View
35
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
referat
Citation preview
REFERAT ILMU KESEHATAN JIWA
GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN
HIPERAKTIVITAS (GPPH)
Disusun Oleh:
James Setyadi Handono
07120110044
Pembimbing:
DR. dr. Dharmady Agus, Sp K.J.
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa
FK UPH- SANATORIUM DHARMAWANGSA
16 Februari- 21 Maret 2015
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul.......................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................ii
Bab I: Pendahuluan................................................................................................1
Bab II :Pembahasan...............................................................................................3
2.1 Definisi.....................................................................................................3
2.2 Epidemiologi............................................................................................3
2.3 Sejarah......................................................................................................4
2.4 Etiologi.....................................................................................................7
2.5 Gejala Klinis.............................................................................................9
2.6 Pemeriksaan..............................................................................................15
2.7 Komorbiditas............................................................................................16
2.8 Penatalaksanaan........................................................................................17
2.9 Prognosis..................................................................................................20
Bab III :Penutup....................................................................................................21
3.1 Kesimpulan...............................................................................................21
Daftar Pustaka.......................................................................................................22
ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas (GPPH) atau Attention
Deficit Hyperactive Disorder/ Hyperactive Disorder (ADHD) merupakan
kumpulan gangguan perilaku dengan gejala karakteristik, berupa gangguan atensi,
hiperaktif, dan impuls. Keluhan ini dapat berupa campuran antara ketiga
gangguan penyakit tersebut, ataupun dominan pada salah satu gangguan. Keluhan
tersebut merupakan keluhan yang dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan
dirasakan orang tua penderita. Keluhan tersebut berupa, perilaku nakal, tidak mau
belajar, tidak bisa diam, cepat beralih perhatian, tidak dapat menyelesaikan tugas.
Oleh karena itu, pengenalan mengenai GPPH menjadi penting, baik bagi orang
tua, tenaga pengajar, hingga dokter1.
GPPH bukanlah gangguan perilaku yang biasa. Gangguan ini
menyebabkan penderita tidak dapat diterima di lingkungannya akibat fungsi
sosial, kognitif, dan emosionalnya terganggu. Akibatnya, hal ini menyebabkan
masalah psikososial yang lebih buruk, misalnya penyalahgunaan narkotika,
alkohol, dan zat adiktif lain, hingga perbuatan kriminal. Gangguan ini pada usia
dewasa dapat menyebabkan terbentuknya gangguan kepribadian Oleh karena itu,
hal ini menjadi dasar dibuatnya referat ini1.
Faktor predileksi GPPH sering dijumpai pada usia pra sekolah dan
sekolah. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh World Health
Organization, prevalensi penyakit psikiatri anak di dunia telah mencapai angka
1
20%. Insiden kejadian penyakit yang banyak terjadi , yakni GPPH atau sindrom
hiperkinetik2. Di Asia Tenggara, kejadian GPPH mencapai 6 juta orang. Penelitian
prevalensi GPPH di Indonesia sedikit, sehingga belum didapatkan angka pasti
mengenai kejadian GPPH di Indonesia. Salah satu data dari unit Psikiatri Anak
RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, melaporkan 60 kasus GPPH pada tahun 2000 dan
86 kasus pada tahun 2001. Sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh Dwidjo
Saputro (2009) pada anak usia sekolah dasar di DKI Jakarta didapatkan angka
prevalensi sekitar 26,2%3.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan
gangguan perilaku yang ditandai dengan karakteristik gangguan atensi (tidak
focus), impuls (bertindak tanpa berpikir), atau hiperaktif (tidak bisa diam).
Menurut Sim Guan dalam tulisannya menyatakan, bahwa GPPH adalah suatu
kelainan perilaku pada masa anak usia pra sekolah dan sering berlanjut sampai
dewasa dengan perilaku anti sosial2. Gangguan perkembangan tersebut berbentuk
suatu spektrum, sehingga tingkat kesulitannya akan berbeda dari satu anak dengan
anak yang lainnya4.
2.2 Epidemiologi
GPPH merupakan penyakit mental yang banyak dialami anak-anak dalam usia
pre-pubertal. Prevalensi GPPH di dunia sendiri mencapai 20%. Gangguan ini
banyak diderita oleh anak laki-laki dibanding anak perempuan. Rasionya sendiri
mencapi 3-5:1. Di Indonesia sendiri, prevalensi anak laki –laki dan anak
perempuan yaitu 35,2% untuk anak laki- laki dan 18,3% untuk anak perempuan
Lalu, saudara kandung dari pasien GPPH juga merupakan faktor risiko tinggi
terjadinya gangguan perilaku lain. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan
belajar dan gangguan fungsi akademik3. Orang yang kulit putih mempunyai
gangguan ini, lebih rendah dibandingkan orang yang berkulit hitam. Prevalensi
3
orang yang berkulit putih berkisar 7,8%, dibandingkan, orang berkulit hitam
9,8%5. Wanita yang merokok aktif pada masa kehamilan, juga meningkatkan
risiko terjadinya gangguan GPPH. Gejala penyakit mulai nampak usia 3 tahun,
tetapi baru dapat didiagnosis pada usia sekolah3.
