View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
PROSES PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN YANG
DILAKUKAN PADA ABK DI SEKOLAH DASAR INKLUSI : STUDI
DESKRIPTIF
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
Frigitania Zindy Isadona
NIM : 151134209
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2019
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang yang senantiasa memberikan
kelancaran dan keberkahan selalu.
2. Kedua orangtua saya, Bapak Kristi Juwono dan Ibu Suwartini yang selalu
memberikan doa, motivasi, semangat, nasihat dan kasih sayang.
3. Adik saya, Helgasakti Tegar Nirvanagaib yang selalu memberikan doa dan
semangat.
4. Orang-orang yang selalu mendukungku.
5. Almamaterku, Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan berbagai ilmu
dan pengalaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“ Yakinlah kau bisa dan kau sudah separuh jalan menuju ke sana”
( Theodore Roosevelt)
“ Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi tantangan, dan saya
percaya pada diri saya sendiri”
( Muhammad Ali)
“ Sabar memiliki dua sisi, sisi yang satu adalah sabar, sisi yang lain adalah bersyukur
kepada Allah”
(Ibnu Mas Ud)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat
karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan
daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Juli 2019
Peneliti
Frigitania Zindy Isadona
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
NIM : Frigitania Zindy Isadona
Nomor Mahasiswa : 151134209
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “PROSES PENILAIAN
DAN EVALUASI PEMBELAJARAN YANG DILAKUKAN PADA ABK DI
SEKOLAH DASAR INKLUSI : STUDI DESKRIPTIF”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet
atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal: 10 Juli 2019
Yang menyatakan
Frigitania Zindy Isadona
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
PROSES PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN YANG DILAKUKAN
PADA ABK DI SEKOLAH DASAR INKLUSI : STUDI DESKRIPTIF
Frigitania Zindy Isadona
Universitas Sanata Dharma
2019
Pendidikan inklusi merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan
atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama
dengan siswa pada umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana proses penilaian dan evaluasi pembelajaran di SD Pagi Cerah, SD
Cinta Kasih, SD Mekar Jaya and SD Harapan Mulia Kabupaten Sleman dan Kota
Yogyakarta pada tahun ajaran 2018/2019.
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan
menggunakan studi kasus. Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, Guru
Pendamping khusus (GPK), guru kelas atas dan guru kelas bawah di SD Pagi
Cerah, SD Cinta Kasih, SD Mekar Jaya and SD Harapan Mulia. Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan wawancara, observasi dan
dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan cara reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian : (1) Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) bagi anak
berkebutuhan khusus sama dengan siswa lainnya, hanya untuk kurikulum
dimodifikasi indikatornya, (2) standar penilaian sama dengan anak lainnya tetapi
bobot soal berbeda disesuaikan dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus,
(3) Jenis evaluasi berupa tes tertulis, tes lisan, tanya jawab, observasi dan
portofolio.
Kata kunci : anak berkebutuhan khusus, proses penilaian dan evaluasi
pembelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
PROCESS OF VALUATION AND LEARNING EVALUATION FOR
STUDENTS WITH SPECIAL NEEDS IN INCLUSIVE ELEMENTARY
SCHOOL: A DESCRIPTIVE STUDY
Frigitania Zindy Isadona
Sanata Dharma University
2019
Inclusive education is education system holding to gave a chanced to all
disabled students who had intellectual potential and special talent to joined
learning activity in one place together with the normal students. This research
aimed to find out how the process which are valuation and learning evaluation
in SD Pagi Cerah, SD Cinta Kasih, SD Mekar Jaya and SD Harapan Mulia at
Sleman regency and Yogyakarta City 2018/2019 school year.
This research was a descriptive qualitative research using with case study
method. The subject of this research was the headmaster, special assigned
teacher, upper-grade teacher, and lower-grade teacher of in SD Pagi Cerah, SD
Cinta Kasih, SD Mekar Jaya and SD Harapan Mulia. Steps of data analysis were
data reduction, data presentation, and conclusion.
Research overcome were: (1) the minimum pass value for the students with
special needs is the same as normal students, but in curriculum the indicator is
modified, (2) the valuation standard is the same as normal students, but the
quality of the task is accustomed with the capability of the students with special
needs, (3) the evaluation types are written test, listening test, question and
answer test, , observation and portofolio.
Keywords: children with special needs, process of valuation and learning
evaluation.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan dengam baik skripsi yang berjudul
“Penerapan Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran bagi anak ABK di Sekolah Dasar
Inklusi : Studi Deskriptif”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk kelulusan
dan memperoleh gelar sarjana. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil
tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak karena itu, dengan segenap hati penulis
mengucapkan terimakasih kepada ;
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
3. Kintan Limiansih, M.Pd, selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Sekolah
Dasar, Universitas Sanata Dharma.
4. Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi.,M.A selaku Dosen Pembimbing I yang telah
membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam perjalanan skripsi ini
hingga selesai.
5. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran dalam perjalanan skripsi ini
hingga selesai.
6. Kepala Sekolah Sekolah Dasar Inklusi di SD Pagi Cerah Kabupaten Sleman yang
telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan lancar.
7. Guru Sekolah Dasar dan Guru Pendamping Khusus (GPK) di SD Pagi Cerah
Kabupaten Sleman yang sudah membantu dan bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini.
8. Kedua orangtua saya, Bapak Kristi Juwono dan Ibu Suwartini yang selalu
memberikan doa, motivasi, semangat, nasihat dan kasih sayang.
9. Keluarga besar Suparno (Alm) dan Sugito (Alm) yang selalu memberikan dukungan,
doa, nasihat dan semangat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
10. Adik saya, Helgasakti Tegar Nirvanagaib yang selalu memberikan doa dan semangat.
11. Teman-temanku tercinta: Putri Sekar Arum, Wulan Kartika Sari Antonia Ratna Wiji
Rahayu, Elizabeth Ia Sudiro, Cicilia Sindhi Sitoresmi dan Margaretha Rossa yang
selalu menghibur, saling memberikan motivasi, dukungan dan semangat.
12. Teman-temanku dari semester 1, satu kelas dan seperjuangan, Afriyanda, Ardika Gea
Prabawati dan Intan Nawangwulan selalu menghibur, selalu saling memotivasi dan
saling memberi dukungan.
13. Sahabatku tercinta, Rini Sri Rejeki, dan Betty Lestyawati yang selalu menghibur dan
memberikan semangat.
14. Adik Sepupuku, Oktania Nurussyfa yang selalu menghibur, memberi semangat dan
doa.
15. Teman-temanku seangkatan dan seperjuangan terutama kelas D yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
16. Almamterku , Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan berbagai ilmu dan
pengalaman.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca sekaligus menjadi
sumber belajar bagi peneliti yang memiliki tujuan mengembangkan pendidikan
inklusi.
