Bagas Proposal Skripsi (Revisi)

Embed Size (px)

Citation preview

IMPLEMENTASI PEMANFAATAN SITUS BENDA CAGAR BUDAYA (BCB) DI KABUPATEN KENDAL DAN PENERAPAN METODE RESITASI TERHADAP MINAT SISWA SMA NEGERI 1 CEPIRING KELAS XI IPS

PROPOSAL SKRIPSI Diajukan dalam rangka menyelesaikan studi strata 1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Sejarah

Di Susun Oleh: Bagas Sri Raharja NIM 3101408082 JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2011

LEMBAR PENGESAHAN Proposal Skripsi yang berjudul: IMPLEMENTASI PEMANFAATAN SITUS BENDA CAGAR BUDAYA (BCB) DI KABUPATEN KENDAL DAN PENERAPAN METODE RESITASI TERHADAP MINAT SISWA SMA NEGERI 1 CEPIRING KELAS XI IPS.

Telah disahkan pada: Hari Tanggal : :

Untuk diteruskan menjadi penelitian sebagai bahan penyusunan skripsi

Mengetahui Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dra. C. Santi Muji Utami, M. Hum NIP. 19650524 199002 2 001 Ketua Jurusan Sejarah

Drs. R. Soeharso, M.Pd NIP. 19620920 198703 1 001

Arif Purnomo, SS.,S.Pd.,M.Pd. NIP. 19730131 199903 1 002

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROPOSAL SKRIPSI

NAMA NIM JURUSAN PRODI

: BAGAS SRI RAHARJA : 3101408081 : SEJARAH : PENDIDIKAN SEJARAH

JUDUL IMPLEMENTASI PEMANFAATAN SITUS BENDA CAGAR BUDAYA (BCB) DI KABUPATEN KENDAL DAN PENERAPAN METODE RESITASI TERHADAP MINAT SISWA SMA NEGERI 1 CEPIRING KELAS XI IPS.

I.

LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan masalah penting dan perlu mendapat perhatian, untuk

mempersiapkan kualitas sumber daya manusia, oleh karena itu harus ditangani sebaikbaiknya. Sesuai dengan Tujuan Pendidikan Nasional, seperti dirumuskan dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, disebutkan bahwa untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis, bertanggung jawab. (Bab II. pasal 3. Sisdiknas 2003). Sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metodologi tertentu. Pendidikan sejarah diberikan dari SD sampai SMA, karena masa lampau memiliki kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian siswa. Mata pelajaran Sejarah telah diberikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah pertama sebagai bagian dari mata pelajaran IPS, sedang pada tingkat pendidikan atas mata pelajaran sejarah diberikan sebagai mata pelajaran sendiri. Mata pelajaran sejarah memiliki arti penting dalam membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam membentuk manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, maka mata pelajaran sejarah perlu disampaikan kepada siswa disekolah dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran sejarah merupakan sebuah sistem yang mengintegrasikan berbagai komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran harus dipikirkan dengan baik agar pembelajaran dapat berlangsung efektif dan efisien. Komponen-komponen pembelajaran harus saling mendukung dan melengkapi

untuk menghasilkan suatu proses pembelajaran yang bermakna dan mudah dipahami siswa. Materi pembelajaran diperlukan oleh guru untuk membantu guru memberikan pengetahuan yang baru. Menurut Doucl dalam Widja ( 1989; 113) kelebihan khusus yang dimiliki oleh pengajaran sejarah lokal di bandingkan dengan konvensional yaitu kemampuan untuk membawa murid pada situasi riil di lingkungannya, dengan kata lain seakanakan mampu menerobos batas antara dunia sekolah dan dunia nyata di sekitar sekolah. Kelebihan yang lain adalah lebih mudah membawa siswa pada usaha untuk memproyeksikan pengalaman masa lampau masyarakat dengan masa kini, bahkan juga pada masa depannya. Pembelajaran sejarah dimaksudkan agar siswa mengenal asal-usul dirinya, sehingga materi pembelajaran sejarah perlu memuat tentang cerita dan peristiwa yang terjadi di daerah sekitarnya. Cerita dan peristiwa sejarah tersebut akan memberikan pemahaman kepada siswa tentang dirinya dan akhirnya siswa lebih arif dalam menyikapi kehidupan. Warisan budaya masa lampau di suatu daerah memiliki berbagai manfaat, antara lain ; 1. 2. 3. Menggali jati diri dan kepribadian daerah. Membangun solidaritas sosial. Memberikan informasi tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa,

asal-usul suatu daerah sehingga mampu membangkitkan semangat untuk mengembangkan kreasi. 4. Mempertahankan dan melestarikan benda cagar budaya lokal tersebut.

Benda Cagar Budaya adalah Jenis bangunan peninggalan yang dilestarikan untuk peninggalan sejarah serta kepentingan ilmu. Seringkali Benda Cagar Budaya berfunsi sebagai tempat merekonstruksi kejadian-kejadian di masa lalu. Kendal adalah sebuah Kabupaten di Jawa Tengah. Kabupaten yang terletak 35 km di timur Kota Semarang ini meliputi area seluas 65 km dengan jumlah penduduk sebesar 60.000 jiwa. Sejarah yang dilaluinya menjadi daya tarik utama. Letaknya di sebuah lembah yang dikelilingi pegunungan juga membuat Kendal diberkahi keindahan alam yang menakjubkan. Karena pernah menjadi salah satu tempat pertempuran lima hari di Semarang, Serta Pabrik Gula Cepiring yang menjadi salah satu ikon di Kabupaten Kendal. Nama Kendal diambil dari nama sebuah pohon yakni Pohon Kendal. Pohon yang berdaun rimbun itu sudah dikenal sejak masa Kerajaan Demak pada tahun 1500 1546 M yaitu pada masa Pemerintahan Sultan Trenggono. Pada awal pemerintahannya tahun 1521 M, Sultan Trenggono pernah memerintah Sunan Katong untuk memesan Pusaka kepada Pakuwojo. Peristiwa yang menimbulkan pertentangan dan mengakibatkan pertentangan dan mengakibatkan kematian itu tercatat dalam Prasasti. Bahkan hingga sekarang makam kedua tokoh dalam sejarah Kendal yang berada di Desa Protomulyo Kecamatan Kaliwungu itu masih dikeramatkan masyarakat secara luas. Menurut kisah, Sunan Katong pernah terpana memandang keindahan dan kerindangan pohon Kendal yang tumbuh di lingkungan sekitar. Sambil menikmati pemandangan pohon Kendal yang nampak sari itu, Beliau menyebut bahwa di daerah tersebut kelak bakal disebut Kendalsari. Pohon besar yang oleh warga masyarakat disebut-sebut berada di pinggir Jalan. Pemuda Kendal itu juga dikenal dengan nama Kendal Growong karena batangnya berlubang atau growong.