2.3 Sejarah
Gangguan ini mulai dikenali pada tahun 1798. Pada tahun tersebut,Sir
Alex Crichton, seorang dokter yang tertarik untuk mengobservasi penyakit
kejiwaan, menjelaskan atensi pada bab yang berjudul “On Attention and its
Diseases” dalam bukunya. Menurutnya, ketika beberapa objek memenuhi pikiran
dan perasaan, dan dalam derajat tertentu seseorang tidak dapat menerima persepsi
jelas dari beberapa objek tersebut, maka dia dapat dikatakan memiliki atensi untuk
hal tersebut. Critchon juga menjelaskan derajat atensi pada orang normal berbeda-
beda setiap orangnya, bahkan dalam diri orang tersebut di waktu yang berbeda.
Oleh karena itu, distraksi atensi belum tentu bersifat patologis. Hal tersebut
meliputi stimulus mental, edukasi, kemauan, dan lain sebagainya. Menurutnya,
gangguan atensi yang abnormal terjadi akibat kelainan patologis yang
meningkatkan atau menurunkan kepekaan saraf. Perubahan atensi awal ditandai
dengan tidak adanya kapasitas atensi yang dibututhkan untuk focus pada objek
apapun. Hal ini sama dengan apa yang ada dalam DSM-IV TR/ DSM V dan
pernyataan American Psychiatric Association mengenai gangguan atensi pada
pasien GPPH, walaupun penelitian yang dilakukannya pada pasien-pasien dengan
4
penyakit medis tertentu. Dia juga menyebutkan bahwa penyakit ini bisa terjadi
dimulai pada saat lahir4.
Lalu, pada tahun 1844, Heinrich Hoffmann, mengilustrasikan GPPH ke
dalam cerita anak, yaitu “Fidgety Phil” (“Zappelphilipp”). Pada cerita tersebut,
terjadi konflik keluarga pada saat makan malam akibat perilaku sang anak yang
gelisah, tidak bisa diam, dan memuncak dengan jatuhnya makanan tersebut,
beserta sang anak. Oleh karena itu, Hoffmann pun mendeskripsikan lebih lanjut
menggenai gangguan atensi dan hiperaktif. Begitupun, dengan karya hoffmaan
lainnya “Struwwfelpeter” yang mengilustrasikan gangguan atensi signifikan sang
anak laki-laki. Hoffman sebenarnya mengilustrasikan gangguan tersebut melalui
observasi perilaku, tanpa meneliti lebih lanjut mengenai penyakit tersebut4.
Lalu,pada tahun 1868-1902, perkuliahan yang dilakukan oleh Sir George
Frederic Still merupakan titik sejarah penting dalam GPPH. Perkuliahan tersebut
berlangsung pada tahun 1902, yang diberikan pada forum Royal College
Physicians London. Still mengatakan kontrol moral sendiri bergantung atas 3
faktor, yaitu lingkungan, kesadaran moral, dan kemauan. Kesadaran moral
bertindak sebagai kapasitas intelektual, dan lingkungan bertindak sebagai
kapasitas seseorang untuk membedakan, dalam hubungannya dengan fungsi
kognitif. Still membagi defek moral control menajdi 2, yaitu defek kontrol moral
yang berhubungan dengan penyakit fisik dan yang merupakan manifestasi
abnormal, serta tidak berhubungan dengan intelektual dan penyakit fisik. Dia juga
berargumen, hilangnya kontrol moral dapat ditunjukkan dengan gejala
ketidakjujuran, kekejaman, melanggar hokum, perbuatan cabul tidak bisa
5
mengontrol emosi diri, dan lain sebagainya. Hal ini juga menimbulkan kepuasan
sesaat bagi orang tersebut. Inilah yang merupakan cikal bakal impusifitas, di mana
terjadi kelambatan dalam kepuasan. Selain itu, Still juga menyebutkan mengenai
gangguan atensi dalam kasus-kasusnya. Ini juga merupakan gangguan yang terjadi
dalam GPPH. Sebenarnya, Still hanya mendeskripsiskan berbagai macam perilaku
menyimpang anak saja4.
