View
2.156
Download
3
Category
Preview:
Citation preview
Drh. Ardilasunu Wicaksono
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Pseudomonas spp. Sebagai Bakteri Pembusuk
pada Produk Pangan Asal Hewan
PENDAHULUAN
Latar belakang
Bahan pangan asal hewan merupakan bahan makanan yang banyak
dikonsumsi manusia. Selain sebagai bahan makanan bagi manusia juga sebagai
sumber makanan bagi mikroorganisme. Hal ini mengakibatkan bahan makanan
yang berasal dari hewan pada umumnya bersifat mudah rusak. Kerusakan bahan
pangan tersebut dapat diakibatkan oleh agen biologis seperti keberadaan
mikroorganisme pembusuk. Kerusakan yang ditimbulkan menimbulkan
perubahan secara organoleptik yang menyimpang sehingga dapat mengganggu
kelayakan konsumsi bahan pangan di masyarakat.
Pangan yang busuk menyebabkan perubahan bau dan cita rasa yang
tidak diharapkan. Hal ini dapat terjadi karena pertumbuhan mikroorganisme yang
tidak diinginkan yang memproduksi komponen gas volatil selama proses
metabolismenya. Gas volatil tersebut dapat dicium dan dirasakan oleh organ
manusia dan menjadikan bahan pangan tidak lagi layak dikonsumsi. Namun
pembusukan pada pangan tidak menyebabkan keracunan pangan, melainkan
penurunan kualitas dari pangan tersebut.
Kontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan dapat terjadi saat
proses di peternakan, pengolahan, maupun saat penyajian. Keberadaan mikroba
pembusuk dan patogen dapat berasal dari bahan makanan tersebut sebelum
dipanen/disembelih (pencemaran primer) dan adanya pencemaran dari luar
(pencemaran sekunder).
Salah satu bakteri yang sering menyebabkan kebusukan pada bahan
pangan asal hewan adalah Pseudomonas spp. Bakteri ini telah dilaporkan dapat
menyebabkan pembentukan lendir pada permukaan daging pada suhu yang
Ardilasunu Wicaksono 2010
dingin dengan kelembaban relatif rendah, ketengikan bahan pangan, dan
menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau busuk.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang
Pseudomonas spp. sebagai salah satu bakteri pembusuk pada bahan pangan
asal hewan terkait dengan jenis dan bahan pangan yang dicemarinya, faktor
yang mempengaruhi pertumbuhannya, mekanisme pembusukan, dan tindakan
penanganan dan pencegahannya.
PEMBAHASAN
Species Pseudomonas spp. dan Bahan Pangan yang Dicemarinya
Pseudomonas merupakan genus bakteri yang termasuk ke dalam
golongan bakteri gram negatif, tidak berspora, dan berbentuk batang, yang
kebanyakan bersifat aerobik dan dapat motil menggunakan polar flagella.
Terdapat 40 species yang termasuk dalam genus ini.
Anggota dari genus Pseudomonas bersifat fluorescent dan banyak
ditemukan di tanah, air, dan habitat lainnya. Pseudomonas secara umum aktif
melakukan dekomposisi aerobik dan biodegradasi, dan memegang peran penting
dalam keseimbangan alam dan berpengaruh secara ekonomi bagi kepentingan
manusia. Pada daging merah yang disimpan pada temperatur dingin, bakteri
pembusuk yang banyak berkembang adalah Pseudomonas spp., dan daging
tersebut akan membusuk jika jumlah bakteri ini telah mencapai 107–108/cm2
pada daging.
Beberapa dari bakteri ini sangat terkait dengan tanaman dan hewan
sebagai patogen dan mikroorganisme saprofit. Empat species penyebab dari
pembusukan makanan antara lain Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas
viridiflava, Pseudomonas fragi dan Pseudomonas lundensis, yang terkadang
kombinasi dengan Shewanella putrefaciens dan Xanthomonas campestris yang
juga merupakan bakteri pembusuk. Pseudomonas merupakan bakteri pembusuk
dominan pada daging dan telur unggas.