Dari kisah tersebut diketahui bahwa nama Kendal dipakai untuk menyebutkan suatu wilayah atau daerah setelah Sunan Katong menyebutnya. Kisah penyebutan nama itu didukung oleh berita-berita perjalanan Orang-orang Portugis yang oleh Tom Peres dikatakan bahwa pada abad ke 15 di Pantai Utara Jawa terdapat Pelabuhan terkenal yaitu Semarang, Tegal dan Kendal. Bahkan oleh Dr. H.J. Graaf dikatakan bahwa pada abad 15 dan 16 sejarah Pesisir Tanah Jawa itu memiliki yang arti sangat penting. Sejarah berdirinya Kabupaten Kendal adalah Ketika ada seorang pemuda bernama Joko Bahu putra dari Ki Ageng Cempaluk yang bertempat tinggal di Daerah Resesi Kabupaten Pekalongan. Joko Bahu dikenal sebagai seorang yang pekerja keras hingga Joko Bahu pun berhasil memajukan daerahnya. Atas keberhasilan itulah akhirnya Sultan Agung Hanyokro Kusumo mengangkatnya menjadi Bupati Kendal bergelar Tumenggung Bahurekso. Selain itu Tumenggung Bahurekso juga diangkat sebagai Panglima Perang Mataram pada tanggal 26 Agustus 1628 untuk memimpin puluhan ribu prajurit menyerbu VOC di Batavia. Pada pertempuran tanggal 21 Oktober 1628 di Batavia Tumenggung Bahurekso beserta ke dua putranya gugur sebagai Kusuma Bangsa. Dari perjalanan Sang Tumenggung Bahurekso memimpin penyerangan VOC di Batavia pada tanggal 26 Agustus 1628 itulah kemudian dijadikan patokan sejarah lahirnya Kabupaten Kendal. Kabupaten Kendal kaya dengan kegiatan budya baik yang bersifat tradisional maupun agamis seperti Syawalan Kaliwungu (event ini sudah terkenal hampir diseluruh Pulau Jawa), Sedekah Laut Tanggul Malang, Pesta Laut Tawang dan Pantai Bandengan. Disamping itu terdapat beberapa makam dari tokoh-tokoh adat maupaun penyebar Agama Islam diantaranya adalah Makam Pangeran Djoeminah, Kyai Asyari,

Sunan Katong, Paku Wojo yang terletak di Kecamatan Kaliwungu, Makam Pangeran Benowo di Kecamatan Pegandon dan Makam Kyai Seapu di Kecamatan Boja.

I. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah diatas permasalahan yang dikaji dalam permasalahan ini adalah ; 1. Bagaimana pemanfaatan situs Benda Cagar Budaya di Kabupaten Kendal dan Metode Resitasi dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Cepiring Kelas XI IPS? 2. Bagaimana penerapan pemanfaatan situs Benda Cagar Budaya di Kabupaten Kendal dan Metode Resitasi dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Cepiring Kelas XI IPS? 3. Adakah dampak penerapan pemanfaatan situs Benda Cagar Budaya di Kabupaten Kendal dan Metode Resitasi dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Cepiring Kelas XI IPS?

II.

TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Cepiring ini bertujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui Pemanfaatan situs Benda Cagar Budaya di Kabupaten Kendal dan Metode Resitasi dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Cepiring Kelas XI IPS? 2. Mengetahui penerapan situs Benda Cagar Budaya di Kabupaten Kendal dan Metode Resitasi dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Cepiring Kelas XI IPS?

3. Mengetahui penggunanan situs-situs Benda Cagar Budaya di

Kabupaten

Kendal dan Metode Resitasi dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Cepiring Kelas XI IPS?

III.

MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan situs makam Sunan Katong yang mana merupakan sejarah lokal Kabupaten Kendal kaitannya dengan motivasi belajar siswa terhadap sejarah kabupatennya sendiri. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat Bagi Peneliti Memberikan masukan bekal untuk menjadi tenaga pengajar sesungguhnya. Sebagai masukan peneliti, agar lebih mengetahui pentingnya sejarah lokal dalam dunia pendidikan, terutama dalam penelitian ini mata pelajaran sejarah. b. Manfaat Bagi Peserta Didik Penelitian ini bermanfaat bagi peserta didik agar siswa lebih mengetahui arti penting dari pembelajaran sejarah lokal disekolah, dalam hal ini terutama situs makam Raden Bagus atau Pangeran Djoeminah sehingga akan menimbulkan motivasi belajar terhadap sejarah.

c. Manfaat Bagi Guru

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam pembelajaran sejarah dan sebagai referensi guru dalam pembelajaran sejarah agar tidak selalu terpaku pada materi yang digunakan. 2. Memberikan masukan kepada para pendidik sebagai upaya

meningkatkan pembelajaran dengan memanfaatkan sejarah yang ada di daerahnya atau sejarah lokal untuk menggugah motivasi belajar sejarah siswanya. d. Manfaat Bagi Sekolah Memberi masukan kepada sekolah untuk menyarankan kepada guru-guru sejarah untuk memanfaatkan situs-situs sejarah yang ada di Kabupaten Kendal.

IV. BATASAN ISTILAH Benda Cagar Budaya Pengertian Benda Cagar Budaya Adalah adalah Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian bagianya atau sisa- sisanya yang berumur kira-kira 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaaan. ( Undang Undang Cagar Budaya Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya Dan Penjelasanya). Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. ( Undang Undang Cagar Budaya Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya Dan Penjelasanya).

Situs Lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang di perlukan bagi pengamanan. (Undang Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya) Pemanfaatan Pemanfaatan adalah proses, cara pembuatan yang menjadikan ada manfaatnya dari suatu pembuatan tersebut. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988, 555). Resitasi Resitasi adalah Metode penerapan pembelajaran di Sekolah dengan sisitem Pemberian Tugas kepada Siswa (Sudaryo, 1991, 21). Motivasi Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melekukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. (Sudaryo, 1991, 21).

V. SISTEMATIKA PENULISAN Secara garis besar, skripsi ini terdiri atas beberapa bagian yang disusun menurut sistematika sebagai berikut : Di dalam bab I ini akan menjelaskan tentang pendahuluan yang dikemukakan dengan hal-hal yang berhubungan dengan latar belakang, selain itu dikemukakan juga tentang permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian. Dalam bab II ini akan diuraikan tentang landasan teori yang digunakan sebagai pedoman penelitian ini dan Hipotesis

Dalam bab III ini akan diuraikan penjelasan tentang langkah-langkah metodologi penelitian yang meliputi pendekatan penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data dan analisis data. Dalam bab IV ini akan disajikan mengenai laporan penelitian yang berisi datadata dari hasil penelitian Dalam bab V ini dikemukakan kesimpulan dari hasil penelitian dan beberapa saran yang di harapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