Lalu, pada tahun 1908, Tredgold menguhubungkan kerusakan awal otak
dengan problem perilaku dan kesulitan belajar. Hal ini dikonfirmasi dengan
adanya wabah encephalitis pada tahun 1917-1928, yang menyebabkan kerusakan
ireversibel fisik/ mental. Selain itu, hal ini menyebabkan efek residual, berupa
perubahan kepribadian, emosional, kesulitasn belajar, gangguan tik, dan hilangnya
kontol moral. Hal ini menyebabkan anak menjadi hiperaktif, iritabel, antisosial,
gangguan atensi. Inilah yang dikenal dengan postencephalic behavior disorder.
Ini bisa disebut juga atribut dari GPPH, walaupun bukan merupakan GPPH4.
Kemudian, pada tahun 1932, Franz Kramer mendeskripsikan penyakit
hiperkinetik pada anak yang sulit dibedakan gejalanya dari penyakit lain, seperti
efek residual encephalitis. Perbedaannya hanya penyakit ini tidak menunjukkan
gejala gangguan tidur, agitasi nocturnal, dan gejala fisik. Gejala penyakit ini
dominan dalam aktivitas motorik, seperti tidak bisa diam, lari, lompat-lompat di
tempat tidur, membuang barang sembarangan, dan lain sebagainya4. Penyakit
hiperkinetik ini masuk dalam kroteria GPPH dan dipakai dalam ICD-9.
Kemudian, pada tahun 1970, gangguan yang terjadi pada anak tersebut tidak
hanya hiperaktif, tetapi dapat diikuti juga dengan gangguan atensi dan kontrol
6
impuls. Hal ini menyebabkan terjadi perubahan nama dalam DSM-3 menjadi
Attention deficit disorder. Kemudian, dalam tahun 1987, teradi perubahan nama
menjadi ADHD/ GPPH dengan tidak adanya sub kelompok hiperaktivitas6.
2.4 Etiologi
Etiologi GPPH belum diketahaui secara pasti6. Hal tersebut dikarenakan
gangguan ini bersifat kompleks dan multidimensional. Oleh karena itu, kita hanya
bisa melihat beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya gangguan ini. Faktor-
faktor tersebut meliputi genetik, neuroanataomi, neurotransmitter di otak, dan
psikososial7.
Pertama, faktor genetik mempengaruhi GPPH, dibuktikan melalui studi
keturunan genetik keluarga, mulai dari anak kembar, saudara kandung. Anak
kembar monozigot mempunyai kecendrungan mendapat gejala GPPH. dibanding
anak kembar dizigotik dengan jenis kelamin yang sama. Hal ini dibuktikan
dengan adanya data statistik bahwa kecendrungan kembar monozigot mendapat
gejala GPPH berkisar 59-92%. Sedangkan, kecendrungan kembar dizigot
mendapat gejala GPPH hanya 29-42%. Selain itu, saudara kandung dari anak
hiperaktif mempunyai kecendrungan untuk terkena penyakit GPPH, gangguan
anxietas, depresi, dan gangguan belajar lainnya6.
Mode transmisi genetik yang terjadi pada gangguan ini belum diketahui,
tetapi gejala yang terdapat dalam GPPH disebabkan oleh beberapa gen yang
saling berinteraksi. Gen-gen yang berperan dalam terjadinya GPPH, adalah gen
tiroid reseptor b, gen dopamin transport 1, serta gen dopamin 4 reseptor. Mutasi
7
pada gen tiroid reseptor b menyebabkan resistensi hormone tiroid, dan
meningkatkan gejala hiperaktivitas dan impulsif pada orang yang terkena..
Sedangkan, GPPH tidak berhubungan secara langsung dengan gen dopamine
transport 1dan 4. Hal ini dikarenakan adanya penelitian yang menunjukkan tidak
adanya asosiasi antara gen0gen tersebut dengan GPPH6.
Kedua, faktor neuroanatomi mempengaruhi GPPH, dibuktikan dengan
adanya penurunan ukuran lobus yang terkena dan fungsi dari lobus tersebut.
Atensi merupakan suatu fungsi yang kompleks. Fungsi tersebut meliputi fokus,
pelaksanaan, pertahanan, dan pengalihan perhatian. Fungsi-fungsi ini dikerjakan
oleh bagian otak yang berbeda-beda. Korteks superior, temporal, dan korpus
striatum mengerjakan fungsi fokus. Sedangkan, lobus parietal dan korpus striatal
mengerjakan fungsi pelaksanaan. Lalu, tekrum, formasi reticular, dan nukleus
thalamus reticular mengerjakan fungsi perthanan atensi. Sedangkan, korteks
prefrontal mengerjakan fungsi pengalihan perhatian. Oleh karena itu, berdsarakan
pencitraan didapatkan penurunan ukuran dan fungsi bagian otak-otak tersebut6.