Jenis pectolitik dari Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas
viridiflava, dan Xanthomonas campestris mengakibatkan kebusukan (kebusukan
Ardilasunu Wicaksono 2010
ringan) dari buah dan sayuran segar. Selain itu, jenis pectolitik dari
Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas viridiflava diyakini merupakan
penyebab primer dari kebusukan produk segar yang disimpan pada suhu ruang
dan dingin. Bakteri tersebut juga dilaporkan menyebabkan lebih dari 40%
kebusukan produk panen segar yang dijual di pasar retail.
Jenis proteolitik dan lipolitik dari Pseudomonas fluorescens,
Pseudomonas fragi, Pseudomonas lundensis , dan Shewanella putrefaciens
menyebabkan kebusukan dari pangan asal hewani seperti daging, daging
unggas, susu, dan ikan. Pseudomonas yang mengontaminasi susu pasteurisasi
biasanya berasal dari rekontaminasi produk akhir dengan susu segar yang belum
diolah. Pembusukan dari bakteri-bakteri tersebut diindikasikan dengan
penampilan yang berlendir dan lembek, kehilangan aroma (off-odors), serta
degradasi sebagian atau keseluruhan dari sayuran atau pangan asal hewan.
Karakteristik fenotip dan molekuler dari psikotrofik yang diisolasi dari
daging sapi, susu sapi, susu kambing, ikan, dan daging unggas yang busuk
menunjukkan keberadaan dari tiga spesies utama dari Pseudomonas yakni
Pseudomonas viridiflava, Pseudomonas fragi dan Pseudomonas lundensis.
Ketiga species ini dapat dibedakan berdasarkan beberapa tes fisiologis dan
kemampuan mereka untuk menggunakan hydroxyl-L-proline, D-mannitol,
mucate, dan D-quinate sebagai karbon sebagai sumber energinya.
Pseudomonas fluorescens yang berhubungan dengan produk hewan dan
tumbuhan memiliki karakteristik fenotip dan molekuler yang sangat bervariasi,
sehingga bakteri ini diklasifikasikan menjadi lima biovars. Namun kelima biovars
ini masih perlu dilakukan revisi karena pernah dilaporkan adanya Pseudomonas
fluorescens ditemukan pada fillet ikan dan sosis babi tidak menunjukkan
karakteristik sesuai dengan kelima biovars tersebut. Pseudomonas fluorescens
biovars I dan III serta kombinasi dengan Pseudomonas fragi dan Pseudomonas
lundensis sering menjadi komponen mikroflora dominan pada bahan pangan
seperti susu, daging, daging unggas, dan ikan.
Sebagai salah satu anggota genus Pseudomonas, Pseudomonas fragi
tidak berfluoresence dan tidak motil. Namun, pernah diisolasi Pseudomonas
fragi yang dapat berfluoresence pada susu mentah dan ikan busuk. Sebagian
besar dari Pseudomonas fragi juga memiliki flagella, namun kemampuan flagella
untuk motilitas tidak dapat dideteksi.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Pseudomonas fragi berperan besar sebagai mikroflora umum pada
pangan segar dan busuk. Telah dilaporkan pada daging sapi sebanyak 61% dan
pada daging babi sebesar 76-79% dari total jumlah keseluruhan Pseudomonas.
Bakteri ini dikenal dengan karakteristiknya yang dapat memproduksi fruity off-
odor dan membentuk cincin asam pada susu.
Janis bakteri Pseudomonas fragi banyak ditemukan pada beberapa jenis
pangan yang berbeda, termasuk susu, daging, daging unggas, dan ikan. Jika
bakteri ini berada pada bahan pangan dalam jumlah yang besar, maka dapat
memproduksi enzim protease ekstraselular dan lipase, lendir eksopolisakarida
serta menyebabkan fruity off-odor.
Pseudomonas fragi memainkan peranan penting di dalam penyebab
kebusukan pada susu dan produk hewani lainnya. Keberadaannya sering juga
disertai oleh bakteri psikotrofik lainnya seperti Pseudomonas fluorescens,
Pseudomonas lundensis, Shewanella putrefaciens, dan Psychrobacter
immobilis baik pada produk segar maupun produk basi/busuk.