VI. LANDASAN TEORI 1. Benda Cagar Budaya a. Pengertian Benda Cagar Budaya Adalah adalah Benda buatan manusia, bergerak atau tdak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian bagianya atau sisa- sisanya yang berumur kira-kira 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaaan. ( Undang Undang Cagar Budaya Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya Dan Penjelasanya). b. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. ( Undang Undang Cagar Budaya Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya Dan Penjelasanya). 2. Situs Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar budaya termaksud lingkunganya yang diperlukan bagi pengamanya. ( Undang

Undang Cagar Budaya Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya Dan Penjelasanya). Dari kategori diatas jelas bahwa bangunan peninggalan Belanda dan Situs makam yang sudah berumur lebih dari 50 tahun. 3. Kepemilikan Benda Cagar Budaya. Kepemilikan Benda Cagar Budaya pada dasarnya adalah merupakan hak pemerintah . tapi dalam Undang Undang Cagar Budaya Republik Indonesia No 5 tahun 1992 Bab II pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa benda cagar budaya tertentu dapat dikuasai atau dimiliki oleh seseorang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU didalam penjelasan ayat ini bahwa yang dimaksud dengan perorang adalah perorangan atau badan hukum,yayasan, perkumpulan, perhimpunan atau badan yang sejenis. Sekalipun benda cagar budaya pada dasanya adalah milik Negara, tetapi setiap orang juga dapat memiliki dan menguasai benda cagar budaya tertentu, dalam arti melaksanakan pengelolaan, pengampuan, atau tindakan sejenis dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan pemanfaatanya bagi kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya serta pelestarianya. Sedangkan didalam ayat 2 dijelaskan lebih rinci mengenai benda cagar budaya yang boleh dimiliki oleh pribadi, yaitu benda yang sudah dimiliki dan dikuasai secara turun temurun atau merupakan warisan, serta jumlah dan untuk setiap jenisnya cukup banyak dan sebagian telah dimiliki oleh Negara. Tetapi dalam ayat 3 dijelaskan bahwa yang boleh memiliki benda cagar budaya ini adalah Warga Negara Indonesia, bagi wanga negara asing (ayat4) hanya diperkenankan memiliki benda cagar budaya yang jumlahnya cukup banyak dan sebagian besar dimilki oleh Negara.

Sedangkan bunyi ayat yang terkandung dalam pasal 7

disebutkan bahwa

pengalihan benda cagar budaya tertentu yang dimiliki oleh warga Negara Indonesia secara turun temurun atau secara warisan hanya dapat dilakukan oleh Negara, dengan disertai imbalan yang wajar, sementara tata cara pengalihan dan pemberian imbalan akan ditetapkan melalui Peraturan pemerintah. Imbalan ini tidak berlaku bila pemberian dilakukan secara hibah. Menurut pasal 8 berbunyi, disebutkan bahwa setiap pemilikan, pengembalian hak dan pemindahan tempat benda cagar budaya tertentu sebagaimana dalam pasal 6 dan 7. Wajib didaftarkan sesuai dengan ketetapan pendaftaran yang ditentukan oleh Peraturan Pemerintah. Sedangkan pasal 9, disebutkan kewajiban pemilik untuk melaporkan kerusakan atau kehilangan benda cagar budayanya kepada pemerinah selambat lambatnya 14 hari dari rusak atau hilangnya benda cagar budaya tersebut.

Tolak ukur, Kriteria dan penggolongan Benda Cagar Budaya. Berdasarkan peraturan Daerah DKI Jakarta No. 9 tahun 1999 bab IV

dijabarkan Tolak ukur, Kriteria dan Penggolongan sebuah Benda cagar Budaya adalah : a. Tolak ukur nilai sejarah dikaitkan dengan nilai nilai perjuangan, ketokoan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan DKI Jakarta. b. Tolak ukur umur sekurang kurangnya 50 tahun.

c. Tolak ukr keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasrana lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di dalamnya. d. Tolak ukur Tangeran atau Landmark dikaitkan dengan keberadaan sebuah bangauanan tunggal/monumen atau bentang alam yang

dijadikan simbol dan wakil dari suatu daerah sehingga menjadi tangeran/landmark daerah tersebut. e. Tolak ukur arsitektur dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang menggambarkan suatu jaman dan gaya tertentu Dari uraian diatas dapat diklarifikasikan menjadi 3 golongan, yakni : a. Golongan I : Lingkungan yang memenuhi seluruh kriteria,

termaksud yang mengalami sedikit perubahan tetapi masih memiliki tingkat keaslian yang utuh. b. Golongan II : Lingkungan yang hanya memenuhi 5 kriteria, telah

mengalami perubahan, namun masih memiliki bebberapa unsur keaslian. c. Golongan III : Lingkungan yang hanya memiliki 3 kritetria,

yang telah banyak mengalami perubahan dan sedikit mempunyai keaslian. Bangunan Benda Cagar Budaya dibagi menjadi 3 Golongan, yaitu : a. Bangunan Benda Cagar Budaya Golongan A memenuhi kriteria nilai sejarah dan keaslian. b. Bangunan Benda Cagar Budaya Golongan B : Bangunan yang : Bangunan yang

memenuhi kriteria keaslian, kelangkaan, landmark, arsitektur dan umur.

c. Bangunan Benda Cagar Budaya Golongan C memenuhi kriteria arsitektur dan umur.

: Bangunan yang

4. Sejarah Pabrik Gula Cepiring. Pabrik gula Cepiring didirikan pada tahun 1835 oleh pemerintah kolonial Belanda dengan nama Kendalsche Suiker Onderneming dan mulai beroperasi tahun 1837. Pabrik gula ini dalam perjalanan waktu berkali-kali terpaksa berhenti beroperasi karena berbagai sebab seperti perang, krisis ekonomi dunia, kekurangan bahan baku, dan lain-lain. Tahun 1942, pabrik ini dikuasai Jepang dan dijadikan markas pertahanan. Masa kemerdekaan, pabrik gula Cepiring beroperasi kembali untuk memproduksi gula. Pembenahan pembenahan dilakukan untuk memperlancar proses produksi gula. Namun demikian, pada masa masa awal kemerdekaan kegiatan produksi belum berjalan dengan baik karena masa transisi tersebut masih banyak pergolakan di daerah dalam hal ini di wilayah kabupaten Kendal yang secara langsung maupun tidak langsung turut mempengaruhi kegiatan pabrik. Pabrik gula cepiring kemudian ditetapkan sebagai salah satu perusahaan perkebunan negara dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 160 Tahun 1961, yakni tentang pendirian perusahaan perkebunan Negara Kesatuan Republik Indonesia wilayah I Jawa Tengah, yang didalamnya termasuk penetapan pabrik gula cepiring sebagai perusahaan perkebunan negara. Dengan adanya penetapan dari pemerintah tersebut, maka keberadaan pabrik gula cepiring yang berada di wilayah kabupaten Kendal memiliki peran yang lebih strategis dalam melaksanakan fungsinya. Pabrik gula cepiring memiliki tugas memenuhi kebutuhan gula dalam negeri khsusnya wilayah Jawa Tengah.

