View
172
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk menjaga kelangsungan hidup sebuah perusahaan atau
lembaga usaha milik pemerintah, maka diperlukan suatu penanganan dan
pengelolaan sumber daya yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan
baik. Bagi pihak manajemen, selain dituntut untuk dapat
mengkoordinasikan penggunaan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan secara efisien dan efektif, juga dituntut untuk dapat
menghasilkan keputusan-keputusan yang menunjang terhadap pencapaian
tujuan perusahaan di masa yang akan datang. Sebuah perusahaan
ataupun lembaga usaha baik milik pemerintah maupun swasta dituntut
untuk lebih memaksimalkan kinerjanya dalam berbagai kegiatan. Dalam
melakukan kegiatan tersebut di dalam sebuah perusahaan atau lembaga
usaha diperlukan manajemen yang baik, yang bisa mengelola keuangan
dengan maksimal.
Selain itu manajemen juga perlu melakukan penilaian atas kinerja
keuangannya per periode sehingga berdasarkan hasil kinerja tersebut tim
manajemen dapat mengetahui maju mundurnya perusahaan tersebut, yang
nantinya akan berguna bagi perusahaan di masa yang akan datang,
khususnya kemampuan perusahaan secara likuiditas.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) merupakan salah satu
unit usaha milik daerah, yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi
masyarakat. Sebuah perusahaan yang didirikan oleh pemerintah daerah
yang dapat meningkatkan pendapatan daerah. Perusahaan Air Minum
1
Daerah (PDAM) yang pada awalnya menguasai penyediaan air bersih
diseluruh Indonesia termasuk di Kota Bima, akhir – akhir ini mengalami
tantangan baik dengan kehadiran perusahaan air minum kemasan isi ulang
yang harganya relatif terjangkau serta kecendrungan masyarakat di Kota
Bima yang memanfaatkan sumur bor, sehingga menyebabkan jumlah
pelanggan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima
mengalami penurunan.
Dengan adanya penurunan pelanggan tersebut, akan
memberikan dampak pada pengelolaan keuangan Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Cabang Bima, karena dengan menurunnya jumlah
pelanggan tersebut akan menurunkan pula pendapatan yang diperoleh
oleh PDAM Cabang Bima, sementara biaya operasional termasuk biaya
pemeliharaan jaringan pipa air bersih yang dibutuhkan tidaklah sedikit.
Fenomena ini akan mempengaruhi terhadap tingkat likuiditas pada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima.
Tingkat Likuiditas pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Cabang Bima mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh menurunnya
pendapatan yang diakibatkan menurunnya jumlah pelanggan, serta adanya
kewajiban jangka pendek yang harus segera dipenuhi seperti biaya
pemeliharaan jaringan pipa air bersih.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dalam penyusunan skripsi dengan judul:
“Analisa Tingkat Likuiditas pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Cabang Bima”.
2
1.2 Identifikasi Masalah
Sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini
penulis dapat mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Menurunnya jumlah pelanggan sehingga menyebabkan pendapatan
yang diperoleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima
ikut menurun sehingga mempengaruhi tingkat likuiditas.
2. Biaya operasional yang diperlukan cukup besar sehingga
mempengaruhi tingkat likuiditas pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalah yang hendak diteliti sebagai berikut :
“Seberapa baikkah tingkat likuiditas pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima”.
1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.
Adapun yang menjadi tujuan dan kegunaan dalam penelitian ini
adalah:
1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui tingkat likuiditas pada Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Cabang Bima.
1.4.2 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Akademik
Sebagai salah syarat untuk mendapatkan kebulatan studi
jenjang Sarjana (S1) pada program studi Manajemen Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima.
3
2. Secara Praktis
Sebagai bahan masukan untuk Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima dalam mengambil kebijakan untuk
mempertahankan tingkat likuiditas yang baik.
1.5 Asumsi Penelitian
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
mandiri yaitu variabel yang tidak terikat dengan variabel lain dengan
anggapan bahwa faktor lain tetap (Ceteris Paribus). Adapun variabel
mandiri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat likuiditas pada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima.
1.6 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel perlu diberikan dengan maksud
mempermudah pemahaman terhadap variabel penelitian yang dimaksud.
Maka yang dimaksud dengan Tingkat Likuiditas adalah kemampuan untuk
memenuhi atau membayar kewajiban keuangan jangka pendek yang harus
segera dipenuhi. Dalam hal ini tingkat kemampuan Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Cabang Bima dalam memenuhi kewajiban keuangan
jangka pendek yang harus segera dipenuhi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Keuangan
Laporan Keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses
pencatatan, suatu ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama
satu tahun buku yang bersangkutan (Baridwan, 2000: 17). Sedangkan
definisi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam
bukunya Standart Akuntansi Keuangan 1994 dikatakan bahwa laporan
keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan, laporan
keuangan yang lengkap biasanya meliputi: neraca, laba rugi, laporan
keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai bentuk seperti laporan
arus kas, dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian
integral dari laporan keuangan).
Laporan yang dibuat oleh manajemen merupakan alat untuk
mempertanggungjawabkan kepada pemilik perusahaan atas kepercayaan
yang telah diberikan (Munawir, 1995: 2). Pertanggungjawaban pimpinan
perusahaan itu dituangkan dalam bentuk laporan keuangan hanyalah
sampai pada penyajian secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha
dalam suatu periode sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang
dilaksanakan secara konsisten.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan Laporan
keuangan adalah ringkasan dari suatu proses pencatatan suatu ringkasan
dari transaksi - transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang
bersangkutan yang biasanya meliputi:neraca, laporan laba rugi, dan
laporan perubahan modal.
5
S. Munawir (2002 : 13), sebelum menganalisa dan menafsirkan
suatu laporan keuangan, seorang penganalisa harus mempunyai
pengertian yang mendalam tentang bentuk- bentuk maupun prinsip–prinsip
penyusunan laporan keuangan serta masalah–masalah yang mungkin
timbul dalam penyusunan laporan. Berikut ini akan dibahas tentang bentuk
dan prinsipnya tiap–tiap macam laporan keuangan.
1. Neraca
Neraca adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang serta
modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Jadi tujuan
neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan
pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu dimana buku–buku
ditutup dan ditentukan sisanya pada suatu akhir tahun fiskal atau tahun
kalender, sehingga neraca sering disebut dengan Balance Sheet.
Dengan demikian neraca terdiri dari tiga bagian utama yaitu S.
Munawir (2002 : 14),:
a. Aktiva
Dalam pengertian aktiva tidak terbatas pada kekayaan
perusahan yang berwujud saja, tetapi juga termasuk pengeluaran
yang belum dialokasikan atau biaya yang masih harus dialokasikan
pada penghasilan yang akan datang, serta aktiva yang tidak
berwujud lainnya. Dimana pada dasarnya aktiva dapat
diklasifikasikan menjadi dua :
1) Aktiva lancar, yaitu uang kas dan aktiva lainnya yang dapat
diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai,
dijual atau dikonsumer dalam periode berikutnya (paling lama
satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan yang
normal).
6
2) Aktiva tidak lancar, yaitu aktiva yang mempunyai umur
kegunaan relatif permanen. Aktiva ini meliputi : Investasi jangka
panjang, aktiva tetap, aktiva tetap tidak berwujud, beban yang
ditangguhkan.
b. Hutang
Hutang adalah semua kewajiban keuangan kepada pihak lain
yang belum terpenuhi, dimana hutang merupakan sumber dana
atau modal perusahaan dari kreditur S Munawir (2002 :18). Hutang
pada umumnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Hutang lancar
Merupakan kewajiban keuangan perusahaan yang
pelunasannya atau pembayarannya akan dilakukan dalam
jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan
menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan..
Hutang lancar meliputi: hutang dagang, hutang wesel, hutang
pajak, biaya yang masih harus dibayar, hutang jangka panjang
yang segera jatuh tempo, penghasilan yang diterima di muka.
2) Hutang Jangka Panjang
Merupakan kewajiban keuangan yang jangka waktu
pembayarannya akan dilakukan dalam jangka panjang (lebih
dari satu tahun sejak tanggal neraca). Hutang jangka panjang
meliputi : hutang obligasi, hutang hipotik, pinjaman jangka
panjang yang lainnya.
c. Modal
Menurut S. munawir (2002 : 19), modal adalah hak atau
bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditunjukkan
dalam modal saham, surplus dan laba yang ditahan.
7
Bambang Riyanto (2001:227), modal pada umumnya dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik
perusahaan yang ditanam dalam perusahaan untuk waktu tidak
tentu lamanya.
2) Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan
yang sifatnya sementara bekerja dalam perusahaan dan bagi
perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan
hutang yang pada saatnya harus dibayar kembali.