Yogyakarta, 10 Juli 2019
Penulis
Frigitania Zindy Isadona
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .................. vii
ABSTRAK ................................................................................................................ viii
ABSTRACT .................................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .................................................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL....................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian.............................................................................................. 6
E. Asumsi Penelitian ............................................................................................... 6
F. Definisi Operasional ........................................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................... 8
A. Kajian Pustaka.................................................................................................... 8
1. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ................................................................ 8
2 Pendidikan Inklusi ........................................................................................ 16
3. Sekolah Dasar Inklusi ................................................................................... 19
4. Aspek Permasalahan Sekolah Inklusi ............................................................ 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
5. Penilaian Dan Evaluasi Pembelajaran untuk Pendidikan Inklusi .................... 26
B. Penelitian yang Relevan ................................................................................... 34
C. Kerangka Berpikir ............................................................................................ 36
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 37
A. Jenis Penelitian ................................................................................................. 37
B. Setting Penelitian ............................................................................................. 38
C. Desain Penelitian .............................................................................................. 39
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 42
E. Instrumen Penelitian ......................................................................................... 45
F. Kredibilitas Dan Transferabilitas ...................................................................... 49
G. Teknik Analisis Data ........................................................................................ 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 55
A. Hasil Penelitian ................................................................................................ 55
1. Deskripsi Penelitian ...................................................................................... 55
2. Hasil Wawancara .......................................................................................... 59
3. Hasil Observasi ............................................................................................. 74
4. Hasil Dokumentasi ........................................................................................ 75
B. Pembahasan ..................................................................................................... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 83
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 83
B. Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 84
C. Saran ................................................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 86
LAMPIRAN ............................................................................................................... 88
BIOGRAFI PENELITI ............................................................................................. 128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Literature Map……………………………………………… 36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Instrumen Wawancara…………………………………………… 47
Tabel 3.2 Instrumen Observasi………………………………………........... 49
Tabel 3.3 Instrumen Dokumentasi…………………………………………. 49
Tabel 4.1 Jadwal Wawancara SD Pagi Cerah……………………………… 57
Tabel 4.2 Jadwal Wawancara SD Mekar Jaya……………………………... 57
Tabel 4.3 Jadwal Wawancara SD Cinta Kasih……………………………... 57
Tabel 4.4 Jadwal Wawancara SD Harapan Mulia………………………….. 57
Tabel 4.5 Jadwal Observasi SD Pagi Cerah ……………………………….. 57
Tabel 4.6 Jadwal Observasi SD Mekar Jaya ………………………………. 58
Tabel 4.7 Jadwal Observasi SD Cinta Kasih ………………………………. 58
Tabel 4.8 Jadwal Observasi SD Harapan Mulia …………………………… 58
Tabel 4.9 Jadwal Dokumentasi SD Pagi Cerah…………………………….. 58
Tabel 4.10 Jadwal Dokumentasi SD Cinta Kasih…………………………… 59
Tabel 4.11 Jadwal Dokumentasi SD Harapan Mulia………………………... 59
Tabel 4.12 Hasil Observasi………………………………………………….. 74
Tabel 4.13 Hasil Dokumentasi………………………………………………. 75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian………………………………………………... 89
Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian……………………. 90
Lampiran 3. Reduksi Hasil Wawancara…………………………………………. 91
Lampiran 4. Reduksi Hasil Observasi…………………………………………… 123
Lampiran 5. Hasil Dokumentasi………………………………………………… 124
Lampiran 6. Display Data……………………………………………………….. 125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kaitan Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi..................……………. 30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan
atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama
dengan siswa pada umumnya. Di Indonesia, pendidikan inklusi secara resmi
didefinisikan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertkan anak
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler
yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusi
menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum,
sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan individu peserta didik (Ilahi, 2013: 16). Pendidikan inklusi
ini dinilai dapat menjadi jembatan untuk mewujudkan pendidikan untuk semua
(education for all), tanpa seorang pun yang tertinggal dari layanan pendidikan
(Kemendikbud, 2012). Sekolah inklusi menyediakan program pendidikan yang
layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap
murid maupun keterampilan pengetahuan dan dukungan yang diberikan oleh
para guru.
Sekolah inklusi merupakan salah satu layanan pendidikan yang
menempatkan anak berkebutuhan khusus dalam kelompok yang memiliki
karakteristik tertentu. Anak-anak berkebutuhan khusus dapat mengikuti
program-program pembelajaran yang ada di sekolah bersama-sama dengan anak
sebayanya. Ilahi (2013: 26) mengemukakan bahwa di Indonesia pendidikan
inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus bersama dengan anak sebaya lainnya di sekolah reguler
yang terdekat dari rumah sehingga anak berkebutuhan khusus sebisa mungkin
tidak dipisahkan dengan lingkungannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Di dalam diri individu, keterbatasan fisik maupun mental dan
keunggulan tidak memisahkan peserta didik satu dengan yang lainnya, seperti
halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan
dalam sistem pendidikan, Ilahi (2013: 39). Dengan adanya pendidikan inklusi,
anak berkebutuhan khusus tersebut dapat memperoleh fasilitas pendidikan yang
sama dengan anak-anak sebayanya, dan jika sekolah ditunjuk pemerintah untuk
melaksanakan pendidikan inklusi maka sekolah tersebut harus mau untuk
menerima peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus. Dalam proses belajar
mengajar, guru merupakan faktor penting bahkan sebagai faktor utama dalam
terciptanya sebuah pembelajaran yang kondusif untuk mewujudkan sebuah
pendidikan inklusi yang ramah anak. Oleh karena itu, guru diharapkan agar
memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan pengajaran sesuai
dengan kebutuhan anak yang memiliki karakteristik bermacam-macam
termasuk anak berkebutuhan khusus.
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-
sama anak sebaya lainnya untuk mengoptimalkan segenap potensi dan
keterampilan yang dimiliki. Paradigma pendidikan inklusif tentu saja menjadi
langkah progresif dalam menopang kemajuan pendidikan demi terciptanya
keterbukaan dan sikap saling menghargai bagi mereka yang memiliki
keterbatasan fisik. Sikap terbuka dan saling menghargai merupakan
implementasi dari pendidikan inklusif yang mencerminkan perjuangan untuk
membantu hak-hak dasar mereka agar diterima di masyarakat biasa.
Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat
anak sebaya dan anak berkebutuhan khusus yang tidak dapat dipisahkan sebagai
suatu komunitas. Anak berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan
peluang yang sama dengan anak sebayanya untuk mendapatkan pelayanan
pendidikan di sekolah dasar (SD) terdekat. Sudah tentu SD terdekat perlu
dipersiapkan segala sesuatunya. Pendidikan inklusi diharapkan dapat
memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus selama ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Saat ini sudah banyak sekolah reguler atau sekolah umum yang sudah
menyelenggarakan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus karena
sudah mendukung fasilitas sekolah dan pelayanan sekolah untuk anak
berkebutuhan khusus untuk bisa belajar dan menempuh proses pembelajaran
dengan anak normal lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS), jumlah anak berkebutuhan khusus mencapai 1,6 juta anak. Dari
514 kabupaten/kota di seluruh tanah air, masih terdapat 62 kabupaten/kota yang
belum memiliki SLB. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang sudah mendapat
layanan pendidikan baru mencapai angka 18% dari 1,6 juta anak. Sekitar 115
ribu anak berkebutuhan khusus di Indonesia bersekolah di SLB, sedangkan ABK
yang bersekolah di sekolah reguler pelaksana sekolah inklusi berjumlah sekitar
299 ribu. Untuk memberikan akses pendidikan kepada ABK yang tidak
bersekolah di SLB, kemendikbud menjalankan program sekolah inklusi. Di
sekolah reguler, anak-anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak-anak
reguler lainnya, dengan pendampingan khusus selama belajar mengajar. Saat ini
terdapat 32 ribu sekolah reguler yang menjadi sekolah inklusi di berbagai daerah
(kemdikbud.go.id).
Seperti di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif yang memberi kesempatan kepada
semua anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar
bersama. Sekolah reguler yang menerapkan inklusifitas tersebut sudah terdapat
di beberapa daerah seperti di setiap kecamatan ataupun di setiap desa.
Pemerintah dalam menerapkan sekolah inklusi di beberapa daerah dapat
dilakukan secara merata dan memberikan pelayanan yang baik bagi anak
berkebutuhan khusus dalam pendidikannya dan bisa menerapkan 8 prinsip
sekolah inklusi dengan baik diantaranya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
yang mengakomodasi semua anak, identifikasi, assesmen, adaptasi kurikulum
(kurikulum fleksibel), merancang bahan ajar dan kegiatan pembelajaran yang
ramah anak, penataan kelas yang ramah anak, pengadaan dan pemanfaatan
media pembelajaran adaptif serta penilaian dan evaluasi pembelajaran. Sekarang
sudah banyak orang tua yang memiliki anak kebutuhan khusus menyekolahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mereka di sekolah reguler dengan tujuan agar anak dapat belajar bersama seperti
anak sebaya lainnya, bisa bergaul dan tidak merasa minder karena beberapa
orangtua tidak mau menerima kenyataan bahwa anak mengalami kebutuhan
khusus.
Di Yogyakarta sekolah inklusi sudah menyebar di beberapa Kabupaten
dan Kota seperti di Kabupaten Sleman, Kabupaten Sleman, Kabupaten
KulonProgo, Kabupaten Bantul , Kabupaten Wonosari dan Kota Yogyakarta.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oktorima (2015) tentang
penilaian hasil belajar anak berkebutuhan khusus di sekolah penyeleggaraan
inklusi di SDN 01 Limau Manis, hasil dalam penelitian tersebut guru masih
kurang dalam memahami aspek-aspek penilaian hasil belajar dan belum optimal
dalam memperhatikan kriteria penilaian serta karakteristik penilaian hasil
belajar. Pelaksanaan penilaian dan evaluasi pembelajaran juga harus mengetahui
masing-masing kemampuan peserta didik dan masih perlu ditindaklanjuti.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Anisa Faradian pada
tahun 2018 mengenai permasalahan delapan aspek penyelenggaraan inklusi
menunjukkan bahwa ada beberapa aspek yang belum maksimal dalam
pelaksanaannya dan peran orangtua yang kurang menyadari terhadap anaknya
sendiri yang mengalami kebutuhan khusus. Aspek penilaian dan evaluasi
pembelajaran menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan KKM antara ABK
dengan peserta didik lainnya hanya modifikasi indikator dan soal dibuatkan yang
lebih mudah atau jumlah soalnya dikurangi. Penelitian ini difokuskan penilaian
dan evaluasi pembelajaran. Peneliti memilih aspek ini karena dari penelitian
sebelumnya penerapan penilaian dan evaluasi belum dilaksanakan dengan baik
seperti pihak sekolah yang tidak memahami mengenai modifikasi kurikulum dan
guru belum melaksanakan rencana pembelajaran dengan baik.
