT selama satu periode ke
depan (tahun 2006) adalah metode dekomposisi aditif.
45
Dengan mengetahui jumlah produksi susu UHT dari hasil ramalan
dekomposisi aditif, selanjutnya akan diestimasi jumlah bahan baku berupa SMP
dan gula yang dibutuhkan selama satu periode ke depan (tahun 2006). SMP dan
gula merupakan bahan baku yang memiliki sifat permintaan dependen (terikat)
terhadap permintaan produk jadinya, yaitu susu UHT. Hal tersebut merupakan
tahapan dalam perencanaan kebutuhan bahan baku. Metode perencanaan
kebutuhan bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Material Requirement Planning (MRP). Teknik penentuan lot dalam rangka
pengendalian persediaan bahan baku menggunakan teknik lot sizing terbaik dari
beberapa teknik yang ada.
Berdasarkan analisis perbandingan model pengendalian persediaan bahan
baku SMP dan gula pada tahun 2005 akan dihasilkan model alternatif untuk
pengendalian persediaan bahan baku SMP dan gula. Model alternatif tersebut
kemudian akan digunakan kembali untuk menganalisis tingkat persediaan bahan
baku SMP dan gula di tahun 2006 berdasarkan perencanaan kebutuhan yang telah
diramalkan sebelumnya.
Setelah menganalisis pengendalian persediaan bahan baku SMP dan gula
di tahun 2006 dengan model alternatif, kemudian akan dibandingkan kembali
dengan metode pengendalian persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan.
Perbandingan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah model alternatif
yang digunakan dalam pengendalian persediaan bahan baku khususnya SMP dan
gula pada tahun 2006 masih memberikan tingkat persediaan bahan baku yang
optimal dari segi biaya persediaan bahan bakunya. Kerangka operasional
penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
46
= alat analisis
Keterangan:
Gambar 5. Bagan Kerangka Operasional Penelitian
Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku yang Optimal
Identifikasi Kondisi Perusahaan dalam Sistem Pengadaan dan Penanganan Bahan Baku
Jenis dan Asal
Bahan Baku
Biaya-biaya Persediaan
Bahan B aku
Prosedur Perolehan
Bahan Baku
Penyimpanan dan
Penggunaan Bahan Baku
Pengendalian Kualitas
Bahan Baku
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tahun 2005
Kebijakan
Perusahaan
MRP Teknik EOQ
MRP Teknik PPB
Perencanaan Penggunaan Bahan Baku Perusahaan Tahun 2006 melalui Peramalan
Produksi dengan Metode Terbaik
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tahun 2006
Analisis Perbandingan Model Pengendalian Persediaan
Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku
47
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Indolakto yang berlokasi di Jalan Raya
Siliwangi, Cicurug, Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan mempertimbangkan bahwa perusahaan ini merupakan
perusahaan agroindustri yang berpengalaman dalam memproduksi susu UHT.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2006.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif
dan kuantitatif yang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh secara langsung dari PT. Indolakto yang terdiri atas: gambaran umum
perusahaan, data produksi dan penjualan produk susu UHT perusahaan, kebijakan
pengadaan dan penanganan bahan baku di perusahaan yang mencakup jenis bahan
baku yang digunakan, jumlah kebutuhan bahan baku, waktu tunggu (lead time)
pembelian bahan baku, pemasok, sistem pemesanan dan penyimpanannya.
Data primer dikumpulkan melalui hasil pengamatan, pencatatan langsung
di lapang dan wawancara dengan pihak perusahaan. Wawancara langsung
dilakukan kepada karyawan, manajer, dan kepala divisi yang berkaitan. Pemilihan
responden ini dilakukan dengan sengaja (porposive) dengan pertimbangan bahwa
responden mengetahui dan dapat memberikan informasi mengenai kondisi
perusahaan dengan baik, khususnya mengenai kebijakan pengendalian persediaan
bahan baku dan pelaksanaan pengendalian persediaan bahan baku di perusahaan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari (bahan pustaka) buku, hasil laporan
48
penelitian terkait, catatan-catatan yang dimiliki perusahaan, literatur perusahaan
dan instansi terkait serta literatur lainnya, yaitu: artikel-artikel dalam majalah,
surat kabar dan internet.
3.3 Model Analisis Data
Hasil perolehan data kuantitatif diolah dengan menggunakan program
Microsoft Excel dan Minitab 14. Software Minitab adalah salah satu program
yang dapat digunakan untuk peramalan. Output data kuantitatif disajikan dalam
bentuk tabel, grafik, dan diuraikan secara narasi. Sedangkan untuk data kualitatif
disajikan dalam bentuk deskriptif dengan gambar dan tabel agar mudah dipahami.
3.3.1 Identifikasi Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan
Identifikasi awal ini meliputi identifikasi proses produksi susu UHT dan
kebijakan-kebijakan dalam proses produksi. Selain itu, identifikasi terhadap
manajemen persediaan bahan baku juga dilakukan. Identifikasi tersebut meliputi
identifikasi terhadap fasilitas penyimpanan dan penanganan bahan baku, jenis dan
asal bahan baku, biaya-biaya persediaan, prosedur perolehan bahan baku,
prosedur penyimpanan, pengendalian kualitas bahan baku, frekuensi pemesanan,
tingkat persediaan bahan baku, lead time, serta kebijakan-kebijakan dalam
pengendalian persediaan bahan baku.
3.3.2 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Tujuan dari analisis kuantitatif ini adalah untuk menentukan waktu pesan
yang tepat dan kuantitas pesanan yang optimal. Dengan demikian diharapkan
49
tingkat persediaan di tangan menjadi lebih optimal dan biaya persediaan bahan
baku dapat ditekan.
Bahan baku yang diteliti adalah SMP dan gula sebagai bahan baku
pembuatan susu UHT. Sifat permintaan dari bahan baku ini termasuk ke dalam
permintaan terikat (dependen) yang dipengaruhi oleh permintaan produk jadi susu
UHT. Oleh karena itu, model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
persediaan bahan baku yang termasuk ke dalam rencana kebutuhan
bahan/Material Requirement Planning (MRP). Penggunaan sistem MRP biasanya
menggunakan format seperti pada Tabel 3. Teknik yang digunakan untuk
menentukan ukuran lot pada sistem MRP diantaranya adalah teknik EOQ, Lot For
Lot, dan PPB.
Tabel 3. Format Rencana MRP Uraian Periode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kebutuhan kotor (kg) Sediaan di tangan (kg) Penerimaan terjadwal (kg) Kebutuhan bersih (kg) Pesanan yang direncanakan (kg)
Sumber : Buffa, S. Elwood, 1996
Berikut ini beberapa teknik yang digunakan dalam penentuan lot (lot
sizing technique), yaitu:
a. Teknik Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ technique)
Jumlah atau besarnya pesanan yang diadakan menghasilkan biaya-biaya
yang timbul dalam penyediaan adalah minimal. Besar pesanan yang dilakukan
sebesar EOQ atau kelipatan dari EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan
kebutuhan bersih. Pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan EOQ,
yaitu dengan menggunakan tabel (tabular approach), dengan menggunakan grafik
50
(graphical approach) dan dengan menggunakan rumus (formula approach).
Penentuan kuantitas pesanan yang optimal dengan menggunakan model EOQ
adalah sebagai berikut:
Total biaya per tahun (TC) = Biaya Penyimpanan + Biaya Pemesanan
TC = +
Dimana:
TC = Total biaya tahunan
H = Biaya penyimpanan (carrying cost) per unit per tahun
S = Biaya pemesanan (ordering cost)
Ukuran lot dengan biaya minimum diperoleh pada saat turunan pertama
dari biaya total terhadap kuantitas (Q) tahunan sama dengan 0.
TC min :
Sehingga rumus dasar dari EOQ adalah: EOQ =
dimana,
S = Biaya pemesanan per pesanan (Rp)
D = Permintaan bahan baku per periode (Rp)
H = Biaya penyimpanan per unit per periode (Rp)
HSD2
2HQ
QSD
0=dQdTC
22 QSDH
dQdTC
−=
22 QSDH
=
220
QSDH
−=
HSD
Q22 =
51
Pesanan direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah yang
mencukupi dan mendekati kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ
yang telah dihitung sebelumnya.
b. Teknik Lot For Lot
Langkah awal pada teknik ini adalah menentukan kebutuhan kotor.
Apabila pada awal periode pengamatan terdapat persediaan yang cukup besar,
maka perusahaan akan menghabiskan persediaan awal tersebut terlebih dahulu
sehingga tidak perlu dilakukan pemesanan bahan baku sampai diperkirakan
persediaan awal tersebut hanya cukup memenuhi kebutuhan bahan baku
perusahaan selama waktu tunggu dan tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
bahan baku perusahaan selanjutnya. Pada metode ini diasumsikan perusahaan
tidak menetapkan persediaan pengaman.
Pada saat persediaan suatu periode tidak lagi dapat memenuhi
kebutuhan kotor, maka dilakukan perencanaan penerimaan pesanaan tepat
sebesar kebutuhan bersih. Proyeksi persediaan di tangan untuk periode-
periode dimana sudah terdapat rencana penerimaan pesanan pada periode
sebelumnya dapat ditekan sebesar nol. Besar dan waktu pemakaian bahan
baku secara akurat yang didasarkan pada jadwal produksi master dan waktu
tunggu bahan baku perlu diketahui dalam menjalankan teknik ini.
c. Teknik Penyeimbangan Bagian Periode (Part Period Balancing/PBB)
Dalam teknik ini, besarnya pesanan dilakukan sebesar kebutuhan
bersih pada suatu periode yang dapat digabungkan. Penggabungan periode
dilakukan untuk gabungan periode berurutan yang memiliki nilai kumulatif
52
bagian periode mendekati nilai Economic Part Period (EPP). Rumus untuk
menghitung EPP adalah:
EPP =
Dimana,
S = Biaya pemesanan per pesanan (Rp)
H = Biaya penyimpanan per unit per periode (Rp)
Selanjutnya dihitung kumulatif bersih dari periode gabungan tersebut
serta kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode diperoleh dengan
mengakumulatifkan perkalian kebutuhan suatu periode dengan periode
tambahan yang ditanggung.
3.3.3 Analisis Perbandingan Biaya dan Penghematan
Analisis perbandingan biaya diukur berdasarkan hasil analisis biaya
persediaan untuk setiap model yang digunakan. Variabel yang dibandingkan dari
masing-masing model terdiri atas: frekuensi pesanan, banyaknya pesanan, biaya
pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya persediaan total sera biaya pembelian.
Analisis penghematan yang dilakukan adalah analisis penghematan biaya
pemesanan, biaya penyimpanan, biaya persediaan total dan biaya pembelian.
3.3.4 Rekomendasi Model Alternatif Pengendalian Persediaan Berdasarkan Data Historis
Berdasarkan analisis perbandingan biaya dan penghematan akan dipilih
suatu model alternatif yang memberikan tingkat biaya persediaan yang paling
rendah dan tepat bagi perusahaan. Model alternatif ini tentunya harus disesuaikan
dengan kondisi perusahaan dan kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan
mengenai pengendalian persediaan bahan baku.
HS
53
3.3.5 Peramalan Produksi
Metode peramalan yang digunakan adalah deret berkala (time series). Pada
dasarnya ada tiga langkah peramalan yang penting, yaitu:
1. Menganalisis data yang lalu, yaitu mengidentifikasi pola yang terjadi pada
masa lalu. Pola data produksi susu UHT PT. Indolakto diidentifikasi dengan
mengamati plot data produksi susu UHT hasil dari program Minitab 14 dan
plot autokorelasinya.
2. Menentukan metode yang digunakan. Metode peramalan yang baik adalah
metode yang memberikan penyimpangan sekecil mungkin antara hasil
peramalan dengan nilai kenyataan. Standar yang digunakan adalah nilai MAE
(mean absolute error) atau nilai MSE (mean squared error). Metode
peramalan time series yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Dekomposisi Aditif.
3. Memproyeksikan data yang lalu dengan metode Dekomposisi Aditif dan
mempertimbangkan faktor- faktor perubahan, seperti perubahan kebijakan
pemerintah, kebijakan perusahaan, perkembangan potensi masyarakat,
perkembangan teknologi, dan perbedaan antara hasil ramalan yang ada dengan
kenyataan. Sehingga dapat ditentukan hasil ramalan akhir yang dipergunakan
sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan produksi serta
implikasinya terhadap persediaan bahan baku yang digunakan.
3.3.6 Metode Dekomposisi
Metode dekomposisi merupakan suatu metode yang dapat digunkan untuk
mengidentifikasi komponen tren (T), musiman (S), siklis (C), dan acak (E) yang
terdapat pada data time series. Model keterkaitan dari keempat komponen tersebut
54
dapat bersifat multiplikatif (perkalian) dan aditif (penjumlahan). Model yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah model dekomposisi aditif dengan rumus
umum Y = T + S + C + E.
Bila data yang tersedia dinyatakan dalam dimensi tahunan, maka
komponen yang terdapat pada data time series tetsebut hanya terdiri atas
komponen T, S dan E. Komponen T dinyatakan dalam satuan data aktual dan
komponen S dinyatakan dalam bentuk indeks atau Y dibagi dengan T. Bila data
yang tersedia dinyatakan dalam dimensi waktu yang kurang dari satu tahun maka
komponen yang terdapat dalam data time series tersebut terdiri dari komponen T,
S, C (seharusnya tidak ada), dan E. Bila dimensi waktunya merupakan kuartalan,
maka komponen S diidentifikasikan untuk tiap kuartalan, dan bila dimensi
waktunya berupa bulanan maka komponen S diidentifikasikan untuk tiap bulan.
3.3.7 Analisis Kuantitatif Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Hasil Ramalan
Setelah peramalan produksi ditentukan, perencanaan produksi dapat
dilakukan. Cara menghitung jumlah produksi adalah produksi (peramalan)
ditambah persediaan akhir dan dikurangi persediaan awal atau dengan kata lain
produksi (peramalan) ditambah dengan selisih antara persediaan akhir dengan
persediaan awal. Rencana produksi ini dapat digunakan untuk menghitung
kebutuhan bahan baku. Selanjutnya dilakukan analisis pengendalian persediaan
bahan baku untuk tahun 2006 dengan menggunakan model alternatif hasil
rekomendasi model pengendalian persediaan bahan baku tahun 2005. Setelah itu,
dilakukan analisis perbandingan biaya dan penghematan. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah model alternatif tersebut masih layak untuk digunakan.
55
Analisis perbandingan biaya diukur berdasarkan hasil analisis biaya
persediaan untuk setiap model yang digunakan. Variabel yang dibandingkan dari
masing-masing model terdiri atas: frekuensi pesanan, banyaknya pesanan, biaya
pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya persediaan total sera biaya pembelian.
Analisis penghematan yang dilakukan adalah analisis penghematan biaya
pemesanan, biaya penyimpanan, biaya persediaan total dan biaya pembelian.
3.4 Definisi Operasional
1. Waktu tunggu (lead time) adalah selang antara pemesanan bahan baku
dengan saat datang dan diterimanya bahan baku di gudang persediaan.
Waktu tunggu ini diukur dalam satuan hari, minggu atau bulan, tergantung
dari sifat dan kebutuhan bahan yang diperlukan perusahaan. Untuk bahan
baku SMP dan gula dihitung dalam satuan bulan.
2. Frekuensi pembelian adalah banyaknya (kali) pembelian yang dilakukan
perusahaan selama satu tahun produksi.
3. Biaya pemesanan bahan baku yaitu biaya yang dikeluarkan setiap kali
melakukan pemesanan dan penerimaan pesanan. Biaya pemesanan diukur
dalam rupiah per pesanan (Rp/pesanan). Besarnya biaya yang dikeluarkan
tidak tergantung pada besarnya atau banyaknya barang yang dipesan.
4. Biaya penyimpanan bahan baku yaitu semua biaya yang dikeluarkan
perusahaan selama satu tahun produksi karena penyimpanan persediaan
bahan baku. Biaya penyimpanan bahan baku diukur dalam satuan rupiah
per kilogram per tahun (Rp/kg/th).
56
IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah Perkembangan Perusahaan
PT. Indolakto merupakan perusahaan PMDN (Penanaman Modal dalam
Negeri) swasta yang bergerak di bidang usaha industri pengolahan susu (IPS).
Perusahaan ini didirikan pada tanggal 3 Juli 1992 atas dasar akte notaris Nomor
20, NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) 1.596.125.3/011, dengan notaris Benny
Kristianto dan sudah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman. Berdirinya
perusahaan ini merupakan kerjasama antara Salim Group dengan Marison.
PT. Indolakto merupakan bagian dari Dairy Division Group yang terdiri
dari perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam pengolahan susu. Perusahaan-
perusahaan tersebut yaitu PT. Indomilk, PT. Indolakto, PT. IndoMeiji,
PT. Ultrindo, PT. Indomurni, PT. Sumber AlamVita dan PT. Dairyville.
Luas tanah yang dimiliki oleh Dairy Group adalah 38 hektar. Tanah ini
dikembangkan menjadi sebuah kawasan industri dengan nama Indolakto
Industrial Estate. PT. Indolakto menempati lahan seluas 12 hektar, dimana 10
hektar untuk bangunan kantor dan pabrik serta dua hektar untuk pusat pengolahan
limbah. Penetapan tanah dan proses pembangunan pabrik seluas 12 ha dilakukan
pada tanggal 10 Desember 1994. Pembangunan konstruksi bangunan pabrik
dimulai pada bulan Januari 1995 dan selesai pada akhir tahun 1996. sedangkan
pemasangan peralatan dan mesin dilakukan pada bulan Januari 1997.
Kegiatan produksi PT. Indolakto dimulai pada bulan Juni 1997 dengan
produk pertamanya Susu Kental Manis (SKM) full cream dengan merek dagang
Indomilk Putih (IMP), Indomilk Coklat (IMC), dan creamer kental manis “Cap
Enak” yang dikemas dalam kemasan kaleng. PT. Indolakto juga memproduksi
57
susu UHT dengan berbagai ukuran dan rasa. Produksi susu UHT dimulai pada
bulan Oktober 1997 yang terdiri dari rasa coklat, strawberry, manis (sweetened),
melon, tawar (Plain Full Cream), dan madu. Susu UHT dikemas dalam kemasan
tetrapack dengan merek dagang Indomilk dan Indomilk kids berukuran 125 ml,
200 ml, dan 1000 ml. Pada bulan April 1998, PT. Indolakto meluncurkan produk
baru dengan merek dagang sendiri yaitu Krimer Kental Manis (KKM) “Tiga Sapi”
dan “Krima”. PT. Indolakto juga mulai mengembangkan produk-produknya
sebagai hasil dari penelitian dan pengembangan Corporate Development
Laboratory (CDL) pada tahun-tahun berikutnya. PT. Indolakto telah
menggunakan standar internasional dalam manajemen perusahaan dan
produksinya, yaitu ISO 9002 yang tercatat pada tahun 1998. Penggunaan standar
ini diharapkan dapat lebih menjamin kualitas produk dan pelayanan kepada
masyarakat yang dianggap sebagai mitra usaha perusahaan. PT. Indolakto juga
telah memperoleh sertifikat HALAL dan telah mendaftarkan diri untuk
memperoleh sertifikat Good Manufacturing Practices (GMP) dan HACCP.
PT. Indolakto tidak hanya memasarkan produknya di pasar lokal tetapi
juga dipasarkan ke pasar ekspor, seperti SKM Corina, KKM Crima dan UHT
sesuai permintaan konsumen. Pemasaran dan distribusi produk susu PT. Indolakto
ditangani oleh PT. Indomarco sebagai distributor utama.
4.2 Lokasi Perusahaan dan Tata Letak Bangunan
Penentuan lokasi PT. Indolakto dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, sarana dan prasarana
transportasi, serta daerah pemasaran.
58
4.2.1 Lokasi Perusahaan
PT. Indolakto berlokasi di jalan raya Siliwangi, Desa Pesawahan,
Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Lokasi ini sangat
strategis karena terletak di tepi jalan yang menghubungkan Sukabumi-Bogor dan
Jakarta sehingga memudahkan transportasi bahan baku dan pemasaran produk
akhir. Letak yang strategis ini juga memudahkan penyerapan tenaga kerja. Selain
itu, di lokasi tersebut terdapat sumber daya air yang bagus untuk menunjang
proses produksi. Sebelah barat pabrik PT. Indolakto berbatasan dengan PT.
Yakult Indonesia Persada, PT. Indomeiji dan industri lain yang nantinya ada di
kawasan industri ini. Sebelah timur berbatasan dengan jalan raya Cicurug-
Sukabumi, sedangkan sebelah utara dan selatan berbatasan dengan perumahan
penduduk. Denah lokasi pabrik PT. Indolakto dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.2.2 Tata Letak Bangunan
Tata letak bangunan dan susunan ruangan pabrik diatur sedemikian rupa
untuk mengoptimalkan keterkaitan antara proses, aliran bahan, pekerjaan, aliran
informasi, dan metode operasi dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Bangunan pabrik PT. Indolakto terdiri dari tiga bangunan utama yaitu dairy
building, service building, dan auxiliary building.
