Sholikhah D0210060... · Web viewKarena menganggap ketetapan KPU cacat hukum dan terjadi kecurangan...

Preview:

Citation preview

KECENDERUNGAN LIPUTAN BERITA SENGKETA HASIL

PEMILU PRESIDEN 2014

(Studi Analisis Isi mengenai Kecenderungan Liputan Berita Sengketa Hasil

Pemilu Presiden 2014 pada Surat Kabar Media Indonesia dan Seputar

Indonesia periode 22 Juli – 22 Agustus 2014)

Imroatush Sholikhah

Pawito

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sebelas Maret Surakarta

Abstract

Media Indonesia and SINDO newspapers were chosen as the research object because the involvement of the owners both newspapers in the political world where both are members of the coalition of different parties in the presidential election of 2014, Surya Paloh (owner of Media Indonesia) joined in the coalition "Indonesia Hebat" and Tanoe Soedibyo (SINDO newspaper owner) joined the coalition "Merah Putih". This research is descriptive quantitative content analysis method. The purpose of this study was to determine whether there is a difference tendency and neutrality of news coverage disputes results in 2014 Presidential Election on Media Indonesia newspaper and newspaper SINDO the period 22 July to 22 August 20214 seen from of the tendency of news category, the placement of the news pages and news sources.

To achieve the purposes of this study, the researcher compared the data obtained from Media Indonesia and the data obtained from the Koran Sindo based on the calculation of frequencies and percentages from each newspaper. This research is expected to give a contribution to the content analysis study on national newspapers and can provide inputs to the Media Indonesia and SINDO newspaper.

Keyword: pers, media neutrality, content analysis

1

Pendahuluan

Pada tahun 2014, menjadi saat bagi seluruh warga negara Indonesia

melakukan pemilihan Presiden yang ke-tiga kalinya. Setelah Pemilu legislatif pada

tanggal 9 Juni 2014, bursa Capres dan Cawapres hanya dimeriahkan oleh dua

pasangan saja yaitu pasangan Jokowi-Jusuf Kalla yang diusung partai PDI-P dan

pasangan Prabowo-Hatta yang diusung partai Gerindra. Masing-masing dari kedua

Capres dan Cawapres tersebut membentuk koalisi yang dikenal sebagai Koalisi

Indonesia Hebat yang mendukung Jokowi-Jusuf Kalla dan Koalisi Merah Putih yang

mendukung Prabowo-Hatta. Partai politik yang berkoalisi dengan Jokowi diantaranya

adalah: Partai Nasdem, Partai Hanura dan PKB. Sedangkan untuk partai politik yang

berkoalisi dengan Prabowo diantaranya adalah: Partai Golkar, PKS, PAN, PBB dan

PPP.

Media massa seperti surat kabar, majalah, radio dan televisi menempati posisi

yang strategis dalam pemilihan umum, dimanapun, tak terkecuali di Indonesia.

Keterkaitan media massa dengan pemilihan umum mencakup spektrum yang luas

termasuk misalnya pemberitaan, iklan, publikasi hasil jajak pendapat mum, debat

calon dan talkshow (Pawito, 2012: 85).

Pelaksanaan Pemilu Presiden tahun 2014 yang berlangsung diseluruh wilayah

Indonesia merupakan ujian indenpendesi dan kredibilitas sebuah media massa

maupun jurnalis itu sendiri. Tugas media dalam Pemilu Presiden pada dasarnya

adalah menyajikan informasi yang tidak memihak dan gagasan-gagasan kepentingan

umum dari Pemilu Presiden serta bertindak selaku pengawas.

Seiring dengan perkembangan ilmu teknologi dan komunikasi, media massa

tumbuh tidak hanya menjadi kekuatan pengontrol kekuasaan, tetapi telah menjadi

kekuatan ekonomi, budaya dan politik yang baru. Media telah menjadi “power” baru

yang apabila dibiarkan terus-menerus menjadi ancaman bagi demokrasi. Kebijakan

perusahaan media tentu sangat mempengaruhi porsi sajian berita. Awak media sudah

semestinya orang-orang yang mempunyai ideologi personal yang tentu saja juga

dipengaruhi dan dibentuk oleh ideologi media tersebut. Oleh karena itu mereka

2

memiliki pandangan tertentu terhadap setiap tahapan khususnya berita mengenai

Pemilu Presiden 2014.