Pseudomonas lundensis ditemukan pada daging segar dan busuk, ikan,
daging ayam, dan susu. Tipe ganas dari bakteri ini berfluoresence dan motil.
Pseudomonas lundensis memiliki kesamaan karakteristik fenotip dan molekuler
dengan Pseudomonas fluorescens biovars V.
Pseudomonas lundensis juga mirip dengan Pseudomonas fragi
subgroup B3. Namun Pseudomonas lundensis dapat dibedakan dengan
Pseudomonas lainnya berdasarkan kemampuannya memproduksi levan,
menggunakan trehalosa, kreatinin, D-mannitol dan mucate. Selain itu,
Pseudomonas lundensis juga dapat dibedakan dengan Pseudomonas fragi dari
kemampuan berfluoresence dan motilitasnya.
Pseudomonas putrefaciens yang sekarang dimasukkan dalam genus
Shewanella sehingga dikenal dengan Shewanella putrefaciens dapat ditemukan
pada lingkungan luas antara lain air tanah dan air laut, produk pangan asal ikan,
dan limbah ladang minyak. Shewanella putrefaciens merupakan bakteri gram
negatif berbentuk batang lurus dan bengkok, dapat motil dengan adanya polar
flagella. Bakteri ini bersifat uji oksidase positif dan membentuk koloni berwarna
merah muda pada media agar dan memproduksi volatile off-odors jika
ditumbuhkan pada kondisi anaerobik.
Shewanella putrefaciens dapat ditemukan pada bermacam bahan pangan
termasuk daging dan ikan, dan juga lingkungan lain seperti ladang minyak,
Ardilasunu Wicaksono 2010
permukaan dari peralatan produksi, dan spesimen klinik. Bakteri ini dikenali
sebagai penyebab kebusukan dari pangan yang disimpan dingin seperti ikan
sardin dan daging. Kemampuan pembusukan dari Shewanella putrefaciens
adalah dengan memproduksi H2S dan menghasilkan volatile off-odors
dikarenakan adanya komponen trimethylamines (TMA).
Tabel 1. Species Pseudomonas spp. yang teridentifikasi pada bahan pangan
asal hewan
No. Jenis bahan pangan Species Pseudomonas spp. yang
teridentifikasi
1 Susu segar dan pasteurisasi
P. fluorescens biovars I & III
(>70%)
P. fragi (20%)
P. fluorescens biovars II
P. lundensis
P. putida
2 Ikan busuk
P. fragi (>30%)
P. lundensis
P. fluorescens biovar III
P. putida
3 Ikan air tawar
P. lundensis (40%)
P. fluorescens
P. fragi
P. putida
4 Daging busuk
P. fragi (>50%)
P. fluorescens biovars I, II & III
P. aureofaciens
P. putida
5 Daging sapi, babi, dan domba
busuk
P. fragi (>70)
P. fluorescens biovars I & III
P. putida
6 Daging busuk, serta dari
lingkungan (tanah dan air)
P. fragi (>50%)
P. lundensis
P. fluorescens biovars I, II, III, & IV
P. aurefaciens
Ardilasunu Wicaksono 2010
P. aeruginosa
7 Daging unggas busuk
P. fragi
P. fluorescens
P. lundensis
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
Daya tahan dan pertumbuhan bakteri pembusuk pada pangan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain temperatur, pH, aktifitas air,
keadaan lingkungan atmosfir, dan mikroba kompetitor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dibedakan menjadi faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi pH, aktifitas air, Potensial oksidasi-
reduksi, nutrisi, keberadaan antimikroba dan struktur biologis. Sementara faktor
ekstrinsik meliputi suhu, kelembaban relatif (Rh), keberadaan dan konsentrasi
gas, serta proses pengolahan.
Pseudomonas tumbuh pada bahan pangan dengan suhu antara 5-10ºC.
Species dari Pseudomonas dan Shewanella yang menyebabkan kebusukan
pada pangan suhu dingin adalah bersifat psikotrofik dan dapat membentuk koloni
pada suhu 0-7 ºC. Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas viridiflava jenis
pectolitik menyebabkan kebusukan dari produk segar dan dapat tumbuh pada
produk tersebut walaupun disimpan pada suhu 10°C atau di bawahnya.
