View
236
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
TEKNIK TRANSPLANTASI LAMUN
DI BALAI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU
(BTNKpS) JAKARTA
LAPORAN HASIL MAGANG
OLEH
MUHAMMAD HALIM
NIM : 120254241031
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2014
TEKNIK TRANSPLANTASI LAMUN
DI BALAI TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU
(BTNKpS) JAKARTA
LAPORAN HASIL MAGANG
Diajukan sebagai laporan kegiatan selama magang dalam rangka melaksanakan
salah satu tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas
Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
OLEH
MUHAMMAD HALIM
NIM : 120254241031
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2014
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul : Teknik Transplantasi Lamun
Nama : Muhammad Halim
NIM : 120254241031
Program Studi : Ilmu Kelautan ( IKL )
Tanjungpinang, 17 November 2014
Mengetahui, Menyetujui,
Ka. Jurusan IKL Dosen pembimbing
Arief Pratomo, ST,M.Si Henky Irawan, S.Pi, MP, M.Sc
NIDN. 0416047008 NIDN. 1004840303
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc
NIP. 196111011987031002
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim.
Segala puji syukur penulis ucapkan kehaderat Allah SWT, yang telah
memberikan nikmatnya sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal laporan
hasil magang dengan judul Teknik Transplantasi Lamun di Balai Taman Nasional
Kepulauan Seribu (BTNKpS), DKI Jakarta.
Laporan hasil magang ini merupakan salah satu syarat untuk dapat
menyelesaikan studi Strata 1 (S1), di jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga yang lain karena telah
memberikan semangat moril maupun materil. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Bapak Henky Irawan, S.Pi, MP, M.Sc sebagai dosen
pembimbing magang, yang telah banyak memberi bimbingan dalam proses
pembuatan proposal hasil magang.
Proposal laporan hasil magang ini belumlah sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kedepan
dapat lebih baik lagi.
Tanjungpinang, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
1.3. Manfaat 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tumbuhan Lamun 3
2.2. Pertumbuhan Tumbuhan Lamun 5
2.3. Fungsi Tumbuhan Lamun 8
2.4. Profil Padang Lamun di BTNKpS 10
2.5. Rehabilitasi Lamun 12
III. METODE
3.1. Waktu dan Tempat 15
3.2. Alat dan Bahan 16
3.3. Prosedur Kerja 17
A. Pemilihan Lokasi Penanaman 17
B. Pemilihan Jenis Lamun 18
C. Metode Transplantasi Lamun 19
D. Pengambilan Bibit Lamun 20
E. Teknik Penanaman dengan Metode TERFs 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengukuran Parameter Lingkungan 29
4.2. Teknik Pemilihan Lokasi Transplantasi 30
4.3. Teknik Pemilihan Metode Transplantasi 32
4.4. Pengamatan Lamun Hasil Transplantasi 33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 36
5.2. Saran 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tabel Alat dan Bahan 16
2. Tabel Hasil Pengamatan Hasil Pengamatan Kondisi
Fisik Lingkungan pada Lokasi Transplantasi. 29
3. Tabel Nilai Parameter Fisik Lingkungan yang Optimum
Bagi Pertumbuhan Lamun. 30
4. Tabel Nilai (Score) Indeks Kesesuaian Lokasi Penanaman
(PTSI),Preminary Transplant Suitability Index Lokasi
Transplantasi Lamun. 31
5. Tabel Hasil Pengamatan Pertama 33
6. Tabel Hasil Pengamatan Kedua 34
Daftar Gambar
Gambar Halaman
1. Gambar Morfologi Tumbuhan Lamun. 4
2. Gambar Jenis Lamun yang Terdapat di BTNKpS. 12
3. Gambar Lokasi Pengambilan Bibit Lamun. 15
4. Gambar Lokasi Transplantasi Lamun. 16
5. Gambar Contoh Bibit Lamun Cymodocea rotundata
dan Thallasia hemprichi yang Akan di Transplantasi. 18
6. Gambar Tahap Pengambilan Bibit dengan Linggis 21
7. Gambar Tahap Pengambilan Bibit dengan Kipas Plastik 23
8. Gambar Tahap Penanaman dengan Metode TERFs 25
9. Gambar Pola Penanaman Metode TEFRs. 27
10. Gambar Contoh Pengikatan Tunas (Bibit Lamun) dengan
Kertas Tisu pada Frame. 28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang sangat
produktif dan bersifat dinamik. Faktor-faktor lingkungan yaitu faktor fisik, kimia,
dan biologi secara langsung berpengaruh terhadap ekosistem padang lamun.
Padang lamun menyediakan habitat bagi banyak hewan laut dan bertindak sebagai
penyeimbang substrat, (McKenzie, 2008; Wulandari, dkk, 2013).
McKenzie, 2008; Wulandari, 2013, hampir 54 % padang lamun di seluruh
dunia telah hilang. Hilangnya padang lamun secara global terjadi sejak tahun
1980, atau bisa dikatakan setiap jamnya lamun seluas 2 lapangan bola hilang.
Padang lamun di Indonesia yang diperkirakan seluas sekitar 30.000 km2
(Nontji, Trismades). Namun di Indonesia ekosistem lamun sudah banyak
terancam baik oleh aktivitas alami maupun oleh aktivitas manusia. Penyebab
utama hilangnya padang lamun adalah kegiatan manusia termasuk kerusakan
secara mekanis (pengerukan dan jangkar), pengendapan, dan pengaruh
pembangunan konstruksi daerah pesisir. Hilangnya padang lamun diduga akan
terus bertambah akibat tekanan pertumbuhan penduduk di daerah pesisir
(Koswara, 2009; Wulandari, dkk, 2013).