Dengan agenda setting masing-masing media, banyak kepentingan yang

bermain dalam media yang membuat kualitas pemberitaan sangat tergantung pada

kebijakan institusi. Tugas media untuk menyampaikan pemberitaan apa adanya yang

netral berubah menjadi kepentingan terselubung dari institusi media tersebut.

Idealnya berita bertujuan untuk menyebarkan realitas sosial kepada masyarakat, tetapi

kenyatannya memang jauh dari realitas yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan

sosial masyarakat. Berarti lebih merupakan hasil rekonstruksi tertulis dari realitas

sosial (Sumadiria, 2005: 64).

Pelaksanaan Pemilu Presiden 2014 ini sarat dengan polemik. Bermula dari awal

kampanye terbuka yang diwarnai dengan berbagai pelanggaran selama masa

kampanye terbuka, keberpihakan media pada masing-masing Capres, kampanye

hitam (black campaign) oleh masing-masing pendukung kedua kubu, kisruh hasil

quick count, hingga sengketa hasil Pemilu Presiden yang harus diselesaikan melalui

meja hijau.

Ketika KPU menetapkan pasangan Jokowi- Jusuf Kalla sebagai pemenang pada

tanggal 22 Juli 2014, kubu Prabowo tidak dapat menerima keputusan KPU tersebut.

Setelah menyatakan akan menarik diri dari semua proses pemilu, akhirnya Prabowo-

Hatta membawa kasus perselisihan hasil Pemilu Presiden 2014 ini ke meja hijau

untuk diproses lebih lanjut. Tanggal 25 Juli 2014, Prabowo-Hatta bersama kuasa

hukumnya melaporkan beberapa kecurangan yang ditemui olehnya dan tim suksesnya

selama Pemilu Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan demikian dalam pandangan orang banyak telah terjadi perbedaan sikap

dan pendapat antara dua pihak yang bersengketa. Karena menganggap ketetapan KPU

cacat hukum dan terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif, maka

pihak pertama yaitu Prabowo-Hatta mengkehendaki agar keputusan KPU yang

menetapkan pasangan Jokowi-JK sebagai pemenang Pemilu Presiden 2014 dapat

dianulir. Serta pihak kedua yaitu Jokowi-JK yang mengkehendaki agar keputusan

3

KPU dapat disahkan secara hukum. Melalui media massa kedua pihak ini telah

berusaha membentuk opini publik, tujuannya adalah untuk mempengaruhi keputusan

Mahkamah Konstitusi.

Kaitannya dengan Pemilu Presiden 2014, media massa memiliki peran-peran

penting selama periode pemilihan umum. Dalam hubungan ini peran-peran yang

dimaksud mencakup dua sisi sekaligus yakni di satu sisi media massa digunakan oleh

partai politik, elite politik, para calon, para kader dan simpatisan untuk kepentingan

kampanye dengan tujuan akhir memperoleh dukungan suara; dan di sisi lain media

massa juga digunakan oleh publik (warga masyarakat calon pemilih) dengan

intensitas, pola, dan motif yang beragam sebagai bentuk partisipasi politik yang,

sampai tingkat tertentu setidaknya, boleh jadi mempengaruhi pendapat, sikap, serta

keputusan-keputusannya dalam menentukan pilihan/dukungan (Pawito, 2012: 85).

Berita mengenai Pemilu Presiden 2014, khususnya gugatan hasil Pemilu

Presiden ke Mahkamah Konstitusi menjadi menarik untuk diteliti karena berita

tersebut merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran sistem demokrasi

bagi masyarakat. Isu-isu yang beredar pasca Pemilu Presiden 2014 cukup mendapat

sorotan dan mempunyai nilai berita yang layak dimuat oleh media massa. Apalagi

dalam hubungannya dengan kekuasaan media menempati posisi yang strategis

terutama karena anggapan dan kemampuannya sebagai sarana legitimasi (Sobur,

2001:30). Polemik pasca Pemilu Presiden 2014 memiliki nilai berita yang tinggi

sehingga mempunyai porsi pemberitaan yang lebih pada surat kabar harian Media

Indonesia dan Koran SINDO.

