View
33
Download
4
Category
Preview:
DESCRIPTION
ggjgj
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan
Anak di Rumah Sakit Umum Daerah Koja, mengenai “Imunisasi”.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun,
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala - kendala yang penulis hadapi dapat
teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada Dr. Riza Mansyoer, SpA sebagai dokter pembimbing dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kesehatan Anak ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Penulis
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
diharapkan dari para pembaca.
Jakarta, 20 November 2013
Calvindra Leenesa
(030.08.064)
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………3
1.1. DEFINISI
IMUNISASI……………………………………………………………....3
1.2. TUJUAN PEMBERIAN
IMUNISASI……………………………………………….3
1.3. FISIOLOGI IMUNITAS
TUBUH……………………………………………………3
1.4. IMUNISASI DAN
VAKSINASI……………………………………………………..4
BAB II JENIS-JENIS IMUNISASI DAN TATA CARA PEMBERIANNYA…………………..6
2.1. JENIS-JENIS IMUNISASI…………………………………………………………..6
2.2. TATA CARA PEMBERIAN IMUNISASI…………………………………………10
BAB III JADWAL IMUNISASI DAN KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI………….15
BAB IV PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN………………………………...19
BAB V KESIMPULAN………………………………………………………………………….22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………23
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. DEFINISI IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi
penyakit. Dilihat dari cara timbulnya maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan
pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh,
bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang
diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin.
Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan langsung dimetabolisme oleh tubuh.
Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen
seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung
lebih lama karena adanya memori imunologi. 1
1.2. TUJUAN PEMBERIAN IMUNISASI
Beberapa dari tujuan imunsasi adalah sebagai berikut:
Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan
bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya
Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang
Menghilangkan penyakit tertentu pada populasi 2
1.3. FISIOLOGI IMUNITAS TUBUH
3
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks
terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua macam pertahanan tubuh
yaitu :
Mekanisme pertahanan nonspesifiik disebut juga komponen nonadaptif atau innate
artinya tidak ditujukan hanya untuk satu macam antigen, tetapi untuk berbagai macam
antigen.
Mekanisme pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap
satu jenis antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian
antigen berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada pengenalan
antigen pertama kali. Bila pertahanan nonspesifik belum dapat mengatasi invasi
mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme yang pertama
kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan oleh sel makrofag (APC = antigen
presenting cel). Pada sel T untuk antigen TD (T dependent) sedangkan antigen TI (T
independent) akan langsung diperoleh oleh sel B. 2,3
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas humoral. Imunitas
humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh antigen. Semua antibodi adalah
protein dengan struktur yang sama yang disebut imunoglobulin (Ig) yang dapat dipindahkan
secara pasif kepada individu yang lain dengan cara penyuntikan serum. Berbeda dengan
imunitas selular hanya dapat dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ
transplantasi oleh sel limfosit dan pada graft versus-host-disease.
Proses imun terdiri dari dua fase:
Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen (APC = antigen
presenting cells), sel limfosit B, limfosit T.
Fase efektor, diperankan oleh antibodi dan limfosit T efektor.5,8
1.4. IMUNISASI DAN VAKSINASI
Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi secara pasif, sedangkan istilah
vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang
pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem imun di dalam tubuh.
4
Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk, yaitu
imunoglobulin yang non-spesifik atau disebut juga gamaglobulin dan imunoglobulin yang
spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh atau baru saja mendapatkan
vaksinasi penyakit tertentu. Imunoglobulin non-spesifik digunakan pada anak dengan defisiensi
imunoglobulin sehingga memberikan perlindungan dengan segera dan cepat yang seringkali
dapat terhindar dari kematian. Hanya saja perlindungan tersebut tidaklah permanen melainkan
hanya berlangsung beberapa minggu saja. Selain itu cara tersebut juga mahal dan memungkinkan
anak justru menjadi sakit karena secara kebetulan atau karena suatu kecelakaan serum yang
diberikan tidak bersih dan masih mengandung kuman yang aktif. Sedangkan imunoglobulin yang
spesifik diberikan pada anak yang belum terlindungi karena belum pernah mendapatkan
vaksinasi dan kemudian terserang misalnya difteria, tetanus, hepatitis A dan B.
Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan paparan pada
suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan telah dibuat demikian rupa
sehingga tidak menimbulkan sakit namun memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel
memori. Cara ini menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup
memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan “infeksi ringan“ yang tidak berbahaya
namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila terjangkit penyakit yang
sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit karena tubuh dengan cepat membentuk
antibodi dan mematikan antigen / penyakit yang masuk tersebut. 1,5,7
Vaksinasi mempunyai keuntungan:
Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidupnya.
Vaksinasi cost-effective karena murah dan efektif.
Vaksinasi tidak berbahaya. Reaksi yang serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang
daripada komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara almiah. 5,7,11
5
BAB II
JENIS-JENIS IMUNISASI DAN TATA CARA PEMBERIANNYA
2.1. JENIS-JENIS IMUNISASI
Imunisasi BCG
Bacillus Calmette-Guerin.BCG adalah vaksin untuk mencegah penyakit TBC, orang
bilang flek paru. Meskipun BCG merupakan vaksin yang paling banyak di gunakan di dunia
(85% bayi menerima 1 dosis BCG pada tahun 1993), tetapi perkiraan derajat proteksinya sangat
bervariasi dan belum ada penanda imunologis terhadap tuberculosis yang dapat dipercaya.
Kekebalan yang dihasilkan dari imunisasi BCG ini bervariasi. Dan tidak ada
pemerikasaan laboratorium yang bisa menilai kekebalan seseorang pada penyakit TBC setelah
diimunisasi. Berbeda dengan imunisasi hepatitis B, kita bisa memeriksa titer anti-HBsAg pada
laboratotrium, bila hasilnya > 10 μg dianggap memiliki kekebalan yang cukup terhadap hepatitis
B.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan proteksi BCG berkurang jika telah
ada sensitisasi dengan mikobakteria lingkungan sebelumnya, tetapi data ini tidak konsisten.
Karena itu, BCG dianjurkan diberikan umur 2-3 bulan atau dilakukan uji tuberkulin dulu (bila
usia anak lebih dari 3 bulan) untuk mengetahui apakah anak telah terinfeksi TBC atau belum
(lihat jadwal imunisasi). Kekebalan untuk penyakit TBC tidak diturunkan dari ibu ke anak
(imunitas seluler), karena itu anak baru lahir tidak punya kekebalan terhadap TBC.
6
Perlu diketahui juga, derajat proteksi imunisasi BCG tidak ada hubungannya dengan hasil
tes tuberkulin sesudah imunisasi dan ukuran parut (bekas luka suntikan) dilengan. Jadi, tidak
benar kalau parutnya kecil atau tidak tampak maka imunisasinya dianggap gagal.
Imunsasi BCG diberikan dengan dosis 0,05 ml pada bayi kurang dari 1 tahun, dan 0,1 ml
pada anak. Disuntikkan secara intrakutan ke dalam lapisan kulit (bukan di otot). Bila
penyuntikan benar akan ditandai kulit yang menggelembung.
BCG ulang tidak dianjurkan karena manfaatnya diragukan.BCG tidak dapat diberikan
pada penderita dengan gangguan kekebalan seperti pada penderita lekemia (kanker darah), anak
dengan pengobatan obat steroid jangka panjang dan penderita infeksi HIV.
Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B ini merupakan imunisasi yang diwajibkan, lebih dari 100 negara
memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Jika menyerang anak, penyakit yang
disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB)
dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin
terjadi sirosis atau pengerutan hati.
Banyak jalan masuk virus hepatitis B ke tubuh anak. Yang potensial melalui jalan lahir.
Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah, bisa juga melalui alat-
alat medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B, seperti jarum
suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi. Bahkan juga bisa lewat sikat gigi
atau sisir rambut yang digunakan antar anggota keluarga.
Tidak ada gejala khas yang tampak secara kasat mata, bahkan oleh dokter sekalipun.