Dalam pembuatan suatu neraca perusahaan, maka bentuk
susunan neraca tidak ada keseragaman di antara perusahaan
tergantung pada tujuannya yang dicapai. Tetapi pada umumnya bentuk
neraca yang digunakan ada yang berbentuk skontro adalah neraca
yang disusun dengan bentuk tanda “T”, dimana bentuk skontro ini
semua aktiva tercantum di sebelah kiri atau debet dan hutang serta
modal tercantum di sebelah kanan atau kredit. Sedangkan bentuk
susunan neraca staffel adalah dengan menyusun elemen neraca
secara vertikal dengan susunan aktiva lancar, aktiva tetap, hutang
jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal.
2. Laporan Laba Rugi
Menurut S. Munawir (2002 : 26), Laporan laba rugi adalah suatu
laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya ,laba rugi yang
diperoleh oleh perusahaan selama periode tertentu. Walaupun belum
ada keseragaman tentang susunan laporan laba rugi bagi tiap–tiap
perusahaan namun prinsip–prinsip pada umumnya diterapkan sebagai
berikut :
8
a. Bagian yang pertama menunjukkan penghasilan yang diperoleh
dari usaha pokok perusahaan (penjualan barang dagangan atau
memberikan servis) diikuti dengan harga pokok dan barang atau
servis yang dijual sehingga memperoleh laba kotor.
b. Bagian kedua menunjukkan biaya–biaya operasional yang terdiri
dari penjualan dan biaya umum atau administrasi (operational
Expenses).
c. Bagian ketiga menunjukka hasil–hasil yang diperoleh di luar
operasional pokok perusahaan (Non Operational atau Financial
Income dan Expenses).
d. Bagian keempat kembali menunjukkan laba atau rugi yang
diperoleh perusahaan dan laba setelah dikurangi dengan pajak
pendapatan akan diperoleh laba setelah pajak.
3. Laporan Laba Yang Ditahan
Menurut S Munawir (2002 : 27), daftar laporan laba ditahan
merupakan laporan keuangan yang tidak kalah pentingnya bagi
perusahaan. Pada laporan ini, laba atau rugi yang timbul secara
insidentil dapat diklasifikasikan tersendiri dalam laporan-laporan Rugi-
laba atau tercantum dalam “laba yang ditahan” atau dalam “laporan
perubahan modal”, tergantung pada konsep yang dianut perusahaan.
Kalau perusahaan mengikuti clean surplus principle atau all inclusive
consept, maka semua rugi laba insidentil nampak dalam laporan rugi
laba, dan dalam laporan laba yang ditahan hanya berisi net income
yang ditransfer dari laporan rugi laba, deklarasi (pembayaran) deviden,
tetapi kalau perusahaan mengikuti non clean surplus concept atau
current operating performance, maka dalam laporan rugi laba hanya
menentukan hasil dari operasi normal periode itu, sedang rugi laba
9
yang timbul secara insidentil nampak dalam laporan perubahan modal
atau laporan laba ditahan.
2.2 Analisis Rasio
2.2.1 Pengertian Analisis Rasio
Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting
untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan
dan hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan. Data keuangan
tersebut akan lebih berarti bagi pihak yang berkepentingan apabila
data tersebut diperbandingkan dengan dua periode atau lebih dan
analisa lebih lanjut sehingga dapat diperoleh data yang akan
mendukung keputusan yang akan diambil.
Analisis rasio adalah suatu metode analisis untuk
mengetahui hubungan dari pos - pos tertentu dalam neraca atau
laporan rugi laba secara individu atau kombinasi dari kedua laporan
tersebut (Munawir,1995:37). Rasio menggambarkan suatu
hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dan
dengan menggunakan alat analisa berupa rasio akan dapat
menjelaskan dan menggambarkan kepada penganalisa tentang
baik buruknya keadaan posisi keuangan suatu badan usaha
terutama apabila angka rasio tersebut dapat dibandingkan dengan
angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar. Sebagai
standar atau pembanding penganalisa dapat ditentukan alternatif
sebagai berikut:
a. Didasarkan pada catatan kondisi keuangan dan hasil operasi
perusahaan tahun-tahun yang lampau.
10
b. Didasarkan pada rasio dari perusahaan lain yang menjadi
pesaingnya dipilih satu perusahaan alternatif yang tergolong
maju dan berhasil.
c. Didasarkan pada data laporan keuangan yang dibudgetkan
(disebut “goal rasio”).
d. Didasarkan pada rasio industri, dimana perusahaan yang
bersangkutan masuk sebagian.
Munawir, (1995:67) menyatakan bahwa rasio bukanlah
merupakan angka pembanding yang ideal atau bukanlah
merupakan ukuran yang pasti, tetapi standar rasio dapat digunakan
sebagai pedoman atau pegangan bagi penganalisa.
Apabila dalam pembanding ini terdapat penyimpangan yang
cukup besar maka perlu bagi penganalisa untuk mengadakan
penelitian lebih jauh. Sebab penyimpangan tersebut mungkin sekali
ditimbulkan oleh hal-hal luar biasa yang hanya terjadi dalam
perusahaan yang dianalisis.
Dalam mengadakan pembanding rasio, penganalisis jangan
hanya berpegang pada standar rasio saja tetapi harus
memperhatikan rasio yang data keuangannya sedang dianalisis.
Dengan membandingkan angka rasio periode sekarang dengan
angka periode yang lalu akan diketahui perubahannya.
2.2.2 Penggolongan Rasio
Menurut Munawir, (1995:68) pada dasarnya macam atau
jumlah angka-angka rasio, itu banyak sekali karena rasio dapat
dibuat menurut kebutuhan penganalisa, namun demikian angka-
angka rasio yang ada pada dasarnya dapat digolongkan menjadi
dua kelompok. Golongan yang pertama adalah berdasarkan sumber
11
data keuangan yang merupakan unsur atau elemen dari angka
rasio tersebut dan penggolongan yang kedua adalah didasarkan
pada tujuan penganalisa.
Berdasarkan sumber datanya maka angka rasio dapat
dibedakan antara :
a. Rasio-rasio neraca (balance sheet rasio) yang tergolong dalam
kategori ini adalah semua rasio yang semua datanya diambil
atau bersumber pada neraca, misalnya current rasio, acid test
rasio.
b. Rasio-rasio Laporan Rugi laba (income statement rasio) yaitu
angka – angka rasio yang dalam penyajiannya semua datanya
diambil dari laporan Rugi-laba, misalnya gross profit margin, net
operating margin, operating rasio dan lain sebagainya.
c. Rasio-rasio antar laporan (interatatement rasio) ialah semua
angka rasio yang penyusunannya datanya berasal dari neraca
da data lainnya dari laporan rugi-laba,misalnya tingkat
perputaran persediaan (inventory turn over), tingkat perputaran
piutang (account receivable turn over).
Tujuan tiap penganalisa pada umumnya adalah untuk
mengetahui tingkat rentabilitas, solvabilitas dan likuiditas dari
perusahaan yang bersangkutan, oleh karena itu angka-angka rasio
pada dasarnya juga dapat digolongkan antara (1) rasio-rasio
likuiditas, (2) rasio-rasio solvabilitas, (3) rasio-rasio rentabilitas dan
rasio-rasio lain yang sesuai dengan kebutuhan penganalisa
misalnya rasio-rasio aktivitas (Munawir ,1995: 69).
Menurut (Riyanto,2001:331) pengelompokan rasio keuangan
sebagai berikut :
12
a. Rasio likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk
mengukur likuiditas perusahaan (current rasio, Acid test rasio).
b. Rasio Leverage adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk
mengukur sampai berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai
dengan utang (Debt to total assets rasio, Net worth to debt rasio
dan lain sebagainya).
c. Rasio-rasio aktivitas yaitu rasio-rasio yang dimaksudkan untuk
mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam
mengerjakan sumber-sumber dananya (inventory turnover,
average collection period dan lain sebagainya.
d. Rasio-rasio profitabilitas yaitu rasio-rasio yang menunjukkan
hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan kemampuan-
kemampuan (Profit margin on sales, Return on total assets,
return on net worth dan lain sebagainya).
2.3 Likuiditas
2.3.1 Pengertian Likuiditas
Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah
kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban
finansialnya yang segera harus dipenuhi (Bambang
Riyanto,2001:25). Sedangkan menurut (Muslich, 2003:47) likuiditas
menunjukkan tingkat kemudahan relatif suatu aktiva untuk segera
dikonversikan ke dalam kas yang sedikit atau tanpa penurunan nilai,
serta tingkat kepastian tentang jumlah kas yang dapat diperoleh.
Menurut Munawir (2002:31), likuiditas adalah menunjukan
kemampuan suatu perushaan untuk memenuhi kewajiban
keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan
13
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat
ditagih.