Dairy building adalah bangunan pabrik atau ruang produksi yang terdiri
dari dua lantai. Lantai satu terdiri dari ruang pengolahan, ruang pengemasan,
gudang penyimpanan, dan ruang pengendalian mutu. Lantai dua merupakan plan
office yang terdiri dari kantor beberapa departemen. Ruang pengolahan terdiri dari
ruang produksi SKM dan ruang produksi UHT. Ruang pengemasan terdiri dari
ruang filling (pengisian), ruang labelling (pelabelan), ruang packing (ruang
59
pengepakan), dan ruang can line (ruang pembuatan kaleng). Gudang penyimpanan
terdiri dari ruang penyimpanan bahan baku dan kemasan (raw material and
packaging) dan ruang penyimpanan produk akhir (finished good). Ruang
pengendalian mutu terdiri dari laboratorium fisika-kimia, laboratorium in process,
dan laboratorium mikrobiologi.
Ruang pengolahan SKM berdekatan dengan ruang pengendalian mutu dan
laboratorium pengendalian mutu. Ruang can line berdekatan dengan ruang
pengisian SKM, dan berlanjut dengan ruang pelabelan, ruang pengepakan dan
gudang produk jadi SKM. Untuk ruang proses UHT, ruang pengolahan
berdekatan dengan ruang sterilisasi, di sebelahnya adalah ruang pengisian UHT.
Pada bagian luarnya terdapat ruang pengepakan dan ruang produk jadi UHT.
Service building adalah bangunan untuk mekanik dan mesin yang terdiri
dari ruang transformer, ruang boiler, ruang genset, ruang suku cadang (spare
part), ruang kompresor, dan instalasi pengolahan air. Bangunan ini terletak di
belakang pabrik.
Auxiliary building terdiri dari kantor utama (main office) berlantai tiga,
ruang kantin, tiga unit ruang supir, dua unit ruang satpam, ruang pemadam
kebakaran, tempat pembuangan sampah dan masjid. Bangunan ini terletak di
bagian depan pabrik. Denah tata letak pabrik PT. Indolakto dapat dilihat pada
Lampiran 2.
4.3 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Struktur organisasi bertujuan untuk membantu mengatur dan mengarahkan
usaha-usaha dalam organisasi sedemikian rupa hingga usaha tersebut terkoordinir
dan sejalan dengan tujuan-tujuan organisasi (Reksohadiprodjo et al, 1992).
60
Struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Indolakto dalam menjalankan
aktifitasnya menggunakan struktur organisasi yang umum digunakan di industri
pangan. Bagian-bagian yang terdapat di dalamnya yaitu: bagian produksi, bagian
pengendalian mutu, bagian penggudangan, dan sebagainya. Perusahaan juga
mengatur masalah-masalah ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
4.3.1 Struktur Organisasi
Bentuk struktur organisasi PT. Indolakto adalah berbentuk lini (garis).
Alasan yang mendasari pemilihan bentuk ini adalah agar terjaminnya kesatuan
komando. Perusahaan yang dipimpin oleh satu orang cenderung memiliki proses
pengambilan keputusan yang lebih cepat dan mengutamakan wewenang yang
utuh. Hal ini berati masing-masing karyawan hanya bertanggung jawab kepada
seorang pemimpin.
Kekuasaan tertinggi di PT. Indolakto dipegang oleh para pemegang saham
yang mempercayakan pengelolaannya kepada Steering Commite yang terdiri dari
Chief Executive Officer (CEO) dan Deputy CEO. Pelaksanaannya dipegang oleh
General manager dibantu oleh Sekretaris dan Technical Advisor.
Secara organisator, PT. Indolakto dipimpin oleh seorang General Manager
yang bertugas memimpin perusahaan secara keseluruhan dan bertanggung jawab
penuh atas berhasilnya perusahaan, mengawasi serta mengkoordinasikan semua
bagian dalam melaksanakan tugasnya. Terdapat 15 unit fungsiona l departemen
yang bertanggung jawab kepada General Manager dan masing-masing
departemen dipimpin oleh seorang manager. Manager tersebut adalah Senior Milk
Prossesing Manager, SCM Processing Manager, UHT Production Manager,
61
SKM Package Manager, Chief Engineer, Deputy Chief Engineer, Environment
Officer, Quality Control Manager, Quality Assurance Manager, HRD dan
Industrial Estate Manager, Purchase Manager, Finance Manager, Accounting
Manager, Information and Technology Manager dan Logistic Manager. Bagan
struktur organisasi PT. Indolakto dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.3.2 Sistem Ketenagakerjaan
PT. Indolakto dalam peraturan perusahaannya telah mengatur hubungan
kerja antara pengusaha dengan pekerja dengan Keputusan No. 206/w.9/PP/98
tahun 1998 yang telah disyahkan oleh Departemen Tenaga Kerja Propinsi Jawa
Barat. Peraturan perusahaan PT. Indolakto terdiri dari 41 pasal yang diantaranya
memuat ketentuan hari kerja, jam kerja, waktu shift, sistem pengupahan, kerja
lembur, keselamatan kerja, bonus, tunjangan, skorsing, pemutusan hubungan
kerja, dan hak serta kewajiban pekerja. Peraturan ini mulai berlaku setiap dua
tahun dan selanjutnya diperpanjang sesuai kesepakatan. Pelaksanaan peraturan ini
dijamin dengan terbentuknya SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) PT.
Indolakto pada bulan Juli 1998.
4.3.2.1 Tenaga Kerja
PT. Indolakto mengklasifikasikan karyawan menjadi dua bagian yaitu
karyawan overtime dan karyawan non overtime. Karyawan overtime adalah
karyawan yang waktu lemburnya diperhitungkan dan mendapat pembayaran
tambahan atas waktu lemburnya, sedangkan karyawan non overtime adalah
karyawan yang waktu lemburnya tidak diperhitungkan.
62
Berdasarkan status hubungan dengan perusahaan, karyawan yang bekerja
di PT. Indolakto terdiri dari karyawan tetap dan karyawan kontrak serta karyawan
harian. Karyawan tetap adalah karyawan yang terikat hubungan kerja untuk waktu
tidak tertentu dengan perusahaan, dan telah melampaui masa percobaan tiga bulan
dengan mendapat upah setiap bulan. Karyawan kontrak adalah karyawan yang
terikat hubungan kerja dengan perusahaan untuk waktu tertentu dan masa
kerjanya dapat diperpanjang atau tidak diperpanjang. Karyawan harian adalah
karyawan yang terikat hubungan kerja atas dasar pekerjaan harian yang insidental
(sewaktu-waktu).
4.3.2.2 Strata Pendidikan Pekerja
Seluruh pekerja didistribusikan ke berbagai departemen dengan proporsi
yang disesuaikan dengan departemen yang bersangkutan. Strata pendidikan untuk
manajer dan wakil menejer minimal sarjana, sedangkan untuk supervisor adalah
D3 atau sarjana. Pekerjaan bagian produksi dan bagian pengendalian mutu seperti
operator dan teknisi lab adalah setingkat SLTA dan D3. Strata pendidikan untuk
pekerja di bagian gudang dan pekerja kasar adalah SD, SLTP dan SLTA.
Pekerjaan di bagian administrasi dan keuangan adalah lulusan SLTA dan D3.
Dalam rangka meningkatkan keterampilan dan keahlian pekerja, PT. Indolakto
juga mengikutsertakan pekerjanya untuk mengikuti pelatihan dan seminar.
4.3.2.3 Waktu Kerja dan Sistem Insentif
Waktu kerja karyawan PT. Indolakto adalah lima hari kerja dalam
seminggu. Jumlah jam kerja adalah delapan jam sehari atau 40 jam seminggu
yang dilakukan dalam dinas normal atau shift. Pekerja kantor/non produksi
63
bekerja mulai dari Senin hingga Jumat dengan jam kerja dari jam 08.00 hingga
16.30 dengan waktu istirahat selama 30 menit. Untuk pekerja pabrik diberlakukan
sistem shift yang dibagi menjadi empat shift yaitu shift malam (jam 22.30 –
07.00), shift pagi (jam 06.30 – 15.00), shift siang (jam 14.30 – 23.00) dengan
waktu istirahat 30 menit, dan shift khusus yang waktunya disesuaikan dengan
kebutuhan. Pertukaran dilakukan satu minggu sekali sesuai dengan kebutuhan
operasional perusahaan dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan
karyawan. Hari Sabtu dan Minggu merupakan hari kerja lembur untuk karyawan
non eksekutif, sedangkan untuk pekerja eksekutif yang masuk pada hari tersebut,
maka pada minggu selanjutnya diperbolehkan untuk libur antara hari Senin
sampai Jumat.
Sistem pembayaran gaji di PT. Indolakto didasarkan pada golongan dan
jabatan pekerja dengan memperhatikan tingkat pendidikan, tanggung jawab,
keahlian, kemampuan, serta pengalaman yang dibutuhkan untuk jabatan tersebut.
Pembayaran gaji karyawan tetap dan kontrak dilakukan setiap bulan antara
tanggal 26 sampai 30, sedangkan untuk karyawan harian dilakukan dua kali dalam
sebulan. Karyawan yang telah menjalani masa kerja selama setahun akan
mendapatkan THR (Tunjangan Hari raya) sebesar satu bulan gaji, sedangkan
untuk karyawan yang masa kerjanya belum satu tahun, besar THR diatur secara
proporsional oleh perusahaan. Pemberian bonus juga dilakukan oleh perusahaan,
namun sifatnya tidak tetap, tergantung pada keadaan perusahaan.
Upah lembur diberikan kepada pekerja yang melakukan kerja lembur,
yaitu pekerjaan yang dilakukan melebihi empat jam dari jam yang ditentukan (40
jam seminggu) atau pada hari-hari besar. Perhitungan upah lembur berbeda-beda
64
tergantung dari hari lembur (hari biasa, hari minggu dan hari raya resmi)
karyawan dan jumlah jam lembur.
4.3.2.4 Jaminan Kesejahteraan dan Masa Cuti
Fasilitas yang tersedia bagi karyawan antara lain sarana kantin, tempat
beribadah (masjid), loker, seragam, poliklinik, rawat inap dan rawat jalan, serta
jamsostek. Setiap hari karyawan memperoleh jatah makan satu kali yang sesuai
dengan waktu shifnya. Sedangkan untuk pekerja yang lembur empat jam atau
lebih diberikan uang makan yang besarnya senilai satu kali makan. Selain itu
setiap bulan semua karyawan memperoleh enam kaleng susu kental manis.
Perlengkapan karyawan juga disediakan oleh perusahaan yaitu seragam, sepatu
dan tutup kepala yang diberikan sesuai kebutuhan serta diberikan juga fasilitas
laundry. Fasilitas lainnya adalah fasilitas antar jemput untuk karyawan tingkat
eksekutif dan karyawan yang bekerja pada shift malam untuk daerah Sukabumi
dan Bogor, sedangkan karyawan non eksekutif mendapatkan uang transport.
Fasilitas perumahan hanya diberikan pada pekerja terkait yang harus bisa
memberi suatu keputusan pada perusahaan.
PT. Indolakto juga memberikan jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan
kerja, hari tua dan jaminan kematian. Jaminan kesehatan diberlakukan bagi
karyawan dan keluarga. Pemeriksaan dan pengobatan dapat dilakukan di
poliklinik yang terdapat di area PT. Indolakto. Untuk karyawan yang sudah
berkeluarga, apabila istri dan dua orang anak memerlukan perawatan rumah sakit,
perusahaan akan menggantikan semua biaya perawatan, pengobatan maupun
rawat inap atau rawat jalan. Rumah sakit yang ditunjuk perusahaan untuk
sementara ini adalah Rumah Sakit PMI Bogor.
65
Jaminan kecelakaan kerja, hari tua dan jaminan kematian terhadap pekerja
dikelola oleh PT. JAMSOSTEK. Hal ini disesuaikan dengan peraturan Undang-
undang yang berlaku yaitu UU No. 3 Tahun 1992, tentang jaminan sosial tenaga
kerja. Selain jaminan-jaminan di atas, pekerja yang meninggal dunia karena
kecelakaan di luar kerja akan mendapat sumbangan dari PT. Indolakto.
PT. Indolakto memberikan masa cuti bagi karyawannya. Setiap pekerja
yang telah bekerja selama satu tahun berhak atas cuti tahunan selama 12 hari kerja
dan tetap mendapat upah penuh. Bagi karyawati yang hamil diperbolehkan untuk
cuti selama tiga bulan dengan mendapat upah penuh. Selain itu, karyawati yang
mendapat haid diperbolehkan cuti sebanyak-banyaknya dua hari bila benar-benar
dibutuhkan dengan surat keterangan dokter.
4.4 Proses Produksi
PT. Indolakto secara umum memproduksi dua jenis produk yaitu susu
kental manis (SKM) dan susu Ultra High Temperature (UHT). Proporsi produksi
susu UHT terhadap total produksi perusahaan adalah 30.72 persen. Susu UHT
yang diproduksi oleh PT. Indolakto menggunakan dua formula bahan baku yaitu
formula susu segar dan formula recombined. Formula susu segar jarang digunakan
perusahaan untuk memproduksi susu UHT karena adanya keterbatasan pasokan
susu segar, selain itu susu segar lebih banyak digunakan untuk produksi SKM.
Oleh karena itu penelitian ini memfokuskan pada produk susu UHT dengan
formula recombined.
Produksi UHT selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan dari
segi jumlah dan variasi produk. Tahun 2000 total produksi UHT PT. Indolakto
adalah 6 744.96 ton, kemudian mengalami peningkatan setiap tahunnya menjadi
66
9 695.58 ton pada tahun 2001, 17 259.87 ton pada tahun 2002, 20 710.09 ton pada
tahun 2003, 21 077.37 ton pada tahun 2004, dan 23 037.15 ton pada tahun 2005.
Proses produksi Sistem Ultra High Temperature (UHT) merupakan salah
satu cara pengolahan susu yang berlangsung secara kontinyu dengan pemanasan
yang tinggi dan dalam waktu singkat serta diikuti dengan pendinginan secara
cepat untuk menghasilkan produk yang steril secara komersial. Perlakuan panas
yang digunakan adalah secara tidak langsung menggunakan Plate Heat Exchanger
(PHE) dan Tabular Heat Exchanger (THE) atau alat penukar panas dimana
produk susu tidak langsung kontak dengan uap panas.
Secara garis besar, tahap-tahap proses pengolahan susu UHT meliputi
proses penyiapan bahan baku, proses dumping, pencampuran bahan baku
(mixing), homogenisasi, pasteurisasi, hidrasi, sterilisasi, pengemasan dan
pengepakan (aseptic filling and packing). Diagram alir proses pengolahan susu
UHT ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
1. Tahap Persiapan Bahan Baku
Langkah awal dalam proses produksi adalah mempersiapkan bahan-bahan
yang diperlukan, antara lain Skim Milk Powder (SMP), Anhydrous Milk Fat
(AMF), gula, air dan minor ingredients yang terdiri dari vitamin, flavor, pewarna
dan stabilizer. Proses penyiapan minor ingredients dilakukan oleh bagian Quality
Control (QC) dengan sangat teliti agar menghasilkan mutu produk yang seragam.
2. Proses Dumping
Proses dumping adalah proses penuangan bahan baku utama ke dalam silo
tank yang dilengkapi dengan saringan (filter) berukuran 2 x 4 centimeter dan
berfungsi untuk mencegah benda-benda asing yang tidak diinginkan masuk ke
67
dalam tangki. Bahan baku yang tertampung dalam silo tank tersebut kemudian
ditransfer ke dalam mixer.
3. Proses Pencampuran Bahan /Mixing
Proses pencampuran bahan/mixing adalah proses pencampuran semua
bahan yang digunakan agar diperoleh suatu campuran yang homogen. Umumnya
perusahaan menggunakan dua mixing tank untuk sekali produksi dengan kapasitas
15 ton untuk setiap tangkinya.
4. Prosaes Homogenisasi
Proses homogenisasi berfungsi untuk memecah globula lemak dan
menyeragamkannya menjadi berdiameter 2 µ sehingga terbentuk emulsi yang
stabil. Sebelum proses homogenisasi, dilakukan proses pre-heating dengan
menggunakan PHE dengan suhu 70 °C sebagai pemanasan awal. Proses
homogenisasi dilakukan dengan menggunakan tekanan 200 bar pada suhu 70 °C
selama 30 detik.
5. Proses Pasteurisasi
Proses pasteurisasi dilakukan dengan menggunakan PHE yang terbuat dari
stainless-steel. PHE memiliki kisi-kisi dengan kedalaman tertentu pada
permukaannya. Fungsinya adalah untuk memperluas permukaan PHE agar proses
pasteurisasi berlangsung lebih efektif dan efisien. Proses pasteurisasi berlangsung
selama 30 detik bertujuan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen.
Selanjutnya hasil pasteurisasi disimpan di dalam tangki hidrasi yang berkapasitas
60 000 liter dan bersuhu 4-10 °C, maksimal selama 10 jam yang bertujuan untuk
memberi kesempatan bagi stabilizer untuk menggabungkan air dan lemak.
68
6. Proses Hidrasi
Proses hidrasi dilakukan pada produk yang suhunya masih dibawah 10 °C,
dengan masa hidrasi selama 1-2 jam. Waktu hidrasi adalah waktu yang diberikan
untuk produk agar komponen-komponen yang terpisah (vitamin, protein, lemak,
dan lain- lain) dapat menyatu kembali dengan bantuan stabilizer dan membentuk
produk yang memiliki karakter mendekati susu segar.
7. Proses Sterilisasi
Sterilisasi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme termasuk spora
yang terkandung dalam susu tanpa merusak kandungan gizi susu tersebut dan
dapat memperpanjang umur simpan. Proses sterilisasi susu di PT. Indolakto
menggunakan sterilisasi dengan metode indirect heating, pemanasan dilakukan
melalui penukar panas, yaitu PHE atau THE.
Setelah sterilisasi selesai, produk dipertahankan selama 4 detik dalam
holding tube setelah itu produk dilewatkan ke Flow Diversion tube (FDV) yang
berfungsi sebagai pengecek suhu produk. Jika suhunya < 142 °C setelah
sterilisasi, maka produk akan dialirkan kembali ke balance tank untuk mengalami
proses homogenisasi dan sterilisasi ulang. Jika terjadi sebaliknya, maka produk
dialirkan ke proses selanjutnya. Proses selanjutnya, produk mengalami
pendinginan secara bertahap dengan menggunakan cooler hingga bersuhu 26 °C.
Produk yang telah dingin dan steril dimasukkan ke aseptic tank dengan kapasitas
20 000 kg, kemudian produk di dorong dengan udara steril ke aseptic filling
menggunakan tekanan 1.5 bar.
69
8. Proses Pengisian dan Pengemasan
Proses pengisian dilakukan di dalam ruangan khusus yang sangat steril dan
harus selaku dijaga kesterilannya, baik ruangan, pekerja, bahan pengemas, dan
peralatan lainnya. Proses pengemasan dilakukan secara aseptik untuk mencegah
kontaminasi secara mikrobiologis yang dapat menyebabkan perubahan aroma,
rasa dan penurunan nilai gizi produk sehingga shelf life produk lebih panjang.
Materi pengemasan yang digunakan adalah tetra paper® dan tetap dilakukan
sterilisasi terlebih dahulu. Kemasan yang telah terbentuk dari gulungan kertas
kemasan yang telah dicetak tanggal kadaluarsa dan kode produksinya, kemudian
diisikan dengan produk. Kotak-kotak yang telah terisi dengan rapi dikeluarkan
melalui konveyer dari ruang filling ke ruang packing untuk dikemas karton dan
diberi straw (sedotan) pada karton boxnya.
9. Proses Pengepakan
Proses pengepakan dilakukan menggunakan mesin pengepak karton
(cardboard packer machine) secara otomatis. Mesin tersebut memasukkan pak-
pak produk jadi dan operator yang bertugas secara bersamaan memasukkan straw
(sedotan) sesuai dengan volume produk yang dibuat ke dalam kemasan karton
bergelombang (corrugated paper). Mesin akan melipat karton untuk membentuk
suatu box dan akan membubuhkan tanggal kadaluarsa, jenis produk dan kode
mesin. Selanjutnya box akan keluar melalui rak besi dan siap untuk disusun ke
atas palet/palletizing yang dilakukan oleh operator mesin secara manual.
70
V. SISTEM PENGADAAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PERUSAHAAN
5.1 Penyimpanan dan Penggunaan Bahan
Penyimpanan bahan baku SMP, dan gula dilakukan dalam suatu gudang
yang sama, yaitu gudang raw material (RM) dan packaging material (PM)
bersama dengan bahan baku lainnya. Penyimpanan bahan baku tersebut
menggunakan pallet (alas) agar bahan baku tidak bersentuhan langsung dengan
lantai dan memudahkan pengangkutan. Mengingat keterbatasan jangkauan forklift
yang ada, susunan pallet secara vertikal adalah maksimum tiga pallet. Setiap satu
susunan pallet memuat 40 karung untuk gula dan 60 karung untuk SMP.
Luas total area gudang raw material adalah 1 323.75 m2. Luas area untuk
penyimpanan gula adalah 306.75 m2 dengan kapasitas penyimpanan sebanyak 780
metrik ton atau 15 600 karung (50 kg/karung). Sedangkan untuk area
penyimpanan SMP adalah 183.75 m2 dengan kapasitas penyimpanan sebanyak
360 metrik ton atau 14 400 karung (25 kg/karung). Perusahaan tidak memisahkan
bahan baku SMP dan gula yang ditujukan untuk kebutuhan produksi SKM dan
UHT, semuanya disimpan dalam satu area penyimpanan.
