View
155
Download
11
Category
Preview:
DESCRIPTION
contoh trainning need analysis
Citation preview
ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN PENINGKATAN MOTIVASI
MAHASISWA DALAM BERWIRAUSAHA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini, dunia pendidikan terutama perguruan tinggi merasakan
adanya tuntutan yang semakin kompleks dan kondisi lingkungan persaingan yang
semakin global dan sengit. Melihat realita seperti ini, maka perguruan tinggi harus
segera menyadari bahwa tidak ada jalan lain untuk bertahan hidup dalam arena
persaingan kecuali dengan menyiapkan strategi baru yang lebih kreatif dan
inovatif baik dalam bidang manajemen perguruan tinggi, proses pembelajaran
maupun peningkatan motivasi belajar dan kemandirian peserta didik
Hal terpenting lainnya yang perlu kita ketahui juga adalah jumlah angkatan
kerja semakin bertambah sementara tidak di imbangi dengan jumlah ketersediaan
lapangan kerja. Jika kondisi ini di abaikan maka akan terjadi ketimpangan
ekonomi yang sistemik di masyarakat. Ditambah lagi dengan permasalahan klasik
pendidikan yang terjadi secara umum seperti : (1) rendahnya kompetensi dan
relevansi lulusan, (2) belum satu padunya pemahaman, visi, misi dan tujuan
lembaga, (3) rendahnya kepedulian industri terhadap lulusan perguruan tinggi di
Indonesia, (4) kurang memadainya sarana dan prasarana pendukung
pembelajaran, (5) masih belum terciptanya iklim akademik yang kondusif di
lingkungan perguruan tinggi.
Oleh karena itu harus ada terobosan baru, baik dari pemerintah, lembaga
pendidikan dan masyarakat untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya dengan
menumbuhkan mental, semangat dan motivasi kemandirian berwirausaha.
Lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi harus lebih konkret dalam
menyiapkan strategi pembelajaran kreatif yang benar-benar dapat mendorong
tumbuh kembangnya mental, semangat dan motivasi kemandirian berwirausaha.
Inisiatif perubahan program pembelajaran di perguruan tinggi ini dimulai dari
identifikasi terhadap motivasi mahasiswa dan kebutuhan para pengguna lulusan
melalui survei awal.
Strategi pembelajaran kreatif merupakan usaha mengkombinasikan secara
kreatif faktor-faktor yang terdiri dari input dan output dengan beberapa teori
pendekatan dalam proses pembelajaran. Faktor-faktor yang tersusun dalam proses
pembelajaran terdiri dari SDM (dosen, tenaga kependidikan, dan tenaga teknis),
kurikulum, sarana dan prasarana utama maupun pendukung, dan manajemen yang
dirancang secara menyeluruh dimana masing-masing faktor saling berkaitan dan
menjadi satu kesatuan yang utuh dalam mencapai visi, misi dan tujuan
pendidikan.
Tujuan strategi pembelajaran kreatif pada mahasiswa adalah agar mereka
memiliki 3 kesiapan yang mendukung kompetensi yaitu kesiapan kognitif
(pengetahuan), kesiapan afektif (sikap), dan kesiapan psikomotorik
(keterampilan). Kesiapan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan materi ke-
prodian. Kesiapan afektif merupakan gejala atau proses sosialisasi mahasiswa
untuk menekuni kegiatan yang didasarkan atas pengetahuan dan ketrampilan yang
telah dimiliki. Kesiapan psikomotorik merupakan ketrampilan yang dimiliki
mahasiswa sebagai bekal kemandirian berwirausaha maupun persiapan memasuki
dunia kerja. Tiga kesiapan sebagaimana tersebut di atas harus didukukng oleh
kemandirian, keberanian dalam mengambil resiko kreatif inovatif komunikatif
dan mampu beradaptasi dalam lingkngan global.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Wirausaha
1.1 Pengertian
Menurut Widodo (2005), wirausaha adalah usaha atau bisnis yang
selalu berusaha memindahkan segala sumber daya ekonomi dari wilayah
yang kurang produktif ke wilayah yang lebih produktif untuk
memperoleh penghasilan yang lebih besar, dan semakin besar. Pendapat
lain dari Wacik (1998) mendifinisikan bahwa wirausaha adalah kegiatan
yang melaksanakan proses penciptaan kekayaan dan nilai tambah melalui
peneloran dan penetasan gagasan, memadukan sumber daya dan
merealisasikan gagasan tersebut menjadi kenyataan. Wirausaha adalah
suatu proses peningkatan kesejahteraan yang dinamis. Kesejahteraan
diciptakan oleh yang menghadapi resiko terbesar dari sisi equity (modal),
waktu, dan komitmen untuk memberi nilai untuk suatu produk atau jasa
(Robert C, 1998).
1.2 Tahapan Melakukan Wirausaha
a. Tahap memulai, tahap dimana seseorang yang berniat untuk
melakuan usaha mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan,
diawali dengan melihat peluang usaha baru yang memungkin untuk
membuka usaha baru.
b. Tahap melaksanakan usaha, tahap ini seorang enptrepreneur
mengelola berbagai aspek yang terkait dengan usahanya,
mencangkup aspek-aspek: pembiayaan, SDM, kepemilikan,
organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil
resiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan melakukan
evaluasi.
c. Mempertahankan usaha, tahap dimana entrepreneur berdasarkan
hasil yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang
dicapai untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
d. Mengembangkan usaha, tahap dimana jika hasil yang diperoleh
positif, mengalami perkembangan, dan dapat bertahan maka
perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang mungkin diambil.