Fungsi hati kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis. Anak juga terlihat sehat, nafsu
makan baik, berat badan juga normal. Penyakit baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan
darah. Upaya pencegahan adalah langkah terbaik, jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai
kena Virus Hepatitis B, biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui
apakah membawa virus atau tidak. Selain itu, imunisasi merupakan langkah efektif untuk
mencegah masuknya virus hepatitis B.
Jumlah pemberian sebanyak 3 kali dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan
kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga. Usia pemberian sekurang-kurangnya
7
12 jam setelah lahir dengan syarat; kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-paru dan
jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu
pengidap VHB, selain imunisasi dilakukan tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B
dalam waktu sebelum usia 24 jam.
Lokasi penyuntikan pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi
di paha lewat anterolateral (antero= otot-otot bagian depan, lateral= otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
Tanda keberhasilan, tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat
dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis
B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahanya 8 tahun;
diatas 500, tahan 5 tahun; diatas 200 tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka
dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya 0 berarti si bayi harus disuntik ulang 3 kali
lagi.
Tingkat Kekebalan: Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya setelah 3 kali suntikan,
lebih dari 95% bayi mengalami respons imun yang cukup. Kontra indikasi, tidak dapat diberikan
pada anak yang sakit berat. 3
Polio
Imunisasi polio ada 2 macam, yang pertama oral polio vaccine atau yang sering dilihat
dimana mana yaitu vaksin tetes mulut. Sedangkan yang kedua inactivated polio vaccine, ini yang
disuntikkan. Kalau yang tetes mudah diberikan, murah dan mendekati rute penyakit aslinya,
sehingga banyak digunakan. Sedangkan injeksi, efek proteksi lebih baik tapi mahal dan tidak
punya efek epidemiologis. Selain itu saat ini MUI telah mengeluarkan fatwa agar pemakaian
vaksin polio injeksi hanya ditujukan pada penderita yang tidak boleh mendapat vaksin polio tetes
karena daya tahan tubuhnya lemah
Polio atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf
dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki. Walaupun dapat sembuh, penderita akan
pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil. Virus polio
menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen,
biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot
pernapasan. Virus polio menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau makanan
8
dan minuan yang dicemari. Pencegahannya dengan dilakukan menelan vaksin polio 2 (dua) tetes
setiap kali sesuai dengan jadwal imunisasi. 4,5
DPT
Deskripsi Vaksin DPT adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang
dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml
aluminium fosfat, thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis
tunggal sedikitnya 4 IU pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus. Komposisi tiap ml
mengandung toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf, toksoid tetanus yang dimurnikan 15 Lf B,
pertusis yang diinaktivasi 24 IU Aluminium fosfat 3 mg, Thimerosal 0,1 mg.
Dosis dan cara pemberian vaksin harus dikocok dulu untuk membuat homogeny
suspensi.Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau secara subkutan yang dalam.
Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian yang direkomendasikan untuk tempat
penyuntikkan. Penyuntikan di bagian pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena
dapat mencederai saraf pinggul. Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan
reaksi lokal, satu dosis adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan
syringe yang steril.
Di negara-negara dimana pertusis merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DPT
harus dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis
berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan
secara aman dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio
(OPV dan IPV), Hepatitis B, Hib dan vaksin Yellow Fever.
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DPT. Gejala-
gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius keabnormalan
pada saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertusis. Imunisasi DPT kedua tidak boleh
diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama DPT. Komponen
pertusis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini. Untuk
individu penderita virus human immunodefficiency (HIV) baik dengan gejala maupun tanpa
gejala harus diberi imunisasi DPT sesuai dengan standar jadwal tertentu.
Campak
9
Sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring
bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan
lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular dan mereka yang
daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus morbili
ini. Untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena campak setelah
itu biasanya tidak akan terkena lagi. Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air
ludah (droplet) penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu
(batuk, pilek, demam), mata kemerahan dan berair, anak merasa silau saat melihat cahaya.
Kemudian, disebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari.
Beberapa anak juga mengalami diare, satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun
naik, berkisar 38-40,5 derajat celcius. Kemudian akan muncul bercak-bercak merah yang
merupakan ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.
Awalnya haya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada, muka, tangan
dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di beberapa bagian tubuh saja
dan tidak banyak.
Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan sendirinya. Bercak
merahpun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik, disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya
bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan
waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini
tetaplah meminum obat yang sudah diberikan dokter. Menjaga stamina dan konsumsi makanan
bergizi, pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang muncul.
Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus campak.
Jika tidak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi komplikasi,
terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain bercaknya di sekujur tubuh,
gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari. Komplikasi yang terjadi biasanya berupa
radang paru-paru dan radang otak. Komplikasi ini yang umumnya paing sering menimbulkan
kematian pada anak.
Usia dan jumlah pemberian sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun.
Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Karena, antibodi dari ibu sudah menurun di
usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan
10
belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR
(Measles Mump Rubella). 5
2.2. TATA CARA PEMBERIAN IMUNISASI
Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak
divaksinasi.
Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi
ikutan yang tidak diharapkan.
Baca dengan teliti informasi tentang produk (vaksin) yang akan diberikan dan jangan
lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orang tua atau
pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan.
Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.
Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan dengan baik.
Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan. Periksa
tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang
menunjukkan adanya kerusakan.
Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain
untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch up vaccination) bila diperlukan.
Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai pemilihan jarum suntik,
sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan posisi bayi/anak penerima vaksin.
Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :
Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh apa yang
harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih
berat.
11
Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang
Pemberantasan Penyakit Menular.
Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk
mengejar ketinggalan bila diperlukan.
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot vastus lateralis atau
otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke arah lutut sedangkan untuk
suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak. Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat
terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 900.
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi dan
anak umur di bawah 12 bulan. Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara sepertiga otot
bagian tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat. Regio deltoid adalah
alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar (mereka yang telah dapat berjalan) dan
orang dewasa.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan adalah:
Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal.
Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap suntikan secara
adekuat.
Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila disuntikkan di daerah
gluteal.
Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat suntikan yang
menahun.
12
Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
Keadaan Bayi atau Anak sebelum Imunisasi 8,9
Orangtua atau pengantar bayi/anak dianjurkan mengingat dan memberitahukan secara
lisan atau melalui dafatr isian tentang hal-hal yang berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko
kejadian ikutan pasca imunisasi tersebut di bawah ini:
Pernah mengalami kejadian ikutan pasca imunisasi yang berat (memerlukan pengobatan
khusus atau perlu perawatan di rumah sakit).
Alergi terhadap bahan yang juga terdapat di dalam vaksin (misalnya neomisin).
Sedang mendapat pengobatan steroid jangka panjang, radioterapi, atau kemoterapi.
Tinggal serumah dengan orang lain yang imunitasnya menurun (leukimia, kanker,
HIV/AIDS).
Tinggal serumah dengan orang lain dalam pengobatan yang menurunkan imunitas
(radioterapi, kemoterapi, atau terapi steroid).
Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup (vaksin campak,
poliomielitis, rubela).
Pada 3 bulan yang lalu mendapat imunoglobulin atau tranfusi darah.
Menderita penyakit susunan saraf pusat.
13
Pencatatan Imunisasi dan Kartu Imunisasi 8
Setiap bayi/anak sebaiknya mempunyai dokumentasi imunisasi seperti kartu imunisasi
yang dipegang oleh orangtua atau pengasuhnya. Setiap dokter atau tenaga paramedis yang
memberikan imunisasi harus mencatat semua data-data yang relevan pada kartu imunisasi
tersebut. Orangtua/pengasuh yang membawa anak ke tenaga medis atau paramedis untuk
imunisasi diharapkan senantiasa membawa kartu imunisasi tersebut.