Penyimpanan bahan baku di gudang dikelompokkan berdasarkan jenis dan
waktu kedatangan bahan baku tersebut (metode FIFO) sehingga bahan baku yang
lebih dulu disimpan akan lebih dulu digunakan. Layout gudang bahan baku RM
saat ini dirancang untuk kebutuhan dua minggu, sehingga penyimpanan bahan
baku terbatas untuk jumlah tertentu, namun saat ini jumlah bahan baku yang ada
melebihi kapasitas normal gudang. Oleh karena itu, perusahaan telah
merencanakan untuk mengembangkan area gudang penyimpanan bahan baku agar
71
dapat menyimpan dalam jumlah yang lebih banyak, mengingat kapasitas produksi
perusahaan juga semakin meningkat.
Fasilitas yang dimiliki oleh WH adalah listrik dan forklift. Fasilitas listrik
berupa lampu yang berfungsi sebagai penerangan, sedangkan forklift diperlukan
untuk mengangkut gula dan SMP dari warehouse ke bagian produksi. Jumlah
lampu yang disediakan di dalam gudang raw material adalah sebanyak 30 lampu,
namun yang digunakan hanya 18 lampu dengan daya satu lampunya sebesar 250
watt. Forklift yang digunakan untuk keperluan pemindahan bahan baku tersebut
berjumlah tiga buah.
Pemeliharaan fasilitas WH dilakukan oleh petugas maintenance yang
bertugas membersihkan WH agar tetap terawat. Perusahaan bekerjasama dengan
perusahaan jasa ECOLAB dalam pemeliharaan bahan baku. Pemeliharaan yang
dilakukan adalah dengan melakukan pest control dan fogging setiap sebulan
sekali. Jadwal pelaksanaan fogging disesuaikan dengan jadwal produksi, yaitu
pada saat perusahaan sedang tidak berproduksi. Selain pemeliharaan tersebut,
petugas WH juga memiliki jadwal rutin untuk membersihkan gudang setiap hari,
yaitu mulai pukul 07.00 hingga pukul 08.00 agar ruang tempat penyimpanan
bahan/gudang selalu dalam keadaan bersih.
5.2 Jenis dan Asal Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam produksi susu pada PT. Indolakto,
khususnya untuk produk susu UHT bervariasi dan berasal dari pemasok yang
berbeda-beda pula. Secara umum bahan baku yang digunakan dalam produksi
susu UHT adalah sebagai berikut:
72
1. Susu Segar/Fresh Milk
Susu UHT yang diproduksi oleh PT. Indolakto mempunyai dua alternatif
formulasi, yaitu formulasi dengan menggunakan susu segar/fresh milk sebagai
bahan baku utama dan tanpa menggunakan susu segar/fresh milk biasa disebut
dengan metode rekombinasi. Susu segar yang digunakan oleh PT. Indolakto
adalah susu sapi segar yang memenuhi spesifikasi pada Tabel 4.
Tabel 4. Spesifikasi Fresh Milk yang diterima PT. Indolakto SPESIFIKASI NILAI Temperatur (°C) Maks 8 °C pH 6.6 – 6.8 Keasaman (%) 0.13 – 0.17 Alkohol Test Negatif Resazurin Test 5 – 6 Kadar Lemak (%) Min 3.3 Berat Jenis (20 °C) Min 1.0250 Total Solid (%) Min 11 Solid Non Fat (%) Min 7.7 Kadar Karbonat (ppm) < 100 Kandungan Antibiotik Negatif Freezing Point (°C) Maks – 0.520 TPC (CFU/g) Maks 3.000.000 Spora (CFU/g) Maks 100 MPC (CPU/g) Maks 100
Sumber: Departemen QC. PT. Indolakto, 2006
Susu segar yang digunakan untuk produksi perusahaan diperoleh dari
pemasok lokal yang dikirim secara rutin setiap hari. Pemasok susu segar ke PT.
Indolakto yang masih aktif sampai saat ini ada lima pemasok dari tujuh pemasok
yang terdaftar. Pemasok tersebut diantaranya KSU Puspa Mekar, KSU Tandang
Sari, Sinar Jaya, Taurus Dairy Farm, dan UPS GKSI (Gabungan Koperasi Susu
Indonesia) Sukabumi. Susu segar yang digunakan sebagai bahan baku produk
susu UHT dan SKM disimpan dalam ruang penampungan/tangki yang dikelola
oleh bagian produksi SKM. Bagian produksi UHT dapat menggunakan susu segar
tersebut dengan membuat surat permintaan barang ke bagian warehouse dan
mengkoordinasikan dengan bagian produksi SKM.
73
Pasokan susu segar dari pemasok masih dirasa belum mencukupi kebutuhan
perusahaan, sehingga perusahaan mengambil kebijakan untuk menggunakan
formula rekombinasi untuk produksi UHT, yaitu menggunakan SMP sebagai
bahan baku utamanya. Harga susu segar yang digunakan berdasarkan harga yang
telah ditetapkan oleh GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) yang merupakan
hasil negosiasi dengan para pengusaha pengelola industri pengolahan susu. Harga
susu segar yang diperoleh PT. Indolakto bervariasi sesuai dengan kualitas susu
tersebut. Kisaran harga susu segar selama satu tahun terakhir yaitu mulai dari
Rp 1 795.37 hingga Rp 2 306.45 per kilogramnya. Tinggi rendahnya harga
tersebut tergantung dari kualitas susu yang dipasok. Sistem pembayaran yang
digunakan adalah nontunai atau pembayaran dilakukan seminggu sampai sebulan
setelah barang diterima.
2. Susu Bubuk/Milk Powder
Susu bubuk yang ditambahkan dalam pembuatan susu UHT terdiri dari tiga
macam, yaitu Skim Milk Powder (SMP), Butter Milk Powder (BMP), Anhydrous
Milk Fat (AMF). Susu bubuk ditambahkan untuk standarisasi mutu susu segar.
SMP merupakan produk susu yang dihasilkan dengan memisahkan cream
(lemak susu) dan menghilangkan air dari susu segar dengan cara dikeringkan
dengan spray dryer sehingga dihasilkan skim bubuk bebas lemak. SMP berbentuk
bubuk, berwarna putih dan tidak menggumpal. Fungsi SMP pada pembuatan susu
UHT adalah untuk meningkatkan total solid non fat. SMP ini dikemas dalam
paper dan polybag ukuran 25 kilogram dan disimpan dalam ruangan kering dan
berventilasi selama maksimum 12 bulan, namun perusahaan selalu berusaha
menggunakannya dalam waktu kurang dari sebulan. SMP ini diperoleh dengan
74
cara mengimpor dari beberapa negara, yaitu dari Fonterra (SEA) Pte. Ltd
(Singapura), James Farrel and Co, Ferjidson Pte. Ltd (Singapura), Interfood B.V
(Belanda), Amberston Pte. Ltd (Singapura). Harga SMP selama satu tahun
terakhir berkisar antara USD 2 150 hingga USD 2 595 per metrik ton. Harga SMP
yang digunakan dalam perhitungan adalah USD 2 372.5 per metrik ton
{(USD 2 150 + USD 2595): 2}. Sistem pembayaran yang diberlakukan adalah
sistem non tunai, yaitu 14 hari sampai 120 hari setelah barang diterima. PT.
Indolakto tidak pernah melakukan pembayaran secara cash untuk pembelian
dalam jumlah besar.
SMP yang dipergunakan untuk produksi susu UHT adalah dari jenis medium
heat. Jenis-jenis tersebut ditetapkan berdasarkan jumlah panas yang diterima saat
pengeringan yang dinyatakan dengan nilai WPNI (Whey Protein Nitrogen Index).
Standar SMP yang digunakan oleh PT. Indolakto dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Standar Mutu Skim Milk Powder (SMP) PT. Indolakto Analisa Spesifikasi SMP
Asam lemak bebas Bilangan peroksida Organoleptik Kadar air Bilangan iod
< 0.3 % 0.1 mg eq O2/kg
- < 0.1 % 26 - 38
Sumber: Departemen QC PT. Indolakto
3. Gula/Sugar
Gula berfungsi sebagai pemanis dan pengawet karena gula dapat
menghalangi aktivitas bakteri dan dapat menurunkan aktivitas air. Selain itu
penambahan gula juga dapat mencegah denaturasi protein susu akibat pemanasan
yang berlebihan. Gula yang digunakan adalah disakarida dalam bentuk kristal
sukrosa (C12H12O11). Gula ini dikemas dalam karung plastik pada bagian luar dan
plastik pada bagian dalam dengan berat 50 kilogram yang disimpan pada suhu
75
ruang yang kering dan tidak lembab. Standar mutu gula yang digunakan oleh PT.
Indolakto dapat dilihat pada Tabel 6.
Gula yang digunakan diperoleh dari pemasok lokal, yaitu PT. Indomilk
(trade), PT. Nusa Indah, PT. Angels Products, dan juga diimpor dari ETS
Internasional (Saudi Arabia), Hottlet Sugar Trading N.V (Belgia), dan Ferjidson
Pte. Ltd (Singapura). Pengiriman gula dilakukan secara bertahap berdasarkan
perjanjian bagian purchasing dengan pemasok. Hal ini dilakukan, mengingat
perusahaan tidak bisa menyimpan gula dalam jumlah banyak dan terlalu lama
dalam gudang karena khawatir akan mudah mengkristal karena kelembaban yang
tinggi. Harga rata-rata gula selama satu tahun terakhir yaitu sebesar Rp 5 200 per
kilogram. Pembayaran dilakukan rata-rata tujuh hari setelah barang diterima
perusahaan.
Tabel 6. Standar Mutu Gula PT. Indolakto Analisa Spesifikasi SMP
pH So2
CaCO3 Ekstraneous matters
Gula pereduksi
> 5.50 < 20 mg/g
< 30 mg / 100 g Standar
< 20 mg / 100 g Sumber: Departemen QC PT. Indolakto
5.3 Biaya-biaya Persediaan
Biaya persediaan PT. Indolakto secara umum dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
5.3.1 Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan total per periode adalah hasil kali antara jumlah pesanan
yang dilakukan setiap periode dengan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali
pesan. Biaya ini bersifat agak konstan dimana besarnya biaya yang muncul tidak
76
dipengaruhi besarnya kuantitas bahan yang dipesan oleh perusahaan. Pemesanan
untuk bahan baku produk susu kental manis (SKM) dan UHT digabungkan dalam
suatu pemesanan ke masing-masing pemasok. Komponen biaya pemesanan bahan
baku SMP dan gula untuk kebutuhan produksi susu UHT dapat diuraikan sebagai
berikut:
(a) Biaya administrasi, meliputi biaya pembuatan dokumen-dokumen
pemesanan dan penerimaan bahan berupa dokumen Purchase Request (PR)
dari bagian PPIC dan dokumen Purchase Order (PO) dari bagian Purchasing
kepada pemasok serta kelengkapan administrasi lainnya. Total biaya
administrasi per pesanan PT. Indolakto untuk bahan baku SMP adalah
sebesar Rp 57 369.60 per pesanan dan Rp Rp 8 191.33 per pesanan untuk
bahan baku gula.
(b) Biaya telepon, email dan correspondent fax , dikeluarkan untuk mengirimkan
PO kepada pemasok dan mengkonfirmasi mengenai dokumen PO yang telah
dikirim oleh bagian purchasing perusahaan. Biaya ini meliputi biaya telepon
internal dan eksternal perusahaan. Biaya telepon internal perusahaan yaitu
biaya telepon yang digunakan untuk koordinasi antara bagian-bagian
perusahaan yang terkait seperti bagian gudang raw material, bagian PPIC
dan bagian purchasing. Sedangkan biaya telepon eksternal perusahaan adalah
biaya telepon antara bagian purchasing kepada para pemasok dan pihak-
pihak terkait lainnya. Total biaya telepon, email dan correspondent fax per
pesanan PT. Indolakto untuk bahan baku SMP adalah Rp 115 968.00 dan
16 622.25 untuk gula. Komponen dan besarnya biaya pemesanan per pesanan
bahan baku secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.
77
Berdasarkan Tabel. 7 diketahui bahwa bahan baku SMP memiliki total biaya
pemesanan per pesanan lebih besar dibandingkan bahan baku gula. Biaya
pemesanan total bahan baku SMP yaitu Rp 173 337.6 per pesanan sedangkan
biaya pemesanan total bahan baku gula sebesar Rp 24 813.58 per pesanan.
Tabel 7. Biaya Pemesanan Bahan Baku PT. Indolakto per Pesanan
Komponen Biaya Pemesanan SMP Gula Nilai
(Rp/pesanan) (%) Nilai
(Rp/pesanan) (%)
1. Administrasi 57 369.60 33.10 8 191.33 33.01 2. Telepon dan correspondent fax 115 968.00 66.90 16 622.25 66.99
Total 173 337.60 100 24 813.58 100 Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
5.3.2 Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan merupakan biaya yang dikeluarkan karena perusahaan
menyimpan bahan baku di gudang. Biaya ini bervariasi langsung dengan kuantitas
persediaan. Biaya penyimpanan adalah hasil perkalian dari tingkat persediaan
rata-rata dengan biaya penyimpanan bahan baku per unit. Komponen biaya
penyimpanan bahan baku SMP dan gula yang dilakukan oleh PT. Indolakto dapat
diuraikan sebagai berikut:
(a) Biaya fasilitas penyimpanan, meliputi biaya listrik sebagai penerangan dan
pendinginan, serta biaya pengadaan alat-alat kebersihan seperti: sapu,
sabun/deterjen, dan karet pengering lantai. Biaya fasilitas penyimpanan
untuk bahan baku SMP sebesar Rp 3.48 per tahun sehingga biaya fasilitas
penyimpanan per bulannya sebesar Rp 0.290/kg. Sedangkan untuk bahan
baku gula memiliki biaya fasilitas per tahun sebesar Rp 0.52 sehingga biaya
per bulannya sebesar Rp 0.043/kg.
78
(b) Biaya pemeliharaan, meliputi biaya fogging dan pest control gudang raw
material (RM) yang dilakukan sebulan sekali. Biaya pemeliharaan per tahun
bahan baku SMP sebesar Rp 0.11/kg. Sedangkan biaya pemeliharaan bahan
baku gula per tahun sebesar Rp 0.02/kg. Biaya pemeliharaan memiliki biaya
yang paling rendah dalam komponen biaya penyimpanan. Hal ini
menunjukkan bahwa biaya pemeliharaan tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan total biaya penyimpanannya. Namun biaya ini
harus tetap diperhatikan karena akan mempengaruhi kualitas dari bahan baku
yang disimpan. Tidak adanya pemeliharaan akan menyebabkan bahan baku
yang disimpan mengalami penurunan kualitas bahkan dapat mengakibatkan
kerusakan.
(c) Biaya modal, yaitu biaya yang terjadi karena kehilangan pendapatan berupa
bunga bank yang seharusnya diperoleh tetapi tidak diperoleh karena uang
yang ada digunakan untuk membeli barang. Besarnya biaya ini tergantung
dari lamanya barang disimpan dan tingkat suku bunga yang berlaku. Tingkat
suku bunga yang digunakan adalah rata-rata tingkat suku bunga simpanan
berjangka rupiah bank umum (12 bulan) tahun 2005, yaitu sebesar 8.06
persen. Biaya modal merupakan biaya terbesar dalam biaya penyimpanan
perusahaan. Biaya modal terbesar adalah untuk bahan baku SMP sebesar
Rp 544.97/kg (USD 2.3725/kg x 8.06% x Rp 9 2774) x 30.72%) atau sebesar
99.35 persen dari biaya total penyimpanannya. Biaya modal SMP ini hampir
mendekati 100 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa bahan baku SMP
memiliki nilai modal yang sangat tinggi. Semakin banyak persediaan/stock
4 nilai tukar 1 USD = Rp 9 277
79
SMP di gudang, maka akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
peningkatan biaya penyimpanannya. Biaya modal untuk bahan baku gula
adalah Rp 25.11/kg (Rp 5 200 x 8.06% x 5.99%) per tahun. Biaya ini juga
merupakan komponen biaya terbesar dari total biaya penyimpannya.
Tabel 8. Biaya Penyimpanan Bahan Baku PT. Indolakto Komponen Biaya Penyimpanan SMP Gula
Nilai (Rp/kg)
(%) Nilai (Rp/kg)
(%)
1. Biaya Fasilitas 3.48 0.63 0.52 2.03 2. Biaya Pemeliharaan 0.11 0.02 0.02 0.08 3. Biaya Modal 544.97 99.35 25.11 97.89 Total Biaya Penyimpanan setahun 548.56 100 25.65 100 Total Biaya Penyimpanan sebulan 45.71 2.14
Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
Berdasarkan Tabel. 8 diketahui bahwa biaya penyimpanan total untuk
bahan baku SMP per tahun adalah Rp 548.56/kg sehingga untuk setiap periode
bulanan total biaya penyimpanan SMP menjadi Rp 45.71/kg. Sedangkan total
biaya penyimpanan bahan baku gula per tahun adalah Rp 25.65/kg sehingga total
biaya penyimpanan per bulan untuk gula adalah sebesar Rp2.14/kg untuk gula.
Biaya penyimpanan SMP perusahaan merupakan biaya penyimpanan terbesar.
Oleh karena itu, pengelolaannya harus diperhatikan agar tidak menimbulkan
pemborosan.
5.4 Prosedur Pengadaan dan Penerimaan Bahan Baku
Perolehan bahan baku pada PT. Indolakto dimulai dari adanya kebutuhan
dan rencana penggunaan bahan baku oleh perusahaan. Rencana penggunaan
bahan baku untuk produk susu UHT ditetapkan oleh bagian PPIC (Product
Planning Inventory Control). Rencana tersebut dibuat berdasarkan hasil
penyesuaian antara jumlah permintaan konsumen yang termuat dalam SO (Supply
80
Order) yang merupakan perkiraan/peramalan dari departemen marketing (PT.
Indomilk) dengan kemampuan dan kapasitas perusahaan. Selanjutnya PPIC
memberikan konfirmasi kepada bagian marketing berupa CSO (Confirm Supply
Order) mengenai kesanggupan perusahaan dalam memproduksi order tersebut.
PPIC kemudian membuat rencana produksi dan kebutuhan bahan baku untuk
produksi susu UHT. Perencanaan dibuat per tiga bulan (satu bulan rencana tetap
dan dua bulan ramalan) yang selanjutnya diturunkan menjadi rencana mingguan.
Setelah merencanakan produksi baik jumlah, jenis produk dan kebutuhan
bahan, bagian PPIC membuat PR (Purchase Requestion), yaitu permohonan
pembelian yang diserahkan ke bagian purchasing. PR ini terdiri dari tiga lembar
yang didistribusikan ke bagian purchasing, akunting, dan PPIC. PR untuk raw
material (RM) harus disetujui terlebih dahulu oleh manajer logistik dan PPIC
sebelum diserahkan ke bagian purchasing. Bagian purchasing akan
menindaklanjuti PR tersebut dengan menghubungi para pemasok yang telah
ditetapkan. Penetapan pemasok itu sendiri mempunyai prosedur tertentu, namun
untuk bahan baku yang dibahas dalam penelitian ini yaitu gula dan SMP diatur
oleh Dairy Group pusat yaitu PT. Indomilk.
Setelah menerima PR, bagian purchasing akan menerbitkan PO (Purchase
Order) untuk memesan bahan baku dan melakukan negosiasi harga dengan
pemasok. Khusus untuk bahan baku SMP dan gula, negosiasi harga dan pemilihan
pemasok dilakukan oleh Dairy Group pusat yaitu PT. Indomilk. PO terdiri dari
tiga lembar yang akan didistribusikan ke pemasok (dokumen asli), accounting
(copy warna putih), dan purchasing (copy warna kuning). Selanjutnya bagian
purchasing akan melakukan controlling terhadap realisasi PO tersebut dengan
81
membuat form jadwal kedatangan barang, kemudian menanyakan ke bagian
warehouse (WH), dan konfirmasi ke pemasok. Bahan baku yang dikirim oleh
pemasok akan diterima dan disimpan oleh bagian WH. Pengaturan tata letak
bahan baku diatur oleh bagian gudang agar kualitasnya tidak berkurang.
Prosedur penerimaan bahan baku raw material (RM) yang berlaku di PT.
Indolakto dimulai dari pelaporan pihak supplier/pembawa bahan baku RM ke pos
satpam dengan meninggalkan identitas diri dan menunjukkan surat jalan.
Kemudian satpam yang bertugas akan menghubungi bagian gudang (WH) yang
akan melakukan penimbangan di jembatan timbang. Tujuan penimbangan tersebut
adalah untuk mendapatkan data/angka yang benar yang dipergunakan sebagai
perbandingan di surat jalan yang ada dengan hasil penimbangan yang tercetak.
Hasil penimbangan tersebut juga dapat dipergunakan untuk perhitungan tagihan
dari supplier. Setelah ditimbang barang tersebut dibawa ke gudang bahan baku
RM yang disertai surat jalan untuk di uji oleh QC (Quality Control).
