View
2
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
TRADISI LISAN MAMONGOTI BAGAS (MEMASUKI RUMAH BARU) DALAM
MASYARAKAT BATAK TOBA
(Oral Tradition Mamongoti Bagas (Entering the New House) in the Batak Toba
Community)
Heleri Mariani Sinabutara, HamzonSitumorangb, dan Eddy Setiac
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara
Pos-el: helerisinabutar@gmail.com
tanggal naskah masuk 23 Januari 2019
tanggal akhir penyuntingan 16 Juni 2019
Abstract
This research discuss about the oral tradition mamongoti bagas ( enter new house) in Batak
Toba society. The theory used is theory text, kotex and the context and local wisdom .The
Method used is descriptive qualitative. The data is series of the event enter new house in
Batak Toba society.The results show that text in the event enter a new house in Batak Toba
society has a meaning to form new social relationships. Kotex contains elements prosemik
where there is a pause of speakers, sotah we know position of person in the event enter a
new house in Batak Toba society. The context is about context situation, social and
place.The event enter new house contains three local wisdom, namely thanksgiving,
harmony and peace, and caring environment. It can be concluded that oral tradition enter
a new house in batak toba society contains local wisdom tah must be protected and
preserved.
Keywords: mamongoti bagas, Batak Toba Society, oral tradition, local wisdom
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang tradisi lisan mamongoti bagas (memasuki rumah baru)
dalam masyarakat Batak Toba. Teori yang digunakan adalah teori Teks, Koteks dan
Konteks dan Kearifan Lokal. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.
Datanya adalah serangkaian acara memasuki rumah baru masyarakat Batak Toba.
Hasilnya menunjukkan bahwa teks dalam acara memasuki rumah baru dalam masyarakat
Batak Toba memiliki makna pembentukan hubungan sosial yang baru. Koteks mengandung
unsur prosemik dimana ada jeda diantara penutur, sehingga kita tahu apa posisi seseorang
dalam acara memasuki rumah baru dalam masyarakat Batak Toba. Konteks yang terdapat
adalah konteks situasi, sosial dan tempat. Acara memasuki rumah baru mengandung tiga
kearifan lokal, yaitu ucapan syukur, kerukunan dan kedamaian, dan peduli lingkungan.
Dari pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tradisi memasuki rumah baru dalam
masyarakat Batak Toba mengandung kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestarikan
sebagai tradisi lisan masyarakat Batak Toba.
Kata-kata kunci: mamongoti bagas, masyarakat Batak Toba, tradisi lisan, kearifan lokal
PENDAHULUAN
Setiap suku bangsa di Nusantara
memilliki beragam bentuk tradisi yang
khas. Tradisi lokal ini sering disebut dengan
kebudayaan lokal (local culture), yang
hidup di tengah-tengah masyarakat.
Meskipun masyarakat pendukungnya
mengalami perubahan, tetapi tradisi tetap
mailto:helerisinabutar@gmail.com
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
ada. Salah satu bentuk tradisi yang masih
berkembang sampai sekarang adalah tradisi
lisan. Awal mula tradisi lisan berkembang
di Indonesia adalah adanya bentuk interaksi
secara lisan dalam suatu masyarakat yang
memiliki adat istiadat atau tradisi, sehingga
pada saat itu tradisi kelisanan lebih
mendominasi daripada tradisi
keberaksaraan.
Tradisi lisan (oral tradition) dapat
diartikan sebagai kebiasaan atau adat yang
berkembang dalam suatu komunitas
masyarakat yang direkam dan diwariskan
dari generasi ke generasi melalui bahasa
lisan. Tradisi lisan menjadi bagian dari
warisan budaya bangsa yang ditetapkan
dalam konvensi UNESCO tertanggal 17
September 2003. Pudentia (2007: 27)
mendefenisikan tradisi lisan sebagai
wacana yang diucapkan atau disampaikan
secara turun-temurun meliputi yang lisan
dan yang beraksara, yang kesemuanya
disampaikan secara lisan.Tradisi lisan,
dengan tradisi dan adat istiadat masyarakat,
merupakan aset budaya yang penting dan
berharga yang layak untuk dikaji dan
dilestarikan karena tradisi lisan merupakan
kekuatan kultural dalam pembentukan
identitas dan karakter bangsa. Hal ini
diperkuat oleh Sibarani (2012: 15) yang
mengatakan bahwa tradisi lisan dapat
menjadi kekuatan kultural dan salah satu
sumber utama yang penting dalam
pembentukan identitas dan membangun
peradaban.