Menurut Jhosep (1994), wirausaha merupakan kegiatan individu
atau kelompok yang membuka usaha baru dengan maksud untuk
memperoleh keuntungan, memelihara usaha dan membesarkanya, dalam
bidang produksi atau distribusi barang dan jasa. Sedangkan orang yang
mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang
dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau
mengolah bahan baku baru disebut entrepreneur. Menurut Gede Prama
(1998) ada beberapa sifat dasar dan kemampuan yang dimiliki oleh
seorang entrepreneur dalam berwirausaha, diantaranya adalah:
a. Entrepreneur adalah pencipta perubahan (the change creator), disini
dituntut tidak hanya mengelola perubahan, tetapi mampu
menciptakan perubahan.
b. Entrepreneur selalu melihat perbedaan baik antara orang maupun
antar fenomena kehidupan sebagai peluang dibanding sebagai
kesulitan.
c. Entrepreneur cenderung mudah jenuh terhadap segala kemampuan
hidup untuk kemudian bereksperimen dengan pembaharuan-
pembaharuan.
d. Entrepreneur melihat pengetahuan dan pengalaman hanyalah alat
untuk memacu kreativitas.
e. Entrepreneur adalah seorang pakar tentang dirinya sendiri.
Carol Noore (1996) menyatakan proses wirausaha diawali dengan
adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
yang berasal dari diri pribadi maupun luar pribadi, seperti pendidikan,
sosiologi, organisasi, kebudayaan dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut
membentuk kontrol diri, kreativitas, keinovasian, implementasi, dan
pertumbuhan yang kemudian berkembang menjadi wirausaha yang besar.
Secara internal, keinovasian dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari
individu, seperti toleransi, pendidikan, pengalaman, dan sopan santun.
Sedangkan faktor yang dari lingkungan mempengaruhi model peran,
aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasi berkembang menjadi
sebuah wirausaha melalui proses yang dipengaruhi oleh lingkungan,
organisasi, dan keluarga (Suryana, 2001).
1.3 Kompetensi
Dalam berwirausaha, entrepreneur perlu memiliki kompetensi
seperti halnya profesi lain dalam kehidupan, kompetensi ini mendukung
kearah kesuksesan. Triton (2007) mengemukakan 10 kompetensi yang
harus dimiliki entrepreneur dalam menjalankan usahanya, yaitu:
1. Knowing your business, yaitu mengetahui usaha apa yang akan
dilakukan. Dengan kata lain, seorang entrepreneur harus mengetahui
segala sesuatu yang ada hubunganya dengan usaha atau bisnis yang
akan dilakukan.
2. Knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasar-
dasar pengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha,
mengorganisasi dan mengendalikan perusahaan, termasuk dapat
memperhitungkan, memprediksi, mengadministrasikan, dan
membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui manajemen
bisnis berarti memahami kiat, cara, proses dan pengelolaan semua
sumberdaya perusahaan secara efektif dan efisien.
3. Having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna
terhadap usaha yang dilakukannya. Dia harus bersikap seperti
pedagang, industriawan, pengusaha, eksekutif yang sungguh-sungguh
dan tidak setengah hati.
4. Having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal
tidak hanya bentuk materi tetapi juga rohani. Kepercayaan dan
keteguhan hati merupakan modal utama dalam usaha. Oleh karena itu
harus cukup waktu, cukup uang, cukup tenaga, tempat dan mental.
5. Managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan untuk
mengelola keuangan secara efektif dan efisien, mencari sumber dana
dan menggunakanya secara tepat, dan mengendalikanya secara
akurat.
6. Managing time efficiently, yaitu mengatur waktu seefisien mungkin.
Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai kebutuhanya.
7. Managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur,
mengarahkan atau memotivasi, dan mengendalikan orang-orang
dalam menjalankan usahanya.
8. Statisfying customer by providing hight quality product, yaitu
memberi kepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan
barang dan jasa yang bermutu, bermanfaat dan memuaskan.
9. Knowing method to compete, yaitu mengetahui strategi atau cara
bersaing. Wirausaha harus dapat mengungkapkan kekuatan
(strength), kelemahan (weaks), peluang (opportunity), dan ancaman
(threat), dirinya dan pesaing.
10. Copying with regulation and paper work, yaitu membuat aturan yang
jelas tersurat, bukan tersirat.
Wirausaha merupakan pilihan yang tepat bagi individu yang
tertantang untuk menciptakan kerja, bukan mencari kerja.
Memperhatikan kondisi sekarang, pembekalan dan penanaman jiwa
entrepreneur pada mahasiswa dapat memotivasi mahasiswa untuk
melakukan kegiatan wirausaha. Pengalaman yang diperoleh di bangku
kuliah khususnya melalui mata kuliah kewirausahaan diharapkan dapat
dilanjutkan setelah lulus, sehingga munculah entrepreneur baru yang
berhasil menciptakan kerja, sekaligus menyerap tenaga kerja.
1.3 Keberhasilan diri dari berwirausaha
Mone (1994) mendiskusikan dua ukuran tentang keberhasilan diri
yang mendorong seseorang untuk berwirausaha. Ukuran pertama
dianalogikan dengan harapan, dan ukuran kedua dianalogikan dengan
hasil dari harapan tersebut. Keberhasilan diri sebagai seorang
entrepreneur di sini kemungkinan dari mendapatkan kesempatan-
kesempatan yang diinginkan dan keuntungan pekerjaan atas pekerjaan
yang telah dilakukan.
Lingkungan yang dinamis menyebabkan seorang entrepreneur
menghadapi keharusan untuk menyesuaikan dan mengembangkan diri
agar keberhasilan dapat dicapai. Seorang entrepreneur bukan saja
mengikuti perubahan yang terjadi dalam dunia usaha tapi perlu berubah
seringkali dan dengan cepat memiliki pemikiran yang inovatif dan
berorientasi pada masa depan.