Pabrik gula cepiring dalam melaksanakan kegiatan produksinya, pabrik gula cepiring sebagai pabrik penggilingan tebu tentu saja membutuhkan bahan baku tebu yang nantinya diproses menjadi gula. Untuk memenuhi pasokan bahan baku tebu tersebut, kemudian pabrik gula Cepiring melakukan penanaman tebu di wilayah kabupaten Kendal. Penanaman tebu yang dilakukan oleh pabrik gula cepiring dilakukan di areal areal pertanian milik petani yang ada di kabupaten Kendal. Pabrik gula cepiring melaksanakan sistem sewa atau kontrak lahan pertanian dengan jangka waktu tertentu kepada masyarakat petani di wilayah kabupaten Kendal. Hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap beberapa narasumber baik yang pada masa itu bekerja di pabrik gula Cepiring maupun sebagai petani yang lahannya disewa atau dikontrak oleh pabrik gula Cepiring, dapat diperoleh sebuah gambaran yang sama terkait dengan sistem pengadaan tebu sebagai bahan baku produksi gula. Dalam hal pengadaan bahan baku tebu, pabrik gula Cepiring menyewa lahan pertanian di wilayah yang berada di sekitar pabrik gula dan juga wilayah wilayah di sekitar kabupaten Kendal.

5. Sejarah Raden Bagus atau Pangeran Djoeminah. Bila kita melihat Sejarah Kerajaan Mataram Islam serta silsilah dalam catatan De Graaf P. Djoeminah adalah anak dari Panembahan Senopati Sutowijoyo dengan Raden Ayu Djoemilah atau Raden Ayu Dumilah yang merupakan cucu dari ki Ageng Pemanahan bila dilihat dari garis ayahandanya, Panembahan Senopati Sutowijoyo mempunyai tiga Orang Anak dari pernikahanya dengan Raden Ayu Djoemilah atau Raden Ayu Dumilah. Yaitu : 1. Raden Mas Djoelang, yang bergelar Sultan Agung Raja Kerajaan Mataram ke Dua. 2. Raden Bagus atau Pangeran

Djoeminah. 3.Raden Mas Kaninten atau Pangeran Adipati Mertoloyo yang merupakan Bupati daerah Madiun. Dengan Jelas Oleh De Graaf bahwa Pangeran Bagus itu adalah Pangeran Djoeminah, putra ke dua Panembahan Senopati Sutowijoyo dengan Raden Ayu Dumilah atau Djoemilah. Raden Bagus atau Pangeran Djoeminah. Beliau dilahirkan tahun 1595, ketika Panembahan senopati Sutowijoyo wafat, beliau masih berumur 6 tahun, Merupakan murid dari Ki Ageng Sentani. Raden Bagus Atau Pangeran Djoeminah Pembangun Mataram Kendal, dalam penyerangan Kerajaan Mataram Islam kepada VOC di Batavia. Raden Bagus atau Pangeran Djoeminah menempati posisi sebagai Panglima Perang membawahi pasukan pengawas angkatan ketiga dari Kerajaan Mataram Islam yang berangkat lebih dahulu ke Batavia seperti dikemukakan oleh De Graaf dalam bukunya Puncak Kajayaan Mataram yang kemudian disusul oleh pasukan pimpinan Tumenggung Bahurekso, Adipati Ukur dan Suro Agul agul. Hasil dari penyerangan ke Batavia adalah kekalahan di pihak Mataram, bahkan semua panglima Mataram mendapat hukuman tidak boleh kembali ke Kerajaan Mataram, dan harus tetap bertahan di Kadipaten Kaliwungu pada saat itu. Maka muncul pertanyaan dalam rangka apa Raden Bagus atau Pangeran Djoeminah datang dan memilih kaliwungu sebagai tempat tinggalnya. Ada dua pendapat atau dua versi mengenai kedatangan Raden Bagus atau Pangeran Djoeminah ke Kadipaten kaliwungu, pertama Kehadiran Raden Bagus atau Pangeran Djoeminah ke Kadipaten Kaliwungu karena mendapat tugas dari

Sultan Agung atau kakandanya untuk menghukum Tumenggung Manduroreja, yang dinilai gagal sebagai panglima perang melawan VOC di Batavia. Pendapat tersebut memang cukup kuat Bahwa pada saat itu apabila ada

panglima perang yang gagal melaksanakan tugas dan masih hidup, maka hukumanya adalah hukuman mati, hal ini karena pada saat itu tidak ada seorangpun yang dapat menandingi kesaktian Mandurorejo yang merupakan cucu Ki Ageng Sentani guru dari Raden Bagus atau Pangeran Djoeminah sendiri. Pendapat kedua meyatakan bahwa Raden Bagus atau Pangeran Djoeminah ke Kaliwungu untuk menghindari hingar-bingar kehidupan kerajaan Mataram serta untuk mendalami Ilmu Tassawuf dan menyebarkan agama Islam di Kadipaten Kaliwungu. Kalau kita melihat bahwa pendapat tersebut sama kuatnya. Sebagai orang Sejarah tentu kita tudak usah kaget jika dalam suatu kejadiaan terdapat lebih dari satu pendapat yang berbeda.

6. Belajar. Merupakan keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan sebagai hasil pengolahan individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.

Menurut para pakar psikologi dalam Catharina (2006 : 2), tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu : Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku. Untuk mengukur apakah seseorang telah belajar, maka diperlukan perbandingan antara perilaku sebelum dan setelah mengalami kegiatan belajar. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. Perubahan perilaku karena pertumbuhan dan kematangan fisik, seperti tinggi dan berat badan, dan kekuatan fisik, tidak disebut sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen. Lamanya perubahan perilaku yang terjadi pada diri seseorang adalah sukar untuk diukur. Biasanya perubahan perilaku dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu, satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Pembelajaran Sejarah Menurut Suprayogi (2007 : 39) Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari umat manusia pada masa lampau di berbagai tempat atau jenis lingkungan dengan berbagai corak politik, sosial, budaya, dan perekonomian: juga mempelajari matarantai kehidupan yang satu dengan yang lain serta hubungan masa silam dengan masa sekarang seta masa yang akan datang. Konsep-konsepnya antara lain : perubahan, konflik, revolusi, kebangsaan, peradaban, eksplorasi, dan kemencengan sejarah. Sejarah sebagai ilmu dapat berkembang dengan berbagai cara : 1) perkembangan dalam filsafat, 2) perkembangan dalam teori sejarah, 3) perkembangan dalam ilmu-ilmu lain, dan 4) perkembangan dalam metode sejarah (Kuntowijoyo, 1995 : 20). Sehingga perkembangan dalam sejarah selalu berarti bahwa sejarah selalu responsif terhadap kebutuhan masyarakat akan informasi.

