View
214
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7/26/2019 teknovasi1
1/150
7/26/2019 teknovasi1
2/150
TEKNOVASI INDONESIAVol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X
Asdep Budaya Dan Eka Iptek
Depu Bidang Kelembagaan Iptek
7/26/2019 teknovasi1
3/150
7/26/2019 teknovasi1
4/150
iii
TEKNOVASI INDONESIAVol I, No.1, Mei 2012
ISSN : 2252 911X
Pembina
Menteri Riset dan Teknologi
Pengarah
Depu Bidang Kelembagaan Iptek
Pimpinan RedaksiVemmie Diana Koswara
Sta Redaksi
Yety Suye, Suyatno, Ta H. Manurung,
Rosmaniar Dini
Reviewer/Editor
Benyamin Lakitan (Ristek)Carunia M. Firdausy (LIPI)
Husni Y. Rosadi (BPPT)
Si Herlinda (DRN)
Syaikhu Usman (SMERU)
Wahyudi Sutopo (UNS)
Sekretariat
Octa Nugroho, Sigit Seawan &
Tiara Elgienda
Penerbit
Asdep Budaya dan Eka Iptek
Depu Kelembagaan Iptek
Kementerian Riset dan Teknologi
Alamat Redaksi
Asdep Budaya Dan Eka Iptek
Gedung II BPPT Lt.8
JL. M.H Thamrin 8 Jakarta Pusat 10340Telp: 021-3169286, 021-3169276
Fax : 0213102014
7/26/2019 teknovasi1
5/150
iv
SALAM REDAKSI
Kementerian Riset dan Teknologi, selaku regulator dan fasilitator kebijakan iptek nasional
memiliki peranan penng guna mendorong terwujudnya SINas. Kesembangan aliran
informasi dan komunikasi yang bersesuaian diantara para aktor inovasi teknologi, baik dari sisi
pengembang maupun dari sisi pengguna teknologi di dalam SINas secara berkesinambungan
perlu terus dibangun dan dikembangkan dengan berbagai upaya.
Pembenahan SINas masih diperlukan di semua aspek, termasuk pada aspek kelembagaan,
diantaranya yaitu melipu isu tentang: penngnya arah dan strategi pengembangan
kelembagaan dalam rangka mewujudkan SINas; penguatan jaringan penyedia dan penggunaiptek; memantapkan peran legislasi dalam pengaturan internal kelembagaan serta
menumbuhkan budaya dan eka dalam rangka mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi
tumbuh kembangnya SINas yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Salah satu upaya dan komitmen Kementerian Riset dan Teknologi untuk mendorong
terwujudnya SINas yang efekf, produkf dan berkelanjutan, adalah dengan menyebar
luaskan informasi terkait SINas. Untuk itu dilakukan penyusunan buku Teknovasi Indonesia
yang berisi hasil kajian/studi tentang inovasi dinjau dari berbagai aspek.
Diharapkan informasi yang terkandung dalam buku ini dapat digunakan sebagai salah satu
acuan oleh semua pihak yang berkepenngan dalam upaya memformulasikan ataupun
melaksanakan kebijakan penguatan SINas.
Teknovasi Indonesia akan terbit secara berkala dua kali dalam satu tahun. Redaksi
menerima kontribusi arkel baik dilingkungan Kementerian Riset dan Teknologi, LPNK Ristek,
maupun Badan Penelian dan Pengembangan Daerah.
Masukan dan saran akan sangat bermanfaat bagi kami sebagai penyempurnaan untuk edisi
selanjutnya.
Redaksi
7/26/2019 teknovasi1
6/150
v
DAFTAR ISI
Salam Redaksi............................................................................................................... i
Daar Isi....................................................................................................................... ii
Dimensi Non Teknologi Sistem Inovasi
Benyamin Lakitan, Carunia M. Firdausy, Syaikhu Usman, Sonny Yuliar, Hasanuddin,
Vemmie D. Koswara...................................................................................................... 1
Penyelarasan Arah Pengembangan Lembaga Litbang Publik untuk Penguatan
Industri Penghasil Barang Modal NasionalFajar Suprapto, Sadono Sriharjo, Anita Febriyan........................................................ 39
Pemetaan Legislasi Iptek Dalam Kegiatan Perekayasaan, Inovasi,
Dan Difusi Teknologi Pada Sistem Inovasi Nasional
Dadit Herdikiagung, Sak Nasuon, Agung Pambudi, Rolenta Ekasari....................... 69
Peningkatan Peran Puspiptek dalam Proses Alih Teknologi
Anwar Darwadi, Wisnu S. Soenarso, Harry Jusron, Pancara Sutanto........................... 99
7/26/2019 teknovasi1
7/150
7/26/2019 teknovasi1
8/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 1
Abstract
It
is
no
possible
to
establish
a
productive
and
sustainable
innovation
system
based
and
focusedonlyon researchand technologydevelopmentactivities. Itmustcompehensively
considerallotherinfluencingfactorssuchaseconomic,social,regulation,publicpolicy,and
politicalaspects. Thesefactorsmaydirectlyaffect researchand technologydevelopment
processesortheysignificantlyconstibuteinshapingupinnovationsystem. Slowprogressin
establishinginnovationsysteminIndonesiahasbeenassociatedmainly withinappropriate
reseach and technology development policies that ecourage supplypush strategy and
ignorenontechologicaldimensionsoftheinnovationsystem. Therefore,amindsetchange
among innovation actors is required for ensuring new strategies could be effectively
formulatedandsuccessfully implemented. Therearethreefundamentalchangesneeded:
(1)future
technology
development
should
be
based
and
focused
on
real
needs
or
problems
(demanddriven); (2)economic,social,regulation,publicpolicy,andpoliticalviewsshould
be integratedlyconsidered inestablishing innovationsystem;and(3)Indonesia innovation
systemshouldbedirectedtowardsatifyingdomesticmarketdemandanddesignedbased
ondomesticresources.
Abstrak
Upaya mewujudkan sistem inovasi yang produktif dan berkelanjutan tidak mungkin
dilakukandengan
hanya
terfokus
pada
riset
dan
pengembangan
teknologi,
tetapi
perlu
secara komprehensif mempertimbangkan berbagai dimensi lain yang ikut menentukan,
termasuk dimensi ekonomi, sosial, regulasi dan kebijakan publik, serta politik. Berbagai
dimensi ini dapat menjadi faktor pemengaruh langsung dalam proses pengembangan
teknologi dan dapat pula merupakan unsur pembentuk ekosistem inovasi. Kelambanan
dalammewujudkansisteminovasidiIndonesiadisinyalirkarenaselamainipengembangan
teknologinasionallebihberorientasisupplypushdanseringmengabaikanberbagaidimensi
nonteknologi. Olehsebabitu,perludilakukanperubahanmindsetagarstrategibarudapat
diformulasikan dan diimplementasikan secara efektif. Ada tiga perubahanmindset yang
dibutuhkan,
yakni:
(1)
pengembangan
teknologi
perlu
lebih
berorientasi
pada
realitakebutuhan dan persoalan (demanddriven); (2) dimensi ekonomi, sosial, regulasi dan
Dimensi Non-teknologi Sistem Inovasi
Benyamin Lakitan a,b, Carunia M. Firdausy c, Syaikhu Usman d, Sonny Yuliare,
Hasanuddinf
, Vemmie D. Koswaraa
aKementerian Riset dan Teknologi, JakartabUniversitas Sriwijaya, Palembang
cLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, JakartadLembaga Penelian SMERU, Jakarta
eInstut Teknologi Bandung, BandungfUniversitas Andalas, Padang
7/26/2019 teknovasi1
9/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
2 ISSN : 2252-911X
kebijakan publik, serta dinamika politik perlu diintegrasikan dalam skenario membangun
sistem inovasi; (3) sistem inovasi Indonesia perlu lebih berorientasi pada pemenuhan
kebutuhanpasardomestikdanberbasispadapotensisumberdayadalamnegeriagarlebih
inklusifdanmandiri.
Katakunci:pertumbuhanekonomi,transformasisosial,risetdanpengembangan,
teknologi,demanddriven
1. Pendahuluan
Inovasi
merupakan
kata
yang
sangat
populerdandigunakandiberbagaibidang
dan/atau profesi. Keragaman pengguna
kata ini cenderung memberikan makna
ataudefinisiyangberbedatentanginovasi.
Mulaidarisebagaiungkapanringanuntuk
sesuatu yang dianggap berbeda dari yang
sebelumnya diketahui atau dilakukan,
sesuatu yang mencerminkan kreativitas,
atau
kadang
juga
dianggap
sebagai
sinonim dari invensi. Keragaman
pengertian inovasi yang beredar dalam
masyarakat dapat menyebabkan
kebingungan.
Dapatsajaduaatau lebih individusepakat
untuk menghargai sesuatu yang inovatif,
tetapidalambenakmasingmasingterpikir
hal yang berbeda. Ketidaksamaan
pemahaman
ini
tidak
hanya
terjadi
dalam
masyarakat luas dengan latarbelakang
yang majemuk, tetapijuga terjadi antara
individu dalam komunitas
akademik/ilmiah. Masingmasing pakar
inovasijugamembuatdefinisidengancara
pengekspresian yang berbeda walaupun
esensipokoknyasama,sehinggadapatsaja
ditafsirkan secara berbeda oleh individu
yang sedang mencoba memahami atau
mendalamiteori
inovasi.
OECD(2005)menggunakandefinisiinovasi
sebagaithe
implementation
of
anew
or
significantly improved product (good or
service), or process, a new marketing
method,oraneworganisationalmethodin
businesspractices,workplaceorganisation
or external relations. Definisi inovasi ini
diposisikan sebagai definisi inovasi dalam
arti luas, karena mencakup implementasi
dari produk (barang atau jasa), proses,
metoda pemasaran, atau metoda
organisasibaru
atau
yang
telah
diperbaiki
secara signifikan, dalam praktek bisnis,
organisasi tempat kerja, atau hubungan
eksternal. Dengan demikian, dalam arti
luas,memang inovasi takhanyaberkaitan
denganteknologisemata.
Untuk kajian ini, inovasi yang dibahas
dibatasi hanya pada inovasi teknologi,
difokuskan pada proses atau produk
barang
ataujasa
yang
secara
signifikan
telah disempurnakan atau sama sekali
berbeda dari produk barang atau jasa
serupayang telah ada. Sebagaipembeda
dengan invensi,makaprodukbarangatau
jasa tersebut harus dapat memberikan
kemanfaatanbagimasyarakat.
Penegasan World Bank (2010) yang
menyatakan bahwa what is not
disseminatedor
used
is
not
an
innovation
7/26/2019 teknovasi1
10/150
7/26/2019 teknovasi1
11/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
4 ISSN : 2252-911X
negara berkembang diperkirakan hanya
mencapai20persen,sedangkan80persen
sisanya bersumber dari negara maju
(Brahmbhatt
dan
Hu,
2007).