Shapero dan Kruger (2000) menggunakan keberhasilan diri sebagai
salah satu wakil dari motivasi untuk menjadi entrepreneur karena
mempercayai bahwa orang-orang mungkin akan termotivasi untuk
menjadi entrepreneur apabila mereka percaya wirausaha memiliki
kemungkinan lebih besar untuk berhasil dari pada bekerja untuk orang
lain untuk mendapatkan hasil yang berharga. Atkitson (2004)
menyatakan bahwa salah satu faktor penting dan menjadi daya penggerak
bagi seseorang untuk menjadi entrepreneur adalah keinginannya untuk
memenuhi kebutuhanya untuk berhasil serta menjauhi kegagalan. Jika
seseorang memiliki kebutuhan tinggi untuk berhasil, maka orang tersebut
akan bekerja keras dan tekun belajar.
1.4 Karakteristik entrepreneur yang berhasil (Pearce II, 1989)
1. Komitmen yang tinggi.
Tingkat komitmen para entrepreneur biasanya dapat terganggu oleh
kesediaan mereka untuk merusak kondisi kemakmuran pribadi mereka,
oleh kesediaan mereka untuk menginvestasi waktu, mentolerir standar
kehidupan lebih rendah, dibandingkan dengan standar hidup yang
sebenarnya dapat dinikmati mereka, dan bahkan pengorbanan waktu
berkumpul dengan keluarga mereka.
2. Dorongan atau rangsangan kuat untuk mencapai prestasi.
Salah satu diantara motivator-motivator kuat, yang mendorong para
entrepreneur adalah kebutuhan untuk meraih prestasi. Mereka secara
tipikal dirangsang oleh kebutuhan untuk melampaui hasil-hasil yang
diraih mereka pada masa lampau. Uang makin kurang berarti sebagai
motivator, dan uang lebih banyak dijadikan alat untuk mengukur hingga
dimana pencapaian prestasi mereka.
3. Orientasi kearah peluang-peluang serta tujuan-tujuan.
Para entrepreneur yang berhasil, cenderung memusatkan perhatian
mereka kepada peluang-peluang, yang mewakili kebutuhan-kebutuhan
yang belum terpenuhi atau problem-problem yang menuntut adanya
pemecahan-pemecahan.
4. Fokus pengendalian internal.
Para entrepreneur yang berhasil, sangat yakin akan diri mereka
sendiri. Riset yang dilakukan orang telah menunjukan bahwa mereka
beranggapan bahwa meraka sendiri yang mengendalikan nasib usaha
mereka, dan bukan kekuatan-kekuatan luar yang mengendalikan dan
menentukan hasil yang mereka raih. Para entrepreneur yang berhasil juga
bersikap sangat realistik tentang kekuatan serta kelemahan mereka sendiri
dan apa saja yang dapat dilakukan mereka, dan apa yang tidak mungkin
dilakukan mereka.
5. Toleransi terhadap ambiguitas.
Para entrepreneur yang baru memulai usaha baru mereka,
menghadapi kebutuhan untuk mengimbangkan pengeluaran-pengeluaran
untuk gaji dan upah karyawan mereka dengan hasil yang diraih.
Pekerjaan-pekerjaan secara konstan berubah, para pelanggan silih
berganti, dan kemunduran dan kejutan-kejutan merupakan hal yang tidak
dapat dihindari.
6. Kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah.
Para entrepreneur yang berhasil mencari problem-problem yang dapat
mempengaruhi keberhasilan mereka, dan mereka berusaha untuk
memecahkanya. Mereka tidak terintimidasi oleh situasi-situasi sulit.
Mereka dapat bersikap desisif (berani mengambil keputusan) dan meraka
dapat menunjukan kesabaran apabila persepsi jangka panjang dianggap
sebagai hal yang tepat.
7. Kemampuan untuk menghadapi kegagalan secara efektif.
Para entrepreneur tidak takut akan kegagalan, memang mereka sangat
mendambakan keberhasilan, tetapi apabila harus, mereka menerima
kegagalan dan memanfaatkanya sebagai suatu cara untuk belajar,
bagaimana lebih baik pada masa mendatang.
Menurut Baron (2004) keberhasilan usaha baru tergantung pada
keadaan perekonomian nasional pada saat bisnis diluncurkan. Gurol dan
Atsan (2006) mendefinisikan keberhasilan berwirausaha sebagai
pendorong keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur, karena
persepsi keberhasilan sebagai hasil menguntungkan atau berharap untuk
berakhir melalui pencapaian tujuan dari usahanya. Artinya, jika
seseorang mencapai tujuan usaha yang diinginkan melalui prestasi, ia
akan dianggap berhasil. Indikator keberhasilan yang sesungguhnya
bukanlah apa yang dicapai, tetapi apa yang dirasakan. Agar sukses atau
berhasil, kita harus menjadi bahagia.
1.6 Toleransi akan resiko
Dalam pengambilan keputusan pelaku bisnis atau seorang
entrepreneur sebaiknya mempertimbangkan tingkat toleransi akan
adanya resiko. Seorang entrepreneur dapat dikatakan risk averse
(menghindari resiko) dimana mereka hanya mau mengambil peluang
tanpa resiko, dan seorang entrepreneur dikatakan risk lover (menyukai
resiko) dimana mereka mengambil peluang dengan tingkat resiko yang
tinggi. Kegiatan akan selalu memiliki tingkat resiko yang berbanding
lurus dengan tingkat pengembalianya. Apabila anda menginginkan
pengembalian atau hasil yang tinggi, anda juga harus menerima tingginya
tingkat resiko. Setiap individu memiliki tingkat toleransi yang berbeda –
beda terhadap resiko, ada yang senang dengan resiko dengan tingkat
pengembalian yang diinginkan dan ada yang takut akan resiko.
Praag dan Cramer (2002) secara eksplisit mempertimbangkan
peran resiko dalam pengambilan keputusan seseorang untuk menjadi
seorang entrepreneur. Rees dan Shah (1986) menyatakan bahwa
perbedaan pendapatan pada pekerja individu yang bebas (entrepreneur)
adalah tiga kali lipat dari yang didapat oleh individu yang bekerja pada
orang lain, dan menyimpulkan bahwa toleransi terhadap resiko
merupakan sesuatu yang membujuk untuk melakukan pekerjaan mandiri
(entrepreneur). Douglas dan Shepherd (1999) menggunakan resiko yang
telah diantisipasi sebagai alat untuk memprediksi keinginan seseorang
untuk menjadi entrepreneur, dinyatakan “semakin toleran seseorang
dalam menyikapi suatu resiko, semakin besar insentif orang tersebut
untuk menjadi entrepreneur”.