Ketiga, faktor neurotransmitter mempengaruhi penyakit GPPH, dibuktikan
dengan pembuktian terbalik cara kerja obat psikostimulan yang dipakai dalam
kasus ini. Obat ini dapat menghambat pengambilan dopamin dan norepineferin
hingga mencapai neuron presinaptik dan melepaskan monooksidase menuju ruang
ekstraneuron7. Ini pun dibuktikan dengan teori perkembangan dinamik ADHD.
Teori ini mengatakan bahwa penyebab GPPH adalah menurunnya fungsi
neurotrasmiter dopamine. Penurunan fungsi tersebut menyebabkan proses
penguatan impuls , dan pengekangan tidak berjalan efisien. Ini menyebabkan
8
tindakan yang dihasilkan tidak bertujuan dan berdasarkan impuls saja, tanpa ada
waktu untuk menghambatnya8.
Keempat, faktor psikososial merupakan salah satu faktor terjadinya
psikopatologi pada anak, termasuk GPPH. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Rutter, ada 6 faktor psikososial yang menyebabkan gangguan perilaku pada
anak, yaitu perceraian/ perselisihan pernikahan, kemampuan ekonomi rendah,
besar keluarga, tidak diurus orang tuanya (ditaruh dalam penitipan), orang tuanya
mempunyai gangguan mental (biasanya depresi), dan perilaku kriminal yang
dilakukan orang tua terhadap anak. Selain itu, kemampuan orang tua dalam
mengurus anak, baik dari pengetahuan dan finasial, serta keluarga yang tidak utuh
menjadi factor tambahan terjadinya psikopatologi. Walaupun faktor ini belum
dapat dibuktikan, tetapi hal ini mempengaruhi keadaan psikologis anak tersebut8.
2.5 Gejala Klinis
Gejala Penyakit sendiri mulai tampak sejak bayi, tetapi biasanya dapat
terlihat pada usia 6 tahun ke atas. Gejala yang dialami pasien dapat berlanjut
hingga dewasa. Gejala klinis yang tampak pada bayi, biasanya berupa
hiperaktifitas, kesulitan dalam memberi makan, dan kesulitan tidur. Sedangkan,
gejala klinis yang sering terjadi pada usia sekolah adalah anak tidak terkontrol,
sulit duduk tenang, gelisah, mudah tersinggung dan impulsif, sulit dalam
memusatkan perhatian, tidak mendengar apa yang sedang dikatakan, kehilangan
barang-barang yang rutin digunakan, melakukan aktifitas fisik yang merugikan
dirinya, serta bersikap acuh. Selain itu, sang anak juga sering menganggu anak
9
lain seusianya, bolos sekolah serta mengalami kesulitan di bidang akademis,
menolak mengikuti instruksi, dan sering berurusan dengan aparat3. Berdasarkan
gejala klinisnya, ADHD dibagi menjadi 3 kelompok gejala klinis, yaitu:
1. Hiperaktivitas
Gejala ini meliputi 2 aspek yaitu kualitas dan kuantitas. Aspek
kualitas kegiatan yang dilakukan pasien biasanya bersifat
mengganggu dan tidak mempunyai tujuan. Sedangkan aspek
kuantitas menyangkut kegiatan yang dilakukan pasien
dibandingkan kegiatan orang normal terkontrol. Kegiatan yang
dilakukan, dapat berupa bicara berlebihan, tidak bisa diam,
melakukan kegiatan atas inisiasi motoriknya, sulit bermain dalam
keadaan tenang, dan lain sebagainya.
2. Atensi
Kelompok gejala ini biasanya berhubungan dengan kesulitan
berkonsentrasi. Gangguan ini terlihat apabila sang anak sudah
berada dalam suatu lingkungan. Gangguan ini meliputi punya
kecendrungan menjadi pelupa, tidak terorganisasi dalam
melakukan sesuatu, tidak dapat menyelesaikan tugas tanpa
supervisi, dan cepat bosan terhadap sesuatu.
3. Impulsif
Gangguan impuls dapat terlihat melalui berbagai cara, mulai dari
melakukan aktivitas membahayakan, sulit menunggu giliran
berikutnya, mengganggu teman, baik dalam pembicaraan maupun
10
permainan. Gangguan ini menyebabkan penolakan dari lingkungan
pergaulannya6.