Melihat kerusakan yang terus terjadi pada padang lamun baik karena
aktivitas alami maupun karena aktvitas manusia, maka perlu dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mengembalikan kondisi padang lamun menjadi lebih baik.
Salah satu usaha rehabilitasi padang lamun adalah kegiatan transplantasi lamun.
Transplantasi lamun belum banyak berkembang di Indonesia, namun telah
berkembang di luar negeri dengan metode dan jenis yang berbeda.
Pulau Bintan termasuk salah satu kawasan di Indonesia yang mempunyai
keanekaragaman tumbuhan lamun yang tinggi. Di kawasan perairan Pulau Bintan
bagian timur ditemukan 10 jenis lamun dari 14 jenis lamun yang terdapat di
perairan Indonesia. Jenis lamun tersebut adalah Halodule pinifolia, H. uninervis,
Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium,
Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila
ovalis, Halophila Spinulosa. (BAPEDDA, 2010; Suhud, 2013). Untuk tetap
menjaga kelestarian tumbuhan lamun maka perlu dilakukan kegiatan rehabilitasi
lamun di Pulau Bintan dengan salah satu teknik yaitu transplantasi lamun.
1.2. Tujuan
Tujuan dari magang ini untuk mempelajari teknik transplantasi lamun
yang dilakukan di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) DKI
Jakarta.
1.3. Manfaat
Manfaat dari magang ini adalah menguasai kemampuan untuk melakukan
rehabilitasi lamun dengan salah satu teknik yaitu transplantasi lamun untuk
memperbaiki kondisi padang lamun yang mengalami kerusakan atau menciptakan
padang lamun baru di lokasi yang belum ditumbuhi lamun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tumbuhan Lamun
Lamun merupakan tumbuhan laut yang berbentuk seperti rumput namun
memiliki akar, rhizoma dan daun sejati. Kelebihan inilah yang dimiliki lamun
yang tidak dimiliki oleh rumput laut sebagai tumbuhan yang ada di laut. Lamun
biasanya tumbuh terbenam di laut dan umumnya membentuk sebuah padang atau
hamparan yang luas sehingga di sebut padang lamun (Febriyantoro, 2013).
Lamun tumbuh padat membentuk padang, sehingga dikenal sebagai
padang lamun (seagrass bads). Lamun dapat tumbuh membentuk padang lamun
dengan kepadatan mencapai 4.000 tumbuhan per m2 dan mempunyai biomassa
tetap sebesar 2 kg/m2 (Nybakken, 1988; Kordi, 2011).
Lamun (seagrass) atau disebut juga ilalang laut atau yar, adalah satu
satunya kelompok tumbuhan laut yang berbunga yang ada di lingkungan laut,
lamun tumbuh pada perairan yang agak berpasir dan dangkal, sering pula
dijumpai di terumbu karang dan mangrove. Lamun termasuk tumbuhan berbiji
tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermae. Tumbuhan lamun telah
menyesuaikan diri untuk hidup terbenam di dalam laut. Lamun terdiri dari
rhizome atau rhizoma (batang terbenam atau akar rimpang), daun dan berakar
(Kordi, 2011).
Gambar 1. Morfologi tumbuhan lamun
Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya
hidup di laut, yaitu : (1). Mampu hidup di media air asin; (2). Mampu
berfungsi normal dalam kondisi normal; (3). Mempunyai sistem perakaran
jangkar yang berkembang biak; (4). Mampu melakukan penyerbukan dan
daun generatif dalam keadaan terbenam (Den Hartog, 1970; Kordi 2011).
Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem
transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata, yang berfungsi
dalam pertukaran gas, untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di
perairan, tumbuhan lamun dilengkapi dengan ruang udara (Dahuri, 2003;
Kordi, 2011).
Lamun tumbuh subur pada daerah terbuka pasang surut dan perairan
pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang
mati dengan kedalaman sampai 4 meter (Dahuri 2003; Kordi 2011). Dalam
perairan yang sangat jernih, beberapa jenis lamun bahkan ditemukan tumbuh
sampai kedalaman 8-15 meter dan 40 meter (Den Hartog, 1970; Kordi 2011).
2.2. Pertumbuhan Tumbuhan Lamun
Lamun tumbuh subur di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai
atau goba yang dasarnya berlumpur, pasir, dan patahan karang mati, dengan
kedalaman sampai 4 meter (Dahuri, 2003; Kordi, 2011).
Pertumbuhan lamun diduga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal
seperti kondisi fisologis dan metabolisme, serta faktor eksternal seperti zat-zat
hara (nutrien) dan tingkat kesuburan perairan (Dahuri, 2003; Kordi 2011).
Penelitian dari Azkab, dkk (1994) menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh
dari daun lamun Enhalus ocoroides rata-rata adalah 16,9 mm / hari untuk daun
baru (muda) dan 6,5 mm / hari untuk daun lama (tua). Sedangkan kecepatan
tumbuh daun lamun jenis Thalassia hemprichii adalah 4,51 mm / hari untuk daun
baru dan daun lama. Jenis Syringodium isoetifolium dan Cymodoceaa rotundata
masing-masing adalah 9,0 dan 8,7 mm / hari baik pada daun baru dan daun lama.
Berikut adalah beberapa parameter yang mempengaruhi distribusi dan
pertumbuhan lamun :
1. Kecerahan
Penetrasi cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
lamun, tumbuhan lamun tumbuh di perairan yang dangkal karena membutuhkan
sinar matahari untuk proses fotosintesis. Menurut Hillman et all, (1989);
Supriharyono, (2007); Kordi, (2011) bahwa, daya jangkau atau kemampuan
tumbuh tumbuhan lamun untuk sampai kedalaman tertentu sangat dipengaruhi
oleh saturasi cahaya setiap individu lamun. Kebanyakan tumbuhan lamun saturasi
pada level 200 umol/m2/detik atau lebih rendah. Pertumbuhan lamun juga
dipengaruhi oleh padatan tersuspensi, kekeruhan, yang disebabkan oleh
pertumbuhan epyphytic algae dan fitoplankton yang pesat, limbah domestik atau
limbah organik, juga bisa menurunkan pasokan energi cahaya dan berakibat
terhadap pertumbuhan lamun.