Pengujian tersebut ditujukan untuk mengetahui apakah bahan baku yang
diterima sesuai dengan PO, layak digunakan dalam produksi, dan kuantitasnya
sesuai dengan perjanjian. QC akan mengeluarkan pernyataan realease apabila
bahan tersebut memenuhi kriteria dan dapat digunakan dalam produksi, kemudian
dilakukan bongkar muat dan pihak WH membuat Surat Penerimaan Barang (SPB)
yang kemudian memasukkan ke dalam stock untuk disimpan. Sistem
penyimpanan yang digunakan adalah sistem First In First Out (FIFO). Sebaliknya
QC akan mengeluarkan pernya taan reject apabila kriteria bahan baku tidak
terpenuhi. Alasan untuk bahan baku gula dan SMP yang reject terjadi karena
sudah berjamur, kemasan rusak dan membantu (gula). Bahan baku yang
82
dinyatakan reject oleh QC bisa dikembalikan kepada pemasok, karena sudah ada
perjanjian antara pemasok dengan bagian purchasing. Namun apabila bahan baku
reject karena kesalahan dalam penyimpanan sehingga terjadi penurunan kualitas
maka bahan baku tidak bisa dikembalikan. Kasus reject karena kesalahan
penyimpanan ini jarang sekali terjadi di PT. Indolakto. Bagan alir prosedur
pengadaan bahan baku RM dapat dilihat pada Lampiran 6.
PT. Indolakto dalam memilih pemasok sangat selektif. Calon pemasok
bahan baku harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan perusahaan
dan telah lulus seleksi oleh bagian purchasing dan QC. Kriteria PT. Indolakto
dalam menentukan pemasok bahan baku adalah sebagai berikut:
1. Kriteria produk, yaitu bahan baku harus memenuhi standar yang ditetapkan.
2. Kriteria pengiriman, yaitu pengiriman bahan baku harus tepat waktu.
3. Kriteria harga, yaitu harga bahan baku yang ditawarkan harus bisa bersaing.
4. Kriteria tempat kedudukan pemasok (lokasi), yaitu pemasok harus jelas
domisilinya, mudah dihubungi dan tanggap untuk menerima komplain.
5.5 Pengendalian Kualitas Bahan Baku
Pengendalian kualitas bahan dan produk merupakan hal yang esensial
dalam industri pangan, khususnya industri pengelolaan susu. Pengendalian
mutu/kualitas sangat penting dilakukan untuk menjaga mutu produk,
mengendalikan agar menghasilkan mutu yang konsisten, dan yang terpenting
adalah sebagai jaminan keamanan makanan.
PT. Indolakto memiliki bagian khusus untuk pengendalian kualitas/mutu,
yaitu departemen PDQC (Product Development Quality Control). Pengendalian
kualitas dilakukan melalui berbagai pengujian, mulai dari bahan baku (susu segar,
83
SMP, gula, air, dan bahan-bahan lainnya) sampai produk jadi dengan jenis
pengujian TPC, kapang jamur, koliform, dan salmonella. Bagian QC (Quality
Control) mempunyai wewenang untuk menetapkan status suatu bahan baku
ataupun produk jadi. Bahan baku atau produk jadi yang diberikan status reject,
tidak boleh digunakan dalam proses produksi maupun dilepas ke konsumen.
Hanya produk yang berstatus release yang dapat digunakan dan dilepas ke
konsumen.
PT. Indolakto sangat memperhatikan masalah kualitas. Hal ini terlihat dari
quality slogan yang ditetapkan perusahaan, yaitu:
1. Produk dan jasa tanpa cacat dan aman saja yang hanya diberikan kepada
pelanggan
2. Amat mengerti dan memahami semua persyaratan proses kerja terkait.
3. Semua persyaratan dalam proses terkait harus dipenuhi.
4. Semua aktivitas yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan.
PT. Indolakto memiliki tiga laboratorium yaitu mikrobiologi, fisika-kimia,
dan pengawasan proses. Pengawasan mikrobiologi meliputi pengawasan
penggunaan terhadap bahan mentah, ruang pengisian, dan produk akhir. Bahan
mentah yang dipasok ke perusahaan harus memenuhi syarat dari laboratorium
mikrobiologi sebelum bahan tersebut diterima. Laboratorium pengawasan proses
cenderung melihat aspek fisika karena aspek ini mengandung parameter mutu
yang lebih mudah diketahui dan yang pertama dilihat konsumen. Pengawasan
mutu fisika-kimia, sama halnya dengan pengawasan mutu mikrobiologi, yaitu
dilakukan mulai dari bahan baku sampai produk akhir.
84
VI. ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PERUSAHAAN
6.1 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan
Pengendalian persediaan yang dilakukan oleh perusahaan bertujuan untuk
memperlancar proses produksi, mengantisipasi kekurangan bahan dan
mengantisipasi terhadap kelebihan persediaan yang akan menyebabkan
pemborosan biaya. Selain itu, efisiensi operasional suatu organisasi dapat
meningkat karena fungsi penting persediaan, yaitu berfungsi menghadapi
ketidakpastian dari pemasok. Berdasarkan fungsi persediaan tersebut diketahui
bahwa jenis persediaan perusahaan adalah jenis anticipation stock. Sistem
pemakaian bahan baku perusahaan adalah sistem FIFO (First In First Out),
dimana bahan baku yang terlebih dahulu masuk gudang akan keluar
gudang/digunakan terlebih dahulu.
Kebutuhan bahan baku perusahaan dalam hal ini SMP dan gula diturunkan
dari rencana produksi susu UHT. Rencana produksi susu UHT ini diperoleh dari
Supply Order (SO) yang perkirakan oleh bagian marketing (PT. Indomilk).
Selanjutnya bagian PPIC PT. Indolakto akan menyesuaikan SO yang diterima
dengan kapasitas produksi perusahaan yang tercermin dalam Confirm Supply
Order (CSO). Berdasarkan kesepakatan tersebutlah PT. Indolakto berproduksi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan perusahaan dalam berproduksi adalah
untuk memenuhi pesanan.
Kebutuhan bahan baku SMP dan gula diperoleh dari pemasok-pemasok
yang telah mengalami penyeleksian terlebih dahulu. Perusahaan melakukan
perjanjian dengan pemasok berupa kontrak selama waktu tertentu untuk bahan
85
baku yang dibutuhkan dalam jumlah besar termasuk didalamnya adalah SMP dan
gula. Pemesanan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan beberapa waktu tertentu
namun penyerahan/delivery barangnya dilakukan secara bertahap. Untuk bahan
baku SMP, perusahaan biasanya melakukan pemesanan untuk kebutuhan selama
tiga bulan mengingat lead time SMP adalah tiga bulan, namun setiap bulannya
ada penyerahan barang. Sementara pemesanan untuk bahan baku gula dilakukan
sejumlah kebutuhan gula selama sebulan pemakaian, karena lead time gula adalah
satu bulan. Jadi penyerahan/delivery barang tidak dilakukan sekaligus dalam suatu
waktu karena jumlahnya yang sangat besar sedangkan kapasitas gudang terbatas.
Selain itu sifat bahan baku yang tidak tahan lama (perishable ) juga menjadi
pertimbangan untuk menetapkan kebijakan penyerahan/delivery secara bertahap.
Bagian produksi susu UHT menerima jadwal produksi dari PPIC setiap
minggunya. Selanjutnya bagian produksi susu UHT akan menghitung kebutuhan
bahan baku per hari dan mengajukan permintaan bahan kepada bagian
gudang/WH dengan membuat Surat Permintaan Bahan. Setelah menerima Surat
Permintaan Bahan, bagian gudang/WH akan mentransfer bahan ke bagian
produksi susu UHT untuk kebutuhan setiap hari produksi dan mengeluarkan Surat
Pengeluaran Bahan. Bagian gudang/WH memiliki label stok untuk masing-
masing bahan baku yaitu sejenis kartu yang berfungsi mengetahui jumlah bahan
baku yang diterima, yang keluar dan yang tersisa. Perhitungan secara fisik
terhadap bahan baku yang ada di gudang dilakukan setiap dua minggu sekali oleh
petugas gudang. Selain itu perusahaan juga menggunakan software SOLOMON
sebagai sistem informasi perusahaan sehingga memudahkan dalam memonitor
inventory stock status.
86
Sistem pengendalian persediaan yang dilakukan perusahaan pada
prinsipnya bertujuan untuk melakukan pesanan sejumlah kebutuhan untuk
beberapa waktu tertentu (sesuai lead time) yang ditambah dengan persediaan
pengaman. Lead time untuk bahan baku SMP adalah tiga bulan dan untuk bahan
baku gula adalah satu bulan. Perusahaan menetapkan persediaan pengaman untuk
bahan baku SMP sebanyak kebutuhan SMP selama dua minggu produksi
(0.5 bulan) setiap bulannya sedangkan persediaan pengaman untuk bahan baku
gula adalah sebanyak kebutuhan gula selama satu minggu produksi (0.25 bulan).
Penyimpanan persediaan di gudang diusahakan seminimal mungkin dengan
kebijakan penyerahan/delivery pesanan bahan baku secara bertahap. Hal itu semua
dilakukan untuk menjaga kualitas dan ketersediaan bahan baku agar dapat
memenuhi kebutuhan pemakaiannya.
Tabel 9. Persediaan SMP dan Gula per Bulan di Gudang Selama Tahun 2005 Bulan SMP Gula
Januari 121 813.91 32 736.63 Februari 196 760.76 62 002.95 Maret 189 096.16 49 033.78 April 8 363.01 60 067.48 Mei 55 902.72 24 291.67 Juni 185 779.51 21 734.54 Juli 90 714.32 20 475.98 Agustus 176 894.36 24 926.55 September 67 245.47 9 942.56 Oktober 60 329.16 14.50 November 46 264.32 2 750.67 Desember 171 624.75 157 232.82 Total 1 370 788.45 465 210.12 Rata-rata 114 232.37 38 767.51
Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
Persediaan bahan baku SMP dan gula setiap bulannya dapat dilihat pada
Tabel 9. Berdasarkan Tabel. 9 tersebut diketahui bahwa selama tahun 2005, total
persediaan yang tersimpan di gudang adalah 1 370 788.45 kg SMP dan
87
465 210.12 kg gula. Adanya persediaan ini akan berpengaruh terhadap biaya
penyimpanan perusahaan. Semakin banyak persediaan yang di simpan, maka
semakin besar biaya penyimpanannya.
Total biaya persediaan bahan baku per tahun adalah total biaya antara
pemesanan bahan baku dan biaya penyimpanan bahan baku. Biaya pemesanan
perusahaan selama tahun 2005 adalah Rp 4 680 115.20 untuk bahan baku SMP
dengan frekuensi pemesanan sebanyak 27 kali pesan. Pengiriman barang setiap
kali pesanan biasanya dilakukan secara bertahap, ya itu beberapa kali dalam
sebulan tergantung dari permintaan perusahaan. Sedangkan biaya pemesanan
bahan baku gula adalah Rp 818 848.14 dengan frekuensi pemesanan sebanyak 33
kali. Biaya penyimpanan total perusahaan selama tahun 2005 untuk bahan baku
SMP adalah Rp 62 658 740.05 dan Rp 995 549.66 untuk bahan baku gula.
Sehingga biaya persediaan total bahan baku perusahaan selama tahun 2005 adalah
sebesar Rp 67 338 855.25 untuk SMP dan untuk bahan baku gula adalah sebesar
Rp 1 814 397.80. Biaya persediaan total perusahaan untuk bahan baku SMP dan
Gula adalah sebesar Rp 69 153 253.05. Secara rinci mengenai frekuensi
pemesanan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku SMP dan gula
dengan metode perusahaan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Biaya Persediaan Bahan Baku per tahun periode 2005 menggunakan Metode perusahaan.
Bahan Baku
Biaya Pemesanan/tahun Biaya Penyimpanan/tahun Biaya Total Persediaan
Rp/pesan Frek
Total Biaya Pemesanan per tahun (Rp/tahun)
Rp/kg Jml stock setahun
(kg/tahun)
Total Biaya Penyimpanan
per tahun (Rp/tahun)
(Rp)
SMP 173 337.60 8 1 386 700.80 45.71 1 370 788.45 62 658 740.05 64 045 440.85 Gula 24 813.58 20 496 271.60 2.14 465 210.12 995 549.66 1 491 821.26
Total Biaya Persediaan 65 537 262.11 Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
88
Selama tahun 2005 perusahaan melakukan pemesanan sebanyak delapan
kali untuk SMP dan dua puluh kali untuk gula. Perusahaan melakukan pemesanan
sebanyak delapan kali untuk SMP karena bahan baku tersebut diperoleh dengan
cara mengimpor dari beberapa negara, dimana biaya pemesanannya yang relatif
mahal. Kuantitas pemesanan yang dilakukan perubahaan berbeda-beda setiap
periode pemesanan, tergantung dari perkiraan permintaan konsumen. Oleh karena
itu perusahaan selalu menyediaakn sediaan penyangga yang mengakibatkan
adanya persediaan di gudang setiap periodenya. Hal ini disebabkan perusahaan
tidak ingin mengambil resiko ketidakandalan pemasok yang berdampak pada
terganggunya proses produksi perusahaan. Perusahaan saat ini memiliki enam
pemasok untuk SMP dan tujuh pemasok untuk gula. Dalam rangka memenuhi
kebutuhan bersih SMP dan gula setiap bulannya, perusahaan melakukan
pemesanan kepada seluruh pemasok tersebut.
Tabel 11. Biaya Pembelian SMP dan Gula Kebijakan Perusahaan Tahun 2005
Kuantitas (kg)
Harga beli + Biaya tranportasi
(Rp/kg)
Biaya Bongkar Muat
(Rp/kg)
Biaya Pembelian Total
(Rp/tahun)
SMP 2 178 414.89 22 009.68 1.90 47 950 353 659.12 Gula 1 510 913.78 5 200.00 1.90 7 859 622 373.48
Biaya Pembelian Total 55 809 976 032.60 Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
Pada Tabel 11. dapat dilihat rincian biaya pembelian bahan baku SMP dan
gula. Kuantitas pembelian bahan baku SMP yang ditujukan untuk produksi UHT
pada tahun 2005 adalah 2 178 414.89 kilogram dengan biaya pembelian sebesar
Rp 47 950 353 659.12. Sedangkan untuk bahan baku gula, kuantitas pembelian
perusahaan adalah 1 510 913.78 kilogram dengan biaya pembelian sebesar
89
Rp 7 859 622 373.48. Biaya pembelian total untuk bahan baku SMP dan gula
yang dilakukan perusahaan pada tahun 2005 adalah Rp 55 809 976 032.60.
6.2 Metode Material Requirement Planning (MRP)
MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan
persediaan untuk barang-barang dengan sifat permintaan dependent (terikat). SMP
dan gula yang digunakan oleh PT. Indolakto merupakan bahan baku untuk
produksi susu UHT yang memiliki sifat permintaan terikat. Sehingga metode
MRP ini dapat digunakan sebagai alternatif bagi perusahaan untuk merencanakan
kebutuhan bahan dan mengelola persediaan bahan baku terutama dalam hal
ukuran lot pemesanan, biaya persediaan, dan besarnya tingkat persediaan. Ada
beberapa macam teknik MRP yang dalam perhitungan besarnya lot yang dipesan.
Teknik MRP tersebut adalah teknik Lot For Lot (LFL), Economic Order Quantity
(EOQ) dan teknik Part Period Balancing (PPB). Namun dalam pembahasan ini
hanya mengkaji teknik EOQ dan PPB sedangkan teknik LFL tidak digunakan
mengingat kebijakan perusahaan yang menginginkan adanya persediaan
pengaman. Sementara teknik LFL pada prinsipnya mengharuskan perusahaan
untuk selalu memesan sebesar kebutuhan bersih SMP dan gula yang disesuaikan
dengan waktu tunggu masing-masing bahan tersebut tanpa sediaan pengaman.
Rencana pelaksanaan pesanan merupakan perhitungan waktu mundur dari
rencana penerimaan pesanan. Dalam hal ini, rencana pelaksanaan pesanan sangat
tergantung dari lead time pengadaan bahan baku SMP dan gula tersebut. Dengan
demikian, perusahaan harus memesan SMP dan gula masing-masing pada tiga
bulan dan satu bulan sebelum timbul adanya kebutuhan bersih persediaan bahan
baku tersebut, agar persediaan SMP dan gula tersedia pada saat dibutuhkan.
90
6.2.1 Metode MRP Teknik Economic Order Quantity (EOQ)
Penggunaan metode EOQ mengharuskan perusahaan melakukan
pemesanan SMP dan gula sebesar tingkat EOQnya atau sebesar kelipatan dari
EOQ pada setiap kali melakukan pemesanan apabila kebutuhan bersih SMP dan
gula lebih besar dari nilai EOQ. Nilai EOQ untuk bahan baku SMP adalah
36 199.35 kg dan 51 683.53 kg untuk bahan baku gula.
Dengan menggunakan metode EOQ, perusahaan melakukan pemesanan
sebanyak sembilan kali untuk bahan baku SMP dan sebelas kali untuk bahan baku
gula. Jumlah persediaan di tangan selama tahun 2005 dengan metode EOQ adalah
sebanyak 1 220 357.73 kg untuk bahan baku SMP dan 634 488.53 kg gula.
Adanya persediaan tersebut mengakibatkan perusahaan harus menanggung biaya
penyimpanan untuk SMP dan gula masing-masing sebesar Rp 55 782 551.61 dan
Rp 1 357 805.45. Biaya persediaan total SMP dan gula dengan menggunakan
metode EOQ adalah Rp 58 973 344.84. Biaya ini masih lebih kecil dibandingkan
biaya persediaan total yang ditanggung perusahaan. Hal ini disebabkan frekuensi
pemesanan dan jumlah persediaan di tangan selama tahun 2005 dengan metode
EOQ lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan.
Tabel 12. Biaya Persediaan SMP dan Gula dengan Metode EOQ Tahun 2005 Bahan Baku
Biaya Pemesanan/tahun Biaya Penyimpanan/tahun Biaya Total Persediaan
Rp/pesan Frek Total Biaya Pemesanan per tahun
(Rp/tahun)
Rp/kg Jml stock setahun
(kg/tahun)
Tot Biaya Penyimpanan
per tahun (Rp/tahun)
(Rp/tahun)
SMP 173 337.60 9 1 560 038.40 45.71 1 220 357.73 55 782 551.61 57 342 590.01
Gula 24 813.58 11 272 949.38 2.14 634 488.53 1 357 805.45 1 630 754.83
Total 1 832 987.78 57 140 357.06 58 973 344.84 Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
Frekuensi pemesanan yang dilakukan perusahaan lebih sedikit karena
perusahaan melakukan pemesanan lebih jarang namun dengan kuantitas pesan
91
yang relatif tinggi sehingga menyebabkan persediaan perusahaan menjadi besar.
Secara rinci mengenai frekuensi pemesanan, biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan SMP dan gula dengan metode EOQ dapat dilihat pada Tabel 12.
Kuantitas pembelian bahan baku SMP untuk produksi UHT pada tahun
2005 dengan metode EOQ adalah 1 701 369.45 kg dengan biaya pembelian
sebesar Rp 37 449 829 758.23. Sedangkan untuk gula, kuantitas pembelian adalah
1 292 088.25 kg dengan biaya pembelian sebesar Rp 6 721 313 867.68. Kuantitas
tersebut masih lebih sedikit dibandingkan kuantitas yang dibeli perusahaan.
Perusahaan melakukan pembelian dengan kuantitas yang lebih besar karena
perusahaan tidak mau mengambil resiko kekurangan bahan baku. Biaya
pembelian total SMP dan gula dengan metode EOQ adalah Rp 44 171 143 625.91.
Rincian biaya pembelian bahan baku SMP dan gula dengan metode EOQ dapat
dilihat pada Lampiran 17.
6.2.2 Metode MRP Teknik Part Period Balancing (PPB)
Dalam penggunaan metode PPB, perusahaan melakukan pemesanan bahan
baku SMP dan gula sebesar kebutuhan kotor pada suatu periode yang
digabungkan. Banyaknya periode yang digabungkan tergantung dari nilai
kumulatif bagian periode yang mendekati nilai Economic Part Period (EPP).
Nilai EPP untuk masing-masing bahan baku diperoleh dari hasil bagi antara biaya
pemesanan per pesanan dengan biaya penyimpanan per kilogram per bulan SMP
dan gula tersebut. Nilai EPP SMP dan gula masing-masing sebesar 3 792.12 dan
11 595.13.
Berdasarkan Lampiran 13 dan Lampiran 14 diperoleh nilai akumulasi
periode bagian yang mendekati nilai EPP untuk bahan baku SMP dan bahan baku
92
gula, yaitu satu periode. Nilai EPP yang menghasilkan periode gabungan satu
periode tersebut menyebabkan frekuensi dan kuantitas pemesanan masing-masing
SMP dan gula adalah sembilan dan sebelas kali.