Di
antara
negara di Asia Timur yang inovasinya
bersumber dari hasil litbangadalah Korea
Selatan, Singapore dan Cina. Bahkan
ketiga negara ini telah memiliki institusi
litbangdan jumlah paten sekelas negara
maju.Haliniantaralainkarenadanauntuk
pengembangan litbangdi ketiganegara ini
telahmenyamainegaramajuyangberkisar
antara 1,5 sampai 2 persen dari total
PendapatanNasional
Bruto
(PDB).
Oleh
karenaitu,tidakanehjikaketiganegaraini
mampu mencapai pertumbuhan ekonomi
tinggi dan penduduk yang lebih sejahtera
dibandingkan negara berkembang Asia
Timurlainnya.
Sebagaicontoh,peningkataninovasiKorea
Selatan yang sangat pesat dalam kurun
waktu tiga dekade (1960an sampai
dengan
1980an)
yang
kemudian
menempatkan Korea Selatan sebagai
bangsa yang berdaya saing tinggi, lebih
banyak ditentukan oleh pembentukan
berbagai institusipengembangpendidikan
dan pelayanan ilmu pengetahuan dan
teknologiyangmendukung sektor industri
dalammelakukan pembelajaran teknologi
melaluialihteknologiasing.
KoreaSelatan
yang
baru
pada
awal
tahun
1990an bertumpu pada kegiatan litbang
untukmenghasilkanilmupengetahuandan
teknologi yang mendukung kemampuan
inovasi, perkembangannya sangat
menakjubkan,meskipun tetap tidakdapat
melepaskan diri dari ketergantungan
kepada teknologi luar, terutama dari
AmerikadanJepang.
Demikianpula
dengan
pengalaman
China
dalam peningkatan kemampuan
inovasinya. Cina juga menunjukkan pola
yang serupa dimana peningkatan
kemampuan inovasi diperoleh melalui
pembelajaran
teknologi
pada
awalnya,
dilanjutkan dengan peningkatan aktivitas
litbang yang mendukung kemampuan
inovasi. Pentingnya litbangdalam
menghasilkan inovasi dan pembelajaran
didukung oleh pemikiran Cohen and
Levinthal (1989)sepertidisebutkandiatas
bahwa : R&D itself has two faces:
Innovationandlearning.
Sebaliknya, bagi negara berkembang di
Asia Timur yang belum memiliki
kemampuan membangun inovasi
melaluilitbang, sumber inovasinya
terutama berasal dari proses adopsi dan
adaptasidari produk, proses dan metoda
yang ada. Ini artinya semua inovasi di
negara berkembang merupakan produk
baru di negara itu sendiri, tetapi tidak
merupakan produk baru pada tingkat
global.Adapun
sumber
dari
produk
baru
tersebut yakni dari perusahaan maupun
industrinegaranegaramaju.
Eaton dan Kortum (1996)memperkirakan
sekitar 80 persen dari inovasi yang
dihasilkannegaraberkembangberasaldari
teknologi negaranegara dalam kelompok
OECD, diluar Jepang dan Amerika. Oleh
karena itu, terobosan inovasi di negara
berkembang
sangat
tergantung
dari
perkembangan teknologi negara maju.
Bottazi dan Peri (2005) memperkirakan
bahwa setiap kenaikan satu persen
litbangdi Amerika menghasilkan 0.35
persenkenaikanpatenbaginegaranegara
anggotaOECD. Adapunaksesmasukdari
inovasi teknologi negara maju ke negara
berkembang tersebut tergantung antara
lain
dari
perdagangan,
investasi
dan
bentuk kerjasama ekonomi lain baik yang
7/26/2019 teknovasi1
12/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 5
dilakukan oleh perusahaan swasta,
lembaga litbang publik, perguruan tinggi,
maupun lembaga litbang lainnya
(Brahmbhatt
dan
Hu,
2007).
Penelitian World Bank (2005)dalam
Brahmbhatt dan Hu(2007). menemukan
bahwa bagi negaranegara yang tingkat
kemajuan litbangnya relatif lemah, maka
upaya yang dilakukan dalam membangun
inovasi di negara tersebut adalah dengan
cara memperkenalkan produk baru atau
denganmelakukanperbaikanprodukyang
ada
maupun
dengan
cara
menghasilkan
produk baru dari produk lama yang
dihasilkan sebelumnya. Diperkirakan
perusahaan swasta atau industri yang
melakukan cara ini mencapai 40 persen
baik di negara negara berkembang Asia
Timur maupun negara berkembang
lainnya.
Perusahaanswastadinegaraberkembang
Asia
Timur
khususnya
(Cambodia,
Indonesia, Malaysia, Philipina, Thailand
dan Vietnam) dominan dalam melakukan
perbaikan produk dari produk yang ada.
Hal ini sebagai akibat ketergantungan
ekspornya di satu pihak dan kebutuhan
untuk merespon perubahan yang cepat
dari spesifikasi produk yang diminta oleh
pembeli. Selain itu, perusahaan
perusahaan inijugacenderungmelakukan
outsourcinguntuk
beberapa
bagian
dari
kegiatan operasi usahanya untuk
mengurangi biaya produksi agar menjadi
lebih kompetitif. Perusahan dalam
kelompok ini diidentifikasi berasal dari
Cambodia dan Thailand, sedangkan
perusahaan di Indonesia dan Malaysia
relatif lebih sedikit yang melakukan cara
inovasisepertiini.
Ayyagari et.al. (2006) mendapatkan
beberapa korelasi dari perusahaan dalam
kelompok ini di negaranegara
berkembang.
Pertama,
inovasi
dengan
cara
menghasilkan produk baru dari produk
yangtelahadamaupunmetoda inovasidi
atas cenderung dominan baik pada
perusahanyangbaruberkembangmaupun
perusahaan besar. Kedua, perusahaan
yangberadadinegaradenganpendapatan
per kapita yang relatif rendah umumnya
melakukan cara inovasi seperti ini,
sedangkan perusahaan yang berada di
negara
dengan
pendapatan
per
kapita
yang relatif tinggi cenderung melakukan
inovasi dari hasil litbangnya. Ketiga,
tingkat inovasi perusahaan memiliki
korelasi kuat dengan jenis dan besar
sumber pendanaan eskternal perusahaan.
Keempat, tingkat inovasi memiliki korelasi
yang positif dengan tingkat persaingan
yangdihadapiperusahaan.
Adapuncara
perusahaan
di
negara
dengan
pendapatan rendah dan sedang di Asia
Timur khususnya dalam menyerap
pengetahuan atau teknologi yang berasal
dari luar negeri umumnya didominasi
dengancaramemasukanteknologimelalui
impor mesin atau peralatan baru.
Sedangkan cara dominan kedua yakni
dengan melakukan kerjasama dengan
perusahaan
dari
negara
maju
maupun
dengan cara memperkerjakan para ahli
yang berasal dari negara maju tersebut.
Detail persentase dari perusahaan di
negara Asia Timur dengan pendapatan
rendah dan sedang berdasarkan cara
inovasiyangdilakukandisajikanpada
7/26/2019 teknovasi1
13/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
6 ISSN : 2252-911X
Selainmetodamembanguninovasidiatas,
terdapat empat cara lain yang dilakukan
dalammembangun inovasiyangdilakukan
di negara Asia Timur. Empat cara
dimaksudadalahmemanfaatkan teknologi
impor, pembelajaran dari eksporproduk,
lisensi, dan pemanfaatan investasi
langsung asing (Foreign DirectInvestment,
FDI).Cara
memanfaatkan
teknologi
impor
dilakukan antara lain dengan reverse
engineering dari teknologi impor.
Sedangkan metoda inovasi yang
bersumber dari pembelajaran ekspor
dilakukan antara lain dengan melakukan
kerjasama dengan konsumen di negara
negara maju khususnya dalam ekspor
peralatanmesindantransportasi.
Dalam sistem OEM (Original Equipment
Manufacturing), perusahaan pemasok
yang berasal dari negara berkembang
melakukan produksi sesuai dengan
spesifikasi rancangan yang diminta
pembeli dari luar negeri. Produk yang
dihasilkan ini kemudian dieskpor dengan
menggunakan merek sendiri melalui
salurandistribusi
international.
Korea
SelatandanTaiwanmerupakanduanegara
di Asia Timur yang banyak melakukan
inovasi seperti ini. Di Korea selatan,
misalnya, sebanyak 7080 persen dari
produk ekspor elektronikmelakukan cara
inovasi seperti ini. Sedangkan di Taiwan
persentase produk ekspor dengan cara
inovasi seperti ini diperkirakan lebih dari
40persen. Carainovasisepertiinisemakin
7/26/2019 teknovasi1
14/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 7
gencar juga diikuti oleh perusahan
manufakturCina belakangan ini(Hobday,
1995).
Pengembangan
inovasi
dengan
memanfaatkanmasuknyainvestasiasingdi
negara Asia Timur juga tidak kalah
pentingnya. Singapura, misalnya,
membukapenanamanmodalasing (PMA)
dimaksudkan untuk mempercepat
pembangunanteknologidinegaranya. Hal
yang sama juga dilakukan Cina dengan
penekanan melalui cara usaha patungan
(joint
ventures).
Begitu
pula
dengan
negaraAsiaTimurlainnyasepertiMalaysia,
Philipina, IndonesiadanThailand. Namun
khusus untuk keempat negara ini, tingkat
inovasi yang dilakukan lebih rendah dan
nyaris seluruhnya berasal dari teknologi
luar negeri tanpa sentuhan teknologi
domestik(Firdausy,2010).
Dari uraian singkat tentang pengalaman
dan
pelajaran
di
atas
jelas
bahwa
negara
negara berkembang dengan pendapatan
per kapita rendah dan sedang di Asia
Timurbelumbanyakmenghasilkan inovasi
yang bersumber dari litbangdomestik.
Oleh karena itu, masuk akal jika tingkat
pertumbuhanekonomidinegarainisangat
rentan terhadap krisis ekonomi yang
terjadi di dalam negeri, apalagi terhadap
krisisglobal.
2.2. Potret Inovasi dan Daya Saing
Indonesia
Potret umum kemampuan inovasi di
Indonesia masih tergantung pada proses
adopsi dan adaptasi teknologi dari luar
sehingga inovasi yang dihasilkan menjadi
bersifat baru hanya di pasar domestik,
tetapitidak
di
lingkungan
pasar
global.
Akibatnya, tidak mengherankanjika daya
saing produk teknologi nasional belum
menggembirakanditingkatglobal.
Berdasarkan kajian yang dilakukan World
EconomicForum
(2010),
posisi
daya
saing
produk teknologi pada lingkungan global
(Global Competitiveness Index
GCI)pada20102011 menunjukkan bahwa
Indonesiamenempatiperingkatke44dari
139 negara. Peringkat inijauh lebih baik
dibandingkanposisidayasaingpadatahun
20092010 yang berada di peringkat 54
dari133negara(Tabel2).Terlebihlagijika
peringkat
daya
saing
periode
2010
2011
tersebut dibandingkan dengan peringkat
daya saing yang dicatat pada periode
20052006. Pada periode 20052006
peringkat daya saing Indonesia berada
padaposisi74dari117negara. Diantara
negaranegara ASEAN, peringkat daya
saingIndonesiahanyalebihbaikdibanding
Filipina dan Vietnam, tetapi masih tetap
tertinggaljauhdibelakangnegaraThailand,
Malaysia,dan
Singapura.