Gejala yang dialami pasien juga memepengaruhi beberapa factor lainnya,
mulai dari fungsi kognitif, emosional, sosial, dan perilaku. Fungsi kognitif pada
pasien GPPH biasanya terlihat dari kurangnya pemikiran dalam pengaturan waktu
dan gangguan impuls dalam melakukan sesuatu. Hal ini berarti anak tidak
mengetahui kapan waktunya dia menyelesaikan tugas, bermain, dan spntan dalam
melakukan sesuatu. Sedangkan, fungsi emosionalnya terjadi disregulasi afek,
sehingga emosinya bisa labil, meledak-ledak, dan dapat berubah drastic. Fungsi
sosial pasien terganggu ketika berhubungan dengan orang tua, guru, dan teman-
temannya. Pasien tidak bisa membaca suatu keadaan dan cenderung
menyalahartikan situasi sosial tersebut. Pasien juga cenderung berlaku berlebihan
terhadap suatu situasi. Lalu, fungsi perilaku pada anak terlihat ketika dia tidak
dapat bergaul dengan teman-teman sepermainannya. Kemuadian, sang anak
mempunyai hasil pekerjaan yang bervariasi, ada yang selesai da nada yang tidak6.
Pasien dengan GPPH dapat mengalami stres emosional sebagai akibat
sekunder dari pengaruh sosial yang negatif terhadap tingkah laku mereka sendiri.
Akibat, pasien dapat mengalami depresi. Selain itu, sang anak dapat mempunyai
kepribadian antisosial yang membahayakan orang lain di kemudian hari.
Diagnosis dari penyakit ini dilakukan berdasarkan kriteria klinis, bukan dari
pemeriksaan penunjang tertentu. Oleh karena itu, bersadarkan DSM V, kriteria
klinis diagnosis GPPH/ ADHD adalah sebagai berikut:
11
1. 6 gejala atau lebih tidak mampu memusatkan perhatian (atensi) yang
menetap selama minimal 6 bulan pada derajat maladaptif dan tidak sesuai
dg tingkat. Perkembangannya. Gejala tersebut adalah:
a. Sering gagal memusatkan perhatian pada hal kecil /membuat
kesalahan yang ceroboh (tidak hati-hati) dalam pekerjaan sekolah,
pekerjaan / kegiatan lain.
b. Sering sulit mempertahankan perhatian saat melaksanakan tugas /
kegiatan bermain
c. Sering seperti tidak mendengarkan saat diajak bicara langsung
d. Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan
pekerjaan sekolah dan tugas (tidak disebabkan oleh perilaku
menentang atau kegagalan memahami petunjuk)
e. Sering sulit mengatur tugas dan kegiatan
f. Sering menghindar, tidak suka/enggan terlibat dalam tugas yang
memerlukan ketekunan berkesinambungan.
g. Sering menghilangkan benda yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas / kegiatan
h. Perhatian sering mudah dialihkan oleh rangsangan dari luar
i. Sering lupa dalam kegiatan sehari-hari
2. Minimal 6 gejala/ lebih hiperaktivitas dan impulsivitas seperti dibawah ini
yang menetap selama minimal 6 bulan pada derajat maladaptif dan tidak
sesuai dg tingkat perkembangannya. Gejala tersebut adalah:
• Sering tangan dan kakinya tidak bisa diam, tidak bisa duduk diam.
12
• Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas / di situasi lain
dimana diharapkan untuk tetap diam.
• Sering berlari-lari / memanjat berlebihan dalam situasi yang tidak
sesuai untuk hal tersebut.
• Sering mengalami kesulitan bermain / mengikuti kegiatan waktu
senggang dengan tenang.
• Sering dalam keadaan “siap bergerak” (atau bertindak seperti
digerakkan mesin)
• Sering bicara berlebihan
• Sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai
ditanyakan.
• Sering sulit menunggu giliran.
• Sering menyela / memaksakan diri terhadap orang lain (misal :
memotong percakapan/mengganggu permainan).
3. Gejala tersebut yang menimbulkan masalah terjadi sebelum usia 12 tahun.
4. Kegagalan yang ditimbulkan oleh gejala-gejala tersebut tampak pada 2
atau lebih tempat (di sekolah atau di tempat bermain dan di rumah)
5. Ada permasalahan yang bermakna secara klinis pada fungsi sosial,
akademik, dan okupasional
6. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan yang lain:
perkembangan pervasif, skizofrenia / psikotik dan tidak diakibatkan
gangguan mental lain (misalnya : gangguan cemas, gangguan kepribadian)
13
Tipe GPPH berdasarkan DSM V adalah sebagai berikut:
1. GPPH tipe campuran didapatkan apabila kriteria gangguan atensi
dan hiperaktif sudah terjadi selama minimal 6 bulan
2. GPPH tipe atensi didapatkan apabila, kriteria gangguan atensi telah
dipenuhi minimal 6 bulan dan tidak memenuhi kriteria gangguan
hiperaktif
3. GPPH tipe hiperaktif-impulfif didapatkan, apabila krteria
hiperaktif telah dipenuhi minimal 6 bulan dan tidak memenuhi
kriteria gangguan atensi9.