Pseudomonas yang bersifat mesofilik seperti Pseudomonas aeruginosa
dan Pseudomonas corrugata tidak dapat tumbuh pada suhu 10°C atau lebih
namun tumbuh pada suhu 41°C. Sementara itu, Pseudomonas yang bersifat
psikrotrofik dan Shewanella putrefaciens sensitif terhadap suhu kamar dan tidak
dapat tumbuh pada suhu di atas 37°C.
Pertumbuhan dan daya tahan bakteri pembusuk juga dipengaruhi oleh
komposisi gas/udara di dalam atmosfir pada pangan. Konsentrasi CO2 yang
tinggi dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas fluorescens dan
Pseudomonas fragi pada daging merah, karkas ayam, fillet ikan, dan juga
menghambat pertumbuhan dari Shewanella putrefaciens dari produk pangan
asal ikan.
Aktifitas air (aW) merupakan faktor penting lain yang dapat membatasi
daya tahan dan pertumbuhan dari bakteri pembusuk dan patogen dari produk
pangan segar dan lingkungan. Bakteri pada pangan pada umumnya lebih sensitif
Ardilasunu Wicaksono 2010
pada aktifitas air yang rendah dibandingkan yang tinggi. Pseudomonas dan
Shewanella putrefaciens lebih sering ditemukan pada permukaan dari daging
segar, ikan, dan sayuran dengan aktifitas air sebesar 0,99 atau lebih.
Pseudomonas pectolitik yang menyebabkan pembusukan dapat bertahan pada
air destilasi murni kurang lebih selama 15 tahun pada suhu kamar.
Pseudomonas dan shewanellae tidak dapat tumbuh pada aW 0,91. Kadar
minimum aktifitas air yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya yaitu pada kisaran
0,95-0,97, dimana tergantung dari tipe bahan pangan atau dari tipe garam dan
gula yang digunakan pada medium biakan. Sebagai contoh, Pseudomonas
fluorescens lebih dapat tumbuh pada kondisi aktifitas air yang rendah dimana
aktifitas air tersebut sudah dikondisikan dengan gliserol dibandingkan sengan
sukrosa atau NaCl. Meskipun Pseudomonas pembusuk tidak dapat tumbuh
pada kondisi aktifitas air di bawah 0,95, namun dapat bertahan pada biji-bijian
Pada kebanyakan bahan pangan yang memiliki pH di antara 5-7 cocok
untuk pertumbuhan bakteri baik pembusuk maupun patogen . pH minimum untuk
pertumbuhan Pseudomonas fragi dan Shewanella putrefaciens diperkirakan
adalah 5,0 dan 5,3.
Bakteri-bakteri yang telah disampaikan sebelumnya sensitif terhadap pH
yang rendah. Sebagai contoh, Shewanella putrefaciens gagal tumbuh pada susu
yang telah diasamkan pada pH 5,3. Dikarenakan sensitif pada pH yang asam,
Shewanella putrefaciens lebih sering menyebabkan kebusukan pada bagian
paha karkas ayam (pH 6,4-6,7) dibandingkan pada bagian dada karkas ayam
(pH 5,7-5,9).
Hal ini mengindikasikan bahwa sedikit perbedaan dari pH bahan pangan
akan sangat mempengaruhi pertumbuhan bakteri dan proses pembusukan oleh
bakteri tersebut. Pseudomonas atau Shewanella memiliki ketergantungan
terhadap jenis asam yang digunakan. Penggunaan dari asam sitrat, hydroklorat,
dan fosfat dapat menumbuhkan mikroba pembusuk di suasana pH yang lebih
rendah dibandingkan dengan penggunaan asam asetat atau laktat.