2. Suhu
Tumbuhan lamun yang hidup di perairan tropis umumnya tumbuh pada
daerah dengan kisaran suhu 20-30 oC, sedangkan suhu optimumnya adalah 28-30
oC. Menurut Glynn (1968); Kordi (2011) bahwa, daun Thalasia akan mati pada
suhu 35-40 oC, walaupun rhizomanya tidak berpengaruh, demikian pula pada suhu
yang terlampau rendah juga dapat mematikan tumbuhan lamun di daerah sub
tropis.
3. Salinitas
Spesies tumbuhan lamun memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap
salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar, yaitu antara 10 – 40
permil. Nilai salinitas optimum pada lamun yaitu 35 permil (Dahuri, 2003; Kordi
2011).
4. Arus
Pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Arus
dan pergerakan air sangat penting dalam karena terkait dengan suplai unsur hara,
sediaan gas-gas terlarut, dan menghalau sisa-sisa metabolisme atau limbah. Pada
ekosistem padang lamun arus menentukan tingginya produktivitas primer, melalui
pencampuran dan penyebaran unsur hara dan gas-gas, serta memindahkan limbah
(Kordi, 2011).
5. Subtrat
Padang lamun tumbuh pada berbagai tipe subtrat, mulai dari lumpur
sampai sedimen dasar yang terdiri dari endapan lumpur halus sebesar 40%.
Kedalamn subtrat berperan dalam menjaga stabilitas sedimen yang mencakup dua
hal, yaitu pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan serta pemasok
nutrien. Kedalaman sedimen yang cukup merupakan kebutuhan utama untuk
pertumbuhan perkembangan habitat lamun (Dahuri, 2003; Kordi, 2011).
6. Nutrien
Lamun mengambil unsur hara terlarut melalui akar dan daun dengan
dominan rute tergantung pada jenis unsur hara dan konsentrasinya. Lamun
tumbuh pada sedimen hasil bawaan dari daratan (terigenous sediments) dan di
daerah beriklim dingin (temperate) biasanya dibatasi oleh nitrogen, sehingga
lamun cenderung memanfaatkan fosfor. Sedangkan lamun yang tumbuh di
sedimen hasil pengikisan batu karang ( carbonate sediments), dimana fosfor
terikat kuat dengan besi (iron oxyhydroxides) dan di daerah tropis, dimana
kandungan fosfornya sangat rendah, tumbuhan lamun biasanya dibatasi oleh
fosfor (Short, 1978; Kordi, 2011).
2.3. Fungsi Tumbuhan Lamun
Padang lamun dengan tumbuhan lamunnya merupakan salah satu
ekosistem yang sangat penting, baik secara fisik maupun biologis. Selain sebagai
stabilisator sedimen dan penahan endapan, padang lamun berperan sebagai
produsen utama dalam jaring-jaring makanan. Padang lamun juga menjadi habitat
(tempat hidup), naungan, berkembang biak, dan mencari makan berbagai biota
laut,baik vertebarata maupun avertebrata (Kordi 2011).
Menurut Wood ett all (1969) dan Dawes (1981), dalam Kordi 2011
manfaat dari tumbuhan lamun adalah sebagai berikut : (a). Seagrass mempunyai
daya untuk memperangkap sedimen. (b). Sebagai sistem tumbuhan merupakan
sumber produktivitas primer, yang mempunyai nilai produksi yang cukup tinggi;
(c). Sumber makanan langsung bagi biota laut; (d). Merupakan habitat bagi biota
hewan air; (e). Merupakan subtrat bagi organisme fitoplankton yang menempel;
(f). Mempunyai kemampuan yang baik untuk memindahkan unsur-unsur hara
terlarut di perairan yang ada di permukaan sedimen; (g). Akar-akar dan rhizome
sea grass mampu mengikat sedimen sehingga terhindar dari bahaya erosi.
Potensi lain yang dimiliki oleh tumbuhan lamun bermanfaat dalam
berbagai hal, yaitu : (a). Penyaring limbah dan penstabil sedimen; (b). Tumbuhan
lamun mengandung lignin yang rendah dan cellusa yang cukup tinggi, maka dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kertas; (c). Rhizoma muda dari jenis
tertentu, seperti Zostera, dapat dimasak, dan buah dari beberapa jenis lamun
lainnya dapat dimakan langsung; (d). Daun-daun kering dapat digunakan sebagai
makanan ternak ( McRoy dan Helffrich, 1980; Kordi, 2011).
Tumbuhan lamun juga dapat digunakan sebagai indikator biologis di
perairan yang tercemar logam berat, dari hasil penelitian kandungan logam berat
Cd, Cu, Pb, dan Zn lebih tinggi pada lamun yang hidup pada lingkungan tercemar
dari pada yang tumbuh di lingkungan tercemar (Dahuri, 2003; Kordi, 2011).
Secara ekologi, lamun memiliki peranan yang penting dalam ekosistem di
perairan laut, lamun berfungsi sebagai penyedia makanan, penangkap sedimen,
tempat berlindung, berpijah dan tempat mencari makanan bagi biota-biota laut
yang berasosiasi dengan dengan lamun itu sendiri. Karena fungsi dari lamun
belum banyak diketahui oleh masyarakat banyak maka keberadaan lamun sering
diabaikan. Kerusakan lamun biasanya diakibatkan kegiatan manusia seperti
pembuangan limbah organik maupun on organik langsung ke laut, aktivitas
nelayan,dll.