Tradisi memasuki rumah baru
(mamongoti bagas) pada hakikatnya
merupakan warisan leluhur bangsa
Indonesia yang terdapat didalam berbagai
daerah dan etnik di Indonesia dengan
berbagai variasi, istilah dan penerapannya.
Meskipun istilah dan penerapannya
bervariasi, pada hakikatnya semua yang
menyangkut tradisi memasuki rumah baru
berkaitan dengan upacara adat.
Bagi Orang Batak, rumah
merupakan cita-cita yang paling
diprioritaskan dalam hidupnya. Rumah
merupakan sesuatu yang sangat
didambakan, agar menjadi tempat
bernaung, berlindung dikala hujan dan terik
matahari, dikala malam agar tidak
kedinginan dan sebagai tempat memulai
segala aktivitas dan keberangkatan menuju
tempat kerja. Rumah juga menjadi tempat
mengumpulkan segala rejeki yang didapat
dari pekerjaannya untuk dinikmati
(dihalashon) oleh seluruh anggota
keluarga. Rumah merupakan tempat yang
dirindukan anggota keluarga yang ingin
segera kembali dari tempat kerja maupun
perjalanan. Itulah sebabnya, apabila
seorang keluarga Batak sudah bisa
membangun rumah untuk tempat keluarga
bernaung, itu menjadi sebuah kebahagiaan
dan rasa syukur sehingga sebelum rumah
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
baru ditempati, keluarga tersebut akan
membuat acara syukuran adat memasuki
rumah baru.
Dewasa ini, tidak lagi semua
masyarakat Batak Toba membuat acara
memasuki rumah baru (mamongoti bagas),
khususnya masyarakat Batak Toba yang
tinggal diperkotaan. Banyak masyarakat
Batak Toba tidak lagi membuat acara adat
ketika memasuki rumah baru, mereka
kemungkinan hanya membuat acara
syukuran kecil-kecilan (partangiangan)
berdoa bersama tanpa melaksanakan
upacara adat batak sesuai dengan tatanan
adat memasuki rumah baru dalam
masyarakat Batak Toba. Meskipun
demikian, pada umumnya, masyarakat
Batak Toba melaksanakan tradisi
mamongoti bagas (memasuki rumah)
sebagai ucapan syukur kepada Tuhan
karena sudah bisa membangun rumah yang
bagus dilihat, serta meminta doa agar
mereka tetap dalam keadaan sehat
menempati rumah yang sudah dibangun
tersebut. Maka, sebagai sebuah tradisi dan
budaya, sudah sepatutnyalah acara
mamongoti bagas (memasuki rumah)
dipertahankan dan dilestarikan karena
tradisi tersebut mencerminkan dan
merupakan jati diri masyarakat Batak Toba
dimanapun masyarakat Batak Toba berada.
Dalam acara memasuki rumah baru,
yang empunya rumah (suhut) akan
mengundang dongan tubu (teman
semarga), dongan sahuta (teman
sekampung), boru (pihak perempuan yang
semarga dengan yang empunya
rumah/suhut), hula hula (keluarga yang
semarga dengan pihak istri), tulang
(paman) dan pariban (perempuan yang
semarga dengan boru istri yang empunya
rumah). Biasanya acara dimulai pukul
09.00 pagi yaitu dimulai dari acara
kebaktian, dibuka oleh Bapak Pendeta, dan
biasanya Bapak Pendeta akan memegang
kunci rumah dan akan membukakan pintu
rumah. Setelah acara kebaktian, acara adat
akan dimulai pada pukul 10.00 (parnakkok
ni mata ni ari) matahari mulai menanjak
agar kesehatan dan kesejahteraan
(panggabean dohot parhorasan) juga
meningkat di kemudian hari. Acara adat
akan dimulai dengan pihak hula hula dan
tulang membawa “boras si pir ni tondi”
(beras menguatkan roh hati” dan membawa
“dengke” (ikan mas) kepada suhut (yang
empunya acara/adat) sambil membawa
ulos. Setelah acara hula hula dan tulang,
barulah acara makan bersama dilaksanakan,
dilanjutkan dengan mandok hata (memberi
kata kata) dari hula hula, tulang, dongan
sahuta (teman sekampung) baru kemudian
acara ditutup dengan doa.
