View
1
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR Beauveria
bassiana MUTAN SERTA VIRULENSINYA TERHADAP HAMA
PENGISAP POLONG KEDELAI (Riptortus linearis) DI LABORATORIUM
Skripsi
Oleh
Lita Aprianda Sari
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR Beauveria
bassiana MUTAN SERTA VIRULENSINYA TERHADAP HAMA
PENGISAP POLONG KEDELAI (Riptortus linearis) DI LABORATORIUM
Oleh
LITA APRIANDA SARI
Penelitian ini bertujuan mengetahui pertumbuhan dan perkembangan in vitro
jamur Beauveria bassiana mutan serta virulensinya terhadap hama pengisap
polong kedelai. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dimulai bulan Januari - Juni
2017. Uji pertumbuhan B. bassiana secara in vitro menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan diulang 5 kali. Uji virulensi jamur B.
bassiana terhadap R. linearis menggunakan analisis probit. Virulensi
diindikasikan dengan LT50 atau lethal time 50, yaitu waktu yang dibutuhkan jamur
ini untuk mematikan 50% larva uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat
Bbyf22 dan Bbyf24 (mutan) mampu tumbuh dan berkembang dengan normal
seperti isolat Bbyf (wildtype). Jamur B. bassiana terbukti virulen terhadap hama
R. linearis dengan LT50 = 3,7 hari (isolat Bbyf22, mutan); 4,9 hari (isolat Bbyf24,
mutan); dan 3,5 hari (isolat Bbyf, wildtype).
Kata kunci : Beauveria bassiana, pengisap polong kedelai, Riptortus linearis,
virulensi.
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN IN VITRO JAMUR Beauveria
bassiana MUTAN SERTA VIRULENSINYA TERHADAP HAMA
PENGISAP POLONG KEDELAI (Riptortus linearis) DI LABORATORIUM
Oleh
Lita Aprianda Sari
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 April 1994 di Bandar Lampung. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Kurniadi dan
Ibu Betti.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Kartika II-5 pada
tahun 2000-2006; Penulis menempuh Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri
9 Bandar Lampung pada tahun 2006-2009; kemudian melanjutkan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2009-2012. Pada
tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian
Universitas Lampung Jurusan Agroteknologi melalui jalur masuk SNMPTN
Undangan 2012.
Penulis telah melaksanakan Praktik Umum pada tahun 2015 di Parung Farm,
Cianjur, Jawa Barat. Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
tahun 2016 di Desa Bawang Tirto Mulyo, Kecamatan Banjar Baru, Kabupaten
Tulang Bawang. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam
organisasi Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) sebagai anggota
Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang).
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.
Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.”
(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)
Everything will be okay in the end
If it’s not okay, it’s not the end
(John Lennon)
THINK POSITIVELY
AND
POSITIVE THINGS WILL HAPPEN
SANWACANA
Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat, nikmat, dan karunia yang senantiasa dicurahkan sehingga dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Perkembangan In Vitro
Jamur Beauveria bassiana Mutan serta Virulensinya terhadap Hama Pengisap
Polong Kedelai (Riptortus linearis) di Laboratorium”. Penyusunan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Selama penelitian, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. F.X. Susilo, M. Sc., selaku pembimbing utama yang telah
meluangkan waktu dan fikiran dalam membimbing dan memberikan petunjuk
serta mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran selama penelitian dan
penulisan skripsi.
4. Ibu Yuyun Fitriana, S.P., M.P., Ph.D., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan nasehat dan saran selama penulis melakukan penelitian dan
penulisan skripsi.
5. Ibu Ir. Lestari Wibowo, M.P., selaku pembahas yang telah banyak
memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.
6. Bapak Radix Suharjo, S.P., M.Agr., Ph.D., selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan saran kepada penulis.
7. Kedua orang tuaku Mama, Papa dan Kakakku tercinta yang selalu
memberikan kasih sayang, cinta, nasehat, motivasi dan doa kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung.
8. Sahabat-sahabatku terimakasih untuk kebersamaan, keceriaan, dan
kebahagiaan.
9. Teman-teman Agroteknologi angkatan 2012 khususnya kelas B terimakasih
atas kebersamaan dan kebahagiaan selama ini.