Menurut Bambang Riyanto (2001:25), likuiditas adalah
berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan
untuk memenuhi kewaiiban finansialnya yang segera harus
dipenuhi.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar
sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala
kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi, dikatakan
bahwa perusahan tersebut adalah likuid sebaliknya yang tidak
mempunyai kemampuan membayar adalah ilikuid.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pengertian
likuiditas dimaksudkan sebagai perbandingan antara jumlah uang
tunai dan aktiva lain yang dapat disamakan dengan uang tunai
disuatu pihak dengan jumlah hutang lancar dipihak lain (likuiditas
perusahaan).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat penulis
simpulkan bahwa pengertian likuiditas adalah kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi atau membayar kewajiban keuangan
jangka pendek yang harus segera dipenuhi.
2.3.2 Faktor-faktor yang Menentukan Likuiditas
Pengukuran likuiditas dilakukan dengan membandingan
harta lancar dengan hutang lancar. Adapun faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dapat dibagi dalam tiga bagian sebagai berikut:
1. Besarnya investasi pada harga tetap dibandingkan dengan
seluruh dana jangka panjang
14
Pemakaian dana untuk pembelian harta tetap adalah salah satu
sebab utama dari keadaan tidak likuid. Jika makin banyak dana
dipergunakan untuk harta tetap maka sisanya untuk membiayai
kebutuhan jangka pendek tinggal sedikit. Oleh sebab itu rasio
likuiditas menurun. Kemerosotan tersebut hanva dapat dicegah
dengan menambah dana jangka panjang untuk menutup
kebutuhan harta tetap yang meningkat.
a) Volume kegiatan perusahaan
Peningkatan voIume kegiatan perusahaan akan menambah
kebutuhan dana untuk membiayai harta Iancar. Sebagian
dari kebutuhan tersebut dipenuhi dengan meningkatkan
hutang-hutang. Tetapi jika hal-hal lain tetap, investasi jangka
panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan modal kerja
sangat diperlukan agar rasio dapat dipertahankan.
b) Pengendalian harta lancar
Apabila pengendalian kurang baik terhadap besarnya
investasi dalam persediaan dan piutang menyebabkan
adanya investasi yang melebihi daripada yang seharusnya,
maka sekali lagi rasio akan turun dengan tajam, kecuali
apabila disediakan lebih banyak dana jangka panjang.
Kesimpulannva ialah bahwa perbaikan dalam pengendalian
investasi semacam ini akan dapat memperbaiki rasio
likuditas.
Memperbaiki posisi likuditas hanya dapat dilaksanakan dengan:
a. Menambah lebih banyak dana jangka panjang baik dari
pemegang saham ataupun dengan pinjaman
15
b. Mengembalikan posisi investasi dengan menjual beberapa
harta tetap
c. Mengatur harta lancar secara Iebih efisien
2.3.3 Cara Meningkatkan Tingkat Likuiditas
Menurut Bambang Riyanto (2001), apabila kita mengukur
tingkat likuiditas dengan menggunakan “current rasio” sebagai alat
ukurnya. Maka tingkat likuiditas atau current rasio suatu
perusahaan dapat ditingkatkan dengan jalan sebagai berikut:
a. Dengan utang lancar (current liabilities) tertentu diusahakan
untuk menambah aktiva lancar (current assets).
b. Dengan aktiva lancar tertentu, diusahakan untuk mengurangi
jumlah utang lancar.
c. Dengan mengurangi jumlah utang lancar bersama-sama
dengan mengurangi aktiva lancar. Hal ini dapat berlaku jika
current rasio itu lebih dari satu.
2.3.4 Arti Penting Likuiditas
Arti pentingnya likuiditas bagi setiap perusahaan akan
sangat dirasakan pada berbagai akibat yang merugikan atau tidak
dapat digunakannya kesempatan untuk memperoleh laba, jika
perusahaan berada dalam keadaan tidak (kurang) likuid.
Berbagai kemungkinan rugi atau tidak dapat digunakannya
kesempatan untuk memperoleh laba itu misalnya :
a. Aspek likuiditas merupakan suatu tingkat kemampuan yang
bersifat relatif. Karena itu apabila perusahaan berada dalam
keadaan kurang likuid, ada kemungkinan perusahaan tidak bisa
memanfaatkan kesempatan potongan (pembelian, tunai) yang
ditawarkan oleh para leveransiernya. Sebagai akibatnya
16
perusahaan terpaksa beroperasi pada tingkat biaya yang tinggi
sehingga mengurangi kesempatan untuk meraih laba yang lebih
besar.
b. Likuiditas merupakan tingkat kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban-kewajiaban jangka pendek baik yang
menyangkut kebutuhan operasional maupun utang kepada
leverensir dan banker (pihak ekstern). Keadaan yang
kurang/tidak likuid kemungkinan akan menyebabkan
perusahaan tidak bisa melunasi hutang jangka pendek pada
tanggal jatuh temponya. Dalam posisi demikian kadang-kadang
perusahaan terpaksa menarik pinjaman baru dengan tingkat
bunga yang relatif tinggi, menjual investasi jangka panjang atau
aktiva tetapnya untuk melunasi hutang jangka pendek tersebut.
Jika keadaan tidak (kurang) likuid demikian seriusnya, hal ini
akan cenderung untuk menuju kebangkrutan.
c. Bagi para pemilik (perusahaan) keadaan kurang/tidak likuid
berarti mengurangi (kesempatan) untuk meraih keuntungan
yang lebih besar, atau kehilangan kontrol terhadap sebagian
atau seluruh modal yang diinvestasikan. Dalam perusahaan-
perusahaan dimana tanggung jawab para pemilik tidak terbatas
pada modal yang ditanamkan, kerugian (akibat likuidasi) itu
bahkan bisa lebih dari jumlah penanaman modalnya, seperti
pada bentuk Persekutuan misalnya.
d. Bagi para kreditur perusahaan, keadaan tidak (kurang) likuid
dari perusahaan dimana ia memberikan kredit berarti
penundaan akan pengumpulan atas bunga dan pokok pinjaman
yang diberikan. Keadaan ini bahkan kemungkinan bisa berarti
17
sebagai suatu awal kerugian yang akan diderita atas sebagian
dari atau seluruh jumlah bunga beserta pokok pinjaman
tersebut, bagi kreditur yang bersangkutan.
e. Para langganan seperti halnya para leveransir atas barang-
barang dan jasa bagi perusahaan, kemungkinan juga akan
terpengaruh oleh keadaan tidak/kurang likuid yang sedang
dialami perusahaan. Pengaruh atau akibat yang dirasakan oleh
para langganan itu mungkin berupa ketidak mampuan
perusahaan didalam melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
telah diatur dalam kontrak, atau kehilangan arti (manfaat)
hubungannya dengan perusahaan sebagai supplier bagi
langganan yang bersangkutan.
Dari berbagai akibat yang dapat terjadi karena keadaan
tidak (kurang) likuid seperti dikemukakan itu, dapatlah dipahami
bahwa pengukuran atau penilaian terhadap aspek likuiditas didalam
dunia usaha dianggap sebagai suatu persoalan yang penting.
Begitu pentingnya aspek likuiditas ini sehingga eksistensi
perusahaan akan disangsikan, apabila perusahaan tidak lagi
berkemampuan cukup untuk membayar kewajiban-kewajiban
jangka pendek pada tanggal jatuh temponya. Apabila hal ini terjadi
pada perusahaan, berarti penilaian terhadap aspek-aspek yang lain
dalam perusahaan itu tidak bermanfaat lagi bagi pihak-pihak
berkepentingan
2.4 Faktor Penting dalam Mengukur Likuiditas
Ada dua faktor penting yang perlu dipertimbangkan didalam menilai
atau mengukur tingkat likuiditas dari suatu perusahaan yaitu: Aktiva lancar
18
dan hutang jangka pendek (lancar). Agar diperoleh gambaran tentang
aspek likuiditas beserta interpretasi terhadap berbagai indicator yang
digunakan pada umumnya, terlebih dahulu akan dibahas secara garis
besar mengenai kedua faktor tersebut.
Aktiva Lancar meliputi kas dan lain-lain aktiva yang diharapkan
akan dapat dikonversikan menjadi kas, dijual atau dikonsumsikan dalam
siklus operasi normal perusahaan atau dalam jangka waktu satu tahun.
Dalam pengertian aktiva lancar semacam itu, jelaslah bahwa aktiva lancar
(dalam keadaan normal) merupakan sumber utama untuk melunasi
kewajiban-kewajiban jangka pendek bagi suatu perusahaan. Dalam
kedudukannya sebagai sumber utama pembayaran kembali
hutang/kewajiban jangka pendek itulah maka aktiva lancar harus
dipertimbangkan didalam menilai tingkat likuiditas perusahaan.