Dari serangkaian adat dalam acara
memasuki rumah, ternyata setiap rangkaian
acara memiliki fungsi dan makna ataupun
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
tujuan acara tersebut. Acara memasuki
rumah berkaitan erat dengan koteks dan
konteks pertunjukan. Koteks meliputi unsur
para linguistik, proksemik, kinetik, dan
unsur material lainnya, sedangkan konteks
meliputi dua hal yakni konteks situasi dan
konteks budaya. Konteks situasi
merupakan lingkungan atau tempat
peristiwa berlangsung. Selain konteks
situasi, konteks budaya pun turut
mempengaruhi. Disamping memiliki fungsi
dan makna, tradisi memasuki rumah
merupakan warisan budaya yang memiiki
nilai kearifan lokal. Acara memasuki rumah
tidak hanya sebagai acara adat belaka yang
dilakukan begitu saja, namun diluar
daripada itu acara “mamongoti bagas”
mengandung nilai kearifan lokal yang
mencerminkan nilai-nilai budaya yang
sangat penting untuk digali yang dapat
dipergunakan atau dimanfaatkan untuk
mengatur tatanan kehidupan masyarakat
secara arif atau bijaksana.
Berdasarkan hal tersebut, penulis
ingin membahas bagaimana teks, koteks
dan konteks ‘mamongoti bagas” dan apa
saja kearifan lokal yang terdapat pada
tradisi “mamongoti bagas” pada
masyarakat Batak Toba.
PEMBAHASAN
Deskripsi Tradisi Lisan “mamongoti
bagas” (Memasuki Rumah Baru) dalam
Masyarakat Batak Toba
Acara “mamongoti bagas” biasanya
dilaksanakan didahului dengan acara
kebaktian, yang dipimpin oleh bapak
Pendeta. Pembukaan pintu rumah depan
juga biasanya diserahkan kepada Bapak
Pendeta dengan makna rumahnya akan
diberkati Tuhan. Selesai acara kebaktian,
acara adat kemudian dilaksanakan pada saat
matahari mulai naik, sekitar pukul 10.00
pagi. Dilaksanakan pada saat matahri mulai
naik memiliki makna agar kesejahtetaan
dan kesehatan juga akan meningkat dalam
keluarga di hari-hari mendatang.
Gambar 2.1 Pendeta membuka pintu
rumah sebelum memulai acara kebaktian
Ketika berbicara dalam acara adat,
teman sekampung akan bertanya “sintuhu
ni ulaon” (orang yang menjadi protokol
dalam acara adat, biasanya sintuhu ni ulaon
adalah teman semarga yang empunya adat.
Misalnya yang empunya adat marga
Silalahi, istri boru Pakpahan, maka yang
sintuhu ni ulaon adalah marga Silalahi).