Persepsi terhadap resiko berbeda-beda tergantung kepada
kepercayaan seseorang, kelakuan penilainan dan perasaan dan juga
termasuk faktor-faktor pendukungnya, antara lain latar belakang
pendidikan, pengalaman praktis di lapangan, karakteristik individu,
kejelasan informasi, dan pengaruh lingkungan sekitar (Akintoye &
Macleod, 1996).
Terdapat perbedaan persepsi tentang resiko itu sendiri, meskipun
tidak terlalu mencolok, antara lain (Akintoye & Macleod, 1996):
a. Faktor-faktor yang mempunyai efek merugikan terhadap kesuksesan
pelaksanaan proyek secara finansial maupun ketepatan waktu,
dimana faktor waktu itu sendiri tidak selalu dapat di identifikasi.
b. Sesuatu keadaan secara fisik, kontrak maupun finansial menjadi
lebih sulit daripada yang telah disetujui dalam kontrak.
c. Kesempatan untuk membuat keuntungan diatas kontrak, dimana
kepuasan klien, harga kontrak, dan waktu penyelesaian diutamakan.
d. Suatu kondisi dimana peristiwa-peristiwa yang tidak direncanakan
terjadi.
Menurut Suryana (2003) seorang entrepreneur harus mampu
mengambil resiko yang moderat, artinya resiko yang diambil tidak terlalu
tinggi dan tidak terlalu rendah. Keberanian menghadapi resiko yang
didukung komitmen yang kuat, akan mendorong seorang entrepreneur
untuk terus berjuang mencari peluang sampai memperoleh hasil. Hasil-
hasil itu harus nyata atau jelas, dan merupakan umpan balik bagi
kelancaran kegiatanya.
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil risiko merupakan
salah satu nilai utama dalam berwirausaha. Entrepreneur yang tidak mau
mengambil risiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Yuyun
Wirasasmita (2003) seorang wirausaha yang berani menanggung risiko
adalah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan
cara yang baik.
1.7 Keinginan merasakan kebebasan dalam bekerja
Kebebasan untuk menjalankan usaha merupakan keuntungan lain
bagi seorang entrepreneur. Hasil survey dalam bisnis berskala kecil
tahun 1991 menunjukkan bahwa 38% dari orang-orang yang
meninggalkan pekerjaannya di perusahaan lain karena mereka ingin
menjadi bos atas perusahaan sendiri. Beberapa entrepreneur
menggunakan kebebasannya untuk menyusun kehidupan dan perilaku
kerja pribadnya secara fleksibel. Kenyataannya banyak seorang
entrepreneur tidak mengutamakan fleksibiltas disatu sisi saja. Akan
tetapi mereka menghargai kebebasan dalam karir kewirausahaan, seperti
mengerjakan urusan mereka dengan cara sendiri, memungut laba sendiri
dan mengatur jadwal sendiri (Hendro, 2005).
Schermerhorn (1996) mengatakan terdapat ciri-ciri khas yang
dikaitkan dengan seorang entrepreneur yaitu mampu menentukan
nasibnya sendiri, pekerja keras dalam mencapai keberhasilan, selalu
tergerak untuk bertindak secara pribadi dalam mewujudkan tujuan
menantang, memiliki toleransi terhadap situasi yang tidak menentu,
cerdas dan percaya diri dalam mengunakan waktu yang luang.
Menurut R. Pandojo (1982) beberapa alasan merasakan pekerjaan
bebas dijadikan sebagai motivasi seseorang untuk menjadi entrepreneur
yaitu:
Fleksibel waktu.
Umumnya, bebas mengerjakan tugas kapan saja asal bisa
diselesaikan sebelum batas waktu yang telah ditentukan. Jadi, seorang
entrepreneur bisa libur kapan saja dan bisa lebih dekat dengan keluarga
dan juga tidak perlu pergi ke kantor yang mungkin harus melewati
kemacetan yang membuat stress. Tidak perlu mendapatkan tekanan dari
atasan atau perusahaan.
Seorang entrepreneur bekerja untuk dirinya sendiri, jadi tidak ada
atasan yang akan memarahi atau menyuruh untuk melakukan sesuatu
yang tidak disukai. Tidak ada peraturan perusahaan yang akan
menyulitkan dalam bekerja.
Pendapatan yang lebih besar
Seorang entrepreneur akan mendapatkan pendapatan yang lebih
besar dari pada orang yang bekerja untuk suatu instansi atau perusahaan
karena semua keuntungan dapat dinikmati sendiri. Seorang entrepreneur
bisa mengatur sendiri besarnya pendapatan yang ingin diterima.
Dalam suatu penelitian di Inggris menyatakan bahwa motivasi
seseorang membuka bisnis adalah 50% ingin mempunyai kebebasan
dengan berbisnis sendiri, hanya 18% menyatakan ingin memperoleh uang
dan 10% menyatakan jawaban membuka bisnis untuk kesenangan, hobi,
tantangan atau kepuasan pribadi dan melakukan kreativitas. Sedangkan
penelitian di Rusia 80% menyatakan mereka membuka bisnis karena
ingin menjadi bos dan memperoleh otonomi serta kemerdekaan pribadi
(Buchari Alma, 2009).