Jenis dan komposisi dari aktiva lancar yang dimiliki oleh tiap-tiap
perusahaan itu berbeda-beda, tergantung dari: sifat, jenis dan skope
operasinya. Namun demikian pada umumnya aktiva lancar itu dapat
dikategorikan kedalam kelompok sebagai berikut:
1. Kas
2. Surat-surat Berharga (Efek)
3. Piutang
4. Persediaan
5. Pos-pos transitoris dan antisipasi.
Penilaian atau pengukuran terhadap aspek likuiditas, harus
diidentifikasikan dengan perusahaan dalam keadaan going concern
(sedang berjalan) dan tidak dalam keadaan likuidasi. Dasar asumsi
demikian ini penting dan harus dipahami didalam menginterpretasikan
berbagai indicator tentang posisi likuiditas tersebut. Mengabaikan dasar
19
asumsi tersebut akan berakibat keputusan yang diambil darihasil analisa
menjadi fatal. Keharusan untuk senantiasa memperhatikan dan memahami
dasar asumsi tersebut didalam menginterpretasikan berbagai indikator
tentang likuiditas itu, khusus dalam kaitannya dengan aktiva lancar
mempunyai konsekuensi sebagai berikut:“ Dalam keadaan going concern
kemampuan untuk mengkonversikan aktiva lancar menjadi kas, sangat
dipengaruhi oleh siklus operasi perusahaan”.
Dalam hubungannya dengan siklus operasi perusahaan itu, derajat
likuiditas dari tiap-tiap (kelompok) aktiva lancar :
1. berbeda antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain,
2. berbeda antara masa yang satu dengan masa yang lain, dan
3. berbeda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain
2.5 Rasio Likuiditas
Untuk dapat mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan
dipergunakan analisis rasio likuiditas. Menurut Sofyan Syafri Harahap
(2001:301), Rasio likuditas menggambarkan kemampuan perusahaan
untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya, rasio-rasio ini dapat
dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva
lancar dan hutang lancar”.
Bambang Riyanto (2001:331) mengemukakan bahwa: Rasio
Likuiditas adalah rasio-rasio yang dimaksudkan untuk mengukur likuiditas
perusahaan.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio
likuiditas rnenggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan
kewajiban jangka pendeknya.
20
Untuk menilai posisi keuangan jangka pendek berikut ini diberikan
beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan
menginterprestasikan data tersebut :
a. Current Ratio (Rasio Lancar)
Rasio Lancar (Current Ratio) merupakan perbandingan antara
jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar. Sedangkan menurut
Riyanto, (2001:26) Current rasio kurang dari 2 : 1 dianggap kurang
baik, sebab apabila aktiva lancar turun sampai lebih dari 50 %, maka
jumlah aktiva lancarnya tidak akan cukup lagi untuk menutup utang
lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1 sebenarnya hanya didasarkan
prinsip hati-hati. Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan
(margin safety) kreditur jangka pendek, atau kemampuan perusahaan
untuk membayar utang-utang tersebut. Dengan demikian pedoman
current rasio 200%, bukanlah yang mutlak artinya bahwa setiap
perusahaan mempunyai rasio minimum yang berbeda-beda tergantung
besarnya rasio minimum yang ditetapkan.
Menurut Bambang Riyanto (2001:332) rasio lancar dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Rasio Lancar= Aktiva LancarHutang Lancar
x 100%
b. Quick Ratio (Rasio Cepat)
Rasio ini sering disebut sebagai quick ratio, yaitu perbandingan
antara (aktiva lancar - persediaan) dengan hutang lancar. Menurut
Bambang Riyanto (2001:88) rasio ini dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Rasio Cepat =Aktiva Lancar−PersediaanHutang Lancar
x 100%
21
Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban yang segera harus dibayar dengan
aktiva lancar yang Iebih likuid (quick assets). Rasio ini lebih tajam
daripada rasio lancar karena hanya membandingkan aktiva yang
sangat likuid (mudah dicairkan atau diuangkan) dengan hutang lancar.
Jika rasio lancar tinggi tapi quick rationya rendah menunjukkan adanya
investasi yang sangat besar dalam persediaan. Rasio ini dikenal
sebagai rasio 1 banding 1 yaitu perusahaan diharapkan untuk
mempunyai cukup aktiva lancar di luar persediaan, untuk membayar
semua hutang perusahaan. Idealnya likuiditas sebuah perusahaan
dikatakan sehat jika memiliki rasio cepat minimal 100%.
2.6 Kerangka Pikir
Dalam pengelolaan manajemen keuangan sebuah perusahaan,
salah satu indikator keberhasilannya adalah apabila perusahaan tersebut
dalam keadaan likuid. Demikian halnya dengan Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Cabang Bima. Untuk menentukan tingkat likuiditas pada
perusahaan tersebut, dapat diukur dengan menggunakan indikator rasio
cepat. Tingkat likuiditas keuangan pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima tergolong likuid (baik) jika rasio cepat yang
merupakan ukuran kemampuan PDAM Cabang Bima dalam memenuhi
kewajiban-kewajiban yang harus segera dibayar (hutang jangka pendek)
dengan aktiva lancar diluar persediaan yang lebih likuid. Idealnya tingkat
likuiditas pada PDAM Cabang Bima dikatakan baik jika memiliki rasio cepat
minimal 100%. Apabila rasio cepat yang dimiliki oleh PDAM Cabang Bima
kurang dari 100%, maka tingkat likuiditas pada PDAM Cabang Bima
tergolong kurang baik (Ilikuid). Likuid dan ilikuid tingkat likuiditas pada
22
PDAM Cabang Bima akan menjadi sebuah nilai perusahaan yang akan
dipertimbangkan baik oleh investor maupun konsumen. Hal ini dapat
dijelaskan seperti terlihat pada kerangka berpikir berikut ini:
Ket: : Variabel yang diteliti
Gambar 2.1Kerangka pikir
2.7 Hipotesis
Hipotesis Penelitian adalah merupakan jawaban sementara
permasalahan yang telah dirumuskan maka berdasarkan rumusan masalah
diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut bahwa “Diduga tingkat
likuiditas pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima cukup
baik, lebih besar atau sama dengan 75% dari yang diharapkan”.
Hipotesis statistik:
Ho : 75%; Tingkat likuiditas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Cabang Bima cukup baik, lebih besar atau sama dengan
75% dari yang diharapkan.
Ha : < 75%; Tingkat likuiditas Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Cabang Bima Kurang baik, atau lebih kecil dari 75% dari
yang diharapkan
Tingkat Likuiditas
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Cabang Bima
Nilai Perusahaan
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode dan Desain Penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti yaitu
melihat keberadaan variabel-variabel, baik satu ataupun lebih.
Dengan mengetahui penelitian ini akan dapat dibangun suatu teori
yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan
mengontrol suatu gejala (Sugiyono, 2003).
Penelitian deskriptif ini digunakan untuk mengetahui tingkat
likuiditas pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang
Bima.
3.1.2 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian digunakan untuk melakukan pengukuran
dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka
instrumen dalam penelitian ini berupa tabel aktiva lancar, hutang
lancar dan persediaan yang diperoleh dari Laporan Keuangan.
3.1.3 Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama
bulan Maret sampai dengan April 2010.
Adapun rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh
peneliti adalah :
24
Tabel 3.1Jadwal penelitian
No KegiatanWaktu / Bulan
Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul
1 Peny. Proposal
2 Seminar Proposal
3 Penelitian
4 Seminar Hasil
5 Perbaikan Skripsi
6 Ujian Komprehensif
2. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Cabang Bima.
3.1.4 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah Wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003).
Populasi dalam penelitian ini berupa Laporan Keuangan
selama 5 tahun terakhir yaitu tahun 2005-2009.
2. Sampel.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiono, 2003).
Jadi Dari jumlah populasi tersebut di atas maka yang akan
dijadikan sampel adalah laporan Keuangan selama 5 tahun yaitu
tahun 2005 - 2009.
25
3.2 Jenis Dan Sumber Data
3.2.1 Jenis data
Adapun jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
1. Data Kuantitatif adalah data dikumpulkan dalam angka-angka.
Data tersebut adalah data tentang aktiva lancar, hutang lancar
dan persediaan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Cabang Bima.
2. Data Kualitatif adalah data data yang dikumpulkan berupa
uraian-uraian atau kalimat yang ada hubungannya dengan objek
penelitian. Data tersebut adalah data tentang gambaran umum
dan jenis layanan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Cabang Bima.
3.2.2 Sumber Data
1. Data Primer, merupakan data yang menjadi bahan pokok
pembahasan dalam skripsi ini, yaitu data aktiva lancar, hutang
lancar dan persediaan pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima.