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
Acara kemudian dilanjutkan dengan
“manjalo tutur na ginokhon” ( apa jabatan
dalam acara tersebut) sehigga tahu dimana
posisi duduk. Dalam hal ini, sintuhu ni
ulaon akan mengatakan demikian : Santabi
ma di hamu na huparsangapi hami raja ni
dongan sahuta, raja ni dongan tubu, raja ni
boru, lumobi ma di raja i hulahula nami
suang songon i dohot tulang nami, on ma
tingki dohot ombas na naeng pungka on ta
ma ulaon on, nuaeng pe dihamu hulahula
nami suang songon i dohot tulang nami,
bongot ma hamu raja nami nunga rade
hami manjalo haroro ni rajai dohot angka
nantulang nami.(Permisi kepada kalian
yang kami hormati, raja teman sekampung,
terlebih raja hula-hula kami dan juga tulang
kami, inilah saatnya kita akan membuka
acara kita, sekarang kepada hula hula dan
juga tulang kami, masuklah kalian raja
kami, kami sudah siap menyambut
kedatangan raja dan juga nantulang kami)
Yang pertama di dalam rumah
adalah pihak “suhut”, jika pihak suhut
sudah memaggil, barulah pihak hula-hula
dan tulang masuk ke dalam rumah. Pihak
teman sekampung dan boru juga duduk
sesuai dengan tempat yang disediakan
suhut. Kemudian paidua ni suhut (protokol)
akan mengatakan kesiapan memulai acara
adat dan menerima kedatangan hula-hula
dan tulang. Ketika menerima kedatangan
hula hula dan tulang, sebelum duduk, hula-
hula dan tulang mengambil beras ke kepala
suhut dan anak anaknya dan akan berkata “
horas jala pir ma tondim hela dohot ho
inang borungku dohot angka pahompungku
mangingani si baganding tuamon di
dongani asi dohot holong nasian Amanta
Debata” (sehat dan kuatlah roh kalian
menantu dan putriku dan cucu-cucu ku
menempati rumah masa tua ini, ditemani
kasih dari Tuhan Allah) sambil
dilemparkan keatas tiga kali dan dikatakan
horas, horas, horas, Kemudian mereka
duduk.
Acara berikutnya adalah “Pasahat
tudutudu ni sipanganon dohot dengke” (
pemberian makanan dan ikan) oleh hula-
hula sambil memberi kata ketika memberi
ikan. Biasanya akan dikatakan ucapan
selamat dan semoga sehat selalu dalam
menempati rumah baru, seperti halnya ikan,
semoga keluarga juga saling berdampingan
kemanapun pergi, sambil juga hula hula
memberi ulos. Setelah hula-hula, Tulang
juga akan berbuat hal yang sama, memberi
ikan, kata dan ulos.
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
Gambar 2.2 Hula-hula dan Tulang memberikan ikan
Gambar 2.3 Hula-hula memberikan ulos
Setelah hula-hula dan tulang selesai
memberikan ikan dan ulos, acara
selanjutnya adalah “marsipanganon” (acara
makan). Setelah selesai acara
“marsipanganon” dilanjutkan dengan acara
“marbagi jambar” (membagi bagian dari
daging). Dalam hal ini, bagian daging
dibagiakan sesuai dengan posisi didalam
acara adat, misal jika hula-hula mendapat
bagian osang, tulang bagian gigi, dsb.
Gambar 2.4 Acara pembagian jambar
Setelah membagi jambar, kemudian
akan dibuka acara “manghatai”
(memberikan kata/ucapan selamat). Yang
pertama meberikan kata adalah pihak boru,
kemudian dongan tubu, dongan sahuta,
dongan ale-ale (teman sepekerjaan), tulang
dan baru kemudian hula hula. Kemudian
“mangampu ma hasuhuton” (membalas
kata kata yang sudah diucapkan semua
pihak) yang pertama boru ni suhut baru
kemudian pihak suhut. Sebelum suhut
memberi ucapan terimakasih
(pangampuon), pada acara akan diberikan
piso piso dan tuak manis kepada pihak
Hula-hula dan Tulang. Setelah
pangompuan dari boru suhut dan suhut,
barulah masuk acara terakhir “pangujungi
ni ulaon” (akhir acara), dimana akan
bernanyi dan berdoa. Doa akan dipimpin
penatua gereja yang ada dalam acara, jika
tidak ada, yang membuat doa adalah hula-
hula. Dalam acara memasuki rumah baru,
ada beberapa hal yang harus dilakukan suhu
seperti pantangan yang wajib dilakukan,
seperti selama tiga hari setelah acara pesta
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
tidak boleh membuang sampah diluar pagar
dan tidak boleh mengeluarkan uang
minimal 3 hari setelah acara pesta.
Demikianlah deskripsi “mamongoti bagas”
(memasuki rumah baru)
Analisis Teks, Koteks dan Konteks
Teks, koteks, dan konteks
merupakan tiga bagian yang saling
berhubungan sehingga pemahaman sebuah
teks juga tergantung pada ko-teks dan
konteksnya, dan juga sebaliknya. Di
samping menganalisis hubungan proposisi
dalam teks tradisi lisan, juga perlu
menganalisis elemen koteks dan
konteksnya untuk mendapatkan makna
yang sebenarnya, makna paduan kalimat
dalam wacana tradisi lisan baru dapat
dipahami secara lengkap setelah dikaitkan
dengan ko-teks dan konteksnya. Teks
memiliki struktur, ko-teks memiliki
elemen, dan konteks memiliki kondisi,
yang formulanya dapat diungkapkan dari
kajian tradisi lisan.