Data yang harus dicatat pada kartu imunisasi adalah sebagai berikut :
o Jenis vaksin yang diberikan, termasuk nomor batch dan nama dagang
o Tanggal melakukan vaksinasi
o Efek samping bila ada
o Tanggal vaksinasi berikutnya
o Nama tenaga medis/paramedis yang memberikan vaksin
14
BAB III
JADWAL IMUNISASI DAN KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI
Jadwal imunisasi di Indonesia
15
Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI = adverse events associated with vaccines,adverse
events following immunization) didefinisikan sebagai semua kejadian sakit dan kematian yang
terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin
dapat merupakan reaksi simpang (adverse effects) atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat
efek langsung vaksin. Reaksi simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologis, efek
samping (side effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang
16
umumnya secara klinis sulit dibedakan. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap protein telur (vaksin
campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan preservatif (neomisin,
merkuri), atau unsur lain yang terkandung dalam vaksin.5,9
Sesuai dengan manfaatnya di lapangan maka KN PP KIPI memakai kriteria WHO Western
Pasific untuk memilah KIPI dalam lima kelompok penyebab, yaitu :
1. Kesalahan program
2. Reaksi suntikan
3. Reaksi vaksin
4. Koinsiden, dan
5. Sebab tidak diketahui 9,10
Kesalahan program/teknik pelaksanaan imunisasi (programmatic errors)
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan
imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana
pemberian vaksin. Kesalahan tersebut misalnya dapat terjadi pada; dosis antigen (terlalu
banyak), lokasi dan cara menyuntik, sterilisasi semprit dan jarum suntik, jarum bekas pakai,
tindakan a dan antiseptic, kontaminasi vaksin dan peralatan suntik, penyimpanan vaksin,
pemakaian sisa vaksin, jenis dan jumlah pelarut vaksin dan tidak memperhatikan petunjuk
prosedur (petunjuk pemakaian, indikasi kontra).8,9
Induksi Vaksin (vaccine induced)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih
dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin, dan secara klinis biasanya ringan.Walaupun
demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan risiko
kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk
pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus,atau
17
berbagai tindakan dan perhatian lainya termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin
lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
Sebagai acuan dan perbandingan dapat dipakai rekomendasi dari Advisory Committee on
Immunization Practices dan Committee on Infectious Disease of the American Academy of
Pediatrics.8,10
Faktor kebetulan (coincidental)
Seperti telah disebutkan di atas, maka kejadian yang timbul ini terjadi secra kebetulan
saja setelah imunisasi. Indikator kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama
pada kelompok populasi setempat dengan karakteristik serupa yangtidak mendapat imunisasi
pada saat bersamaan.
Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokan ke dalam salah
satu penyebab lain maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini. Tetapi biasannya
dengan kelengkapan informasi lebih lanjut maka akan dapat ditentukan masih dalam kelompok
mana yang sesuai.3,5,8
BCG
Orangtua atau pengantar perlu diberitahu bahwa 2 minggu setelah imunisasi BCG dapat
timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2-4
bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut tanpa pengobatan
khusus. Bila ulkus mengeluarkan cairan orangtua dapat mengompres dengan cairan antiseptik.
Bila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar orangtua harus membawanya ke
dokter.7,8
Hepatitis B
Kejadian ikutan pasca imunisasi hepatitis B jarang terjadi. Segera setelah imunisasi dapat
timbul demam yang tidak tinggi, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan,
nyeri, rasa mual dan nyeri sendi. Orangtua atau pengasuh dianjurkan untuk memberi minum
lebih banyak (ASI atau air buah), jika demam pakailah pakaian yang tipis, bekas suntikan yang
18
nyeri dapat dikompres air dingin. Jika demam berikan parasetamol 15 mg/kgbb setiap 3-4 jam
bila diperlukan, boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Jika reaksi tersebut menjadi
berat dan menetap, atau jika orangtua merasa khawatir, bawalah bayi/anak ke dokter.
DPT
Reaksi yang dapat terjadi segera setelah vaksinasi DPT antara lain demam tinggi, rewel,
di tempat suntikan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan, yang akan terjadi dalam 2 hari.
DT
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi DT antara lain kemerahan, pembengkakan dan
nyeri pada bekas suntikan. Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres dengan air dingin.
Biasanya tidak perlu tindakan khusus.8,10
Polio Oral
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio, oleh karena itu orangtua/pengasuh
tidak perlu melakukan tindakan apapun.