2.4. Profil Padang Lamun di BTNKpS
Padang lamun (seagrass bed) dapat ditemukan di sebagian besar perairan
pulau dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seperti Pulau
Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa dan Pulau Harapan. Secara ekologis
ekosistem lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu merupakan habitat,
tempat mencari makan dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang, teripang,
cumi-cumi serta biota laut lainnya. Di perairan sebelah barat Pulau Kaliage Kecil
dijumpai jenis cumi-cumi meletakkan telur-telurnya di daun-daun lamun sampai
menetas padang lamun di sebelah barat. Di samping itu, keberadaan padang
lamun di TNKpS dapat menstabilkan substrat dasar, daun-daun lamun akan
menangkap sedimen dan mengendapkannya ke dasar sehingga perairan menjadi
jernih (BTNKpS).
Lamun di Taman Nasional Kepulauan Seribu tumbuh dalam kelompok
rumpun yang kecil-kecil dan tersebar tidak merata, namun kadang juga
membentuk suatu padang yang luas dengan jenis homogen ataupun heterogen.
Hal ini terkait dengan kondisi fisik substrat dasar perairan Kepulauan Seribu yang
tidak stabil karena pengaruh arus dan gelombang.
Di seluruh dunia telah teridentifikasi 60 jenis lamun, 20 jenis diantaranya
ditemukan di perairan di Asia Tenggara dan terdapat 12 jenis lamun (7 genus)
yang tumbuh di perairan Indonesia (Lee Long et al. 2000; Hutomo et al., 1988;
Fortes, 1988; Dahuri, 2003; Kordi, 2011). Dari 12 jenis lamun yang dapat tumbuh
di perairan Indonesia, 7 (tujuh) jenis diantaranya dapat ditemukan di kawasan
Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS, 2005).
Tujuh (7) Jenis lamun tersebut adalah, Thalassia hemprichii, Cymodocea
rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis,
Sryngodium isoetifolium, dan Halodule uninervis.
Gambar 2. Jenis-jenis lamun yang terdapat di BTNKps.
2.5. Rehabilitasi Tumbuhan Lamun
Dibandingkan dengan fungsinya perhatian terhadap ekosistem lamun
masih sangat kurang dibandingkan dengan dua ekosistem pesisir lainnnya, yaitu
ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang, di sisi lain masih kurang
upaya yang kita berikan untuk menyelamatkan ekosistem ini. Meskipun data
mengenai kerusakan ekosistem padang lamun tidak tersedia tetapi faktanya sudah
banyak mengalami degradasi akibat aktivitas di darat. Kerusakan lamun di
Indonesia biasanya banyak diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti
pembuangan limbah organik maupun non organik langsung ke laut, aktivitas
perahu nelayan, penangkapan ikan yang tidak menggunakan alat yang ramah
lingkungan, dan lain-lain (Bengen, 2001).
Merujuk pada kenyataan bahwa padang lamun mendapat tekanan
gangguan utama dari aktivitas manusia perlu dilakukan rehabilitasi tumbuhan
lamun, menurut (Nontji, Trismades) rehabilitasi dapat dilaksanakan melalui dua
pendekatan menurut, yaitu:
1) Rehabilitasi lunak (soft rehabilitation)
2) Rehabilitasi keras (hard rehabilitation).
1). Rehabilitasi lunak (soft rehabilitation)
Rehabilitasi lunak berkenan dengan penanggulangan akar masalah,
dengan asumsi jika akar masalah dapat diatasi, maka alam akan mempunyai
kesempatan untuk merehabilitasi dirinya sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak
lebih menekankan pada pengendalian perilaku manusia.
2). Rehabilitasi keras (hard rehabilitation).
Rehabiltasi keras menyangkut kegiatan langsung perbaikan lingkungan di
lapangan. Ini dapat dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi lingkungan atau
dengan transplantasi lamun di lingkungan yang perlu direhabilitasi.
Upaya pemulihan terhadap kerusakan padang lamun masih jarang
dilakukan. Salah satu alternatif dalam upaya konservasi ekosistem lamun adalah
melalui tranplantasi lamun. Metode ini dapat mengimbangi tingkat kerusakan
lamun baik fisik ataupun fisiologi yang terjadi begitu cepat. Jika tingkat kerusakan
ini dapat diimbangi, maka secara tidak langsung dapat membantu meningkatkan
perekonomian masyarakat pesisir. Berbagai biota ekonomis penting yang
berasosiasi, seperti teripang, bintang laut, bulu babi, kerang, udang, ikan karang,
dan kepiting dapat dijadikan komoditi tangkapan unggulan (Bengen, 2001).
BAB III
METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan transplantasi lamun ini dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 2014
pukul 10.00 – 16.00, dengan lokasi; pengambilan bibit dilakukan Pulau Panggang
bagian selatan dengan titik koordinat S 05 0
44 ’48.88” E 106 0 36 ‘ 05. 72” dan
Pulau Pramuka bagian Utara dengan titik koordinat S 05 0
44’27.98” E106 0 36 ‘
55. 34” , sedangkan penanaman lamun di lakukan di Pulau Pramuka bagian Timur
dengan titik koordinat S 05 0
44’ 41.61 dan E 106 0 36 ‘ 00.72.
Gambar 3 . Lokasi pengambilan bibit lamun.
Keterangan : Kotak bewarna hijau yang ditunjukkan anak panah lokasi
pengambilan bibit di Pulau Panggang bagian Selatan dan Kotak bewarna kuning
yang ditunjukkan anak panah lokasi pengambilan bibit di Pulau Pramuka bagian
Utara.