Pertumbuhan bakteri pembusuk seperti Pseudomonas dan Shewanella
putrefaciens pada pangan juga dipengaruhi oleh keberadaan mikroflora normal
yang dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Pertumbuhan alami dari
bakteri patogen seperti Salmonella spp. dan Listeria monocytogenes pada
produk pangan segar dapat dihambat atau justru dipercepat oleh keberadaan
mikroba Pseudomonas normal yang berfluoresence.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Mikroflora alami yang diisolasi dari ikan menunjukkan dapat merusak
pertumbuhan dari Shewanella putrefaciens dengan produksi iron-chelating
siderophores-nya. Interaksi antara mikroflora alami dan bakteri pembusuk sangat
berpengaruh pada komposisi dan struktur komunitas mikroba pada produk
pangan yang segar maupun yang busuk. Keberadaan bakteri asam asetat dan
asam laktat seperti halnya Acinetobacter dan Gluconobacter pada bahan pangan
juga dapat menghambat perkembangan pembusukan oleh Pseudomonas dan
Shewanella.
Keberadaan dari zat antimikroba alami pada bahan pangan asal hewan
dan tumbuhan telah diketahui semenjak beberapa tahun yang lalu. Asam asetat,
asam sitrat, asam benzoat, dan asam sorbat telah banyak digunakan sebagai
bahan tambahan untuk menekan pertumbuhan dari bakteri pembusuk pada
bahan pangan. Pada susu sapi dan susu kambing mengandung sedikitnya dua
zat antimikroba yaitu lactoferrin dan coaglutinin yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Pseudomonas fluorescens.
Mekanisme Pembusukan
Daging merah dan daging unggas mulai mengeluarkan bau busuk ketika
jumlah populasi bakteri di permukaannya mencapai 107 cfu/cm2 dan menjadi
berlendir ketika populasi bakteri di permukaannya mencapai 108 cfu/cm2. Bau
busuk tersebut dihasilkan dari emisi gas etil/metil ester, asam lemak rantai
pendek atau komponen sulfida.
Permukaan yang berlendir dihasilkan dari akumulasi eksopolisakarida
dan tekstur pangan yang melunak akibat dari adanya proses degradasi dari
beberapa enzim seperti pektinase, protease, dan lipase yang dihasilkan oleh
bakteri pembusuk. Pseudomonas dapat menguraikan protein menjadi asam
amino dan merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam
dan berlendir. Perubahan pada bahan pangan yang diakibatkan oleh bakteri
pembusuk ini adalah sebagai regulasi pertahanan bakteri terhadap lingkungan,
ketersediaan nutrisi, pH yang ekstrim, dan temperatur yang tinggi.
Kemampuan dari Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas fragi, dan
Pseudomonas lundensis untuk mengakibatkan kebusukan pada bahan pangan
dikarenakan adanya kemampuan mereka untuk memproduksi enzim protease
dan lipase untuk melakukan proses degradasi pada komponen protein dan lipid
dari daging, susu, daging unggas, dan produk hasil laut. Produksi dari protease
Ardilasunu Wicaksono 2010
juga dibutuhkan oleh Pseudomonas fluorescens untuk tumbuh pada permukaan
pangan yang mengandung unsur jaringan otot.
Produksi dari lipase atau protease dalam jumlah besar oleh
Pseudomonas fluorescens telah diketahui dapat menyebabkan kebusukan pada
susu. Jenis pembusuk ringan dari Pseudomonas fluorescens dapat
memproduksi protease yang stabil pada panas (heat-stable protease), yang
dapat menyebabkan gelatin pada susu mentah namun tidak dapat menyebabkan
kebusukan pada jaringan tumbuhan. Heat-stable protease yang juga diproduksi
oleh Pseudomonas psikotrofik pada susu mentah dapat menyebabkan
kebusukan pada susu mentah tersebut.
Produksi dari enzim protease dan lipase oleh bakteri dibutuhkan untuk
proses degradasi kasein susu, lemak mentega, dan fosfolipid dari produk hasil
ternak. Enzim lipase yang diproduksi oleh Pseudomonas fluorescens dan
Pseudomonas fragi merupakan penyebab dari rasa tengik (rancid) dan pahit
(bitter) pada susu mentah, keju, dan produk hasil ternak lainnya.