Namun jika perhitungan peringkat daya
saingglobal tersebutdilihatdari tigapilar
yang lebih spesifik yakni kebutuhandasar
(basic requirements), pemacu efisiensi
(efficiency enhancers) dan inovasi
(innovation and sophistication), maka
khusus untuk pilar inovasi, peringkat
Indonesia relatif jauh lebih baik
dibandingkannegara
Thailand,
Vietnam
danPhilipina. Peringkat Indonesiauntuk
inovasi pada tahun 2009 berada pada
posisi47,sedangkanThailanddiperingkat
54, Vietnam di posisi 57 dan Philipina di
posisi 76 dari 134 negara yang disurvei.
PeringkatinovasiIndonesiaterusmembaik
sejak tahun 2007 dari ke54 (dari 131
negara)menjadiurutanke36pada tahun
2010
(World
Economic
Forum,
2010).
7/26/2019 teknovasi1
15/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
8 ISSN : 2252-911X
Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa
kemampuan inovasinasionalsecararelatif
menunjukkan perbaikan. Namun
demikian, capaian ini masih perlu terus
ditingkatkan serta diimbangi dengan
peningkatan kapasitas adopsi para
pengguna teknologi dalam negeri, agar
dapatmemberikan sumbangannyatabagi
pembentukan keunggulan posisi
(positionaladvantage)Indonesiaditengah
dinamika perdagangan global saat ini.
Apalagi pada tahun 2015, Indonesia
bersama dengan 9 negara di ASEAN
lainnya akan membentuk Masyarakat
Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic
Community),sehinggapersaingandipasar
domestik akan semakin terpengaruh
dengan membanjirnya produkproduk
substitusi dari ASEAN dan negara lainnya
dengan basis teknologi yang lebih
kompetitif.
7/26/2019 teknovasi1
16/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 9
2.3. IsuIsu Penting dalam Membangun
Inovasi.
Inovasi atau TFP memegang peranan
utama
dalam
pertumbuhan
ekonomi,
selain peranan modal dan SDM.Untuk
mendorong kemampuan inovasi nasional
tersebut, maka beberapa isu berikut ini
perlumendapatperhatian.
Pertama, isu yang menyangkut pilihan
inovasi. Dalam konteks nasional,
penekananinovasiuntukmemperbaikiTFP
tidak dapat difokuskan hanya untuk
memperolehatau
menghasilkan
produk,
proses, dan metoda baru pada tingkat
global, melainkan juga dalam pengertian
yang lebih sempit pada tingkat
perusahaan, masyarakat atau konteks
tertentu. Hal ini disebabkan karena
kemampuan inovasi atau daya saing
teknologi nasional masih relatif rendah
sehinggaupayamenghasilkaninovasipada
tingkat
global
relatif
belum
perlu
untuk
diprioritaskan. Inovasi yang perlu
dikembangkandi Indonesiaadalah inovasi
yang dihasilkan dengan lebih
memanfaatkan produk, proses dan
metoda yang berbeda dengan
pengetahuan dan teknologi yang ada dan
dapat dimiliki, tetapi berbasis pada
sumberdayanasionaldan/ataulokal.
Dari
hasil
evaluasi
komponen
dalam
menetapkan indeks daya saing global
tahun 20092010, tercatat tiga indikator
yang relatif sangat buruk, yakni berada
padaperingkatdiatas80dari134negara
yangdisurvei. Ketigapilardimaksudterdiri
dari infrastruktur (peringkat 86),
pendidikan dan kesehatan (peringkat 87)
dan kesiapan teknologi (technology
readiness) yang berada pada posisi 88.
Sebagaibandingan,
untuk
pilar
kesiapan
teknologi ini, Malaysia telah jauh
meninggalkan Indonesia, yakni berada di
peringkat 37, dan bahkan Indonesia saat
ini berada di bawah Vietnam (peringkat
73). Oleh karena itu perhatian untuk
memperbaiki ketiga indikator di atas
diperlukan agar kemampuan inovasi dan
posisidayasaingnasionalmeningkat.
Kedua, isu yang menyangkut cara
membangun kemitraan inovasi secara
institusional antara kalangan akademisi
dan pemerintah dengan pihak industri.
Kondisi kemitraan inovasi semacam ini di
Indonesia belum terbangun dengan baik.
Diduga saat ini industri di Indonesia
cenderung lebihmengandalkanhubungan
individual dibanding hubungan
institusional. Faktainididukungolehhasil
survei inovasi industri manufaktur di
Indonesia yang dilakukan oleh LIPI (2009)
yangmenunjukkan bahwa sebagian besar
kegiatan inovasi tersebut dilakukan oleh
pihakperusahaan,
dan
anggaran
litbang
sebagianbesarbersumberdariperusahaan
itusendiri(94.9%).
Dengan kegiatan dan proporsi anggaran
demikian,maka perusahaan tampak lebih
memilihmenggunakan tenaga profesional
lepas dari komunitas akademisi untuk
melakukan kegiatan inovasi di
perusahaannya. Meskipundemikian,tetap
masihada
beberapa
kelompok
industri
yang melakukan kegiatan litbang dengan
memberikan dana litbang secara
institusional kepada institusi akademik.
Indikasi ini ditunjukkan oleh ratarata
anggaran litbang perusahaan yang
dialokasikan untuk pihak lain (anggaran
ekstramural)yangrataratakurangdari25
%(LIPI,2009).
Ketiga,
isu
yang
berkaitan
dengan
rendahnya kualitas pendidikan atau
7/26/2019 teknovasi1
17/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
10 ISSN : 2252-911X
terbatasnyajumlahSDMdilembagalitbang
swastaatau industridibandingkandengan
kualitas dan ketersediaan SDM di
lembagalitbangpublik. Tingkatpendidikan
SDM di litbang publik jauh lebih baik
daripadatingkatpendidikanSDMdilitbang
perusahaan swasta (Tabel 3). Tercatat
lebih dari 34 persen peneliti di lembaga
litbang publik berpendidikan minimum
magister (strata 2), sementara hanya 3,7
persen peneliti di litbang perusahaan
swasta yang berpendidikan minimum
magister.
Tabel
3.
Perbandingan
kualifikasi
pendidikan
SDMdilembagalitbangpublikdanswasta
Jenjang
Pendidikan
KomposisiSDM(%)
Litbang
Publik
Litbang
Swasta
S3 8,62 0,24
S2 25.65 3,43
S1 36,55 54,21
Diploma 29,17 42,12
Sumber:LIPI(2010)
Sementara itu, investasi SDM di litbang
perusahaan/swasta relatif kecil sehingga
salah satu strategi yang berpotensi untuk
dilakukan adalah difusi ilmu pengetahuan
antara lembaga litbangpublikdanswasta.
Kondisi tersebut seharusnya mendorong
terjadinya mobilitas SDM antara dua
sektor tersebut untuk mendukung difusi
ilmu pengetahuan. Namun fakta di
lapanganmenunjukkanbahwahaltersebut
sulitterjadi.
Dengan kondisi SDMlitbang perusahaan
yang terbatas,maka tiga implikasiberikut
ini telah terjadi: (1) industri yang
dikembangkan bukanlah industri yang
membutuhkan inovasi dengan dukungan
litbangyanghandal;(2)kegiatanlitbangdi
perusahaan dilakukan dengan
memanfaatkan tenagatenaga akademisi
secara personal, dan hanya 25%
perusahaan swasta manufaktur yang
melakukan hubungan secara institusional
dengan universitas dan lembaga litbang
publik; dan (3) perusahaan lebih
memanfaatkan litbang di luarnegeri atau
perusahaanprinsipalnyauntukmelakukan
kegiatanlitbang.
Fenomena
ini
dikenal
sebagai open innovation, dimana inovasi
yang dihasilkan tidak saja mengandalkan
kemampuan inovasi dari dalam
perusahaan tetapi juga dari luar
perusahaan. Dalameraglobalisasisaat ini
dengandukungan teknologi informasidan
komunikasi, kecenderungan open
innovationakansemakinmenguat.
Keempat,isu
yang
menyangkut
rendahnya
kemampuan inovasi industridalamnegeri.
Selama 10 tahun terakhir tercatat
kemampuan inovasi industridalamnegeri
belum menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Darihasil surveiLIPI (2009)di
industri manufaktur tercatat bahwa
intensitasteknologidi industrimanufaktur
didominasioleh industriteknologirendah,
yakni
lebih
dari
50
persen
dari
total
luaran
yang dihasilkan industri manufaktur (LIPI,
2009). Kondisi ini menunjukkan betapa
rendahnya anggaran litbang yang
dikeluarkan pihak industri, sementara
upaya untuk membentuk kondisi
kemitraan inovasi antara lembaga litbang
publik dan litbang industri juga belum
optimal.
Negara
negara
yang
perekonomiannya
maju umumnya ditandai dengan
7/26/2019 teknovasi1
18/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 11
kemampuan inovasi dan alokasi
pembiayaan litbang industri yang tinggi.
Sebagai contoh, secara nasional alokasi
danauntukmembiayaikegiatan litbangdi
Jepang mencapai sekitar 3,3% GDPnya,
dimana kurang dari 0,8% saja yang
bersumber dari dana pemerintah,
selebihnya (lebih dari 2,5%) dibiayai oleh
industri. Israel sebagai negara dengan
alokasi dana litbang tertinggi (sekitar
4,25% dariGDP),juga hanya sekitar 0,6%
yang bersumber dari dana pemerintah.
Fenomenayangsamajugaterjadidisemua
negaraanggota
OECD
(OECD,
2011).
Kelima, isu yang menyangkut masalah
sinergi antara kegiatan penelitian dengan
kebutuhan industri pengguna. Interaksi
yangefektifduaarahantarapihakpeneliti
dan industri merupakan modal utama
terbentuknya sinergidalammeningkatkan
difusi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Merujuk pada konsep SINas, dimana
interaksiantar
elemen
elemen
inovasi
menjadi fokusutama,maka interaksiyang
efektif tersebut berperan penting dalam
penguatanSINasdiIndonesia.
Upaya rintisan untuk meningkatkan
interaksi dan koordinasi tersebut telah
diinisiasi,antara lainmelaluiOpenMethod
ofResearchCoordination (OMRC)diDRN,
PortalTelusurIptek(POTENSI)diBPPT,dan
GarbaRujukan
Digital
(Garuda)
di
DIKTI.
Walaupun demikian, upaya upaya
tersebut masih relatif baru dimulai
sehingga perlu sosialisasi intensifagar
dapatlebihberkembangdanbermanfaat.
Keenam, isu terkait dengan penguatan
SINas. DalamhaliniagarpenguatanSINas
terwujud dibutuhkan penguatan serta
integrasi kebijakankebijakan terkait
dengankegiatan
penelitian
di
Indonesia,
baik langsung maupun tidak langsung.