Analisis Teks
Dalam penelitian tradisi lisan
“mamongoti bagas” masyarakat Batak
Toba, analisis teks dilakukan dengan cara
menemukan tema maupun topik yang
merupakan makna secara keseluruhan dari
rangkaian acara “mamongoti bagas”
tersebut, mengungkapkan pesan-pesan apa
yang ada dalam setiap elemen teks.
Acara “mamongoti bagas”
memiliki makna mengucap syukur kepada
Tuhan karena sudah diberikan rejeki
sehingga bisa membangun rumah sebagai
tempat bersama, tempat menua berkumpul
bersama keluarga. Rumah adalah hal yang
sangat penting bagi masyarakat Batak,
maka tidak jarang orang tua selalu
menasehatkan anaknya walaupun sudah
menikah untuk menabung uang agar
nantinya bisa membangun rumah. Dari hal
ini, acara “mamongoti bagas” merupakan
ucapan rasa syukur kepada Tuhan, sehingga
ditandai dengan permulaan acara adalah
kebatian yang dipimpin Pendeta. Selain
rasa syukur acara “mamongoti bagas” juga
media untuk meminta doa kepada keluarga
besar, teman, dan teman sekampung
terkhusus hula-hula dan tulang, agar tetap
sehat dan diberkati ketika nantinya tinggal
di rumah yang baru.
Selain rasa ucapan syukur, pada
dasarnya semua rangkaian acara
“mamongoti bagas” merupakan sebagai
pertanda masuk huta ( memasuki kampung
baru ). Acara memasuki rumah baru
memiliki makna sebagai penanda kepada
masyarakat di kampung itu bahwa ada
keluarga baru di kampung tersebut. Ini juga
memiliki makna, bahwa keluarga baru yang
ada di kampung tersebut nantinya akan
wajib mengikuti aturan norma masyarakat
yang berlaku di daerah tersebut.
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
Analisis Koteks
Ko-teks menurut Sibarani (2012:
242) adalah keseluruhan unsur yang
mendampingi teks seperti unsur
paralinguistik, proksemik, kinetik, dan
unsur material lainnya. Deskripsi
paralinguistik mencakup intonasi, aksen,
jeda, dan tekanan. Peranan kajian
paralinguistik sangat penting ketika tradisi
dinyayikan atau disenandungkan
sebagaimana karakteristik kebanyakan
tradisi lisan. Kinetik merupakan bidang
ilmu yang mengkaji gerak isyarat. Dalam
tradisi lisan, gerak isyarat sangat berperan
karena karakteristik tradisi lisan yang
berupa kegiatan, peristiwa atau
pertunjukan. Dalam melakonkan tradisi
lisan, gerak isyarat itu lebih luas perannya
karena meliputi berbagai tarian atau
gerakan lain yang tidak sekedar sebagai
pendamping dan pengganti teks verbal
dalam komunikasi.
Proksemik merupakan bidang ilmu
yang mempelajari penjagaan jarak antara
pembicara dan pendengar sebelum dan
ketika sedang terjadi komunikasi. Deskripsi
sikap dan penjagaan jarak antar pelaku dan
antara pelaku dengan penonton akan
memberikan kontribusi pada interpretasi
makna dalam tradisi lisan. Dari penjagaan
jarak para pelaku dapat terlihat oposisi
binari antar pelaku, yang menggambarkan
peran sebagai raja-rakyat, majikan-
pembantu, direktur-karyawan, pimpinan-
bawahan, orang kaya-orang miskin, dan
sebagainya. Bentuk ko-teks lain yang
sangat perlu dikaji dalam tradisi lisan
adalah unsur material atau benda yang
sering mendampingi penggunaan teks.
Unsur-unsur material yang dipergunakan
dalam praktik tradisi lisan dapat berupa
perangkat pakaian dengan gayanya,
penggunaan warna dengan ragam
pilihannya, penataan lokasi dengan
dekorasinya, dan penggunaan berbagai
properti dengan fungsi masing-masing.