Campak dan MMR
Reaksi yang dapat terjadi pasca vaksinasi campak dan MMR berupa rasa tidak nyaman di
bekas penyuntikan vaksin. Selain itu dapat terjadi gejala-gejala lain yang timbul 5-12 hari setelah
penyuntikan selama kurang dari 48 jam yaitu demam tidak tinggi, erupsi kulit kemerahan
halus/tipis yang tidak menular, pilek. Pembengkakan kelenjar getah bening kepala dapat terjadi
sekitar 3 minggu pasca imunisasi MMR.7,8
KIPI yang harus dilaporkan
1. Abses pada tempat suntikan
2. Semua kasus limfadenitis BCG
19
3. Semua kematian yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat berhubungan
dengan imunisasi.
4. Semua kasus rawat inap, yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat
berhubungan dengan imunisasi.
5. Insiden medik berat atau tidak lazim yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat
berhubungan dengan imunisasi.
Data yang harus dilaporkan
1. Data pasien
Riwayat perjalanan penyakit
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat imunisasi
Pemeriksaan penunjang yang berhubungan
2. Data pemberian vaksin
Nomor lot
Masa kadaluarsa
Pabrik pembuat vaksin
Kapan dan dari mana vaksin dikirim
Pemeriksaan penunjang tentang vaksin, apabila ada atau berhubungan
3. Data yang berhubungan dengan program
Perlakuan umum petugas kesehatan terhadap rantai dingin vaksin seperti:
Penyimpanan vaksin, apakah memebeku atau kadarluwarsa?
20
Perlakuan terhadap vaksin, apakah dikocok lebih dahulu?
Perlakuan setelah vaksinasi, misalnya apakah vaksin dibuang setelah
selesai pelaksanan imunisasi?
Perlakuan mencampur serta melakukan imunisasi
Apakah pelarut yang dipakai sudah benar?
Apakah pelarut steril?
Apakah dosis sudah benar?
Apakah vaksin diberikan dengan cara dan tempat yang benar?
Ketersediaan jarum dan semprit
Apakah setiap semprit steril digunakan oleh satu orang?
Perlakuan sterilasi peralatan apakah telah dilakukan?
4. Data sasaran lain
Jumlah pasien yang menerima imunisasi dengan vaksin nomor lot sama atau pada
masa yang sama atau keduanya, dan berapa pasien yang sakit serta gejalanya.
Jumlah sasaran yang diimunisasi dengan lot lain atau masyarakat yang tidak
diimunisasi tetapi penyakit dengan gejala yang sama. 8,10
BAB IV
PENYIMPANAN DAN TRANSPORTASI VAKSIN
21
Penyimpanan vaksin membutuhkan suatu perhatian khusus karena vaksin merupakan sediaan
viologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan. Vaksin akan rusak apabila
temperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari langsung seperti pada vaksin polio tetes dan
vaksin campak. Kerusakan juga dapat terjadi apabila terlalu dingin atau beku seperti pada
toksoid difteria, toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT, DT), Hib conjugate, hepatitis B dan
vaksin influenza.
Pada beberapa vaksin apabila rusak akan terlihat perubahan fisik. Pada vaksin DPT misalnya
akan terlihat gumpalan antigen yang tidak bisa larut lagi walaupun sudah dikocok sekuat
kuatnya. Sedangkan vaksin lain tidak akan berubah penampilan fisik walaupun potensinya sudah
hilang/berkurang. Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Dengan demikian kita harus
yakin betul bahwa cara penyimpanan yang kita lakukan sudah benar dan menjamin potensi
vaksin tidak akan berubah.
Lemari Pendingin untuk Penyimpanan Vaksin yang Aman
Termometer ruangan di bagian tengah lemari pendingin harus ada, temperatur dicek dan
dicatat secara teratur setiap hari.
Lemari pendingin harus ditutup rapat, tidak boleh ada kebocoran pada sekat pintu
Lemari pendingin tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan atau minuman.
Botol plastik berisi es atau air garam diletakan di baigan bawah lemari pendingin untuk
mempertahankan keseimbangan temperatur dalam ruang lemari pendingin, terutama
apabila sedang tidak ada arus listrik.