Salah satu caranya yakni dengan
menetapkankebijakankuotapemanfaatan
risetdalamnegeri. Halinibertujuanuntuk
secarahalus memaksa industripengguna
untuk berinteraksi dengan peneliti yang
terkait dengan pengembangan produk
melalui kegiatan litbang. Kebijakan kuota
tersebut juga diharapkan mampu
membuat peneliti bersemangat untuk
melakukan riset yang aplikatif dan
bermanfaat bagi pengguna. Dengan
demikian, diharapkan akan terwujud
kondisi kebergantungan antara pengguna
denganpeneliti.
Isu yang juga harus menjadi perhatian
yakni berkaitan dengan kebijakan
kebijakan pendukung kegiatan litbang.
Penyusun regulasi atau kebijakan
seringkalimengabaikanaspeksosial.Salah
satunya adalah dalam rumusan kebijakan
pendidikan. Pentingnya perhatian
terhadap kebijakan pendidikan ini
mempengaruhi
iklim
kegiatan
pembelajarandanpenelitiandi Indonesia.
Takhanyaditingkatuniversitas,kebijakan
pendidikaniniharusdiperbaikidaritingkat
pendidikan dasar, untuk menumbuhkan
budaya inovasi dan pembelajaran yang
lebih baik, terutama dalam hal
peningkatandifusiilmupengetahuanserta
penguatankapasitasadopsiinovasi.
3.DimensiSosial.
Pengembangan teknologi perlu dirancang
seimbang antara mendukung
pertumbuhan ekonomi dan menyiapkan
proses transformasi sosial, sehingga
keduanya dapatberjalan secara paralel.
Kegiatan litbang dapat dikategorikan
suksesjikamampumenghasilkanteknologi
yang secara nyata dan signifikan
7/26/2019 teknovasi1
19/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
12 ISSN : 2252-911X
memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional dan
sekaligusjugaberdampakpositif terhadap
kesejahteraan sosial masyarakat (Gambar
1).
Selanjutnya,jika teknologiyangdihasilkan
mampu mendorong pertumbuhan
ekonomi tetapi tidak secara paralel
mendoronglajuprosestransformasisosial,
maka pertumbuhan ekonomi tersebut
dapat menjadi bumerang, karena akan
meningkatkan ketergantungan
masyarakat. Contoh yang mudah dilihat
adalah
keberhasilan
pengembangan
teknologi pertanian yang mampu
meningkatkan produksi pangan nasional,
tetapi tidak secara nyata meningkatkan
kesejehteraan petani sebagaimana
diindikasikandaritidakmeningkatnyaNilai
TukarPetani,makaakibatnyapetaniterus
tergantungpadasubsidipemerintahuntuk
mendapatkan sarana produksi dengan
harga
terjangkau
agar
usaha
tani
tanaman
pangantidakmerugi.
Pertumbuhan
Ekonomi
Tinggi
Ketergantungan Sukses
Ren
dah
Gagal
?
Rendah Tinggi
TransformasiSosial
Gambar1. Kuadranteknologi
berdasarkankontribusinyaterhadap
Ketergantungan ini telah menjadi
perangkapyangsulituntukkeluar,karena
jika sarana produksi tidak disubsidi maka
usahatani tanaman pangan akan merugi.
Jika rugi maka tidak ada petani yang
termotivasi untuk melakukan kegiatan
usahatani tanaman pangan atau tetap
melaksanakannya tetapi hanya untuk
tujuan memenuhi kebutuhan sendiri
(subsisten), sehingga secara makro akan
meruntuhkan ketahananpangannasional.
Jika opsi lain yang dipilih agar usahatani
tanaman pangan menguntungkan, yakni
dengan
menaikkan
harga
komoditas
tanaman pangan, maka jelas akan
menambah beban para konsumen dan
sangat potensial untuk mengganggu
stabilitas nasional. Ongkos politik yang
harus ditanggung oleh pemerintah
mungkinakansangatmahal.
Secara teoritis, teknologi dapat
mendorong transformasi sosial, misalnya
jenis
teknologi
yang
dibutuhkan
untuk
meningkatkan kualitas layanan publik di
sektor pemerintahan, pendidikan,
kesehatan, dan keagamaan. Teknologi
informasi dan komunikasi dapat sangat
bermanfaat dalam mendorong
transparansi dan akuntabilitas instansi
pemerintah, selain untuk mendukung
peningkatan kualitas pendidikan dalam
rangka
meningkatkan
kecerdasan
intelektual dan spiritual; serta berbagai
teknologi kesehatan yang dapat
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Namun proses transformasi sosial yang
didorongolehteknologiinisecaradefacto
sangat tidak mungkin untuk diisolir dari
kemungkinan dampak tidak langsungnya
terhadappembangunanekonomi.
7/26/2019 teknovasi1
20/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 13
Pada akhirnya tentu selalu ada
kemungkinan bahwa teknologi yang
dikembangkan tidakmampuberkontribusi
terhadap upaya memacu pertumbuhan
ekonomi maupun mendorong proses
transformasi sosial, bahkan bukan tidak
mungkin bahwa suatu teknologi dapat
berdampak negatif secara ekonomi dan
sosial. Teknologi yang masuk kelompok
(tidak berdampak atau malah berdampak
negatif) ini layak dikategorikan sebagai
teknologiyanggagal. Kejadianinimungkin
terjadijika proses perencanaan riset dan
pengembanganteknologi
tersebut
tidak
berbasispada realita kebutuhandan/atau
persoalan yang dihadapimasyarakat atau
negara.
3.1. Introduksiteknologiperludibarengi
dengantransformasisosial.
Pada era perdagangan yang semakin
terbuka
serta
didukung
kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi yang
sedemikian pesat sehingga upaya
mengaksesinformasitelahmenjadimudah
dan murah, maka introduksi teknologi
hanya akan berpeluang untuk diadopsi
olehparapenggunajikateknologitersebut
handalsecarateknisdankompetitifsecara
ekonomi. Namun demikian, kalaupun
kedua dimensi keunggulan teknologi ini
(teknisdanekonomis) telahdimiliki, tetap
saja tidak menjamin secara otomatis
bahwa teknologi tersebutakandigunakan
oleh industri, masyarakat, maupun
pemerintah.
Cukupbanyakcontoh introduksi teknologi
kemasyarakat yang gagal akibat kealfaan
dalam mempertimbangkan dimensi
sosiokultural dan/atau kapasitas ekonomi
masyarakat penerimanya. Kealfaan ini
sering terjadi akibat: (1) introduksi
teknologi tidak memperhatikan kapasitas
adopsimasyarakatsebagaicalonpengguna
potensialnya; (2) kapasitas adopsi
penggunahanyadilihatdaridimensiteknis
semata, dengan mengabaikan
pertimbangan ekonomi dan sosiokultural;
(3) semuadimensikapasitasadopsi sudah
diperhatikantetapiteknologiyangditawar
tidak mempunyai prospek untuk
memberikan keuntungan tambahan bagi
penggunanya, baik berupa keuntungan
finansial maupun dalam bentuk
kemudahandan
kenyamanan
dalam
melaksanakankegiatanekonomiataunon
ekonomi.
Uraian tentang kendala adopsi teknologi
ini memberikan ilustrasi bahwa setiap
teknologi yang akan dikembangkan tidak
bolehhanyafokuspadadimensiteknisnya
semata, tetapi perlu selalu
mengintegrasikan dimensi ekonomi dan
sosiokultural
para
pihak
yang
diproyeksikanmenjadipenggunanya,serta
juga proses pengembangan teknologi
tersebuttidakbolehdiisolirdariekosistem
dimana ia dikembangkan dan
diproyeksikanakandigunakan.
Lakitan (2010) mengingatkan bahwa
sebuah sistem inovasi hanya dapat
diwujudkanjika: (1) informasi kebutuhan
danpersoalan
yang
dihadapi
oleh
para
pengguna teknologi dapat diterima dan
dipahamidengan tepatdan komprehensif
oleh para pengembang teknologi; dan (2)
teknologi yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan dan/atau untuk solusi
persoalan yang dihadapi, serta sepadan
dengan kapasitas adopsi para pengguna
teknologi.
Prasayaratyang
pertama
membutuhkan
kepercayaan dari pihak pengguna untuk
7/26/2019 teknovasi1
21/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
14 ISSN : 2252-911X
berbagi informasi dengan pihak
pengembangteknologi,dipadukandengan
sensitivitasdankesungguhanpengembang
teknologi untuk memahami kebutuhan
dan/atau persoalan para pengguna
teknologi;sedangkanprasyaratyangkedua
dimulai dengan pengembangan paket
teknologi yang relevan terhadap
kebutuhan dan sesuai dengan kapasitas
adopsipadapenggunapotensialnya.
Dengan demikian, jika mengacu pada
amanah konstitusi (Pasal 31 ayat (5)
UndangUndang Dasar 1945) yang secara
tegas menyatakan bahwa pembangunan
iptekadalahuntukmemajukanperadaban
dan menyejahterakan umat manusia,
makamenjadijelasbahwapengembangan
teknologi hanya dapat disebut suksesjika
sistem inovasi juga dapat diwujudkan
sehinggamembukapeluangbagiteknologi
untuk secara langsung berkontribusi
terhadap perekonomian nasional dan
kesejahteraanrakyat.
Dalam konteks saat ini, langkah utama
yangperludilakukanadalahmensejajarkan
posisi teknologi dengan kapasitas sosial
ekonomi masyarakat Indonesia, baru
setelah itu menata agar laju
perkembangan teknologi agar seiring
sejalan dengan laju proses transformasi
sosial. Ketimpanganantarakeduanyaakan
berdampak
pada
rendahnya
efektivitas
dan efisiensi pengelolaan sumberdaya
(alam, manusia, dan pembiayaan) dalam
proses pengembangan teknologi dan
dalammendorongpertumbuhanekonomi.
3.2.Ketergantunganmasyarakatakibat
lambannyatransformasisosial.
Jikateknologihanyamampuberkontribusi
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
tetapi
tidak diimbangi dengan transformasi
sosial, maka dapat berdampak pada
meningkatnyaketergantunganmasyarakat
pada sumber pengembang teknologi
tersebut untuk aplikasi selanjutnya
(Usman, 2011). Jika introduksi teknologi
tersebut difasilitasi oleh atau ada bentuk
campur tangan lainnya dari pemerintah,
maka tumpuan masyarakat untuk
keberlanjutan implementasi teknologi
tersebut akan bergantung pada peran
pemerintah. Secara kumulatif, kondisi
yang seperti ini dapat menyebabkan
akumulasi beban pemerintah yang
semakinlamaakansemakinberat.
Introduksi teknologi budidaya tanaman
pangan dalam bentuk penyediaan bibit
ungguldansaranaproduksipendukungnya
(terutama pupuk anorganik dan pestisida)
yang selama ini dilakukan pemerintah
untuk memacu peningkatan produksi
pangan nasional telah berdampak pada
sulitnya pemerintah mengurangi beban
subsidi pertanian sampai saat ini.
Walaupun tentunya ada berbagai
pertimbanganpolitisdanekonomi lainnya
yang mengakibatkan sulitnya mengurangi
bebansubsidi
ini.