Hilangnya aroma (off-odor) dari daging dan daging unggas yang busuk
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri Shewanella putrefaciens, Pseudomonas
fluorescens dan Pseudomonas fragi. Pseudomonas fragi juga biasa
menyebabkan aroma yang manis (sweet-odor) dan aroma seperti buah (fruity-
odor) pada pangan. Shewanella putrefaciens yang merupakan bakteri pembusuk
yang aktif pada daging dan ikan juga dapat menimbulkan aroma tak sedap akibat
diproduksinya hydrogen sulfide (H2S) dan trimethylamine (TMA). Produksi dari
TMA oleh Shewanella putrefaciens dapat menjadi indikator kebusukan produk
ikan yang disimpan dingin.
Tindakan Penanganan dan Pencegahan
Penggunaan bahan-bahan kimia, fisik, dan biologik dapat digunakan
untuk mengontrol pertumbuhan species Pseudomonas dan Shewanella pada
permukaan bahan pangan baik segar maupun yang sudah diproses. Namun
penanganan yang dilakukan tidak dapat mengeliminasi seluruh Pseudomonas
dan Shewanella pada permukaan bahan pangan tanpa mempengaruhi kualitas
dari bahan pangan tersebut secara organoleptik.
Beberapa faktor yang membatasi keefektifan suatu penanganan
mikrobiologis masih diteliti lebih lanjut, seperti halnya pemberian desinfektan
secara terus menerus seperti komponen ammonium kuartener pada bahan
Ardilasunu Wicaksono 2010
pangan mentah dapat menimbulkan resitensi bagi Pseudomanas terhadap jenis
desinfektan tersebut. Susunan biofilm pada permukaan berbahan stainless steel
dapat meningkatkan toleransi Pseudomanas aeruginosa, Pseudomonas fragi,
dan Salmonella Typhimurium terhadap desinfektan.
Penanganan secara kimia
Penggunaan ozon dapat mereduksi mikroba pembusuk pada daging,
produk unggas, dan ikan. Karkas unggas yang diproses menggunakan air yang
diozonasi dapat membunuh Pseudomanas aeruginosa dan Enterobacter faecalis
pada permukaan dan lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan air dingin
pada pengolahan karkas.
Bakteri gram negatif secara umum lebih sensitif terhadap ozon
dibandingkan bakteri gram positif. Penelitian telah menunjukkan bahwa
pemberian ozon dengan konsentrasi 2,5 ppm selama 40 detik dapat mereduksi
sejumlah 5-6 log pada penghitungan bakteri seperti Pseudomonas fluorescens,
E. coli O157:H7 dan Listeria monocytogenes. Penggunaan air mengandung ozon
sebanyak 0,19mg/ml selama lima menit juga dapat mengurangi sejumlah 5 log
dari bakteri Pseudomanas aeruginosa dan Salmonella Typhimurium.
Bakteri Pseudomonas spp. dan Shewanella putrefaciens sangat sensitif
dengan klorin (Cl2) dan klorin dioksida (ClO2). Aktifitas bakterisidal dari
komponen klorin dihasilkan dari formasi asam hipoklorit saat klorin atau garam
hipoklorit (sodium atau kalsium) dilarutkan pada air dengan pH 6,0-7,5. Untuk
dekontaminasi permukaan pada produk segar, klorin biasanya diberikan dengan
konsentrasi 50-200 ppm selama minimum 1-2 menit untuk dapat mereduksi
sejumlah 2 log pada populasi bakteri. Klorin dioksida juga efektif membunuh
bakteri pembusuk dan patogen.
Hidrogen peroksida (H2O2) sudah banyak dikenal aman sebagai bahan
antimikroba pada proses bahan pangan. Potensi dari hidrogen peroksida untuk
dekontaminasi permukaan produk segar dan pada karkas ayam juga sudah teruji
dengan baik. Namun demikian, hidrogen peroksida tidak cocok digunakan untuk
mencuci karkas hewan dikarenakan adanya interaksi antara H2O2 dan enzim
katalase yang dapat menyebabkan perubahan warna dan kebengkakan pada
karkas.