Kuantitas pemesanan yang direncanakan adalah sejumlah kebutuhan kotor
selama periode gabungan, dalam hal ini adalah sejumlah kebutuhan kotor satu
periode yang jumlahnya berbeda-beda untuk setiap periodenya ditambah dengan
persediaan pengaman. Kebijakan perusahaan menginginkan adanya persediaan
pengaman untuk antisipasi terhadap permintaan konsumen, oleh karena itu dalam
penentuan lot pemesanan perlu diikutsertakan perhitungan persediaan pengaman.
Biaya persediaan total selama tahun 2005 dari bahan baku SMP adalah
Rp 48 946 297.45 dan Rp 1 012 441.80 untuk bahan baku gula. Secara
keseluruhan, biaya persediaan total perusahaan selama tahun 2005 dari bahan
baku SMP dan gula dengan teknik PPB adalah sebesar Rp 49 958 739.25. Biaya
persediaan total dengan teknik PPB ini masih lebih rendah bila dibandingkan
dengan teknik perusahaan. Secara rinci mengenai frekuensi pemesanan, biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan bahan baku SMP dan gula dengan metode
PPB dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Biaya Persediaan SMP dan Gula dengan Metode PPB Tahun 2005 Bahan Baku
Biaya Pemesanan/tahun Biaya Penyimpanan/tahun Biaya Total Persediaan
Rp/pesan Frek Total Biaya Pemesanan per tahun
Rp/kg Jml stock setahun
Total Biaya Penyimpanan
per tahun
(Rp)
SMP 173 337.60 9 1 560 038.40 45.71 1 036 671.60 47 386 259.05 48 946 297.45 Gula 24 813.58 11 272 949.38 2.14 345 557.20 739 492.42 1 012 441.80 Total 1 832 987.78 48 125 751.46 49 958 739.25
Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
Kuantitas pembelian bahan baku SMP untuk produksi UHT pada tahun
2005 dengan metode PPB adalah 1 686 026.83 kg dengan biaya pembelian
93
sebesar Rp 37 112 114 450.69. Sedangkan kuantitas pembelian bahan baku gula
adalah 1 308 163.72 kg dengan biaya pembelian sebesar Rp 6 804 936 875.66.
Biaya pembelian total SMP dan gula dengan metode PPB adalah sebesar
Rp 43 917 051 326.35.
6.3 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan
Berdasarkan hasil perhitungan metode pengendalian persediaan
perusahaan dengan metode MRP teknik EOQ dan PPB selama tahun 2005 dapat
dilakukan perbandingan antara model-model tersebut. Ringkasan perhitungan
dapat dilihat pada Tabel 14. Perusahaan unggul dalam biaya pemesanan SMP
dibandingkan teknik EOQ dan PPB karena frekuensi pemesanan SMP perusahaan
lebih jarang tetapi berdampak pada biaya penyimpanan yang lebih besar. Hal itu
juga berdampak pada tingginya biaya persediaan SMP perusahaan. Dalam
pemesanan gula, perusahaan menghasilkan biaya terbesar karena frekuensi yang
dilakukan perusahaan lebih sering diband ingkan teknik EOQ dan PPB. Seringnya
perusahaan melakukan pemesanan gula untuk menghindari kerusakan gula akibat
penyimpanan yang terlalu lama karena gula mudah membatu. Biaya penyimpanan
gula perusahaan masih lebih rendah dibandingkan biaya penyimpanan dengan
teknik EOQ namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan teknik PPB.
Metode MRP teknik PPB menghasilkan biaya persediaan total dan juga
biaya pembelian total untuk bahan baku SMP dan gula yang paling kecil bila
dibandingkan dengan metode yang digunakan perusahaan dan teknik EOQ.
Penghematan yang dihasilkan dengan metode PPB tersebut adalah yang terbesar.
Pada Tabel 15 terlihat bahwa penghematan biaya persediaan SMP dan Gula
dengan metode PPB mampu menghemat sebesar 23.77 persen dibandingkan
94
teknik perusahaan. Biaya persediaan gula memiliki persentase terbesar dalam
penghematan dengan metode PPB tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 14. Perbandingan Frekuensi, Biaya Persediaan dan Biaya Pembelian Total SMP dan Gula Tahun 2005
Uraian Perusahaan EOQ PPB
Frekuensi Pemesanan 8 kali SMP 20 kali Gula
9 kali SMP 11 kali Gula
9 kali SMP 11 kali Gula
Biaya Persediaan SMP 64 045 440.85 57 342 590.01 48 946 297.45
Biaya Persediaan Gula 1 491 821.26 1 630 754.83 1 012 441.80
Biaya Persediaan Total 65 537 262.11 58 973 344.84 49 958 739.25
Biaya Pembelian SMP 47 950 353 659.12 37 449 829 758.23 37 112 114 450.69
Biaya Pembelian Gula 7 859 622 373.48 6 721 313 867.68 6 804 936 875.66
Biaya Pembelian Total 55 809 976 032.60 44 171 143 625.91 43 917 051 326.35
Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006 Sedangkan untuk penghematan terhadap biaya pembelian metode PPB
juga menghasilkan penghematan terbesar yaitu 21.31 persen. Kontribusi
penghematan dari pembelian SMP merupakan yang terbesar. Hal ini terjadi karena
proporsi penggunaan bahan baku SMP untuk pembuatan susu UHT lebih besar
dibandingkan bahan baku gula sehingga sedikit saja perubahan dalam rencana
produksi susu UHT akan berdampak lebih besar terhadap kuantitas kebutuhan
SMP yang dipesan.
Tabel 15. Penghematan Biaya Persediaan dan Pembelian dengan Metode MRP teknik EOQ dan PPB
Uraian EOQ PPB
(Rp) (%) (Rp) (%)
Biaya Persediaan SMP 6 702 850.84 10.47 15 099 143.40 23.58
Biaya Persediaan Gula -138 933.57 -9.31 479 379.46 32.13
Biaya Persediaan Total 6 563 917.27 10.02 15 578 522.86 23.77
Biaya Pembelian SMP 10 500 523 900.89 21.90 10 838 239 208.43 22.60
Biaya Pembelian Gula 1 138 308 505.80 14.48 1 054 685 497.82 13.42
Biaya Pembelian Total 11 638 832 406.69 20.85 11 892 924 706.25 21.31
Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
95
6.4 Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Data Historis Perusahaan Tahun 2005
Berdasarkan hasil analisis perbandingan biaya persediaan dan
penghematan metode MRP terhadap kebijakan perusahaan tahun 2005, maka
dapat direkomendasikan suatu model alternatif pengendalian persediaan bahan
baku SMP dan gula bagi PT. Indolakto. Metode alternatif ini diharapkan dapat
menghemat biaya perusahaan melalui penghematan biaya persediaan bahan
bakunya. Selain itu, tingkat persediaan SMP dan gula perusahaan diharapkan
dapat optimal sehingga perusahaan tidak mengalami gangguan produksi yang
disebabkan oleh kekurangan bahan baku dan membengkaknya biaya persediaan
akibat besarnya persediaan yang tersimpan.
Hasil analisis perbandingan biaya persediaan dan penghematan metode
MRP terhadap kebijakan perusahaan tahun 2005 menunjukkan bahwa kebijakan
pengendalian persediaan SMP dan gula perusahaan belum optimal. Hal ini
dibuktikan dengan besarnya biaya persediaan bahan baku SMP dan gula yang
mencapai Rp 65 537 262.11 dan biaya pembelian sebesar Rp 55 809 976 032.60.
Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan gula perusahaan mempunyai
kontribusi yang besar terhadap tingginya biaya persediaan perusahaan. Tingginya
biaya penyimpanan gula perusahaan disebabkan oleh besarnya persediaan yang
tersimpan di gudang dan tingginya biaya pemesanan gula disebabkan perusahaan
lebih sering memesan gula. Sementara metode MRP teknik, EOQ dan PPB
memungkinkan perusahaan melakukan penghematan terhadap biaya persediaan,
terutama teknik PPB.
96
Tingginya biaya pembelian SMP dan gula yang ditanggung oleh
perusahaan disebabkan kuantitas selama tahun 2005 yang dibeli perusahaan lebih
banyak diband ingkan dengan metode MRP teknik EOQ dan PPB. Kuantitas
pembelian bahan baku perusahaan dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan yang
menginginkan adanya persediaan pengaman. Sediaan pengaman yang dilakukan
perusahaan adalah 50 persen dari rata-rata kebutuhan bersih SMP setiap periode
(bulan) dan 25 persen dari kebutuhan bersih rata-rata gula setiap periode (bulan).
Hasil analisis dengan metode PPB dalam penelitian ini memberikan
alternatif bagi perusahaan untuk menghasilkan penghematan terhadap biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan yang berdampak pada biaya persediaan yang
lebih besar serta penghematan terhadap biaya pembelian, terutama pembelian
bahan baku SMP.
Metode PPB pada prinsipnya dapat digunakan untuk menggabungkan
kebutuhan bersih lebih dari satu periode. Penggunaan metode PPB ini
menghasilkan periode gabungan yang akan meminimumkan biaya persediaan
(biaya pemesanan dan biaya penyimpanan). Metode ini lebih dinamis dalam
menyeimbangkan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang
dikeluarkan perusahaan. Selain itu, metode PPB dapat lebih fleksibel dalam
penggabungan kebutuhan bersih SMP dan gula selama periode tertentu jika terjadi
perubahan biaya persediaan. Oleh karena itu metode PPB dapat direkomendasikan
sebagai metode pengendalian persediaan bahan baku SMP dan gula pada
PT. Indolakto.
97
VII. PERENCANAAN BAHAN BAKU
7.1 Peramalan Produksi
Peramalan dilakukan terhadap angka produksi produk jadi susu UHT PT.
Indolakto. Data historis produksi susu UHT yang digunakan adalah data produksi
bulanan dari tahun 2000 hingga tahun 2005. Metode peramalan yang digunakan
adalah metode terbaik dari beberapa metode yang telah diujikan terhadap data
produksi PT Indolakto dengan kriteria uji yaitu kesesuaian pola data dan nilai
MSE (Mean Square Error) terkecil.
7.1.1 Identifikasi Pola Data
Identifikasi pola data dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang
terdapat pada deret data produksi dengan mengamati plot data produksi susu UHT
serta plot autokorelasinya. Berikut ini adalah plot data produksi susu UHT pada
PT. Indolakto periode tahun 2000 hingga 2005.
Index
Pro
d UH
T (T
on)
70635649423528211471
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
Time series Plot
Gambar 6. Plot Data Produksi Susu UHT PT. Indolakto Periode 2000-2005
Berdasarkan Gambar. 6 terlihat bahwa data produksi susu UHT PT.
Indolakto tidak stasioner, memiliki unsur tren dan memiliki unsur musiman.
Sebaran data produksi yang tidak berada disekitar garis lurus menunjukkan bahwa
98
data tidak stasioner. Berdasarkan plot autokorelasi (Lampiran 8) menunjukkan
pola data yang tidak stasioner, karena time lag tiga dan empat periode masih
berbeda nyata dengan nol, bahkan sampai periode ke 15 nilai koefisien ACF
masih berada di luar selang kepercayaan (-0.2 s/d 0.2). Data produksi tersebut
sudah stasioner ketika dilakukan differencing/pembedaan pertama (d 1) terhadap
ACFnya. Hasil differencing pertama ACF dapat dilihat pada Lampiran 9. Nilai
koefisien ACF setelah differencing pertama menunjukkan bahwa time lag pertama
dan kedua berbeda nyata dengan nol, dan pada time lag ketiga sudah tidak
berbeda nyata dengan nol. Hal tersebut menunjukkan bahwa data sudah stasioner.
Pola data produksi susu UHT PT. Indolakto memiliki kecenderungan yang
positif yaitu memiliki tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
dipengaruhi oleh semakin meningkatnya minat konsumen untuk mengkonsumsi
susu UHT. Oleh karena itu, produksi susu UHT perusahaan terus bertambah dari
segi jumlah dan variasi produk. Tahun 2000 total produksi UHT PT. Indolakto
adalah 6 744.96 ton, kemudian mengalami peningkatan setiap tahunnya menjadi
9 695.58 ton pada tahun 2001, 17 259.87 ton pada tahun 2002, 20 710.09 ton pada
tahun 2003, 21 077.37 ton pada tahun 2004, dan 23 037.15 ton pada tahun 2005.
Berdasarkan nilai koefisien autokorelasi yang membentuk suatu siklus
yang memiliki titik tertinggi, terendah dan berulang menandakan adanya unsur
musiman. Hal ini juga terlihat dari data produksi susu UHT pada Lampiran 7 yang
menunjukkan angka produksi tertinggi, terendah dan berulang. Produksi susu
UHT PT. Indolakto mencapai puncaknya pada bulan September dan Oktober
hampir disetiap tahunnya. Hal ini terjadi karena perusahaan memproduksi lebih
banyak untuk mengantisipasi permintaan yang besar menjelang hari raya Idul Fitri
99
dan Natal serta tahun baru. Keadaan ini terus berulang setiap tahunnya sehingga
pola data musiman yang dimiliki oleh data produksi tersebut adalah pola musiman
dengan panjang musiman 12.
7.1.2 Peramalan Produksi
Metode peramalan yang digunakan untuk meramalkan produksi susu UHT
periode tahun 2006 adalah metode terbaik dari beberapa metode yang telah
diujikan. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa model dekomposisi additif
dengan seasonal length 12 merupakan model terbaik untuk meramalkan produksi
bulanan susu UHT periode tahun 2006 karena memberikan nilai MSE terkecil,
yaitu 102 862. Perbandingan nilai MSE pada beberapa model yang diujikan dapat
dilihat pada Lampiran 10.
Metode dekomposisi bertujuan untuk membantu pemahaman atas perilaku
deret data sehingga dapat dicapai keakuratan peramalan yang lebih baik.
Komponen yang mempengaruhi deret data dapat dikelompokkan menjadi empat
macam yaitu trend, musiman, siklus, dan faktor acak. Apabila dalam suatu deret
data terdapat komponen-komponen tersebut maka model dekomposisi akan
memberikan hasil yang optimal dan cukup akurat. Pada deret data produksi susu
UHT PT. Indolakto seperti yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat komponen
tren dan musiman sehingga model ini cocok digunakan untuk meramalkan
beberapa periode waktu kedepan dan jika dibandingkan model Winters, model ini
tidak terlalu rumit.
Penerapan model dekomposisi aditif dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Lampiran 12. Langkah pertama adalah memisahkan masing-masing
komponen yaitu komponen tren dan musiman. Caranya yaitu dengan menghitung
100
centre moving average (CMA) dengan panjang average 12 (banyaknya periode
dalam satu tahun) sehingga diperoleh data time series yang telah hilang unsur
musimannya. Selanjutnya mendapatkan kembali unsur musiman dan error
(Sn+E)t serta menghitung indeks musiman dengan menghilangkan error dari
(Sn+E)t yakni dengan menghitung rata-rata untuk setiap musim. Jumlah indeks
musiman seharusnya sama dengan nol, jika tidak sama dengan nol maka
dilakukan koreksi sehingga diperoleh indeks musiman terkoreksi (IMT). IMT
berlaku umum disetiap tahun. Langkah selanjutnya yaitu mendapatkan dugaan
komponen tren dengan cara menghitung deseasonalize, yakni mengurangi data
aktual dengan indeks musiman terkoreksi (IMT), kemudian dapatkan model tren
yang sesuai dengan menggunakan data deseasonalize sebagai variabel tak bebas.
Model tren yang terbentuk, yaitu: T = 503951 + (23683.6 t).
Tabel 16. Hasil Peramalan Produksi Susu UHT Periode Tahun 2006 dengan Metode Dekomposisi Aditif
No Periode Tren (T)
Musiman (IMTt)
Nilai Ramalan (Y)
73 Januari 2 232 853.80 -514 348.11 1 718 505.69 74 Februari 2 256 537.40 -220 914.01 2 035 623.39 75 Maret 2 280 221.00 64 529.70 2 344 750.70 76 April 2 303 904.60 -204 613.04 2 099 291.56 77 Mei 2 327 588.20 -252 849.45 2 074 738.75 78 Juni 2 351 271.80 136 137.29 2 487 409.09 79 Juli 2 374 955.40 92 828.02 2 467 783.42 80 Agustus 2 398 639.00 -37 582.46 2 361 056.54 81 September 2 422 322.60 552 713.04 2 975 035.64 82 Oktober 2 446 006.20 464 243.77 2 910 249.97 83 November 2 469 689.80 123 482.58 2 593 172.38 84 Desember 2 493 373.40 -203 627.34 2 289 746.06
Total 28 357 363.20 0.00 28 357 363.20 Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
Setelah masing-masing komponen diketahui, dalam hal ini adalah
komponen tren dan musiman. Langkah selanjutnya adalah melakukan peramalan
101
untuk produksi bulanan susu UHT PT. Indolakto periode tahun 2006, yaitu
dengan menjumlahkan komponen tren dan musiman untuk periode tahun 2006
(periode 73 – 84) sehingga diperoleh hasil ramalan seperti pada Tabel 16. Model
dekomposisi aditif yang terbentuk adalah: Ýt = 503951 + (23683.6 x t) + IMTt
Peramalan produksi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah peramalan
jangka pendek (satu tahun). Hal ini didasari oleh perencanaan produksi yang akan
dilakukan adalah jangka pendek. Menurut Assauri (1999), perencanaan jangka
pendek adalah penentuan kegiatan produksi yang akan dilakukan dalam jangka
waktu satu tahun mendatang atau kurang, dengan tujuan untuk mengatur
penggunaan tenaga kerja, persediaan bahan dan fasilitas produksi yang dimiliki
perusahaan pabrik. Oleh karena itu, peramalan yang dilakukan adalah peramalan
produksi susu UHT untuk tahun 2006 yang digunakan untuk merencanakan
kebutuhan bahan bakunya selama tahun 2006.
Index
Pro
d H
asi
l R
am
ala
n (
kg)
121110987654321
3000000
2800000
2600000
2400000
2200000
2000000
1800000
1600000
Plot Data Produksi Hasi l Ramalan Tahun 2006
Gambar 7. Plot Data Hasil Peramalan Produksi Susu UHT PT. Indolakto Periode Tahun 2006
Pola data produksi hasil peramalan tersebut memiliki tren yang meningkat
dari bulan Januari sampai bulan Maret, kemudian mengalami penurunan produksi
pada bulan April sampai bulan Mei. Produksi kembali meningkat pada bulan Juni
102
dan pada bulan Juli menurun kembali sampai bulan Agustus. Produksi mencapai
puncaknya pada Bulan September dan terus mengalami penurunan produksi
hingga akhir tahun 2006. Plot data produksi hasil peramalan untuk periode tahun
2006 dapat dilihat pada Gambar 7.
Produksi susu UHT paling rendah terjadi pada bulan Januari. Hal ini
disebabkan masih tersedianya stock produk jadi susu UHT yang cukup banyak di
akhir tahun 2005. Hal ini menyebabkan perusahaan menetapkan kebijakan untuk
memproduksi lebih sedikit. Selain itu, kapasitas gudang produk jadi masih
terbatas dalam menampung hasil produksi. Sedangkan pada bulan September
2006 produksi mencapai puncaknya, yaitu sebesar 3 063 394.19 kilogram. Hal ini
disebabkan oleh kebijakan perusahaan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan
menjelang hari raya Idul Fitri dan persiapan Natal serta tahun baru 2007.
Gambar 8. Plot Data Aktual, Ramalan dan Error dari Data Produksi Susu
UHT PT. Indolakto Periode Tahun 2000-2005
Perbandingan antara data aktual, hasil ramalan dan error diperlihatkan
pada Gambar. 8. Plot data hasil ramalan menunjukkan sebaran yang mendekati
pola plot data aktualnya. Sedangkan hasil perbandingan antara ramalan dan data
Index
Dat
a
70635649423528211471
3000000
2000000
1000000
0
-1000000
Variable
Error
Ak tualRamalan
Plot Data Produksi Aktual, Ramalan dan Error Hasil Dekomposisi Additive
103
aktual produksi susu UHT selama tiga bulan berjalan yaitu dari bulan Januari,
Februari dan Maret tahun 2006 adalah dapat dilihat pada Tabel. 17.
Berdasarkan perbandingan hasil ramalan produksi dengan hasil produksi
aktual periode tahun 2006 diketahui bahwa selisih data ramalan dan data aktual
produksi pada bulan Januari 2006 adalah sebesar 222 624.31 kg atau sebesar
11.47 persen. Pada bulan Februari, selisih ramalan dan data aktual produksi
adalah sebesar 251 796.61 kg atau sebesar 11.01 persen. Selisih tersebut menurun
hingga pada bulan Maret 2006 selisihnya mencapai 121 590.70 kg atau sebesar
5.47 persen. Ini menunjukkan kecenderungan yang semakin membaik antara hasil
ramalan dengan data aktual.
Tabel 17. Perbandingan Hasil Ramalan dengan Data Aktual Produksi Susu UHT PT. Indolakto Bulan Januari - Maret 2006
Bulan Data Ramalan (Kg)
Data Aktual (Kg)
Selisih (Kg) (%)
Januari 1 718 505.69 1 941 130.00 -222 624.31 11.47 Februari 2 035 623.39 2 287 420.00 -251 796.61 11.01 Maret 2 344 750.70 2 223 160.00 121 590.70 5.47 Total 6 098 879.78 6 451 710.00 -352 830.22 5.47
Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
7.2 Perencanaan Produksi
Kegiatan produksi membutuhkan perencanaan yang menjadi dasar atas
kegiatan yang akan dilaksanakan dan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan
tersebut sehingga diperoleh produk yang sesuai dengan target kualitas dan
kuantitas maksimum serta biaya yang minimum. Prakiraan permintaan merupakan
titik awal dari perencanaan dan pengendalian produksi, karena berapapun
produksi yang dihasilkan pada akhirnya harus memenuhi kebutuhan konsumen.