Pengembangan teknologi dan penyiapan
SDM berjalan bergandengan dan saling
pengaruhsecaratimbalbalik. Kemampuan
bangsa dalam menguasai dan
mengembangkan teknologi sangat
tergantungpadakualitassumberdayayang
dimiliki. Sebagai salah satu indikator
penaksir kualitas SDM yang umumnya
digunakan
adalah
jenjang
pendidikan
formal ratarata dari penduduk suatu
7/26/2019 teknovasi1
22/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 15
negaradan/ataupersentasepopulasiyang
menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi.
Asumsi dasarnya adalahmutu pendidikan
tinggi dipelihara standarnya dan tidak
dikorbankan untuk kepentingan lain yang
bersifatnonakademik.
Selain relevansinya dengan kebutuhan
nyata, implementasiteknologijugamutlak
membutuhkan SDM yang cakap. Negara
perlu menyiapkan tenaga kerja yang
berpengetahuancukupdanterampiluntuk
melaksanakan pekerjaan. Sertifikasi
profesidapatmenjaditooluntukmenakar
kualitas tenaga kerja, baik dari kadar
pengetahuan maupun keterampilannya,
dengan asumsi bahwa sertifikat profesi
benarmencerminkan kapasitas kerja para
pemegangnya.
Transformasibudayayangdimaksuddalam
konteks padanan dari perkembangan
teknologi adalah sebagaimana yang
diilustrasikandiatasmelaluihubungandan
ketergantungan timbalbalik antara
keduanya, sertanilaidannormayangada
di dalamnya. Memahami bahwa untuk
membangun sistem inovasi dibutuhkan
baik pengembang teknologi yang kreatif
dan handal maupun para pengguna
teknologi dengan kapasitas adopsi yang
sebanding, maka isu transformasi sosial
harusnya tidak luput dari formulasi
skenario
besar
upaya
peningkatan
kontribusi teknologi terhadap
pembangunan ekonomi,jika keberhasilan
yang diharapkan selain menjadi lebih
mungkin dicapai (achievable) tetapi juga
dapatdipeliharasecaraberkesinambungan
(sustainable).
Proses transformasi sosial hampir tidak
mungkinuntukdipisahkandarikebutuhan
untukperubahan
mindset
dari
semua
pihak terkait (para stakeholders). Ada
indikasi bahwa batuan pemerintah dalam
bentuk dukungan pembiayaan atau
pinjaman modal usaha sering dianggap
oleh komunitas penerima sebagai donasi,
sehingga dianggap tidak perlu dikelola
secara sungguhsungguh dan
dipertanggungjawabkan, akibatnya hanya
sedikit yang menunjukkan keberhasilan.
Sebaliknya, ada juga indikasi bahwa
kegiatan pemerintah yang diproyekkan
(Usman, 2011) sehingga misinya dalam
membangun bangsa atau
menyejahterakan rakyat tergerus oleh
kepentinganpersonal
dari
pihak
pihak
yang terkait. Persoalan integritas dan
moraljugamerupakanisusosialyangperlu
ditransformasikearahyanglebihpositif.
Pemahaman tentang pentingnya dimensi
sosial untuk ikut diperhatikan dalam
membangun sistem inovasi nasional
diperlihatkan oleh Pemerintah Jepang.
Dalam konsepsi sistem inovasi Jepang,
terlihatjelas
bahwa
karakter
bangsa,
tradisi, budaya, dan lingkungan sosial
menjadi fondasi paling dasar dari
bangunankonsepsisisteminovasinasional
(MEXT, 2002), baru kemudian dimensi
politik dan ekonomi yang menjadi
landasan untuk berbagai kebijakan
pemerintah untukmendukung panggung
inovasi(Gambar2).
3.3.Menumbuhkan teknologi yang
mengakarpadabudayasendiri.
Hasanuddin (2011) mengingatkan bahwa
transformasi budaya adalah tumbuh,
berkembang, dan maju secara dialektik
pada batang dan akar kultural sendiri,
bukan perubahan yang tercabutdari akar
kultural itu. Namun demikian, pada saat
ini, masyarakat telah terlanjur
7/26/2019 teknovasi1
23/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
16 ISSN : 2252-911X
terkonta
dimilikit
saat bers
tidakma
Gamb
Pengemb
hendakn
sumberd
sumberd
wilayah
untukm
potensis
budaya,
sendiri
keterlibat
seluruh l
tidak bol
teknologi
budaya
nilainilai
bangsaIn
Indonesia
Kreativitaprosesb
inasi, men
lahketingga
amaan nilai
pumereka
r2. Karakt
angan tekn
a tetap be
yasendiri, t
ya alam ya
usantara, (
ngelolaseca
mberdayaa
tradisi, da
alam
rangan dan u
apisan mas
eh mengga
perlu dii
angsa dan
luhur yang
donesia.
adalah b
s
kadang
lrpikiryangs
anggap nil
lanzaman,d
kemajuan it
aih. Jikasin
rbangsa,tr
Inovasi
ologi di In
basis pada
ermasuk: (1)
g dimiliki di
) SDM yang
raarifdanp
lamtersebut
karakter
ka
memakaya pembe
arakat. T
tikan tradisi
tegrasikan
diserasikan
embentuk
ngsa yang
ahir
tanpa
istematisata
i yang
anpada
sendiri
alemen
disi,budaya
asionalJep
donesia
potensi
potensi
seluruh
dididik
roduktif
,dan(3)
bangsa
imalkan
rdayaan
knologi
, tetapi
dengan
dengan
karakter
kreatif.
melalui
udapat
yangdikem
ini benar d
ini, maka ki
sosialyangs
,danlingku
ng(MEXT,2
juga dikat
tersebut ka
secara sist
menggiring
mengangga
(misalnya
dengan pr
berbasis log
teknologi).terlahir den
dan sekalig
karenasetia
kanandano
Teknologim
pengetahua
memenuhi
manusiasej
denganken
sederhanan
kakanoleh
n tersebar
ta sedang
angatserius.
gansebagai
002)
kan bahwa
ang tidak
matis. K
ke arah
bahwapro
karya seni)
duk dari
ikakeilmuan
Manusiaan kebutuh
s mampu m
pindividute
takkiri.
emangterla
dan lebih
kebutuhan
tinyatidakp
amananfisi
aadalahpa
asanuddin(
meluas di n
engalami tr
fondasiSiste
proses k
ampu dijel
ndisi ini
persepsi
ukprosesk
berseber
kerja siste
(misalnyap
pada
dasn akan tek
engapresiasi
lahirdengan
irdarirahim
didorong
asmaniah,
ernahpuas
semata.
Casaatsese
011)
gara
agedi
m
reatif
skan
ering
yang
reatif
ngan
matis
oduk
rnyaologi
seni,
otak
ilmu
ntuk
etapi
anya
ntohrang
7/26/2019 teknovasi1
24/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 17
memutuskan untuk membeli telepon
seluler, maka pertimbangan yang muncul
dalambenak individutersebuttidakhanya
untuk mendapatkan alat untuk
berkomunikasi semata, tetapi juga ingin
punya alat yang terlihat indah dari desain
bentuk,teksturpermukaan,danwarnanya.
Selain itu, juga diharapkan tombol pada
telepon seluler tersebut lebih ergonomis
(mudah dan nyaman digunakan) dan
harganyajuga terjangkau. Kesimpulannya
adalah keputusan untuk membeli produk
teknologi merupakan suatu proses yang
kompleks,tidak
lagi
hanya
sekedar
untuk
mendapatkan kehandalan teknologinya
semata. Dalam konteks ini, maka
terminologiinovasimenjadilebihrelevan.
Inovasi tidak berakhir saat dihasilkannya
suatuproduk teknologi, tetapibarudapat
dikategorikan sebagai produk inovasi jika
produkteknologitersebuttelahdigunakan
oleh konsumen. Oleh sebab itu, agar
dapat
disebut
sebagai
produk
inovasi,
maka setiap produk teknologi harus
diperkaya dengan muatan nonteknologi
yang membentuk preferensi konsumen,
yang dapat mencakup nilai estetika, sifat
ergonomis, sesuai perilaku dan ragam
kebutuhanpengguna,sertadayabeli.
Bangsa Indonesia memiliki budaya yang
majemuk dengan ragam yang terbentuk
darikombinasi
etnis
dan
wilayah
geografis.
Keragaman budaya ini menjadi tantangan
tersendiri dalam mengembangkan produk
teknologi agar dapat diterima pasar
domestik. Dengan demikian, walaupun
suatu produk tersebut memiliki fungsi
teknologis yang sama, namun untuk
meningkatkan kesesuaiannya dengan
preferensi konsumen maka produk
teknologi ini perlu disesuaikan muatan
nonteknologinya dengan selera
masyarakat.
Untuk mempertahankan tradisi Indonesia
dalam
produk
teknologi
nasional,
maka
Hasanuddin (2011) menyarankan perlu
dilakukan sintesis nilai dan kebijakan
politikyangtepat,mecakup:(1)Revitalisasi
nilaitradisietnik,(2)AkomodasinilaiIptek,
(3) Integrasi nilai tradisi etnik dan nilai
Iptek, dan (4) Kebijakan politik
pengembanganIptek.
Upaya strategis yang penting adalah
mengintegrasikan
nilainilai
tradisi
etnik
dengan fungsi teknologis dalam setiap
kegiatan pengembangan teknologi di
Indonesiayangdidukungdengankebijakan
politikyangtepatdandiikutidenganupaya
pengawalan pada tahap implementasinya.
Catatan penting yang perlu mendapat
perhatiandalamkonteks iniadalahbahwa
nilainilai tradisi sesungguhnya tidak
bersifat statis, tidak dapat dipertahankan
selamanyapadaposisistatis,danmungkin
tidakperludipertahankanstatis. Halyang
penting adalah menjaga agar perubahan
nilai tradisi dan budaya tersebut berjalan
seiring dan harmonis dengan kemajuan
teknologi dan perkembangan peradaban
bangsadandunia.
Sebuah pertanyaan yang tersisa adalah
apakahmungkinpengembangan teknologi
tidak secara nyata atau rendah
kontribusinya terhadap pertumbuhan
ekonomi tetapi secara signifikan
mendorong proses transformasi sosial?
Secarateoritis,kemungkinaninidapatsaja
terjadi jika teknologi yang dikembangkan
tersebut tidak terkait dengan kegiatan
ekonomi, misalnya teknologi untuk
membantu peningkatan kualitas layanan
sosial
keagamaan
atau
kemasyarakatan,
namun realitanya akan sangat sulit
7/26/2019 teknovasi1
25/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
18 ISSN : 2252-911X
mengidentifikasi teknologi yang secara
khusus (fullydedicated) hanya digunakan
pada kegiatan nonekonomi ini. Hampir
selalu teknologi tersebut bisa juga
digunakan untuk kegiatan ekonomi, atau
teknologi tersebut punya varian yang
dapatdigunakan untukkegiatan ekonomi,
atau secara langsung memang tidak
mendukung kegiatan ekonomi tetapi
dampak sekundernya secara nyata
berdampakpadakinerjaperekonomian.