Penilaian itu sendiri dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh informasi data dan informasi tentang proses dan
hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar ini bertujuan mengetahui
kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran sehingga dijadikan untuk
pengambilan keputusan dan perbaikan proses pembelajaran yang telah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dilakukan. Penilaian hasil belajar harus memperhatikan beberapa pertimbangan
yaitu karakteristik anak berkebutuhan khusus di setting inklusi, kriteria penilaian
hasil belajar, proses penilaian hasil belajar berdasarkan jenis-jenis penilaian,
kendala yang terjadi dalam penilaian, dan usaha yang dilakukan agar tidak
terjadi permasalahan dalam penilaian (Oktorima, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Oktorima (2015), penyebab
terjadinya kesalahan dalam penilaian yaitu kurangnya pemahaman guru tentang
teknik penilaian anak berkebutuhan khusus, kriteria ketuntasan minimal ABK
harus sesuai dengan kemampuan yang dimiliki anak. Guru juga harus mampu
memperhatikan kondisi kesiapan anak pada saat melakukan penilaian. Penilaian
hasil belajar untuk anak berkebutuhan khusus akan berjalan optimal jika guru
mampu memahami pembelajaran dengan baik dan dapat menciptakan suasana
yang nyaman.
Dari permasalahan tersebut, peneliti fokus terhadap penilaian dan
evaluasi pembelajaran di sekolah inklusi karena sangat penting dalam
menentukan ketercapaian belajar anak berkebutuhan khusus. Peneliti
mengangkat judul “Proses Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Yang
Dilakukan Pada ABK di Sekolah Inklusi : Studi Deskriptif”. Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi sekolah, guru dan siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, peneliti
menentukan rumusan masalah tersebut yaitu : Bagaimana proses penilaian dan
evaluasi pembelajaran yang dilakukan pada ABK di sekolah inklusi ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini mengacu pada rumusan
masalah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses penilaian
dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan pada ABK di sekolah inklusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pendidikan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penerapan salah satu aspek inklusi yaitu penilaian dan evaluasi pembelajaran
dan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi yang lain.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah Dasar Inklusi
Sekolah mendapatkan data mengenai proses penilaian dan
evaluasi pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus yang merupakan
salah satu aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.
b. Bagi Guru
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan data mengenai
proses penilaian dan evaluasi pembelajaran sehingga guru diharapkan
dapat mengetahui teknik penilaian yang bisa menyesuaikan dengan
kondisi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.
c. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mendeskripsikan dan mengetahui pelaksanaan
proses penilaian dan evaluasi pembelajaran yang merupakan salah satu
aspek penyelenggaraan sekolah inklusi.
E. Asumsi Penelitian
Dalam penilaian dan evaluasi pembelajaran, seorang pendidik harus
memperhatikan jenis-jenis penilaian hasil belajar anak yaitu ulangan harian,
tugas, pekerjaan rumah (PR) dan ulangan semester. Dalam memberikan
penilaian pendidik juga harus memperhatikan bentuk penyesuaian waktu, cara
dan penyesuaian materi. Penilaian dapat dilihat dari akademik ataupun non
akademik anak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Dalam melakukan penilaian, guru juga harus memperhatikan
keseimbangan antara kebutuhan anak berkebutuhan khusus dengan anak sebaya
pada umumnya. Hal ini penting karena anak berkebutuhan khusus memiliki
tingkat kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak sebayanya
sehingga memerlukan keseriusan dari seorang guru dalam melakukan penilaian.
Jadi, asumsi dari penelitian ini dari hasil penelitian terdahulu dalam
menerapkan penilaian dan evaluasi pembelajaran, guru memberikan evaluasi
untuk anak berkebutuhan khusus dengan membuat soal lebih mudah atau
indikatornya diturunkan dari anak pada umumnya. Walaupun KKM untuk anak
berkebutuhan khusus dengan anak pada umumnya sama, tetapi bobot soal yang
berbeda disesuaikan dengan kemampuannya. Evaluasi dilakukan setelah akhir
pembelajaran seperti saat ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan
akhir semester. Setelah melaksanakan penilaian, guru akan memberikan evaluasi
untuk anak berkebutuhan khusus dengan tujuan mengetahui kemampuannya
sejauh mana dalam mencapai nilai KKM.
F. Definisi Operasional
1. Pendidikan Inklusi merupakan pelayanan pendidikan untuk anak-anak yang
memiliki keterbatasan mental maupun fisik untuk belajar bersama dalam
kelas regular tanpa membedakan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa,
atau kondisi-kondisi lain termasuk anak-anak disabilitas, anak-anak berbakat
( gifted children).
2. Sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan reguler tingkat sekolah dasar
selama enam tahun yang dapat menerima anak berkebutuhan khusus (ABK)
dan anak yang tidak berkebutuhan khusus agar mereka dapat belajar bersama
dan saling bertukar informasi yang didapat dari satu lingkungan sekolah
yang sama dan dalam pelaksanaannya dapat memberikan layanan
pendidikan yang tepat melalui kurikulum yang telah disesuaikan dengan
karakteristik setiap anak berkebutuhan khusus (ABK).
3. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang memiliki kesulitan
maupun hambatan dalam belajarnya dan membutuhkan pelayanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
pendidikan yang khusus sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing
agar potensi dapat berkembang secara optimal.
4. Penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang prestasi atau kinerja anak setelah selesai mengikuti pembelajaran.
5. Evaluasi adalah proses yang penting dalam pengambilan keputusan, memilih
informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan
pengambil keputusan dalam memilih di antara beberapa alternatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Anak berkebutuhan khusus adalah hasil pengalaman berinteraksi dengan
anak-anak yang memiliki kesulitan belajar yang kompleks dan beragam selama
bertahun-tahun. Hal tersebut menjadi kerangka manajemen inklusi dan ABK. Di
dalam memberi penekanan pada anak berkebutuhan khusus lebih baik dengan
cara bekerja sama dengan orang tua, mengupayakan partisipasi murid, dan cara
melaksanakan kerja sama dengan pihak lain untuk memastikan ABK memiliki
hak untuk belajar di sekolah umum Directgov (dalam Thompson, 2010: 3).
Anak berkebutuhan khusus menurut Kustawan (2012: 23) adalah mereka karena
suatu hal yang khusus (baik yang berkebutuhan khusus permanen dan yang
bekebutuhan khusus temporer) membutuhkan pelayanan pendidikan khusus,
agar potensinya dapat berkembang secara optimal. Anak berkebutuhan khusus
memerlukan layanan pendidikan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut
dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barrier to learning and
development). Mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan
hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang dialami oleh masing-
masing anak.
Sejalan dengan sudut pendidikan, Atmaja (2017: 8) menjelaskan
pengertian siswa berkebutuhan khusus adalah anak berkebutuhan khusus yang
memerlukan pendidikan khusus dan pelayanan yang terkait, jika anak
berkebutuhan khusus menyadari akan potensi penuh kemanusiaan dirinya. Cara
belajar anak berkebutuhan khusus membutuhkan instruksi yang berbeda dari
yang diperlukan para siswa, dapat mencakup bidang sensori, fisik, kognitif,
emosi atau kemampuan komunikasi. Jenis anak berkebutuhan khusus bisa sangat
berbeda dalam penyebab, tingkat keparahan, dampak bagi kemajuan pendidikan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
dan dampak yang berbeda ini pun bisa bergantung pada usia seseorang, jenis
kelamin, dan lingkungan hidupnya.
Dari beberapa pendapat para ahli, anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang memiliki kesulitan maupun hambatan dalam belajarnya dan membutuhkan
pelayanan pendidikan yang khusus sesuai dengan kemampuan mereka masing-
masing agar potensi dapat berkembang secara optimal.
b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Atmaja (2018: 15) menjelaskan klasifikasi anak berkebutuhan khusus dibagi
menjadi tiga di antaranya yaitu :
1) Keterbatasan Fisik adalah keterbatasan yang timbul suatu keadaan pada fungsi
tertentu. Akibat keterbatasan tertentu timbul suatu keadaan pada fungsi fisik dan
tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal misalnya kelainan
pada indra penglihatan (tunanetra), keterbatasan pada indra pendengaran
(tunarungu), kelainan pada fungsi bicara (tunawicara) dll.