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Sejarah dalam suatu proses pembelajaran merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dipelajari oleh peserta didik dalam semua tingkatan sekolah. Pelajaran sejarah sangat penting diajarkan kepada peserta didik untuk menumbuhkan rasa nasionalisme kepada bangsa Indonesia maupun untuk menunjukkan penghargaan terhadap jasa para pahlawan bangsa. 7. Minat. Minat adalah suatu pemusatan perhatian yang tidak disengaja yang penuh dengan kemauan dan tergantung kepada bakat dan lingkungan (Suyanto Agus : 1981). Dalam belajar diperlukan suatu pemusatan perhatian agar apa yang dipelajari dapat mudah dipahami sehingga terjadi perubahan perilaku meliputu Afsktif, Kognitif dan Psikomotorik. Untuk meningkatkan minat maka perlu dilakukan belajar di luar sekolah. Minat merupakan sifat yang menetap pada diri seseorang, minat besar penggaruhnya terhadap belajar siswa karena dengan minat maka siswa dapat belajar tentang hal apa yang dia sukai atau senangi. Misalnya Seorang murid berminat terhadap pelajaran sejarah (Usman 2002 :27). Sedangkan menurut Drs. Dimyati Mahmud (1982), Minat adalah kekuatan pendorong yang memaksa seseorang menaruh simpati kepada aktifitas tertentu sebagai pengalaman efektif yang distimular terhadap suatu objek karena suatu aktifitas. Berdasarkan definisi tersebut bahwa minat tergantung kepada sebagai berikut : 1. Minat adalah suatu gejala Psikologis. 2. Adanya pemusatan perhatian, perasaan, pikiran dari suatu objek karena tertarik terhadap suatu hal.

3. Adanya perasaan senang terhadap obyek yang menjadi sasaran. 4. Adanya kecenderungan dan kemauan pada diri subyek untuk melakukan suatu kegiatan guna mencapai tujuan. VII. METODE PENELITIAN.

1. Metode Resitasi (Pemberian tugas). Resitasi adalah merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan tugas kepada sisiwa untuk terjun langsung ke objek yang diteliti, siswa Diberikan pemahaman materi selanjutnya diberikan tugas langsung ke Pabrik Gula Cepiring, Makam-makam Kuno pendiri Kabupaten Kendal yang nantinya dijadikan hasil penelitian dan pada akhirnya siswa akan membuat tugas yang diberikan oleh peneliti dengan penerapan Metode Resitasi ini akan digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemanfaatan BCB dengan metode pemberian tugas terhadap minat belajar sejarah siswa SMA N 1 Cepiring kelas XI IPS. Tugas menulis adalah sesuatu hal yang penting dalam mempelajari sejarah. Pengajaran sejarah bukan hanya cerita atau konvensional yang diajarkan secara lisan tertulis. Anak didik sedapat mungkin dilatih untuk menulis bahan sejarah yang sedang dipelajari. Alasanya jika sejarah diakui sebagai peristiwa kemanusiaan, maka anak juga harus mampu menuliskan perisatiwa sejarah atau kemanusiaan sesuai dengan tingkat pemahamannya, emosionalnya, sensasinya, dan ekspresinya. Latihan tugas menulis memberikan pengalaman anak didik dalam mengembangkan daya nalar, intelektual dan cara berpikir sejarah secara ilmiah.

Kebiasaan yang dilakukan dalam menerapkan Metode Resitasi atau pemberian tugas dapat dilakukan dengan dua jalan : Pertama, menuliskan hasil pelajaran yang telah diterima dalam bentuk makalah dan sesuai tingkat pemahamanya. Tugas ini sebagai latihan paling awal bagi anak untuk melatih cara berpikir dalam proses belajar mengajar. Tujuan dari cara ini adalah memberikan kemampuan untuk mencatat dan memilah-milah mana yang merupakan fakta sejarah yang benar dan tidak benar, peristiwa yang mudah dipahami dan sulit dipahami, serta kemampuan untuk mencari fakta dan data diluar bahan yang disiapkan pengajar. Kedua siswa mampu menulis sejarah yang mampui dibaca oleh siswa lainya. Disini dikembangkan kemampuan anak manganalisis fakta sejarah berkomunikasi dengan publik dan literatur, serta melatih ekpresi mereka dalam menuangkan buah pikirnya. Dengan demikian mata dan pikiran meraka dilatih untuk berbicara masalah sejarah dengan baik. Dari pihak peneliti atau pengajar dapat mengamati upaya anak dalam mempelajari sejarah yang telah diajarkan. Bagaimana mereka berpikir dan menulis secara jelas terhadap peristiwa sejarah. Akan lebih baik lagi bila bahan yang telah ditulis didiskusikan dan diuraikan dihadapan teman sekelas dan dibandingkan dengan bahan tertulis atau makalah teman lainya, serta bagaimana anak berlatih menyusun catatan catatan tertentu (footnote) di makalah yang dituliskan ( Hartono Kasmadi: 1996:54). Tugas menulis sangat mempengaruhi anak dalam menguasai teknik menulis serta kemampuan berbahasa dengan baik dan benar. Apapun tugas menulis yang diberikan perhatian peneliti atau pengajar perlu diarahkan kepada tuju komponen, yaitu : 1. Kemampuan memilih kata dan menyusun kalimat.

2. Kemampuan menyusun paragraf. 3. Kemampuan menghayati sumber belajar tertulis serta menulis : cerita, biografi, outobiografi, permainan, balada, catatan harian, interview, naskah berita, dokumen, arsip dan laporan. 4. Buku basikyang berbentuk diskriptif maupun analisis. 5. Bahan latihan atau bahan ajar. 6. Batasan yang diberikan dalam ensiklopedi atau kamus. 7. Ilustrasi gambar, grafis, dan formatnya. Latian pemberian tugas menulis akan bermanfaat sekali, sebab latian yang terus menurus akan membiasakan mereka untuk membaca dan menulis, yang selanjutnya akan membawa kepada kebiasaaan berfikir analisis dan kritis. Pada awalnya peneliti harus membiasakan siswa dengan pertanyaan pertanyaan serta bimbingan bagaimana menjawab dan menyelesaikan pertanyaan tersebut, dengan cara menuliskan jawaban mereka. Jangan memberikan pertanyaan yang banyak kepada siswa, namun satu pertanyaan untuk satu pemecah. Tunjukan sumber yang digunakan peneliti dan berikan fasilitas yang memadai kepada siswa agar mampu mengerjakan dengan baik. Tunjukan kelebihan dan kekurangan dari cara penyelesaian tugas mereka, agar dapat dijadikan pembelajaran dikemudian hari. Mungkin langkah langkah berikut dapat menjadi pedoman bagi peneliti untuk membimbing siswa dalam pemberian penerapan metode resitasi : Langkah Pertama, peneliti membicarakan di dalam kelas memberikan Metode penerapan metode resitasi kepada sisiwa tentang hal apa yang akan dikerjakan dengan memberikan pengarahan terlebih dahulu tentang apa yang