Sebagai contoh, teknologi informasi dan
komunikasi dapat membantu
meningkatkan efektivitas dan perluasan
jangkauan kegiatan dakwah atau siar
agama dimana kegiatan ini tidak terkait
secara langsung dengan ekonomi, tetapi
teknologiyangsamadapatpuladigunakan
untuk kepentingan ekonomi. Contoh
untukdampaksekunderterhadapekonomi
adalah teknologi pendukung sektor
pendidikan (atau pembangunan kualitas
SDM
pada
umumnya).
Teknologi
ini
mungkinsecaralangsungtidakberdampak
pada ekonomi tetapi dapat memacu
proses transformasi budaya, tetapi secara
tidak langsung peningkatan kualitas SDM
tersebut akan juga meningkatkan
produktivitas tenaga kerja, sehingga pada
gilirannya juga akan ikut mendorong
pertumbuhanekonomi.
3.4. BudayaKerjaAktorInovasiIndonesia
Orientasi kerja akademisi, peneliti,
perekayasa, dan profesi lain yang terkait
dengan pengembangan teknologi saat ini
masih belum sepenuhnya untuk
menghasilkan ilmu pengetahuan dan/atau
teknologi yang bermanfaat nyata bagi
masyarakat atau para pengguna teknologi
lainnya;mayoritasmasihberorientasipada
upayamendapatkanpengakuanakademis,
misalnya dalam bentuk perolehan angka
kredit yang dijadikan indikator kinerja
sebagai bahan pertimbangan dalam
promosijabatanfungsional.
Faktor pendorong para pengembang
teknologi untuk mempublikasikan hasil
risetnya ataupun mendaftarkan paten,
lebih termotivasi oleh perolehan angka
kredit yang terkait dengan publikasi atau
paten tersebut, sangat jarang yang
didorongolehkeinginanagarhasilrisetnya
diketahuiolehkomunitasakademikdalam
bidang ilmu yang sama dan/atau para
(calon) pengguna potensialnya.
Kecenderungan alasan tersebut tercermin
daripilihanmediacetakdimanahasilriset
dipublikasikan,yangumumnyamerupakan
jurnal ilmiah dengan sistem seleksi yang
longgar dan distribusi terbatas. Publikasi
peneliti dan akademisi Indonesia dijurnal
internasional yang selektif (peerreviewed
ataurefereedscientific
journal)
sampai
saat
ini masih sangat terbatas, jauih lebih
sedikit dibandingan peneliti di Singapura,
Malaysia,danThailand.
Peneliti dan akademisi Indonesia terkesan
tidak terganggu dengan rendahnya
jumlahpublikasitersebut. Reputasikurang
positif secara akademik ini, ternyata tidak
jugadikompensasidenganunjukkinerjadi
sisiyang
lain,
misalnya
hasil
riset
berupa
teknologi yang memberikan kemanfaatan
langsung bagi masyarakat. Sejauh ini
orientasikerjaparapengembangteknologi
Indonesia terkesan masih senjang dengan
realita kebutuhan masyarakat, industri,
maupun pemerintah sebagai tiga
kelompok utama pengguna teknologi,
sehingga sangat sedikit hasil riset dan
teknologi
yang
telah
berhasil
dikembangkan, kemudian diadopsi
7/26/2019 teknovasi1
26/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 19
pengguna. Sebagai akibatnya kontribusi
teknologiterhadappertumbuhanekonomi
Indonesiajugamasihbelumkentara.
Lembagabisnis
dan
industri
pada
dasarnya
tentu berorientasi pada keuntungan
ekonomi. Namun demikian, dalam
konteksmewujudkansisteminovasi,maka
karakteristikyang inginditonjolkanadalah
terkaitdenganjenisusahadankebutuhan
teknologinya, perspektif komunitas ini
terhadap kelayakan teknologi nasional
untuk digunakan dalam kegiatan usaha,
dan kapasitas adopsi teknologi dari
lembagabisnisdanindustritersebut.
Jenis industri yang paling membutuhkan
teknologi umumnya adalah kelompok
industri manufaktur, terutama untuk
produkproduk yang sangat kompetitif
persaingannya di pasar global, misalnya
produk barang dan jasa di bidang
komunikasi dan informasi. Industri dan
bisnisdiIndonesialebihdominandisektor
perdagangan dan eksploitasi sumberdaya
alam sehingga kebutuhan teknologinya
relatif rendah. Untuk pemenuhan
teknologi tersebut, para pelaku dunia
usaha dan industri umumnya lebih
memilih teknologi yang telah dikenal
handalyangumumnyaberasaldarinegara
asing. Dalam dunia bisnis, pertimbangan
finansial hampir selalu sangat dominan,
sedangkan
sikap
nasionalisme
dalam
konteks pemilihan teknologi yang akan
digunakan hampir selalu bukan menjadi
dasarpertimbanganutama.
Para birokrat di pemerintahan sangat
diharapkan dapat menjadi fasilitator
dan/atau intermediator dalam
membangun sistem inovasi, serta juga
dapat membuat kebijakan dan regulasi
yang
dibutuhkan
dalam
menciptakan
ekosistem yang kondusif untuk tumbuh
kembang sistem inovasi, baik secara
nasional maupun daerah. Namun pada
saat ini, budaya kerja birokrasi sering
dianggap kurang mendorong percepatan
adopsi teknologi nasional untuk menjadi
motor penggerak pembangunan berbagai
sektor, termasuk kelambanan dalam
proses pelayanan dan kualitas pelayanan
yangkurangmemuaskan.
Ketersediaan fasilitas komunikasi dan
informasi yang semakin membaik di
pemerintahan, tidak serta merta
meningkatkan kualitas layanan publik.
Upaya mengurangi interaksi langsung
antara birokrat sebagai pelayan publik
denganmasyarakatpenggunajasalayanan
pemerintah melalui aplikasi teknologi
informasi dan komunikasi ternyata belum
efektif, sehingga penyalahgunaan
wewenangmasihkerapterjadiyangdapat
berdampak pada mahalnya biaya layanan
publikyangharusditanggungmasyarakat.
3.5.EtikaIlmuPengetahuandanTeknologi.
Isuetikasemakinmenarikperhatiandalam
pembangunan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sebagai contoh, UNESCO
membentukkomisikhususyangmenelaah
unsur etika dalam pembangunan iptek,
yakni World Commission on the Ethics of
Scientific Knowledge and Technology
(COMEST).
Persoalan
etika
banyak
mendapat perhatian baik dalam
pembangunan iptek secara umum;
maupun secara spesifik, terutama terkait
pembangunan iptek di bidang
bioteknologi, antisipasi perubahan iklim,
dannanoteknologi.
Tugas COMEST adalah (1) Memberikan
masukan untuk program UNESCO terkait
dengan
etika
ilmu
pengetahuan
dan
7/26/2019 teknovasi1
27/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
20 ISSN : 2252-911X
teknologi; (2) Sebagai forum intelektual
untukpertukaran idedanpengalaman;(3)
Mendeteksisedinimungkinperkembangan
situasi yang dapat membahayakan; (4)
Melaksanakan peran penasehat bagi
pembuat kebijakan; dan (5) Mendorong
dialog antara komunitas akademik,
pembuat kebijakan, dan masyarakat
umum.
AlvaresLaso(2011)1mengingatkanbahwa
pembangunan iptek berpotensi untuk
mendorong transformasi masyarakat,
meningkatkan kualitas hidup, dan
menyejahterakan umat manusia melalui
berbagaicara,jikakemajuaniptektersebut
berada dalam kerangka etika; sebaliknya
pembangunan iptek juga dapat
mengancam stabilitas masyarakat,
memperburuk kondisi kehidupan, dan
menhancurkan kehidupan umat,misalnya
polusi, perubahan iklim, kesenjangan
teknologi, penggunaan bahan beracun,
dantentu
saja
kerusakan
akibat
mesin
perang. Olehsebab itu,tantangansaatini
adalah menjadikan etika iptek sebagai
prioritasstrategi.
Sebagaicontoh,persoalanperubahaniklim
takmungkinbisadiatasidengantepatdan
memadai jika dimensi etika tidak
diperhatikan, tidak dipahami, dan tidak
disertakan dalam keputusan untuk
menyikapinya.Lebih
jauh,
tantangan
saat
ini adalah bukan hanya sekedar
menjadikan isu perubahan iklim sebagai
isuetika, tetapibagaimanamemposisikan
etikasebagaiintidanunsuresensial dalam
setiapkebijakantentangperubahaniklim.
1 AlvaresLaso,P. 2011. WelcomeAddressat
theSeventh
Ordinary
Session
of
COMEST.
Doha,912October2011
Walaupundisadaripulabahwa tidakakan
ada exhaustivelyaccurateexaminationof
possibleoutcomesdantidakakanadajuga
formulakebijakanyangdapatmenetapkan
pilihanyangincontestable. Pertimbangan
etikasangatdibutuhkandalamperumusan
kebijakan yang prudent, knowledge
driven,and reflexive. Upayamenyisipkan
etika dalam kebijakan praktis dapat
dilakukan antara lain melalui pendidikan
dankegiatanpeningkatanawareness.
Pompidou (2011)2 mengingatkan bahwa
tekanan (komersial, kompetitif,
kelembagaan, keamanan) dan bias
sistemik dapat menghasilkan ilmu
pengetahuan yang taketis; serta dapat
menjauhkan visi ilmu pengetahuan dari
sifatnetralitasnya(takberpihak),kekuatan
integritasnya, dan orientasinya untuk
menyejahterakan umat manusia secara
keseluruhan.
Beberapakecenderunganyangterjadisaat
ini dapat menggerus etika keilmuan.
Intergritas dan netralitasmerupakan citra
kelembagaan ilmiah, nilai luhur ini akan
berkemungkinan luntur jika perubahan
kelembagaan tidak diimbangi dengan
upaya menjunjung tinggi etika; dorongan
komersialisasiakanmenghambatdistribusi
kemanfaatan ilmu dan mendorong
ilmuwan untuk berprilaku nonetis; dan
meningkatnyakemungkinan
kesengajaan
melakukanrisetuntuktujuandestruktif.
Isupokokyangperlumendapatperhatian
serius saat ini adalah memperjuangkan
agar pengembangan iptek tidak
mengabaikan pertimbangan etika
2 IntroductorystatementatGeneral
DiscussionofWorkPlanandObjectiveat
theSeventh
Ordinary
Session
of
COMEST.
Doha,912October2011
7/26/2019 teknovasi1
28/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 21
keilmuan, yakni perlu dikawal agar
memberikan dampak positif yang
maksimal bagi umat manusia dengan
tanpa diskriminasi, serta menjaga agar
tidak berdampak negatif bagi umat
manusia.