2) Keterbatasan Mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan
berfikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya dan dapat
dikelompokkan menjadi anak mampu belajar dengan cepat (rapid learner), anak
berbakat (gifted) dan anak genius (extremelly gifted).
3) Keterbatasan Perilaku Sosial adalah mereka mengalami kesulitan untuk
menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial, dll.
Apabila diperinci lagi dan digolongkan berdasarkan karakteristik dan
kebutuhannya, klasifikasi anak berkebutuhan khusus terbagi atas :
a) Anak Tuna Netra
Delphie (2006: 114) memaparkan tunanetra (partiallyseing and legally blind)
atau disebut dengan anak yang mengalami hambatan dalam penglihatan untuk
menggunakan indera penglihatannya. Tunanetra adalah anak yang mengalami
gangguan penglihatan. Anak yang memiliki gangguan penglihatan dapat
didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya, yang walaupun dibantu
dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi yang
bersangkutan. Atmaja (2018: 23) mengemukakan klasifikasi anak tunanetra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
berdasarkan kemampuan daya penglihatan, sebagai berikut: a) Tunanetra ringan
(detective vision/lov vision) yakni mereka yang memiliki hambatan dalam
penglihatan, tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan
dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi
penglihatan; b) Tunanetra setengah berat (partially sighted) yakni mereka yang
kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca
pembesar maupun mengikuti pendidikan biasa ataupun mampu membaca tulisan
bercetak tebal; c) Tunanetra berat (totally blind) yakni mereka yang sama sekali
tidak dapat melihat.
b) Anak Tuna Rungu
Secara umum, anak tunarungu dapat diartikan anak yang tidak dapat mendengar.
Tidak dapat mendengar tersebut dapat dimungkinkan kurang dengar atau tidak
mendengar sama sekali. Secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak
dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak yang
menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, anak tersebut berbicara tanpa
suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan
tidak berbicara sama sekali, anak tersebut hanya berisyarat (Atmaja, 2018: 61).
c) Anak Tunagrahita
Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh di
bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan
dalam komunikasi sosial. Anak berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal
dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya.
Akibatnya anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini sukar untuk mengikuti
pendidikan di sekolah biasa. Oleh karena itu, anak tunagrahita ini membutuhkan
pelayanan pendidikan secara khusus, yaitu dengan cara memberikan pelayanan
pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut. Anak tunagrahita
bukan merupakan anak yang mengalami penyakit, melainkan anak yang
mempunyai keterbatasan karena penyimpanan, baik dari segi fisik, mental,
intelektual, emosi, sikap, maupun perilaku secara signifikan (Atmaja, 2018: 99).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
d) Anak Tunadaksa
Anak tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota untuk melaksanakan
fungsinya secara normal, sebagai akibat bawaan, luka penyakit, atau
pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan
pembelajarannya perlu layanan secara khusus. Anak tunadaksa sering disebut
dengan istilah anak keterbatasan fisik tubuh, keterbatasan fisik, dan
keterbatasan fisik ortopedi (Atmaja, 2018: 127) . Selanjutnya , Kirk (dalam
Atmaja, 2018: 129) mengemukakan seseorang dikatakan anak tunadaksa jika
kondisi fisik atau kesehatan mengganggu kemampuan anak untuk berperan
aktif dalam kegiatan sehari-hari, sekolah atau rumah.
e) Anak Tunalaras
Tunalaras adalah ketidakmampuan seseorang menyesuaikan diri
terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma
yang berlaku. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunalaras sering disebut anak
nakal sehingga dapat meresahkan atau mengganggu lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat (Atmaja, 2018: 161). Hal ini sejalan dengan batasan
yang disampaikan oleh Departemen Pendidikan Kebudayaan (dalam Atmaja,
2018: 163) , yaitu “Anak yang berumur 6-17 tahun dengan karakteristik bahwa
anak tersebut mengalami gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan
tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat”.
f) Anak Tunaganda (Keterbatasan Majemuk)
Anak Tunaganda atau Keterbatasan Majemuk adalah anak yang
memiliki dua kelainan atau lebih. Misalnya anak yang mempunyai hambatan
penglihatan dan pendengaran, anak yang mempunyai hambatan pendengaran,
kecerdasan dan autis, dan sebagainya (Kustawan, 2013: 31).
g) Anak Lamban Belajar
Anak lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita lebih
lamban dibanding dengan peserta didik pada umumnya, mereka butuh waktu
yang lebih lama dan berulang-ulang untuk menyelesaikan tugas akademik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
maupun non akademik sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus
(Kustawan, 2013: 29).
h) Cerebral Palsy/ Cerebrum
Istilah cerebrum merujuk pada otak, sedangkan palsy bermakna
gangguan terhadap gerakan atau postur. Anak yang mengalami cerebral palsy
tidak dapat menggunakan sebagian dari otot dalam tubuh merea dalam keadaan
normal akibat kerusakan dalam otak. Kerusakan ini terjadi sebelum masa atau
setelah kelahiran disebabkan oleh otak yang tidak berkembang dengan baik atau
terjadi insiden yang menyebabkan kerusakan otak yang sedang berkembang,
seperti akibat kecelakaan atau kekurangan oksigen (Muhammad, 2008: 110).
i) Anak Berbakat
Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi ataupun kemampuan
yang tinggi dalam bidang akademik, selain dapat membuat suatu kreasi yang
unik, kreatif, dan mengagumkan. Anak berbakat maupun anak genius dalam
pengajaran dan pembelajaran juga membutuhkan pendekatan khusus untuk
menghindari dari rasa bosan terhadap ajaran guru. Mereka sering salah dianggap
sebagai murid yang nakal karena tidak menunjukan perhatian dalam kelas,
padahal mereka memahami dan menguasai dengan baik semua yang diajarkan
gurunya (Muhammad, 2008: 145).
j) Anak Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang
mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak
mengalami keterbatasan diri dari segi komunikasi, interaksi sosial dan perilaku.
Supratiknya (dalam Atmaja, 2018: 198) menyebutkan bahwa penyandang autis
memiliki ciri-ciri, yaitu penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak
kecil atau bayi, misalnya dengan tidak memberikan respons (tersenyum, dsb),
bila di ‘liling’, diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh
perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara,
hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas,
tidak suka dengan stimuli pendengaran ( mendengarakan suara orang tua pun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
menangis), senang melakukan stimuli diri, memukul-mukul kepala, kadang-
kadang terampil memanipulasi objek, namun sulit menangkap.
k) Anak Yang Memiliki Gangguan Motorik
Anak yang memiliki gangguan motorik mempunyai hambatan yang berat
dalam perkembangan koordinasi motorik, yang tidak disebabkan oleh retardasi
mental, gangguan neurologis yang didapat maupun kongenital. Gangguan ini
bisa bersamaan dengan kesulitas bicara. Misalnya bayi tidak bisa merangkak
atau merangkak seperti merayap, anak yang berbeda atau aneh dari anak pada
umumnya dilihat dari berjalan sering jatuh, tersandung dan menabrak. Anak
yang memiliki gangguan motorik lambat belajar berlari, melompat dan naik
turun tangga. Anak yang kesulitan dalam mengikat sepatu, melepas kancing,
dan lain-lain (Kustawan, 2013: 30).
l) Anak ADHD
ADHD merupakan kependekan dari Attention Deficit Hyperaktivity
Disorder atau dalam bahasa indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan
perhatian disertai hiperaktif. Istilah ini memberikan gambaran tentang suatu
kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak,
dimana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls,
menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka. Secara
umum ADHD merupakan kondisi yang memperlihatkan ciri kurang
konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas mereka. ADHD merupakan suatu
gangguan kronis (menahun) yang dapat dimulai pada masa bayi dan dapat
berlanjut sampai dewasa (Atmaja , 2018: 235).
m) Anak Yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Narkoba, Obat Terlarang Dan Zat
Adiktif Lainnya
Anak yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zar-zat adiktif
lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa
sepengetahuan dokter yang berwenang. Anak yang pernah menyalahgunakan
narkotika, psikokotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras,
yang dilakukan sekali, lebih dari sekali atau coba-coba. Secara medik anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
tersebut sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter yang
berwenang (Kustawan, 2012: 31).
n) Anak Berkesulitan Belajar Spesifik/Khusus
Anak berkesulitan belajar spesifik/khusus ini dalam klasifikasi dibagi menjadi 3
jenis :
1) Anak Disleksia
Disleksia adalah suatu kondisi pemrosesan input atau masukan informasi
yang berbeda dari anak sebaya lainnya yang sering kali ditandai dengan
kesulitan dalam membaca sehingga dapat mempengaruhi area kognisi,
seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan
waktu, aspek koordinat, dan pengendalian gerak, Shaywitz (dalam Atmaja,
2018: 258). Anak Disleksia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi 3
menjelaskan bahwa seseorang anak yang menderita gangguan pada
penglihatan dan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan saraf pada
otak sehingga anak mengalami kesulitan membaca, KBBI ( dalam Atmaja,
2018: 259). Bryan dan Bryan (dalam Atmaja , 2018: 259) menjelaskan
disleksia adalah suatu bentuk kesulitan dalam mempelajari komponen-
komponen kata dan kalimat, yang secara historis menunjukkan
perkembangan bahasa yang lambat dan hampir selalu bermasalah dalam
menulis dan mengeja serta kesulitan dalam mempelajari sistem
representastional, misalnya berkenaan dengan waktu, arah dan masa.