harus diperbuat oleh siswa. Jangan membebani siswa dengan tugas yang terlalu sulit, cukup membahas masalah apa yang ingin dikaji dan bahan atau sumber apa yang digunakan oleh peneliti. kembangkan kerangka berpikir sehingga siswa paham tentang apa yang harus dikerjakan. Langkah Kedua, peneliti mulai mengarahkan sisiwa menulis selangkah demi selangkah tugas yang sedang dikerjakan. Jangan sampai terjadi penulisan yang tidak runtut. Langkah Ketiga, pada langkah ini diharapkan siswa sudah mampu memahami seluruh permasalahan yang disampaikan oleh peneliti. Diharapkan siswa sudah matang terhadap permasalahanya sehingga mampu menulis lebih lanjut walaupun bimbingan tetap dilakukan oleh peneliti pada langkah ini siswa dilatih membuat judul, sub judul, teknik pemindahan paragraph, memutus kata/kalimat, mengembangkan sumber dan memberikan nomor pada judul, sub judul dan teknik pemindahan data. Langkah Keempat, anak dilatih untuk mengembangkan lebih lanjut cara cara mempelajari sumber, teknik membuat catatan, menyusun katalog, menganalisis dan menerapkan dalam makalah yanga akan mereka kerjakan. Peneliti mulai mengarahkan relevansi antara sumber yang dijumpai dengan makalah yang akan disusun sisiwa. Langkah Kelima, Siswa mulai menulis secara lengkap dan melaporkan kepada peneliti tentang pemberian tugas membuat makalah yang telah diselesaikan. Langkah Keenam, peneliti menilei tentang tugas makalah yang telah diselesaikan siswa dan mendiskusikanya baik secara individu atau kelompok. Berikan catatan pada kertas kerja mengenai kelebihan dan kekurangan dari

tugas mereka. Nilailah secara objektif bukan dengan penilaian angka, namun dengan kriteria sangat bagus, amat bagus, bagus, dan cukup

bagus.untuk melaksanakan hal ini dibutuhkan teknik menulis yang baik. Bagian dari model ini yang sering dilakukan oleh peneliti adalah meminta kepada siswa untuk membuat catatan. Mencatat bukan hanya melatih siswa menulis namun, didalam pembelajaran sejarah siswa memahami materi sejarah yang sedang dipelajari. Sedangkan pada anak yang duduk di kelas menengah , latihan yang diberikan berbeda, sebab kemampuan berpikir analisa disini sudah banyak berkembang. Yang diperhatikan oleh peneliti bukan hanya sumber yang formal melainkan juga kemampuan anak mengekspresikan sumber yang mereka baca. Pada anak menegah keatas ada dua jalan dalam menganalisa sumber, yakni : a. Siswa dilatih mencari sumber dari buku-buku yang diajarkan. b. Siswa dilatih membuat ringkasan materi dengan kalimat sendiri agar mudah dipahami. Dari uraian diatas siswa diarahkan membuat essay sendiri dengan membuat secara sistematis, dengan judul, sub judul,. Perhatikan contoh latain pemnerian tugas kepada siswa : a. Pemberian tugas secara Komprehensif . Pengajar membuat satu paragraf dari buku sejarah. Kemudian siswa disuruh menjawab pertanyaan tersebut. Misal : Catatan tentang kenerja sistem dagang VOC. Persoalan ; 1. Sistem perdagangan apa yang d VOC. 2. Bagaimana penerapan sistem tersebut.

b. Latian membuat ringkasan. Penenliti menyiapakan ringkasan yang diambil dari buku sumber, kemudian difotocopi dan dibagikan kepada siswa. Kemudian siswa diminta meringkas berdasarkan pertanyaan yang dibuat oleh peneliti, misal : Ide pokok apakah yang terkandung dalam paragraf tersebut?

2. Metode/pendekatan yang digunakan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tentang Peran Guru dalam penerapan Metode Resitasi dalam metode penelitian kualitatif. Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller ( 1986:9) pada mulanya bersumbar pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kuantitatif. (Lexy J.Moleong. 2007:2). Pengertian penelitian kualitatif memiliki bebrapa definisi yang didefinisikan oleh beberapa ahli yang disebutkan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif, antara lain: a. Menurut Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan inividu tersebut secara holistik. b. Kirk dan Miller (1986:9) mendefinisikan bahwa bahwa penelitian

kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.

c.

David Williams (1995) menulis bahwa penelitian kualitatif adalah

pengumpulan data pada suatu latar ilmiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh peneliti yang tertarik secara alamiah. d. Denzin dan Lincoln (1987) menyatakan bahwa penelitian kualitatif

adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. e. Menurut Jane Richie, penelitian kualitatif adalah upaya untuk

menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti. Sedangkan menurut Prof. Dr. Sugiyono, metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek peenlitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. 3. Fokus Penelitian Menurut Lexy J.Moleong (2007), pada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong, tetapi dilakukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya masalah. Masalah dalam penelitian

kualitatif bertumpu pada sesuatu fokus. Penetapan fokus dapat membatasi studi dan berfungsi untuk memenuhi kriteria masuk-keluar (inclusionexlusion criteria) suatu informasi yang diperoleh di lapangan, jadi fokus dalam penelitian kualitatif berasal dari masalah itu sendiri dan fokus dapat menjadi bahan penelitian. Penelitian kualitatif menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, batas menentukan kenyataan jamak yang kemudian mempertajam fokus. Kedua, penetapan fokus dapat lebih dekat dihubungkan oleh interaksi antara peneliti dan fokus. Dengan kata lain, bagaimanapun penetapan fokus sebagai pokok masalah penelitian penting artinya dalam menentukan usaha menemukan batas penelitian. Dengan hal itu, peneliti dapat menemukan lokasi penelitian. Fokus penelitian pada penelitian ini adalah implementasi pemanfaatan situs Benda Cagar Budaya (BCB) di kabupaten kendal dan metode resitasi terhadap motivasi Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Cepiring. 4. Lokasi dan Sasaran Penelitian Tempat penelitian yang peneliti gunakan adalah SMA Negeri 1 Cepiring yang beralamat di Jl. Cepiring - Gemuh No.57, Kab. kendal, Kode Pos 51352, Telp. (0294) 382401, (Status : Terakreditasi A). Dimana lokasi sekolah terletak di Kecamatan Cepiring tempat terdapat situs benda cagar budaya tersebut Sesuai dengan judul dan rumusan masalah yang ada sasaran penelitian dalam penelitian tentang persepsi siswa dan guru Sejarah terhadap pembelajaran sejarah terdiri dari populasi dan sampel.