Gambar 4. Lokasi transplantasi lamun.
Keterangan : Kotak bewarna merah yang ditunjukkan anak panah adalah lokasi
transplantasi lamun di Pulau Pramuka bagian Timur.
3.2. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan transplantasi lamun :
Tabel 1. Alat dan Bahan
NO NAMA ALAT JUMLAH KETERANGAN
1 Alat Snorkling 5 set Digunakan untuk mengambil bibit
dan mengembalikan bibit di perairan
2 Kapal 1 unit Alat transportasi
3 Kamera under
water
1 unit Untuk dokumentasi selama kegiatan
transplantasi lamun
4 GPS 1 unit Untuk menentukan titik koordinat
5 Frame 5 unit Media untuk transplantasi lamun
6 pH meter 1 buah Alat ukur pH dan suhu
7 Refraktometer 1 buah Alat ukur salinitas
8 Linggis 1 buah Digunakan untuk mengambil bibit
9 Sepatu boot 2 buah
10 Box 1 buah Untuk meletakkan bibit lamun yang
baru diambil
11 Kertas tisu 125
lembar
Untuk mengikat bibit lamun ke
frame
12 Gunting 2 buah Untuk memotong benih
13 Alat tulis 1 set Mencatat proses selama kegiatan
14 Bibit lamun 125 bibit Objek penanaman
3.3. Prosedur Kerja
A. Pemilihan Lokasi Penanaman
Pemilihan lokasi kegiatan untuk melakukan transplantasi lamun mengikuti
cara yang di jelaskan oleh F.T. Short et all, (2002); BTNKpS (2006) dengan
sedikit perubahan untuk menyesuaikan dengan kondisi lokasi yang akan di
lakukan transplantasi. Informasi tentang karakteristik padang lamun yang ada /
sumber bibit (reference sites) pada lokasi yang akan dilakukan transplantasi
diambil untuk perhitungan indeks kesesuaian lokasi penanaman atau preliminary
transplant suitability index (PTSI) dan memilih proritasnya.
B. Pemilihan Jenis Lamun
Pemilihan jenis lamun yang akan dijadikan bibit dalam kegiatan transplantasi
lamun didasarkan pada jenis-jenis yang secara alami tumbuh dominan dan
merupakan jenis pioner di lokasi yang akan dilakukan transplantasi. Penggunaan
jenis pioner dalam kegiatan rehabilitasi akan membuat tingkat keberhasilannya
menjadi tinggi (BTNKpS, 2006).
Pada kegiatan transplantasi yang dilakukan dipilih jenis lamun Thalassia
hemprichii dan Cymodocea sp. Kedua jenis lamun ini merupakan jenis pioner
yang secara alami banyak tumbuh pada daerah terbuka pasang surut dan
merupakan jenis yang dominan yang tersebar di lokasi transplantasi.
Gambar 5. Contoh bibit lamun jenis Cymodocea rotundata dan Thalassia
hemprichii yang akan di transplantasi.
C. Metode Transplantasi Lamun
Metode yang digunakan pada kegiatan magang yaitu :
1. Metode TERFs (Transplanting Eelgrass Remotely with Frame System)
merupakan metode transplantasi lamun yang dikembangkan oleh F. T.
Short di Universitas of New Hampshire, USA (Short et al. 2001 dalam
Taurusman, et.al (2009). Metode TERFs ini menggunakan media frame
besi/kawat berukuran 60 x 60 cm, dimana bibit lamun yang diambil dari
padang lamun donor diikat pada frame dengan menggunakan pengikat
yang mudah larut seperti kertas tisu. Jarak taman pada metode TERFs
yaitu 15 cm. Tiap frame diisi oleh 25 bibit lamun.
2. Metode Plug, pada saat kegiatan magang metode plug hanya dilakukan
simulasi karena kondisi alam tidak mendukung untuk dilakukan
dilapangan. Metode plug biasa dilakukan pada saat surut terendah. Metode
plug ini menggunakan dengan pipa PVC yang dibentuk sedemikian rupa.
Bibit lamun dipindahkan dengan substratnya pada lokasi rehabilitasi yang
terlebih dahulu dipersiapkan lobangnya dengan PVC corer. Pada kegiatan
ini corer yang digunakan adalah sebuah pipa paralon yang dapat diatur
tingkat kevakumannya dengan sebuah valve kontrol udara di ujung atas
tabung tersebut. Penggunaan alat ini adalah untuk mengambil tanaman
lamun secara lengkap dari lokasi donor beserta sekaligus substrat
dasarnya.
D. Pengambilan Bibit Lamun
Pengambilan bibit lamun untuk kegiatan transplantasi dilakukan di lokasi
yang terdekat dan memiliki populasi lamun yang tinggi ( BTNKpS, 2006). Syarat
bibit untuk kegiatan transplantasi adalah, lamun yang bertunas muda yang ciri-
cirinya rimpang bewarna putih dan memiliki minimal dua batang tunas baru.
Adapun teknik pengambilan bibit lamun untuk transplantasi adalah sebagai
berikut :
Pengambilan Bibit Lamun dengan Menggunakan Linggis.
Dalam pengambilan bibit lamun linggis difungsikan sebagai pembuat cekungan
pada subtrat disekitar bibit lamun, adapun caranya sebagai berikut :
1. Pilih lokasi yang memiliki tingkat populasi lamun yang tinggi ( banyak ).
2. Linggis yang telah disiapkan ditusuk kedalam subtrat disekitar bibit lamun
sampai subtrat disekitar bibit lamun membentuk cekungan dan kelihatan
akar-akarnya.