Dengan demikian, kajian semiotik terhadap
unsur-unsur material yang simbolik sebagai
bagian dari ko-teks perlu dilakukan dalam
memahami tradisi lisan.
Dalam penelitian “mamongoti
bagas” dalam masyarakat Batak Toba
terdapat unsur proksemik, dimana ada
penjagaan jarak antara pembicara dan
pendengar sebelum dan ketika sedang
terjadi komunikasi. Dalam hal “mamongoti
bagas” jelas terlihat penjagaan jarak para
pelaku yang menggambarkan peran
sebagai hula-hula, tulang, dongan tubu,
pidua ni suhut, pariban, teman dan
masyarakat di kampung.
Dalam acara “mamongoti bagas”
jelas terlihat bahwa yang memberi ikan dan
ulos adalah hula-hula dan tulang. Ini jelas
memiliki makna bahwa, hula-hula dan
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
tulang sangat memiliki peran penting dalam
acara “mamongoti bagas”. Orang akan
mengetahui apa posisi seseorang dalam
acara “mamongoti bagas” sehingga mereka
akan tau apa yang dibawanya. Jika dia
Hula-hula atau Tulang tentu akan
membawa ikan mas dan ulos sebagai
simbol memberi berkat. Ikan Mas dan ulos
menajadi pendamping material yang
memiliki makna agar sehat sehat (hipas-
hipas) dalam memasuki rumah baru. Sama
halnya ketika acara adat mau dimulai, hula-
hula dan tulang memiliki kedudukan yang
sangat dihormati, mereka masuk rumah,
baru acara dimulai dan hula hula dan tulang
mengambil beras dan melemparkannya
keatas tiga kali sambil mengucapkan horas
tiga kali, yang juga memiliki makna
semoga sehat-sehat dan diberkati lah seisi
rumah. Jika perannya sebagai dongan tubu
dan pariban, tentu tidak membawa ulos,
namun membawa tumpak (uang di
amplop), jika perannya dongan sahuta
(teman sekampung), maka akan membawa
tandok (beras).
Dari penjelasan tersebut sudah
sangat jelas bahwa unsur proksemik dan
material membagun acara tradisi
“mamongoti bagas”.
Analisis Konteks
Sistem konteks sosial berada pada
tingkat semiotik konotatif bahasa yang
terdiri dari konteks situasi, konteks budaya
dan ideologi (Sinar, 2010: 54). Dalam
pemahaman tradisi lisan ketiga istilah
tersebut terangkum dalam konteks sosial
dan konteks situasi. Konteks sosial ini
meliputi orang-orang yang terlibat seperti
pelaku, pengelola, penikmat dan bahkan
komunitas pendukungnya. Konteks situasi
mengacu pada waktu, tempat dan cara
penggunaan teks. Konteks penuturan dalam
penelitian ini pada hakikatnya mengenai
latar atau tempat berlangsungnya acara
“mamongoti bagas”, waktu
berlangsungnya ”mamongoti bagas”, siapa
yang terlibat dalam acara “mamongoti
bagas” , dan suasananya.
1. Konteks Situasi - Acara “mamongoti bagas”
berlangsung di dalam rumah yang
baru. Tepatnya di ruang tengah.
Ruang tengah menjadi tempat
melangsungkan tata acara tradisi
“mamongoti bagas” karena ruang
tamu lah bagian yang paling luas
dalam suatu rumah. Ruang tamu
juga sebagai tempat menerima
tamu, yang berarti ketika
mengadakan acara “mamongoti
bagas”, bahwa pihak yang empunya
rumah, siap menyambut siapapun
yang datang berkunjung ke rumah
mereka.
- Waktu berlangsungnya acara “mamongoti bagas”. Acara
“mamongoti bagas” dimulai di pagi
hari sekitar pukul 10.00 pagi,
naiknya matahari keatas (partuat ni
mataniari) yang memiliki makna
agar berkat dan kesejahteraan juga
akan meningkat ketika nantinya
menempati rumah yang baru. Acara
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
demi acara akan berlangsung, dan
biasanya akan selesai di siang hari,
setelah makan bersama dan
memberi kata dari hula-hula, tulang,
dongan sahuta, dan kemudian
dibalas oleh istri suhut dan suhut
(yang empunya pesta).
