View
215
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
TUGAS MATA KULIAH PSIKOLOGI KONSELING
KONSELING BEHAVIORISTIK
OLEH :
KETUA : ASIS (11301001)PEMATERI : WA ODE NURWIDA (113010082)ANGGOTA : LA JUNA HARA (113010059)
NASRI (113010060)LA HAEMI (1130100 )MAIL (113010021)MUHAMMAD NAIM (1130100 )ANI LA IBU (1130100 )
SEMESTER : IVKELAS : A
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAUBAU2015
1
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim...
Alhamdulillah, puji dan syukur hanya milik Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Shalawat dan salam tidak lupa semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
tercinta, Muhammad SAW yang telah menyinari dunia ini dengan cahaya Islam.
Teriring harapan semoga kita termasuk umat beliau yang akan mendapatkan syafa’at
di hari kemudian, Amin.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis tidak luput dari berbagai
hambatan dan kendala. Namun berkat ketabahan dan kerja keras serta bantuan
motivasi, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak yang diiringi dengan doa yang
tulus kepada Allah Subhanahu Wa Taala sehingga hambatan dan kendala tersebut
dapat teratasi. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan
banyak terima kasih kepada mereka yang telah memberikan bantuan dan perhatian
dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya, semoga segala perhatian, dukungan, dan kerjasama dari rekan-
rekan dapat menjadi amal ibadah disisi-Nya dan mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
kepada semua pihak yang telah membaca makalah ini, penulis berharap sumbang
saran dan kritik demi kesempurnaan karya di masa mendatang. Semoga karya ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Baubau, Mei 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...........................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................3
A. Latar Belakang Masalah................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................3
C. Tujuan............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................5
A. Sejarah Konseling Behavioristik...................................................5
B. Konsep Utama, Ciri-Ciri & Tujuan Konseling Behavioristik.......6
C. Deskripsi Proses Konseling Behavioristik.....................................9
D. Prinsip Kerja Konseling Behavioristik..........................................11
E. Teknik-Teknik Konseling Behavioristik ......................................12
F. Kegunaan Konseling Behavioristik...............................................13
BAB V PENUTUP..........................................................................................14
A. Kesimpulan....................................................................................14
B. Saran..............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak yang mengalami masalah dalam tumbuh kembang serta anak yang
menderita autis seringkali terlihat frustasi. Mereka kesulitan untuk
mengkomunikasikan kebutuhan mereka dan menderita akibat hipersensitifitas
terhadap suara, cahaya ataupun sentuhan sehingga terkadang mereka berlaku kasar
atau mengganggu. Seorang terapis tingkah laku dilatih untuk dapat mengetahui
penyebab dibalik prilaku negative tersebut dan merekomendasikan perubahan
terhadap lingkungan ataupun keseharian anak untuk dapat memperbaiki tingkah
lakunya. Menurut Marquis, terapi tingkah laku adalah suatu teknik yang menerapkan
informasi-informasi ilmiah guna menemukan pemecahan masalah manusia. Jadi
tingkah laku berfokus pada bagaimana orang-orang belajar dan kondisi-kondisi apa
saja yang menentukan tingkah laku mereka.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah konseling behavioristik?
2. Bagaimana konsep utama, ciri-ciri dan tujuan konseling behavioristik?
3. Bagaimana deskripsi proses konseling behavioristik?
4. Bagaimana prinsip kerja konseling behavioristik?
5. Bagaimana teknik-teknik konseling behavioristik?
6. Bagaimana kegunaan konseling behavioristik?
4
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan sejarah konseling behavioristik.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep utama, ciri-ciri dan tujuan konseling
behavioristik.
3. Mahasiswa dapat mendeskripsikan proses konseling behavioristik.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip kerja konseling behavioristik.