Sedangkan, pada orang dewasa, manifestasi ADHD sendiri berbeda
dengan apa yang ada dalam kriteria DSM. Hal ini akibat tidak adanya kriteria
DSM untuk GPPH pada usia dewasa. Gejala hiperaktif yang dialami, dapat berupa
tendensi untuk kerja berlebihan, khususnya dalam bidang pekerjaaan yang
membutuhkan banyak tenaga. Gejala impulsif biasanya berupa mudahnya frustasi
terhadap suatu kejadian, suasana hati tidak stabil, menyetir sembarangan. Gejala
atensi pada GPPH usia dewasa adalah sulit konsentrasi, mengatur waktu, sulit
menyelesaikan pekerjaan, dan pindah pekerjaan lain. Diagnosis kriteria yang bisa
dipakai adalah Utah Criteria. Isinya adalah:
1. Pernah didiagnosis GPPH pada saat usia anak-anak.
2. Adanya gejala gangguan atensi dan hiperaktif., serta minimal 3 gejala
tambahan Gejala tersebut meliputi: gangguan atensi, hiperaktif, mood labil,
tempramen, toleransi stress terganggu, impusif, dan kacau.
14
3. Bukan bagian dari gejal psikotik, depresi, dan gangguan kepribadian yang
berbahaya6.
2.6 Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk penyakit GPPH adalah
Continuous Performance Test. Salah satu contohnya, adalah TOVA Test. TOVA
test merupakan bentuk continuous performance test (CPT) berbasis komputer
yang dapat membantu mendeteksi gangguan atensi. Tes ini dilakukan dengan
menggunakan software TOVA test, yang didalamnya sang pasien diberikan
stimulasi visual atau auditorik. Variabel yang diukur dalam TOVA. meliputi
konsistensi, impusivitas, inatensi, waktu merespon setelah impulsivitas, respon
antisipatif dan multiple. Sayangnya, pemeriksaan ini tidak dapat mendiganosis
GPPH, karena mempunyai angka kesalahan postif palsu hingga 30%. Hal ini
dispengaruhi oleh disfungsi sitem saraf yang terjadi pada orang. Ganngua, dan
derajat atensi ysng setiap orang yang berbeda juga mempengaruhi hasil CPT
TOVA. Bahkan, skor CPT TOVA pada anak GPPH dapat lebih tinggi dari anak
normal. Oleh karena itu, pemeriksaan ini bersifat kurang sensitif dan spesifik,
melainkan hanya dapat dijadikan istrumen atau pembantu diagnostik10.
Kemudian, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah evaluasi sekolah
evaluasi keluarga terhadap pasien tersebut. Evaluasi sekolah dilakukan melaui tes
psikoedukasi mengenai kemampuan kognitif, kesulitan belajar, dan penguasaan
materi. Lalu, evaluasi kelaurga dan sekolah juga dilakukan dengan observasi dan
peniliaian berdasarkan lembar skala kriteria perilaku pasien. Alat ini dapat dipakai
15
sebagai peninjau perkembangan pasien11. Selain itu, penilaian teman-teman
diperlukan untuk mengetahui fungsi sosial di sekolah6.
2.7 Komorbiditas
Pada gangguan GPPH, 50-90% diikuti oleh gangguan komorbid lain.
Gangguan tersebut dapat berupa conduct disorder, oppositional deficient disorder,
anxietas, depresi, gangguan autism, dan gangguan belajar. Oppositional deficient
disorder dan conduct disorder merupakan komorbiditas yang paling banyak
ditemui pada pasien GPPH. Pasien dapat marah, melakukan kekerasan, dan
tindakan kriminal yang melanggar pearturan. Pada oppositional deficient disorder
ditandai dengan berani melawan pendapat perturan yang ada, mulai dari berbicara
yang tidak baik dan kasar kepada orang yang lebih tua. Sedangkan, conduct
disorder, sang anak akan berbuat kekerasan, melakukan pencurian, menyiksa
binatangm dan lain-lain.
Sedangkan, gangguan anxietas merupakan komorbid yang terjadi.
Gangguan yang terjadi berupa gangguan cemas menyeluruh dan fobia sosial.
Gangguan depresi diderita 10-40% penderita GPPH. Ini ditandai dengan
kesedihan mendalam akibat ditolak teman-temannya, berpikir bahwa sekolah
adalah sesuatu yang negatif, kurang semangat, nafsu makan, dan lain sebagainya.