Asam organik seperti asam laktat, asetat, sitrat, maleat, benzoat, dan
sorbat secara alami ada pada tumbuhan dan terakumulasi sebagai agen
Ardilasunu Wicaksono 2010
fermentasi. Asam organik tersebut telah banyak digunakan sebagai bahan
pengawet dan desinfeksi permukaan produk pangan.
Sodium benzoat biasanya ditambahkan dengan konsentrasi 0,1% untuk
menghambat pertumbuhan kapang, khamir, dan Pseudomonas pembusuk.
Potassium sorbat juga biasa ditambahkan dengan konsentrasi kurang dari 0,2%
untuk mencegah pertumbuhan dari mikroba pembusuk. Tindakan penyemprotan
karkas hewan dengan asam laktat sebesar 6% dan asam asetat sebesar 3%
diketahui efektif mengurangi jumlah Pseudomonas pembusuk dan bakteri
patogen lain pada permukaan karkas dan karkas unggas.
Penanganan secara fisik
Modified Atmospheres (MA) Storage merupakan penyimpanan bahan
pangan di dalam kondisi atmosfir dengan konsentrasi CO2 di atas 10%. Metode
ini sangat efektif untuk mereduksi bakteri pembusuk dan memperpanjang masa
simpan produk pangan baik segar maupun yang telah diproses. Modified
Atmospheres Packaging (MAP) merupakan teknologi untuk memperpanjang
masa simpan suatu produk segar dengan cara menurunkan konsentrasi O2 dan
meningkatkan konsentrasi CO2, dan juga dapat dilakukan pengemasan secara
vakum.
Prinsip dari MA storage adalah mengganti udara sekitar bahan pangan
dengan campuran gas CO2, O2 dan N2. CO2 digunakan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri aerob dan kapang dan N2 berfungsi untuk menghambat
oksidasi lemak. O2 digunakan untuk menghambat bakteri anaerobik dan juga
mempertahankan kualitas organoleptik dari pangan. Secara umum, penyimpanan
pangan pada konsentrasi CO2 yang tinggi dan O2 yang rendah dapat
menurunkan tingkat respirasi dari kontaminan aerobik di permukaan bahan
pangan.
Penggunaan konsentrasi CO2 yang tinggi di atas 10% dapat menghambat
pertumbuhan mikroba aerob dan memperpanjang daya tahan bahan pangan asal
hewan. Namun demikian, sangatlah penting untuk menyimpan bahan pangan
pada suhu 10 °C atau di bawahnya untuk memaksimalkan efek dari peningkatan
konsentrasi CO2. Pengemasan vakum dan shrink-wrap packaging juga dapat
menghambat pertumbuhan dari Pseudomonas aerob.
Pada bahan pangan yang dikemas secara vakum pada konsentrasi CO2
yang tinggi, masih terdapat bakteri psikotrofik yang toleran terhadap CO2 yakni
Ardilasunu Wicaksono 2010
Photobacterium phosphoreum dan bakteri asam laktat. Keberadaan bakteri
tersebut menggantikan Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas fragi,
Pseudomonas lundensis , dan Shewanella putrefaciens yang biasanya dominan
ada pada daging, produk unggas, dan ikan yang busuk.
Penggunaan irradiasi ionisasi untuk dekontaminasi mikroba pada pangan
telah diperbolehkan oleh US Food and Drug Administration (FDA) pada tahun
1997. Iradiasi yang boleh digunakan sebesar 1,5kGy dan ternyata efektif
menurunkan jumlah bakteri Shewanella putrefaciens pada permukaan daging
sapi, babi, kalkun, dan ayam. Daging steak sapi yang diirradiasi dengan 1,5 kGy
gamma atau sinar elektron dapat mengurangi sejumlah 4-5 log bakteri
Pseudomonas fluorescens pada steak sapi tersebut.
Selain teknik irradiasi, beberapa metode teknologi penanganan
nonthermal telah diuji untuk menggantikan teknologi penanganan secara thermal
yang konvensional. Sebagai contoh, sudah dilakukan proses pulsed electric field
(PEF) pada pengolahan susu skim dan terbukti dapat mengurangi jumlah bakteri
pembusuk seperti Pseudomonas fluorescens sebesar 0,3-3 log.