Menurut Robert .T. Kiyosi (2008) dengan mempunyai usaha
sendiri, seorang entrepreneur akan mempunyai jam kerja yang bebas,
tidak terikat jam kantor, serta bebas dari pelanggaran disiplin kantor. Jika
bisnis yang dijalankan sudah berjalan dengan baik tidak perlu setiap hari
pergi ke kantor karena bisa didelegasikan kepada orang lain. waktu bisa
dibagi untuk kegiatan bisnis yang lain atau aktifitas lain. Meski seorang
entrepreneur memerlukan disiplin yang tinggi tetapi dengan memiliki
usaha sendiri, dapat mengatur waktu sesuai keinginan sendiri tanpa diatur
oleh orang lain.
2. Motivasi
2.1 Pengertian
Menjadi seorang entrepreneur sering dipandang sebagai pilihan
karir yang menantang, dimana seseorang menghadapi kehidupan sehari –
hari dalam situasi kerja yang penuh dengan rintangan kerja, kegagalan,
ketidakpastian, dan frustasi yang dihubungkan dengan proses
pembentukan usaha yang dilakukan. Gilad dan Levine (1986)
mengusulkan dua teori yang berkaitan erat dengan motivasi menjadi
seorang entrepreneur. Teori “dorongan” dan teori “tarikan”. Teori
“dorongan” berpendapat bahwa individu didorong ke dalam
kepengusahaan oleh dorongan negatif dari luar, seperti ketidakpuasan
dalam bekerja, kesulitan dalam menemukan pekerjaan, dan gaji yang
tidak memuaskan, atau jadwal kerja yang tidak fleksibel. Teori “tarikan”
berpendapat bahwa individu ditarik kedalam aktifitas yang berkaitan
dengan pengusaha dalam pencarian kebebasan, pemenuhan diri sendiri,
kesejahteraan, dan hasil – hasil lain yang diinginkan.
Morgan (1987) mengemukakan bahwa motivasi bertalian dengan
tiga hal yang sekaligus merupakan aspek-aspek dari motivasi. Ketiga hal
tersebut yaitu keadaan yang mendorong tingkah laku (motivating states),
tingkah laku yang didorong oleh keadaan tersebut (motivated behavior),
dan tujuan dari pada tingkah laku tersebut (goals or ends of such
behavior). McDonald (1987) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan
tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan
reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah
kompleks karena kebutuhan dan keinginan setiap orang berbeda satu
dengan yang lainya, hal ini disebabkan karena setiap orang adalah unik
secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses
belajar yang berbeda pula (Suprihanto dkk, 2003).
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow
(1954) pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai
lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologikal
(physiological needs), seperti: rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2)
kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan
tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih
sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang
pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5)
aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan
bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam
dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya
dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang
lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas
dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah
bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang
dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik.
Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal
adalah: (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c)
harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g)
prestasi kerja yang dihasilkan.
Menurut Ganursa (2003), terdapat dua motif dasar yang
menggerakan perilaku seseorang, yaitu motif biologis yang berhubungan
dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan motif sosial yang
berhubungan dengan kebutuhan sosial. Menurut McDonald, terdapat tiga
unsur yang berkaitan dengan motivasi yaitu:
a. Motif dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, misalnya
adanya perubahan dalam sistem pencernaan dan menimbulkan motif
lapar.
b. Motif ditandai dengan timbulnya perasaan (effectif arousal),
misalnya karena seseorang tertarik dengan tema diskusi yang sedang
diikuti, maka dia akan bertanya.
c. Motif ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai
kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan koreksi
dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena
pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan
manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan
kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan
teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang
lebih bersifat aplikatif.
2.2 Jenis Motivasi
Jenis motivasi menurut Davis dan New Strom (1996) yaitu:
a. Motivasi prestasi (achievement motivation), adalah dorongan dalam
diri seseorang untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan
dalam mencapai tujuan. Entrepreneur yang berorientasi dan bekerja
keras apabila mereka memandang bahwa mereka akan memperoleh
kebanggaan pribadi atas upaya mereka, apabila hanya terdapat
sedikit resiko gagal, dan apabila mereka mendapat balikan spesifik
tentang prestasi diwaktu lalu.
b. Motivasi afiliasi (affiliation motivation), adalah dorongan untuk
berhubungan dengan orang-orang atas dasar social. Orang-orang
yang bermotivasi afiliasi bekerja lebih baik apabila mereka dipuji
karena sikap dan kerja sama mereka yang menyenangkan.
c. Motivasi kompetensi (competence motivation), adalah dorongan
untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan ketrampilan dalam
memecahkan masalah, dan berusaha keras untuk inovatif.
Umumnya, mereka cenderung melakukan pekerjaan dengan baik
karena kepuasan batin yang mereka rasakan dari melakukan
pekerjaan itu dan penghargaan yang diperoleh dari orang lain.
d. Motivasi kekuasaan (power motivation), adalah dorongan untuk
mempengaruhi orang-orang dan mengubah situasi. Orang-orang
yang bermotivasi kekuasaan ingin menimbulkan dampak dan mau
memikul resiko untuk melakukan hal itu.
Luthan (2006) menyatakan bahwa motivasi adalah proses yang
dimulai dengan defisiensi fisiologis dan psikologis yang menggerakan
perilaku atau dorongan yang ditunjukan untuk tujuan atau insentif.
Dengan demikian kata kunci untuk memahami proses motivasi
bergantung pada pengertian dan hubungan antara kebutuhan, dorongan,
dan insentif. Menurut Masrukhin dan Waridin (2006) motivasi
merupakan factor psikologis yang menunjukan minat individu terhadap
pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggungjawab terhadap aktivitas atau
pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan Yohanas (2006) menyatakan
motivasi adalah faktor yang kehadiranya dapat menimbulkan kepuasan
kerja dan meningkatkan produktivitas atau hasil kerja dan menimbulkan
berbagai perilaku manusia.