4. DimensiRegulasidanKebijakan
Aspek yang paling fundamental tetapi
seringdilupakandalampembangunanilmu
pengetahuan dan teknologi adalah
amanah UndangUndang Dasar 1945,
dimanapada
Pasal
31
ayat
(5)
dinyatakan
bahwa: Pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilainilai agama dan
persatuan bangsa untuk memajukan
peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
Amanah konstitusi ini tegas menyatakan
bahwa pembangunan iptek wajib: (1)
menjunjung
tinggi
nilainilai
agama
sehingga tidak boleh ada teknologi yang
dikembangkan yang bertentangan dengan
keyakinan dan ajaran agama; (2)
memelihara dan memperkokoh persatuan
bangsa, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI); serta ditujukan untuk (3)
memajukan peradaban bangsa, sehingga
dapat
dihormati
dan
dihargai
dalam
pergaulan global; dan (4) meningkatkan
kesejahteraanumatmanusiasecaraumum
danrakyatIndonesiapadakhususnya.
Duabutiramanahyangpertama(1dan2)
merupakan warning agar pembangunan
iptektetapberadadalamkoridordantidak
bertentangan dengan ajaran agama yang
diakuidi Indonesiadanharuspula selaras
dengan
upaya
untuk
memperkokoh
persatuan bangsa dan keutuhan NKRI;
sedangkanduabutiramanahyangterakhir
(3 dan 4) merupakan petunjuk arah dan
tujuan dari pembangunan iptek, yakni
untuk memajukan peradaban bangsa dan
menyejahterakanrakyatIndonesia.
Perjalanansejarahbanyakbangsadidunia
ini menunjukkan bahwa peningkatan
kesejahteraan dan kemajuan peradaban
umumnya berinteraksi secara positif.
Masyarakat yang sejahtera cenderung
mampu mendorong kemajuan
peradabannya; sebaliknya masyarakat
yang miskin cenderung tidak berkembang
peradabannya. Oleh sebab itu, untuk
mencapai dua tujuan yang diamanahkan
UndangUndang Dasar 1945, maka
pembangunan iptek perlu diarahkan agar
dapat secara langsung maupun tidak
langsung berkontribusi nyata terhadap
pembangunanekonomi.
Kondisi saat ini mengindikasikan bahwa
kegiatan riset dan pengembangan di
Indonesia, baik di perguruan tinggi
maupun di lembaga litbang pemerintah,
belum secara signifikan berkontribusi
terhadap pembangunan ekonomi nasional
maupundaerah. Kegiatanrisetdilembaga
litbang industri telah berorientasi pada
kepentingan ekonomi, namun demikian
tetap masih terbatas kontribusinya
terhadap perekonomian nasional, karena
kebanyakan
industri
di
Indonesia
menggunakanteknologiasing,baikkarena
industri tersebut merupakan anak
perusahaan asing atau multinational
company (MNC) yang melakukan
pengembangan teknologinya di luar
Indonesia maupun karena industri di
Indonesia belum tumbuhnya
kepercayaannya terhadap kehandalan
teknologi dalam negeri atau karena
teknologi dalam negeri secara ekonomi
7/26/2019 teknovasi1
29/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
22 ISSN : 2252-911X
kurang kompetitif dibandingkan dengan
teknologi serupa yang tersedia di pasar
global.
4.1. Keberpihakan pada Teknologi
Nasional.
Secara faktual, memang sudah terbit dan
diberlakukan beberapa peraturan
perundangundanganyangditujukanuntuk
mendorong pengembangan dan/atau
sebagai bentuk keberpihakan pemerintah
terhadap teknologi nasional, termasuk
memberikaninsentif
keringanan
pajak
bagi
badan usaha yang memberikan dukungan
finansial untuk kegiatan penelitian dan
pengembanganteknologi,pembebasanbea
masuk dan cukai untuk impor barang/alat
yang akan digunakan dalam kegiatan
penelitian dan pengembangan, serta
dorongan untuk memaksimalkan
penggunaan produksi dalam negeri dalam
rangka
peningkatan
aplikasi
teknologinasionalpadaindustridalamnegeri
Namun demikian, upaya mendorong
pengembangan iptek dan pemanfaatan
produksi dalam negeri ini ternyata belum
optimal, karena umumnya badan usaha
belum termotivasi untuk memanfaatkan
regulasi tersebut. Insentif yang diberikan
pemerintahtersebutterkesanbelumcukup
atraktifdari
perpektif
ekonomi.
Upaya pemerintah mendorong kegiatan
riset dan pengembangan untuk
menghasilkan teknologi nasional dalam
rangka mewujudkan kemandirian bangsa
telah dilakukan, antara lain dengan
memberikaninsentifbagiduniausahayang
mengalokasikan sebagian dananya untuk
kegiatan riset dan pengembangan. Ada
dua
peraturan
pemerintah
yang
telahditerbitkansebagaiinsentifbagiparapihak
yang memberikan dukungan pembiayaan
kegiatan riset, yakni: (1) Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2007 (PP35/2007) tentang
PengalokasianSebagian
Pendapatan
Badan
Usaha untuk Peningkatan Kemampuan
Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi
Teknologi; dan (2) Peraturan Pemerintah
Republik IndonesiaNomor 93 Tahun 2010
(PP93/2010)tentangSumbangan
Penanggulangan Bencana Nasional,
SumbanganPenelitian dan Pengembangan,
Sumbangan Fasilitas
Pendidikan,Sumbangan
Pembinaan
Olahraga, dan Biaya
PembangunanInfrastruktur Sosial yang
DapatDikurangkandariPenghasilanBruto.
Pasal6PP35/2007mengaturbahwaBadan
Usaha yang mengalokasikan sebagian
pendapatan untuk peningkatan
kemampuan perekayasaan, inovasi, dan
difusi teknologi dapat diberikan insentif
(ayat1),
dalam
bentuk
insentif
perpajakan,
kepabeanan, dan/atau bantuan teknis
penelitian dan pengembangan (ayat 2).
Namun demikian, PP35/2007 ini belum
dapat diimplementasikan karena terganjal
pada aturan dalam peraturan pemerintah
inisendiri,yangmenyatakanbahwabesar
dan jenis insentif perpajakan dan
kepabeanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat diberikan sepanjang diatur
dalam ketentuan Peraturan Perundangundangan di bidang perpajakan dan
kepabeanan (ayat 3). Pengaturan
sebagaimana dimaksud, karena bersifat
teknis (tentang besar dan jenis insentif)
maka diharapkan dapat ditetapkan dalam
bentuk Peraturan Menteri Keuangan
(PMK). Namun sampai sekarang PMK
dimaksudbelumterbit. Persoalaninitelah
diidentifikasisebagai
salah
satu
kendala
yang perlu debottlenecking oleh Komite
7/26/2019 teknovasi1
30/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 23
Percepatan dan Perluasan Pembangunan
EkonomiIndonesia(KP3EI).
PP93/2010 mengatur antara lain bahwa
sumbangandalam
rangka
penelitian
dan
pengembangan yang dilakukan oleh
lembaga penelitiandan pengembangan di
wilayah RepublikIndonesia dapat
dikurangkan sampaijumlah tertentu dari
penghasilan bruto dalam
rangkapenghitungan penghasilan kena
pajak bagi wajib pajak (Pasal 1 butir b).
Besarnya nilai sumbangan yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto
sebagaimanadimaksud
dalam
Pasal
1
untuk1(satu)tahundibatasitidakmelebihi
5% (lima persen) dari penghasilan neto
fiskalTahunPajaksebelumnya(Pasal3).
PelaksanaanteknisdariPP93/2010initelah
diaturmelaluiPeraturanMenteriKeuangan
Nomor 76/Pmk.03/2011 tentangTata Cara
Pencatatan dan Pelaporan Sumbangan
Penanggulangan Bencana Nasional,
SumbanganPenelitian
dan
Pengembangan,
Sumbangan Fasilitas Pendidikan,
Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan
Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial
yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan
Bruto. Namun demikian, karena PMK ini
masihbarudiberlakukan(sejakTahunPajak
2010),maka pemberian insentif inimasih
perlu waktu untuk mengetahui apakah
akancukup
menarik
bagi
dunia
usaha.
Bentukinsentiflainnyaadalahpembebasan
bea masuk dan cukai atas impor barang
untuk keperluan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan (Pasal
25 ayat (1) butir g UndangUndang
Republik IndonesiaNomor10 Tahun1995
tentang Kepabeanan (UU 10/1995).
UU10/1995 ini telah diubah dengan UU
17/2006,
namun
substansi
terkaitpembebasan bea masuk dan cukai untuk
barang keperluan penelitan dan
pengembangan tidak mengalami
perubahan. Selanjutnya, ketentuan
tentangpembebasanbeamasukdancukai
ini(sebagaimana
diamanahkan
pada
Pasal
25ayat(3))telahdiaturlebihlanjutmelalui
Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor : 143/KMK.05/1997
tentangPembebasanBeaMasukdanCukai
atas Impor Barang untuk Keperluan
Penelitian dan Pengembangan Ilmu
Pengetahuan(KMK143/1997).
KMK 143/1997mempertegas bahwa yang
dimaksuddengan
barang
untuk
keperluan
penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan adalah barang yang benar
benar digunakan untuk memajukan ilmu
pengetahuan termasuk untuk
penyelenggaraanpenelitiandengan tujuan
untuk mempertinggi tingkat ilmu
pengetahuan yang ada (Pasal 1).
Perguruantinggi, lembagadanbadanyang
dapatdiberikan
pembebasan
bea
masuk
dan cukai ditetapkan oleh Menteri
Keuangan(Pasal3).
Daftarlembagadanbadanyangditetapkan
berhak untuk mengajukan pembebasan
bea masuk dan cukai telah diperbarui
dengan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor
373/KMK.04/2004 tentangPerubahanatas
KeputusanMenteri
Keuangan
Nomor
143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan
Bea Masuk dan Cukai atas Barang untuk
Keperluan Penelitian dan Pengembangan
IlmuPengetahuan(KMK373/2004). Semua
Lembaga Pemerintah NonKementerian
(LPNK) yang menyelenggarakan kegiatan
penelitian dan pengembangan di bawah
koordinasi Kementerian Riset dan
Teknologisertaunitkerjastrukturalterkait
7/26/2019 teknovasi1
31/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
24 ISSN : 2252-911X
litbang di kementerian teknis telahmasuk
dalamdaftarlampiranKMK373/2004.
Usahadankeberpihakanpemerintahuntuk
mendorongpenggunaan
teknologi
atau
produk teknologi dalam negeri telah
dilakukan, misalnya sebagaimana yang
tercantum dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Republik Indonesia Nomor :
11/MInd/Per/3/2006 tentang Pedoman
TeknisPenggunaanProduksiDalamNegeri.
Pasal2ayat (1)Permen inimengaturagar
Setiap pengadaan barang/jasa oleh
Departemen, Lembaga Non Departemen,
Pemerintah
Daerah
Provinsi,
Kabupaten/Kota, Badan Hukum Milik
Negara (BHMN), Kontraktor Kontrak Kerja
Sama (KKKS), Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dan anak perusahaannya yang
dibiayai dengan dana dalam negeri atau
dilakukan dengan pola kerjasama antara
pemerintah dengan badan usaha, wajib
memaksimalkan
penggunaan
produksi
dalamnegeri.