Populasi merupakan keseluruhan obyek peneliti. Populasi adalah keseluruhan individu dalam wilayah penelitian yang menjadi subyek penelitian (Arikunto, 2002: 102). Menurut Sutrisno Hadi (1983: 70) populasi adalah sebagian individu yang diselidiki. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit memiliki sifat yang sama. Sedangkan menurut Sugiyono (2010:117) Populasi adalah wilayah generealisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini dapat dikemukakan bahwa populasi adalah semua siswa kelas XI IPS SMA N 1 Cepiring. 5. Variabel Penelitian. Dalam penelitian ini untuk menetapkan pengumuplan data harus diketahui variable-variabel penelitiannya. Dalam penelitian ini dibagi menjadi variabel bebas dan variabel terikat. a. Variabel Bebas (x) Variabel bebas adalah Benda yang dijadikan objek penelitian dalam hal ini adalah Benda Cagar Budaya di Kabupaten kendal. b. Variabel Terikat (y) Variabel terikat adalah veriabel yang tergantung pada variabel bebas. Dalam penelitian yang menjadi variabel terikat adalah minat belajar sejarah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Cepiring. 6. Langkah-langkah Penelitian

Dalam penelitian kualitatif salah satu cirri pokoknya adalah peneliti menjadi instrumen kunci. Menurut Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A dalam penelitian

kualitatif terdapat tiga tahapan antara lain; (1) tahap pra lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, (3) tahap analisis data. a. Tahap Pralapangan Ada enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti dalam tahap ini, ditambah dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami yaitu etika penelitian lapangan. Enam tahap tersebut antara lain; (1) menyusun rancangan penelitian, (2) memilih lapangan penelitian, (3) mengurus perijinan, (4) menjajaki dan menilai keadaan lapangan, (5) memilih dan memanfaatkan informan, dan (6) menyiapkan perlengkapan penelitian. Salah satu tahap tambahan dalam pralapangan adalah etika penelitian antara peneliti denagn responden. Misalnya jika nama tidak ingin disebut, pakailah nama samaran. Semua rahasia yang diungkap jangan dibongkar untuk orang lain. Kemudian dengan simpati dan empati. b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap pekerjaan lapangan meliputi tiga bagian, yaitu: a) Memahami latar penelitian dan persiapan diri,

Dalam memahami latar penelitian dan persiaapn diri perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu perlu pembatasan latar dan peneliti, memperhatikan penampilan peneliti, perlu pengenalan hubungan peneliti di lapangan, dan berapa lama waktu penelitian direncanakan. b) Memasuki lapangan Dalam tahap ini, ada satu hal yang penting dalam menentukan keberhasilan penelitian, yaitu keakraban hubungan, disebut dengan istilah rapport yang artinya hubungan antara peneliti dengan subyek yang telah dileburkan sehingga seolah-olah tidak ada jarak pemisah antara keduanya.

c)

Berperan serta sambil mengumpulkan data

Ini dilakukan untuk mengarahkan batas studi dengan memperhitungkan focus penelitian, waktu yang terbatas dan biaya yang dimiliki. 7. Sumber Data dan Teknik Pemilihannya Menurut Lofland (dalam Moleong, 2007) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Yang dimaksud kata-kata dan tindakan disini yaitu kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama (primer). Sedangkan sumber data lainnya bias berupa sumber tertulis (sekunder), dan dokumentasi seperti foto. Dengan demikian, sumber data penelitian yang bersifat kualitatif ini adalah sebagai berikut: a. Sumber Data Primer Sumber Data Primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan responden atau informan lapangan yang berkaitan. Dalam penelitian ini sumber data primer yakni Benda Cagar Budaya PG Cepiring, Makam Panembahan Djoeminah, Guru dan Siswa SMA N 1 Cepiring. b. Sumber Data Sekunder Sumber Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yaitu buku-buku, makalah-makalah penelitian, dokumen dan sumber lain yang relevan. 8. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian data yang diperoleh dari lapangan haruslah lengkap. Dengan kata lain peneliti berusaha melakukan pengamatan tentang proses

belajar mengajar sejarah yang dilakukan oleh guru dan siswa yang berkompeten untuk menjawab semua pernyataan yang diajukan peneliti. Untuk

mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode yaitu :

a. Observasi langsung. Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi langsung di Situs PG Cepiring, Makam Panembahan Djoeminah. Observasi di SMA N 1 Cepiring dengan menekankan fokus dari observasi terlebih dahulu yaitu keadaan fisik di SMA N 1 Cepiring dengan menentukan sarana dan prasanana, media dan alat pembelajaran serta pembelajaran sejarah. Berkaitan dengan observasi ini, peneliti telah menetapkan aspek-aspek tingkah laku yang hendak diobservasi yang kemudian peneliti rinci dalam bentuk pedoman agar lebih memudahkan peneliti dalam pengisian observasi. Namun demikian tidak menutup kemungkinan bagi peneliti untuk mencatat hal-hal yang belum dirumuskan dalam instrumen observasi. b. Wawancara Wawancara merupakan suatu cara menghimpun data-data atau keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab secara sepihak, bertatap muka dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Untuk menjaga kredibilitas hasil wawancara perlu adanya pencatatan data peneliti lakukan dengan menyiapkan Handy Cam yang berfungsi untuk merekam hasil wawancara. Wawancara ini digunakan untuk mengungkapkan data tentang

bagaimana peran guru sejarah dalam membangun karakter bangsa pada siswa. Wawancara atau interview ini bersifat open ended artinya bahwa wawancara

dimana jawabanya tidak terbatas pada satu tanggapan saja, sehingga peneliti dapat bertanya kepada informan secara luas namun masih masih dalam lingkup yang telah ditentukan. Disamping itu, terkadang peneliti juga akan meminta informan untuk mengemukakan pengertiannya sendiri tentang suatu peristiwa yang kemudian dapat dipakai sebagai suatu batu loncatan untuk mendapat keterangan lebih lanjut. Wawancara dilakukan kepada informan yang benarbenar dapat memberikan keterangan-keterangan tentang persoalan dan dapat mambantu memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam wawancara ini, timbul masalahmasalah seperti ingatan responden yang tidak sempurna, analisis responden yang tidak cermat dan sebagainya. Sehingga dalam hal ini peneliti juga akan memadukan sumber bukti dari wawancara ini dengan informasi-informasi lainnya yang memadai. Wawancara yang peneliti lakukan adalah wawancara terstruktur yakni wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pernyataanpernyataan yang akan diajukan (Lexy J.Moleong 2007 : 138). Dengan demikian, sebelum wawancara dengan informan tersebut dilakukan, peneliti telah menyiapkan instrumen wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan persepsi siswa dan guru terhadap pembelajaran sejarah. Kredibilitas hasil wawancara, untuk menjaganya perlu adanya pencatatan data yang peneliti lakukan dengan menyiapkan tape-recorder yang berfungsi untuk merekam hasil wawancara. Mengingat bahwa tidak setiap informan suka dengan adanya alat tersebut karena merasa tidak bebas ketika diwawancarai, maka peneliti meminta ijin terlebih dahulu kepada informan dengan menggunakan tersebut. Disamping menggunakan tape recorder, peneliti juga membuat catatan-