2.3 Aspek-aspek motivasi berwirausaha pada mahasiswa
Motivasi berwirausaha pada mahasiswa, seperti motovasi lain yang
mempengaruhi perilaku individu dapat diketahui dengan melihat aspek
tingkah laku tertentu yang menjadi ungkapan motivnya. Lebih lanjut
Handoko (2006, h.61-63) menjelaskan bahwa aspek-aspek tersebut terdiri
dari:
a. Tingkah laku atau sikap terhadap objek
b. Pokok-pokok pikiran atau pandangan-pandangannya terhadap
objek
c. Reaksi-reaksinya terhadap objek
Menurut Irwanto, dkk (1997, h.72), aspek-aspek dari motivasi
adalah:
a. Pengaturan diri, yang berasal dari lingkungan sekitar atau dari luar
diri individu seperti adanya desakan atau dorongan dari orang lain,
orangtua, teman, saudara, dsb.
b. Pengarahan, yang berasal dari dalam diri individu yang
bersangkutan, harapan, cita-cita dan emosi.
c. Tujuan, suatu nilai dari suatu obyek yang merupakan faktor yang
berasal dari diri individu. Misalnya status, uang, penghargaan, dsb.
Fryer, dkk (1990, h.188), aspek-aspek motivasi terdiri dari:
a. Memiliki sikap yang positif
Aspek ini menunjukkan adanya keyakinan dari dalam diri individu
yang kuat, penerimaan diri yang tinggi, serta selalu optimis dalam
menghadapi suatu hal.
b. Berorientasi pada pencapaian suatu tujuan
Aspek ini menunjukkan bahwa motivasi menyediakan suatu orientasi
tujuan tingkah laku yang dilakukan, diarahkan pada suatu yang
dianggap penting dalam kehidupan individu tersebut.
c. Kekuatan yang mendorong individu
Aspek ini menunjukkan bahwa timbulnya suatu kekuatan akan dapat
mendorong individu untuk melakukan sesuatau. Kekuatan ini bisa
berasal dari dalam diri individu, lingkungan sekitar serta keyakinan
atau kekuatan yang bersifat kodrati.
Selanjutnya motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
berwirausaha. Purnomo (2005, h. 43-53), menyebutkan bahwa indikator
dari berwirausaha adalah:
a. Kemauan keras untuk mencapai tujuan dan kebutuhan hidup
Individu yang memiliki tujuan jelas, maka akan berupaya keras
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara orang yang
tidak bertujuan jelas, mudah bimbang, mudah terombang ambing
dan kurang ada motivasi untuk berusaha mencapai suatu tujuan.
Selanjutnya kemauan keras diindikasi dengan keagresifan untuk
terus berkompetisi dengan kompetitor dan selalu bekerja keras.
b. Keyakinan kuat atau kekuatan diri
Individu yang memiliki keyakinan kuat maka dalam dirinya akan
muncul suatu kegariahan dan semangat untuk bekerja atau berbuat
kearah tercapainya suatu tujuan. Dengan demikian, dalam dirinya
terdapat suatu kepercayaan untuk menjawab segala tantangan yang
mungkin akan dialami, dan memiliki kapasitas memahami segala
persoalan yang mungkin dialami.
c. Jujur dan bertanggung jawab
d. Ketahanan fisik dan mental
e. Ketekunan dan keuletan dalam bekerja dan berusaha
f. Kreatif dan konstruktif
g. Berorientasi ke masa depan
Berorientasi ke masa depan artinya, mampu melihat peluang.
Individu demikian selalu melihat ke depan dan tidak akan
mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin, melainkan lebih
mempersoalkan apa yang akan dikerjakan besok.
h. Berani mengambil risiko
Berani mengambil risiko artinya berani menghadapi tantangan.
Keberanian tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan yang
ditunjukkan sesuai dengan langkah-langkah dalam mengambil
keputusan.
Berdasarkan uraian di atas, maka aspek dari motivasi berwirausaha
mengacu pada pendapat Irwanto dkk. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa aspek yang dikemukakan oleh Irwanto dkk lebih
menggambarkan motivasi dibandingkan pendapat tokoh lainnya. Selain
itu, aspek yang dikemukakan Irwanto, dkk juga lebih mudah dijabarkan
dalam bentuk item sehingga memudahkan dalam penyususunan skala
motivasi berwirausaha. Adapun aspek dari motivasi berwirausaha
menurut Irwanto dkk adalah pengaturan diri, pengarahan dan tujuan.
BAB III
RANCANGAN TNA
1. Pendahuluan
Tujuan dari dibagikannya kuesioner ini adalah untuk melihat tingkat
kebutuhan subjek terhadap pelatihan motivasi dalam berwirausaha.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan kuesioner.
3. Aspek Kuisisoner
Bagian A
Aspek dari kuesioner yang akan kami bagikan adalah :
a. Keberhasilan diri
Keberhasilan diri disini digunakan untuk melihat seberapa besar
responden mempunyai semangat yang tinggi untuk bekerja. Selain itu
juga untuk melihat apakah orang itu tekun, optimis dalam bekerja.
b. Toleransi akan resiko
Untuk Melihat bagaimana sudut pandang mereka dalam mengahadapi
tantangan.
c. Kebebasan dalam bekerja
Untuk melihat bagaimana apakah seseorang menyukai kebebasan dalam
bekerja atau untuk melihat tipe pemimpin yang seperti apakah.
Bagian B
Menurut Irwanto, dkk (1997, h.72), aspek-aspek dari motivasi adalah:
a. Pengaturan diri, yang berasal dari lingkungan sekitar atau dari luar diri
individu seperti adanya desakan atau dorongan dari orang lain,
orangtua, teman, saudara, dsb.
b. Pengarahan, yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan,
harapan, cita-cita dan emosi.
c. Tujuan, suatu nilai dari suatu obyek yang merupakan faktor yang
berasal dari diri individu. Misalnya status, uang, penghargaan, dsb.