Bandar Lampung,
Penulis
Lita Aprianda Sari
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL. .................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR. ............................................................................. vii
I. PENDAHULUAN. ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang. ..................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian. ................................................................. 2
1.3 Kerangka Pemikiran. ............................................................ 3
1.4 Hipotesis. .............................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA. ............................................................ 4
2.1 Hama pengisap polong kedelai (Riptortus linearis). .............. 4
2.2 Pengendalian Hayati. ............................................................. 6
2.3 Beauveria bassiana................................................................. 6
2.4 Mutan Beauveria bassiana..................................................... 8
III. BAHAN DAN METODE. ........................................................... 9
3.1 Waktu dan Tempat. ................................................................ 9
3.2 Bahan dan Alat. ...................................................................... 9
3.3 Metode Penelitian. .................................................................. 10
3.4 Pelaksanaan Penelitian. ........................................................ 10
3.5 Pengamatan. ........................................................................... 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. ..................................................... 15
4.1 Hasil Penelitian. .................................................................... 15
4.1.1 Uji Pertumbuhan dan Perkembangan jamur B. bassiana
(mutan dan wildtype) secara in vitro pada media PDA.
15
4.2 Pembahasan. ......................................................................... 15
V. SIMPULAN DAN SARAN. ........................................................... 19
5.1 Simpulan ................................................................................. 19
5.2 Saran ....................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 20
LAMPIRAN ............................................................................................. 23
Tabel 5 – 24 ............................................................................................... 23
Gambar 3 – 6 ............................................................................................. 28
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Isolat B. bassiana yang digunakan dalam penelitian. ......................... 10
2. Kerapatan spora B. bassiana. .................................................................. 16
3. Daya berkecambah (viabilitas) spora jamur B. bassiana yang telah
diinkubasi selama 16 jam pada media PDA. .......................................... 17
4. LT50 tiga isolat jamur B. bassiana terhadap R. linearis. ........................ 17
5. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 3 hsi ................................. 23
6. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 3 hsi ....................... 23
7. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 5 hsi ................................. 23
8. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 5 hsi ....................... 23
9. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 7 hsi ................................. 23
10. Analisis ragam diameter koloni jamur B. basssiana 7 hsi ...................... 24
11. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 9 hsi ................................. 24
12. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 9 hsi ....................... 24
13. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 11 hsi ............................... 24
14. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 11 hsi ..................... 24
15. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 13 hsi ............................... 25
16. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 13 hsi ..................... 25
17. Rata-rata diameter koloni jamur B. bassiana 15 hsi ............................... 25
18. Analisis ragam diameter koloni jamur B. bassiana 15 hsi ..................... 25
vi
19. Diameter koloni jamur B. bassiana pada media PDA ............................ 26
20. Data kerapatan spora jamur B. bassiana ................................................ 26
21. Analisis ragam kerapatan spora jamur B. bassiana ................................ 27
22. Data spora jamur B. bassiana yang berkecambah .................................. 27
23. Data spora jamur B. bassiana yang tidak berkecambah ......................... 27
24. Analisis ragam daya berkecambah (viabilitas) spora jamur B.
bassiana. .................................................................................................
27
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Posisi peletakan 3 tetes suspensi jamur pada media PDA. ........................................ 13
2. Diameter koloni B. bassiana yang ditumbuhkan pada media PDA ........................ 16
3. R. linearis yang terpapar jamur B.bassiana. ........................................... 28
4. Jamur B.bassiana pada media PDA....................................................... 29
5. Konidia B. bassiana pada kotak haemocytometer. ................................. 30
6. Perkecambahan jamur B. bassiana setelah diinkubasi selama 16 jam
pada media PDA. .................................................................................... 30
1
I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Tanaman kedelai tidak luput dari serangan hama. Hama utama pada tanaman
kedelai yaitu penghisap polong (Riptortus linearis) yang penyebarannya cukup
luas di Indonesia (Asadi, 2009). R. linearis dapat menyebabkan kegagalan panen
hingga 80%. Sebagian besar kerusakan yang terjadi dapat ditemukan pada bagian
polong. Polong yang telah dihisap terlihat kempis, mengering, dan gugur.
Apabila tidak dikendalikan maka populasi hama tersebut akan meningkat (Atman,
2012).
Pengendalian di lapang selama ini lebih mengandalkan insektisida kimia dalam
menekan populasi R. linearis. Penggunaan insektisida kimia secara terus-menerus
menimbulkan berbagai dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan pada
pertanaman kedelai diantaranya ledakan populasi (resurgensi) R. linearis. Selain
itu terjadinya resistensi R. linearis terhadap insektisida kimia dan terjadinya
pencemaran lingkungan (Hasibuan, 2003).