Pemilihan Media Indonesia dan Koran SINDO sebagai obyek penelitian

dikarenakan kemampuan kedua media cetak tersebut dalam memenuhi kebutuhan

informasi masyarakat. Selain itu Media Indonesia yang dimiliki oleh Surya Paloh

yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat dan Koran SINDO yang dimiliki oleh

Hary Tanoesoedibyo yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih menarik untuk

dicermati bagaimana media tersebut memberitakan berita tentang sengketa hasil

4

Pemilu Presiden 2014. Apakah kedua media tersebut akan memberitakan dengan

netral apa adanya atau justru terkesan membela salah satu pihak yang bersengketa.

Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan kecenderungan dan netralitas dalam membentuk opini

publik mengenai berita sengketa hasil Pemilu Presiden 2014 berdasarkan frekuensi

dalam kategori penempatan halaman berita, arah kecenderungan berita dan sumber

berita antara surat kabar harian Media Indonesia dan Koran SINDO periode 22 Juli-

22 Agustus 2014?

Landasan Teori

1. Komunikasi Politik

Sebagai suatu bidang kajian, studi komunikasi politik mencakup dua

disiplin dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu ilmu politik dan ilmu komunikasi. Dan

Nimmo mendefinisikan komunikasi politik sebagai “Communication activity

considered political by virtue of consequences (actual and potential) which

regulate human conduct under condition of conflict” (Subiakto dkk, 2012: 19).

Dalam sistem politik, komunikasi berfungsi menjembatani antara situasi

kehidupan politik yang ada pada suprastruktur politik dengan infrastruktur

politik, yang sekaligus pula menciptakan kondisi politik yang stabil. Komunikasi

politik merupakan sarana pendidikan politik atau sosialisasi politik dalam

hubungannya dengan kehidupan kenegaraan.

Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan

sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak

berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian

komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar

sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik.

5

Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses

komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR.

Secara umum komunikasi politik dipandang sebagai proses. Komunikasi

politik merupakan kegiatan yang terus-menerus berlangsung. Artinya, apa yang

terjadi sekarang sebenarnya merupakan kelanjutan dari apa yang terjadi

sebelumnya dan semua akan disambung dengan apa yang terjadi di waktu yang

akan datang. Sebagai suatu proses, komunikasi politik dapat dipahami dengan

melibatkan setidaknya lima unsur: (a) pelibat (aktor atau partisipan), (b) pesan,

(c) saluran, (d) situasi atau konteks, dan (e) pengaruh atau efek (Pawito, 2009:

6).

2. Pers dan Media Massa

Media massa seperti yang dikemukakan oleh Althusser dan Gramsci

yaitu alat yang digunakan untuk menyampaikan pendapat atau aspirasi baik

itu dari pihak masyarakat maupun dari pihak pemerintah atau Negara (Sobur,

2001:30). Media massa mempunyai kekuatan yang sangat signifikan dalam

usaha mempengaruhi khlayaknya. Keberadaan media massa mempunyai

peranan penting dalam usaha memberikan informasi penting bagi

masyarakat, pengetahuan yang dapat memperluas wawasan, sarana hiburan

sebagai pelepas ketegangan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah peranan

media sebagai kontrol sosial untuk memberikan kritik maupun mendukung

kebijakan pemerintah agara memotivasi masyarakat.

Pengertian pers adalah usaha-usaha dari alat-alat komunikasi massa

untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota masyarakat akan penerangan,

hiburan atau keinginan mengetahui peristiwa-peristiwa atau berita-berita yang

telah/akan terjadi di sekitar mereka khususnya dan dunia umumnya, biasanya

berwujud dalam bentuk surat kabar-surat kabar, majalah-majalah, buletin-

6

buletin, kantor-kantor berita, lain-lain media yang tercetak, atau diusahakan

melalui radio, televisi, dan lain sebagainya (Taufik, 1997:7).

Secara garis besar, pers mengandung dua pengertian, yaitu pers dalam

arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit yaitu yang

menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan

barang cetakan, seperti surat kabar, majalah, buku dan sebagainya. Sedangkan

pers dalam arti luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang

dilakukan dengan media cetak maupun denga media elektronik seperti radio,

televisi maupun internet (Kusumaningrat, 2005:15).