2. Data Sekunder, merupakan data pendukung yang bersumber
dari bahan-bahan kepustakaan atau literatur yang mendukung
penelitian ini.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah:
1. Observasi (pengamatan).
Yaitu mengadakan pengamatan secara langsung pada objek
penelitian yaitu untuk mendapatkan data awal maupun data
26
pendukung dengan mengamati aktivitas pada Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Cabang Bima.
2. Wawancara.
Yaitu kegiatan tanya jawab langsung dengan responden untuk
mendapatkan data yang relevan.
3. Dokumentasi.
Merupakan alat pengumpulan data dengan cara mengadakan
pencatatan langsung melalui dokumen-dokumen, arsip, laporan,
catatan harian dan sebagainya dalam hal ini laporan keuangan.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan Tingkat Likuiditas
Untuk menentukan tingkat likuiditas dihitung dengan rumus sebagai
berikut: (Bambang Riyanto, 2001:88)
Rasio Cepat =Aktiva Lancar−PersediaanHutang Lancar
x 100%
2. Uji Statistik
Untuk menguji hipotesis yang diajukan diatas maka digunakan t-
test satu sampel dengan rumus sebagai berikut : (Sugiyono, 2003).
t =X̄−μ0
s√n
Dimana :
t = Nilai t-hitung
X = Nilai rata-rata
0 = Nilai yang dihipotesiskan
s = Simpangan baku sampel
27
n = Jumlah Sampel
Langkah-langkah pengujian hipotesis deskriptif dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Menentukan nilai ideal dari rasio cepat.
b. Menghitung rata-rata nilai variabel (menghitung X )
c. Menentukan nilai yang dihipotesiskan (menentukan µ0)
d. Menghitung nilai simpangan baku variabel (menghitung s)
e. Menentukan jumlah anggota sampel
f. Memasukan nilai-nilai tersebut kedalam rumus t test satu sampel.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil (Deskripsi Data)
Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Cabang Bima,
merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak dibidang
penyediaan dan pelayanan air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Bima
dan Kota Bima. Sebagai sebuah badan usaha, PDAM Cabang Bima
memiliki tanggungjawab atas pengelolaan keuangannya.
Pertanggungjawaban ini, tertuang dalam laporan kinerja keuangan PDAM
setiap tahunnya yang memuat kondisi kesehatan keuangan dari PDAM
Cabang Bima, yang salah satunya adalah Likuiditas.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui tingkat
likuiditas pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima
dibutuhkan beberapa data pokok yang diperoleh dari laporan keuangan.
Data-data tersebut akan diolah dan dianalisis lebih lanjut dengan alat
analisis yaitu : rasio likuiditas, sehingga nantinya akan diketahui tingkat
likuiditas pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima.
4.1.1 Gambaran Data
Adapun data-data yang diperoleh yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data aktiva, data aktiva lancar, data hutang
lancar dan data persediaan pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima selama kurun waktu lima (5) tahun, yaitu
tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Adapun data aktiva pada
Perusahan Daerah Air Minum Cabang Bima tahun 2005-2009
seperti terlihat pada tabel 4.1 berikut
29
Tabel 4.1Data Aktiva Perusahaan Air Minum daerah (PDAM) Cabang Bima
Tahun 2005 – 2009
No Periode Aktiva Lancar (Rp)Aktiva Tetap
(Rp)Aktiva Lain-Lain
(Rp)Total Aktiva
(Rp)1 Tahun 2005 891.008.438,92 1.393.998.063,75 504.213.870,02 2.789.220.372,69 2 Tahun 2006 846.587.404,93 13.249.184.848,45 5.740.933.701,76 19.836.705.955,14 3 Tahun 2007 1.649.286.553,71 10.459.729.374,63 5.801.799.887,06 17.910.815.815,40 4 Tahun 2008 2.192.770.948,75 8.264.440.969,15 5.429.044.616,68 15.886.256.534,58 5 Tahun 2009 2.073.439.132,75 6.616.724.339,33 5.299.430.468,98 13.989.593.941,06
Sumber: Data Primer diolah.
Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa jumlah aktiva
pada tahun 2005 sebesar Rp. 2.789.220.372,69, pada tahun 2006
jumlah aktiva mengalami peningkatan dibandingkan jumlah aktiva
pada tahun 2005 dengan jumlah sebesar Rp. 19.836.705.955,14,
pada tahun 2007 jumlah aktiva mengalami penurunan dibandingkan
jumlah aktiva pada tahun 2006 menjadi sebesar Rp.
17.910.815.815,40, pada tahun 2008 jumlah aktiva mengalami
penurunan dibandingkan jumlah aktiva pada tahun 2007 menjadi
sebesar Rp. 15.886.256.534,58 dan pada tahun 2009 jumlah aktiva
mengalami penurunan dibandingkan jumlah aktiva pada tahun 2008
menjadi sebesar Rp. 13.989.593.941,06.
Jumlah aktiva tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar
Rp. 19.836.705.955,14 dan jumlah aktiva terrendah terjadi pada
tahun 2005 sebesar Rp. 2.789.220.372,69.
Besarnya aktiva Lancar pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009
seperti terlihat pada tabel 4.2 berikut ini :
30
Tabel 4.2Aktiva Lancar Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Cabang Bima
Tahun 2005 - 2009
No PeriodeAktiva Lancar
(Rp.)
1 Tahun 2005 891.008.438,92
2 Tahun 2006 846.587.404,93
3 Tahun 2007 1.649.286.553,71
4 Tahun 2008 2.192.770.948,75
5 Tahun 2009 2.073.439.132,75
Sumber: Data Primer diolah.
Berdasarkan tabel 4.2, besarnya aktiva lancar pada tahun
2005 sebesar Rp. 891.008.438,92, pada tahun 2006 mengalami
penurunun dibandingkan jumlah aktiva lancar pada tahun 2005
menjadi sebesar Rp. 846.587.404,93, pada tahun 2007 mengalami
kenaikan dibandingkan jumlah aktiva lancar pada tahun 2006
menjadi sebesar Rp. 1.649.286.553,71, pada tahun 2008
mengalami kenaikan dibandingkan jumlah aktiva lancar pada tahun
2007 menjadi sebesar Rp. 2.192.770.948,75, dan pada tahun 2009
mengalami kenaikan dibandingkan jumlah aktiva lancar pada tahun
2008 menjadi sebesar Rp. 2.073.439.132,75.
Jumlah aktiva lancar tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar
Rp. 2.073.439.132,75 dan jumlah aktiva lancar terrendah terjadi
pada tahun 2006 sebesar Rp. 846.587.404,93
Besarnya Hutang Lancar pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009
seperti terlihat pada tabel 4.3 berikut ini :
31
Tabel 4.3Hutang Lancar Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Cabang
Bima Tahun 2005 - 2009
No PeriodeHutang Lancar
(Rp.)
1 Tahun 2005 712.457.094,17
2 Tahun 2006 1.096.217.765,00
3 Tahun 2007 1.787.063.235,28
4 Tahun 2008 2.095.492.457,60
5 Tahun 2009 2.464.554.309,51
Sumber: Data Primer diolah.
Berdasarkan tabel 4.3, besarnya hutang lancar pada tahun
2005 sebesar Rp. 712.457.094,17, pada tahun 2006 mengalami
peningkatan dibandingkan jumlah hutang lancar pada tahun 2005
menjadi sebesar Rp. 1.096.217.765,00, pada tahun 2007
mengalami kenaikan dibandingkan jumlah hutang lancar pada
tahun 2006 menjadi sebesar Rp. 1.787.063.235,28, pada tahun
2008 mengalami kenaikan dibandingkan jumlah hutang lancar pada
tahun 2007 menjadi sebesar Rp. 2.095.492.457,60, dan pada
tahun 2009 mengalami kenaikan dibandingkan jumlah hutang
lancar pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 2.464.554.309,51.
Jumlah hutang lancar tertinggi terjadi pada tahun 2009
sebesar Rp. 2.464.554.309,51 dan jumlah hutang lancar terrendah
terjadi pada tahun 2005 sebesar Rp. 712.457.094,17
Besarnya Persediaan pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009
seperti terlihat pada tabel 4.4 berikut :
32
Tabel 4.4Persediaan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Cabang Bima
Tahun 2005 - 2009
No PeriodePersediaan
(Rp.)