2) Anak Disgrafia
Disgrafia adalah kesulitan khusus dimana anak-anak tidak bisa
menuliskan atau mengekspresikan pikirannya ke dalam bentuk tulisan
karena mereka tidak bisa menyuruh atau menyusun kata dengan baik dan
mengoordinasikan motorik halusnya (tangan) untuk menulis. Pada anak-
anak, umumnya kesulitan ini terjadi pada saat anak menulis. Kesulitan ini
tidak bergantung pada kemampuan lainnya. Seseorang bisa sangat fasih
dalam berbicara dan keterampilan motorik lainnya, tetapi mempunyai
kesulian menulis. Kesulitan dalam rangkaian gangguan belajar, terutama
pada anak yang berbeda di tingkat SD (Atmaja, 2018: 271). Gejala disgrafia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
biasanya anak mengalami kesulitan dalam menulis dengan baik padahal
anak seusianya sudah mampu untuk menulis dengan baik. Tanda ini juga
dapat terlihat dengan cara anak menulis, biasanya anak juga sangat sulit
untuk memahami suatu pertanyaan karena lemahnya dalam
pemahamannya. Tanda lain adalah biasanya si anak dalam menulis
mencampur antara huruf besar dan huruf kecil dan posisi menulis mereka
juga tidak konsisten (Atmaja, 2018: 273).
3) Anak Diskalkulia
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar
matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik
dengan prasarat rata-rata normal atau sedikit di bawah rata-rata, tidak ada
gangguan penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional
primer, atau lingkungan yang kurang menunjang. Masalah yang dihadapi,
yaitu sulit melakukan penambahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian yang disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf pusat pada
periode perkembangan. Anak berkesulitan belajar matematika bukan tidak
mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu yang menjadikannya
tidak siap belajar (Atmaja, 2018: 280).
Menurut Atmaja (2018: 282), matematika adalah bahasa simbolis yang
fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif
dan keruangan, sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan
berfikir. Atmaja (2018: 283) mengatakan bahwa ada dua macam hasil
belajar matematika yang harus dikuasai, yaitu perhitungan matematis
(mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics
reasoning). Atmaja, (2018: 283) mengatakan bahwa belajar matematika
mencakup tiga elemen, yaitu : (1) konsep matematika ; (2) keterampilan
matematika ; (3) pemecahan masalah matematika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
2. Pendidikan Inklusi
a. Pengertian Pendidikan Inklusi
Staub dan Peck (dalam Ilahi, 2013: 13), pendidikan inklusi adalah
penempatan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan, sedang , dan berat
secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler
merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkebutuhan khusus, apa
pun jenis kebutuhan khususnya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara
itu, O’Neil (dalam Ilahi, 2013: 13) menyatakan bahwa pendidikan inklusif
sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak
berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler
bersama-sama teman seusianya. Melalui pendidikan inklusif, anak
berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak sebaya lainnya untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Model pendidikan ini berupaya
memberikan kesempatan yang sama kepada semua anak untuk belajar
bersama, dimana semua anak memiliki akses yang sama ke sumber-sumber
belajar tersedia, dan sarana yang dibutuhkan dapat terpenuhi dengan baik.
Jika sekolah reguler dengan orientasi inklusi merupakan alat yang paling
efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang
ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai “Pendidikan
Semua”(education for all). Pernyataan Salamanca dan Kerangka AKSI
Dakar dan Kerangka Aksi Dakar paragraph 4 (dalam Ilahi, 2013: 13)
menyatakan bahwa pendidikan inklusi ramah anak mempunyai arti bahwa
pendidikan atau sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa
mempedulikan keadaan fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau
kondisi-kondisi lain, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus, anak-anak
berbakat (gifted children), pekerja anak dan anak jalanan, anak di daerah
terpencil, anak-anak dari kelompok etnik dan bahasa minoritas dan anak-
anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan dari kelompok masyarakat.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli di atas, pendidikan inklusi
dapat diartikan sebagai pelayanan pendidikan untuk anak-anak yang
memiliki keterbatasan mental maupun fisik untuk belajar bersama dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
kelas regular tanpa membedakan fisik, intelektual, sosial, emosional,
bahasa, atau kondisi-kondisi lain termasuk anak-anak berkebutuhan khusus,
anak-anak berbakat ( gifted children).
b. Tujuan Pendidikan Inklusi
Ilahi (2013: 38) memaparkan bahwa pendidikan inklusi ditujukan untuk
anak berkebutuhan khusus yang kurang mendapatkan pendidikan yang
layak. Anak berkebutuhan khusus juga mempunyai hak yang sama dalam
mengenyam pendidikan tanpa harus ada pelabelan dan diskriminasi dalam
dunia persekolahan. Kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus adalah
tanggung jawab kita semua, bukan hanya dilimpahkan kepada pemerintah
ataupun instansi saja. Di dalam pendidikan inklusi tersebut sudah menjadi
prioritas utama dalam menyediakan layanan pendidikan yang sesuai dengan
tingkat kebutuhan dan kecerdasan anak didik.
Sama halnya dengan pendidikan inklusi yang merupakan paradigma baru
setelah kegagalan sistem pendidikan segregasi dan integrasi, Sujarwanto
(dalam Ilahi, 2013: 39). Beberapa hal yang perlu dicermati lebih lanjut
tentang tujuan pendidikan inklusi, yaitu :
1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta
didik yang memiliki keterbatasan fisik, emosional, mental, dan sosial
atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya.
2) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
Menurut pendapat para ahli tersebut, tujuan pendidikan inklusi adalah
membangun dan mengembangkan pendidikan inklusi yang mampu
mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan seluruh anak sehingga
memberikan kesempatan bagi seluruh anak untuk mendapatkan pendidikan
yang bermutu tanpa adanya diskriminasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
c. Karakteristik Pendidikan Inklusi
Ilahi (2013: 43 ) menyatakan bahwa pendidikan inklusi tentu saja sangat
terbuka dan menerima tanpa syarat anak Indonesia yang berkeinginan kuat
untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan mereka dalam satu
wadah yang sudah direncanakan dengan matang. Di sisi lain Direktorat
Pendidikan Luar Biasa ( dalam Ilahi, 2013: 44) juga mengungkapkan bahwa
pendidikan inklusi memiliki empat karakter makna, diantaranya ialah :
1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara
merespon keragaman individu.
2) Mempedulikan cara-cara untuk meruntuhkan hambatan-hambatan anak
dalam belajar.
3) Anak kecil yang hadir di sekolah berpartisipasi dan mendapatkan hasil
belajar yang bermakna dalam hidupnya.
4) Diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong marginal
ekslusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.
Berdasarkan pernyataan pernyataan para ahli, karakteristik dari
pendidikan inklusi adalah bersedia menerima siswa dengan kondisi dan
latar belakang apapun. Hal tersebut sudah menjadi landasan bagi sekolah
inklusi. Sekolah inklusi merupakan upaya layanan pendidikan yang
mengutamakan anak-anak kurang beruntung baik dalam segi fisik, sosial,
mental dan emosional sehingga menghambat proses belajarnya. Pendidikan
inklusi berupaya untuk meruntuhkan hambatan-hambatan tersebut supaya
seluruh anak Indonesia dapat memperoleh haknya dalam hal pendidikan
yang berjalan terus-menerus.
d. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi
Ilahi (2013: 48) mengemukakan bahwa prinsip pendidikan inklusi
sebagai sebuah paradigma pendidikan yang menekankan pada keterbukaan
dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus.