Untuk menghindari efek negatif dari penggunaan pestisida kimia, perlu kiranya
dicari alternatif pengendalian lainnya, misalnya menggunakan jamur
2
entomopatogen. Beauveria bassiana dilaporkan sebagai jamur entomopatogen
yang sangat efektif terhadap beberapa spesies serangga hama termasuk rayap,
kutu putih, dan beberapa jenis kumbang (Soetopo & Indrayani, 2007). Jamur
entomopatogen ini diduga memiliki virulensi terhadap kepik.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Avanti et al. (2014) menunjukkan jamur B.
bassiana dapat dimutankan. Salah satu cara pemutanan adalah melalui proses
moist heat dengan diinkubasi pada suhu 27°C selama 15-17 hari. B. bassiana
juga dapat dimutankan melalui proses penyinaran UV dibawah 254 nm pada
media agar dan diinkubasi selama 8 hari. Teknologi mutasi menggunakan ion
beam juga telah diterapkan pada B. bassiana (Fitriana et al., 2014).
Mutasi umumnya resesif dan fatal pada keturunannya. Namun tidak semua mutan
merugikan. B. bassiana mutan misalnya, dapat bertahan hidup dan mampu
beradaptasi dengan lingkungannya. Berdasarkan penelitian (Fitriana et al., 2014),
jamur mutan B. bassiana lebih virulen terhadap hama. Namun sampai saat ini,
isolat Bbyf hasil mutasi Fitriana et al. (2014) belum diketahui kemampuannya
terhadap kepik R. linearis.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
jamur Beauveria bassiana mutan dan virulensinya terhadap hama kepik pengisap
polong Riptortus linearis di laboratorium.
3
1.3 Kerangka Pemikiran
Jamur entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan untuk
mengendalikan hama tanaman. Salah satu jenis jamur entomopatogen tersebut yaitu
Beauveria bassiana. Menurut Prayogo (2006), infeksi jamur Beauveria bassiana diketahui
mampu menggagalkan penetasan telur R. linearis. Jamur ini dapat menginfeksi nimfa dan
imago R. linearis.
Namun sejauh ini penggunaan jamur entomopatogen masih menemui hambatan. Salah satu
hambatan yaitu kurang tersedianya isolat yang virulen. Sifat virulensi pada jamur
entomopatogen dapat dibangkitkan dengan beberapa cara. Salah satunya yaitu dengan radiasi
sinar UV terhadap jamur entomopatogen tersebut. Pemaparan radiasi sinar UV terhadap
jamur menyebabkan mutasi.
Pada umumnya mutasi bersifat letal (menyebabkan kematian bagi mutan). Namun tidak
semua jamur yang mengalami mutasi berakhir dengan kematian. Mutan yang dapat bertahan
hidup adalah mutan yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Mampukah jamur B.
bassiana mutan tumbuh dan berkembang normal secara in vitro sebagaimana jamur B.
bassiana wildtype? Virulenkah jamur B. bassiana mutan terhadap R. linearis?
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jamur B. bassiana mutan mampu tumbuh dan berkembang normal seperti B. bassiana
wildtype.
2. Jamur B. bassiana mutan virulen terhadap hama R. linearis.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hama pengisap polong kedelai (Riptortus linearis)
Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi hama pengisap polong yaitu sebagai
berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Riptortus
Spesies : Riptortus linearis
Imago R. linearis biasanya meletakkan telur pada pagi atau sore hari. Selanjutnya,
imago akan meletakkan telur satu per satu pada permukaan daun bagian atas
maupan bawah. Telur yang baru diletakkan berwarna biru keabua-abuan, kemudian
berubah menjadi coklat kegelapan. Telur R. linearis berbentuk bulat dengan diameter
telur 1,0-1,2 mm. Seekor imago betina mampu menghasilkan telur berkisar 70
butir selama 4-47 hari (Prayogo & Suharsono, 2005).