catatan yang berguna untuk membantu peneliti dalam merencanakan pertanyaan berikutnya dan juga meminta peneliti untuk mencari pokok-pokok penting dalam rekaman tersebut sehingga mempermudah analisa. Meskipun dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan merupakan sumber sekunder, jelas hal ini tidak bisa diabaikan oleh peneliti. Dengan demikian peneliti tetap menggunakan data tambahan yang berasal dari sumber tertulis melalui dokumen resmi, makalah-makalah penelitian dan buku-buku yang relevan dengan penelitian ini. Studi dokumen resmi yang dilakukan adalah mengumpulkan data melalui pencatatan atau data-data tertulis mengenai keadaan SMA yang diteliti yakni SMA Negeri 1 Cepiring. Data tambahan lainnya adalah diperoleh dari foto, baik itu foto tentang orang dan latar penelitian. Dengan foto ini

diharapkan kredibilitas penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan karena telah sifat-sifatnya khas dari kasus yang diteliti dengan menggunakan foto. c. Dokumentasi. Metode Dokumentsi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya yang didapat dari observasi langsung ke objek penelitia yaitu benda cagar Budaya di Kabupaten Kendal. 9. Teknik Pemerikasaan Keabsahan Data Yang dimaksud dengan keabsahan data menurut Moleong adalah bahwa setiap keadaan haris memenuhi: 1) mendemonstrasikan nilai yang benar, 2) menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan 3) memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.

Keabsahan data tidak dapat dilepaskan dari penelitian kualitatif karena terkait dengan derajat kepercayaan dari hasil penelitian yang dilakukan. Hasil penelitian dikatakan valid dan reliabel apabila dilaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan data secara cermat dan menggunakan teknik yang tepat. Peneliti menggunakan teknik triangulasi guna memeriksa keabsahan data dalam penelitian ini. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzim (1978) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyelidikan dan teori (Lexy J.Moleong, 2002 : 178). Dari keempat triangulasi ini yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber adalah teknik pengujian dengan cara

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh pada waktu alat yang beda. Pengujian data dengan teknik triangulasi sumber ini ditempuh melalui usaha-usaha sebagai berikut: Membandingkan data hasil pengamatan (observasi) dengan data hasil wawancara tentang persepsi siswa terhadap persepsi sisw dan guru terhadap pembelajaran sejarah Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. 10. Teknik Analisis Analisis data kualitatif menurut Moleong yang dikutip dari pendapat Bogdan dan Biklen (1982) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data , mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut Miles dan Huberman (1992 : 159), ada dua jenis analisa data yaitu: a. Analisa Mengalir/Flow analysis models Dimana dalam analisis mengalir, tiga komponen analisis yakni reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan secara mengalir dengan proses pengumpulan data dan saling bersamaan. b. Analisis Interaksi/Interactive analysis models Dimana komponen reduksi data dan sajian data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Setelah data terkumpul maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan simpulan atau verifikasi) berinteraksi. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan analisis kedua yakni model analisis interaksi atau interactive analysis models dengan langkah-langkah yang tempuh adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan data Penelitian mencari data melalui wawancara, observasi langsung, dokumentasi di SMA Negeri 1 Cepiring, kemudian melaksanakan pencatatan data. 2. Reduksi data Setelah data tersebut terkumpul dan tercatat semua, selanjutnya direduksi yaitu menggolongkan, mengartikan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan sehingga nantinya mudah dilakukan penarikan kesimpulan. Jika yang diperoleh kurang lengkap maka peneliti mencari kembali data yang diperlukan dilapangan. 3. Penyajian data

Data yang telah direduksi tersebut merupakan sekumpulan informasi yang kemudian disusun atau diajukan sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 4. Penarikan kesimpulan atau verifikasi Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dalam penarikan kesimpulan atau verifkasi ini, didasarkan pada reduksi data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian ini. 5. Prosedur Kegiatan Penelitian

Untuk memberikan gambaran mengenai prosedur dan penelitian ini, berikut akan diuraikan setiap pentahapannya:

a. Tahap orientasi Tahap ini dilakukan sebelum merumuskan masalah secara umum. Dalam tahap ini peneliti belum menentukan fokus dari penelitian ini, peneliti hanya berbekal dari pemikiran tentang kemungkinan adanya masalah yang layak diungkapkan dalam penelitian ini. Perkiraan itu muncul dari hasil membaca berbagai sumber tertulis dan juga hasil konsultasi kepada yang berkompeten, dalam hal ini yakni dosen pembimbing skripsi I dan pembimbing skripsi II. b. Tahap eksplorasi Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data, guna mempertajam masalah, dan untuk dianalisis dalam rangka memecahkan masalah atau merumuskan kesimpulan atau menyusun teori. Disamping itu, pada tahap ini pun peneliti juga telah melakukan penafsiran data untuk mengetahui

maknanya dalam konteks keseluruhan masalah sesuai dengan situasi alami, terutama menurut sudut pandang sumber datanya. c. Tahap pengecekan kebenaran hasil penelitian Hasil penelitian yang sudah tersusun ataupun yang belum tersusun sebagai laporan dan bahkan penafsiran data, perlu dicek kebenarannya sehingga ketika di distribusikan tidak terdapat keragu-raguan. Pengecekan tersebut peneliti lakukan dengan menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode untuk pemerksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.dan teknnik triangulasi sebagai teknik pemeriksaan melalui sumber lain.(lexy J.Moleong,2007:330). 10. Studi Pustaka. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan membantu memperkaya data sebagai pertimbangan untuk memperkuat penjelasan, maka perlu adanya literatur yang dapat mendukung. Studi pustaka dimaksudkan agar sebelum mengadakan penelitian dilapangan sudah memiliki acuan, sehingga dapat diketahui beberapa materi yang diinginkan dalam suatu penelitian.

DAFTAR PUSTAKA Asminto. 1998. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Buletin Perpustakaan & Arsip. 2009. Menumbuhkan Budaya Baca & Sadar Arsip Masyarakat: edisi Ketiga. Kendal : Kantor Perpustakaan & ARsip Daerah Kendal. Catherina. 2004. Psikologi Belajar. Semarang ; UNNES Press. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia:Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta : ANDI. Kasmadi, Hartono Prof.1996. Model Model Dalam Pengajaran Sejarah.Semarang : IKIP Press. Moleong, J Lexy.2007.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rodakarya. Rochani, Hamam Ahmad. 2003. Babat TanahKenda.Kendal : intermedia Paramadina. . 2003. Astana Kuntul Nglayang Panembahan Djoeminah. Kendal : Intermedia Paramadina.

http://www.pabrikgulacepiring.com/Sejarah-pabrik-gula-cepiring-dan-karyawannyakendal.htm. Sudaryo, dkk. 1991. Strategi belajar Mengajar 1. Semarang : IKIP Semarang Press. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabet. Soekmono. 1991. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia.2. cetakan ke 7. Yogyakarta : Kanisius. Tjahjono, Gun. 2002. Indonesia Harritage. Jilid IV(Arsitektur).(Terjemahan).jakarta : Grolier International. Undang-Undang Cagar Budaya RI Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2003. Bab II. pasal 3 Widja, I Gde. 1989. Sejarah Lokal Suatu Perspektif Dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta : Depdikbud.