Namun sering kali hasil peramalan/prakiraan tidak sama persis dengan keadaan
104
aktualnya. Demikian halnya dengan peramalan produksi yang dilakukan dalam
penelitian ini. Ada nilai error yang dihasilkan dari peramalan tersebut yang perlu
diantisipasi. Semakin kecil nilai error tersebut maka peramalan yang dilakukan
semakin baik. Antisipasi persediaan produk jadi susu UHT yang ditetapkan
sebagai persediaan pengaman perlu dihitung berdasarkan tingkat pelayanan
perusahaan. Tingkat pelayanan perusahaan di tahun 2005 adalah 102.97 persen.
Persediaan pengaman dihitung dengan cara menghitung selisih antara
jumlah penjualan dengan jumlah produksi susu UHT periode tahun 2006. Jumlah
penjualan tahun 2006 diperoleh dengan cara mengalikan tingkat pelayanan
perusahaan di tahun 2005 dengan nilai produksi susu UHT pada tahun 2006. Hasil
perhitungan persediaan pengaman akhirnya akan digunakan sebagai persediaan
akhir optimal yang ditampilkan pada Tabel 18.
Tabel 18. Jumlah Penjualan, Produksi, Persediaan Pengaman, dan Rencana Produksi Susu UHT PT. Indolakto Tahun 2006
Bulan
Penjualan (kg)
Produksi (kg)
Persediaan Pengaman
(kg)
Rencana Produksi
(kg) Januari 1 769 545.31 1 718 505.69 51 039.62 *553 885.31 Februari 2 096 081.40 2 035 623.39 60 458.01 2 096 081.40 Maret 2 414 389.80 2 344 750.70 69 639.10 2 414 389.80 April 2 161 640.52 2 099 291.56 62 348.96 2 161 640.52 Mei 2 136 358.50 2 074 738.75 61 619.74 2 136 358.50 Juni 2 561 285.14 2 487 409.09 73 876.05 2 561 285.14 Juli 2 541 076.59 2 467 783.42 73 293.17 2 541 076.59 Agustus 2 431 179.92 2 361 056.54 70 123.38 2 431 179.92 September 3 063 394.19 2 975 035.64 88 358.56 3 063 394.19 Oktober 2 996 684.39 2 910 249.97 86 434.42 2 996 684.39 November 2 670 189.60 2 593 172.38 77 017.22 2 670 189.60 Desember 2 357 751.52 2 289 746.06 68 005.46 2 357 751.52 Total 29 199 576.89 28 357 363.20 842 213.69 27 983 916.89
*Jumlah persediaan awal produk UHT bulan Januari 2006 adalah 1 215 660 kg
Rencana produksi susu UHT untuk periode tahun 2006 diperoleh dari
pengurangan jumlah produksi hasil ramalan dan persediaan akhir (persediaan
105
pengaman) dengan persediaan awal tahun 2006. Persediaan awal bulan Januari
tahun 2006 adalah berjumlah 1 215 660 kg. Rencana produksi untuk bulan Januari
2006 didapat dari pengurangan jumlah produksi (hasil ramalan) dan persediaan
akhir (persediaan pengaman) dengan persediaan awal yaitu 553 885.31 kg
(1 718 505.69 kg + 51 039.62 kg – 1 215 660 kg). Perhitungan rencana produksi
untuk bulan selanjutnya juga didapat dengan cara yang sama.
7.3 Perencanaan Kebutuhan Bahan
Perencanaan kebutuhan bahan baku pada PT. Indolakto untuk produk susu
UHT diturunkan dari rencana produksi perusahaan. Rencana produksi ini
diperoleh dari penyesuaian supply order dari bagian marketing dengan
kemampuan produki perusahaan. Setelah jumlah produksi direncanakan,
kemudian perusahaan menentukan berapa bahan baku yang dibutuhkan. Ada dua
formula yang digunakan oleh PT. Indolakto untuk menghasilkan produk susu
UHT, yaitu dengan formula Fresh Milk (FM) dan formula recombined.
Perbedaannya terletak pada penggunaan susu segar sebagai bahan baku dan
proporsi SMP yang digunakan. Jika menggunakan formula FM, maka
menggunakan bahan baku susu segar dan proporsi SMP lebih sedikit. Sedangkan
jika menggunakan formula recombined, maka susu segar tidak digunakan sebagai
bahan baku dan proporsi SMP lebih banyak. Mengingat keterbatasan pasokan
susu segar (FM), perusahaan lebih menyukai menggunakan formula recombined
untuk memproduksi susu UHT. Oleh karena itu perencanaan kebutuhan dan
pengendalian persediaan bahan baku pada penelitian ini dikhususkan untuk bahan
baku SMP dan gula yang merupakan komponen utama dalam pembuatan susu
UHT formula recombined.
106
Berdasarkan hasil wawancara dengan manajer produksi UHT mengenai
proporsi penggunaan dari masing-masing bahan baku dengan formula recombined
diperoleh bahwa proporsi SMP dalam 1 kilogram susu UHT adalah 9 persen dan
6 persen untuk bahan baku gula. Pada Tabel. 19 dapat dilihat rencana kebutuhan
bahan baku SMP dan gula yang diturunkan dari rencana produksi susu UHT
periode tahun 2006.
Tabel 19. Rencana Produksi (kg) dan Rencana Kebutuhan Bahan Baku (kg) Hasil Proyeksi Bulanan Tahun 2006
Bulan Rencana Produksi
Rencana Kebutuhan Bahan Baku (kg)
Susu UHT (kg) SMP Gula Januari 553 885.31 49 849.68 33 233.12 Februari 2 096 081.40 188 647.33 125 764.88 Maret 2 414 389.80 217 295.08 144 863.39 April 2 161 640.52 194 547.65 129 698.43 Mei 2 136 358.50 192 272.26 128 181.51 Juni 2 561 285.14 230 515.66 153 677.11 Juli 2 541 076.59 228 696.89 152 464.60 Agustus 2 431 179.92 218 806.19 145 870.80 September 3 063 394.19 275 705.48 183 803.65 Oktober 2 996 684.39 269 701.60 179 801.06 November 2 670 189.60 240 317.06 160 211.38 Desember 2 357 751.52 212 197.64 141 465.09 Total 27 983 916.89 2 518 552.52 1 679 035.01 Rata-rata kebutuhan per bulan 209 879.38 139 919.58
Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
Rencana kebutuhan bahan baku pada bulan Januari 2006 untuk SMP
adalah sebesar 49 849.68 kg (0.09 x 553 885.31 kg) dan kebutuhan bahan baku
gula adalah sebesar 33 233.12 kg (0.06 x 553 885.31 kg). Kebutuhan untuk bulan
berikutnya didapat dengan cara yang sama seperti perhitungan pada bulan Januari.
Total kebutuhan selama tahun 2006 adalah sebesar 2 518 552.52 kg untuk bahan
baku SMP, dan untuk bahan baku gula sebesar 1 679 035.01 kg. Rata-rata
107
kebutuhan per bulan untuk bahan baku SMP adalah 209 879.38 kg dan untuk
bahan baku gula adalah 139 919.58 kg. Jika dibandingkan kebutuhan bahan baku
SMP dan gula pada tahun 2005, kebutuhan SMP dan gula pada tahun 2006
meningkat sebesar 21.47 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan produksi
susu UHT tahun 2006 sebesar 21.47 persen dibandingkan produksi tahun 2005.
Bila dilihat dari total kebutuhan bahan baku perusahaan, proporsi bahan
baku gula yang digunakan untuk produksi susu UHT adalah sebesar 5.99 persen
dari total kebutuhan bahan baku gula perusahaan. Sementara 94.01 persen
kebutuhan gula perusahaan ditujukan sebagai bahan baku SKM. Hal ini
disebabkan produksi SKM lebih banyak menggunakan gula sebagai bahan
bakunya. Sedangkan proporsi bahan baku SMP untuk produksi UHT adalah 30.72
persen dari total kebutuhan bahan baku SMP perusahaan dan sisanya ditujukan
untuk produksi SKM.
7.4 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode MRP Teknik PBB untuk Periode Selanjutnya
Berdasarkan analisis perbandingan dan penghematan biaya persediaan
bahan baku SMP dan gula perusahaan pada tahun 2005 menghasilkan
rekomendasi metode MRP teknik PPB sebagai metode alternatif pengendalian
persediaan bahan baku SMP dan gula pada PT. Indolakto. Oleh karena itu,
penelitian ini menganalisis lebih lanjut penggunaan metode MRP teknik PPB
berdasarkan hasil peramalan dengan metode dekomposisi aditif untuk periode
tahun selanjutnya, dalam hal ini tahun 2006. Adapun biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan dalam perhitungan ini diasumsikan sama dengan biaya pemesanan
dan biaya penyimpanan perusahaan pada tahun 2005.
108
Teknik PPB berusaha menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya
peyimpanan. Ukuran lot dicari dengan dengan menggunakan pendekatan periode-
bagian yang ekonomis/Economic Part Period (EPP). Metode ini lebih dinamis
daripada metode EOQ karena metode PPB dapat menggunakan jumlah pesanan
yang berbeda untuk setiap pesanan. EPP dihitung dengan rumus sebagai berikut:
EPP = HS
Dimana,
S = Biaya pemesanan per pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per periode
EPP bahan baku SMP adalah 3 792.12 dan EPP bahan baku gula adalah
11 595.13. Nilai EPP tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan periode
bagian dalam perhitungan MRP. Berdasarkan Lampiran 21 dan 22 diperoleh nilai
akumulasi periode bagian yang mendekati nilai EPP untuk bahan baku SMP
adalah satu periode dan untuk bahan baku gula adalah satu periode. Hasil tersebut
digunakan dalam perhitungan MRP teknik PPB pada Lampiran 23 dan 24.
Persediaan akhir tahun 2005 merupakan persediaan awal tahun 2006, yaitu
171 624.75 kg untuk SMP dan 156 445.35 kg untuk gula. Dengan tetap
mengadakan sediaan pengaman sesuai dengan kebijakan perusahaan maka metode
MRP teknik PPB menghasilkan frekuensi pemesanan SMP sebanyak sembilan
kali dengan biaya pemesanan sebesar Rp 1 560 038.40 selama satu tahun dan
frekuensi pemesanan gula sebanyak 11 kali dengan biaya pemesanan sebesar
Rp 272 949.38. Tingkat persediaan rata-rata di tangan setiap bulannya selama
tahun 2006 diperkirakan sebanyak 106 342.64 kg untuk SMP dan 42 332.59 kg
untuk bahan baku gula. Tingkat persediaan tersebut masih berada di atas sediaan
pengaman yang ditetapkan perusahaan yaitu 104 940 kg untuk SMP dan 34 980
109
kg untuk gula. Dengan tingkat persediaan tersebut diharapkan perusahaan tidak
menghadapi kekurangan bahan baku jika terjadi perubahan permintaan terhadap
susu UHT sehingga operasi perusahaan dapat berjalan lancar.
Tabel 20. Biaya Persediaan SMP dan Gula dengan Metode PPB Tahun 2006 Bahan Baku
Biaya Pemesanan/tahun Biaya Penyimpanan/tahun Biaya Total Persediaan
Rp/pesan Frek Total Biaya Pemesanan per tahun
(Rp/tahun)
Rp/kg Jml stock setahun
(kg/tahun)
Total Biaya Penyimpanan
per tahun (Rp/tahun)
(Rp/tahun)
SMP 173 337.60 9 1 560 038.40 45.71 1 276 111.64 58 331 063.10 59 891 101.50 Gula 24 813.58 11 272 949.38 2.14 507 991.09 1 087 100.93 1 360 050.31
Total 61 251 151.80 Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
Biaya persediaan yang dihasilkan selama tahun 2006 untuk SMP adalah
Rp 59 891 101.50 dan Rp 1 360 050.31 untuk gula dengan frekuensi pemesanan
untuk SMP adalah sebanyal sembilan kali dan sebelas kali untuk gula. Perincian
biaya persediaan yang ditanggung perusahaan dengan metode MRP teknik PPB
dapat dilihat pada Tabel. 20.
Tabel 21. Biaya Pembelian SMP dan Gula dengan Metode PPB Tahun 2006 Kuantitas Harga beli + Biaya
tranportasi Biaya Bongkar
Muat Biaya Pembelian
Total
(Rp/kg) (Rp/kg) SMP 2 062 760.43 22 009.68 1.90 45 404 616 226 Gula 1 557 569.57 5 200.00 1.90 8 102 321 127 Biaya Pembelian Total 53 506 937 352
Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
Pada Tabel 21. dapat dilihat rincian biaya pembelian bahan baku SMP dan
gula dengan metode PPB tahun 2006. Kuantitas pembelian bahan baku SMP
untuk produksi UHT pada tahun 2006 dengan metode PPB adalah 2 062 760.43
kilogram dan 1 557 569.57 kilogram untuk bahan baku gula. Biaya pembelian
total SMP dan gula dengan metode PPB tahun 2006 adalah Rp 53 506 937 352.
Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa biaya pembelian SMP memberikan
110
kontribusi terbesar dalam biaya total pembelian perusahaan karena nilai SMP itu
sendiri relatif tinggi dan kuantitas pembeliannyapun juga relatif tinggi.
7.5 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan
Berdasarkan hasil perhitungan metode pengendalian persediaan
perusahaan dengan metode MRP teknik PPB untuk periode tahun 2006 dilakukan
perbandingan dengan hasil perhitungan dengan metode perusahaan pada tahun
2005. Ringkasan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 22.
Penghematan yang dihasilkan oleh metode PPB pada tahun 2006 adalah
sebesar 6.54 persen terhadap biaya persediaan SMP dan gula, dimana persentase
penghematan terbesar diperoleh dari bahan baku gula. Sedangkan penghematan
dari biaya pembelian yang dihasilkan dengan metode PPB adalah sebesar 4.13
persen, dimana pembelian SMP menghasilkan penghematan terbesar sementara
pembelian bahan baku gula menghasilkan pemborosan sebesar 3.09 persen.
Pemboran tersebut terjadi karena dengan metode PPB, frekuensi pembelian gula
menjadi lebih jarang namun dengan kuantitas yang lebih banyak dibandingkan
dengan yang dilakukan perusahaan.
Tabel 22. Perbandingan Biaya Persediaan Total SMP dan Gula Metode PPB Tahun 2006 dengan Metode Perusahaan Tahun 2005
Uraian Perusahaan PPB Penghematan (%)
Biaya Persediaan SMP 64 045 440.85 59 891 101.50 41 54 339.35 6.49
Biaya Persediaan Gula 1 491 821.26 1 360 050.31 131 770.95 8.83
Biaya Persediaan Total 65 537 262.11 61 251 151.80 4 286 110.31 6.54
Biaya Pembelian SMP 47 950 353 659.12 45 404 616 226 2 545 737 433.00 5.31
Biaya Pembelian Gula 7 859 622 373.48 8 102 321 127 -242 698 753.50 (3.09)
Biaya Pembelian Total 55 809 976 032.60 53 506 937 352.00 2 303 038 681.00 4.13
Sumber: PT. Indolakto (diolah), 2006
111
7.6 Rekomendasi Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Periode Selanjutnya
Berdasarkan hasil perencanaan kebutuhan dan pengendalian persediaan
bahan baku SMP dan gula PT. Indolakto tahun 2006 yang didukung oleh analisis
pengendalian persediaan bahan baku SMP dan gula pada tahun 2005, maka dapat
direkomendasikan suatu model alternatif pengendalian persediaan bahan baku
yang optimal bagi PT. Indolakto. Metode alternatif ini diharapkan dapat
menghemat biaya perusahaan melalui penghematan biaya persediaan bahan baku.
Selain itu, perusahaan diharapkan tidak mengalami gangguan produksi yang
disebabkan oleh kekurangan bahan baku sebagai akibat dari keterlambatan
kedatangan bahan baku atau perubahan permintaan konsumen sehingga
perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen dengan baik, yaitu melalui
metode peramalan yang akurat. Dengan metode pengendalian persediaan yang
tepat, perusahaan juga diharapkan tidak mengalami kelebihan persediaan bahan
baku yang berakibat pada membengkaknya biaya penyimpanan.
Hasil analisis perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku SMP
dan gula untuk periode tahun 2006 menunjukkan bahwa teknik peramalan
dekomposisi aditif dapat digunakan sebagai alternatif dalam melakukan
peramalan untuk perencanaan kebutuhan bahan baku perusahaan. Sementara
untuk pengendalian persediaan bahan baku khususnya bahan baku SMP dan gula
pada PT. Indolakto dapat menggunakan metode PPB sebagai alternatif karena
menghasilkan penghematan terhadap biaya persediaan dan biaya pembelian. Hal
ini didasarkan atas analisis pengendalian persediaan perusahaan pada tahun 2005.
Analisis tersebut menunjukkan adanya penghematan yang lebih besar terhadap
biaya persediaan yang dihasilkan melalui metode PPB dari pada metode
112
pengendalian yang digunakan perusahaan. Selain itu, hasil analisis pengendalian
persediaan bahan baku SMP dan gula pada tahun 2006 menunjukkan bahwa
dengan metode PPB, perusahaan masih dapat menghemat biaya persediaan dan
biaya pembelian dibanding metode yang digunakan perusahaan. Pemborosan yang
dihasilkan dengan metode perusahaan bila dibandingkan dengan metode PPB
terletak pada biaya penyimpanan perusahaan yang besar. Biaya penyimpanan
tersebut dipengaruhi oleh jumlah persediaan yang disimpan. Perusahaan selama
ini mempunyai kebijakan untuk selalu mengadakan persediaan bahan baku untuk
antisipasi terhadap perubahan permintaan sehingga akan mempengaruhi besarnya
biaya penyimpanan. Semakin besar jumlah persediaan, maka semakin besar pula
biaya penyimpanannya. Untuk menghindari penyimpanan berlebih dan
menyesuaikan dengan kapasitas gudang, maka perencanaan jadwal penerimaan
barang dibuat secara bertahap seperti yang telah dilakukan perusahaan selama ini
dengan lebih mempertimbangkan lead time.
Penggunaan metode MRP teknik PPB dapat dijadikan alternatif bagi
pengendalian persediaan perusahaan karena metode ini menghasilkan periode
gabungan yang akan meminimumkan biaya persediaan (biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan). Metode ini lebih dinamis dalam menyeimbangkan antara
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang dikeluarkan perusahaan. Selain itu,
metode PPB dapat lebih fleksibel dalam penggabungan kebutuhan bersih SMP
dan gula selama periode tertentu jika terjadi perubahan biaya persediaan. Metode
PPB juga dapat menggabungkan periode gabungan lebih dari satu periode
kebutuhan bersih bahan baku. Hal ini tergantung dari penyeimbangan antara biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan (EPP).
113
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
1. Sistem pengadaan dan pengendalian persediaan bahan baku susu UHT di PT.
Indolakto belum optimal dari segi biaya persediaan. Hal ini ditunjukkan dari
tingginya biaya persediaan yang dihasilkan perusahaan dibandingkan sistem
pengendalian menggunakan metode MRP teknik EOQ dan PPB. Metode MRP
teknik PPB menghasilkan penghematan terbesar dibandingkan metode
perusahaan.
2. Ada suatu rencana yang lebih tepat untuk mengatasi adanya perubahan-
perubahan permintaan konsumen terhadap produk susu UHT pada PT.
Indolakto, yaitu melalui metode peramalan dekomposisi aditif. Metode
peramalan tersebut menghasilkan penyimpangan yang rendah.
3. Perencanaan kebutuhan bahan baku susu UHT pada PT. Indolakto melalui
proyeksi hasil peramalan dekomposisi aditif untuk periode tahun 2006
menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan bahan baku (SMP dan gula)
akibat dari meningkatnya jumlah produksi susu UHT di tahun 2006. Total
produksi susu UHT pada tahun 2006 diperkirakan naik 21.47 persen menjadi
27 983 916.89 kg. Produksi puncak perusahaan diperkirakan terjadi pada
bulan September 2006.
4. Metode MRP teknik PPB dapat dijadikan model alternatif dalam sistem
pengendalian persediaan bahan baku yang optimal dilihat dari biaya
persediaan bahan bakunya Analisis dengan metode MRP teknik PPB yang
disesuaikan dengan kondisi perusahaan pada tahun 2006 menghasilkan tingkat
persediaan rata-rata bahan baku untuk kebutuhan produksi susu UHT setiap
114
bulannya sebesar 106 342.64 kg untuk SMP dan 42 332.59 kg untuk gula.
Frekuensi pemesanan SMP dan gula masing-masing sebanyak sembilan kali
dan sebelas kali. Penghematan yang dihasilkan terhadap biaya persediaan
perusahaan adalah 6.54 persen dan 4.13 persen terhadap biaya pembelian SMP
dan gula.