Selanjutnya pada ayat (2) Pasal 2
diterangkan bahwa Kewajiban
memaksimalkan penggunaan produksi
dalamnegeri sebagaimanadimaksudpada
ayat (1) menjadi wajib menggunakan
produksi dalam negeri apabila didalam
negeri sudah terdapat perusahaan yang
memilikibarang/jasa
dengan
penjumlahan
TKDN dan Nilai BMP mencapai minimal
40% (empat puluh persen). Tingkat
Komponen Dalam Negeri (TKDN) adalah
besarnya komponen dalam negeri pada
barang,jasadangabunganbarangdanjasa;
sedangkan manfaat perusahaan terhadap
perekonomian nasional yang dinyatakan
dengan Nilai Bobot Manfaat Perusahaan
(Nilai BMP) adalah nilai penghargaan
kepada perusahaan karena berinvestasi di
Indonesia, memberdayakan Usaha Kecil
termasukKoperasiKecilmelaluikemitraan,
memelihara kesehatan, keselamatan kerja
dan lingkungan (OHSAS18000/ISO14000),
memberdayakanlingkungan
(community
development), serta memberikan fasilitas
pelayananpurnajual.
Kebijakan pemerintah yang bersifat pro
teknologi nasional ini akan efektif jika
lembaga pengembang teknologi di dalam
negeri (perguruan tinggi dan lembaga
litbang pemerintah) memperbaiki
kemampuan penguasaan teknologi yang
relevandan
meningkatkan
sensitivitasnya
terhadap realita persoalan dan kebutuhan
industri dalam negeri. Oleh sebab itu,
makapengembangan teknologiperlu lebih
berorientasi pada realita kebutuhan
(demanddriven). Jika prasyarat ini tidak
dipenuhi,maka kebijakanyang sudahpro
teknologidalamnegeri tersebutakan sulit
diimplementasikansecaramemuaskan.
Walaupunsudah
ada
beberapa
produk
regulasiyang favorableuntukmendorong
pengembangan teknologi nasional, namun
padakenyataannyabelumterlihatdampak
signifikan dari berbagai regulasi tersebut.
Gairah dan motivasi para aktor inovasi
dalamnegeriuntukmeningkatkaninvestasi
dan intensitas kegiatan litbang belum
secarakentaraterdeteksi.
4.2.KebijakanuntukMeningkatkanPeran
TeknologiNasional.
Pemahaman tentang pentingnya peran
teknologi dalam memajukan
perekonomian dirasakan sudahmeluas di
kalangan para pembuat kebijakan publik.
Semangat untuk mendorong peran
teknologiuntuk
berkontribusi
terhadap
pembangunanekonomijugasudahtampak
7/26/2019 teknovasi1
32/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 25
dalam beberapa kebijakan nasional,
misalnya dalam Peraturan Presiden RI
Nomor32Tahun2011tentangMasterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan
EkonomiIndonesia
(MP3EI)
2011
2015.
Salah satu strategi utama MP3EI adalah
penguatan kemampuan SDM dan Iptek
Nasional, selain pengembangan potensi
ekonomi melalui koridor ekonomi dan
penguatankonektivitasnasional.
MP3EI merupakan arahan strategis
pembangunan ekonomi untuk periode
2011 sampai 2025 dalam rangka
pelaksanaan
Rencana
Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005
2025 dan melengkapi dokumen
perencanaan (Pasal 1 ayat 2 Perpres
32/2011). Selanjutnya pada Pasal 2
disebutkan bahwa MP3EI berfungsi
sebagai: (a) acuan bagi menteri dan
pimpinan lembaga pemerintah non
kementerian (LPNK) untuk menetapkan
kebijakan
sektoral
dalam
rangka
pelaksanaan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia di
bidang tugas masingmasing, yang
dituangkan dalam dokumen rencana
strategis masingmasing
kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian sebagai bagian dari
dokumenperencanaanpembangunan;dan
(b) acuan untuk penyusunan kebijakan
percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi
dan kabupaten/kota terkait. Selanjutnya
jugadiharapkanmenjadiacuanbagibadan
usaha dalam menanamkan modal di
Indonesia sesuai dengan ketentuan
peraturanperundangundangan(Pasal3).
UntukkoordinasipelaksanaanMP3EItelah
dibentukKomitePercepatandanPerluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI)
20112025 (Pasal 4 ayat1) yangdipimpin
langsung oleh Presiden (Pasal 5 ayat 1),
sertauntukmembantupelaksanaan tugas
KP3EI telahpuladibentukTimKerja. Tim
Kerjabidang
SDM
dan
Iptek
diketuai
oleh
WakilMenteriPendidikanNasional.
Arahan strategis Presiden yang dikemas
dalam bentuk MP3EI ini perlu
diterjemahkan oleh masingmasing
kementerian dan LPNK menjadi rencana
kerja yang lebih teknis dan operasional
dalam lingkup tugas pokok dan fungsinya
masingmasing. Dalam konteks ini,
KementerianRiset
dan
Teknologi
telah
sejakawalmenetapkanprogramutamanya
untuk melakukan penguatan Sistem
Inovasi Nasional (SINas), dengan
mendorongagarpengembanganteknologi
lebih berorientasi pada realita kebutuhan
(demanddriven) dan persoalan teknologi
yang dihadapi oleh para pengguna
potensialnya. Selanjutnya, Kementerian
Riset
dan
Teknologi
telah
pula
menetapkanKepmenristek No.
246/M/Kp/IX/2011tentang Arah
Penguatan SINas untuk Meningkatkan
Kontribusi Iptek terhadap Pembangunan
Nasional.
4.3.PersoalanBukanpadaKonsepsi,tapi
padaTahapImplementasinya.
Skenario besar pengembangan teknologi
nasional saat ini adalah menggunakan
kerangkaSINasyangberbasispadapotensi
sumberdaya nasional (termasuk potensi
spesifik daerah) dan diarahkan untuk
memenuhi permintaan pasar domestik.
Pilihan orientasi pengembangan teknologi
ini selaras dengan arahan Presiden untuk
menyelenggarakan pembangunan yang
bersifatinklusif
dengan
mengikutsertakan
7/26/2019 teknovasi1
33/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
26 ISSN : 2252-911X
sebanyak mungkin stakeholders dalam
negeri, sehingga memperbesar
kesempatan kerja (projobs) dan
mendorong distribusi pendapatan yang
lebihmerata.
Pilihan skenario pengembangan teknologi
yang lebih berorientasi inward ini tentu
tidak bersifat permanen, tetapi sangat
tepatuntukfaseawaldariskenariojangka
panjang pengembangan teknologi untuk
menuju kemandirian, inklusif, dan
berkelanjutan. Selanjutnya, pilihan
teknologi yang dikembangkan perlu
disesuaikan
dengan
realita
tingkat
penguasaan teknologi saat ini (cerminan
kualitas SDM), potensi sumberdaya alam
yang potensial untuk dikelola, dan
kebutuhan konsumen dalam negeri.
Memahami heterogenitas kebutuhan
masyarakat Indonesia saat ini, sebagai
akibat kesenjangan status sosial ekonomi
dalam masyarakat, maka spektrum
teknologi
yang
dibutuhkan
dapatmencakup teknologi yang sangat
sederhana (misalnya teknologi yang
dibutuhkan petani untuk budidaya
tanaman pangan) sampai teknologi maju
(misalnya teknologi informasi dan
komunikasi yang dibutuhkan masyarakat
perkotaan dengan status sosial ekonomi
menengahatas).
Walaupun
rentang
teknologi
yangdibutuhkan tersebut sangat lebar, namun
secara objektif (mengutamakan asas
inklusivitas, mandiri, dan berkelanjutan),
maka teknologi yang perlu diutamakan
adalah teknologi yang dibutuhkan oleh
sekitar41persenangkatankerjaIndonesia
di sektor pertanian3. Teknologi yang
3
Lebihdari
42,4
juta
dari
111,2
juta
orang
tenaga kerja Indonesia melaksanakan
dibutuhkan umumnya merupakan
teknologi sederhana, tetapi perlu tetap
handalsecarateknisdanaffordablesecara
ekonomi. Komoditaspertaniandiproduksi
secara
masif
tetapi
secara
umum
mempunyai nilai ekonomi yang rendah,
sehingga sangat tepat jika juga
dikembangkan teknologi untuk
meningkatkannilaitambahhasilpertanian
tersebut, terutama teknologi yang
dibutuhkanuntukpengolahanpascapanen
untukmemproduksiprodukolahandengan
volume yang lebih kecil tapi mempunyai
nilaiekonomi
yang
lebih
tinggi.
Konsepsi pengembangan teknologi dalam
kerangka penguatan SINas dan rencana
besar pembangunan ekonomi Indonesia
(MP3EI) merupakan dua konsepsi yang
padu satu sama lain, keduanya berbasis
pada potensi sumberdaya nasional
dan/atau potensi masingmasing koridor
ekonomi, serta ditujukan untuk
mendorongpertumbuhan
ekonomi
yang
pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat
sebagaimanadiamanahkanolehkonstitusi.
Walaupunmungkintidaksempurna,tetapi
duakonsepsi inisudahsangattepatuntuk
menjadi acuan dalam pengembangan
teknologiIndonesia.
Persoalan berikutnya adalah apakah
konsepsiini
dapat
diimplementasikan
secara konsisten oleh semua aktor yang
terkait, baik secara substansial maupun
selama perjalanan waktu menuju 2025
sebagaimana yang ditargetkan.
Boardman (2009) mengingatkan bahwa
tantangan manajerial yang paling
pekerjaan utamanya di sektor pertanian,
perikanan, dan kehutanan (BPS:
PerkembanganBeberapa
Indikator
Utama
SosialEkonomiIndonesia,Agustus2011)
7/26/2019 teknovasi1
34/150
TEKNOVASI INDONESIA Vol. 1, No. 1, Juni 2012
ISSN : 2252-911X 27
fundamental adalah menggiring agar
prilaku tiap individu sejalandenganupaya
pencapaiantujuandansasaranbersama.
4.5. TransformasiInstitusional.
Idealnya interaksi dan komunikasi antara
pihak pengembang dan pengguna
teknologidapatterjalinsecaraintensifdan
produktif, sehingga aliran informasi
kebutuhan dan persoalan yang
membutuhkan solusi teknologi dapat
mengalir dari para pengguna ke pihak
pengembang
teknologi.
Jika
aliran
informasi ini tidak terjadimaka akan sulit
diharapkan bahwa teknologi yang
dikembangkan relevan dengan kebutuhan
dan sesuai dengan kapasitas adopsi para
pengguna teknologi. Yuliar (2011)
meyakinibahwa transformasikulturaldan
kelembagaan diperlukan untuk
memungkinkan perluasan interaksi
interaksi(Gambar
3).
Kementerian Riset dan Teknologi telah
pula mencanangkan untuk melakukan
revitalisasi kawasan Puspiptek Serpong
menjadi Indonesian Science and
Technology Park (ISTP). Pada saat ini,
kawasan puspiptek mengakomodasi
ber
Recommended