1 Tahun 2005 24.193.000,00 2 Tahun 2006 7.238.500,00 3 Tahun 2007 30.046.000,00 4 Tahun 2008 73.128.750,00 5 Tahun 2009 57.488.040,00
Sumber: Data Primer diolah
Berdasarkan tabel 4.4, besarnya dana Persediaan dari tahun
2005 sampai dengan tahun 2009 mengalami fluktuasi, yaitu pada
tahun 2005 jumlah dana persediaan sebesar Rp. 24.193.000,00,
pada tahun 2006 mengalami penurunan dibandingkan jumlah dana
persediaan pada tahun 2005 menjadi sebesar Rp. 7.238.500,00,
pada tahun 2007 mengalami peningkatan dibandingkan jumlah
dana persediaan pada tahun 2006 menjadi sebesar Rp.
30.046.000,00, pada tahun 2008 mengalami peningkatan
dibandingkan jumlah dana persediaan pada tahun 2007 menjadi
sebesar Rp. 73.128.750,00, dan pada tahun 2009 mengalami
penurunan dibandingkan jumlah dana persediaan pada tahun 2008
menjadi sebesar Rp. 57.488.040,00.
Dana Persediaan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar
Rp. 73.128.750,00,- dan terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar
Rp. 7.238.500,00.
4.1.2 Tabulasi Data
Adapun data yang menjadi pokok pembahasan dalam
penelitiaan ini dapat dibuatkan tabulasi datanya sebagaimana
terlihat pada rabel 4.5 berikut
33
Tabel 4.5Data Aktiva Lancar, Hutang Lancar dan Persediaan Perusahaan Air Minum
Daerah (PDAM) Cabang Bima Tahun 2005 - 2009
No PeriodeAktiva Lancar
(Rp.)Hutang Lancar
(Rp.)Persediaan
(Rp.)
1Tahun 2005
891.008.438,92 712.457.094,1
7 2
4.193.000,00
2Tahun 2006
846.587.404,93 1.096.217.765,00 7.238.500,00
3Tahun 2007
1.649.286.553,71 1.787.063.235,28 30.046.000,00
4Tahun 2008
2.192.770.948,75 .095.492.457,60 73.128.750,00
5Tahun 2009
2.073.439.132,75 2.464.554.309,51 57.488.040,00
Sumber: Data Primer diolah
4.2 Pembahasan (Interpretasi Data)
1. Analisa Rasio Cepat
Untuk menganalisa tingkat likuiditas pada Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Cabang Bima sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 ,
digunakan analisa Rasio Cepat dengan rumus sebagai berikut:
Rasio Cepat =Aktiva Lancar−Persediaan
Hutang Lancarx 100%
Rasio cepat dikatakan baik (likuid) apabila Rasio Cepat berada
pada nilai minimal 100%. (Bambang Riyanto, 2001:88)
Untuk menentukan tingkat likuiditas pada Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Cabang Bima selama lima tahun, digunakan analisis
rasio cepat sebagai berikut: (Lampiran 5)
a. Rasio Cepat Tahun 2005
Rasio Cepat tahun 2005= 891.008 .438,92−24 .193. 000,00712. 457 .094,17
x 100%
34
Rasio Cepat tahun 2005= 866. 815. 438,92712 .457 .094,17
x 100%
Rasio Cepat tahun 2005 = 1,217 x 100%
Rasio Cepat tahun 2005 = 121,7%.
b. Rasio Cepat Tahun 2006
Rasio Cepat tahun 2006= 846. 587. 404,93−7 .238. 500,001. 096. 217.765,00
x 100%
Rasio Cepat tahun 2006= 839.348 .904,931 .096 .217 .765,00
x 100%
Rasio Cepat tahun 2006 = 0,766 x 100%
Rasio Cepat tahun 2006 = 76,6%
c. Rasio Cepat Tahun 2007
Rasio Cepat tahun 2007=1 .649 .286 .553,71−30.046 .000,001 .787 .063 .235,28
x 100%
Rasio Cepat tahun 2007= 1. 619.240 .553,711 .787 .063 .235,28
x 100%
Rasio Cepat tahun 2007 = 0,906 x 100%
Rasio Cepat tahun 2007 = 90,6%
d. Rasio Cepat Tahun 2008
35
Rasio Cepat tahun 2008=1 .812 .885 .862,75−73.128 .750,002. 095. 492. 457,60
x 100%
Rasio Cepat tahun 2008= 1 .739. 757.112,752 .095 . 492. 457,60
x 100%
Rasio Cepat tahun 2008 = 0,83 x 100%
Rasio Cepat tahun 2008 = 83%
e. Rasio Cepat Tahun 2009
Rasio Cepat tahun 2009=2 .073 . 439.132,75−57. 488 .040,002 .464 .554 .309,51
x 100%
Rasio Cepat tahun 2009= 2. 015. 915.092,752 . 464 .554 .309,51
x 100%
Rasio Cepat tahun 2006 = 0,81,8 x 100%
Rasio Cepat tahun 2006 = 81,8%
Berdasarkan analisa data maka diperoleh Rasio Cepat seperti
pada tabel 4.6, berikut ini: (Lampiran 5)
Tabel 4.6Rasio Cepat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima
Tahun 2005-2009
No PeriodeRasio Cepat
(%)Fluktuasi
(%)Kriteria
1 Tahun 2005 121,7 - Likuid
2 Tahun 2006 76,6 -45,1 Ilikuid
3 Tahun 2007 90,6 14,0 Ilikuid
36
4 Tahun 2008 101,2 10,5 Likuid
5 Tahun 2009 81,8 -19,4 Ilikuid
Sumber: Data Primer, diolah.
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Rasio Cepat Tahun 2005
Tahun 2005, rasio cepat pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima sebesar 121,7%. Rasio cepat sebesar
121,7% yang artinya setiap Rp. 100 kewajiban jangka pendek akan
di jamin dengan aktiva lancar sebesar Rp. 122,7. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat likuiditas pada tahun 2005 pada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima tergolong
likuid karena rasio cepat pada tahun 2005 berada di atas 100%.
b. Rasio Cepat Tahun 2006
Tahun 2006, rasio cepat pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima sebesar 76,6%. Rasio cepat pada tahun
2006 mengalami fluktuasi atau penurunan sebesar 45,1%
dibandingkan dengan tahun 2005. Rasio cepat sebesar 76,6% yang
artinya setiap Rp. 100 kewajiban jangka pendek akan di jamin
dengan aktiva lancar sebesar Rp. 76,7. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat likuiditas tahun 2006 pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima tergolong ilikuid (tidak likuid) karena rasio
cepat pada tahun 2006 kurang dari 100%.
c. Tahun 2007
Tahun 2007, rasio cepat pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima sebesar 90,6%. Rasio cepat pada tahun
2006 mengalami fluktuasi atau peningkatan sebesar 14%
37
dibandingkan dengan tahun 2006. Rasio cepat sebesar 90,6% yang
artinya setiap Rp. 100 kewajiban jangka pendek akan di jamin
dengan aktiva lancar sebesar Rp. 90,6. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat likuiditas tahun 2007 pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima tergolong ilikuid (tidak likuid) karena rasio
cepat pada tahun 2007 kurang dari 100%.
d. Tahun 2008
Tahun 2008, rasio cepat pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima sebesar 101,2%. Rasio cepat pada tahun
2008 mengalami fluktuasi atau peningkatan sebesar 10,5%
dibandingkan dengan tahun 2007. Rasio cepat sebesar 101,2%
yang artinya setiap Rp. 100 kewajiban jangka pendek akan di jamin
oleh aktiva lancar sebesar Rp. 101,2. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat likuiditas tahun 2008 pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima tergolong likuid karena rasio cepat pada
tahun 2008 lebih dari 100%.
e. Tahun 2009
Tahun 2009, rasio cepat pada Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) Cabang Bima sebesar 81,8%. Rasio cepat pada tahun
2009 mengalami fluktuasi atau penurunan sebesar 1,2%
dibandingkan dengan tahun 2008. Rasio cepat sebesar 81,8% yang
artinya setiap Rp. 100 kewajiban jangka pendek akan di jamin oleh
aktiva lancar sebesar Rp. 81,8. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
likuiditas tahun 2009 pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Cabang Bima tergolong ilikuid (tidak likuid) karena rasio cepat pada
tahun 2006 kurang dari 100%.
38
Rasio cepat tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 121,7% dan
rasio cepat terendah terjadi pada tahun 2006 sebesar 76,6%.
2. Analisa Data
Berdasarkan hasil tabulasi data (Lampiran 6) diperoleh nilai-nilai
sebagai berikut:
n = 5
X = 471,8
= 94,4
(Xi - X)2 = 1280,18
0hip = 0,75 (75%)
Nilai-nilai tersebut digunakan untuk melakukan analisa statitistik,
dengan menghitung standar deviasi dan uji t. Perhitungan standar
deviasi adalah sebagai berikut:
S = (xi - x) 2 n - 1
S = 1280,18 5 - 1
S = 1280,18 4
S = 324,04
S = 17,89
Setelah nilai standar deviasi diperoleh, maka dilakukan uji
hipotesis dengan menggunakan rumus uji t, sebagai berikut:
t=X−−μos√n
t = 94,36 - 0,75
39
X
17,89 5
t = 93,609 17,89
2,24
t = 93,609 8,001
t = 11,70
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai standar
deviasi atau besarnya nilai simpangan rata-rata data adalah sebesar
17,89 dan nilai uji t atau uji signifikansi pada uji satu pihak/kiri sebesar
11,70.