8.2 Saran
1. Metode MRP teknik PPB yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan dapat
direkomendasikan sebagai model alternatif dalam pengendalian persediaan
bahan baku perusahaan dengan harapan dapat menghemat biaya persediaan
sehingga penghematan yang diperoleh dapat dialokasikan untuk kegiatan lain.
2. Peramalan merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan kebutuhan
bahan baku. Perusahaan dapat menggunakan teknik peramalan dekomposisi
aditif sebagai alternatif dalam melakukan peramalan untuk perencanaan
kebutuhan bahan baku karena teknik tersebut menghasilkan penyimpangan
yang kecil dari keadaan aktualnya.
3. Perusahaan dapat melakukan antisipasi lebih awal dengan adanya perkiraan
peningkatan produksi susu UHT di tahun 2006, terutama pada saat produksi
puncak yaitu bulan September.
4. Sistem pengadaan dan pengendalian persediaan yang dilakukan perusahaan
perlu didukung dengan koordinasi yang baik diantara berbagai pihak seperti
marketing, PPIC, bagian produksi, purchasing dan bagian gudang/warehouse.
Hal ini akan mempengaruhi kelancaran produksi perusahaan.
5. Perusahaan perlu menjaga hubungan baik dengan pemasok yang dapat
diandalkan agar kelancaran produksi dapat tercapai.
115
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga Penerbit FERI. Jakarta
Astuti, Dewi. 2002. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku susu (Studi Kasus: PT. Mirota KSM Inc., Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Buffa, E.S. dan R.K. Sarin. 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Edisi kedelapan. Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta.
Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan. 2004. Statistik Peternakan Tahun 2004. Departemen Pertanian. Jakarta.
Gaspersz, V. 2002. Production Planning and Inventory Control Berdasarkan Pendekatan Sistem terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. Edisi Revisi dan Perluasan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Handoko, T.H. 1997. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi kesatu. BPFE. Yogyakarta.
Harding, H.A. 1978. Manajemen Produksi. Balai Aksara. Jakarta.
Heizer, J. dan B. Render. 2004. Operations Management. 7th Edition. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Herjanto, Eddy. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi kedua. Grasindo. Jakarta.
Indrajit, R.E. dan R. Djokopranoto. 2005. Manajemen Persediaan. Grasindo. Jakarta.
Makridakis, et al. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Edisi kedua. Jilid satu. Binarupa Aksara. Jakarta.
Pappas, J.L. dan Mark Hirschey. 1995. Ekonomi Manajerial. Edisi keenam. Jilid satu. Binarupa Aksara. Jakarta.
R Aritonang, L.R. 2002. Peramalan Bisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta.
116
Rajagukguk, F.H. 2004. Analisis Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Olahan (Studi kasus di PT. Indomilk). Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rangkuti, F. 2002. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. PT. Raja Grafindo persada. Jakarta.
Reksohadiprodjo, et al. 1992. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Buku satu. Edisi kedua. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.
Rusell, R.S. dan B.W. Taylor. 2003. Operations management. 4th Edition. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Sary, I.I. 2004. Peramalan Produksi dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kelapa Pada PT. Riau Sakti United Plantations. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Situs Bank Indonesia. 2005. Tingkat Suku Bunga Pinjaman Berjangka Rupiah Menurut Kelompok Bank. Bank Umum-12 Bulan. http://www.bi.go.id/Utama/Data statistik/. [20 Mei 2006]
Sugiarto, et al. 2000. Peramalan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Widowati, Cici. 2004. Perencanaan Kebutuhan dan Pengendalian Persediaan Benang Sebagai Bahan Baku Produk Tekstil Pada PT. Asaputex Nusantara, Tegal, Jawa Tengah. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Widyastuti, M. 2001. Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku susu kental manis (Studi kasus: PT. Indolakto, Sukabumi).
117
118
Lampiran 1. Denah lokasi pabrik PT. Indolakto
119
Lampiran 2. Denah tata letak pabrik PT. Indolakto
120
Lampiran 3. Stuktur Organisasi PT. Indolakto
CEO Deputy CEO
General Manager
Technical Advisor
Secretary
SCM Processing Manager
UHT Production Manager
Senior Milk Prossesing Manager
Chief Engineer
Deputy Chief Engineer
SKM Package Manager
Environment Officer
Quality Control Manager,
Quality Assurance Manager
HRD & Industrial Estate Manager
Purchase Manager
Finance Manager
Accounting Manager,
IT Manager
Logistic Manager
121
Lampiran 4. Diagram alir Proses Pengolahan Susu UHT
Persiapan Bahan
Dumping
Mixing
Homogenisasi I, 200 – 250 bar
Pasteurisasi 87 oC, 30 detik
Hydration Tank, min 2 jam
Homogenisasi II, 200 – 250 bar
Sterilisasi 142 – 145 oC, 4 detik
Aseptic Tank
Aseptic Filling
Pengemasan
Palletizing
Penyimpanan/Finish Good
122
Lampiran 5. Bagan Alir Prosedur Pengadaan Bahan Baku di Warehouse Raw Material
OK
Supplier/Pembawa Barang
Pos Satpam
Penimbangan
Penyimpanan
Bongkar Muat
Petugas Warehouse Quality Control
SO dari Dept. Marketing
Purchase Request (PR)
Production Planning
CSO dari PPIC
Supplier (Pemasok)
Purchase Order (PO)
123
Lampiran 6. Perbandingan dan Penghematan Biaya Antara Metode Pengendalian Persediaan SMP dan Gula Tahun 2005
Perbandingan Frekuensi, Biaya Persediaan dan Biaya Pembelian Total SMP dan Gula Tahun 2005
Uraian Perusahaan EOQ PPB
Frekuensi Pemesanan 8 kali SMP
20 kali Gula
9 kali SMP
11 kali Gula
9 kali SMP
11 kali Gula
B. Pemesanan SMP Per tahun 1 386 700.80 1 560 038.40 1 560 038.40
B. Pemesanan Gula Per tahun 496 271.60 272 949.38 272 949.38
B. Penyimpanan SMP per tahun 62 658 740.05 55 782 551.61 47 386 259.05
B. Penyimpanan Gula per tahun 995 549.66 1 357 805.45 739 492.42
Biaya Persediaan SMP 64 045 440.85 57 342 590.01 48 946 297.45
Biaya Persediaan Gula 1 491 821.26 1 630 754.83 1 012 441.80
Biaya Persediaan Total 65 537 262.11 58 973 344.84 49 958 739.25
Biaya Pembelian SMP 47 950 353 659.12 37 449 829 758.23 37 112 114 450.69
Biaya Pembelian Gula 7 859 622 373.48 6 721 313 867.68 6 804 936 875.66
Biaya Pembelian Total 55 809 976 032.60 44 171 143 625.91 43 917 051 326.35
Penghematan Biaya Persediaan dan Pembelian dengan Metode MRP teknik EOQ dan PPB
Uraian EOQ PPB
(Rp) (%) (Rp) (%)
Biaya Pemesanan SMP Per tahun -173 337.60 -12.50 -173 337.60 -12.50
Biaya Pemesanan Gula Per tahun 223 322.22 45.00 223 322.22 45.00
Biaya Penyimpanan SMP per tahun 6 876 188.44 10.97 15 272 481.00 24.37
Biaya Penyimpanan Gula per tahun -362 255.79 -36.39 256 057.24 25.72
Biaya Persediaan SMP 6 702 850.84 10.47 15 099 143.40 23.58
Biaya Persediaan Gula -138 933.57 -9.31 479 379.46 32.13
Biaya Persediaan Total 6 563 917.27 10.02 15 578 522.86 23.77
Biaya Pembelian SMP 10 500 523 900.89 21.90 10 838 239 208.43 22.60
Biaya Pembelian Gula 1 138 308 505.80 14.48 1 054 685 497.82 13.42
Biaya Pembelian Total 11 638 832 406.69 20.85 11 892 924 706.25 21.31
124
Lampiran 7. Data Produksi Bulanan Susu UHT PT. Indolakto Tahun 2000-2005
No Tahun Bulan Produksi UHT Produksi UHT (kg) (Ton) 1 2000 Januari 254 331.82 254.33 2 Februari 40 176.12 40.18 3 Maret 59 522.18 59.52 4 April 184 441.20 184.44 5 Mei 208 883.60 208.88 6 Juni 110 050.26 110.05 7 Juli 637 323.04 637.32 8 Agustus 746 011.24 746.01 9 September 1 368 148.98 1 368.15
10 Oktober 1 254 449.98 1 254.45 11 November 1 016 365.17 1 016.37 12 Desember 865 254.97 865.25
Total 2000 6,744,958.55 6 744.96 13 2001 Januari 472 836.58 472.84 14 Februari 792 160.39 792.16 15 Maret 806 742.11 806.74 16 April 454 503.64 454.50 17 Mei 381 338.05 381.34 18 Juni 817 524.40 817.52 19 Juli 838 758.69 838.76 20 Agustus 715 459.07 715.46 21 September 1 199 696.90 1 199.70 22 Oktober 1 210 890.91 1 210.89 23 November 1 134 893.75 1 134.89 24 Desember 870 773.38 870.77
Total 2001 9 695 577.86 9 695.58 25 2002 Januari 451 719.27 451.72 26 Februari 1 121 545.21 1 121.55 27 Maret 1 607 030.90 1 607.03 28 April 1 469 641.88 1 469.64 29 Mei 1 281 887.13 1 281.89 30 Juni 1 831 226.78 1 831.23 31 Juli 1 554 431.28 1 554.43 32 Agustus 1 105 434.78 1 105.43 33 September 1 914 365.53 1 914.37 34 Oktober 1 714 987.14 1 714.99 35 November 1 849 969.29 1 849.97 36 Desember 1 357 631.54 1 357.63
Total 2002 17 259 870.74 17 259.87
125
Lampiran 7. Data Produksi Bulanan Susu UHT PT. Indolakto Tahun 2000-2005 (Lanjutan)
No Tahun Bulan Produksi UHT Produksi UHT (kg) (Ton) 37 2003 Januari 1 371 865.84 1 371.87 38 Februari 1 613 648.44 1 613.65 39 Maret 1 959 689.36 1 959.69 40 April 1 529 405.34 1 529.41 41 Mei 1 254 459.96 1 254.46 42 Juni 1 879 047.18 1 879.05 43 Juli 1 615 747.18 1 615.75 44 Agustus 2 271 082.85 2 271.08 45 September 2 443 192.00 2 443.19 46 Oktober 2 010 072.92 2 010.07 47 November 1 723 798.38 1 723.80 48 Desember 1 038 080.76 1 038.08
Total 2003 20 710 090.21 20 710.09 49 2004 Januari 992 879.64 992.88 50 Februari 1 189 405.54 1 189.41 51 Maret 1 602 296.82 1 602.30 52 April 1 300 401.12 1 300.40 53 Mei 1 714 316.84 1 714.32 54 Juni 1 882 207.54 1 882.21 55 Juli 2 176 089.60 2 176.09 56 Agustus 1 429 221.08 1 429.22 57 September 2 417 008.02 2 417.01 58 Oktober 2 839 581.28 2 839.58 59 November 1 722 074.34 1 722.07 60 Desember 1 811 886.20 1 811.89
Total 2004 21 077 368.02 21 077.37 61 2005 Januari 1 234 418.42 1 234.42 62 Februari 1 385 968.16 1 385.97 63 Maret 1 683 128.82 1 683.13 64 April 1 678 846.12 1 678.85 65 Mei 1 616 670.10 1 616.67 66 Juni 1 872 075.46 1 872.08 67 Juli 2 084 019.96 2 084.02 68 Agustus 1 983 415.34 1 983.42 69 September 3 225 345.04 3 225.35 70 Oktober 2 268 225.30 2 268.23 71 November 1 371 934.00 1 371.93 72 Desember 2 633 100.14 2 633.10
Total 2005 23 037 146.86 23 037.15
126
Lampiran 8. Plot Autokorelasi (ACF) dan Autokorelasi Parsial (PACF) Produksi Susu UHT
a. Autokorelasi (ACF) Produksi Susu UHT Lag ACF T 1 0.720991 6.12 2 0.593997 3.53 3 0.549263 2.81 4 0.405257 1.88 5 0.359267 1.59 6 0.309657 1.32 7 0.284421 1.19 8 0.268728 1.10 9 0.340274 1.37 10 0.331099 1.30 11 0.426679 1.64
Lag ACF T 12 0.480224 1.78 13 0.350294 1.24 14 0.325225 1.13 15 0.272503 0.93 16 0.180150 0.61 17 0.115541 0.39 18 0.117952 0.40
19 0.077922 0.26 20 0.023628 0.08 21 0.034238 0.11 22 0.047602 0.16 23 0.098345 0.33
Lag ACF T 24 0.121104 0.40 25 0.057828 0.19 26 -0.044190 -0.15 27 -0.023680 -0.08 28 -0.069088 -0.23 29 -0.119346 -0.40 30 -0.056831 -0.19 31 -0.100473 -0.33 32 -0.137024 -0.45 33 -0.116376 -0.38 34 -0.091442 -0.30 35 -0.069561 -0.23
b. Autokorelasi Parsial (PACF) Produksi Susu UHT Lag PACF T 1 0.720991 6.12 2 0.154464 1.31 3 0.161678 1.37 4 -0.143810 -1.22 5 0.079409 0.67 6 -0.013958 -0.12 7 0.093058 0.79 8 0.007918 0.07 9 0.243827 2.07 10 -0.042906 -0.36 11 0.311450 2.64
Lag PACF T 12 0.005515 0.05 13 -0.189794 -1.61 14 -0.076404 -0.65 15 -0.021168 -0.18 16 -0.077817 -0.66 17 -0.059375 -0.50 18 0.085526 0.73
19 -0.029462 -0.25 20 -0.138011 -1.17 21 -0.064530 -0.55 22 0.060905 0.52 23 -0.011494 -0.10
Lag PACF T 24 0.061373 0.52 25 -0.112161 -0.95 26 -0.244838 -2.08 27 0.142073 1.21 28 0.002954 0.03 29 -0.001120 -0.01 30 0.082449 0.70 31 0.001147 0.01 32 -0.073035 -0.62 33 -0.037426 -0.32 34 0.033719 0.29 35 0.051003 0.43
Lag
Au
toco
rre
lati
on
35302520151051
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
ACF Prod UHT
Lag
Pa
rtia
l Au
toco
rre
lati
on
35302520151051
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
PACF Prod UHT (Ton)
127
Lampiran 9. Hasil Differensing pertama Autokorelasi (ACF d1) dan Parsial Autokorelasi (PACF d1)
a. Autokorelasi Differens 1 Produksi Susu UHT
Lag ACF T 1 -0.238504 -2.01 2 -0.253992 -2.03 3 0.134643 1.02 4 -0.108428 -0.81 5 -0.012617 -0.09 6 0.001081 0.01 7 0.006413 0.05 8 -0.147218 -1.09 9 0.162164 1.18 10 -0.218095 -1.55 11 0.089719 0.62
12 0.311308 2.13 13 -0.196160 -1.27 14 -0.038417 -0.24 15 0.088587 0.56 16 0.014112 0.09 17 -0.177646 -1.12 18 0.113078 0.70 19 0.031803 0.19 20 -0.070389 -0.43 21 -0.032616 -0.20 22 -0.052808 -0.32 23 0.054816 0.33
24 0.146254 0.89 25 0.071634 0.43 26 -0.252833 -1.52 27 0.090557 0.53 28 0.006671 0.04 29 -0.147758 -0.86 30 0.181654 1.04 31 0.001306 0.01 32 -0.087288 -0.49 33 -0.062591 -0.35 34 0.043250 0.24 35 0.030392 0.17
b. Autokorelasi Parsial Differens 1 Produksi Susu UHT
Lag PACF T 1 -0.238504 -2.01 2 -0.329627 -2.78 3 -0.029169 -0.25 4 -0.187474 -1.58 5 -0.076673 -0.65 6 -0.128742 -1.08 7 -0.049605 -0.42 8 -0.260165 -2.19 9 0.030763 0.26 10 -0.401281 -3.38 11 -0.029453 -0.25 12 0.079456 0.67
13 0.001221 0.01 14 -0.070507 -0.59 15 0.046641 0.39 16 0.035890 0.30 17 -0.119027 -1.00 18 -0.010227 -0.09 19 0.065246 0.55 20 0.040537 0.34 21 -0.120957 -1.02 22 0.006935 0.06 23 -0.140235 -1.18 24 0.113857 0.96 25 0.166497 1.40
26 -0.093769 -0.79 27 -0.048542 -0.41 28 -0.053149 -0.45 29 -0.104177 -0.88 30 0.022689 0.19 31 -0.031653 -0.27 32 0.027638 0.23 33 -0.104661 -0.88 34 -0.111944 -0.94 35 0.000135 0.00
Lag
Au
toco
rre
lati
on
35302520151051
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
ACF Prod UHT (d1)
Lag
Part
ial A
utoc
orre
lati
on
35302520151051
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1.0
PACF Prod UHT (d1)
128
Lampiran 10. Perbandingan Nilai MSE dari Beberapa Model Time Series yang Diujikan.