4. Analisis Kuesioner Pelatihan Motivasi Berwirausaha
a. Analisi Hail Asesmen Tingkat Motivasi Peserta
Jumlah Subjek 30 orang
Jumlah pertanyaan 20 pertanyaan
Kategori :
Rentang nilai : 62 – 82 : Motivasi Tinggi
41 – 61 : Motivasi Sedang
20 – 40 : Motivasi Rendah
Analisis Tingkat Motivasi per subjek
No Subjek Skor Kesimpulan
1 K 60 Motivasi Sedang
2 A 59 Motivasi Sedang
3 A 58 Motivasi Sedang
4 ZF 60 Motivasi Sedang
5 IA 66 Motivasi Tinggi
6 Dirce 49 Motivasi Sedang
7 R 61 Motivasi Sedang
8 A 52 Motivasi Sedang
9 YA 48 Motivasi Sedang
10 IK 61 Motivasi Sedang
11 NH 55 Motivasi Sedang
12 P 56 Motivasi Sedang
13 AB 67 Motivasi Tinggi
14 I 63 Motivasi Tinggi
15 AMW 66 Motivasi Tinggi
16 A 61 Motivasi Sedang
17 TW 57 Motivasi Sedang
18 KT 56 Motivasi Sedang
19 HN 44 Motivasi Sedang
20 X 50 Motivasi Sedang
21 IRM 62 Motivasi Tinggi
22 B 58 Motivasi Sedang
23 F 57 Motivasi Sedang
24 L 58 Motivasi Sedang
25 N 55 Motivasi Sedang
26 NR 57 Motivasi Sedang
27 Nisea 65 Motivasi Tinggi
28 Z 58 Motivasi Sedang
29 Q 59 Motivasi Sedang
30 Y 56 Motivasi Sedang
Kesimpulan:
Motivasi Rendah : 0
Motivasi Sedang : 24 partisipan
Motivasi Tinggi : 6 partisipan
Analisis besarnya motivasi Mahasiswa Fakultas Psikologi
Undip
Kuesioner Skor
Kuesioner 1 60Kuesioner 2 59Kuesioner 3 58Kuesioner 4 60Kuesioner 5 66Kuesioner 6 49Kuesioner 7 61Kuesioner 8 52Kuesioner 9 48Kuesioner 10 61Kuesioner 11 55Kuesioner 12 56Kuesioner 13 67Kuesioner 14 63Kuesioner 15 66Kuesioner 16 61Kuesioner 17 57Kuesioner 18 56Kuesioner 19 44Kuesioner 20 50Kuesioner 21 62Kuesioner 22 58
Kuesioner 23 57Kuesioner 24 58Kuesioner 25 55Kuesioner 26 57Kuesioner 27 65Kuesioner 28 58Kuesioner 29 59Kuesioner 30 56
Total 1704Mean 56,8
Kesimpulannya adalah: Berdasarkan Analisa diatas 56, 8 termasuk kedalam
kategori “Sedang”, sehingga dapat disimpulkan bahwa partisipan / subjek
dalam kuesioner ini mempunyai motivasi sedang.
Kriteria Skoring :
1. Motivasi Tinggi (62 – 82)
Subjek yang memiliki motivasi tinggi memiliki kriteria sebagai
berikut:
a. Memiliki rasa optimis yang tinggi.
b. Berani menerima tantangan, melakukan apa yang belum
pernah dilakukan sebelumnya.
c. Bisa bekerja sendiri (mandiri) dan bertanggung jawab atas apa
yang dia lakukan.
d. Memiliki semangat hidup yang tinggi.
e. Memiliki cita-cita yang dijadikan target dalam bertindak dan
berperilaku.Target mereka jelas sehingga tahu kemana
langkah kaki akan menuju.
f. Kreatif, orang yang memiliki motivasi tinggi akan memiliki
berbagai macam alternatif untuk menyelesaikan hambatan
yang ada.
g. Selalu berpandangan positif dalam memandang persoalan.
2. Motivasi Sedang (41 – 61)
Subjek yang memiliki motivasi sedang memiliki kriteria sebagai
berikut:
a. Kurang memiliki rasa optimis.
b. Kurang berani menerima tantangan, kurang dapat melakukan
apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
c. Kurang dapat bekerja sendiri (kurang mandiri) dan kurang
bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.
d. Kurang Memiliki semangat hidup.
e. Memiliki cita-cita yang kurang untuk dijadikan target dalam
bertindak dan berperilaku. Target mereka kurang jelas
sehingga tahu kemana langkah kaki akan menuju.
f. Kurang kreatif, orang yang memiliki motivasi sedang kurang
memiliki berbagai macam alternatif untuk menyelesaikan
hambatan yang ada.
g. Kurang berpandangan positif dalam memandang persoalan.
3. Motivasi Rendah (20 – 40)
Subjek yang memiliki motivasi rendahmemiliki kriteria sebagai
berikut:
a. Memiliki rasa optimis yang rendah.
b. Tidak berani menerima tantangan, dan tidak mau melakukan
apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
c. Tidak bisa bekerja sendiri (tidak mandiri) dan tidak
bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan.
d. Tidak memiliki semangat hidup.
e. Tidak memiliki cita-cita yang dijadikan target dalam
bertindak dan berperilaku. Target mereka tidak jelas sehingga
tidak tahu kemana langkah kaki akan menuju.
f. Tidak kreatif, orang yang memiliki motivasi rendah tidak
memiliki berbagai macam alternatif untuk menyelesaikan
hambatan yang ada.
g. Selalu berpandangan negatif dalam memandang persoalan.