Hama pengisap polong (R. linearis) memiliki tipe metamorfosis paurometabola
yaitu terdiri dari telur, nimfa, dan imago. Telur R. linearis berbentuk bulat dan
5
berwarna coklat. Stadium nimfa terdiri dari 6 instar. Nimfa instar I dan II
berbentuk seperti semut gramang, berwarna kekuning-kuningan, aktif bergerak
dan mencari makan. Nimfa instar III dan IV berbentuk seperti semut rangrang,
berwarna coklat, aktif bergerak tetapi tidak seaktif instar I dan II. Instar V dan VI
berwarna hitam agak abu-abu, mirip semut hitam. Sedangkan imago berbadan
panjang dan berwarna kuning kecokelatan dengan garis putih kekuningan
disepanjang sisi badannya (Tengkano & Dunuyaali, 1976). Lama perkembangan
R. linearis dari telur hingga imago membutuhkan waktu 64,48 hari (Mawan &
Amalia, 2011).
Riptortus linearis bertipe mulut menusuk menghisap atau haustelata. Polong
kedelai akan rusak akibat cairan pada biji dihisap oleh nimfa maupun imago
dengan cara menusukkan stiletnya (Prayogo & Suharsono, 2005). Pada kulit
polong dan biji akan terlihat gejala serangan akibat bekas dari tusukan mulut
serangga.
Indonesia merupakan negara tropis sehingga perkembangan serangga yang begitu
cepat dan menyebabkan Riptortus linearis menjadi hama penting pada daerah
yang bersuhu tinggi. Suhu lingkungan yang tinggi berpengaruh terhadap waktu
inkubasi telur dan periode nimfa. Peningkatan suhu lingkungan yang terjadi dari
20°C menjadi 35°C akan menyebabkan penurunan masa inkubasi telur dan
lamanya periode nimfa (Talekar et al., 1995).
6
Riptortus linearis merupakan salah satu hama utama tanaman kedelai. Hama penghisap
polong ini dapat menyebabkan kerusakan kualitas biji (berlubang) sampai 70%. Hama
Riptortus linearis dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 80% apabila tidak
dikendalikan. Hama Riptortus linearis sangat tertarik pada tanaman kedelai dikarenakan
adanya rangsangan tanaman kepada hama yang akan menjadikan tanaman inang sebagai
sumber makanan, tempat berlindung, dan berkembang biak (Prayogo & Suharsono, 2005).
2.2 Pengendalian Hayati
Jamur entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang dapat digunakan dalam
mengendalikan hama tanaman. Salah satu entomopatogen tersebut yaitu Beauveria bassiana
yang diketahui efektif dalam mengendalikan hama tanaman. Selain Beauveria bassiana,
agen pengendali hayati lain yang dapat digunakan yaitu Metarhizium anisopliae, Nomuraea
rileyi, Aspergilus parasiticus, dan Verticillium lecanii (Prayogo, 2006).
Pengendalian hayati merupakan salah satu alternatif bijak dalam melestarikan lingkungan
(Gerhardson, 2002). Penggunaan entomopatogen sebagai agensi pengendali hayati umumnya
tidak berdampak negatif terhadap lingkungan, relatif murah, mudah untuk diterapkan dan
tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan. Pengendalian hayati
diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme
pengganggu tanaman atau mengganggu siklus hidupnya (Untung, 2006).
2.3 Beauveria bassiana
Salah satu jamur entomopatogen yang potensial untuk mengendalikan serangga hama adalah
Beauveria bassiana. Jamur ini diketahui dapat menjadi musuh alami yang efektif untuk
mengendalikan hama (Soetopo & Indrayani, 2007). Setiap serangga yang terinfeksi B.
7
bassiana akan menjadi sumber inokulum bagi serangga sehat disekitarnya. Kemampuan
penetrasinya yang tinggi pada tubuh serangga menyebabkan jamur B. bassiana dengan
mudah menginfeksi R. linearis (Soetopo & Indrayani, 2007).
Menurut Soetopo & Indrayani (2007), Beauveria bassiana juga dikenal sebagai jamur white
muscardine. Miselia dan spora yang dihasilkan berwarna putih. Koloni jamur B. bassiana
pertumbuhannya relatif lama. Miselia jamur bersekat-sekat dan memiliki ukuran panjang
2,0-4,0 nm. Spora berbentuk bulat telur dengan ukuran diameter 1,5-3,0 nm. Konidiofor B.
bassiana mempunyai ciri khas yaitu berbentuk zig-zag (Tanada & Kaya, 1993).