- Suasana ketika berlangsungnya acara “mamongoti bagas” adalah
ramai karena banyak tamu dan
keluarga besar yang hadir.
2. Konteks Sosial acara “mamongoti bagas”
Konteks sosial mengacu pada
faktor-faktor sosial yang mempengaruhi
atau menggunakan konteks. Konteks sosial
ini meliputi orang-orang yang terlibat
seperti pelaku, pengelola, penikmat dan
bahkan komunitas pendukungnya. Dalam
acara “mamongoti bagas” yang menjadi
pelaku adalah pihak suhut (yang empunya
pesta), dalam hal ini, yang membantu suhut
mempersiapkan acara pesta adalah boru,
pihak yang semarga dengan suhut. Dalam
acara “mamongoti bagas”, hula-hula dan
tulang tentu memiliki peranan penting,
sebagai yang dihormati dan pemberi berkat.
Orang lain yang terlibat adalah dongan
sahuta (teman sekampung) karena itu
adalah salah satu tujuan acara “mamongoti
bagas” untuk memperkenalkan diri kepada
warga di daerah yang baru tersebut.
Kearifan Lokal Ritus Batak Toba
“mamongoti bagas”
Kearifan lokal merupakan gagasan-
gagasan atau nilai-nilai, pandangan-
pandangan setempat atau lokal yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya. Kearifan lokal merupakan
perpaduan antara nilai-nilai suci firman
Tuhan dan berbagai nilai yang ada.
Kearifan lokal terbentuk sebagai
keunggulan buadaya masyarakat setempat
maupun kondisi geografis dalam arti luas.
Kearifan lokal merupakan produk budaya
masa lalu yang patut secara terus menerus
dijadikan pegangan hidup. Meskipun
bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung
di dalamnya dianggap sangat universal.
Kearifan lokal memiliki suatu nilai
tersendiri yang mana nilai-nilai yang
terkandung dalam kearifan lokal dapat
tercermin dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kearifan lokal yang mencerminkan
nilai budaya diantaranya adalah
kesejahteraan, kerja keras, disiplin,
pendidikan, kesehatan, gotong royong,
pengelolaan jender, pelestarian dan
kreativitas budaya, peduli lingkungan,
kedamaian, kesopansantunan, kejujuran,
kesetiakawanan sosial, kerukunan dan
penyelesaian konflik, komitmen, pikiran
positif, dan rasa syukur (Sibarani,
2012:133-134) yang dikelompokkan
menjadi kearifan lokal inti (core local
wisdom) yaitu kesejahteraan dan
kedamaian. Dalam penelitian ini, penulis
menemukan ada 3 kearifan lokal yang dapat
ditemukan dalam ritus “mamongoti bagas”
dalam masyarakat Batak Toba, yaitu :
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
Ucapan Syukur
Acara “mamongoti bagas”
mengandung kearifan lokal ucapan syukur.
Acara “mamongoti bagas” menjadi acara
untuk mengucap syukur atas kebaikan Sang
Pencipta yang sudah memberikan rejeki
sehingga bisa membangun sebuah rumah
sebagai tempat bernaung dan berkumpul
bersama keluarga. Ucapan Syukur ini
ditandai dengan acara kebaktian yang
dilakukan sebelum memasuki acara adat
memasuki rumah baru. Ini adalah salah satu
bukti bahwa berterimakasih kepada Sang
Pencipta yang sudah memberikan rejeki
adalah hal yang utama.
Membuat acara “mamongoti bagas”
dengan memberi makan warga sekampung
juga merupakan bentuk ucapan syukur yang
dilakukan yang empunya pesta. Bersyukur
masih diberi kesehatan dan rejeki, dan
sekaligus meminta doa kepada semua yang
hadir agar tetap senantiasa dalam lindungan
Tuhan.