b. Analisa Hasil Asesmen Kebutuhan Peserta
Jumlah Subjek 30 orang
Jumlah Pertanyaan 10 pertanyaan pertanyaan (8 diantaranya
berbentuk kuesioner, 1 pertanyaan menunjukan eror, dan 1
pertanyaan berbentuk jumlah keikutsertaan subjek dalam
pelatihan motivasi sebelumnya)
Kategori :
Rentang nilai : 8 – 18 : Tidak Butuh19 – 29 : Butuh30 – 40 : Sangat Butuh
Analisa Perlu tidaknya dilakukan training
Kuesioner Skor
Kuesioner 1 24Kuesioner 2 26Kuesioner 3 27Kuesioner 4 30Kuesioner 5 29Kuesioner 6 28Kuesioner 7 28Kuesioner 8 32Kuesioner 9 21Kuesioner 10 27Kuesioner 11 28Kuesioner 12 24Kuesioner 13 24Kuesioner 14 33Kuesioner 15 33Kuesioner 16 36Kuesioner 17 40Kuesioner 18 35Kuesioner 19 33Kuesioner 20 33Kuesioner 21 32Kuesioner 22 31Kuesioner 23 34Kuesioner 24 33Kuesioner 25 27Kuesioner 26 37Kuesioner 27 33Kuesioner 28 27Kuesioner 29 29Kuesioner 30 32
Total 906
Mean 30,32
Kesimpulannya adalah : Berdasarkan Analisa Asesmen Kebutuhan Peserta maka
30,2 termasuk kedalam kategori “sangat butuh”, sehingga dapaat disimpulkan
bahwa pelatihan motivasi dalam berwirausaha ini sangat dibutuhkan oleh
mahasiswa Fakultas Psikologi UNDIP angkatan 2011.
Analisa per item untuk menentukan cakupan materi :
No Pertanyaan Jumlah Respon Mean Skor Kesimpulan
Jawaban Skala Skor1 Saya pernah
mengikuti pelatihan motivasi
sebelumnya
BP - 6 BP = 20 %1X = 40%Lebih 2X =
40%
1X - 12Lebih 2X - 12
2 Saya membutuhkan untuk mendapatkan
gambaran umum mengenai pelatihan
motivasi
STB 1 1
3,33Agak Butuh
TB 2 1AB 3 17B 4 9
SB 5 23
Saya butuh belajar banyak tentang
regulasi diri yang baik
STB 1 0
3,87 ButuhTB 2 0AB 3 9B 4 16
SB 5 54
Saya butuh tahu mengenai apa
sumber motivasi terbesar saya
STB 1 0
3,93 ButuhTB 2 1AB 3 7B 4 15
SB 5 75 Saya perlu tahu
bagaimana mengelola harapan dan cita - cita saya
dengan baik
STB 1 0
3,97 ButuhTB 2 0AB 3 6B 4 19
SB 5 56 Saya perlu tahu
bagaimana agar dapat selalu
optimis dalam melakukan pekerjaan
STB 1 0
3,87 Butuh
TB 2 3AB 3 6B 4 13
SB 5 8
7 Saya perlu belajar lebih lanjut tentang
bagaimana mengembangkan tujuan hidup saya
STB 1 0
3,93 ButuhTB 2 1AB 3 6B 4 17
SB 5 69 Saya perlu tahu
jenis-jenis wirausaha yang sesuai dengan
mahasiswa
STB 1 0
3,5Agak butuh
TB 2 4AB 3 11B 4 11
SB 5 410 Saya perlu tahu
tentang analisis SWOT
STB 1 03,67 ButuhTB 2 3
AB 3 8B 4 15
SB 5 4
c. Prioritas Kebutuhan
Berdasarkan hasil kuesioner, dapat ditarik kesimpulan
bahwa prioritas kebutuhan pelatihan pada mahasiswa psikologi
Undip angkatan 2011 yaitu :
1. Pengetahuan mengenai gambaran umum pelatihan motivasi
2. Keterampilan regulasi diri yang baik
3. Pengetahuan tentang apa sumber motivasi terbesarnya
4. Keterampilan tentang mengelola harapan dan cita - cita
5. Keterampilan agar selalu optimis dalam melakukan segala hal
6. Keterampilan mengembangkan tujuan hidup
7. Pengetahuan jenis – jenis wirausaha yang sesuai dengan
mahasiswa
8. Pengetahuan tentang analisis SWOT
5. Tujuan Pelatihan
1. Partisipan dapat menjelaskan kembali tentang gambaran umum
mengenai pelatihan motivasi.
2. Partisipan diharapkan dapat memiliki regulasi diri yang baik.
3. Partisipan diharapkan dapat menjelaskan sumber motivasi terbesar
partisipan.
4. Partisipan diharapkan dapat merencanakan harapan dan cita-cita
partisipan dengan baik.
5. Partisipan diharapkan dapat mengaplikasikan sikap optimis dalam
melakukan segala hal.
6. Partisipan diharapkan dapat merencanakan tujuan hidup partisipan.
7. Partisipan diharapkan dapat menyebutkan jenis-jenis wirausaha apa
yang sesuai dengan partisipan itu sendiri.
8. Partisipan diharapkan dapat menyatakan kembali dengan kalimat
sendiri tentang analisis SWOT.
Item Metode1 Presentation Method 2 Hands-on Method dan Simulation Method3 Role Play Method4 Role Play Method5 Hands-on Method dan Role Play Method6 Role Play Method7 Presentation Method8 Presentation Method
6. Metode Pelatihan
DAFTAR PUSTAKA
Irwanto, Elia H., Hadisoepadma, A., Priyani, M.J.R., Wismanto, B.Y., dan
Fernandes, C. 1997. Psikologi Umum: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fathurrohman, P dan Sutikno, M.S. 2007. Pengantar Psikologi Umum. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Fryer, D.H. Henry, E.R., Sparks, C.P. 1990. General Psychology. USA: Barnes &
Noble.
Handoko, M. 2006. Motivasi: Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta:
Kanisius.
Grenville, Kleiser. 2007. Membina Kepribadian Wiraswasta. Bandung: Pioner
Jaya.
Hartati, Ratna. 2011. Internalisasi Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif. Makalah
disampaikan pada Diklat Guru Berjenjang Tingkat Terampil.
Suharyadi, Arissetyanto Nugroho, Purwanto S.K., Maman Faturohman. 2008.
“Kewirausahaan : Membangun Usaha Sukses Sejak Usia Muda”. Jakarta:
Salemba Empat.
Recommended