5. Mahasiswa dapat menjelaskan teknik-teknik konseling behavioristik.
6. Mahasiswa dapat menjelaskan kegunaan konseling behavioristik.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Konseling Behavioristik
Behaviorisme atau Psikologi “S-R“, adalah aliran yang khususnya terdapat di
Amerika Serikat. Aliran ini ditemukan oleh John B. Watson (1878-1958). Ia
menentang pendapat yang umum berlaku di saat itu bahwa dalam eksperimen-
eksperimen psikologi diperlukan introspeksi.
Introspeksi yang berarti mengamati perasaan sendiri, digunakan dalam
eksperimen-eksperimen di laboratorium Wundt untuk mengetahui ada atau tidak
adanya perasaan-perasaan tertentu dalam diri orang yang diperiksa. Jadi, orang
diperiksa dapat mengetahui perasaan-perasaan apa yang dapat ditimbulkan dalam
eksperimen-eksperimennya. Oleh karena itu psikologi Wundt dikenal juga dengan
nama psikologi introspeksi. Pandangan ini dibawa dan dipopulerkan dari Jerman ke
Amerika oleh salah seorang murid Wundt yang bernama Edward B. Titchener (1867-
1927).
Sedang istilah terapi tingkah laku atau konseling behavioristik itu sendiri
berasal dari bahasa Inggris Behavior Counseling yang untuk pertama kali digunakan
oleh Jhon D. Krumboltz (1964). Krumboltz adalah promotor utama dalam
menerapkan pendekatan behavioristik terhadap konseling, meskipun dia melanjutkan
aliran yang sudah dimulai sejak tahun 1950, sebagai reaksi terhadap corak konseling
yang memandang hubungan antar pribadi, antara konselor dan konseling sebagai
komponen yang mutlak diperlukan dan sekaligus cukup untuk memberikan bantuan
psikologis kepada seseorang.
Behavioristik adalah aliran konseling yang berpendapat bahwa hanyalah
perilaku atau tingkah laku yang tampak saja dapat dijadikan sebagai objek penelitian.
6
Konseling Behavioristik memfokuskan pada kegiatan (tindakan) yang
dilakukan klien, menentukan bentuk imbalan (rewards) yang dapat mendorong klien
untuk melakukan tindakan tertentu, pemberian konsekuensi yang tidak
menyenangkan, guna mencegah klien melakukan tindakan yang tidak dikehendaki
Aliran baru ini menekankan bahwa hubungan antar pribadi itu tidak dapat
diteliti secara ilmiah, sedangkan perubahan nyata dalam prilaku konseling
memungkinkan dilakukan penelitian ilmiah. Tokoh-tokoh seperti Dollard dan Miller
(950), Wolpe (1958), Lazarus (1958), dan Eysenck (1952) meletakkan dasar aliran
baru ini, yang akhirnya dipromosikan sebagai pendekatan baru terhadap konseling
dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh-tokoh seperti Thoresen (1966),
Bandura (1969), Goldstein (1966), Lazarus (1966), Yates (1970) serta Dustin dan
George (1977). Dalam buku Counseling Methods (1976) Krumboltz dan Thoresen
sudah tidak menggunakan istilah Behavioral Counseling, karena mereka menganggap
kesadaran akan perlunya perubahan dalam perilaku konseli sudah tertanam dalam
kalangan para ahli psikoterapi dan konseling.
Perubahan dalam perilaku itu harus diusahakan melalui suatu proses belajar
atau belajar kembali yang berlangsung selama proses konseling. Oleh karena itu
proses konseling dipandang sebagai suatu proses pendidikan yang terpusat pada
usaha membantu dan kesediaan dibantu untuk belajar perilaku baru, dan dengan
demikian mengatasi berbagai macam masalah. Perhatian difokuskan pada perilaku-
perilaku tertentu untuk dapat diamati, yang selama proses konseling melalui
prosedur-prosedur dan teknik-teknik tertentu akhirnya menghasilkan perubahan yang
nyata, yang juga dapat disaksikan dengan jelas. Jadi perilaku manusia merupakan
hasil suatu proses belajar dan karena itu dapat diubah dengan belajar baru. Dengan
demikian, proses konseling pada dasarnya sebagai suatu proses belajar.