Florian ( dalam Ilahi, 2013: 50) mengungkapkan pendapat lain bahwa
prinsip pendidikan inklusi harus sejalan dengan Deklarasi Hak Asasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai basis
utama dalam membela anak berkebutuhan khusus. Ini karena, pendidikan
inklusi lahir atas dasar prinsip bahwa layanan sekolah seharusnya
diperuntukkan untuk semua anak tanpa menghiraukan perbedaan yang ada,
baik anak dengan kondisi kebutuhan khusus, perbedaan sosial, emosional,
kultural, maupun bahasa.
Dari kedua pernyataan yang telah disebutkan di atas, prinsip pendidikan
inklusi adalah memberikan keterbukaan untuk anak berkebutuhan khusus
tanpa adanya tekanan dalam mengikuti pendidikan di sekolah inklusi. Anak
berkebutuhan khusus maupun anak yang dapat tumbuh dan berkembang
sesuai dengan usianya dapat memperoleh pendidikan yang sama dan
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sebagai hak dasar mereka.
3. Sekolah Dasar Inklusi
Stainback dan Stainback (dalam Ilahi, 2013: 83) mengemukakan bahwa
sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang
sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,
menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa,
maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar
anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat
setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling
membantu dengan guru dan teman sebayamya, maupun anggota masyarakat
lain agar kebutuhan individunya terpenuhi.
Pernyataan Salamanca (dalam Ilahi, 2013: 85) menyatakan bahwa kelas
khusus, sekolah khusus, atau bentuk-bentuk lain pemisah anak
berkebutuhan khusus dari lingkungan regulernya hanya dilakukan jika
hakikat atau keterbatasan fisik maupun mentalnya sedemikian rupa
sehingga pendidikan di kelas reguler dengan menggunakan alat-alat bantu
khusus atau layanan khusus tidak dapat dicapai secara memuaskan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Sedangkan menurut Ilahi (2013: 87) sekolah inklusi adalah sekolah reguler
yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa
penyandang cacat dalam program yang sama.
Dari beberapa pengertian para ahli, sekolah inklusi adalah sekolah
inklusi merupakan satuan pendidikan reguler tingkat sekolah dasar yang
menampung atau menerima anak berkebutuhan khusus dan anak tidak
berkebutuhan khusus agar mereka dapat belajar bersama dan saling bertukar
informasi yang didapat dari satu lingkungan sekolah yang sama dan dalam
pelaksanaannya dapat memberikan layanan pendidikan yang tepat sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan setiap siswa.
4. Aspek Permasalahan Sekolah Inklusi
Kustawan (2013: 61) menjelaskan bahwa Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang menyelenggarakan pendidikan inklusi akan
terjadi perubahan praktis yang memberi kesempatan kepada semua anak
dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda untuk belajar
bersama. Dengan kondisi ini, anak berkebutuhan khusus merasa dihargai
dan diuntungkan, dan keuntungan ini sebenarnya untuk semua warga
sekolah dan masyarakat sekitarnya. Dengan begitu, anak berkebutuhan
khusus memiliki rasa percaya diri dan memiliki kesempatan menyesuaikan
diri serta memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan yang nyata pada
lingkungan pada umumnya. Selain itu, anak-anak yang dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan usianya memiliki rasa peduli terhadap kondisi
anak yang memiliki kebutuhan khusus.
Berdasarkan penelitian berupa deskriptif kualitatif, peneliti akan
menjelaskan mengenai 8 aspek yang menyelenggarakan sekolah inklusi
diantaranya :
a. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang Mengakomodasi Semua
Anak
Kustawan (2017: 90) menyatakan bahwa Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) di SD/MI pada setiap tahun pelajaran perlu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Sumber daya
yang dimiliki sekolah antara lain : (1) sumber daya pendidik dan
kependidikan, (2) sumber daya sarana dan prasarana, dan (3) sumber
daya biaya. Dalam pelaksanaan penerima peserta didik baru, sekolah
membentuk Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru yang dilengkapi
dengan pendidik (guru pendidikan khusus dan/atau konselor) yang
sudah memahami tentang pendidikan inklusif dan keberagaman
karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Seorang anak dengan
kebutuhan khusus yang dimilikinya akan diterima di sekolah inklusi
dengan mempertimbangkan kuota penerimaan siswa baru dan seberapa
besar tingkat kesulitan sekolah untuk pendampingan belajar tersebut.
b. Identifikasi
Kustawan (2013: 93) menyatakan bahwa identifikasi adalah
upaya guru (pendidik) dan tenaga kependidikan lainnya untuk
menemukan dan mengenali anak yang mengalami
hambatan/kelainan/gangguan baik fisik, intelektual, mental, emosional
dan sosial dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang
disesuaikan dengan kebutuhan khusus lainnya.
Lerner (dalam Kustawan ,2013: 95) mengemukakan bahwa
identifikasi dilakukan untuk lima keperluan yaitu penjaringan
(screening), pengalihtanganan (referal), klasifikasi (classification),
perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan
kemajuan belajar (monitoring pupil progress).
Kustawan (2013: 93-94) menjelaskan bahwa guru melaksanakan
identifikasi berdasarkan gejala-gejala yang nampak atau dapat diamati
atau diobservasi. Gejala-gejala tersebut yaitu gejala fisik, gejala perilaku
dan gejala hasil belajar. Guru melaksanakan identifikasi dengan tujuan
untuk menghimpun informasi atau data apakah seorang anak yang
mengalami kebutuhan khusus pertumbuhan/perkembangannya
dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya. Hasil identifikasi
dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran disesuaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dengan kebutuhan khususnya dan untuk menyususn program dan
pelaksanaan intervensi atau penanganan atau terapi berkaitan dengan
hambatannya.
Identifikasi bertujuan untuk mendapatkan data informasi
mengenai berkebutuhan khusus. Identifikasi dilakukan dengan cara
melihat gejala-gejala yang nampak pada anak. Setelah dilakukan
identifikasi lalu anak yang berkebutuhan khusus tersebut dapat
diberikan sebuah pendampingan dan penanganan sesuai dengan hasil
identifikasinya.
c. Adaptasi Kurikulum (Kurikulum Fleksibel)
Ilahi (2013: 168) menjelaskan bahwa kurikulum merupakan
bagian penting dari setiap perencanaan pendidikan yang
mempengaruhi arah dan tujuan anak didik dalam lembaga pendidikan.
Arah dan tujuan anak didik yang hendak dicapai tidak bisa terlaksana
dengan sendirinya tanpa adanya perencanaan yang matang dan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan tingkat kecerdasan mereka.
Nasution (dalam Ilahi, 2013: 168) mengemukakan bahwa
kurikulum merupakan salah satu komponen penting pada lembaga
pendidikan formal yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan
isi pengajaran, mengarahkan proses, mekanisme pendidikan, tolok-
ukur keberhasilan, dan kualitas hasil pendidikan. Pengembangan dan
pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara
berkesinambungan dan menyesuaikan diri dengan tantangan zaman.
Kilpatrick (dalam Ilahi, 2013: 170) menjelaskan tiga prinsip utama
dalam dalam suatu kurikulum di antaranya :
1) Harus mampu meningkatkan kualitas anak didik pada jenjang
sekolah.
2) Harus menjadikan kehidupan aktual anak ke arah perkembangan
dalam satu kehidupan yang integral.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
3) Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai sebuah uji
coba atas keberhasilan sekolah sehingga anak didik mampu
berkembang dalam mengembangkan potensi pribadinya.
d. Merancang Bahan Ajar dan Kegiatan Pembelajaran yang Ramah Anak
Kustawan (2013: 111) menjelaskan bahwa bahan ajar atau materi
pembelajaran (instructional materials) fleksibel atau ramah anak
secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang harus dipelajari anak berkebutuhan khusus yang disesuaikan
dengan kebutuhannya atau hambatan dalam rangka mencapai standar
kompetensi yang telah ditentukan.
Di sisi lain Ilahi (2013: 47-48) mengemukakan bahwa sekolah
inklusi bukanlah sekedar sekolah yang menerapkan konsep
penyetaraan terhadap semua manusia dalam memperoleh pendidikan,
melainkan pula membutuhkan setting keramahan. Setting ramah anak
ini sangat membantu dan mendorong kemajuan perkembangan
penerapan pendidikan inklusi di sekolah. Para anak berkebutuhan
khusus sangat membutuhkan dukungan dan motivasi yang mampu
mendorong mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Komponen
utama yang paling mereka butuhkan di sekolah adalah sebuah
keramahan, yang menerjemahkan pada mereka suatu penunjukan
kondisi penerimaan terhadap diri mereka.
e. Penataan Kelas Ramah Anak
Kondisi ruang kelas anak memiliki peran besar pada proses dan
hasil kegiatan anak. Kustawan (2013: 113) mengemukakan bahwa
kelas sebagai lingkungan pembelajaran tidak terbatas pada ruang kelas
saja. Anak dapat belajar di dalam dan di luar kelas. Kelas harus
dirancang agar menyenangkan, nyaman dan aman serta dapat
menimbulkan gairah atau motivasi anak untuk giat belajar. Di dalam
kelas dan di luar kelas anak dapat belajar sesuai dengan kebutuhannya.