3. Bersihkan pasir (subtrat) yang melekat di akar-akar lamun dengan cara
dikipas.
4. Pilih lamun yang akan dijadikan cikal bakal bibit.
5. Masukkan bibit yang telah dipilih kedalam box berisi air dan hindari kontak
langsung dengan matahari agar bibit lamun tidak mudah layu (waktu toleransi
dari bibit lamun di dalam box yang berisi air asin paling lama 2 jam dengan
keadaan terlindung dari sinar matahari langsung).
Pilih lokasi dengan populasi lamun yang tinggi (banyak).
Linggis yang disediakan ditusuk-tusuk ke dalam subtrat di sekitar bibit lamun.
Bersihkan pasir (subtrat) yang melekat diakar lamun dengan cara dikipas.
Pilih lamun yang akan dijadikan bibit. Masukkan bibit kedalam box plastik.
Gambar 6. Tahap Pengambilan Bibit dengan Linggis.
Pengambilan Bibit Lamun dengan Menggunakan Kipas Plastik
Dalam pengambilan bibit lamun kipas plastik difungsikan untuk menyingkirkan
subtrat disekitar bibit lamun, adapun caranya sebagai berikut :
1. Pilih lokasi yang memiliki tingkat populasi lamun yang tinggi ( banyak ).
2. Kipas plastik yang telah disiapkan selanjutnya dikipas di sekitar akar lamun,
sampai subtrat disekitar tunas baru tersingkir dan akar dari tunas baru lamun
muncul atau kelihatan.
3. Tunas baru yang muncul atau kelihatan selanjutnya di ambil.
4. Masukkan bibit yang telah diambil kedalam box berisi air dan hindari
kontak langsung dengan matahari agar bibit lamun tidak mudah layu (waktu
toleransi dari bibit lamun di dalam box yang berisi air asin paling lama 2
jam dengan keadaan terlindung dari sinar matahari langsung).
Pilih lokasi dengan populasi lamun yang tinggi (banyak).
Kipas yang disediakan dikipas disekitar akar lamun, sampai tunas baru muncul.
Tunas baru yang muncul selanjutnya diambil.
Pilih lamun yang akan dijadikan bibit. Masukkan bibit kedalam box plastik.
Gambar 7. Tahap Pengambilan Bibit dengan Kipas Plastik.
E. Teknik Penanaman dengan Metode TERFs.
Langkah-langkah penanaman lamun dengan menggunakan metode TERFs (
Transplanting Eelgrass Remotely with Frame system ), adalah sebagai berikut :
1. Siapkan frame besi / kawat ukuran 60 cm X 60 cm dan tisu pengikat yang
telah digulung usahakan kedua alat ini jangan sampai basah.
2. Benih yang telah ada, dipotong pada rimpangnya minimal memilki dua tunas
muda.
3. Benih yang telah dipotong diikat pada frame dengan menggunakan tisu
dengan cara ikat simpul.
4. Jumlah bibit lamun 5 buah tiap barisnya jadi, satu frame diisi 25 bibit lamun.
5. Setelah proses pengikatan selesai frame dan bibit siap untuk ditanam dengan
cara membalikkan frame dan selanjutnya diletakkan diatas subtrat dengan
sedikit tekanan sehingga frame besi/kawat bagian bawah dapat masuk
beberapa centimeter ke dalam subtrat.
Siapkan frame besi/kawat ukuran 60x60 cm.
Benih yang telah ada, dipotong pada rimpangnya minimal 2 tunas muda.
Benih diikat pada frame dengan menggunakan kertas tisu.
Jumlah benih tiap frame adalah 25 bibit.
Setelah proses pengikatan selesai frame dan bibit siap untuk ditanam dengan cara membalikkan
frame dan selanjutnya diletakkan diatas subtrat dengan sedikit tekanan sehingga frame besi/kawat
bagian bawah dapat masuk beberapa centimeter ke dalam subtrat.
.
Posisi bibit lamun setelah kegiatan transplantasi dengan metode TERFs.
Gambar 8. Teknik Penanaman Metode TERFs
Bata merah (pemberat).
Gambar 6. Pola penanaman TERFs, dimana ada 2 tunas yang diikatkan pada 25
unit penanaman setiap Frame sehingga jumlah keseluruhannya menjadi 100
tunas lamun per 1 m2.
Pengikatan tunas dengan tissue pada TERFs Frame.
Gambar 7. Contoh pengikatan tunas (bibit lamun) dengan tisu pada frame.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengukuran Parameter Lingkungan.
Sebelum melakukan kegiatan transplantasi lamun harus dilakukan
pengukuran parameter lingkungan di lokasi yang akan dilakukan kegiatan
transplantasi lamun, parameter lingkungan tersebut antara lain; suhu, salinitas, pH
(derajat keasaman), arus, serta mengidentifikasi jenis subtrat di lokasi
transplantasi lamun. Hasil pengukuran dan pengamatan kondisi fisik lingkungan
pada lokasi transplantasi lamun dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan kondisi fisik lingkungan pada lokasi transplantasi
lamun.
No Lokasi Suhu
(oC)
Salinitas
(0/00)
pH Jenis Subtrat Arus
(m/s)
1 Pulau
Pramuka
bagian Timur
28,7 35 7,6 Pasir kasar 0,5
Melihat dari data hasil pengukuran parameter fisik lingkungan diatas maka
bisa dikatakan lokasi Pulau Pramuka bagian Timur sangat baik untuk dilakukan
kegiatan transplantasi lamun karena kondisi fisik perairannya sangat mendukung
untuk pertumbuhan lamun. Nilai parameter fisik lingkungan yang optimum bagi
pertumbuhan lamun dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai parameter fisik lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan
lamun.