Besarnya nilai t tabel untuk dk = n – 1 = 5-1 = 4 uji satu pihak/kiri
taraf signifikansi 95% adalah sebesar 2,132.
Untuk membuktikan hipotesis untuk uji t satu pihak/kiri, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
Apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka Ho diterima, sebaliknya
jika t hitung lebih kecil dari t tabel maka Ho ditolak.
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, dengan membandingkan
nilai t hitung yang diperoleh dengan t tabel, dimana t hitung lebih besar
dibandingkan dengan t tabel (11,70 > 2,132), hal ini berarti Ho diterima
artinya Hipotesis yang berbunyi bahwa Diduga tingkat likuiditas pada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima cukup baik, lebih
besar atau sama dengan 75% dari yang diharapkan diterima. Hal ini
terlihat pula pada gambar distribusi nilai t untuk uji satu pihak/kiri pada
taraf signifikansi 95% sebagai berikut:
Daerah Penerimaan
Ho
Daerah Penolakan
Ho
40
Gambar 4.1.Distribusi Nilai Uji-t Satu Pihak/Kiri
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan atas penelitian ini, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Berdasarkan rasio cepat, maka tingkat likuiditas tahun 2005, 2008
dinilai likuid karena berada diatas standar rasio minimum sebesar 100%,
tahun 2006, 2007, dan 2009 dinilai ilikuid (tidak likuid) karena berada
dibawah standar rasio minimum sebesar 100%.
2. Besarnya nilai standar deviasi adalah 17,89 dan nilai uji t uji satu
pihak/kiri taraf signifikansi 95% adalah 11,70. Nilai t hitung lebih besar
dari t tabel yaitu 11,70 > 2,132, hal ini berarti Ho diterima artinya
Hipotesis yang berbunyi bahwa Diduga tingkat likuiditas pada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima cukup baik, lebih
besar atau sama dengan 75% dari yang diharapkan diterima.
11,702,1320
41
5.2. Saran – Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini disarankan
agar hendaknya pimpinan/manajemen berserta seluruh pegawai pada
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima lebih aktif lagi dalam
meningkatkan likuiditasnya dengan mengembangkan terobosan-terobosan
baru serta meningkatkan kinerja pelayanannya sehingga dapat
meningkatkan pendapatan yang pada akhirnya mampu menyehatkan
keuangan pada perusahaan tersebut sehingga berada pada kondisi yang
selau likuid.
42
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Riyanto, 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi keempat. Cetakan ketujuh. Yoyakarta : BPFE
Kim C.S., David C. Mauer, and Ann E. Sherman. "The Determinants of Corporate Liquidity: Theory and Evidence". Journal of Financial and Quantitative Analyisis. Volume 33, Number 3, September, pp. 335-359. http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/
Munawir, 1995. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty
_________, 2002. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Keempat, Cetakan Ketiga Belas. Yogyakarta: Liberty
Mohamad Muslich, 2003. Manajemen Keuangan Modern. Jakarta: Bumi Aksara.
Sofyan Safri Harahap, 2001. Analisa Kritis Atas Laporan Keuangan. Cetakan ketiga. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Administrasi. Penerbit Alfabeta, Bandung
Zaki Baridwan, 2000. Intermediate Accounting. Yogyakarta : BPFE
Lampiran 1: Instrumen Penelitian untuk Pengambilan Data Aktiva Lancar, Hutang Lancar dan Persediaan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima
No PeriodeAktiva
Lancar (Rp)Hutang
Lancar (Rp)Persediaan
(Rp.)
1 Tahun 2005
2 Tahun 2006
3 Tahun 2007
4 Tahun 2008
5 Tahun 2009
Jumlah
Lampiran 2. Data Aktiva Tahun 2005 – 2009 pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima.
No PeriodeAktiva Lancar
(Rp)Aktiva Tetap
(Rp)Aktiva Lain-Lain
(Rp)Total Aktiva
(Rp)
1 Tahun 2005 891.008.438,92 1.393.998.063,75 504.213.870,02 2.789.220.372,69
2 Tahun 2006 846.587.404,93 13.249.184.848,45 5.740.933.701,76 19.836.705.955,14
3 Tahun 2007 1.649.286.553,71 10.459.729.374,63 5.801.799.887,06 17.910.815.815,40
4 Tahun 2008 1.812.885.862,75 8.264.440.969,15 5.808.929.702,68 15.886.256.534,58
5 Tahun 2009 2.073.439.132,75 6.616.724.339,33 5.299.430.468,98 13.989.593.941,06
Total aktiva = Aktiva Lancar + Aktiva Tetap + Aktiva lain-Lain
1. Tahun 2005Total Aktiva = 891.008.438,92 + 1.393.998.063,75 + 504.213.870,02
= 2.789.220.372,69
2. Tahun 2006Total Aktiva = 846.587.404,93 + 13.249.184.848,45 + 5.740.933.701,76
= 19.836.705.955,14
3. Tahun 2007Total Aktiva = 1.649.286.553,71 + 10.459.729.374,63 + 5.801.799.887,06
= 17.910.815.815,40
4. Tahun 2008Total Aktiva = 1.812.885.862,75 + 8.264.440.969,15 + 5.808.929.702,68
= 15.886.256.534,58
5. Tahun 2009Total Aktiva = 2.073.439.132,75 + 6.616.724.339,33 + 5.299.430.468,98
= 13.989.593.941,06
Lampiran 3. Data Aktiva Lancar Tahun 2005 – 2009 pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima.
No Aktiva LancarTahun 2005
(Rp.)Tahun 2006
(Rp.)Tahun 2007
(Rp.)Tahun 2008
(Rp.)Tahun 2009
(Rp.)
1 Kas/Bank 59.326.833,80 66.682.838,80 229.227.811,80 154.454.377,80 115.465.447,802 Piutang Usaha 582.671.782,14 761.851.375,09 1.224.542.479,05 1.377.178.138,38 1.312.475.962,383 Piutang Lain-Lain 7.006.000,00 7.006.000,00 81.263.141,57 81.263.141,57 81.263.141,574 Persediaan 24.193.000,00 7.238.500,00 30.046.000,00 73.128.750,00 57.488.040,00
5Biaya Bayar Dimuka
3.810.822,98 3.808.691,04 3.806.559,11 379.885.086,00 379.885.086,00
6Pembayaran Dimuka Lainnya
214.000.000,00 - 80.400.562,18 126.861.455,00 126.861.455,00
Total 891.008.438,92 846.587.404,93 1.649.286.553,71 2.192.770.948,75 2.073.439.132,75
Aktiva Lancar = Kas/Bank+Piutang Usaha+Piutang Lain-Lain+Persediaan+Biaya Bayar dimuka+ Pembayaran dimuka lainnya
1. Aktiva Lancar Tahun 2005 = 59.326.833,80 + 582.671.782,14 + 7.006.000,00 + 24.193.000,00 + 3.810.822,98 + 214.000.000,00= 891.008.438,92
2. Aktiva Lancar Tahun 2006 = 66.682.838,80 + 761.851.375,09 + 7.006.000,00 + 7.238.500,00 + 3.808.691,04 + 0= 846.587.404,93
3. Aktiva Lancar Tahun 2007 = 229.227.811,80 + 1.224.542.479,05 + 81.263.141,57+ 30.046.000,00 + 3.806.559,11 + 80.400.562,18= 1.649.286.553,71
4. Aktiva Lancar Tahun 2008 = 154.454.377,80 + 1.377.178.138,38 + 81.263.141,57 + 73.128.750,00 + 379.885.086,00 + 126.861.455,00 = 2.192.770.948,75
5. Aktiva Lancar Tahun 2009 = 115.465.447,80 + 1.312.475.962,38 + 81.263.141,57 + 57.488.040,00 + 379.885.086,00 + 126.861.455,00 = 2.073.439.132,75
Lampiran 4. Data Hutang Lancar Tahun 2005 – 2009 pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima.
No Hutang LancarTahun 2005
(Rp.)Tahun 2006
(Rp.)Tahun 2007
(Rp.)Tahun 2008
(Rp.)Tahun 2009
(Rp.)