No Model Time Series Nilai Mean Square Error
(MSE) 1 Trend Linear 180643 2 Trend Linear dengan dummy musiman 118676 3 Trend Kuadratik 166730 4 Trend Kuadratik dengan dummy musiman 104230 5 Trend Exponential Growth 297837 6 Moving Average (MA) 208088 7 Single Exponential Smoothing
(a = 0.487613) 184895
8 Double Exponential Smoothing (a = 0.909607, ? = 0.040274)
212574
9 Winters’ multiplikatif (a = 0.2; ß = 0.2; ? = 0.2)
218018
10 Winters’ additif (a = 0.2; ß = 0.2; ? = 0.2)
137251
11 Decomposition Multiplikatif 110675 12 Decomposition Additif 102862 13 ARIMA (2.1.2) (1.0.0)12 126552 14 ARIMA (2.1.2) (0.0.1)12 133300 Lampiran 11. Suku Bunga Simpanan Berjangka Rupiah Bank Umum
(12 Bulan) Tahun 2005 Bulan Suku Bunga Simpanan Berjangka
Januari 7.06 Februari 7.11 Maret 8.04 April 7.09 Mei 7.16 Juni 7.11 Juli 7.30 Agustus 7.46 September 8.65 Oktober 9.21 November 9.60 Desember 10.95 Total 96.74 Rata-rata 8.06
129
Lampiran 12. Metode Dekomposisi Model Aditif (L= 12)
No
Thn (t)
Bln
Prod UHT (Ton)
Mat
CMAt
(Sn+E)t
IMT (Snt)
Dt
Dugaan Trend
Ýt
[Error]t
1 2 3 4 5 6=3-5 7 8=3-7 9 10=9+7 [3-10] 1 2000 Jan 254,331.82 -514,348.11 768,679.93 527,634.60 13,286.49 241,045.33
2 Feb 40,176.12 -220,914.01 261,090.13 551,318.20 330,404.19 -290,228.07
3 Mart 59,522.18 64,529.70 5,007.52) 575,001.80 639,531.50 -580,009.32
4 Apr 184,441.20 -204,613.04 389,054.24 598,685.40 394,072.36 -209,631.16
5 Mei 208,883.60 -252,849.45 461,733.05 622,369.00 369,519.55 -160,635.95
6 Jun 110,050.26 136,137.29 (26,087.03) 646,052.60 782,189.89 -672,139.63
562,079.88 7 Jul 637,323.04 571,184.24 66,138.80 92,828.02 544,495.02 669,736.20 762,564.22 -125,241.18
580,288.61 8 Agst 746,011.24 611,621.29 134,389.95 -37,582.46 783,593.69 693,419.80 655,837.34 90,173.89
642,953.97 9 Sept 1,368,148.98 674,088.13 694,060.85 552,713.04 815,435.94 717,103.40 1,269,816.44 98,332.54
705,222.29 10 Okt 1,254,449.98 716,474.89 537,975.08 464,243.77 790,206.21 740,787.00 1,205,030.77 49,419.21 727,727.50 11 Nov 1,016,365.17 734,913.10 281,452.08 123,482.58 892,882.59 764,470.60 887,953.18 128,411.99 742,098.70 12 Des 865,254.97 771,576.79 93,678.18 -203,627.34 1,068,882.30 788,154.20 584,526.86 280,728.10 801,054.88 13 2001 Jan 472,836.58 809,448.03 -336,611.45 -514,348.11 987,184.69 811,837.80 297,489.69 175,346.89 817,841.18
130
No
Thn (t)
Bln
Prod UHT (Ton)
Mat
CMAt
(Sn+E)t
IMT (Snt)
Dt
Dugaan Trend
Ýt
[Error]t
14 Feb 792,160.39 816,568.18 -24,407.78 -220,914.01 1,013,074.41 835,521.40 614,607.39 177,553.01 815,295.17 15 Mart 806,742.11 808,276.33 -1,534.22 64,529.70 742,212.40 859,205.00 923,734.70 -116,992.60 801,257.50 16 Apr 454,503.64 799,442.53 -344,938.89 -204,613.04 659,116.68 882,888.60 678,275.56 -223,771.92 797,627.57 17 Mei 381,338.05 802,566.26 -421,228.22 -252,849.45 634,187.49 906,572.20 653,722.75 -272,384.71 807,504.95 18 Jun 817,524.40 807,734.89 9,789.51 136,137.29 681,387.11 930,255.80 1,066,393.09 -248,868.69 807,964.82 19 Jul 838,758.69 807,084.93 31,673.75 92,828.02 745,930.67 953,939.40 1,046,767.42 -208,008.73 806,205.05 20 Agst 715,459.07 819,929.41 -104,470.34 -37,582.46 753,041.53 977,623.00 940,040.54 -224,581.47 833,653.78 21 Sept 1,199,696.90 866,999.15 332,697.75 552,713.04 646,983.86 1,001,306.60 1,554,019.64 -354,322.74 900,344.51 22 Okt 1,210,890.91 942,641.94 268,248.97 464,243.77 746,647.14 1,024,990.20 1,489,233.97 -278,343.06 984,939.37 23 Nov 1,134,893.75 1,022,462.25 112,431.50 123,482.58 1,011,411.17 1,048,673.80 1,172,156.38 -37,262.63 1,059,985.12 24 Des 870,773.38 1,102,222.72 -231,449.35 -203,627.34 1,074,400.71 1,072,357.40 868,730.06 2,043.31 1,144,460.32 25 2002 Jan 451,719.27 1,174,280.01 -722,560.74 -514,348.11 966,067.38 1,096,041.00 581,692.89 -129,973.62 1,204,099.71 26 Feb 1,121,545.21 1,220,348.69 -98,803.48 -220,914.01 1,342,459.23 1,119,724.60 898,810.59 222,734.63 1,236,597.68 27 Mart 1,607,030.90 1,266,375.54 340,655.36 64,529.70 1,542,501.20 1,143,408.20 1,207,937.90 399,093.00 1,296,153.40 28 Apr 1,469,641.88 1,317,157.41 152,484.47 -204,613.04 1,674,254.92 1,167,091.80 962,478.76 507,163.12
1,338,161.42
131
No
Thn (t)
Bln
Prod UHT (Ton)
Mat
CMAt
(Sn+E)t
IMT (Snt)
Dt
Dugaan Trend
Ýt
[Error]t
29 Mei 1,281,887.13 1,367,956.23 -86,069.10 -252,849.45 1,534,736.58 1,190,775.40 937,925.95 343,961.18 1,397,751.05
30 Jun 1,831,226.78 1,418,036.80 413,189.98 136,137.29 1,695,089.49 1,214,459.00 1,350,596.29 480,630.49 1,438,322.56
31 Jul 1,554,431.28 1,476,662.00 77,769.28 92,828.02 1,461,603.26 1,238,142.60 1,330,970.62 223,460.66 1,515,001.44
32 Agst 1,105,434.78 1,535,505.74 -430,070.96 -37,582.46 1,143,017.24 1,261,826.20 1,224,243.74 -118,808.96 1,556,010.04
33 Sept 1,914,365.53 1,570,704.15 343,661.38 552,713.04 1,361,652.49 1,285,509.80 1,838,222.84 76,142.69 1,585,398.25
34 Okt 1,714,987.14 1,587,888.39 127,098.74 464,243.77 1,250,743.37 1,309,193.40 1,773,437.17 -58,450.03 1,590,378.54
35 Nov 1,849,969.29 1,589,235.74 260,733.55 123,482.58 1,726,486.71 1,332,877.00 1,456,359.58 393,609.71 1,588,092.94
36 Des 1,357,631.54 1,590,085.46 -232,453.92 -203,627.34 1,561,258.88 1,356,560.60 1,152,933.26 204,698.28 1,592,077.97
37 2003 Jan 1,371,865.84 1,594,632.80 -222,766.96 -514,348.11 1,886,213.95 1,380,244.20 865,896.09 505,969.75 1,597,187.63
38 Feb 1,613,648.44 1,645,756.30 -32,107.86 -220,914.01 1,834,562.45 1,403,927.80 1,183,013.79 430,634.65 1,694,324.97
39 Mart 1,959,689.36 1,716,359.41 243,329.95 64,529.70 1,895,159.66 1,427,611.40 1,492,141.10 467,548.26 1,738,393.84
40 Apr 1,529,405.34 1,750,689.08 -221,283.74 -204,613.04 1,734,018.38 1,451,295.00 1,246,681.96 282,723.38 1,762,984.32
41 Mei 1,254,459.96 1,757,727.20 -503,267.24 -252,849.45 1,507,309.41 1,474,978.60 1,222,129.15 32,330.81 1,752,470.08
42 Jun 1,879,047.18 1,739,155.47 139,891.71 136,137.29 1,742,909.89 1,498,662.20 1,634,799.49 244,247.69 1,725,840.85
43 Jul 1,615,747.18 1,710,049.76 -94,302.58 92,828.02 1,522,919.16 1,522,345.80 1,615,173.82 573.36 1,694,258.67
132
No
Thn (t)
Bln
Prod UHT (Ton)
Mat
CMAt
(Sn+E)t
IMT (Snt)
Dt
Dugaan Trend
Ýt
[Error]t
44 Agst 2,271,082.85 1,676,581.88 594,500.97 -37,582.46 2,308,665.30 1,546,029.40 1,508,446.94 762,635.90 1,658,905.09
45 Sept 2,443,192.00 1,644,013.74 799,178.26 552,713.04 1,890,478.96 1,569,713.00 2,122,426.04 320,765.96 1,629,122.38
46 Okt 2,010,072.92 1,619,580.54 390,492.38 464,243.77 1,545,829.15 1,593,396.60 2,057,640.37 -47,567.45 1,610,038.70
47 Nov 1,723,798.38 1,629,199.40 94,598.98 123,482.58 1,600,315.80 1,617,080.20 1,740,562.78 -16,764.40 1,648,360.10
48 Des 1,038,080.76 1,648,491.78 -610,411.02 -203,627.34 1,241,708.10 1,640,763.80 1,437,136.46 -399,055.70 1,648,623.47
49 2004 Jan 992,879.64 1,671,971.07 -679,091.43 -514,348.11 1,507,227.75 1,664,447.40 1,150,099.29 -157,219.65 1,695,318.67
50 Feb 1,189,405.54 1,660,241.09 -470,835.55 -220,914.01 1,410,319.55 1,688,131.00 1,467,216.99 -277,811.45 1,625,163.52
51 Mart 1,602,296.82 1,624,072.52 -21,775.70 64,529.70 1,537,767.12 1,711,814.60 1,776,344.30 -174,047.48 1,622,981.52
52 Apr 1,300,401.12 1,657,544.37 -357,143.25 -204,613.04 1,505,014.16 1,735,498.20 1,530,885.16 -230,484.04 1,692,107.22
53 Mei 1,714,316.84 1,692,035.38 22,281.46 -252,849.45 1,967,166.29 1,759,181.80 1,506,332.35 207,984.49 1,691,963.55
54 Jun 1,882,207.54 1,724,205.44 158,002.10 136,137.29 1,746,070.25 1,782,865.40 1,919,002.69 -36,795.15 1,756,447.34
55 Jul 2,176,089.60 1,766,511.45 409,578.15 92,828.02 2,083,261.58 1,806,549.00 1,899,377.02 276,712.58 1,776,575.57
56 Agst 1,429,221.08 1,784,765.68 -355,544.60 -37,582.46 1,466,803.54 1,830,232.60 1,792,650.14 -363,429.06 1,792,955.79
57 Sept 2,417,008.02 1,796,323.79 620,684.24 552,713.04 1,864,294.98 1,853,916.20 2,406,629.24 10,378.78 1,799,691.79
58 Okt 2,839,581.28 1,815,460.33 1,024,120.95 464,243.77 2,375,337.51 1,877,599.80 2,341,843.57 497,737.71 1,831,228.87
133
No
Thn (t)
Bln
Prod UHT (Ton)
Mat
CMAt
(Sn+E)t
IMT (Snt)
Dt
Dugaan Trend
Ýt
[Error]t
59 Nov 1,722,074.34 1,827,160.25 -105,085.91 123,482.58 1,598,591.76 1,901,283.40 2,024,765.98 -302,691.64 1,823,091.64
60 Des 1,811,886.20 1,822,669.47 -10,783.27 -203,627.34 2,015,513.54 1,924,967.00 1,721,339.66 90,546.54 1,822,247.30
61 2005 Jan 1,234,418.42 1,818,411.07 -583,992.65 -514,348.11 1,748,766.53 1,948,650.60 1,434,302.49 -199,884.07 1,814,574.83
62 Feb 1,385,968.16 1,837,666.26 -451,698.10 -220,914.01 1,606,882.17 1,972,334.20 1,751,420.19 -365,452.03 1,860,757.69
63 Mart 1,683,128.82 1,894,438.39 -211,309.57 64,529.70 1,618,599.12 1,996,017.80 2,060,547.50 -377,418.68 1,928,119.10
64 Apr 1,678,846.12 1,904,312.60 -225,466.48 -204,613.04 1,883,459.16 2,019,701.40 1,815,088.36 -136,242.24 1,880,506.11
65 Mei 1,616,670.10 1,865,916.92 -249,246.82 -252,849.45 1,869,519.55 2,043,385.00 1,790,535.55 -173,865.45 1,851,327.74
66 Jun 1,872,075.46 1,885,544.99 -13,469.53 136,137.29 1,735,938.17 2,067,068.60 2,203,205.89 -331,130.43 1,919,762.24
67 Jul 2,084,019.96 92,828.02 1,991,191.94 2,090,752.20 2,183,580.22 -99,560.26
68 Agst 1,983,415.34 -37,582.46 2,020,997.80 2,114,435.80 2,076,853.34 -93,438.00
69 Sept 3,225,345.04 552,713.04 2,672,632.00 2,138,119.40 2,690,832.44 534,512.60
70 Okt 2,268,225.30 464,243.77 1,803,981.53 2,161,803.00 2,626,046.77 -357,821.47
71 Nov 1,371,934.00 123,482.58 1,248,451.42 2,185,486.60 2,308,969.18 -937,035.18
72 Des 2,633,100.14 -203,627.34 2,836,727.48 2,209,170.20 2,005,542.86 627,557.28
MSE = 102 861 663 998.55
134
Lampiran 13. Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP untuk Bahan Baku SMP Tahun 2005
Periode Kebutuhan bersih SMP
Lama Penyimpanan
Periode-bagian Akumulasi Periode Bagian
1 111 097.66 0 0 0 1, 2 124 737.13 1 124 737.13 124 737.13
1, 2, 3 151 481.59 2 302 963.18 427 700.31 4 151 096.15 0 0 0
4, 5 145 500.31 1 145 500.31 145 500.31 4, 5, 6 168 486.79 2 336 973.58 482 473.89
7 187 561.80 0 0 0 7, 8 178 507.38 1 178 507.38 178 507.38
7, 8, 9 290 281.05 2 580 562.10 759 069.48 10 204 140.28 0 0 0
10, 11 123 474.06 1 123 474.06 123 474.06 10, 11, 12 236 979.01 2 473 958.02 597 432.08
EPP SMP = 3 792.12
Lampiran 14. Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP untuk Bahan Baku Gula
Periode Kebutuhan bersih Gula
Lama Penyimpanan
Periode-bagian Akumulasi Periode Bagian
1 74 065.11 0 0 0 1, 2 83 158.09 1 83 158.09 83 158.09
1, 2, 3 100 987.73 2 201 975.46 285 133.55 4 100 730.77 0 0 0
4, 5 97 000.21 1 97 000.21 97 000.21 4, 5, 6 112 324.53 2 224 649.06 321 649.26
7 125 041.20 0 0 0 7, 8 119 004.92 1 119 004.92 119 004.92
7, 8, 9 193 520.70 2 387 041.40 506 046.33 10 136 093.52 0 0 0
10, 11 82 316.04 1 82 316.04 82 316.04 10, 11, 12 157 986.01 2 315 972.02 398 288.06
EPP Gula = 11 595.13 Perhitungan EOQ SMP dan Gula Tahun 2005 EOQ SMP = = = 36 199.35 kg EOQ Gula = = = 51 683.53 kg
HSD2
71.456.1727786.1733372 xx
HSD2
14.273.11518558.248132 xx
135
Lampiran 15. MRP untuk Bahan Baku SMP dengan Teknik EOQ Tahun 2005 (EOQ SMP = 36 199.35 kg) (buffer stock = 86 389.30 kg) Periode (bulan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan (kg) 111097.66 124737.13 151481.59 151096.15 145500.31 168486.79 187561.80 178507.38 290281.05 204140.28 123474.06 236979.01
Sediaan di tangan a (66 553.80) 114244.14 98105.06 91420.87 121321.47 120618.56 96929.17 90364.12 92853.49 92167.24 105223.06 90347.05 106763.49
Penerimaan Terjadwal b 158788.00 108598.05 144797.40 180996.75 144797.40 144797.40 180996.75 180996.75 289594.80 217196.10 108598.05 253395.45
Kebutuhan Bersih 44543.86 10492.99 53376.53 59675.28 24178.84 47868.23 90632.63 88143.26 197427.56 111973.04 18251.00 146631.96
Pesanan yang direncanakan 180996.75 144797.40 144797.40 180996.75 180996.75 289594.80 217196.10 108598.05 253395.45 0 0 0
Lampiran 16. MRP untuk Bahan Baku Gula dengan Teknik EOQ Tahun 2005 (EOQ Gula = 51 683.53 kg) (buffer stock = 28 796.43 kg)
Periode (minggu) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan (kg) 74065.11 83158.09 100987.73 100730.77 97000.21 112324.53 125041.2 119004.92 193520.7 136093.52 82316.04 157986.01
Sediaan di tangan a (28 547.86) 57849.81 78058.78 80438.11 31390.87 37757.72 28800.25 58809.64 43171.78 56385.2 75342.27 44709.76 41774.34
Penerimaan Terjadwal b 103367.06 103367.06 103367.06 51683.53 103367.06 103367.06 155050.59 103367.06 206734.12 155050.59 51683.53 155050.59
Kebutuhan Bersih 45517.25 25308.28 22928.95 20292.66 65609.34 74566.81 96240.95 60195.28 150348.92 79708.32 6973.77 113276.25
Pesanan yang direncanakan 103367.06 103367.06 51683.53 103367.06 103367.06 155050.59 103367.06 206734.12 155050.59 51683.53 155050.59 0
a Persediaan pada akhir bulan bersangkutan b Penerimaan jadwal pada awal bulan
Lampiran 17. Biaya Pembelian SMP dan Gula dengan Metode EOQ Tahun 2005 Kuantitas Harga beli + Biaya
tranportasi Biaya Bongkar Muat Biaya Pembelian Total
(Rp/kg) (Rp/kg) SMP 1 701 369.45 22 009.68 1.90 37 449 829 758.23 Gula 1 292 088.25 5 200.00 1.90 6 721 313 867.68
Biaya Pembelian Total 44 171 143 625.91
136
Lampiran 18. MRP Teknik PPB yang disesuaikan untuk Bahan Baku SMP Tahun 2005 dengan sediaan pengaman 50%
Periode (bulan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan (kg) 111097.66 124737.13 151481.59 151096.15 145500.31 168486.79 187561.8 178507.38 290281.05 204140.28 123474.06 236979.01
Sediaan di tangan a (66 553.80 kg) 86389.30 86389.30 86389.30 86389.30 86389.30 86389.30 86389.30 86389.30 86389.30 86389.30 86389.30 86389.30
Penerimaan Terjadwal b 130933.16 124737.13 151481.59 151096.15 145500.31 168486.79 187561.80 178507.38 290281.05 204140.28 123474.06 236979.01
Kebutuhan Bersih 44543.86 38347.83 65092.29 64706.85 59111.01 82097.49 101172.50 92118.08 203891.75 117750.98 37084.76 150589.71
Pesanan yang direncanakan 151096.15 145500.31 168486.79 187561.80 178507.38 290281.05 204140.28 123474.06 236979.01 0.00 0 0
Lampiran 19. MRP Teknik PPB yang disesuaikan untuk Bahan Baku Gula Tahun 2005 (buffer 25%)
Periode (minggu) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan (kg) 74,065.11 83,158.09 100,987.73 100,730.77 97,000.21 112,324.53 125,041.20 119,004.92 193,520.70 136,093.52 82,316.04 157,986.01
Sediaan di tangan a (28 547.86) 28,796.43 28,796.43 28,796.43 28,796.43 28,796.43 28,796.43 28,796.43 28,796.43 28,796.43 28,796.43 28,796.43 28,796.43
Penerimaan Terjadwal b 74,313.68 83,158.09 100,987.73 100,730.77 97,000.21 112,324.53 125,041.20 119,004.92 193,520.70 136,093.52 82,316.04 157,986.01
Kebutuhan Bersih 45,517.25 54,361.66 72,191.30 71,934.34 68,203.78 83,528.10 96,244.77 90,208.49 164,724.27 107,297.09 53,519.61 129,189.58
Pesanan yang direncanakan 83,158.09 100,987.73 100,730.77 97,000.21 112,324.53 125,041.20 119,004.92 193,520.70 136,093.52 82,316.04 157,986.01 0
a Persediaan pada akhir bulan bersangkutan b Penerimaan jadwal pada awal bulan
Tabel 20. Biaya Pembelian SMP dan Gula dengan Metode PPB Tahun 2005 Kuantitas Harga beli + Biaya
tranportasi (Rp/kg)
Biaya Bongkar Muat (Rp/kg)
Biaya Pembelian Total
SMP 1 686 026.83 22 009.68 1.90 37 112 114 450.69
Gula 1 308 163.72 5 200.00 1.90 6 804 936 875.66
Biaya Pembelian Total 43 917 051 326.35
137
Lampiran 21. Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP untuk Bahan Baku SMP Tahun 2006
Periode Kebutuhan
bersih SMP Lama
Penyimpanan Periode-bagian Akumulasi
Periode Bagian
1 49849.678 0 0 0 1, 2 188647.33 1 188,647.33 188,647.33
1, 2, 3 217295.08 2 434,590.16 623,237.49 4 194547.65 0 0.00 0.00
4, 5 192272.26 1 192,272.26 192,272.26 4, 5, 6 230515.66 2 461,031.33 653,303.59
7 228696.89 0 0.00 0.00 7, 8 218806.19 1 218,806.19 218,806.19
7, 8, 9 275705.48 2 551,410.96 770,217.15 10 269701.6 0 0.00 0.00
10, 11 240317.06 1 240,317.06 240,317.06 10, 11, 12 212197.64 2 424,395.27 664,712.34
EPP SMP = 3 792.12
Lampiran 22. Penentuan Ukuran Lot dengan Menggunakan EPP untuk Bahan Baku Gula Tahun 2006
Periode Kebutuhan bersih Gula
Lama Penyimpanan
Periode-bagian Akumulasi Periode Bagian
1 33233.119 0 0 0 1, 2 125764.88 1 125,764.88 125,764.88
1, 2, 3 144863.39 2 289,726.78 415,491.66 4 129698.43 0 0.00 0.00
4, 5 128181.51 1 128,181.51 128,181.51 4, 5, 6 153677.11 2 307,354.22 435,535.73
7 152464.6 0 0.00 0.00 7, 8 145870.8 1 145,870.80 145,870.80
7, 8, 9 183803.65 2 367,607.30 513,478.10 10 179801.06 0 0.00 0.00
10, 11 160211.38 1 160,211.38 160,211.38 10, 11, 12 141465.09 2 282,930.18 443,141.56
EPP Gula = 11 595.13
138
Lampiran 23. MRP Teknik PPB yang disesuaikan untuk Bahan Baku SMP Tahun 2006 dengan sediaan pengaman 50%
Periode (bulan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan (kg) 49849.68 188647.33 217295.08 194547.65 192272.26 230515.66 228696.89 218806.19 275705.48 269701.60 240317.06 212197.64
Sediaan di tangan a (171,624.75) 121775.07 104940 104940 104940 104940 104940 104940 104940 104940 104940 104940 104940
Penerimaan Terjadwal b 171811.95 217295.08 194547.65 192272.26 230515.66 228696.89 218806.19 275705.48 269701.60 240317.06 212197.64
Kebutuhan Bersih 66872.26 112355.39 89607.96 87332.57 125575.97 123757.20 113866.50 170765.79 164761.91 135377.37 107257.95
Pesanan yang direncanakan 194547.65 192272.26 230515.66 228696.89 218806.19 275705.48 269701.60 240317.06 212197.64 0.00 0.00 0.00
Lampiran 24. MRP Teknik PPB yang disesuaikan untuk Bahan Baku Gula Tahun 2006 (buffer 25%)
Periode (minggu) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kebutuhan (kg) 33233.12 125764.88 144863.39 129698.43 128181.51 153677.11 152464.60 145870.80 183803.65 179801.06 160211.38 141465.09
Sediaan di tangan a (156,445.35) 123212.23 34980 34980 34980 34980 34980 34980 34980 34980 34980 34980 34980
Penerimaan Terjadwal b 37532.55 144863.39 129698.43 128181.51 153677.11 152464.60 145870.80 183803.65 179801.06 160211.38 141465.09
Kebutuhan Bersih 2552.65 109883.49 94718.53 93201.61 118697.21 117484.70 110890.90 148823.75 144821.16 125231.48 106485.19
Pesanan yang direncanakan 37532.55 144863.39 129698.43 128181.51 153677.11 152464.60 145870.80 183803.65 179801.06 160211.38 141465.09 0.00
Recommended