Sebagai salah satu produk dari media massa, surat kabar/pers memiliki

beberapa fungsi dasar, yaitu (Effendy, 1981: 99):

a. Menyiarkan informasi (to inform)

b. Mendidik (to educate)

c. Menghibur ( to entertain)

d. Mempengaruhi (to influence)

3. Opini Publik

Opini publik dalam arti luas merupakan keseluruhan cara hidup bangsa;

“kultur” manusia bisa dilihat melalui ilustrasi pemberian dukungan pada pihak

yang lemah atau keinginan bertindak sportif. Opini publik mencakup sikap dan

perilaku mendukung yang terfokuskan di seputar persoalan yang menjadi

perdebatan publik. Bila tujuan telah tercapai, opini yang mendukung itu

cenderung lenyap (Malik dan Iriantara, 1994:110).

Noelle-Neumann mendefinisikan opini publik sebagai berikut:

“Attitudes or behaviors one must express in public if one is not to isolate

oneself: in areas of controversy or change, public opinion are those attitudes one

can express without running the danger of isolating oneself (Morissan, 2013:

527).

7

Munculnya opini publik meliputi dua sebab, yaitu direncanakan dan

tidak direncanakan. Sebuah opini publik yang tidak direncanakan muncul karena

tidak mempunyai tujuan atau target tertentu, hanya sekedar memberikan

informasi kepada masyarakat mengenai suatu permasalahan yang harus mereka

ketahui. Opini seperti ini tidak di bentuk oleh suatu kelompok atau institusi

tertentu, ia muncul secara alamiah. Sedangkan opini yang direncanakan

kemunculannya telah direncanakan, maka keorganisasian, media penyalur dan

target tertentu yang menjadi sasaran telah jelas. Opini seperti ini muncul untuk

mempengaruhi opini publik yang sudah berkembang di masyarakat atau sengaja

untuk melengkapi opini publik lain yang sudah diyakini masyarakat. Dalam

dunia politik hal demikian sudah sangat wajar terjadi.

Media massa mempunyai pengaruh yang besar dalam proses

pembentukan opini publik. Opini publik banyak digunakan oleh media massa

maupun kaum politisi untuk memperoleh dukungan masyarakat atas suatu

permasalahan tertentu. Media massa berfungsi menyebarluaskan opini publik

yang menghasilkan pendapat atau pandangan yang dominan. Bernald Hennessy

(1990) mengatakan bahwa salah satu yang diperbuat media massa sebenarnya

adalah mempengaruhi keputusan politik dengan memberikan atau tidak

memberikan publikasi atas isu tertentu kepada calon dan pembuat kebijakan

(Olii dan Erlita, 2011: 68).

4. Agenda Setting

McCombs dan Donald Shaw meminjam istilah “agenda setting” dari

Bernard Cohen (1963) melalui laporan penelitiannya mengenai fungsi khusus

media massa. Dalam penelitiannya itu Cohen mengemukakan pernyatannya yang

terkenal yang sering disebut sebagai matra dari agenda setting: “The mass media

may not successful in telling us what to think, but they are stunningly successful

in telling us what to think about” (Morissan, 2013: 495).

8

Secara singkat teori ini mengatakan bahwa media massa (khususnya

berita) tidak selalu memberitahu apa yang kita pikir, tapi media tersebut benar-

benar berhasil memberitahu kita apa yang harus kita lakukan. Media membentuk

agenda-agenda melalui pemberitaan, sedangkan masyarakat akan mengikutinya.

Menurut asumsi teori ini media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan

mengarahkan perhatian masyarakat pada suatu peristiwa atau gagasan tertentu.

Media mengatakan kepada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting,

media pun mengatur apa yang harus kita lihat, termasuk tokoh siapa yang harus

kita dukung.

Agenda setting terjadi karena media massa sebagai gatekeeper harus

selektif dalam menyampaikan berita. Media harus memilih mana isu yang harus

diberitakan dan bagaimana memberitakan isu tersebut kepada masyarakat. Apa

yang diketahui publik mengenai suatu isu pada waktu tertentu sebagian besar

ditentukan oleh proses penyaringan berita yang dilakukan media massa. Dalam

hal ini agenda setting dapat di bagi menjadi dua level. Level pertama

membangun isu umum yang dinilai penting dan level kedua adalah menentukan

bagian-bagian atau aspek-aspek dari isu umum tersebut yang di nilai penting.

Level kedua sama pentingnya dengan level pertama karena memberitahu kita

bagaimana cara media massa membingkai isu atau melakukan framing terhadap

isu tertentu yang akan dijadikan agenda publik.