Lalu, gejala autism dapat ditemukan pada pasien GPPH, mulai dari terganggunya
fungsi komunikasi dan sosial, tindakan repetif, dan hiperaktif. Sedangkan,
substance abuse pada pasien GPPH biasanya terjadi akibat obat stimulant
Adderall, bukan hal yang lain. Sedangkan, gangguan belajar dapat terjadi akibat
16
pasien/ penderita tidak bisa fokus dalam belajar ataupun mengerjakan sesuatu.
Apabila dibiarkan, GPPH akan disertai gangguan belajar.12
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit ini dibagi menjadi medikamentosa dan
non-medikamentosa Pengobatan ini dilakuakan dengan evaluasi ketat. Pada tahun
pertama, pasien diharap evaluasi setiap minggunya. Sedangkan, pada tahun kedua,
pasien diharapkan evaluasi setiap bulan setalah melakukan kegiatan
psikoterapinya.
. Penatalaksanaan medikamentosa dilakukan dengan pemberian obat
psikostimulan dan obat non psikostimulan. Obat psikostimulan sendiri bekerja
dengan cara menghambat pengambilan dopamin dan noradrenalin, serta inisiasi
pengeluaran kedua neutrransmiter tersebut ke nervus terminalis..Obat ini,
berdasarkan cara kerjanya, terbagi menjadi obat kerja cepat dan lambat. Obat
kerja cepat yang dipakai adalah methyphenidate, amphetamine,
17
dextroamphetamine. Biasanya, obat kerja cepat bereaksi setlah . Sedangkan, obat
kerja lambat yang biasa dipakai adalah Addreal (campuran dextroamphetamine
dan amphetamine), dan Concerta. Obat kerja lambat ini bekerja sekitar 10-12 jam.
Oleh karena itu, banyak peresepan yang menggunakan obat kerja lambat,
sehingga mengurangi ada periode gejala GPPH muncul kembali. Efek samping
yang dalam penggunaaan obat ini adalah pertumbuhannya terhambat. Hal ini
dapat diatasi dengan penerapan sistem drug holiday pada saat liburan sekolah.
Sedangkan obat antistimulan yang dipakai dapat berupa Atomoxetine,
TCA, Buproprion, dan alfa adrenergic antagonis. Atomoxetine HCl merupakan
norephinepherine reuptake inhibitor. Obat ini berada di dalam tubuh selama 7
jam. Dosis yang tersedia adalah 10mg dan dapat diminum 1-2 kali sehari. TCA
merupakan obat lini kedua dari GPPH. Penggunaan TCA dalam penyakit GPPH
harus kurang dari 100mg dosisnya. TCA yang sering digunakan adalah
imipramine. Obat ini kontraindikasi pada pasien berpenyakit jantung dan
mempunyai efek sedasi, dan lelah. Sedangkan, bupropion merupakan
amtidepresan non TCA yang dapat dipakai, tetapi efeknya lebih rendah
dibandingkan TCA dan stimulant. Biasanya pada anak muda dimulai dari
pemakaian dosis 75mg 2x sehari, dan dapat ditingkatkan hingga dosis 300mg/per
hari. Efek samping obat ini, adalah mulut kering, insomnia, tremor, hingga kejang
pada dosis tinggi. Lalu, Alfa adrenergic anatgonis, seperti clonidine dan dapat
menurunkan gejala impulsif dan hiperaktif. Pemakaian alfa adrenergic anatagonis
harus dijaga tekanan darah dan denyut nadinya, karena mempunyai risiko
18
hipotensi. Selain itu, pemakaian obat ini harus dihentikan apabila didapati gejala
agitasi, nyeri dada, demam, sakit kepala6.
Kemudian, terapi non medikamentosa pada pasien dengan penyakit ini
adalah psikoterapi. Psikoterapi pada gangguan ini teradiri atas:
1. Psikoedukasi
Ini dilakukan melalui penjelasan dokter kepada pasien dan keluarga
mengenai gangguan yang dialami pasien, mulai dari etiologi, gejala,
kesulitan yang dialami, komplikasi, dan prognosis. Psikoedukasi mendorong
adanya intervensi sari banyak pihak. Intervensi dilakukan atas kerjasama
keluarga pasien dengan pihak sekolah untuk meningkatkan prestasi,
perilaku, dan produktivitas. Intervensi dapat berupa pemilihan kelas sesuai
minat pasien tersebut, mengurangi tugas, pemebrian tugas yang memberikan
stimulasi kepada pasien tersebut, penerapan pola hukuman (jika tidak
mengikuti peraturan, baik di rumah, maupun di sekolah).
2. Pelatihan akademik
Pelatihan akademik merupakan sesuatu yang diperlukan karena 10-92%
pasien GPPH mempunyai kesulitan dalam belajar. Pelatihan akademik yang
intensif dan berulang-ulang diperlukan, selain obat stimulan.