7
B. Konsep Utama, Ciri-Ciri dan Tujuan Konseling Behavioristik
Konsep utama konseling behavioristik ini adalah keyakinan tentang martabat
manusia, yang sebagai bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis, yaitu :
a. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek.
Manusia mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah
berdasarkan bekal keturunan dan lingkungan (nativisme dan empirisme), terbentuk
pola-pola bertingkah laku yang menjadi ciri-ciri khas kepribadiannya.
b. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa
yang dilakukannya dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
c. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya dipengaruhi oleh
perilaku orang lain.
c. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkah
laku yang baru melalui suatu proses belajar (relearning). Kalau pola-pola lama
dahulu dibentuk melalui belajar,pola-pola itu dapat diganti melalui usaha belajar yang
baru.
d. Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya dapat dipengaruhi
oleh orang lain.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon
(Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah
apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau
tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang
terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
8
diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh
karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan
pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi
atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah
laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau
tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat
mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara
mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula
dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Sejalan dengan keyakinan-keyakinan itu, bagi seorang konselor perilaku
konseling merupakan hasil pengalaman-pengalaman hidupnya dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Kalau perilaku konseling ditinjau dari sudut pandang, apakah
perilaku itu tepat dan sesuai dengan situasi kehidupannya atau tidak tepat atau salah
atau dikatakan bahwa baik tingkah laku tepat maupun tingkah laku salah, maka
merupakan hasil belajar, karena tingkah laku salah juga merupakan hasil belajar,
tingkah laku yang salah itu juga dapat dihapus dan diganti dengan tingkah laku yang
tepat melalui proses belajar. Dengan kata lain kalau seseorang mengalami kesulitan
dalam penyesuaian diri, hal itu disebabkan karena seseorang itu telah belajar
bertingkah laku yang salah.
9
Adapun ciri-ciri konseling behavioristik itu sendiri adalah :
1. Pemusatan perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
2. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
3. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
4. Penaksiran obyektif atau hasil-hasil terapi. Sedangkan tujuan dari terapi tingkah
laku itu adalah menciptakan proses baru bagi proses belajar, karena segenap
tingkah laku adalah dipelajari.
Ada beberapa kesalahpahaman tentang tujuan konseling behavioristik antara
lain:
1. Bahwa tujuan terapi semata-mata menghilangkan gejala suatu gangguan tingkah
laku dan setelah gejala itu terhapus, gejala baru akan muncul karena penyebabnya
tidak ditangani.
2. Tujuan klien ditentukan dan dipaksanakan oleh terapi tingkah laku.
Tujuan konseling menurut Krumboltz hendaknya memperhatikan criteria
sebagai berikut:
b. Memperbaiki tingkah laku yang salah.
c. Belajar tentang proses pembuatan keputusan.
d. Pencegahan timbulnya masalah.
Tujuan akhir konseling behavioristik adalah untuk membuat siswa mengubah
perilakunya yang maladaptif dan mau menambah perbendaharaan perilaku, untuk
mengetahui itu, klien diminta untuk membuat kontrak agar perilakunya dapat dinilai
dan dipantau hingga tercapai perilaku target yang diinginkan. Behavioristik lebih
menekankan pada perilaku sekarang daripada menoleh kembali ke masa kehidupan
awal
10
C. Deskripsi Proses Konseling Behavioristik
Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses
belajar tersebut.
Konselor aktif :
1. Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat
membantu pemecahannya atu tidak.
2. Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling,
khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling.
3. Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
Deskripsi langkah-langkah konseling:
1. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika
perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya,
kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku
penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong klien untuk
mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment
diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih
sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun
dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan
konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
(a) Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien
(b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil
konseling
(c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :
11
- apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien;
- apakah tujuan itu realistik;
- kemungkinan manfaatnya;
- kemungkinan kerugiannya;
- konselor dan klien membuat keputusan apakah melanjutkan konseling
dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan
kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
3. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik
konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang
menjadi tujuan konseling.
4. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan
konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan
tujuan konseling.
5. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki
dan meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling behavioristik didasarkan pada penghapusan respon yang
telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang,
dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat
dibentuk.
D. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioristik
1. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong
untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya
yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan
melalui tingkah laku klien.
2. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.
12
3. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan
terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
4. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model
(film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).
5. Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang
diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang
berbentuk materi maupun keuntungan sosial.
E. Teknik-Teknik Konseling Behavioristik
Teknik konseling behavioristik diantaranya sebagai berikut:
1. Desensitisasi Sistematik. Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling
behavioristik yang memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien dari
ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi
teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan
dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki
dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya
merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang
diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
2. Teknik Inflosif dan Pembanjiran. Teknik ini berlandasakan kepada paradigma
penghapusan eksperimental. Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus dalam
kondisi berulang-ulang tanpa memberikan penguatan.
3 . Latihan Asertif. Teknik ini diterapkan pada individu yang mengalami kesulitan
menerima kenyataan bahwa menegaskan diri adalah tindakan yang layak benar.
Latihan atau teknik ini membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan
13
kemarahan atau perasaan tersinggung, memiliki kesulitan untuk mengatakan
tidak dan bentuk lainnya.
4. Teknik Aversi. Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan
buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar
mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus
tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan
secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki
kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah
laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
5. Pengkondisian Operan. Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar
yang mencari ciri organisme yang aktif, yang beroperasi di lingkungan untuk
menghasilkan akibat-akibat.
6. Pembentukan Tingkah laku Model. Digunakan untuk membentuk tingkah laku
baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Konselor
menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan
model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami
jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh
memperoleh ganjaran dari konselor : dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial
F. Kegunaan Konseling Behavioristik
Konseling behavioristik dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai
gangguan tingkah laku dari yang sederhana hingga yang kompleks, baik individu atau
kelompok. Di samping itu konseling behavioristik dapat dilaksanakan oleh guru,
pelatih, orang tua atau pasien itu sendiri.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Behaviorisme adalah aliran konseling yang berpendapat bahwa hanyalah
perilaku atau tingkah laku yang tampak saja dapat dijadikan sebagai objek
penelitian.
2. Tujuan konseling adalah menghapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif
(masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku
adaptif yang diinginkan klien.
Deskripsi proses konseling yaitu:
1. Assessment
2. Goal setting
3. Technique implementation
4. Evaluation termination
5. Feedback
3. Prinsip kerja konseling behaviorisme, yaitu:
a. Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan.
b. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak
diinginkan.
c. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan
mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak
diinginkan.
d. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh
atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).
15
e. Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku
yang diinginkan dengan sistem kontrak.
4. Teknik-teknik konseling behaviorisme, yaitu:
a. Desensitisasi sistematis
b. Teknik inflosit dan pembanjiran
c. Latihan asertif
d. Teknik aversi
e. Pengkondisian Operan
f. Pembentukan tingkah laku model
5. Konseling behavioristik dapat digunakan dalam menyembuhkan berbagai
gangguan tingkah laku dari yang sederhana hingga yang kompleks, baik
individu atau kelompok. Di samping itu konseling behavioristik dapat
dilaksanakan oleh guru, pelatih, orang tua atau pasien itu sendiri.
B. Saran
Adapun saran kami pada makalah ini adalah sebagai berikut
1. Kepada guru dan dosen khususnya Bimbingan Konseling disarankan dapat
mengetahui dan memahami dengan benar konseling behavioristik agar
nantinya dapat diterapkan kepada siswa/klien.
2. Kepada mahasiswa diharapkan dapat menambah wawasan serta pengalaman
dalam mempelajari konseling behavioristik.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://adipsi.blogspot.com/2011/04/pendekatan-konseling-behavioristik.html
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/
www.childcare-center.com/...terapi.../terapi-tingkah-laku.html
17
Recommended