Menurut Everett Rogers dan James Dearing (1988) agenda setting

merupakan proses linear yang terdiri atas tiga tahap yaitu: (Morissan, 2013: 498)

a. Penetapan “agenda media” (media agenda) yaitu penentuan prioritas isu oleh media massa.

b. Media agenda dalam cara tertentu akan mempengaruhi atau berinteraksi dengan apa yang dipikirkan publik maka interaksi tersebut akan menghasilkan “agenda publik” (public agenda).

c. Agenda publik akan berinteraksi sedemikian rupa dengan apa yang dinilai penting oleh pengambil kebijakan yaitu pemerintah, dan interaksi tersebut akan menghasilkan “agenda kebijakan” (policy agenda). Agenda media akan mempengaruhi agenda publik, dan pada gilirannya agenda publik akan mempengaruhi agenda kebijakan.

9

5. Analisis Isi

Analisis isi merupakan metode penelitian yang digunakan untuk

mengetahui simpulan dari sebuah teks. Atau dengan kata lain, analisis isi

merupakan metode penelitian yang ingin mengungkap gagasan penulis yang

termanifestasi maupun yang laten. Oleh karenanya, secara praksis metode ini

dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan, seperti; menjembatani isi dari

komunikasi internasional, membandingkan media atau ‘level’ dalam komunikasi,

mendeteksi propaganda, menjelaskan kecenderungan dalam konten komunkasi,

dan lain-lain Dengan demikian, analisis isi lebih akrab digunakan di bidang

komunikasi.

Dalam buku Metode Penelitian Sosial karya Bagong Suyanto dan

Sutinah (2004: 126), metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik

sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat

untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi terbuka dari

komunikator yang dipilih.

Dari pemahaman diatas dapat dipaparkan beberapa prinsip analisis isi,

yaitu:

a. Obyektif

b. Sistematis

c. Kuantitatif

d. Manifest (isi yang nyata)

Secara umum, prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan

pelaksanaan studi analisis isi terdiri atas beberapa tahapan langkah, yaitu:

a. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesisnya

b. Melakukan sampling terhadap sumber-sumber data yang telah dipilih

c. Pembuatan kategori yang dipergunakan dalam analisis

d. Pendataan suatu sampel dokumen yang telah dipilih dan melakukan

pengkodean.

e. Interpretasi/ penafsiran data yang diperoleh

10

Metodologi

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskrkiptif kuantitatif dengan metode

analisis isi. Data diperoleh dari surat kabar harian Media Indonesia dan Koran

SINDO yang memuat berita tentang konflik hasil Pemilu Pesiden 2014 di Indonesia

pada periode 22 Juli-22 Agustus 2014. Data dikumpulkan dengan menggunakan

coding sheet yang dibuat berdasarkan kategori-kategori sebelumnya. Pengumpulan

data ini dilakukan dengan mencatat, menyeleksi dan mengkode data yang diperlukan

sesuai tujuan penelitian.

Sajian dan Analisis Data

Dari data yang telah dikumpulkan dari surat kabar Media Indonesia dan Koran

SINDO antara pengkoding 1 dan pengkoding 2. Setelah melakukan pengkodingan

oleh peneliti dan pengkoding 1 dan 2 maka hasil uji reliabilitas untuk tiap kategori

dari isi pemberitaan mengenai sengketa hasil Pemilu Presiden 2104 dapat disajikan

pada tabel berikut:

Tabel 1.1Hasil Uji Reliabilitas pada Surat Kabar Harian Media Indonesia dan Koran

SINDO

KategoriMedia Indonesia Koran SINDO

CR Pi CR PiArah Kecenderungan Berita 94% 86% 91% 79%

Penempatan Berita 91% 88% 94% 83%

Sumber Berita 93% 91% 90% 86%

Tabel 1.2Perbandingan Frekuensi Berita mengenai Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014

antara Surat Kabar Media Indonesia dan Koran SINDO periode 22 Juli-22 Agustus 2014