Aplikasi dari teknologi tekanan hidrostatik tinggi (high hydrostatic
pressure) merupakan teknologi nonthermal yang menjanjikan untuk proses
pasteurisasi bahan pangan. Efek dari teknologi ini bersinergi dengan sistem
laktoperoksidase di dalam membunuh bakteri Pseudomonas pembusuk dan
bakteri patogen pada susu.
Penanganan secara biologis
Akhir-akhir ini telah dipelajari mengenai bahaya dari penggunaan bahan-
bahan kimia pada pangan, sehingga dilakukan pembatasan senyawa kimia untuk
mencuci atau mengawetkan bahan pangan. Untuk itu, dilakukan pendekatan
biologis menggunakan mikroba kompetitor atau minyak esensial dari tumbuhan
untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pembusuk pada pangan.
Pertumbuhan Pseudomonas fragi pada daging sapi dapat menghambat
pertumbuhan bakteri asam laktat seperti Lactobacillus dan Pediococcus.
Demikian pula pertumbuhan species Pseudomonas pada produk unggas dapat
banyak mereduksi keberadaan bakteri asam laktat tertentu. Adapun mikroba
lainnya yang merupakan mikroba kompetitor aktif terhadap bakteri pembusuk
dan patogen antara lain Enterobacteriaceae, Pseudomonas berfluorescent, dan
khamir.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Mekanisme dari biokontrol terkait dengan beberapa faktor seperti
pengurangan pH di bawah tingkat pertumbuhan bakteri, produksi dari komponen
antimikroba, atau kompetisi untuk nutrisi pertumbuhan. Agen biologis berupa
antimikroba yang berasal dari derivat tumbuhan seperti isothiocyanates telah
diketahui dapat menekan pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen pada
produk pangan kemasan.
KESIMPULAN
Bahan pangan asal hewan pada umumnya bersifat mudah rusak.
Kerusakan bahan pangan tersebut dapat diakibatkan oleh agen biologis seperti
keberadaan mikroorganisme pembusuk yang salah satunya adalah
Pseudomonas spp. Bakteri ini memiliki beberapa species yang dapat
menyebabkan kebusukan pada pangan seperti daging, susu, produk unggas,
dan ikan. Kebusukan disebabkan oleh enzim yang dihasilkan oleh Pseudomonas
sehingga dapat mendegradasi komponen bahan pangan asal hewan. Tindakan
penanganan dan pencegahan terhadap bakteri ini dapat dilakukan secara kimia,
fisik, maupun biologis.
DAFTAR PUSTAKA
Balia RL .2010. Kerusakan Bahan Pangan oleh Mikroorganisme. Bandung:
Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran.
Cahyadi M .2010. Mikrobiologi Peternakan. Surakarta: Fakultas Peternakan,
Universitas Sebelas Maret.
Forsythe SJ .2000. The Microbiology of Safe Food. Oxford: Blackwell Science
Ltd.
Liao CH .2006. Pseudomonas and related genera. Di dalam: Blackburn CW,
editor. Food spoilage microorganisms. Cambridge dan New York:
Woodhead Publishing Ltd dan CRC Press LLC. hlm 507-540.
Mead GC, editor .2007. Microbiological analysis of red meat, poultry and eggs.
Cambridge dan New York: Woodhead Publishing Ltd dan CRC Press
LLC.
Ardilasunu Wicaksono 2010
Philips CA .1996. Modified Atmospheres Packaging and Its Effect on The
Microbilogical Quality and Safety of Produce. Int J Food Sci & Tech
31:463-479.
Sanjaya AW, Sudarwanto M, Soejoedono RR, Purnawarman T, Lukman DW,
Latif H .2007. Higiene Pangan. Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Setiowati WE dan Mardiastuty E .2009. Tinjauan Bahan Pangan Asal Hewan
Yang Asuh Berdasarkan Aspek Mikrobiologi di DKI Jakarta. Prosiding PPI
Standardisasi Jakarta: Laboratorium Kesmavet DKI Jakarta.
Suwito W .2010. Bakteri Yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis,
Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya. J Litbang Pertanian 29:96-100.
Recommended