3. Terapi keluarga
Terapi keluarga dapat dimulai melalui pelatihan orang tua dalam mengatur
perilaku anak. Pelatihan tersebut meliputi identifikasi perilaku anak/ pasien,
menanamkan nilai dan penghargaan kepada sang anak, mengajarkan repon
19
dan perhatian kepada semua orang. Hal ini dapat mengurangi konflik
kelaurga pada pasien dengan penyakit GPPH.
4. Terapi Sosial
Terapi sosial merupakan terapi yang dilakukan dengan intervensi kognitif
dan perilaku. Ini biasanya dilakukan melalui program bermain bersama
kelompok, bermain berlatih peran, hingga binatang kesayangan dan boneka.
Hal ini menumbuhkan rasa pecaya diri, evaluasi, dan mengurangi pengaruh
negatif di sekelilingnya6.
2.8 Prognosis
Prognosis orang yang menderita GPPH adalah tidak baik. Hal ini disebabkan, data
menunjukkan hampir 50% orang yang telah diterapi, gejala atensi dan
impulsivitasnya masih ada. Selain itu, gejala GPPH berlangsung hingga dewasa.
Hanya gejala hiperaktifnya yang mereda. Apabila pasien tidak ditangani dengan
baik, maka pasien mempunyai risiko terjadinya conduct disorder. ADHD dengan
conduct disorder menyebabkan risiko terjadinya gangguan kepribadian antisosial.
Sedangkan, GPPH pada usia dewasa menyebabkan fungsi adaptasinya terganggu,
termasuk hubungan dengan seseorang dan pekerjaannya, serta meningkatkan
risiko adiksi6.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi, Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan
gangguan perilaku yang ditandai dengan karakteristik gangguan atensi, impuls,
dan hiperaktif. Etiologi dari gangguan ini belum diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor yang turut berperan, mulai dari genetic, neurotransmitter,
penurunan fungsi otak, dan psikososial. Gejala klinisnya dapat berupa tidak bisa
diam, sulit menyelesaikan tugas, sulit mengatur waktu, lupa dengan barangnya
sendiri, sulit diajak bicara, dan lain-lain. Ini menyebabkan dia tidak diterima di
lingkungan sosialnya. Apabila tidak ditangani dengan baik, anak akan mudah
menjadi depresi, atau dapat menjadi gangguan kepribadian antisosial. Terapi yang
diberikan adalah psikostimulan dan psikoterapi.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Erman. Gangguan Kurang Perhatian dan Hiperaktifitas pada Anak. Sari
Pediatri. 2002; 4(2): 54-58.
2. World Health Organization. Caring for children and adolescents with mental
disorders: setting WHO directions. 2003.
3. Masri, Machdawaty Dita Eka Novriana, Amel Yanis. Prevalensi Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas pada Siswa dan Siswi Sekolah Dasar
Negeri Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2014; 3(2): 141-146
4. Lange, Klaus W, Susanne Reichl Katharina M. Lange, Lara Tucha, Oliver
Tucha. The History of Attention Deficit Hyperactivity Disorder. Attention
Deficit Hyperactivity Disorder. 2010 Dec; 2(4): 241–255.
5. Visser SN, Blumberg SJ, Danielson ML, Bitsko RH, Kogan MD. State-Based
and Demographic Variation in Parent-Reported Medication Rates for
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder, 2007-2008. Prev Chronic Dis. Jan
2013;10:E09.
6. Benjamin J.; Sadock, Virginia A. Comprehensive Textbook of Psychiatry.
Edisi 8. New York: Lippincott Williams & Wilkins. 2005
7. Charney, Dennis, Kenneth L. Davis, Joseph T. Coyle, Charles Nemeroff.
Neuropsychopharmacology: The Fifth Generation of Progress. American
College of Neuropsychopharmacology. 2002.
22
8. Aese, Heidi, Terje Sagvolden. Moment-to-moment dynamics of ADHD
behavior. Behavioral and Brain Functions 2005, 9081-1-12
9. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder DSM-V. Washington DC: American Psychiatric Publishing.
2013
10. Johnson, Lydia G, Thomas Gueltri. ADHD: Is Objective Diagnostic Possible?
Psychiatry (Edgmont). 2005 Nov; 2(11): 44–53
11. Patel, Nitin, Mita Patel and Harsha Patel. ADHD and Comorbid Conditions,
Current Directions in ADHD and Its Treatment, Dr. Jill M. Norvilitis (Ed.),
ISBN: 978-953-307-868-7
12. Canadian ADHD Resource Alliance. CADDRA ADHD Assessment Toolkit
(Caat) Forms. 2014
23
Recommended