11

No Kategori FrekuensiMedia

IndonesiaKoran SINDO

1Arah

Kecenderungan Berita

Mendukung Disahkannya Keutusan KPU 54 3

Menolak Disahkannya Keputusan KPU 3 64

Netral 19 22Jumlah 76 89

2 Penempatan Berita

Halaman Depan Headline 13 6Halaman Depan tidak

Headline 7 13Halaman Belakang - -

Halaman Dalam 56 70Halaman Khusus - -

Jumlah 76 89

3 Sumber Berita

Pemerintah 15 13

Kubu Jokowi-JK 24 15

Kubu Prabowo-Hatta 33 67

Penyelenggara Pemilu 34 46

Pemutus Perkara 26 26

Pengamat 26 41

Masyarakat Umum 7 6

Sumber Lainnya 9 3

Jumlah 174 217

Analisa data akan membandingkan antara data yang diperoleh dari surat kabar

harian Media Indonesia dan Koran SINDO. Dari analisa data inilah nantinya akan

dapat di lihat bagaimana perbandingan perbedaan penyajian berita tentang sengketa

hasil Pemilu Presiden 2104 pada kedua surat kabar tersebut. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan rumus Chi Square.

1. Kategori Arah Kecenderungan Berita

12

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan atau tidak, maka akan di

uji dengan menggunakan rumus Chi Square.

Tabel 1.3Frekuensi yang diharapkan (E) Kategori Arah Kecenderungan Berita Sengketa

Hasil Pemilu Presiden 2014 Periode 22 Juli-22 Agustus 2014

Arah Kecenderungan Berita

Media Indonesia Koran SINDO Jumlah

Mendukung disahkannya keputusan KPU

76 x 57165

=26,25 89 x 57165

=30,75 57Menolak disahkannya

keputusan KPU76 x 67

165=30,86 89 x 67

165=36,14 67

Netral76 x 41

165=18,88 89 x 41

165=22,12 41

Jumlah 76 89 165Sumber: Tabel 1.2

Tabel 1.4Nilai X² Kategori Arah Kecenderungan Berita Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014

Periode 22 Juli-22 Agustus 2014

Surat Kabar

Arah KecenderunganBerita

O E O – E (O – E)² (O−E) ²E

Media

Indonesia

Mendukung disahkannya keputusan KPU 54 26,25 27,75 770,06 29,34Menolak disahkannya keputusan KPU 3 30,86 -27,86 776,18 25,15

Netral 19 18,88 0,12 0,014 0,0007

Koran

SINDO

Mendukung disahkannya keputusan KPU 3 30,75 -27,75 770,06 25,04Menolak disahkannya keputusan KPU 64 36,14 27,86 776,18 21,48

Netral 22 22,12 -0,12 0,014 0,0007X² 101,01

13

Sumber: Tabel 1.3

Sementara df = (3 – 1) x (2 – 1) = 2

Nilai X² = 101,01 dengan derajat kebebasan (df) = 2, kemudian dibandingkan

dengan tabel kritis Chi Kuadrat. Nilai Chi Square pada derajat kebebasan (df) 2 dan

taraf signifikansi 0,05 adalah 5,991. Ternyata nilai X² melampaui nilai kritis Chi

Square, yang berarti ada perbedaan yang signifikan pada surat kabar harian Media

Indonesia dan Koran SINDO dalam kategori arah kecenderungan berita.

2. Kategori Penempatan Berita

Kategori penempatan berita dalam penelitian ini adalah halaman depan headline,

halaman depan tidak headline, halaman belakang, halaman dalam dan halaman

khusus. Untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan atau tidak dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 1.5Frekuensi yang diharapkan (E) Kategori Penempatan Berita Sengketa Hasil

Pemilu Presiden 2014 Periode 22 Juli-22 Agustus 2014

Kategori Penempatan Berita

Media Indonesia Koran SINDO Jumlah

Halaman Depan Headline

76 x 19165

=8,75 89 x 19165

=10,25 19Halaman Depan tidak

Headline76 x 20

165=9,21 89 x 20

165=10,79 20

Halaman Belakang - - -

Halaman Dalam 76 x 126165

=58,04 89 x 126165

=67,96 126Halaman Khusus - - -

Jumlah 76 89 165

Sumber: Tabel 4.4

Tabel 1.6

14

Nilai X² Kategori Penempatan Berita Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014 Periode 22 Juli-22 Agustus 2014

Surat Kabar

Arah KecenderunganBerita

O E O – E (O – E)² (O−E) ²E

Media

Indonesia

Halaman Depan Headline 13 8,75 4,25 18,06 2,06Halaman Depan tidak Headline 7 9,21 -2,21 4,88 0,53

Halaman Belakang - - - - -

Halaman Dalam 56 58,04 -2,04 4,16 0,07

Halaman Khusus - - - - -

Koran

SINDO

Halaman Depan Headline 6 10,25 -4,25 18,06 1,76Halaman Depan tidak Headline 13 10,79 2,21 4,88 0,45