Kerukunan dan Kedamaian
Acara “mamongoti bagas”
mengandung nilai kearifan lokal kerukunan
dan kedamaian. Acara memasuki rumah
baru menggambarkan sebuah kebersamaan,
dimana masuknya satu anggota baru dalam
sebuah kampung. Ini menjadi penanda
untuk memperkuat persaudaraan, dimana
keluarga memperkenalkan diri secara resmi
kepada warga kampung bahwa ada mereka
warga baru di daerah tersebut dan akan siap
mengikuti aturan yang berlaku di daerah
tersebut. Ini menandakan ada kerukunan
dan kedamaian yang terjalin antara pihak
suhut (yang empunya pesta) sebagai warga
baru di kampung dengan semua warga
sekitar. Hal ini menandakan kerukunan dan
kedamaian, bahwa dari awal, keluarga
sudah memperkenalkan diri kepada
masyarakat dan semoga dikemudian hari
hubungan dengan sesama juga rukun dan
damai.
Peduli Lingkungan
Dalam acara “mamongoti bagas”
ada kearifan lokal yang terkandung
didalamnya yaitu peduli lingkungan. Acara
“mamongoti bagas”, terutama yang penulis
amati di daerah Pakkat, Humbang
Hasundutan, memiliki pantangan bahwa
selama tiga hari berturut turut setelah acara
pesta “mamongoti bagas”, maka yang
empunya rumah dilarang membuang
sampah keluar dari halaman rumah. Ini
maksudnya adalah, agar yang empunya
rumah peduli lingkungan di daerah yang
baru mereka tempati, bahwa tidak boleh
membuang sampah sembarangan.
PENUTUP
Teks dalam acara “mamongoti
bagas” dalam masyarakat Batak Toba
memiliki makna secara keseluruhan
pembentukan hubungan sosial yang baru,
bahwa ada warga baru di kampung tersebut
yang akan siap menerima aturan dan norma
yang berlaku di daerah tersebut. Koteks
MEDAN MAKNA Vol. XVII No. 1 Hlm. 39—50 Juni 2019 ISSN 1829-9237
dalam acara “mamongoti bagas”
mengandung unsur proksemik, dimana ada
jeda diantara penutur, sehingga kita tahu
apa posisi seseorang di dalam acara
“mamongoti bagas”. Konteks dalam acara
“mamongoti bagas” terdiri dari konteks
situasi dan sosial. Konteks situasi dimana
acara dimulai di pagi hari sekitar pukul
10.00 ketika matahari mulai menanjang
naik, sehingga harapannya adalah rejeki
dan berkat bagi yang empunya acara juga
akan meningkat, dan biasanya akan
berkahir di siang hari. Tempat acara adalah
di dalam rumah yang baru, tepatnya di
ruang tengah. Dalam konteks sosial pelaku
yang terlibat adalah keluarga besar (hula-
hula, tulang, dongan tubu, pariban), teman,
dan warga sekampung. Acara “mamongoti
bagas” mengandung tiga kearifan lokal,
yaitu ucapan syukur, kerukunan dan
kedamaian, dan peduli lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Barthes, Roland. (2007). Petualangan
Semiologi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Barthes, Roland. (2009). Mitologi.
Yogjakarta: Kreasi Wacana.
Cook, Guy. (1994). Discourse. Oxford: Oxford
University Press.
Halliday, M.A.K. (1978). Language as Social
Semiotics. London: University
Park Press.
Halliday, M.A.K. Hasan R. (1985). Language,
Context, and Text: Aspect of
Language in A Social Semaiotic
Perspective. London: Oxford
University Press.
Hasugian, Monika. (2017). Upacara Kematian
Saur Matua Batak Toba : Analisis
Tradisi Lisan. Jurnal Lingua
Vol.14. No.2.
Koentjaraningrat. (1997). Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: Rineka
Cipta
Pudentia. (2007). Metodologi Kajian
Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi
Tradisi Lisan.
Sibarani, Robert. (2012).
Kearifan Lokal : Hakikat,
Peran, dan Metode Tradisi
Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi
Lisan.
Silaban, D.M.P. (2015). Tradisi Lisan
Nyanyian Rakyat Anak-Anak
Pada Masyarakat Batak Toba
di Kecamatan Lintongnihuta
Kabupaten Humbang
Hasundutan. Tesis pada
Program Pasca Sarjana USU.
Sinar, T.S, M.Takari. (2014). Teori dan
Metode untuk Kajian Tradisi
Lisan. Medan : Mitra
Recommended