Anak dapat belajar aktif dan mempraktekkan apa saja yang telah di
pelajarinya sehingga memperoleh kemampuan atau kompetensi. Kelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
juga dapat diatur sehingga dapat digelarkan karpet mereka dapat
duduk di karpet dan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang
diharapkan.
f. Assesmen
Assesmen berbeda dengan identifikasi. Seperti yang dijelaskan
pada Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (dalam
Kustawan, 2013: 93) bahwa istilah identifikasi dimaknai sebagai proses
penjaringan, sedangkan assesmen dimaknai sebagai suatu upaya
seseorang (orang tua , guru maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk
melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/
penyimpangan (fisik, intelektual, sosial , emosional/ tingkah laku)
dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai.
Ada enam tahap dalam assesmen :
(1) Screening
Friend (2015: 210) mengemukakan bahwa screening meliputi
keputusan untuk menentukan jika proses kemajuan seorang siswa
dianggap cukup berbeda dengan teman-teman sekelasnya sehingga
patut untuk menerima perubahan, pengajaran, atau pada akhirnya
assesmen yang lebih mendalam untuk menetapkan adanya kondisi
disabilitas.
(2) Diagnosis
Friend (2015: 211) menjelaskan bahwa keputusan besar yang
terkait dengan diagnosis menyangkut kelayakan atas layanan
pendidikan khusus, pertimbangan berdasarkan ketentuan hukum
bahwa siswa dianggap layak untuk dianggap disabilitas atau tidak.
(3) Penempatan Program
Friend (2015: 215) mengungkapkan bagian utama dari keputusan
penempatan program berkenaan dengan ranah yang menjadi
tempat berlangsungnya layanan pendidikan khusus yang diterima
siswa, misalnya saja di ruang kelas pendidikan umum, ruang
sumber, atau ruang kelas pendidikan khusus yang terpisah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
(4) Penempatan Kurikulum
Friend (2015: 216) mengemukakan bahwa penempatan kurikulum
meliputi keputusan mengenai level mana yang akan dipilih untuk
memulai pengajaran siswa. Informasi mengenai penempatan
kurikulum tentu juga dapat dijadikan sebagai patokan pengukuran
bagi para guru untuk mengetahui sejauh apa siswa-siswa
penyandang disabilitas mengakses kurikulum pendidikan umum.
(5) Evaluasi Pengajaran
Friend (2015: 217) menjelaskan keputusan dalam evaluasi
pengajaran meliputi keputusan untuk melanjutkan atau mengubah
prosedur pengajaran yang telah diterapkan pada siswa. Keputusan
ini dibuat dengan memantau kemajuan siswa secara cermat.
(6) Evaluasi Program
Friend (2015: 217) menjelaskan bahwa keputusan evaluasi
program meliputi keputusan untuk menghentikan, melanjutkan,
atau memodifikasi program pendidikan khusus seorang siswa.
g. Pengadaan dan Pemanfaatan Media Pembelajaran Adaptif
Kustawan (2013: 117) menjelaskan bahwa media pembelajaran
adaptif bagi anak berkebutuhan khusus hakekatnya adalah media yang
dirancang, dibuat, dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sehingga
dapat bermanfaat atau berguna dan cocok dalam kegiatan
pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan
tujuan, kebutuhan, materi, kemampuan dan karakteristik anak akan
sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil
pembelajaran.
Ilahi (2013: 175) menambahkan bahwa penggunaan media
sebagai perantara dalam proses pembelajaran memiliki nilai dan fungsi
yang amat berharga bagi terciptanya iklim pembelajaran yang
kondusif. Melalui penggunaan media ini, anak didik dilatih untuk
memperkuat kepekaan dan keterampilan secara optimal dengan
ditopang oleh motivasi guru. Media yang dibutuhkan setiap anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
berkebutuhan khusus berbeda-beda. Maka dari itu, pemilihan media
pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan setiap anak masing-
masing.
h. Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran
Kustawan (2013: 125-126) menjelaskan bahwa penilaian adalah
proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengetahui
prestasi belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar tersebut oleh
pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses
belajar , kemajuan dan perbaikan hasil belajar yang bersifat akademik
dan non akademik. Sedangkan evaluasi menurut Kustawan (2013: 124)
merupakan proses penting dalam bidang pengambilan keputusan,
memilih informasi yang tepat, mengumpulkan dan menganalisis
informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan
pengambil keputusan dalam memilih diantara beberapa alternatif.
Ilahi (2013: 189) menambahkan bagi anak berkebutuhan khusus,
jenis evaluasi yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat
kemampuan dan kecerdasannya dalam menerima materi pelajaran.
Pada pendidikan regular, sekolah akan menetapkan sistem acuan yang
sama untuk seluruh siswa. Sistem acuan yang ditetapkan oleh sekolah
ini dapat disebut kriteria ketuntasan minimal (KKM). Sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi cocok menggunakan KKM
berbeda untuk masing-masing peserta didik.
5. Penilaian Dan Evaluasi Pembelajaran untuk Pendidikan Inklusi
Ilahi (2013: 47 ) mengatakan dalam setting pendidikan inklusi , sistem
penilaian yang diharapkan di sekolah, yaitu sistem penilaian yang fleksibel.
Penilaian disesuaikan dengan kebutuhan anak termasuk anak berkebutuhan
khusus. Sebagaimana ada model penilaian, yaitu tes dengan penilaian
kualitatif dan kuantitatif. Dalam melakukan penilaian, seorang pendidik
harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan anak berkebutuhan
khusus dengan anak pada umumnya. Hal ini penting karena setiap anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
berkebutuhan khusus memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda
dengan dibandingkan dengan anak sebaya pada umumnya sehingga
memerlukan keseriusan dari seorang guru dalam melakukan penilaian.
1) Kriteria Ketuntasan Minimal
Kustawan (2013: 118-119) menjelaskan bahwa Kriteria ketuntasan
minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang yang
ditentukan oleh guru dan sekolah (SD/MI). Penentuan kelulusan mempunyai
ukuran keberhasilan yang dikenal dengan istilah kriteria. Kriteria adalah
sesuatu yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu
yang diukur dalam hal ini adalah penilaian proses/hasil belajar anak pada
umumnya dan anak berkebutuhan khusus sehingga akan diketahui
ketuntasan belajarnya. KKM menjadi acuan bersama guru bersama, anak
pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus dan orang tua. Setiap SD/MI
perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh
anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus dan orang tuanya serta
pihak terkait lainnya. KKM tersebut dicantumkan dalam Laporan Hasil
Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar anak pada
umumnya dan anak berkebutuhan khusus agar orang tua dapat mengetahui
posisi prestasi atau kinerja putra/putrinya apakah dibawah KKM, sama
dengan KKM atau di atas KKM.
Penetapan nilai KKM dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar
minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas atau
kerumitan/kesulitan mata pelajaran, daya dukung sekolah, dan intake anak
untuk mencapai ketuntasan KD dan SK.
Berbeda dengan anak pada umumnya dan anak berkebutuhan khusus
yang memiliki hambatan penglihatan (tunanetra), hambatan pendengaran
(tunarungu), hambatan fisik dan hambatan gerak (tunadaksa ringan) dan
hambatan perilaku, emosi dan sosial (tunalaras) maka intake anak
berkebutuhan khusus tunagrahita ringan, tunagrahita sedang, tunadaksa
sedang dan tunaganda dalam satu tingkatan kelas atau rombongan belajar
sangat tidak mungkin untuk dirata-ratakan karena kemampuan yang sangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
berbeda untuk setiap individu, hal ini karena keberagaman karakteristik anak
tunagrahita yang sedemikian rupa. Oleh karena itu, KKM untuk masing-
masing individu berdasarkan hasil assesmen dan baseline atau standar awal
yang dilakukan oleh guru dengan timnya. Jadi, ketika guru menentukan
KKM 65 maka untuk setiap anak berkebutuhan khusus tunagrahita deskripsi
kemampuan atau kedalaman/keluasan materinya berbeda-beda dan hasilnya
dibandingkan dengan standar awalnya (baseline). Kustawan dan Hermawan
(2013:120) menjelaskan bahwa KKM bagi anak berkebutuhan khusus dapat
ditetapkan berbeda dengan KKM bagi anak tidak berkebutuhan khusus, hal
ini karena kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing anak berbeda.