Penggunaan jamur B. bassiana dalam mengendalikan hama telah banyak dilakukan. Hal ini
dikarenakan jamur B. bassiana memiliki beberapa keunggulan dalam mengendalikan hama.
Kelebihan jamur B. bassiana yaitu mampu menginfeksi dari berbagai stadia. Selain itu, B.
bassiana dilaporkan memiliki kemampuan dalam mengendalikan hama dengan waktu yang
relatif singkat yaitu 3-5 hari setelah aplikasi (Prayogo, 2013).
Dari hasil penelitian Prayogo (2013), nimfa instar I dan II lebih cepat mengalami mortalitas
dibanding imago. Hal tersebut dikarenakan tubuh nimfa yang masih muda dan belum
mengalami pergantian kulit. Sehingga B. bassiana lebih efektif untuk melakukan proses
penetrasi pada nimfa instar I dan II. Sedangkan, pada stadia imago proses penetrasi B.
bassiana lebih lambat akibat terhalang oleh integumen.
Beauveria bassiana menginfeksi serangga dengan cara masuk ke tubuh serangga melalui
kulit pada buku-buku tubuh. Aktifitas jamur dimulai dengan pertumbuhan spora pada
permukaan kutikula serangga. Kemudian di dalam tubuh serangga, B. bassiana akan
8
mengeluarkan racun yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinya paralisis pada
anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan kehilangan koordinasi sistem gerak,
sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lama kelamaan melemah, kemudian berhenti
sama sekali. Toksin juga menyebabkan kerusakan jaringan, terutama pada saluran
pencernaan, otot, sistem syaraf, dan sistem pernafasan (Prasasya, 2008).
2.4 Mutan Beauveria bassiana
Mutan B. bassiana digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan serangga. Menurut
Sudarmadji (1997), ada beberapa faktor variasi virulensi jamur mutan antara lain faktor
dalam (asal isolat) dan faktor luar (meliputi medium untuk perbanyakan jamur, teknik
perbanyakan dan faktor lingkungan). Virulensi jamur mutan B. bassiana juga bergantung
pada strain spesies atau strain jamur. Dalam pengamatan Arthurs & Thomas (2001), jamur
mutan B. bassiana strain tertentu dapat signifikan menaikkan efek kematian hama.
9
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2017. Hama pengisap polong
(Riptortus linearis) diambil dari pertanaman kacang panjang di Kemiling dan Lahan Terpadu
Universitas Lampung. Hama R. linearis diaplikasi jamur B. bassiana di Laboratorium
Bioteknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan berupa jamur mutan (Bbyf22 dan Bbyf24) dan wildtype (Bbyf)
B. bassiana, R. linearis, media PDA, 0,1% Tween 80 dan asam laktat. Sedangkan alat-alat
yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat ukur, alat gelas dan non gelas. Sebelum
digunakan bahan dan alat disterilkan menggunakan autoklaf. Alat ukur yang digunakan
berupa haemocytometer, timbangan, dan penggaris. Alat gelas yaitu cawan petri, tabung
reaksi, erlenmeyer, spatula, drigalsky, dan bunsen. Alat non gelas yaitu jarum ose, autoklaf,
mikroskop, laminar air flow, shaker, mikropipet, borgabus,s toples, panci, sprayer (alat
semprot), kompor, kertas label, alumunium foil, plastik wrap, kain kasa, karet, pisau, tisu,
dan nampan.
10
3.3 Metode Penelitian
Penelitian terdiri atas beberapa kegiatan. Kegiatan pembiakaan jamur mutan Beauveria
bassiana, penumbuhan koloni B. bassiana, pengukuran kerapatan spora B. bassiana, uji
viabilitas B. bassiana dan uji virulensi B. bassiana terhadap R linearis.
Pada penelitian ini dilakukan Rancangan percobaan. Rancangan yang digunakan pada
penelitian kali ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk uji pertumbuhan B.
bassiana secara in vitro dengan 3 perlakuan diulang 5 kali. Sedangkan uji virulensi jamur B.
bassiana terhadap R. linearis menggunakan perhitungan LT50 atau Lethal time 50 yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk mematikan 50% larva uji. LT50 dihitung menggunakan program
SPSS versi 24.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian diawali dengan penyiapan isolat jamur B. bassiana. Isolat jamur B.