Lemari pendingin boleh dibuka seminimal mungkin
Defrosting harus dilakukan secara teratur pada lemari pendingin yang tidak frost free
untuk mencegah terbentuknya gumpalan es di ruang pembeku. (9,10,11)
Letakan vaksin di rak bagian atas atau tengah, jangan di rak bagian bawah atau di daun
pintu karena perubahan temperatur terlalu besar apabila pintu dibuka-tutup terlalu sering
22
Jangan memenuhi lemari pendingin dengan vaksin secara berlebihan karena akan
menggangu sirkulasi udara dingin dalam lemari pendingin.
Selama dilakukan defrosting atau pembersihan lemari pendingin, maka vaksin harus
dipindahkan ke lemari pendingin lainnya atau disimpan dalam kotak berisolasi yang
berisi es atau ice pack.
Prosedur yang harus diperhatikan waktu menggunakan vaksin:
Vaksin yang sudah kadaluarsa harus segera dikeluarkan dari lemari pendingin untuk
mencegah terjadinya kecelakaan.
Vaksin harus selalu ada di dalam lemari pendingin sampai saatnya dibutuhkan, semua
vaksin yang sudah tidak digunakan lagi harus dikembalikan ke dalam lemari pendingin.
Di lemari pendingin vaksin yang sudah terbuka atau sedang dipakai diletakan dalam satu
wadah/tempat khusus sehingga segera dapat dikenali.
Vaksin BCG yang sudah keluar masuk lemari pendingin selama pemeriksaan klinik harus
dibuang pada saat akhir klinik.
Vaksin polio oral dapat cepat dicairkan dan cepat pula dibekukan kembali sampai 10 kali
tanpa kehilangan potensi vaksin. Vaksin polio oral dapat dipakai beberapa kali
pemeriksaan poliklinik asalkan memenuhi syarat-syarat belum kadaluarsa dan vaksin
disimpan dalam lemari pendingin penyimpan vaksin yang memadai.
Untuk vial vaksin multidosis yang mengandung bakteriostatik misalnya DPT, vial yang
terpakai dibuang bila sudah kadaluarsa atau terkontaminasi.
Vaksin yang tidak mengandung bakteriostatik segera dibuang dalam waktu 24 jam
apabila sudah terpakai.
Vaksin campak dan MMR yang sudah dilarutkan agar dibuang setelah 8 jam.
Vaksin Hib yang sudah dilarutkan harus dibuang setelah 24 jam. 9,10
23
BAB V
KESIMPULAN
Imunisasi bertujuan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk
antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit. Walaupun cakupan
24
imunisasi tidak sama dengan 100% tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak
mendapatkan imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu “herd immunity”.
Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur 2-3 bulan dengan selang 4-8
minggu sebanyak 3 kali akan memberikan perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1
tahun. Imunisasi campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup.
Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup apabila telah diberikan 4
kali.
Vaksin sebagai suatu produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak
diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara penerima yang satu dengan
penerima lainnya. Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian sakit yang
terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan dengan imunisasi. Penyebab
kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/teknik
pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan penyebab tidak diketahui. Gejala
klinis KIPI dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri,
kemerahan, nodul/pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan. Gejala sistemik antara lain
panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Jenson: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th edition, Saunders.
2010. Hal 620-623.
25
2. Kim J Overby. Pediatric Health Supervision dalam Rudolph’s Pediatric, Edisi 20, United
States of America: 2006. Hal 29-36.
3. Roitt I, Brostoff J, Male D. Introduction to the immune system. Immunology. Toronto:
Mosby. 2006.
4. Ranuh IGN, Hariyono S, Pedoman Imunisasi di Indonesia, Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Edisi 4, Jakarta, 2011.
5. Ranuh IGN, Hariyono S, Pedoman Imunisasi di Indonesia, Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Edisi 2, Jakarta, 2005.
6. WHO. Immunization Hand Book. Geneva: WHO. 2006.
7. WHO. Global polio eradication initiative. Monovalen oral polio vaccine. 2006.
8. National Health and Medical Research Council. National Immunization Program. The
Australian Immunization Hand Book. Edisi ke-9. Commonwealth of Australia, 2008.
9. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan
Kejadian Ikutan Paska Imunisasi. Depkes RI. Jakarta. 2005.
10. Direktorat Jendral PPM dan PL. Pedoman Teknis Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2005.
26
Recommended