No Parameter Lingkungan Nilai Optimum untuk Pertumbuhan Lamun
1 Suhu 28-30 0C
2 Salinitas 35 permil
3 pH 6,5-8
4 Arus 0,5 – 1 m/s
4.2. Teknik Pemilihan Lokasi Transplantasi
Pemilihan lokasi untuk kegiatan transplantasi lamun menjadi penting karena
akan berpengaruh terhadap keberhasilan transplantasi lamun. Pengukuran
terhadap kondisi biologi, fisika, dan kimia di lokasi transplantasi akan
memaksimalkan keberhasilan kegiatan transplantasi lamun.
Informasi tentang karakteristik padang lamun yang ada / sumber bibit
(reference sites) dan lokasi transplantasi lamun (recipient sites) pada lokasi
transplantasi diambil untuk perhitungan indeks kesesuaian lokasi penanaman
(PTSI) dan memilih proritasnya. Hasil pengukuran parameter lingkungan
dilakukan pada masing-masing lokasi dan diberikan score. Nilai 0, 1, dan 2
menunjukkan kualitas dari setiap parameter yang di ukur. Score PTSI
dijumlahkan pada seluruh parameter. Nilai 0 untuk beberapa parameter membuat
score keseluruhan menjadi 0 dan mengeliminasi lokasi tersebut dari proritas. Nilai
score yang tinggi menunjukkan kemungkinan sangat besar untuk keberhasilan
transplantasi lamun (BTNKpS, 2006).
Tabel 4. Nilai / score Indeks Kesesuaian Lokasi Penanaman (PTSI, Preliminary
Transplant Suitability Index) lokasi transplantasi lamun.
No Parameter Score
1 Keberadaan lamun 2 (dua)
2 Jarak dengan padang lamun yang ada 2 (dua)
3 Kejernihan perairan 1 (satu)
4 Ukuran partikel dasar 1 (satu)
5 Kedalaman 1 (satu)
6 Sedimen 1 (satu)
7 Salinitas 2 (dua)
8 Suhu 2 (dua)
9 Derajat keasaman (pH) 2 (dua)
10 Arus / Gelombang 1 (satu)
Jumlah 15 (lima belas)
Tabel diatas menunjukkan lokasi yang dipilih sangat baik , karena parameter
– parameter lingkungan yang diukur sangat mendukung untuk dilakukan kegiatan
transplantasi lamun.
Selain nilai Indeks Kesesuaian Lokasi Penanaman (PTSI, Preliminary
Transplant Suitability Index) lokasi transplantasi lamun, ada beberapa
pertimbangan dalam pemilihan lokasi transplantasi lamun menurut BTNKps,
yaitu :
1. Lokasi yang akan di transplantasi mengalami penurunan potensi padang
lamun dan disinyalir rawan terhadap kerusakan ekosistem padang lamun.
2. Transplantasi lamun dilakukan di lokasi yang sebaran lamunnya kurang /
sedikit.
3. Lokasi transplantasi lamun berkonfigurasi datar dan terhindar dari
pengaruh arus dan gelombang yang kuat dengan kondisi fisika lingkungan
optimal.
4. Transplantasi lamun akan sukses dilakukan pada lokasi yang mempunyai
kedalaman sama dengan padang lamun yang ada, dekat dengan lamun
yang ada / sumber bibit (Fonseca, M.S., 1997; BTNKpS, 2006).
4.3. Teknik Pemilihan Metode Transplantasi
Dalam menentukan metode transplantasi hal yang paling utama di
perhatikan adalah kondisi alam seperti arus, gelombang, dan pasang surut air laut.
Sebelum menentukan metode harus ditentukan jenis lamun yang akan
ditransplantasi karena metode yang digunakan disesuaikan dengan jenis lamun
yang di transplantasi. Sebagai contoh untuk metode TERFs digunakan untuk jenis
lamun yang berkuran kecil seperti Thallasia hemprichi, Cymodocea rotundata,
Cymodocea serrulata, dan lain-lain. Untuk lamun jenis Enhalus acoroides
transplantasi digunakan metode Plug.
4.4. Pengamatan Lamun Hasil Transplantasi
Setelah melakukan kegiatan transplantasi, dilakukan pula pengamatan
terhadap kondisi lamun hasil transplantasi, tujuannya untuk melihat tingkat
keberhasilan dan pertumbuhan, serta mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan lamun yang ditransplantasi. Pengamatan dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali, adapun hasilnya sebagai berikut :
Pengamatan Pertama
Lokasi : Pulau Pramuka
Tanggal Pengamatan : 25/08/2014 (Pengamatan pertama)
Koordinat : S 05 0
44’ 41.61 dan E 106 0 36 ‘ 00.72.
Suhu : 29,9 o C
pH : 7,6
Salinitas : 35 0/00
Tabel 5. Hasil Pengamatan Pertama.
Frame Jenis Lamun Kondisi
1 Hidup Mati Tingkat
Sedimentasi Thalassia hemprichii
15 X Rendah
Cymodocea rotundata
10 X
2
Thalassia hemprichii
17 X Rendah
Cymodocea rotundata
8 X
3 Cymodocea rotundata
11 X Rendah
Thalassia hemprichii
9 X
Sryngodium isoetifolium
5 X
4
Thalassia hemprichii
8 X Sedang
Sryngodium isoetifolium
4 X
Cymodocea rotundata
13 X
5
Thalassia hemprichii
11 X Sangat Rendah
Cymodocea rotundata
13 X
Sryngodium isoetifolium
1 X
Pengamatan Kedua
Lokasi : Pulau Pramuka
Tanggal Pengamatan : 01/09/2014 (Pengamatan kedua)
Koordinat : S 05 0
44’ 41.61 dan E 106 0 36 ‘ 00.72.