bassiana yang digunakan merupakan koleksi Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian
Unila (Tabel 1). Isolat tersebut diremajakan dari tabung reaksi kemudian diuji virulensinya
pada R. linearis. Isolat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Isolat B. bassiana yang digunakan dalam penelitian
Isolat Kode Asal isolat
Mutan Beauveria bassiana 22 Bbyf22 Mutan dengan radiasi ion beam
Mutan Beauveria bassiana 24 Bbyf24 Mutan dengan radiasi ion beam
Beauveria 1026 Bbyf Larva kumbang dari Shizuoka
(wildtype)
Pelaksanaan berikutnya yaitu pembuatan media PDA. Pembuatan media PDA dilakukan
dengan cara sebagai berikut. Bahan-bahan yang disiapkan terdiri dari 100 g kentang, 10 g
11
agar, 10 g dextrose dan 500 ml aquadest. Kentang dipotong-potong dan direbus selama 30
menit hingga lunak, kemudian air rebusannya disaring dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
bersama agar, dextrose, dan aquadest. Tabung erlenmeyer kemudian ditutup dengan
alumunium foil dan dikencangkan dengan karet gelang. Media pada erlenmeyer tersebut
direbus hingga mendidih dan homogen dan setelah itu diautoklaf selama 15 menit pada
tekanan 1 atm dan suhu 121oC. Media kemudian diangkat dan didinginkan sampai 50
o C.
Pada media itu kemudian ditambahkan asam laktat sebanyak 0,7 mikroliter/ml pada media
yang berisi 500 ml. Akhirnya media dituang ke cawan petri sebanyak 10 ml/petri di dalam
laminar air flow.
Setelah itu, jamur B. bassiana diinokulasi pada media PDA. Inokulasi dilakukan dengan
beberapa langkah sebagai berikut. Pertama, dituangkan media PDA yang telah diautoklaf ke
dalam cawan petri steril. Kedua, inokulum B. bassiana dilubangi dengan alat bor gabus
ukuran 4 mm dan diinokulasikan ke tengah cawan petri dengan menggunakan jarum ose.
Dengan jumlah cawan petri 5 buah untuk 1 perlakuan. Jumlah total cawan petri yaitu 15
buah. Jamur yang telah diinokulasi ditutup dengan plastik wrap dan diberi label sesuai
perlakuan. Jamur diinkubasi selama 15 hari pada suhu ruang. Setiap harinya diukur
perkembangan jamur B. bassiana pada media PDA.
Selanjutnya, hama R. linearis didapat dari Kecamatan Kemiling. Hama pengisap polong ini
ditemukan pada pertanaman kacang panjang dari salah satu lahan warga setempat.
Penangkapan dilakukan menggunakan alat sederhana seperti jaring serangga. Setelah hama
terkoleksi kemudian hama dimasukkan kedalam toples plastik dan ditutup menggunakan kain
sippom. Hama R. linearis imago yang telah terkumpul kemudian dibiakkan di laboratorium.
12
Pembiakan hama R. linearis dilakukan di laboratorium dengan cara berikut. Indukan imago
dimasukkan ke dalam toples-toples plastik (sebanyak 16 buah). Toples berisi indukan imago
ditutup menggunakan kain sippom. Satu buah toples diinokulasi dengan 10 ekor serangga
jantan dan betina R. linearis dengan perbandingan 1:1. Pakan diganti setiap 2 hari. Setelah
imago bertelur, telur-telur diambil dan dipisahkan dalam toples lain sampai menetas. Nimfa
dipelihara sebagai stok serangga uji.
Sementara itu, pembuatan suspensi B. bassiana dilakukan dengan cara berikut. Pertama,
cawan petri berisi jamur dipanen dengan cara menambahkan 20 ml 0,1% tween 80 yang telah
dihomogenkan. Kedua, spora dilepaskan dari media menggunakan drigalsky. Ketiga,
suspensi dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan di shaker agar homogen.