Halaman Belakang - - - - -

Halaman Dalam 70 67,96 2,04 4,16 0,06

Halaman Khusus - - - - -X² 4,93

Sumber: Tabel 1.4

Sementara df = (5 – 1) x (2 – 1) = 4

Nilai X² = 4,93 dengan derajat kebebasan (df) = 4, kemudian dibandingkan dengan

tabel kritis Chi Kuadrat. Nilai Chi Square pada derajat kebebasan (df) 2 dan taraf

signifikansi 0,05 adalah 9,488. Ternyata nilai X² kurang dari nilai kritis Chi Square,

yang berarti dalam kategori penempatan berita, tidak ada perbedaan yang signifikan

pada surat kabar harian Media Indonesia dan Koran SINDO.

3. Kategori Sumber Berita

Kategori sumber berita dalam penelitian ini adalah pemerintah, kubu Jokowi-JK,

kubu Prabowo-Hatta, penyelenggara Pemilu, pemutus perkara, pengamat, masyarakat

15

umum dan sumber lainnya. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan

atau tidak dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8Frekuensi yang diharapkan (E) Kategori Penempatan Berita Sengketa Hasil

Pemilu Presiden 2014 Periode 22 Juli-22 Agustus 2014

Kategori Sumber Berita

Media Indonesia Koran SINDO Jumlah

Pemerintah174 x28

391=12,46 217 x28

391=15,54 28

Kubu Jokowi-JK174 x39

391=17,36 217 x39

391=21,64 39

Kubu Prabowo-Hatta174 x100

391=44,50 217 x100

391=55,50 100

Penyelenggara Pemilu174 x80

391=35,60 217 x80

391=44,40 80

Pemutus Perkara174 x52

391=23,14 217 x 52

391=28,86 52

Pengamat174 x67

391=29,82 217 x67

391=37,18 67

Masyarakat Umum174 x13

391=5,79 217 x13

391=7,21 13

Sumber Lainnya174 x12

391=5,34 217 x12

391=6,66 12

Jumlah 174 217 391Sumber: Tabel 4.6

Tabel 4.9Nilai X² Kategori Penempatan Berita Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014 Periode

22 Juli-22 Agustus 2014

Surat Kabar Sumber Berita O E O – E (O – E)²

(O−E) ²E

Pemerintah 15 12,46 2,54 6,45 0,52

16

Media

Indonesia

Kubu Jokowi-JK 24 17,36 6,64 44,09 2,54

Kubu Prabowo-Hatta 33 44,50 -11,5 132,25 2,97

Penyelenggara Pemilu 34 35,60 -1,6 2,56 0,07

Pemutus Perkara 26 23,14 2,86 8,18 0,35

Pengamat 26 29,82 -3,82 14,59 0,49

Masyarakat Umum 7 5,79 1,21 1,46 0,25

Sumber Lainnya 9 5,34 3,66 13,40 2,51

Koran

SINDO

Pemerintah 13 15,54 -2,54 6,45 0,42

Kubu Jokowi-JK 15 21,64 -6,64 44,09 2,04

Kubu Prabowo-Hatta 67 55,50 11,5 132,25 2,38

Penyelenggara Pemilu 46 44,40 1,6 2,56 0,06

Pemutus Perkara 26 28,86 -2,86 8,18 0,28

Pengamat 41 37,18 3,82 14,59 0,39

Masyarakat Umum 6 7,21 -1,21 1,46 0,20

Sumber Lainnya 3 6,66 -3,66 13,40 2,01

X² 17,48Sumber: Tabel 4.4

Sementara df = (8 – 1) x (2 – 1) = 7

Nilai X² = 17,48 dengan derajat kebebasan (df) = 7, kemudian dibandingkan

dengan tabel kritis Chi Kuadrat. Nilai Chi Square pada derajat kebebasan (df) 7 dan

taraf signifikansi 0,05 adalah 14,067. Ternyata nilai X² melampaui nilai kritis Chi

Square, yang berarti dalam kategori sumber berita, ada perbedaan yang signifikan

pada surat kabar harian Media Indonesia dan Koran SINDO.