Suhu : 27,5 o C
pH : 7,58
Salinitas : 36 o/oo
Tabel 6. Hasil Pengamatan Kedua
Frame Jenis Lamun Kondisi
1 Hidup Mati Tingkat
Sedimentasi Thalassia hemprichii
13 2 Tinggi
Cymodocea rotundata
2 8
2
Thalassia hemprichii
14 3 Sedang
Cymodocea rotundata
6 2
3 Cymodocea rotundata
6 2 Rendah
Thalassia hemprichii 11 1
Sryngodium isoetifolium
4 1
4
Thalassia hemprichii
8 X Rendah
Sryngodium isoetifolium
4 X
Cymodocea rotundata
8 5
5
Thalassia hemprichii
11 X Sangat Rendah
Cymodocea rotundata
13 X
Sryngodium isoetifolium
1 X
Dari tabel pengamatan di atas dapat dilihat bahwa tingkat keberhasilan dan
tingkat pertumbuhan lamun hasil transplantasi di pengaruhi oleh faktor-faktor
fisik dalam hal ini sedimentasi berpengaruh langsung terhadap keberhasilan
transplantasi lamun. Perbandingan tingkat keberhasilan transplantasi lamun dapat
dilihat di tabel 5 dan 6.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Transplantasi lamun yang dilakukan merupakan salah satu usaha
rehabilitasi ekosistem lamun, yang bertujuan untuk memperbaiki atau
mengembalikan habitat lamun yang mengalami kerusakan.
2. Salah satu metode dalam transplantasi lamun adalah metode TERFs, yaitu
dengan menggunakan frame besi ukuran 60 x 60 cm dan bibit lamun
diikatkan pada frame besi dengan kertas tissue yang sudah digulung.
3. Metode TERFs bisa digunakan untuk jenis lamun yang berukuran kecil,
seperti Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Sryngodium
isoetifolium, Cymodocea serrulata, dan lain-lain.
4. Untuk lamun jenis Enhalus acoroides, metode yang digunakan adalah
metode Plug.
5. Tingkat keberhasilan dalam kegiatan transplantasi lamun dapat
ditingkatkan dengan pemilihan jenis lamun dan lokasi yang sesuai secara
ilmiah (science-based criteria).
5.2. Saran
1. Dalam menentukan lokasi transplantasi lamun hendaknya memperhatikan
parameter lingkungan baik fisika, kimia dan biologi.
2. Dalam menentukan metode harus diperhatikan jenis lamun yang di
transplantasi, dan kondisi alam tempat melakukan transplantasi.
3. Untuk wilayah pulau Bintan yang memiliki spesies lamun yang banyak
perlu dilakukan rehabilitasi untuk menjaga kondisi padang lamun agar
tetap baik.
4. Setelah melakukan kegiatan transplantasi lamun, sebaiknya dilakukan
pemeliharaan dan pengamatan untuk mengetahui tingkat keberhasilannya.
Selain itu kondisi sumber bibit (padang lamun donor), diharapkan dapat
pulih kembali.
5. Berbagai pihak yang berkepentingan di wilayah yang memiliki ekosistem
lamun, harus memperhatikan dan menjaga kondisi ekosistem lamun.
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M.H. 1999. Petunjuk Penanaman Lamun. Oseana. XXIV (nomor 3).
http://www.google.co.id/url.www.oseanografi.lipi.go.id 26 Mei 2014.
Bengen, D. 2001. Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan laut. IPB. Bogor.
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006. Laporan Penanaman Lamun di
Kepulauan Seribu. BTNKpS. Jakarta.
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006. Metode Penanaman Lamun.
BTNKpS. Jakarta.
Febriyantoro, dkk. 2013. Rekayasa Teknologi Transplantasi Lamun (Enhalus
acoroides) di Kawasan Padang Lamun Perairan Prawean Bandengan
Jepara. http://www.google.co.id/urldjelamunindonesiafiles.wordpress.com
26 Mei 2014.
Kawaroe, M, dkk. 2011. Perubahan Luas Penutupan Padang Lamun Di
Kepulauan Seribu. DKI Jakarta. http://repository.ipb.ac.id/handle/123
456789/27689. 26 Mei 2014.
Kholiq, Nur. 2007. Profil Ekosistem dan Rehabilitasi Padang Lamun di TNKpS.
BTNKpS. 2007
Kordi K, M Ghufran H & Bancung. A Baso. 2011. Padang Lamun. Rineka Cipta.
Jakarta.
Nontji, A. 2011. Pengelolaan Dan Rehabilitasi Lamun. Program Trismades.
Anugerah_Nontji@yahoo.com. 1 Juni 2014.
Suhud, M, Aris. 2012. Struktur Komunitas Lamun di Perairan Pulau Nikoi.
http://www.google.co.id/url?jurnal.umrah.ac.id%2Fwp-
content%2Fuploads%2F2013%2F08%2FM.-Aris-Suhud-
080210450054.pdf. 10 Juli 2014
Wulandari, Dwi,dkk. 2013. Transplantasi Lamun Thalassia hemprichii dengan
Metode Jangkar di Perairan Teluk Awur dan Bandengan. Jepara. Journal
Of Marine Research. Volume 2. (Nomor 2). Halaman 30-38,
http://ejournal.s-1undip.ac.id/index.php/jmr. 1 Juni 2014.
LAMPIRAN
FOTO ALAT DAN BAHAN
KAPAL BOX PLASTIK
KAMERA UNDERWATER ALAT SNORKLING
FRAME BESI GPS
LINGGIS SEPATU BOOT
GUNTING REFRAKTOMETER
pH METER BIBIT LAMUN
FOTO SELAMA KEGIATAN
Recommended