1 Hutang Usaha 2.954.503,00 21.175.500,00 62.915.500,00 130.222.045,00 69.838.494,00
2 Hutang Lainnya 96.718.708,00 127.655.769,00 305.571.555,00 160.767.895,45 333.034.821,45
3Biaya Yang Masih harus Dibayar
416.582.498,53 653.084.419,04 916.014.670,68 12.058.048,00 37.216.942,00
4 Hutang pajak 0 0 12.058.048,00 1.203.295.951,82 1.435.315.534,73
5Hutang jangka panjang yang jatuh tempo
196.201.384,64 294.302.076,96 490.503.461,60 589.148.517,33 589.148.517,33
Total 712.457.094,171.096.217.765,0
01.787.063.235,28 2.095.492.457,60 2.464.554.309,51
Hutang Lancar = Hutang Usaha+Hutang lainnya+biaya yang masih harus dibayar+hutang pajak+hutang jangka panjang yang jatuh tempo
1. Hutang Lancar Tahun 2005 = 2.954.503,00 + 96.718.708,00 + 416.582.498,53 + 0 + 196.201.384,64= 712.457.094,17
2. Hutang Lancar Tahun 2006 = 21.175.500,00 + 127.655.769,00 + 653.084.414,04 +0 + 294.302.076,96= 1.096.217.765,00
3. Hutang Lancar Tahun 2007 = 62.915.500,00 + 305.571.555,00 + 916.014.670,68+ 12.058.048,00 + 490.503.461,60= 1.787.063.235,28
4. Hutang Lancar Tahun 2008 = 130.222.045,00 + 160.767.895,45 + 12.058.048,00 + 1.203.295.951,82 + 589.148.517,33 = 2.095.492.457,60
5. Hutang Lancar Tahun 2009 = 69.838.494,00 + 333.034.821.45 + 37.216.942,00 + 1.435.315.534,73 + 589.148.517,33 = 2.464.554.309,51
Lampiran 5. Analisis Rasio Likuiditas dengan menggunakan Rasio Cepat Tahun 2005 – 2009 pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima.
No PeriodeHarta Lancar
(Rp.)Hutang Lancar (Rp) Persediaan (Rp)
Rasio Cepat (%)
Fluktuasi (%)
Kriteria
1 Tahun 2005 891.008.438,92 712.457.094,17 24.193.000,00 121,7 -Likuid
2 Tahun 2006 846.587.404,93 1.096.217.765,00 7.238.500,00 76,6 -45,1Ilikuid
3 Tahun 2007 1.649.286.553,71 1.787.063.235,28 30.046.000,00 90,6 14,0Ilikuid
4 Tahun 2008 2.192.770.948,75 2.095.492.457,60 73.128.750,00 101,2 10,5Likuid
5 Tahun 2009 2.073.439.132,75 2.464.554.309,51 57.488.040,00 81,8 -19,4Ilikuid
Total 7.653.092.479,06 8.155.784.861,56 192.094.290,00 94,4 Ilikuid
Rasio Cepat tahun 2005= 891.008 .438,92−24 .193. 000,00712. 457 .094,17
x 100%= 866 .815 .438,92712. 457. 094,17
x 100%=1,217 x 100% = 121,7%
Rasio Cepat tahun 2006= 846. 587. 404,93−7 .238. 500,001. 096. 217.765,00
x 100%= 839. 348. 904,931. 096. 217. 765,00
x 100%=0,766x100% =76,6%
Rasio Cepat tahun 2007=1 .649 .286 .553,71−30.046 .000,001 .787 .063 .235,28
x 100%= 1. 619.240 .553,711 .787 .063 .235,28
x 100%=0,906x100%=90,6%
Rasio Cepat tahun 2008=1 .812 .885 .862,75−73.128 .750,002. 095. 492. 457,60
x 100%= 1.739 .757 .112,752 .095 .492 .457,60
x 100%=0,83x100%=83%
Rasio Cepat tahun 2009=2 .073 . 439.132,75−57. 488 .040,002 .464 .554 .309,51
x 100%=2 .015 .915 .092,752 . 464 .554 .309,51
x 100%=0,818=81,8%
Rata-rata rasio cepat selama 5 tahun sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 adalah:
Rata-rata rasio cepat = (Rasio Cepat tahun 2005 + 2006 + 2007 + 2008 + 2009)/5
= (121,7% + 76,6% + 90,6% + 101,2% + 81,8%) = 4718 = 94,4%
5 5
Untuk menentukan fluktuasi (penurunan/peningkatan) maka dilakukan dengan mengurangi rasio cepat pada tahun sesudahnya dengan
rasio pada tahun sebelumnya.
Fluktuasi tahun 2005-2006 = Rasio cepat tahun 2006 – rasio cepat tahun 2005
= 76,6 -121,7 = -45,1%
Fluktuasi tahun 2006-2007 = Rasio cepat tahun 2007 – rasio cepat tahun 2006
= 90,6 – 76,6 = 14%
Fluktuasi tahun 2007-2008 = Rasio cepat tahun 2008 – rasio cepat tahun 2007
= 101,2 - 90,6 = 10,5%
Fluktuasi tahun 2008-2009 = Rasio cepat tahun 2008 – rasio cepat tahun 2007
= 81,8 - 101,2 = -19,4%
Lampiran 6. Tabel Persiapan Uji t Rasio Likuiditas Tahun 2005 – 2009 pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Cabang Bima.
No X X̄ ( X− X̄ ) ( X− X̄ )2
1 121,7 94,4 27,3 745,68
2 76,6 94,4 -17,8 316,51
3 90,6 94,4 -3,7 14,06
4 101,2 94,4 6,8 46,16
5 81,8 94,4 -12,6 157,77
(total) 471,8 1280,18
Lampiran 7. Perhitungan Uji t.
n = 5
X = 471,8
= 94,4
(Xi - X)2 = 1280,18
0hip = 0,75 (75%)
1. Standar Deviasi
S = (xi - x) 2 n - 1
S = 1280,18 5 - 1
S = 1280,18 4
S = 320,04
S = 17,89
2. Uji t satu pihak
t=X−−μos√n
t = 94,36 - 0,75 17,89 5
t = 93,609 17,89
2,24
t = 93,609 8,001
t = 11,70
t tabel untuk dk = 5-1=4, taraf signifikansi 95% uji satu pihak/kiri adalah
2,015. t hitung lebih besar dari t tabel (11,70 > 2,132) sehingga Ho diterima.
X
Lampiran 8. Nilai-Nilai Dalam Distribusi t
Alva untuk uji dua fihak (two tail test) 0,50 0,20 0,10 0,05 0,02 0,01
Alva untuk uji satu fihak (one tail test)dk 0,25 0,10 0,05 0,025 0,01 0,005
1 1,000 3,078 6,314 12,706 31,821 63,6572 0,816 1,886 2,920 4,303 6,965 9,9253 0,765 1,638 2,353 3,182 4,541 5,8414 0,741 1,533 2,132 2,776 3,747 4,6045 0,727 1,476 2,015 2,571 3,365 4,0326 0,718 1,440 1,943 2,447 3,143 3,7077 0,711 1,415 1,895 2,365 2,998 3,4998 0,706 1,397 1,860 2,306 2,896 3,3559 0,703 1,383 1,833 2,262 2,821 3,250
10 0,700 1,372 1,812 2,228 2,764 3,16911 0,697 1,363 1,796 2,201 2,718 3,10612 0,695 1,356 1,782 2,179 2,681 3,05513 0,694 1,350 1,771 2,160 2,650 3,01214 0,693 1,345 1,761 2,145 2,624 2,97715 0,692 1,341 1,753 2,131 2,602 2,94716 0,691 1,337 1,746 2,120 2,583 2,92117 0,690 1,333 1,740 2,110 2,567 2,89818 0,689 1,330 1,734 2,101 2,552 2,87819 0,688 1,328 1,729 2,093 2,539 2,86120 0,688 1,325 1,725 2,086 2,528 2,84521 0,687 1,323 1,721 2,080 2,518 2,83122 0,686 1,321 1,717 2,074 2,508 2,81923 0,686 1,319 1,714 2,069 2,500 2,80724 0,685 1,318 1,711 2,064 2,492 2,79725 0,685 1,316 1,708 2,060 2,485 2,78726 0,684 1,315 1,706 2,056 2,479 2,77927 0,684 1,314 1,703 2,052 2,473 2,77128 0,683 1,313 1,701 2,048 2,467 2,76329 0,683 1,311 1,699 2,045 2,462 2,75630 0,683 1,310 1,697 2,042 2,457 2,75040 0,681 1,303 1,684 2,021 2,423 2,70460 0,679 1,296 1,671 2,000 2,390 2,660
120 0,677 1,289 1,658 1,980 2,358 2,617oo 0,674 1,282 1,645 1,960 2,326 2,576
Sumber : Metode Penelitian Administrasi, Sugiyono, 2003.
Recommended