3.5 Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan dan perkembangan jamur dilakukan terhadap diameter koloni
jamur B. bassiana, kerapatan spora jamur B. bassiana, viabilitas spora jamur B. bassiana, dan
mortalitas R. linearis. Pengukuran diameter koloni B. bassiana dilakukan setiap hari selama
15 hari. Pengukuran dilakukan menggunakan penggaris. Diameter jamur dihitung secara
vertikal dan horizontal. Diameter koloni yang terbentuk diukur pada cawan petri berdasarkan
rumus (Elfina et al., 2016) sebagai berikut
D =
dengan catatan D = diameter jamur, d1 = diameter vertikal koloni jamur B. bassiana, dan
d2 = diameter horizontal koloni jamur B. bassiana.
d1 + d2
2
13
Pengamatan kerapatan spora jamur B. bassiana dilakukan dengan cara berikut. Suspensi
spora diambil 1 ml dan diteteskan pada haemocytometer. Penghitungan kerapatan spora
dilakukan dengan cara memilih 5 kotak, tiap kotak dihitung dan dirata-rata nilainya.
Perhitungan diulang sebanyak 5 kali. Kerapatan spora dihitung dengan menggunakan rumus
(Syahnen, 2011) sebagai berikut
S= R x K x F
dengan catatan S = jumlah spora /ml, R = jumlah spora pada 5 kotak sedang haemocytometer,
K = konstanta koefisien alat (2,5 x 106), dan F = faktor pengenceran yang digunakan.
Pengamatan viabilitas spora jamur B. bassiana dilakukan dengan cara berikut. Suspensi
diteteskan 3 titik masing-masing 0,1 ml pada media PDA (Gambar 1). Suspensi spora
diinkubasi selama 16 jam pada media PDA dalam suhu ruang. Setelah itu, diamati di bawah
mikroskop. Viabilitas dihitung apabila spora berkecambah berukuran 2x panjang diameter
konidia (Espinel-Ingroff, 2000).
Gambar 1. Posisi peletakan 3 tetes suspensi jamur pada media PDA
Persentase viabilitas spora dihitung dengan menggunakan rumus (Gabriel & Riyatno, 1989)
sebagai berikut
V = x 100%
dengan catatan V = Perkecambahan spora, g = Jumlah spora yang berkecambah, dan u =
Jumlah spora yang tidak berkecambah.
g + u
g
14
Pengamatan mortalitas R. linearis dilakukan dengan cara berikut. Suspensi jamur B.
bassiana yang telah didapat diaplikasikan pada R. linearis. Suspensi masing-masing isolat
jamur (Bbyf, Bbyf22, Bbyf24) dimasukkan ke alat semprot sebanyak 20 ml. R. linearis yang
telah diaplikasi suspensi B. bassiana dimasukkan ke dalam stoples baru. Setelah beberapa
hari, R. linearis mati dipindahkan ke media baru. Setelah itu, R. linearis diamati di bawah
mikroskop stereo Leica EZ4.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Isolat Bbyf22 dan Bbyf24 (mutan) mampu tumbuh dan berkembang dengan
normal seperti isolat Bbyf (wildtype). Pertumbuhan diameter dan daya
berkecambah (viabilitas) isolat Bbyf22 dan isolat Bbyf24 (mutan) relatif
sama dan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan isolat Bbyf (wildtype)
tetapi kerapatan spora isolat jamur mutan (Bbyf24 dan Bbyf22) lebih rendah
daripada kerapatan spora isolat jamur wildtype (Bbyf).
2. Jamur B. bassiana terbukti virulen terhadap hama R. linearis dengan LT50 =
3,7 hari (isolat Bbyf22, mutan); 4,9 hari (isolat Bbyf24, mutan); dan 3,5 hari
(isolat Bbyf, wildtype).
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang konsentrasi (kerapatan) letal
(LC50) isolat B. bassiana terhadap R. linearis ini.
22
DAFTAR PUSTAKA
Asadi. 2009. Identifikasi ketahanan sumber daya genetik kedelai terhadap hama pengisap
polong. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian. Buletin Plasma Nutfah. 15(1): 17-23.
Avanti, B., Balaraman, K. & Gopinath, R. 2014. Development of higher temperature tolerant
mutant of Beauveria bassiana and Verticillum lecanii. International Journal of Life
Sciences Biotechnology and Pharma Research. 3(3): 109-112.
Arthurs, S. & Thomas, M.B. 2001. Effects of temperature and relative humidity on
sporulation of Metarhizium anisopliae var. acridum in mycosed cadavers of
Schistocerca gregaria. Journal Invertebrate Pathology. 78(2): 59-65.
Atman, R. 2012. Rancang bangun program aplikasi sistem pakar untuk diagnosis hama utama
kedelai. Informatika Pertanian. 21(1): 11-26.