17

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam

menyajikan berita mengenai sengketa hasil Pemilu Presiden 2014, terdapat perbedaan

yang signifikan pada kategori arah kecenderungan berita dan kategori sumber berita

antara surat kabar Media Indonesia dan Koran SINDO. Sedangkan pada kategori

penempatan berita tidak ada perbedaan yang signifikan antara surat kabar Media

Indonesia dan Koran SINDO dalam menanggapi isu sengketa Hasil Pemilu Presiden

2014.

Surat kabar harian Media Indonesia dan Koran SINDO sama-sama menganggap

berita mengenai sengketa hasil Pemilu Presiden 2014 penting, menarik dan memiliki

nilai berita sehingga mereka menurunkan berita mengenai isu tersebut. Di lihat dari

frekuensinya, surat kabar harian Koran SINDO memiliki jumlah frekuensi berita yang

lebih besar daripada surta kabar harian Media Indonesia yaitu 89 item berita pada

Koran SINDO dan 76 item berita pada Media Indonesia.

Kedua surat kabar masing-masing mempunyai agenda media yang berbeda untuk

mempengaruhi opini publik khalayak. Media Indonesia berusaha membangun opini

publik bahwa pelaksanaan Pemilu Presiden 2014 yang dilaksanakan oleh KPU sudah

sesuai dengan undang-undang dan gugatan yang diajukan oleh kubu Prabowo-Hatta

bahwa pelaksanaan Pilpres 2104 terjadi banyak kecurangan terstruktur, sistematis dan

massif (TSM) yang dilakukan oleh KPU itu kabur dan tidak benar. Sedangkan Koran

SINDO berusaha membangun opini publik melalui bahwa pelaksanaan Pemilu

Presiden 2014 ini sarat dengan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan massif

(TSM) dan KPU dinilai gagal melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga harus

dilaksanakan pemilu ulang.

Saran

18

Saran yang dapat diberikan oleh peneliti setelah menganalisis data adalah

sebagai berikut :

1. Media massa diharapkan mampu menjalankan fungsi sebagai pilar ke kempat

demokrasi suatu negara dan fungsi kontrol sosial atau pengawasan. Bukan

hanya sebagai pemberi informasi saja melainkan ikut memberikan solusi

tanpa melibatkan diri dalam setiap kepentingan.

2. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, awak media perlu memahami

prinsip cover both side dalam memilih narasumber. Karena hampir seluruh

pemberitaan yang diturunkan oleh Media Indonesia ataupun Koran SINDO

dinilai tidak netral karena narasumber yang dipilih cenderung membela salah

satu pihak yang bersengketa.

3. Mengacu pada Kode Etik Jurnalistik dan undang-undang pers, perlu

diperhatikan kebebasan bagi wartawan. Intervensi yang dilakukan bisa

merusak kebebasan pers yang telah dicanangkan di Indonesia. Intervensi

yang dilakukan oleh pemilik media tidak seharusnya dilakukan karena

melanggar Kode Etik Jurnalistik.

4. Khalayak diharapkan lebih kritis dalam menyikapi pemberitaan yang

disajikan oleh media massa khususnya mengenai sengketa hasil Pemilu

Presiden 2014. Karena pada kenyataannya media massa berusaha

membentuk dan mempengaruhi opini publik, sehingga informasi yang

disajikan media merupakan informasi yang telah dipilih oleh awak media.

Daftar Pustaka

Effendy, O Uchjana. 1981. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: AlumniKusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2005. Jurnalistik, Teori dan

Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya

Malik, Deddy Djamaluddin dan Yosal Iriantara. 1994. Komunikasi Persuasif. Bandung: Remaja Rosdakarya

19

Morissan. 2013. Teori Komunikasi Individu hingga Massa. Jakarta: Prenada Media Group

Pawito. 2009. Komunikasi Politik Media Massa dan Kampanye Pemilihan. Yogyakarta: Jalasutra

_____ . 2012. Pemilihan Umum Legislatif 2009 dan Media Massa: Jalan Menuju Peningkatan Kualitas Demokrasi. Surakarta: UNS Pres

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja RosdakaryaSubiakto, Henry dan Rachmah Ida. 2012. Komunikasi Politik, Media, & Demokrasi.

Jakarta: Kencana Prenada Media GrupSumadiria, Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature: Panduan

Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa Rekatama MediaTaufik. 1997. Sejarah dan Perkembangan Pers Indonesia. Jakarta: PT. Triyodo

20

Recommended