2) Pengukuran, penilaian dan evaluasi
a. Pengukuran
Kustawan (2013: 121) menjelaskan bahwa dalam pengukuran
dilakukan proses pengumpulan data. Data tersebut digunakan untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Arikunto (2012: 3) menjelaskan mengenai pengukuran dan
sekaligus membedakannya dengan penilaian dan evaluasi, menyebutkan
:
1. Mengukur adalah membandingkan sesuai dengan satu ukuran.
Pengukuran bersifat kuantitatif.
2. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan
baik buruk.
3. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni
mengukur dan menilai.
Mardapi (2017: 7) menjelaskan kegiatan evaluasi hasil belajar
memerlukan data yang diperoleh melalui pengukuran. Kegiatan
pengukuran memerlukan alat ukur atau instrument yang diharapkan
menghasilkan data yang sahih dan andal. Kegiatan pengukuran
dilakukan dalam bentuk tugas-tugas rumah, kuis, ulangan tengah
semester, dan akhir semester dan hasilnya bersifat kuantitatif (bentuk
skor).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
b. Penilaian
Kustawan (2013: 122) memaparkan bahwa penilaian dilakukan
untuk memperoleh informasi atau data yang tepat mengenai kinerja atau
prestasi anak setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Pengertian
penilaian menurut Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang standar
penilaian “adalah standar penilaian nasional pendidikan yang berkaitan
dengan mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar
peserta didik”.
Mardapi (2013: 10) menjelaskan penilaian mencakup semua cara
yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang individu. Penilaian
berfokus pada individu, sehingga keputusannya juga terhadap individu.
Untuk menilai prestasi peserta didik, peserta didik mengerjakan tugas-
tugas, mengikuti ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Jadi,
proses penilaian meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian
peserta didik. Bukti ini tidak selalu diperoleh melalui tes saja, tetapi bisa
juga bisa dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri. Penilaian
memerlukan data yang akurat, sedang data yang diperoleh dari kegiatan
pengukuran, sehingga diperlukan alat ukur yang baik.
Hasil penilaian ini selanjutnya digunakan untuk kegiatan
evaluasi, yaitu untuk menentukan apakah program pembelajaran yang
dilaksanakan berhasil atau tidak. Untuk itu, kriteria pencapaian yang
ditetapkan oleh tim dengan mengacu ketentuan yang ada bertujuan untuk
menentukan kualitas pembelajaran.
c. Evaluasi
Kustawan (2013: 124) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan
proses yang penting dalam bidang pengambilan keputusan, memilih
informasi tersebut agar diperoleh data yang tepat yang akan digunakan
pengambil keputusan akan memilih diantara beberapa alternatif. Adapun
karakteristik evaluasi adalah :
(1) Mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi.
(2) Memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
(3) Menyediakan informasi yang berguna (ilmiah, reliabel, valid dan
tepat waktu).
(4) Melaporkan penyimpangan/kelemahan untuk memperoleh remediasi
dari yang dapat diukur saat ini juga.
Griffin (dalam Mardapi, 2013: 5) menjelaskan kegiatan
pengukuran, assesmen, dan evaluasi adalah hirarki. Pengukuran
membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, assesmen
menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi
adalah penetapan nilai atau implikasi suatu kebijakan atau putusan. Sifat
hirarki ini menunjukkan bahwa setiap kegiatan evaluasi melibatkan
pengukuran dan assesmen.
Berikut ini gambar mengenai kaitan pengukuran, penilaian, dan
evaluasi :
Gambar 2.1 Kaitan Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
3) Penilaian dan Evaluasi Setting Pendidikan Inklusi
Kustawan (2013: 125-126) menjelaskan bahwa penilaian adalah
prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau
kinerja anak setelah selesai mengikuti pembelajaran. Hasil penilaian
digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap ketuntasan belajar anak,
efektivitas proses pembelajaran, dan umpan balik. Selain itu, hasil penilaian
juga digunakan oleh guru untuk menilai kompetensi anak, bahan penyusunan
pelaporan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Informasi
tersebut digunakan oleh guru dan SD/MI untuk pencapaian kompetensi
lulusan yang akan digunakan untuk menentukan kenaikan kelas dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
kelulusan anak dari SD/MI. Bagi anak berkebutuhan khusus, sebelum mulai
pembelajaran dilakukan assesmen. Assesmen tersebut untuk mengetahui
kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan standar awal (baseline) anak
berkebutuhan khusus sehingga selanjutnya disusun rencana pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan khusus anak.
Kustawan (2013: 127) menjelaskan ada 10 teknik penilaian yang
dipergunakan oleh guru di SD/MI penyelenggara inklusi sebagai berikut :
(1) Tes tertulis
Tes Tertulis adalah teknik penilaian yang menuntut jawaban secara
tertulis, baik berupa tes objektif dan uraian. Bentuk instrumennya antara
lain pilihan ganda, menjodohkan, isian singkat, jawaban singkat dan
uraian.
(2) Observasi
Observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan cara mencatat
pengamatan terhadap objek tertentu. Instrumen yang digunakan dalam
observasi tersebut dirancang dan di sesuaikan dengan situasi yang akan
diobservasi. Sedangkan metode pencatatan, berapa lama dan berapa kali
observasi dilakukan sesuai dengan tujuan observasi.
(3) Tes Kinerja
Tes kinerja adalah teknik penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan kemahirannya dalam melakukan kegiatan sehari-
hari. Tes kinerja dapat berupa produk tanpa melihat prosedur atau
menilai produk beserta prosedurnya.
(4) Penugasan
Penugasan adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik
menyelesaikan tugas diluar kegiatan pembelajaran di kelas atau di
laboratorium. Penugasan dapat dapat diberikan dalam bentuk individual
atau kelompok dan dapat berupa tugas rumah atau projek.
(5) Tes Lisan
Tes lisan adalah peserta didik melakukan komunikasi langsung tatap
muka dengan guru atau beberapa guru. Pertanyaan dan jawaban
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
dilakukan secara spontan dan lisan. Bentuk instrumen tes lisan yaitu
daftar pertanyaan.
(6) Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara
menilai hasil karya anak dalam bidang tertentu yang diorganisasikan
untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi atau kreativitas anak.
(7) Jurnal
Jurnal merupakan catatan pendidik selama proses pembelajaran yang
berisi informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkait
dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang dipaparkan secara
deskriptif.
(8) Inventori
Inventori merupakan skala psikologis yang dipakai untuk
mengungkapkan sikap, minat, emosi, motivasi, hubungan antar pribadi
dan persepsi anak terhadap suatu objek psikologis yang dapat dilakukan
melalui wawancara dan pemberian angket.
(9) Penilaian Diri
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta anak
untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dan beberapa
hal.
(10) Penilaian antarteman
Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta
peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya
dalam hal tertentu.
Anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan yang
mengikuti pendidikan di SD/MI memiliki hambatan belajar yang
bervariasi. Oleh karena itu, penilaian hasil belajar mereka memerlukan
adanya penyesuaian-penyesuaian yang sesuai dengan jenis hambatan
yang dialami. Dalam Kustawan (2013: 129) menjelaskan ada tiga
penyesuaian tersebut di antaranya :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
a. Penyesuaian Waktu
Penyesuaian waktu adalah penambahan waktu yang dibutuhkan oleh
seorang anak berkebutuhan khusus dalam mengerjakan ulangan,
ujian, tes dan tugas lain yang berhubungan dengan penilaian hasil
belajar. Contohnya anak tunanetra memerlukan waktu lebih lama
dalam mengerjakan ujian, baik dibacakan oleh orang lain maupun
dengan membaca sendiri dengan menggunakan huruf braille.
b. Penyesuaian Cara
Penyesuaian cara adalah modifikasi cara yang dilakukan oleh guru
dalam memberikan ulangan, ujian, tes dan tugas lain yang
berhubungan dengan penilaian hasil belajar bagi seorang anak yang
berkebutuhan khusus. Contohnya anak hiperaktif yang sulit sekali
memusatkan perhatian pada satu objek dan mudah terganggu oleh
stimulus eksternal. Oleh karena itu penilaian pada anak hiperaktif
tidak mungkin dilakukan secara berkelompok, tetapi dilakukan secara
individual. Penyesuaian cara dapat terjadi pada anak berkebutuhan
khusus lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
c. Penyesuaian Materi
Penyesuaian materi adalah penyesuaian tingkat kesulitan bahan dan
penggunaan bahasa dalam butir soal yang dilakuka
Recommended