Dwayne, D.H. & Khachatourians, G.G. 1994. Isolation and characterization lethal mutants of
Beauveria bassiana. Journal Microbiology. 40: 766-776.
Elfina, Y., Muhammad, A. & Rahmad, S. 2016. Penggunaan bahan organik dan
kombinasinya dalam formulasi biofungisida berbahan aktif jamur Trichoderma
pseudokoningii Rifai. untuk menghambat jamur Ganoderma boninense Pat. secara in
vitro. Jurnal Natur Indonesia. 16(2): 79-90.
Espinel-Ingroff, A. 2000. Germinated and nongerminated conidial suspensions
for testing of susceptibilities of Aspergillus spp. to amphotericin B, Itraconazole,
Posaconazole, Ravuconazole, and Voriconazole. Antimicrobial agents and
chemotheraphy 45(2): 605-607.
Fitriana, Y., Shinohara, S., Satoh, K., Narumi, I. & Saito, T. 2014. Benomyl-resistant
Beauveria bassiana (Hypocreales: Clavicipitaceae) mutants induced by ion beams. The
Japanese Society of Applied Entomology and Zoology. 50: 123-129.
Gabriel, B.P. & Riyatno. 1989. Metarhizium anisopliae (Metsch) Sor. taksonomi, patologi,
produksi, dan aplikasinya. Buletin Proyek Pengembangan Tanaman Perkebunan,
Departemen Pertanian. Jakarta. 25 hlm.
Gerhardson, B. 2002. Biological substitutes for pesticides. Trends Biotechnology. 20: 338-
343.
22
Hasibuan, R. 2003. Pengendalian Hama Terpadu. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
109 hlm.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and Translated by P.A.
van der Laan. PT. Ichtiar Baru Van-Hoeve. Jakarta. 701 hlm.
Mawan, A. & Amalia, H. 2011. Statistika demografi Riptortus linearis F. (Hemiptera:
Alydidae) pada kacang panjang (Vigna sinensis L.). Jurnal Entomologi Indonesia 8(1):
8-16.
Prasasya, A. 2008. Uji efikasi jamur entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) dan
Metarhizium anisopliae (Metch). sorokin terhadap mortalitas larva Phragmatoecia
castanae hubner di laboraturium. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan. 68
hlm.
Prayogo, Y. & Suharsono. 2005. Optimalisasi pengendalian hama penghisap polong kedelai
(R. linearis) dengan cendawan entomopatogen Verticillium lecanii. Jurnal Litbang
Pertanian. 24(4): 123-130.
Prayogo, Y. 2006. Upaya mempertahankan keefektifan cendawan entomopatogen untuk
mengendalikan hama tanaman pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 47-54.
Prayogo, Y. 2013. Patogenisitas cendawan entomopatogen Beauveria bassiana
(Deuteromycotina: Hyphomycetes) pada berbagai stadia kepik hijau (Nezara viridula
L.). Jurnal Hama Penyakit Tumbuhan Tropika. 13(1): 75-86.
Soetopo, D. & Indrayani, I.G.A.A. 2007. Status teknologi dan prospek Beauveria bassiana
untuk pengendalian serangga hama tanaman perkebunan yang ramah lingkungan.
Perspektif. 6(1): 29-46.
Sudarmadji, D. 1997. Optimasi pemanfaatan Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. untuk
pengendalian hama. Makalah Seminar pada Pertemuan Teknis Perlindungan Tanaman.
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman. Direktorat Jendral Perkebunan, Cipayung 16-
18 Juni 1997.
Syahnen. 2011. Teknik Uji Mutu Agens Pengendalian Hayati di Laboratorium. Laboratorium
Lapangan Balai Besar Penelitian dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP).
Medan. Hlm 6.
Talekar, N.S., Liyi, H., Hsing, C. & Jyan, K. 1995. Oviposition, feeding and developmental
characteristics of Riptortus linearis (Hemiptera: Alydidae), a pest of soybean.
Zoological Studies. 34(2): 111-116.
Tanada, Y. & Kaya, H. 1993. Insect Pathology. Academic Press. New York. 666 hlm.
Tengkano & Dunuyaali. 1976. Biologi dan pengaruh tiga macam umur polong kedelai
terhadap produksi telur Riptortus linearis. Laporan Kemajuan Penelitian Seri Hama
dan Penyakit. 4(4): 19-34.
22
Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi Kedua). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 348 hlm.
Recommended